Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK


PERCOBAAN ASIDIMETRI

OLEH:
MANDA ERICA PURNAMASARI
D061 2010 25

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang memfokuskan pada metode
untuk mendapatkan informasi kualitatif, kuantitatif, dan struktural dari senyawa dan
bahan kimia. Ilmu kimia analitik memiliki keterkaitan dengan bidang ilmu lainnya,
seperti ilmu statistika, yang digunakan untuk mengolah data hasil analisis. Salah satu
metode dalam kimia analitik kuantitatif adalah metode asidimetri.
Asidimetri adalah suatu metode titrimetri yang menggunakan asam kuat
sebagai titran dan analitnya adalah basa atau senyawa bersifat basa. Proses ini
melibatkan pengukuran volume asam dan basa dengan cermat hingga keduanya
saling menetralkan. Reaksi penetralan atau asidimetri merupakan salah satu golongan
utama dalam analisis titrimetri. Dalam asidimetri, basa bebas atau basa yang
terbentuk akibat hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dititrasi menggunakan
standar asam. Reaksi ini melibatkan ion hidrogen dan ion hidroksida untuk
membentuk air. Metode titrasi digunakan untuk menentukan kadar zat, dan ada
berbagai jenis titrasi, contohnya adalah titrasi asidimetri yang melibatkan reaksi
asam-basa, serta titrasi redoksmetri yang melibatkan reaksi redoks.
Dalam titrasi asidimetri, konsentrasi asam atau basa ditentukan dengan
menggunakan indikator yang sesuai, seperti indikator MO atau methyl orange. Titik
akhir titrasi ditandai oleh perubahan warna indikator yang ditambahkan. Indikator
yang dipilih adalah yang berubah warna dengan cepat di sekitar pH titik ekuivalen.
Dengan menggunakan indikator ini, titik ekuivalen dapat ditentukan dengan akurat.
Oleh karena itu percobaan ini penting dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang metode titrasi asidimetri.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam percobaan ini, yaitu bagaimana cara


menganalisis kadar natrium bikarbonat dalam soda kue dengan menggunakan metode
asidimetri.

1.3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dalam percobaan ini, yaitu untuk analisis kadar natrium
bikarbonat dalam soda kue dengan menggunakan metode asidimetri.

1.4 Prinsip Percobaan

Penentuan Natrium Tetrabonat (Na2B4O7) dalam soda kue yang dititrasi dengan
larutan Asam Klorida (HCl) hingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna jingga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi

Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standar
ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar
yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan standar
sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan
melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi
diketahui dari hasil standardisasi (Day Underwood, 1981).

Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar


sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar.
Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya sudah
diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi
sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk
diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yg menyatakan
banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies
(atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya
atau strukturnya (Adam, 2007).

Titrasi adalah teknik analisis kuantitatif dalam penentuan kadar suatu zat
sampel dalam bentuk larutan dengan menggunakan larutan lain yang telah diketahui
secara pasti kadarnya. Penggunaan volume larutan standar dengan jumlah tertentu
akan menentukan hasil yakni konsentrasi larutan sampel yang di uji. Dalam titrasi,
banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan seperti jenis atau sifat
larutan apakah bersifat asam atau basa. Penentuan jenis reagen dan juga indikator
akan bergantung pada sifat keasaman atau kebasaan suatu larutan uji. Berbeda dengan
titrasi jenis lain, titrasi asam basa ini diklasifikasikan dalam dua jenis berdasarkan
sifat keasaman dan kebasaan reagen titran yang digunakan. Titrasi asidimetri dan
titrasi alkalimetri merupakan klasifikasi dalam jenis titrasi asam basa ini.

Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret
sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen
satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan telah ekivalen, maka penambahan
titran harus dihentikan pada saat demikian dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang
ditambahkan dari buret disebut titran sedangkan larutan yang ditambah titran disebut
titrat. Dengan jalan ini, volume titran dapat diukur dengan teliti; bila juga diketahui
konsentrasi titran, maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat
ekivalen dengan titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula, berdasarkan
persamaan reaksi dan koefisiennya.

2.2 Syarat-Syarat Titrasi

Tidak semua reaksi dapat dipergunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang


jelas.
2. Reaksi harus cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titarsi akan memakan waktu
terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversibel,
penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3. Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator). Penunjuk itu dapat :
 Timbul dari reaksi titrasi itu sendiri, misalnya titrasi campuran asam oksalat
+ asam sulfat oleh KMnO4 dimana selama titrasi belum selesai titrat tidak
berwarna, tetapi setelah akhir titrasi tercapai, larutan menjadi berwarna
karena kelebihan setetes saja dari titran menyebabakan warna menjadi jelas.
 Berasal dari luar. Dapat berupa suatu zat atau suatu alat yang dimasukkan
kedalam titrat. Zat itu disebut indikato dan menunjukan akhir titrasi, karena
menyebabkan perubahan warna titrat atau menimbulkan perubahan
kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya)
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analit harus mudah dibuat dan sederhana
penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah
berubah.
Contoh suatu reaksi yang baik untuk titrasi adalah antara asam keras dan basa
keras. Karena berlangsung sempurna, cepat, tunggal, ada indikator yang dengan jelas
menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan asam maupun basa mudah dibuat menjadi
larutan baku dan dapat disimpan tanpa mengalami perubahan dalam konsentrasinya.
Sebaliknya titrasi AlCl3 dengan basa keras bukan titrasi yang baik. Meskipun
reaksinya dapat berjalan sempurna, ada indikator yang dapat menunjukan titik akhir
titrasi, larutan baku basa keras juga tersedia, tetapi reaksinya tidak tunggal karena
juga terbentuk garam basa disamping Al(OH) 3 dan reaksinya lambat. Dalam suatu
titrasi keempat syarat diatas tidak selalu terpenuhi dengan baik, akan tetapi kadang-
kadang kekurangan itu dapat diatasi. Misalnya :

1. Suatu reaksi yang lambat dapat dipercepat dengan katalisator, seperti titrasi
H3AsO3 dengan KMnO4 yang diberi sedikit KI sebagai katalisator. Titrasi dapat
dipercepat pula dengan pemanasan, seperti titrasi asam oksalat dengan KMnO 3
yang dilakukan dengan memanaskan titrat sampai 60-70°C.
2. Reaksi samping dapat ditiadakan dengan mengatur kondisi titrasi seperti pada
penggunaan CrCl2, suatu reduktor kuat yang baik untuk titrasi, tetapi selain
dioksidasi oleh analit juga mudah dioksidasi oleh oksigen dalam udara.
Oksidasi oleh udara dapat dihindari dengan titrasi dalam lingkungan CO2.

2.3 Penggolongan Titrasi

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan beberapa masalah dalam titrasi yaitu:

1. Cara menentukan titik akhhir yang harus tepat.


2. Cara menghitung jumlah analit harus benar.
3. Cara menentukan konsentrasi larutan baku harus teliti.
Ketiga hal ini penting sekali dan sebelum membahas lebih jauh akan dibahas
terlebih dahulu tentang penggolongan titrasi.

A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion, disini


tidak ada unsur yang berubah tingkat valensinya. Contohnya adalah titrasi asam
kuat oleh basa kuat atau sebaliknya, misalnya:
HCl + NaOH NaCl + H2O

Reaksi ini dikatakan pertukaran ion karena Cl- yang semula terikat dengan H+
bertukar tempat dengan OH- yang sebelumnya terikat pada Na+ .

B. Semua unsur setelah reaksi masih sama tingkat valensinya. Macam titrasi ini
dibedakan menjadi:
1. Titrasi asidimetri-alkalimetri yaitu titrasi yang menyangkut asam dan atau basa.
Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan
cara perhitungan adalah pH titrat. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini
adalah:
 asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuatitatif, maka asam dan atau
basa yang bersangkutan harus kuat.
 asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah) agar kuatitatif asam
harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah. Contoh:
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 +
2NaCl HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
 basa dengan garam agar kuatitatif basa harus kuat dan garam harus terbentuk
dari basa lemah, jadi berdasarkan pembentukan basa lemah tersebut.
2. Titrasi presipitimetri yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil
kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya. Reaksi-reaksi yang terjadi
dalam titrasi ini adalah: Contoh:
Ag+ + Cl- AgCl(s)
3Zn++ + 2K4Fe(CN) K2Zn3 [Fe(CN) 6] 2(s) + 6K

Titrasi presipitimetri yang menyangkut larutan perak biasa disebut


argentometri. Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
senyawa kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Disamping
titrasi kompleks seperti diatas dikenal pula titrasi kelatometri yaitu titrasi yang
menyangkut penggunaan EDTA.

3. Titrasi berdasarkan rekasi redoks yaitu terjadinya perpindahan elektron, disini


terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat valensi. Contoh:
(COOH)2 + KmnO4 + H2SO4 CO2 + H2O + K2SO4 + MnSO4
Ce4+ + Fe++ Ce3+ + Fe3+
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
Titrasi berdasarkan reaksi redoks sering berupa:
1. Titrasi berdasarkan penggunaan oksidator kuat seperti KMnO4, K2Cr2O7,
Ce(SO4)2. Titrasi yang menggunakan KMnO4 sebagai titran dinamakan juga
permanganometri.
2. Titrasi iodometri atau iodimetri yaitu titrasi yang menyangkut reaksi I 2 + 2e
2I.

Dalam titrasi langsung larutan baku I2 dipakai sebagai titran ataupun titrat
untuk mengoksidasi analit, dalam titrasi tidak langsun larutan KI dipergunakan
sebagai reduktor 13 untuk mereduksi analit sehingga terbentuk I 2 bebas, I2
bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na 2S2O3. Yang dimaksud dengan titrasi
langsung adalah titrasi dimana analit langsung dipergunakan sebagai titrat atau
titran, dalam titrasi tidak langsung analit direaksikan dahulu dengan KI lalu
hasil reaksinya dititrasi. Ada cara titrasi tidak langsung yang lain yaitu dimana
analit direaksikan dengan pereaksi yang jumlahnya berlebih, kemudian
kelebihannya dititrasi dahulu, jumlah berlebih yang ditambahkan itu harus
diketahui dengan tepat karena kelebihannya ditentukan oleh titrasi itu, maka
jumlah yang dihabiskan oleh analit adalah selisihnya dengan demikian cara
titrasi tidak langsung ini lebih dikenal sebagai „titrasi kembali“ (back titration)
Agar memenuhi syarat reaksi sempurna, maka dalam titrasi redoks titrat dan
titran harus berbeda besar dalam kekuatan oksidasi-reduksinya, demikian pula
analit dan KI dalam titrasi tidak langsung. Namun dalam titrasi tidak langsung,
perbedaan tidak perlu terlalu besar, karena bila I2 yang terbentuk dititrasi, maka
kesetimbangan reaksi antara analit dan KI digeser ke kanan sehingga reaksi
menjadi sempurna.
2.4 Jenis-Jenis Titrasi
Secara prinsip, titrasi dibagi menjadi beberapa jenis namun 4 jenis berikut
menjadi yang paling umum dilakukan, yaitu:

1. Titrasi Asam Basa. Titrasi ini merupakan suatu metode penentuan suatu larutan
asam dengan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, atau sebaliknya.
Prinsip titrasi asam basa ini didasarkan pada reaksi netralisasi.

Gambar 2.1 Titrasi Asam Basa

2. Titrasi Redoks. Prinsip dari titrasi ini menggunakan reaksi redoks antara analit
dan titran. Hal ini memungkinkan analis mendapatkan nilai konsentrasi larutan
suatu zat (analit) yang bertindak sebagai oksidator atau reduktor. Titrasi
Iodometri dan permanganometri merupakan metode titrasi yang menggunakan
prinsip titrasi reduksi-oksidasi (titrasi redoks).
Gambar 2.2 Titrasi Redoks
3. Titrasi Kompleksometri. Saat Anda ingin menentukan nilai kesadahan atau
kadar ion logam dalam sampel maka jenis titrasi ini sangat cocok untuk dipilih.
Prinsip kerja dari titrasi kompleksometri ini membentuk persenyawaan
kompleks antara titran dan titrat. Salah satu senyawa kompleks yang biasa
digunakan sebagai titran pada titrasi kompleksometri adalah Etilen Diamin
Tetraacetic Acid (EDTA).

Gambar 2.3 Titrasi Kompleksometri


4. Titrasi Karl Fischer. Seperti namanya, titrasi jenis ini menggunakan reagen Karl
Fischer sebagai pereaksi, dimana reagen Karl Fischer terdiri atas SO2, I2,
larutan basa, dan alkohol. Titrasi Karl Fischer ini berfungsi untuk menentukan
kadar air (moisture/kelembaban) suatu sampel. Pada metode konvensional,
penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (penimbangan setelah
pemanasan) dan destilasi. Namun banyak hal yang menjadi kekurangan dari
keduanya, yaitu saat pemanasan tidak hanya air yang menguap namun juga
senyawa organik, ada senyawa yang sangat kuat mengikat air sehingga akan
mengganggu hasil akhir penguapan. Selain itu, proses destilasi membutuhkan
waktu yang lama dan akan meninggalkan bekas yang sulit dihilangkan. Berbeda
halnya dengan analisis konvensional, titrasi Karl Fischer memungkinkan analis
untuk mendapatkan hasil dengan sangat cepat (menit), kalkulasi dari kadar air
sudah didapatkan secara otomatis, juga dapat menganalisis molekul air bebas
serta air yang terikat kuat dengan senyawa.

Gambar 2.4 Titrasi Karl Fischer


2.5 Titrasi Asidimetri
Berbeda dengan titrasi asidimetri, titrasi asidimetri berasal dari kata asidi atau
kita kenal dengan asam. Hal itu berarti bahwa titrasi asidimetri merupakan teknik
analisis volumetri titrasi dimana larutan yang bersifat asam digunakan sebagai larutan
titran yang telah diketahui konsentrasinya atau dapat disebut dengan larutan standar.
Karena ini merupakan titrasi asam basa, tentunya larutan analit yang akan diuji
bersifat sebaliknya yakni bersifat basa sehingga akan terjadi suatu reaksi penetralan
dalam proses titrasi itu sendiri.
Sama seperti pada jenis titrasi lainnya, prinsip dari titrasi asam basa asidimetri
secara umum yaitu penentuan konsentrasi suatu larutan analit berdasarkan jumlah
mol larutan standar yang digunakan. Dalam proses titrasi, jumlah mol larutan standar
yang digunakan untuk bereaksi sama dengan jumlah mol senyawa dalam larutan
analit yang di uji. Prinsip tersebut memungkinkan kita untuk menghitung jumlah mol
larutan analit dari total volume yang digunakan pada titran dan juga konsentrasi titran
itu sendiri. Sedangkan volume analit sudah kita ketahui secara pasti sehingga
penentuan konsentrasi analit dapat dilakukan.

Gambar 2.5 Titrasi Asidimetri


Asidimetri adalah titrasi larutan basa dengan menggunakan larutan standar
berupa asam, Larutan standar yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Titik
dalam titrasi di mana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat
dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekuivalen.Titik ekuivalen terjadi pada
saat terjadinya perubahan warna indikator. Titik pada titrasi di mana indikator
warnanya berubah disebut titik akhir. Ekuivalen dari suatu basa, adalah massa basa
yang mengandung suatu gugus hidroksil yang tergantikan. Sedangkan Ekuivalen dari
asam, adalah massa basa yang mengandung sutu gugus hidroksil yang tergantikan.

warna dari bentuk satu ke tertentu.


Asidimetri merupakan penetapan kadar terhadap larutan yang bersifat
basa dengan menggunakan larutan baku asam. Untuk menetapkan titik akhir pada
proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah
suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa
yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda
dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada
konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu.

Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH


larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar
titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar
kesalahan titrasi sekecil-kecilnya. Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa
akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan
terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan
sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral
yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut
dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam
harus ekivalen dengan jumlah basa.Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen
reaksi.Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis
bereaksi dengan jumlah mol basa.Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-
basa dapat digunakan indikator asam-basa.Ketepatan pemilihan indikator
merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen.Pemilihan
indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada
saat titik ekivalen.

Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan


konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui.Penentuan konsentrasi ini
dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa
sebagai titer ataupun titran.Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya.reaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik
ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran.

2.6 Indikator Asam Basa


2.3 Indikator Asasa
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
indiator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana
titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai
titik akhir titrasi (Anonim, 2009).

Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna
yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator.Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah.Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna
pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan
yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak
mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk
terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes
larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1
ml ) indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml
larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan
tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein ( pp ) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan
asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan berwarna merah keunguan
dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ). Warna yang akan teramati pada
penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya.
Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna
menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna
merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh karena metil merah bertransisi
dari merah ke kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam titrasi
maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah campuran merah
dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange (Anonim, 2009).

Contoh indikator asam-basa:

a. Alizarin kuning kuning ungu 10,1 -12,0


b. Fenolftalein tak berwarna merah 8,0 -9,6
c. Timolftalein tak berwarna biru 9,3 – 10,6
d. Timolftalein tak berwarna biru 9,3 – 10,6
e. Fenol merah kuning merah 6,8 -8,4
f. Bromtimol blue kuning biru 6,0-7,6
g. Metil merah merah kuning 4,2 -6,2
h. Metil jingga merah kuning 3,1 -4,4
i. Para nitrofenol tak berwarna kuning 5,0 -7,0
j. Timol blue kuning biru 8,0 -9,6
k. Tropeolin OO merah kuning 1,3 -3,0

2.6 Bentuk Titrasi Asidimetri dan Contohnya


Adapun untuk jenis daam titrasi asidimetri antara lain sebagai berikut;

2.6.1 Titrasi Asidimetri Langsung


Titrasi langsung menjadi titrasi yang paling mudah dan sederhana untuk
dilakukan karena dalam titrasi ini kita hanya perlu meneteskan titran ke dalam larutan
analit sehingga reaksi akan terjadi secara langsung dan kita juga akan mendapatkan
titik akhir titrasi secara langsung. Dalam titrasi asidimetri langsung ini kita bisa
memperoleh jumlah mol dari larutan analit berdasarkan hasil perhitungan secara
langsung. Perhitungan dalam metode titrasi langsung ini pun juga cukup sederhana.
Contoh titrasi asidimetri secara langsung yaitu penentuan kadar larutan
amonium hidroksida (NH4OH) yang merupakan suatu basa lemah dengan larutan
asam klorida (HCl) yang merupakan asam kuat. Dalam titrasi asidimetri tersebut, HCl
yang telah kita ketahui konsentrasinya dapat diteteskan secara langsung ke dalam
larutan NH4OH. Tentunya kita menggunakan indikator yang sesuai sehingga kita
dapat mengamati titik akhir titrasi dengan jelas. Pada saat mencapai titik akhir titrasi,
maka proses dapat dihentikan sehingga kita memperoleh total volume HCl yang
digunakan untuk menetralkan NH4OH. Volume tersebut nantinya akan digunakan
dalam perhitungan untuk menentukan konsentrasi NH4OH.

2.6.2 Titrasi Asidimetri Tidak Langsung (Titrasi Balik)


Jika ada titrasi langsung, maka ada pula titrasi secara tidak langsung. Dalam
jenis titrasi ini, kita tidak secara langsung menitrasi larutan analit atau tidak secara
langsung meneteskan titran ke dalam larutan analit. Namun kita gunakan suatu reagen
lain yang memiliki reaktivitas lebih tinggi terhadap larutan analit. Reagen tersebut
direaksikan dalam jumlah berlebih sehingga tidak semua bagian reagen akan bereaksi
habis dengan larutan analit, melainkan terdapat sisa reagen yang tidak bereaksi
sedangkan larutan analit habis bereaksi. Sisa reagen yang tidak bereaksi kemudian
akan kita titrasi dengan larutan standar yang bersifat asam. Jumlah mol dari larutan
analit dapat kita tentukan dari titrasi antara sisa reagen dengan larutan standar asam.

Titrasi tersebut akan menghasilkan jumlah mol sisa reagen yang tidak bereaksi,
lalu untuk menentukan jumlah mol larutan analit kita dapat mengurangkan jumlah
mol total reagen berlebih yang telah kita gunakan dengan jumlah mol reagen sisa
yang telah kita peroleh dari titrasi. Jumlah tersebut juga akan mewakili jumlah mol
larutan analit karena jumlah mol reagen yang bereaksi sama dengan jumlah mol total
larutan analit.

Contoh titrasi asidimetri tidak langsung yaitu pada penentuan kadar aspirin atau
asam asetilsalisilat. Metode dilakukan dengan titrasi balik karena aspirin tidak dapat
diuji secara titrasi langsung dikarenakan reaksi yang lambat sehingga akan
mengganggu penentuan titik akhir titrasi. Dalam titrasi balik, penentuan kadar aspirin
dilakukan dengan menambahkan NaOH berlebih dalam aspirin. Reaksi antara aspirin
dan NaOH dapat berlangsung lebih cepat dengan bantuan pengadukan dan juga
pemanasan. Karena digunakan NaOH berlebih maka akan menghasilkan sisa NaOH
yang tidak bereaksi dan kemudian akan dititrasi menggunakan larutan titran HCl
sehingga sisa mol NaOH yang tidak bereaksi akan diketahui.

2.7 Kegunaan Titrasi Asidimetri


Pada hekakatnya metode titrasi sangat terkenal pada ilmu kimia dan
penerapannya, bahkan dalam skala kecil atau besar biasa ditemukan pada penggunaan
beberapa alat laboratorium kimia. Akan tetapi yang pasti dalam prosesnya, titrasi
berkaitan erat dengan larutan. Sedangkan untuk contoh penerapan dalam titrasi
asidimetri dan alkalimetri yang bisa kita temukan dalam keseharian. Antara lain:

1. Pertanian
Penggunaan dalam bidang pertanian, misalnya saja proses pembuata pupuk
kalium klorida yang dalam penyelesaiannya sangat diperlukan MgO, yang
mana hasil tersebut senantiasa dihitung kadarnya dengan metode titrasi
asidimetri.

2. Makanan
Makanan yang menjadi kebutuhan hidup sehari-hari sangat memperhatikan
titrasi asidimetri, dimana hal ini terjadi khususnya pada penentuan kadar
iodium, skarin, kadar Zn dan Fe. Proses ini misalnya untuk penerapan industri
pembuatan tahu yang dibungkus dengan plastik

3. Kesehatan
Dalam proses pembuatan produk-produk kesehatan, khususnya kosmetik
mempergunakan metode titrasi asidimetri, hal ini terjadi ketika adanya proses
penentuan kadar zar warna OZO yang dinggap berbahaya ataupun tidak.

Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak
tepat sama dgn titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran, indikator
bereaksi dgn analit, atau indikator bereaksi dgn titran, diatasi dgn titrasi larutan
blanko. Larutan blanko larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali analit.Untuk
mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva
yang menyatakan hubungan antara –log [H+ ] atau –log [X- ] atau –log [Ag+ ] atau E
(volt) terhadap volum (Ningsih, 2019).

2.8 Indikator

Indikator merupakan suatu zat yang warna yang berbeda-beda sesuai dengan
kosentrasi ion hidrogen. Indikator pada umumnya berupa suatu asam atau basa
organik lemah dipakai dalam larutan yang sangat encer. Selain itu indikator asambasa
pada umumnya suatu zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau
kekeruhan pada suatu range atau pH tertentu. Ada berbagai indikator yang
mempunyai ionisasi yang berbeda dan mengakibatkan warna pada range pH yang
berbeda. Indikator organic yang sering digunakan adalah methyl orange untuk titrasi
antar asam kuat dengan basa lemah, phenopthaline untuk titrasi basa kuat dengan
asam kuat atau asam lemah. Dalam perhitungan selanjutnya, digunakan persamaan
antara volume dan konsentrasi masing-masing zat yang dititrasi dengan penetrasinya
dan berlaku rumus sebagai berikut:

V1 x N1 = V2 x N2

Dimana : V1 merupakan volume zat penetrasi/standar (mL)


N1 normalitas zat penetrasi/standar (gr ekivalen/L)
V2 merupakan volume zat yang dititrasi (mL)
N2 merupakan Normalitas zat yang dititrasi (mL)

Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna
yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah.Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada
indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan
dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan
dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga
seminimal mungkin.
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna
indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena
indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang
teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil
merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator
metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati
adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange.
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Tabel 3.1 Bahan percobaan asidimetri


Nama Bahan Foto

Natrium Tetraborat (Na2B4O7)

Indikator MO

Asam Klorida (HCl)


Nama Bahan Foto

Larutan Soda Kue

Aquadest

3.2 Alat Percobaan

Tabel 3.2 Alat percobaan asidimetri


Nama Alat Foto

Buret 50 ml

Erlenmeyer 250 ml
Nama Alat Foto

Pipet Volume 10 ml

Bulb

Pipet Tetes

Gelas Piala 250 ml


Nama Alat Foto

Labu Semprot

Corong

Statif dan Klem

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan larutan baku primer natrium tetraborat

Ditimbang dengan teliti asam oksalat sebanyak 9,9 gram, kemudian dilarutkan
dengan sedikit aquadest di dalam gelas kimia hingga larut sempurna. Larutan asam
oksalat kemudian dilarutkan dalam labu takar 1000 ml dengan aquadest dan
dihimpitkan hingga tanda batas.
BM = 84 g/mol
84
BE = g/mol
2
BE = 42 g/mol

3.3.2 Pembakuan konsentrasi larutan asam klorida

Dibilas buret yang sudah bersih dengan larutan HCl yang akan digunakan
(pastikan seluruh bagian dalam buret telah terbilas dengan larutan HCI). Buret yang
telah dibilas kemudian diisi dengan larutan HCl yang akan dibakukan hingga tanda
batas. Dimasukkan 15 ml larutan baku natrium tetraborat yang telah dibuat ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator MO. Larutan natrium tetraborat
yang telah dipipet ke dalam erlenmeyer, kemudian dititrasi dengan larutan HCl dalam
buret setetes demi setetes sampai terjadi perubahan warna, dari kuning menjadi warna
jingga. Dicatat volume akhir HCl dalam buret dan tentukan konsentrasi HCI,
kemudian ulangi prosedur tersebut secara duplo.

3.3.3 Penentuan natrium bikarbonat dalam soda kue

Dipipet sebanyak 15 ml larutan soda kue yang telah diencerkan ke dalam


erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes indikator MO. Larutan sampel yang telah dipipet
ke dalam erlenmeyer, kemudian dititrasi dengan larutan HCl dalam buret yang telah
di bakukan (larutan HCl dalam buret dihimpitkan kembali sampai tanda batas).
Larutan sampel dititrasi setetes demi setetes dengan larutan HCI hingga terjadi
perubahan warna, dari kuning menjadi warna jingga. Dicatat volume akhir HCl dalam
buret dan tentukan konsentrasi sampel, kemudian ulangi prosedur tersebut secara
duplo.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

A. Pembuatan larutan baku primer natrium tetraborat 0,1 N


Berat natrium tetraborat : 9,9 gram
Volume natrium tetraborat : 1000 ml
B. Penentuan normalitas larutan baku sekunder HCl
Indikator yang digunakan : MO
Perubahan warna yang terjadi : jingga
Tabel 4.1 Data penentuan normalitas larutan baku sekunder HCl
Percobaan Volume Na2B4O7 Volume HCl
I 15 ml 15,2 ml
II 15 ml 16,2 ml
C. Penentuan kadar sampel (natrium bikarbonat)
Indikator yang digunakan : MO
Perubahan warna yang terjadi : jingga
Tabel 4.2 Data penentuan normalitas larutan sampel (natrium bikarbonat)
Percobaan Volume NaHCO3 Volume HCl
I 15 ml 16,1 ml
II 15 ml 14 ml

4.2 Perhitungan

1. Normalitas HCl pada percobaan I dan II


¿
HClI = (V Na 2 B4 O7 ¿ ×(N Na 2 B 4 O7) V HCl

15 ml ×0,1 N
HClI =
15, 2 ml
HClI = 0 , 09 8 N
¿
HClII = (V Na 2 B4 O7 ¿ ×(N Na 2 B 4 O7) V HCl

15 ml ×0,1 N
HClII =
16,2 ml
HClII = 0 , 09 2 N
2. Normalitas rata-rata HCl
N 1 HCl+ N 2 HCl
N HClRata-rata =
2
0 , 09 8 N + 0 ,09 2 N
N HClRata-rata =
2
N HClRata-rata = 0 , 09 5 N
3. Kadar sampel (natrium bikarbonat) pada percobaan I dan II
V HCl × N HCl × BE NaHCO 3
%NaHCO3 NI = × 100 %
V HCl
16 ,1 ml × 0 ,09 5 N × 42 g/mol
%NaHCO3 NI = ×100 %
15 ml
%NaHCO3 NI = 4 , 508 %
V HCl × N HCl × BE NaHCO 3
%NaHCO3 NII = × 100 %
V HCl
1 4 ml × 0 , 095 N × 42 g /mol
%NaHCO3 NII = × 100 %
15 ml
%NaHCO3 NII = 3 , 92 %
Dengan demikian, reaksi yang terjadi
NaHCO3 + HCl  NaCl + CO2 + H₂O

4.3 Pembahasan

Dalam metode asidimetri, sebuah larutan asam baku digunakan untuk mentitrasi
larutan basa. Dalam eksperimen ini, dilakukan analisis kadar natrium bikarbonat yang
terdapat dalam soda kue. Eksperimen asidimetri ini melibatkan beberapa langkah,
termasuk persiapan larutan baku primer natrium tetraborat 0,1 N, standarisasi konsentrasi
larutan asam klorida, dan akhirnya penentuan kadar natrium bikarbonat dalam soda kue.
4.3.1 Pembakuan konsentrasi larutan asam klorida

Langkah berikutnya adalah melakukan standarisasi konsentrasi larutan HCl.


Langkah ini dilakukan dengan menggunakan larutan baku primer Na 2B4O7 yang telah
disiapkan pada tahap sebelumnya. Proses standarisasi konsentrasi larutan HCl
melibatkan langkah-langkah berikut:
Semua peralatan praktikum, termasuk buret, dibersihkan dengan aquadest dan
kemudian dicuci kembali dengan larutan HCl. Pastikan semua bagian buret bersih
dari kotoran dengan mencucinya menggunakan larutan HCl. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kontaminasi pada buret yang dapat mempengaruhi hasil analisis
kuantitatif.

Gambar 4.1 Buret dibilas dengan larutan HCl


Larutan HCl yang akan dijadikan standar kemudian dimasukkan ke dalam buret
menggunakan corong kaca sampai mencapai tanda batas buret.

Gambar 4.2 Pengisian buret dengan larutan HCl


Larutan natrium tetraborat (Na2B4O7) yang telah disiapkan sebelumnya
dimasukkan ke dalam erlenmeyer sejumlah 15 ml. Selanjutnya, ditambahkan 2 tetes
indikator MO ke dalam larutan tersebut.

Gambar 4.3 Memipet larutan baku Na2B4O7 untuk kemudian dimasukkan ke


dalam erlenmeyer

Gambar 4.4 Menambahkan indikator MO pada larutan natrium tetraborate

Larutan natrium tetraborat yang telah dicampur dengan indikator MO diambil


dengan menggunakan pipet, lalu dititrasi dengan larutan HCl yang terdapat dalam
buret. Titrasi dilakukan dengan meneteskan larutan HCl perlahan-lahan hingga terjadi
perubahan warna larutan dari kuning menjadi jingga. Awalnya, larutan memiliki
warna kuning, namun setelah dititrasi dengan larutan HCl, warnanya berubah menjadi
jingga. Dalam proses titrasi ini, indikator MO digunakan untuk menandai titik
ekuivalen titrasi, yang ditunjukkan oleh perubahan warna larutan dari kuning menjadi
jingga. Perubahan warna ini terjadi karena pengaruh ion H + dari larutan HCl yang
bereaksi dengan indikator MO.
Gambar 4.5 Warna larutan sebelum dititrasi dengan HCl

Gambar 4.6 Proses titrasi larutan dengan HCl

Gambar 4.7 Perubahan warna larutan menjadi warna jingga

Dalam percobaan ini, volume larutan HCl di dalam buret pada percobaan pertama
adalah 15,2 ml, dan pada percobaan kedua adalah 16,2 ml. Normalitas larutan HCl
pada percobaan pertama adalah 0,098 N, sedangkan pada percobaan kedua adalah
0,092 N. Sebagai hasilnya, normalitas rata-rata larutan HCl adalah 0,095 N.
4.3.2 Penentuan natrium bikarbonat dalam soda kue

Untuk menentukan kadar natrium bikarbonat dalam soda kue, langkah-langkah


berikut dilakukan. Dimulai dengan memasukkan 15 ml larutan soda kue ke dalam
erlenmeyer menggunakan pipet, dan kemudian menambahkan 2 tetes indikator MO.

Gambar 4.8 Memipet larutan soda kue untuk kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer

Gambar 4.9 Menambahkan indikator MO pada larutan soda kue


Larutan sampel natrium bikarbonat (NaHCO3) yang telah dicampur dengan
indikator MO diuji dengan dititrasi menggunakan larutan HCl yang diukur hingga
mencapai tanda batas. Proses titrasi dengan larutan HCl dilakukan perlahan-lahan,
tetes demi tetes, hingga terjadi perubahan warna pada larutan dari kuning menjadi
jingga. Penambahan indikator MO bertujuan untuk menandai titik ekuivalen titrasi,
yang ditunjukkan oleh perubahan warna larutan dari kuning menjadi jingga.
Perubahan warna ini terjadi karena adanya pengaruh ion H + dari larutan HCl yang
bereaksi dengan indikator MO.
Gambar 4.10 warna larutan sebelum proses titrasi dengan HCl

Gambar 4.11 Titrasi larutan dengan HCl

Gambar 4.12 Perubahan warna larutan menjadi warna jingga

Setelah proses titrasi selesai, volume akhir larutan HCl di dalam buret pada
percobaan pertama adalah 16,1 ml dan pada percobaan kedua adalah 14 ml. Kadar
natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam sampel pada percobaan pertama adalah
4,508%, sedangkan pada percobaan kedua adalah 3,92%. Oleh karena itu, kadar rata-
rata natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam sampel ini adalah 4,21%.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, telah dilakukan analisis kadar


natrium bikarbonat dalam soda kue menggunakan metode asidimetri dengan
melakukan pembakuan konsentrasi larutan HCl terhadap larutan baku primer natrium
tetraborat (Na2B4O7) diperoleh volume akhir HCl pada percobaan I yaitu 15,2 ml dan
percobaan II yaitu 16,2 ml; serta konsentrasi HCl dengan normalitas HCl pada
percobaan I sebesar 0,098 N dan percobaan II sebesar 0,092 N, sehingga normalitas
rata-rata HCl sebesar 0,095 N.
Penentuan kadar natrium bikarbonat dalam soda kue diperoleh volume akhir
HCl pada percobaan I yaitu 16,1 ml dan percobaan II yaitu 14 ml, dan kadar sampel
natrium bikarbonat (NaHCO3) pada percobaan I sebesar 4,508% dan percobaan II
sebesar 3,92%, sehingga kadar rata-rata sampel natrium bikarbonat (NaHCO 3) dalam
soda kue sebesar 4,21%.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk laboratorium

1. Menyiapkan peralatan dan bahan dengan baik agar praktikum dapat


dilaksanakan dengan sukses.
2. Memverifikasi bahwa bahan-bahan tidak melewati tanggal kedaluwarsa
sebelum memulai praktikum.
3. Menyediakan kursi tambahan untuk peserta praktikum.
5.2.2 Saran untuk praktikan

1. Menyadari lokasi pembuangan limbah eksperimen.


2. Memeriksa agar laboratorium bersih setelah selesai digunakan dalam
praktikum.
3. Membersihkan peralatan eksperimen secara teliti dan tepat.

5.2.3 Saran untuk asisten

1. Menyokong peserta praktikum saat mereka menghadapi kendala selama


kegiatan berlangsung.
2. Memberikan tugas pendahuluan dengan lebih awal.
3. Memahami percobaan yang akan dilakukan lebih detail
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Wiryawan., dkk. 2007. KIMIA ANALITIK. BSE: Malang

Bassett, J., Denney, R.C., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Alih Bahasa : Bandung
Elviana, D., et all. 2018. “Analisis kualitatif kandungan sulfat dalam aliran air dan air
danau di kawasan jakabaring sport city Palembang”, ALKIMIA : Jurnal Ilmu
Kimia Terapan 2 (2), 1-4 (2018).
Maharani, E., Kimia, P., & Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, F. (2019).
Urgensi Materi Instrumentasi Kimia Bagi Mahasiswa Analis Kesehatan. Jurnal
Pendidikan Sains (JPS), 7(2), 188.
Ningsih, R. D., Natasyah, E., Ananta, S., Fitra, P., Rahmi, N., & Novianty, R. (2019).
Pembelajaran konsep asidimetri dan stoikiometri menggunakan
chemcollective’s virtual chemistry laboratory. Unri Conference Series:
Community Engagement, 1, 527–535.
Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitif. Erlangga : Jakarta

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Kelima. Erlangga : Jakarta.


L
A
M
P
I
R
A
N

Anda mungkin juga menyukai