Anda di halaman 1dari 16

A.

JUDUL PERCOBAAN
Titrimetri

B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan memahami dan terampil
dalam :
1. Pembuatan larutan standar HCl dan penentuan karbonat
2. Menstandarisasi larutan HCl
3. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat.

C. LANDASAN TEORI
Analisis kimia dapat digolongkan dalam dua kategori besar yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Tujuan utama analisis kualitatif adalah
mengidentifikasi komponen dalam zat kimia. Sedangkan tujuan utama analisis
kuantitatif adalah untuk mengetahui kuantitas dari setiap komponen yang
menyusun analit. Analisis kuantitatif menghasilkan data numerik yang memiliki
satuan tertentu. Data hasil analisis kuantitatif umumnya dinyatakan dalam satuan
volume, satuan berat maupun satuan konsentrasi dengan menggunakan metoda
analisis tertentu. Metoda analisis kuantitatif umumnya melibatkan proses kimia
dan proses fisika. Analisis kuantitatif yang melibatkan proses kimia seperti
gravimetri dan volumetri. Analisis kuantitatif yang melibatkan proses fisika
umumnya menggunakan prinsip interaksi materi dengan energi pada proses
pengukurannya (Ibnu, 2004: 1-2).
Seringkali analisis volumetri diganti dengan istilah titrimetri karena
pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi, misalnya dalam analisis-analisis
tertentu orang mungkin mengukur volume gas. Dalam analisis volumetri atau
analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki
direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi)-nya telah
diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku
tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan
yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Larutan
baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya,
misalnya labu erlenmeyer atau gelas piala. Pekerjaan mereaksikan ini disebut
dengan titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan dapat pula disebut
sebagai titran (Mursyidi, 2008: 67-68).
Analisis titrimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
konvensional. Perhitungan yang terdapat dalam metode analisis titrimetri
berdasarkan pada hubungan stoikiometri dari reaksi kimia yang terjadi. Metode
analisis titrimetri berdasarkan pada reaksi kimia antara larutan analit dengan
larutan titran menurut reaksi:
aA + tT Produk

Pada reaksi, sebanyak a mol analit A bereaksi dengan t mol titran T menghasilkan
produk. Larutan analit adalah larutan yang akan ditentukan kuantitasnya,
sedangkan titran merupakan larutan standar. Larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui dengan pasti (Pursitasari, 2014: 59-60).
Larutan standar yang digunakan sebagai titran harus diketahui dengan
tepat konsentrasinya. Biasanya larutan standar dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah berat tertentu bahan kimia pada sejumlah tertentu pelarut yang sesuai.
Cara ini mudah dilakukan tetapi hasilnya seringkali kurang tepat karena
hanya sedikit jenis zat kimia bahan titran yang diketahui dalam keadaan murni.
Zat kimia yang benar-benar murni bila ditimbang dengan tepat dan dilarutkan
dalam sejumlah tertentu pelarut yang sesuai menghasilkan larutan standar
primer. Larutan standar lain yang ditetapkan konsentrasinya melalui titrasi
dengan menggunakan larutan standar primer dikenal sebagai larutan standar
sekunder (Ibnu, 2004: 97-98).
Menurut Pursitasari (2014: 60-61) bahwa zat/ senyawa yang berada
dalam bentuk larutan belum tentu dapat ditentukan dengan metode titrasi.
Beberapa hal atau persyaratan yang harus dipenuhi agar kita dapat menentukan
kuantitas suatu zat dengan cara titrasi adalah sebagai berikut:
1) Reaksi antara titran dengan analit harus stoikiometri. Artinya reaksi keduanya
dapat ditulis dalam persamaan reaksi sederhana yang telah diketahui dengan
pasti. Jadi produk reaksi antara titran dan analit harus diketahui secara pasti,
sehingga anda dapat menuliskan dan menyetarakan reaksinya.
2) Reaksi antara titran dan analit harus berlangsung dengan cepat. Hal ini untuk
memastikan proses titrasi dapat berlangsung dengan cepat dan titik ekivalen
dapat diketahui dengan pasti.
3) Tidak ada reaksi lain yang mengganggu reaksi antara titran dan analit. Bila
terdapat zat-zat pengganggu, maka zat tersebut harus dihilangkan.
4) Bila reaksi antara titran dan analit telah berjalan dengan sempurna (artinya
titran dan analit telah habis bereaksi), maka harus ada sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk memastikan hal tersebut. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah penggunaan indikator. Penambahan indikator dapat
menimbulkan perubahan warna ketika zat yang dititrasi sudah habis bereaksi
dengan titran.
5) Kesetimbangan reaksi harus mengarah ke pembentukan produk, sehingga
dapat diukur secara kuantitatif. Bila reaksi tidak mengarah ke pembentukan
produk maka akan sulit untuk menentukan titik akhir titrasi.
Titrasi dilakukan untuk menetapkan molaritas suatu larutan dengan
menggunakan larutan lain yang telah diketahui molaritasnya. Larutan peniter itu
disebut larutan standar. Ketepatan (akurasi) dari konsentrasi larutan yang dititer,
salah satunya bergantung pada kepastian molaritas dari larutan peniter. Jika
molaritas larutan peniter tidak pasti, maka molaritas larutan yang dititer pastilah
tidak akurat (Susiloningsih, 2013: 1142).
Titrasi asam basa merupakan teknik yang banyak digunakan untuk
menetapkan secara tepat konsentrasi asam atau basa dari suatu larutan, sebagai
informasi yang banyak dibutuhkan. Dalam titrasi asam basa perubahan pH sangat
kecil hingga hamper tercapai titik ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen
penambahan asam sedikit asam atau basa akan menyebabkan perubahan pH yang
sangat besar (Ibnu, 2004: 99-100). Senyawa organik dapat digunakan sebagai
indikator yang dapat berubah warna dengan berubahnya pH. Senyawa ini paling
sering dijumpai sebagai indikator titik akhir titrasi (Rahmawati, 2016: 34-35).
Menurut Mursyidi (2008: 76-77) suatu senyawa dapat digunakan sebagai
baku primer jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan, dan disimpan dalam keadaan
murni.
2) Mempunyai kemurniaan yang sangat tinggi (100±0,02)% atau dapat
dimurnikan dengan penghabluran kembali.
3) Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan
baku primer).
4) Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara.
5) Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya.
6) Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan
akan menjadi lebih kecil.
7) Mudah larut.
8) Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat, dan terukur.
Titrasi asam basa umumnya larutan standar sekunder yang digunakan
untuk titran dibuat dengan cara melarutkan atau mengencerkan, kemudian dititrasi
dengan larutan standar primer untuk menetapakan konsentrasinya secara tepat.
Bahan kimia larutan standar primer untuk menitrasi larutan basa adalah kalium
hidrogen phtalat, KHC8H4O4 disingkat KHP, asam sulfamat HSO3NH2 dan kalium
hidrogen iodat KH(IO3)2 dan tris(hidroksimetil) aminometana, (CH2OH)3CNH2
yang disingkat Tris atau THAM (Ibnu, 2004: 98).
Menurut Mursyidi (2008: 68) bahwa ada hal-hal yang diperlukan dalam
analisis volumetri:
1) Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu takar yang ditera
secara teliti (telah dikalibrasi)
2) Senyawa yang digunakan sebagai larutan baku atau untuk pembakuan harus
senyawa dengan kemurnian yang tinggi
3) Indikator atau alat lain untuk mengetahui selesainya titrasi.
Disamping itu diperlukan juga neraca anlitik untuk menimbang bahan yang akan
diselidiki atau senyawa baku untuk membuat larutan baku.
Menurut Ibnu (2004: 93-94) bahwa berdasarkan jenis reaksinya, maka
metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: aside-alkalimetri,
oksidimetri, kompleksometri, dan titrasi pengendapan.
1) Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi.
Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa
larutan basa atau sebaliknya.
2) Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi
antara analit dengan titran.
3) Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran.
4) Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan
standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit.
Teknik volumetri berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan
menjadi: (1) Titrasi langsung. Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi
langsung terhadap zat yang akan ditetapkan. Cara ini mudah, cepat dan sederhana.
(2) Titrasi kembali. Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah
berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada
dua sumber kesalahan karena menggunakan dua titran sehingga kesalahan
menjadi lebih besar. Disamping itu cara ini juga memakan waktu yang
lama (Mursyidi, 2008: 69).
Larutan standar HCl bukan merupakan larutan standar sekunder, maka
perlu distandarisasi. Standarisasi biasanya menggunakan natrium boraks. Menurut
reaksi:
Na2B407. 10 H2O + 2 HCl 2 NaCl + H3BO3 + 5 H2O
Penentuan campuran Natrium Karbonat dan Bikarbonat selain dengan
cara titrasi dua indicator PP dan MO, dapat juga ditentukan lebih akurat dengan
cara mengambil dua bagian sampel. Bagian pertama dititrasi dengan larutan
standar HCl pada indikator MO langsung, untuk menentukan total basa dalam
sampel. Bagian kedua ditambahkan BaCl2 berlebih untuk mengendapkan
karbonat, lalu dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N dengan indikator MO
juga untuk menentukan bikarbonat dalam sampel (Tim Dosen, 2019: 11-12).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Labu takar 250 mL 1 buah
b. Botol semprot 1 buah
c. Neraca analitik 1 buah
d. Pipet volum 25 mL 2 buah
e. Labu Erlenmeyer 6 buah
f. Pipet tetes 5 buah
g. Buret 50 mL 2 buah
h. Statif dan klem 2 buah
i. Corong biasa 1 buah
j. Ball pipet 1 buah
k. Gelas kimia 50 mL 1 buah
l. Batang pengaduk 1 buah
m. Spatula 1 buah
n. Lap kasar 1 buah
o. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Barium Klorida 10% BaCl2
b. Larutan standar Asam Klorida 0,1 N HCl
c. Boraks Na2B4O7.10H2O
d. Indikator Metil Orange
e. Larutan sampel campuran karbonat
f. Aquades H2O
g. Kertas saring
h. Tissue

E. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan HCl
a. Ditimbang 0,4 gram boraks dan dilarutkan menjadi 100 mL dengan aquades
dalam labu takar.
b. Diambil 25 mL (dengan pipet gondok) larutan boraks dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer serta ditambahkan 3 tetes indikator metil orange (MO).
c. Dititrasi larutan dengan larutan standar sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi jingga. Kemudian dicatat volume titran.
d. Diulang cara kerja (b) sampai (c) sebanyak 3 kali dan dicatat volume rata-rata
titran yang digunakan.
e. Dihitung konsentrasi HCl.
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
a. Diambil 25 mL larutan sampel campuran, ditambahkan 3 tetes indikator MO,
dititrasi dengan larutan HCl standar 0,1 N.
b. Diulangi cara kerja (a) sebanyak 3 kali dan dicatat volume titran rata-rata
sebagai V1 (mL).
c. Diambil 25 mL larutan sampel dan ditambahkan tetes demi tetes larutan
BaCl2 10% sampai tidak terbentuk endapan lagi. Kemudian larutan disaring
dan ditambahkan indikator MO sebanyak 3 tetes. Dititrasi dengan larutan HCl
standar 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi jingga.
d. Diulangi cara kerja (c) sebanyak 3 kali dan dicatat volume rata-rata titran
sebagai V2 (mL).
e. Dihitung kadar karbonat dan bikarbonat dalam sampel.

F. HASIL PENGAMATAN
1. Standarisasi larutan HCl
No Perlakuan Hasil
1. Boraks ditimbang sebanyak 0,4 gram Larutan bening.
+ 100 ml aquades.
2. Larutan boraks diambil 25 ml + 3 tetes Larutan berwarna kuning.
indikator MO.
3. - Titrasi I Larutan berubah dari kuning ke
jingga pada volume 6,30 ml.
- Titrasi II Larutan berubah warna dari
kuning ke jingga pada volume
6,20 ml.

- Titrasi III Larutan berubah warna dari


kuning ke jingga pada volume
6,20 ml.

2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat


No Perlakuan Hasil
1. 25 ml sampel campuran + indikator Larutan berwarna kuning.
MO

- Titrasi I Larutan berubah warna dari


kuning ke jingga pada volume
26,80 ml.
- Titrasi II
Larutan berubah warna dari
kuning ke jingga pada volume
26,80 ml.
- Titrasi III
Larutan berubah warna dari
kuning ke jingga pada volume
26,80 ml.
2. 25 ml sampel campuran + BaCl2 , Larutan berwarna kuning.
disaring + indikator MO.
- Titrasi I Larutan berubah warna dari
kuning ke jingga pada volume
1,50 ml.

- Titrasi II Larutan berubah warna dari


kuning ke jingga pada volume
2,40 ml.
- Titrasi III
Larutan berubah warna dari
kuning ke jingga pada volume
1,50 ml.
G. ANALISIS DATA
1. Standarisasi Larutan HCl
Dik : W = 0,4 gram = 400 mg
BM Boraks = 381 mg/mmol
V1 = 6,30 ml
V2 = 6,20 ml
V3 = 6,20 ml
V = 6,23 ml
Dit : N HCl = …..?
Penyelesaian :
VBoraks W Boraks (mg)
× 2×
100 BM Boraks
N HCl =
V

25 ml 400 mg
×2 ×
100 mg
= 381
mmol
6,23 ml
= 0,0842 N
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Dik : N HCl = 0,0842 N
V1 = 26,80 mL
V2 = 1,80 mL
Dit : a. Kadar HCO3- =….?
b. Kadar CO3- =….?
Penyelesaian :
V2 ( ml ) × N HCl
a. Kadar HCO3- =
25 ml

1 ,80 ml × 0, 0842 N
=
25 ml
= 0,0060 M
= 0,0060 mmol/ml
( V1 – V2) × N HCl
b. Kadar CO3- =
2 ×25 ml

( 26,80 -1,8 0 ) ml × 0,0 842 N


=
50 ml
25 ml × 0,0 84 2 N
=
50 ml
= 0,0421 M
= 0,0421 mmol/ml

H. PEMBAHASAN
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan
cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia.
Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit
dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah komponen dari larutan
sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan standar yang
telah diketahui dengan tepat konsentrasinya. Titran ditambahkan ke dalam larutan
analit menggunakan peralatan khusus yang disebut buret sampai mencapai jumlah
tertentu hingga mencapai titik ekivalen. Pencapaian tiik ekivalen umumnya
ditandai oleh perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam analit
yang dikenal sebagai indikator (Ibnu, 2004: 93).
Prinsip dasar dari titrimetri yaitu pencapaian reaksi titik akhir ekivalen
harus berlangsung stoikiometri. Dimana titik ekivalen adalah titik atau keadaan
dimana jumlah titran yang ditambahkan tepat bereaksi sempurna dengan analit.
Titik ekivalen dapat diketahui melalui penambahan pereaksi yang dapat
memberikan perubahan visual yang jelas seperti perubahan warna atau
pembentukan kekeruhan. Titik pada saat terjadi perubahan warna dalam larutan
yang dititrasi disebut titik akhir titrasi (Pursitasari, 2014: 60). Adapun prinsip
kerja titrimetri yaitu penambahan titran dan pengocokan. Adapun percobaan yang
dilakukan yaitu:
1. Standarisai HCl
Standarisasi merupakan penentuan konsentrasi dari larutan standar
sekunder yang menggunakan bantuan larutan standar primer. Larutan baku primer
mempunyai kemurnian yang tinggi. Sedangkan larutan baku sekunder harus
dibakukan dengan larutan baku primer (Mursyidi, 2008: 76). Pada percobaan ini
yang bertindak sebagai larutan standar sekunder adalah larutan HCl karena
memiliki konsentrasi yang mudah merubah-ubah dan tidak stabil dalam
penyimpanannya. Karena larutan standar HCl bukan merupakan larutan standar
primer maka perlu di standarisai dengan menggunakan larutan standar primer.
Larutan standar primer yang digunakan pada percobaan ini adalah adalah larutan
boraks. Larutan boraks digunakan karena memiliki konsentrasi tetap dan stabil
dalam penyimpanan. Selain itu, larutan boraks adalah basa lemah yang mampu
bereaksi dengan larutan HCl yang merupakan asam kuat, dimana reaksi antara
boraks dengan HCl terjadi reaksi yang sempurna. Asam klorida (HCl) akan
bereaksi dengan boraks (Na2B4O7.10H2O) membentuk garam yang bersifat asam.
Standarisasi larutan HCl dilakukan dengan cara melarutkan kristal boraks
dengan aquades. Setelah itu Larutan boraks  yang telah dibuat direaksikan dengan
indikator metil orange menghasilkan larutan berwarna kuning, warna ini
merupakan warna yang timbul akibat penambahan indikator MO. Indikator MO
berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi dengan terjadinya perubahan warna
pada larutan yaitu dari kuning menjadi jingga. Titik pada saat indikator
memberikan perubahan disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus
dihentikan. Idealnya bila indikator dan kondisi titrasi sesuai, maka titik akhir
titrasi dan titik ekivalen akan berimpit atau setidaknya hanya terdapat sedikit
perbedaan. Indikator metil orange digunakan pada standarisasi larutan HCl ini
dikarenakan indikator metil orange memiliki trayek pH 3,1-4,5 (Ibnu,2004:113).
dimana trayek pH indikator tersebut bersifat asam yang sesuai dengan larutan HCl
yang akan distandarisasi juga bersifat asam.
Larutan boraks yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi
dengan larutan standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna orange dan
setelah dititrasi berubah menjadi jingga, hal ini disebabkan karena adanya
indikator metil orange yang telah ditambahkan pada larutan. Percobaan ini
dilakukan dengan tiga kali titrasi. Tujuan dilakukan tiga kali titrasi adalah untuk
dapat membandingkan volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi,
selain itu juga agar diperoleh hasil lebih akurat. Adapun hasil yang
diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut adalah 6,30 ml, 6,20
ml, dan 6,20 ml. Volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu 6,23 ml, sedangkan
normalitas HCl yaitu 0,0842 N artinya konsentrasi HCl standar yang digunakan
adalah 0,0842 N. Berdasarkan percobaan jika dibandingkan dengan larutan HCl
0,1 N maka dapat dilihat bahwa standarisasi yang dilakukan kurang tepat dan teliti
karena tidak mencapai 0,1 N tetapi hasil yang diperoleh cukup mendekati pada
HCl 0,1 N. Ketidaktepatan ini diakibatkan karena praktikan yang kurang teliti
dalam proses penitrasian dan HCl yang berada dalam penyimpanan tidak stabil
atau dapat berubah. Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini yaitu :
Na2B4O7.10H2O(s)  +  2HCl(aq)                    2NaCl(aq)   +   4H3BO3(aq)     + 5H2O(l)
(boraks)           (asam klorida)       (natrium klorida)    (asam borat)      (air)
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kadar karbonat
dan bikarbonat. Percobaan ini dilakukan dengan larutan sampel campuran
karbonat dan bikarbonat ditambahkan dengan indikator metil orange. Indikator
metil orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna. Larutan sampel campuran karbonat dan
bikarbonat yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan larutan
standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan setelah dititrasi
berubah menjadi jingga yang disebabkan karena adanya indikator metil
orange. Percobaan ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat
membandingkan volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi dan agar
hasil yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada
titrasi I, II, dan III adalah sama yaitu 26,80 ml. Berdasarkan analisis data yang
telah dihitung, kadar karbonat yang diperoleh yaitu 0,0421 mmol/ml, yang berarti
dalam 1 mL pelarut terdapat 0,0421 mmol karbonat. Reaksi yang terjadi adalah :
CO32-(aq) + 2HCl(l) H2CO3(aq) + 2Cl-(aq)
Percobaan kedua yaitu untuk menentukan kadar bikarbonat dalam sampel
campuran karbonat dan bikarbonat. Percobaan ini dilakukan dengan larutan
sampel campuran karbonat dan bikarbonat ditambahkan dengan BaCl 2 10% yang
berfungsi untuk mengendapkan ion karbonat (CO32-) sampai membentuk BaCO3
yang ditandai dengan adanya endapan putih sehingga yang tersisa pada larutan
hanya bikarbonatnya. Penambahan BaCl2 ini dilakukan sampai tidak terbentuk
endapan lagi yang menandakan pada larutan hanya tersisa bikarbonat dan ion
karbonat telah terendapkan. Larutan dengan endapan putih disaring yang
bertujuan untuk memisahkan endapan yang terbentuk (ion karbonat) dengan
larutannya. Setelah disaring, filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan indikator
metil orange. Indikator metil orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi.
Larutan yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan
larutan standar HCl 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya warna
larutan dari kuning menjadi jingga. Percobaan ini dilakukan tiga kali titrasi.
Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan volume HCl yang digunakan setiap
melakukan titrasi selain itu juga agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Adapun
hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut adalah
1,50 ml, 2,40 ml, dan 1,50 ml. Berbedanya volume titran yang diperoleh
dikarenakan setiap satu kali titrasi dilakukan oleh orang yang berbeda dimana
setiap orang memiliki tingkat kepekaan dan kecakapan yang berbeda dalam
melakukan titrasi. Berdasarkan volume titran yang diperoleh menandakan bahwa
larutan sampel yang digunakan sangat encer hal ini dikarenakan volume titran
yang digunakan sangat sedikit. Berdasarkan analisis data yang telah dihitung,
kadar bikarbonat (HCO3-) yang diperoleh yaitu 0,0060 mmol/ml, yang berarti
dalam 1 mL pelarut terdapat 0,0060 mmol bikarbonat. Reaksi yang terjadi :
HCO3-(aq)  +  CO32-(aq) + BaCl2(aq)              BaCO3 + 2Cl-(aq)  + HCO3-(aq)
(putih)
HCO32-(aq)     +    HCl(aq)                H2CO3(aq)  +  Cl-(aq)

I. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
a. Standarisasi adalah penentuan konsentrasi larutan standar sekunder dengan
menggunakan bantuan larutan standar primer. Larutan standar primer yang
digunakan yaitu boraks dan larutan standar sekunder yaitu HCl. Adapun
normalitas larutan HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,0842 N
b. Kadar karbonat dalam larutan sampel campuran yang digunakan adalah
0,0421 mmol/ml sedangkan kadar bikarbonat sebesar 0,0060 mmol/ml.
2. Saran
Diharapkan pada percobaan selanjutnya agar lebih teliti dan berhati-hati
dalam melakukan praktikum dalam hal ini penitrasian agar diperoleh hasil yang
lebih akurat dan sesuai dengan yang diharapkan . Serta alat yang akan digunakan
dalam kondisi baik dan memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu, Sodiq, Endang Budiasih, Hayuni Retno Widarti, dan Munzil. 2004. Kimia
Analitik I. Malang: UM Press.
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis
Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pursitasari, Indarini Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem
Solving dan Open-ended Experiment. Bandung: Alfabeta.

Rahmawati, Siti Nuryanti, dan Ratman. 2016. Indikator Asam Basa dari Bunga
Dadap Merah (Erythrina crista-galli L). Jurnal Akademika Kimia. Vol. 5.
No. 1.

Susiloningsih, Endang, dan Indah Puji Rahayu. 2013. Eksplanasi Materi Acara
Praktikum Asam Basa dengan Produk Media Transvisi Untuk
Pembelajaran Kimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. Vol. 7. No. 2.

Tim Dosen Kimia Analitik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Analitik I.


Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai