Anda di halaman 1dari 22

LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN IV
“PENGARUH CARAPEMBERIAN OBAT TERHADAP
BIOAVAILABILITAS SECARA IN VIVO”

DISUSUN OLEH:
NAMA : MARIA NOVRYANTI SIA
NIM : G70118105
KELAS/KELOMPOK : C/ V (LIMA)
TANGGAL : 7 APRIL 2021
ASISTEN : NURUL AMALIA

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang

Produk obat dapat disebut alternatif farmasetik jika mengandung senyawa


aktif (active moiety) yang sama, tetapi berbeda garam, ester, atau kompleks
dari senyawa tersebut, atau berbeda bentuk sediaan atau kekuatan (contoh,
tetrasiklin hidroklorida 250 mg kapsul dan tetrasikin fosfat kompleks 250 mg
kapsul; kuinidin sulfat 200 mg tablet dan kuinidin sulfat 200 mg kapsul).
Perbedaan bentuk sediaan dan kekuatan dalam satu line produk dari
manufakturer yang sama dapat disebut sebagai alternatif farmasetik.
Demikian halnya dengan produk lepas-lambat jika dibandingkan dengan
produk lepas-segera dengan bahan aktif yang sama (Orange Book, 2015).

Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,


membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat
merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi
organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis,
menyembuhkan, mencegah suatu penyakit. Dalam penggunaannya, obat
mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat mempunyai
karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada
dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat
yang dimaksudkan larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua
diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan.
Berbagai bentuk obat disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya (Ansel,
2014).

Aplikasi dalam bidang farmasi adalah seorang farmasis dapat mengetahui dan
menentukan serta membandingkan luas daerah dibawah kurva dan konstanta
absorbsi obat pada berbagai cara pemberian. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya percobaan ini.
B. Maksud Percobaan
Memahami perbandingan luas daerah di bawah kurva dan konstanta absorbsi
obat pada berbagai cara pemberian

C. Tujuan Percobaan
Mengetahui perbandingan luas daerah di bawah kurva dan konstanta absorbsi
obat pada berbagai cara pemberian

D. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini yaitu agar kita dapat memahami dan mengetahui
perbandingan luas daerah di bawah kurva dan konstanta absorbsi obat pada
berbagai cara pemberian

E. Prinsip Percobaan
F. Dasar Teori
Untuk produk-produk obat tertentu bioavailabilitas dapat ditunjukkan dengan
fakta yang diperoleh secara in vitro yang dilakukan dalam lingkungan seperti
in vivo. Obat-obat bioavailabilitasnya terutama bergantung pada obat yang
berada dalam keadaan terlarut. Laju pelarutan obat dari produk obat tersebut
diukur in vitro. Uji pelarutan yang resmi diuraikan dalam United States
Pharmacopeia (USP). Data laju pelarutan in vitro harus berhubungan dengan
data bioavailabilitas in vivo untuk obat tersebut. Salah satu interaksi yang
terjadi dari obat herbal adalah interaksi farmakokinetika yang mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metaabolisme atau ekskresi obat. Sedangkan interaksi
farmakodinamik terjadi pada obat yang bekerja mirip/atau sama dengan obat
herbal, misalnya pemberian bersamaan antara obat herbal yang memiliki
aktifitas antiplatelet dengan antikoagulan, penggunaan bersamaan efedrin
dengan obat herbal yang kaya kofein (Fardin & Sarina, 2017).

Keberhasilan suatu terapi dengan obat, ditentukan antara lain oleh rancangan
pengaturan dosisnya. Suatu aturan dosis dirancang dengan memper-
timbangkan faktor-faktor: fisiologik, patofisiologik, farmakokinetik serta
kebiasaan penderita. Pada beberapa kondisi, obat diberikan pada suatu aturan
dosis ganda yang dimaksudkan untuk memperpanjang aktivitas terapetik.
Parameter farmakokinetik teofilina yang diamati adalah: luas area di bawah
kurva (AUC), kadar obat mencapai maksimum (Cp maks), waktu obat
mencapai puncak (t maks), tetapan laju absorpsi (ka), tetapan laju eliminasi
(K), waktu paruh eliminasi (t ½), dan waktu okupansi obat. Dengan
mengetahui profil farmakokinetika teofilina tersebut dapat dipakai untuk
pertimbangan di dalam pengaturan dosis (Parfati N., dkk., 2018).

Fitosom merupakan suatu sistem penghantaran yang dibentuk oleh bahan


aktif alami dan fosfatidilkolin. Fitosom digunakan untuk meningkatkan
bioavailabilitas bahan aktif. Komponen aktif dengan polaritas terlalu tinggi
tidak dapat melewati penghalang lipid (lipid barrier) pada kulit atau sistem
pencernaan, sehingga tidak dapat diserap. Flavonoid dalam daun sembung
memiliki potensial terapetik yang luas, salah satunya adalah sebagai
antioksidan, senyawa fenolik yang ada dalam flavonoid memiliki polaritas
yang tinggi sehingga menyebabkan Bioavailabilitas rendah (Ikra N, dkk.,
2020).

Bioavailabilats merupakan suatu pengukuran laju dan jumlah obat yang aktif
terapetik hingga mencapai sirkulasi sistemik atau merupakan jumlah relatif
(%) dari suatu obat yang diberikan masuk ke tubuh dan kecepatan obat berada
dalam sirkulasi sistemik Uji bioavailabilitas terkait erat dengan makna
bioequivalensi suatu produk yaitu merupakan equivalen farmasetik atau
equivalen alternatif (Lazuardi, 2019).

Pengobatan menggunakan obat herbal merupakan bentuk pengobatan tertua


dan paling banyak digunakan dalam mengatasi masalah kesehatan.
Pembuktian dasar farmakologis dalam penjaminan khasiat obat herbal masih
menjadi tantangan sampai saat sekarang ini. Point yang tak kalah menarik
adalah pertanyaan tentang bioavailabilitas untuk menilai sejauh mana dan
seberapa cepat komponen aktif diserap setelah pemberian obat herbal. Selain
itu dibutuhkan juga penjelasan tentang jalur metabolisme, serta penilaian rute
eliminasi dan kinetika lainnya. Data ini sangat diperlukan untuk
menghubungkan data uji farmakologis dengan efek klinis. Oleh karena itu
sangat penting untuk memiliki pengetahuan tentang sifat farmakokinetika dari
senyawa aktif setiap obat herbal. Untuk menggambarkan absorpsi, distribusi,
metabolisme dan eksresi (ADME) dari beberapa senyawa golongan santon
(Susanti M, 2019).
G. UraianBahan
1. Aquadest (FI III, 1979, hal. 96)
Nama Resmi : AQUADESTILLATA
Nama Lain : Air suling
Rm/Bm : H2O/ 18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidakmemiliki rasa
Kelarutan : -
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Etanol (FI Edisi III : 1979:65)


Namaresmi : AETCHANOLUM
Nama lain : Etanol/ alkohol
RM/BM : C2H5OH/46,06
Rumusstruktur :

Pemerian : Cairantiidakberwarna, jernih, mudah, menguap,


danmudahterbakardenganmemberikannyalabirutidakberas
ap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dalam kloroform p
danpadaeter p.
Khasiat : Zattambahan
Kegunaan : Sebagaipembasah
Penyimpann : Dalamwadahtertutuprapat
3. Asam Klorida (FI edisi III 1979 ; 649:
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
RM/BM : HCl/36,46
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan; tidak berwarna; berasap, bau merangsang.


Jika
diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau
hilang.
Kelarutan :-
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar :Asam klorida mengandung tidak kurang dari 35,0%
dan tidak lebih dari 38,0% HCl.

4. Kalium Oksalat (FI edisi III 1979 ; 169)


Nama resmi : KALLI OKSALAT
Nama lain : Kalium oksalat
RM/BM : C2K2O4/166.22
Rumus struktur :

Pemerian :-
Kelarutan :-
Khasiat : Murni pereaksi
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan kadar :-
5. Natrium Nitrit (FI edisi III 1979 ; 714)
Nama resmi : NATRII NITRIIT
Nama lain : Natrium nitrit
RM/BM : NaNO2/69,00
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih


kekuningan, merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) P.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : Natrium nitrit mengandung tidak kurang dari 95%
NaNO2

6. Asam Triklorasetat (FI edisi III 1979 ; 654)


Nama resmi : ACIDUM TRICLOROASETAT
Nama lain : Asam triklorasetat
RM/BM : C2HCl3O2/163.38 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau massa hablur


Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam etanol 95% P
dan dalam eter p
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : CCI3.CO2H mengandung tidak kurang dari 98,0%
C2HCI3O2.
7. Amonium Sulfamat (FI edisi III 1979 ; 645)
Nama resmi : AMONIUM SULFAMATE
Nama lain : Amonium sulfamat
RM/BM : H6N2O3S / 114.13 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau Sserbu hablur, warna putih


Kelarutan : Mudah larut dalam air
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : Amonium sulfamatmengandung tidak kurang dari
98,0% H6N2O3S.
8. Amonium Sulfat (FI edisi III 1979 ; 645)
Nama resmi : AMONIUM SULFATE
Nama lain : Amonium sulfat
RM/BM : (NH4)2SO4/132,14 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau butiran putih


Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, praktis tidak larut
dalam etanol (95%) P.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : Amonium sulfat mengandung tidak kurang dari
98,0% H6N2O3S.
H. Uraian Sampel
1. Sulfadiazine (FI edisi III 1979 ; 579)
Nama resmi : SULFADIAZINUM
Nama lain : Sulfadiazine
RM/BM : C10H10N4O2S/250,27
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk; putih, putih kekuningan atau putih agak


merah jambu; hampir tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam asam
mineral ecer dan dalam larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai antibakteri
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Persyaratan kadar : Sulfadiazine mengandung tidak kurang dari 99,0%
C10H10N4O2S, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan
I. Uraian Obat
1. Sulfadiazine (Mims & Medscape, 2021)
Indikasi : Antibiotik
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sulfonamid. Porfiria akut,
kelainan darah, penyakit kuning. Gangguan hati
atau ginjal berat. Bayi < 2 bulan (kecuali dalam
pengobatan toksoplasmosis).
Dosis : Dewasa: 2-4 g/hari dibagi PO 3-6x/hari. Anak
anak: 150 mg/kg/hari dibagi setiap 4-6 jam PO,
atau 4 g/persegi. meter/hari dibagi q4 -6 jam PO.
Efek Samping : Superinfeksi bakteri atau jamur (penggunaan
lama), Sakit kepala, kejang, halusinasi, depresi
mental, ataksia, insomnia, vertigo, neuritis perifer,
Diare, mual, muntah, anoreksia, sakit perut,
pankreatitis, stomatitis, Hepatitis, ikterus neonatal,
dan kernikterus.
Farmakokinetik : Absorpsi: Mudah diserap dari saluran Gl. Waktu
untuk konsentrasi plasma puncak: 3-6 jam.
Distribusi: Kejaringan dan cairan tubuh, termasuk
CSF. Melintasi plasenta dan memasuki ASI.
Pengikatan protein plasma: 20-55%. Metabolisme:
Dimetabolisme melalui asetilasi-N. Ekskresi:
Melalui urin (43-60% sebagai obat tidak berubah,
15-40% sebagai metabolit). Waktu paruh eliminasi:
Kira-kira 10 jam.
Mekanisme Kerja : Sulfadiazin adalah turunan sulfonamida kerja
pendek dengan aksi bakteriostatik melalui
penghambatan kompetitif sintesis asam folat oleh
bakteri.
Golongan Obat : Obat Keras (Antibiotik sulfonamida)
J. Klasifikasi Hewan Uji
1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Azis et al., 2018)
Kingdom : Animal
Fillum : Chordata
Sub Fillum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Family : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculus

K. Spesifikasi Hewan Uji


1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
Umur : 5 – 6 bulan
Berat Badan : 1,5 – 2 Kg
L. Prosedur Kerja
1. Hewan dibagi dalam beberapa kelompok, tiap kelompok untuk satu macam
cara pemberian, antara lain intravena, per oral, intramuskular,
intraperitoneal, dan subkutan.
2. Dosis yang diberikan sama untuk setiap cara pemberian yaitu 150 mg/kg
BB
3. Tetapkan kadar sulfadiazin dalam darah sebelum pemberian dan 10, 20, 30,
45, 60, 90, 120, 150, 180,240 menit setelah pemberian obat.
4. Hitung AUC dan tetapan kecepatan Absorbsi (Ka) untuk masing-masing
cara pemberian.

Penetapan kadar sulfadiazin dengancara Bratton Marshall:


1. Sebanyak 0,5 ml darah ditambah 15,5 ml air, campur dengan baik.
2. Tambahkan 4 ml larutan asam triklorasetat 15 %, campur baik-baik dan
putar dalam sentrifus selama 15menit.
3. Ke dalam 10 ml supernatan yang bebas protein ditambahkan 0,5 ml HCl 4
N, panaskan pada penangas air selama 1 jam, kemudian dinginkan.
4. Ambil 5 ml cairan yang jernih, tambah 0,5 ml larutan NaNO2 0,1 %,
campur baik-baik, dan tambah larutan amonium sulfat 0,5 %.
5. Tambahkan 2,5 ml larutan N-(1-naftil) etilen diamonium klorida 0,1 %
dalam alkohol. Campur baik-baik dan diamkan selama 10 menit.
6. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
M. Alat Dan Bahan
M.1 Alat
1. Timbangan
2. Stopwatch
3. Dispo 5 ml
4. Kertas
5. Pulpen
6. Stopwatch
7. Kandang
8. Sonde
9. Lap kasar
10. Erlenmeyer
11. Pengaduk
12. Pipet volume
13. Spektrofotometer
14. Spoit injeksi
15. Sentrifus

M.2 Bahan
1. Koran
2. Kertas grafik
3. Masker & Handscoon
4. Kaos tangan
5. Aquadest
6. Kapas
7. Larutan injeksi natrium sulfadiazine 5 %2
8. Kalsium oksalat 2%
9. Asam trikloroasetat 15%
10. Natrium nitrit 0,1%
11. Asam klorida 4N
12. Amonium sulfamat 0,5 %
13. Larutan N-(1-naftil) etilen diamonium klorida 0,1 %
M.3 Sampel
1. Sulfadiazine

M.4 Hewan Uji


1. Kelinci jantan (Oryctolagus cuniculus)
DAFTAR PUSTAKA

Ansel A. B. (2014) Biowaiver and Biopharmaceutic Classification System. New


York: Springer, pp. 119-137.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi


III. Jakarta : DepKes RI.

Fardin & Sarina. (2017). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Oregano Terhadap
Bioavailabilitas Tablet Diazepam. Majalah Farmasi Vol. 14 No. 01.
Makassar.

Ikra N, dkk. (2020). Uji Penetrasi Fitosom Ekstrak Etanol Daun Sambung Serta
Uji Aktifitas Antioksidan Dengan Metode DPPH. Jurnal Ilmiah Indonesia.
Jakarta.

Lazuardi, (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner. Surabaya :Airlangga


University Press.

Orange Book (2015) Approved Drug Products with Therapeutic Equivalence


Evaluations, 35th Edition. US Department of Health and Human Services,
Food and Drug Administration, Center for Drug Evaluation and Research,
Office of Generic Drugs

Parfati N., dkk. (2018). Studi farmakokinetika teofilina setelah pemberian oral
dosis tunggal tablet teofilin dan aminofilina lepas kendali pada subyek
normal. Media Pharmaceitce Indonesian Vol. 2 No. 1. Surabaya.

Susanti I., (2019). Review: Pengaruh medium disolusi dan upaya peningkatan
permeabilitas metformin. Farmaka Vol. 17 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai