Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI SEDIAAN SOLIDA

DAN KOSMETIKA

SEMESTER GENAP 2018 - 2019

PEMERIKSAAN MUTU BAHAN BAKU KUALITATIF DAN KUANTITATIF SAMPEL


PARASETAMOL

Hari / Jam Praktikum : Kamis / 07.00-10.00


Tanggal Praktikum : 14 Maret 2019
Kelompok : 2 (dua)
Asisten : Felia Rizka Sudrajat
Michelle Ferdinand

Afifah Cahyohartoto 260110170047 Alat Bahan, Prosedur


dan Data
Pengamatan dan
Lampiran
Syahrul Hidayat 260110170048 Pembahasan
Ayu Utami Dewi 260110170049 Data Perhitungan
dan Editor
Izzah Al-Mukminah 260110170050 Pembahasan
Oktavia Sabetta S 260110170051 Tujuan, Prinsip,
Reaksi dan Teori
Dasar

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
I. Tujuan
1.1.Menguji mutu paracetamol dengan metode uji batas logam dan reaksi warna
paracetamol.
1.2.Menguji kadar paracetamol dengan metode nitrimetri.

II. Prinsip
2.1.Reaksi Diazotasi
Gugus NH2 berubah menjadi garam diazonium R – N2+ X- yang
disebabkan oleh asam nitrit (HNO2) (Roos, et al., 2015).
2.2.Nitrimetri
Suatu metode titrasi dengan NaNO2 berfungsi sebagai pentiter dalam
suasana asam. NaNO2 berubah menjadi HNO2 dalam suasana asam yang jika
bereaksi dengan sampel akan membentuk garam diazonium (Gandjar dan
Rohman, 2012).
2.3.Uji Batas Logam Berat
Uji yang digunakan untuk menentukan kandungan ketidakmurnian suatu logam.
Uji ini menggunakan H2S, sampel yang diuji tidak boleh melebihi batas logam
berat yang tertera pada monografi sampel di literature (WHO, 2018).

III. Reaksi
3.1.Reaksi Nitrimetri
(Chowrasia dan Sharma, 2015)

3.2.Reaksi FeCl3

(Agrawal, 2013)
3.3.Reaksi Liebermann
R2NH + HNO2 R2N – NO + H2O
N – nitrosoamina (yellow oily layer)
(Turney, 1957)

IV. Terori Dasar


Diazotasi termasuk kelompok titrasi redoks. Titrasi diazotasi didasarkan pada
pembentukan gugus amin aromatis dan garam diazonium. Gugus amin aromatis
bebas ini dipeoleh dari hasil sekresi HNO2. HNO2 diperoleh dari melalui
pensekresian natrium nitrit dengan suatu asam (Rivai, 1995).
Titrasi diazotasi merupakan suatu metode titrasi yang mendeterminasi gugus
aromatic primer dalam suatu senyawa. Untuk mendeterminasi gugus aromatic
tersebut digunakan natrium nitrit (NaNO2) sehingga titrasi ini sering juga disebut
dengan sodium nitrite titration (Chowrasia dan Sharma, 2015).
Titik akhir titrasi pada titrasi diazotasi dapat ditentukan dengan cara
menghitung asam nitrat yang berlebih baik secara visual (menggunakan kertas kanji
iodide atau pasta kanji iodide sebagai indicator luar) maupun elektronik untuk
memperoleh hasil yang lebih akurat (Chowrasia dan Sharma, 2015).
Reaksi diazotasi memiliki prinsip sebagai berikut :
1. Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatic primer (amin
aromatic sekunder dan gugus nitro aromatic).
2. Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder.
3. Pembentukan senyawa azo dari gugus hidrazida.
4. Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena sukarnya nitrasi dengan
menggunakan asam nitrit dalam suasana asam.
(Syamsuni, 2007)
Terdapat dua indikator yang digunakan dalam titrasi diazotasi, yaitu indikator
dalam dan luar. Contoh indikator dalam, yaitu campuran Tropeolin O-O dan
metilen blue. Perubahan warna yang terjadi adalah dari ungu menjadi biru
kehijauan. Contoh indikator luar yaitu kertas kanji iodide (Wunas, 1986).
Indikator dalam dan indikator luar masing-masing memiliki kekurangan.
Untuk pemakaian indikator luar harus diketahui terlebih dahulu perkiraan
jumlah titran yang dibutuhkan. Jika tidak tahu makapengujian akan sering
dilakukan untuk mengetahui telah mencapai titik akhir titrasi atau tidak. Untuk
pemakaian indikator dalam, tidak jarang senyawa yang berbeda memberikan
warna yang berbeda juga. Potensiometer dapat menjadi solusi untuk mengamati
titik akhir titrasi (Gandjar, 2007).
Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam reaksi diazotasi,
yaitu :
1. Kecepatan reaksi
Reaksi titrasi berjalan dengan lambat. Sebaiknya titrasi dilakukan secara
perlahan dan menggunkan katalis natrium dan KBr.
2. Suhu
Suhu saat melakukan titrasi sebaiknya <15℃ untuk menghindari garam
diazonium berubah menjadi senyawa fenolik.
(Elsayed, et al., 2014)
Logam berat merupakan unsur yang memiliki berat molekul yang tinggi dan
berat jenis yang lebih dari 5 g/cm3. Pencemaran logam berat yang tidak terkontrol
menyebabkan besarnya peluang logam berat berada dalam suatu sediaan
(Scozzafava, 2009).
Cemaran merupakan sesuatu yang secara tidak sengaja dan tidak
terhindarkan masuk ke dalam produk yang dapat berasal dari proses pengolahan,
penyimpanan, atau dari bahan baku (BPOM, 2017).
Pengujian organoleptik merupakan pengujian berdasarkan alat penginderaan.
Alat indera mampu memberikan tanggapan atau kesan. Kemampuan alat indera
meliputikemampuan mengenali (recognition), kemampuan mendeteksi (detection),
kemampuan membandingkan (scalling), kemampuan membedakan
(discrimination), dan kemampuan untuk menyatakan suka atau tidak suka (hedonik)
(Saleh, 2004).
Paracetamol atau dikenal juga dengan nama acetaminophen memiliki bentuk
kristalin putih, dengan kelarutan dalam air 1 : 70, dalam etanol 1 : 7 sampai 1 : 10,
dan dalam aseton 1 : 13, sangat tidak larut di dalam kloroform dan praktis tidak
larut dalam eter (Moffat, 1986).
Reaksi warna merupakan salah satu uji kualitatif untuk paracetamol. Uji ini
menggunakan FeCl3 dengan hasil positif berwarna biru, Fiolin Ciocalteu dengan
hasil positif berwarna biru, Liebermann dengan hasil positif berwarna ungu, dan
pereaksi Nessler dengan hasil positif coklat (Moffat, 1986).
Besi (III) klorida memiliki berat molekul 162,1dengan bentuk hablur atau
serbuk hablur kehijauan. FeCl3 berubah menjadi jingga, hal ini dipengaruhi oleh
kelembaban udara (Depkes RI, 1995). FeCl3 mengalami hidrolisis apabila
dilarutkan dalam air dan mengeluarkan panas pada reaksi eksotermik. Larutan yang
dihasilkan bersifat korosif, asam, dan berwarna coklat (Haynes, 2014). Fungsi dari
FeCl3 salah satunya adalah untuk mengidentifikasi tannin (Widiarto, et al., 2019).
Penggunaan Liebermannn pertama sekali dalam identifikasi alkaloid.
Liebermann terdiri dari campuran KNO2 (kalium nitrit) dan H2SO4 (asam sulfat)
pekat. Setiap penggunaan 1 gram kalium nitrat dibutuhkan 10 ml asam sulfat pekat
(Brittain dan Mc-Leish, 1998).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
a. Beaker Glass j. pH indicator
b. Bulb k. Pipet tetes
c. Bunsen l. Pipet volume
d. Buret dan Statif m. Spatel
e. Erlenmeyer n. Tabung pembanding
f. Gelas ukur warna
g. Kertas perkamen o. Tabung reaksi
h. Krus p. Tanur
i. Penjepit Tabung
5.2 Bahan
a. Amonium Hidroksida h. Indikator Tropeolin O-O
(NH4OH) : metilen blue
b. Aquadest (H2O) i. Kalium Bromida (KBr)
c. Asam Asetat j. Natrium Nitrit (NaNO2)
(CH3COOH) k. Timbal (III) Nitrat
d. Asam Nitrat (HNO3) (PbNO3)
e. Asam Sulfat (H2SO4) l. Parasetamol
f. Besi (III) Klorida m. Pereaksi Lieberman
(FeCl3) n. Sulfanilamid
g. Indikator Pasta Kanji
VI. Prosedur dan Data Pengamatan
No Perlakuan Hasil
Uji Kualitatif
6.1 Organoleptis
Memperhatikan bentuk sediaan, Bentuk parasetamol adalah
warna, dan bau Kristal, berwarna putih, dan
tidak berbau
6.2 Kelarutan
a. Dilarutkan 1g parasetamol dalam - Parasetamol tidak larut dalam
70 mL aquadest air dan larut ketika air
b. Dilarutkan 1g parasetamol dalam 7 dipanaskan
mL etanol - Parasetamol larut
6.3 Uji Lieberman
a. Diteteskan larutan sampel dalam - Sampel telah ditetesi pereaksi
tabung reaksi dengan pereaksi dan berwarna kuning
Lieberman
b. Tabung reaksi dipanaskan -Larutan berubah dari kuning
menjadi kuning kehijauan
6.4 Uji FeCl3
a. Sebanyak 100 mg sampel - Sejumlah sapel telah ditimbang
ditimbang - Telah ditambahkan pereaksi
b. Sampel dilarutkan dalam 10 mL air FeCl3
c. Ditambahkan larutan FeCl3 0,05 - Terjadi perubahan warna pada
mL sampel menjadi kuning-jingga
6.5 Uji Batas Logam Berat
Membuat Larutan persediaan
Timbal - 10 mL larutan persediaan
timbal padat
a. 39,95 mg PbNO3 dilarutkan dalam
25 mL air yang telah ditambhakan
0,25 mL asam nitrat pekat - larutan diencerkan dengan
b. Larutan diencerkan dengan air aquadest 100 mL
hingga 250 mL
Larutan Baku Timbal 10 mL larutan persediaan
a. Diambil 10 mL larutan persediaan timbal dapat diencerkan
timbal dengan aquadest 100 mL
b. Diencerkan dengan air hingga 100
mL
Uji Logam Berat - Didapatkan massa 1 gram dan
a. Masukan sejumlah zat yang telah dimasukkan ke dalam krus
ditimbang ke dalam krus - Dapat ditambahkan asam sulfat
b. Menambahkan asam sulfatt sebanyak 3 tetes
secukupnya untuk pembasah - dapat di pijarkan dan di
c. Mampijarkan secara hati-hati dapatkan zat yang mengarang
pada suhu rendah selama
pemijaran, krus tidak boleh - Asam nitrat dan asam sulfat
ditutup rapat dapat ditambahkan pada
d. Menambahkan 2 ml asam nitrat bagian yang mengarang
dan 5 tetes asam sulfat pada
bagian yang telah mengarang - Zat dapat dipijarkan pada suhu
e. Memijarkan pada suhu 500-600o 500o dan didapatkan zat
dalam tanur sampai terbakar berwarna putih
f. Mendinginkan dan menambahkan - Dapat ditambahkan asam
4 ml asam klorida 6 N, tutup dan klorida dalam kurs dan
digesti diatas tangas uap selama didigesti dalam tangas uap air
15 menit hanya selama beberapa menit
g. Basahkan sisa dengan 1 tetes
asam klorida dan menambahkan - Diteteskan kloridan dalam
10 ml air panas dan digesti selama campuran yang terdapat di kurs
2 menit
h. Menambahkan ammonium - Ammonium hidroksida dan
hidroksida 6 N tetes demi tetes kertas lakmus berubah dari
sehingga larutan bereaksi merah menjadi biru
terhadap lakmus
i. Mengecek dengan air hingga 25
mL dan engatur pH antara 3-4 - Zat di pindahkan ke dalam
dengan asam asetan 1 N cawan penguap dan dapat di
menggunakan kertas indicator add hingga 25 ml lalu asam
j. Menyaring jika perl dan bilas krus asetat dan menghasilkan ph 3.0
dengan penyaring dengan 10 mL
air - Dilakukan penyaringan dan
k. Mengumpulkan filtrate dan dibilas dengan 10 ml air
masukan dalam tabung - Filtrate didapatkan dan
pembanding warna 50 ml dimasukan kedalam tabung
l. Menambahkan hydrogen sulfide pembanding warna lalu di add
yang dibuat segar ke dalam sampai 40 ml
larutan uji dan larutan baku - Dapat membuat hydrogen
m. Memperlakukan larutan dalam sulfida dengan segar
tabung pembanding warna dengan
ujung selang yang terdapat gas - Dapat ditempelkan pada ujung
hydrogen sulfida larutan dalam tabung
pembanding warna dan
menghasilkan gelembung
gelembung , warna tidak
berubah menandakan tidak
terdapat logam dalam sampel
Uji Kuantitatif
6.6 Pembuatan NaNO2 0,1 M
a. Ditimbang sebanyak 3,48 NaNO2 - Ditimbang 3,458 g NaNO2
b. Sampel dilarutkan hingga 500 ml - Didapatkan larutan NaNO2
sebanyak 500 mL
6.7 Pembakuan NaNO2 0,1 M
a. Sulfanilamida ditimbang sebanyak - Didapatkan sulfanilamide
500 mg sebanyak 0,086 g
b. Sampel dimasukan ke dalam labu - Sulfanilamid tidak larut
ukur yang berisi sedikit aquadest
c. Ditambahkan beberapa tetes HCl - Sulfanilamid larut dengan
hingga sulfanilamide larut dan ad ditambahannya HCl, dan
aquadest hinga 10 mL didapatkan larutan
d. Larutan dipindahkan ke dalam sulfanilamide sebanyak 10 mL
Erlenmeyer dan didinginkan - Larutan bersuhu 15oC
hingga suhu 15o
e. Ditambahkan KBr sebagai katalis
f. Ke dalam Erlenmeyer - Telah ditambahkan KBr
ditambahkan indicator dalam sebagai katalis
- Ditambahkan indicator
g. Sulfanilamida dititrasi dengan tropelin O-O:metilen blue (5:3)
larutan natrium nitrit dan larutan menjadi warna
h. Batang pengaduk dimasukan pada ungu
Erlenmeyer lalu larutan yang - Warna larutan perlahan
terbawa ditetesi pasta kanji memudar
- Ketika mencapai titik akhir
titrasi larutan yang ditetesi
pasta kanji langsung berubah
warna menjadi ungu
6.8 Penentuan Kadar
a. Sampel (parasetamol) ditimbang - Didapatkan sampel sebanyak
sebanyak 100 mg dan dimasukan I: 100 mg
ke dalam Erlenmeyer II: 102,9 mg
b. HCl ditambahkan kedalam - Ditambahkan 4 mL HCl 6N
Erlenmeyer
c. Larutan dididihkan selama 1 jam - Larutan di refluks selama
I : 30 menit
II: 1 jam
d. Kondetor dicuci dengan 30 mL air - Ditambahkan 12 mL aquadest
e. Ditambahkan KBr sebagai katalis - Ditambahkan KBr sebagai
f. Ditambahkan indicator dalam katalis
g. Titrasi sampel dengan natrium - Larutan berwarna ungu
nitrit - Larutan perlahan memudar
h. Batang pengaduk dimasukan pada - Ketika mencapai titik akhir
Erlenmeyer lalu larutan yang titrasi larutan yang ditetesi
terbawa ditetesi pasta kanji pasta kanji langsung berubah
warna menjadi ungu

VII. Data Perhitungan


7.1. HCl 6N 100 mL Diambil HCl 47, 6 mL
V1 x N1 = V2 x N2 V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 12,06 = 100 x 6 47,6 x 12,06 = 100 x N2
V1 = 49,75 (teoritis) N2 = 5,74 N (realita)
 HCl yang dibuat memiliki 7.4 Pembakuan NaNO2 0,1 M
konsentrasi 5,74 N Massa 1000
M= x
Mr volume
7.2 NaOH 0,1 N 15 mL
Massa 1000
Massa 0,1 = x
= V1 x N1 69 500
Mr
Massa = 3,458 gram
Massa = 0,1 x 155 x 40
7.5 Pembakuan NaNO2 0,1 M
Massa = 60 mg
V rata-rata NaNO2 = 6,6
7.3 Sulfanilamida 0,05 N 10
mL
mL
V Sulfanilamid = 10 mL
Massa 1000
N= x N Sulfanilamid = 0,05 N
BE volume
Massa 1000 V1 x N1 = V2 x N2
0,05 N = x
172 10
10 x 0,05 = 6,6 x N2
Massa = 0,086 gram
N2 = 0,075 N
7.6 Penetapan Kadar Parasetamol
 V1 NaNO2 = 1,7 mL
V1 x N1 x BE
% Parasetamol = x 100%
mg
1,7 mL x 0,075 N x 151,16
% Parasetamol = x 100%
102,9

% Parasetamol = 18,73 %
 V2 NaNO2 = 1,3 mL
V1 x N1 x BE
% Parasetamol = x 100%
mg
1,3 mL x 0,075 N x 151,16
%b Parasetamol = x 100%
102,9

% Parasetamol = 14,74 %

7.7 Uji Batas Logam Berat


10
L= x 100%
1000.000
L = 0.001 %
2
Parasetamol yang ditimbang = = 2 gram
1000 x 0,001

VIII. Pembahasan
Uji kualitatif pada bahan baku parasetamol yang pertama dilakukan
adalah uji organoleptis dengan memperhatikan bentuk sediaan, warna, bau
serta rasa bahan baku dan dibandingkan dengan literatur. Bahan baku
parasetamol yang diuji memiliki ciri-ciri yang sama dengan literatur yaitu
berbentuk serbuk hablur, berwarna putih, tidak berbau dan rasa pahit.
Uji kualitatif selanjutnya adalah uji kelarutan dimana 1 gr parasetamol
dilarutkan dalam 70 mL aquadest hasilnya adalah larut dengan pemanasan.
Pada literatur dikatakan bahwa parasetamol larut dalam air mendidih yang
berarti butuh 10-30 bagian air mendidih untuk melarutkan 1 bagian
parasetamol. Dapat diartikan bahwa hasil kelarutannya dalam 70 mL
aquades adalah sesuai literatur. Selanjutnya 1 gr parasetamol dilarutkan
dalam 7 mL etanol hasilnya larut. Pada literatur disebutkan bahwa
parasetamol mudah larut dalam etanol yang berarti hanya butuh 1-10 bagian
etanol untuk melarutkan 1 bagian parasetamol. Dapat diartikan bahwa hasil
kelarutannya dalam 7 mL etanol adalah sesuai literatur.
Uji reaksi warna yang dilakukan adalah uji Lieberman, uji FeCl3 dan
uji Nessler. Uji Lieberman menghasilkan warna kuning kehijauan, tetapi
seharusnya parasetamol dengan reagen Lieberman menghasilkan warna
violet. Jadi hasil dari uji Lieberman adalah negative, kesalahan terletak pada
pelarut parasetamol yaitu etanol seharusnya parasetamol dilarutkan dengan
aquadest. Karena ini reagen Lieberman malah mereaksi dengan pelarut
etanolnya. Begitu juga dengan uji FeCl3 hasilnya adalah kuning-jingga
seharusnya membentuk warna biru kompleks. Penyebabnya sama yaitu
pelarut etanol yang digunakan dan reagen bereaksi hanya dengan gugus
fenolnya. Sedangkan uji Nessler berhasil dilakukan karena hasilnya yangs
sesuai literatur yaitu warna kecoklatan. Saat reagen Nessler ditambahkan,
mereka bereaksi dengan gugus amin sekunder dari parasetamol.
Selanjutnya dilakukan uji batas logam berat. Menurut literatur batas
logam berat parasetamol adalah tidak lebih dari 10 bpj. Parasetamol 10 bpj
atau 2 gr parasetamol diambil sesuai perhitungan, lalu dilakukan sesuai
prosedur. Hasil akhir yang didapatkan ditentukan dengan melihat warna
hasil sampel dan larutan baku pembanding timbal yang keduanya telah
diberi gas asam sulfida sampai bergelembung dan berubah warna
kecoklatan. Sampel dikatakan sesuai literatur jika warna yang dihasilkan
tidak lebih gelap dari larutan baku pembanding. hasil sesuai literatur, yaitu
warna sampel tidak lebih gelap dari larutan baku pembanding timbal.
Dalam penentuan kadar parasetamol dalam hal menentukan
kemurniannya, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan metode
nitrimetri. Metode nitrimetri memiliki prinsip reaksi diazotasi, yaitu
pembentukan garam diazonium antara amin aromatik primer pada sampel
(parasetamol) dengan asam nitrit (HNO2).
Dalam prosesnya, refluks dilakukan untuk menghidrolisis parasetamol
menjadi p-aminofenol. Proses refluks dilakukan agar amin aromatik primer
terbentuk. Amin aromatik primer hanya terdapat pada p-aminofenol
sehingga parasetamol yang memiliki amin aromatik sekunder harus
dihidrolisis terlebih dahulu agar amin aromatik sekunder dapat berubah
menjadi amin aromatik primer. Hasil hidrolisis parasetamol yaitu P-
aminofenol dan asam asetat anhidrida.
Proses hidrolisis parasetamol hanya akan terjadi di dalam suasana
asam. Hidrolisis parasetamol akan memisahkan parasetamol pada ikatan
(HN-CO) menghasilkan asam asetat dan p-aminofenol. Dalam suasana
asam, ion hidrogen akan diikat oleh (HN-) membentuk NH2 aromatik (amin
aromatik primer).
Sumber: Ayyash et al, 2015
Asam yang digunakan untuk proses hidrolisis adalah HCl 6N.
Hidrolisis dapat terjadi dalam proses refluks parasetamol. Proses refluks
membutuhkan waktu sekitar 1 jam agar p-aminofenol didapat secara
maksimal (amin aromatik primer terbentuk dengan sempurna). Selain itu,
HCl digunakan untuk membentuk HNO2 dengan melakukan reaksi dengan
NaNO2 (pentiter).
Amin aromatik primer yang terbentuk di dalam erlenmeyer dilarutkan
dengan aquadest agar titrasi dapat berlangsung (aquadest berpengaruh
terhadap indikator). Sebelum titrasi berlangsung, suhu sampel hasil
hidrolisis dibuat menjadi 15oC dengan bantuan es batu. Perlakuan ini
dilakukan untuk menghindari dekomposisi garam diazonium yang akan
terbentuk. Garam diazonium dapat menjadi senyawa fenolik jika berada
pada suhu di atas 15oC.
Agar proses titrasi dapat berjalan dengan cepat, KBr padat digunakan
sebagai katalisator untuk mempercepat pembentukan garam diazonium dari
p-aminofenol dengan HNO2. Penggunaan katalis ini tidak wajib dilakukan
karena tanpa katalis reaksi diazotasi dapat berjalan hanya saja dalam waktu
yang lebih panjang.
Indikator yang digunakan pada proses titrasi diazotasi (sampel:
parasetamol) adalah indikator luar dan indikator dalam. Indikator luar yang
digunakan yaitu pasta kanji iodida dan indikator dalam yang digunakan
adalah Tropeolin-O-O : metilen biru (5:3). Indikator dalam merupakan
kombinasi dari dua pereaksi karena tropeolin-o-o memiliki warna kuning
yang apabila digunakan secara tunggal perubahan warna tidak tampak jelas
sehingga dikombinasikan dengan metilen biru yang berwarna biru agar
perubahan warna saat tercapai TAT tampak jelas. Indikator dalam
(tropeolin-o-o: metilen blue) dapat berubah warna ketika garam diazonium
terbentuk. Indikator dalam yang ditambahkan pada sampel (p-aminofenol)
memberikan warna awal ungu pada sampel. Setelah titik akhir titrasi
tercapai (garam diazonium terbentuk), warna ungu tersebut berubah
menjadi biru kehijauan. Indikator luar pasta kanji iodida digunakan ketika
warn ungu pada erlenmeyer mulai memudar. Garam diazonium yang
terbentuk akan memberikan warna biru-violet pada pasta kanji iodida.
Warna biru dihasilkan dari hasil oksidasi KI oleh ion nitrit bebas
membentuk iodin yang dapat bereaksi dengan kanji membentuk kompleks
berwarna biru-violet.
Pada erlenmeyer berisi sampel yang telah terbentuk garam diazonium
di dalamnya, didapatkan persentase kadar parasetamol. Kadar parasetamol
yang didapatkan sangat jauh dari kadar kemurnian berdasarkan Farmakope
Indonesia. Kadar parasetamol yang didapat adalah 18,73% dan 14,74%
sedangkan di literatur disebutkan kemurnian parasetamol adalah 98,8%-
101%. Hasil ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:
 Proses pemanasan tidak berlangsung secara baik karena waktu yang
digunakan hanya sampai 30 menit saja sehingga p-aminofenol yang
memiliki gugus amin aromatik primer tidak terbentuk semua, hanya
sebagian karena sebagian lagi masih berupa parasetamol yang belum
terhidrolisis (masih memiliki amin aromatik sekunder) yang tidak dapat
membentuk garam diazonium dengan HNO2 sehingga titik akhir titrasi
tidak dapat ditentukan.
 Sampel parasetamol yang digunakan kemurniannya berubah karena
pengaruh waktu. Berdasarkan pengamatan kualitatif maupun penetapan
kadar kelompok lain, kadar parasetamol yang didapat hanya berkisar
antara (14%-30%).
Sebelum titrasi dimulai, hal yang paling penting adalah mengetahui
terlebih dahulu kadar NaNO2 yang digunakan dengan cara pembakuan.
Prinsip pembakuan juga menggunakan prinsip diazotasi yaitu pembentukan
garam diazonium antara amin aromatik primer dengan HNO2 pada suasana
asam dan pada suhu 15oC. Saat proses pembakuan NaNO2 tidak dilakukan
refluks agar terjadi hidrolisis karena sulfanilamida yang digunakan telah
mengandung amin aromatik primer.

IX. Simpulan
9.1 Secara kualitatif parasetamol yang diuji didapatkan hasil sebagai
berikut:
Hasil uji Lieberman: kuning kehijauan: negatif.
Hasil uji FeCl3 : kuning-jingga: negatif
Hasil uji Nessler: Kecoklatan: positif.
Kelarutan dalam air (1:70): larut (dipanaskan)
Kelaruutan dalam etanol (1:7) : larut
Uji batas logam berat: sesuai
9.2 Secara kuantitatif yang dilakukan duplo, didapatkan kadar parasetamol
dalam Erlenmeyer masing-masing adalah 18,73% dan 14,74% yang
tidak memenuhi standar persyaratan kemurnian parasetamol yaitu
98,00-102%.
Lampiran

Gambar 2. Hasil penambahan


Gambar 1. Hasil uji logam
indicator dalam

Gambar 3. Hasil titrasi Gambar 4. Pengecekan pH


Gambar 5. Hasil penetesan pasta kanji Gambar 6. Proses penetesan pasta
kanji

Gambar 7. Hasil Uji Kualitatif Lieberman Gambar 8. Hasil Uji Kualitatif FeCl3
Gambar 9. Hasil Uji Kualitatif Nessler
DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, Rahmi. 2013. Comparative Study of Determination of Acetaminophen in


Phamaceutical Formulation by Spectrophotometric Method. International
Journal Pharmacy and Life Science. Vol. 4 (3) : 2444-2446.
Ayyash, Fatima et al. 2015. Removal of Aspirin, Salicylic Acid, Paracetamol, and p-
Aminophenol by Advanced Membrane Technology Activated Charcoal and Clay
Micelles Complex. International Case Studies Journal. Vol. 4(5): 74-111.

BPOM. 2017. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.123.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang Persyaratan
Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika. Tersedia online di
www.notifkos.pom.go.id [Diakses pada 13 Maret 2019].
Brittain, H. G., M. J. Mcleish. 1998. Analytical Profiles of Drug Substances and
Excipients. New York : Academic Press.
Chowrasia, D., Nisha Sharma. 2015. Analytical Chemistry : A Qualitative and
Quantitative Approach. Kanpar : KNOC Education.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Elsayed, dkk. 2014. Synthetis, Characterization, Antimicrobial, and Cytotoxic Studies
on Same Novel Metal Complexes of Schiff Base Ligand Derived From
Sulfadiazine with Molecular Orbital. International Journal of Chemistry and
Materials Research. Vol. 2 (1) : 1-16.
Gandjar, I. G., dan A. Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Gandjar, Ibnu Ghalib. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustakan
Pelajar.
Haynes, William M. 2014. CRC Handbook of Chemistry and Physics. Boca Ratun :
CRC Press.
Moffat, A. C. 1986. Clarke’s Isolation and Identification of Drugs 2nd Edition. London
: Pharmaceutical Press.
Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press.
Roos, Gregory., Cathryn Roos. 2015. Organic Chemistry Concepts. Murdoch :
Elsevier.
Saleh. 2004. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit
Institut Teknologi Bandung.
Scozzafava A., Carta F., Supuran C. T. 2009. Secondary and Tertiary Sulfonamides :
A Patent Review. Expert Opm Ther Pat. Vol. 23 Hal. 203.
Syamsuni, H A. 2007. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.
Turney, T. 1957. The Liebermann Reaction. Journal of Organic Chemistry. Vol. 22
(12) : 1692-1693.
WHO. 2018. The International Pharmacopeia Eight Edition. Singapore : WHO.
Widiarto, F., dkk. 2014. Studi Interaksi Farmakodinamik Efek Analgetik Kombinasi
Perasan Buah Mengkudu (Monuda citrifolia) dengan Paracetamol : Kajian
terhadap Waktu Reaksi Nyeri Menggunakan Metode Hot Plate pada Mencit.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol. 10 (1) : 813.
Wunas, J., Said, S., 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar: UNHAS.

Anda mungkin juga menyukai