Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

ANALISIS KUANTITATIF I
PENETAPAN KADAR SENYAWA ASAM SALISILAT
MENGGUNAKAN METODE TITRASI ALKALIMETRI

Disusun Oleh:
Nama : Valentia Nova Ananda
NIM/Golongan : 228114005/A1
Hari/Tanggal Praktikum : Senin/25 September 2023
PJ Laporan : Chatarina Hikari Sekaranjani Adriandari

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2023
PENETAPAN KADAR SENYAWA ASAM SALISILAT
MENGGUNAKAN METODE TITRASI ALKALIMETRI

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan baku basa dari senyawa baku
sekunder yang berupa padatan
2. Mampu menetapkan kadar asam salisilat dengan metode alkalimetri

B. Dasar Teori
Analisis titrimetri adalah analisis kuantitatif dengan cara mengukur volume,
sejumlah sampel yang akan dianalisis direaksikan dengan larutan standar yang
konsentrasinya sudah diketahui dengan teliti. Titrasi merupakan metode analisis kimia
yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau
senyawa dalam larutan (Indayatmi, 2020).
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi
perubahan pH larutan yang dititrasi. Reaksi antara asam dan basa, dapat berupa asam kuat
atau lemah dengan basa kuat atau lemah. Titrasi dengan larutan titer (titran) asam kuat (HCl
0,1 N atau H2SO4 0,1N) disebut asidimetri, dan titrasi dengan larutan titer (titran) basa
kuat (NaOH 0,1N) disebut alkalimetri (Cartika, 2016).
Titik ekivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stoikiometri antara
zat yang dianalisis dengan larutan standar Titik ekivalen pada titrasi asam lemah dengan
basa kuat (natrium hidroksida) adalah >7 (basa). Jenis asam lemah yang digunakan pada
titrasi asam lemah dengan basa kuat (natrium hidroksida) pada penetapan kadar senyawa
obat dalam Farmakope adalah asetosal, asam asetat, asam sitrat, dan asam salisilat (Cartika,
2016).
Indikator adalah suatu senyawa indikator kompleks dalam bentuk asam (Hin) atau
dalam bentuk basa (InOH) yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna
yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain pada
konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. Kebanyakan indikator asam basa adalah
molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan sering disingkat Hin. Mereka memberikan
satu warna bila proton terikat pada molekul dan warna berbeda bila proton lepas.
Contohnya fenolftalin tidak berwarna dalam bentuk Hin-nya, berwarna pink dalam
bentuk In atau basa (Indayatmi, 2020).
C. Alat dan Bahan
1. Pembuatan reagen
Alat: Bahan:
• Gelas beker • 200 mg fenolftalin
• Gelas ukur 100 mL • Etanol 90%
• Labu takar 250 mL • Aquadest
• Pipet ukur • 50 mg merah fenol
• Timbangan analitik • 2,85 mL NaOH 0,05 N
• Waterbath • 15 mL etanol 95%
• Pipet tetes • Merah fenol
• NaOH 0,1 N

2. Pembuatan dan pembakuan larutan baku basa (NaOH 0,1 N)


Alat: Bahan:
• Buret 50 mL • Kalium biftalat
• Gelas ukur 100 mL • Natrium hidroksida
• Labu takar 500 mL • Aquadest
• Gelas beker • Indikator fenolftalin

3. Penetapan kadar asam salisilat


Alat: Bahan:
• Buret 25 mL • Etanol netral
• Gelas ukur 50 mL • Natrium hidroksida 0,1 N
• Erlenmeyer • Merah fenol
• Eter

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan reagen
Pembuatan fenolftalin
Dilarutkan 200 mg fenolftalin dalam 60 mL etanol 90%.

Pembuatan air bebas CO2


Sejumlah air dididihkan selama beberapa menit. Didinginkan pada tampat yang
terlindung dari cahaya.
Pembuatan merah fenol
Lebih kurang 50 mg merah fenol dilarutkan dalam campuran 2,85 mL NaOH 0,05
N dan 5 mL etanol 90%, jika perlu dilakukan pemanasan.

Setelah larut sempurna ditambahkan etanol 90% secukupnya hingga 250 mL.

Pembuatan etanol netral


Ke dalam 15 mL etanol 95% ditambahkan 1 tetes merah fenol kemudian
ditambahkan bertetes-tetes naOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah.

2. Pembuatan dan pembakuan larutan baku basa (NaOH 0,1 N)


Pembuatan natrium hidroksida 0,1 N
Sejumlah natrium hidroksida dilarutkan dengan air bebas CO2 secukupnya hingga
tiap 500 mL larutan mengandung 2,000 g natrium hidroksida.

Pembakuan natrium hidroksida 0,1 N


Lebih kurang 400 mg kalium biftalat (yang sebelumnya telah dikeringkan)
ditimbang seksama (sudah disediakan).

Kalium biftalat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 75 mL air bebas


CO2 , kemudian ditutup dan dikocok-kocok sampai larut.

Larutan tersebut dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N, digunakan


indikator fenolftalin hingga warna berubah menjadi merah.

Tiap 1 mL NaOH 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat.


Reaksi
KHC2 H4 O4 + NaOH → KNaC2 H4 O4 + H2 O

Perhitungan
mg kalium biftalat
N NaOH =
BM kalium biftalat × mL NaOH

3. Penetapan kadar asam salisilat


Penetapan kadar
Salep setara dengan lebih kurang 250 mg asam salisilat ditimbang seksama,
kemudian dilarutkan dalam 20 mL etanol P yang telah dinetralkan dengan merah
fenol LP dan ditambahkan 20 mL eter P.

Dilakukan titrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N LV, digunakan larutan
merah fenol LP sebagai indikator.

Dilakukan penetapan blangko. Tiap mL NaOH 0,1 N setara dengan 13,81 mg


C7H8O3.

Reaksi

Perhitungan
mL NaOH × N NaOH × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
mg bahan × 0,1
E. Data Pengamatan
1. Perhitungan Pembakuan Larutan Baku Basa
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Bobot NaOH 26,308 g 17,387 g 17,447 g
Bobot Kalium Bifalat 0,399 g 0,401 g 0,404 g
Bobot NaOH digunakan 21,5 mL 21,3 mL 14,8 mL

a. Replikasi 1
mg kalium biftalat
N NaOH =
BM kalium biftalat × mL NaOH
0,399 g 399 mg
N NaOH = = = 0,091 N
204 g/mol × 21,5 mL 4386

b. Replikasi 2
mg kalium biftalat
N NaOH =
BM kalium biftalat × mL NaOH
0,401 g 401 mg
N NaOH = = = 0,092 N
204 g/mol × 21,3 mL 4345,2

c. Replikasi 3
mg kalium biftalat
N NaOH =
BM kalium biftalat × mL NaOH
0,404 g 404 mg
N NaOH = = = 0,134 N
204 g/mol × 14,8 mL 3019,2

• ̅
X = 0,106 N
kadar hasil
• % recovery = kadar sebenarnya × 100% = 106%

• SD = 0,025
• CV = 23,23%
2. Penetapan Kadar Asam Salisilat
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
Bobot sampel 0,2501 g 0,2503 g 0,250 g
Bobot NaOH digunakan 1,75 mL 0,9 mL 0,8 mL

a. Replikasi 1
mL NaOH × N NaOH × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
mg bahan × 0,1
1,75 mL × 0,106 × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
250,1 mg × 0,1
Kadar asam salisilat = 10,243%

b. Replikasi 2
mL NaOH × N NaOH × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
mg bahan × 0,1
0,9 mL × 0,106 × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
250,3 mg × 0,1
Kadar asam salisilat = 5,263%

c. Replikasi 3
mL NaOH × N NaOH × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
mg bahan × 0,1
0,8 mL × 0,106 × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
250 mg × 0,1
Kadar asam salisilat = 4,684%

• ̅ = 6,73%
X
• SD = 3,056
• CV = 45,41%
F. Pembahasan

Gambar 1. Hasil titrasi senyawa baku NaOH 0,1 N


menggunakan indikator fenolftalein.
Hasil pembakuan NaOH dengan menggunakan Kalium biftalat menghasilkan hasil
0,091 N untuk replikasi 1; 0,092 N untuk replikasi 2; 0,134 N untuk replikasi 3; dan rata-
rata pembakuan NaOH adalah 0,106 N. Coefficient of Variation (CV) yang didapatkan dari
hasil pembakuan yaitu 23,23%. Berdasarkan teori, jika Coefficient of Variation (CV)
kurang dari 2% maka presisinya baik (Muryanto, 2020). Sedangkan hasil yang didapatkan
sebesar lebih dari 2% maka dapat dikatakan bahwa presisinya tidak baik saat melakukan
percobaan pembakuan NaOH. Ketika dilakukan perhitungan akurasi pembakuan NaOH
didapatkan hasil 106%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat 6% kesalahan yang
terjadi pada saat melakukan percobaan. Berdasarkan teori, akurasi dikatakan baik jika
berada pada rentang 90-110% (Muryanto, 2020). Jika dalam percobaan didapatkan
keakurasian 106% maka dapat disimpulkan bahwa dalam hasil yang didapatkan saat
percobaan sudah cukup baik.

Gambar 2. Hasil Titrasi Penetapan Kadar Asam Salisilat


menggunakan indikator merah fenol
Hasil percobaaan persen kadar asam asetat pada sampel sebesar 10,243% untuk
replikasi 1; 5,263% untuk replikasi 2; 4,684% untuk replikasi 3 dan rata-rata kadar asam
asetatnya adalah 6,73%. Pada percobaan titrasi asam salisilat ini terjadi kesalahan saat
pengamatan warna dalam menentukan titik akhirnya, warna yang dihasilkan harusnya
berwarna merah, namun pada praktikum ketika terjadi perubahan warna pertama yaitu
kuning, dan kami menghentikan titrasi tersebut. Dapat terlihat bahwa warna kuning yang
dihasilkan menandakan bahwa titrasi belum berjalan sepenuhnya karena indikator masih
dalam fase asam. Hal ini yang menjadikan adanya kesalahan yang dikarenakan kurangnya
pemahanan dalam teori yang dikuasai pada konteks titrasi alkalimetri. Berdasarkan teori,
jika Coefficient of Variation (CV) kurang dari 2% maka presisinya baik (Muryanto, 2020).
Sedangkan hasil yang didapatkan sebesar 45,41% sehingga dapat disimpulkan bahwa data
percobaan memiliki peresisi yang tidak baik. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
kesalahan atau ketidaktelitian pada saat melakukan percobaan penetapan kadar.
Hasil pembakuan NaOH dan penetapan kadar Asam salisilat menunjukan hasil yang
tidak presisi. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa kesalahan hal antara lain:
1) Ketika titrasi, volume titran yang diteteskan melebihi dari volume yang diharuskan,
karena kurang memperhatikan perubahan warna larutan, sehingga didapat hasil yang
kurang akurat.
2) Alat yang digunakan tidak benar-bersih, sehingga zat pada larutan tercampur zat lain.
3) Kesalahan praktikan dalam membaca meniskus bawah buret.
(Yurida dkk., 2013)
Kelebihan metode alkalimetri adalah reaksinya berlangsung cepat, tidak terjadi
reaksi campuran yang dapat menyebabkan terganggunya penelitian dan reaksinya
sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Sedangkan kekurangan metode
alkalimetri adalah memerlukan waktu relatif lama untuk perhitungan atau penentuan nilai
kadar konsentrasi larutan, tergantung pada ketelitian masing-masing individu, kesalahan
individu dalam membaca skala volume buret, dan ketelitian dalam penimbangan (Sari,
2014).
Alasan metode ini digunakan adalah karena sampel yang akan diuji berupa asam
lemah yaitu asam salisilat, dan basa kuat berupa NaOH. Menurut Sulistyarti dan
Mulyasuryani (2021) asam salisilat bertindak sebagai titrat karena konsentrasi asam
salisilat yang belum diketahui, sedangkan konsentrasi NaOH sebagai titran yang telah
diketahui konsentrasinya sebesar 0,1 N. Prinsip dari titrasi alkalimetri ini adalah dengan
meneteskan titran (NaOH)secara bertahap (tetes demi tetes) melalui buretterhadap titrat
(asam salisilat)sambil digojok perlahan hingga terjadi perubahan warna pertamayang
terjadi pada titrat. Perubahan warna tersebut ditandakan oleh indikator merah fenol, yang
akan berubah warnanya menjadi warna merah ketika titik ekivalen antara titran dan titrat
sama (Indrajaya dkk., 2021).
Asam salisilat yang digunakan sebagai senyawa yang diuji adalah asam salisilat yang
memenuhi standar kaidah Farmakope Indonesia edisi VI (2020), yaitu hablur putih;
berbentuk jarum halus atau serbuk halus putihyang nantinya serbuk asam salisilat tersebut
akan dihomogenkan terlebih dahulu menggunakan mortir, dan kemudian ditimbang serta
dilarutkan menggunakan etanol yang telah dinetralkan menggunakan indikator merah
fenol. Etanol bersifat asam, maka dari itu etanol perlu dinetralkan supaya tidak bereaksi
dengan natrium hidroksida ketika titrasi berlangsung (Sudjadi dan Rohman, 2018).
Fungsi pembakuan yaitu untuk mengetahui konsentrasi dari larutan baku sekunder
yang belum diketahui konsentrasinya yaitu dengan cara pembakuan larutan sekunder
dengan larutan baku primer. NaOH merupakan larutan baku sekunder, sehingga perlu
dibakukan oleh larutan baku primer yang bersifat asam yaitu Kalium Biftalat. Pembakuan
larutan natrium hidroksida juga dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan secara
teliti yang disebabkan oleh sifat larutan NaOH yang higroskopis sehingga dapat menyerap
air dari lingkungannya. Hal tersebut dapat mengubah konsentrasi NaOH, selain itu NaOH
juga dapat bereaksi dengan gas CO2 dari udara (Sari, 2014).
Penentuan kadar asam salisilat dalam percobaan ini dilakukan berdasarkan prinsip
reaksi netralisasi dengan metode alkali menggunakan larutan baku basa (NaOH), reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:

(Cartika, 2017)
Pada penetapan kadar asam salisilat menggunakan metode alkalimetri terdapat tiga
rekasi yang terjadi. Reaksi-reaksi yang terjadi:
1. Reaksi Kalium biftalat dengan NaOH

(Cartika, 2016)
Pembakuan NaOH dilakukan dengan kalium biftalat sebagai baku primer. Proses
pembakuan dilakukan dengan menggunakan larutan kalium biftalat yang dilarutkan
dalam air bebas CO2 kemudian dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N.
Titrasi dapat dihentikan jika terjadi perubahan warna yang artinya telah mencapai titik
ekuivalen atau titik akhir titrasi. Indikator perubahan warna terlihat ketika larutan
kalium biftalat yang awalnya jernih berubah warna menjadi merah muda (Sari, 2014).
2. Reaksi NaOH dengan indikator fenolftalein

(Yurida dkk., 2013)


Ketika Kalium biftalat ditetesi dengan indikator fenolftalein, warna larutan tidak
berubah atau masih bening. Hal ini dikarnakan indikator PP tidak bereaksi dengan
asam. Setelah ditetesi dengan NaOH warna larutan menjadi merah lembayung, karna
telah terjadi titrasi sempurna. Sehingga indikator PP memberikan warna pada saat
volume NaOH yang dibutuhkan mencapaititik ekuivalen (Yurida dkk., 2013).
3. Reaksi Asam salisilat dengan NaOH

(Cartika, 2016)
Jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen
ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi. Asam
didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung hidrogen yang bereaksi dengan basa.
Basa adalah senyawa yang mengandung ion OH- atau menghasilkan OH- ketika
bereaksi dengan air. Dalam reaksi, Asam salisilat akan berikatan dengan NaOH
dengan OH akan mengisi tangan positif pada Asam salisilat kemudian akan berikatan
bersama Na menjadi natrium salisilat + H2O (Cartika, 2016).
G. Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan, praktikan mampu menyelesaikan percobaan
dengan membuat dan membakukan larutan baku basa dari senyawa baku sekunder yang
berupa padatan serta dapat menetapkan kadar asam salisilat dengan metode alkalimetri.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai uji kuantitatif penetapan
kadar asam salisilat menggunakan metode alkalimeri dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Pada proses pembakuan NaOH dapat diamati perubahan warna dari tidak berwarna
(bening) menjadi berwarna merah muda (pink) dengan menggunakan indikatr
fenolftalein.
2. Pada penetapan kadar asam salisilat digunakan indikator fenol merah sehingga
perubahan yang diamati yaitu dari warna kuning menjadi warna merah muda.
3. Hasil percobaan pembakuan NaOH dan penetapan kadar asam salisilat menghasilkan
presisi lebih dari 2% yang menandakan presisi tidak baik. Hal tersebut dapat terjadi
karena adanya kesalahan atau ketidaktelitian pada saat melakukan percobaan.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Cartika, H., 2016. Kimia Farmasi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal.
30-31.
Cartika, H, 2017. Kimia Farmasi II. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal.
48-49.

Indayatmi, 2020. Analisis Titrimetri dan Gravitimetri Kelas 11 SMK. AG Publisher,


Yogyakarta, hal. 18-20.

Indrajaya, R. N. I., Irfansyah, N. A., dan Pirngadi, H., 2021. TritratorOtomatis untuk Mengukur
Kada Kalsium Karbonat (CaCO3) pada Batu Kapur. Jurnal Teknis ITS, 10 ; 109.

Muryanto, 2020. Validasi Metode Analisa Amonia pada Air Tanah Menggunakan Metode
Spectrofotometri. Indonesian Jurnal of Laboratory, 2:40-44.

Sari, M.K., 2014. Optimasi dan Validasi Penetapan Kadar Alopurinol Dalam Matriks Tablet
Obat Secara Spektrofotometri UV dan Matriks Sampel Jamu Asam Urat Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

Sudjadi, dan Rohman, A., 2018. Analisis Kuantitatif Obat. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hal. 7-8.

Sulistyarti, H., dan Mulyasuryani, A., 2021. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar. Universitas
Brawijaya Press (UB Press), Malang, hal. 11.

Yurida, M., Afriani, E., Arita, R.S., 2013. Asidi-Alkalimetri, Jurnal Teknik Kimia, 19:1-8.

Anda mungkin juga menyukai