OLEH:
MANDA ERICA PURNAMASARI
D061 2010 25
GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang memfokuskan pada metode
untuk mendapatkan informasi kualitatif, kuantitatif, dan struktural dari senyawa dan
bahan kimia. Ilmu kimia analitik memiliki keterkaitan dengan bidang ilmu lainnya,
seperti ilmu statistika, yang digunakan untuk mengolah data hasil analisis. Salah satu
metode dalam kimia analitik kuantitatif adalah metode asidimetri.
Asidimetri adalah suatu metode titrimetri yang menggunakan asam kuat
sebagai titran dan analitnya adalah basa atau senyawa bersifat basa. Proses ini
melibatkan pengukuran volume asam dan basa dengan cermat hingga keduanya
saling menetralkan. Reaksi penetralan atau asidimetri merupakan salah satu golongan
utama dalam analisis titrimetri. Dalam asidimetri, basa bebas atau basa yang
terbentuk akibat hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dititrasi menggunakan
standar asam. Reaksi ini melibatkan ion hidrogen dan ion hidroksida untuk
membentuk air. Metode titrasi digunakan untuk menentukan kadar zat, dan ada
berbagai jenis titrasi, contohnya adalah titrasi asidimetri yang melibatkan reaksi
asam-basa, serta titrasi redoksmetri yang melibatkan reaksi redoks.
Dalam titrasi asidimetri, konsentrasi asam atau basa ditentukan dengan
menggunakan indikator yang sesuai, seperti indikator MO atau methyl orange. Titik
akhir titrasi ditandai oleh perubahan warna indikator yang ditambahkan. Indikator
yang dipilih adalah yang berubah warna dengan cepat di sekitar pH titik ekuivalen.
Dengan menggunakan indikator ini, titik ekuivalen dapat ditentukan dengan akurat.
Oleh karena itu percobaan ini penting dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang metode titrasi asidimetri.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun tujuan dalam percobaan ini, yaitu untuk analisis kadar natrium
bikarbonat dalam soda kue dengan menggunakan metode asidimetri.
Penentuan Natrium Tetrabonat (Na2B4O7) dalam soda kue yang dititrasi dengan
larutan Asam Klorida (HCl) hingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna jingga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi
Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standar
ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak
dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara
pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar
yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan standar
sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan
melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi
diketahui dari hasil standardisasi (Day Underwood, 1981).
Titrasi adalah teknik analisis kuantitatif dalam penentuan kadar suatu zat
sampel dalam bentuk larutan dengan menggunakan larutan lain yang telah diketahui
secara pasti kadarnya. Penggunaan volume larutan standar dengan jumlah tertentu
akan menentukan hasil yakni konsentrasi larutan sampel yang di uji. Dalam titrasi,
banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan seperti jenis atau sifat
larutan apakah bersifat asam atau basa. Penentuan jenis reagen dan juga indikator
akan bergantung pada sifat keasaman atau kebasaan suatu larutan uji. Berbeda dengan
titrasi jenis lain, titrasi asam basa ini diklasifikasikan dalam dua jenis berdasarkan
sifat keasaman dan kebasaan reagen titran yang digunakan. Titrasi asidimetri dan
titrasi alkalimetri merupakan klasifikasi dalam jenis titrasi asam basa ini.
Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret
sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen
satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan telah ekivalen, maka penambahan
titran harus dihentikan pada saat demikian dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang
ditambahkan dari buret disebut titran sedangkan larutan yang ditambah titran disebut
titrat. Dengan jalan ini, volume titran dapat diukur dengan teliti; bila juga diketahui
konsentrasi titran, maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat
ekivalen dengan titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula, berdasarkan
persamaan reaksi dan koefisiennya.
Tidak semua reaksi dapat dipergunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Suatu reaksi yang lambat dapat dipercepat dengan katalisator, seperti titrasi
H3AsO3 dengan KMnO4 yang diberi sedikit KI sebagai katalisator. Titrasi dapat
dipercepat pula dengan pemanasan, seperti titrasi asam oksalat dengan KMnO 3
yang dilakukan dengan memanaskan titrat sampai 60-70°C.
2. Reaksi samping dapat ditiadakan dengan mengatur kondisi titrasi seperti pada
penggunaan CrCl2, suatu reduktor kuat yang baik untuk titrasi, tetapi selain
dioksidasi oleh analit juga mudah dioksidasi oleh oksigen dalam udara.
Oksidasi oleh udara dapat dihindari dengan titrasi dalam lingkungan CO2.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan beberapa masalah dalam titrasi yaitu:
Reaksi ini dikatakan pertukaran ion karena Cl- yang semula terikat dengan H+
bertukar tempat dengan OH- yang sebelumnya terikat pada Na+ .
B. Semua unsur setelah reaksi masih sama tingkat valensinya. Macam titrasi ini
dibedakan menjadi:
1. Titrasi asidimetri-alkalimetri yaitu titrasi yang menyangkut asam dan atau basa.
Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan
cara perhitungan adalah pH titrat. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini
adalah:
asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuatitatif, maka asam dan atau
basa yang bersangkutan harus kuat.
asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah) agar kuatitatif asam
harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah. Contoh:
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 +
2NaCl HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
basa dengan garam agar kuatitatif basa harus kuat dan garam harus terbentuk
dari basa lemah, jadi berdasarkan pembentukan basa lemah tersebut.
2. Titrasi presipitimetri yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil
kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya. Reaksi-reaksi yang terjadi
dalam titrasi ini adalah: Contoh:
Ag+ + Cl- AgCl(s)
3Zn++ + 2K4Fe(CN) K2Zn3 [Fe(CN) 6] 2(s) + 6K
Dalam titrasi langsung larutan baku I2 dipakai sebagai titran ataupun titrat
untuk mengoksidasi analit, dalam titrasi tidak langsun larutan KI dipergunakan
sebagai reduktor 13 untuk mereduksi analit sehingga terbentuk I 2 bebas, I2
bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na 2S2O3. Yang dimaksud dengan titrasi
langsung adalah titrasi dimana analit langsung dipergunakan sebagai titrat atau
titran, dalam titrasi tidak langsung analit direaksikan dahulu dengan KI lalu
hasil reaksinya dititrasi. Ada cara titrasi tidak langsung yang lain yaitu dimana
analit direaksikan dengan pereaksi yang jumlahnya berlebih, kemudian
kelebihannya dititrasi dahulu, jumlah berlebih yang ditambahkan itu harus
diketahui dengan tepat karena kelebihannya ditentukan oleh titrasi itu, maka
jumlah yang dihabiskan oleh analit adalah selisihnya dengan demikian cara
titrasi tidak langsung ini lebih dikenal sebagai „titrasi kembali“ (back titration)
Agar memenuhi syarat reaksi sempurna, maka dalam titrasi redoks titrat dan
titran harus berbeda besar dalam kekuatan oksidasi-reduksinya, demikian pula
analit dan KI dalam titrasi tidak langsung. Namun dalam titrasi tidak langsung,
perbedaan tidak perlu terlalu besar, karena bila I2 yang terbentuk dititrasi, maka
kesetimbangan reaksi antara analit dan KI digeser ke kanan sehingga reaksi
menjadi sempurna.
2.4 Jenis-Jenis Titrasi
Secara prinsip, titrasi dibagi menjadi beberapa jenis namun 4 jenis berikut
menjadi yang paling umum dilakukan, yaitu:
1. Titrasi Asam Basa. Titrasi ini merupakan suatu metode penentuan suatu larutan
asam dengan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, atau sebaliknya.
Prinsip titrasi asam basa ini didasarkan pada reaksi netralisasi.
2. Titrasi Redoks. Prinsip dari titrasi ini menggunakan reaksi redoks antara analit
dan titran. Hal ini memungkinkan analis mendapatkan nilai konsentrasi larutan
suatu zat (analit) yang bertindak sebagai oksidator atau reduktor. Titrasi
Iodometri dan permanganometri merupakan metode titrasi yang menggunakan
prinsip titrasi reduksi-oksidasi (titrasi redoks).
Gambar 2.2 Titrasi Redoks
3. Titrasi Kompleksometri. Saat Anda ingin menentukan nilai kesadahan atau
kadar ion logam dalam sampel maka jenis titrasi ini sangat cocok untuk dipilih.
Prinsip kerja dari titrasi kompleksometri ini membentuk persenyawaan
kompleks antara titran dan titrat. Salah satu senyawa kompleks yang biasa
digunakan sebagai titran pada titrasi kompleksometri adalah Etilen Diamin
Tetraacetic Acid (EDTA).
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna
yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator.Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah.Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna
pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan
yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak
mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk
terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes
larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1
ml ) indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml
larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan
tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein ( pp ) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan
asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan berwarna merah keunguan
dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ). Warna yang akan teramati pada
penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya.
Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna
menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna
merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh karena metil merah bertransisi
dari merah ke kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam titrasi
maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah campuran merah
dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange (Anonim, 2009).
Titrasi tersebut akan menghasilkan jumlah mol sisa reagen yang tidak bereaksi,
lalu untuk menentukan jumlah mol larutan analit kita dapat mengurangkan jumlah
mol total reagen berlebih yang telah kita gunakan dengan jumlah mol reagen sisa
yang telah kita peroleh dari titrasi. Jumlah tersebut juga akan mewakili jumlah mol
larutan analit karena jumlah mol reagen yang bereaksi sama dengan jumlah mol total
larutan analit.
Contoh titrasi asidimetri tidak langsung yaitu pada penentuan kadar aspirin atau
asam asetilsalisilat. Metode dilakukan dengan titrasi balik karena aspirin tidak dapat
diuji secara titrasi langsung dikarenakan reaksi yang lambat sehingga akan
mengganggu penentuan titik akhir titrasi. Dalam titrasi balik, penentuan kadar aspirin
dilakukan dengan menambahkan NaOH berlebih dalam aspirin. Reaksi antara aspirin
dan NaOH dapat berlangsung lebih cepat dengan bantuan pengadukan dan juga
pemanasan. Karena digunakan NaOH berlebih maka akan menghasilkan sisa NaOH
yang tidak bereaksi dan kemudian akan dititrasi menggunakan larutan titran HCl
sehingga sisa mol NaOH yang tidak bereaksi akan diketahui.
1. Pertanian
Penggunaan dalam bidang pertanian, misalnya saja proses pembuata pupuk
kalium klorida yang dalam penyelesaiannya sangat diperlukan MgO, yang
mana hasil tersebut senantiasa dihitung kadarnya dengan metode titrasi
asidimetri.
2. Makanan
Makanan yang menjadi kebutuhan hidup sehari-hari sangat memperhatikan
titrasi asidimetri, dimana hal ini terjadi khususnya pada penentuan kadar
iodium, skarin, kadar Zn dan Fe. Proses ini misalnya untuk penerapan industri
pembuatan tahu yang dibungkus dengan plastik
3. Kesehatan
Dalam proses pembuatan produk-produk kesehatan, khususnya kosmetik
mempergunakan metode titrasi asidimetri, hal ini terjadi ketika adanya proses
penentuan kadar zar warna OZO yang dinggap berbahaya ataupun tidak.
Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak
tepat sama dgn titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran, indikator
bereaksi dgn analit, atau indikator bereaksi dgn titran, diatasi dgn titrasi larutan
blanko. Larutan blanko larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali analit.Untuk
mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva
yang menyatakan hubungan antara –log [H+ ] atau –log [X- ] atau –log [Ag+ ] atau E
(volt) terhadap volum (Ningsih, 2019).
2.8 Indikator
Indikator merupakan suatu zat yang warna yang berbeda-beda sesuai dengan
kosentrasi ion hidrogen. Indikator pada umumnya berupa suatu asam atau basa
organik lemah dipakai dalam larutan yang sangat encer. Selain itu indikator asambasa
pada umumnya suatu zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau
kekeruhan pada suatu range atau pH tertentu. Ada berbagai indikator yang
mempunyai ionisasi yang berbeda dan mengakibatkan warna pada range pH yang
berbeda. Indikator organic yang sering digunakan adalah methyl orange untuk titrasi
antar asam kuat dengan basa lemah, phenopthaline untuk titrasi basa kuat dengan
asam kuat atau asam lemah. Dalam perhitungan selanjutnya, digunakan persamaan
antara volume dan konsentrasi masing-masing zat yang dititrasi dengan penetrasinya
dan berlaku rumus sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna
yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah.Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada
indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan
dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan
dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga
seminimal mungkin.
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna
indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena
indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang
teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil
merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator
metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati
adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange.
BAB III
METODE PERCOBAAN
Indikator MO
Aquadest
Buret 50 ml
Erlenmeyer 250 ml
Nama Alat Foto
Pipet Volume 10 ml
Bulb
Pipet Tetes
Labu Semprot
Corong
Ditimbang dengan teliti asam oksalat sebanyak 9,9 gram, kemudian dilarutkan
dengan sedikit aquadest di dalam gelas kimia hingga larut sempurna. Larutan asam
oksalat kemudian dilarutkan dalam labu takar 1000 ml dengan aquadest dan
dihimpitkan hingga tanda batas.
BM = 84 g/mol
84
BE = g/mol
2
BE = 42 g/mol
Dibilas buret yang sudah bersih dengan larutan HCl yang akan digunakan
(pastikan seluruh bagian dalam buret telah terbilas dengan larutan HCI). Buret yang
telah dibilas kemudian diisi dengan larutan HCl yang akan dibakukan hingga tanda
batas. Dimasukkan 15 ml larutan baku natrium tetraborat yang telah dibuat ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator MO. Larutan natrium tetraborat
yang telah dipipet ke dalam erlenmeyer, kemudian dititrasi dengan larutan HCl dalam
buret setetes demi setetes sampai terjadi perubahan warna, dari kuning menjadi warna
jingga. Dicatat volume akhir HCl dalam buret dan tentukan konsentrasi HCI,
kemudian ulangi prosedur tersebut secara duplo.
4.2 Perhitungan
15 ml ×0,1 N
HClI =
15, 2 ml
HClI = 0 , 09 8 N
¿
HClII = (V Na 2 B4 O7 ¿ ×(N Na 2 B 4 O7) V HCl
15 ml ×0,1 N
HClII =
16,2 ml
HClII = 0 , 09 2 N
2. Normalitas rata-rata HCl
N 1 HCl+ N 2 HCl
N HClRata-rata =
2
0 , 09 8 N + 0 ,09 2 N
N HClRata-rata =
2
N HClRata-rata = 0 , 09 5 N
3. Kadar sampel (natrium bikarbonat) pada percobaan I dan II
V HCl × N HCl × BE NaHCO 3
%NaHCO3 NI = × 100 %
V HCl
16 ,1 ml × 0 ,09 5 N × 42 g/mol
%NaHCO3 NI = ×100 %
15 ml
%NaHCO3 NI = 4 , 508 %
V HCl × N HCl × BE NaHCO 3
%NaHCO3 NII = × 100 %
V HCl
1 4 ml × 0 , 095 N × 42 g /mol
%NaHCO3 NII = × 100 %
15 ml
%NaHCO3 NII = 3 , 92 %
Dengan demikian, reaksi yang terjadi
NaHCO3 + HCl NaCl + CO2 + H₂O
4.3 Pembahasan
Dalam metode asidimetri, sebuah larutan asam baku digunakan untuk mentitrasi
larutan basa. Dalam eksperimen ini, dilakukan analisis kadar natrium bikarbonat yang
terdapat dalam soda kue. Eksperimen asidimetri ini melibatkan beberapa langkah,
termasuk persiapan larutan baku primer natrium tetraborat 0,1 N, standarisasi konsentrasi
larutan asam klorida, dan akhirnya penentuan kadar natrium bikarbonat dalam soda kue.
4.3.1 Pembakuan konsentrasi larutan asam klorida
Dalam percobaan ini, volume larutan HCl di dalam buret pada percobaan pertama
adalah 15,2 ml, dan pada percobaan kedua adalah 16,2 ml. Normalitas larutan HCl
pada percobaan pertama adalah 0,098 N, sedangkan pada percobaan kedua adalah
0,092 N. Sebagai hasilnya, normalitas rata-rata larutan HCl adalah 0,095 N.
4.3.2 Penentuan natrium bikarbonat dalam soda kue
Gambar 4.8 Memipet larutan soda kue untuk kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
Setelah proses titrasi selesai, volume akhir larutan HCl di dalam buret pada
percobaan pertama adalah 16,1 ml dan pada percobaan kedua adalah 14 ml. Kadar
natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam sampel pada percobaan pertama adalah
4,508%, sedangkan pada percobaan kedua adalah 3,92%. Oleh karena itu, kadar rata-
rata natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam sampel ini adalah 4,21%.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Bassett, J., Denney, R.C., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Alih Bahasa : Bandung
Elviana, D., et all. 2018. “Analisis kualitatif kandungan sulfat dalam aliran air dan air
danau di kawasan jakabaring sport city Palembang”, ALKIMIA : Jurnal Ilmu
Kimia Terapan 2 (2), 1-4 (2018).
Maharani, E., Kimia, P., & Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, F. (2019).
Urgensi Materi Instrumentasi Kimia Bagi Mahasiswa Analis Kesehatan. Jurnal
Pendidikan Sains (JPS), 7(2), 188.
Ningsih, R. D., Natasyah, E., Ananta, S., Fitra, P., Rahmi, N., & Novianty, R. (2019).
Pembelajaran konsep asidimetri dan stoikiometri menggunakan
chemcollective’s virtual chemistry laboratory. Unri Conference Series:
Community Engagement, 1, 527–535.
Underwood. 1981. Analisis Kimia Kuantitif. Erlangga : Jakarta