Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

SEDIAAN SOLID DAN KOSMETIK

PEMERIKSAAN MUTU BAHAN BAKU SULFAMERAZIN SECARA


KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Hari / Jam Praktikum : Kamis / 07.00 – 10.00


Tanggal Praktikum : Kamis, 12 Maret 2020
Shift B Kelompok 2

Nama Anggota NPM Tugas


Adinda Putri Lestari 260110180047 Pembahasan
Yuniar Alfain Nur’aini 260110180048 Teori Dasar & Kesimpulan
Fauzia Rahma Cahyani 260110180049 Pembahasan
Hasna Siti Munifah 260110180050 Data Pengamatan
Isma Syamsiatul Adha 260110180051 Perhitungan & Lampiran
Irna Roniawati 260110180053 Alat Bahan & Prosedur
Editor, Tujuan, Prinsip,
Nabila Putri Azzahra 260110180054 Reaksi

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS DAN ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
I. Tujuan
1.1.Menguji mutu sulfamerazin dengan metode uji batas logam berat dan
reaksi warna
1.2.Menguji kadar sulfamerazin dengan metode nitrimetri
II. Prinsip
2.1.Diazotasi
Senyawa dengan amin primer seperti sulfamerazin dan benzokain akan
membentuk garam diazonium ketika direaksikan dengan natrium nitrit
(Gandjar dan Rohman 2012).
2.2.Nitrimetri
Metode titrasi yang menggunakan NaNO2 sebagai pentiter dalam
suasana asam. NaNO2 berubah menjadi HNO2 yang akan bereaksi
dengan sampel yang dititrasi membentuk garam diazonium (Gandjar
dan Rohman, 2012).
2.3.Reaksi Warna
Prosedur kimia dalam pengujian senyawa dengan menggunakan
pereaksi dan mengamati warna yang terbentuk atau perubahan warna
yang terjadi (Anief, 1984).
2.4. Uji Batas Logam Berat
Pengujian kadar cemaran logam berat dengan menggunakan ion sulfida
untuk parasetamol, benzokain dan sulfamerazin digunakan metide III
(Depkes RI, 2014).
III. Reaksi
3.1.Reaksi Nitrimetri

(Mohammed et al., 2017).


3.2.Reaksi Warna dengan CuSO4

IV. Teori Dasar


Pemerian dari sulfamerazin yaitu berbentuk serbuk atau hablur,
putih atau agak putih kekuningan, tidak berbau atau praktis tidak berbau,
rasa agaki pahit, stabil diudara, namun secara perlahan menjadi gelap jika
terpapar cahaya. Sulfamerazin memiliki kelarutan dimana sangat sukar
larut di air, agak sukar larut dalam aseton, sukar larut dalam etanol, sangat
sukar larut dalam eter dan kloroform. Jarak lebur sulfamerazin yaitu antara
234-239˚. Sisa pemijaran tidak lebih dari 20 bpj. Pada penentuan kadar
dengan nitrimetri, tiap ml NaNO2 0,1M setara dengan 26,43 mg
C11H12N4O2S (Depkes RI, 2014).
Salah satu metode yang termasuk dalam titrasi redoks adalah
diazotasi (nitritometri). Titrasi diazotasi berdasarkan pada pembentukan
garam diazonium dari gugus amin aromatis bebas yang direaksikan dengan
asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara mereaksikan
natrium nitrit dengan suatu asam. Sudah kita lihat bahwa dalam titrasi
redoks ada dua jenis indikator, indikator khusus yang bereaksi dengan
salah satu komponen yang bereaksi, dan indikator oksidasi reduksi yang
sebenarnya tidak tergantung dari salah satu zat, tetapi hanya pada potensial
larutan selama titrasi. Pemilihan indikator yang cocok ditentukan oleh
kekuatan oksidasi titran dan titrat, dengan perkataan lain, potensial titik
ekivalen titrasi tersebut. Bila potensial peralihan indikator tergantung dari
pH, maka juga harus diusahakan agar pH tidak berubah selama titrasi
berlangsung (Harjadi, 2003).
Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa
senyawa-senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer.
Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer
(aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam
diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi (Ghalib dan
Rahman, 2007).
Titrasi diazotasi ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk
enetapkan kadar – kadar senyawa antibiotik sulfonamida dan juga senyawa
– senyawa anasetika lokal golongan asam amina benzoat. Metode titrasi
diazotasi disebut juga nitrimetri yaitu metode penetapan kadar secara
kualitatif dengan menggunakan larutan baku NaNO₂. Metode ini
didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik
primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam. Titik
akhir titrasi diazotasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang
dititrasi pada pasta kanji iodida atau kertas kanji iodida akan terbentuk
warna biru juga (Ghalib dan Rahman, 2007).
Nitrimetri merupakan cara analisa volumetri yang berdasarkan pada
reaksi pembentukan garam diazonium. Garam diazonium itu terbentuk
dari hasil reaksi antara senyawa yang mengandung gugus amin aromatis
bebas, pada suhu di bawah 15°C dalam senyawa asam. Titrasi diazotasi
berdasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin
aromatis bebas yang direaksikan dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini
diperoleh dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam
(Harjadi, 2003).
Jenis titrasi diazotasi yang cukup sederhana untuk dilakukan dan
sangat berguna untuk analisis antibiotik sulfonamida dan anastatik lokal
turun asam benzoat. Titrasi dilakukan dengan menggunakan natrium nitrit
yang diasamkan, menyebabkan fungsi amih aromatik primer diubah
menjadi garam diazonium, seperti pada reaksi sulfasetamina dengan asam
nitrit (Watson, 2010).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi (Wunas,
2003):
1. Suhu. Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah, lebih kecil
dari 15°C karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit
dengan asam tidak stabil dan mudah terurai, dan garam diazonium yang
terbentuk pada hasil titrasi juga tidak stabil.
2. Kecepatan reaksi. Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi
barjalan agak lambat, titrasi sebaiknya dilakukan secra perlahan-lahan, dan
reaksi diazotasi dapat dikatalisa dengan penambahan natrium dan kalium
bromida sebagai katalisator.
Pemilihan indikator yang cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi
titran dan titrat, dengan perkataan lain, potensial titik ekivalen titrasi
tersebut.Bila potensial peralihan indikator tergantung dari pH, maka juga
harus B.diusahakan agar pH tidak berubah selama titrasi berlangsung
(Marzuki, 2013).
Dalam titrasi diazotasi, digunakan dua macam indikator, yaitu
indikator dalam dan indikator luar.Sebagai indikator dalam digunakan
campuran indikator tropeolin oo dan metilen biru, yang mengalami
perubahan warna dari ungu menjadi biru kehijauan. Sedangkan untuk
indikator luarnya digunakan kertas kanji iodida. Indikator Dalam, Terdiri
dari campuran 5 tetes tropeolin 00 0,1% dalam air dan 3 tetes larutan biru
metilen 0,1% dalam air (Wunas, 2003).
Indikator Luar, yaitu Indikator pada pasta kanji-jodida yang dibuat
dengan cara melarutkan 0,75 gram kalium jodida dalam 5 ml air dan 2
gram zink klorida dalam 10 ml air, campurkan larutan itu dan tambahkan
100 mililiter air, panaskan sampai mendidih dan tambahkan sambil diaduk
terus suspense 5 gram pati dalam 35 ml air, didihkan selama 2 menit dan
dinginkan. Kanji iodida harus disimpan dalam wadah yang tertutup baik
dan diletakkan ditempat yang sejuk (Susanti, 2003).
Logam berat apabila dikonsumsi, akan terakumulasi di dalam tubuh
dan dapat mengakibatkan keracunan pada manusia. Ion logam berat akan
mendenaturasi protein, atau kation bervalensi banyak lainnya dari ikatan
komplekson dengan protein dan dengan demikian mempengaruhi pusat
katalitik enzim (Andriany, 2014)
Dampak negatif dari logam berat sangat membahayakan bagi
kesehatan manusia diantaranya mempengaruhi fungsi kognitif,
kemampuan belajar, menghambat pertumbuhan dan penurunan fungsi
tubuh (Yuyun et al, 2017)
Penggunaan logam berat dalam industri dan dalam kegiatan
kehidupan manusia amat sulit untuk dihindari. Logam berat dapat
memberikan pengaruh negatif terhadap tubuh manusia jika konsentrasinya
melebihi ambang yang dapat ditolerir oleh tubuhKontaminasi logam berat
seperti Timbal (Pb), Cadmium (Cd), Air raksa (Hg) alam masuk tubuh
manusia melalui ketiga jalur tersebut (Khairudin et al,2018).

V. Alat dan Bahan


5.1.Alat
a. Baskom n. Krus
b. Batang Pengaduk o. Labu ukur
c. Beaker glass p. Penangas air
d. Buret q. pH Indikator
e. Cawan Porselen r. Pipet Tetes
f. Corong Kaca s. Pipet Volume
g. Erlenmeyer t. Spatula
h. Es batu u. Statif
i. Gelas Ukur v. Tabung Nessier
j. Indikator Universal w. Tabung Reaksi
k. Kaca Arloji x. Tanur
l. Kertas Perkamen y. Termometer
m. Kertas Saring
5.2.Bahan
a. Ammonium Asetat h. FeCl3
b. Asam asetat 1 N i. HCl
c. Asam Nitrat j. H2S
d. Asam Sulfat k. KBr
e. Aquadest l. KI
f. CuSO4 m. Metilen Blue
g. Etanol n. NaNO2
o. NaOH s. Timbal (II) Nitrat
p. NH4OH t. Trapeolin O-O
q. Sulfanilamide u. Zinc Klorida
r. Sulfamerazin

VI. Prosedur
6.1 Reagen
6.1.1 Dapar asetat pH 3,5
25 gram ammonium asetat P dilarutkan dalam 25 ml, kemudian
ditambahakan 38 ml HCl 6N dan diencerkan dengan air hingga 100
ml lalu homogenkan.
(Depkes RI, 2014).

6.1.2 NH4OH 6 N 100 ml


Diambil 37 ml NH4OH 25% lalu diencerkan hingga 100 ml
menggunakan air
(Depkes RI, 2014).

6.1.3 Amonium asetat (CH3COONH4)


Dilarutkan 25 g dalam 25 ml air
(Depkes RI, 2014).

6.1.4 H2SO4 encer 10%


Diambil 5 ml H2SO4 98% lalu diadd hingga 50 ml
(Depkes RI, 2014).

6.1.5 NaNO2 350 ml


Dilarutkan 2,625 g Natrium Nitrit dalam 350 ml air
(Depkes RI, 2014).
6.1.6 HCl 6 N 200 ml (12 N = 37%)
Diambil 100 ml asam klorida 37% dan diencerkan dengan air
hingga 200 ml
(Depkes RI, 2014).

6.1.7 CH3COOH 1 N 100 ml


Diencerkan 5,8 ml CH3COOH pekat (17,5 N) dengan
menggunakan air hingga 100 ml
(Depkes RI, 2014).

6.1.8 Persediaan timbal (II) Nitrat 1000 ml


79,9 mg timbal (II) nitrat P dilarutkan dalam 50 ml aquadest
yang telah ditambahkan 1 ml asam nitart P (murni pereaksi),
kemudian diambil 1 ml larutan dan diencerkan hingga 10 ml lalu
simpan dalam wadah kaca yang bebas dari garam-garam timbal
yang larut
(Depkes RI, 2014).

6.1.9 Pembakuan NaNO2


Dipanaskan dan dikeringkan 500 mg sulfanilamid PK pada
suhu 105℃ selama 3 jam kemudian ditimbang 100 mg, lalu
dimasukkan kedalam beaker glass ditambahkan 10 ml air dan 4 ml
asam klorida, aduk hingga larut, dinginkan hingga suhu 15℃,
ditambahkan 25 gram pecahan es batu. Selanjutnya dititrasi
perlahan dengan natrium nitrit aduk kuat-kuat, lalu dicelupkan
batang pengaduk kedalam larutan titrasi dan oleskan pada kertas
yang telah dioleskan pasta kanji iodide akan terbentuk warna biru
segera, Titik akhir tercapai ketika larutan titrasi dibiarkan selama 1
menit akan memberikan warna biru segera jika diolehkan pada
pasta kanji iodide. 0,1 M NaNO2 setara dengan 17,22 mg
Sulfanilamid
(Depkes RI, 2014).
6.1.10 Pembuatan baku timbal
Diencerkan 10 ml larutan stok timbal (II) nitrat dengan air
hingga 100 ml
(Depkes RI, 2014).

6.1.11 Pembuatan kanji Iodida


Dipanaskan air sebanyak 100 ml didalam beaker glass 250 ml
sampai mendidih, lalu ditambahkan kalium iodide sebanyak 750
mg kedalam 5 ml air, dan ditambahkan zinc klorida sebanyak 2
gram dalam 10 ml air, Setelah larutan mendidih ditambahkan
suspense halus 5 g kanji dalam 30 ml air dingin sambal terus
diaduk, kemudian didihkan hingga dua menit lalu dinginkan
(Depkes RI, 2014).

6.1.12 Reagen CuSO4


Dilarutkan 1,25 mg CUSO4 dalam 10 ml aquadest
(Depkes RI, 2014).

6.1.13 Koppayii zwitter


Dilarutkan 100 mg kobal nitrat dalam 10 ml etanol
(Depkes RI, 2014).

6.2 Uji kualitatif


6.2.1 Uji Organoleptis
Diamati pemerinan bahan baku sulfamerazin (bau, warna, rasa,
bentuk)
(Depkes RI, 2014).

6.2.2 Uji Kelarutan


Dilarutkan 50 mg sulfamerazin dalam 312,5 ml air; 27,5 ml
etanol; dan 3 ml aseton lalu diamati kelarutan sulfamerazin dari
masing-masing pelarut
(Depkes RI, 2014).

6.2.3 Reaksi Warna


6.2.3.1 Sulfamerazin + NaOH + CuSO4 (endapan hijau pudar
dan berubah menjadi abu-abu gelap jika didiamkan)
Dilarutkan 20 mg sulfamerason dalam 5 ml air kemudian
ditambahkan tetes demi tetes NaOH 1 N hingga larut, lalu
ditambahkan 3 tetes CuSO4 LP dan diamati perubahan warna
yang terjadi
(Depkes RI, 2014).

6.2.3.2 Sulfamerazin + Koppayyi Zwitter (warna berubah menjadi


pink)
Dimasukkan sulfamerazin kedalam tabunng reaksi lalu
diteteskan Koppayyi Zwitter hingga berubah menjadi warna
pink
(Depkes RI, 2014).

6.2.4 Uji kemurnian logam berat


6.2.4.1 Pembuatan dapat asetat pH 3,5
25 gram ammonium asetat P dilarutkan dalam 25 ml,
kemudian ditambahakan 38 ml HCl 6N dan diencerkan dengan
air hingga 100 ml lalu homogenkan
(Depkes RI, 2014).

6.2.4.2 Pembuatan hidrogen asetata P

Dibuat larutan HCl encer 10% 50 ml lalu homogenkan,


ditambahkan FeS sambal dipanaskan sampai jenuh (0,8 g)
(Depkes RI, 2014).
6.2.4.3 Pembuatan timbal (II) nitrat

79,9 mg timbal (II) nitrat P dilarutkan dalam 50 ml


aquadest yang telah ditambahkan 1 ml asam nitart P (murni
pereaksi), kemudian diambil 1 ml larutan dan diencerkan
hingga 10 ml lalu simpan dalam wadah kaca yang bebas dari
garam-garam timbal yang larut
(Depkes RI, 2014).

6.2.4.4 Pembuatan larutan baku timbal


Diencerkan 10 ml larutan stok timbal (II) nitrat dengan
air hingga 100 ml
(Depkes RI, 2014).

6.2.4.5 Pembuatan larutan baku


Diambil 2 ml larutan baku timbal (20 µg Pb) dan
dimasukkan dalam tabung pembanding warna 50 ml, kemudian
diencerkan dengan air hingga 25 ml, lalu ditambahakan asam
asetat 1 N atau ammonium hidroksida 6 N hingga pH antara 3,0
dan 4,0 dan diencerkan dengan air hingga 40 ml dan
dihomogenkan
(Depkes RI, 2014).

6.2.4.6 Pembuatan larutan uji


Dimasukkan 1 g zat uji (sulfameraszin) kedalam krus,
ditambahkan asam sulfat secukupnya untuk membasahi dan
dipijarkan hingga mengarang dan terbentuk asap serta bau
menyengat, lalu ditambahkan 2 ml HNO3 dan H2SO4 5 tetes lalu
dipanaskan hingga asap putih tidak terbentuk, kemudian dipijar
di 500-600℃ hingga arang terbakar, krus didinginkan dan
ditambahkan 4 ml HCl 6 N kemudian ditutup dan digesti di
cawan penguap selama 15 menit, buka dan diuapkan perlahan
diatas penangas air hingga kering, selanjutnya dibasahi dengan
1 tetes HCl P, ditambahkan air 10 ml dan digesti selama 2 menit,
lalu ditambahkan ammonium hidroksida 6 N tetes demi tetes
sampai bereaksi basa dengan laksum, diencerkan dengan air
hingga 25 ml dan diatur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan
ditambahkan asam asetat 1 N, kemudian disaring jika perlu krus
dibilas dengan 10 ml air, filtrat dikumpulkan dan air cucian
dimasukka dalam tabung pembanding warna 50 ml dan
diencerkan dengan air hingga 40 ml lalu dihomogenkan
(Depkes RI, 2014).

6.2.4.7 Prosedur metode III untuk batas uji logam


Dimasukkan masing-masing tabung pembanding warna
dengan larutan baku dan larutan uji, lalu ditambahkan 2 ml
dapar asetat pH 3,5, serta ditambahkan 1,2 ml hydrogen sulfida,
dan diencerkan dengan air hingga 50 ml, selanjutnya dicampur
dan didiamkan selama 2 menit, lalu amati perubahan dari atas
dengan dasar putih
(Depkes RI, 2014).

6.3 Uji Kuantitatif


6.3.1 Pembuatan Natrium Nitrit 0,1 M
Dilarutkan 2,625 gram Matrium Nitrit P dalam air secukupnya
hingga 350 ml
(Depkes RI, 1979).

6.3.2 Pembuatan Pasta Kanji Iodida


Dipanaskan air sebanyak 100 ml didalam beaker glass 250
ml sampai mendidih, lalu ditambahkan kalium iodide sebanyak 750
mg kedalam 5 ml air, dan ditambahkan zinc klorida sebanyak 2
gram dalam 10 ml air, Setelah larutan mendidih ditambahkan
suspense halus 5 g kanji dalam 30 ml air dingin sambal terus
diaduk, kemudian didihkan hingga dua menit lalu dinginkan
(Depkes RI, 2014).

6.3.3 Titrasi Nitrimetri Indikator Dalam


Ditimbang seksama 100 mg sulfamerazin PK yang
sebelumnya dikeringakan pada suhu 105℃ selama 3 jam, lalu
dimasukkan dalam beaker glass dan ditambahkan 10 ml air serta 4
ml asam klorida P lalu aduk hingga larut, kemudian diteteskan
indicator Tropiolin O-O : metilen bleu (3:5) sebanyak 3 tetes, lalu
ditambahkan 0,4 g KBr kedalam larutan, didinginkan pada suhu
15℃ dtambahkan 25 g pecahan es, selanjutnya dititrasi dengan
larutan Natrium Nitrit 0,1 M
(Depkes 1979).

6.3.4 Titrasi Nitrimetri Indikator Luar


Ditimbang seksama 100 mg sulfamerazin PK yang sebelumnya
dikeringakan pada suhu 105℃ selama 3 jam, lalu dimasukkan
dalam beaker glass dan ditambahkan 10 ml air serta 4 ml asam
klorida P lalu aduk hingga larut, kemudian ditambahkan 0,4 g KBr,
didinginkan pada suhu 15℃ dtambahkan 25 g pecahan es,
selanjutnya dititrasi dengan larutan Natrium Nitrit 0,1 M, lalu
dicelupkan batang pengaduk kedalam larutan titrasi dan oleskan
pada kertas yang telah dioleskan pasta kanji iodide akan terbentuk
warna biru segera, Titik akhir tercapai ketika larutan titrasi
dibiarkan selama 1 menit akan memberikan warna biru segera jika
diolehkan pada pasta kanji iodide. 1 ml Natrium Nitrit 0,1 M setara
dengan 26,43 mg Sulfamerazin
(Depkes RI, 1979).
VII. Data Pengamatan
No. Perlakuan Hasil
I. Pembuatan Reagen Uji Batas Logam Berat Sulfamerazin
1. Pembuatan Dapar Asetat pH 3,5
- Melarutkan 25 gram ammonium
asetat P dalam 25 ml Didapatkan dapar
- Menambahkan 38 ml HCl 6 N asetat pH 3,5
- Mengencerkan dengan air hingga
100 ml lalu homogenkan
2. Pembuatan Larutan Hidrogen Sulfida
- Membuat larutan HCl encer (10%) Didapatkan larutan
50 ml lalu homogenkan hidrogen sulfida
- Menambahkan FeS secukupnya dalam tabung reaksi
sambil dipanaskan sampai jenuh
3. Pembuatan Larutan Persediaan Timbal
(II) Nitrat
- Melarutkan 79,9 mg timbal(II) nitrat
P dalam 50 ml aquadest yang telah
ditambahkan 1 ml asam nitrat P Didapatkan larutan
(murni pereaksi) (i) persediaan timbal (II)
- Mengambil 1 ml dari larutan (i) nitrat
kemudia encerkan hingga 10 ml
- Simpan larutan ini dalam wadah
kaca yang bebas dari garam-garam
timbal yang larut.
4. Pembuatan Larutan Baku Timbal
- Mengencerkan 1 ml larutan Didapatkan larutan
persediaan timbal (II) nitrat dengan baku timbal
air hingga 10 ml
5. Pembuatan Larutan Baku Didapatkan larutan
- Mengambil 2 ml larutan baku timbal baku di dalam tabung
(20 μg Pb) dan dimasukkan ke dalam reaksi
tabung reaksi
- Mengencerkannnya dengan air
hingga 25 ml
- Tambahkan asam asetat 1 N atau
ammonium hidroksida 6 N hingga
pH antara 3,0 dan 4,0
- Mengencerkannya dengan air
hingga 40 ml, dan homogenkan
6. Membuat Larutan Uji
- Memasukkan 1 gram sulfamerazin Didapatkan 1 gram
ke dalam krus yang sesuai serbuk sulfamerazin di
dalam krus
- Menambahkan asam sulfat Asam sulfat 10%
secukupnya untuk mebasahi dan ditambahkan
pijarkan pada suhu rendah hungga secukupnya ke dalam
mengarang dan terbentuk asap dan krus berisi
bau menyengat sulfamerazin
sebelumnya
- Pijarkan di 500-600 derajat selsius Kurs dipijarkan di
hingga arang terbakar tanur dengan suhu
500-600 derajat
celcius hingga
terbentuk arang putih
- Mendinginkan krus dan Krus didinginkan dan
menambahkan 4 ml HCl 6 N ditambahkan HCl 6N 4
kemudian ditutup dan digesti di ml dan di digesti
cawan penguap selama 15 menit selama 15 menit
- Buka dan uapkan perlahan di atas Kurs dibuka dan
penangas air hingga kering diuapkan hingga
kering
- Membasahi sisa zat dengan 1 tetes Telah ditambahkan
HCl P HCl
- Menambahkan air 10 ml dan digesti Ditambahkan air 10 ml
selama 2 menit lalu digesti kembali
selama 2 menit
- Menambahkan ammonium Ditambahkan tetes
hidroksida 6 N tetes demi tetes demi tetes ammonium
sampai bereaksi basa dengan laksum hidroksida hingga basa

- Mengencerkan dengan air hingga 25 Didapatkan larutan


ml dan atur pH antara 3,0 dan 4,0 dengan pH 3-4
dengan menambahkan asam asetat 1
N
- Menyaring larutan jika perlu dan Didapatkan cairan
bilas krus dengan air 10 ml filtrat
- Mengumpulkan filtrat dan air cucian Filtrat dimasukkan ke
dalam tabung reasi dalam tabung reaksi
- Encerkan dengan air hingga 40 ml Didapatkan larutan
dan homogenkan homogen
II. Metode III untuk batas uji logam
- Menambahkan masing-masing Larutan baku dan
larutan baku dan larutan uji ke dalam larutan uji dimasukkan
tabung pembanding warna ke dalam tabung reaksi

- Menambahkan 2 ml dapar asetat pH Dapar asetat 2ml telah


3,5 ditambahkan

- Menambahkan 1,2 ml hidrogen Pada praktikum


sulfida, kemudian mengencerkan digunakan larutan FeS
dengan air hingga 50 ml , kemudian dengan beberapa tetes
campur dan diamkan selama 2 menit larutan HCl yang
kemudian dialirkan
menggunakan alat
seperti selang kaca ke
masing-masing larutan
baku dan larutan uji
yang telah dibuat
sebelumnya
- Amati perubahan dari atas pada Dudapatkan larutan
dasar putih baku yang sama
bening dengan larutan
uji sulfamerazin
III. Pembuatan Reagen
1. Dapar asetat pH 3,5
- Melarutkan 25 gram ammonium
asetat P dalam 25 ml Didapatkan dapar
- Menambahkan 38 ml HCl 6 N asetat pH 3,5
- Mengencerkan dengan air hingga
100 ml lalu homogenkan
2. NH4OH 6N 100 ml
- Mengambil 37 ml NH4OH 25 %
Didapatkan NH4OH
- Mengencerkan larutan dengan
6N
menambahkan air hingga 100 ml

3. Ammonium asetat Didapatkan larutan


- 25 g dalam 25 ml air ammonium asetat
4. H2SO4 10% Didapatkan larutan
- 5 ml dari 98% H2SO4 lalu add 50 ml H2SO4 10%
5. NaNO2 250 ml
- Melarutkan 1,875 gram Natrium Didapatkan larutan
Nitrit dalam air secukupnya hingga NaNO2 250 ml
250 mL

6. HCl 6 N (12 N = 37%) 200 ml


Didapatkan larutan
- Mengambil 100 ml dari asam
HCl 6N
klorida 37%
- Mengencerkan dengan air hingga
200 ml
7. CH3COOH 1 N 100 ml
- Mengencerkan 5,8 ml CH3COOH Didapatkan larutan
pekat (17,5 N) dengan aquadest asam asetat 1N
hingga 100 ml
8. Kopayyi Zwikker Ridapatkan larutan
- 1% CO(NO3)2 dalam etanol kopayyi zwikker
IV. Pembakuan NaNO2
- Memanaskan 500 mg sulfanilamid Didapatkan
PK yang sebelumnya dikeringkan sulfanilamid I= 0,1041
pada suhu 105˚ selama 3 jam gram ; II= 0,1057 gram
kemudian ditimbang sebanyak 100 ; III= 0,1203 gram
mg
- Masukkan ke dalam erlenmeyer, Sulfanilamid telah
tambahkan 10 mL air dan 4mL asam dimasukkan ke dalam
klorida, aduk sampai larut erlenmeyer,
ditambahkan 10 ml air,
dan 4 ml asam klorida
- Dinginkan pada suhu 15˚C, Erlenmeyer disimpan
menambahkan 25 gram pecahan es pada wadah berisi es
batu batu dan diatur hingga
suhu sekitar 15 ˚C
- Titrasi perlahan dengan natrium Telah dilakukan titrasi
nitrit, aduk kuat-kuat, lalu celupkan dengan natrium nitrit
batang pengaduk ke dalam larutan dengan menggunakan
titrasi dan sentuhkan pada kertas indikator dalam dan
yang sudah diolesi kanji iodida dan luar
memberikan warna biru segera
- Titik ahir tercapai ketika larutan Untuk sampel I=
titrasi dibiarkan selama 1 menit dan didapatkan volume 7
memberikan warna biru segera bila ml dengan indikator
disentuhkan ke kertas kanji iodide P dalam; sampel II= 6,5
- 0,1 M NaNO2 setara dengan 17,22 ml dengan indikator
mg Sulfanilamida dalam ; sampel III= 6,8
ml dengan titrasi luar
V. Pembuatan Pasta Kanji Iodida
- Memanaskan air 100 mL di dalam
gelas beaker 250 mL sampai
mendidih
- Menambahkan Kalium Iodida
sebanyak 750 mg ke dalam 5 mL air
Didapatkan indikator
- Lalu, menambahkan Zinc Klorida
luar pasta kanji iodida
sebanyak 2 gram dalam 10 mL air
dan disimpan dalam
- Saat larutan sudah mendidih,
keadaan dingin
menambahakn suspense halus 5
gram kanji larut dalam 30 mL air
dingin sambil terus diaduk
- Lanjutkan hingga mendidih selama
2 menit, kemudian dinginkan
VI. Uji Kualitatif Sulfamerazin
1. Uji Organoleptis
- Amati bentuk, warna, bau dan rasa Didapatkan
(cicipi) dari serbuk sulfamerazin sulfamerazin dengan
pemerian serbuk
hablur, berwarna
putih, dan tidak
berbau.
2. Uji Kelarutan
- Melarutkan 10 mg sulfamerazin Didapatkan 10mg
dalam 60 ml air; 5,5 ml etanol. sulfamerazin dalam 60
ml air; dan 10 mg
sulfamerazin dalam
5,5 ml etanol
- Amati kelarutan sulfamerazin dari Sulfamerazin sukar
masing-masing pelarut. larut di dalam aquadest
dan etanol

3. Reaksi Warna
a. Sulfamerazin + NaOH + CuSO4 Sulfamerazin telah
- Melarutkan sulfamerazin dalam 5 dilarutkan dalam 5 ml
ml air kemudian meneteskan sedikit aquadest lalu
demi sedikit NaOH 1N sampai larut ditambahkan NaOH 1
N tetes demi tetes
- Menambahkan 3 tetes CuSO4 LP Telah ditambahkan 3
tetes CuSO4
- Amati perubahan warna dan Warna berubah
endapan yang dihasilkan menjadi hijau lalu
terdapat endapan

b. Sulfamerazin + Kopayyi Zwikker Telah dimasukkan


- Memasukkan sampel ke tabung sampel sulfamerazin
reaksi secukupnya ke dalam tabung reaksi
secukupnya
- Kemudian teteskan dengan pereaksi Pereaksi kopayyi
kpayyi zwitter sampai berubah zwikker ditambahkan
warna menjadi pink beberapa tetes dan
warna berubah
menjadi pink
VII. Uji Kuantitatif Sulfamerazin dengan Titrasi Nitrimetri
- Menimbang seksama 100 mg 100 mg sulfamerazin
sulfamerazin PK yang sebelumnya ditimbang sebanyak 4
dikeringkan pada suhu 105℃ selama kali
3 jam
- Memasukan sulfamerazin ke Maing-masing
erlenmeyer dan menambahkan 10 dimasukkan ke
mL air serta 4 mL asam klorida P erlenmeyer dan
kemudian mengaduknya hingga ditambahkan 10 ml air
larut dan 4ml asam klorida
- Meneteskan indicator Tropiolin o-o Didapatkan lautan
: metilen blue (3:5) berwarna ungu
- Menambahkan 0,4 g KBr ke dalam KBr telah
larutan gabungan ditambahkan
- Mendinginkannya pada suhu 15℃, Erlenmeyer disimpan
menambahkan 25 g pecahan es di atas wadah berisi es
batu dan diatur
suhunya hingga 15
derajat celcius dan
baru dilakukan titrasi
- Menitrasi secara perlahan dengan Didapatkan warna
Larutan Natrium Nitrit 0,1 M hijau pada titik akhir
titrasi dan didapatkan
volume titrasi dengan
menggunakan
indikator dalam
sebesar I= 3,5 ml; II= 4
ml
- Mengaduk kuat-kuat hingga Untuk 2 larutan
pengaduk kaca yang dicelupkan ke lainnya digunakan
dalam larutan titrasi dan indikator luar dengan
disentuhkan pada pasta kanji iodida cara mencelupkan
P (atau pasta kanji iodida pada plat dengan batang
tetes) memberikan warna biru pengaduk pada larutan
seketika yang telah dititrasi
dengan volume titran
sesuai dengan
perhitungan teoritis,
kemudian dioleskan
pada indikator pasta
kanji iodida
- Titik akhir dicapai jika larutan titrasi Didapatkan warna biru
telah dibiarkan selama 1 menit dan segera setelah larutan
pengaduk kaca dimasukan kedalam dioleskan pada
larutan kemudian disentuhkan pada indikator pasta kanji
kertas kanji iodida P (atau pasta iodida pada volume I=
kanji iodida pada plat tetes) 3,5 ml; II= 3 ml
memberikan warna biru seketika

VIII. Perhitungan
8.1 Pembuatan NaOH 1N sebanyak 30 mL
𝑔 1000
N = 𝑀𝑟 x 𝑚𝐿
𝑔 1000
1= x
40 30

Massa = 1,2 g
8.2 Pembuatan HCl 6N sebanyak 150 mL
Stok HCl P = 12 N
N1 x V1 = N2 x V2
12 x V1 = 6 x 150
V1 = 75 mL
8.3 Pembuatan NaNO2 0,1 N
𝑔 1000
N= x
𝑀𝑟 𝑚𝐿
𝑔 1000
0,1 = x
69 350

Massa = 2,47 gram = 2,62 g


8.4 Pembakuan NaNO2
nsulfanilamid = nNaNO2

𝑔
= N1 x V1
𝑀𝑟
 Sulfanilamid = 0,1041 ; NaNO2 = 7 mL
0,1041 7
= N1 1000
172,21

N1 = 0,086 N

 Sulfanilamid = 0,1057 ; NaNO2 = 6,5 mL


0,1057 6,5
= N2 1000
172,21

N2 = 0,094 N

 Sulfanilamid = 0,1203 ; NaNO2 = 6,8 mL


0,1203 6,8
172,21
= N3 1000

N3 = 0,102 N

N1 + N2 + N3 0,086 N + 0,096 N + 0,102 N


 = = 0,095 N
3 3

8.5 Pembuatan NH4OH 6N sebanyak 100 mL


Stok NH4OH =25%
𝜌 𝑥 10 𝑥 %
N= 𝐵𝑀
x val
0,38 𝑥 10 𝑥 25
N= x1
35,04

= 6,28 N
Pengenceran
N1 x V1 = N2 x V2
6,28 x V1 = 6 x 100
V1 = 95,54 mL
8.6 Pembuatan CH3COOH 1N sebanya 100 mL
Stok CH3COOH =100%
𝜌 𝑥 10 𝑥 %
N= x val
𝐵𝑀
1,05 𝑥 10 𝑥 100
N= x1
60,05
= 17,5 N
Pengenceran
N1 x V1 = N2 x V2
17,5 x V1 = 1 x 100
V1 = 5,71 mL
8.7 Pembuatan FeCl3
𝑔 1000
N = 𝑀𝑟 x 𝑚𝐿
𝑔 1000
0,5 = x
279 10

Massa = 1,35 g
8.8 Titrasi Sulfamerazin
V1 V2
Indikator Dalam 3,5 mL 4 mL
Indikator Luar 3,5 mL 3 mL

 Indikator Dalam (m1 = 0,1015 g; m2 = 0,1005 g)


𝑁𝑡 𝑥 𝑉𝑡 𝑥 𝐵𝑀
%== mg
0,095 𝑥 3,5 𝑥 264,31
%1 = x 100% = 86,58%
0,1015
0,095 𝑥 4 𝑥 264,31
%2 = x 100% = 99,94%
0,1005
%1 +%2 86,58 +99,94
 = = % = 93,26 %
2 2

 Indikator Luar (m1 = 0,1007 g; m2 = 0,1005 g)


𝑁𝑡 𝑥 𝑉𝑡 𝑥 𝐵𝑀
%== mg
3,5 𝑥 0,095 𝑥 264,31
%1 = x 100% = 87,27 %
0,1007
3 𝑥 0,095 𝑥 264,31
%2 = x 100% = 74,95 %
0,1005
%1 +%2 87,27 + 74,95
 2
= 2
= 81,11 %
IX. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan mutu bahan baku


sulfamerazin secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan mutu menjadi
parameter kualitas dari suatu bahan baku. Pemeriksaan mutu dilakukan
dengan pemeriksaan identitas, kemurnian, serta penentuan kadar. Tujuan
dari pengujian ini yaitu untuk mengetahui kualitas bahan baku yang akan
digunakan sebagai bahan baku obat, apakah sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan dalam farmakope atau tidak.
Sediaan farmasi haruslah teruji khasiat, keamanan, dan kualitasnya. Uji
kualitas dari suatu sediaan obat, biasa dilakukan di laboratorium pengujian
kualitas atau mutu. Pengujian khasiat dan keamanan dari suatu sediaan
harus dilakukan secara praklinik maupun klinik.
Analisis kualitatif dilakukan untuk menunjukkan adanya zat atau
senyawa tertentu yang terkandung dalam sampel, untuk mengetahui
kebenaran identitas suatu sampel, dan menguji kemurnian sampel. Dalam
praktikum kali ini analisis kualitatif yang dilakukan yaitu pengujian
organoleptis, kelarutan, uji batas logam berat, dan reaksi warna dari
sampel sulfamerazin.
Pengujian organoleptis dilakukan dengan melibatkan panca indra untuk
mengamati bentuk, warna, bau, dan rasa dari sampel. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi V (2014), sulfamerazin berupa serbuk atau hablur,
berwarna putih atau putih agak kekuningan, tidak berbau, rasa agak pahit,
stabil di udara namun akan berwarna gelap jika teroksidasi. Dalam
pengujian didapatkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu sulfamerazin
dalam bentuk serbuk hablur, berwarna putih, tidak berbau, dan rasanya
pahit.
Pengujian kelarutan dilakukan dengan melarutkan sulfamerazin dalam
air, aseton, dan etanol. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014),
sulfamerazin sangat sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam aseton,
dan sukar larut dalam etanol. Menurut Clarke’s (1986), 1 bagian
sulfamerazin larut dalam 6250 bagian air, 550 bagian etanol, dan 60 bagian
aseton. Pada pengujian dilakukan dengan cara melarutkan 10 mg
sulfamerazin dalam 60 mL air dan 5,5 mL etanol. Hasil yang didapat sesuai
literatur dimana sulfamerazin sukar larut baik dalam air maupun etanol.
Pengujian reaksi warna dilakukan dengan mereaksikan sulfamerazin
dengan CuSO4 serta dengan reagen Kopayyi Zwikker. Pengujian dengan
CuSO4 dilakukan dengan melarutkan sulfamerazin dalam NaOH lalu
diteteskan CuSO4 sampai terbentuk warna hijau yang menandakan adanya
golongan sulfonamida. Pengujian dengan reagen Kopayyi Zwikker yang
berisi 1% Co(NO3)2 dalam etanol menghasilkan warna merah muda.
Untuk menguji kemurnian sulfamerazin dilakukan uji batas logam
berat dengan metode III. Batas logam berat yang diperbolehkan yaitu tidak
lebih dari 20 bpj. Pengujian batas logam berat dilakukan dengan
membandingkan intensitas warna larutan uji dengan larutan baku. Warna
larutan uji tidak lebih gelap dari warna larutan baku. Larutan baku dibuat
dalam konsentrasi 20 bpj yang mana batas logam berat dari sulfamerazine
sehingga dapat membandingkan intensitas warna larutan uji, bisa lebih
gelap ataupun lebih terang. Pembuatan larutan uji dilakukan dengan
menimbang sulfamerazin sebanyak 1 gram yang mana dihitung dari rumus
2/1000L dimana L merupakan batas logam berat dalam %: 20 bpj = 0,002.
Hasil yang didapat pada praktikum kali ini yaitu warna larutan uji hampir
sama dengan warna larutan baku. Hal ini bisa berarti bahan baku
sulfamerazin mengandung logam berat dengan konsentrasi yang sama
dengan larutan baku yaitu 20 bpj atau bisa saja karena warna larutan baku
yang tidak gelap. Hal ini bisa disebabkan karena belum ada gas H2S yang
mengalir ke dalam larutan baku. Untuk mengetahui mengalirnya gas H2S
ini sulit diprediksi karena gas H2S tidak berwarna.
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menyatakan jumlah senyawa yang
terdapat pada suatu sampel. Metode penetapan kadar yang dilakukan untuk
sampel sulfamerazin yaitu menggunakan titrasi nitrimetri.
Titrasi nitrimetri merupakan salah satu metode titrimetri yang
berprinsip pada reaksi diazotasi. Reaksi diazotasi terjadi apabila suatu
senyawa yang mengandung amin aromatik primer bebas bereaksi dengan
asam nitrit, menghasilkan garam diazonium dalam suasana asam.
Sulfamerazin termasuk senyawa amin aromatik primer sehingga
penentuan kadar dapat dilakukan dengan titrasi nitrimetri.
Larutan baku yang digunakan pada titrasi nitrimetri berupa natrium nitrit
(NaNO2). Natrium nitrit termasuk baku sekunder yang mana
konsentrasinya selalu berubah-ubah belum diketahui konsentrasi tetapnya.
Oleh karena itu perlu dibakukan dengan larutan baku primer, yaitu
sulfanilamid. Pembakuan dilakukan dengan titrasi nitrimetri dan indikator
yang digunakan berupa indikator luar pasta kanji iodida. Titik akhir titrasi
ditunjukkan dengan timbulnya warna biru kehitaman seketika saat
digoreskan pada kertas pasta kanji iodida. Warna biru terbentuk dari reaksi
antara iodin dengan kanji membentuk kompleks I2-kanji (biru).
Sebenarnya yang dibutuhkan untuk terjadinya reaksi diazotasi yaitu asam
nitrit. Asam nitrit terbentuk oleh reaksi natrium nitrit dengan asam klorida.
Sebelum dilakukan titrasi, sampel berupa sulfamerazine dikeringkan
terlebih dahulu dalam oven dengan suhu 105 o C selama 3 jam. Tujuan
pengeringan ini untuk menghilangkan air yang terkandung dalam sampel.
Pada titrasi nitrimetri suasana reaksi haruslah asam dengan cara
ditambahkan asam klorida. Suasana asam akan mengubah natrium nitrit
menjadi asam nitrit dan menghasilkan garam diazonium. Dengan kata lain
penambahan asam ini membantu dalam proses pembentukan garam
diazonium dan pembentukan asam nitrit. Selain suasana yang asam, titrasi
ini harus dilakukan pada suhu rendah, yaitu sekitar di bawah 15°C. Hal itu
disebabkan garam diazonium yang terbentuk pada hasil titrasi tidak stabil
sehingga apabila dilakukan pada suhu lebih dari 15°C, garam diazonium
yang terbentuk akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Selain itu asam
nitrit (HNO2) yang terbentuk akan menguap. Kecepatan reaksi juga harus
diperhatikan, karena reaksi diazotasi termasuk reaksi lambat, maka titrasi
dilakukan perlahan dengan pengocokan erlenmeyer yang kuat, selain itu
dapat ditambahkan katalisator seperti KBr untuk mempercepat reaksi.
Penetapan titik akhir titrasi dapat dideteksi menggunakan indikator
dalam, indikator luar, dan potensiometri. Indikator dalam berupa
campuran dari tropeolin OO dan metilen blue dengan perbandingan 5 : 3.
Indikator ini dimasukan ke dalam sampel dengan warna awal ungu yang
akan menghasilkan warna biru sampai hijau jika telah mencapai titik akhir
titrasi. Tropeolin OO merupakan indikator asam basa yang berwarna
merah dalam suasana asam dan menjadi kuning apabila dioksidasi
kelebihan asam nitrit. Metilen blue bertindak sebagai pengkontras warna.
Indikator luar yang digunakan berupa pasta kanji iodida, selain itu dapat
digunakan kertas kanji iodida. Pasta kanji iodida haruslah dibuat segar,
karena sifatnya yang mudah terdegradasi akibat paparan sinar matahari,
oleh karena itu pasta kanji iodida disimpan dalam botol coklat kaca.
Indikator luar tidak dimasukan ke dalam larutan sampel, namun sampel
yang akan diuji dititrasi terlebih dahulu, usahakan volume pentiter yang
dimasukkan dikira-kira terlebih dahulu menggunakan perhitungan. Untuk
sampel sulfamerazine, tiap 1 ml natrium nitrit 0,1 M setara dengan 26,43
mg sulfamerazine. Sampel yang digunakan sebanyak 100 mg, jadi
diperkirakan pentiter yang dimasukan ke dalam sampel 3,78 ml. Lalu
setelah larutan dicampur, masukkan batang pengaduk ke dalam campuran
larutan, lalu goreskan pada kertas/plat kaca yang telah diolesi pasta kanji
iodida, hasilnya menunjukan warna biru segera. Namun, ada juga hasil
positif palsu karena sifat pasta kanji iodida yang mudah teroksidasi dan
terdegradasi lalu berubah menjadi warna biru di udara terbuka. Apabila
perubahan warna ada jeda setelah penggoresan, perlu dipertanyakan
apakah sudah titik akhir titrasi atau karena teroksidasi. Oleh karena itu,
perlu pembuatan blanko dan di cek berapa lama pasta kanji iodida berubah
menjadi warna biru. Warna biru terbentuk saat kelebihan asam nitrit
mengoksidasi iodida menjadi iodium lalu iodium bereaksi dengan kanji
membentuk kompleks I2-kanji (biru).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), kadar sulfamerazin
yaitu tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 100,5%. Pada penetapan
kadar praktikum kali ini didapatkan kadar sebesar 93,26 % (menggunakan
indikator dalam) dan 81,11% (menggunakan indikator luar) yang berarti
tidak memenuhi syarat.
X. Kesimpulan
9.1. Dapat menguji mutu sulfamerazin dengan metode uji batas logam dan
reaksi warna
9.2.Dapat menentukan kadar sulfamerazin dengan metode titrasi nitrimetri
yaitu 93,26 % (menggunakan indikator dalam) dan 81,11%
(menggunakan indikator luar).
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. 2014. Kontaminasi Logam Berat pada Makanan dan Dampaknya pada
Kesehatan. Jurnal TEKNOBUGA. Vo. 1(1) : 53-6.
Andriany. 2014. Analisis Cemaran Mikroba dan Logam (Pb, Cd, dan Hg) pada Es
Balok dan Sumber Air Bahan Pembuatnya di Pabrik Es Balok Wilayah Kota
Bandung. IJPST. Vol 1 No 2.
Anief, M. 1984. Ilmu Farmasi. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Kemenkes RI.
Gandjar, I. dan A. Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Gholib, Ibnu dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis . Jogjakarta : Pustaka
Pelajar.
Harjadi, W. 2003. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.
Khairuddin, Muhammad Yamin, Abdul Syukur, Mahrus. 2018. Penyuluhan Tentang
Dampak Logam Berat pada Manusia di SMAN 1 Woha Bima Tahun 2017.
Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat. Vol, 1 (2) : 190-194.
Marzuki, A. 2013. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press.
Mohammed, H.J., Hara, K., Zahra, L.R., Durgham,H.K., Safaa., dan Iqbal, M. H.
2017. Diazotation Coupling Reaction for Micro Spectrophotometric
Determination od Sulfamerazine in Pharmaceutical Preparation. Int. Journal
Pharmacy Sci. Vol. 44 (2) : 153-156.
Susanti. 2003. Analisa kimia farmasi kuantitatif. Makassar.
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT.
Kalman Media Pustaka.
Watzon. 2010. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI press.
Wunas, J, S. 2003. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar : UNHAS.
Yuyun, Yonelian, Andi, Nurlina. 2017. Analisis Logam Berat Timbal dan Cadmium
pada Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Banggai Kepulauan. GALENIKA.
Vol 3 (1) : 71-76.
LAMPIRAN

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3


Hasil Uji Reaksi Warna Hasil Uji Reaksi Warna Hasil Penimbangan
Koppayi Zwikker Sulfamerazin dengan
NaOh dan CuSO4

Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6


Larutan Uji sebelum Larutan Uji Setelah dititrasi Pembuatan H2S
dititrasi menggunakan menggunakan indikator
indikator dalam dalam

Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9


Hasil Uji Berat Logam Larutan Uji Sebelum Larutan Uji Sesudah
dititrasi menggunakan dititrasi menggunakan
indikator luar indikator luar

Anda mungkin juga menyukai