Nama : Oktariananda
NPM : E1G020085
Prodi : Teknologi Industri Pertanian (TIP)
Kelompok : -
Hari/Tanggal : Selasa / 17 November 2020
Dosen : 1.Drs. Syafnil , M.Si
2.Dra. Devi Silsia , M.Si
Co-Ass : Muhammad Herdyenata Paski Pratama
(E1G017029)
Objek praktikum : TITRASI ASAM - BASA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Titrasi merupakan suatu metode untuk menetukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat d idalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasnya
diletakkan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut “ titer” dan biasanya diletakkan di dalam “ buret “. Baik
titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi
asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan Teknik
titrasi asam basa. Volumetri adalah Teknik analisi kimia kuantitatif untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi
berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir
titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk
ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau
metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan
perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi
dengan larutan basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan
basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa)
diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan. (Michael.
1997).
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan
turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa
atau sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik
tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Michael. 1997).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya
ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011).
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-
ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011).
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa
diantaranya: (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang
melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat
dan basa lemah. Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh
tehidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik ekuivalen,
sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sejumlah mol ion OH - yang
ditambahkan kelarutan sama dengan jumlah mol ion H + yang semula ada. Jadi
untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui
dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam
labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan
bebrapa tetes indicator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut. Indicator
biasanya ialah suatu asam atau basa organic lemah yang menunjukkan warna yang
sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua
bentuk ini berkaitan dengan ph larutan yang melarutkan indicator tersebut. Titik
akhir titrasi terjadi bila indicator berubah warna. Namun, tidak semua indicator
berubah warna pada ph yang sama, jadi pilihan indicator untuk titrasi tertentu
bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi ( dengan kata
lain apakah mereka kuat atau lemah) dengan demikian memilih indicator yang
tepat untuk titrasi, kita dapat menggunkan titik akhir untuk menentukan titik
ekuivalen ( chang Raymond. 2011 ).
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion
H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAB III.
METODOLOGI PERCOBAAN
- Corong kaca
Proses standarisasi :
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit
sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer
digoyang.
- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer
digoyang.
Ulangan Rata-
No Prosedur
I II III rata
Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III
Volume NaOH
2 9 mL 9,5 mL 10 mL 9,5 mL
terpakai
4.2 Perhitungan
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
ULANGAN (1)
Keterangan: a ( valensi )
M ( mol )
v ( volume )
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 Ma 5 = 2 0,1 10
5 Ma = 2
Ma = 2/5 = 0,4 M
ULANGAN (2)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 4,5 = 2 . 0,1 . 10
4,5 Ma = 2
Ma = 2/4,5 = 0,44 M
ULANGAN (3)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 5,5 = 2 . 0,1 . 10
5,5 Ma = 2
Ma = 2/5,5 = 0,36
9 + 9,5 + 10
= 9,5 ml
= 0,4 M
RATA – RATA
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 28,5 = 1 . 0,1 . 10
28,5 Ma = 1
Ma = 1/28,5 = 0,035 M
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan
dalam tiga kali ulangan dengan proses :
ULANGAN (1)
Keterangan: a ( valensi )
M ( mol )
v ( volume )
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 Ma 5 = 2 0,1 10
5 Ma = 2
Ma = 2/5 = 0,4 M
Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga
didapatkan pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 4,5 Ml
ULANGAN (2)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 4,5 = 2 . 0,1 . 10
4,5 Ma = 2
Ma = 2/4,5 = 0,44 M
Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :
5 ml + 4,5 ml + 5,5 ml
3
= 15
3
= 5 ml
Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga
dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume
asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan
menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer.
Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes
menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi
larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang.
Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi
pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka
cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes
kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 9 mL. Kemudian
mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada
ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 9,5 mL dan pada ulangan III
didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 10 mL. Kemudian menghitung rata-
rata volume NaOH terpakai yaitu :
9 + 9,5 + 10
= 9,5 ml
Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl dengan rumus :
RATA – RATA
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 28,5 = 1 . 0,1 . 10
28,5 Ma = 1
Ma = 1/28,5 = 0,035 M
BAB VI
PRNUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
JAWABAN PERTANYAAN
Jawab : Caranya adalah ketika sudah mendekati titik ekivalen usahakan agar
penambahan titernya secara perlahan, apabila perlu setengah tetes, biar tidak
melewati titik ekivalen terlalu jauh.
Jawab :
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator
Jawab :Indikator adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH
larutannya berubah. Jadi, dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan
yang sangat penting. Jika dalam percobaan tidak ditambahkan dengan indikator,
maka reaksi tidak akan berjalan.
Jawab :
Jika HCl dicampurkan dengan NaOH, maka ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan
ion OH- dari NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini disebut reaksi penetralan.
Sementara, Cl- dari HCl akan bereaksi dengan ion Na+ dari NaCl membentuk
garam NaCl.
HCl (aq) + NaOH (aq) >>> NaCl (aq) + H2O (I)
Di dalam larutannya, HCl dan NaOH akan terurai menjadi ion-ionnya, sehingga
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Dari reaksi diatas dapat disederhanakan menjadi reaksi ion bersih adalah
Jawab :
Tidak semua reaksi dapat diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;
2. Reaksi harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu
terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversible,
penentuan akhir titrasi tidak tegas.
4. Larutan baku yang dieraksikan denan analit harus mudah dibuat dan sederhana
penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrainya tidak mudah berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga:
Jakarta.
Affandi, A., 2012. Titrasi asam basa. Diakses pada tanggal 15 november 2015.