Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ANALISIS KIMIA

“Analisis Kuantitatif Titrasi Reduksi Oksidasi”

Dosen pengampu: Riva Ismawati, S.Pd, M.Sc

Diana Octavia Putri


Berliana Safirda Utami

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TIDAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, hidayah dan hikmahnya
penulis dapat menyelesaikan makalah Analisis Kuantitatif Titrasi Reduksi Oksidasi.
Penulisan makalah ini bertujuan memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata
kuliah Analisis Kimia.
Makalah ini disusun dari hasil opini dan analisis tim penyusun yang bersumber dari
Artikel jurnal, buku, dan hasil penelitian penulis lain sebagai referensi Literatur, tak lupa tim
penyusun mengucapkan Terima Kasih kepada dosen mata Analisis Kimia atas bimbingan dan
arahan dalam penyusunan makalah ini, ucapan terima kasih juga diberikan kepada rekan-
rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Tim Penyusun berharap, dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca khususnya, semoga dapat menambah wawasan kita. Penulis menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan lebih bak.
Demikian ucapan kami, semoga dapat bermanfaat bagi Tim penyusun dan khususnya
bagi pembaca pada umumnya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang
Analisis Kuantitaif Titrasi Reduksi Oksidasi. Aamiin…

Magelang, 15 April 2021


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Titrasi redoks ialah analisis titrimetri yang didasarkan pada respon redoks.
Pada titrasiredoks, ilustrasi yang dianalisis dititrasi dengan sesuatu penanda yang
bertabiat selaku reduktoratau oksidator, bergantung watak dari analit ilustrasi serta
respon yang diharapkan terjalin dalamanalisis. Prosedur titrasi yang bersumber pada
respon redoks bisa membutuhkan temperatur yangdinaikkan, akumulasi katalis,
ataupun pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali. Pereaksi berlebih umumnya
ditambahkan serta kita wajib bisa mengambil kelebihannyadengan gampang sehingga
dia tidak hendak bereaksi dengan titran pada titrasi berikutnya. Titik ekuivalen pada
titrasi redoks tercapai dikala jumlah ekuivalen dari oksidator sudah setara dengan
jumlah ekuivalen dari reduktor.
Beberapa contoh dari titrasi redoks antara lain merupakan titrasi
permanganometri serta titrasi iodometri/ iodimetri. Titrasi iodometri memakai larutan
iodium (I2) yang merupakan sesuatu oksidator selaku larutan standar. Larutan iodium
dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam ilustrasi,
sehingga terjalin respon antara ilustrasi dengan iodium. Berikutnya sisa iodium yang
berlebih dihiung dengan metode mentitrasinya dengan larutan standar yang berperan
selaku reduktor.
Ikatan respon redoks serta pergantian tenaga merupakan selaku berikut:
Respon redoks mengaitkan perpindahan elektron; Arus listrik merupakan perpindahan
elektron; Respon redoks bisa menciptakan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik
bisa menciptakan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani serta sel
elektrolisis merupakan sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang bermanfaat
dalam perhitungan potensial sel merupakan persamaan Nernst. Respon redoks bisa
digunakan dalam analisis volumetri apabila penuhi ketentuan. Titrasi redoks
merupakan titrasi sesuatu larutan standar oksidator dengan sesuatu reduktor atau
kebalikannya, dasarnya merupakan respon oksidasi- reduksi antara analit dengan
titran Sebab mengaitkan respon redoks hingga pengetahuan tentang penyetaraan
respon redoks memegang kedudukan berarti, tidak hanya itu pengetahuan tentang
perhitungan sel volta, sifat oksidator serta reduktor pula sangat berfungsi. Dengan
pengetahuan yang lumayan baik menimpa seluruh itu hingga perhitungan stoikiometri
titrasi redoks jadi jauh lebih gampang.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks bisa dicoba dengan mebuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, ataupun bisa pula memakai indicator.
Dengan memandang tingkatan kemudahan serta efisiensi hingga titrasi redoks dengan
indicator sering kali yang banyak diseleksi. Sebagian titrasi redoks memakai warna
titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, ataupun
penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Sebagian titrasi redoks memakai amilum selaku indicator, spesialnya titrasi
redoks yang mengaitkan iodine. Penanda yang lain yang bertabiat reduktor/ oksidator
lemah juga kerap dipakai buat titrasi redoks bila kedua indicator diatas tidak bisa
diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, serta nitroferoin.
Contoh titrasi redoks yang populer merupakan iodimetri, iodometri,
permanganometri memakai titrant kalium permanganat buat penentuan Fe2+ serta
oksalat, Kalium dikromat dipakai buat titran penentuan Besi( II) serta Cu( I) dalam
CuCl. Bromat dipakai selaku titrant buat penentuan fenol, serta iodida( selaku I2 yang
dititrasi dengan tiosulfat), serta Cerium( IV) yang dapat dipakai buat titrant titrasi
redoks penentuan ferosianida dan nitrit.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat penulis berikan ialah:
1. Apakah pengertian reaksi redoks?
2. Bagaimanakah prinsip dasar reduksi oksidasi?
3. Bagaimana metode analisis permanganometri?
4. Bagaimana metode analisis iodometri?
5. Bagaimana cara menghitung data hasil analisis permanganometri?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian reaksi redoks
2. Untuk mengetahui prinsip dasar reduksi oksidasi
3. Untuk mengetahui metode analisis permanganometri
4. Untuk mengetahui metode analisis iodometri
5. Untuk mengetahui cara menghitung data hasil analisis permanganometri
BAB II
ISI
2.1. Pengertian
Titrasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan kadar dari
suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
diketahui sebagai analisis volumetri, ialah zat yang hendak dianalisis dibiarkan buat
bereaksi dengan zat lain yang mempunyai konsentrasi dikenal serta dialirkan dari
buret dalam wujud larutan. Zat yang akan ditentukan kadarnya akan diletakkan
didalam tabung erlemeyer, sedangkan untuk zat yang tidak diketahui konsentrasinya
biasanya diletakkan didalam buret ataupun sebaliknya. Titrasi dibedakan menjadi 4
macam, diantaranya yaitu:
a) Titrasi asam basa
b) Titrasi redoks
c) Titrasi kompleksometri
d) Titrasi pengendapan
Dalam penyusunan makalah ini dikhususkan untuk membahas tentang titrasi
redoks. Titrasi redoks merupakan metode kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung jika terjadinya interaksi antara
senyawa sebagai oksidator dengan unsur atau senyawa sebagai reduktor. Jadi, jika
larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat sebagai reduktor ataupun
sebaliknya (Hamdani, 2011). Reaksi redoks merupakan konsep reaksi reduksi oksidasi
berdasarkan pada perubahan bilangan oksidasinya. reaksi redoks secara luas
digunakan dalam analisis titrimetri untuk zat anorganik maupun organic. Reaksi
redoks bisa disertai dengan pergantian potensial, sehingga respon redoks bisa
memakai pergantian potensial buat mengamati titik akhir satu titrasija. Selain itu cara
sederhana dapat dilakukan dengan cara menggunakan indicator (Hamdani, 2011).

2.2. Prinsip Titrasi Redoks


Reduksi-oksidasi merupakan proses perpindahan elektron dari suatu
oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi merupakan reaksi penangkapan electron atau
reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Reaksi oksidasi merupakan pelepasan
ekeltron atau terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks merupakan
reaksi penerimaan elektron serta pelepasan elektron ataupun respon penyusutan serta
peningkatan bilangan oksidasi.
Titrasi reduksi oksidasi (redoks) merupakan suatu penetapan kadar reduktor
atau oksidator berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksiantara analit dengan titran,
dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. Analit yang
memiliki spesi reduktor yang dititrasi dengan titran berbentuk larutan standar dari
oksidator ataupun kebalikannya
Istilah oksidasi mengacu dengan setiap perubahan kimia di mana terjadi
kenaikan pada bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap
penurunan bilangan oksidasi. Jadi pada proses oksidasi disertai dengan hilang nya
elektron sedangkan reduksi disertai dengan pertambahan elektron. Oksidator
merupakan senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan pada
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami
kenaikan pada bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung
Bersama dan saling mengkompensasi antara satu dengan yang lainnya. Istilah pada
oksidator dan reduksi tidak mengacu hanya pada atom tetapi juga pada suatu
senyawa. Jika suatu reagen berperan dengan baik sebagai oksidator ataupun
reduktor, maka dapat dikatakan bahwa zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disporposionasi.
Titrasi redoks berdasarkan dengan perpindahan elektron antara titran dan
analit. Dalam titrasi redoks biasanya digunakan potesiometeri untu dapat mendeteksi
titik akhir, namun terdapat pula yang menggunakan indicator yang dapat mengalami
perubahan warna karena factor kelebihan titran yang digunakan.
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus
memenuhi persyaratan umum, diantaranya:
 Titik akhir harus dapat di deteksi, misalnya dengan bantuan indicator redoks
ataupun potentiometri
 Reaksi harus cepat dan sempurna
 Reaksi berlangsung harus berlangsung secara stoikiometri Sehingga ada
kesetaraan yang tentu antara oksidator serta reduktor( bisa dihitung)
Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator,
contohnya seperti penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alcohol
dengan kalium dikromat. Indicator titrasi redoks tentunya tergantung berdasarkan
jenisnya masing-masing dan sudah pasti berbeda. Terdapat yang memakai amilum
selaku indicator, spesialnya titrasi redoks yang mengaitkan iodine. Indicator yang
lain memiliki sifat sebagai reduktor atau oksidator lemah juga sering dipakai untuk
titrasi redoks misalnya ferronin, metilen, blue, dan nitroferoin. Terdapat juga yang
tidak menggunakan indicator seperti permanganometri. Biasanya terdapat dua jenis
dari indicator yang digunakan untuk dapat menentukan titik akhir. Indicator tersebut
adalah indicator eksternal maupun indicator internal. Indicator dari jenis ini harus
menghasilkan perubahan potesial oksidasi di sekitar titik ekuivalen reaksi redoks.
Titik titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga dengan menggunakan
indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks
dengan indicator sering kali banyak yang dipilih. Beberapa titrasi redoks
menggunakan warna titrant sebagai indicator, seperti contohnya penentuan oksalat
dengan permanganate atau penentuan alcohol dengan kalium dikromat.
Titrasi redoks banyak digunakan untuk penentuan kadar logam ataupun
senyawa yang memiliki sifat sebagai oksidator ataupun reduktor. Aplikasi dalam
bidang industry misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan
menggunakan iodine, ataupun penentuan kadar alcohol dengan menggunakan
kalium dikromat.

2.3 Macam-Macam Titrasi Redoks


Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang memiliki rata-rata banyak jenisnya.
Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi
dengan semua senyawa oksidator maupun reduktor, sehingga diperlukan berbagai
senyawa titran. Karena pada prinsipnya adalah reaksi redoks sehingga dapat
dipastikan bahwa akan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator, karena titrasi
redoks melibatkan reaksi reduktor maupun oksidator antara titrant dan analit. Jadi
semisal titrannya oksidator maka sampel nya adalah reduktor dan begitupun
sebaliknya. Sebagai salah satu contoh jenis dari titrasi redoks ialah permanganometri.
Permanganometri adalah titrasi yang dilakukan bedasarkan reaksi oleh kalium
permanganate (KMnO4). Pada reaksi ini difokuskan untuk reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Kalium permanganate
merupakan oksidator yang kuat. Reagen ini dapat didapatkan dengan mudah, karena
reagen tersebut tidak mahal dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan
yang amata encer. Satu tetes 0,1 N permanganate menghasilkan warna merah muda
yang jelas pada volume dari larutan yang biasa digunakan dalam sebuah titrasi. Warna
tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk indikasi kelebihan reagen tersebut.
Kelemahannya adalah dalam medium HCL.CT- dapat teroksidasi, dengan demikian
juga larutannya mempunyai kestabilan yang sangat terbatas.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam labolatorium adalah reaksi yang
terjadi dalam larutan yang memiliki sifat asam, 0,1 N atau lebih besar:
MnO4- + 8H+ +5e  Mn2+ + 4H2O E0 = +1,51 V (1)
Permanganate beraksi dengan cepat dan dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau
penggunaan sebuah katalis untuk dapat mempercepat reksi tersebut. Sebagai
contohnya ialah, permanganate merupakan agen unsur pengoksidasi yang dapat cukup
kuat untuk melakukan oksidasi Mn (II) menjadi MnO 2, titik akhir dari permanganate
tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena dari reaksi:
3 Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O => 5MnO2 (s) + 4H+
Ungu Tidak berwarna
Reaksi ini berjalan dengan lambat dalam keadaan asam, tapi akan berjalan cepat
apabila dalam kondisi netral. Kelebihan sedikit dari permanganate yang ada pada titik
akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO 2
tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titarsi permanganate.
Larutan-larutan permanganate yang memiliki sifat asam akan tidak stabil karena
pada saat kondisi asam permanganate terdekomposisi dan air teroksidasi melalui
persamaan:
4 MnO4- + 4H+ => 5MnO2(s) + 3 O2(g) + 2H2O
Persamaan tersebut merupakan reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer
pada suhu ruangan. Penguraiannya dikatalisis oleh sinar panas asam- basa, ion Mn (II)
serta MnO2. Dengan demikian, jangan pernah menambahkan permanganate secara
berlebihan kedalam sebuah unsur reduksi dan kemudian menaikan suhu untuk dapat
mempercepat proses oksidasi, karena reaksi yang nantinya akan muncul akan
berlangsung dengan laju yang rendah.
Pembuatan larutan baku kalium permanganate harus dijaga karena factor-faktor
yang dapat menyebabkan penurunanan dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain
melalui pemanasan dan dengan proses penyaringan untuk dapat menghilangkan zat-
zat yang mudah dioksidasi.
Standar-standar primer untuk permanganate:
a) Natrium oksalat (Na2C2O4)
Senyawa ini adalah standar primer yang baik digunakan untuk
permanganate dalam larutan asam. Senyawa ini bisa diperoleh dengan
tingkatan kemurnian besar, normal pada dikala pengeringan, serta non
higroskopis. Reaksinya dengan permangat agak sedikit sulit dan berjalan
dengan lambat pada kondisi suhu ruangan, sehingga larutan biasanya
dipanaskan samapi sekitar 60˚C. bahkan pada suhu yang lebih tinggi
reaksinya mulai dengan lambat tetapi kecepatannya meningkat Ketika ion
mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya
disebut dengan autokatalitik, karena katalisnya diproduksi didalam reaksi itu
sendiri. Ion tersebut akan memberikan efek katalitiknya melalui cara bereaksi
dengan cepat bersama permanganate untuk membentuk mangan berkondisi
oksidasi menengah (+3 atau +4), yang mana pada gilirannya secara cepat
akan mengoksidasi ion oksalat, Kembali ke dalam kondisi di valent.
Persamaan untuk reaksi anatara oksalat dan permanganate
adalah:
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+ => 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Hal tersebut digunakan untuk menganalisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan
senyawa lainnya. Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang
disarankan oleh McBride, yang mengaharuskan seluruh titrasi berlangsung
perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang ekstra.
Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu penelitian terhadap kesalahan
yang mungkin didalam titrasi. Mereka menemukan beberapa bukti dari
adanya pembentukan peroksida

Apabila peroksida terurai sebelum bereaksi dengan permanganate,


terlalu sedikit dari larutan yang disebut terakhir digunakan dan normalitasnya
yang ditemukan adalah tinggi. Fowler dan Bright menyelidiki secara
menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar hamper semua permanganate
ditambahkan secara cepat kedalam larutan yang sudah diasamkan pada suhu
ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut dipanaskan hingga
mencapai suhu 60˚C dan titrasinya diselesaikan pada suhu tersebut. Prosedur
ini dapat mengeliminasi kesalahan apapun yang disebabkan karena
pembentukan hydrogen peroksida.
b) Arsen (III) oksida
Senyawa As2O3 merupakan satndar primer yang sangat baik digunakan
untuk larutan permanganate. Senyawa ini dapat stabil, nonhid=groskopis, dan
tersedia dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Oksida tersebut dilarutkan
dalam natrium hidroksida dan larutan kemudian diasamkan dengan asam
klorida dan di titrasi dengan permanganate.
5HAsO2 + 2MnO4- + 6H+ + 2H2O 2Mn2+ + 5H3AsO4
Pada reaksi tersebut berjalan dengan lambat pada suhuruanga kecuali
sebuah katalis ditambahkan. Kalium iodide, KI, kalim iodidat, KIO3, dan iodin
monoklorida IC1, telah digunakan sebagai katalis.
c) Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan
sebagai standar primer. Unsur tersebut dapat larut dalam asam klorida encer,
dan semua besi (III) yang diproduksi selama proses pelarutan direduksi
menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganate berjalan
dengan lambat dalam kondisi suhu ruangan. Namun dengan adanya besi,
oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) merupakan agen
pereduksi yang leih kuat dibandingkan dengan ion klorida, ion yang
belakangan disebut dengan teroksidasi secara bersamaan dengan besi.
Kesulitan semacam ini tidak ditemukan dalam oksidasi dari As2O3 ataupun
Na2C2O4 dalam larutan asam klorida.
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat
disebut dengan larutan “pencegah”ataupun larutan Zimmermann-Reinhardt,
dapat ditambahkan kedalam larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi
dengan permanganate. Asam fosfat akan menurunkan konsentrasi dari ion
besi (III) dengan membentuk sebuah kompleks, yaitu membantu memaksa
reaksi berjalan sampai selesai, dan juga akan menghilangkan warna kuning
yang ditunjukan oleh besi (III) dalanm media klorida. Kompleks fosfat ini
tidak berwarna dan titik akhirnya akan terlihat lebih jelas.

2.4 Pengertian Titrasi dan Standarisasi


Suatu larutan standar yang dimasukkan kedalam larutan dengan smenggunakan
suatu proses analisis dengan tujuan dilakukannya untuk mengidentifikasi komponen
yang belum dikenali disebut dengan titrasi. Konsentrasi larutan yang sudah diketahui
dinamakan larutan standar. Larutan standar tersebut dapat dibedakan berdasarkan
kemurniannya yaitu dibedakan menjadi larutan standar primer dan sekunder. Larutan
standar primer merupakan sebuah larutan dimana larutan tersebut sudah disiapkan
dengan menimbang suatu bahan kemudian melarutkannya dengan suatu zat tertentu
yang memiliki kemurnian yang tinggi. Sedangkan larutan standar sekunder hampir
mirip dengan lauran primer, perbedaannya hanya pada zat pelarut yang digunakan,
yaitu larutan standar sekunder menggunakan suatu zat tertentu yang memiliki
kemurnian ralatif rendah sehingga hasil konsentrasi dapat diketahui dari hasil akhir
standarisasi (Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
Proses ketika konsentrasi larutan standar sekunder dapat ditentukan dengan
tepat menggunakan cara menitrasi dengan larutan standar primer, hal tersebut
dinamakan dengan standarisasi larutan (John Kenkel, 2003). Titran atau titer adalah
larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti
konsentrasinya). Untuk dapat melakukan suatu proses titrasi dibutuhkan zat yang
berperan sebagai titran dan zat yang berperan sebagai titrat. Titrat sendiri memiliki
pengertian yaitu suatu larutan dicari konsentrasinya dengan cara titrasi. Sehubungan
dengan titrat dan titran terdapat juga titik ekivalen. Secara kimia titik ekivalen ini
menyatakan banyaknya titrat sama dengan banyaknya analit.Analit adalah spesies
(atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau
strukturnya.
Titik ketika suatu titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi. Pada saat
titrasi dilakukan proses pengenceran dengan cara mengambil sejumlah alikuot tertentu
yaitu bagian dari keseluruhan larutan (W Haryadi, 1990). Berlaku hukum kekekalan
mol dalam proses pengenceran, karena ketika proses pengenceran terjadi yaitu pada
saat proses penambahan pelarut tidak diikuti terjadinya reaksi kimia.

2.5 Titrasi Iodometri


Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara
oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990). Titrasi yang
dilakukan terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan zat pengoksidasi
(oksidator) dinamakan dengan titrasi oksidimetri. Sedangkan titrasi reduksimetri
merupakan kebalikannya sehingga titrasi dilakukan terhadap larutan zat pengoksidasi
(oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor). Suatu proses pelepasan
elektron atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur disebut dengan Oksidasi.
Terjadi suatu reaksi sempurna karena dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan
reduktor akan dioksidasi atau reaksi tersebut berlangsung secara bersama-sama.
Pada titrasi iodometri secara tidak langsung dengan indikator yang digunakan
berupa amilum, lalu titran yang digunakan adalah natrium tiosulfat. Akan terjadi suatu
reaksi antara indikator dengan titrannya yang dihasilkan oleh reaksi antara larutan KI
berlebih dengan analit. Pada saat titrasi sudah mendekati titik ekivalen sebaiknya
indikator amilum ditambahkan, karena akan kompleks yang stabil dengan iodin
(Padmaningrum, R. T. 2008)

2.6 Proses-Proses Iodometrik Langsung


Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk
dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik (III), antmon (III), sulfida,
sulfit, timah (II), dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh bberapa dari
sunstansi ini tergantung pada konsentrasi ion hidrogen, dan reaksi dengan iodin baru
dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian pH yang
repot (Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
a. Pembuatan Lautan Iodin
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25°C) namun
larut cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin
membentuk kompleks triiodida dengan iodida.
−¿¿

I 2+ I −¿ ⇌I 3 ¿

Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25°C. Untuk


menurunkan keatsirian iodin dan meningkatkan kelarutan maka ditambahkan
kalium iodida. Biasanya sekitar 3 sampai 4% berat KI ditambahkan kedalam
larutan 0,1 N, dan botol yang mengandung lauran ini disumbat dengan baik.
b. Standarisasi
Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan kedalam sebuah
alutan KI yang terkonsentrasi, yang ditimbang secara akurat sebelum dan
sesudah penambahan iodin. Namun demikian biasanya larutan tersebut
distandarisasi terhadap sebuah standar primer, As2O paling sering
dipergunakan. Kekuatan reduksi dari HAsO2 tergantung pada pH seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan di bawah:
−¿¿
+¿+2 I ¿
HAsO2 + I 2+ 2 H 2 O ⇌ H 3 As O 4 +2 H
Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; oleh karena
itu reaksi ini tidak berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun
demikian, jika konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi diapksa bergeser
kekanan dan dapat dibuat cukup lengkap sehingga bisa dipergunakan untuk
titrasi. Biasanya larutannya disangga pada pH sedikit diatas 8. mengunakan
natrium bikarbonat, dan titrasi akan memberikan hasol-hasil yang sempurna
(Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
c Indikator Kanji
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup jelas sehingga iodin dapat
bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Terbentuk pewarnaan ungu
atau violet pada zat-zat pelarut pada saat ditambahkan iodin. Zat-zat pelarut
tersebut seperti kloroform dan karbon tetraklorida dan seringkali kondisi ini
digunakan untuk mengidentifikasi titik akhir dari suatu titrasi. Namun
demikian, suatu lautan (penyeberan koloidal) dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertidak
sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan
kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa
molekul-molekul iodin tertahan di permukaan β-amylose, suatu konstituen
dar kanji. Larutan-larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh
bakteri, dan biasanya sebuag substansi seperti asam borat, ditambahkan
sebagai bahan pengawet (Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
d. Penentuan-Penentuan dengan Iodin (Titrasi Langsung)
Beberapa penentuan-penentuan yang dilakukan melalui titrasi langsung
dengan sebuah larutan iodin standar dimuat dalam Tabel. Pnentuan antimon
serupa dengan penentuan arseni, kecuali bahwa ion-ion tartat C4H4O62-,
ditambahkan kedalam kompleks antimon dan mencegah pengendapan dari
garam-garam ketika larutan dinetrelkan. Kemudian dlakukan suatu titrasi
dengan pH sekitar 8 didalam sebuah penyangga bikarbonat. Dalam penentuan
timah dan sulfit hidrogen sulfida sering dipergunakan untuk menentukan
belerang didalam besi atau baja (Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
Tabel 1. Penentuan-Penentuan Melalui Titrasti Iodin Langsung
ANALIT REAKSI
−¿ ¿
Antomin (III) HSbO C 4 H 6 O 6 + H 2 O ⇌ HSb O2 C4 H 4 O6 +2 H
+¿+2 I ¿

−¿¿
Arseni (III) HAsO2 + I 2+ 2 H 2 O ⇌ H 3 As O 4 +2 H
+¿+2 I ¿

3−¿+2 I−¿ ¿ ¿
Ferosianida 2 Fe(CN)64−¿+I 2 ⇌ 2 Fe (CN )6 ¿

−¿¿
Hidrogen sianida HCN + I 2 ⇌ ICN + H
+¿+I ¿

−¿¿
Hidrazin N 2 H 4 + I 2 ⇌ N 2+ 4 H
+¿+4 I ¿

−¿+ S ¿
Belerang (sulfida) H 2 S+ I 2 ⇌ 2 H +¿+2 I ¿

−¿¿
Belerang (sulfida) H 2 S O 3 + I 2+ H 2 O ⇌ H 2 S O 4+ 2 H
+¿+2 I ¿

2−¿+ 2I −¿ ¿ ¿
Tiosulfat 2 S 2 O2−¿+I
3
2 ⇌ S 4 O6 ¿

4+ ¿+2 I−¿ ¿ ¿
Timah (II) Sn
2+¿+I 2⇌ Sn ¿

2.7 Proses-Proses Tak Langsung atau Iodometrik


Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan
kalium iodida berlebh dan menitrasi iodin yang dibebeaskan. Karena banyak agen
pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium
tiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrasinya. Dibutuhkan larutan yang sedikit
alkalin untuk titrasi dengan arsenik (III) (Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
a) Natrium Tiosulfat
Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3 . 5H2O, dan
larutan-larutannya distandarisaasi terhadap sebuah stabdar primer. Larutanlarutan
tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama, sehingga boraks atau natrium
karbonat seringkali ditambahkan sebagai bahan pengawet
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat:
2−¿ ¿
−¿+ S 4 O 6 ¿
2−¿→2 I ¿
I 2 + 2 S2 O 3
Reaksinya terjadi secara cepat sampai akhir dan tidak ada reaksi lain yang tidak
diinginkan. Berat ekivalen dari Na2S2O3.5H2O adalah berat molekularnya 248,17,
karena satu elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan d atas 9, tiosulfat
teroksidasi secara parsial menjadi sulfat.
Standarisasi Larutan-Larutan Tiosulfat
Larutan tiosulfat menggunakan sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai
standar-standar primer. Karena kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan
iodin murni jarang digunakan sehingga lebih sering menggunakan standar yang
terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida,
sebuah proses iodometrik (Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998).
b) Kalium Dikromat
Kalium dikromat bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa ini
mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopok, dan padat serta
larutan-larutannya amat stabil. Reaksi dengan iodida dilakukan didalam sekitar 0,2
sampai 0,4 M asam dan selesai dalam 5 sampai 10 menit:
3+¿ +3 I
+¿→2 Cr +7 H O¿ ¿
−¿+14 H 2 2
¿
2−¿+6 I ¿
Cr 2 O 7

Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat molekularnya,
atau 49,03 g/eq. Pada konsentrasi asam yang lebih besar dari 0,4 M, oksidasi udara
dari kalium iodida cukup besar. Untuk memperoleh hasil terbaik, seporsi kecil narium
bikarbonat atau es kering ditambahkan kedalam labu titrasi. Karbon dioksida yang
dihasilkan akan menggeser tempat udaram dimana setelah proses ini campurannya
dibiarkan tingal sampai reaksinya selesai.
c) Kalium Iodat dan Kalium Bromat
Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitatif menjadi iodin dalam
larutan asam
+¿ → 3I +3H O ¿
2 2

−¿+5 I−¿+ 6H ¿
¿
IO3
−¿ +3I + 3H O ¿
2 2
−¿ → Br ¿
−¿+6 H + ¿+6 I ¿
¿
BrO 3

Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat; reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit
kelebihan ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih
lambat, namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan menaikan konsentrasi ion
hidrogen. Biasanya, sejumlah kecil amonium molibdat ditambahkan sebagai katalis.
Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah bahawa berat
ekivalen mereka kecil. Dalam setiap kasus berat ekivalen adalah seperenam dari berat
molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3 adalah 27,84. untuk
menghindari kesalahan yang besar dalam menimbang, petunjuk-petunjuk biasa
mensyaratkan penimbangan sebuah sampel yang besar, pengenceran di dalam sebuah
labu volumetrik, dan menarik mundur alikurot. Garam kalium asam iodat, KIO3.HIO3,
dapat juga dipergunakan sebagau standar primer namun berat ekivalennya juga kecil,
seperduabelas dari berat molekularnya atau 32,49.
d) Tembaga
Tembaga munri dapat dipergunakan sebagai standar primer utuk natrium tiosulfat
dam disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk
menentukan tembaga. Potensial standar pasangan Cu (II)-Cu (I),
+ ¿¿

Cu 2+¿+e ⇌Cu ¿

Adalah +0,15 V, sehingga iodin, Eo=+0,53 V, adalah agen pengoksidasi yang


lebih baik diabndingkan ion Cu (II). namun demkian, ketika ion iodida ditambahkan
kedalam sebuah larutan Cu (II), endapan Cu (I) terbentuk
−¿→2 CuI( s)+I 2 ¿
2+¿+4 I ¿
2 Cu
Reaksi dipaksa bergeser kekanan oleh pembentukan endapan dan juga oleh
penambahan ion iodida berlebih. pH dari larutan harus dijaga oleh suatu sistem
penyangga, biasanya antara 3 dan 4.

2.8 Penentuan-Penentuan Iodometrik


Ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam kimia analisis. Beberapa dar
mereka tertuang dalam Tabel 2. Penentuan iodometrik tembaga banyak dipergunakan
baik untuk bijih maupun paduannya. Metoda in memberikan hasil-hasil yang
sempurna dan lebih cepat daripada penentuan elektrolitik tembaga. Metoda klasik dari
Winkler adalah sebuah metoda sensitif untuk menentukan oksigen yang dilarutkan
dalam air. Kedalam sampel air ditambahkan sejumlah berlebihgaram mangan (II),
natrum iodida, dan natrium hidroksida. Mn (OH) putih diendapkan dan secara cepat
dioksidasi menjadi Mn (OH)3 coklat. Larutannya kemudaian diasamkan, dan Mn
(OH)3 mengoksidasi iodida menjadi iodin, yang kemudian dititrasi dengan sebuah
larutan standar dari natrium tiosulfat. Persamannya diberikan dalam Tabel 2 (Day, R.
A. & Underwood, A. I. 1998).

Tabel 2. Penentuan-Penentuan Melalui Titrasi Iodin Tidak Langsung


ANALIT REAKSI
−¿⇌ HAsO2 + I2 + 2 H2 O ¿
Arsenik (V) H 3 AsO 4 + 2 H +¿+2 I ¿

−¿+ I2 ¿
Bromin Br2 +2 I
−¿⇌2 Br ¿

−¿ +3 I +3H O ¿

Bromat
2 2
−¿ ⇌Br ¿

−¿+6 H + ¿+6 I ¿
¿
BrO 3
−¿+I2 ¿
Klorin Cl 2+2 I −¿⇌ 2 Cl ¿

−¿+3 I +3 H O ¿

Klorat
2 2
−¿⇌ Cl ¿
+ ¿+ 6 I ¿

ClO−¿+6
3
H ¿
−¿⇌ 2CuI (s )+I 2 ¿
Tembaga (II) 2 Cu
2+¿+4 I ¿

3+¿ +3I

Dikromat
+¿ ⇌2Cr +7H O ¿ ¿
−¿+14 H 2 2
¿
2−¿+6 I ¿
Cr 2 O7
−¿⇌ I2 +2H 2 O ¿
Hidrogen Peroksida H 2 O 2+2 H
+¿+2 I ¿

Iodat
+¿ ⇌3 I +3 H O ¿
2 2
−¿+5 I−¿+ 6H ¿
¿
IO3
−¿⇌ 2NO + I 2+ 2H 2 O ¿
Nitrit 2 HNO2+ 2 H
+¿+2 I ¿

Oksigen O2 +4 Mn (OH )2 +2 H 2 O ⇌ 4 Mn(OH )3


2+¿+ I +6 H O ¿
2 2
−¿+6 H + ¿⇌2 Mn ¿
¿
2 Mn(OH )3 +2 I
+ ¿⇌ O2 + I2 + H 2 O ¿
Ozon O3 +2 I
−¿+2 H ¿

+¿ ⇌ 4I + 4H O ¿

Periodat
2 2

−¿+7 I−¿+ 8 H ¿
¿
IO4
Permanganat
2+¿+ 5I +8 H O¿
2 2
+¿ ⇌2Mn ¿
−¿+10 I −¿+16 H ¿
¿
2 Mn 0 4

2.9 Agen-Agen Pereduksi


Larutan-larutan standar dari agen-agen pereduksi tidak dipergunakan sesering
agen-agen pengoksidasi, karena kebanyakan agen pereduksi sangat lambat dioksidasi
oleh oksigen dari udara. Natrium tiosulfat adalah satu-satunya agen pereduksi umum
yang dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama sehingga mengalami oksidasi
udara. Regaen ini dipergunakan hanya untuk titrasu-titrasi iodin. Berikut ini adalah
agen-agen pereduksi lain yang kadang-kadang dipergunakan di laboratorium (Day, R.
A. & Underwood, A. I. 1998).

1. Besi (II)
Larutan-larutan dari ion besi (II) dalam 0,5 sampai 1 N asam sulfat hanya
dioksidasi secara lambat oleh udara dan dapat dipergunakan sebagai larutan
standar. Normalitasnya harus diperiksa setiap hari. Larutan-larutan permanganat,
serium (IV), atau dikromat cocok untuk digunakan dalam titrasi larutan besi (II)

2. Kromiun (II)

Ion kromium (II) adalah agen pereduksi yang kuat, potensial standarnya dari
reaksi
2+¿ ¿

Cr 3+¿+e ⇌ Cr ¿
Adalah -0,41 V. larutan-larutan dioksidasi dengan cepat oleh udara, dan
perhatian khusus harus diberikan dalam penggunaan mereka. Banyak substansi
telah ditentukan oleh titasi baik dengan kromium (II) klorida maupun dengan
kromiun (II) sulfat, termasuk besi, tembaga, perak, emas, bismuth, uranium dan
tungsten.

3. Titanium (III)

Garam-garam dari titanium (III) juga merupakan agen pereduks yang kuat,
potensial standar dari reaksinya
3+¿ +H O ¿
2

2 +¿+2 H +¿+ e→ Ti ¿
¿
TiO
Adalah +0,04 V. larutan dari garam-garam ini langsung dioksidasi oleh udara
namun lebih mudah ditangani dibandingkan lerutan-larutan dari garam-garam
kromium (II). Penggunaan utama dari larutan-larutan titanium (II) adalah menitrasi
larutan-larutan dari besi (III). Substansi-substansi lain yang dapat ditentukan
mencakup tembaga, timah, kromium dan vanadium
4. Oksalat dan Arsenik (III)
Reaksi-reaksi dari natrium oksalat dan asam arsenik (III) telah dibahas
sebelumnya. Larutan-larutan standar dari asam oksalat cukup stabil, sedagkan
larutan-larutan standar dari sodium oksalat lebih tidak stabil. Larutan atau larutan
asam lemah dari HAsO2 cukup stabil, namun larutan;larutan alkalin dioksidasi
secara lambat oleh udara.

2.10 Menghitung Data Hasil Analisis Permanganometri


1. Pembuatan Larutan Standar Fe (III) 100 ppm
Larutan standar Fe (II) 50 ppm dibuat dengan melarutkan padatan kristal Fe
(NH4)2(SO4)2 .6H2O sebanyak 0,0351gram dalam 100 ml aqua DM. Berikut uraian
perhitungannya:
ppm Fe
ppm Fe ( NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿ ¿

ppm Fe(NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿

ppm Fe(NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿

ppm Fe(NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿


Massa Fe ( NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿

Massa Fe ( NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿

Massa Fe ( NH ¿¿ 4)2 ¿ ¿ ¿

2. Pembuatan Larutan H2SO4 6N


Larutan H2SO4 6N dibuat dengan cara mengencerkan 16,30 mL H2SO4 pekat
98% dalam labu ukur 100 mL. Berikut uraian perhitungannya:

% × ρ ×10
M H 2 SO 4 pekat=
Mr

98 ×1,84 × 10
M H 2 SO 4 pekat=
98

M H 2 SO 4 pek at =18,4

Sehingga normalitasnya adalah

N H 2 SO 4= M × ekuivalen

N H 2 SO 4=18,4 ×2

N H 2 SO 4=36,8 N

Sehingga pengenceran yang dilakukan dapat dilakukan dengan perhitungan

N 1× V 1=N 2 ×V 2

36,8 ×V 1=6 N ×100 mL

V 1=16,30 mL

3. Pembuatan Larutan H2SO4 6N


Larutan MnO4- 20 ppm distandarisasi dengan 5 mL larutan C2O42- 50 ppm,
untuk mendapatkan konsentrasi MnO4- yang sebenarnya. Berikut perhitungannya:
 Karena C2O42- 5memiliki nilai ekuivalen = 2 maka
O2−¿
4
ppmC 2 ¿
2−¿ 50 mg /L
Mr C2 O 4 = =0,000568 M =0,001136 N ¿
88,02 g /mol
 Data Analisis Percobaan
Tabel. Volume larutan MnO4- yang digunakan pada saat standarisasi
Standarisasi Ke- Volume larutan MnO4- yang digunakan (mL)
1 7,2
2 7,0
3 6,9
V rata-rata 7,033
V blanko 0,5

 Perhitungan konsentrasi MnO4- yang diperoleh


N 1× V 1=N 2 ×V 2
36,8 ×(7,033−0,5)=0,001136 N ×5 mL
N 1=0,0008695 N
Karena nilai ekuivalen MnO4- = 5, maka molaritasnya adalah
Normalitas
Molaritas=
Ekuivalen
0,0008695 N
Molaritas=
5
Molaritas=0,0001738 mol/ L
Sehingga kadar dalam ppm adalah
3
−¿x 10 ¿
−¿=Molaritas x Mr MnO 4 ¿
ppm Mn O 4
3

ppm Mn O−¿=0,0001738
4
mol/ L x118,94 gram/mol x 10 ¿
−¿=20,6717mg / L¿
ppm Mn O4 BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu jenis reaksi dalam titrasi, adalah reaksi reaksi redoks yaitu titrasi
suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya Reaksi redoks
dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat menggunakan
perubahan potensial untuk mengamati titik akhir titrasi. Selain itu cara sederhana juga
dapat dilakukan dengan menggunakan indikator.

3.2 Saran
Titrasi redoks yang telah disajikan dalam makalah ini, dapat dijadikan
referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya
dan dapat menerapkanya secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. & Underwood, A. I. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Hamdani, S. 2011. Titrasi Redoks. http://catatankimia.com/catatan/titrasi-redoks.html
diakses tanggal 14 April 2021
Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Kenkel, J. 2003. Analytical Chemistry dor Technicians.Washington: Lewis Publishers
Padmaningrum, R. T. 2008. Titrasi Iodometri. Jurdik Kimia. Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai