Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

Nama : Oktariananda
NPM : E1G020085
Prodi : Teknologi Industri Pertanian (TIP)
Kelompok : -
Hari/Tanggal : Selasa / 17 November 2020
Dosen : 1.Drs. Syafnil , M.Si
2.Dra. Devi Silsia , M.Si
Co-Ass : Muhammad Herdyenata Paski Pratama
(E1G017029)
Objek praktikum : TITRASI ASAM - BASA

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Titrasi merupakan suatu metode untuk menetukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat d idalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya.

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasnya
diletakkan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut “ titer” dan biasanya diletakkan di dalam “ buret “. Baik
titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi
asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan Teknik
titrasi asam basa. Volumetri adalah Teknik analisi kimia kuantitatif untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi
berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir
titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk
ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.

Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi.

Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau 
metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah
ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dengan senyawa yang ditentukan
disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri, titik ini sering ditandai dengan
perubahan warna senyawa yang disebut indikator.

Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :

1.      Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan


standar.

2.      Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.

3.      Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang


memberikan perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering
digunakan. Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.

4.      Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus


diketahui setepat mungkin.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang


mengandung asam.

2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini  sejumlah tertentu larutan asam ditetesi
dengan larutan basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan
basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa)
diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan. (Michael.
1997).

Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan
turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa
atau sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik
tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Michael. 1997).

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya
ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011).

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-
ekuivalen basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011).

Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa
diantaranya: (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang
melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat
dan basa lemah. Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh
tehidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik ekuivalen,
sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sejumlah mol ion OH - yang
ditambahkan kelarutan sama dengan jumlah mol ion H + yang semula ada. Jadi
untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui
dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam
labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan
bebrapa tetes indicator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut. Indicator
biasanya ialah suatu asam atau basa organic lemah yang menunjukkan warna yang
sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua
bentuk ini berkaitan dengan ph larutan yang melarutkan indicator tersebut. Titik
akhir titrasi terjadi bila indicator berubah warna. Namun, tidak semua indicator
berubah warna pada ph yang sama, jadi pilihan indicator untuk titrasi tertentu
bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi ( dengan kata
lain apakah mereka kuat atau lemah) dengan demikian memilih indicator yang
tepat untuk titrasi, kita dapat menggunkan titik akhir untuk menentukan titik
ekuivalen ( chang Raymond. 2011 ).

Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung hidrogen yang


bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau
menghasilkan OH- ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk
menghasilkan garam dan air. Teori bronsted memperluas definisi asam dan basa
dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori
bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida
bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam teori bronsted, asam
didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton kepada zat lain.
Dalam hal ini, proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa
adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa
menghasilkan asam dan basa yang lain. (Golberg, 2012).

Titrasi asam basa sering disebut asidialkalimetri, sedang untuk titrasi


pengukuran yang lain lain sering dipakai akhiran-ometri menggantikan- imetri.
Kata metri berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I
dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off).
Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata yunani. Jadi asidimetri
dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pengukuran dengan asam ( yaitu
di ukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 2010).

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan


volume, maka rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion
H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAB III.

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan

- NaOH 0,1 M                                     - Buret 50 mL

- HCl 0,1 M                                         - Statif dab klem

- H2C2O4                                                        - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

- Erlenmeyer                                            -- Indikator penolphetalein

- Corong kaca

3.2 Cara kerja

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas


dengan 5 mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang
tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk
membasahi dinding buret. Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan
NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala tertentu. Mencatat
kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

-          Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M


dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam
masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penophtalein (PP).

-          Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit
sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer
digoyang.

-          Mencatat volume NaOH terpakai


-          Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

-          Menghitung molaritas (M) NaOH.

3.2.1 Penentuan konsentrasi HCl

- Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke


dalam setiap Erlenmeyer

- Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator


penolphtalein (PP)

- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer
digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) HCl.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan Rata-
No Prosedur
I II III rata

Volume larutan asam oksalat


1 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
0,1 M

2 Volume NaOH terpakai 5 mL 4,5 mL 5,5 mL 5 mL

3 Molaritas (M) NaOH 0,4 M 0,44 M 0,36 M 0,4 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

Volume NaOH
2 9 mL 9,5 mL 10 mL 9,5 mL
terpakai

Berdasarkan hasil percobaan


3 Molaritas (M) NaOH 0.4 M
diatas

Molaritas (M) larutan


4 0,035M
HCl

4.2 Perhitungan
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

ULANGAN (1)

Keterangan: a ( valensi )

M ( mol )

v ( volume )

NaOH asam oksalat

a . Ma . va = b . Mb . vb

1 Ma 5 = 2 0,1 10

5 Ma = 2

Ma = 2/5 = 0,4 M

ULANGAN (2)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 4,5 = 2 . 0,1 . 10
4,5 Ma = 2
Ma = 2/4,5 = 0,44 M

ULANGAN (3)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 5,5 = 2 . 0,1 . 10
5,5 Ma = 2
Ma = 2/5,5 = 0,36

RATA RATA VOLUME NaOH TERPAKAI


5 ml + 4,5 ml + 5,5 ml
3
= 15
3
= 5 ml

RATA – RATA MOLARITAS (M) NaOH


ULANGAN 1 + ULANGAN 2 + ULANGAN 3
0,4 + 0,44 + 0,36
3
= 1,2
3
= 0,4 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

RATA – RATA VOLUME NaOH TERPAKAI

9 + 9,5 + 10

= 9,5 ml

BERDASARKAN HASIL PERCOBAAN DI ATAS ADALAH

= 0,4 M
RATA – RATA

a . Ma . va = b . Mb . vb

1 . Ma . 28,5 = 1 . 0,1 . 10

28,5 Ma = 1

Ma = 1/28,5 = 0,035 M
BAB V

PEMBAHASAN

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan
dalam tiga kali ulangan dengan proses :

Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan


menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah
diukur dalam gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam
Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah
itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan larutan
NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-
goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah menjadi pink
atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau
ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar
lagi. Langkah selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai.
Pada ulangan I didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 5 mL, catat pada
tabel laporan sementara dibagian Ulangan I. Kemudian hitung Molaritas NaOH
sebagai berikut :

ULANGAN (1)

Keterangan: a ( valensi )

M ( mol )

v ( volume )

NaOH asam oksalat

a . Ma . va = b . Mb . vb

1 Ma 5 = 2 0,1 10

5 Ma = 2
Ma = 2/5 = 0,4 M
Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga
didapatkan pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 4,5 Ml
ULANGAN (2)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 4,5 = 2 . 0,1 . 10
4,5 Ma = 2
Ma = 2/4,5 = 0,44 M

pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 5,5 mL


ULANGAN (3)
NaOH asam oksalat
a . Ma . va = b . Mb . vb
1 . Ma . 5,5 = 2 . 0,1 . 10
5,5 Ma = 2
Ma = 2/5,5 = 0,36

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :

RATA RATA VOLUME NaOH TERPAKAI

5 ml + 4,5 ml + 5,5 ml
3
= 15
3
= 5 ml

Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :


RATA – RATA MOLARITAS (M) NaOH
ULANGAN 1 + ULANGAN 2 + ULANGAN 3
0,4 + 0,44 + 0,36
3
= 1,2
3
= 0,4 M

Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga
dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume
asam oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan
menggunakan gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer.
Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes
menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi
larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang.
Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi
pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka
cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes
kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 9 mL. Kemudian
mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada
ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 9,5 mL dan pada ulangan III
didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 10 mL. Kemudian menghitung rata-
rata volume NaOH terpakai yaitu :

RATA – RATA VOLUME NaOH TERPAKAI

9 + 9,5 + 10

= 9,5 ml
Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl  dengan rumus :

RATA – RATA

a . Ma . va = b . Mb . vb

1 . Ma . 28,5 = 1 . 0,1 . 10

28,5 Ma = 1

Ma = 1/28,5 = 0,035 M
BAB VI

PRNUTUP

6.1 Kesimpulan

Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari


volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau
konsentrasi HCL. Titrasi dikenal sebagai cara untuk menentukan konsentrasi
suatu larutan yang belum diketahui konsenyrasinya dengan menggunakan larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya. Asam klorida tergolong asam kuat sehingga
lebih cepat dititrasi dibandingkan asam asetat yang tergolong asam lemah. Proses
titrasi harus dihentikan apabila warna larutan telah berubah warna menjadi merah
muda atau mencapai titik akhir.

Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes


indikator berubah warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang
digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga
harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah volume NaOH (basa)
diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.

6.2 Saran

Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan


larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini
kita juga harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa
(NaOH), karena volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi
HCl.
BAB VII

JAWABAN PERTANYAAN

1.Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen

Jawab : Caranya adalah ketika sudah mendekati titik ekivalen usahakan agar
penambahan titernya secara perlahan, apabila perlu setengah tetes, biar tidak
melewati titik ekivalen terlalu jauh.

2. Jelaskan dengan singkat fungsi indicator

Jawab :

Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N

Fungsi penambahan indikator penolphtalein untuk mengetahui terjadinya suatu


titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada
larutan.Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik
untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening
menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.

Standarisasi Larutan HCl 0,1 N

Penambahan indikator metil orange menyebabkan perubahan warna


larutanmenjadi kuning. Dalam proses titrasi digunakan indikator metil orange
yang jangkauannya pada pH 3,1 sampai pH 4,4 yang akan memberikan warna
kuning. Penambahan indikator ini bertujuan untuk menandai titik ekivalen titrasi
yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari yang awalnya berwarna
kuning menjadi berwarna orange. Warna ini dikarenakan adanya pengaruh ion
H+ dari  HCl yang bereaksi dengan indikator metil oranye dengan reaksi
:HInßàH+ + In.

3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambah dengan indikator
Jawab :Indikator adalah senyawa organik yang dapat berubah warna jika pH
larutannya berubah. Jadi, dalam reaksi indikator phenolptalein menjadi bahan
yang sangat penting. Jika dalam percobaan tidak ditambahkan dengan indikator,
maka reaksi tidak akan berjalan.

4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas

Jawab :

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

(COOH)       +         2NaOH           >>>     Na2C2O4          +          2H2O

Untuk menstandarisasi larutan NaOh maka dalam percobaan ini menggunkan


larutan asam oksalat H2C2O2 sebagai larutan standarnya. Berdasarkan hasil
percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui ini merupakan reaksi asidi-
alkalimetri asam basa antara asam oksalat dan basa NaOH. Volume asam oksalat
yang digunakan untuk titrasi adalah 10 mL. Asam oksalat sebagai sebagai titrant
yang diketahui berwarna bening dan NaoH sebagai titer yang berwarna bening
pula, sebelum dilakukan titrasi kita masukkan 3 tetes indikator PP yang diketahui
berwarna bening kedalam larutan oksalat agar pada saat titrasi dapat terjadi
perubahan warna ketika mencapai titik ekuivalen yaitu titik dimana jumlah larutan
asam oksalat sama denagn jumlah larutan pada NaOH yang diperlukan untuk
bereaksi sempurna. Dalam titrasi ini kita menggunakan indikator PP karena fenol
phenolptalein itu tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan terionisasi
lebih banyak dan dia akan memberikan warna yang terang dan perubahan
warnanya lebih mudah untuk diamati.

Standarisai HCl dengan larutan HCl

NaOH                  +     HCl     >>>     NaCl       +       H2O

Jika HCl dicampurkan dengan NaOH, maka ion H+ dari HCl akan bereaksi dengan
ion OH- dari NaOH membentuk air (H2O). Reaksi ini disebut reaksi penetralan.
Sementara, Cl- dari HCl akan bereaksi dengan ion Na+ dari NaCl membentuk
garam NaCl.
HCl (aq)          +          NaOH (aq)      >>>     NaCl (aq)        +          H2O (I)

Di dalam larutannya, HCl dan NaOH akan terurai menjadi ion-ionnya, sehingga
reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

H+  (aq) + Cl- (aq) + Na+ (aq) + OH- (aq) >>> Na+ (aq) + Cl- (aq) + H2O (aq)

Dari reaksi diatas dapat disederhanakan menjadi reaksi ion bersih adalah

H+ (aq)                        +          OH-(aq)           >>>     H2O (aq)

5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan larutan standar sekunder

Jawab :Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya


diperoleh dengan cara menimbang. Larutan standar sekumder adalah larutan yang
konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.

6. Tuliskan sayarat-syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi.

Jawab :

Tidak semua reaksi dapat diperguankan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ;

1.  Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang


jelas.

2. Reaksi harus cepat dan reversible. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu
terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversible,
penentuan akhir titrasi tidak tegas.

3. Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator).

4. Larutan baku yang dieraksikan denan analit harus mudah dibuat dan sederhana
penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrainya tidak mudah berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga:
Jakarta.

Edisi pengganti.2011. titrasi asam basa. http://esdikimia.


Wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-basa/.

Chang,Raymond. 2011. “ kimia dasar: konsp-konsep inti “ jilid 1/ edisi III.


Erlangga ; jakarta.

Goberg. 2012. Kimia analisis. UI Press; jakarta.

Harjadi, W.2010 Ilmu Kimia Analitik Dasar. Penerbit Pt.Erlangga; Jakarta .

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.

Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta.

Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar.

Affandi, A., 2012. Titrasi asam basa. Diakses pada tanggal 15 november 2015.

Petrucci, 2008. Kimia dasar 1. Erlangga; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai