Dosen Pembimbing :
Sri Haryati, S.pd, M.Si
Disusun Oleh :
Hedya Safitri (1605123251)
Navida Rofni (1605112970)
Sri Wahyuningsih (1605112334)
Yuni Zentika (1605111588)
Kimia 3B
1. Sri Haryati, S.pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Kimia Analitik 1,
Universitas Riau
1. Teman-teman yang mendukung, dan berbagai sumber.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat menjadi makalah yang baik dan bermanfaat nantinya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, semoga mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................................
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Kesimpulan........................................................................................................................
Saran...............................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai “indikator”.
Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu)
sebagai peniter (titran) tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan
menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalen, terdapat sisa peniter yang berlebih
dalam larutan. Titik ekivalen diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang
pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Reaksi kimia antar analit dan titrant diketahui dengan pasti dan jelas produk-produk
apa yang akan dihasilkan nantinya. Mana reaktan dan produk apa yang akan
dihasilkan harus jelas dan pasti
Harus ada sesuatu yang bisa menandakan atau mengindikasikan bahwa reaksi antara
analit dengan titrant sudah equivalent secara stoikiometri, baik itu dengan perubahan
warna, perubahan arus listrik, perubahan pH, dengan penambahan indicator atau
apapun yang bisa digunakan untuk mengamati perubahan tersebut.
Asam Basa
Pembentukan kompleks
Pengendapan (Precipitasi)
Oxidasi/reduksi (Redoks)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan titrasi redoks ?
2. Bagaimana cara penamaan senyawa redoks ?
3. Apa saja jenis titrasi redoks ?
4. Apa yang dimaksud dengan bromometri dan bromatometri ?
5. Bagaimana perhitungan dalam titrasi dengan menggunakan metode bromometri
dan bromatometri?
Oksidasi
Reduksi
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni 2+ sedangkan Cu 2+ direduksi menjadi logam Cu.
Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat
oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran, begitu
pula sebaliknya.
Berdasarkan larutan baku yang digunakan, titrasi oksidasi-reduksi dibagi atas :
1. Oksidimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat
sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :
a. Bromatometri, larutan bakunya : KBrO3
b. Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
c. Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
d. Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2 ; Ce(NH4)2SO4
e. Iodimetri, larutan bakunya : I2
2. Reduksimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat
sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah Iodometri, larutan bakunya :
Na2S2O3 . 5H2O
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ion bersifat reduktor. Jadi
kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya
(Hamdani, S: 2011).
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Analit yang
mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas
oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang
berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi
ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-
penerapannya cukup banyak.
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi.
Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator (Hamdani, S:
2011).
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang
dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol
dengan menggunakan kalium dikromat.
Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan
permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya. Karena melibatkan
reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting,
selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat
berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan
stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator.
Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator
sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator.
Senyawa ion biner terdiri dari atom-atom dari dua jenis unsur yang berbeda yaitu
unsur logam dan unsur non logam. Penamaan senyawa ion biner yaitu sebagai berikut:
Jika senyawa ion biner tersusun atas unsur logam yang memiliki satu bilangan oksidasi
dan unsur non logam yang bermuatan negatif, penamaan senyawa ion tersebut yaitu:
Nama unsur logam + nama unsur non logam yang diberi akhiran –ida
Jika senyawa ion biner tersusun atas unsur logam yang memiliki lebih dari satu bilangan
oksidasi dan unsur non logam yang bermuatan negatif, penamaan senyawa ion tersebut
yaitu:
Nama unsur logam + (bilangan oksidasi logam dengan huruf romawi tanpa
spasi) + nama unsur non logam yang diberi akhiran –ida
Contoh: FeCl2
Untuk memberi nama senyawa di atas, tentukan terlebih dahulu biloks Fe dalam
senyawa FeCl2.
b.o Fe + 2 (-1) = 0
b.o Fe = -2
Ion poliatomik adalah ion yang terdiri atas lebih dari satu unsur. Jadi senyawa ion yang
mengandung ion poliatom terdiri atas unsur logam/non logam dan ion poliatom.
Beberapa Ion Poliatom
Rumus Molekul Ion Nama ion Rumus Molekul Ion Nama ion
Anion Anion
bermuatan -1 bermuatan2
CH3COO– Asetat CO32- Karbonat
NO2– Nitrit
NO3– Nitrat
Jika suatu senyawa ion terdiri atas unsur logam yang memiliki lebih dari satu bilangan
oksidasi dan ion poliatom, penamaan senyawa ion tersebut yaitu :
Contoh: Cr(ClO4)3
Senyawa ini terdiri atas : 1 ion logam Cr3+ dan 3 ion poliatom ClO4– . Langkah pertama untuk
memberi nama senyawa tersebut adalah menentukan bilangan oksidasi dari logam Cr.
Bilangan oksidasi logam Cr dapat ditentukan dengan menguraikan senyawa Cr(ClO 4)3
menjadi ion-ionnya.
Ion ClO4– memiliki muatan -1. Jumlah ion ClO4– ada tiga sehingga total muatannya adalah 3-.
Untuk menetralkan muatan 3-, logam Cr harus memiliki muatan 3+. Jadi dapat disimpulkan
logam Cr memiliki bilangan oksidasi +3.
Senyawa Kovalen
Senyawa kovalen merupakan senyawa yang tersusun atas unsur nonlogam dan unsur non
logam. Contoh: NO2, PCl3, NO, N2O5, dan lain-lain. Dalam pemberian nama senyawa
kovalen menggunakan awalan dari bahasa Yunani untuk menunjukkan jumlah atom setiap
macam unsur dalam satu molekul zat. Awalan ini menurut artinya adalah:
mono- berarti satu
di- berarti dua
tri- berarti tiga
tetra- berarti empat
penta- berarti lima
heksa- berarti enam
hepta- berarti tujuh
okta- berarti delapan
nona- berarti Sembilan
deka- berarti sepuluh
Dalam memberi nama suatu senyawa kovalen, unsur non logam pertama diberi nama dalam
bahasa Indonesia. Unsur non logam kedua ditunjukkan dengan menambah akhiran –ida pada
nama asal dari unsur non logam tersebut. Pemberian nama senyawa kovalen yaitu :
Awalan yang menunjukkan jumlah atom unsur non logam pertama + nama unsur
non logam pertama + Awalan yang menunjukkan jumlah atom unsur non logam
kedua + nama unsur non logam kedua ditambah akhiran –ida.
Contoh: P4O10
Langkah- langkah pemberian nama senyawa kovalen di atas menurut system stock
yaitu :
Jumlah atom unsur P dalam senyawa P4O10 adalah 4. Oleh karena itu diberi
awalan tetra-
P = fosfor
Jumlah atom unsur O dalam senyawa P 4O10 adalah 10. Oleh karena itu diberi
awalan deka-
O = oksigen
Oksigen ditambah akhiran –ida menjadi oksida
Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya :
1. Permanganometri
2. Bikromatometri
3. Serimetri
6. Nitrimetri
Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan
semua senyawa oksidator dan reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks,
maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks diantaranya bromometri dan bromatometri.
Bromometri yaitu titrasi menggunakan larutan standar Br2 (titran: Br2) secara
berlebihan, dimana reaksi antara Br2 dan zat yang akan ditetapkan (sampel) berjalan lambat,
maka dilakukan titrasi secara tidak langsung dimana kelebihan Br2 dititrasi lagi secara
iodometri dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 (natrium tiosulfat).
Ketika sampel ditambahkan Br2 secara berlebihan, warna larutan adalah berwarna
kuning, kemudian ketika ditambahkan dengan larutan KI (Kalium Iodida) maka larutan akan
berubah menjadi berwarna biru karena pengaruh dari Iodin nya, dan titik akhir dari titrasi
yaitu ketika ditambahkan Na2S2O3 (natrium tiosulfat) maka larutan berubah menjadi berwarna
bening. Akan tetapi supaya warna ini menjadi jelas dan menguji masih ada/ tidaknya iodin
dalam larutan maka perlu ditambah indikator seperti amilum, dan lain-lain (Zulfikar, 2010).
B r o m d i g u n a k a n s e b a g a i o k s i d a t o r . B r o m a k a n direduksi oleh zat-zat
organik dengan terbentuknya senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam air. Brom juga
dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi
secara adisi atau subtitusi dengan brom.
Kalium bromat (KBrO3) merupakan oksidator yang kuat dan memiliki potensial
reduksi sebesar 1,44 volt menurut reaksi berikut :
Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium
bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Oleh
karena itu, untuk menaikkan kecepatan reaksi tersebut, titrasi ini dilakukan dalam kondisi
panas dan dalam lingkungan asam kuat (Rohman, 2007).
Reaksi biasanya berlangsung dalam larutan HCl 1 M. Apabila reaksi antara senyawa reduktor
(HAsO2) telah habis bereaksi dengan ion bromat (BrO 3-) sebagai oksidator dalam lingkungan
asam berjalan cepat, maka penambahan ion bromat akan bereaksi dengan ion bromida (Br -)
menghasilkan brom (Br2), dimana titrasi dapat dijalankan langsung (Bromatometri) dan titik
akhir titrasi dapat ditandai oleh munculnya warna bromine dalam larutan. Menurut reaksi :
Titrasi Redoks yaitu Bromometri dan Bromatometri banyak digunakan dalam Analisis
Kimia Farmasi Kuantitatif yang merupakan penganalisaan prosedur kimia analisis kuantitatif
terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bidang farmasi terutama dalam menentukan
kadar dan mutu obat-obatan dan senyawa kimia.
Contohnya yaitu ketika menetapkan kadar isoniazid (obat antibiotik yang berfungsi
melawan bakteri biasanya digunakan untuk penyakit TBC) dengan menggunakan metode
bromometri dan bromatometri berdasarkan reaksi redoks dengan mereaksikan sampel yang
bersifat reduktor dengan Br, sebagai oksidator dan kelebihan I akan direaksikan dengan KI
yang menghasilkan I2, dimana I2 dititrasi dengan NA2S2O3 memakai indikator kanji. TAT
ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi tak berwarna.
Isoniazid (INH)
Prosedur kerja :
Tabel Pengamatan
Diketahui :
Berat sampel (Bs) : perobaan 1 = 11 mg , percobaan 2 = 10 mg
V KBrO3 : percobaan 1 = 5 ml , percobaan 2 = 5 ml
V Na2S2O3 : percobaan 1 = 1,6 ml , percobaan 2 = 2,9 ml
Berat setara (Bst) = 3,429 mg
Fektor koreksi (Fk) Isoniazid = 0,1 N
Ditanya :
Berapakah % kadar Isoniazid dan apakah sudah sesuai dengan persyaratan kadar yang
menurut Farmakope Indonesia (buku resmi yang memuat monografi sediaan obat dan
senyawa kimia yang digunakan untuk menentukan mutu dan kemurnian) yaitu tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% ?
Jawaban :
Isoniazid (INH)
Percobaan I
N.V.Bst
% kadar = x 100 %
Bs.Fk
= x 100%
11 mg . 0,1 N
= 105,98 %
Percobaan II
N.V.Bst
% kadar = x 100 %
Bs.Fk
= x 100%
10 . 0,1
= 72,009 %
105,98 % + 72,009
% kadar rata-rata =
= 177,989 %
Dari percobaan ini % kadar rata-rata isoniazid adalah 177,989 %. Hal ini tidak sesuai
dengan persyaratan kadar sesuai Farmakope Indonesia, yaitu tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 102,0%.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh
analisis titrimetrik. Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron.
Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya :
Permanganometri, Bikromatometri, Cerimetri Iodimetri, iodometri, iodatometri, Bromometri,
bromatometri, Nitrimetri. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan
suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan
titran.
Bromometri yaitu titrasi menggunakan larutan standar Br2 (titran: Br2) secara
berlebihan, dimana reaksi antara Br2 dan zat yang akan ditetapkan (sampel) berjalan lambat,
maka dilakukan titrasi secara tidak langsung dimana kelebihan Br2 dititrasi lagi secara
iodometri dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 (natrium tiosulfat).
3.2 Saran
Titrasi redoks yang telah disajikan dalam makalah ini, dapat dijadikan referensi
ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat
menerapkanya secara tepat.
Daftar Pustaka
Ibnu, S, dkk. 2004. Kimia Analitik I. Malang : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung : Alfabeta