PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN V
DISUSUN OLEH :
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITA TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Kelarutan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat
untuk mencapai sirkulasi sistemik. Molekul erat kaitannya dengan kelarutan
terutama kelarutan zat dalam air, sehingga zat yang larut dalam air dapat
menunjukkan absorpsi yang sempurna. Pada bahan obat dengan kelarutan kecil,
kelarutan dan disolusi merupakan salah satu faktor yang menentukan proses
absopsi terutama pada sediaan oral. Sebab itu banyak dikembangan upaya untuk
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi bahan obat ini, baik dengan modifikasi
sifat-sifat fisika bahan obat maupun dengan menambahkan bahan pengikat
kelarutan, membentuk senyawa baru dan system disperse padat (Noviyanti, dkk
2017).
C. Tujuan Percobaan
Mengetahui pengaruh pemberian obat terhadap biotransformasi secara in vivo.
D. Manfaat Percobaan
Memahami dan mengetahui pengaruh pemberian obat terhadap biotransformasi
secara in vivo.
E. Prinsip Percobaan
F. Dasar Teori
Metabolisme mempunyai peranan penting dalam proses farmakokinetika.
System enzim metabolism obat terutama enzim oksidase dihati serta enzim
hydrolase dihati dan plasma, berperan dalam mengubah senyawa lipofilik
menjadi substrat untuk system konjugasi, dengan memasukkan gugus plar
seperti COOH dan OH fenolik. Selanjutnya senyawa mengalami konjugasi
menghasilkan konjugat glukuronidase, sulfat dan glisun, yang bersifat sangat
mudah larut dalam air dan kemudiaan diekskresikan melalui mekanisme
transport aktif. Senyawa lipofilik yang tahan terhadap metabolism akan
diakumulasikan pada jaringan lemak (Siswandono, 2016).
Metabolisme obat. Setelah obat melalui sirkulasi obat akan mengalami proses
metabolism. Obat akan ikut sirkulasi kedalam jaringan kemudian berinteraksi
dengan sel dan melakukan sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi lebih
aktif. Obat yang tidak aktif akan diekskresikan. Ekskresi sisa setelah obat
mengalami metabolism atau pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak dapat
dipakai. Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar dalam bentuk urine, dari
intestinal dalam bentuk feses, dan dari paru-paru dalam bentuk udara. Obat ini
memiliki dua efek yaitu efek terapeutik dan efek samping (Dartiwen dkk, 2020).
Pemberian obat secara per oral sebenarnya pemberian yang paling umum,
mudah dilakukan, aman dan murah. Walaupun pemberian oral mempunyai
kemudahan dan murah tetapi mempunyai kerugian antara lain dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya, mengiritisi lambung terutama pada obat-obat
kelompok analgesic dan antiinflamasi. Pemberian obat secara oral pada hewan
dengan cara memberikan obat langsung melalui mulut hewan. (Rinidar,.dkk,
2020).
Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo adalah uji yang dilakukan pada hewan uji untuk
mendeteksi efek toksik pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon
yang khas dari sediaan uji. Pedoman Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo dalam
Peraturan ini meliputi: Uji toksisitas akut oral, uji toksisitas subkronik oral, uji toksisitas
kronik oral, uji teratogenisitas, uji sensitisasi kulit, uji iritasi mata, uji iritasi/korosi akut
dermal, uji iritasi mukosa vagina, uji toksisitas akut dermal, uji toksisitas subkronik
dermal, dan uji toksisitas karsinogenisitas. Pedoman Uji Toksisitas Praklinik secara in
vivo digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan uji keamanan
pengembangan Obat baru, Obat Tradisional, Obat Kuasi, Suplemen Kesehatan,
Kosmetika dan Pangan Olahan. Dalam hal metodologi pengujian tidak diatur dalam
Pedoman Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo sebagaimana tercantum dalam
Lampiran, Pendaftar, Peneliti, atau Lembaga Penelitian/Riset sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan huruf c dapat menggunakan metodologi pengujian
lain dalam melakukan Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo. Metodologi pengujian lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan metodologi Uji Toksisitas Praklinik
secara in vivo berdasarkan referensi ilmiah yang diakui secara internasional dan/atau
data ilmiah yang sahih. Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo dilaksanakan di
laboratorium hewan uji. Laboratorium hewan uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menerapkan cara berlaboratorium hewan uji yang baik sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini (BPOM,
2020).
G. Uraian Bahan
a. Aquadest (FI III, 1979, hal. 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O/ 18,02
Rumus Struktur :
(Pubchem, 2021)
(Pubchem, 2021)
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit
Pahit
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam Natrium
hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Kegunaan : Sebagai sampel
Khasiat Analgesik dan Antipiretik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
c. NaCl Fisiologis (FI III, 1979: 403)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain : Natrium klorida
RM/BM : NaCl / 58,44
Rumus Struktur : Na-Cl
Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk
I. Uraian Hewan
1. Tikus Putih (Rathus norvegicus) (Rejeki, 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rottus norvegicus
J. Prosedur kerja
1. Kelas dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing dengan 3 ekor hewan
a. Kelompok I mengerjakan percobaan control (pengukuran waktu tidur
hewan dengan praperlakuan pemberian larutan garam fisiologis).
b. Kelompok II mengerjakan percobaan pemacu biotransfarmasi obat
(pengukuran waktu tidur dengan praperlakuan pemberian fenobarbital).
c. Kelompok III mengerjakan percobaan penghambat biotransformasi obat
( pengukuran waktu tidur dengan praperlakuan pemberian karbon
tetraklorida.
2. Timbang berat masing-masing hewan dan beri tanda atau kode.
3. Diberi perlakuan:
a. Kelompok I hewan diberi praperlakuan dengan garam fisiologis 0,2 ml
secara intraperitonial, diamkan selama 30 menit, kemudian berikan
secara intraperitonial larutan natrium thiopental dengan dosis 40
mg/kgBB. Catat onset of action dan durasi waktu tidur thiopental.
b. Kelompok II hewan diberi praperlakuan dengan larutan natrium
fenobarbital dengan dosis 75 mg/kgBB perhari selama 5 hari berturut-
turut, kemudian pada hari keenam diberikan larutan natrium thiopental
dengan dosisi seperti pada kelompok I. pemberian dilakukan secara
intraperitonial. Catat pula waktu tidurnya.
c. Kelompok III hewan diberi praperlakuan dengan karbon tetraklorida
1,25 mg/kgBB secara oral 24 Jam sebelum diberikan natrium
thiopental.
K. Alat dan Bahan
K.1 Alat
Dara Alicia Ima dan Patihul Husul. (2017). Artikel Tinjauan: Meningkatkan Kelarutan
Obat. Bandung: Universitas Padjajaran.
Jakarta: DEPKES RI