Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

ANALISIS GUGUS FUNGSI: ALKALOID DAN BASA NITROGEN,


SULFONAMIDA, DAN BARBITURAT

Hari/tanggal : Kamis, 21 Maret 2019


Shift/kelompok : B/3
Waktu Praktikum : 07.00-10.00
Asisten : 1. Sri Indrayani
2. Dian Amalia Maharani

Nabila Putri Azzahra


260110180054

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI


DAN KIMIA MEDISINAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. Tujuan
Mengetahui cara identifikasi senyawa golongan alkaloid, barbiturate dan
sulfonamida.
II. Prinsip
2.1. Reaksi pengendapan
Suatu proses pemisahan suatu unsur dari larutannya yang ditandai
dengan terbentuknya hasil reaksi yang tidak larut (endapan) (Petrucci,
1992).
2.2. Reaksi kristalisasi
Reaksi pembentukan molekul atom, padatan atom/atom
penyusunnya. Pembentukan terjadi secara teratur dengan pola
berulang melebur 3 dimensi (Roth, 1985).
2.3. Reaksi pembentukan senyawa kompleks
Reaksi asam basa lewis dengan asam lewis sebagai penerima
electron, dan basa lewis adalah penyumbang electron (Underwood
day Day, 1986).

III. Reaksi
a. Alkaloid dan Basa Nitrogen
i. Kinin HCl + H2SO4

(Svehla,1985)
ii. Papaverin HCl + H2SO4
(Clark,2007)
iii. Papaverin HCl + Lieberman

(Clark,2003)

b. Sulfonamida
i. Sulfamerazin + Vanillin Sulfat + H2SO4

(Svehla,1985)

ii. Sulfamerazin + CuSO4


(Petrucci,1992)
iii. Sulfamezatin + Vanillin Sulfat + H2SO4

(Svehla,1985)
iv. Sulfamezatin + p-DAB HCl

(Roth,1985)

c. Barbiturat
i. Barbital + H2SO4 + α-naftol

(Fessenden dan Joan,1982)


ii. Barbital + Koppayi Zwikker + NaOH

(Svehla,1985)
iii. Luminal + H2SO4 + α-naftol

(Fessenden dan Joan,1982)

IV. Teori Dasar


Gugus fungsi adalah suatu atom atau kumpulan atom yang melekat
pada suatu senyawa dan berperan memberikan sifat yang khas serta
berpengaruh pada sifat fisik dan kimia senyawa tersebut. Senyawa organik
yang mempunyai gugus fungsional sama akan ditempatkan pada deret
homolog yang sama. Ikatan tunggal karbon-karbon dan karbon-oksigen
dalam senyawa organik biasanya tidak reaktif karena mereka non polar.
Golongan polar membentuk bagian yang reaktf dalam suatu molekul
organik yaitu gugus fungsional tersebut. Misal, alkohol adalah suatu
golongan senyawa yang mengandung gugus fungsi hodroksil (-OH) terikat
pada karbon. Semua alkohol mempunyai reaksi kimia yang sama karena
mengandung gugus fungsional ini. Ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap
tiga yang menghubungkan atom-atom karbon juga dianggap gugusan
fungsional, sebab lebih reaktif daripada ikatan tunggal karbon-karbon
(Prasojo, 2010).

Melakukan pengenalan terhadap gugus fungsi tertentu yang dapat


ditemukan di dalam suatu senyawa dengan menggunakan reaksi spesifik
merupakan suatu tujuan dilakukannya sebuah identifikasi. Reaksi
spesifikasi yang digunakan mengandung arti suatu reaksi kimia yang akan
mengalami suatu reaksi jika telah direaksikan bersama gugus fungsi
lainnya. Gugus fungsional tertentu yang dimiliki oleh suatu senyawa
organic dapat menentukan sifat tertentu yang dimiliki oleh senyawa
tersebut. Akan tetapi, beberapa senyawa dapat memiliki sifat yang mirip
walaupun gugus fungsi yang dimiliki senyawa tersebut berbeda
(Chang,2005).

Senyawa alkaloid adalah golongan senyawa yang mempunyai


paling sedikit satu atau lebih atom nitrogen basa. Dari berbagai macam
tanaman, lebih dari 3000 jenis alkaloid dapat diidentifikasi. Beberapa jenis
alkaloid bersifat bioaktif dan bermanfaat untuk dikembangkan sebagai
bagian dari pangan fungsional maupun sebagai untuk kesehatan
(Sulistyarti, 2017).

Alkaloid memiliki banyak khasiat, namun ada juga yang beracun.


Contoh khasiatnya adalah antidiare, antimikroba, dan antidiabetes
(Ningrum, et al, 2016). Contoh alkaloid yang banyak digunakan pada
bidang kesehatan adalah atropine sebagai antispamodia, kokain sebagai
anestesi lokal, dan morfin sebagai analgesik. Namun dikarenakan
perkembangan zaman dan banyak orang yang menyalahgunakan morfinm
maka pada zaman sekarang penggunaan morfin semakin diperketat.
Bahkan dirumah sakit sekalipun penggunaan morfin, kokain, dan obat-
obatan lainnya semakin dikurangi dan penggunaannya diperketat seiring
dengan toksisitasnya (Ganiswara, 2002).
Reaksi identifikasi alkaloid pada daun sirsak yaitu dengan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis dan menggunakan eluen etil
asetat : methanol : air yang masing – masing memiliki perbandingan 16 :
1 : 2. Kemudian noda tersebut diamati dengan menggunakan sinar UV yang
memiliki panjang gelombang 254 nm yang kemudian harus melakukan
deteksi bercak dengan cara menyemprotkan pereaksi Dragendorff. Bercak
yang terdapat pada silica gel itu menandakan adanya alkaloid, yang
ditandai dengan bercak yang berwarna jingga. Jika sudah mendapatkan
warna, dapat diketahui nilai Rf yang dibutuhkannya. (Adeanne dkk, 2012).
Sulfonamida merupakan salah satu golongan obat malaria dari
golongan antibakteri, golongan sulfonamida juga terkenal dikarenakan
ampuh dalam mengobati penyakit malaria dengan cara mencegah
perkembangan plasmodium malaria dalam metabolisme tubuh,
sulfonamida bekerja secara antagonisme saingan (kompetitif) (Alfadlil, et
al, 2014).
Ditinjau secara kimia, sulfonamida dapat diartikan sebagai molekul
dengan kandungan yang dimilikinya berupa kelompok fungsional yang
melekat pada suatu anillin. Senyawa sulfonamida ini memiliki suatu fungsi
kompetitif dalam perannya sebagai suatu antibiotik sulfonamida. Dalam
fungsi ini, sulfonamida bertindak sebagai subtrat analog, enzimatik reaksi
dengan para amino-benzoic acid (PABA) yang terlibat di dalamnya. PABA
tersebut memiliki kegunaan dalam pembentukan asam folat dalam suatu
reaksi enzimatik. Perannya sebagai koenzim untuk kegiatan sintesis purin,
pirimidin, dan asam amino lainnya dalam cara kerja PABA tersebut
(Mulyono,2015).
Sulfonamida mempunyai spektrum AM yang cukup luas, meliputi
kokus gram positif dan gram negatif, serta bacillus gram negatif. Pada
umumnya sulfonamida bersifat bakteriostatik dan dalam dosis besar dapat
bersifat bacterisid. (Staff Pengajar Departemen Farmakologi, 2009).
Barbiturat dapat dikatakan termasuk dalam suatu golongan sedatif-
hipnotik. Hal ini mengandung arti bahwa obat sedaktif memiliki fungsi
dalam melakukan pengurangan rasa cemas dan menimbulkan adanya efek
menenangkan. Sementara itu, obat hipnotik akan menimbulkan adanya rasa
kantuk dan penggunanya dapat tidur sebagai akibatnya (Auterhoff dan
Kovar,2002).
Barbiturat diketahui termasuk dalam turunan asam barbiturate
12,4,6 trioksohidropirimin yang merupakan kondensasi antara urea dengan
asam malonate yang terjadi. Sifat lipofil pun dimiliki oleh barbiturat. Hal
ini berarti barbiturat mudah larut dalam pelarut-pelarut non polar, seperti
minyak, kloroform, dan sebagainya. Akan tetapi, barbiturat sukar larut
dalam air (Ganiswara,2012).

V. Alat dan Bahan


5.1.Alat
a. Kapas
b. Kertas Lakmus
c. Penangas Air
d. Penjepit Kayu
e. Pipet Tetes
f. Plat Tetes
g. Rak Tabung Reaksi
h. Spatula
i. Tabung Reaksi
5.2.Bahan
5.2.1. Alkaloid dan Basa Nitrogen
a. Aquadest
b. Asam Asetat Anhidrat
c. Asam Salisilat
d. Br2
e. Formaldehid
f. H2SO4
g. Heksamin
h. HgCl2
i. Kinin HCl
j. Papaverin HCl
k. Pereaksi Lieberman
l. Pereaksi Marquis
m. Pereaksi Thaleioquin
5.2.2. Sulfonamida
a. Aquadest
b. Aseton Air
c. CuSO4
d. Etanol
e. H2SO4
f. HCl
g. p-DAB
h. Pereaksi Koppayi Zwikker
i. Sulfamerazin
j. Vanillin Sulfat
5.2.3. Barbiturat
a. Aquadest
b. Aseton Air
c. Barbital
d. Etanol
e. H2SO4
f. Pereaksi Koppayi Zwikker
g. Pereaksi Lieberman
h. Pereaksi Merkuronitrat
i. α-naftol

VI. Prosedur
6.1.Alkaloid dan Basa Nitrogen
6.1.1. Kinin HCl
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi Kinin HCl. Cara yang pertama adalah kinin
HCl ditambahkan H2SO4 dan diamati di bawah sinar UV. Cara
yang kedua adalah kinin HCl diuji dengan uji Thaleioquin.
Cara selanjutnya, kinin HCl ditambahkan Br 2 0,8% dan
dikocok. Lalu, ditambahkan kalium ferrisianida dan Kloroform
serta diammati. Cara terakhir adalah Kinin HCl dibuat kristal
menggunakan Hg2Cl2.
6.1.2. Papaverin HCl
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi Papaverin HCl. Cara yang pertama adalah
papaverin HCl ditambahkan dengan pereaksi Lieberman. Cara
yang kedua dengan ditambahkan pereaksi Marquis. Cara
selanjutnya adalah ditambahkan asam asetat anhidrad dan 3
tetes H2SO4 pekat serta dipanaskan dan diamati hasilnya. Cara
yang terakhir adalah papaverin HCl dibuat kristal dengan
Hg2Cl2.
6.1.3. Heksamin
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi heksamin. Cara yang pertama adalah
heksamin ditambahkan asam salisilat dan dipanaskan dengan
H2SO4 pekat lalu diamati. Cara selanjutnya, heksamin
ditambahkan H2SO4 2 N dan 1 tetes formaldehid. Cara yang
terakhir adalah heksamin dibuat kristal dengan ring sublimasi.

6.2. Sulfonamida
6.2.1. Sulfamezatin
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
sulfamezatin. Cara yang pertama adalah sulfamezatin
ditambahkan HCl 2 N dan p-DAB lalu diamati. Cara kedua
adalah sulfamezatin ditambahkan CuSO4. Cara selanjutnya,
sulfamezatin ditambahkan vanillin sulfat dan asam sulfat. Cara
terakhir, sulfamezatin diuji dengan uji koppayi zwikker yaitu
ditambahkan etanol,reagen koppayi zwikker, dan prolidin serta
dikocok.
6.2.2. Sulfamerazin
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
sulfamerazin. Cara pertama adalah sulfamerazin ditambahkan
HCl 2 N dan p-DAB. Cara kedua, ditambahkan CuSO4. Cara
ketiga, dilakukan uji koppayi zwikker yaitu ditambahkan
etanol, 1 tetes reagen koppayi zwikker, prolidin dan dikocok.
Cara terakhir, sulfamerazin dibuat kristal dengan aseton air.
6.3. Barbiturat
6.3.1. Luminal
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
luminal. Cara pertama adalah luminal ditambahkan H2SO4 dan
α-naftol. Cara kedua, diuji dengan uji koppayi zwikker yaitu
ditambahkan etanol, reagen koppayi zwikker, dan prolidin lalu
dikocok. Cara ketiga, dilakukan uji Lieberman dengan
ditambahkan 2-3 tetes reagen Lieberman di plat tetes dan
kadang dipanaskan 100˚C. Cara keempat, ditambahkan
pereaksi merkuronitrat. Cara terakhir, dibuat kristalisasi
dengan aseton air. Namun, sampel ini tidak tersedia di lab.
6.3.2. Barbital
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
barbital. Cara yang pertama adalah barbital ditambahkan
H2SO4 dan α-naftol. Cara kedua adalah dilakukan uji koppayi
zwikker yaitu ditambahkan etanol, reagen koppayi zwikker,
dan prolidin kemudian dikocok. Cara ketiga, dilakukan uji
Lieberman dengan ditambahkan 2-3 tetes reagen Lieberman di
plat tetes dan kadang dipanaskan 100˚C. Cara keempat, barbital
ditambahkan pereaksi merkuronitrat. Cara terakhir adalah
barbital dibuat kristalisasi dengan aseton air.
VII. Data Pengamatan

No. Reagen Prosedur Hasil (Literatur) Hasil (praktikum)

1. Alkaloid dan Basa Nitrogen

Kinin HCl
Pemerian: serbuk mikrokristalin putih, sedikit berfluoresensi.

HCl + Larutan kinin UV 254 nm = hijau UV 254 nm = hijau


H2SO4 HCl UV 366 nm = Ungu
ditambahkan
(Svehla , 1985)
H2SO4, diamati
fluoresensi di
bawah sinar
UV 366 nm = Ungu
UV.

Thaleio Pada larutan Hijau zamrud


(Auterhoff, 2002)
quin kinin HCl
TIDAK TERSEDIA
dilakukan uji
Thaleioquin,
diamati
perubahan
warna.

Br2 + Larutan kinin Endapan kuning TIDAK TERSEDIA


Ferisian HCl (Fessenden dan
ida 5% ditambahkan1 Fessenden, 1982)
+ mL larutan Br2
Klorofo 0,8%, dikocok.
Pada campuran
rm ditambah
larutan kalium
ferisianida 5%
dan 2 mL
kloroform
dengan hati-
hati. Diamati
lapisan
kloroform.

Hg2Cl2 Larutan kinin Kristal berbentuk TIDAK TERSEDIA


HCl dibuat persegi panjang
kristal dalam
(Depkes RI, 1979)
Hg2Cl2.

Papaverin HCl (Tidak Tersedia)

Pemerian: serbuk kristalin putih

Lieber Larutan Berwarna hitam -


man papaverin HCl sedikit endapan
ditambah (Clark, 2007)
pereaksi
Lieberman,
diamati
perubahan
warna.

Marqui Larutan Berwarna ungu


s papaverin HCl coklat rosa (Clark,
ditambah
pereaksi 2007)
Marquis,
diamati
perubahan
warna.

Floures Sebanyak 10 Warna kuning -


ensi mg paparerin kehijauan
HCl ditambah
(Fessenden, 1986)
asam asetat
anhidrida dan
tiga tetes
H2SO4 pekat,
kemudian
dipanaskan.
Diamati
fluoresensi di
bawah sinar
UV.

Kristal Larutan Kristal berbentuk -


dalam papaverin HCl bulat bergerombol
Hg2Cl2 dibuat kristal
(Svehla, 1985)
dalam Hg2Cl2.

Heksamin
Pemerian: serbuk kristalin putih, larut dalam air

100 mg Sebanyak 100 Larutan warna TIDAK TERSEDIA


asam mg heksamin merah dan
salisila ditambah 100
pemanasan
+ mg asam
H2SO4 salisilat, menghasilkan busa
pekat dipanaskan
dan berwarna hitam
dengan 1 mL
H2SO4 pekat. (Clark, 2007)
Diamati
perubahan
warna.

H2SO4 Larutan Kertas lakmus Lakmus Tetap


2 N + heksamin merah tidak Merah
satu ditambah
berubah warna,
tetes H2SO4 2 N dan
formald satu tetes reaksi bersifat asam
ehid formaldehid.
(Clark, 2007)
Mulut tabung
reaksi ditutup
kapas dan
kertas lakmus
merah yang
telah dibasahi.
Diamati
perubahan
warna lakmus.

Sublim Kristalisasi Kristal berbentuk -


asi dengan cara bulat atau segi
sublimasi enam (Clark, 2007)
menggunakan
ring sublimasi.

Chinchonin

Pemerian : Serbuk kekuningan, tidak lauta air dan sediki larut dalam
etanol.

Melakukan Serbuk kekuningan Serbuk kekuningan


pengujian (Depkes RI, 1979)
organoleptis
dari
Chinchonin.

Menguji Praktis tidak larut Tidak larut dalam


kelarutan dari dalam air, sedikit air, sedikit larut
Chinchonin. larut dalam etanol dalam etanol
(Depkes RI, 1979)
Dan Endapan putih TIDAK TERSEDIA
melakukan uji (Svehla, 1985)
thalequin.

2. Barbiturat

Luminal (Tidak Tersedia)

Pemerian: serbuk kristalin tidak berwarna atau putih yang berbentuk


polimorfisme.

H2SO4 Larutan Merah muda -


+ α- luminal (Clark, 2007)

naftol ditambahkan
H2SO4 dan α-
naftol, diamati
perubahan
warna.

Koppay Pada larutan Merah muda -


(Clark, 2007)
i- luminal
Zwikke dilakukan uji
r Koppayi-
Zwikker,
diamati
perubahan
warna

Liberm Pada larutan Jingga (Thex, 2010) -


an luminal
dilakukan uji
Lieberman,
diamati
perubahan
warna

Merkur Larutan Abu-Abu (Thex, -


onitrat luminal 2010)

ditambahkan
pereaksi
merkuronitrat,
diamati
perubahan
warna

Kristali Kristalisasi Kristal bententuk -


sasi menggunakan jarum (Thex, 2010)

aseton air.

Barbital

Pemerian: serbuk kristal tidak berwarna atau putih

H2SO4 Larutan Kuning gelap Larutan kuning


(Clark, 2007) gelap
+ α- hidrokinon
naftol ditambah
larutan perak
nitrat
amoniakal,
diamati
perubahan
warna.

Koppay Pada larutan Merah muda dan Merah muda dan


i- barbital endapan putih endapan putih
(Clark, 2007)
Zwikke dilakukan uji
r Koppayi-
Zwikker,
diamati
perubahan
warna arutan
hidrokinon
ditambah
larutan FeCl3,
diamati
perubahan
warna.

Lieber Pada larutan Larutan hitam


(Clark, 2007).
man barbital
dilakukan uji
Lieberman,
diamati
perubahan
warna.

Merkur Larutan Hitam (Depkes RI, -


onitrat barbital 2014)

ditambahkan
pereaksi
merkuronitrat,
diamati
perubahan
warna

Kristali Kristalisasi Kristal menjarum -


sasi menggunakan (Thex, 2010)

aseton air.

3. Sulfonamida

Sulfamezatin

Pemerian: serbuk kristalin putih

HCl 2N Larutan Kuning jingga -


+ P- sulfamezatin (HMF, 1979)
DAB dalam HCl 2N
ditambahkan p-
DAB, diamati
perubahan
warna.
CuSO4 Larutan Biru Muda (HMF, -
sulfamezatin 1979)
ditambahkan
larutan CuSO4,
diamati
perubahan
warna

Vanilin Larutan Kuning ( HMF, -


sulfat + sulfamezatin 1979)
H2SO4 ditambahkan
vanilin sulfat
dan H2SO4,
diamati
perubahan
warna.

Koppay Pada larutan Merah muda (HMF, -


i- sulfamezatin 1979)
Zwikke dilakukan uji
r Koppayi-
Zwikker.

Kristali Kristalisasi - -
sasi menggunakan
aseton air.

Sulfamerazin

Pemerian: serbuk putih agak kekuningan, tidak atau hampir tidak


berbau, rasa agak pahit

HCl + Larutan Merah Jingga Merah jingga


p-DAB sulfamerazin (HMF, 1979)
dalam HCl 2N
ditambahkan p-
DAB, diamati
perubahan
warna.

CuSO4 Larutan Bitu muda (HMF, Biru muda


sulfamerazin 1979)
ditambahkan
larutan CuSO4,
diamati
perubahan
warna.

Vanilin Larutan Larutan kuning Larutan kuning


Sulfar sulfamerazin (HMF, (1979)
ditambahkan
vanilin sulfat
dan H2SO4,
diamati
perubahan
warna.
Koppay Pada larutan Merah muda ungu Merah muda
i- sulfamerazin (HMF,1979)
zwikker dilakukan uji
Koppayi-
Zwikker.

Kristali Kristalisasi - -
sasi menggunakan
aseton air.

Sulfadiazatine

Pemerian : Serbuk halus bubuk kekuningan, sedikit larut air dan larut
dalam NaOH.

HCl + Larutan Kuning Jingga Kuning Jingga


P-DAB sulfadiazine (Svehla, 1985)
dalam HCl 2N
ditambahkan p-
DAB, diamati
perubahan
warna.

Uji Kekuningan sedikit Kekuningan, sedikit


Organoleptis larut dalam air larut dalam air
(DEPKES RI,
1979)
CuSO4 Larutan Biru (Svehla, 1985) Biru
+ sulfadiaine
NaOH ditambahkan
CuSO4 atau
NaOH, diamati
perubahan
warna.

Diazo Larutan - -
A dan sulfadiazine
Diazo ditambahkan
B Diazo A dan
Diazo B,
diamati
perubahan
warna.

VIII. Perhitungan
-
IX. Pembahasan
Dalam praktikum ini, dilakukan identifikasi terhadapa senyawa
golongan obat alkaloid dan basa nitrogen, sulfonamida, dan barbiturat.
Senyawa golongan obat yang dilakukan pengidentifikasian pertama kali
adalah senyawa alkaloid dan basa nitrogen. Dalam pengidentifikasian
golongan alkaloid dan basa nitrogen, terdapat 3 senyawa yang digunakan
antara lain kinin HCl, papaverin HCl, dan heksamin. Namun sampel
papaverin tidak tersedia di laboratorium. Reaksi menggunakan pereaksi
dragendorf digunakan dalam pengidentifikasian alkaloid dan basa nitrogen
yang menghasilkan suatu endapan jingga. Dalam reaksi tersebut, nitrogen
berfungsi dalam pembentukan ikatan kovalen koordinat dengan bismuth
dan menyebabkan terbentuknya endapan jingga sampai merah.
Golongan pertama yang diuji adalah uji golongan alkaloid. Alkaloid
seperti yang kita ketahui, merupakan senyawa organik yang bersifat basa
atau alkali yang disebabkan karena adanya atom N (nitrogen) didalam
molekulnya. Alkaloid berbentuk heterosiklik atau aromatis, dan apabila
diberikan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada
manusia. Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan di
alam dan kebanyakan senyawa alkaloid dapat ditemukan atau diidentifikasi
dari tumbuhan. Alkaloid mempunyai dua sifat, yaitu sifat kimia dan sifat
fisika. Sifat kimia dari alkaloid ialah sifat kebasaannya tergantung pada
subtitusi atom N. Alkaloid diklasifikasikan menjadi alkaloida sejati (true
alkaloida) yang memiliki sifat toksik, berasal dari asam amino, mempunyai
atom N – heterosiklik, dan memiliki aktivitas biologis. Selanjutnya adalah
alkaloida sederhana (pseudo alkaloida) yaitu alkaloid yang bersifat basa
namun bukan berasal dari asam amino, tetapi memiliki atom N yang
heterosiklik.
Senyawa alkaloid memiliki gugus nitrogen yang terkandung di
dalamnya, gugus nitrogen tersebut memiliki satu pasang elektron bebas
(PEB) yang menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik dan
cenderung bersifat basa. Akibatnya, senyawa alkaloid dapat mengikat ion-
ion logam berat yang bermuatan positif dan membentuk senyawa kompleks
tertentu yang memiliki warna.
Senyawa golongan alkaloid yang pertama diuji ialah Kinin HCl. Uji
pertama dilakukan dengan penambahan asam sulfat kemudian diamati
flurosensi dibawah sinar UV. Ketika disinari dengan UV panjang
gelombang 254 nm menghasilkan warna biru muda, sedangkan pada UV
panjang gelombang 366 nm menghasilkan warna ungu dan hasil tersebut
sesuai dengan literature. Hal tersebut disebabkan oleh kinin yang memiliki
kemampuan berfluoresensi yang disebabkan karena konformasi yang
memiliki gugus kromofor yang ditunjang pula dengan gugus auksokrom.
Selanjutnya dilakukan uji thaleoquin, namun dikarenakan pereaksi tidak
tersedia di laboratorium, maka uji thaleoquin tidak diuji. Pereaksi
selanjutnya dengan penambahan 1 mL Br 2 0,8%, kalium ferisianida 5%, 2
mL klorofom, namun reagen tidak tersedia dilaboratorium. Dan Hg2Cl2
yang merupakan pereaksi untuk kinin HCl juga tidak tersedia pada
praktikum kali ini.
Senyawa dari golongan alkaloid yang diuji selanjutnya adalah
heksamin. Uji heksamin yang pertama adalah ditambahkan asam salisilat
yang kemudian dipanaskan dan ditambahkan asam sulfat pekat. Uji ini
tidak dilakukan karena keterbatasan bahan, namun menurut literatur akan
menghasilkan larutan merah yang berubah menjadi merah kehitaman dan
sedikit endapan. Hal ini disebabkan oleh amin aromatik primer yang
terdapat dalam heksamin. Identifikasi selanjutnya adalah penambahan
asam sulfat 2N+ 1 tetes formaldehid yang kemudian mulut tabung reaksi
ditutup. Hasil dari uji ini adalah tidak terjadi perubahan (sesuai literature).
Identifikasi terakhir adalah metode kristalisasi dengan ring sublimasi
namun uji ini tidak dilakukan.
Kemudian golongan alkaloid terakhir diidentifikasi adalah
Chinchonin. Chinchonin secara organoleptis adalah serbuk kuning. Uji
pertama yang dilakukan adalah dilihat kelarutannya. Chinchonin praktis
tidak larut dalam air, dan sedikit larut dalam etanol. Uji selanjutnya adalah
uji lieberman dan marquiz yang samasama menghasilkan warna kuning.
Senyawa golongan obat yang diidentifikasi selanjutnya adalah
sulfonamide. Sampel yang digunakan untuk pengidentifikasian ini adalah
sulfametazin dan sulfamerazin. Namun, sulfametazin tidak digunakan
dalam praktikum kali ini. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan reagensia
di dalam laboratorium. Maka dari itu, praktikum ini hanyak melakukan
identifikasi terhadap sampel sulfamerazin. Uji yang dilakukan pertama kali
adalah ditambahkannya HCl 2 N dan p-DAB ke dalam sampel. Hasil yang
didapatkan adalah larutan berwana kuning jingga yang sesuai dengan
literature yang digunakan. Hasil yang didapatkan dapat berupa warna yang
cukup spesifik dalam reaksi ini dikarenakan amin aromatis yang dimiliki
oleh sulfamerazin. Uji yang dilakukan selanjutnya adalah penambahan
CuSO4 ke dalam sampel. Hasil yang didapatkan berupa larutan kebiruan
dengan endapan yang sesuai dengan literature. Hasil berupa warna biru
menunjukkan adanya ion Cu2+ yang tereduksi membentuk Cu+. Sedangkan,
endapan yang terbentuk menunjukkan kristal CuSO4 yang tidak larut. Uji
yang dilakukan selanjutnya adalah penambahan vanillin dan asam sulfat ke
dalam sampel. Hasil yang didapatkan berupa larutan jingga yang sesuai
dengan literature. Asam sulfat ditambahkan dalam tahap ini adalah untuk
membuat vanillin menjadi aktif. Reaksi ini pun termasuk reaksi eksoterm
karena tabung reaksi yang mengalami kenaikan suhu sebagai efek dari
perpindahan energi dari produk ke tabung reaksi tersebut. Uji yang
dilakukan selanjutnya adalah kristalisasi dengan aseton air. Hasil yang
didapatkan berupa kristal jarum yang sesuai dengan literature. Kristal
tersebut terbentuk karena terjadi pergeseran kepolaran yang dimiliki oleh
aseton dengan sifat non polar menjadi polar karena adanya penambahan air
dalam reaksi ini.
Golongan sulfonamide yang diuji terakhir adalah sulfadiazine.
Pertama-pertama diamati terlebih dahulu organoleptisnya. Sulfadiazine
berwarna kekuningan, bubuk volumineous. Selanjutnya diuji kelarutannya,
sulfadizin larut dalam air dan larut dalam NaOH. Selanjutnya ditambahkan
CuSO4 yang menghasilkan larutan biru.
Senyawa golongan obat yang diidentifikasi selanjutnya adalah
barbiturat. Sampel yang digunakan untuk mengidentifikasi golongan
tersebut adalah luminal dan barbital. Dalam praktikum ini, senyawa yang
digunakan adalah barbital karena luminal tidak tersedia di laboratorium.
Uji yang dilakukan adalah penambahan asam sulfat dan α-naftol. Hasil
yang didapatkan berupa larutan jingga yang sesuai dengan literature. Uji
yang dilakukan selanjutnya adalah perlakuan uji Lieberman. Hasil yang
didapatkan berupa larutan kekuningan yang sesuai dengan literature.
Reagen Lieberman yang digunakan ini spesifik dalam pengidentifikasi ada
atau tidaknya suatu cincin aromatic pada suatu senyawa. Uji yang
dilakukan selanjutnya seharusnya adalah uji koppayi-zwikker yang
menghasilkan warna merah muda, penambahan pereaksi merkuronitrat,
dan kristalisasi dengan aseton air. Namun, uji-uji tersebut tidak dilakukan
karena adanya keterbatasan waktu dan reagensia.
X. Kesimpulan
Dalam praktikum ini, dapat diketahui cara identifikasi senyawa
golongan obat alkaloid dengan reaksi pengendapan; barbiturate dengan
reaksi parri, reaksi zwikker, dan uji Lieberman; dan sulfonamida dengan
reaksi identifikasi golongan sulfonamida.
DAFTAR PUSTAKA

Adeanne, C. Wullur, Jonathan Schaduw, Andriani N.K. Wardhani. 2012.

Identifikasi Alkaloid Pada Daun Sirsak (Annona muricata L.). Jurnal Farmasi

Politektik Kesehatan Kemenkes Manado. 2(1) : 54 – 56.

Alfadlil, B. R., Saibun, S., dan Rahmat, G. 2014. Studi Kuantum Farmakologi

Senyawa Turunan Sulfonamida 2,4 Diamino b Quinazoline Sebagai

Antimalaria dengan Menggunakan Metode AB initro. Jurnal Kimia

Mulawarma. Volume 11 (2): 64.

Auterhoff, K. dan Kovar H. 2002. Identifikasi Obat. Bandung: ITB Press.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.

Clark, J. 2003. Oxidation of Alchohols. Tersedia secara online di

http://www.chemguide.co.uk/organicprops/alcohol/oxidation.html [Diakses

pada 16 Maret 2019].

Clark, J. 2007. Identifikasi Gugus Karboksil. Tersedia secara online di

http://www.chem-is-try/identifikasi-gugus-karboksil/html [Diakses pada 16

Maret 2019].

Depkes, RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Depkes, RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI.

Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Ganiswara, S. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: UI Press.


Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.

Ningrum, R., Purwanti, E., dan Sukarsono. 2016. Identifikasi Senyawa Alkaloid

dan Batang Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) Sebagai Bahan Ajar

Biologi untuk SMA KelasX. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia..

Volume 2 (3) : 231-236.

Petrucci, R. 1992. General Chemistry. Jakarta: Erlangga.

Prasojo. 2010. Kimia Organik I. Yogyakarta : Gajah Mada Press

Roth, H. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM.

Sie Kesedjahteraan Hmf. 1979. Card System dan Reaksi Warna. Bandung:ITB.

Staff Pengajar Departemen Farmakologi. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed

2. Jakarta : EGC.

Sulistyarti, H. 2017. Kimia Analisa Dasar untuk Analisa Kualitatif. Malang:

Universitas Brawijaya Media

Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT

Kalman Media Pustaka.

Thex. 2010. Sulfonamida. Tersedia secara online di

http://www.faktailmiah.co.id/2010/09/28/sulfonamida.html (diakses pada 16

Maret 2019).

Underwood, A. L. dan R.A. Day, Jr. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta :

Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai