I. DASAR TEORI
Asidimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan standar.
Alkalimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar.
Analisis anorganik secara kualitatif yaitu proses atau operasi analisis yang digunakan untuk
mengetahui atau mengidentifikasi penyusun-penyusun dari suatu zat dan pengembang-
pengembang metode-metode pemisahan masing-masing penyusun yang terdpat dalam suatu
campuran.
Analisis anorganik kuantitatif yaitu proses analisis untuk menentukan atau mengidentifikasi
banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap penyusun yang terdapat dalam suatu zat atau
senyawa.
Analisis secara volumetric adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menentukan
banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi
secara kwantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya.
Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan standar atau larutan
lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu.
Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya volum larutan
standar dengan hukum ekivalen kimia biasa.
Proses penambahan larutan standar kedalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya sampai
terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi. Sedangkan larutan yang akan ditentukan
normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut saat
titik ekivalen atau titik stokiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik akhir teoritis. Titik
akhir titrasi ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna yang terdapat dalam larutan yang
dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan jelas bila dalam proses titrasi ditmbahkan
sedikmit indikator.
Dalam analisis secara volumetric, reaksi yang terjadi antara zat yang ditentukan dengan larutan
standar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat
yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar atau larutan
pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri.
2. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat
ditambahkan suatu katalisator.
3. Pada saat tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan
yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya.
4. Indikator yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir
titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan. Apabila ternyata tidak
ada indikator yang mampu menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen, amak proses ini dapat
dikerjakan dengan cara :
1. Titrasi netralisasi.
3. Titrasi oksidasi-reduksi.
Proses titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri
merupakan suatu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah
dengan larutan standar asam. Dalam proses ini terjadi penggabungan ion H+ dengan ion OH-
membentuk molekul air. Sedangkan alkalimetri adalah suatu proses titrsi larutan asam bebas atau
larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar biasa.
Dalam perhitungan selanjutnya, digunakan persamaan antara volume dan konsentrasi masing-
masing zat yang dititrasi dengan penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut :
V1 X N1 = V2 X N2
V. PEMBAHASAN
Titrasi asidi-alkalimetri merupakan titrasi asam-basa dan termasuk dalam titrasi netralisasi
(penetralan). Titrasi asidimetri yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal
dari basa lemah dengan menggunakan larutan standar asam. Sedangkan, titrasi alkalimetri yaitu
titrasi terhadap larutan asam bebas atau garam yang berasal dari asam lemah dengan
menggunakan larutan standar basa.
Asidimetri dan alkalimetri yang dilakukan dalam percobaan ini melalui beberapa tahap. Untuk
alkalimetri yaitu pembuatan larutan NaOH dan larutan asam oksalat, kemudian standarisasi
larutan NaOH dengan larutan asam oksalat. Larutan asam oksalat dipakai sebagai larutan standar
karena memiliki kemurnian tinggi, tidak higroskopis dan memiliki berat ekivalen yang cukup
besar, sehinngga tergolong sebagai larutan standar primer. Karena larutan NaOH termasuk basa
kuat sedangkan larutan asam oksalat termasuk asam lemah, Maka, pH saat terjadi titik ekivalen
bersifat basa. Oleh karena itu digunakan indikator fenolftalein, dengan trayek PH antara 8,3-10.
Saat titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH, warna larutan berubah dari merah
menjadi tak berwarna. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan NaOH sebelum
distandarisasi yaitu 0,1009 N, namun setelah distandarisasi, normalitas larutan NaOH yaitu
0,0952 N.
Untuk titrasi asidimetri, tahap-tahap yang dilakukan yaitu pembuatan larutan HCl dan larutan
borat, kemudian standarisasi larutan HCl dengan larutan borat. Larutan borat dipakai sebagai
larutan standar karena memiliki beberapa keuntungan yaitu :
5. Titik akhir titrasi dapat terlihat jelas dengan indikator metil orange, karena indikator ini
tidak dipengaruhi oleh asam borak (H3BO3) yang sangat lemah.
Pada standarisasi larutan HCl dengan larutan borat, karena larutan HCl termasuk asam kuat,
sedangkan larutan borat adalah garam dari basa lemah. Maka, pH saat titik ekivalen terjadi
bersifat asam. Oleh karena itu, indikatot yang dipakai adalah indikator metil orange (MO),
dengan trayek pH antara 3,1 – 4,4. Saat titrasi larutan HCl dengan larutan borat, warna larutan
berubah dari merah menjadi orange. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan
HCl setalah distandarisasi adalah 0,0740 N.
Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan normalitas larutan sampel yaitu larutan H2SO4.
Untuk menentukan normalitas larutan H2SO4, maka larutan H2SO4 dititrasi dengan larutan NaOH
standar, dengan indikator PP. Saat titrasi berlangsung, warna larutan berubah dari tak berwarna
menjadi merah. Dari hasil perhitunggan diperoleh bahwa normalitas larutan sampel (H2SO4)
yaitu 0,0805 N. Dari seluruh perobaan yang dilakukan tersebut, dimungkinkan terjadi beberapa
kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin lebih disebabkan karena ketidak-telitian
waktu pembuatan larutan dan menentukan titik akhir titasi.
VI. KESIMPULAN
A.Dasar Teori
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan b a k u
basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa
d e n g a n menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai
titrasiasam-basa.Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret
yangditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi
reaksisempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang
diperlukanuntuk mencapai titik ekivalen.Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa
ekivalen perekasi-pereaksisama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena
hanya merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan
pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik
akhir titrasim e r u a p a k a n k e a d a a n d i m a n a p e n a m b a h a n s a t u t e t e s z a t
p e n i t r a s i ( t i t r a n ) a k a n menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara di atas termasuk
analisis titrimetriatau volumetrik.Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik l ebih
sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang kata, “titrimetrik” lebih baik,
karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.R e k a s i - r e a k s i k i m a y a n g d a p a t
d i t e r i m a s e b a g a i d a s a r p e n e n t u a n t i t r i m e t r i k asam-basa adalah sebagai berikut :
Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya
adalah :HA + OH-→A-+ H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah
:BOH + H+→ B++ H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam b a s a
a d a l a h r e a k s i p e n e t r a l a n , y a k n i : H + + OH-→ H2O d a n t e r d i r i d a r i
b e b e r a p a kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan
basalemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.Khusus reaksi antara
asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik
ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembalisehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati.
Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti
NaOH dan HCl.
B.Data Pengamatan
1.Standardisasi larutan HCl dengan larutan standar primer boraks
s e c a r a Asidimetri
Berat zat standar primer boraks (Na 2B4O7.10H2O) ditimbang dengan telitiseberat 0,2 gram,
dilarutkan dengan H2O dalam volumetrickflash sebanyak 50 mL.sehingga diperoleh konsentrasi sebesar
0,01 M atau 0,02 N NoVolume titran(Na2B4O7) Normalitastitran (Na2B4O7)Skala buretVolumererata
titrat(HCl)a w a l a k h i r 1 1 0
m L 0 , 0 2
N 0 , 0 3 , 2 4
, 0
m L 2 1 0
m L 3 ,
2 6 , 3
3 1 0
m L 6 ,
3 1 0 ,
1
2.Menetapkan kadar NH
3
dalam NH
4
Cl dengan larutan HCl standart secara Asidimetri
Berat titrat (NH
4
Cl) ditimbang dengan teliti seberat 0,26 gram, dilarutkan dalam volumetrickflash sebanyak 50
mL. NoVolume titrat(NH
4
Cl) Normalitastitran (HCl)Skala buretVolumererata
titran(HCl)a w a l a k h i r 1 1 0
m L 0 , 0 2
N 1 0 , 1 2 1 . 4
8 , 5
m L 2 1 0
m L 2 1 .
4 2 8 . 6
3 1 0
m L 2 8 .
6 3 5 , 7
TUJUAN
Mahasiswa dapat membuat larutan HCl 0,1 N
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N
Mahasiswa dapat membuat larutan NaOH 0,1 N
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Mahasiswa dapat melakukan standarisasi cuplikan (sampel)
DASAR TEORI
Asidimetri : Analisis (volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan asam sebagai larutan
Standart.
Alkalimetri : Analisis (volumetri) yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan asam sebagai
larutan standart.
Analisis anorganik secara kuantitatif yaitu proses atau operasi analisis hanya digunakan untuk
mengetahui atau mengidentifikasi penyusun-penyusun dari suatu zat dan pengembang-
pengembang metoda-metoda pemisahan masing-masing penyusun yang terdapat dalam suatu
campuran. Analisis anorganik secara kuantitatif yaitu proses analisis untuk menentukan atau
mengidentifikasi banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap penyusun yang terdapat
suatu zat atau persenyawaan.
Analisis secara Volumetri adalah analisis kimia kuantitatif utuk menentukan banyaknya volume
suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan/zat yang akan kita tentukan konsentrasinya.
Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti disebut Larutan Standart, larutan
standart ini tiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu. Banyaknya zat yang akan
ditentukan konsentrasinya dapat dihitung dari banyaknya volume standart dengan hukum
ekivalen biasa.
Proses penambahan larutan standart ke dalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya
sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut Titrasi. Sedang larutan yang akan ditentukan
normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana terjadi reaksi yang sempurna tercapai
disebut saat Titik Ekivalen atau titik Stoikiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik
akhir teoritis. Titik akhir titrasi ini dapat dilihat denga adanya perubahan warna yang terdapat
dalam larutan yang dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan lebih jelas bila dalam
proses titrasi ditambahkan sedikit indicator.
V1 x N1 = V2 x N2
Dimana,
V1 : Volume zat penetrasi/standar (ml)
N1 : Normalitas zat penetrasi/standar (gram ekivalen/liter)
V2 : Volume zat yang dititrasi/dicari N nya (ml)
N2 : Normalitas zat yang dititrasi/dicari N nya (gram ekivalen/liter)
Sedangkan reaksi-reaksi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi akan dibahas tersendiri
dalam praktikum yang menggunakan zat kimia bersifat oksidator/reduktor seperti Iodometri dan
Iodimetri.
BAHAN :
NaOH Kristal 5. Natrium Borat kristal
HCl pekat 6. Indikator MO dan PP
H2SO4 pekat 7. Aquadest
Asam oksalat
CARA KERJA
1. Membuat larutan NaOH 0,1 N
NaOH sebanyak 1,091 ditimbang dengan gelas arloji (sesuai dengan perhitungan).
NaOH tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, kemudian ditandabataskan.
Disimpan di dalam botol dan ditutup rapat-rapa.
DATA PENGAMATAN
҉ Pembuatan NaOH 0,1 N
BM NaOH : 40,0 g/mol
Berat NaOH : ± 1,091 gram
Volume NaOH : 250 ml
҉ Standarisasi Normalitas lautan NaOH dengan garam asam oksalat ( H2C2O4 )
Massa oksalat : 0,632 gram
BM oksalat : 126,07 gram/mol
Volume pengenceran : 100 ml
NO. Volume Oksalat Indikator Volume NaOH Perubahan warna
1. 25 ml PP 3 tetes 24 merah mudaml Jernih
2. 25 ml PP 3 tetes 23,6 merah mudaml Jernih
3. 25 ml PP 3 tetes 24 merah mudaml Jernih
PERHITUNGAN
Ѽ Pembuatan NaOH 0,1 N
Massa NaOH yang ditimbang = 1,047 gram
N NaOH=(Massa NaOH)/(BE NaOH) x 1000/(V (ml))
Massa NaOH = N NaOH x BE NaOH x V (ml) : 1000
=(0,1 N)x (40 gr/mol)/1 x (250 ml)/(1000 ml)
= 1 gram
Ѽ Penentuan normalitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat.
₰ Normalitas asam oksalat
Massa asam oksalat = 0,632 gram
BM asam oksalat = 126,07 gr/mol
Volume asam oksalat = 100 ml
Maka,
N C2H2O4.H2O=(M C2H2O4.H2O)/(BE C2H2O4.H2O) x 1000/(V (ml))
N C2H2O4.H2O=(0,632 gram)/(126,07/2) x 1000/100
= 0,1003 N
₰ Volume NaOH
V rata NaOH=( 24 +23,6 + 24 )ml/3
= 23,87 ml
Normalitas NaOH
V NaOH x N NaOH = V Oksalat x N Oksalat
N NaOH = (V Oksalat x N Oksalat)/(V NaOH)
N NaOH = ((25 ml)(0,1003))/(23,87 ml)
= 0,105 N
Ѽ Pembuatan larutan HCl 0,1 N
Volume HCl yang harus diambil : ± 0,83 ml
BM HCl pekat : 36,5 g/mol
BD HCl pekat : 1,19 gr/ml
Prosen HCl pekat : 37 %
Volume pengenceran : 100 ml
x=(N x V x M)/(10n x K x L)
K=(N x V x m)/(10n x L x X)
PEMBAHASAN
Percobaan ini, praktikan bertujuan untuk dapat membuat larutan HCl 0,1 N, dapat melakukan
standarisasi larutan HCl 0,1 N, dapat membuat larutan NaOH 0,1 N, dapat melakukan
standarisasi larutan NaOH 0,1 N, dan dapat melakukan standarisasi cuplikan (sampel).
Penggunaan larutan NaOH dan HCl sendiri didasarkan pada pengertian asidimitri dan alkalimetri
itu sendiri. Asidimetri yaitu analisis secara volumetric dengan larutan standar basa. Pada
percobaan ini HCl distandarisasi dengan Na-Borat. Sedangkan alkalimetri yaitu analisis secara
volumetric dengan larutan standar asam. Pada percobaan ini, NaOH distandarisasi menggunakan
asam oksalat.
Tujuan dari standarisasi adalah menentukan konsentrasi larutan setepat mungkin, sebab belum
tentu dalam pembuatan HCl dan NaOH didapat normalitas 0,1 N,bisa kurang bisa lebih. Pada
pembuatan larutan asam oksalat 0,1 N diperoleh perhitungan 0,1003 N sebab pada saat
penimbangan padatannya tidak diperoleh tepat 0,63 gr, tetapi 0,632 gr. Begitu juga pada
pembuatan Na-Borat, penimbangannya 1,903 gr seharusnya 1,906 gr, sehingga diperoleh
normalitas sebesar 0,0998 N.
Percobaan pertama yaitu membuat larutan NaOH 0,1 N. NaOH adalah basa kuat yang dapat larut
dalam air, dan biasanya digunakan untuk pembuatan larutan alkali standar, selain itu harganya
juga murah. Tetapi NaOH harus di standarisasai terlebih dahulu karena tidak satupun dari
hidroksida padat ini dapat diperoleh murni, sehingga suatu larutan standar tidak dapat dibuat
dengan melarutkan suatu bobot yang diketahui dalam volume air tertentu. NaOH sangat
higroskopis dan selalu terdapat sejumlah tertentu alkali karbonat dan air.
Pada percobaan ini, NaOH distandarisasi dengan asam oksalat karena agar lebih stabil dengan
adanya 2 valensi pada asam oksalat. Dan untuk mengindikasi adanya perubahan pH maka
digunakan indicator PP. Dengan adanya indicator PP, maka dapat diketahui titik ekivalen dengan
berubahnya warna larutan dari bening menjadi merah muda. Dari hasil percobaan diketahui
bahwa volume NaOH untuk titrasi adalah 23,87 ml sehingga normalitas NaOH hasil standarisasi
yaitu 0,105 N.
Reaksi yang terjadi :
NaOH + (COOH)2 (COONa)2 + 2H2O
Reaksi indicator dengan titrant :
NaOH + In- NaIn- + OH-
Untuk pembuatan larutan HCL 0,1 N dari HCL 37% dalam 100 ml harus diambil ± 0,83 ml.
Standarisasi HCl dengan Na-Borat menggunakan indicator MO (Metil Orange). Titrasi
dihentikan setelah terjadi perubahan warna dari kuning menjadi orange. Terjadinya perubahan
warna merupakan akibat reaksi yang menunjukkan perbedaan pH. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut :
Na2B4O7 + 5 H2O + 2 HCl 2 NaCl + 4 H3BO3
Reaksi indicator dengan titrant :
HCl + In-
Percobaan kedua yaitu menentukan normaitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam
oksalat.Pertama,dilakukan terlebih dahulu pengenceran asam oksalat 0,63 gram ke dalam
erlenmeyer 100 ml.Setelah dilakukak pengenceran,selanjutnya dilakukan titrasi dengan maksud
mencari titik ekivalen atau titik akhir titrasi guna standarisasi normalitas larutan NaOH dengan
asam oksalat.titik ekivalen atau titik akhir titrasi selesai dilakukan saat terjadi perubahan
warna.Untuk mengetahui adanya perubahan warna,digunakan indicator PP yang dicampur pada
larutan oksalat.Saat dititrasi,larutan oksalat berwarna jernih dan setelah dititrasi dengan
NaOH,ternyata terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang menghabiskan volume
NaOH sebanyak 24,7 ml. Setelah diperoleh beberapa data,didapat nilai normalitas oksalat
sebesar 0,0999 N.
Percobaan selanjutnya yaitu membuat larutan HCl 0,1 N.dimana akan dibuat larutan HCl 0,1 N
sebanyak 100 ml.Metode yang digunakan sama seperti yang sebelumnya yaitu dengan
pengenceran.Hanya saja pada percobaan yang ketiga ini harus menentukan seberapa banyak
volume HCl pekat yang diperlukan.Untuk melakukan perhitungan,terlebih dahulu dicari data-
data seperti volume HCl yang diambil,berat molekul HCl pekat,massa jenis HCl pekat ,serta
prosen HCl pekat nya.Setelah diperoleh data tersebut,didapat hasil bahwa diperlukan HCl
sebanyak 1,227 ml.
Kemudian dilanjutkan dengan percobaan yang ke empat yaitu Standarisasi larutan HCl dengan
larutan Na2B4O7.Dari percobaan diperoleh data massa Borat sebanyak 1,906 gram dan berat
jenis Borat sebesar 381,37 gr/mol.Setelah dititrasi,diperoleh perubahan warna dari merah muda
menjadi kuning.Percobaan yang terakhir yaitu penentuan larutan sampel 25% yang diambil 5ml
dan diencerkan menjadi 250 ml diambil 10 ml untuk sampelnya dan setelah dilakukan titrasi
ternyata dihabiskan volume NaOH rata sebanyak 12,05 ml.
KESIMPULAN
1.Pembuatan larutan NaOH dan HCl 0,1 N dapat dilakukan dengan pengenceran.
2.Pembuatan NaOH 0,1 N diperlukan massa NaOH seberat 1 gram.
3.Penentuan normalitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat diperlukan volume sebanyak
24,7 ml.
4.Normalitas HCl sebesar 0,0811 N
BAB 4
TITRASI ASIDIMETRI-ALKALIMETRI
(TITRASI ASAM-BASA)
Pengertian
Titrasi asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam dan
basa. Reaksi yang dibahas mengenai reaksi dengan asam dan/atau basa, diantaranya:
Asam adalah zat yang terdissosiasi dalam air membentuk ion hidrogen (H+) sedangkan basa adalah zat
yang terdissosiasi dalam air membentuk ion hidroksida (OH-).
Contoh :
HCl dalam air akan membentuk ion H+ dan Cl-, oleh karena itu HCl merupakan suatu asam.
HCl H+ + Cl-
NaOH dalam air akan membentuk ion Na+ dan OH-, oleh karena itu NaOH
merupakan suatu basa.
NaOH Na+ + OH-
Asam merupakan zat yang cendrung memberikan sebuah proton (H+), sedangkan basa adalah zat yang
cendrung menerima sebuah proton (H+).
Contoh : asam asetat (CH3COOH), cendrung untuk melepaskan proton (H+) yang ada pada gugus
karboksilatnya, dimana :
Asam adalah zat yang menerima sepasang elektron, atau dikenal juga dengan akseptor elektron,
sedangkan basa adalah zat yang memberikan sepasang elektron, atau dikenal juga dengan donor
elektron.
Contoh :
Asam dan basa yang dapat melepaskan satu ion H+ atau OH- (dikenal juga dengan ionisasi primer).
Contoh :
Asam dan basa yang dapat melepaskan dua ion H+ atau OH- (dikenal juga dengan ionisasi sekunder).
Contoh :
Asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau lebih ion H+ atau OH- (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
Contoh :
Asam/basa kuat :
Contoh :
HCl merupakan suatu asam kuat, sebab hampir semua molekul HCl akan terdissosiasi menjadi ion H+ dan
Cl-.
>90%
Sementara itu CH3COOH merupakan suatu asam lemah, sebab hanya sebagian dari molekul CH3COOH
yang terdissosiasi menjadi ion H+ dan CH3COO-.
+ 1,3%
Suatu asam akan terdissosiasi membentuk suatu basa konjugasi. Semakin kuat suatu asam, maka akan
basa konjugasi yang terbentuk akan semakin lemah.
Demikian pula sebaliknya, semakin kuat suatu basa, makin lemah asam konjugasi yang terbentuk dan
semakin lemah suatu basa, maka akan semakin kuat asam konjugasi yang terbentuk.
Contoh :
(basa lemah)
(basa kuat)
NaOH Na+ + OH-
(asam lemah)
(asam kuat)
Kemampuan Ionisasinya :
Asam :
Untuk asam poliprotik (dapat terionisasi beberapa kali), maka ionisasi pertama dapat berlangsung lebih
mudah dibandingkan ionisasi kedua maupun ketiga, sedangkan ionisasi kedua lebih mudah dari ionisasi
ketiga. Semakin mudah suatu asam terionisasi maka semakin kuat asam tersebut. Karena itu asam
dengan ionisasi pertama lenih kuat dibandingkan asam dengan ionisasi kedua maupun ketiga
Contoh :
Contoh :
Bilangan oksidasi S pada H2SO4 = +6, sedangkanbilangan oksidasi S pada H2SO3 = +4, maka kekuatan
asamnya :
Basa :
semakin besar ukuran ion positifnya, maka kekuatan basa akan semakin besar.
Semakin kecil muatan ion positinya kekuatan basanya akan semakin besar.
Contohnya :
Ion positif K+ lebih besar ukurannya dari ion Na+, akibatnya basa KOH lebih kuat dari NaOH
Ukuran ion Na+ lebih kecil daripada ion Mg+2, akibatnya basa NaOH lebih kuat daripada basa Mg(OH)2.
HCl > 90 %
HBr > 90 %
HI > 90 %
HNO3 > 90 %
H2SO4 > 60 %
Asam Lemah
H3PO4 27
H2SO3 20
HNO2 1,5
CH3COOH 1,3
H2CO3 0,2
Basa Kuat
NaOH > 90 %
KOH > 90 %
Ca(OH)2 100 %
Mg(OH)2 100 %
Basa Lemah
NH3 1,3 (pada 18oC)
DISSOSIASI AIR
Air mengalami ionisasi membentuk ion H3O+ dan OH-. Karena itu air dapat bertindak sebagai
asam atau basa. Persamaan reaksi kesetimbangan asam-basa pada air adalah :
Asam 1 dan basa 2 merupakan suatu pasangan asam-basa konjugasi, demikian juga halnya basa 1 dan
asam 2. Basa 2 merupakan basa konjugasi dari asam 1 sedangkan asam 2 merupakan asam konjugasi
dari basa 1.
Jadi :
Asam yang terbentuk akibat masuknya suatu proton ke dalam suatu basa.
Jadi dalam hal ini terjadi serah terima proton dari satu molekul H2O ke molekul H2O yang lain.
KC [H2O] = [H3O+][OH-]
Kw = [H3O+][OH-]
Akibatnya :
Kw = [H3O+][OH-]
= 1,0 x 10-14
pKw = - log Kw
= 14
Dari nilai [H3O+] dan [OH-] ini kita dapat menentukan apakah suatu larutan bersifat asam, basa atau
netral.
Selain itu keasaman suatu larutan bisa dinyatakan dalam skala pH,
Dimana :
[H3O+] = 10-pH
Indikator Asam-Basa
Indikator asam-basa digunakan untuk mengatahui apakah suatu larutan asam, basa atau netral.
Indikator asam basa merupakan zat yang dapat mengalami perubahan warna dalam suatu rentang pH
yang spesifik.
Asam Kuat :
[H+] = a. M
Basa Kuat :
[OH-] = b. M
Dimana b = valensi basa
Kw = [H3O+][OH-]
pKw = pH + pOH
pH + pOH = 14
pH = 14 + log [OH-]
pH larutan asam lemah sangat tergantung dari nilai Ka ini, dimana dapat didefinisikan :
sehingga :
pH = - ½ (log Ka + log c)
sehingga :
pH = 14 + ½ (log Kb + log c)
Hubungan Ka dan Kb
Dimana : Ka Kb = [H3O+][OH-]
= Kw = 10-14
maka :
= pKw = 14
LARUTAN BUFFER
Larutan buffer :
Larutan yang mampu mempertahankan pH meskipun pada larutan tersebut ditambahkan sedikit asam
maupun basa.
Larutan buffer merupakan campuran dari : Suatu asam lemah dengan basa konjugasinya (garamnya)
atau Suatu basa lemah dengan asam konjugasinya (garamnya)
Contoh :
Suatu buffer dapat mempertahankan pH dengan cara menetralisir asam atau basa yang ditambahkan
pada larutan. Jika larutan buffer ditambah sedikit asam, maka asam yang ditambahkan akan bereaksi
dengan basa konjugasi dari asam lemah yang terdapat dalam larutan buffer.
Contoh :
Buffer asetat + larutan HCl, maka akan berlangsung reaksi netralisasi sbb:
basa konjugasi
dari buffer
Jika larutan buffer ditambah sedikit basa, maka basa yang ditambahkan akan bereaksi dengan asam
lemah yang terdapat dalam larutan buffer.
Contoh :
asam lemah
dari buffer
pH Larutan Buffer
Jadi perbandingan konsentrasi dari asam lemah dan garamnya sangat menentukan pH dari larutan
buffer.
Proses pengenceran tidak akan mempengaruhi pH larutan buffer, sebab dengan pengenceran, baik
konsentrasi garam maupun asam akan berubah secara bersamaan, sehingga perbandingan
konsentrasinya akan tetap.
Kurva Titrasi
Kurva titrasi dapat diperoleh dengan menghitung pH larutan selama titrasi berlangsung. Untuk itu
dibedakan empat daerah titrasi:
1. titik awal titrasi, yakni sebelum titrasi dimulai, jadi pH yang diukur adalah pH titrat.
2. Daerah sebelum titik ekivalen, pH yang diukur adalah pH larutan campuran antara titrat dan titran
3. Daerah saat titik ekivalen, saat jumlah mol titrat tepat habis bereaksi dengan jumlah mol titran
4. Daerah setelah titik ekivalen, pH yang diukur adalah pH larutan campuran antara titrat dan titran.
4. setelah titik ekivalen (volume NaOH lebih dari 20ml misal 22ml), larutan berisi garam dan sisa basa kuat,
jadi pH dihitung berdasarkan pH larutan sisa basa kuat.
2. sebelum titik ekivalen (volume NaOH kurang dari 20ml misal 5ml), larutan berisi garam dan sisa asam
kuat, sehingga pH larutan dihitung berdasarkan pH larutan sisa asam kuat.
pH=4,523
3. saat titik ekivalen, pH larutan dihitung berdasar hidrolisis
4. setelah titik ekivalen (volume NaOH lebih dari 20ml misal 22ml), larutan berisi garam dan sisa basa kuat,
jadi pH dihitung berdasarkan pH larutan sisa basa kuat.
Latihan Soal
1. Jika dilakukan titrasi asam lemah oleh basa kuat, ada beberapa indikator yang disiapkan, yaitu jingga
metil, biru bromtimol dan fenolftalein. Indikator mana yang paling tepat digunakan, sertakan alasannya.
2. Larutan HCl 0,0900M sebanyak 40,00ml diencerkan menjadi 100ml dengan air dan dititrasi dengan NaOH
0,1000M. Hitunglah pH setelah penambahan titran (dalam mililiter) sebagai berikut:
Keasaman atau kebasaan suatu larutan merupakan factor yang penting dalam reaksi-reaksi kimia
Kesetimbangan asam basa pun sangat penting dalam pemahaman titrasi asam basa. Ada
beberapa teori asam basa yang digunkan dalam penjelasan mengenai suasana asam dan basa dari
suatu zat (Christian,1994).
Teori asam basa Arrhenius emperkenalkan istilah asam sebagai zat-zat yang terionisasi (secara
parsial atau sempurna) dalam air untuk memberikan ion hydrogen (hidronium), sedangkan suatu
basa terionisasi dalam air menghasilkan ion hidroksil. Teori Arrhenius ini hanya berlaku dalam
keadaan air yang digunakan sebagai pelarut (Christian,1994).
Teori asam basa berikutnya adalah Teori Brownsted-Lowry. Teori menyatakan bahwa asam
adalah semua zat yang dapat memberikan atau mendonorkan proton, sedangkan basa adalah
semua zat yang dapat menerima proton. Jadi, dapat dituliskan sebagai setengah reaksi :
Asam = H+ +Basa
Asam dan basa dari setengah reaksi disebut pasangan konjugat. Proton-proton bebas tidak
terdapat dalam larutan, dan pasti ada penerima proton (basa) sebelum pendonor proton (asam)
menghasilkan protonnya. Selain itu, ada teori Lewis yang menyatakan bahwa asam adlah zat
yang menerima pasangan electron dan basa adalah zat yang mendaonorkan pasangan electron.
teori Lewis ini membuktikan bahwa tidak hanya ion H+ yang menyatakan keberadaan suatu
asam atau OH- untuk basa (Christian,1994).
Reaksi yang paling penting antara asam dan basa disebut reaksi netralisasi. Dalam larutan air,
netralisasi yang terjadi antara suatu asam kuat dan basa kuat akan menghasilkan hasil akhir
persamaan ion sebgai berikut :
H3O+(aq) + OH- –> 2H2O
atau bila digunakan H+ sebagai singkatan ino H3O+
H+(aq) + HCl(aq) –> NaCl(aq) + H2O
akan didapat suatu kesimpulan bahwa hasil akhir reaksi netralisasi dalam larutan adalah suatu
garam dan air (Brady,1999).
Titrasi asam basa mencakup dua metode titrasi, yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri
adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan
alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam
(Rifai,2008).
Larutan baku adalah suatu larutan yang konsentrsinya diketahui dengantepat, dapat digunakn
untuk menetapkan kadar suatu larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya. Larutan baku
dapat dibedakan dalam larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer
mengandung zat padat murni yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, dapat digunakan untuk
menetapkan konsentrasi larutan lain ayng belum diketahui. Larutan baku sekunder adalah larutan
suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karean berasal dari zat yang
tidak pernah murni (bersifat higroskopis atau sangat mudah bereaksi dengan udara).
Karakteristik dari larutan baku primer adalah harus tersedia dengan mudah dalam bentuk murni,
zatharus stabil, tidak boleh higroskopis, dan memiliki massa molekul atau berat molekul yang
cukup besar. Karakteristik dari larutan baku sekunder adalah kebalikan dari larutan baku primer.
Oleh sebab itu, sebelum digunakan, larutan baku sekunder harus dibakukan atau distandardisasi
dengan larutan baku primer (Suhana,2002)
Reference :
Brady, J.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur.Edisi Kelima.Jilid I.Binarupa
Aksara.Jakarta
Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry.John Wiley & Sons. New York.
Rifai,A.2008.Asidimetri dan Alkalimetri.
http://arifbio.multiply.com.journal/item/7?&item_id=7&view:respires:threaded
Suhana, N.2002.Larutan Baku Primer dan Sekunder. http://www.geocitis.com/nana_suhana2002/
Categories
o Materi Kuliah
o Materi Praktikum
PRAKTIKUM ALKALIMETRI
TUJUAN
Praktikan mampu menetapkan kadar CH3COOH (asam asetat) dan asam cuka (HCl) menggunakan
prinsip reaksi asam-basa.
DASAR TEORI
Titrasi asam – basa adalah titrasi dimana reaksi antara titrat dan titranya merupakan reaksi asam –
basa. Alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa yang bersifat asam
dengan menggunakan standar senyawa basa. Reaksi antara senyawa asam dan basa pada dasarnya
adalah reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara donor proton (asam) dengan resipien/aseptor proton
(basa). Jika asam dan salah satu lemah maka garam akan terhidrolisa dan larutan sedikit asam/basa.
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia analisa kuantitatif yang didasarkan pada prinsip
titrasi asam-basa. Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan
secara analisa volumetri. Titik akhir dari titrasi ini mudah dilihat dengan penambahan indikator yang
sesuai. Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar asam Cuka (CH3COOH) dengan titrasi Asidi-
Alkalimetri. Sampai pH asam cuka berubah menjadi larutan basa, untuk ditentukan kadarnya.
Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi
penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang
terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam
standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa
lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion
hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu
dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan
yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan
volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-
120oC).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang
kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus
dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan
bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh
karbondioksida.Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam
klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer.
Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang
kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer
(Basset, J, 1994).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana
reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi,
lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan,yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang
dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau
lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Basset,
J, 1994).
Selama proses titrasi asam – basa, pH larutan terus menerus berubah dengan aturan yang khas. pH
tersebut akan berubah secara drastis pada saat volume titran mendekati titik ekivalen.
Karakteristik dari kurva ini sangat penting, karena menentukan pemilihan indicator yang sesuai
(paling mendekati titik ekivalen) untuk meminimalkan kesalahan titrasi. Indicator adalah zat yang
berubah warnanya atau membentuk fluorescent pada suatu trayek pH tertentu. Perubahan ini terjadi
karena karena adanya perubahan struktrur dari indicator tersebut.
Gambar diatas adalah contoh titrasi alkalimetri, terlihat bahwa pH naik perlahan terhadap
penambahan NaOH. Pada saat mendekati titik ekivalen, pH menaik secara drastis. Berdasarkan hal
tersebut, maka indikator yang sesuai adalah phenol phtalein yang bekerja pada trayek pH 8,3 -10.
Phenol phtalein merupakan bentuk asam lemah yang lain. Asam lemah tidak berwarna dan ion-nya
berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan
ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida
menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya -
mengubah indikator menjadi ungu.
Selain dengan menggunakan indikator, titik ekivalen dapat dicari dengan bantuan pH meter. Kurva
titrasi diperoleh dengan memplotkan data jumlah titran yang ditambahkan versus pH larutan. Titik
ekivalen jelas terlihat dengan menggunakan perhitungan turunan kedua, dimana titik ekivalen
merupakan perpotongan antara garis mendatar (volume titran).
PROSEDUR KERJA
Alat dan Bahan yang Dipergunakan
Neraca analitik
Gelas arloji 1 buah
Pipet gondok 10 ml 1 buah
Buret 25 ml 1 buah
Statif dan klem 1 buah
Corong gelas 2 buah (besar dan kecil)
Labu ukur 3 buah (50 ml, 100 ml, 250 ml)
Propipet 1 buah
Beker glass 200ml 1 buah
Pengaduk kaca 1 buah
Pipet tetes 1 buah
Botol semprot 1 buah
Erlenmeyer 250 ml 2 buah
Aquades secukupnya
Sampel CH3COOH (asam asetat)
Sampel H2C2O4.2H2O (asam oksalat)
Sampel asam cuka
Sampel NaOH (natrium hidroksida)
Indicator PP (phenol phtalein)
Prosedur kerja
Standarisasi larutan NaOH
Semua alat yang akan di gunakan harus dibersihkan terlebih dahulu
Membuat larutan NaOH 0,1 N yang mana di fungsikan untuk bahan titrasi
Adapun cara membuat larutan NaOH 0,1 N dengan cara : menimbang 1 gr NaOH dan larutkan dengan
aquades dalam beker glas (diaduk-aduk sampai homogeny). Larutan kemudian dimasukan ke dalam
labu ukur 250ml, tambahkan aquades sampai batas dan dikocok sampai homogen.
Larutan NaOH 0,1 N tersebut dimasukan ke dalam buret 25 ml sampai titik nol.
Menimbang 0,315 gr asam oksalat (H2C2O4.H2O).
Asam oksalat dimasukkan ke dalam gelas beker, tambahkan aquades dan diaduk sampai homogen,
pindahkan ke dalam labu ukur 50 ml dan tambahkan aquades sampai batas lalu di kocok supaya
homogen.
Memipet sebanyak 10 ml larutan asam oksalat, masukan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan indicator
pp 3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi peerubahan warna.
Mengulangi langkah 7 sebanyak 3 kali
Mencatat informasi yang di dapat.
Penetapan kadar asam asetat dan cuka makan
Memipet sampel Asam asetat dan cuka makan sebanyak 10 ml
Diencerkan dengan penambahhan aquades,di dalam labu ukur 100ml sampai batas.
Kocok sampai homogen.
Memipet larutan sebanyak 10 ml dan tabahkan 3 tetes indicator pp di dalam Erlenmeyer.
Titrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna.
Mengulang langkah ke 4 sebanyak 3 kali
Mencatat volume NaOH dan informasi lain yang diperoleh.
PERMANGANOMETRI
Home
kimia dasar
kimia analisis
Instrumen
senyawa obat
Kontak
Subscribe
search...
Titrasi Permanganometri
in kimia analisis, titrasi / by S Hamdani /
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak
mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1
N permanganate memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa
dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakanuntuk mengindikasi kelebihan reagen
tersebut. Kelemahannya adalah dalam medium HCL. Cl-dapat teroksidasi, demikian juga
larutannya, memiliki kestabilan yang terbatas.
Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi dalam
larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:
MnO
-
+ 8H+ + 5e ? Mn+ + 4H
O E° = +1,51 V
Permanganate bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi ini,
namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk
mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganate adalah agen unsure pengoksidasi yang
cukup kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO
, titik akhir permanganate tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:
Mn+ + 2MnO
-
+ 2H
O ? 5MnO
(s) + 4H+
Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral. Kelebihan
sedikit dari permanganate yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan
terjadinya pengendapan sejumlah MnO
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganate. Mangan
oksida mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MnO
yang semula ada dalam permanganate, atau berbentuk akibat reaksi antara permanganate dengan
jejak-jejak dari agen-agen pereduksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan-
tindakan ini biasanya berupa larutan Kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan
substansi-substansi yang dapat direduksi, dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang
disinter (filter-filter non pereduksi) untuk menghilangkan MnO
. Biasanya sebelum disaring dipanaskan terlebih dahulu selama 15-30 menit, jika tidak
dipanaskan, sebagai alternative larutan didiamkan dalam suhu ruang selama 2-3 hari. Larutan
tersebut kemudian distandardisasi, dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan,
konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan. Larutan kalium permanganate
harus disimpan dalam tempat yang bersih, berbahan kaca dengan warna gelap yang sebelumnya
telah dibersihkan dengan larutan pembersih kemudian dibilas dengan deionised water.
Larutan-larutan permanganate yang bersifat asam tidak stabil karena asam permanganate
terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:
MnO
-
+ 4H+ ? 5MnO
(s) + 3O
(g) + 2H
Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan.
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO
. Namun demikian, jangan pernah menambahkan permanganate berlebih ke dalam sebuah unsure
reduksi dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nantinya
muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah.
Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na
C
O
merupakan standar primer yang baik untukpermanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat
diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non higroskopis.
Reaksinya dengan permanganate agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada suhu ruangan,
sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60°C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi
reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya eningkat ketika ion mangan (II) terbentuk.
Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena katalisnya
diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan
cara bereaksi dengan cepat dengan permanganate untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi
menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali
ke kondisi divalent.
- + 2MnO
-
+ 16H+ ? 2Mn+ + 10CO
+ 8H
, Ca dan banyak senyawa lain. Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan
oleh McBride, yang mengharuskan seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang kuat.
Belakangan, Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar hampir
semua permanganate ditambahkan secara tepat ke larutan yang diasamkan pada suhu ruangan.
Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut dipanaskan sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada
suhu ini. Prosedur ini mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oelh pembentukan
hydrogen peroksida.
Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai standar primer. Unsur
ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang diproduksi selama proses pelarutan
direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganate berjalan lambat pada
suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan lebih cepat.
Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion klorida, ion yang
belakangan disebut ini teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak
ditemukan dalam oksidasi dari As
ataupun Na
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut larutan “pencegah”,
atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam larutan asam klorida dari besi
sebelum dititrasi dengan permanganate. Asam fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi
(III)dengan membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai selesai,
dan juga menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam media klorida.
Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.
Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah salah satu aplikasi terpenting dari titrasi-titrasi
permanganate. Asam terbaik untuk melerutkan bijih-bijh besi adalah asm klorida, dan Timah (II)
klorida sering ditambahkan untuk membantu proses pelarutan. Sebelum titrasi dengan
permanganate setiap besi (III) harus direduksi menjadi besi (II). Timah (II) klorida biasanya
dipergunakan untuk mereduksi besi dalam sampel-sampel yang telah dilarutkan dalam asam
klorida. Larutan pencegah Zimmermann-Reinhardt lalu ditambahkan jika titrasi akan dilakukan
dengan permanganate.
Banyak agen pereduksi selain besi (II) dapat ditentukan melalui titrasi langsung dengan
permanganate dalam larutan asam. Diantaranya adalah: Antimon (III) , Arsenik (III), Bromin,
Titanium (III), Tungsten (III), Uranium (IV), Vanadium (IV).
dapat pula dipergunakan secara tidak langsung dalam penentuan agen-agen pengoksidasi,
khususnya oksida-oksida yang lebih tinggi dari metal-metal seperti timbale dan mangan. Oksida-
oksida semacam ini sulit untuk dilarutkan dalam asam-asam atau basa-basa tanpa mereduksi
metal ke kondisi oksidasi yang lebih rendah. Adalah tidak praktis untuk mentitrasi substansi-
substansi ini secara langsung, karena reaksi dari zat padat dengan suatu agen pereduksi adalah
lambat. Maka sampel direaksikan dengan suatu agen pereduksi berlebih dan dipanaskan untuk
menyelesaikan reasi. Kemudian kelebihan agen pereduksi ini dititrasi dengan permanganate
standar. Beragam agen reduksi dapat dipergunakan, seperti As
dan Na
Farmasi UNISBA
Laporan Permanganometri
E1A078002
PENDAHULUAN
oksidator kuat sebagi titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks.
Analisa permanganometri ini merupakan salah satu dari banyak metode analisis kuantitatif
lainnya, sehingga penggunaan analisa ini cukup erat hubungannya dengan disiplin ilmu
keteknikkimiaan.
Percobaan ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip umum mengenai permenganometri yang
didapat dikuliah, sehingga praktek yang sebenarnya sangat membantu pemahaman mahasiswa.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini dapat
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi dilakukan
dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya.
Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau
MnO4- + 3e → MnO42-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena
alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah
yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air,
lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai
mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu menyaring
larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi
ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis
untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat
berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam
penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang
cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
MNO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara
permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada
menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau
distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-
titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi menjadi besi (II).
Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan timah (II) klorida.
Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi dengan
timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam larutan panas
URAIAN BAHAN
RM = KMnO4
BM = 158,03
Pemerian = Hablur mengkilap, ungu tua /hampir hitam, tidak berbau, rasa manis /sepat.
Kelarutan = Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam air mendidih .
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
2. Aquadest ( FI III,96 )
Nama resmi = AQUADESTILLATA
Nama lain = Air suling
RM = H2O
BM = 18,02
Pemerian = Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan = Larut dalam etanol dan gliserol
Kegunaan = Sebagai pelarut
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
f. Menentukan Nitrit
Prinsip praktikum ini yaitu berdasarkan titrasi redoks (reduksi-oksidasi), yaitu titrasi yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Permanganometri
permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi
antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari
seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi
seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang
tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-
ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan
disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya
ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam
khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: Larutan
pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan
KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir
titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna
merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+¬. MnO4- + 3Mn2+ +
2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4
dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang
Bilangan oksidasi (atau tingkat oksidasi) ialah berapa electron (muatan) dianggap
ada/dipunyai oleh atom tersebut, seakan-akan dalam ikatan kimia, electron sepenuhnya pindah
dari atom satu ke atom yang lain, tetapi sedemikian rupa, sehingga molekul secara keseluruhan
tak bermuatan. Valensi dan bilangan oksidasi (BO) merupakan pengertian tidak sama. Valensi
dalam perkembangan histories Ilmu Kimia diartikan sebagai “daya ikat” atau berapa banyak
atom H diikat oleh satu atom unsure yang bersangkutan (atau, sebagai ganti atom H, berapa atom
Maka valensi dalam arti sempitnya itu merupakan bilangan bulat dan harus positif dan
punya akar dalam kenyataan, walaupun tidak mencerminkan teori. Valensi penting dalam
pengertian rumus bagun. Sebaliknya bilangan oksidasi dapat positif maupun negative; umumnya
nilainya sama dengan nilai valensi tetapi ada kalanya berbeda, malahan tidak selalu bulat, dapat
juga pecahan. Perbedaan ini terjadi karena BO merupakan hasil perhitungan dan sebenarnya
tidak punya dasar riil. Perbedaan nilai ini dengan valensi terjadi antara lain kalau dalam molekul
terdapat ikatan antara atom-atom unsure sejenis (misalnya dalam ikatan organik). BO sangat
membantu untuk mengerti reksi oksidasi-reduksi (redoks) dan perhitungan yang bersangkutan
oksidasi, dapat juga dilihat sebagai kenaikan muatan positif (penurunan muatan negatif) dan
umumnya juga kenaikan valensi. Sebaliknya ialah reduksi, yaitu reaksi yang menurunkan BO
atau muatan positif (menaikkan muatan negatif) dan umumnya menurunkan valensi unsure
dalam zat yang direduksi . Jadi sekalipun kita mereduksi atau mengoksidasi suatu persenyawaan,
sebenarnya yang dioksidasi atau reduksi itu ialah unsure tertentu yang terdapat di dalam
Dalam reaksi ini, MnO2 ialah oksidator dan HCl, sedang HCL mereduksi atau dioksidasi oleh
MnO2. Tetapi, seperti disebut di atas, yang dioksidasi ataupun direduksi ialah suatu unsure dalam
persenyawaan-persenyawaan yang bersangkutan. Dalam hal ini, yang dioksidasi ialah unsure Cl
karena tampak berubah (naik muatan positifnya) dari Cl di dalam HCl, menjadi Cl dalam
molekul Cl2. Yang diredusi ialah unsure Mn karena berubah (turun) BO-nya dari +4 dalam
Bila zat A direkasikan dengan zat B, bagaimana diketahui apakah akan terjadi reaksi
redoks atau bukan redoks? Untuk menjawab pertanjaan ini harus diperhatiakan:
1. tingkat oksidasi/valensi unsure-unsur dalam A maupun B, apakah ada yang dapat naik
2. bila ada, apakah A oksidator cukup kuat dan B reduktor cukup kuat, ataupun sebaliknya;
3. hal-hal lain.
A harus berisi unsure yang dapat dioksidasi dan B berisi unsure yang dapat direduksi atau
HNO3 + Fe2O3 ?
Bukan reaksi redoks karena H,N, dan Fe sudah mempunyai BO tertinggi sehingga kedua zat
tidak dapat dioksidasi, hanya dapat direduksi (untuk reaksi redoks, satu harus dapat dioksidasi
dan satu harus dapat direduksi). Juga reaksi antara asam nintrat dan kalium hidroksida
HNO3 + KOH
FeSO4 + I2 ?
Yang mungkin berlangsung sebagai reaksi redoks, karena Fe (+2) dapat naik BO menjadi Fe
(+3), dan di pihak lain I (0) masih dapat turun menjadi I (-1). Maka mungkin terjadi reaksi
Karena Mn (+4) dapat menjadi (+2); Br (-1) dapat menjadi (0) atau lebih.
Bahwa pada setiap titrasi selalu terbentuk kesetimbangan antara titrant yang sudah
ditambahkan dan titrat. Ini merupakan dasar utama perhitungan titik-titik kurva titrant. Dalam hal
ini, ordinat ialah potensial larutan, sebab inilah yang mencirikan keadaan larutan pada setiap saat
Dalam membentuk kurva titrasi dengan titrasi redoks, biasanya diplot grafik E sel
(terdapat SCE) dengan volume dari titrant. Seperti diketahui sebagaian besar indicator redoks
redoks memang sensitive tetapi indicator ini sendiri merupakan oksidator atau reduktor, sehingga
perubahan potensial sistem indicator juga perlu dipertimbangkan selama titrasi. Oleh karena itu
pada titrasi potensiometri, dimana E sel (dibandingkan terhadap elektroda pembanding) dibaca
selama titrasi, titik ekivalen ditentukan dari kurva titrasinya. Perubahan potensial akibat
penambahan Nernst asalkan potensial elektroda standar diketahui. Misalnya pada suatu jenis
kurva titrasi dengan mempertimbangkan potensial reduktor oksidasi pada titik kesetimbangan
E=E - log
Untuk reaksi:
Fe + Ce = Fe + Ce
Pada kesetimbangan potensial elektroda untuk dua setengah reaksi adalah sama.Ece =
EFe = Esistem. Ini adalh potensialnya dari sistem. Untuk indicator redoks berlaku pula: Ece =
EFe = Esistem.
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat selalu
direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah dititrasi dengan Na2S2O3:
OKsanalat + I Red analat I2 (…1)
Daya reduksi ion yodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi S 2O3 dengan I2
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain tidak mengubah S2O3
menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhmya atau sebagaian menjadi SO4 .
Titrasi dapat dilakukan tanpa indicator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu akan lenyap
bila titik akhir tercapai; warna itu mula-mula coklat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning,
kuning-muda, dan seterusnya, samapai akhirnya lenyap. Bila diamati dengan cermat perubahan
warna tersebut, maka titik akhir dapat ditentukan dengn cukup jelas. Konsentrasi 5 x 10 M
yod masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan
kelebihan hanya senilai 1 tetes yod 0,05 M. Namun lebih amudah dan lebioh tegas bila
ditambahakan amilum kedalam larutan sebagai indicator. Amilum dengan I2 membentuk suatu
kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali. Pada titik akhir,
yod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titrant sehingga warna biru lenyap mendadak dan
perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai
mendekati titik akhir titrasi (bila yod sudah tinggal sedikit yang tanpa dari warnanya yang
kuning-muda). Maksudnya ialah agar amilum tidak membungkus yod dan menyebabkan sukar
lepas kembali. Hal ini akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak
kelihatan tajam lagi. Bila yod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil
a. Larutan Na2S2O3
Larutan ini biasanya dibuat dari garam, Na2S2O3. 5 H2O. Karena BE = BM-nya (248,17)
maka dari segi ketelitian penimbangan, hal ini menguntungkan. Larutan ini perlu distandardisasi.
Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh Ph rendah, sinar matahari, dan terutama adanya
S2O3 +H HSO3 + S
Tetapi karena reaksi ini berjalan lambat, kesalahan tidak perlu dikuartirkan walaupun
larutan yang dititrasi cukup asam asal titrasi dilakukan dengan penambahan titrant yang tidak
terlalu cepat. Bakteri dapat menyebabkan perubahan S2O3 menjadi SO3 , SO4 dan S . S ini
tanpa sebagian endapan koloida yang membuat larutan menjadi keruh; ini pertanda larutan harus
diganti. Untuk mencegah aktivitas bakteri, pada pembuatan larutan hendaknya dipakai air yang
sudah dididihkan; selain itu dapat ditambahakan pengawet seperti misalnya klorofom, natrium
Kestabilan larutan Na2S2O3= dalam penyimpangan ternyata paling baik bila mempunyai
pH antara 9 dan 10, mungkin karena aktivitas bakteri yang minimal. Untuk kebutuhan biasa, pH
7 sudah sangat memadai. Walupun demikian, larutan Na2S2O3 harus sering distandardisasi ulang.
● Kesalahan Oksigen: Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena
O2 + 4 + 4 H 2 I2 + 2 H2O
● Pada Ph tinggi muncul bahan lain, yaitu bereaksinya I2 yang berbentuk dengan air
● Di atas sudah disebutkan bahaya kesalahan karena pemberian amilum terlalu awal.
● Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat. Karena itu sering kali harus
ditunggu sebelum titrasi; sebaliknya menunggu terlalu lama tidak baik karena
C. Berat ekivalen
Dalam titrasi ini, BE suatu zat dihitung dari banyaknya zat mol) yang menghasilkan atau
BE =
● I2 murni atau dimurnikan dengan jalan disublimasikan. BE cukup tinggi (126,9). Yod
mudah menguap, maka bahan ini harus ditimbang dalam botol tertutup
● K2 Cr2O7 juga mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni, tetapi juga agak rendah BE-
nya (49,03). Reaksinya dengan KI harus ditunggu beberapa lama senelumnya dititrasi.
dinamakan yodimetri
Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi ion yodida:
Ared + I2 Aoks + I , Yod meruapakan oksidator yang tidak terlalu kuat , sehingga hanya
Yod (I2) sebagai zat padat sukatr larut dalam air , yaitu hanya sekitar 0,0013 mol per liter
pada 25 C, tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk ion I3 sebagai
berikut:
I2 + I I3 (ion triyodida)
Maka larutan dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan yod ini tidak stabil, sehingga
b. Kesempurnaan Reaksi
Sebagai oksidator lemah, yod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna. Karena itu sering dibuat
kondisi yang menggeser kesetimbangan kea rah hasil reaksi antara lain dengan mengatur Ph
atau menambahkan bahan pengkomleksan seperti yang dilakukan pada titrasi Fe dengan
a. KMnO4
b. K2Cr2O7
c. Ce (IV)
Larutan bahan pereduksi sering penggunaanya karena sangat mudah teroksidasi oleh udara.
Akibatnya, kadang-kadang titrasi harus dilakukan dalam atmosfer insert, misalnya dengan
mengalirkan N2 atau CO2 ke dalam atau ke atas titrat. Juga penyimpangan larutan
memerlukan lingkaran inert. Cara lain ialah menambahkan pereduksi berlebih, lalu
dipakai dapat misalnya kalium bikhromat baku. Disamping itu dilakuakan titrasi blangko atas
a. Pereduksi-pereduksi kuat yang dapat dipakai sebagai titrant antara lain ialah titrant (III)
dan khrom (II) yang cepet sekali bereaksi dengan udara sehingga harus digunakan dengan
b. Natrium tiosulfat sebagai titrant untuk yodometri tak langsung sudah dibicarakan.
c. Larutan Fe dengan mudah dapat dibuat dari garam Mohr, Fe(NH4)2 (SO4)2.6 H2O atau
garam Oesper, FeC2H4 (NH4)2.4 H2O (ferro etilendiammonium sulfat). Dalam larutan
netral, Fe (II) cepat teroksidasi oleh udara, tetapi hal itu dapat dicegah bila larutan
diasami dan larutan paling stabil dibuat dengan H2SO4 sekitar 0,5 M. Larutan demikian
Biasanya dua jenis indicator digunakan untuk menentukan titik akhir. Indikator tersebut
adalah indicator eksternal maupun indicator internal. Biasanya indicator eksternal digunakan
dalam uji bercak.Contohnya : K3Fe(CN)6 untuk Fe. UO2(NO3)2 untuk Zn. Indikator eksternal
dapat digantikan oleh indicator redoks internal. Indikator terdiri dari jenis ini harus menghasilkan
perubahan potensial oksidasi di sekitar titik ekivalen reaksi redoks. Yang terbaik adalah indicator
1.10-fenantrolin, indicator ini mempunyai potensi oksidasi pada harga antara potensial larutan
yang titrasi dan penitrannya sehingga memberikan titik akhir yang jelas.
Biru Merah
Garam kompleks yang diperoleh dari pencampuran secara ekivalen 1.10-fenantrolin dan
FeSO4 membentuk kompleks khelat yang disebut “ferroin”. Pertukaran electron berlangsung
melalui cincin aromatic. Kompleks Fe dengan 5-nitro-1, 10-fenantrolin dan 5-metil-1-10-
1,02 V). Kompleks Fe dengan 4-7 dimetil fenantrolin mempunyai harga E = 0,921 V dalam
0,5 M H2SO4. Turunan-turunan lain yang sering digunakan adalah 5,6-dimetil; 3,5,7 trimetil;
digunakan dalam suasan larutan alkalis dan netral. Misalnya saja eroglaucine A (0,98 V), erigren
B (0,99 v), eriogren semuanya berubah warnanya dari kuning ke jingga pada peristiwa oksidasi.
Pada keadaan tersebut titrasi kembali tidak mungkin dilakukan karena perubahan warnanya tidak
reversible. Difenil amin dalam H2SO4 juga merupakan indicator yang sering digunakan.
Karena harga E iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat
digunakan untuk oksidator maupun reduktor. Jika E tidak tergantung pada pH (pH <>
I2 +2e 2I ,E = 0,535 V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relative merupakan reduktor lemah.
Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3]. Oleh karena itu
I2 +2e 2I ,E = 6,21 adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan
dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan
gelap. Dapat distandarisasi adalah As2O3. Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi
udara menyebabkan banyak kesalahan analisis. Cara lain standarisasi dengan Na2S2O3. 5H2O.
Biasanya indicator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi <
style="position: relative; top: 2pt;"> M dapat dengan mudah ditelan oleh amilum.
mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir
reaksi. Dengan formamida penyerangan kanji oleh mikroorganisma paling sedikit. Kita akan
a. reaksi iodium-tiosulfat : Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral maupun
asam dititrasi maka : I3 + 2S2O3 3I + 2S4O6 sealam reaksi zat antara S2O3 I
b. Reaksi dengan tembaga : Kelebihan KI bereaksi dengan CU (II) untuk membentuk CuI
2Cu +4I 2CuI + I2 ; 2Cu +3I 2CuI + I3 Iodida berperan sebagai reduktor.
Reaksi dengan Cu
CuI E = 0,86 V Hasil yang terbaik diperoleh dalam 4% KI. pH optimum adalah 4,0.Cu
(II) pada medium alkali akan lebih sulit dioksidasi. Na2S2O3 di tambahkan secara
perlahan-lahan karena iodium yang teradsorbsi dilepaskan sedikit demi sedikit. Adanya
ion klorida dapat mengganggu karena iodide tidak dapat mereduksi Cu (II) secara
kuantitatif.
c. Oksigen terlarut : Dengan menggunakan metode Winkler, oksigen terlarut (DO) dapat
ditentukan. Dasarnya adalah reaksi antara O2 dan Mn (II) hidroksida yang tersuspensi
pada media alkali. Pada penambahan asam Mn (OH)2 berubah menjadi Mn-iodida.
d. Air dengan metode Kerl Fischer : Ini meliputi titrasi sampel dalam methanol. Titik akhir
titrasi sesuai dengan munculnya kelebihan I2, yang dapat dideteksi secara manual maupun
asam sulfonat)
Reaksi totalnya :
Metode ini sangat untuk menentukan kelembapan dan kandungan H2O dari beberapa
materi. Metode dua reagen lebih baik bila sampel dan piridin methanol serta SO2 dititrasi
a. Ce (IV) sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indicator o-fenantrolin. Pada reaksi
Ce Ce + e electron orbital 4f-lah yang dibebaskan. Laju reaksi dipengaruhi oleh pelarut
dan pembentukan kompleks. Ce (IV) selama reaksi dalam medium H2SO4, HNO3 dan HCLO4
berada dalam bentuk kompeks. Potensial formal pasangan Ce (IV)-Ce (III) adalah 1,70 V dalam
adalah dalam medium HCI CI dapat teroksidasi. Demikian juga kelarutannya, mempunyai
kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1N; MnO4 + 8 H + 5 e
4 H2O E = 1,51 V. Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperature
ruang.
dibandingkan KMnO4 atau Ce (IV), yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya
lambat. K2Cr2O4 bersifat stabil dan inert terhadap HCI. Mudah diperoleh dalam kemurniaan
tinggi dan merupakan standar primer. Biasanya indicator yang digunakan adalah asam
6 Fe + Cr2O7 + 14 H 6 Fe + 2 Cr + 7 H2O
d. Kalium bromate : ini adalah oksidator kuat. Reaksinya: BrO +6H Br + 3H2O E =
1,44 V. BrO3 adalah standar primer dan sifatnya stabil. Methyl orange atau red digunakan
sebagai indicator tetapi tidak sebaik nafthaflavon,quinoline yellow. Kalium Bromat banyak
digunakan dalam kimia organic, missal titrasi dengan oksin. Sebagian besar titrasi meliputi titrasi
e. Kalium iodat : banyak dipakai dalam kimia analitik IO3 + 5 I + 6 H 3 I2 + 3 H2O dan
reaksi dalam titrasi Adrew’s: IO3 + Cl +6H +4 e ICI + 3 H2O E = 1,20 V. titrasi
Andrew dilakukan pada suasana asam HCI 6 M dalam CCI4. Titik akhir ditetapkan pada saat
earna unggu menghilang . Untuk mendapatkan warna titik akhir yang tepat perlu dilakukan
pengocokan.
BAB III
Beberapa bahan yang digunakan untuk praktikum ini yaitu : asam oksalat, KMnO4, dan
sampel (sampel I)
tiga, kasa, neraca elektrik, labu erlemeyer, buret, gelas ukur, pipet, kertas, labu ukur, dan
corong
1. Pembuatan Larutan Baku Primer asam oksalat, (H2C2O4.2H2O) (BM 126) 0,05 N. Asam
oksalat ditimbang seberat + 0,315 gram, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur seukuran
3. Pembakuan KMnO4
15 ml H2SO4 panaskan. Titrasi dengan larutan baku KMnO4 sampai terbentuk warna
ros. Catat volume akhir KMnO4 pada buret. Ulangi, kemudian cari volume rata-rata
pertama. Titrasi dengan larutan baku KMnO4 sampai terbentuk warna ros. Catat akhir
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, asam oksalat 25 ml ditambahkan H2SO4 pekat kemudian dipanaskan
1 5,7 mL
2 5,7 mL
Rata-rata TE 5,7 mL
Keterangan :
V1 . N1 = V2 . N2
N1 = N2 . V2
V1
= 0,03 . 5,7 mL
25 mL
= 0,171
25
= 0,00684 N
= 6,84 X 10-3
4.2. Pembahasan
Pereaksi kalium permanganat ukan pereaksi aku primer. Sangat sukar untuk
mendapatkan perekasi ini dalam keadaan murni, bebas dari mangan dioksida. Kalium
kalium permanganat merupakan zat padat coklat tua yang menghasilkan larutan ungu
bila dilarutkan dalam air, yang merupakan ciri khas untuk ion permanganat.
Demikian juga adanya ion mangan (II) dalam larutan akan mempercepat reduksi
permanganat menjadi mangan oksida. Reaksi tersebut berlangsung sangat cepat dalam
suasana netral. Oleh karena itu larutan kalium permanganat harus dibakukan dahulu
Pembakuan larutan KMnO4 ini dapat dilakukan dengan titrasi permanganometri secara
Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat. Pereaksi ini dapat
dipakai tanpa penambahan indikator, karena mampu bertindak sebagai indikator. Oleh
karena itu pada larutan ini tidak ditambahkan indikator apapun dan langsung dititrasi
Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang
lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2
sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu
cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung
5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan
H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena
Raeksi antara permanganat dengan asam oksalat berjalan agak lambat pada suhu kamar.
Tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan (II) terbentuk mangan (II) bertindak
sebagai suatu katalis dan reaksinya diberi istilah otokatalitik karena katalis
kuat sehingga dapat memakainya tanpa penambahan indikator. Hal ini dikarenakan
volume yang menggunakan KMnO4 sebesar 1 mL, dengan perubahan larutan menjadi
warna ros.
Berdasarkan reaksi diatas diperoleh sesuai dengan konsep awal bahwa normalitas
KMnO4 yang digunakan adalah 0,03 N maka untuk dihasilkan perhitungan sebagai
berikut :
V1 . N1 = V2 . N2
N1 = N2 . V2
V1
= 0,03 . 5,7 mL
25 mL
= 0,171
25
= 0,00684 N
= 6,84 X 10-3
Permanganat akan memberikan warna merah ros yang jelas pada volume larutan biasa
dipergunakan dalam larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini
secara cepat dengan banyak agen pereduksi, namun beberapa substansi membutuhkan
1 5,7 mL
2 5,7 mL
Rata-rata TE 5,7 mL
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik
pembuatan larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam
permanganat, atau terbentuk akiat dari reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak
dari agen-agen pereduksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan-tindakan
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan maka praktikan dapat menarik beberap kesimpulan yang penting, yaitu :
b. Larutan KMnO4 dibakukan dengan H2C2O4. 2H2O dan diperoleh konsentrasi KMnO4 standarisasi sebesar 0,03 N.
B. SARAN
Pada praktikum kali ini, praktikan menyadari banyak kekurangan. Dalam hal ini
diharapkan supaya prosedur serta ala-alat yang digunakan itu sesuai dengan penuntun
praktikum, sehingga saat pembuatan jurnal maupun untuk pembuatan laporan atau bahkan
saat praktikum itu sedang berjalan praktikan tidak bingung. Praktikan juga menyadari akan kesulitan
untuk lebih teliti dalam membaca angka-angka yang ada dalam buret, karena posisi penyangga buretnya miring yang sulit
untuk diluruskan. Sehingga praktikan berharap untuk kedepannya sarana dan alat-alat praktikum yang sekira sudah kurang
layak, atau rusak harap bisa cepat diperbaiki, agar para praktikan lainnya pada umumnya, khususnya saya bisa mendapatkan
data yang benar-benar akurat. Demikianlah laporan praktikum saya. Dalam hasil ini tentulah masih banyak kekurangan
maupun kesalahan yang disengaja maupun tak disengaja, maka dari pada itu praktikan mohon maaf apabila ada dari pembaca
yang kurang berkenan terhadap laporan saya ini, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu saya harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. Dkk.199. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Purba, Michael 1995. Ilmu Kimia untuk SMU Kelas 2 Jilid 2A. Jakarta :
Erlangga.
Sutresna, Nana. 2003. Pintar Kimia Jilid 3 untuk SMU Kelas 3. Jakarta :
Ganeca Exact.
KMnO4 H2C2O4
Uranium(IV)
Vanadium(IV)
Antimon (III)
Arsenik(III)
Br-
Mo3+
Ti3+
W3+
Sn2+ Sn4+ + 2e-
H2O2 O2(g) + 2H+ + 2e-
Fe2+ Fe3+ +2e-
Fe(CN)64- Fe(CN)63-
H2C2O4 2CO2 + 2H+ + 2e-
HNO2 + H2O NO3- + 3H+ + 2e-
K2Na[Co(NO2)6] + 6H2O Co2+ + 6NO3- +12H+ + 2K++ Na+ + 11e-
U4+ + 2H2O UO22++ 4H++ 2e-
VO2+ + 3H2O V(OH)4-+ 2H++ e-
HSbO2 + 2H2O H3SbO4
HAsO2+ 2H2O H2AsO4 + 2H+ + 2e
2Br-- Br2 + 2e-
Mo3++ H2O MoO22+ + 4H+ + 1e-
Ti3+ + 2H2O TiO2+ + 2H+ +3e-
W3+ + 2H2O WO22+ + 4H+ + 2e-
(Sumber : Anonim, 2009.d)
2.4. Sumber-sumber Kesalahan Titrasi Permanganometri
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:
1.Larutan pentiter KMnO4 pada buret
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar
akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat
coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
2.Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3.Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian
terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2↑
H2O2 H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada
akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan (anonim,2009.b).
Pengolahan air minum dengan sistem osmosis balik terdiri dari dua bagian, yakni unit pengolahan awal
dan unit osmosis balik. Salah satu contoh diagram proses pengolahan air dengan sistem osmosis balik
dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1. Air laut, terutama yang dekat dengan pantai masih mengandung
partikel padatan tersuspensi, mineral, plankton dan lainnya, maka air baku tersebut perlu dilakukan
pengolahan awal sebelum diproses di dalam unit osmosis balik. Unit pengolahan pendahuluan tersebut
terdiri dari beberapa peralatan utama yakni pompa air baku, tangki reaktor (kontaktor), saringan pasir,
filter mangan zeolit, dan filter untuk penghilangan warna (color removal), dan filter cartridge ukuran 0,5
m. Sedangkan unit osmosis balik terdiri dari pompa tekanan tinggi dan membran osmosis balik, serta
pompa dosing klorin dan sterilisator ultra violet (UV) (anonim,2009.e).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan
3.1.1 Kalium Permanganat ( KMnO4 )
A.Sifat Fisika
1.Berat molekul : 197,12 gr/mol.
2.Titik didih : 32,350C.
3.Titik beku : 2,830C.
4.Bentuk : Kristal berwarna ungu-kehitaman
5.Densitas : 2,7 kg/L pada 20°C
B.Sifat kimia
1.Larut dalam metanol.
KMnO4 + CH3OH → CH3MnO4 + KOH
2.Mudah terurai oleh sinar.
4KMnO4 + H2O → 4 MnO2 ↓ + 3O2 + 4KOH
3.Dalam suasana netral dan basa akan tereduksi menjadi MnO2.
4KMnO4 + H2O → 4 MnO2 ↓ + 3O2 + 4KOH
4.Kelarutan dalam basa alkali berkurang jika volume logam alkali berlebih.
5.Merupakan zat pengoksidasi yang kuat.
6.Bereaksi dengan materi yang tereduksi dan mudah terbakar menimbulkan bahaya api dan ledakan.
(Mulyono,2005)
3.2 Alat
3.2.1 Nama Alat dan Fungsi
1.Statif dan klem
Fungsi : sebagai alat untuk menahan dan menjepit buret selama proses titrasi berlangsung.
2.Buret
Fungsi : sebagai alat untuk menempatkan larutan penitrasi.
3.Bunsen
Fungsi : sebagai sumber api untuk memanaskan larutan.
4.Erlenmeyer
Fungsi : sebagai wadah atau tempat larutan yang akan dititrasi.
5.Pipet tetes
Fungsi : untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit.
6. Termometer
Fungsi : untuk mengukur suhu larutan.
7.Gelas ukur
Fungsi : untuk mengukur volume larutan yang akan digunakan.
8.Corong
Fungsi : untuk memperluas permukaan agar larutan yang dituang tidak tumpah.
9.Beaker glass
Fungsi : untuk mengukur volume larutan yang digunakan atau sebagai
wadah suatu larutan.
10.Kaki tiga
Fungsi : sebagai tempat meletakkan kasa penangas air.
11.Kasa penangas air
Fungsi : sebagai tempat meletakkan suatu wadah larutan yang akan di-
panaskan dan membatasi api dan suatu wadah larutan supaya tidak bersentuhan secara langsung.
12.Penangas air
Fungsi : sebagai wadah untuk air yang akan dipanaskan dengan api.
6.2.2Gambar rangkaian Peralatan
ab
Gambar 3.1 : a. Peralatan Permanganometri
b. Rangkaian Peralatan Titirasi
Keterangan gambar :
1. Statif dan Klem
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Corong glass
7. Kasa penyangga
8. Pipet tetes
9. Termometer
10. Penanggas air
11. Batang Pengaduk
3.4 Flowchart
3.4.1 Flowchart Penyiapan Larutan KMnO4 0,1 N
4.2 Pembahasan
Pada percobaan titrasi permanganometri, didapatkan konsentrasi KMnO4 adalah 0,1 N dimana persen
ralat KMnO4 adalah 50 % setelah pentitrasian. Pada penentuan kadar Fe didapat konsentrasi Fe sebesar
0,002 N, dan persen ralat Fe adalah 99 % dari larutan sampel.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4
dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+ ( Day & Underwood,
1993 ).
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H
Untuk menentukan kadar besi dengan terlebih dahulu diubah menjadi ferrosulfat baru dioksidasi
menjadi ferrisulfat (anonim,2009.f)
5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O2Fe2+ + MnO- + 8H+
Dari reaksi ini digunakan:
1.H2SO4 agar reaksi cepat dan kuantatif.
2.H3PO4 agar warna Fe(III) luntur dengan pembentukan kompleks tak berwarna.
Besarnya persen ralat yang didapat, dapat disebabkan oleh banyak hal. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya keadaan seperti ini adalah :
1.Dalam melakukan percobaan alat seperti buret sudah tidak bagus lagi (tidak efesien).
2.Pembacaan buret tidak teliti.
3.Zat pentiter yang digunakan dalam percobaan, normalitasnya sudah tidak tepat lagi akibat telah
terkontaminasi.
Didalam permanganometri diperlukan larutan-larutan seperti H2SO4 dan H3PO4 sebab dalam titrasi
dengan KMnO4 harus dalam suasana asam. Dalam titrasi permanganometri titrasi harus dilakukan
dalam suasana asam. Oleh karena itu, digunakan asam kuat yang dapat mengionisasi sempurna dan
dapat berfungsi untuk menciptakan suasuana asam yang stabil bukan sebagai indikator karena KMnO4
bersifat autoindikator. Dalam hal ini dipilih asam sulfat (H2SO4) sebagai pencipta suasana asam yang
paling baik dan juga berfungsi mengikat air yang akan dipanaskan supaya menguap
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan, maka praktikan dapat mengambil kesimpulan penting yaitu :
1.Permanganometri adalah metode titrasi menggunakan larutan KMnO4 sebagai titran.
2.Larutan KMnO4 distandarisasi dengan asam oksalat dan asam sulfat pada suhu 70-80oC, sehingga
diperoleh konsentrasi KMnO4 adalah sebesar 0,1 N dan persen ralat sebesar 50 %.
3.Kadar Fe yang terkandung dalam sampel adalah sebesar 0,002 N dan persen ralat 99 %.
4.Dalam percobaan ini terdapat % ralat sebesar 99 %.
5.Larutan KMnO4 merupakan larutan yang sifatnya autoindikator sehingga dalam percobaan
Permanganometri ini tidak diperlukan indikator yang lain.
6.Titrasi Permanganometri berlangsung dalam keadaan asam.
5.2 Saran
Dalam hal ini diharapkan kepada praktikan selanjutnya supaya :
1. Lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan titrasi.
2. Untuk menghindari terontaminasinya larutan KMnO4 diusahakan agar percobaan lebih cepat
dilaksanakan
3. Menjaga suhu larutan konstan pada saat melakukan standarisasi .
4. Teliti melihat dan mengukur volume KMnO4 yang digunakan pada buret.
DAFTAR PUSTAKA
PERCOBAAN II
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk menentukan kadar tembaga dalam kristal CuSO4.5
H2O.
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi,
sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi
disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa
di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada
reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus
selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor
mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat
ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang
menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan
larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida
digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi
yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan
iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion
iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat
berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan.
(Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari
iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang
dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan
adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida
dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi
relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida
terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I3- + 2e 3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan
zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan
serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam
kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua
persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2,
misalnya:
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi
koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah neraca analitik, pipet volum, labu ukur 100
mL, erlenmeyer 250 mL, buret, dan beaker gelas., pipet tetes, dan botol semprot.
1. B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah KIO3, H2SO4 2 N, larutan KI 10%,
larutan Na2S2O3, larutan amilum 1%, garam (pembuatan larutan sampel), larutan KCNS atau
NH4CNS 10% dan akuades.
1. Dengan teliti ditimbang ± 1,0 gram garam CuSO4, dilarutkan dalam akuades,
dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL,
2. Sampai tanda batas diencerkan, dan mengocok secara sempurna. Diambil 5 mL larutan
ke dalam labu ukur 100 mL, mengencerkan dengan akuades sampai tanda batas, dan
dikocok sempurna.
3. 10 mL larutan sampel dipipet, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, menambahkan
2 mL KI 10%, kemudian dikocok.
4. I2 yang dihasilkan dititrasi dengan larutan baku thio sampai larutan berwarna kuning
muda, kemudian menambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan dilanjutkan titrasi sampai
warna biru hampir hilang.
5. 2 mL larutan KCNS 10%, ditambahkan warna biru akan timbul lagi, cepat-cepat
dilanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. Dilakukan duplo
2. Perhitungan
V pengenceran = 0,1 L
N KIO3 = ………..?
N KIO3 =
= 0,1009 N
N KIO3 = 0,1009 N
V KIO3 = 25 mL
V Na2S2O3 = 0,4 mL
N Na2S2O3 = ……..?
N Na2S2O3 =
= 6,25N
V Na2S2O3 = 0,55 mL
N Na2S2O3 = 6,25 N
Massa sampel = 1 gr
2 (V x N) S2O32- = mol I2 x e I2
mol I2 = 2
=2
= 0,0034375 mol
Reaksi :
2 Cu2+ + 4 I- 2 CuI- + I2
= 0,4321 gr
% Cu dalam sampel =
= 43,21 %
B. Pembahasan
Garam KIO3 mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam.
Oleh karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini. Selain itu
juga karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga
iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan
ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai
standar primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil
dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam :
Larutan KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod
yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat,
ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua,
dalam penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan
asam keras. Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa kristal
KIO3 yang berwarna putih dengan menggunakan aquades dan mengencerkannya.
Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-
mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan
natrium thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah
KIO3 dan terjadi reaksi:
Oksidator + KI I2
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun
selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau
melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak
memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat
merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat,
kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium
permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada
percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium
iodat standar.
Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus
distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium
iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah
ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi
penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab
larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki
keasaman rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%.
Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum
tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke
senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2
yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran
sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini
untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki
kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika
larutan iodium dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai
larutan baku standar sebesar 6,25 N.
Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna
larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk
natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan
tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu iod
merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II). Tetapi bila ion iodida
ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan
mengencerkan 5 mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil pengenceran
tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning
muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 4 mL larutan amilum 1 % menghasilkan
larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1%
ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut.
kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru
pada larutan tepat hilang. Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan
ditambahkan amilum. Bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna
biru kehitaman. Selanjutnya titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi
putih keruh.
I2 + amilum I2-amilum
Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada
permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium dan
apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu
cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang
dititrasi dengan Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan penambahan kalium
tiosianat KCNS.
Penambahan KCNS menyebabkan larutan kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Penambahan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi
penambahan indikator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Reaksi
yang berlangsung adalah
2Cu2+ + 4 I- 2CuI + I2
dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium
tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda
setelah penambahan amilum maka larutan menjadi bening dan setelah penambahan KCNS maka
larutan menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh massa tembaga pada larutan
sampel sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga (%Cu2+) dalam larutan sample tersebut adalah
sebesar 43,21 %.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan
iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
2. Kadar tembaga dalam garam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan cara iodometri.
3. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan
terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
4. Massa tembaga pada larutan diketahui sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga dalam
larutan sebesar 43,21 %.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk
zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan
larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan menggunakan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
Untuk senyawa yang memiliki potensial reduksi yang rendah dapat direaksikan secara sempurna
dalam suasana asam. Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji
(amilum).
Daftar Pustaka :
Saragih, S., Iodometri dan Iodimetri, http://www.scribd.com/doc/23569314/Iodometri-Dan-
Iodimetri, 27 Maret 2011.
titrasi iodometri
Posted on Juni 18, 2012 by julialinahapsari
titrasi iodometri
Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya. Terbaginya titrasi ini
dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa
oksidator dan reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran. Karena prinsipnya adalah
reaksi redoks, sehingga pastinya akan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator, karena Titrasi
redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit. Jadi kalau titrannya
oksidator maka sampelnya adalah reduktor, dan kalau titrannya reduktor maka samplenya adalah
oksidator.
Larutan I2 yang berwarna kuning coklat, titik akhir dapat diketahui dari awal
terbentuknya atau hilangnya warna kuning, perubahan warna ini dipertajam dengan
larutan amilum atau kloroform atau karbon tetraklorida :
a. I2dengan amilum berwarna biru. Amilum terdiri dari amilosa dan amipektin,
amilosa dengan I2 berwarna biru sedangkan amilopektin dengan I2 berwarna ungu.
b. I2 larut dalm kloroform atau karbon tetraklorida berwarna ungu.
Indikator Redoks, indikator redoks adalah indikator yang berwarna dalam bentuk
oksidasinya berbeda dengan warna dsalam bentuk reduksinya. Contoh larutan difenilamin
atau difenilbenisidin dalam asam sulfat pekat. Ferro-fenantrolin disebut juga ferroin.
Indikator Spesifik, yaitu zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu pereaksi dalam
titrasi menghasilkan warna. Contoh amilum membentuk warna biru dengan iodium, atau
tiosianat membentuk warna merah dengan ion ferri.
Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator kanji, dimana warna
dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodine dapat bertindak sebagai indicator
bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat – zat
pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform. Namun demikian, larutan dari kanji lebih
umum dipergunakan karena warna biru gelap dari kompleks iodin – kanji bertindak sebagai
suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.
ARGENTOMETRI
B. Dasar Teori
Titrasi argentometri dengan cara Volhard didasarkan atas pengendapan perak tiosianat
dalam larutan asam nitrat dengan menggunakan ion besi (III) untuk mengetahui adanya ion
tiosianat berlebih. Cara ini digunakan untuk titrasi langsung atau tidak langsung. Cara titrasi
langsung digunakan untuk menentukan kadar perak dan cara titrasi tidak langsung digunakan
untuk menentukan kadar klorida. Cuplikan yang mengandung klorida direaksikan dengan perak
nitrat berlebih, selanjutnya kelebihan perak nitrat dititrasi dengan larutan tiosianat standar yang
diketahui konsentrasinya. Titik akhir titrasi dapat diketahui dengan terbentuknya warna merah
dari kompleks besi (III) tiosianat (Selamat, 2004).
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman
pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam
larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam
dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan
Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih.
Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato
ferrat (III) yang berwarna merah.
Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan dengan
menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat ditambahkan secara berlebih
kepada larutan analit dan kemudian kelebihan konsentrasi larutan Ag+ dititrasi dengan
menggunakan larutan standar tiosianida (SCN-) dengan menggunakan indicator ion Fe3+. Ion
besi(III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah.
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah sebagai
berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq) -> AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN(aq) -> Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Titrasi dengan cara ini disebut sebagai titrasi balik atau titrasi kembali. Mol analit diperoleh
dari pegurangan mol perak mula-mula yang ditambahkan dengan mol larutan standar tiosianat.
Karena perbandingan mol dari reaksi adalah 1:1 semua maka semua hasil diatas dapat langsung
dikurangi.
Mol analit = mol Ag+ total – mol SCN
Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah penentuan konsentrasi ion
halide. Kondisi titrasi denga metode Volhard harus dijaga dalam kondisi asam disebabkan jika
laruran analit bersifat basa maka akan terbentuk endapat Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah
basa atau netral maka sebaiknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr atau fajans.
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh,
dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang
harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara
lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu
sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
G. Daftar Pustaka
http://kimiaanalisa.web.id/argentometri-metode-volhard/
http://www.scribd.com/doc/27914385/Percobaan-Argentometri-Volhard
Laporan Argentometri
Oleh :
Hendrayana Taufik
E1A078002
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk
menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri
(titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada
pengukuran volumenya.
2. Oksidimetri
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar
yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan
indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan
yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi
netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
Tujuan praktikum ini untuk menentukan konsentrasi sampel AgNO3 dengan cara titrasi
pengendapan dan menentukan pembakuan larutan natrium klorida dan perak nitrat serta
Prinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa (Cl -
dan CNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr, Volhard, dan
TINJAUAN PUSTAKA
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar
larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam
menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.
Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan
terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang
stabil .
Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk
kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang
diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat
lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.
Titrasi Pengendapan
• Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks)
• Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek kopresipitasi
Kelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu
Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus
menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion
1 SUHU
2. SIFAT PELARUT
3. ION SEJENIS
4. AKTIVITAS ION
5. pH
.6 HIDROLISIS
7. HIDROKSIDA LOGAM
Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya
larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil
(mis. Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari
es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak arut dalam pelarut organik. Air
memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat.
Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yang dibebaskan pada saat interaksi
ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat
endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga
kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan
menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Contoh : campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2
dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak
larut. Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung ion
sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 1x10-10)di
dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1x10-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] =
1x10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1x10-6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke dalam
endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.
1) menyempurnakan pengendapan
2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan
Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir
tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan
supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir.
Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir
ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan,
tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi
indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan
krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan
memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah
pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion
I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi.
pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).
Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan
adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks,
terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas
karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut
dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar
pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung
satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan K s.p (konstanta hasil kali kelarutan).
Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan
sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk
yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas.
Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi
molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation
dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya (Vogel, 1990).
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang
membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks
yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan
ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi
(Vogel, 1990). Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara
titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi.
Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh.
Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan
berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup
kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi
samping tidak boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara
ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi
berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat
terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu
banyak terpakai.
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya
b. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+
sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag,
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan
Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai
contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan
larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan
dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan
c. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah
muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion
Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana
masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X-
sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif,
maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut
titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang
terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu,
sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-
maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan
Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik
ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada
waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya
berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan
berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam
(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya
penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus
URAIAN BAHAN
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-
basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu
titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak
dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari
endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam
larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat
terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4
- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang
besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam
titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri
menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan
garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan
atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan
sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk
garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena propes tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg,
cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan
BAB III
Bahan yang digunakan adalah perak nitrat, natrium klorida, indikator, sampel K dan
aquades.
Erlenmeyer, labu takar 100 ml, pipet volume 1 ml, pipet volume 25 ml, gelas kimia dan gelas
ukur.
yaitu pembuatan larutan baku natrium klorida dan pembuatan larutan baku perak nitrat.
Larutan ini sebagai larutan baku primer, lebih kurang 2,8 gram NaCI dikeringkan dahulu
di dalam oven pada temperatur 500-600°C, kemudian disimpan di dalam esikator. Setelah
dingin baru ditimbang teliti dengan 1,9 gram dan dilarutkan dalam air suling sampai tepat
tanda batas pada labu ukur I liter. 3.3.2. Pembuatan Larutan Baku Perak Nitrat
Lebih kurang 12 gram AgN03 dilarutkan dalam air suling sampai volume 2 liter.
BAB IV
Percobaan 1
Percobaan 2
= 3,2 ml
V1.N1 = V2. N2
3,2 . 0,1 = 25 N2
N2 = (3,2 . 0,1) / 25
N2 = 0,0128
N2 = 1,28 X 10 -2 N
4.2. Pembahasan
Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan dengan
menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan
atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya endapan
Tujuan dari percobaan kita kali ini adalah dapat melakukan standarisasi AgNO3 dengan
NaCl, dapat melakukan standarisasi NH4CNS dengan AgNO3, dapat menentukan klorida dalam
garam dapur kasar dengan metode argenometri, serta dapat menentukan bromida dengan cara
Volhard.
Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang
jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang
berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan.
Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau
dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti
Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang
merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3
masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan
dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir
Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans.
Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah,
karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan
Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang
ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna. Ketika ditambahkan
dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika
ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning.
Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat
terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X- dalam sampel dengan Ag+.
Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat dari
Faktor yang menyebabkan kelebihan titran berpengaruh kecil, tetapi untuk larutan encer,
masalahnya menjadi serius. Maka diperlukan faktor koreksi, yang dicapai dengan titrasi
blanko (blank titration), yaitu diambil suspensi CaCO3 yang bebas ion Cl- dengan volume clan
indikator sebanyak yang digunakan dalam titrasi sebenamya, lalu ditambah AgN03 sampai
tercapai wama tertentu; jumlah AgN03 dikurangkan dari hasil titrasi sebenamya, yang
terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen
tercapai, clan dioklusi oleh endapan AgCI yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa
baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap
2. Sifat pelarut: Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. berkurangnya kelarutan di
dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasr pemisahan dua zat.
3. Efek ion sejenis: Kelarutan enddapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung
satu ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ksp. Baik kation maupun anion yang
bertambah. Suatu endapan umumnya lebih dapat larut dalam air mumi daripada dalam
suatu larutan yang mengandung salah satu ion endapan. Pentingnya efek ion sejenis
dalam mengendapkan secara lengkap dalam analisis kuantitatif akan tampak dengan
mudah. Dalam melaksanakan opengendapan itu lengkap. Dalam mencuci endapan di mana
susut karena melarut mungkin cukup berarti. Dapatlah digunakan suatu ion sejenis
dalam cairan pencuci untuk mengurangi kelarutan. Ion itu harus juga ion dari zat
pengendap, dan tentu saja bukan ion yang sedang diselidiki. 4. Efek ion-ion lain: Beberapa
endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam yang berbeda
dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin
kecil koef sien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar
4. Pengaruh hidrolisis: jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan (H+). Kation dari spesies gararn mengalami hidrolisis sehingga menambah
kelarutannya.
5. Pengaruh kompleks: Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fimgsi konsentrasi zat
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa
reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan tewat jenuh. Reaksi
BAB V
5.1. Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel
termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-. Argentometri adalah titrasi
pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4 metode argentometri yaitu metode Mohr,
Volhard, Vajans, Duckel. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi
indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur
volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar
potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit.
Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang
mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator
kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang
dititrasi. Hasil yang didapat pada praktikum kali ini yaitu Normalitas AgNO3 = 0,1 N.
5.2. Saran
melakukan percobaan alat yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih agar diperoleh
hasil yang murni dari ekstraksi tersebut. Dan pada saat melakukan titrasi sebaiknya
dilakukan dengan hati-hati supaya tidak kelebihan titran. Dan juga diberikan waktu yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia (hal 176 – 187)
Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers (hal 406 – 410)
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia (hal 61)
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.