PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Analisa kuantitatif meliputi analisa titrimetri,grafimetri dan spektrofotometri. Analisa
titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat
yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara
kuantitatif. Dalam percobaan dalam laboratorium kita sebagai mahasiswa kimia sering
dipertemukan dengan yang disebutdengan titrasi. titrasi sendiri merupakan suatu metoda
untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui
konsentrasinya. Analisa titrimetri ini terbagi lagi menjadi beberapa macam. Penggolongannya
berdasarkan reaksi kimia dan larutan bakunya. Makalah ini dimaksudkan untuk memahami
secara umum macam-macam dari titrasi. Ini akan memudahkan kita dalam melakukan suatu
penelitian terhadap sesuatu zat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa itu analisa asidimetri, alkalimetri, iodometri, iodimetri ?
2. Bagaimanakah prinsip, reaksi, dan penentuan titik akhir titrasi asidimetri, alkalimetri,
iodometri, iodimetri ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mampu memahami analisa asidimetri, alkalimetri, iodometri, iodimetri.
2. Mampu memahami prinsip, reaksi, dan penentuan titik akhir titrasi asidimetri, alkalimetri,
iodometri, iodimetri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASIDIMETRI
1. Pengertian Analisa Asidimetri
Asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan larutan baku asam kuat
sebagai titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa.
Larutan baku adalah larutan yang diketahui volume dan normalitasnya dengan benar
untuk menentukan konsentrasi larutan yang lain.
Biasanya dilakukan dengan jalan titrasi bersama larutan basa yang telah diketahui
konsentrasinya, yaitu larutan baku dan suatu indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat
yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan
warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan
larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir
titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada
suatu senyawa.
Ekuivalen dari suatu basa, adalah massa basa yang mengandung suatu gugus hidroksil
yang tergantikan. Sedangkan Ekuivalen dari asam, adalah massa asam yang mengandung sutu
gugus hidroksil yang tergantikan.
2. Prinsip Acidimetri
Pada prinsipnya, asidimetri merupakan penetralan suatu asam dengan basa dan titik
netral di tentukan oleh indicator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah
asam lemah atau basa lemah.
3. Pembakuan Cara Asidimetri
Pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam basa
(melalui asidimetri) diantaranya adalah menggunakan :
1. Asam-asam seperti HCl, H2SO4, CH3COOH, H2C2O4, dan
2. Basa-basa seperti NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2, NH4OH.
Keterangan :
G = berat NaOH yang ditimbang dan dilarutkan sesuai dengan kebutuhan
N = normalitas
BM = Berat Molekul
Val = Valensi
Vol = Volume zat yang dibutuhkan
Reaksi:
H2C2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + H2O
B. ALKALIMETRI
1. Pengertian Alkalimetri
Titrasi alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam
dengan menggunakan larutan basa sebagai standar. Reaksi yang terjadi pada Faktor utama
dalam menentukan pengukuran adalah H dan OH dalam larutan, baik sebagai titrat
maupun sebagai titran. Karena itulah dalam mempersiapkan larutan pemeriksaan harus
menggunakan air suling sebagai pelarut, sebab air suling adalah netral.
Dalam titrasi alkalimetri , didalam titrat asam sudah mempunyai harga pH tertentu.
Perjalanan titrasi dengan penambahan titran yang akan menyebabkan perubahan pH , yang
pada suatu saat nanti dimana titrat = meq mempunyai pH tertentu.
Pada saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan
menyebabkan perubahan pH yang sangat besar. Perubahan pH yang besar ini seringkali
dideteksi dengan zat yang disebut indikator., yaitu senyawa organik yang akan berubah
warnanya dalam rentang pH tertentu. Zat indikator dapat berupa asam atau basa yang larut ,
stabil, dan menunjukan perubahan warna yang kuat. Indicator asam basa terletak pada titik
ekuivalen dan ukuran dari pH.
2. Reaksi Alkalimetry
Reaksi reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetri asam-
basa adalah:
1. Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebagai basa, maka
reaksinya adalah : HA+OHA+H20
2. Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagai asam, maka
reaksinya adalah : BOH+HB+H2O
Reaksi antara asam kuat dengan basa kuat :
HCl + NaOH NaCl + H2O
Dari kedua reaksi diaatas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa
adalah reaksi penetralan. Kemungkinan reaksinya terjadi antara asam kuat dan basa kuat,
asam lemah dan basa kuat,serta basa lemah dan asam kuat. Khusus asam lemah dan basa
lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang
terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini
disebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NAOH dan
HCl.
Rumus umum titrasi :
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi penetralan, menggunakan dua
macam cara yaitu, berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen asam
yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen basa.
Diketahui : garam ekivalensi = Volume (V) x Normalitas (N)
Maka pada titik ekivalen : V asam xN asam = V basa x N basa atau
VxN=VxN
Pada saat titik ekuivalen maka mol ekuivalen asam akan sama dengan mol ekuivalen
basa, maka hal ini dapat ditulis
Mol-ekivalen asam = mol-ekuivalen basa
Kita tidak menggunakan molaritas(M) disebabkan dalam keadaan reaksi yang telah
berjalan sempurna (reagen yang sama-sama adalah mol ekuivalen bukan mol. Mol ekuivalen
dihasilkan dari perkalian norma.itas dengan volume. Tidak semua zat bisa ditentukan dengan
cara titrasi akan tetapi kita harus memperhatikan syarat-syarat titrasi untuk mengetahui zat
apa saja yang dapat ditentukan dengan metode titrasi yang ada. Mengenal berbagai macam
peralatan yang dipergunakan dalam titrasipun sangat berguna agar ktia mahir melakukan
teknik titrasi.
C. IODOMETRI
1. Pengertian Analisa Iodometri
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat
oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat-zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan
membentuk iodin. Iodin yang tebentuk ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium
tiosulfat. Iodometri digunakan untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat
oksidator H2C2.
2. Prinsip Iodometri
Titrasi iodometri termasuk dalam titrasi dengan cara titrasi tidak langsung, dalam hal ini
ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan
baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator
ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan
Na2S2O3. Sebagai indikator, digunakan larutan amilum.
3. Dasar Reaksi
K2Cr2O7 + HCl 2KCl + 2CrCl3 + 3Cl2 + 7H2O
Dalam hal ini iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium. Iodium yang
terbentuk dititrasi dengn larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk
menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. pada oksidator ini
ditambahkan laruan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3. Untuk menentukan apakah I2 telah habis bereaksi, maka ditambahkan
amilum sehingga larutan berwarna biru gelap. Apabila warna biru gelap telah hilang tandanya
I2 telah habis bereaksi dengan Na2S2O3.
Larutan standar yang yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na 2S2O3.5H2O. larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai
standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling
nyata, tetapi jarang diunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih
sering digunkan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses
iodometrik ( Underwood,1986).
4. Titik Akhir Titrasi
TITIK akhir titrasiredoks dapatdilakukan dengan mengukur potensial larutan dan dengan
menggunakan indikator. Indikator yang digunakan adalah amilum 1 %. Titik akhir titrasi pada
iodometri tercapai apabila warna biru gelap telah hilang dan menjadi hijau muda terang.
Sedangkan TAT dengan mengukur potensial memerlukan voltmeter
D. IODIMETRI
A ( Reduktor ) + I2 A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat
yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. I2 + 2 e - 2 I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25C ,
namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk kompleks
triiodida dengan iodida :
I2 + I- I3-
I2 + H2O HIO + H+ + I-
Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian HIO
oleh cahaya matahari .
Larutan iod merupakan larutan yang tidak stabil , sehingga perlu distandarisasi
berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna, karena itu
harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain dengan
mengatur pH atau dengan menambahkan bahan pengkompleks.
Larutan iod sering distandardisasi dengan larutan Na2S2O3 . selain itu bahan baku
primer yang paling banyak digunakan ialah As2O3 pada pH tengah, Berdasarkan reaksi :
I2 + 2 e- 2 I- E= 0,536 volt
Reaksi diatas menunjukkan , bahwa sebenarnya iod terlalu lemah untuk mengoksidasi
H3AsO4 . Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi , maka kesetimbangan digeser
kekanan ( H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam larutan yang berkelebihan OH- itu) . Pada
umumnya pH tersebut diantara 7 dan 9, tidak terlalu basa , karena akan mendorong
disproporsional I2 terlalu banyak .Untuk mengatur pH tersebut ,larutan yang agak asam
dijenuhi dengan NaHCO3 yang akan menghasilkan penahan dengan pH antara 7 dan 8.
Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod
standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih
kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-)
menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut reaksi :
I2 + OH- HI + IO-
3IO- IO3- + 2I-
Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium
akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO 42-) sehingga
menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada
metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan
iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida (I 3). Untuk
tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya ditulis dengan
I3 dan bukan I2 ,misal :
I3 + 2S2O32 3I + SO62
Reaksi diatas lebih akurat dari pada :
I2 + 2S2O32 2I+SO62
namun demi kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan
menggunakan I2 bukan dengan I3.
Subtansi-subtasi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi
langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik(III), antimony(III), sulfida, sulfit, timah(II),
dan ferosianida.
E. PERMANGANOMETRI
1. Pengertian Analisa Permanganometri
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi dengan
KMnO4.
2. Prinsip dan Reaksi
Permanganomeri merupakan titrasi redoks yang larutan bakunya bersifat sebagai
oksidator.Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
MnO4- + 8H+ + 5e Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indicator, jadi titrasi pemanganometri ini
tidak memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam karena
karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa
yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit,
sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi permanganometri
KMnO4 + H2C2O4 + H2SO4 K2SO4 + MnSO4 + CO2 + H2O
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti:
a. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah
endapan disaring dan dicuci dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam
oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat
dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan
b. Ion-ion Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci,
dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO 4 berlebih. Sebagian Fe2+
dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan
menitrasinya dengan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:
Larutan pentiter KMnO4- pada buret Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama,
larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2, reaksinya
4 KMnO4 + 2 H2O 4 KOH + 4 MnO2 + 3O2
sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan KMnO 4 yang terlalu cepat pada
larutan seperti H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung
menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+.
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena
membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2
H2O2 H2O + O2
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi
yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.
Reaksi reduksi ion permanganat tergantung pada suasana, yaitu:
a. Suasana asam
Dalam suasana asam ion permanganat (MnO 4- ) yang berwarna ungu mengalami reduksi
menjadi Mn2+ yang tidak berwarna ungu. Reaksinya :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn 2+ + 4H2O
b. Suasana netral
Dalam suasana netral, MnO4- direduksi menjadi MnO2 yang mengendap.
Reaksinya:
MnO4 + 4H+ + 3e MnO2 +2H2O
c. Suasana alkalis
Reaksinya:
MnO4- + 3e MnO42-
MnO42- + 2H2 O + 2e MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e MnO2 +4OH-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena
alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang
ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih
lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan
mendiamkannya diatas penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam
suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus
saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan
pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah
katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi
permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam
penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang
cukup kuat untuk mengoksidaMn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat.
Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari
MnO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat
dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi.
Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan
substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter
untuk menghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan
dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa
bulan.
Dalam titrasi permanganometri, tidak dibutuhkan indikator karena perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah muda menunjukan titik akhir suatu titrasi warna yang
diperoleh pun harus sudah dalam keadaan tetap, artinya saat melakukan pengadukan, warna
merah muda yang muncul tidak hilang, hal ini menunjukan titik kestabilan. Dalam hal ini
terjadi reaksi oksidasi dan reduksi:
Oksidasi : H2C2O4 CO2 + 2H+ +2e-
Reduksi : MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 4 H2O
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu
larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada
titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan
standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang
digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan
pemeriksaan dapat ditentukan.
(Al.Underwood,1992)
2. Prinsip
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida
(Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990)
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar
larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam
larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.
AmBn mA++ nB-
Hasil kali kelarutan = (CA+)M (CB-)N titrasi argentometri adalah titrasi dengan
menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.
Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan
terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks
yang stabil .
AgNO3+2KCN K(Ag(CN)2)+KNO3
Ag+ + 2 nn- Ag(CN)2
Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentu senyawa
kompleks yang tak larut
Titrasi argentometri ialah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran di mana akan
terbentuk garam perak yang sukar larut. Metode argentometri disebut juga sebagai metode pengendapan
karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan.
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain
yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
3. Metode
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2 CHO4 sebagai indicator (Sindjia, 2013).
Titrasi mohr dari klorida dengan ion perak yang dalam hal ini ion kromat digunakan sebagai indicator.
Penampilan utama yang tetap dari endapan perak kromat yang kemerah-merahan dianggap sebagai titik akhir
titrasi (Anonim). Titrasi mohr terbatas pada larutan-larutan dengan harga pH 6-10 (Underwood; 228).
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu
AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk
endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda
dari warna endapan analat dengan Ag+.
Reaksi :
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) +Cl-(aq) AgCl(s)
Sedangpada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) Ag2CrO4(s)
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi,
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu
banyak terpakai.
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya
ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
A. Kesimpulan
Asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan larutan baku asam kuat
sebagai titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa. Titrasi
alkalimetri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam dengan
menggunakan larutan basa sebagai standar. TAT dari asidimetri dan alkalimetri adalah
terbentuknya warna pink. Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung
untuk zat yang bersifat oksidator. TAT-nya warna hijau muda terang. Sedangkan iodimetri
merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang
pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample. Indikator yang
digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran .
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi dengan KMnO 4.
Selanjutnya Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam
suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.
B. Saran
Dalam melakukan titrasi asidimetri, alkalimetri, iodometri, iodimetri,
permanganometri, maupun argentometri haruslah memperhatikan prinsip dan metode yang
apa yang digunakan dalam proses titrasi tersebut. Serta memperhatikan titik akhir yang
seharusnya terjadi.
Daftar Pustaka
Brady, james E 1994 Kimia Universitas Edisi Kelima. Jilid pertama. Penerbit Erlangga: Jakarta
Day, R.Ajr and, A. L. Underwood 1998 Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Revisi Terjemahan.
R.Soendoro dkk. Erlangga: jakarta
HAM, Mulyono.2008. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium.Jakarta: Bumi Aksara
Neilisa, Faza. 2014.online (http://fazaneilisa.blogspot.com/2014/01/titrasi-pengendapan-
argentometri-i.html) Diakses pada 10 NOVEMBER 2014