Anda di halaman 1dari 47

KIMIA ANALISA I

MAKALAH TITRASI
IODOMETRI

DI SUSUN

OLEH
SUKMAWATI 2009200448201009
SYAMSUDIN HARSIS 918312906201012

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur tercurah kepada Allah SWT atas taufik, hidayah, berkat dan
rahmat-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada suri
tauladan kita Rasulullah saw, keluarganya, sahabatnya serta para pengikutnya
hingga akhir zaman.

Penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Titrasi


Iodometri. Makalah ini disusun sebagai syarat untuk mata kuliah Kimia
Analis I di Institut Teknologi dan Kesehatan Avicenna kendari.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tepat waktunya
tanpa dukungan, bimbingan, arahan, dan bantuan dari semua pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapakan terima kasih kepada teman yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk penyusunan laporan selanjutnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan pihak yang menggunakannya.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................iii
PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………..1
A. Titrimetrik (Volumetrik)………………………………………………...2
B. Gravimetrik………………………………………………………………5
C. Metode Instrumental…………………………………………………….6
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………..6
1.3 Maksud dan Tujuan………………………………………………………....6
A.Maksud Percobaan………………………………………………………..6
B. Tujuan Percobaan………………………………………………………..6
1.4  Prinsip Percobaan…………………………………………………………...7
BAB II.....................................................................................................................7
IODOMETRI.........................................................................................................7
A.Teori Yodometri…………………………………………………………..8
B.Prinsip Iodometri…………………………………………………………9
C.Macam-macam Titrasi Iodometri……………………………………...10
D.Larutan Baku……………………………………………………………14
E.Standardisasi…………………………………………………….………19
F.Penentuan Titik Akhir…………………………………………………..25
G.Reagen yang Digunakan Pada Titrasi Iodometri……………………. 27
H.Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Iododmetri………………….…..30
I.Contoh Titrasi Iodometri………………………………………………...33
BAB III…………………………………………………………………………..38
KESIMPULAN………………………………………………………………….38
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia analitik berhubungan dengan teori dan praktek dari metode-metode


analisa yang dipakai untuk mengetahui komposisi pada suatu bahan. Dalam
hal ini, akan digunakan prinsip-prinsip dari berbagai bidang ilmu, baik fisika,
kimia, biologi, teknik, ilmu komputer, dan lain-lain.

Kimia analitik dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis


kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan metode analisa yang
digunakan untuk mengetahui senyawa apa yang terkandung pada suatu bahan.
Sedangkan analisa kuantitatif adalah suatu metode analisa yang digunakan
untuk menentukan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dari
suatu bahan.

Analisis kuantiatif bertujuan untuk menentukan banyaknya zat atau


senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif dibedakan
menjadi 3 yaitu: metode titrimetrik (volumetrik), metode gravimetrik dan
metode instrumental. Analisis kuantitatif kovensional dibedakan menjadi 2
yaitu:

a. Metode titrimetrik (volumetrik)


Melibatkan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang
telah diketahui, yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan zat yang akan
ditentukan kadarnya.
b. Metode gravimetrik
Melibatkan pengukuran bobot suatu zat dengan cara
mengendapkannya.
c. Metode instrumental

Melibatkan instrumen-instrumen dalam pengukuran suatu sampel.

1
A. Titrimetrik (Volumetrik)

Titrasi adalah sebuah metode analisa yang digunakan untuk menentukan


kadar suatu sampel berdasarkan pengukuran volume. Caranya adalah dengan
menetesi (menambahi sedikit-sedikit) larutan yang akan dicari konsentrasinya
(analit) dengan sebuah larutan hasil standarisasi yang sudah diketahui
konsentrasi dan volumenya (titrant). Tetesan titrant dihentikan ketika titik
ekuivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah titik
dimana titrant dan analit tepat bereaksi atau jumlah volume
larutan titrant dengan mol tertentu telah sama dengan mol larutan analit. Titik
ekuivalen ini susah diamati, karena kebanyakan larutan sampel yang
dianalisis tidak berwarna. Yang bisa diamati adalah titik akhir titrasi. Titik
akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan larutan indikator. Indikator ini
akan berubah warna jika volume larutan titrant yang menetesi analit berlebih
atau dengan kata lain saat larutan analit sudah bereaksi semua. Akhir reaksi
selama titrasi diketahui dengan bantuan suatu indikator.

Indikator yang digunakan merupakan asam organik lemah yang memiliki


warna berbeda ketika berada dalam bentuk ion dan molekulnya. Keadaan ini
terjadi pada kondisi keasaman yang berbeda. Suatu indikator harus dipilih
untuk menandai akhir titrasi tersebut dengan pertimbangan pH larutan pada
saat tercapai titik ekivalen.

Jenis-jenis titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terjadi.


Beberapa jenis titrasi diantaranya adalah :

1. Titrasi asam basa

Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat diketahui kadarnya dengan
menggunakan metode titrimetri. Jika HA mewakili asam yang akan
ditentukan dan B mewakili basa, reaksinya adalah sebagai berikut:

HA + OH- A- + H2O

2
Atau

B + H3O+ BH+ + H2O

Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti
natrium hidroksida dan asam klorida.

2. Titrasi oksidasi reduksi (redoks) 

Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas


dalam analisis titrimetri. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2
dapat dititrasi dengan sebuah larutan standar dariserium (IV) sulfat.

Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+

3. Titrasi pengendap

4. an

5. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunaka


secara luas dalam metode titrimetri. Reaksinya sebagai berikut:

6. Ag+ + X- AgX (s)

7. Dimana X- berupa ion klorida, bromida, iodida, ataupun tiosianat


(SCN-)

8. Titrasi kompleks

9. Contoh dari reaksi dimana terbentuk suatu kompleksstabil antara


ion perak dan sianida:

10. Ag+ + 2CN- Ag(CN)2-

11.Dalam metode titrasi dikenal beberapa istilah, yaitu:

3
a. Titran = suatu zat yang ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam sampel
dan telah diketahui konsentrasinya.
b. Titrat = zat yang belum diketahui kadarnya, yang ditambahkan sedikit
demi sedikit oleh titran.
c. Titik ekivalen = titik dimana terjadi kesetimbangan stokhiometri antara
titran dan titrat.
d. Titik akhir = titik dimana terjadinya perubahan warna pada indikator yang
menandakan penitaran berakhir.

12. Tidak semua reaksi kimia dapat digunakan sebagai basis untuk
titrasi. Berikut merupakan syarat-syarat reaksi yang dapat digunakan sebagai
basis titrasi :

1. Reaksi tersebut harus diproses sesuia persamaan reaksi kimia tertentu.


Seharusnya tidak ada reaksi sampingan.
2. Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik
ekivalensi. Dengan kata lain, konstanta kesetimbangan haruslah amat
besar dan menyebabkan perubahan yang besar dalam konsentrasi titran
atau titrat pada titik ekivalensi.
3. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalensi
tercapai. Harus tersedia beberapa indikator atau metode instrumental agar
analis dapat menghentikan penambahan dari titran.
4. Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat
diselesaikan dalam beberapa menit.

13. Dalam metode titrimetrik, dilakukan standardisasi titran untuk


mengetahui konsentrasi titran yang digunakan. Proses standardisasi
menggunakan larutan standar yang telah diketahui secara pasti
konsentrasinya. Larutan ini disebut larutan standar primer.

14. Reaksi antara titran dengan substansi yang terpilih sebagai standar
primer harus memenuhisejumlah persyaratan untuk analisis titrimetrik. Di
samping itu, standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

4
1. Harus tersedia dalam bentuk murni, atau memiliki tingkat kemurnian
yang diketahui. Secara umum, jumlah total dari pengotor tidak boleh
melebihi0,01 sampai 0,02%, dan harus dilakukan tes untuk tes untuk
menentukan kuantitas dari pengotor.
2. Zat yang digunakan sebagai larutan standar primer haruslah stabil. Harus
mudah dikeringkan dan tidak higroskopis sehingga tidak banyak meyerap
air selama proses penimbangan.
3. Yang diinginkan adalah standar primer tersebut mempunyai berat
ekivalen yang cukup tinggi agar meminimalisasi konsekuensi kesalahan
pada saat penimbangan.

2. Gravimetrik

15. Gravimetrik adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk


menetapkan suatu kadar dari suatu sampel berdasarkan pengukuran bobor
dengan cara mengendapkan zat yang akan ditentukan dari suatu sampel.

16. Suatu metode analisis gravimetrik biasanya didasarkan pada reaksi


kimia seperti:

17. aA + rR → AaRr

18. dimana a molekul analit A, Bereaksi dengan r molekul reagen R.


Produknya AaRr, yang merupakan suatu endapan yang dapat ditimbang
setelah pengeringan atau bisa dibakar menjadi senyawa lain yang
komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang.

19. Metode analisis gravimetri memiliki 2 persyaratan, yaitu:

1. Proses pemisahan haruslah sempurna sehingga kuantitas analit yang


terendapkan secara analisis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau
kurang, dalam menetapkan penyusunan utama dari suatu makro).

5
2. Zat yang ditimbang haruslah mempunyai susunan yang pasti dan harus
murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak, hasil yang diperoleh tidak
akurat.
20. Persyaratan kedua itu lebih sukar dipenuhi para analis. Kesalahan-
kesalahan analisa yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti kelarutan
endapan umumnya dapat diminimalisasi dan jarang menimbulkan kesalahan
analisa yang signifikan. Masalahnya memperoleh endapan murni dan dapat
disaring menjadi permasalahan utama. Banyak penelitian telah dilakukan
mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan telah diperoleh cukup
banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimalisasi masalah
kontaminasi endapan.

3. Metode Instrumental

21. Metode instrumental adalah metode analisis dengan melibatkan


instrumen-instrumen dalam pengukuran kadar dari suatu bahan. Dengan
metode ini, pengukuran sampel relatif lebih singkat dan lebih mudah
dibanding dengan metode titrimetrik dan gravimetrik.

22. 1.2. Rumusan Masalah

23. Apa yang di maksud dengan titrasi redoks?


24. Apa yang di maksud dengan iodo-iodimetri?
25. Bagaimana standarisasi larutan iodin?
26. Apa indicator yang di gunakan untuk iodo- iodimetri?
27. Bagaimana natrium tiosulfat sebagai titran?
28. Bagaimana standarisasi larutan tiosulfat?
29. Apa saja penentuan dengan iodometri dan iodimetri?

30. 1.3 Maksud dan Tujuan

31. A. Maksud Percobaan

6
32. Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa
secara volumetri.

33. B. Tujuan Percobaan

o Menentukan kadar dari kaffein berdasarkan reaksi oksidasi reduksi


berdasarkan metode iodimetri.
o Menentukan kadar dari Asam askorbat berdasarkan reaksi oksidasi
reduksi berdasarkan metode iodometri-iodimetri.
o Menentukan kadar dari Cupri sulfat berdasarkan reaksi oksidasi
reduksi berdasarkan metode iodimetri-iodometri.
o Menentukan kadar dari fruktosa berdasarkan reaksi oksidasi reduksi
berdasarkan metode iodimetri-iodometri.
o Menentukan kadar dari ampisilin berdasarkan reaksi oksidasi reduksi
berdasarkan metode iodimetri-iodometri.

34. 1.4  Prinsip Percobaan

35.          Metode Iodometri

36. Penentuan kadar Vitamin C secara volumetri dengan metode


iodimetri berdasarkan reaksi oksidasi reduksi antara sampel sebagai reduktor
dengan larutan baku I2 0,1 N sebagai oksidator dalam suasana asam dengan
menggunakan indikator larutan kanji dengan titik akhir ditandai dengan
perubahan warna larutan dari bening menjadi biru..

 Metode Iodimetri

37. Penentuan kadar CuSO4 secara volumetri dengan metode iodometri


berdasarkan reaksi oksidasi reduksi dimana sampel yang bersifat oksidator
yang direduksi dahulu dengan KI, lalu I 2 yang dibebaskan ditentukan
jumlahnya dengan cara titrasi menggunakan larutan baku Na2S2O3 0,1 N
dalam suasana asam, dengan menggunakan indikator larutan kanji dimana

7
titik akhir titrasi titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru
menjadi bening.

38.
39.

40.

8
41.BAB II

42.IODOMETRI

A. Teori Iodimetri

43. Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif


volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W
Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat
pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator).
Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi
(oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah
suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan
oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses penangkapan satu elektron
atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi
oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan
direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi
sempurna.

44. Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi


(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri).
Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi
secara langsung dengan iodium.  Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah
sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik.
Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang
ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat.  Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung
secara sempurna.

45. Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah
itu lebih baik ditulis sebagai:

9
46. I3- + 2e          →      3I-

47. Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod
atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang
kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat. Dalam
kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan
iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida,
I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod
seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:

48. I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-

49. akan lebih akurat daripada:

50. I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-

51. Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium
dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu
atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon
tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk
mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-
iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.

2. Prinsip Iodometri

52. Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat
pereduksi, sehingga iod sebagai oksidator. ion I- siap memberikan elektron
dengan adanya zat penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat
pereaksi.

53. Reaksinya :

54. I2 (padat) + 2e → 2I-

10
55. Chlorine akan membebaskan ion bebas dari larutan KI pada pH 8
atau kurang. Iodium ini akan dititrasi dengan larutan standar sodium
thiosulfate dengan indikator starch dalam keadaan pH 3-4, sebab pada pH
netral reaksi ini tidak stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate
menjadi sulfat.

3. Macam-macam Titrasi Iodometri

56. Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis
kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan
senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara
langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik
ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak
langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan
dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya
iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium
thiosilfat standar atau asam arsenit).

1. Titrasi Langsung Iodimetri

57. Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I 2)


dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi lebih kecil daripada sistem iodium-iodida atau dengan kata
lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup
kuat seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah
(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung
pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan
tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif.
Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji

11
(reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I 2 ) sebagai larutan
standar.

58.

59. Reaksinya : Reduktor  → oksidator + e

60. I2 + 2e  → 2I

61. Misalnya pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.

62. 2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

63. Subtansi-subtasi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur


reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik(III),
antimony(III), sulfida, sulfit, timah(II), dan ferosianida.

64. Berikut beberapa analit yang dapat ditentukan dengan metode


titrasi langsung iodimetri:

65. ANALIT 66. REAKSI

67. Antimon 68. HSbOC4H6O6 + H2O ↔ HSbO2C4H4O6 +


(III) 2H+ + 2I-

69. Arseni (III) 70. HAsO2 + I2 + 2H2O ↔ H3AsO4 + 2H+ + 2I-

71. Ferosianida 72. 2Fe(CN)64- + I2 ↔ 2Fe(CN)63- + 2I-

73. Hidrogen
74. HCN + I2 ↔ ICN + H+ + I-
sianida

75. Hidrazin 76. N2H4 + 2I2 ↔ N2 + 4H+ + 4I-

77. Belerang
78. H2S + I2 ↔ 2H+ + 2I- + S
(sulfida)

12
79. Belerang
80. H2SO3 + I2 + H2O ↔ H2SO4 + 2H+ +2I-
(sulfida)

81. Tiosulfat 82. 2S2O32- + I2 ↔ S4O62- + 2I-

83. Timah (II) 84. Sn2+ + I2 ↔ Sn4+ + 2I-

2. Titrasi Tidak Langsung Iodometri

85. Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan


senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem
iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi
dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume
tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan
dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat
uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih,
kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.

86.Reaksinya :     oksidator + KI      → I2

87.                I2 + 2 Na2S2O3   → 2NaI + Na2S4O6

88. Agen pengoksidasi yang membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi
dengan iodin, natrium thiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya.
Titrasi dengan arsenic(III) membutuhkan sebuah larutan yang sedikit
alkalin.

89. Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu
larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.

13
90. Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH
larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi
dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat menurut reaksi :

91. I2 + OH-               HI + IO-

92. 3IO-                      IO3- + 2I-

93. Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar
daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S 2O32-) tapi juga
menghasilkan sulfat (SO42-)  sehingga menyulitkan perhitungan
stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada
metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.

94. Berikut beberapa analit yang dapat ditentukan dengan metode titrasi tidak
langsung iodometri:.

95. ANALIT 96. REAKSI

98. H3AsO4 + 2H+ + 2I- ↔ HAsO2 + I2 +


97. Arsenik (V)
2H2O

99. Bromin 100. Br2 + 2I- ↔ 2Br- + 3I2 + 3H2O

101. Bromat 102. BrO3- + 6H+ + 6I- ↔ Br- + 3I2 + 3H2O

103. Klorin 104. Cl2 + 2I- ↔ 2Cl- + I2

105. Klorat 106. ClO3- + 6H+ + 6I- ↔ Cl- + 3I2 + 3H2O

107. Tembaga (II) 108. 2Cu2+ + 4I- ↔ 2CuI(s) + I2

110. Cr2O72- + 6I- + 14H+ ↔ Cr3+ + 3I2 +


109. Dikromat
7H2O

111. Hidrogen
112. H2O2 + 2H+ + 2I- ↔ I2 + 2H2O
Peroksida

14
113. Iodat 114. IO3- + 5I- + 6H+ ↔ 3I2 + 3H2O

116. 2HNO2 + 2I- + 2H+ ↔ 2NO + I2 +


115. Nitrit
2H2O

117. Oksigen 118. O2 + 4Mn(OH)2 + 2H2O ↔ 4Mn(OH)3

120. 2Mn(OH)3 + 2I- + 6H+ ↔ 2Mn2+ + I2 +


119.
6H2O

121. Ozon 122. O3 + 2I- + 2H+ ↔ O2 + I2 + H2O

123. Periodat 124. IO4- + 7I- + 8H+ ↔ 4I2 + 4H2O

126. 2MnO4- + 10I- + 16H+ ↔ 2Mn2+ + 5I2


125. Permanganat
+ 8H2O

127. Meskipun titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak


langsung iodometri termasuk ke dalam titrasi oksidasi-reduksi,namun metode
titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak langsung iodometri terdapat
beberapa perbedaan. Berikut tabel perbedaan titrasi langsung iodimetri dan
titrasi tidak langsung iodometri.

128. Iodometri 129. Iodimetri

130. Termasuk kedalam 131. Termasuk kedalam


Reduktometri Oksidimetri

132. Larutan  Na2S2O3 (Tio) 133. Larutan  I2  sebagai Penitar


sebagai penitar (Titran) (Titran)

134. Penambahan Indikator Kanji 135. Penambahan Indikator kanji


disaat mendekati titik akhir. saat awal penitaran

136. Termasuk kedalam Titrasi 137. Termasuk kedalam Titrasi


tidak langsung langsung

138. Oksidator sebagai titrat 139. Reduktor sebagai titrat

15
140. Titrasi dalam suasana asam 141. Titrasi dalam suasana sedikit
basa/netral

142. Penambahan KI sebagai zat 143. Penambahan


penambah NaHCO3 sebagai zat penambah

144. Titran sebagai reduktor 145. Titran sebagai oksidator

4. Larutan Baku

a. Pembuatan larutan baku Iodium

146. Menurut FI Ed III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan melarutkan


12,69 g iodium P ke dalam larutan 18 g kalium iodida P dalam 100 ml air,
kemudian diencerkan dengan air hingga 1000 ml. Larutan iodium yang lebih
encer (0,02 : 0,001 N) dibuat dengan mengencerkan larutan iodium 0,1 N.

147. 0,335 gram iod melarut dalam 1 dm3 air pada 25⁰C. Selain
keterlarutan yang kecil ini , larutan air iod mempunyai tekanan uap yang
cukup berarti, karena itu konsentrasinya berkurang sedikit disebabkan oleh
penguapan ketika ditangani. Kedua kesulitan ini dapat diatasi dengan
melarutkan iod itu dalam larutan air kalium iodida. Makin pekat larutan
itu,makin besar keterlarutan iod.

148. Keterlarutan yang bertambah ini disebabkan oleh pembentukan ion


triiodida:

149. I2 + I                        I3-

150. Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh lebih
rendah ketimbang suatu larutan iod dalam air murni, akibatnya kehilangan

16
oleh penguapan menjadi sangat jauh berkurang. Meskipun demikian,
tekanan uapnya masih cukup berarti sehingga harus selalu diambil
tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga agar bejana-bejana yang
mengandung iod tetap tertutup,kecuali sewaktu titrasi yang sesungguhnya.
Bila larutan iod dalam iodida dititrasi dengan suatu reduktor,iod yang
bebas bereaksi dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser kesetimbangan ke
kiri, dan akhirnya semua triiodida terurai, jadi larutan berperilaku seakan-
akan adalah suatu larutan iod bebas.

151. Untuk penyiapan larutan iod standar harus digunakan iod pro
analisis atau yang disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas iodat
(misalnya pro analisis).

152. Larutan dapat distandarisasi terhadap arsen(III) oksida murni atau


dengan suatu larutan natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan
terhadap kalium iodat.

153. Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang
bersumbat-kaca. Ini harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat yang
gelap dan dingin.Kontak dengan gabus atau tutup karet harus dihindari.

154. Selain menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat


digunakan larutan baku KIO3 dan KI. Larutan ini cukup stabil dalam
menghasilkan iodium bila ditambahkan asam menurut reaksi :

155. IO3- + 5I- + 6 H+ → 3I2 + 3H2O

156. Larutan KIO3 dan KI memiliki dua kegunaan penting, pertama


adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia
harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak
dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman
rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara
iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras.

17
157. Pada penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan
yaitu :

1. Hilangnya iodium karena mudah menguap


2. Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut
reaksi :

158. 4I + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O

159. Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya kelebihan


iodida karena terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI, maka penguapan
iodium dapat diabaikan, asalkan titrasinya tidak terlalu lama. Titrasi harus
dilakukan dalam labu tertutup dan dingin. Oksidasi iodida oleh udara dalm
larutan netral dapat diabaikan, akan tetapi oksidasinya bertambah jika pH
larutan turun. Reaksi ini dikatalisis oleh logam dengan valensi tertentu
(terutama tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang kuat. Oleh karena
itu titrasi tidak boleh dilakukan pada cahaya matahari langsung. Oksidasi
iodida oleh udara dapat dipengaruhi oleh reaksi antara iodida dengan
oksidator terutama jika reaksinya berjalan lambat. Oleh karena itu larutan
yang mengandung iodida dan asam tidak boleh dibiarkan terlalu lama,
maka larutan itu harus dibebaskan dari udar sebelum penambahan iodida.
Udara dikeluarkan dengan menambahkan karbondioksida.

b. Pembuatan larutan baku Natrium Tiosulfat

160. Menurut FI edisi III, larutan baku Na₂S₂O₃ 0,1 N dibuat dengan


cara 26 gram natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium carbonat P dilarutkan
dalam air bebas CO₂ P segar hingga 1000 ml. Larutan Na₂S₂O₃ yang lebih
encer 0,05 N ; 0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N dibakukan sebelum digunakan.

161. Natrium tiosulfat Na₂S₂O₃.5H₂O mudah diperoleh dalam keadaan


kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit ketidakpastian akan
kandungan air yang setepatnya, karena sifat efloresen (melapuk-lekang)

18
dari garam itu dan karena alasan - alasan lain . Karena itu zat ini tidak
sesuai sebagai standar primer.

162. Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama - lama akan berubah
titernya. Beberapa hal yang menyebabkan sangat kompleks dan saling
bertentangan akan tetapi beberapa faktor yang dapat menyababkan
terurainya larutan tiosulfat dapat disebutka sebagai berikut :

1. Keasaman

163. Larutan tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif stabil,
tidak dikenal adanya asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses
peruraiannya sangat rumit, tetapi fakta yang dapat dikemukakan adalah
jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari 2,5 x 10⁻⁵ maka terbentuk
ion hidrogen sulfit yang sangat tidak stabil dan terurai menurut reaksi :

164. HS₂O₃⁻      →        HSO₃⁻  +    S

165. Kemudian secara perlahan – lahan akan terurai lagi dan terbentuk


pentationat menurut reaksi :

166. 6H⁺    +    6S₂O₃    →        2S₅O₆2⁻   +  3H₂O

167. Jika HCl pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan
hidrogen polisulfida dan tidak terbentuk ditionat atau sulfat, sedangkan
dengan HCl yang kurang pekat terutama jika ada katalisator arsen
trioksida maka akan terbentuk pentationat. Larutan tiosulfat paling stabil
pada pH antara 9 - 10. Tops menganjurkan pemberian natrium carbonat,
pada pembuatan larutan baku tiosulfat, akan tetapi hal ini akan
mengakibatkan terjadinya reaksi samping pada saat titrasi larutan iodium
yang netral. Di samping itu pada larutan yang sangat alkalis maka
kemungkinan terjadi reaksi sebagai berikut :

19
168. 3Na₂S₂O₃  +  6NaOH     →    2Na₂S + 4Na₂SO₃ 
+ 3H₂O

169. Mohr juga menunjukan bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan
oleh asam karbonat menurut reaksi :

170. H₂O  + CO₂     →   H₂CO₃

171. Na₂S₂O₃ + H₂CO₃  →    NaHCO₃   +  NaHSO₃ +


S

2. Oksidasi oleh udara

172. Tiosulfat secara perlahan-lahan akan dioksidasi oleh udara.


Reaksinya terjadi dalam dua tingkat :

173. Na₂S₂O₃ + H₂SO₄            →    Na₂SO₃     +  S     


(lambat)
174. Na₂S₂O₃ + ½O₂                →  Na₂SO₄        (dapat
diukur)

175. Na₂S₂O₃    +  ½O₂            →   Na₂SO₄     +   S

3. Mikroorganisme

176. Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian


larutan baku tiosulfat adalah disebabkan adanya mikroorganisme dalam
larutan tersebut. Ternyata ada mikroorganisme dalam udara yang
menggunakan sulfur dengan cara mengambil sulfur dari tiosulfat menjadi
sulfit yang oleh udara langsung dioksidasi menjadi sulfat. Ada beberapa
bakteri dalam udara yang bersifat demikian. Proses metabolisme dari
bakteri itu mungkin melalui reaksi sebagai berikut :

20
177. Na2S2O4 +   H2O +  O      →       
Na2S2O3  + 2NaOH,      dan

178. Na2S2O4                            →        NaSO3     +      S

179. Na2SO4  + O                     →        NaSO3             dan

180. S    +   3O  +  H2O            →        H2SO4

181. Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali
dan hanya kalau terjadi kontaminasi bakteri belerang maka akan terurai
perlahan - lahan.

5. Standardisasi

a. Standardisasi Larutan Natrium Tiosulfat

182. Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi


dengan menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi
(analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan
tembaga(II).

183. Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan


dipakai tiosianat untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu
mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang
teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II)
akan terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman larutan
sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi I - sebagai akibat adanya Cu(II)
dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.

1. Dengan Kalium Iodat

184. Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai


berikut: Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah

21
dikeringkan pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air
yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodat
dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan
dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus
dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml
larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (tidak
berwarna).

185. Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

186. KIO₃  +  5KI  +  6HCl     →     3I₂      


+   6KCl   +  3H₂O
187. I₂   +  2Na₂S₂O₃              →     2NaI    +   Na₂S₄O₆
188.

189. Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara


dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol
KIO₃ setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6. Reaksi
iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga hanya membutuhkan sedikit
kelebihan ion hidrogen untuk keberlangsungan reaksi.

190. Namun, dengan menggunakan kalium iodat sebagai larutan standar


primer untuk menstadardisasi larutan natrium tiosulfat memiliki kerugian.
Kerugian utama dari garam ini sebaai standar primer adalah bahwa berat
ekivalennya yang relatif kecil, yakni 35,67. Untuk menghindari kesalahan
yang signifikan pada saat penimbangan, dilakukan pembuatan larutan stok
ke dalam labu volumetrik untuk kemudian diencerkan secara terukur.

191. Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat:

192.       Mgrek natrium tiosulfat          =          mgrek kalium


iodat
193.

22
194. ml Na₂S₂O₃                       =           mg KIO₃ x
Valensi
195.                                                    BM KIO₃ x ml
Na₂S₂O₃
196.

2. Dengan Kalium Dikromat

197. Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian


yang tinggi. Senyawa ini memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi,
tidak higroskopis, dan padat serta larutan-larutannya amat stabil.
198. Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium
iodida yang asam dan ion dibebaskan.
199. Cr₂O₇²-     + 6I- + 14H⁺  →      2Cr³⁺ + 3I₂ +
&H₂O
200. Reaksi dapat terkena jumlah sesatan :
201.(1)   Jumlah iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah
teroksidasi oleh udara, terutama dengan adanya garam - garam
kromium III, dan
202.(2)   Reaksi tidak berlangsung cepat. Karena itu, paling baik
aliran arus karbondioksida melalui labu reaksi sebelum dan
selama titrasi (suatu metode yang lebih memudahkan tetapi
kurang efisien adalah dengan menambahkan sedikit natrium
hidrogenkarbonat padat kepada larutan yang asam itu, serta
menjaga agar labu tertutup sebanyak mungkin), serta
membiarkan selama 5 menit untuk kelengkapan reaksi.
203. Taruh 100 cm³ air suling dingin, yang baru
dididihkan, dalam sebuah labu erlenmeyer 500 cm³, sebaiknya 3 g
kalium iodida yang bebas iodida, dan 2 g natrium hidrogenkarbonat
yang murni, dan kocok sampai garam-garam  itu melarut.
Tambahkan 6 cm³ asam klorida pekat perlahan-lahan sambil
mengolak labu perlahan-lahan untuk mencampurkan cairan-cairan :

23
alirka 25,0 cm³ kalium dikromat 0,1 N standar (1), campurkan
larutan-larutan baik-baik, dan cuci dinding tabung dengan sedikit air
yang telah dididihkan, dari botol pencuci. Sumbat labu (atau tutupi
dengan sebuah kaca arloji kecil), dan diamkan di tempat gelap
selama 5 menit untuk melenkapkan reaksi. Bilas sumbat atau kaca
arloji; dan encerkan larutan  dengan 300 cm³ air dingin yang telah
dididihkan sebelumnya.
204. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium
tiosulfat yang terkandung dalam sebuah buret, sementara terus-
menerus  cairan diolak supaya larutan-larutan bercampur. Bila
bagian terbesar iod telah bereaksi  seperti ditunjukkan oleh larutan
yang memperoleh warna hijau kekuningan, tambahkan 2 cm³ larutan
kanji dan bilas ke arah bawah dinding labu; warna harus berubah
menjadi biru. Teruskan penambahan larutan tiosulfat setetetes demi
setetes, dan olak cairan terus-menerus, sampai 1 tetes mengubah
warna dari biru kehijauan  menjadi hijau muda. Titik akhir tajam,
dan mudah diamati pada cahaya yang baik dengan latar belakang
putih. Lakukan suatu penetapan blanko, dengan  mengganti larutan
kalium dikromat dengan air suling; jika kalium iodida itu bebas
iodat, blanko ini mestinya kecil terabaikan.
205. Catatan:
206. Jika ini lebih disukai, boleh ditimbang dengan
cermat kira-kira 0,20 g kalium dikromat pro analis, larutkan dalam
50 cm³ air dingin, yang sebelumnya telah dididihkan, dan lakukan
titrasi seperti diperinci di atas.
207. Prosedur pilihan lain tersebut, mempergunakan
serunutan tembag sulfat sebagai katalis untuk meningkatkan
kecepatan reaksi; akibatnya, asam yang lebih lemah (asam asetat)
boleh digunakan, dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida
akan berkurang. Taruh 25,0 cm³  kalium dikromat 0,1 N dalam
sebuah labu erlenmeyer 250 cm³, tambahkan 5,0 cm³ asam asetat

24
glasial, 5 cm³ tembaga sulfat 0,001 M, dan cuci dinding labu dengan
air suling. Tambahkan  30 cm³ larutan kalium iodida 10 persen, dan
titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat kira-kira 0,1 N,
dengan memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir.
208. Titrasi boleh dilengkapkan dalam 34 menit setelah
penambahan larutan kalium iodida. Kurangi 0,05 cm³ sebagai
perhitungan atas iod yang dibebaskan oleh katalis tembaga sulfat.
209. Suatu larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi
dapat digunakan sebagai ganti larutan kalium dikromat, dengan
menambahkan 2 cm³ asam klorida pekat kepada tiap porsi @ 25 cm³
larutan kalium permanganat; dalam hal ini prosedur pilihan lain,
dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan, tak dapat
dipakai.

3. Dengan larutan iod standar

210. Jika suatu larutan iod standar tersedia, ini dapat digunakan
untuk menstandarkan larutan tiosulfat. Ukuran satu porsi @25cm3 larutan
iod standar dan masukkan dalam sebuah labu erlenmeyer 250cm 3 ,
tambahkan kira-kira 150cm3 air suling dan titrasi dengan larutan tiosilfat,
dengan menambahkan 2cm3 larutan kanji ketika cairan berwarna kuning
pucat.

211. Bila larutan tiosulfat ditambahkan kepada suatu


larutan yang mengandung iod, reaksi keseluruhan yang terjadi dengan cepat
dan secara stoikiometris pada kondisi-kondisi eksperimen biasa (pH <5)
adalah:
212. 2 S2O32- + I2 → S4O62- +2I- atau 2 S2O32- + I3- → S4O62- + 3I-
213. Telah diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang tak
berwarna, terbentuk oleh reaksi reversibel yang cepat:
214. S2O32-  + I2 ↔ S2O3I- + I-

25
215. Zat perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan
memberi bagian utama dari reaksi keseluruhan :
216. S2O3I- + S2O32- → S4O62- + I-
217. Zat perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida :
218. 2 S2O3I- + I- → S4O62- + I3-
219. Ini menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir
pada titrasi larutan-larutan iod yang sangat encer dengan tiosulfat.
220.
b. Standardisasi Larutan Iodium
1. Dengan Arsen Trioksida
221. Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara
sebagai berikut. Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara
seksama dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan
pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes
metil orange dan diikuti dengan penambaha HCl encer sampai warna
kuning berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO 3, 20 ml
air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium perlahan-
lahan hingga timbul warna biru tetap.
222. Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi
mudah larut dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan
membentuk natrium arsenit menurut reaksi :
223. As2O3 + 6 NaOH → 2 Na2AsO3 + 3 H20
224. Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka
iodium akan bereaksi dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit
atau senyawa-senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi secara
cepat dengan natrium arsenit
225. 2 NaOH + I2 → NaIO + NaI + H2O
226. Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan
HCl menggunakan metil orange sebagai indikator. Penambahan
NaHCO3 untuk menetralkan asam iodida (HI) yang terbentuk yang
mana asam iodida ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik

26
(reversibel). Natrium bikarbonat akan menghilangkan asam iodida
secepat asam iodida terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan
secara sempurna. Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium
dengan arsen trioksid sebagai berikut :
227. As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3 + 3H2O
228. Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4 + 2NaI + 2CO2 +
H2O
229. Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya
adalah empat. Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol
Na3AsO3 sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya
1 mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas
dari iodium setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas
dari iodium :
230. mgrek iodium  =  mgrek arsen trioksid
231. ml I2 x N I2       = mmol As2O3 x valensi
232. N I2                   =  mg As2O3 x valensi
233.                                    BM As2O3 x ml I2
234.
2. Dengan larutan Natrium Tiosulfat standar

235. Gunakanlah larutan natrium tiosulfat, yang baru saja


distandarkan, sebaiknya terhadap kalium iodat. Pindahkan 25
cm3 larutan iod itu ke sebuah Erlenmeyer 250 cm3, encerkan menjadi
100 cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai
larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2 cm3 larutan kanji, dan
teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai larutan
tepat tak berwarna.

236. Reaksi antara iodium dengan tiosulfat yang mana


tiosulfat dioksidasi oleh iodium menjadi tetrationat menurut reaksi :

237. 2S2O32- + I2 → 2I- + S4O62-

27
238. Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak dapat
dilakukan dalam suasana alkalis dan pH yang diperbolehkan
tergantung dari konsentrasi iodium. Supaya terjadi oksidasi yang
kuantitatif dari tiosulfat menjadi tetraionat oleh iodium maka pH
harus kurang dari 7,6 untuk titrasi dengan iodium 0,1 N. Jika larutan
iodium konsentrasinya 0,01 N maka pH nya harus kurang dari 6,5
dan kurang dari 5 jika konsentrasi iodium 0,001 N. Sedangkan untuk
iodium yang sangat encer sekali maka suasananya harus asam sekali.

6. Penentuan Titik Akhir

239. Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida


berwarna kuning sampai coklat tergantung kadarnya. Iodium dapat berlaku
sebagai indikator sendiri tapi penglihatan kurang dapat menagkap perubahan
warnanya, maka digunakan indikator amilum.

240. Dalam lingkungan asam kuat amilum tidak dapat


digunakan sebagai indikator karena amilum akan terhidrolisa. Kepekaan
warna indikator akan menurun apabila :

1. Suhu dinaikan
2. Larutan mengandung alkaohol, pada konsentrasi alkohol >50% menjadi
tidak berwarna

241. Keuntungan menggunakan indikator amilum :

1. Harganya murah
2. Mudah didapat
3. Perubahan warna pada titik akhirtitrasi jelas

242. Kerugian/keburukan menggunakan indikator amlilum :

1. Sukar larut dalam air dingin


2. Tidak stabil mudah terhidolisa menjadi dekstrin

28
3. Dalam suasana asam kuat akan terhidrolisa
4. Larutan amilum dengan iodium menjadi kompleks yang sukar larut maka
pemberian amilum mendekati titik akhir.
5. Jika larutanya sangat encer akan terjadi pergeseran titik akhir titrasi.

243. Mengatasi keburukan-keburukan tersebut, dengan jalan


menggunakan tepung Natrium glikolat (sebagai pengganti amilum) yang
sifatnya lebih baik dari pada amilum :

244.

1. Tidak higroskopis
2. Mudah larut dalam air
3. Lebih stabil
4. Dengan iodium tidak membentuk kompleks yang sukar larut, sehingga
penambahanya tidak perlu mendekat titik akhir.
5. Pada larutan yang encer, tidak terjadi pergeseran titik akhir.

245. Na-glikolat dengan larutan iodium pekat berwarna hijau


dan bila kadar iodium turun berubah menjadi biru.

246. Zat-zat organik seperti CCl4, CHCl3, dan CS2 (tidak dapat


bercampur dengan air) pada saat mendekati titik akhir titrasi kadar larutan +
CCl4/CS2/CHCl3yang akan turun ke dasar labu titrasi dengan warna merah
violet karena I2 terlarut didalamnya. Kemudian titrasi dilanjutkan sambil
dikocok keras sampai warna merah hilang.

7. Reagen yang Digunakan Pada Titrasi Iodometri

a. Larutan I2

247. Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida yakni
larut dalam air. Garam perak iodida, merkurium (I) iodida, merkurium

29
(II) iodida, tembaga (I) iodida, dan timbal iodida merupakan garam
iodida yang paling sedikit larut.

b. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

248. Sifat fisik Na2S2O3 ( Natrium tiosulfat)

o Berbentuk hablur putih tidak berbau


o Bersifat lembut
o Mengapung di atas air seperti minyak
o Dapat terbakar secara spontanitas(lazimnya tidak terbakar di bawah
1150ᴼC
o Tidak pernah di temukan sendiri di alam

249. Sifat kimia Na2S2O3 :

 Pengaruh pemanasan

 NaSO4 + H2O lalu dipanaskan maka menyebabkan Natrium  sulfat


tidak berubah.
 Na2S2O3 + H2O lalu dipanaskan maka menyebabkan Natrium
tiosulfat meleleh.

 Pengaruh asam encer

250. Na2S2O3 + HCl akan menyebabkan Lama-kelamaan natrium


tiosulfat larut terbentuk suspensi berwarna putih dan tercium bau
belerang.

c. Kaliun dikromat (K2Cr2O7)

251. Kromat logam biasanya adalah merupakan zat padat berwarna


yang menghasilkan larutan berwarna kuning jika dilarutkan dalam air.

30
d. Kalium Iodat (KIO3)

252. Garam-garam alkali iodat larut dalam air. Iodat logam-logam


lainnya sangat sedikit larut dan umumnya kurang larut dari klorat dan
bromat padanannya.

e. Arsen Trioksida (As2O3)


253. Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu-abu seperti baja, getas
dan memiliki kilap logam. Ketika dipanaskan, arsenik akan tersublimasi
dan timbul bau seperti bawang putih yang khas. Ketika dipanaskan dalam
aliran udara yang bebas, arsenik terbakar denga nyala api biru,
menghasilkan asap putih arsenik (III) oksida, As2O6. Semua senyawa
arsenik beracun. Unsur ini tidak larut dalam asam klorida, dan asam
sulfat encer, tetapi sangat mudah larut dalam asam nitrat encer.

f. Indikator Redoks

254. Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang
biasa digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator
ini tidak terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial
larutan, melainkan berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium.
1) Amylum
255. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang
tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau.
Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam
jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai
sumber energi yang penting.
256. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa
dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin
sedangkan amilopektin tidak bereaksi.

31
257. Sifat Fisika 

a. Berbentuk bubuk putih


b. Tidak berasa dan tidak berbau

258. Sifat Kimia

a. Karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air.


b. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan
untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis)
dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati
sebagai sumber energi yang penting.

259. Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan


kompleks Iod-Amylum yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna
biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru ini karena terbentuknya suatu
senyawa dala dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum
mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah
berbentuk saluran. Dalam saluran itu terdapat suatu rantai iod linear,
Warna biru disebabkan oleh ketujuh elektron luar atom Iod yang
mudah bergerak.
260.
I2 + Amylum à Iod-Amylum (biru)
261. Iod-Amylum + S2O32-   (Warna Hilang)
262.
263. Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka
kompleks ini dipecah dan bila konsentrasi Iod habis maka warna biru
tadi akan hilang. Penambahan indikator amylum sebaiknya
menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang
terbentuk sukar dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan
Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih
banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil
penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.

32
2) Chloroform
264. Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri,
berdasarkan fungsi Chloroform sebagai pelarut organik yang
melarutkan iodium dalam fase organik (fase nonpolar). Melarutnya
Iodium dalam Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut
dipahami karena Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar
0,0013 mol perliter pada suhu 25ᴼC. Tetapi sangat mudah larut
dalam larutan KI karena membentuk Ion TriIodida (I3-) dan dalam
Chloroform. 
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah
menjadi Iodida dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet tadi
akan hilang.

8. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Iododmetri

265. LARUTAN STANDAR PRIMER

266. Iodium sukar larut dalam air, untuk mempertinggi


larutannya maka iodium dilarutkan dalam larutan KI sehingga terbentuk
trioksida. Dimana I2 diikat oleh KI sehingga menpunyai tekanan uap yang
lebih rendah dari pada air murni dan hasrat penguapannya berkurang. Makin
besar kadar KI, makin besar kelarutan I2 didalamnya. Pada penggunaan
larutan Iodium sebagai titran ada kesealahan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Hilanganya Iodium karena mudah menguap pada suhu kamar


2. Penurunan kadar larutan selama penyimpanan disebabkan oleh reaksi
Iodium dengan air
3. Reaksi ini dikatalisir oleh cahaya, tambah pula iodida yang ada dalam
larutan dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara menjadi iodium

267. LARUTAN SEKUNDER

33
268. Larutan standar tiosulfat Na2S2O3 . 5H2O mempunyai
kemurnian yang tinggi tetapi kadar airnya tidak tetap. Karena itu dapat
digunakan sebagai larutan primer larutan standar tiosulfat disebabkan oleh :

269. Adanya CO2 dalam air yang digunakan untuk membuat


larutan satandar dan juga karbon dioksida dari udara sehingga terjadi
pengendapan dari sulfur. Kekeruhan terjadi akibat endapan dari belerang,
tetapi reaksi ini lebih lambat dari pada reaksi S 2O3  dengan iodium, sehingga
titrasi masih dapat dilakukan dalam suasana asam

1. Larutan tiosulfat mudah diuraikan oleh bakteri, , misalnya thibacilus,


thioparus
2. Maka untuk menjaga kesetabilan larutan thiosulfat (supaya tahan lama),
dilakukan tidakan-tindakan sebagai berikut :
3. Larutan dibuat dengan aquadest yang venas carbón dioksida
4. Ditambah pengawet 3 tetes CHCl3 atau 10 mg HgI2/liter larutan
5. Lindungi larutan dari cahaya.

270. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan


titrasi Iodometri adalah sebagai berikut:

1. Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi,


dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari
oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak),
alasannya kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka
banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan
pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada
media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis
amilum.
2. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya
oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi
iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat
pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat

34
menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan
belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang
dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).

271. H2SO3 + S + S2O32- + 2H+

272. Pastikan jumlah iod yang ditambahkan adalah berlebih sehingga


semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat.
Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi
jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara
menjadi I2.

273. Titrasi Yodometri mengggunakan zat yang mudah terurai


oleh udara maupun cahaya, sehingga untuk melakukan titrasi yodometri
sebaiknya dilakukan beberapa hal yang dapat mencegah terurainya I2 dan
Natrium Tiosulfat, diantaranya:

1. Mengurangi terpaparnya I2 dengan udara dengan cara menggunakan


erlenmeyer yang bertutup (erlenmeyer asah).
2. Mengurangi terpaparnya I2 oleh cahaya, yakni denga menggunakan buret
gelap untuk titrasi iodimetri. Juga dapat dilakukan dengan cara
menyimpan larutan standar I2 di tempat yang gelap.
3. Natrium Tiosulfat bersifat tidak stabil dalam waktu lama, sehingga
diusahakan Natrium Tiosulfat yang telah dibuat dengan segera
digunakan, tidak disimpan dalam waktu lama.
274.

9. Contoh Titrasi Iodometri

1. Pembakuan Larutan Na2S2O3


a. Tujuan
275. Membakukan Na2S2O3
b. Prinsip

35
276. Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi
berdasarkan pada reaksi redoks.

c. Reaksi

277. Oksidator  +  I2  →  2I

278. Na2S2O3 +  I2 → NaI + Na2S4O6

d. Alat dan Bahan

279. Alat

o Buret
o Beaker Glass
o Gelas Ukur
o Pipet Volume
o Filler
o Statif
o Erlenmeyer tutup asah
o Corong

280. Bahan

o Na2S2O3
o K2Cr2O7 0,1 N
o HCl 6 N
o KI 20 %
o Indikator amilum 1 %
o Aquades
e. Cara Kerja
1) Memipet K2Cr2O7 0,1 N sebanyak 10,0 ml, kemudian masukan
secara kuantitatif ke dalam labu erlenmeyer 250ml.

36
2) Menambahkan  HCl 6 N sebanyak 5 ml dan KI 20 % sebanyak 5
ml secara kualitatif dengan menggunakan gelas ukur, kemudian
homogenkan dengan K2Cr2O7 dalam erlenmeyer.
3) Kemudian melakukan titrasi cepat-cepat dengan larutan
Na2S2O3 sampai kuning jerami.
4) Menambahkan amilum 1 % sebanyak 1-2 ml, dan titrasi di
lanjutkan lagi sampai terjadi perubahan dari biru ke hijau muda.
5) Menghitung normalitas Na2S2O3 yang telah di bakukan.
2. Penentuan Kadar Cu2+
a. Tujuan
281. Untuk menentukan kadar kemurnian tembaga II sulfat.
b. Prinsip

282. Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi


berdasarkan pada reaksi redoks.

c. Reaksi
283. 2Cu2+ +  4I-  → 2CuI(s) +  I2

284. I2 +  amilum →  I2-amilum

285. I2-amilum  +  2S2O32- → 2I +  amilum  +  S4O6-

d. Alat dan Bahan


286. Alat
 Buret
 Filler/karet pengisap
 Gelas arloji
 Gelas ukur
 Iodin flash 250 mL
 Klem dan statif
 Timbangan analitik

37
 Timbangan digital
287. Bahan
 Asam asetat 2 N
 Aquadest
 Kalium iodide
 Kanji
 Natrium bikarbonat
 Natrium tiosufat 0,1 N
e. Cara Kerja
1) Disiapkan alat dan bahan
2) Ditimbang seksama CuSO4 0,3277 gram (triplo)
3) Dimasukkan masing-masing kedalam iodine flash 250 mL
4) Dilarutkan dengan 25 mL aquadest
5) Ditambahkan 5 mL asam asetat 2 N dari leher erlenmmeyer
dantutupnya dibasahi dengan air,ditutup.
6) Ditamabahkan 2 gram KI dan 1 gram NaHCO3 dikocok hingga
larut
7) Dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 sampai berwarna kuning
mudah,kemudian ditambahkan 2 mL indicator kanji 2% dan
titrasi dilanjutkan sampai warna biru pada larutan hilang.
8) Dihitung kadar kemurnian CuSO4
288.
3. Penentuan Kadar Vitamin C
a. Tujuan
289. Untuk menentukan kadar Vitamin C dalam sampel.
b. Prinsip
290. Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi
berdasarkan pada reaksi redoks.
c. Reaksi

38
291.

d. Alat dan Bahan


e. Alat  yang digunakan:
 Buret 50ml
 Corong
 Erlenmeyer 250 ml
 Gelas ukur 50 ml dan 10 ml
 Gelas kimia 500 ml  dan 100 ml
 Labu ukur 100 ml
 Pipet tetes
 Sendok tanduk
 Timbangan analitik

292. Bahan yang digunakan:

 Aquadest
 Asam sulfat 10% 5 ml
 Indikator kanji 1%
 Larutan baku I2  0,1 N
 Vitamin C 0,2 g

293.

f. Cara Kerja

39
1) Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan
2) Asam askorbat ditimbang seksama sebanyak lebih kurang80 mg,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
3) Air bebas CO2 ditambahkan sebanyak 15 ml air bebas CO2
4) Larutan H2SO4 10 % ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam
erlenmeyer.
5) Indikator larutan kanji ditambahkan sebanyak 2 ml
6) Larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku I2 0,1389 N sampai
terbentuknya warna biru yang tidak hilang selama 30 detik.
7) Larutan iodum yang terpakai dicatat
8) Prosedur ini diulangi satu kali lagi (duplo)
9) Kadar kemurnian vitamin C dihitung

40
294. BAB III

295. SIMPULAN

296. Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif


volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi,
1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor)
dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah
titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat
pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau
lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu
proses penangkapan satu elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi
dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi
ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah
suatu reaksi sempurna.

297. Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium tiosulfat


digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilum. Natrium tiosulfat akan
bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara analit dengan
larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada saat titrasi
mendekati titik ekivalen karena amilum dapat membentuk kompleks yang stabil
dengan iodin.

298. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi


Iodometri adalah sebagai berikut:

1) Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi,


dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari
oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya
kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2
yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal
titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam
kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum.

41
2) Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya
oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi
iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada
area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan
terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang.

299. Titrasi Yodometri mengggunakan zat yang mudah terurai oleh


udara maupun cahaya, sehingga untuk melakukan titrasi yodometri sebaiknya
dilakukan beberapa hal yang dapat mencegah terurainya I 2 dan Natrium Tiosulfat,
diantaranya:

4. Mengurangi terpaparnya I2 dengan udara dengan cara menggunakan


erlenmeyer yang bertutup (erlenmeyer asah).
5. Mengurangi terpaparnya I2 oleh cahaya, yakni denga menggunakan buret
gelap untuk titrasi iodimetri. Juga dapat dilakukan dengan cara menyimpan
larutan standar I2 di tempat yang gelap.
6. Natrium Tiosulfat bersifat tidak stabil dalam waktu lama, sehingga
diusahakan Natrium Tiosulfat yang telah dibuat dengan segera digunakan,
tidak disimpan dalam waktu lama.

42
300. DAFTAR PUSTAKA

301.

302. Day, R. A., and Underwood, A. I. 1998. “Analisis Kimia Kuantitatif”.


Erlangga. Jakarta

303. Khopkar, S. M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. UI-Press. Jakarta.

304. Harjadi, W. 1986. “Ilmu Kimia Analitik Dasar”. PT. Gramedia. Jakarta.

305. https://nurirjawati.wordpress.com/bout-pharmacy/colap/iodo-iodimetri/
tanggal 18 Maret 2016 pukul 16.20

306. http://evelyta-appe.blogspot.co.id/2013/06/iodimetri-iodometri.html
tanggal 18 Maret 2016 pukul 16.30

307.

308.

309.

43

Anda mungkin juga menyukai