PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN IV
DISUSUN OLEH :
ASISTEN : FADRIANI
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITA TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Biotranformasi obat-obat dapat digolongkan menurut aktivitas farmakologi
dari metabolit atau menurut mekanisme biokimia untuk setiap reaksi
biotransformasi, untuk sebagian besar obat obat akan dihasilkan dalam bentuk
metabolit yang lebih polar yang tidak aktif secara farmakologi dan akan
dieliminasi lebih cepat daripada senyawa induknya. Jalur biotransformasi obat
dapat dibagi menjadi dua kelompok reaksi besar yaitu fase I (fungsionalisasi)
dan fase II (konjugasi), fase I meliputi oksidasi, reduksi dan hidrolisis
sedangkan untuk fase II meliputi kongjungasi. Selanjutnya, beberapa obat
yang menyerupai molekul biokimia alami dapat menggunakan jalur
metabolism untuk senyawa normal dalam tubuh (Muchtaridi, dkk 2018).
C. Tujuan Percobaan
Mengetahui perbandingan luas daerah di bawah kurva dan konstanta
absorpsi obat pada berbagai cara pemberian.
D. Manfaat Percobaan
Mengetahui dan memahami perbandingan luas daerah di bawah kurva dan
konstanta absorpsi obat pada berbagai cara pemberian.
E. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu melakukan pengamatan pengaruh cara pemberian
obat terhadap bioavailabilitas secara in vivo, dimana diambil darah kelinci 1
ml sebagai blanko dan lalu diberikan amoxicillin dengan rute pemberian yang
berbeda-beda, yaitu rute intraperitoneal, intravena, dan subkutan. Kemudian,
diambil darah kelinci sebanyak 1 ml pada menit ke 5 dan 15, ditambahkan
EDTA. Selanjutnya, disentrifugasi dan diukur absorbansi dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
F. Dasar Teori
Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat untuk di ukur kadarnya dalam darah
terhadap waktu ekskresinya dalam urin. Bioavailabilitas absolut bila
dibandingkan dengan sediaan intravena yang bioavailabilitasnya 100%.
Bioavailabilitas relative, bila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena.
Beberapa istilah dalam uji bioavailabilitas atau bioekivalen adalah
bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat akif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat, ekivalensi farmasetik, alternative
farmasetik, bioekivalen dan produk komparator (Refereance product)
(Fatmawaty,H, dkk, 2015).
Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo adalah uji yang dilakukan pada hewan
uji untuk mendeteksi efek toksik pada sistem biologi dan untuk memperoleh
data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Pedoman Uji Toksisitas
Praklinik secara in vivo dalam Peraturan ini meliputi: Uji toksisitas akut oral,
uji toksisitas subkronik oral, uji toksisitas kronik oral, uji teratogenisitas, uji
sensitisasi kulit, uji iritasi mata, uji iritasi/korosi akut dermal, uji iritasi
mukosa vagina, uji toksisitas akut dermal, uji toksisitas subkronik dermal, dan
uji toksisitas karsinogenisitas. Pedoman Uji Toksisitas Praklinik secara in
vivo digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan uji keamanan
pengembangan Obat baru, Obat Tradisional, Obat Kuasi, Suplemen
Kesehatan, Kosmetika dan Pangan Olahan. Dalam hal metodologi pengujian
tidak diatur dalam Pedoman Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo
sebagaimana tercantum dalam Lampiran, Pendaftar, Peneliti, atau Lembaga
Penelitian/Riset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan
huruf c dapat menggunakan metodologi pengujian lain dalam melakukan Uji
Toksisitas Praklinik secara in vivo. Metodologi pengujian lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan metodologi Uji Toksisitas Praklinik secara
in vivo berdasarkan referensi ilmiah yang diakui secara internasional dan/atau
data ilmiah yang sahih. Uji Toksisitas Praklinik secara in vivo dilaksanakan di
laboratorium hewan uji. Laboratorium hewan uji sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), menerapkan cara berlaboratorium hewan uji yang baik sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Badan ini (BPOM, 2020).
Metabolisme obat. Setelah obat melalui sirkulasi obat akan mengalami proses
metabolism. Obat akan ikut sirkulasi kedalam jaringan kemudian berinteraksi
dengan sel dan melakukan sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi lebih
aktif. Obat yang tidak aktif akan diekskresikan. Ekskresi sisa setelah obat
mengalami metabolism atau pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak
dapat dipakai. Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar dalam bentuk urine,
dari intestinal dalam bentuk feses, dan dari paru-paru dalam bentuk udara.
Obat ini memiliki dua efek yaitu efek terapeutik dan efek samping (Dartiwen
dkk, 2020).
G. Uraian Bahan
1. Aquadest (FI Edisi III, hal. 96)
(Pubchem. 2021)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak mempunyai rasa
Kelarutan : -
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : -
2. Alkohol ((FI III, 1979 : 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol / Alkohol
RM/BM : C2H6O / 46,07
Rumus struktur :
(Pubchem. 2021)
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah
menguap dan mudah bergerak; bau khas;
rasa panah. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P
Khasiat : Antiseptikum ekstern.
(Pubchem.2021)
Pemerian : -
Kelarutan : -
Khasiat : Murni pereaksi
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
4. NaNO2 (Natrium nitrit) (FI Edisi III, hal. 714)
Nama resmi : NATRII NITRIIT
Nama lain : Natrium nitrit
RM/BM : NaNO2/69,00
Rumus struktur :
(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau
(Pubchem.2021)
Pemerian : -
Kelarutan : -
Khasiat : Murni pereaksi
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Pubchem.2021)
Pemerian : Hablur atau massa hablur
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,
dalam
(Pubchem.2021)
H. Uraian Sampel
1. Sulfadiazine (FI Edisi III, hal. 579)
Nama resmi : SULFADIAZINUM
Nama lain : Sulfadiazine
RM/BM : C10H10N4O2S/250,27
Rumus struktur :
(Pubchem.2021)
Pemerian : Serbuk; putih, putih kekuningan atau
putih agak merah jambu; hampir tidak
berbau;
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol (95%) P; mudah larut
dalam asam mineral ecer dan dalam
larutan
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai antibakteri
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari
dikeringkan.
I. Uraian Obat
1. Sulfadiazine (MIMS & MEDSCAPE, 2021)
Indikasi : Antibiotik
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sulfonamid. Porfiria
akut, kelainan darah, penyakit kuning.
Gangguan hati atau ginjal berat. Bayi < 2
bln (kecuali dalam
Dosis : Dewasa: 2-4 g/hari dibagi PO 3-6x/hari.
Anak- anak: 150 mg/kg/hari dibagi setiap 4-
6 jam PO, atau 4 g/persegi. meter/hari
dibagi q4 -6 jam PO.
Efek Samping : Superinfeksi bakteri atau jamur (penggunaan
lama), Sakit kepala, kejang, halusinasi, depresi
mental, ataksia, insomnia, vertigo, neuritis
perifer, Diare, mual, muntah, anoreksia, sakit
perut, pankreatitis, stomatitis, Hepatitis,
ikterus neonatal, dan kernikterus.
J. Uraian Hewan
1. Tikus Putih (Rathus norvegicus) (Rejeki, 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rottus norvegicus
K. Prosedur kerja
1. Hewan dibagi dalam beberapa kelompok, tiap kelompok untuk satu
macam cara pemberian, antara lain intravena, per oral, intramuskular,
intraperitoneal, dan subkutan.
1. Dosis yang diberikan sama untuk setiap cara pemberian yaitu 150
mg/kg BB
2. Tetapkan kadar sulfadiazin dalam darah sebelum pemberian dan 10, 20,
30, 45, 60, 90, 120, 150, 180,240 menit setelah pemberian obat.
3. Hitung AUC dan tetapan kecepatan Absorbsi (Ka) untuk masing-
masing cara pemberian.
Penetapan kadar sulfadiazin dengan cara Bratton Marshall:
M. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang kelinci yang mau digunakan.
3. Dihitung KD, Stok dan Vp.
4. Dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok hewan uji.
5. Diambil darah hewan uji sebanyak 2 ml pada menit ke 0.
6. Diberikan NaCl Fisiologis secara IP, IV, dan SC pada masing-masing
hewan uji.
7. Dilanjutkan pengambilan darah hewan uji sebanyak 3 ml pada menit ke 5
dan 15.
8. Dimasukkan darah yang telah diambil ke dalam tabung.
9. Ditambahkan larutan edta ke dalam tabung.
10. Disentrifugasi.
11. Diukur absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
12. Diamati dan dicatat hasilnya.
N. Skema Kerja
Alat dan Bahan
Hewan Uji
- diambil darah 2 ml
Menit ke 5 dan 15
- diambil darah 3 ml
- ditambahkan edta
Tabung EDTA
Sentrifuge
Spektrofotometer UV-Vis
Diamati
O. Analisis Data
1. KD, Stok, Vp
BB Kelinci (kg)
Kelinci IP 1,63 kg
Kelinci IV 1,57 kg
Kelinci SC 1,4 kg
1,57 kg 1
Vp IV = x x 10 ml
2,5 kg 2
1,57 kg
= x 5 ml
2,5 kg
= 3,14 ml
1,4 kg 1
Vp SC = x x 10 ml
2,5 kg 2
1,4 kg
= x 5 ml
2,5 kg
= 2,4 ml
2. Persamaan Linear
a. Kurva Baku
b. Data Plama
Darah
Intraperitoneal
(IP)
Intravena (IV)
Subkutan (SC)
2. Analisis Data
X Y x2 y2 xy
2 0,003 4 0,000009 0,006
4 0,004 16 0,000016 0,016
6 0,013 36 0,000169 0,078
8 0,023 64 0,000529 0,184
10 0,026 100 0,000676 0,26
30 0,069 220 0,001399 0,544
y = bx + a
b = ¿¿
( 5 x 0,544 ) −(30−0,069)
=
( 5 x 220 )−(30)²
( 2,72 )−(29,931)
=
( 1100 ) −( 900)
(−27,221)
=
200
= -0,136055
a =
∑ y−b ∑ x
n
0,069−(−0,136055 ) x 30
=
5
0,069−(−4,08165)
=
5
4,15065
=
5
= 0,83013
y = bx + a
y = -0,14x + 0,83
3. Data Farmakokinetik
a. Secara IP
D2−D1
-K =
t 2−t 1
2,050−1,698
=
15−5
0,352
=
10
= 0,0352/menit
-Kadar Awal
D = K(t)+D0
1,698=0,0352(5)+D0
D0= 1,698– 0,176
= 1,522
( 0,0352
1
−
0,0352 )
1
(1,522)
= (28,409-28,409) (1,522)
= (0) (1,522)
=0
b. Secara IV
D2−D1
-K =
t 2−t 1
0,053−0,104
=
15−5
−0,051
=
10
= -0,0051/menit
-Kadar Awal
D = K(t)+D0
0,104 = -0,0051 (5)+D0
D0 = 0,104 + 0,0255
= 0,1295
- Tetapan Absorpsi
(Ka) Da = Ka (t) +
D0
0,104 = Ka (5) + 0,1295
0,104−0,1295
Ka =
5
−0,0255
=
5
= -0,0051 /menit
1 1
AUC = − D₀
Ke Ka
1 1
= − x(−0,1295)
0,0051 −0,0051
= (-196,078-(-196,078))(-0,1295)
= (0)(-0,1295)
=0
c. Secara SC
D2 − D1
-K =
t2 − t1
1,472 − 0,053
=
15 − 5
1,419
=
10
= 0,1419 /menit
- Kadar
Awal D
= K(t) +
D0
0,053 = 0,1419 (5) + D0
D0 = 0,053 - 0,7095
= -0,6565
- Tetapan Eliminasi
(Ke) De = Ke (t) +
D0
1,472 = Ke (15) + (-0,6565)
1,472 + 0,6565
Ke =
15
2,1285
=
15
= 0,1419 /menit
- Tetapan Absorpsi
(Ka) Da = Ka (t) +
D0
0,053 = Ka (5) + (-0,6565)
0,053 + 0,6565
Ka =
5
0,7095
=
5
= 0,1419 /menit
1 1
AUC = − D₀
Ke Ka
1 1
= − (−0,6565)
0,1419 0,1419
= 0
P. Pembahasan
Bioavailabilitas adalah presentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat untuk di ukur kadarnya dalam darah
terhadap waktu ekskresinya dalam urin. (Fatmawaty,H, dkk, 2015).
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu timbangan,
stopwatch, dispo 5 ml, kandang, sonde, lap kasar, Erlenmeyer, pengaduk,
pipet volume, spektrofotometer, spoit injeksi, sentrifus, kertas grafik, masker,
handscoon, kaos tangan, aquadest, kapas, larutan injeksi natrium sulfadiazine
5 % 2, kalsium oksalat 2%, asam trikloroasetat 15%, natrium nitrit 0,1%,
asam klorida 4N, amonium sulfamat 0,5 %, larutan N-(1-naftil) etilen
diamonium klorida 0,1 % dan hewan uji yang digunakan yaitu kelinci jantan
(Oryctolagus cuniculus).
Cara kerja, disiapkan alat dan bahan serta hewan uji terlebih dahulu.
Ditimbang yang akan digunakan. Dihitung KD, Stok dan Vp sampel uji, yaitu
NaCl Fisiologis. Lalu, diambil darah hewan uji sebanyak 2 ml pada menit ke
0 sebagai blanko. Kemudian, diberikan NaCl Fisiologis secara
intraperitoneal, intravena, dan subkutan pada masing-masing hewan uji. Lalu,
dilanjutkan pengambilan darah hewan uji sebanyak 3 ml pada menit ke 5 dan
15. Dimasukkan darah ke dalam tabung dan ditambahkan EDTA.
Disentrifugasi dan diukur absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer.
Lalu, diamati dan dicatat hasil pengamatan.
Hasil pengamatan absorbansi kurva baku yang diperoleh pada sampel NaCl
Fisiologi yaitu pada konsentrasi 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm berturut-turut
memiliki nilai absorbansi 0,003; 0,004; 0,013; 0,023; dan 0,026. Hasil
pengamatan absorbansi dari pengambilan darah kelinci pada menit ke 5 dan
15 yang diperoleh yaitu 1,698 dan 2,050; pada rute intravena berturut-turut
nilai absorbansi 0,104 dan 0,053; serta pada rute subkutan berturut-turut nilai
absorbansi 0,053 dan 1,472.
Berdasarkan literatur diatas, maka nilai absorbansi yang baik yaitu dengan
rentang antara 0,2-0,8 yang dimana absorbansi memiliki hubungan linier
dengan konsentrasi. Dari hasil pengamatan yang diperoleh tidak sesuai,
dimana secara intravena hanya nilai absorbansi menit ke 15 dan secara
subkutan hanya nilai absorbansi menit ke 5, dan intraperitonial sama sekali
tidak masuk dalam rentang nilai absorbansi yang baik.
Q. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil
pengamatan absorbansi dari pengambilan darah kelinci pada menit ke 5 dan
15 yang diperoleh yaitu pada rute intraperitoneal tidak dilakukan; pada rute
intravena berturut-turut nilai absorbansi 0,104 dan 0,053; serta pada rute
subkutan berturut- turut nilai absorbansi 0,053 dan 1,472. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur, dimana nilai absorbansi melebihi rentang yang sesuai 0,2-
0,8. Jadi, ada kesalahan data dalam pengamatan tersebut. Hasil pengamatan
parameter farmakokinetik yang diperoleh yaitu pada rute intraperitoneal tidak
dilakukan; dan pada rute intravena adalah Ka = - 0,0051, Ke = -0,0051, dan
AUC = 0; serta pada rute subkutan adalah Ka = 0,1419, Ke = 0,1419, dan
AUC = 0.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. (2020). Pedoman Uji Toksisitas Praklinik Secara In Vivo. Jakarta: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan.
Jakarta: DEPKES RI
Fatmawaty, H dkk (2015). Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Deepublish
Hasanah Amira Nur dan Taofik (2018). Metode Penambahan Surfaktan
Sebagai Substrat PG-P Untuk Meningkatkan Kelarutan Obat Lipofilik :
Article Review. Bandung: Universitas Padjajaran
University Press.