BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kimia analitik yaitu ilmu yang merupakan dasar dari metode mengenai
pemisahan-pemisahan dan analisa suatu bahan. Analisis dapat dilakukan dengan
mempelajari atau mengidentifikasi sesuatu dalam suatu penelitian dari sebuah
sampel yang didapatkan baik secara fisik maupun karakteristik sampel tersebut.
Analisis di dalam kimia dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tujuan
dilakukannya analisis, antara lain analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif adalah metode proses identifikasi dimana faktor yang dituju atau
difokuskan adalah karakteristik struktur dari sampel yang akan dijelaskan dalam
bentuk deskriptif dan hasil yang didapatkan merupakan data yang sesuai dengan
kenyataan yang terjadi di lapangan atau selama proses percobaan uji identifikasi
sampel. Sedangkan, analisis kuantitatif adalah metode proses identifikasi yang
menekankan terhadap penetapan jumlah suatu zat tertentu yang terdapat dalam data
yang telah diperhitungkan secara teori. Salah satu fungsi analisis kuantitatif adalah
menentukan kadar suatu senyawa dengan perhitungan. (Basset, 1994)
Titrasi merupakan proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang telah diketahui sebelumnya untuk bereaksi secara lengkap dengan
larutan yang konsentrasinya belum diketahui sebelumnya. Titrasi umumnya
digunakan untuk pembakuan atau standardisasi pada larutan baku sekunder, seperti
NaOH dan HCl dengan menggunakan larutan baku primer, seperti asam oksalat,
NaCl, atau larutan baku sekunder yang telah dilakukan standardisasi terlebih dahulu
menjadi larutan baku primer. (Sulastri, 2009)
Analisis kuantitatif adalah analisis penetapan jumlah suatu zat tertentu di dalam
suatu larutan sampel. Analisis kuantitatif berkaitan dengan identifikasi zat kimia.
(Day dan Underwood, 2002)
Asidimetri berasal dari kata asidi dan metri, dimana asidi berasal dari kata aad
yang berarti asam sedangkan metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu,
proses, seni mengukur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asidimetri adalah
pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam untuk menentukan basa.
Titrasi asidimetri-alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan reaksi
asam basa. Menurut pengertian lain, alkalimetri dapat diartikan sebagai suatu titrasi
dengan larutan standar basa untuk menentukan asam. Alkalimetri merupakan
metode yang berdasarkan pada reaksi netralisasi, yaitu reaksi anatara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan air hidroksida yang berasal dari basa yang
membentuk molekul air. Oleh sebab itu, alkalimetri dapat didefinisikan sebagai
metode untuk menetapkan kadar asam dari suatu sampel dengan menggunakan
larutan basa yang sesuai. Reaksi penetralan atau asidimetri-alkalimetri adalah salah
satu dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis
titrimetri. (Padmaningrum, 2006)
1.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk menstandarisasi larutan dan mencari konsentrasi suatu larutan asam
atau basa dengan cara titrasi.
2. Untuk mengetahui fungsi dari asidi alkalimetri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asidi Alkalimetri
Asidi-alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam dan basa.
Secara sederhana, asam merupakan larutan yang memiliki pH diatas 7 sedangkan
basa merupakan larutan yang memiliki pH kurang dari 7. Apabila kedua larutan
tersebut memiliki kekuatan yang sama, maka bila dicampurkan dengan volume
yang sama, akan didapat larutan yang memiliki pH netral. (Keenan, 1984)
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui konsentrasi dari larutan
standar sekunder, yaitu larutan yang dimana konsentrasinya didapat dengan cara
pembakuan yang dibantu dengan larutan standar sekunder atau larutan yang
konsentrasinya dapat diketehui secara langsung dari hasil penimbangan, yang
ditambahkan indikator pH sebagai penentu tingkat keasaman suatu larutan.
(Keenan, 1984)
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat penting
dalam kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti biologi,
kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering disebut
asidimetri-alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering
juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri berasal dari bahasa
Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur. Pengertian asidimetri dan
alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut asam dan basa. (Keenan,
1984)
2.2 Asam, Basa, dan Garam
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-
satunya ion positif. Sebenarnya ion hidrogen tak ada dalam larutan air. Setiap
proton bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan
sepasang elektron bebas yang terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion
hidronium (G. Shevla, 1985):
H+ + H2O → H3O+
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil
terlebih dulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekuivalen
dipakai indikator yang perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi
perubahan warna itu disebut titik akhir. (G. Shevla, 1985)
Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil
(Sastrohamidjojo, 2005):
Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
Titik stoikiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan.
Titik pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui
setepat mungkin.
Proses titrasi asam-basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang
dianalisis sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH, atau kurva titrasi. (Sastrohamidjojo, 2005)
2.3 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari
oksida basa Natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk
larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH digunakan di
berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses
produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium
hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
(Eka, 2018)
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan
secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut dalam
etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil
daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar
lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan
kertas. (Eka, 2018)
Tabel 2.1 Sifat Fisika NaOH
Nama Sistematis Natrium Hidroksida
Nama lain Soda kaustik
Rumus molekul NaOH
Massa molar 39,9971 g/mol
Penampilan zat padat putih
Densitas 2,1 g/cm³, padat
Titik leleh 318°C (591 K)
Titik didih 1390°C (1663 K)
Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20°C)
Kebasaan (pKb) -2,43
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alur atau Skema Percobaan
Hentikan titrasi jika warna kuning dari larutan berubah tepat menjadi
warna merah muda.
Hentikan titrasi jika warna kuning dari larutan berubah tepat menjadi
warna merah muda. Atau jika metil orange tidak ada, bisa digunakan 2-3
tetes indikator broom thymol blue.
Gambar 3.8 Skema Penentuan Kadar Ion Penetral Asam Air Leding
3.2.1 Alat :
- Buret : 1 buah
3.2.2 Bahan :
- Air leding : 25 mL
- Aquadest : 1750 mL
Gambar 3.17 Labu Ukur 250 mL Gambar 3.18 Labu Ukur 500 mL
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Standarisasi Larutan HCl Menggunakan Na2B4O7
No Titik Awal Titik Akhir Hasil Titrasi Perubahan Warna
1. 2 mL 38,5 mL 36,5 mL Kuning menjadi rose
2. 3 mL 39,8 mL 36,8 mL Kuning menjadi rose
Rata-rata titrasi 36,65 mL
Tabel 4.2 Data Hasil Standarisasi Larutan NaOH Menggunakan HCl
No Titik Awal Titik Akhir Hasil Titrasi Perubahan Warna
1. 0,2 mL 22 mL 21,8 mL Rose menjadi bening
2. 0,1 mL 23 mL 22,9 mL Rose menjadi bening
Rata-rata titrasi 22,35 mL
Tabel 4.3 Data Hasil Standarisasi Larutan H2C2O4 Menggunakan NaOH
No Titik Awal Titik Akhir Hasil Titrasi Perubahan Warna
1. 3,8 mL 34,8 mL 31,5 mL Bening menjadi ungu
2. 1,1 mL 32 mL 30,9 mL Bening menjadi ungu
Rata-rata titrasi 31,2 mL
Tabel 4.4 Data Hasil Penentuan Kadar Ion Penetral Asam Air Leding
No Titik Awal Titik Akhir Hasil Titrasi Perubahan Warna
Tidak terjadi perubahan
1. 5,6 mL 50 mL 44,4 mL
warna
ditetesi indikator metil orange yang bersifat asam maka warna yang dihasilkan
adalah merah, untuk titran yang bersifat basa warna yang dihasilkan adalah kuning,
dan untuk titran yang bersifat netral warna yang dihasilkan ialah kuning. Sedangkan
untuk indikator PP adalah senyawa kimia dengan rumus C20H14O4. Pada titran yang
ditetesi indikator PP apabila titran bersifat asam maka titran tersebut tidak
berwarna, sedangkan pada titran yang bersifat basa akan menghasilkan warna
merah, dan jika bersifat netral maka titran itu akan tidak berwarna pula.
Penambahan indikator dalam proses titrasi diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya hanya dua sampai tiga tetes. Untuk memperoleh ketetapan hasil titrasi
maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat
dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan
dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator yang disebut sebagai titik akhir titrasi.
Langkah pertama yaitu membuat larutan standart NaOH 0,1 M dengan cara
melarutkan 2 gram NaOH kristal dengan 500 mL aquadest dalam labu ukur 500
mL, kocok pelan-pelan, dan simpan larutan dalam labu ukur dalam keadaan
tertutup. Langkah yang kedua yakni membuat larutan standart Na2B4O7 yaitu
dengan menimbang terlebih dahulu 4,76 gram kristal Na2B4O7 kemudian dilarutkan
terlebih dahulu ke dalam beaker glass, lalu pindahkan larutan pada labu ukur 250
mL, dan tambahkan aquadest sampai tanda batas. Langkah yang ketiga yaitu
pembuatan larutan standart HCl 0,1 M dengan cara mengukur sebanyak ± 4,15 mL
HCl pekat (37%) lalu menuangkannya perlahan ke dalam labu erlenmeyer 500 mL,
lalu menambahkan aquadest sebanyak 500 mL, dan kocok sebentar agar larutan
menjadi homogen. Langkah keempat yaitu membuat larutan standart asam oksalat
0,1 M dengan cara menimbang 63 gram kristal yang dilarutkan dengan aquadest
100 mL pada beaker glass, lalu memindahkannya secara kuantitatif ke dalam labu
ukur 500 mL, lalu menambahkan aquadest sampai tanda batas kemudian kocok
agar homogen, dan simpan larutan dalam labu ukur yang tertutup.
Titrasi yang pertama yaitu menstandarisasi larutan HCl menggunakan Na2B4O7
0,05 M dengan cara pipet 25 mL Na2B4O7 0,05 M lalu memasukannya ke dalam
erlenmeyer, kemudian tambahkan 2-3 tetes indikator metil orange. Setelah titran
diberi indikator, warna yang dihasilkan adalah kuning. Langkah selanjutnya yaitu
jatuhkan larutan HCl dari buret secara perlahan. Dalam percobaan ini, Na2B4O7
adalah larutan standart primer dan HCl merupakan larutan standart sekunder. Hal
ini disebabkan karena Na2B4O7 adalah suatu garam yang bersifat basa lemah,
sifatnya mudah teroksidasi. HCl harus distandarisasi karena larutan ini mudah
menguap dan mudah bereakasi dengan senyawa lain di udara. HCl merupakan asam
kuat yang berbentuk cairan dan biasanya mempunyai kadar 37% dan densitasnya
1,2 g/mL. HCl digunakan pada reaksi netralisasi, yaitu suatu proses yang tidak
mengakibatkan terjadinya perubahan, baik perubahan valensi atau terjadinya
senyawa kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi. Na2B4O7 biasanya digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan normalitas HCl karena mudah diperoleh
dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi.
Na2B4O7 digunakan untuk menstandarisasi HCl karena antara Na2B4O7 dan HCl
terjadi reaksi yang sempurna. HCl akan bereaksi dengan Na2B4O7 membentuk
garam yang bersifat asam. Reaksi yang terjadi adalah :
Na2B4O7 . 10H2O + 2HCl 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2O
HCl berperan sebagai asam kuat sedangkan Na2B4O7 berperan sebagai basa lemah.
Dimana hasil titrasi nya adalah terbentuknya NaCl dengan otoborat (H3BO3).
Perubahan warna yang dihasilkan yaitu dari kuning menjadi rose karena hasil
bersifat asam, dimana indikator metil orange akan mengubah titran hasil titrasi
menjadi warna rose apabila titran tersebut bersifat asam. Volume rata-rata titrasi
yang didapat ialah 36,65 mL.
Titrasi yang kedua adalah menstandarisasi larutan HCl dengan NaOH yang
ditetesi menggunakan indikator metil orange. Warna yang dihasilkan setelah
ditetesi indikator metil orange adalah merah muda. Lalu titran dititrasi
menggunakan NaOH. Titrasi dilakukan selama dua kali. Volume rata-rata titrasi
yang didapat adalah 22,35 mL. HCl merupakan asam kuat dan NaOH merupakan
basa kuat. Sehingga, tidak ada reaksi yang terjadi. Hasil dari penitrasian hanyalah
garam dan air. Warna yang dihasilkan setelah titran dititrasi dengan NaOH adalah
bening.
Titrasi yang ketiga adalah menstandarisasi H2C2O4 menggunakan NaOH yang
ditetesi menggunakan indikator PP. Warna yang dihasilkan setelah titran ditetesi
indikator PP ialah bening. Setelah itu, titran dititrasi menggunakan NaOH sampai
warna berubah menjadi ungu. NaOH bersifat sebagai basa kuat dan H2C2O4 bersifat
sebagai asam lemah. NaOH akan bereaksi sempurna dengan H2C2O4 yang akan
menghasilkan garam yang bersifat basa. Reaksi yang terjadi adalah :
2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
Dari reaksi antara basa kuat dengan asam lemah tersebut akan lebih mudah diamati
titik akhir titrasinya. Dalam titrasi ketiga ini, menggunakan phenolptalein sebagai
indikator karena range pH indikator ini 8,5-10 yang artinya mendekati range pH
garam basa yang dihasilkan, sehingga dengan indikator ini dapat menunjukkan titik
akhir titrasi yang terbentuk dan ditunjukkan dengan perubahan warna dari bening
menjadi ungu muda. Titrasi dilakukan selama dua kali. Volume rata-rata titrasi yang
didapat adalah 31,2 mL.
Yang terakhir yaitu penentuan kadar ion penetral asam air leding yang dititrasi
mengguanakan HCl. Langkah percobaannya yaitu dengan menyiapkan 25 mL air
leding yang telah dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu, ditambahkan indikator
PP sebanyak 3 tetes. Warna yang dihasilkan ialah bening. Setelah itu, titran dititrasi
menggunakan HCl. Volume titrasi yang didapat adalah 44,4 mL dan tidak terjadi
perubahan warna. Ini berarti air leding tersebut hanya sedikit mengandung nilai OH-
dan CO32-.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hasil volume rata-rata titrasi HCl dengan Na2B4O7 adalah 36,65 mL, volume
rata-rata titrasi NaOH dengan HCl adalah 22,35 mL, dan rata-rata volume
titrasi C2H2O4 dengan NaOH adalah 31,2 mL.
2. Fungsi dari asidi alkalimetri adalah untuk mengetahui konsentrasi suatu
larutan dengan cara titrasi menggunakan prinsip asam basa.
5.2 Saran
1. Penambahan indikator dalam proses titrasi diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya hanya dua sampai tiga tetes.
2. Untuk memperoleh ketetapan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA