Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan mengenai inti atom yang kita peroleh dari kajian tentang peluruhan
radioaktif masih terbatas, mengingat hanya beberapa proses radioaktif tertentu saja yang
terjadi secara alamiah. Juga dalam proses-proses tersebut hanya beberapa isotop saja yang
terbentuk, dan bahwa hanya beberapa keadaan eksitasi inti saja (yang menyusuli peluruhan
radioaktif) yang dikaji. (Krane : 1992, 394)
Reaksi inti ternyata memberi kita suatu cara yang luwes untuk mengkaji sebarang
jenis inti, dan memilih sebarang keadaan eksitasinya. Dalam makalah ini akan dibahas
beberapa reaksi inti yang dapat terjadi. Dua reaksi inti yang teristimewa penting adalah fisi
atau fusi. (Krane : 1992, 394)
Sebagian besar data inti yang terkumpul sekarang berasal dari analisis berbagai
percobaan reaksi inti. Dalam percobaan ini berbagai inti ditembaki dengan berbagai macam
proyektil (radiasi) partikel maupun inti dan kemudian hasilnya diamati. Namun dalam dalam
pembahasan ini hanya akan menggunakan partikel – partikel berikut sebagai proyektilnya :

Partikel Notasi

Neutron N

Proton 1
p, 1 H

Deuteron d,21 H

Triton t,31 H

Helium-3 h,32 H e

Helium-4 (partikel alfa) α,42H e


(Gautreau,1995:208)

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan reaksi inti?
2. Bagaimana notasi dari reaksi inti?
3. Bagaimana jenis – jenis reaksi inti?
4. Apa teori mengenai mekanisme reaksi inti?
5. Bagaimana pengaruh penampang terhadap reaksi inti?
6. Apa saja faktor – faktor yang berpengaruh terhadap reaksi inti?
7. Bagaimana cara menentukan besar energi pada reaksi inti?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu reaksi inti.
2. Untuk mengetahui notasi dari reaksi inti.
3. Untuk mengetahui jenis – jenis reaksi inti.
4. Untuk mengetahui teori mengenai mekanisme reaksi inti.
5. Untuk mengetahui pengaruh penampang terhadap reaksi inti.
6. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi inti.
7. Untuk mengetahui besar energi pada reaksi inti.

2
Proyektil adalah suatu benda yang ditembakkan ke udara dengan penerapan beberapa
gaya.
Foton adalah partikel dasar yang membentuk unit dasar radiasi elektromagnetik, yang
melalui gelombang radio, inframerah, cahay tampak , ultraviolet, snar x dan lain-lain.
Reaksi inti adalah proses perubahan yang terjadi dalam inti atom akibat tumbukan
dengan partikel lain atau dengan sendirinya.

BAB II
URAIAN MATERI

2.1 Reaksi Inti


Reaksi inti adalah suatu proses interaksi, yang berlangsung dalam waktu kurang dari
10-12 detik, antara inti atom sasaran (biasanya dalam keadaaan diam disebut sebagai inti
target) dengan inti yang lain, yang umumnya lebih ringan atau foton berenergi kinetik tinggi
(disebut proyektil), sehingga menghasilkan suatu foton transformasi pada inti sasaran
tersebut. Reaksi inti pada umumnya merupakan hasil rekayasa manusia yang dilangsungkan
dalam suatu reaktor nuklir atau dengan menggunakan alat pemercepat partikel yang dapat
menghasilkan proyektil berenergi kinetik sampai 500 GeV. Reaksi inti yang berlangsung
secara alamiah antara lain diyakini terjadi di dalam matahari atau bintang-bintang sebagai
reaksi fusi termoknuklir dan reaksi pembentukan 14C di atmosfer. (Bunjali,2002:85)

Banyak reaksi nuklir sebenarnya berkaitan dengan dua langkah terpisah. Pertama,
partikel-datang menumbuk inti target dan keduanya bergabung untuk membentuk inti baru
yang disebut inti majemuk yang nomor atomik dan nomor massanya merupakan penjumlahan
dari nomor atomik partikel – partikel semula dan penjumlahan nomor – nomor massanya.
(Beiser,1992:486)

Inti majemuk tidak memiliki “ingatan” bagaimana terbentuknya, karena nukleonnya


tercampur tidak tergantung pada asalnya dan energi yang membawanya menjadi keadaan
tersebut oleh partikel-datang dibagi-bagi antara nukleon – nukleon tersebut. Jadi suatu inti
majemuk tertentu dapat terbentuk melalui berbagai cara. Untuk memberi ilustrasi, tabel 1
menunjukkan enam reaksi yang menghasilkan inti majemuk147 N * (tanda bintang menyatakan
eksitasi; inti majemuk biasanya tereksitasi dengan jumlah energi sekurang-kurangnya sama

3
13 11
dengan energi ikat partikel – partikel yang datang). Inti 7 N dan 6 C ialah radioaktif-beta
dengan umur-paro yang sangat pendek sehingga tak memungkinkan penelitian terinci dan
14
reaksinya untuk membentuk 7 N *, namun tidak ada kesangsian bahwa reaksi tersebut dapat
terjadi. (Beiser,1992:486-487)

Reaksi Inti yang Menghasilkan Inti Majemuk 147 N *


13
7 N + 10n 147 N * (10,5 MeV)
13 1 14
6 C + 1 H  7 N * (7,5 MeV)
12
6 C + 21 H  147 N * (10,3 MeV)
11 3 14
6 C + 1 H  7 N * (22,7 MeV)
11
5 B + 32He  147 N * (20,7 MeV)
10 4 14
5 B + 2 He  7 N * (11,6 MeV)
Tabel 1

Inti majemuk mempunyai umur-paro dalam orde 10-16 s atau sekitar itu, walaupun
cukup pendek untuk benar – benar mengamati inti seperti itu, namun relatif besar
terhadap waktu 10-21 s yang diperlukan untuk sebuah partikel nuklir dengan energi
beberapa MeV melewati sebuah inti. (Beiser,1992:487)

Suatu inti majemuk tertentu dapat meluruh melalui satu cara atau lebih,
14
tergantung pada energi eksitasinya. Jadi, 7 N * dengan energi eksitasi, misalnya 12 MeV
dapat meluruh melalui reaksi :

14 13 1
7 N *  7 N + 0n

14 13 1
7 N *  6C + 1 H

14 12 2
7 N *  6C + 1 H

14 10 4
7 N *  5B + 2 He

Atau hanya memancarkan satu dua sinar gamma yang berenergi total 12 MeV,
tetapi tidak bisa meluruh dengan memancarkan triton (31 H ) atau helium-3 (31 He ), karena

4
inti tersebut tidak memiliki cukup energi untuk membebaskan partikel seperti itu.
Biasanya suatu modus peluruhan tertentu lebih sering terjadi untuk inti majemuk dalam
keadaan eksitasi tertentu. (Beiser,1992:487)

Pembentukan dan peluruhan inti majemuk menjadi sangat menarik berdasarkan


model nuklir tetes-cairan. Menurut model ini, inti tereksitasi memiliki keserupaan dengan
tetesan-cairan panas dengan energi ikat partikel yang dipancarkan bersesuaian dengan
kalor penguapan molekul cairan. Tetes cairan seperti itu pada akhirnya akan menguapkan
sebuah atau lebih molekulnya, sehingga mendinginkannya. Proses penguapan terjadi jika
fluktuasi acak dalam distribusi energi dalam tetesan menyebabkan molekul tertentu
memiliki energi cukup untuk melepaskan diri. Demikian juga, inti majemuk
mempertahankan keadaan eksitasinya, sampai suatu nukleon tertentu atau sekelompok
nukleon tertentu dalam sesaat ternyata bisa memiliki fraksi yang cukup besar dari energi
yang cukup untuk melepaskan diri dari inti tersebut. Selang waktu antara pembentukan
dan peluruhan sebuah inti majemuk sesuai dengan gambaran ini. (Beiser,1992:487-488)

Biasanya, reaksi inti ini memberi hasil suatu inti sisa akhir (yang biasanya tak
teramati) ditambah partikel lain yang teramati secara eksperimental (kadang – kadang
kedua hasil akhir ini teramati bersama).(Gautreau,1995:208)

2.2 Notasi Reaksi Inti


Reaksi – reaksi inti dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

PROYEKTIL + INTI SASARAN  INTI SISA + PARTIKEL TERAMATI

Atau dalam bentuk singkat

SASARAN(PROYEKTIL,PARTIKEL TERAMATI)INTI SISA

Reaksi inti dapat juga dinyatakan dengan :

X+aY+b

Atau dalam notasi yang lebih kompak

X(a,b)Y

5
(Resnick,1986:149)
Dalam setiap persamaan reaksi inti, muatan total (Z total) dan jumlah nukleon total
(A total) harus sama pada kedua ruas persamaan. Sebagai contoh, reaksi inti yang pertama
kali diamati oleh Rutherford pada tahun 1919

14 4 1 17 14 17
7 N + 2He  1 H + 8O atau 7 N (α,p) 8O

(Gautreau,1995:208)

Nuklida sasaran dituliskan paling awal, nuklida hasil reaksi dituliskan paling akhir
dan diantara keduanya di dalam tanda kurung berturut-turut dituliskan proyektil dan ejektil
yang dipisahkan oleh tanda koma. Beberapa contoh rekasi yang dituliskan dengan notasi
tersebut, misalnya:

(i) 23
Na (n,γ) 24Na (iii) 133
Cs (α,4n) 133La
(ii) 14N (α,p) 17O (iv) 63
Cu (p,2p 6n α) 24Na
Dua contoh terakhir adalah notasi untuk reaksi inti yang memancarkan lebih dari satu
partikel yang memancarkan berbagai jenis partikel. (Bunjali,2002:85)

2.3 Jenis – Jenis Reaksi Inti


Reaksi – reaksi inti diklasifikasikan menurut proyektil, partikel teramati, dan inti sisa.
Jika proyektil dan partikel teramati adalah sama, maka kita peroleh reaksi hamburan
(scattering reaction). Jika inti sisa tetap berada dalam keadaan energi terendahnya atau
keadaan dasar, maka hamburannya adalah elastik; tetapi bila intinya berpindah kesuatu
keadaan tereksitasi, maka hamburannya disebut tak elastik. (Gautreau,1995:208)

9 1 9 1
4 Be + 0 n ⟶ 4 Be + 0n

107 1 107 1
47 Ag + 0n ⟶ 47 Ag * + 0n ’

Proses pada saat proyektil yang ditembakkan memperoleh tambahan nukleon, dari
atau memberi nukleon ke inti sasaran berturut-turut disebut sebagai reaksi pengambilan
(pickup) dan pelucutan (stripping). Dua contoh pengambilan adalah :

6
16 15 16 15
8 O(d,t) 8O atau 8 O + d  8O + t

41 40 41 40
20 Ca(he,α)20 Ca atau 20 Ca + 3he  20Ca + α

Dan dua contoh reaksi pelucutan adalah :

90 91 90 91
40 Zr (d,p)40 Zr atau 40 Zr + d  40 Zr + p

23 24 23 24
11 Na(h,d)12 Mg atau 11 Na + he  12 Mg + d

(Gautreau,1995:209)

Reaksi pengambilan dan pelucutan ini sering kali terjadi pada tingkat energi yang
cukup tinggi, sehingga kita dapat menganggap bahwa reaksinya adalah langsung (direct).
Dalam reaksi pengambilan atau pelucutan langsung ini dianggap bahwa nukleon mengambil
bagian dalam memasuki atau meninggalkan suatu orbit model-kulit tertentu dari inti sasaran
tanpa mengganggu nukleon lain. (Gautreau,1995:209)

Jenis reaksi lain yang agak berlawanan yaitu proyektil datang dan inti sasaran
bersama-sama membentuk sebuah inti baru, yang disebut inti gabungan (compound nucleus),
yang hidup selama suatu selang waktu singkat dalam suatu keadaan eksitasi dan kemudian
meluruh. Waktu hidup suatu inti gabungan khas adalah dalam orde 10 -16 det. Meskipun
selang waktu 10-16 det adalah terlalu singkat sehingga intinya tidak dapat diamati secara
langsung, namun terlalu lama dibandingkan terhadap waktu yang diperlukan sebuah partikel
proyektil untuk menempuh jarak inti yang berorde 10-21 det. Oleh karena itu dianggap bahwa
peluruhan suatu inti gabungan tidak bergantung pada cara bagaimana ia dibentuk; inti gabung
tak “mengingat” bagaimana ia dibentuk. (Gautreau,1995:209)

Biasanya terdapat beberapa reaksi berbeda yang akan yang akan memberikan inti
gabungan yang sama, dan juga beberapa modus atau saluran berbeda tempat inti ini dapat
20
meluruh. Sebagai contoh, untuk inti gabungan 10 Ne yang terbentuk dalam suatu keadaan
tereksitasi [ 20
10 Ne ] , kita dapat memperoleh reaksi – reaksi yang ditunjukkan dalam gambar
*

dibawah ini.

7
(Gautreau,1995:209)

1. Reaksi Fisi (Reaksi Pembelahan)

Reaksi fisi merupakan pembelahan sebuah inti berat seperti uranium terbelah
menjadi dua inti yang lebih ringan. Salah satu reaksi fisi yang khas adalah

235
93 U+ n 93 141
37 Rb ❑ + 55 Cs+2 n

(Krane,1992:409)

Dalam kurun waktu 1934-1938, secara bersamaan tiga kelompok peneliti yaitu
Enrico Fermi di Itali, Joliot Curie-Savitch di Perancis dan Otto Hahn-Fritz Strassman di
Jerman meneliti hasil-hasil reaksi penembakan neutron terhadap senyawa uranium yang
bertujuan untuk memperoleh unsur-unsur transuranium (Z>92). (Bunjali,2002:108)
Dari reaksi neutron dengan uranium, diharapkan terbentuk nuklida yang kaya
akan neutron dan kemudian meluruh dengan pemancaran β- secara berturut-turut
sehingga akan dihasilkan unsur-unsur transuranium. Secara singkat reaksi yang
diharapkan adalah:

U + n → 92 U β−→¿ ¿ Z= 94 β−¿ ¿ Z=95 → dst


238 239
92 →

8
Hasil analisa terhadap hasil-hasil penembakan neutron tersebut, Fermi hanya
menemukan dua unsur transuraniumnya yaitu dengan Z=93, neptunium dan Z=94,
plutonium. Dilain pihak, Joliot Curie-Savitch mengidentifikasi adanya unsur yang sangat
mirip dengan lantanium. Sedangkan Otto Hahn dan Strassman menemukan adanya unsur
139 94
56 Ba dan 36 Kr dalam hasil penembakan uranium dengan neutron termal.
(Bunjali,2002:108)
Hal ini kemudian dijelaskan oleh Lise Meitner dan Otto Frisch bahwa isotop 235
U
menyerap neutron termal tersebut membentuk 236
U yang kemudian belah menjadi dua
fragmen nuklida yang lebih ringan disertai dengan pelepasan beberapa neutron.

238
92 U + 10n →236U* → 139 94 1
56 Ba + 36 Kr + 30n

(Bunjali,2002:108)

2. Reaksi Fusi (Reaksi Penggabungan)


Reaksi penggabungan (fusi) adalah kebalikan dari reaksi pembelahan inti (fisi).
Pada reaksi ini dua isotop sangat ringan bergabung membentuk nuklida yang lebih berat
disertai dengan pelepasan energi yang sangat besar. Beberapa contoh reaksi
penggabungan inti antara lain reaksi–reaksi antara isotop dengan hidrogen.
(Bunjali,2002:114)

H + H → D + β+ + v + 1,40 MeV
H + T → 4He + 19,83 MeV
D + D → 4He + 28,83 MeV
D + T → 4He + 17,50 MeV

Baik pada reaksi fisi maupun reaksi fusi dihasilkan nuklida-nuklida yang
memiliki energi pengikat inti rata – rata per nukleon yang lebih besar dari pada inti
pereaksi semula, maka kedua reaksi tersebut bersifat eksoergik. (Bunjali,2002:115)

9
Walaupun demikian, untuk berlangsungnya suatu reaksi fusi diperlukan energi
pengaktifan, terutama untuk mengatasi gaya tolak-menolak. Reaksi penggabungan inti
hanya mungkin berlangsung pada suhu sangat tinggi, sehingga reaksi tersebut juga
disebut sebagai reaksi termonuklir. Pada suhu tersebut, campuran pereaksi berupa fluida
dari partikel-partikel bermuatan akan disebut plasma, yang dapat diartikan pula sebagai
bentuk keempat dari wujud zat selain padat, cair, dan gas. (Bunjali,2002:115)

2.4 Teori Mengenai Reaksi Inti


Dalam proses interaksi proyektil dengan inti sasaran sampai menjadi inti hasil reaksi
dan ejektil, dikenal dua teori mekanisme reaksi yaitu:

1. Interaksi reaksi langsung

Reaksi inti dengan proyektil berenergi kinetik tinggi (Ekin > 50 MeV sampai
berorde GeV), tampaknya berlangsung secara interaksi langsung. Pada interaksi tersebut
sebagian besar energi proyektil ditransfer langsung kepada satu atau beberapa nukleon
dalam inti sasaran yang dikenainya. Nukleon yang terkena proyektil tersebut akan
langsung terlempar keluar inti begitu meperoleh tambahan energi yang cukup untuk
mengatasi energi penghalang nukleon keluar inti. Pelepasan nukleon tersebut bersifat
nonisotropik yang dipengaruhi oleh arah proyektil semula. Akibat pelepasan tersebut
terbentuk inti “berlubang” yang segera diikuti dengan proses penguapan nukleon dari inti
demikian. Tampaknya mekanisme interaksi inti atau model partikel bebas. Karakteristik
lain dari reaksi interaksi langsung adalah penampang lintang reaksi hanya sedikit
dipengaruhi oleh energi proyektil dan tidak tampak adanya puncak-puncak resonansi.
(Bunjali,2002:95)

Hasil interaksi langsung dapat berupa campuran berbagai nuklida, misalnya


penembakan tembaga dengan proton berenergi 5,7 GeV dapat menghasilkan nuklida-
nuklida bernomor massa 60 sampai dengan 15 dengan yield semakin kecil dengan
berkurangnya nomor massa. Beberapa contoh reaksi inti mengikuti mekanisme interaksi
langsung adalah reaksi – reaksi dengan partikel bermuatan atau ion berat berenergi tinggi,
misalnya:

(i) Reaksi (d,p), (d,n)

10
(ii) Reaksi pelucutan (stripping)
27
Al + 16
O6+  38K, 34Cl, 32P, 24Na
125 MeV

(iii) Reaksi spallasi


63
Cu (p, p 3n 9α) 24Na (Ep ≥ 70 MeV)
79
Br (p, p 7n 7α) 44Se (Ep ≥ 180 MeV)
(Bunjali,2002:95)

2. Interaksi pembentukan inti majemuk


Mekanisme reaksi ini diusulkan Bohr pada tahun 1936 didasarkan pada model
tetes cairan. Bohr membayangkan dari hasil interaksi proyektil dengan inti sasaran,
sebelum terjadi hasil reaksi, terbentuk inti gabungan proyektil-inti sasaran yang disebut
sebagai inti majemuk. Konsep mengenai inti majemuk tersebut adalah sebagai berikut:
(i) Di bawah kondisi yang sesuai, proyektil dan inti sasaran bergabung membentuk inti
majemuk C*.
A1 A2
Z1 X + Z2 a AZ22 ++ZA 22C *

Misalnya:

Mg + α  28Si*
24

Ni + α  64Zn*
60

Cu + α  64Zn*
63

(ii) Inti majemuk berada pada tingkat tereksitasi yaitu jumlah energi pengikat proyektil
dalam inti majemuk dan energi kinetik proyektil pada sistem pusat massa (CMS).
Energi kinetik proyektil didistribusikan kepada nukleon-nukleon dalam inti majemuk
2R
secara acak. Waktu pendistribusian tersebut t = yaitu waktu yang diperlukan
V
proyektil berkecepatan v melewati diameter (2R) inti sasaran. Rentang waktu
pendistribusian energi kinetik proyektil tersebut berkisar antara 10-21-10-17 s diacu
sebagai waktu alamiah nuklir. Hasil distribusi energi eksitasi inti majemuk secara
acak, pada suatu waktu tertentu dapat menghasilkan satu nukleon atau kelompok
nukleon menjadi berenergi lebih besar dari energi pengikat nukleon, sehingga satu

11
atau kelompok nukleon tersebut berhasil memisahkan diri dari inti majemuk dan
menjadi ejektil dalam reaksi tersebut. (Bunjali,2002:95-96)

2.5 Pengaruh Penampang Terhadap Reaksi Inti

Setiap partikel target memiliki suatu bidang dengan luas tertentu yang disebut
penampang terhadap partikel datang. Setiap partikel datang yang masuk dalam bidang ini
akan berinteraksi dengan inti target. Jadi, lebih luas penampangnya, lebih besar peluangnya
untuk berinteraksi. Penampang interaksi sebuah partikel target bervariasi dengan sifat proses
yang terlibat dan dengan energi partikel datang; penampangnya bisa lebih besar atau lebih
kecil dari penampang geometris partikel itu. (Beiser,1992:479)

Misalnya kita mempunyai lempeng material yang luasnya A dan tebalnya dx. Jika
material tersebut mengandung n atom per satuan volume, maka jumlah total inti dalam
penampang tersebut adalah nA dx, karena volumenya adalah A dx. Jika setiap inti
berpenampang  untuk interaksi tertentu, maka penampang bersama semua inti dalam
lempengan tersebut adalah nA  dx. Jika terdapat N partikel dalam berkas penembak, banyak
dN yang berinteraksi dalam lempengan dinyatakan sebagai berikut :

Partikel berinteraksi penampang bersama


=
Partikeldatang luas target

dN nAσ dx
=
N A

dN
= n dx ………………….(2.1)
N

(Beiser,1992:479)

Jika ditinjau berkas partikel yang sama datang pada suatu lempengan yang tebalnya x.
Jika setiap partikel hanya bisa berinteraksi satu kali, dN partikel dapat dibayangkan
dipindahkan dari berkas ketika berkas itu melewati tebal dx yang pertama dari lempengan
tersebut. Jadi kita harus memakai tanda minus dalam persamaan (2.1), menjadi :

12
−dN
= n dx ……………….(2.2)
N

Beri lambang N0 untuk banyaknya partikel datang mula – mula, sehingga didapatkan :

N x

∫ dN =−nσ ∫ dx
N N 0 0

ln N – ln N0 = - nx

N = N0e- nx …………………(2.3)

Banyaknya partikel yang tetap meneruskan perjalanannya N berkurang secara


eksponensial terhadap lebarnya lempengan x. (Beiser,1992:481)

Satuan yang biasa dipakai untuk penampang nuklir ialah barn, dengan :

1 barn = 1 b = 10-28 m2 = 100 fm2

Walaupun bukan satuan SI, satuan barn enak dipakai karena orde besarnya sama
dengan penampang geometris sebuah inti. Namanya berasal dari bidang penampang target
yang lebih dikenal, yaitu bidang samping gudang (barn). Dan penampang ini biasanya
bergantung pada energi partikel yang datang. (Beiser,1992:481-482)

2.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Inti


Untuk berlangsungnya suatu reaksi inti, terutama untuk reaksi endoergik dan reaksi
dengan proyektil partikel bermuatan, proyektil harus memiliki energi kinetik minimum
tertentu (energi ambang reaksi) agar dapat masuk ke dalam inti sasaran. Selain faktor energi
kinetik proyektil, faktor lain yang secara kuantitif berpengaruh terhadap randemen (yield)
hasil reaksi adalah sebagai berikut:
(i) Fluks proyektil yang menyatakan kerapatan arus partikel proyektil persatuan luas
persatuan waktu, misalnya ϕ cm-2 s-1.
(ii) Kerapatan permukaan inti sasaran, yang menyatakan jumlah atom sasaran persatuan
luas misalnya N0 cm-2

13
(iii) Penampang lintang reaksi yang dinyatakan dalam satuan barn (1 barn = 10-24 cm2).
Penampang, lintang reaksi X (a,b) dilambangkan dengan a,b untuk X.
(Bunjali,2002:93)

Dari ketiga faktor diatas, faktor ketiga merupakan sifat karakteristik dari interaksi
proyektil-inti sasaran untuk suatu reaksi inti tertentu. Secara eksperimen penampang lintang
reaksi tertentu, misalnya reaksi X(a,b)Y, ditentukan dari pengukuran randemen hasil reaksi Y
pada kondisi flux proyektil a dan kerapatan permukaan inti target X serta lamanya waktu
reaksi yang diketahui. Dari pengukuran jumlah atom Y yang dihasilkan, dapat ditentukan laju
tumbuhan efektif antara proyektil dengan inti sasaran. (Bunjali,2002:93)
Besarnya penampang lintang reaksi dipengaruhi oleh nomor massa, nomor atom,
jumlah nutron dan rapat massa inti sasaran serta massa, muatan dan energi kinetik (panjang
gelombang de Broglie) partikel proyektil. (Bunjali,2002:93)
Pengaruh energi neutron terhadap penampang lintang penangkapan neutron dapat
dijelaskan dengan mempertimbangkan panjang gelombang de Broglie. (Bunjali,2002:94)
Terjadinya puncak penangkapan resonansi dijelaskan sebagai berikut: inti majemuk
(gabungan inti sasaran dengan neutron proyektil) memiliki beberapa tingkat energi
tereksitasi. Jika hasil penangkapan neutron berenergi tertentu membentuk inti majemuk yang
tereksitasi tepat pada salah satu tingkat energi tereksitasinya, maka penangkapan neutron
tersebut disukai inti sasaran, karenanya akan tampak sebagai puncak serapan resonansi
terhadap neuron berenergi tersebut. (Bunjali,2002:94)
2.7 Energi pada Reaksi Inti

Dalam reaksi inti energi seringkali dilepas atau diserap. Dikatakan bahwa suatu reaksi
“melepas energi” berarti energi kinetik partikel – partikel setelah reaksi lebih besar dari
energi kinetik partikel – pertikel sebelum reaksi. Penambahan energi ini dating dari
pengubahan energi diam menjadi energi kinetik. Jumlah energi yang dilepas diukur oleh nilai
–Q reaksi inti, yang didefinisikan sebagai selisih antara energi kinetik akhir dan awal :

Q = Kakhir - Kawal ……..(2.4)

Karena energi total E = E0 + K adalah kekal, maka kita peroleh pula :

14
Q = E0awal – E0akhir …………(2.5)

(Gautreau,1995:210-211)

Suatu reaksi dengan Q>0, sehingga disini energinya dilepas, disebut suatu reaksi
eksotermik (exothermic) atau eksoergik (exoergic); dalam hal ini reaksinya masih dapat
berlangsung meskipun partikel – partikel awal keduanya diam. Jika Q<0, energinya diserap
atau dikonsumsi dan reaksinya disebut endotermik (endothermic) atau endoergic (endoergic);
dalam hal ini reaksinya tidak dapat berlangsung kecuali jika partikel – partikel yang
ditemmbakkan memiliki suatu energi kinetik ambang tertentu. Jika Q = 0 dan jika partikel –
partikel sebelum dan sesudah reaksi adalah sama, maka reaksinya adalah suatu tumbukan
elastik. (Gautreau,1995:211)

BAB III
PENUTUP

3.1 Ringkasan Materi

Reaksi inti adalah suatu proses interaksi, yang berlangsung dalam waktu kurang dari
10-12 detik, antara inti atom sasaran (biasanya dalam keadaaan diam disebut sebagai inti
target) dengan inti yang lain, yang umumnya lebih ringan atau foton berenergi kinetik tinggi
(disebut proyektil), sehingga menghasilkan suatu foton transformasi pada inti sasaran
tersebut. Reaksi inti yang berlangsung secara alamiah antara lain diyakini terjadi di dalam

15
matahari atau bintang-bintang sebagai reaksi fusi termonuklir dan reaksi pembentukan 14C di
atmosfer.

Notasi reaksi inti melalui persamaan:

PROYEKTIL + INTI SASARAN  INTI SISA + PARTIKEL TERAMATI

Atau juga dapat ditulis:

X(a,b)Y

Reaksi – reaksi inti diklasifikasikan menurut proyektil, partikel teramati, dan inti sisa
yang menyebabkan terjadi dua reaksi yaitu reaksi fisi dan reaksi fusi. Mekanisme reaksi inti
terjadi melalui dua cara yaitu interaksi reaksi langsung meliputi reaksi inti dengan proyektil
berenergi kinetik tinggi (Ekin > 50 MeV sampai berorde GeV), dan interaksi pembentukan
inti majemuk meliputi proyektil dan inti sasaran bergabung membentuk inti majemuk C*
serta inti majemuk berada pada tingkat tereksitasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi inti adalah energi proyektil, fluks proyektil,
kerapatan permukaan inti sasaran, dan penampang lintang reaksi. Energi pada reaksi inti
seringkali dilepas atau diserap. Dilepas jika energi kinetik partikel – partikel setelah reaksi
lebih besar dari energi kinetik partikel – pertikel sebelum reaksi dan diserap jika energi diam
menjadi energi kinetik.

3.2 Soal
1. Lengkapi reaksi inti dibawah ini!
6 7 1
3 Li + ?  4 Be + 0n
35 32 4
17 Cl + ?  16S + 2He
9 4 4
4 Be + 2He  3 2He + ?
79
35 Br + 11 H  ? + 2 10n

Penyelesaian :
6
3 Li + 21 H  74 Be + 10n

16
35 1 32 4
17 Cl + 1 H  16S + 2He
9 4 4 1
4 Be + 2He  3 2He + 0n
79 1 78 1
35 Br + 1 H  36 Kr + 2 0n

6
2. Apabila inti 3 Li ditembaki dengan berkas deuteron 4 MeV, maka dari satu reaksi yang
terjadi teramati bahwa terbentuk dua partikel alfa, masing – masing dengan energi 13,2
MeV. Tentukan nilai Q reaksi ini!
Penyelesaian :
Diketahui : Kd = 4MeV
K α = 13,2 MeV
1

K α = 13,2 MeV
2

6 2 4
3 Li + 1d  2 2α

Q=( K α + K α ) −K d =( 13,2 MeV +13,2 MeV )−4 MeV =22,4 MeV


1 2

3. Tentukan partikel X dalam reaksi reaksi berikut!


18 87 122 124
(a) 8 O(d,p)X (b) X(p,α)39 Y (c) Te (X,d) 53 I
52

Penyelesaian :

18 19
(a) 8 O + d  p + 8O  X = 198O
90 87 90
(b) 40 Z r + p  α + 39Y  X = 40 Zr
122 124
(c) 52 Te + α  d + 53 I  X=α

17

Anda mungkin juga menyukai