Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KIMIA ANALITIK 1

MAKALAH TITRASI REDOKS


“(BROMOMETRI DAN BROMATOMETRI)”

Dosen Pembimbing :
Sri Haryati, S.pd, M.Si

Disusun Oleh :
Hedya Safitri (1605123251)
Navida Rofni (1605112970)
Sri Wahyuningsih (1605112334)
Yuni Zentika (1605111588)

Kimia 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah yang telah


memberikan begitu banyak nikmat hingga memudahkan jalan bagi penulis dalam
menyelesaikan makalah Kimia Analitik 1 yang berjudul “Titrasi Redoks (Brometri dan
Bromatometri)”. Selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak yang sangat membantu penulis, baik berupa moril maupun materil. Untuk itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah ikut serta membantu kelancaran
penulisan sehingga akhirnya tugas ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis
ucapkan kepada:

1. Sri Haryati, S.pd, M.Si selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Kimia Analitik 1,
Universitas Riau
1. Teman-teman yang mendukung, dan berbagai sumber.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat menjadi makalah yang baik dan bermanfaat nantinya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, semoga mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amin.

Pekanbaru,18 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi............................................................................................................................
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................................

Bab II Pembahasan

2.1 Teori Titrasi Redoks............................................................................................


2.2 Tata Nama Senyawa Redoks...............................................................................
2.3 Jenis-jenis Titrasi Redoks...................................................................................
2.4 Bromometri dan Bromatometri...........................................................................
2.5 Perhitungan dengan Menggunakan Metode Bromometri dan Bromatometri.....

Bab III Penutup

Kesimpulan........................................................................................................................

Saran...............................................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam melakukan percobaan di laboratorium kimia, kita tidak akan terlepas dari
analisis, baik itu kualitatif ataupun kuantitatif. Kedua analisis ini akan selalu beriringan.
Setelah kita mengidentifikasi suatu zat melalui analisis kualitatif, langkah selanjutnya adalah
menentukan banyaknya jumlah zat yang terdapat dalam sampel tersebut yang biasa kita kenal
dengan analisis kuantitatif. Dalam analisis kuantitatif, kita beberapa metode dan salah
satunya yaitu metode titrimetri.
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap
metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi
yang disebut titran.
Istilah titrasi untuk penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses
pengukuran volume titran untuk mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok
diterapkan untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode volumetri, sebab pengukuran
volume tidak selalu berkaitan dengan titrasi.
Titrasi, yaitu sebuah proses dimana larutan baku (berbentuk larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya) kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit dari sebuah buret pada
larutan yang ditentukan atau yang dititrasi sampai keduanya bereaksi sempurna (habis
bereaksi) dan mencapai titik ekuivalen.
Titik equivalent yaitu saat dimana titrasi mencapai setara secara stoikiometri.
Menentukan titik equivalent itu hampir tidak mungkin karena sangat sulit, oleh karena itu
titrasi diakhiri dengan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah saat dimana terjadinya
perubahan warna dari indicator, sehingga mudah dilihat secara manual. Titik akhir titrasi
tercapai ketika titik equivalen telah terlewati. Biasanya terjadi setelah terdapat sedikit titran
yang tidak lagi bereaksi (berlebih).
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam titrasi.
Titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna).
Indikator adalah senyawa yang sensitif (berubah warna) pada saat analit (titrat) habis atau
pada saat titran berlebih. Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan,
sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah
muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator
pH yang dapat digunakan adalah metiljingga, yang berubah warna menjadi merah dalam
asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali (basa).

Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai “indikator”.
Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu)
sebagai peniter (titran) tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan
menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalen, terdapat sisa peniter yang berlebih
dalam larutan. Titik ekivalen diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang
pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.

 Berikut ini adalah syarat-syarat titrasi:

 Reaksi kimia antar analit dan titrant diketahui dengan pasti dan jelas produk-produk
apa yang akan dihasilkan nantinya. Mana reaktan dan produk apa yang akan
dihasilkan harus jelas dan pasti

 Reaksi harus berjalan dengan cepat

 Harus ada sesuatu yang bisa menandakan atau mengindikasikan bahwa reaksi antara
analit dengan titrant sudah equivalent secara stoikiometri, baik itu dengan perubahan
warna, perubahan arus listrik, perubahan pH, dengan penambahan indicator atau
apapun yang bisa digunakan untuk mengamati perubahan tersebut.

Adapun jenis-jenis titrasi, yaitu:

 Asam Basa

 Pembentukan kompleks

 Pengendapan (Precipitasi)

 Oxidasi/reduksi (Redoks)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan titrasi redoks ?
2. Bagaimana cara penamaan senyawa redoks ?
3. Apa saja jenis titrasi redoks ?
4. Apa yang dimaksud dengan bromometri dan bromatometri ?
5. Bagaimana perhitungan dalam titrasi dengan menggunakan metode bromometri
dan bromatometri?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian titrasi redoks
2. Untuk mengetahui cara penamaan senyawa redoks
3. Untuk mengetahui jenis-jenis titrasi redoks
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bromometri dan bromatometri
5. Untuk mengetahui cara perhitungan dengan menggunakan metode bromometri
dan bromatometri
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Titrasi Redoks


Sebelum menuju pengertian titrasi redoks, terlebih dahulu kita harus memahami
tentang reaksi reduksi dan reaksi oksidasi (Redoks).
 Perbedaan reaksi reduksi dengan reaksi oksidasi :
Reaksi Reduksi :
·     Penurunan bilangan oksidasi
·      Penambahan elektron
Reaksi Oksidasi :
·      Kenaikan bilangan oksidasi
·      Pelepasan elektron
Reaksi reduksi-oksidasi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron serta melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Dalam
setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan
jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.
Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan
oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Jika suatu logam dimasukkan ke
dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks,
misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) → Ni2++ Cu(s)
0 +2 +2 0

Oksidasi
Reduksi
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni 2+ sedangkan Cu 2+ direduksi menjadi logam Cu.
Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat
oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran, begitu
pula sebaliknya.
 Berdasarkan larutan baku yang digunakan, titrasi oksidasi-reduksi dibagi atas :
1. Oksidimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat
sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :
a. Bromatometri, larutan bakunya : KBrO3
b. Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
c. Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
d. Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2 ; Ce(NH4)2SO4
e. Iodimetri, larutan bakunya : I2
2. Reduksimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat
sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah Iodometri, larutan bakunya :
Na2S2O3 . 5H2O

Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ion bersifat reduktor. Jadi
kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya
(Hamdani, S: 2011).

Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Analit yang
mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas
oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang
berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi
ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-
penerapannya cukup banyak.

Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi.
Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator (Hamdani, S:
2011).

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang
dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.

Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol
dengan menggunakan kalium dikromat.

Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan
permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya. Karena melibatkan
reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting,
selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat
berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan
stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator.
Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator
sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator.

Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi


redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah
juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,
misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Atau ada juga yang tidak menggunakan
indikator seperti permanganometri.

2.2 Tata nama senyawa redoks


 Senyawa Ion Biner

Senyawa ion biner terdiri dari atom-atom dari dua jenis unsur yang berbeda yaitu
unsur logam dan unsur non logam. Penamaan senyawa ion biner yaitu sebagai berikut:

1. Logam yang mempunyai satu bilangan oksidasi

Jika senyawa ion biner tersusun atas unsur logam yang memiliki satu bilangan oksidasi
dan unsur non logam yang bermuatan negatif, penamaan senyawa ion tersebut yaitu:

Nama unsur logam + nama unsur non logam yang diberi akhiran –ida

Contoh: KBr = Kalium bromida


2. Logam yang mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi

Jika senyawa ion biner tersusun atas unsur logam yang memiliki lebih dari satu bilangan
oksidasi dan unsur non logam yang bermuatan negatif, penamaan senyawa ion tersebut
yaitu:

Nama unsur logam + (bilangan oksidasi logam dengan huruf romawi tanpa
spasi) + nama unsur non logam yang diberi akhiran –ida

Contoh: FeCl2

Untuk memberi nama senyawa di atas, tentukan terlebih dahulu biloks Fe dalam
senyawa FeCl2.

(1 x b.o Fe) + (2 x b.o Cl) = 0

b.o Fe + 2 (-1) = 0

b.o Fe = -2

 Besi = nama unsur logam


 (II) = bilangan oksidasi unsur logam yaitu Fe dalam huruf Romawi
 Klorida = nama unsur non logam yang ditambah akhiran –ida

FeCl2 = Besi(II) klorida

 Senyawa ion yang Mengandung ion Poliatom

Ion poliatomik adalah ion yang terdiri atas lebih dari satu unsur. Jadi senyawa ion yang
mengandung ion poliatom terdiri atas unsur logam/non logam dan ion poliatom.
 Beberapa Ion Poliatom

Rumus Molekul Ion Nama ion Rumus Molekul Ion Nama ion
Anion Anion
bermuatan -1 bermuatan2
CH3COO– Asetat CO32- Karbonat

CN– Sianida CrO42- Kromat

ClO– Hipoklorit Cr2O72- Dikromat

ClO2– Klorit O22- Peroksida

ClO3– Klorat HPO42- Hidrogen


fosfat
ClO4– Perklorat SO32- Sulfit

H2PO4– Dihidrogen SO42- Sulfat


fosfat
HCO3– Bikarbonat S2O32- Tiosulfat

HSO4– Bisulfat Anion


bermuatan-3
MnO4– Permanganat PO33- Fosfit

OH– Hidroksida PO43- Fosfat

NO2– Nitrit

NO3– Nitrat
Jika suatu senyawa ion terdiri atas unsur logam yang memiliki lebih dari satu bilangan
oksidasi dan ion poliatom, penamaan senyawa ion tersebut yaitu :

Nama unsur logam + (bilangan oksidasi unsur logam dengan angka


Romawi tanpa spasi) + nama ion poliatom

Contoh: Cr(ClO4)3

Senyawa ini terdiri atas : 1 ion logam Cr3+ dan 3 ion poliatom ClO4– . Langkah pertama untuk
memberi nama senyawa tersebut adalah menentukan bilangan oksidasi dari logam Cr.
Bilangan oksidasi logam Cr dapat ditentukan dengan menguraikan senyawa Cr(ClO 4)3
menjadi ion-ionnya.

Cr(ClO4)3 → Cr3+ + 3ClO4–

Ion ClO4– memiliki muatan -1. Jumlah ion ClO4– ada tiga sehingga total muatannya adalah 3-.
Untuk menetralkan muatan 3-, logam Cr harus memiliki muatan 3+. Jadi dapat disimpulkan
logam Cr memiliki bilangan oksidasi +3.

 Kromium = nama unsur logam Cr


 (III) = bilangan oksidasi logam Cr
 Perklorat = nama ion poliatom

Cr(ClO4)3 = Kromium(III) perklorat

 Senyawa Kovalen

Senyawa kovalen merupakan senyawa yang tersusun atas unsur nonlogam dan unsur non
logam. Contoh: NO2, PCl3, NO, N2O5, dan lain-lain. Dalam pemberian nama senyawa
kovalen menggunakan awalan dari bahasa Yunani untuk menunjukkan jumlah atom setiap
macam unsur dalam satu molekul zat. Awalan ini menurut artinya adalah:
 mono- berarti satu
 di- berarti dua
 tri- berarti tiga
 tetra- berarti empat
 penta- berarti lima
 heksa- berarti enam
 hepta- berarti tujuh
 okta- berarti delapan
 nona- berarti Sembilan
 deka- berarti sepuluh

Dalam memberi nama suatu senyawa kovalen, unsur non logam pertama diberi nama dalam
bahasa Indonesia. Unsur non logam kedua ditunjukkan dengan menambah akhiran –ida pada
nama asal dari unsur non logam tersebut. Pemberian nama senyawa kovalen yaitu :

Awalan yang menunjukkan jumlah atom unsur non logam pertama + nama unsur
non logam pertama + Awalan yang menunjukkan jumlah atom unsur non logam
kedua + nama unsur non logam kedua ditambah akhiran –ida.

Contoh: P4O10

Langkah- langkah pemberian nama senyawa kovalen di atas menurut system stock
yaitu :

 Jumlah atom unsur P dalam senyawa P4O10 adalah 4. Oleh karena itu diberi
awalan tetra-
 P = fosfor
 Jumlah atom unsur O dalam senyawa P 4O10 adalah 10. Oleh karena itu diberi
awalan deka-
 O = oksigen
 Oksigen ditambah akhiran –ida menjadi oksida

Jadi, P4O10 adalah tetrafosfor dekaoksida


2.3 Jenis-Jenis Titrasi Redoks

Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya :

1.      Permanganometri

2.      Bikromatometri

3.      Serimetri

4.      Iodimetri, iodometri, iodatometri

5.      Bromometri, bromatometri

6.      Nitrimetri

Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan
semua senyawa oksidator dan reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran.

2.4 Brometri dan Bromatometri

Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks,
maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks diantaranya bromometri dan bromatometri.

Bromometri yaitu titrasi menggunakan larutan standar Br2 (titran: Br2) secara
berlebihan, dimana reaksi antara Br2 dan zat yang akan ditetapkan (sampel) berjalan lambat,
maka dilakukan titrasi secara tidak langsung dimana kelebihan Br2 dititrasi lagi secara
iodometri dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 (natrium tiosulfat).

Ketika sampel ditambahkan Br2 secara berlebihan, warna larutan adalah berwarna
kuning, kemudian ketika ditambahkan dengan larutan KI (Kalium Iodida) maka larutan akan
berubah menjadi berwarna biru karena pengaruh dari Iodin nya, dan titik akhir dari titrasi
yaitu ketika ditambahkan Na2S2O3 (natrium tiosulfat) maka larutan berubah menjadi berwarna
bening. Akan tetapi supaya warna ini menjadi jelas dan menguji masih ada/ tidaknya iodin
dalam larutan maka perlu ditambah indikator seperti amilum, dan lain-lain (Zulfikar, 2010).
B r o m d i g u n a k a n s e b a g a i o k s i d a t o r . B r o m a k a n direduksi oleh zat-zat
organik dengan terbentuknya senyawa hasil subtitusi yang tidak larut dalam air. Brom juga
dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi
secara adisi atau subtitusi dengan brom.

Contohnya yaitu pada praktikum titrasi bromometri menggunakan sampel


sulfonilamid tablet yang ditimbang 0,3 g pada timbangan analitik lalu ditambahkan HCl 0,1
N untuk melarutkan sampel setelah itu di tambahkan 1 g KBr dan 5 tetes HCl (Pekat) dan
dihomogenkan lalu ditambahkan 10 mL KBr (Kalium Bromida) 0,1 N hingga menghasilkan
warna kuning lalu ditambahkan 0,5 g KI (Kalium Iodida) lalu dititrasi dengan Natrium
tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N setelah itu ditambahkan indikator kanji sebanyak 5 tetes lalu
dititrasi kembali hingga tidak berwarna (putih).

Adapun alasan setiap penggunaan bahan ataupun perlakuan, sulfanilamida digunakan


sebagai sampel atau larutan baku primer yang memiliki gugus amin aromatis primer,
penambahan asam klorida (HCl) 0,1 N untuk melarutkan sampel, sedangkan penambahan
Kalium bromida (KBr) sebagai zat pengoksidasi kuat yang akan tereduksi menjadi Br yang
ditandai dengan terbentuknya warna kuning pucat, dan penambahan Asam klorida (HCl)
pekat untuk memberikan suasana asam pada larutan karena dalam reaksinya karena ion H +
yang terlibat dalam konversi ion BrO3- menjadi Br-. Dan pada penambahan Kalium bromida
(KBr) 10 mL untuk membentuk Br2  yang nantinya akan menyebabkan larutan  berwarna
kuning pucat. Seperti pada reaksi tersebut :
KBrO3 + 5KBr + 6HCl               3Br2 + 6KCl + 3H2O
Pada penambaan Kalium Iodida dilakukan untuk mengubah brom menjadi Iodium
sesuai dengan reaksi :
Br2 + 2KI               I2 + 2KBr
Selanjutnya didiamkan 15 menit di tempat gelap untuk menghasilkan iod yang baik
karena iod tersebut mudah terpolarisasi oleh cahaya sehingga nantinya tidak banyak iod yang
terpolarisasi. Kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk menhilangkan iod yang
berlebihan dan di tambahkan indikator kanji untuk mempercepat tercapainya titik akhir titrasi
dan dititrasi kembali hingga berubah warna dari biru menjadi bening.

Bromatometri yaitu titrasi menggunakan KBrO3 (Kalium bromat) (titran: KBrO3)


sebagai larutan standar. Titrasi ini dilakukan secara langsung karena proses titrasi berjalan
cepat. Titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan munculnya warna kuning, yang disebut
reaksi Brominansi. Bromine (Br2) merupakan autoindikator karena berwarna kuning baik
dalam bromometri maupun bromatometri, namun bedanya yaitu jika pada bromometri, warna
kuning yang dihasilkan bukan merupakan warna dari titik akhir titrasi, sedangkan pada
bromatometri warna kuning yang dihasilkan adalah warna dari titik akhir titrasi.

Kalium bromat (KBrO3) merupakan oksidator yang kuat dan memiliki potensial
reduksi sebesar 1,44 volt menurut reaksi berikut :

BrO3- + 6 H+ + 6e  Br- + 3 H2O E0 =1,44 V

Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium
bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Oleh
karena itu, untuk menaikkan kecepatan reaksi tersebut, titrasi ini dilakukan dalam kondisi
panas dan dalam lingkungan asam kuat (Rohman, 2007).

Titrasi bromatometri dapat digunakan untuk titrasi langsung terhadap beberapa


reduktor seperti As(III), Sb(III),Fe(II), atau sulfida organik. Contoh titrasi langsung adalah
reaksi antara As(III) dengan ion Bromat menurut reaksi :

BrO3- + 3 HAsO2  Br- + 3 HAsO3

Reaksi biasanya berlangsung dalam larutan HCl 1 M. Apabila reaksi antara senyawa reduktor
(HAsO2) telah habis bereaksi dengan ion bromat (BrO 3-) sebagai oksidator dalam lingkungan
asam berjalan cepat, maka penambahan ion bromat akan bereaksi dengan ion bromida (Br -)
menghasilkan brom (Br2), dimana titrasi dapat dijalankan langsung (Bromatometri) dan titik
akhir titrasi dapat ditandai oleh munculnya warna bromine dalam larutan. Menurut reaksi :

BrO3- + 5 Br- + 6 H+  3 Br2 + 3 H2O

2.5 Perhitungan titrasi redoks dengan menggunakan metode bromometri dan


bromatometri

Titrasi Redoks yaitu Bromometri dan Bromatometri banyak digunakan dalam Analisis
Kimia Farmasi Kuantitatif yang merupakan penganalisaan prosedur kimia analisis kuantitatif
terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bidang farmasi terutama dalam menentukan
kadar dan mutu obat-obatan dan senyawa kimia.
Contohnya yaitu ketika menetapkan kadar isoniazid (obat antibiotik yang berfungsi
melawan bakteri biasanya digunakan untuk penyakit TBC) dengan menggunakan metode
bromometri dan bromatometri berdasarkan reaksi redoks dengan mereaksikan sampel yang
bersifat reduktor dengan Br, sebagai oksidator dan kelebihan I akan direaksikan dengan KI
yang menghasilkan I2, dimana I2 dititrasi dengan NA2S2O3 memakai indikator kanji. TAT
ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi tak berwarna.

 Isoniazid (INH)

Prosedur kerja :

Untuk isoniazid, mula-mula sampel ditimbang 10 mg. Kemudian dilarutkan dalam 10


ml air. Setelah itu ditambahkan 5 ml KbrO3 sebagai oksidatornya. Kemudian ditambahkan
KBr 5 gram, kelebihan KBr dalam larutan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion
bromat. Setelah itu ditambahkan 2 ml HCl Pekat dengan maksud untuk memberi suasana
asam agar bromin dapat terbebas. Kemudian didiamkan di tempat gelap selama 5 menit.
Setelah itu ditambahkan KI 10% , penambahan ini akan menghasilkan iodida yang dioksidasi
oleh bromin menjadi iodin yang dititrasi dengan natrium untuk menentukan kadar sampel.

Tiap ml bromin ~ 3,429 mg INH

DATA DAN HASIL PENGAMATAN

Tabel Pengamatan

Setelah dilakukan percobaan maka didapatkan data sebagai berikut :

Sampel BS (mg) V. KBrO3 V. Na2S2O3 Perubahan Warna

Isoniazid 11 5 ml 1,6 ml Kuning = berwarna


10 5 ml 2,9 ml Kuning = berwarna

Diketahui :
 Berat sampel (Bs) : perobaan 1 = 11 mg , percobaan 2 = 10 mg
 V KBrO3 : percobaan 1 = 5 ml , percobaan 2 = 5 ml
 V Na2S2O3 : percobaan 1 = 1,6 ml , percobaan 2 = 2,9 ml
 Berat setara (Bst) = 3,429 mg
 Fektor koreksi (Fk) Isoniazid = 0,1 N
Ditanya :
Berapakah % kadar Isoniazid dan apakah sudah sesuai dengan persyaratan kadar yang
menurut Farmakope Indonesia (buku resmi yang memuat monografi sediaan obat dan
senyawa kimia yang digunakan untuk menentukan mutu dan kemurnian) yaitu tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% ?

Jawaban :

Isoniazid (INH)
 Percobaan I
N.V.Bst

% kadar = x 100 %

Bs.Fk

0,1 N . (5-1,6)ml . 3,429 mg

= x 100%

11 mg . 0,1 N

= 105,98 %

 Percobaan II
N.V.Bst

% kadar = x 100 %

Bs.Fk

0,1 N . (5-2,9) ml . 3,429 mg

= x 100%

10 . 0,1

= 72,009 %

105,98 % + 72,009

% kadar rata-rata =

= 177,989 %

Dari percobaan ini % kadar rata-rata isoniazid adalah 177,989 %. Hal ini tidak sesuai
dengan persyaratan kadar sesuai Farmakope Indonesia, yaitu tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 102,0%.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh
analisis titrimetrik. Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron.

Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya, diantaranya :
Permanganometri, Bikromatometri, Cerimetri Iodimetri, iodometri, iodatometri, Bromometri,
bromatometri, Nitrimetri. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan
suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan
titran.

Bromometri yaitu titrasi menggunakan larutan standar Br2 (titran: Br2) secara
berlebihan, dimana reaksi antara Br2 dan zat yang akan ditetapkan (sampel) berjalan lambat,
maka dilakukan titrasi secara tidak langsung dimana kelebihan Br2 dititrasi lagi secara
iodometri dengan menggunakan larutan standar Na2S2O3 (natrium tiosulfat).

Bromatometri yaitu titrasi menggunakan KBrO3 (Kalium bromat) (titran: KBrO3)


sebagai larutan standar. Titrasi ini dilakukan secara langsung karena proses titrasi berjalan
cepat. Titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan munculnya warna kuning, yang disebut
reaksi Brominansi. Bromine (Br2) merupakan autoindikator karena berwarna kuning baik
dalam bromometri maupun bromatometri, namun bedanya yaitu jika pada bromometri, warna
kuning yang dihasilkan bukan merupakan warna dari titik akhir titrasi, sedangkan pada
bromatometri warna kuning yang dihasilkan adalah warna dari titik akhir titrasi.

Titrasi Redoks yaitu Bromometri dan Bromatometri banyak digunakan dalam


Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif yang merupakan penganalisaan prosedur kimia analisis
kuantitatif terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bidang farmasi terutama dalam
menentukan kadar dan mutu obat-obatan dan senyawa kimia.
Yang mana dari hasil analisa kita yaitu tentang kadar nya, kita dapat mengetahui
apakah obat tersebut sudah memenuhi syarat menurut Farmakope Indonesia (buku resmi
yang memuat monografi sediaan obat dan senyawa kimia yang digunakan untuk menentukan
mutu dan kemurnian) atau tidak.

3.2 Saran

Titrasi redoks yang telah disajikan dalam makalah ini, dapat dijadikan referensi
ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat
menerapkanya secara tepat.
Daftar Pustaka

Ardiansyah. 2013. Materi Redoks-Praktikum Dasar Teknik Kimia I.http://pdtk1-tekim-


undip.weebly.com/materi-redoks.html. Diakses pada tanggal 18 November 2017.

Hamdani, S. 2011. Titrasi Redoks. http://catatankimia.com/catatan/titrasi-


redoks.html. Diakses pada tanggal 18 November 2013.

Ibnu, S, dkk.  2004. Kimia Analitik I. Malang : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Malang.

Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung : Alfabeta

SM, Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press

Steven, 2012. Titrasi Redoks. http://nevetstheanstag.wordpress.com/2012/05/27/titrasi-


redoks/ diakses tanggal 18 November 2017.

Zulfikar. 2010. Titrasi


Redoks. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-
kimia-dan-analisis/titrasi-redoks/. Diakses pada tanggal 18 November 2017.
Pertanyaan dan jawaban :

1. Dari :Christy Susi Mariaty


Titrasi Bromo-bromatometri kenapa terjadi dalam suasana asam ? Kenapa tidak dalam
suasana basa ?
Jawaban :
Hanya bisa terjadi dalam suasana asam karena untuk mengubah ion BrO 3- dibutuhkan
ion H+ sehingga terbentuk Br-, dan juga untuk mempercepat terjadinya reaksi. Selain
itu penambahan HCl juga digunakan untuk melarutkan sampel. Tidak bisa dalam
suasana basa karena jika dalam basa justru akan membentuk endapan.

2. Dari : Auda Sakhila


Jelaskan maksud dari : pada titrasi bromometri dilakukan penambahan bromine
berlebih dan ditetapkan secara iodometri. Apakah sampel langsung yang di titrasi
bromometri baru dilakukan iodometri ?
Jawaban :
Maksudnya adalah, pada titrasi bromometri, sampel ditambahkan bromine (Br 2)
secara berlebihan, kelebihan (Br2) inilah yang akan di titrasi iodometri dengan
penambahan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan bukanlah sampel yang langsung
di titrasi iodometri melainkan kelebihannya itu dan oleh sebab itu dinamakan titrasi
tidak langsung.

3. Dari : Rini Rahma Fadhilla


Titik akhir dari titrasi bromometri warna nya apa ? jelaskan.
Jawaban :
Ketika sampel ditambahkan Br2 secara berlebihan, warna larutan adalah berwarna
kuning, kemudian ketika ditambahkan dengan larutan KI (Kalium Iodida) maka
larutan akan berubah menjadi berwarna biru karena pengaruh dari Iodin nya, dan titik
akhir dari titrasi yaitu ketika ditambahkan Na2S2O3 (natrium tiosulfat) maka larutan
berubah menjadi berwarna bening. Akan tetapi supaya warna ini menjadi jelas dan
menguji masih ada/ tidaknya iodin dalam larutan maka perlu ditambah indikator
seperti amilum, dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai