Anda di halaman 1dari 28

TITRASI REDOKS

Disusun oleh:

KELOMPOK 2

1. Andanti Pratiwi
2. Jessica Bregita Sihombing
3. M. Ridho Triadi

Kelas : 1KIB

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. Rusdianasari, M.Si.

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PRODI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi kesehatan dan kesempatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Titrasi Redoks yang merupakan
tugas mata kuliah Kimia Analisis.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat menjadikannya sebagai referensi ataupun
tambahan wawasan mengenai reaksi redoks kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagi sumber.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantari
Daftar Isiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Teori Dasar.... 2
1.3. Rumusan Masalah......3
1.4. Tujuan.....3

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Titrasi Redoks...........4
2.2. Macam-macam Titrasi Redoks...7
2.3 Prinsip Kerja Titrasi Redok................................................14
2.4 Indikator Redoks................................................................................14
2.5 Kurva Titrasi Redoks..........................................................................................15
2.6 Kegunaan Titrasi Redoks................................................................................15
2.7 Kelebihan Titrasi Redoks....................................................................................16
2.8 Kekurangan Titrasi Redoks.................................................................................16
2.9 Contoh Analisis Bidang Farmasi yang menggunakan Titrasi Redoks............16

BAB III PERTANYAAN..............................................................................................21

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......24
B. Saran.24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kimia Analisis merupakan salah satu cabang Ilmu Kimia yang mempelajari tentang
pemisahan dan pengukuran unsur atau senyawa kimia. Dalam melakukan pemisahan atau
pengukuran unsur atau senyawa kimia, memerlukan atau menggunakan metode analisis
kimia. Secara umum analisis kimia dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis kimia kualitatif
dan analisis kimia kuantitatif. Pembagian ini didasari atas tujuan dari kegiatan analisis itu
sendiri. Bila kita perhatikan perbedaan dari analisis kualitatif dan kuantitatif yang
paling umum adalah pada tujuan dan hasil analisa. Jika pada kualitatif diminta untuk
menentukan keberadaan suatu zat, pada kuantitatif diminta untuk menentukan jumlah suatu
zat dan dari hasil analisa, umumnya analisa kualitatif memberikan hasil berupa data secara
objektif, sedangkan pada kuantitatif umumnya memberikan hasil berupa data matematis
(numerik)

Dalam melakukan percobaan di laboratorium kimia, kita tidak akan terlepas dari analisis,
baik itu kualitatif ataupun kuantitatif. Kedua analisis ini akan selalu beriringan. Setelah kita
mengidentifikasi suatu zat melalui analisis kualitatif, langkah selanjutnya adalah menentukan
banyaknya jumlah zat yang terdapat dalam sampel tersebut yang biasa kita kenal dengan
analisis kuantitatif. Dalam analisis kuantitatif, kita beberapa metode dan salah satunya yaitu
metode titrimetri.

Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara analisis
kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode
titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang
diseut titran.

Istilah titrasi untuk penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran
volume titran untuk mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan
untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode volumetri, sebab pengukuran volume tidak
selalu berkaitan dengan titrasi.

Jenis metode titrasi didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi empat golongan,

1
yaitu; asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri, dan titrasi pengendapan. Namun dalam
makalah ini kita hanya akan membahas tentang titrasi oksidimetri (redoks) secara khusus.

1.2 DASAR TEORI

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan analit. Titrasi
redoks banyak digunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai
oksidator maupun reduktor. Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan akan reaksi
redoks memegang peranan penting, selain itu, pengetahuan mengenai sel volta, sifat oksidator
dan reduktor juga sangat berperan penting dalam titrasi redoks.
Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada
titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai
reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi
dalam analisis. Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang
dinaikkan, penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali.
Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya
dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya. Titik
ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan
jumlah ekuivalen dari reduktor.

Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan
dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari suatu reaktan. Karena pengukuran
volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan
analisa volumetrik.

Selama bertahun-tahun istitilah analisa volumetrik sering digunakan daripada


titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena
pengukuran-pengukuran volum tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu
misalnya, orang dapat mengukur volum gas.

2
Titrasi adalah pengukuran volume suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan
untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu dengan reaktan lainnya. Seringkali titrasi
digunakan untuk mengukur volume larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang telah
diketahui volumenya. Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan, dikenal sebagai larutan
standar, telah diketahui dengan tepat.

Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi.
Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator. Berdasarkan
jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka dikenal beberapa
jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan permanganometri.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan titrasi redoks ?
2. Sebutkan jenis-jenis titrasi redoks ?
3. Apa prinsip titrasi redoks ?
4. Bagaimana penggunaan titrasi redoks ?

1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian titrasi redoks.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis titrasi redoks.
3. Untuk mengetahui prinsip titrasi redoks.
4. Untuk mengetahui penggunaan titrasi redoks.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Titrasi Redoks


Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh
analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang
berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi
ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-
penerapannya cukup banyak.

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang
dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.

Titrasi redoks itu melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan
analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol
dengan menggunakan kalium dikromat.

Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan
permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya. Karena melibatkan
reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting,
selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat
berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan
stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.

4
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator.
Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator
sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan
kalium dikromat.

Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi


redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah
juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,
misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Atau ada juga yang tidak menggunakan
indikator seperti permanganometri.

Semula istilah oksidasi diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung
dengan oksigen dan istilah reduksi digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana
oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu
pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing
dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999).
Reduksioksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke
reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan
bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya
kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan
pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks
secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boks Aoks + Bred

Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada
kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu

5
Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi.Sepotong
besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad,
2001).
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah
reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsure/ion yang bersifat oksidator dengan unsure/senyawa/ion bersifat reduktor.
Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya
(Hamdani, S: 2011).
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Analit yang
mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator atau
sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya
penetapan ion besi(II), Fe2+ dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar
cesium(IV), Ce4+ yang mengikuti persamaan reaksi
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Sepertinya akan menjadi tidak mungkin bisa
mengaplikasikan titrasi redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain itu
pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan.
Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri
titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Perlu diingat dari penyetaraan reaksi kita akan
mendapatkan harga equivalen tiap senyawa untuk perhitungan (Hamdani, S: 2011).
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant (potensiomteri), atau dapat juga menggunakan
indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan
indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant
sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol
dengan kalium dikromat (Hamdani, S: 2011).

6
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi.
Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator (Hamdani, S:
2011).

2.2 Macam-macam Titrasi Redoks

Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatrometri,


serimetri, iodo-iodimetri dan bromatometri. Permanganometri adalah titrasi redoks yang
menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Dalam permanganometri tidak
dipeerlukan indikator , karena titran bertindak sebagai indikator (auto indikator). Kalium
permanganat bukan larutan baku primer, maka larutan KMnO4 harus distandarisasi, antara
lain dengan arsen(III) oksida (As2O3) dan Natrium oksalat (Na2C2O4). Permanganometri
dapat digunakan untuk penentuan kadar besi, kalsium dan hidrogen peroksida. Pada
penentuan besi, pada bijih besi mula-mula dilarutkan dalam asam klorida, kemudian semua
besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara permanganometri. Sedangkan pada
penetapan kalsium, mula-mula .kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat kemudian
endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat. Dikromatometri adalah
titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat
merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan
standar primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk penentuan besi(II) dalam
asam klorida. Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan
iodometri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator,
sedangkan dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri
ataupun iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam
iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan
natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium
dikromat atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang
kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan
zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui
dengan cara penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu
larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan
menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui

7
dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai,
dan higroskopis (Khopkar, 1990).

Syarat-syarat larutan baku primer yaitu :


Mudah diperoleh dalam bentuk murni
Mudah dikeringkan
Stabil
Memiliki massa molar yang besar
Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr
perhitungan ( Day & Underwood , 2002 ).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan
tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi
dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga
murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat ( Day & Underwood,
2002 )
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik.
Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat
menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu cara
sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks,
maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri danm
permanganometri.

Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks,
maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan
permanganometri.

1. Iodimetri dan Iodometri


Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara
tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam
iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun iodimetri

8
penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan
larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat
merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium
iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti,
perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut
larutan baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara
penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena
zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan
baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh
larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis (Khopkar,
1990).

Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012) mengatakan syarat-syarat larutan baku
primer yaitu :
Mudah diperoleh dalam bentuk murni
Mudah dikeringkan
Stabil
Memiliki massa molar yang besar
Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasar perhitungan.
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan natrium
tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini
I2 + 2 e 2 I- Eo = + 0,535 volt

Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna
merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti
dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri.
Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana larutan
tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat,
titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini
digunakan indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang
berwarna ungu jika mengandung iodine.

9
Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang digunakan
dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan
secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat
tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer
untuk natrium tiosulfat.

2. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium
permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam
suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+
dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O

Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka


berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau
31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat
cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak
berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan
encer, maka penambahanindikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat
dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis
vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama,
sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari
gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam
sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi
gunakan larutan kanji atau amilosa (Steven, 2012).

3. Dikromatometri
Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai
oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat.

10
Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk
penentuan besi(II) dalam asam klorida (Zulfikar, 2010).

4. Serimetri
Serimetri adalah titrasi menggunakan larutan baku serium sulfat, untuk zat uji yang bersifat
reduktor. Contoh : Titrasi zat uji yang mengandung ion ferro. Prinsip :Larutan zat uji dalam
suasana asam dititrasi dengan larutan baku serium sulfat (Ce(SO 4)2). Reaksi : (untuk zat uji
yang mengandung ion ferro)
Fe2+ Fe3+ + e oksidasi
Ce4+ + e Ce3+ reduksi
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+ redoks

Reaksi yang terjadi : Perubahan warna indikator pada titik akhir titrasi adalah dari merah
menjadi biru pucat.
Titrasi dilakukan dalam suasana asam , karena pada kebasaan yang relatif rendah mudah
terjadi hidrolisis dari garam serium (IV) sulfat menjadi serium hidroksida yang mengendap,
oleh karena itu titrasi harus dilakukan pada media asam kuat.
kebaikan serium sulfat:
Sangat stabil pada penyimpanan yang lama dan tidak perlu terlindung dari cahaya dan pada
pendidihan yang terlalu lama tidak mengalami perubahan konsentrasi.
Reaksi ion serium (IV) dengan reduktor dalam larutan asam memberikan perubahan valensi
yang sederhana (valensinya satu) Ce4+ + e Ce3+sehingga berat ekivalennya adalah sama
dengan berat molekulnya.
Merupakan oksidator yang baik sehingga semua senyawa yang dapat ditetapkan dengan
kalium permanganat dapat ditetapkan dengan serium (IV) sulfat. Kurang berwarna sehingga
tidak mengkaburkan pengamatan titik akhir dengan indikator.
Dapat digunakan untuk menetapkan kadar larutan yang mengandung klorida dalam
konsentrasi tinggi.
keburukan serium sulfat:
Larutan serium (IV) sulfat dalam asam klorida pada suhu didih tidak stabil karena terjadi
reduksi oleh asam dan terjadi pelepasan klorin (Zulfikar, 2010).

5. Nitrimetri

11
Metode Nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa senyawa-senyawa
organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat didasari oleh
reaksi antara fenil amina primer (aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam
menbentuk garam diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan
yang berlangsung dalam dua tahap seperti dibawah ini :
NaNO2 + HCl NaCl + HONO
Ar- NH2 + HONO + HCl Ar-N2Cl + H2O
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentu mudah
tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada
suhu dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan panambahan garam kalium
bromida.
Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan
terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat dipercepat dengan menambahkan
kalium bromida.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari pasta kanji iodide
atau kertas iodida sebagai indicator luar.
Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini
dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan
mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini
dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna
yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl KCl + HI
2 HI + 2 HONO I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin dan metilen blue
sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat ditentukan dengan teknik
potensiometri menggunakan platina sebagai indikator elektroda dan saturated calomel
elektroda sebagai elektroda acuan (Zulfikar, 2010).

12
6. Bromometri dan Bromatometri
Bromometri merupakan penentuan kadar senyawa berdasarkanreaksi reduksi-oksidasi
dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan bromine berjalan lambat) sehingga
dilakukan titrasi secara tidak langsung dengan menambahkan bromine berlebih. Sedangkan
bromatometri dilakukan dengan titrasi secara langsung karena proses titrasi berjalan cepat.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengandasar reaksi oksidasi dari ion
bromat ( BrO3 ).
BrO3 + 6 H + 6 e -> Br + 3 H2O

Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalen samasengan 1/6 gram
molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karenakepekatan ion H+ berpengharuh terhadap
perubahan ion bromat menjadi ion bromida.
Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem menunjukkan bahwa kalium bromat
adalah oksidator yang kuat. Hanya saja kecepatanreaksinya tidak cukup tinggi. Untuk
menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam
kuat.
Seperti yang terlihat dari reaksi di atas, ion bromat direduksi menjadi ion bromide selama
titrasi. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion
bromide bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + 6 H + 5 Br -> 3Br2 + 3 H
Bromine yang dilepaskan akan merubah larutan menjadi warna kuningpucat. Warna ini
sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. Bromine yang dilepaskan
tidak stabil karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Karena itu
penetapan harus dilakukan pada suhu serendah mungkin, serta labu yang dipakai harus
ditutup.
Jika reaksi antara senyawa reduktor dan bromine dalam lingkungan asam berjalam cepat,
maka titrasi dapat dijalankan langsung, dimana titik akhir titrasi ditunjukkan denghan
munculnya warna bromine dalam larutan.Tetapi jika reaksi antara bromine dan zat yang akan
ditetapkan berjalan lambat, maka dilakukan titrasi secara tidak langsung, yaitu dengan
menambahkan bromine yang berlebih dan bromine yang berlebih ini ditetapkan secara
iodometri dengan dititrasi dengan natrium tiosulfat baku.(3). Dengan terbentunya brom, titik
akhir titrasi dapat ditentukandengan terjadinya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya
warna inimenjadi jelas maka perlu ditambah indicator seperti jingga metal, merahfiuchsin,
dan lain-lain (Zulfikar, 2010).

13
2.3 Prinsip Kerja Titrasi Redoks
Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang
dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator.
Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi
dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan perubahan
energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik
adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel
galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan
sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.
Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah
persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi
syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau
sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran (Steven,
2012).

2.4 Indikator Redoks


Indikator yang umumnya digunakan untuk digunakan dalam titrasi redoks adalah
amilum, yang membentuk kompleks biru degan iodin. Penampakan warna dari indicator ini
sangat spesifik untuk titrasi ini. Indikator spesifik lainnya ialah indikator tiosanat yang mana
digunakan pada titrasi Fe(III) sebagai partisipan. Sebagi contoh hilangnya warna merah dari
Fe(III) atau kompleks tiosanat merupakan tanda titik akhir titrasi dengan standar
titanium(III).
Indikator redoks yang baik akan memberikan respon terhadap perubahan potensial
elektroda suatu sistem. Indikator ini secara suatu subtansial lebih banyak digunakan jika
dibandingkan dengan indikator yang spesifik. Perubahan indikator dari bentuk teroksidasi ke
bentuk tereduksi tergantung dari perbandingan kosentrasi.

Perubahan warna indikator redoks haruslah kira-kira 100 kali perubahan pada
perbandingan dari kosentrasi kedua bentuk. Untuk indikator yang menggunakan peralihan
warna, titrasi seharusnya dapat menyebabkan perubahan potensial sebesar 0.118/n dari suatu
sistem.

14
Syarat Indikator redoks
Indikator harus bisa megalami reaksi reduksi atau oksidasi dengan cepat. Indikator
harus dapat mengalami reaksi redoks reversibel dengan cepat sehingga bila terjadi
penumpukan massa titrant atau analit maka sistem tidak akan mengalami reaksi oksidasi atau
reduksi secara gradual. Contoh indikator redoks adalah ferroin Tris (1, 10 phenanthroline)
iron(II) Sulfate yang dipakai untuk titrasi Besi(II) dengan Ce(IV), dimana bentuk teroksidasi
ferooin berwarna biru muda dan bentuk tereduksinya berwarna merah darah. Dengan syarat
reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42-dan tidak melibatkan ion hydrogen.
Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2 untuk setengah reaksi reduksi. Kurva
titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap volume larutan titrant yang
ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada gambar) dimana 1 merupakan elektroda
untuk mengukur potensial atau dapat berupa pH meter, dan 2 merupakan alat untuk tempat
titrant. Setelah titrant ditambahkan maka larutan diaduk dengan stir magnetic agar reaksi
berjalan merata dan cepat.
.
2.5 Kurva Titrasi Redoks
Sebelum kita belajar untuk menggambar kurva titrasi redoks maka kita harus
mempelajari terlebih dahulu bagaimana mencari konstanta kesetimbangan reaksi redoks.
Konstanta tersebut dapat dipakai untuk mencari konsentrasi spesies yang terlibat dalam reaksi
redoks pada saat titik equivalent terjadi. Potensial sel akan benilai nol pada saat
kesetimbangan tercapai atau dengan kata lain penjumlahan potensial setengah reaksi reduksi
dan setengah reaksi oksidasi akan sama dengan nol, dengan demikian persamaan Nernst
untuk keduanya dapat disamakan.

2.6 Kegunaan Titrasi Redoks


Untuk mengetahui kadar dari zat-zat yang bilangan oksidasinya masih dapat dioksidasi.
Dalam bidang industri, metode ini dapat dimanfaatkan dalam pengolahan air, dimana secara
permanganometri dapat diketahui kadar suatu zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang
dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau berbahaya.

15
2.7 Kelebihan Titrasi Redoks
Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak
memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator,
yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah diredukdsi menjadi ion Mn-tidak berwarna, dan
disebut juga sebagai autoindikator.

2.8 Kekurangan Titrasi Redoks


Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan
pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan
KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir
titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna
merah rosa.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang
terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan
cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O
5MnO2 + 4H+Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan
H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk
peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2
H2O2 H2O + O2
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang
pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.

2.9 Contoh Analisis Bidang Farmasi yang menggunakan Titrasi Redoks


Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan
zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun demikian agar tirasi redoks ini
berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus dipenuhi:
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran elektron
secara stokhiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur (kesempurnaan
99%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

16
Salah satu metode yang termasuk dalam titrasi redoks adalah diazotasi (nitritometri).
Titrasi diazotasi berdasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatis
bebas yang direaksikan dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara
mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi :

1. Suhu
Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah, lebih kecil dari 15C karena asam
nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit dengan asam tidak stabil dan mudah terurai,
dan garam diazonium yang terbentuk pada hasil titrasi juga tidak stabil.

2. Kecepatan reaksi
Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi barjalan agak lambat, titrasi sebaiknya
dilakukan secra perlahan-lahan, dan reaksi diazotasi dapat dikatalisa dengan penambahan
natrium dan kalium bromida sebagai katalisator.
Diazotasi adalah reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang berasal dari
natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam diazonium.
Diazotasi ini telah digunakan secara umum untuk penetapan senyawa-senyawa dalam industri
zat warna, senyawa farmasi dan dapat dipakai untuk penetapan semua senyawa-senyawa
yang mengandung gugus amina aromatis primer.

Pada analisis kuantitatif, sampel dilarutkan dalam suasana asam mineral berlebih (biasanya
asam klorida) dititrasi dengan larutan natrium nitrit. Titik akhir titrasi dapat ditunjukkan
dengan: indikator luar yang berupa pasta kanji iodida; indikator dalam dengan menggunakan
campuran tropeolin OO dan metilen biru; dapat diamati secara potensiometri.
Iodimetri merupakan titrasi berdasarkan reaksi reduksi-okidasi secara langsung. Iodium
merupakan okdidator yang relativ kuat dimana iodin akan direduksi menjadi iodida.

17
Titrasi-titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan analit. Jenis
titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun
demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran
juga sering digunakan.
Analgetik atau obat penghalang rasa sakit adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (berbeda dengan anestesi umum).

CONTOH 1
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif terhadap senyawa analgetik dan
antipiretik yaitu methampiron menggunakan metode iodimetri (titrasi secara langsung) dan
paracetamol dengan metode diazotasi. Metode iodimetri merupakan suatu metode yang
berdasarkan atas reaksi reduksi oksidasi dengan cara titrasi langsung dimana iodium sebagai
oksidator kuat akan mengoksidasi sampel yang digunakan, sedangkan metode diazotasi
merupakan suatu metode yang berdasarkan atas pembentukan garam diazonium yang
berlangsung dalam suasana asam.
Sebagaimana diketahui paracetamol dan methampiron memiliki efek farmakologis
sebagai antipiretik dan analgetik. Oleh karena itu analisis ini dianggap penting. Sediaan yang
dipakai dalam percobaan ini yaitu tablet. Tablet paracetamol dan methampiron yang telah
diserbukkan ditimbang masing-masing sebanyak 302,5 mg untuk paracetamol dan 294 mg
untuk methampiron yang dianggap setara dengan 250 mg paracetamol dan methampiron yang
dihitung dengan cara membagi 250 mg dengan jumlah tablet dikali bobot etiket, lalu
dikalikan dengan bobot keseluruhan tablet.

Penetapan kadar paracetamol menggunakan metode diazotasi yaitu pertama-tama


ditambahkan 20 ml H2SO4 0,1 N, kemudian dipanaskan selama 10 menit dan ditambahkan 10
ml aquadest dan HCl P sebanyak 5 ml. Selanjutnya, dihomogenkan dan didinginkan dengan
es batu hingga suhu kurang atau sama dengan 150C. Setelah itu, ditambahkan indikator
campuran tropeolin OO dan metilen biru sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan
NaNO2 0,1 N.
Tujuan penambahan bahan yaitu pertama ditambahkan H2SO4 0,1 N untuk melarutkan
paracetamol karena agak sukar larut dalam air, kemudian dipanaskan supaya paracetamol
larut sempurna. Selanjutnya, ditambahkan aquadest untuk mendinginkan dan supaya tidak
terlalu pekat nantinya ketika ditambahkan HCl P. Ditambahkan HCl P dengan tujuan untuk

18
memberi suasana asam pada larutan, sebagaimana diketahui pembentukan garam diazonium
berlangsung dalam suasana asam dan juga diperlukan untuk mengubah NaNO2 menjadi
HNO2. Setelah ditambahkan HCl P, dihomogenkan dan didinginkan hingga suhu kurang dari
150C dikarenakantitrasi tidak dapat dilakukan dalam suhu tinggi sebab HNO 2 yang terbentuk
akan menguap pada suhu tinggi dan garam diazonium yang terbentuk biasa terurai menjadi
fenol. Kemudian, untuk mencapai titik akhir titrasi digunakan indikator dalam yaitu tropeolin
OO dan metilen biru dimana tropeolin OO merupakan indikator asam-basa yang berwarna
merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidasi oleh adanya kelebihan asam
nitrit, sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi
akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa yang
dititrasi, tetapi pada percobaan dari biru ke hijau toska.
Jadi, metode diazotasi ini dimana natrium nitrit sebagai penitrannya menghasilkan
asam nitrat yang akan bereaksi dengan gugus amina aromatik primer dari methampiron yang
berlangsung dalam suasana asam sehingga terbentuk garam diazonium.
Volume titrasi yang didapatkan adalah 5 ml dan setelah dihitung kadar paracetamol
yang diperoleh yaitu 15,1%. Jika dibandingkan dengan literatur kadar paracetamol tidak
kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 110,0%. Jadi, tidak sesuai dengan literatur.
Penetapan kadar methampiron menggunakan metode diazotasi yaitu pertama-tama
dilarutkan dengan 25 ml aquadest dan ditambahkan 10 ml HCl 0,1 N dan indikator kanji
sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan iod.
Tujuan penambahan bahan yaitu pertama ditambahkan aquadest untuk melarutkan
methampiron, kemudian ditambah 10 ml HCl 0,1 N untuk memberi suasana asam supaya
iodin akan cepat direduksi menjadi iodida. Selanjutnya, titik akhir titrasi dicapai dengan
penambahan indikator kanji yang akan memberikan warna biru setelah dititrasi dengan iod.
Jadi, metode iodimetri ini dimana iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil disbanding iodium seperti methampiron,
sehingga bisa dititrasi langsung.
Volume titrasi yang didapatkan adalah 6,75 ml dan setelah dihitung kadar
methampiron yang diperoleh yaitu 47,4%. Jika dibandingkan dengan literatur kadar
methampiron tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%. Jadi, tidak sesuai dengan
literatur.
Adapun dalam percobaan ini kesalahan yang terjadi salah satunya yaitu sampel
paracetamol yang digunakan merupakan tablet yang berwarna kuning bukan putih, sehingga

19
mengganggu dalam pengamatan saat titik akhir dimana dalam percobaan tampak hijau yang
pekat dan lain sebagainya.

CONTOH 2
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis
vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama,
sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari
gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat
encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan
larutan kanji atau amilosa.
Penetapan besi dalam biji besi, biji besi terdiri atas Fe 2O3 (hematite), Fe3O4 (magnetit),
FeS2 (pirit), FeCO3 (siderat), Fe2O3.nH2O (limonet), dan Fe3O4.nH2O (goethite).
Reaksi yang terjadi biasa dituliskan sebagai berikut:

ClO + I + H+ Cl + I2 + H2O
Ca(ClO)2 + 4HCl CaCl2 +2H2O+ 2 Cl2
Cl2 + 2KI 2HCl + I2
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na4S4O6

BAB III

20
PERTANYAAN

Pertanyaan Kimia Analitik 1 tentang Titrasi Redoks :

1.Jelaskan apa yang dimaksud dengan Indikator Oksidasi danReduksi !


Jawaban:
Indikator redoks adalah senyawa organik yang bila dioksidasi dengan ataudireduksi akan
mengalami perubahan warna. Perbedaan warna dari bentuktereduksi dengan bentuk
teroksidasi harus tajam sehingga penggunaannyadapat sesedikit mungkin untuk
mengurangi kesalahan titrasi. IndikatorRedoks ada ! Jenis yaitu Indikator spesi"k dan
indikator redoks asli.

2.Apa saja syarat yang dapat digunakan untuk analisis titrasivolumetri pada reaksi redoks ?
jawaban :
Reaksi harus cepat dan sempurna.
Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau
setara potentiometrik.
Adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stoikiometri dengan
akurasi yang tinggi.

3.Jelaskan secara singkat perbedaan antara titrasi iodometri dantitrasi iodimetri?


Jawaban :
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang setara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Iodin yang terbentuk akan ditentukan dengan menggunakanlarutan baku tiosulfat iodimetri
adalah merupakan analisis titrimetri yang setara langsung digunakan untuk zat reduktor atau
natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali denganlarutan tiosulfat.

21
4.bagaimana prinsip dari titrasi redoks?
Jawaban: reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron.

5.Jelaskan secara singkat apa itu reduksimetri?


Jawaban :
Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakanbersi&at sebagai
reduktor

6.Dalam suasana asam besi (II) dititrasi dengan larutan kalium permanganat 0,0206 M,
larutan KMnO4 yang diperlukan 40,20 mL. Hitunglah mg besi dalamlarutan tersebut?

Jawaban:

Dalam suasan asam:


MnO4-+ 8H++ 5e Mn2+ + 4H2O x 1
Fe2+ Fe3++ e x 5
MnO4-+ 8H+ + 5Fe2+ Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+
Pada titik ekivalen:
Mol KMnO4 = M.V
Mol KMnO4 = M.V
= 0,0206 M x 40,2 mL
= 0,828 mmol
5 mol Fe = 1 mol KmnO4
mol Fe yang diperlukan = 5 x 0,828 mmol
= 4,14 mmol
Banyaknya Fe yang diperlukan adalah:
= 4,14 mmol Ar.Fe.
= 231,8 mgram

22
7. 10,0 ml injeksi natrium tiosulfat ditambah asam clorida encer hingga pH lebih kurang 7,
lalu dienceran dengan air secukupnya hingga lebih kurang 20ml.setelah di titrasi
menggunakan indikator kanji ternyata memerlukan 40,20ml larutan iod 0,1N.
berapa % b/v kadar NA2S2O3.5H2O dalam injeksi natrium tiosulfat itu 1ml 0,1N setara
dengan 24,82 mg NA2S2O3.5H2O.

diketahui :
Mg analit = mg kesetaraan x volume titran
% b/b = g/100g
% b/v = g/100ml
%kadar b/b:
= (V titran x N titran/mg sampel) x 100%
%kadar b/v:
=(V titran x N titran/ml sampel) x 100 x BE x 100%

Jawaban :
2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6
Mg natrium tiosulfat:
40,20 x 24,82mg=997,8mg=0,9978g
%kadar injeksi natrium tiosulfat
= 0,9978/10,0 x 100 = 9,978%

23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh
analisis titrimetrik. Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penangkapan dan pelepasan elektron. Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling
banyak jenisnya, diantaranya :Permanganometri, Bikromatometri, Cerimetri Iodimetri,
iodometri, iodatometri, Bromometri, bromatometri, Nitrimetri. Titrasi redoks adalah titrasi
suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi

oksidasi-reduksi antara analit dengan titran:


1. Jenis-jenis titrasi redoks antara lain : Permanganometri, serimetri, iodimetri, iodometri,
dikromatometri, bromometri, bromatometri, nitrimetri.
2. Indikator yang umumnya digunakan dalam titrasi redoks adalah amilum, indikator spesifik
lainnya ialah indikator tiosanat yang mana digunakan pada titrasi Fe(III) sebagai partisipan.
Serta beberapa indikator lainnya sesuai dengan metode titrasi yang digunakan.
3. Pemahaman metode permanganometri, serimetri, iodo-iodimetri, bromato-bromometri,
iodatometri, bikromatometri dan nitritometri sangat penting terutama untuk penetapan kadar
maupun pembakuansuatu bahan atau menganalisis senyawa obat.

B. Saran
Titrasi redoks yang telah disajikan dalam makalah ini, dapat dijadikan referensi
ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat
menerapkanya secara tepat

24
DAFTAR PUSTAKA

1. https://everlastingchemistry.wordpress.com/2013/12/11/titrasi-redoks/
2. http://almipharmaachy.blogspot.com/
3. http://www.academia.edu/8765606/Titrasi_Reduksi_-_oksidasi
4. https://auroracahya.wordpress.com/2012/06/12/titrasi-redoks/

25

Anda mungkin juga menyukai