Anda di halaman 1dari 35

CRITICCAL BOOK REPORT

TITRASI REDOKS

Disusun oleh :

NAMA : MUHAIMINNUL AHMAD

NIM : 4171131025

KELAS : KIMIA DIK C 2017

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Atas berkat dan Rahmat Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa) yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Criticcal
Book Report Materi “Titrasi Redoks”. Tujuan dalam Tugas Critical Book Report ini yaitu
untuk mendalami Materi tentang Titrasi Redoks dan sekaligus melengkapi tugas Mata Kuliah
“Kimia Analitik”.
Dalam penyusuna buku ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan, dengan
demikian saya membutuhkan bimbingan dari Dosen Pengampu Mata Kuliah apabila ada
kekurangan dalam penyusunan, saya mohon maaf.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi banyak orang
didalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan sehari - hari. Dan semoga kita semua
nantinya dapat menjadi pendidik yang patut di tauladani oleh peserta didik.

Medan, 15 Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENGANTAR ........................................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................... 1
1.3. Identitas Buku .............................................................................................................................. 2
BAB II..................................................................................................................................................... 3
RINGKASAN ISI BUKU ....................................................................................................................... 3
2.1. Buku Utama ................................................................................................................................. 3
2.2. Buku Pembanding ...................................................................................................................... 21
BAB III ................................................................................................................................................. 30
KEUNGGULAN BUKU ...................................................................................................................... 30
3.1. Keunggulan Buku 1 ................................................................................................................... 30
3.2. Keunggulan Buku 2 ................................................................................................................... 30
BAB IV ................................................................................................................................................. 31
KELEMAHAN BUKU ......................................................................................................................... 31
4.1. Kelemahan Buku 1 ..................................................................................................................... 31
4.2. Kelemahan Buku 2 ..................................................................................................................... 31
BAB V .................................................................................................................................................. 32
PENUTUP ............................................................................................................................................ 32

ii
BAB I
PENGANTAR

1.1. Latar Belakang


Anda tentu telah mengetahui bahwa Istilah okidasi mengacu pada setiap
perubahan kimia di mana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi
digunakan untuk setiap penurunan biangan oksidasi. Jadi proses oksidasi disertai dengn
hilangnya electron sedangkan redulsi disertai dengan pertamahan electron. Oksidator
adalah senyawa di mna atom yang terkadung mengalamipenurunan bilangan oksidasi.
Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan
oksidasi.oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan
salingmengkompensasisatu sama lain.istilah oksidator dan reduksi tidak mengacu pada
atom saja akan tetapi juga pada suatu senyawa. Jika suatu reagen berperan baik sebagai
oksidator atau reduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disporposionasi.

Banyak sekali metode volumetri yang berprinsip pada transfer elektron.


Pemisahan reaksi oksidasi reduksi menjadi komponen komponen pemisahnya, yaitu
separuhnya adalah untuk menentukan masing-masing spesies yang memproleh maupun
kehilangan elektron .

1.2. Tujuan Penulisan


1. Membandingkan atau mengkritisi materi Titrasi Reaksi Redoks kedua buku yang di
gunakan.

1
1.3. Identitas Buku
 Buku Utama

Judul : Konsep Dasar Kimia Analitik


Pengarang : S.M Khopkar
ISBN : 919-456-066-9
Penerbit : UI Press
Kota Terbit : Jakarta
Tahun terbit : 1990
Bahasa : Indonesia
Halaman : 429
 Buku Kedua
Judul : Quantitative Chemical Analusys
Pengarang : Vogel
ISBN : 0-582-44693-7
Penerbit : Jhon Wiley and Sons Inc
Tahun terbit : 1989
Bahasa : English
Halaman : 906

2
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

2.1. Buku Utama


Istilah okidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan biangan oksidasi.
Jadi proses oksidasi disertai dengn hilangnya electron sedangkan redulsi disertai dengan
pertamahan electron. Oksidator adalah senyawa di mna atom yang terkadung
mengalamipenurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi.oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama
dan salingmengkompensasisatu sama lain.istilah oksidator dan reduksi tidak mengacu
pada atom saja akan tetapi juga pada suatu senyawa. Jika suatu reagen berperan baik
sebagai oksidator atau reduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau
disporposionasi.

Banyak sekali metode volumetri yang berprinsip pada transfer elektron.


Pemisahan reaksi oksidasi reduksi menjadi komponen komponen pemisahnya, yaitu
separuhnya adalah untuk menentukan masing-masing spesies yang memproleh maupun
kehilangan elektron .

1. Teori kurva titrasi redoks


Dalam membentuk kurva titrasi ini dengan reaksi redoks, biasanya
diplot grafik E sel dengan volume dari titran. Seperti di ketahui sebgian besar
indikator redoks memang sensitif terhadap indikator ini sendiri merupaka
oksidator atau reduktor sehingga perubahan potensial sistem indikatornya juga
perlu di pertimbangkan selam titrasi.
Persamaan Ners menyatakan :
𝑅𝑇 [𝑘𝑒𝑎𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖]
𝐸=𝐸− Log
𝑛𝐹 [𝑘𝑒𝑎𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖]
2. Beberapa sistem redoks
 Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan
berdasarkan reaksi rmanganat (kmno4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi
oksidasi dan reduksi yang terjadi antara kmno4 dengan bahan baku
tertentu.

3
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat
diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator
terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganate
memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang
biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakanuntuk
mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah dalam
medium HCL. Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki
kestabilan yang terbatas.

Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium


adalah reaksi yang terjadi dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N
atau lebih besar:

MnO4- + 8 H + + 5 e Mn2+ + 4 H2O E0 = +1,51 V


(1)

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen


pereduksi berdasarkan reaksi ini, namun beberapa substansi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksidasi yang cukup
kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi mno2 , titik akhir permanganate
tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:

3 Mn2++ + 2 MnO4- + 2 H2O 5 MnO2 (s) + 4 H+

Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam
keadaan netral. Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik
akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan
sejumlah mno2. Bagaimanapun juga, mengingat reaksinya berjalan
lambat, mno2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titrasi
permanganat.

Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil


karena asam permanganat terdekomposisi dan air teroksidasi dengan
4 MnO4- + 4 H + 5 MnO2 (s) + 3 O2 (g) + 2 H2O
persamaan:

4
Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer
pada suhu ruangan. Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-
basa, ion Mn(II) dan mno2. Namun demikian, jangan pernah
menambahkan permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur reduksi dan
kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi
yang nantinya muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah.

Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-


faktor yang dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan
larutan baku tersebut, antara lain dengan pemanasan dan penyaringan
untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi.

Standar-standar Primer untuk Permanganat

a. Natrium Oksalat

Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk


permanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan
tingkat kemurnian tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non
higroskopis. Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit dan
berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan
sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai
dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II)
terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut
autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion
tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan
cepat dengan permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi
menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara cepat
mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalent.

Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan permanganat adalah

5C2O42- + 2mno4- + 16H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak


senyawa lain. Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang

5
disarankan oleh mcbride, yang mengharuskan seluruh titrasi berlangsung
perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang kuat.
Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu penelitian yang sangat
mendalam terhadap kesalahan- kesalahan yang mungkin di dalam titrasi.
Mereka menemukan beberapa bukti dari pembentukan peroksida

O2 + H2C2O4 H2O2 + 2 CO2

Dan bahwa apabila peroksida terurai sebelum bereaksi dengan


permanganat, terlalu sedikit dari larutan yang disebut terakhir digunakan
dan normalitasnya yang ditemukan adalah tinggi. Fowler dan Bright
menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar hampir
semua permanganat ditambahkan secara cepat ke larutan yang diasamkan
pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut dipanaskan
sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini
mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oleh pembentukan
hidrogen peroksida.

b. Arsen (III) Oksida


Senyawa As2O3 adalah standar primer yang sangat baik untuk
larutan-larutan permanganat. Senyawa ini stabil, nonhigroskopis, dan
tersedia dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Oksida ini dilarutkan
dalam natrium hidroksida dan larutan kemudian diasamkan dengan asam
klorida dan di titrasi dengan permanganat.

5haso2 + 2mno4- + 6H+ + 2H2O 2Mn2+ + 5h3aso4

(Asam yang di produksi dengan melarutkan aso berprilaku sebagai


sebuah asam lemah monoprotik haso). Reaksi ini berjalan lambat pada
suhu ruangan kecuali sebuah katalis di tambahkan. Kalium iodida, KI,
kalium iodidat, KIO3 , dan iodin monoklorida icl, telah dipergunakan
sebagai katalis.
c. Besi

6
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan
sebagai standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan
semua besi (III) yang diproduksi selama proses pelarutan direduksi
menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganat berjalan
lambat pada suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi,
oksidasi akan berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah agen
pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang belakangan
disebut ini teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam
ini tidak ditemukan dalam oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam
larutan asam klorida.

Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam
fosfat, disebut larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt,
dapat ditambahkan ke dalam larutan asam klorida dari besi sebelum
dititrasi dengan permanganat. Asam fosfat menurunkan konsentrasi dari
ion besi (III)dengan membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa
reaksi berjalan sampai selesai, dan juga menghilangkan warna kuning
yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini
tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.

 Titrasi Iodin/ Iodometri

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara


yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).

a. Titrasi langsung (iodimetri)


Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin
yang bereaksi secara langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative
kuat dengan nilai potensial reaksi sebesar +0,535 V. Iodium akan
mereduksi senyawa – senyawa yang memilki potensial reduksi lebih kecil
dibandingkan dengan iodium. Pada reaksi oksidasi, iodium akan
mengalami reduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I-

Larutan baku iodium dapat digunakan untuk analisis kuantitatif


senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari

7
pada sistem iodium-iodida sebagaimana persamaan di atas atau dengan
kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang
cukup kuat seperti vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfida, sulfit,
Stibium(III), timah(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai
macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya
dengan penyesuaian ph dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi
dengan iodium secara kuantitatif.
Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada
iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Reaksi
yang terjadi:

OH O
OH O

+ I2 + 2HI
H2 H2
HO C HC HO C HC
O O O O
OH OH

Gambar 1 Oksidasi asam askorbat (vitamin C )dengan iodium


Menghasilkan asam dehidro askorbat

b. Titrasi tak langsung (iodometri)


Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa- senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih
besar daripada sistem iodium- iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat
oksidator seperti cuso45h2o. Iodometri terjadi pada zat yang bersifat
oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin.
Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan
Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan
pada suatu reaksi redoks.Garam ini biasanya berbentuk sabagai
pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan
penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar
primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.
Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium
tiosulfat.

8
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika
oksidatornya kuat tidak apa – apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka
oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin tidak sempurna, ini
harus dihindari. Cara menghindarinya :
- Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau
menurunkan ph.
- Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi :
misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida,
maka I2 akan masuk dalam pelarut organik ini, sebab I2 lebih mudah larut
dalam senyawa solven organic daripada dalam air.

Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat


adalah sebagai berikut :

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + H2O

I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62-

Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah


indicator kanji, dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens
sehingga iodine dapat bertindak sebagai indicator bagi dirinya sendiri.
Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat – zat
pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform. Namun demikian,
larutan dari kanji lebih umum dipergunakan karena warna biru gelap dari
kompleks iodin – kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif
untuk iodin.

 Titrasi Bromometri
Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam
kadar suatu zat dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah
suatu proses yang mengakibatkan hilangnya aatu elektron atau lebih dari
9
dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan
oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi
adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut
direduksi.
Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu
elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur
direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang
positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron,
dalam proses itu zat ini dioksidasi.

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan


dasar reaksi dari ion bromat (bro3). Oksidasi potensiometri yang relatif
tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator
kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk
menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam
lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam
larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan
bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning
pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan
titik akhir.

Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai


tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus
dilakukan pada suhu terendah mungkin, serta labu yang dipakai untuk
titrasi harus ditutup.

Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan


untuk menetapkan senyawa-senyawa organik aromatis dengan
membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk
menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun
tercampur dengan stanum valensi empat.

Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida


menjadi iod, sementara dirinya direduksi menjadi brimida :

Bro3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O

10
Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini,
karena suatu reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit
dengan tahap redoksnya. Namun nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6
elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.

 Titrasi Serimetri
Larutan serium(IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat
pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium
permanganat, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu
menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Kalau larutan
kalium permanganate dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan
hasil reduksi, maka reduksi larutan serium(III), menurut reaksi:

Ce4+ + e-  Ce3+

Ion Ce(IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman


tinggi karena hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-
larutan dengan konsentrasi ion hydrogen yang rendah.potensial redoks
dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III) tergantung pada sifat dan konsentrasi dari
asam yang ada.
Keuntungan serium (IV)sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi
standar adalah :
1. Larutan serium (IV)sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka
waktu yang lama .larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan
bahkan dapat didihkan selama waktu yang singkat tanpa perubahan yang
berarti dalam konsentrasi .
2. Serium(IV)sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi
dengan adanya konsentrasi hcl yang tunggi .
3. Larutan – larutan serium (IV)sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu
berwarna untuk dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus
dalam buret dan alat – alat titrimetri lainnya .
4. Dalam reaksi garam serium (IV)sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+

11
Dengan demikian maka dianggap bobot ekivalennya adalah 1 mol atau 1
Mr .
5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang btidak
berwarna dari kmno4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium
dikhromat).
6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . Ia dapat
digunakan dalam banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan
,dan juga untuk penetapan - penetapan lainnya .
7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen
(III)oksida atau natrium oksalat .
Larutan serium(IV)sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah
stabil, bahkan pada temperature – temperature didih .larutan dalam hcl
dari garam ini tidak stabil , karena reduksi menjadi Ce (III) oleh asam
tersebut dengna dibarengi pembebasan klor. Reaksinya:

2Ce4++2Cl-↔ 2Ce3++Cl2

Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan ,


maka hcl tidak dapat digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang
memerlukan pendidihan dengan serium(IV)sulfat berlebih dalam larutan
asam .asam sulfat harus digunakan dalam oksidasi demikian .adanya asam
fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan serium (IV) sulfat dan
menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu .

2.3 Preparasi dan Pembakuan Larutan

1. Titrasi permanganatometri
a. Preparasi larutan kalium permanganat
Larutan Baku Kalium Permanganat dibuat dengan melarutkan
sejumlah Kalium Permanganat P dan melarutkannya dalam air
secukupnya sesuai dengan normalitas yang dikehendaki. Meskipun
demikian, karena mengingat sifat dari Kalium Permanganat dan kenyataan
bahwa Kalium Permanganat sulit diperoleh dalam kemurnian yang tinggi

12
maka faktor- faktor di atas perlu diperhatikan. Caranya antara lain setelah
dilarutkan didiamkan selama 24 jam sehingga reaksi peruraiannya selesai
kemudian disaring melalui asbes untuk menghilangkan semua
mangandioksida yang terjadi karena adanya mangan dioksida merupakan
katalisator terbentuknya mangan dioksida lebih lanjut serta cepat. Sangat
dianjurkan untuk seringkali membakukan larutan kalium permanganat.

b. Pembakuan kalium permanganate


Cara membakukan Larutan Baku Kalium Permanganat adalah:
Lebih kurang 200 mg natrium oksalat yang ditimbang saksama yang
sebelumnya dikeringkan pada suhu 1100C hingga bobot tetap, larutkan
dalam 250 ml air. Tambahkan 7 ml asam sulfat pekat, panaskan pada suhu
kurang lebih 700C dan titrasi perlahan-lahan dengan Larutan Baku Kalium
Permanganat hingga terbentuk warna merah jambu mantap dalam waktu
15 detik. Suhu pada akhir titrasi tidak boleh kurang dari 600C. Tiap ml
kalium permanganate setara dengan 6,7 mg natrium oksalat.
Natrium oksalat merupakan zat yang sangat baik untuk pembakuan
Kalium Permanganat karena dapat diperoleh dengan kemurnian yang
sangat tinggi. Penambahan asam sulfat bertujuan supaya konsentrasi ion
hydrogen tetap selama titrasi berlangsung untuk menghindari
terbentuknya mangan dioksida. Untuk mereduksi 1 mol ion permanganate
diperlukan 8 mol ion hydrogen sebagaimana reaksi di awal.

Pada pembakuan di atas rekasi paronya dapat ditulis sebagai berikut:


MnO4 + 8 H + 5 e Mn2+ + 4 H2O

C2O42- 2 CO2 + 2 e-
Untuk memperoleh kesetimbangan maka reaksi pada permanganat
dikalikan dua sedangkan untuk oksalat dikalikan lima, sehingga reaksi
oksidasi reduksinya adalah sebagai berikut:

2 MnO4 + 16 H+ + 5 C2O42- 2 Mn2+ + 8 H2O + 10 CO2

13
Dari persamaan di atas terlihat bahwa 5 mol natrium oksalat
kehilangan 10 elektron pada oksidasi dengan kalium permanganat dengan
demikian berat ekivalen (BE) dari natrium oksalat adalah separo berat
molekulnya (BM/2) atau tiap 1000 ml kalium permanganat 1 N setara
dengan 134/2= 67,00 mg. Dengan demikian tiap ml kalium permanganat
0,1 N setara dengan 6,7 mg natrium oksalat. Misalkan kita tadi
menimbang natrium oksalat 200 mg dan memerlukan volume titran
sebanyak 28,36 ml larutan baku kalium permanganat maka normalitas dari
kalium permanganat adalah:

𝑚𝑔 𝑁𝑎2𝐶2 𝑂4
N kmno4 = 𝑚𝑙 𝐾𝑀𝑛𝑂 X valensi
4 𝑥 𝐵𝑀 𝑁𝑎2𝐶2 𝑂4

Pada reaksi pembakuan di atas valensinya adalah 2

200
N kmno4 =28,36 𝑋 134 X 2 = 0,1047 N

2. Titrasi Iodimetri dan Iodometri

a. Preparasi larutan
1. Preparasi larutan Iodium
Pembuatan larutan baku iodium 0,1 N dilakukan dengan cara:
Larutkan 12,7 gram iodium dalam 100 ml larutan air yang mengandung
36 gram kalium iodide dalam labu bertutup, tambah 3 tetes asam klorida,
tambahkan air hingga 100 ml.
Iodium sukar larut dalam air (0,035 gram/ liter) maka dilarutkan
dalam larutan KI yang mana iodium mudah larut di dalamnya dengan
membentuk ion kompleks menurut reaksi:

I2 + I-  I3-

Karena iodium mudah menyublim, maka wadah harus selalu tertutup


selama titrasi berlangsung dan ujung buret tidak boleh menggunakan
karet

14
2. Preparasi larutan tiosulfat
Larutan baku tiosulfat 0,1 N dibuat dengan cara sebagai berikut:
Larutkan kira-kira 25 gram natrium tiosulfat pentahidrat dan 200 mg
natrium karbonat dalam air yang telah didihkan sampai 1000 ml.

3.Pembakuan larutan Iodium


Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara saksama dan larutkan
dalam 20 ml naoh 1 N bila perlu dengan pemanasan, encerkan dengan 40
ml air dan tambah dengan 2 tetes metil orange dan ikuti dengan
penambahan hcl encer sampai warna kuning berubah menjadi pink.
Tambahkan 2 gram nahco3, 20 ml air dan 30 ml larutan kanji. Titrasi
dengan baku iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap.
Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam
larutan natrium hidroksida (naoh) dengan membentuk natrium arsenit
menurut reaksi:

As2O3 + 6 naoh  2 Na3AsO3 + 3 H2O

Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan


bereaksi dengan naoh membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-
senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi secara cepat dengan
natrium arsenit

2 naoh + I2  naio + nai + H2O

Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan hcl menggunakan


metal orange sebagai indicator. Penambahan nahco3 untuk menetralkan
asam iodide (HI) yang terbentuk yang mana asam iodide ini menyebabkan
reaksi berjalan bolak-balik (reversibel). Natrium bikarbonat akan
menghilangkan asam iodide secepat asam iodide terbentuk sehingga

15
reaksi berjalan ke kanan secara semourna. Reaksi secara lengkap pada
pembakuan iodium dengan trioksid sebagai berikut:

As2O3 + 6 naoh  2 Na3AsO3 + 3 H2O

Na3AsO3 + I2 + 2 nahco3  Na3AsO4 + 2 nai + 2 CO2 + H2O

Pada reaksi di atas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat.


Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol Na3AsO4, sedangkan 1 mol
Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1 mol As2O3 setara dengan 2
mol I2 sehingga perhitungan normalitasnya dari iodium:
Mgrek iodium = mgrek arsen trioksid

Ml I2 x N I2 = mmol As2O3 x valensi

𝑚𝑔 𝐴𝑠2𝑂3 𝑋 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
N I2 = 𝐵𝑀 𝐴𝑠2𝑂3 𝑋 𝑚𝑙 𝐼2

4. Pembakuan natrium tiosulfat


Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodidat yang sudah dikeringkan
pada suhu 1200C secara saksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah
dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodidat dan 5 ml
hcl pekat dalam Erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi
dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus dikocok. Bila
larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml larutan kanji.
Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat menjadi hilang (tidak
berwarna)
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

KIO3 + 5KI + 6HCL  3I2 + 6kcl + 3 H2O


I2 + 2 Na2S2O3  2 nai + Na2S4O6

16
Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO3 setara
dengan 3 mol I2, sedangkan 1 mol I2 setara denga 2e, Sehingga 1 mol
KIO3 setara dengan 6 e akibatnya BE KIO3 sama dengan BM/6
Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat:

Mgrek natrium tiosulfat = mgrek kalium iodidat

Ml Na2S2O3 x N Na2S2O3 = mmol As2O3 x valensi

N Na2S2O3 = 𝐵𝑀𝑚𝑔KIO3
KIO3 x Valensi
x ml Na2S2O3

3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri

a. Preparasi larutan brom

Cara pembuatan larutan brom 0,1 N adalah: Larutkan 3 gram kalium


bromat dan 15 gram kalium bromide dalam air hingga 1000,0 ml.

b. Preparasi larutan kalium Bromat


Cara pembuatan Kalium Bromat 0,1 N adalah: Larutkan 2,784 gram
Kalium P dalam air hingga 1000 ml.

c. Pembakuan larutan brom


Adapun cara pembakuannya dalam Farmakope Indonesia Edisi IV
dilakukan dengan cara: Ukur secara saksama kurang lebih 25,0 ml larutan
dan masukkan dalam labu iodium 500 ml dan encerkan dengan 120 ml air.
Tambahkan 5 ml asam klorida pekat, tutup, kosok perlahan- laha.
Kemudian tambahkan 5 ml kalium iodida 20% (b/v), tutup kembali, kocok
campuran selama 5 menit dan titrasi iodium dengan larutan baku natrium
tiosulfat 0,1 N, tambahkan 3 ml larutan kanji 0,5% pada saat mendekati
titik akhir dan hitung normalitasnya.
Ketika asam klorida pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan
menurut reaksi:

17
Kbro3 + 5 kbr + 6 hcl  3 Br2 + 6 kcl + 3 H2O

Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara


dengan jumlah iodium yang dihasilkan menurut reaksi:

Br2 + 2 KI  I2 + 2 kbr

Iodium ini selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat


menurut reaksi:
I2 + Na2S2O3  2 nai + Na2S4O6

Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat


dikarenakan perbedaan potensialnya yang sangat besar akibatnya jika
brom langsung dititrasi dengan tiosulfat maka yang dihasilkan tidak hanya
tetrationat (S4O62-) bahkan mugkin sulfida yang berupa endapan kuning.
Normalitas larutan brom dihitung dengan cara sebagai berikut:
Mgrek brom = mgrek Na-tiosulfat
4. Titrasi Serimetri

a. Preparasi larutan Serium (IV) sulfat

Pembuatan Larutan Baku Serium (IV) Sulfat dilakukan dengan cara:


Pindahkan 59 gram serium ammonium nitrat pada beker, tambahkan 31
ml asam sulfat, campur dengan hati-hati tambahkan 20 ml air sampai
larut sempurna. Tutup beker dan biarkan sampai satu malam, lalu saring
melalui krus gelas dan encerkan dengan air sampai 1000 ml.

b. Pembakuan larutan Serium (IV) sulfat

Adapun cara pembakuan Larutan Baku Serium (IV) Sulfat 0,1 N


adalah dengan cara: Timbang saksama kurang lebih 200 mg arsentrioksida
yang sebelumnya dikeringkan pada suhu 1000C selama satu jam,
masukkan labu. Cuci dinding labu dengan 25 ml naoh (2 gram dalam 25
ml air), goyang- goyangkan hingga arsen trioksida larut. Setelah larut

18
semua tambah 100 ml air, dan 10 ml asam sulfat (1 dalam 3). Tambahkan
2 tetes orto fenantrolin dan larutan osmium tetraoksida (1 dalam 400 ml
0,1 N asam sulfat). Titrasi perlahan-lahan dengan laruta baku serium (IV)
sulfat sehingga warna merah jambu menjadi biru pucat. Tiap ml larutan
serium(IV) sulfat setara dengan 4,946 mg As2O3.

Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

As2O3 + 6 OH -  2 aso33-

2 Ce 4+ + aso33- + 2 H2O  2 Ce 3+ + aso43- + 2 H +

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa valensinya adalah 4


sebab tiap mol arsentrioksid setara dengan 2 mol arsenit dan 1 mol arsenit
setara dengan 2 mol serium (IV) sehingga satu mol arsen trioksid setara
dengan 4 mol serium (IV) yang berarti setara dengan 4 elektron.

𝑚𝑔 𝐴𝑠2𝑂3
N Ce4+ = X4
𝑚𝑙 𝐶𝑒 4+ 𝐵𝑀 𝐴𝑠2𝑂3

2.4 Contoh Analisa

Titrasi redoks sering digunakan untuk penentuan kadar logam atau


senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam
bidang industri misalnya penentuan kadar laktat pada minuman
berisotonik menggunakan permanganat, penentuan sulfite dalam minuman
anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat.

Penentuan besi dalam bijih-bijih besi. Penentuan besi dalam bijih-


bijih besi adalah aplikasi terpenting dari permanganometri. Mula-mula
bijih besi dilarutkan dalam asam klorida, lalu besi direduksi menjadi
Fe2+. Setelah semua besi berada sebagai Fe2+b,kadarnya ditentukan
dengan cara titrasi

5Fe2+ + mno4-+ 8H+ 5Fe3++ Mn2+ + 4H2O

19
Pada Hidrogen perioksida. Peroksida bertindak sebagai zat
pereduksi

2mno4-+ 5H2O2 + 6H+ 2Mn2++ 5O2(g) + 8H2O

Pada Kalsium (secara tak langsung). Mula-mula kalsium diendapkan


sebagai cac2o4. Setelah penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan
dalam asam sulfat dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat
Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2
sebagai titran adalah untuk menentukan bilangan iod lemak dan
miyak.Karena kemampampuan mengoksidasi yang tidak besar, tidak
banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri
langsung.Pengunaan ini memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat
organic untuk mengadisi iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat)
pun dapat dialakukan dengan titrasi ini.

Aplikasi lain dari titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara
Karl Fischer. Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan
methanol. Iod dan belerang dioksida membentuk kompleks dengan
piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan
piridin beraksi dengan air.

A. Titrasi permanganometri
Metode permanganometri ini digunakan untuk menentukan antimony
(III), arsen (III), bromine , hydrogen peroksida, besi (II), molybdenum
(III), nitrit,oksalat, timah (II), titanium (III), tungsten (III), uranium(IV),
Vanadium(IV).

b. Titrasi iodimetri dan titrasi iodometri


Metode iodimetri digunakan untuk menentukan Antimon (III), Arsen
(III), ferosianida, hydrogen sianida, hidrazin, beranng (sulfida), tiosulfat
dan timah (II). Sedangkan iodometri digunakan untuk menentukan arsenic
(V), bromine,bromat, klorin, klorat, tembaga (II), dikromat, hydrogen
peroksida, iodat, nitrit, oksigen, ozon, periodat, permanganate.

20
c. Titrasi bromometri dan titrasi bromatomatri
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk
tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan
senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun tercampur
dengan stanum valensi empat
.
d. Titrasi serimetri
Metode serimetri digunakan dalam penentuan besi, arsenic, antimon,
oksalat-oksalat, ferosianida , titanium, kromium, vanadium, molibdenium,
uranium dan oksida-oksida dari timbale dan mangan.

2.2. Buku Pembanding


Dalam Bagian 10.11-10.16 ditunjukkan bagaimana perubahan pH selama
titrasi asam-basa dapat dihitung, dan bagaimana kurva titrasi yang diperoleh dapat
digunakan (a) untuk memastikan indikator yang paling cocok untuk digunakan dalam
titrasi yang diberikan, dan (B) untuk menentukan kesalahan titrasi. Prosedur serupa
dapat dilakukan untuk titrasi reduksi oksidasi. Pertimbangkan dulu kasus sederhana
yang hanya melibatkan perubahan dalam muatan ion, dan secara teoritis tidak
tergantung pada konsentrasi ion hidrogen. Contoh yang sesuai, untuk tujuan ilustrasi,
adalah titrasi 100 mL besi 0,1 M (I1) dengan 0,1 M cerium (1V) dengan adanya asam

sulfat encer:

Kuantitas yang terkait dengan CH +] dalam titrasi asam-basa adalah rasio


[Lembu] / [Merah]. Kami prihatin di sini dengan dua sistem, elektroda ion Fe3 + / Fe2

+ (1), dan elektroda ion Ce4 + / Ce3 + (2). Untuk (1) pada 25 OC:

21
Konstanta kesetimbangan dari reaksi diberikan oleh (Bagian 2.33):

Oleh karena itu reaksi ini hampir lengkap. Selama penambahan larutan
cerium (1V) hingga titik ekivalen, satu-satunya efeknya adalah mengoksidasi besi (I1)
(karena K besar) dan akibatnya mengubah rasio [Fe3 +] / [Fe2 +]. Ketika 10 mL zat

pengoksidasi telah ditambahkan, [Fe3 +] / [Fe2 +] = 10190 (rata-rata) dan El = 0,75 +


0,0591 log 10190 = 0,75 - 0,056 = 0,69 volt
Dengan 50 mL zat pengoksidasi, El = El = 0.75 volt Dengan 90 mL, El =
0.75 + 0.0591 log 90110 = 0.81 volt Dengan 99 mL, El = 0.75 = 0.0591 log 9911 =
0.87 volt Dengan 99.9 mL, El = 0.75 + 0.0591 log 99.910.1 = 0.93 volt Pada titik
ekivalen (100.0 mL) [Fe3 +] = [Ce3 '1 dan [Ce4 +] = [Fe2' 1, an potensi elektroda
diberikan oleh: *
El + E2 0,75 + 1,45 - - 2
= 1,10 volt
2 Penambahan larutan cerium (1V) selanjutnya hanya akan meningkatkan rasio [Ce4 +] /
[Ce3 +]. Jadi: Dengan 100,1 mL, E, = 1,45 + 0,059 1 log 0,1 / 100 = 1,27 volt Dengan 101
mL, E, = 1,45 + 0,059 1 log 1/100 = 1,33 volt Dengan 110 mL, E, = 1,45 + 0,059 1 log 101
100 = 1,39 volt Dengan 190 mL, E, = 1,45 + 0,059 1 log 90/100 = 1,45 volt

Hasil ini ditunjukkan pada Gambar 10.14


0,1 M Cerium (1V) sulfat, mL

22
Gambar 10.14 Titrasi 10OOmL besi 0,1M (I1) dengan 0,1M cerium (1V) sulfat
(dihitung).
Sangat menarik untuk menghitung konsentrasi besi (I1) di sekitar titik ekivalen.
Ketika 99,9 mL larutan cerium (1V) telah ditambahkan, [Fe2 +] = 0,1 x 0,11199,9 = 5 x
orpFe2 + = 4,3. Konsentrasi pada titik ekivalen diberikan oleh (Bagian 2.33):

Sekarang [Fe3 +] = 0,05M, maka [Fe2 +] = 5 x 10-'18,4 x 105 = 6 x 10-8M, atau


pFe2 + = 7,2. Setelah penambahan 100,1 mL larutan serium (1V), potensi reduksi (lihat di
atas) adalah 1,27 volt. The [Fe3 +] secara praktis tidak berubah pada 5 x 10-'M, dan kami
dapat menghitung [Fe2 +] dengan akurasi yang cukup untuk tujuan dari persamaan:
Jadi pFe2 + berubah dari 4,3 menjadi 10 antara 0,1 persen sebelum dan
0,1 persen setelah titik akhir stoikiometri. Kuantitas ini penting dalam kaitannya
dengan penggunaan indikator untuk mendeteksi titik ekivalensi. Jelaslah bahwa
perubahan potensial yang tiba-tiba di sekitar titik ekuivalen bergantung pada potensial
standar dari dua sistem reduksi oksidasi yang terlibat, dan oleh karenanya pada
konstanta kesetimbangan reaksi; itu terlepas dari konsentrasi kecuali ini sangat kecil.

23
Perubahan potensial redoks untuk sejumlah sistem reduksi oksidasi yang khas
ditunjukkan secara grafik pada Gambar 10.15. Untuk MnO4, sistem Mn2 + dan
lainnya yang bergantung pada pH
Gambar 10.15 Variasi potensi redoks dengan rasio oksidanlreduktan.

Larutan, konsentrasi ion hidrogen diasumsikan molar: keasaman yang


lebih rendah memberikan potensi yang lebih rendah. Nilai pada bentuk teroksidasi 50
persen, tentu saja, sesuai dengan potensial redoks standar. Sebagai indikasi penerapan
kurva, pertimbangkan titrasi besi (I1) dengan kalium dikromat. Kurva titrasi akan
mengikuti sistem Fe (II) / Fe (III) sampai titik akhir tercapai, kemudian akan naik
tajam dan terus di sepanjang kurva untuk sistem Cr, O: - / Cr3 +: potensi di titik
ekivalensi dapat ditentukan seperti yang telah dijelaskan. Dimungkinkan untuk
menditrasi dua zat dengan titran yang sama asalkan potensi standar zat yang dititrasi,
dan produk oksidasi atau reduksinya, berbeda sekitar 0,2 V. Kurva titrasi bertahap
diperoleh dalam titrasi campuran atau zat yang memiliki beberapa keadaan oksidasi.
Jadi titrasi larutan yang mengandung Cr (VI), Fe (II1) dan V (V) oleh larutan asam
titanium (II1) klorida adalah contoh dari campuran tersebut: pada langkah pertama Cr
(V1) direduksi menjadi Cr (II1) dan V (V) ke V (1V); pada langkah kedua Fe (II1)
direduksi menjadi Fe (I1); pada langkah ketiga V (1V) dikurangi menjadi V (II1);
kromium dievaluasi dengan perbedaan volume titran yang digunakan pada langkah
pertama dan ketiga. Contoh lain adalah titrasi campuran sulfat Fe (I1) dan V (1V)
dengan Ce (1V) sulfat dalam asam sulfat encer: pada langkah pertama Fe (I1)
dioksidasi menjadi Fe (II1) dan pada tahap kedua ' lompat 'V (1V) dioksidasi menjadi
V (V) perubahan terakhir dipercepat dengan memanaskan larutan setelah oksidasi ion
Fe (I1) selesai. Titrasi suatu zat yang memiliki beberapa tingkat oksidasi dicontohkan
oleh reduksi bertahap oleh asam krom (I1) klorida ion Cu (I1) menjadi keadaan Cu (1)
dan kemudian ke logam.
10.90 POTENSI FORMAL
Potensi standar Ee dievaluasi dengan memperhatikan efek aktivitas dan
dengan semua ion hadir dalam bentuk sederhana: mereka benar-benar membatasi atau
nilai ideal dan jarang diamati dalam pengukuran potensiometri. Dalam praktiknya,
solusinya mungkin cukup pekat dan sering mengandung elektrolit lain; dalam kondisi
ini aktivitas spesies yang bersangkutan jauh lebih kecil daripada konsentrasi, dan
akibatnya penggunaan yang terakhir dapat menyebabkan kesimpulan yang tidak dapat

24
diandalkan. Juga, spesies aktif aktual yang ada (lihat contoh di bawah) mungkin
berbeda dari spesies yang menjadi standar potensial ideal. Untuk alasan ini 'potensi
forma1' telah diusulkan untuk melengkapi potensi standar. Potensi forma1 adalah
potensi yang diamati secara eksperimental dalam larutan yang mengandung satu mol
masing-masing zat teroksidasi dan tereduksi bersama dengan zat khusus lainnya pada
konsentrasi yang ditentukan. Ditemukan bahwa forma1 potensial bervariasi, misalnya,
dengan sifat dan konsentrasi asam yang ada. Potensi forma1 menggabungkan dalam
satu nilai efek yang dihasilkan dari variasi koefisien aktivitas dengan kekuatan ionik,
disosiasi asam-basa, kompleksasi, potensi sambungan-cair, dll., Dan dengan demikian
memiliki nilai praktis nyata. Potensi forma1 tidak memiliki signifikansi teoritis dari

potensi standar, tetapi nilai-nilai yang diamati dalam pengukuran potensiometri


aktual. Dalam larutan encer mereka biasanya mematuhi persamaan Nernst cukup
dekat dalam bentuk:
di mana Ee 'adalah potensial forma1 dan sesuai dengan nilai E pada satuan
konsentrasi oksidan dan reduktor, dan jumlah dalam kurung siku mengacu pada
konsentrasi molar. Berguna untuk menentukan dan mentabulasi Ee 'dengan jumlah
yang sama dari berbagai oksidan dan reduktor konjugatnya pada berbagai konsentrasi
asam yang berbeda. Jika seseorang berurusan dengan solusi yang komposisinya
identik atau mirip dengan yang terkait dengan potensi forma1, kesimpulan yang lebih
dapat dipercaya dapat diturunkan dari potensi forma1 daripada dari potensi standar.
Untuk menggambarkan bagaimana penggunaan potensi standar kadang-kadang dapat
menyebabkan kesimpulan yang salah, pertimbangkan hexacyanoferrate (I1) -
hexacyano-ferrate (II1) dan sistem iodide-iodine. Potensi standar adalah: [Fe (CN),
I3- + e e [Fe (CN), I4-; Ee = +0.36 volt 1, + 2e e 21-; Ee = + OS4 volt Diharapkan ion
yodium akan mengoksidasi ion hexacyanoferrate (I1) secara kuantitatif:

Faktanya [Fe (CN), ion I4- mengoksidasi ion iodida secara kuantitatif

dalam media yang mengandung 1 M asam klorida, sulfur, atau asam perklorat. Ini

25
karena dalam larutan pH rendah, protonasi terjadi dan spesies yang berasal dari H, Fe
(CN), lebih lemah daripada yang berasal dari H, Fe (CN),; aktivitas ion [Fe (CN), I4-
menurun lebih besar dari pada ion [Fe (CN), I3-, dan karenanya potensi reduksi
ditingkatkan. Potensi redoks aktual dari suatu larutan yang mengandung konsentrasi
yang sama dari kedua sianoferrat dalam 1 M HCl, H2S04 atau HClO, adalah +0,71
volt, nilai yang lebih besar daripada potensi pasangan iodin-iodida. Beberapa hasil
pengukuran potensial forma1 sekarang dapat disebutkan. Jika tidak ada perbedaan
besar dalam kompleksasi baik oksidan atau reduktor konjugatnya dalam berbagai
asam, potensi forma1 saling berdekatan dalam asam-asam ini. Jadi untuk sistem Fe
(I1) -Fe (II1) Ee = +0.77 volt, Ee '= +0.73 volt dalam 1 M HCIO ,, +0.70 volt dalam 1
M HCl, +0.68 volt dalam 1 M H2S04, dan +0.61 volt dalam 0,5 MH, PO, + 1 MH,
SO ,. Tampaknya kompleksasi paling sedikit dalam asam perklorat dan terbesar dalam
asam fosfat (V). Untuk sistem Ce (II1) -Ce (1V) Ee '= + 1,44 volt dalam 1 M H, SO ,,
+ 1,61 volt dalam 1 M HNO ,, dan + 1,70 volt dalam 1 M HCIO ,. Larutan asam
perklorat dari serium (1V) perklorat, meskipun tidak stabil saat berdiri, bereaksi
dengan cepat dan kuantitatif dengan banyak senyawa anorganik dan memiliki
kekuatan oksidasi yang lebih besar daripada larutan asam sulfat-sulfat atau serium
(1V) asam nitrat-nitrat asam sulfat.

10.91 DETEKSI TITIK AKHIR DI OKSIDASI-REDUKSI TlTRATON


A. Internal indikator reduksi oksidasi.
Seperti dibahas dalam Bagian 10.10-10.16, indikator asam-basa digunakan
untuk menandai perubahan tiba-tiba dalam pH selama titrasi asam-basa. Demikian
pula indikator reduksi oksidasi harus menandai perubahan mendadak dalam potensi
oksidasi di sekitar titik ekivalen dalam titrasi reduksi oksidasi. Indikator reduksi
oksidasi yang ideal adalah indikator dengan potensi oksidasi antara
larutan dititrasi dan titran, dan yang menunjukkan perubahan warna yang tajam dan
mudah terdeteksi. Indikator reduksi oksidasi (indikator redoks) adalah senyawa yang

menunjukkan warna berbeda dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi:

26
Oksidasi dan reduksi harus dapat dibalik. Pada E potensial, rasio konsentrasi kedua
bentuk diberikan oleh persamaan Nernst:

di mana EE adalah standar (hanya formal) potensi indikator. Jika intensitas warna dari
kedua bentuk tersebut sebanding, estimasi praktis dari interval perubahan warna
sesuai dengan perubahan dalam rasio [Inox] / [InRed] dari 10 ke &, ini mengarah ke
interval potensi:

Jika intensitas warna dari kedua bentuk sangat berbeda, maka warna
antara diperoleh pada tingkat yang agak mungkin dihilangkan dari EE, tetapi
kesalahannya tidak mungkin melebihi 0,06 volt. Untuk perubahan warna yang tajam
pada titik akhir, EE harus berbeda setidaknya sekitar 0,15 volt dari potensial standar
(formal) dari sistem lain yang terlibat dalam reaksi. Salah satu indikator reduksi
oksidasi terbaik adalah kompleks 1, l-fenantrolin (I1). Basa 1, l-fenantrolin
menggabungkan larutan dalam larutan dengan garam besi (I1) dalam perbandingan
molekul 3 basa: l besi (I1) yang membentuk ion kompleks merah 1, l-fenantrolin-besi
(I1); dengan zat pengoksidasi kuat, ion kompleks besi (II1) terbentuk, yang memiliki
warna biru pucat. Perubahan warna sangat mencolok:

Potensi redoks standar adalah 1,14 volt; potensi forma1 adalah 1,06 volt
dalam larutan asam klorida 1M. Namun, perubahan warna terjadi pada sekitar 1,12
volt, karena warna bentuk tereduksi (merah tua) jauh lebih kuat daripada warna
bentuk teroksidasi (biru pucat). Indikator ini sangat bernilai dalam titrasi garam besi
(I1) dan zat lain dengan larutan serium (1V) sulfat. Ini dibuat dengan melarutkan 1, l-
fenantrolin hidrat (massa molekul relatif = 198,1) dalam jumlah yang dihitung dari
0,02 M besi bebas asam (I1) sulfat, dan karenanya 1, l-fenantrolin-besi (I1) kompleks
sulfat ( dikenal sebagai ferroin). Satu tetes biasanya cukup dalam titrasi: ini setara

27
dengan kurang dari 0,01 mL zat pengoksidasi 0,05M, dan karenanya indikator kosong
dapat diabaikan pada konsentrasi ini atau lebih tinggi.
Potensi standar atau forma1 ferroin dapat dimodifikasi secara signifikan
dengan diperkenalkannya berbagai substituen dalam nukleus lO-phenanthroline 1.
Ferro tersubstitusi yang paling penting adalah 5-nitro-1, lO-phenanthroline iron (I1)
sulphate (nitroferroin) dan 4,7-dimethyl-1, lO-phenanthroline iron (I1) sulphate
(dimethylferroin). Yang pertama (Ee = 1,25 volt) sangat cocok untuk titrasi
menggunakan Ce (1V) dalam larutan nitrat atau asam perklorat di mana potensi
forma1 dari oksidan tinggi. The 4,7-dimethylferroin memiliki potensi forma1 yang
cukup rendah (E ~ = 0,88 volt) untuk membuatnya berguna untuk titrasi Fe (I1)
dengan dikromat dalam asam sulfat 0,5 M. Sebutkan harus dibuat salah satu indikator
internasional paling awal. Ini adalah larutan 1 persen difenilamin dalam asam sulfat
pekat, dan diperkenalkan untuk titrasi besi (I1) dengan larutan kalium dikromat.
Warna biru-ungu yang kuat diproduksi pada titik akhir. Penambahan asam fosfat (V)
diinginkan, karena asam ini menurunkan potensi forma1 sistem Fe (II1) -Fe (I1)
sehingga potensial titik ekivalensi lebih mirip dengan indikator. Tindakan
diphenylamine (1) sebagai indikator tergantung pada oksidasi pertama menjadi
diphenylbenzidine tidak berwarna (II), yang merupakan indikator nyata dan
selanjutnya dioksidasi lebih lanjut menjadi diphenylbenzidine violet (III).
Diphenylbenzidine violet mengalami oksidasi lebih lanjut jika dibiarkan berdiri
dengan kelebihan larutan dikromat; oksidasi lebih lanjut ini bersifat ireversibel, dan
produk merah atau kuning dari komposisi yang tidak diketahui diproduksi.
Suatu larutan diphenylbenzidine dalam asam sulfat pekat bekerja sama
dengan diphenylamine. Potensi reduksi sistem II, III adalah 0,76 volt dalam asam
sulfat 0,5-1 M. Oleh karena itu jelas bahwa penurunan potensi sistem Fe (II1) -Fe (I1)
diinginkan, seperti yang telah disebutkan, untuk mendapatkan perubahan warna yang
tajam. Kerugian dari difenilamin dan difenilbenzidin adalah sedikit kelarutannya
dalam air. Hal ini telah diatasi dengan penggunaan barium terlarut atau natrium
difenilamina sulfonat, yang digunakan dalam larutan 0,2 persen. Potensi redoks (Ez)
sedikit lebih tinggi (0,85 volt dalam asam sulfat 0,5M), dan bentuk teroksidasi
memiliki warna kemerahan-violet menyerupai kalium permanganat, tetapi warnanya
perlahan menghilang saat berdiri; Kehadiran asam fosfat (V) diinginkan untuk
menurunkan potensi redoks sistem.

28
B. Reagen yang menunjukkan sendiri.
Ini diilustrasikan dengan baik oleh kalium permanganat, satu tetes yang
akan memberikan warna merah muda yang terlihat ke beberapa ratus mililiter larutan,
bahkan di hadapan ion yang sedikit berwarna, seperti besi (II1). Warna cerium (1V)
sulfat dan larutan yodium juga telah digunakan dalam mendeteksi titik akhir, tetapi
perubahan warna tidak begitu ditandai untuk kalium permanganat; di sini,
bagaimanapun, interna1 sensitif Indikator (1, 10-fenantroline-besi (I1) ion atau asam
N-phenylanthranilic dan pati masing-masing) tersedia. Metode ini memiliki
kekurangan bahwa kelebihan zat pengoksidasi selalu ada pada titik akhir. Untuk
pekerjaan dengan akurasi tertinggi, indikator kosong dapat ditentukan dan diizinkan,
atau kesalahan dapat dikurangi dengan melakukan standarisasi dan penentuan dalam
kondisi percobaan yang sama.

C. Metode potensiometri.
Ini adalah prosedur yang tergantung pada pengukuran e.m.f. antara
elektroda referensi dan elektroda indikator (redoks) pada interval yang sesuai selama
titrasi, yaitu titrasi potensiometri dilakukan. Prosedur ini dibahas sepenuhnya dalam
Bab 15; biarkan cukup pada tahap ini untuk menunjukkan bahwa prosedur ini berlaku
tidak hanya untuk kasus-kasus di mana indikator yang sesuai tersedia, tetapi juga
untuk kasus-kasus itu, mis. solusi berwarna atau sangat encer, di mana metode
indikator tidak dapat diterapkan, atau akurasi terbatas.

29
BAB III
KEUNGGULAN BUKU

3.1. Keunggulan Buku 1


Dakam buku Khopkar sudah banyak di jelaskan materi tentang tittrasi reaksi
redoks dengan penyertaan Rumus dengan lengkap beserta Reaksi-rekasinya
sekaligus. Dengan demikian pembaca dapat lebih memahami materi yang di
sajikan dan lebih mudah untuk memecahkan soal-soal nntinya. Dalam buku
Khopkar juga terdaoat banyak contoh-contoh soal di dalamnya yang dapat sangat
membantu dan dapat melatih pembaca karena tidak tidak semua soal memiliki
jawaban tetapi banyak kemiripan anatara contoh soal dan soal yang di berikan.
Sehingga pembaca akan lebih mudah lagi berlatih mengerjakan soal-soal di
dalamnya.
Dari segi materi saya rasa penyajian buku khopkar sudah sangat cukup
lengkap dan nudah untuk di baca sebagai referensi mengerjakan soal-soal dasar
dari kimia analitik.

3.2. Keunggulan Buku 2


Seperti buku vogel dalam edisi sebelumnya edisi kelima ini jauh lebih
baik dan lebih matang dalam dalam penjelasan permaterinya. Vogel memang
seorang penulis yang hebat menurut saya dia bisa mendeskripsikan begitu jelas
mengenai kimia analitik itu sendiri. Tidak hanya penjelasan mengenai teori-teori
yang ada dalam buku vogel yang berjudul “QUANTITATIVE CHEMICAL
ANALYSIS” ini juga memaparkan pemahaman bagaimana cara
mempraktikumkan materi-materi yang ada di dalam buku ini. Mulai dari
bagaimana perubahan warna dalam prosedur pratikum dari buku ini. Menjelaskan
bagaimana warna apa yang seharusnya terjadi. Prosedur dalam pratikum yang
mudah untuk di pahami.

30
BAB IV
KELEMAHAN BUKU

4.1. Kelemahan Buku 1


Kelemahan buku Khopkar ini adalah dari segi penulisan tidak adanya
space paraghraf penulisan yang menyulitkan pembaca mencari inti dari suatu
defenisi dan keterangan rumus tidak di sertakan di dalam penyelesaiian yang di
gunakan. Dalam contoh soal yang di berikan tidak secara detail di jelaskan proses
dari penyelesaian soaal tersebut jadi buku ini tidak cocok sebagai referensi belajar
menyelesaikan soal-soal untuk pemula dan lebih cocok untuk referensi belajar
orang-orang yang sudah ahli dalam perhituangan reaksi oksidasi reduksi. Dapat di
katakan apabila belum terlaltu memahami reaksi reduksi oksidasi maka kita akan
sulit mencerna isi materi dari buku Khopkar ini.
Selain yang saya paparkan di atas tidak ada lagi yang menjadi kelemahan
dalam buku. Karena keterbatasan saya sebagai Mahasiswa pengetahuan juga saya
masih kurang mengenai permasalah yang ada dalam buku Khopkat tersebut.

4.2. Kelemahan Buku 2


Dalam buku vogel ini ada sedikit kekurangan yang saya lihat mulai dari
belum ada terjemahan bahasa indonesia buku ini menggunakan bahasa inggris.
Saya sudah mencari di internet belum ada buku vogel edisi kelima Kimia Analitik
Kuantitatif menggunakan bahasa indonesia. Itu mungkin menjadi salah satu faktor
yang membuat pembaca kesulitan dalam memahaminya. Tidak seperti buku vogel
edisi keempat atau bagian 1 dan bagian 2.

31
BAB V
PENUTUP

Dari kegiatan ini, implikasinya yang dihasilkan adalah :


 Dalam proses belajar mengajar pendidik dapat menggunakan buku-buku yang mudah di
pahami nantinya oleh para peserta didik, dengan demikian peserta didik akan lebih
menyukai materi yang di berikan, tidak hanya itu pendidik juga harus menyampaikan
isi materi dengan baik sehingga peserta didik dapat memahami konsep materi yang di
ajarkan kepada peserta didik, dengan demikian buku satu dan dua sudah cukup baik
apabila di gunakan dalam proses belajar mengajar. Karena dalam buku satu materi
sangat di kaitkan dengan pengaplikasiannya sehingga akan lebih menarik minat peserta
didik. Kemudian buku dua dapat menjadi penjelas dari kekurangan dalam buku satu.
Dengan demikian proses belajar mengajar akan lebih efesien.

32

Anda mungkin juga menyukai