III. Reaksi
a. Alkaloid dan Basa Nitrogen
i. Kinin HCl + H2SO4
(Svehla,1985)
ii. Papaverin HCl + H2SO4
(Clark,2007)
iii. Papaverin HCl + Lieberman
(Clark,2003)
b. Sulfonamida
i. Sulfamerazin + Vanillin Sulfat + H2SO4
(Svehla,1985)
(Svehla,1985)
iv. Sulfamezatin + p-DAB HCl
(Roth,1985)
c. Barbiturat
i. Barbital + H2SO4 + α-naftol
(Svehla,1985)
iii. Luminal + H2SO4 + α-naftol
VI. Prosedur
6.1.Alkaloid dan Basa Nitrogen
6.1.1. Kinin HCl
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi Kinin HCl. Cara yang pertama adalah kinin
HCl ditambahkan H2SO4 dan diamati di bawah sinar UV. Cara
yang kedua adalah kinin HCl diuji dengan uji Thaleioquin.
Cara selanjutnya, kinin HCl ditambahkan Br 2 0,8% dan
dikocok. Lalu, ditambahkan kalium ferrisianida dan Kloroform
serta diammati. Cara terakhir adalah Kinin HCl dibuat kristal
menggunakan Hg2Cl2.
6.1.2. Papaverin HCl
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi Papaverin HCl. Cara yang pertama adalah
papaverin HCl ditambahkan dengan pereaksi Lieberman. Cara
yang kedua dengan ditambahkan pereaksi Marquis. Cara
selanjutnya adalah ditambahkan asam asetat anhidrad dan 3
tetes H2SO4 pekat serta dipanaskan dan diamati hasilnya. Cara
yang terakhir adalah papaverin HCl dibuat kristal dengan
Hg2Cl2.
6.1.3. Heksamin
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi heksamin. Cara yang pertama adalah
heksamin ditambahkan asam salisilat dan dipanaskan dengan
H2SO4 pekat lalu diamati. Cara selanjutnya, heksamin
ditambahkan H2SO4 2 N dan 1 tetes formaldehid. Cara yang
terakhir adalah heksamin dibuat kristal dengan ring sublimasi.
6.2. Sulfonamida
6.2.1. Sulfamezatin
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
sulfamezatin. Cara yang pertama adalah sulfamezatin
ditambahkan HCl 2 N dan p-DAB lalu diamati. Cara kedua
adalah sulfamezatin ditambahkan CuSO4. Cara selanjutnya,
sulfamezatin ditambahkan vanillin sulfat dan asam sulfat. Cara
terakhir, sulfamezatin diuji dengan uji koppayi zwikker yaitu
ditambahkan etanol,reagen koppayi zwikker, dan prolidin serta
dikocok.
6.2.2. Sulfamerazin
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
sulfamerazin. Cara pertama adalah sulfamerazin ditambahkan
HCl 2 N dan p-DAB. Cara kedua, ditambahkan CuSO4. Cara
ketiga, dilakukan uji koppayi zwikker yaitu ditambahkan
etanol, 1 tetes reagen koppayi zwikker, prolidin dan dikocok.
Cara terakhir, sulfamerazin dibuat kristal dengan aseton air.
6.3. Barbiturat
6.3.1. Luminal
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
luminal. Cara pertama adalah luminal ditambahkan H2SO4 dan
α-naftol. Cara kedua, diuji dengan uji koppayi zwikker yaitu
ditambahkan etanol, reagen koppayi zwikker, dan prolidin lalu
dikocok. Cara ketiga, dilakukan uji Lieberman dengan
ditambahkan 2-3 tetes reagen Lieberman di plat tetes dan
kadang dipanaskan 100˚C. Cara keempat, ditambahkan
pereaksi merkuronitrat. Cara terakhir, dibuat kristalisasi
dengan aseton air. Namun, sampel ini tidak tersedia di lab.
6.3.2. Barbital
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi
barbital. Cara yang pertama adalah barbital ditambahkan
H2SO4 dan α-naftol. Cara kedua adalah dilakukan uji koppayi
zwikker yaitu ditambahkan etanol, reagen koppayi zwikker,
dan prolidin kemudian dikocok. Cara ketiga, dilakukan uji
Lieberman dengan ditambahkan 2-3 tetes reagen Lieberman di
plat tetes dan kadang dipanaskan 100˚C. Cara keempat, barbital
ditambahkan pereaksi merkuronitrat. Cara terakhir adalah
barbital dibuat kristalisasi dengan aseton air.
VII. Data Pengamatan
Kinin HCl
Pemerian: serbuk mikrokristalin putih, sedikit berfluoresensi.
Heksamin
Pemerian: serbuk kristalin putih, larut dalam air
Chinchonin
Pemerian : Serbuk kekuningan, tidak lauta air dan sediki larut dalam
etanol.
2. Barbiturat
naftol ditambahkan
H2SO4 dan α-
naftol, diamati
perubahan
warna.
ditambahkan
pereaksi
merkuronitrat,
diamati
perubahan
warna
aseton air.
Barbital
ditambahkan
pereaksi
merkuronitrat,
diamati
perubahan
warna
aseton air.
3. Sulfonamida
Sulfamezatin
Kristali Kristalisasi - -
sasi menggunakan
aseton air.
Sulfamerazin
Kristali Kristalisasi - -
sasi menggunakan
aseton air.
Sulfadiazatine
Pemerian : Serbuk halus bubuk kekuningan, sedikit larut air dan larut
dalam NaOH.
Diazo Larutan - -
A dan sulfadiazine
Diazo ditambahkan
B Diazo A dan
Diazo B,
diamati
perubahan
warna.
VIII. Perhitungan
-
IX. Pembahasan
Dalam praktikum ini, dilakukan identifikasi terhadapa senyawa
golongan obat alkaloid dan basa nitrogen, sulfonamida, dan barbiturat.
Senyawa golongan obat yang dilakukan pengidentifikasian pertama kali
adalah senyawa alkaloid dan basa nitrogen. Dalam pengidentifikasian
golongan alkaloid dan basa nitrogen, terdapat 3 senyawa yang digunakan
antara lain kinin HCl, papaverin HCl, dan heksamin. Namun sampel
papaverin tidak tersedia di laboratorium. Reaksi menggunakan pereaksi
dragendorf digunakan dalam pengidentifikasian alkaloid dan basa nitrogen
yang menghasilkan suatu endapan jingga. Dalam reaksi tersebut, nitrogen
berfungsi dalam pembentukan ikatan kovalen koordinat dengan bismuth
dan menyebabkan terbentuknya endapan jingga sampai merah.
Golongan pertama yang diuji adalah uji golongan alkaloid. Alkaloid
seperti yang kita ketahui, merupakan senyawa organik yang bersifat basa
atau alkali yang disebabkan karena adanya atom N (nitrogen) didalam
molekulnya. Alkaloid berbentuk heterosiklik atau aromatis, dan apabila
diberikan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada
manusia. Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan di
alam dan kebanyakan senyawa alkaloid dapat ditemukan atau diidentifikasi
dari tumbuhan. Alkaloid mempunyai dua sifat, yaitu sifat kimia dan sifat
fisika. Sifat kimia dari alkaloid ialah sifat kebasaannya tergantung pada
subtitusi atom N. Alkaloid diklasifikasikan menjadi alkaloida sejati (true
alkaloida) yang memiliki sifat toksik, berasal dari asam amino, mempunyai
atom N – heterosiklik, dan memiliki aktivitas biologis. Selanjutnya adalah
alkaloida sederhana (pseudo alkaloida) yaitu alkaloid yang bersifat basa
namun bukan berasal dari asam amino, tetapi memiliki atom N yang
heterosiklik.
Senyawa alkaloid memiliki gugus nitrogen yang terkandung di
dalamnya, gugus nitrogen tersebut memiliki satu pasang elektron bebas
(PEB) yang menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik dan
cenderung bersifat basa. Akibatnya, senyawa alkaloid dapat mengikat ion-
ion logam berat yang bermuatan positif dan membentuk senyawa kompleks
tertentu yang memiliki warna.
Senyawa golongan alkaloid yang pertama diuji ialah Kinin HCl. Uji
pertama dilakukan dengan penambahan asam sulfat kemudian diamati
flurosensi dibawah sinar UV. Ketika disinari dengan UV panjang
gelombang 254 nm menghasilkan warna biru muda, sedangkan pada UV
panjang gelombang 366 nm menghasilkan warna ungu dan hasil tersebut
sesuai dengan literature. Hal tersebut disebabkan oleh kinin yang memiliki
kemampuan berfluoresensi yang disebabkan karena konformasi yang
memiliki gugus kromofor yang ditunjang pula dengan gugus auksokrom.
Selanjutnya dilakukan uji thaleoquin, namun dikarenakan pereaksi tidak
tersedia di laboratorium, maka uji thaleoquin tidak diuji. Pereaksi
selanjutnya dengan penambahan 1 mL Br 2 0,8%, kalium ferisianida 5%, 2
mL klorofom, namun reagen tidak tersedia dilaboratorium. Dan Hg2Cl2
yang merupakan pereaksi untuk kinin HCl juga tidak tersedia pada
praktikum kali ini.
Senyawa dari golongan alkaloid yang diuji selanjutnya adalah
heksamin. Uji heksamin yang pertama adalah ditambahkan asam salisilat
yang kemudian dipanaskan dan ditambahkan asam sulfat pekat. Uji ini
tidak dilakukan karena keterbatasan bahan, namun menurut literatur akan
menghasilkan larutan merah yang berubah menjadi merah kehitaman dan
sedikit endapan. Hal ini disebabkan oleh amin aromatik primer yang
terdapat dalam heksamin. Identifikasi selanjutnya adalah penambahan
asam sulfat 2N+ 1 tetes formaldehid yang kemudian mulut tabung reaksi
ditutup. Hasil dari uji ini adalah tidak terjadi perubahan (sesuai literature).
Identifikasi terakhir adalah metode kristalisasi dengan ring sublimasi
namun uji ini tidak dilakukan.
Kemudian golongan alkaloid terakhir diidentifikasi adalah
Chinchonin. Chinchonin secara organoleptis adalah serbuk kuning. Uji
pertama yang dilakukan adalah dilihat kelarutannya. Chinchonin praktis
tidak larut dalam air, dan sedikit larut dalam etanol. Uji selanjutnya adalah
uji lieberman dan marquiz yang samasama menghasilkan warna kuning.
Senyawa golongan obat yang diidentifikasi selanjutnya adalah
sulfonamide. Sampel yang digunakan untuk pengidentifikasian ini adalah
sulfametazin dan sulfamerazin. Namun, sulfametazin tidak digunakan
dalam praktikum kali ini. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan reagensia
di dalam laboratorium. Maka dari itu, praktikum ini hanyak melakukan
identifikasi terhadap sampel sulfamerazin. Uji yang dilakukan pertama kali
adalah ditambahkannya HCl 2 N dan p-DAB ke dalam sampel. Hasil yang
didapatkan adalah larutan berwana kuning jingga yang sesuai dengan
literature yang digunakan. Hasil yang didapatkan dapat berupa warna yang
cukup spesifik dalam reaksi ini dikarenakan amin aromatis yang dimiliki
oleh sulfamerazin. Uji yang dilakukan selanjutnya adalah penambahan
CuSO4 ke dalam sampel. Hasil yang didapatkan berupa larutan kebiruan
dengan endapan yang sesuai dengan literature. Hasil berupa warna biru
menunjukkan adanya ion Cu2+ yang tereduksi membentuk Cu+. Sedangkan,
endapan yang terbentuk menunjukkan kristal CuSO4 yang tidak larut. Uji
yang dilakukan selanjutnya adalah penambahan vanillin dan asam sulfat ke
dalam sampel. Hasil yang didapatkan berupa larutan jingga yang sesuai
dengan literature. Asam sulfat ditambahkan dalam tahap ini adalah untuk
membuat vanillin menjadi aktif. Reaksi ini pun termasuk reaksi eksoterm
karena tabung reaksi yang mengalami kenaikan suhu sebagai efek dari
perpindahan energi dari produk ke tabung reaksi tersebut. Uji yang
dilakukan selanjutnya adalah kristalisasi dengan aseton air. Hasil yang
didapatkan berupa kristal jarum yang sesuai dengan literature. Kristal
tersebut terbentuk karena terjadi pergeseran kepolaran yang dimiliki oleh
aseton dengan sifat non polar menjadi polar karena adanya penambahan air
dalam reaksi ini.
Golongan sulfonamide yang diuji terakhir adalah sulfadiazine.
Pertama-pertama diamati terlebih dahulu organoleptisnya. Sulfadiazine
berwarna kekuningan, bubuk volumineous. Selanjutnya diuji kelarutannya,
sulfadizin larut dalam air dan larut dalam NaOH. Selanjutnya ditambahkan
CuSO4 yang menghasilkan larutan biru.
Senyawa golongan obat yang diidentifikasi selanjutnya adalah
barbiturat. Sampel yang digunakan untuk mengidentifikasi golongan
tersebut adalah luminal dan barbital. Dalam praktikum ini, senyawa yang
digunakan adalah barbital karena luminal tidak tersedia di laboratorium.
Uji yang dilakukan adalah penambahan asam sulfat dan α-naftol. Hasil
yang didapatkan berupa larutan jingga yang sesuai dengan literature. Uji
yang dilakukan selanjutnya adalah perlakuan uji Lieberman. Hasil yang
didapatkan berupa larutan kekuningan yang sesuai dengan literature.
Reagen Lieberman yang digunakan ini spesifik dalam pengidentifikasi ada
atau tidaknya suatu cincin aromatic pada suatu senyawa. Uji yang
dilakukan selanjutnya seharusnya adalah uji koppayi-zwikker yang
menghasilkan warna merah muda, penambahan pereaksi merkuronitrat,
dan kristalisasi dengan aseton air. Namun, uji-uji tersebut tidak dilakukan
karena adanya keterbatasan waktu dan reagensia.
X. Kesimpulan
Dalam praktikum ini, dapat diketahui cara identifikasi senyawa
golongan obat alkaloid dengan reaksi pengendapan; barbiturate dengan
reaksi parri, reaksi zwikker, dan uji Lieberman; dan sulfonamida dengan
reaksi identifikasi golongan sulfonamida.
DAFTAR PUSTAKA
Identifikasi Alkaloid Pada Daun Sirsak (Annona muricata L.). Jurnal Farmasi
Alfadlil, B. R., Saibun, S., dan Rahmat, G. 2014. Studi Kuantum Farmakologi
Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
http://www.chemguide.co.uk/organicprops/alcohol/oxidation.html [Diakses
Maret 2019].
Depkes, RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Ningrum, R., Purwanti, E., dan Sukarsono. 2016. Identifikasi Senyawa Alkaloid
Sie Kesedjahteraan Hmf. 1979. Card System dan Reaksi Warna. Bandung:ITB.
2. Jakarta : EGC.
Maret 2019).
Underwood, A. L. dan R.A. Day, Jr. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.