Anda di halaman 1dari 14

STANDARISASI LARUTAN NaOH 0,1M DAN PENGGUNAANNYA

DALAM PENETAPAN KADAR ASAM CUKA PERDAGANGAN


LATIEF SUSILA AJI
Pendidikan Kimia,Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Jalan Laksada Adisucipto, Yogyakarta 55281
e-mail: latiefsusilaa17@gmail.com
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan penentuan konsentrasi pasti (molaritas) suatu larutan. Dalam
proses ini prosedurnya adalah dengan titrasi. Titrasi adalah metode umum untuk
menentukan jumlah atau konsentrasi zat yang tidak diketahui. Metode ini mudah
digunakan jika hubungan kuantitatif antara dua larutan yang bereaksi diketahui. Metode
ini sangat cocok untuk reaksi reduksi asam-basa dan oksidasi. Titrasi memungkinkan
konsentrasi asam / basa yang tidak diketahui untuk ditentukan dengan tingkat akurasi
yang tinggi. Untuk menganalisis asam / basa yang tidak diketahui, kita harus memiliki
solusi "standar" untuk bereaksi dengan yang tidak diketahui. Pada percobaan ini,
bertujuan untuk menentukan molaritas larutan NaOH dengan larutan standar asam
oksalat serta menetapkan kadar asam cuka perdagangan. Standarisasi dan penetapan
kadar ini menggunakan indikator fenoftalein. Fenoftalein adalah salah satu indikator
asam-basa sintetik yang memiliki rentang pH antara 8,3-10,0. Pada proses pengujian
standarisasi NaOH 0,1M ditetesi dengan fenoftalein (pp) dan memerlukan 10 ml NaOH
menghasilkan perubahan warna menjadi merah muda, serta larutan NaOH, setelah
ditirasi dengan larutan asam 100 ml oksalat berubah menjadi bening, tahap ini
menghasilkan volume titrasi pertama 8,2, selanjutnya titrasi kedua menghasilkan 7,2,
pada titrasi ketiga 8,2, serta volume rata-rata ketiga titrasi ini adalah 7,8. Sedangkan
untuk percobaan yang kedua menentukan kadar asam cuka perdagangan yang dienceran
menjadi 100 ml dengan penambahan air suling, kemudian ditetesi fenoltalein (pp tidak
mengalami perubahan warna ( bening) dengan volume titrasi pertama 12,2 dan 10,6
kedua, serta 10,2 dan diperoleh volume rata-rata ketiganya 11. Akan tetapi, saat dititrasi
dengan NaOH standar mengalami perubahan warna menjadi merah muda. Kesimpulan
dari percobaan ini adalah diperoleh molaritas NaOH dengan larutan standar asam
oksalat sebesar 0,078 M dan kadar asam cuka perdagangan sebesar 9,92%. Penentuan
molaritas larutan NaOH dengan larutan standar asam oksalat disebut dengan Asidimetri
dan penetapan kadar asam cuka perdagangan disebut Alkalimetri.

Kata kunci: asam cuka, asam oksalat, larutan standar, standarisasi, titrasi.
PENDAHULUAN
Perkembangan industri pabrik semakin hari semakin berkembang pesat. Sebagai
gambaran, melesatnya industri asam cuka yang diperdagangkan. Asam cuka merupakan
asam lemah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari Setiap merk asam cuka
memiliki tingkat keasaman yang bebeda-beda.
Perkembangan pabrik asam asetat di Indonesia merupakan salah satu industri
kimia yang cukup luas seperti industri Purified Terephtalic Acid (PTA), industri etil
asetat dan juga digunakan sebagai bahan untuk membuat bahan-bahan kimia. Salah satu
produk dari asam asetat, yaitu cuka sekarang banyak dibutuhkan baik untuk bahan
penyedap maupun untuk bahan praktikum. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
terhadap kadar-kadar produk asam cuka yang diperdagangkan.
Cuka adalah suatu kondimen yang dibuat dari berbagai bahan yang bergula atau
berpati melalui fermentasi alkohol yang diikuti dengan fermentasi fermentasi asetat.
Produk ini merupakan suatu larutan asam asetat dalam air yang mengandung cita rasa,
zat warna dan substansi yang terekstrak, asam buah, esterester, garam-garam organik
dari buah, yang berbeda-beda sesuai dengan asalnya (Nurismanto Rudi, 2014).

Asidimetri dan alkalimetri adalah proses netralisasi dengan mereaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Penetralan sering disebut sebagai reaksi antara
asam dan basa. Asidimetri adalah penentuan konsentrasi suatu larutan basa dengan
menggunakan larutan asam sebagai standarnya. Sebaliknya, Alkalimetri adalah
penentuan konsentrasi suatu larutan asam dengan menggunakan larutan basa sebagai
standarnya (Suyatno, 2007).
Secara umum, larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih banyak zat,
yang terdiri dari ion atau molekul. Larutan sering digunakan dalam percobaan-
percobaan di bidang sains. Terutama dalam proses titrasi, seperti titrasi asam dan basa.
Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volume larutan standar
ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal.
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti.
Berdasarkan kemurnianya lautan standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan
larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang
dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian
tinggi (konsentrasi diketahui dari masa-volum larutan. Larutan standar sekunder adalah
larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu
dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standarisasi
(Day Underwood, 1999).
Titrasi asam basa adalah prosedur untuk menentukan jumlah asam (atau basa)
dalam larutan dengan menentukan volume basa (atau asam) dari konsentrasi yang
diketahui yang akan bereaksi sepenuhnya dengannya. Kurva titrasi asam basa adalah
plot pH larutan asam (atau basa) terhadap volume basa tambahan (atau asam). Kurva
seperti ini digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang proses titrasi. Anda dapat
menggunakan kurva titrasi untuk memilih indikator yang akan muncul ketika titrasi
selesai (Ebbing Gamon, 2009).
Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi
biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang
dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W Haryadi, 1990). Saat melakukan
proses pengenceran yaitu dengan mencampur larutan pekat kemudian ditambahkan
pelarut untuk memperoleh volume akhir yang lebih besar.
Berikut ini adalah syarat-syarat yang diperlukan agar proses titrasi berhasil:
1. Konsentrasi titran (NaOH) harus diketahui. Larutan seperti ini disebut
larutan standar.
2. Titik ekuivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan
warna, atau sangat dekat dengan titik ekuivalen yang sering digunakan.
Salah satunya dengan mengetahui perubahan warna larutan pada saat
proses titrasi berlangsung. Titik pada saat indikator berubah warna
disebut titik akhir.
3. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen harus
diketahui setepat mungkin.(Dani Ika, 2009).
Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat tertentu
yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, seringkali
dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian
besar sampel yang dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih
dari sekitar 1% dari sampel, maka analit dianggap sebagai konstituen utama. Zat itu
dianggap konstituen minor jika jumlahnya berkisar antara 0,01 hingga 1% dari sampel.
Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen
pelarut (Day, 1998). Menganalisis secara kuantitatif dengan suatu reaksi zat larutan
standar yang telah diketahui konsentrasinya secara akurat, sehingga memperoleh hasil
yang valid. Reaksi antara zat yang diteliti tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Sebagian besar asam adalah asam lemah, yang hanya terionisasi hingga batas
tertentu dalam air. Di ekuilibrium, larutan encer dari asam lemah mengandung
campuran asam takterionisasi molekul, ion H3O1, dan basa konjugasi. Contoh asam
lemah adalah hidrofl asam uoric (HF), asam asetat (CH3COOH), dan ion ammonium
(NH14). Batas ionisasi asam lemah terkait dengan konstanta kesetimbangan untuk
ionisasi.(Chang, 2010).

METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan NaOH 0,1M, asam
cuka perdagangan, indikator fenoftalein, dan air aquades. Sedangkan alat-alat yang
digunakan antara lain:

1) Buret 50ml, berfungsi untuk mengukur volume cairan yang keluar seperti pipet.
Pada praktikum ini digunakan untuk mentitrasi larutan asam oksalat dan larutan
NaOH.
2) Labu ukur 100ml, berfungsi untuk menyiapkan larutan dalam kimia analitik yang
konsentrasi dan jumlahnya diketahui dengan pasti dengan keakuratan yang sangat
tinggi. Untuk praktikum ini digunakan untuk mengencerkan larutan asam oksalat dan
larutan NaOH.
3) Pipet tetes, berfungsi membantu memindahkan cairan dari wadah yang satu ke wadah
yang lain dalam jumlah yang sangat kecil tetes demi tetes. Dalam praktikum ini
digunakan untuk memindahkan indikator fenoftalein ke dalam Erlenmeyer.
4) Sendok sungu, berfungsi untuk mengambil bahan padatan yang berbentuk
serbuk. Digunakan untuk mengambil serbuk asam oksalat 1,26 gr.
5) Erlenmeyer, Erlenmeyer berfungsi untuk menampung larutan yang akan dititrasi pada
proses titrasi. Digunakan dalam praktikum ini untuk menampung larutan asam cuka
dan NaOH.
6) Neraca analitik, berfungsi untuk menimbang massa suatu zat. Di dalam
praktikum ini neraca analitik digunakan untuk menimbang Kristal asam oksalat
sebesar 1,26 gr.
7) Pipet ukur, berfungsi untuk memindahkan volume cairan dari satu tempat ke
tempat yang lain. Dalam percobaan ini digunakan untuk memindahkan larutan
NaOH dan asam cuka.
8) Gelas arloji, berfungsi untuk menimbang bahan-bahan kimia yang bersifat
higroskopis. Pada percobaan ini digunakan untuk menimbang Kristal asam
oksalat sebesar 1,26 g pada neraca analitik.
9) Bola hisap, berfungsi untuk membantu proses pengambilan suatu larutan.
10) Corong, membantu memasukan serbuk/larutan kedalam wadah yang kecil
mulutnya. Dalam percobaan ini digunakan untuk memasukan larutan ke dalam
buret.
Cara kerja:
1. Diagram alir cara kerja penentuan molaritas NaOH

Disiapkan Dimasukan Labu ukur


Mulai Asam
100 mL
Oksalat 1,26
g

Dimasukan
Ditambahkan

Air suiling Buret


Dititrasi 3x

Perubahan Warna

Air suling

Ditambahkan
10 mL Erlenmeyer 2 tetes pp
NaCl

Dituang Ditambahkan
Penentuan molaritas NaOH

Ditimbang 1,26 g asam oksalat, dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml


dan ditambah dengan airsuling hingga volume tepet 100 ml.

Satu buret disiapkan dan di cuci, diisi larutan asam oksalat yang telah
disiapkan.

Dituang 10 ml larutan NaOH ke dalam erlenmeyer, ditambah 10 ml air


suling dalam 1-2 tetes indikator P.P.
.

Kemudian di titrasi dengan larutan asam oksalat hingga warna merah


.jambu

Titrasi dilakukan 3kali.

2. Diagram alir cara kerja penetapan kadar asam cuka perdagangan

10 mL asam cuka
perdagangan

Dimasukkan

Labu ukur 100 mL


Diencerkan

10 mL Dimasukkan

Erlenmeyer 125 mL

Larutan NaOH standar


Ditambahkan

2 tetes pp

Dititrasi 3x
Warna hilang
Penetapan Kadar Asam cuka perdagangan

Diambil 10 ml larutan asam cuka perdagangan dengan pipet ukur,


kemudian dimasukan dalam labu ukur kapasitas 100 ml dan diencerkan
hingga volume 100 ml.

Diambil 10 ml larutan asam oksalat encer, dimasukan ke dalam erlenmeyer


ukuran 125 ml dan di tambah 2 tetes inikator PP.

Larutan ini di tritasi dengan larutan NaOH standar hingga terjadi perubahan
warna

Titrasi dilakukan 3 kali

Setelah selesai buret harap dicuci dengan asam pencuci (sisa asam
asetat perdagangan)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perhitungan
a. Reaksi: 2NaOH(aq) + H2C2O4 . 2H2O(s)⟶Na2C2O4(aq) + 4H2O(l)
 Massa H2C2O4 . 2H2O = 1,26 gram
 MrH2C2O4 . 2H2O = 126 gram/mol
massa 1,26
 MolH2C2O4 . 2H2O = = = 0,01 mol
Mr 126

mol 0,01
 MolaritasH2C2O4 . 2H2O = = = 0,1 M
V (L) 0,1

 GrekH2C2O4 . 2H2O = GrekNaOH


Rumus Titrasi
N (asam) . Ma. Va = N (basa) . Mb. Vb
2.0,1.7,8mL = Mb .20mL . 1

2 .0,1.7,8mL
= Mb
20mL . 1

0,078 = Mb

Jadi, dari perhitungan diatas dapat diperoleh molaritas NaOH sesudah


diencerkan adalah 0,078 M.
 Molaritas NaOH sebelum pengenceran :
Msebelum .Vsebelum =Msesudah .Vsesudah

Msebelum .10mL = 0,078 M . 20mL


0,078 M . 20mL
Msebelum =
10mL
Msebelum = 0,156 M
Jadi, diperoleh molaritas NaOH sebelum diencerkan adalah 0,156.
b. Reaksi: CH3COOH(aq) + NaOH(aq)⟶ CH3COONa(aq) + H2O(l)
 V NaO H rata-rata = 10,6 mL
 Grek CH3COOH = GrekNaOH
 M .V . n = M .V .n
M .10mL . 1 = 0,156 M .10mL . 1

0,156M . 10mL . 1
M =
10mL . 1

M = 0,16536 M
Jadi, diperoleh M CH3COOH setelah diencerkan adalah 0,16536 M
 Molaritas CH3COOH sebelum pengenceran :
Msebelum .Vsebelum =Msesudah .Vsesudah
Msebelum .10mL =0,16536M . 100mL

0,16536 M . 100mL
Msebelum =
10mL

Msebelum = 1,6536 M
Jadi, diperoleh molaritas sebelum pengenceran sebesar 1,6536 M

 % Kadar CH3COOH dalamlarutan


M CH3COOH .Mr CH3COOH
10
1,6536 M . 60
=
10
= 9,92 %
Analisis Data

Dengan menganalisis data-data diatas, memperoleh volume-volume yang berbeda-beda.


Beberapa factor yang menyebabkan terjadinya perbedaan, antara lain:

1. Kurang teliti dalam melakukan praktikum.


2. Alat-alat laboratorium yang tidak steril.
3. Ketidaksesuaian praktik dengan teori.
4. Penggunaan indikator fenoftalein yang ada kesalahan.

Sebagai indikator dalam praktikum fenoftalein berfungsi untuk mengetahui titik titrasi
pada percobaan ini. Indikator yang tepat menimbulkan perubahan warna. Selain itu,
didapat juga hasil-hasil setelah dilakukanya percobaan, antara lain:

1. Penentuan Molaritas NaOH


No Bahan Perlakuan Keterangan
1 Asam oksalat 1,26gr Ditambahkan 100 ml aquades Menghasilkan larutan
2 Larutan NaOH 10 ml Ditambahkan 10 ml aquades Menjadi larutan NaOH
3 Larutan NaOH Ditambahkan indikator PP 1-2 Terjadi perubahan
tetes warna larutan dari
bening menjadi merah
muda.
4 Larutan Asam Dimasukan ke dalam buret dan Saat volume larutan
Oksalat (H2C2O4 dititrasi ke dalam erlenmeyer asam oksalat yang
.2H2O) yang berisi larutan NaOH. dimasukkan/diteteskan
ke dalam erlenmeyer
yang berisi larutan
NaOH sebanyak 20 ml.
Larutan NaOH yang
telah dititrasi berubah
warna menjadi bening.
2. Penetapan kadar asam cuka perdagangan

No Bahan Perlakuan keterangan


1. Larutan asam  Diencerkan dengan di Larutan asam cuka setelah di
cuka 10 ml tambah 100 ml tetesi indikator fenoftalein dan
aquades kedalam labu dititrasi berubah dari bening
ukur kapasitas 100ml menjadi warna merah muda.
 Diambil 10ml larutan
encer dimasukan ke
dalam Erlenmeyer
ukuran 125ml.
 Di titrasi dan di
tambah 2 tetes pp
 Volume asam cuka
untuk titrasi 100ml

Pembahasan
Proses titrasi larutan NaOH dengan asam oksalat menggunakan indikator
fenoftalein (PP) karena indikator ini akan mengalami perubahan warna apabila telah
melewati titik ekuivalen yaitu ang sering disebut dengan titik akhir titrasi dan
mempunyai jangkauan pH antara 8,0-9,6 . fenoftalein akan berubah menjadi merah
muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8,2 atau lebih. Perubahan warna indikator
fenoftalein akan tidak bewarna (bening) jika berada dalam larutan asam dan akan
berubah warna menjadi merah muda dalam larutan basa. Sehingga indikator PP
adalah indikator yang paling tepat digunakan untuk memperkecil kesalahan pada
titrasi larutan NaOH dengan asam oksalat.
Pada praktikum ini saat indikator PP diteteskan pada larutan asam, larutan
tetap bening (tidak berwarna menandakan bahwa larutan bersifat asam). Ketika
ditambahkan larutan basa tetes demi tetes terjadi perubahan warna menjadi merah
muda, namun tidak lama kemudian mengalami perubahan warna lagi menjadi
bening. Hal ini menandakan belum tercapai titik ekuivalen. Kemudian pada saat
volume basa yang diteteskan (dalam hal ini NaOH) terjadi perubahan warna
indikator menjadi merah muda sepenuhnya dan inilah yang disebut titik ekuivalen.
Lihat gambar 1.1.

Reaksi antara asam oksalat dan NaOH


Reaksi : HC2H3O2(aq) +NaOH(aq) ---> C2H3O2Na(aq) + H2O(l)
Gambar 1.1
( sumber: Sundus Maria R.W, 2010)

Data pengamatan

Titrasi I Titrasi II Titrasi III V rata-rata


V NaOH 10 mL 10Ml 10mL 10mL
V H2C4O4. 2H2O 8,2 7,2 8,2 7,8
Setelah dilakukan percobaan , maka diperoleh volume rata-rata asam oksalat 7,8 mL
dan molaritas NaOH adalah 0,156.
Reaksi yang terjadi antar asam cuka dan NaOH
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)
lihat contoh gambar 1.1

Proses percobaan yang kedua yaitu menentukan kadar asam cuka perdagangan
dengan mentitrasi larutan asam cuka dengan NaOH. Asam cuka saat ditetesi
phenoptalein tidak berubah warna. Phenoptalein adalah indikator yang lain yang sering
digunakan dan phenoptalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus
ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-ionnya berwarna merah muda terang.
Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser kesetimbangan ke arah kiri, dan
mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan
ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya dan
mengubah indikator menjadi merah muda. Setengah tingkat terjadi pada pH 9,3 karena
pancampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda
yang pucat hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat.Untuk menganalisis asam
cuka dalam cuka perdagangan dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi. Titrasi ini
merupakan titrasi alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk mentitrasi
asam bebas. Dalam titrasi ini digunakan buret yang berukuran 50mL. Contoh Set alat
titrasi ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gambar buret 1.2.
(sumber: Surahman, Arif. 2017)

Data pengamatan
Merk asam cuka yang dipakai

Titrasi I Titrasi II Titrasi III


Skala awal buret 0 0 0
Skala akhir buret 10,6 10,2 11
Vol NaOH (mL) 10,6 10,2 11

Setelah melakukan percobaan, maka diperoleh molaritas CH3COOH setelah


diencerkan yaitu sebesar 0,16536 M. sementara itu, molaritas CH3COOH sebelum
dilakukan pengenceran sebesar 1,6536 M. .

KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dan pengamatan dapat disimpulkan bahwa penentuan
larutan NaOH dengan larutan standar asam oksalat menggunakan teori asidimtri
menghasilkan molaritas NaOH d 0,078 M dan untuk penentuan kadar asam cuka
perdagangan melalui teori alkalimetri diperoleh sebesar 9,92%. Sementara, perubahan
warna terjadi dari bening menjadi merah muda ketika larutan NaOH( Basa) ditambah
dengan indikator fenoftalein(PP). Sedangkan, larutan Asam cuka ketika ditetesi
indikator fenoftalein (P.P) tidak terjadi perubahan warna, yaitu tetap bening. Setelah
dilakukan titrasi larutan NaOH berubah menjadi bening dan larutan asam cuka berubah
menjadi warna merah muda.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari Buku:
Suyatno. 2007. KIMIA. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama.
Day, Underwood. 1999. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Gammon, Steven D.Ebbing, Darrell D. General Chemistry. Boston: Houghton Mifflin
Company.
W. Haryadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Day, R.A.1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Chang, Raymond. 2010. Chemistry 10th Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Sumber dari Jurnal:
Ika, Dani.,.2009. “Alat Otomatisasi Pengukur Vitamin C Dengan Metode Titrasi Asam
Basa” dalam Jurnal Neutrino. Vol.1.
Nurismanto. Rudi, Mulyani. Tri. Indra Dwi Ning Tias. “PEMBUATAN ASAM CUKA
PISANG KEPOK (Musaparadisiaca L.)DENGAN KAJIAN LAMA FERMENTASI
DAN KONSENTRASI INOKULUM (Acetobacteracetii)”, dalam Jurnal Rekapangan.
Vol.8., No.2.

Sumber Dari Website:

Sundus, Maria R.W. 2010. ”Kurva Titrasi Asam Basa”, http://kimia-


asyik.blogspot.com/2010/01/kurva-titrasi-asam-basa.html , diakses tanggal 09 Oktober
2018, pukul 17.00.

Surahman, Arif. 2017. “Buret, Alat Gelas Untuk Titrasi Di Laboratorium Kimia”,
http://www.kimiapost.net/2017/12/buret-alat-gelas-untuk-titrasi.html , diakses tanggal
09 Oktober 2018, pukul 17.00.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai