Anda di halaman 1dari 25

I.

Judul Percobaan : Aplikasi Titrasi Penetralan


II. Tanggal Praktikum : Kamis 5 Oktober 2017 mulai pukul 10.00-12.30 WIB
III. Tujuan :
1. Membuat dan menentukan standarisasi laruitan asam
2. Membuat dan menentukan standarisasi larutan basa
3. Menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA
IV. Tinjauan Pustaka :
A. Metode Analisis Titrimetrik
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia seperti
aA + tT → produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul pereaksi T.
Pereaksi T disebut dengan titran. Ditambahkan secara kontinu, biasanya dari
sebuah buret, dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini
disebut larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses
yang dinamakan standarisasi. Penmbahan dari titran tetap dilakukan sampai
jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan kepada A.
Selanjutnya akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi telah dicapai. Untuk
mengetahui waktu menghentikan pemberian titran, ditambahkan bahan kimia
yang disebut dengan indikator, yang dimana indikator terhadap kehadiran titran
dapat memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi
persis pada titik ekivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi dimana
indikator berubah warnanya disebut titik akhir. Istilah titrasi mengacu pada
proses pengukuran volume dari titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalen[1].
Jika HA mewakili asam yang akan ditentukan dan B mewakili basa,
reaksinya adalah sebagai berikut :
HA + OH- → A- + H2O

Dan

B + H3O+ → BH+ + H2O

Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa


persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:
1. Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak
adanya reaksi sampingan
2. Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik
ekivalensi. Dengan kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut
haruslah amat besar besar. Maka dari itu dapat terjadi perubahan yang besar
dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik ekivalensi.
3. Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik
ekivalen tercapai. Dan diharapkan pula beberapa indikator atau metode
instrumental agar analis dapat menghentikan penambahan titran.
4. Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan
hanya beberapa menit.

Dalam praktik laboratorium umumnya digunakan larutan dari asam dan


basa dengan konsentrasi yang diinginkan kemudian distandarisasi dengan
larutan standar primer. Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar utama dan
asam atau basa harus memenuhi syarat-syarat untuk analisis titrimetri. Selain
itu, standart utama harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
1. Tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Umumnya jumlah total pengotor tidak melebihi 0,01 sampai
0,02 %, dan diuji adanya pengotor dengan uju kualitatif yang diketahui
kepekaannya.
2. Zat tersebut mudah mengering dan tidak terlalu higroskopis, hal itu
mengakibatkan air akan ikut saat penimbangan. Zat itu tidak boleh
kehilangan berat saat terpapar di udara. Pada umumnya hidrat-hidrat tidak
digunakan sebagai standar utama.
3. Standar utama sebaiknya memiliki berat ekivalen tinggi, bertujuan untuk
meminimalkan akibat-akibat dari kesalahan saat penimbangan.
4. Asam basa itu cenderung kuat, yakni sangat terdisosiasi. Namun, asam basa
lemah dapat digunakan sebagai standar utama, tanpa kerugian yang berarti
khususnya ketika larutan standar itu akan digunakan untuk menganalisis
sampel dari asam atau basa lemah.
B. Sistem konsentrasi
Titrasi bertujuan untuk menyatakan konsentrasi dari suatu larutan,
yaitu relatif dari larutan dan pelarut. Sistem molaritas dan normalitas paling
sering digunakan. Formalitas dan konsentrasi analit amat berguna untuk
penguraian atau pembentukan kompleks terjadi[1].
Molaritas dinyatakan dengan :
𝑛
M=𝑉
𝑔
Dengan n = 𝐵𝑀

Sedangkan formalitas didefinisikan sebagai


𝑛𝑓
F= 𝑉
𝑔
Dengan nf = 𝐵𝑅
𝑔
Sehingga F = 𝐵𝑅 ×𝑉

C. Natrium karbonat (Na2CO3) untuk standarisasi asam kuat


Garam ini tersedia dalam bentuk garam murni, bersifat sedikit
higroskopis, tetapi mudah ditimbang. Karbonat tersebut ditritrasi menjadi asam
karbonat dengan indikator metil jingga (trayek pH 3,1-4,4 dari merah ke
kuning). Dalam kasus ini berat equivalennya adalah setengah berat molekulnya
yaitu 53,00 gram.
Berbagai zat asam dan basa, baik anorganik maupun organik dapat
ditentukan dengan titrasi asam-basa, diantaranya nitrogen, belerang, boron,
karbonat, gugus fungsi organik, dan lain-lain.
Penentuan nitrogen dilakukan dengan titrasi amonia dengan asam kuat.
Jika amonia terdapat sebagai garam amonia dengan oksidasi -3 amonia
dibebaskan dengan penambahan basa kuat.
Sampel tersebut dipanaskan dalam labu destilasi dengan basa berlebih
kemudian baru dititrasi.
D. Prinsip Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen.
Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik ekivalen ini maka
proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan
untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran.

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang
perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan
sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna


indikator disebut sebagai titik akhir titrasi.Titik akhir titrasi adalah keadaan
dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan
pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator asam basa
akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi
adalah warna indikator dalam keadaan transisinya.

Contoh indikator adalah metil merah. Oleh karena metil merah


bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam
titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah campuran merah
dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange.

Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna
yang terjadi
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan
tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam
larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah
keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).

Cara mengetahui titik ekivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,


kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Pada umumnya cara kedua dipilih
disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan
sangat praktis.

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang
perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan
sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna


indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.

Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar utama dan asam atau basa
harus memenuhi syarat-syarat untuk analisis titrimetri. Selain itu, standart
utama harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:

 tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui


kemurniannya. Umumnya jumlah total pengotor tidak melebihi 0,01
sampai 0,02 %, dan diuji adanya pengotor dengan uji kualitatif yang
diketahui kepekaannya.
 zat tersebut mudah mengering dan tidak terlalu higroskopis, hal itu
mengakibatkan air akan ikut saat penimbangan. Zat itu tidak boleh
kehilangan berat saat terpapar di udara. Pada umumnya hidrat-hidrat
tidak digunakan sebagai standar utama.
 standar utama sebaiknya memiliki berat ekivalen tinggi, bertujuan untuk
meminimalkan akibat-akibat dari kesalahan saat penimbangan.
 asam basa itu cenderung kuat, yakni sangat terdisosiasi. Namun, asam
basa lemah dapat digunakan sebagai standar utama, tanpa kerugian yang
berarti khususnya ketika larutan standar itu akan digunakan untuk
menganalisis sampel dari asam atau basa lemah.
E. AplikasiTitrasi Penetralan

Bermacam – macam zat asam dan basa, baik organik maupun anorganik
dapat ditentukan dengan titrasi asam basa. Juga banyak contoh yang analitnya
dapat diubah secara kimia menjadi asam atau basa dan kemudian ditentukan
kadarnya dengan titrasi asam – basa.

Pupuk ZA merupakan zat yang dapat dianalisis. Pupuk ZA yang


mengandung urea [CO(NH2)2] dapat ditentukan berapa kadar amonia atau NH3
dalam pupuk ZA tersebut.
V. Alat dan Bahan
A. Alat-alat:
1. Botol timbang 4 buah
2. Labu ukur 250 mL 1 buah
3. Buret 1 buah
4. Statif dan klem 1 buah
5. Erlenmeyer 3 buah
6. Pipet tetes 4 buah
7. Pembakar spiritus 1 buah
8. Corong kecil 1 buah
9. Kaki tiga 1 buah
10. Kasa 1 buah
11. Gelas ukur 10 mL 1 buah
B. Bahan-bahan:
1. Na2CO3
2. Aquades
3. Pupuk ZA
4. Indikator metil jingga
5. Indikator metil merah
6. HCL
7. NaOH

VI. Alur Percobaan

Na2CO3 anhidrat murni

- Ditimbang sebanyak 0,5261 gram


- Dimasukkan ke dalam labu ukur
- Dilarutkan dengan air suling
- Diencerkan sampai tanda batas
- Dikocok sampai larutan tercampur dengan
baik

Larutan Na2CO3
5 mL HCl 10 mL larutan Na2CO3

- Dimasukkan ke dalam buret - Dimasukkan kedalam


sampai 2-3 cm diatas titik nol erlenmeyer secara perlahan.
- Kran dibuka perlahan agar semua - Ditambahkan 2-3 tetes
bagian buret dibawah kran terisi indikator metil jingga.
dan tidak ada lagi gelombang - Erlenmeyer diletakkan di
udara. bawah buret.
- Larutan diturunkan sampai titik
nol

- Dititrasi
- Diulang sebanyak 3 kali

Larutan berwarna sedikit merah muda

Pupuk ZA

- Ditimbang sebanyak 0,1 gram.


- Dimasukkan kedalam erlenmeyer.
- Ditambahkan 25 mL larutan NaOH yang sudah
terstandarisasi.
- Corong kecil diletakkan pada bagian leher
erlenmeyer.
- Dididihkan sampai tidak ada amoniak yang keluar.
- Didinginkan.
- Ditambahkan beberapa tetes indikator metil merah.
- Dititrasi.
- Diulang sebanyak 3 kali.

Perubahan warna
VII. Hasil Pengamatan

No. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan


Perc.
1. Sebelum Sesudah
Na2CO3 anhidrat
murni Na2CO3 Setelah
- Ditimbang sebanyak 0,5261 gram tidak ditambah
- Dimasukkan ke dalam labu ukur
berwarna dengan air
- Dilarutkan dengan air suling
- Diencerkan sampai tanda batas Na2CO3
- Dikocok sampai larutan tercampur menjadi tidak
dengan baik
berwarna.

Larutan
Na2CO3
2. HCl tidak Setelah Na2CO3 (aq) + 2HCl (aq) Dari hasil
10 mL larutan
5 mL HCl Na2CO3 berwarna ditambahkan  2NaCl (aq) + CO2 (g) percobaan
- Dimasukkan ke dalam - Dimasukkan Larutan 2-3 tetes + H2O (l) standarisasi HCl
buret sampai 2-3 cm diatas kedalam
titik nol erlenmeyer Na2CO3 indikator dengan Na2CO3
- Kran dibuka perlahan agar secara perlahan.
tidak metil jingga diperoleh
semua bagian buret - Ditambahkan 2-
dibawah kran terisi dan 3 tetes indikator berwarna larutan normalitas rata-rata
tidak ada lagi gelombang metil jingga.
udara. - Erlenmeyer berubah titran adalah 0,126
- Larutan diturunkan sampai diletakkan di
titik nol bawah buret. menjadi soft N. Percobaan ini
kuning. menggunakan
Setelah indikator metil
- Dititrasi
- Diulang sebanyak 3 dititrasi jingga sehingga
kali
Na2CO3 yang rentang pH
Larutan berwarna sudah larutannya antara
sedikit merah ditambahkan 3,1 – 4,4.
dengan metil
jingga
berubah
menjadi soft
kuning
merah muda.
Volume HCl:
1. 8 mL
2. 7,5 mL
3. 8,1 mL
Volume
Na2CO3:
1. 10 mL
2. 10 mL
3. 10 mL
3. Sebelum Setelah (NH4)2SO4 (aq) + NaOH Dari percobaan
Pupuk dilarutkan dilarutkamn (aq) Na2SO4 (aq) + aplikasi
ZA
dengan NaOH 2H2O (l) + NH3 (g) menentukan kadar
- Ditimbang sebanyak 0,1 gram.
- Dimasukkan kedalam erlenmeyer. NaOH menjadi tidak NH3 pada pupuk
- Ditambahkan 25 mL larutan NaOH yang larutan berwarna. ZA diperoleh kadar
sudah terstandarisasi.
- Corong kecil diletakkan pada bagian leher tidak Volume HCl: rata-rata NH3 pada
erlenmeyer. berwarna. 1. 13 mL pupuk ZA sebesar
- Dididihkan sampai tidak ada amoniak
2. 14,8 mL 22,95%. Percobaan
yang keluar.
- Didinginkan. 3. 12,7 mL ini menggunakan
- Ditambahkan beberapa tetes indikator Volume indikator metil
metil merah.
- Dititrasi. pupuk ZA: merah sehingga
Perubahan
1. 25 mL rentan pH
warna
2. 25 mL larutannya adalah
3. 25 mL 4,2 -6,2
Setelah
dididihkan
selama 5-7
menit NH3
menjadi
hilang
terbukti
dengan
pengecekan
melalui
lakmus
merah yang
tidak berubah
warna
menjadi biru.
Setelah
ditambahkan
indikator
metil merah
larutan
berubah
warna
menjadi
warna kuning
soft.
Setelah
dititrasi
larutan
menjadi
warna jingga
agak
kemerahmud
aan
VIII. Analisis Data
Pada percobaan pertama yaitu penentuan larutan asam klorida dengan
menggunakan natrium karbonat (Na2CO3). Pertama-tama dilakukan
penimbangan Na2CO3 anhidrat murni dengan teliti sebanyak 0,5216 gram. Na-
2CO3 tidak berwarna dan berbentuk serbuk. Selanjutnya, Na2CO3 dimasukkan
kedalam labu ukur 250 mL dan dilarutkan dengan air suling dan diencerkan
sampai tanda batas. Kemudian labu ukur dikocok agar larutan dapat tercampur
dengan baik. Larutan Na2CO3 tidak berwarna.
Pada percobaan kedua, yang pertama yaitu memasukkan HCl kedalam buret
hingga 2-3 cm diatas titik nol. HCl tidak berwarna.kemudian kran dibuka secara
perlahan agar semua bagian buret dibawah kran terisi dan tidak ada lagi
gelembung udara. Selanjutnya larutan diturunkan sampai titik nol. Diambil
larutan Na2CO3 sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer secara
perlahan. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga. Terjadi
perubahan warna menjadi soft kuning. Erlenmyer diletakkan dibawah buret
yang sudah diberi alas kertas putih terlebih dahulu. Dilakukan titrasi yang
menyebabkan perubahan warna menjadi kuning sedikit merah muda.
Percobaan ketiga yaitu menimbang pupuk ZA seberat 0,1 gram yang kemudian
dilarutkan dengan NaOH menjadi sebesar 25 mL. Larutan tersebut dimsukkan
kedalam erlenmeyer dan dipanaskan sampai kandungan amoniak yang ada
dalam larutan pupuk ZA tersebut hilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
pengujian menggunakan kertas lakmus merah yang sudah ditetei aquades yang
tidak berubah warna menjadi biru. Setelah kandungan amoniak benar-benar
hilang larutan didinginkan terlebih dahulu, dan setelah itu dotambahkan
beberapa tetes indikator metil merah yang menyebabkan perubahan warna
menjadi sedikit kuning. Kemudian dilakukan titrasi dan terjadi perubahan warna
menjadi kuning agak kecoklatan.

IX. Pembahasan
A. Pembuatan larutan HCl ±0.1 N
Pembuatan larutan HCl ±0.1 N telah disiapkan oleh Co-As dan telah
diisikan ke dalam buret untuk titrasi penetralan ini. Larutan HCl ini
merupakan larutan yang tidak berwarna.
B. Standarisasi Larutan HCl ±0.1 N dengan Natrium Karbonat sebagai
Larutan Baku

Proses standarisasi larutan HCl didahului dengan pembuatan larutan


sebagai larutan baku. Natrium Karbonat yang berbentuk serbuk berwarna
putih ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan didapatkan massa
Natrium Karbonat sebesar 0,5621 gram. Kemudian Natrium Karbonat yang
telah ditimbang, dipindahkan ke labu ukur 100 mL yang telah berisi aquades
yang tidak berwarna. Setelah itu diencerkan sampai tanda batas dan dikocok
agar Natrium Karbonat melarut sempurna. Dan berikut ini adalah reaksi
pengenceran yang terjadi :

Na2CO3 (s) + H2O (l) → H2CO3 (aq) + Na2O (aq)

Larutan Natrium Karbonat yang dihasilkan tidak berwarna dan dapat


dihitung normalitas larutan Natrium Karbonat tersebut mempunyai sebesar
0.124 N. Perhitungan normalitas larutan Natrium Karbonat terlampir.

Larutan Natrium Karbonat yang telah dibuat, diambil 10 mL dengan


pipet gondok dan dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL. Pengambilan dengan
pipet gondok ini dimaksudkan untuk mengukur volume Natrium Karbonat
seakurat mungkin sebesar 10 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL aquades
yang tidak berwarna dan menghasilkan larutan Natrium Karbonat yang tetap
bening. Selanjutnya ditambahkan 3 tetes indikator Metil Merah yang
berwarna merah untuk mengetahui titik akhir titrasi guna mengetahui kapan
titrasi harus dihentikan. Dengan penambahan indikator Metil Jingga ini
larutan menjadi berwarna kuning. Setelah dititrasi terjadi perubahan warna
menjadi kuning agak bercampur dengan warna merah muda.

Sementara itu larutan HCl yang tidak berwarna dan telah disiapkan
Co-As dibilaskan dan diisikan ke dalam buret untuk proses titrasi.
Kemudian larutan Natrium Karbonat yang telah ditambahkan indikator
Metil Merah dititrasi dengan larutan HCl pada buret. Titrasi dihentikan saat
warna larutan boraks berubah warna menjadi merah muda. Dan berikut ini
adalah reaksi yang terjadi dalam titrasi :

Na2CO3 (aq) + 2HCl (aq) → 2NaCl (aq) + CO2 (g) + H2O (l)
Dengan adanya perubahan warna indikator maka titrasi dihentikan
dan dihitung volume HCl yang telah digunakan dalam titrasi dengan cara
mengurangkan volume setelah titrasi dengan volume sebelum titrasi.
Berikut ini adalah volume larutan HCl yang digunakan dalam titrasi setiap
percobaan :

Volume larutan HCl percobaan A = 8 mL


Volume larutan HCl percobaan B = 7,5 mL
Volume larutan HCl percobaan C = 8,1 mL
Setelah itu dihitung normalitas dari larutan HCl dengan
menggunakan rumus titrasi. Dan berikut ini adalah normalitas larutan HCl
yang diperoleh setiap percobaan :
Normalitas larutan HCl pada percobaan A = 0.124 N
Normalitas larutan HCl pada percobaan B = 0.1324 N
Normalitas larutan HCl pada percobaan C = 0.1225 N

Kemudian dari normalitas larutan HCl yang diperoleh diatas dirata-


rata untuk mendapatkan normalitas larutan HCl rata-rata yaitu sebesar
0.1263 N. Perhitungan standarisasi larutan HCl terlampir.

C. Aplikasi Titrasi Penetralan


Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA

Pupuk ZA yang berwarna jingga dan berbentuk butiran ditimbang


dengan teliti terlebih dahulu menggunakan neraca analitik yang diletakkan
pada kaca arloji dan diperoleh massa pupuk ZA sebesar 0.1 gram. Setelah
itu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL dan dilarutkan dalam 25 mL
larutan NaOH 0,1 N tidak berwarna yang sebelumnya telah distandarisasi,
menghasilkan larutan yang tidak berwarna.

Berikut ini adalah reaksi antara pupuk ZA dengan larutan NaOH ;

(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH (aq) → Na2SO4 (aq) + 2NH3 (g) + 2H2O (l)

Setelah itu campuran pupuk ZA dengan larutan NaOH ini dididihkan


sampai amoniak yang dihasilkanpun menghilang menggunakan pembakar
spiritus. Untuk mempercepat proses penguapan diletakkan corong kaca
terbalik diatas Erlenmeyer. Untuk mengecek apakah gas amoniak masih ada
atau tidak dengan cara meletakkan lakmus merah yang sebelumnya telah
dibasahi aquades ke pipa corong kaca. Apabila lakmus berubah warna
menjadi biru maka amoniak masih ada dan harus terus dididihkan sampai
saat dicek lakmus merah tetap berwarna merah. Gas amoniak harus benar-
benar hilang agar tidak mengganggu jalannya titrasi dengan larutan HCl.

Bila amoniak telah hilang maka proses pendidihan dihentikan dan


Erlenmeyer pun didinginkan. Tujuan pendinginan ini adalah agar tidak
merusak zat organik seperti indikator yang akan ditambahkan untuk
penentuan titik akhir titrasi. Diambil larutan tersebut sebanyak 10 mL
menggunakan pipet gondok dan dipindahkan ke Erlenmeyer lain.
Penggunaan pipet gondok dimaksudkan untuk mengambil seakurat
mungkin volume larutan pupuk ZA sebanyak 10 mL. Setelah itu pada
Erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan ditambahkan indikator Metil Merah
sebanyak 3 tetes dan menghsilkan larutan yang berwana soft kuning.

Sementara itu larutan HCl yang telah distandarisasi dibilaskan dan


diisikan ke dalam buret. Kemudian larutan dalam Erlenmeyer dititrasi
dengan larutan HCl standar sampai terjadi perubahan warna dari indikator
Metil merah menjadi warna merah muda. Berikut ini adalah reaksi
penitrasian larutan HCl standar dengan larutan pupuk ZA :

Na2SO4 (aq) + HCl (aq) → 2NaCl (aq) + H2SO4 (aq)

Saat larutan dalam Erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda


maka titrasipun dihentikan kemudian dibaca dan dihitung volume HCl yang
digunakan dalam titrasi. Dan berikut ini adalah volume larutan HCl yang
digunakan dalam titrasi dalam 3 kali pengulangan :

Volume larutan HCl percobaan A = 13 mL


Volume larutan HCl percobaan B = 14,8 mL
Volume larutan HCl percobaan C = 12,7 mL

Setelah itu dari volume HCl diatas dapat dihitung kadar NH3 dalam
pupuk ZA untuk masing-masing pengulangan, yaitu sebagai berikut:
Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan A = 21,1 %
Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan B = 25,16 %
Kadar NH3 dalam pupuk ZA pada percobaan C = 21,59 %
Kemudian dari kadar pupuk ZA tiap percobaan diatas dapat dihitung
kadar NH3 dalam pupuk ZA rata-rata dan diperoleh 22,95 %.

X. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan percobaan untuk menentukan kadar NH3 dalam


pupuk ZA, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Natrium Karbonat, diperoleh


normalitasnya yaitu sebesar 0.126 N.
2. Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA yang diperoleh dari titrasi
dengan Larutan HCl yang telah distandarisasi, diperoleh sebesar 22,95
%.

XI. Jawaban Pertanyaan


1. 1,2 gram sampel NaOH dan Na2CO3 dilarutkan dan dititrasi dengan 0,5N
HCl dengan indikator pp. setelah penambahan 30 mL HCl larutan menjadi
tidak berwarna. Kemudian indikator metil jingga ditambahkan dan dititrasi
lagi dengan HCl. Setelah penambahan 5mL HCl larutan menjadi berwarna.
Berapa prosentase Na2CO3 dan NaOH dalam sampel?
Jawaban :
Diketahui: gr NaOH dan Na2CO3 = 1,2 gr
NHCl = 0,2 N
V1 HCL = 30 mL
V2 HCl = 5 mL

Ditanya : kadar Na2CO3 dan NaOH dalam sampel ?


Jawab :
Pada campuran : NaOH + Na2CO3 , jika V1>V2
mmol NaOH = M (V1-V2)
mmol Na2CO3 = M. V2
 Kadar Na2CO3
mmol Na2CO3 = M.V2
= 0,2 . 5
= 1 mmol
= 0,01 mol
 Kadar NaOH
Mmol NaOH = M (V1 . V2)
= 0,2 . (30-5)
= 0,2 . 25
= 5 mmol
= 0,005 mol
2. Pada pH berapa terjadi perubahan warna indikator pp?
Jawaban:
Pada rentang pH 8,0-9,6
DAFTAR PUSTAKA

Day. R.A Underwood. A.L. 1986. Quantitative Analysis (fifth ed.).New York: Prentice Hall.
(Terjemahan oleh A. Hadyana. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif (ed. Ke 5).Jakarta:
Erlangga)

Setiono, L dan Hadyana, P.A. 1985. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro
dan Sentrimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka (terjemahan dari Svehla, G).

Tim penyusun: 2006. Panduan Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Unesa: Unipress.
LAMPIRAN

Gambar 1.2
Gambar 1.1
Pengukuran massa botol untuk Na2CO3
Pengukuran maasa botol untuk pupuk ZA
menggunakan neraca ohaus
menggunakan neraca ohaus

Gambar 1.3 Gambar 1.4


Menimbang Na2CO3 seberat 0,52651 gram Menimbang pupuk ZA seberat 0,1 gram
menggunakan neraca analitik menggunakan neraca analitik
Gambar 1.5 Gambar 1.6
Pupuk ZA Pengenceran Na2CO3

Gambar 1.7 Gambar 1.8


Na2CO3 yang telah diencerkan Hasil dari titrasi Na2CO3 yang pertama

Gambar 1.9 Gambar 2.0


Hasil dari tirasi Na2CO3 yang kedua Hasil titrasi Na2CO3 yang ketiga
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Pemanasan hasil dari pelarutan antara pupuk Hasil dari titrasi pupuk ZA yang pertama
ZA dan NaOH yang sudah terstandarisasi

Gambar 2.3 Gambar 2.4


Hasil dari titrasi pupuk ZA yang kedua Hasil dari titrasi pupuk ZA yang ketiga

Anda mungkin juga menyukai