ASIDIMETRI-ALKALIMETRI
II. Prinsip
2.1.Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif adalah metode analisis yang menyatakan jumlah
zat terlarut tertentu yang terkandung dalam larutan sampel (Day dan
Underwood, 2002).
2.2.Titrasi
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi
suatu zat yang belum diketahui sebelumnya disebut titrasi (Sunarya dan
Agus, 2007).
2.3.Netralisasi
Reaksi asam basa dimana saling bereaksi ketika dicampurkan dan
menghasilkan garam dan air (Chang, 2004).
III. Reaksi
3.1.Asam oksalat
Na2CO3 + 2HCl 2NaCl + H2CO3
3.2.Kalsium karbonat
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + CO2 + H2O (Basset, 1994)
VI. Prosedur
6.1.Pembuatan asam oksalat 0,1N
Pertama, lakukan penimbangan asam oksalat dan masukkan ke
dalam labu ukur. Lalu, tambahkan 50 mL aquades untuk melarutkan
padatan.
6.2.Pembuatan HCl
Masukkan HCl pekat ke dalam gelas kimia sebanyak 12,5%, lalu
encerkan HCl dengan menambahkan aquades hingga menjadi HCl 0,1 N.
Kemudian tutup larutan dengan plastik wrap.
6.3.Pembuatan NaOH
Pertama, didihkan aquades agar bebas dari CO2 sebanyak 2,5 L.
Lalu, timbang padatan NaOH dengan menggunakan kaca arloji sebanyak
10 gram. Setelah itu, aquades yang telah dididihkan, dipindahkan ke
beaker glass dan ditutup dengan plastik wrap untuk didinginkan sejenak.
Lalu, larutkan padatan NaOH ke dalam 2,5 L aquades bebas CO2.
6.4.Pembakuan HCl
Masukkan larutan NaOH sebanyak 25 mL ke dalam erlenmeyer
dengan menggunakan pipet volume dan tambahkan beberapa tetes metil
jingga. Lalu, titrasi larutan NaOH dengan HCl 0,1 N sebanyak tiga kali
(triplo).
6.5.Pembakuan NaOH
Pertama, masukkan larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer
sebanyak 10 mL menggunakan pipet volume dan tambahkan indikator PP
beberapa tetes. Masukkan larutan NaOH ke dalam buret, lalu titrasi asam
oksalat yang telah ditambahkan indikator PP sedikit demi sedikit hingga
terjadi perubahan warna. Lakukan sebanyak tiga kali (triplo).
6.6.Pembuatan CaCO3 dan perhitungan kadar
Padatan CaCO3 sampel nomor 3 ditimbang 300 mg sebanyak tiga
kali. Setelah itu, dilarutkan masing-masing padatan CaCO3 ke dalam 25
mL HCl dalam 3 erlenmeyer berbeda lalu tambahkan 3 tetes indikator
metil jingga. Masukkan NaOH yang telah dibakukan ke dalam buret
untuk membakukan larutan CaCO3. Titrasi sedikit demi sedikit hingga
terjadi perubahan warna. Lakukan titrasi sebanyak tiga kali (triplo).
VIII. Perhitungan
8.1.Pembuatan larutan asam oksalat 0,1N
m = 0,45 gram
8.2.Pembuatan larutan HCl 0,1N 100 mL
% HCl = 37 %
N=
N = 12 N
M1 × V1 = M2 × V2
12 × V1 = 0,1 × 100
V1 = 8 ml; Vaquadest = 92 ml
8.3.Pembuatan larutan NaOH 0,1N 250mL
m = 10 gram
8.4.Pembakuan HCl
V1 = 20
V2 = 18,75
V3 = 18,75
Vrata-rata = 19,1667 ml
M × 25 = 0,1128 × 19,1667
M = 0,0865 M
8.5.Pembakuan NaOH
V1 = 8,92
V2 = 8,85
V3 = 8,89
Vrata-rata = 8,8867 ml
M × 8,867 = 0,1 × 10
M = 0,1128 M
8.6.Perhitungan kadar CaCO3 sampel No. 3
Vtitrasi I = 5,6ml
Vtitrasi II = 5,6ml
Vtitrasi III = 4,2ml
% padat I =
% padat II =
% padat III =
IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, mula-mula sebelum percobaan dilakukan,
praktikan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat yang harus
dipersiapkan adalah batang pengaduk, beaker glass, bulb, buret, corong,
erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, penangas air, perkamen, pipet tetes, pipet
volume, spatel, statif, dan timbangan analitik. Setiap alat yang telah
dipersiapkan harus dibersihkan dengan dicuci terlebih dahulu, kecuali bulb,
penangas air, perkamen, statif, dan timbangan analitik. Bulb, penangas air, dan
timbangan analitik tidak perlu dilakukan pencucian karena alat-alat tersebut
tidak bersentuhan langsung dengan sampel atau senyawa-senyawa yang
digunakan selama percobaan. Selain itu, penangas air dan timbangan analitik
memiliki penggunaan dengan menggunakan bantuan tenaga listrik sehingga
apabila terdapat air maka dapat menyebabkan gangguan listrik arus pendek
yang dapat meyebabkan kerusakan pada alat dan timbulnya percikan api.
Statif juga tidak perlu dicuci karena hanya berguna sebagai penyangga buret
dan tidak berkontakan langsung dengan sampel. Batang pengaduk, beaker
glass, buret, corong, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, pipet tetes, pipet
volume, dan spatel harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal ini
disebabkan karena alat-alat tersebut dipakai sebagai wadah dan pembantu
secara langsung pada sampel, maka alat-alat tersebut akan berkontakan
langsung dengan sampel. Apabila terdapat zat-zat pengotor pada sampel
akibat pencucian pada alat yang kurang bersih maka zat-zat pengotor tersebut
dapat bereaksi dengan reagen atau ketika dalam penimbangan sehingga
mempengaruhi hasil akhir praktikum. Gelas ukur dan labu ukur merupakan
alat yang memiliki fungsi sama yaitu mengukur volume suatu larutan. Gelas
ukur dan labu ukur termasuk ke dalam alat-alat yang digunakan dalam analisis
kuantitatif. Namun, labu ukur memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan gelas ukur. Buret digunakan sebagai alat untuk titrasi
sebagai wadah larutan yang digunakan sebagai pentiter. Setelah buret
dibersihkan dengan air, buret dibilas dengan menggunakan aquades. Hal ini
bertujuan agar buret bebas dari zat-zat pengotor yang tertinggal. Kemudian,
pembersihan pada buret dapat dilakukan lebih baik apabila dibilas dengan
larutan yang akan digunakan. Hal ini bertujuan agar air yang menempel
selama pencucian dapat terbilas dengan larutan yang akan digunakan sebagai
pentiter sehingga larutan dalam buret menjadi lebih homogen dan memiliki
keakuratan yang lebih tinggi.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam oksalat, aquades,
CaCO3 sebagai sampel berupa padatan, etanol 70%, indikator PP, larutan HCl,
metil jingga, dan NaOH. Asam oksalat merupakan larutan baku primer dimana
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi dan telah diketahui konsentrasinya.
Asam oksalat digunakan sebagai larutan yang digunakan untuk standardisasi
larutan lainnya. Pada pembuatan larutan NaOH, pertama kali aquades
sebanyak 2,5 L dididihkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar aquades
bebas dari CO2 sehingga NaOH tidak berekasi dan terbentuk senyawa yang
tidak diinginkan seperti natrium karbonat pada saat NaOH dilarutkan. Lalu
aquades yang telah dididihkan, dipindahkan ke beaker glass dan ditutup oleh
palstik wrap agar CO2 tidak kembali masuk ke dalam aquades saat proses
pendinginan. Kemudian, padatan NaOH ditimbang menggunakan kaca arloji
pada timbangan analitik. Hal ini disebabkan karena NaOH bersifat hidroskopis
sehingga mudah mencair pada suhu ruang. Apabila menggunakan kertas
perkamen maka NaOH dapat menempel pada kertas yang menyebabkan
berkurangnya massa NaOH ketika akan dilarutkan. Setelah ditimbang, padatan
NaOH dilarutkan ke dalam 2,5 L aquades yang telah dingin. Masukkan NaOH
sedikit demi sedikit sambil di aduk sehingga NaOH dapat terlarut dengan
sempurna. Setelah itu, beaker glass kembali ditutup dengan plastik wrap.
Larutan NaOH merupakan larutan baku sekunder dan memiliki kemurnian
yang rendah sehingga konsentrasi yang dimililki kurang stabil dimana dapat
menurun dari semakin lamanya proses penyimpanan. Maka, larutan NaOH
harus dibakukan terlebih dahulu sebelum digunakan dengan menggunakan
larutan baku primer yang memiliki tingkat kemurnian tinggi dan telah
diketahui konsentrasinya. Reaksi pembakuan NaOH menggunakan larutan
baku primer asam oksalat sebagai analit.
Dalam pembuatan asam oksalat, pertama padatan ditimbang terlebih
dahulu di timbangan analitik. Asam oksalat tidak bersifat hidroskopis berbeda
dengan NaOH sehingga dalam penimbangan tidak diperlukan menggunakan
kaca arloji melainkan dapat digantikan dengan menggunakan kertas perkamen
sebagai wadah. Setelah padatan ditimbang, asam oksalat dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan aquades sebanyak 50 mL hingga
batas yang telah ditentukan. Penggunaan labu ukur bertujuan untuk
menghindari ketidaktepatan pengukuan volume pada pembuatan asam oksalat
karena labu ukur merupakan alat ukur kuantitatif yang memilki tingkat yang
lebih tinggi dibandingkan alat ukur yang lain.
Pada pembakuan NaOH dilakukan titrasi asidimetri dimana NaOH
digunakan sebagai titran. Larutan asam oksalat diberikan 3 tetes indikator PP
yang berfungsi sebagai pemberi tanda apabila titrasi telah mencapai titik
ketimbangan yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna. Sebelumnya,
larutan asam oksalat dipindahkan terlebih dahulu ke dalam erlenmeyer
sebanyak 10 mL dengan menggunakan pipet volume. Pipet volume digunakan
karena memiliki keakuratan pengukuran volume yang tinggi sehingga
pengambilan asam oksalat menjadi lebih tepat. Titrasi dilakukan sebanyak tiga
kali (triplo). Ketika telah mencapai pada titik kesetimbangan maka akan
terjadi perubahan warna merah muda, yaitu diantara pH 8,1 – pH 10. Apabila
belum terjadi kesetimbangan maka larutan tidak berwarna, namun apabila
penambahan yang dilakukan pada proses titrasi berlebih maka warna pada
larutan akan semakin pekat menjadi merah. Pada perhitungan yang telah
dilakukan maka didapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,1128 M.
Pada pembuatan HCl, HCl yang dibutuhkan oleh praktikan adalah HCl
0,1N. sebanyak 1,5 L. Pembuatan HCl dilakukan dengan proses pengenceran
HCl 37% atau 12N sebanyak 12,5 mL ke dalam 1478,5 mL aquades.
Pemindahan HCl pekat ke beaker glass harus dilakukan di ruang asam dengan
blower yang menyala dan praktikan harus menggunakan sarung tangan latex
dan masker untuk menghindari kecelakaan yang dapat menyebabkan iritasi
karena terkena asam kuat. Pelarutan HCl dilakukan dengan memasukkan HCl
pekat ke dalam aquades secara sedikit demi sedikit dan bukan sebaliknya. Hal
ini disebabkan karena pada pelarutan HCl akan disertai pula pelepasan panas
yang merupakan reaksi eksoterm. Apabila pengenceran HCl dilakukan dengan
memasukkan HCl terlebih dahulu dan menambahkan air, dikhawatirkan panas
yang dikeluarkan oleh HCl pekat dapat menyebabkan air mendidih secara
tiba-tiba sehingga menghasilkan percikan HCl yang berbahaya.
Setelah pembuatan HCl telah dilakukan, larutan HCl harus dibakukan agar
diketahui konsentrasinya. Pembakuan HCl dilakukan dengan titrasi metode
alkalimetri dimana NaOH yang telah dilakukan standardisasi sebagai analit.
Larutan HCl ditambahkan indikator metil jingga dimana akan terjadi
perubahan warna apabila telah mencapai rentang pH 3,1 – pH 4,4. Perubahan
warna yang terjadi dari merah menjadi kuning ketika telah mencapai titik
kesetimbangan. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali (triplo) dan didapatkan
konsentrasi HCl sebesar 0,0865M.
Selanjutnya dilakukan penentuan kadar dari sampel. Sampel yang
digunakan adalah CaCO3 nomor 3, dimana berbentuk serbuk, berwarna putih,
dan tidak berbau. Metode yang digunakan dalam proses titrasi yaitu
alkalimetri. Larutan yang digunakan sebagai titran adalah NaOH yang telah
dilkakukan standardisasi. Karena sampel yang didapatkan adalah padatan
maka harus dilakukan penimbangan pada sampel. Didapatkan massa I pada
sampel adalah 300,2 mg; massa II adalah 300,2 mg; massa III adalh 300,1 mg.
Padatan yang telah ditimbang harus dilarutkan terlebih dahulu dengan
menggunakan HCl sebanyak 25 mL sehingga terbentuk larutan CaCl2.setelah
larutan sampel terbentuk, tambahkan 3 tetes indikator metil jingga ke tiap
erlenmeyer. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Maka kadar yang didapatkan
sebesar 37,32%.
X. Kesimpulan
Dapat ditentukan kadar CaCO3 dengan menggunakan metode titrasi
asdimetri atau alkalimetri sebesar 36,42%; 36,41%; 39,41% dengan rata-rata
sebesar 37,32%.
DAFTAR PUSTAKA
Andari, S. 2013. Perbandingan Kadar Koroprofen Tablet secara Alkalimetri
Spekfotometri UV. Jurnal Eduhealth. Vol. 3 (3) : 114-119.
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chang, R. 2004. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Clark, Jim. 2013. Acid-Base Indicators. Available at www.chemguide.co.uk .
[diakses 1 Desember 2018].
Day, R. dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Indira, C. 2015. Pembuatan Indikator Asam Basa Karamunting. Kaunia. Vol 11
(1) : 1-10.
Keenan, C. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.
Padmanigrum, R. 2006. Titrasi Asidimetri. Tersedia online di
http://staff.uny.ac.id>sites>files>pengabdian. [diakses pada 1 Desember
2018].
Rufaida dan Waldjinah. 2009. Kimia. Klaten : Intan Pariwara.
Sulastri, I. 2009. Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak pada Biji Pinang
Sirih. Jurnal Chemica. Vol. 10 (1) : 59-63.
Welner, S. Introduction to Chemical Principle. USA : Cengage Learning.