Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion
hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan
konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor
proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan
larutan standar asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika
kita menentukan sampel yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar
basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri.
Pamanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk
menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar
300 mg kedalam 100 ml air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N
dengan menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari
larutan tidak berwarna berubah menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga
dipergunakan untuk menganalisis asam salisilat, proses titrasi dilakukan dengan
cara melarutkan 250 mg sampel kedalam 15 ml etanol 95% dan tambahkan 20 ml
air. Titrasi dengan NaOH 0.1 N menggunakan indikator phenolftalein, hingga
larutan berubah menjadi merah muda.
Titrasi adalah reaksi yang dilakukan dengan cara menambahkan satu larutan
ke larutan lain dengan sangat terkendali. Tujuannya adalah untuk menghentikan
titrasi pada titik ketika kedua reaktan telah bereaksi sempurna, suatu kondisi yang
disebut titik ekivalen titrasi. Kunci pada setiap titrasi pada titik ekivalen kedua
reaktan yang telah bergabung dalam proporsi stoikiometrik; keduanya terpakai
tanpa ada yang berlebih. Titrasi asam basa didasrkan atas reaksi netralisasi asam
dengan basa.
Larutan salah satu reaktan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kecil.
Reaktan lain, juga dalam bentuk larutan yang disebut titran, ditempatkan dalam
buret, suatu tabung panjang bertera yang dilengkapi klep sumbat. Larutan kedua
perlahan-lahan ditambahkan ke larutan pertama dengan mengatur sumbat. Ketika
sedikit zat yang ditambahkan pada campuran reaksi akan berubah warna pada atau
di dekat titik ekivalen, zat ini disebut indikator.
Salah satu prinsip penggunaan indikator asam-basa pada titrasi adalah untuk
menentukan titik ekivalen. Jika perubahan warna indikator terjadi pada titik
ekivalen, titik akhir titrasi, yaitu titik dimana terlihat perubahan warna terjadi pH
yang sama dengan titik ekivalen. Indikator umumnya adlah suatu asam atau basa
organik lemah yang akan berubah warnanya pada harga-harga daerah pH tertentu.
Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik ekivalen dan kesalahannya
disebut dengan kesalahan titrasi. Kesalahan titrasi dapat diperkecil dengan cara
memilih indikator yang setepat mungkin. Indikator phenolptalein daerah pH
dimana terjadi perubahan warna dari 8,2 – 10,0 dari tak berwarna menjadi warna
merah muda.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan
ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrat dan titer tepat habis bereaksi).
Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-
ekuivalen basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
N .V asam=N .V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah
ion H+ pada asam atau jumlah ion OH– pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
n . M . V asam=n . M . V basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH– (pada basa)
Data titrasi dapat digunakan untuk menentukan molaritas larutan yang dinamakan
standardisasi larutan. M 1 . V 1=M 2 .V 2
2. Alur percobaan
Larutan 10 mL larutan
NaOH C2H2O4 0,1 M
- Buret dibilas Dimasukkan
dengan aquades dalam labu
-Dimasukkan erlenmeyer
kedalam buret dengan
sampai melebihi gelas ukur
C2H2O 4 +
NaOHskala nol Ditambahkan 4
phenolptalein
-Larutan diturunkan tetes
tepat skala Diteteskan indikator
nol Larutan berwarna
NaOH phenolptalein
merah muda
-Sisa larutan
didinding buret Dicatat
volume
dibersikan dengan
NaOH
kertas saring Diulang 3
Konsentra
kali
si NaOH
2. Penentuan konsentrasi HCL dengan larutan NaOH
10 mL HCL
Konsentrasi HCL
- Diulang 3 kali
10 mL HCL 3. Penentuan HCL dengan ekstrak tumbuhan.
Konsentrasi HCL
- Diulang 3 kali
VIII. Analisis Data
Percobaan pertama
Dalam percobaan ini warna larutan C2H2O4 mula- mula adalah bening, dan juga
setelah ditambah 2 tetes phenolptalin adalah bening, tetapi setelah ditambah
NaOH warna larutan menjadi merah muda. Dalam 3 kali replikasi jumlah NaOH
yang diperlukan agar larutan berwarna merah muda tetap yaitu 10,0 mL. dengan
menggunakan rumus N1 V1 = N2 V2 kami memperoleh nilai N NaOH adalah
0,096 N
Reaksi kimianya adalah :
C2H2O4 (aq) + NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 2H2O(l)
Percobaan kedua
Dalam percobaan ini warna larutan HCl mula – mula berwarna bening, dan juga
setelah ditambah dengan 2 tetes phenolptalin warnanya tetap bening, tetapi setelah
NaOH lama kelamaan warna larutan adalah merah muda. Titik akhir titrasi adalah
berada pada volume 8.33 mL. . dengan menggunakan rumus N 1 V1 = N2 V2 kami
memperoleh nilai rata-rata N HCl adalah 0,08 N. Reaksi kimianya adalah :
HCl(aq)+NaOH(aq)→ NaCl(aq)+H2O(l)
Percobaan ketiga
Dalam percobaan ini warna larutan HCl mula – mula berwarna bening, dan
setelah ditambah dengan 2 tetes ekstrak tumbuhan rhoeo discolor warnanya
berubah menjadi kuning kehijauan , dan setelah ditambah NaOH lama kelamaan
warna larutan akan berubah menjadi kuning pudar. Volume NaOH yang
diperlukan agar larutan berubah warna menjadi kuning adalah 12,67 mL. . Dengan
menggunakan rumus N1 V1 = N2 V2 kami memperoleh nilai rata-rata N HCl adalah
0,12 N. Reaksi kimianya adalah :
HCl(aq)+NaOH(aq)→ NaCl(aq)+H2O(l)
IX. Pembahasan
Pada percobaan titrasi asam basa yang telah dilakukan, telah diperoleh data
seperti diatas. Pada percobaan titrasi asam basa yang pertama antara larutan asam
oksalat (C2H2O4) yang diletakkan di dalam tabung Erlenmeyer dan telah ditetesi 2
tetes indikator phenolptalein (PP) yang memiliki trayek PH 8,3 ─10,0 dengan
larutan NaOH yang ada di dalam buret. Pada saat pencampuran dilakukan dengan
cara meneteskan tetes demi tetes larutan NaOH yang belum diketahui
konsentrasinya ke dalam larutan asam oksalat (C2H2O4) di tabung Erlenmeyer
yang telah ditetesi indikator phenolptalein (PP), terjadi perubahan warna dari tak
berwarna (jernih) menjadi berwarna pink (merah muda) yang menunjukkan bahwa
larutan C2H2O4 telah bereaksi dengan NaOH dan menghasilkan senyawa
(COONa)2(aq) dengan pH netral berdasarkan reaksi :
C2H2O4(aq)+ 2NaOH(aq) → Na2C2O4 (aq) + 2H2O(l)
Pada percobaan selanjutnya yang melibatkan larutan NaOH yang ada di dalam
buret dengan larutan HCl X molar yang ada di dalam tabung Erlenmeyer yang
telah ditetesi indikator phenolptalein (PP), terjadi perubahan warna yang sama
yaitu dari larutan tak berwarna (jernih) menjadi berwarna merah muda. Hal ini
terjadi karena pada saat diteteskan larutan NaOH dari dalam buret kedalam tabung
Erlenmeyer dengan isi larutan HCl, terjadi reaksi antara keduanya hingga terbentuk
larutan dengan PH netral yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna.
Persamaan reaksi yang terjadi adalah :
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
Sedangkan pada percobaan yang ketiga, melibatkan larutan yang sama seperti
pada percobaan kedua yaitu larutan NaOH dengan HCl yang telah diketahui
konsentrasinya, tetapi pada percobaan ketiga ini, digunakan indikator ekstrak
tumbuhan yaitu ekstrak kol ungu. Pada saat dilakukan titrasi dengan meneteskan
NaOH tetes demi tetes kedalam larutan HCl yang ada dalam tabung Erlenmeyer,
terjadi perubahan warna dari berwarna kuning kehijauan karena ditetesi ekstrak
rhoeo discolor, menjadi berwarna hijau. Hal ini dikarenakan telah terjadi reaksi
antara larutan NaOH dan larutan HCl sehingga PH larutan berubah menjadi netral
yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna diatas. Persamaan reaksinya
adalah :
HCl(aq)+NaOH(aq)→ NaCl(aq)+H2O(l)
X. Kesimpulan
1. Konsentrasi NaOH sebesar 0,096 M, dengan perubahan warna dari yang tidak
berwarna menjadi warna merah muda pada asam oksalat (C2H2O4).(indikator
Phenolphtalein)
2NaOH + C2H2O4 → Na2C2O4 + H2O
2. Konsentrasi HCl sebesar 0,08 M, dengan perubahan warna dari yang tidak
berwarna menjadi warna merah muda. (indikator Phenolphtalein).
NaOH + HCl → NaCl + H2O
3. Konsentrasi HCl sebesar 0,12 M, dengan perubahan warna dari warna merah
muda menjadi warna hijau. (indikator ekstrak rhoeo discolor).
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Daun tersebut dapat dijadikan indikator tetapi harus dicampur ke dalam alkohol, maka
akan diperoleh larutan dengan warna kuning kemerahan. Dalam suasana asam
warnanya berubah menjadi merah muda (pink) dan dalam suasana basa berubah
menjadi hijau. Dengan demikian larutan daun rhoeo discolor juga dapat digunakan
sebagai indikator alami.
Dalam percobaan yang kami lakukan hasilnya sangat berbada jauh dikarenakan tidak
adanya pencapuran antara ekstrak tumbuhan dengan alkohol melainkan menggunakan
aquades.
Surabaya,.……..……………….
Mengetahui, Praktikan,
Dosen/Asisten Pembimbing
(……………………………….……) (……………………………….……)
LAMPIRAN
Hasil percobaan pertama