Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN II

“PENGARUH FAKTOR FORMULASI TERHADAP BIOAVAILABILITAS


SEDIAAN ORAL”

DISUSUN OLEH

NAMA : ELMI NANDA OCTAVIA


NIM : G70117175
KELAS/KELOMPOK : E/V (LIMA)
HARI/TANGGAL : RABU, 10 MARET 2021
ASISTEN : ARIF RAHMAN

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Bioavailabilitas suatu obat adalah laju dan jumlah relatif obat yang mencapai sirkulasi
umum tubuh (sistem peredaran darah). Laju relatif obat yang mencapai sistem
peredaran darah (laju absorbsi) dapat ditentukan dari konstanta laju absorbsi,
sedangkan jumlah relatif obat yang terabsorbsi dapat ditentukan dari availabilitas
absolut atau availabilitas relatif. Manfaat dari biavailabilitas diantaranya adalah dapat
diketahui waktu yang dibutuhkan suatu obat agar dapat memberikan efek terapi dan
seberapa banyak obat tersebut dapat terserap oleh tubuh (Nahdda,M.,dkk.2014).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), tablet adalah sediaan padat


mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode
pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar
tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling
banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Sedangkan tablet cetak dibuat dengan
cara menekanmassa serbuk lembab tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Yuyunn
utari,2014).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui faktor apa
saja yang berpengaruh pada bioavaibilitas formulasi sediaan oral yang mana hal ini
merupakan hal penting dalam proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
obat ketika masuk kedalam tubuh hingga mencapai efekterapeutik dan pengaruh
faktor formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset
ofaction(mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan per oral. Hal inilah
yang melatarbelakangi percobaan ini.
B. Maksud percobaan
Memahami pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati
berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang
diberikan per oral.

C. Tujuan percobaan
Mengetahui pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati
berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang
diberikan per oral.

D. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini mahasiswa dapat memahami serta mengetahui pengaruh
faktor formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of
action (mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan per oral.

E. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu dengan dgn mengelompokkan 10 ekor
tikus menjadi 2 kelompok, masing² kelompok diberikan perlakuan kelompok I
carbopol 0,5%+fenitoin dan kelompok II na-cmc 0,5% + fenitoin, kemudian
menghitung standar deviasi (sd), untuk menentukan jumlah variabel pada tikus putih
(rattus norvegicus) yang digunakan untuk mengatahui pengaruh factor formulasi
sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja)
dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan per oral.
F. Dasar Teori

Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) memegang peranan penting dalam proses


farmakokinetik. Bioavailabilitas merupakan derajat suatu obat atau substansi lain
mencapai jaringan target setelah diberikan. Kecepatan jumlah obat dalam persen
terhadap dosis yang mencapai tempat kerjanya atau masuk ke dalam sirkulasi
sistemik (Rinidar, 2020).

Pemberian obat secara oral adalah rute yang paling disukai karena menawarkan
keuntungan seperti kemudahan penggunaannya, sangat fleksibel, dan dosis yang
akurat. Namun, pemberian obat secara oral juga memiliki beberapa kelemahan
terutama ketika bentuk sediaan seperti tablet dan kapsul, yang dapat menyebabkan
kesulitan menelan (dysphasia), dan pemberian obat memiliki rasa yang tidak enak,
yang menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien terutama pada anak dan usia lanjut
terutama mereka yang tidak memiliki akses ke air minum. Selain itu obat yang
diberikan secara oral memiliki kelemahan zat aktif obat mengalami first past effect,
dimana memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai efek farmakologis
yang diingikan (Safitri, dkk, 2019).

Bioavailabilitas obat oral sangat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kelarutan dan
permeabilitas. Kelarutan yang rendah membatasi laju kelarutan obat yang
menyebabkan bioavailabilitas obat rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu
teknik formulasi untuk peningkatan kelarutan obat sehingga bioavailabilitasnya
tinggi. Kelarutan adalah bagian dari senyawa kimia padat, cair, dan gas yang disebut
zat terlarut untuk larut dalam pelarut padat, cair, atau gas untuk membentuk larutan
homogen dari zat terlarut dalam pelarut. Kelarutan suatu zat pada dasarnya
tergantung pada pelarut yang digunakan serta pada suhu dan tekanan. Tingkat
kelarutan suatu zat dalam pelarut spesifik diukur sebagai konsentrasi saturasi saat
menambahkan lebih banyak zat terlarut tidak meningkatkan konsentrasinya dalam
larutan. Kelarutan terjadi di bawah keseimbangan dinamis yang berarti kelarutan
dihasilkan dari proses pelarutan dan penggabungan fase yang simultan dan
berlawanan (contohnya seperti pengendapan padatan). Kesetimbangan solubilitas
terjadi ketika dua proses berlangsung pada laju yang konstan (Hasanah, 2018).

Kelarutan yang rendah di dalam air serta kurangnya kemampuan permeabilitas


menembus barrier absorpsi dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu senyawa
bahan alam di dalam tubuh. Tidak hanya itu, bioavailabilitas suatu senyawa juga
sangat dipengaruhi oleh stabilitas senyawa terhadap pH lambung dan kolon,
metabolisme oleh mikroflora normal dalam saluran pencernaan, absorpsi melalui
dinding usus, mekanisme aktif pompa efflux dan metabolisme lintas pertama.
Contoh senyawa bahan alam yang memiliki permasalahan bioavailabilitas di dalam
tubuh misalnya kurkumin dengan kelarutan yang sangat rendah dan metabolisme
lintas pertama yang tinggi, kuersetin yang mudah terdegradasi oleh asam lambung
ataupun enzim pencernaan, emodin yang kemampuan permeabilitas perkutannya
rendah, silimarin yang memiliki kelarutan rendah dan 80% dieksresikan melalui
sistem empedu setelah mengalami glukoronidasi dan sulfatasi serta naringenin yang
sangat mudah terdegradasi oleh cahaya, panas, oksigen dan asam lambung. Oleh
sebab itu sangat penting untuk melakukan pengembangan formula sehingga
bioavailabilitas senyawa bahan alam dapat meningkat (Ramadon, 2016).

Uji bioavailabilitas terkait erat dengan makna bioequivalensi suatu produk yaitu
merupakan equivalen farmasetik atau equivalen alternatif. Beberapa obat yang
mempunyai jumlah absorbsi yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam laju
absorbsi maka dianggap masih termasuk dalam equivalen secara farmasetik dengan
catatan perbedaan laju absorbsi tidak menyebabkan perbedaan efek terapi secara
bermakna. Uji bioavailabilitas terbagi menjadi dua tahap yaitu uji bioavalabilitas
secara relatif dan uji bioavalabilitas secara absolute. Availabilitas relatif merupakan
jumlah obat yang beredar dalam tubuh dari suatu produk obat dibandingkan
terhadap baku murni yang telah diketahui jumlah obat itu sendiri (Lazuardi, M.,
2019).
G. Uraian bahan
1. NaCMC (FI V, 2014:620)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSE
Nama Lain : Karboksimetilselulosa Natrium
RM/BM : C12H11N2NaO3/254,22 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk atau granul; putih sampai krem; higroskopik.
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloidal; tidak larut dalam etanol, eter dan pelarut organic lain.
Kegunaan : Pendispersi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : Karboksimetilselulosa natrium mengandung
tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% natrium dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan.
2. Aquadest (FI III, 1979:96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
RM/BM : H2O/ 18,02
Rumus Struktur :
(Pubchem,2021)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
memiliki rasa.
Kelarutan : -
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Persyaratan Kadar : -
3. Hpcm (HPE, 2009:314)
Nama Resmi : HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE
Nama Lain : Hypromellose
RM/BM : CH32H60O19/748.8 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)

Pemerian : Serbuk atau butiran putih, putih kekuningan


atau putih keabu-abuan, higroskopis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air panas, kloroform,
etanol (95%) dan eter, larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran
metanol dan diklorometana dan campuran air dan alkohol.
Kegunaan : Suspending agent
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan Kadar : -
4. Carbopol (HPE, 2009:110)
Nama Resmi : CARBOPOL
Nama Lain : Carbomer
RM/BM : C42H80O8/ 713.1 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk halus, putih, sedikit berbau khas,
higroskopis
Kelarutan : Larut dalam air dan gliserin, setelah
dinetralisasi dalam etanol (95%)
Kegunaan : Gelling agent
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan Kadar : -
H. Uraian Sampel
1. Fenitoin (FI III, 1979:492)
Nama Resmi : PHENYTOINUM
Nama Lain : Fenitoin
RM/BM : C15H12N2O2/252,27 g/mol
Rumus Struktur :

(Pubchem,2021)
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol (95%)P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P, larut dalam
larutan alkali hidroksida.
Kegunaan : Antikonvulsan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : Fenitoin mengandung tidak kurang dari 98,5%
C15H12N2O2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
I. Klasifikasi Hewan Uji
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Amir,N.dkk.2015)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus

J. Prosedur Kerja
1. Hewan uji dibagi ke dalam 3 kelompok

a. Kelompok 1 diberi sediaan dengan farmagel A


b. Kelompok 2 diberi sediaan dengan tragakan
c. Kelompok 3 diberi sediaan dengan CMC
2. Timbang berat masing-masing hewan, hitung volume pemberian sesuai
dengan dosis dan berat badan.
3. Catat waktu saat mulai timbulnya efek.
4. Catat waktu saat hilangnya refleks balik badan (RBB) atau righting reflex
(bila hewan ditelentangkan, tidak bisa kembali ke posisi normal dalam waktu
30 detik).
5. Setelah refleks tersebut hilang, catat wakti saat refleks kembali (sebagai
durasi).
6. Hasil pengamatan dari tiap kelompok dikumpul dan dibuatkan tabel,
kemudian disusun rancangan percobaannya dan dilanjutkan dengan uji
statistik terhadap data yang diperoleh.
7. Simpulkan bagaimana pengaruh bahan pengental terhadap bioavailabilitas
sediaan yang diberikan secara oral.
K. Alat dan Bahan
K.1 Alat
1. Timbangan 6. Lap kasar
2. Stopwatch 7. Erlenmeyer
3. Dispo 5 ml 8. Pengaduk
4. Sonde 9. Pipet volume
5. Kandang 10. Gelas beker
K.2 Bahan
1. Handscoon 6. Kertas karton
2. Masker 7. Na-CMC
3. Kaos Tangan 8. Karbopol
4. Aquadest 9. HPMC
5. Kapas
K.3 Sampel
1. Fenitoin
K.4 Hewan Uji
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus)

L. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan hewan uji Tikus Putih (Rattus norvegicus)
3. Ditimbang hewan uji, dihitung KD, Stok dan VP
4. Diambil masing-masing 5 ekor hewan uji untuk diberi secara oral Carbopol +
Fenitoin dan NaCmc + Fenitoin
5. Dicatat onset dan durasi
6. Dilakukan analisis data
M. Skema Kerja

Alat & Bahan

Hewan Uji
- Ditimbang
- Dihitung KD, Stok, Vp
- Diambil 5 ekor

Carbopol + Fenitoin NaCMC + Fenitoin

- Dicatat
Onset & Durasi

Analisis Data
N. Tabel Pengamatan
N.1 Na-CMC + Fenitoin
Waktu
Hewan Uji BB (Kg)
Onset Durasi
Tikus 1 0,196 127 s 811 s
Tikus 2 0,163 255 s 917 s
Tikus 3 0,168 122 s 520 s
Tikus 4 0,159 344 s 857 s
Tikus 5 0,163 238 s 444 s
Jumlah 1086 s 3549 s
Rata-rata 217,2 s 709,8 s

N.2 Carbopol + Fenitoin


Waktu
Hewan Uji BB (Kg)
Onset Durasi
Tikus 6 0,173 50 s 111 s
Tikus 7 0,146 370 s 142 s
Tikus 8 0,203 91 s 500 s
Tikus 9 0,150 59 s 283 s
Tikus 10 0,162 261 s 592 s
Jumlah 831 s 1628 s
Rata-rata 166,2 s 325,5 s
O. Analisis Data
1. Konversi Dosis
KD = Dosis obat x fk tikus
= 100 mg x 0,018
= 1,8 mg/200 g
= 9 mg/kgBB
2. Stok
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑔
a. Stok = 9 𝑥 0,203𝑘𝑔
1 𝑘𝑔𝐵𝐵
2
𝑥 𝑉𝑝𝑚𝑎𝑥 = 1
𝑥 5 𝑚𝑙
2
𝑚𝑔
9 𝑥 0,196𝑘𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵
= 1
2
𝑥 5 𝑚𝑙 = 0,73 mg/ml
= 0,705 mg/ml
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑚𝑎𝑥
b. Stok = 1
𝑥 𝑉𝑝𝑚𝑎𝑥
2

3. Volume pemberian
a. Vp1 b. Vp2
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖 𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖
Vp = Vp =
𝑆𝑡𝑜𝑘 𝑆𝑡𝑜𝑘
𝑚𝑔 𝑚𝑔
9 𝑥 0,196 𝑘𝑔 9 𝑥 0,63 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑘𝑔𝐵𝐵
= =
0,705 𝑚𝑔/𝑚𝑙 0,705 𝑚𝑔/𝑚𝑙

= 2,5 ml = 2,08 ml
c. Vp3 e. Vp5
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖 𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖
Vp = Vp =
𝑆𝑡𝑜𝑘 𝑆𝑡𝑜𝑘
𝑚𝑔 𝑚𝑔
9 𝑥 0,168 𝑘𝑔 9 𝑥 0,163 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑘𝑔𝐵𝐵
= =
0,705 𝑚𝑔/𝑚𝑙 0,705 𝑚𝑔/𝑚𝑙

= 2,14 ml = 2,08 ml
d. Vp4 f. Vp6
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖 𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖
Vp = Vp =
𝑆𝑡𝑜𝑘 𝑆𝑡𝑜𝑘
𝑚𝑔 𝑚𝑔
9 𝑥 0,15 𝑘𝑔 9 𝑥 0,173 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑘𝑔𝐵𝐵
= =
0,705 𝑚𝑔/𝑚𝑙 0,73 𝑚𝑔/𝑚𝑙

= 2,02 ml = 2,13 ml
g. Vp7 i. Vp9
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖 𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖
Vp = Vp =
𝑆𝑡𝑜𝑘 𝑆𝑡𝑜𝑘
𝑚𝑔 𝑚𝑔
9 𝑥 0,146 𝑘𝑔 9 𝑥 0,150 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑘𝑔𝐵𝐵
= =
0,73 𝑚𝑔/𝑚𝑙 0,73 𝑚𝑔/𝑚𝑙

= 1,8 ml = 1,8 ml
h. Vp8 j. Vp10
𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖 𝐾𝐷 𝑥 𝐵𝐵𝑢𝑗𝑖
Vp = Vp =
𝑆𝑡𝑜𝑘 𝑆𝑡𝑜𝑘
𝑚𝑔 𝑚𝑔
9 𝑥 0,203 𝑘𝑔 9 𝑥 0,162 𝑘𝑔
𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑘𝑔𝐵𝐵
= =
0,73 𝑚𝑔/𝑚𝑙 0,73 𝑚𝑔/𝑚𝑙

= 2,5 ml = 1,9 ml
4. Onset NaCMC + Fenitoin
SD=√(127 − 217,2)2 + (255 − 217,2)2 + (122 − 217,2)2 + (344 − 217,2)2 +
(238 − 217,2)2
= 184,21 sekon

5. Durasi NaCMC + Fenitoin


SD=√(811 − 709,8)2 + (917 − 709,8)2 + (520 − 709,8)2 + (857 −
709,8)2 + (444 − 709,8)2
= 426,04 sekon

6. Onset Carbopol + Fenitoin


SD=√(50 − 166,2)2 + (370 − 166,2)2 + (91 − 166,2)2 + (59 − 166,2)2 +
(261 − 166,2)2
= 284,90 sekon

7. Durasi Carbopol + Fenitoin


SD=√(111 − 325,5)2 + (142 − 325,5)2 + (500 − 325,5)2 + (283 −
325,5)2 + (592 − 325,5)2
= 427,7 sekon
P. Pembahasan

Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat
yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif
setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap
waktu ekskresinya dalam urin. Jika terdapat fungsi yang menggambarkan
bioavailabilitas obat di dalam darah berdasarkan waktu, maka dengan konsep
turunan dapat diketahui kapan bioavailabilitas maksimum atau minimum didapat
setelah obat diminum atau disuntikkan (Nasir, 2018).

Adapun tujuan percobaan kali ini yaitu mengetahui cara mengamati pengaruh faktor
formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action
(mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan per oral.

Prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu dengan dgn mengelompokkan 10 ekor
tikus menjadi 2 kelompok, masing² kelompok diberikan perlakuan kelompok I
carbopol 0,5%+fenitoin dan kelompok II na-cmc 0,5% + fenitoin, kemudian
menghitung standar deviasi (sd), untuk menentukan jumlah variabel pada tikus putih
(rattus norvegicus) yang digunakan untuk mengatahui pengaruh factor formulasi
sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja)
dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan per oral.

Cara kerja dari percobaan ini yaitu pertama pada pemberian rute oral Na CMC dan
Fenitoin. Disiapkan alat dan bahan, Dibuat suspense Na CMC dan fenitoin, Diambil
tikus dari kandang, Dimasukkan larutan obat ke dalam dispo sebanyak volume
pemberian yang telah dihitung, dimasukkan sonde ke dalam mulut tikus secara
perlahan- lahan melalui tepi langit sampai ke esophagus, dicatat onset dan durasi .
Kedua Pemberian rute oral Carbopol dan Fenitoin, disiapkan alat dan bahan, Dibuat
suspense Carbopol dan Fenitoin, Diambil tikus dari kandang, Dimasukkan larutan
obat kedalam dispo sebanyak volume pemberian yang telah dihitung, dimasukkan
sonde ke dalam mulut tikus secara perlahan melalui tepi langit sampai ke esophagus,
dicatat onset dan durasi.
Alasan kenapa pada percobaan ini menggunakan durasi yang berbeda-beda yaitu agar
supaya membandingkan dari menit pertama sampai menit selanjutnya mana yang
memberikan efek yang dapat dilihat dari banyaknya geliatan tikus. Alasan
penggunaan fenitoin pada percobaan ini yaitu obat ini digunakan untuk mengamati
onset dan durasi hewan uji berdasarkan dosis dan rute pemberian. Alasan
dilakukannya perhitungan volume pemberian, agar dosis yang diberikan sesuai urutan
tikus berada dalam dosis yang tepat (tidak underdose atau overdose), tujuan
digunakan stopwatch, yaitu untuk mengetahui onset dan durasi oleh sediaan yang
telah diberikan, tujuan diamati onset, yaitu untuk mengetahui berapa lama suatu
sediaan dalam memunculkan efek terapinya sedangkan tujuan diamati durasi, yaitu
untuk mengetahui berapa lama efek yang diberikan dari sediaan, tujuan dilakukannya
dua perlakuan yang berbeda, yaitu agar diketahui bagaimana pengaruh dari bahan
pengental seperti carbopol dan NaCMC terhadap terjadinya onset dan durasi obat.

Hasil pengamatan yang diperoleh pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu rata-rata


onset 166,2 sekon dan rata-rata durasi 325,5 sekon. Pada sampel NaCmc+Fenitoin
yaitu rata-rata onset 217,2 sekon dan rata-rata durasi 709,8 sekon. Hasil pada standar
deviasi pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu onset 284,90 s dan durasi 427,7 s. dan
pada Pada sampel NaCmc+Fenitoin yaitu onset 184,21 s dan durasi 426,04 s.
berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa Fenitoin yang didispersikan ke
dalam Larutan NaCMC 1 % memiliki onset lebih cepat dengan durasi obat yang lebih
lama. Berdasarkan Medscape (2021), Ketersediaan hayati fenitoin dapat bervariasi
antara produsen yang berbeda; tergantung pada formulasi Onset: 1 minggu (PO); 2-
24 jam (PO dengan dosis pemuatan), Waktu puncak plasma: 1,5-3 jam (pelepasan
segera). Serta menurut Satiti dkk (2011), Suspensi CMC tidak mempunyai efek
induksi kejang, sehingga tidak mampu memperpanjang onset dan memperpendek
durasi, hal ini sesuai dengan percobaan yang kami lakukan dimana onset dari
Fenitoin+ NaCMC 1% 116,7098 lebih pendek dibanding Fenitoin+ Carbopol 1%
yaitu 285,659. Durasi Fenitoin+ NaCMC 1% 683,987 lebih panjang dibanding
Fenitoin+ Carbopol 1% yaitu 577,878.
Fenitoin merupakan penginduksi enzim yang dapat mengganggu biosintestis ko-
enzim asam folat. Obat ini juga dapat mengurangi jumlah asam folat yang diabsorpsi
di saluran pencernaan, yaitu dengan cara mengubah ph saluran cerna sehingga
mengganggu sirkulasi enterohepatik asam folat (Claudya, dkk, 2018).

Mekanisme kerja obat fenitoin adalah meningkatkan kanal Na+ inaktif untuk semuaa
potensial membran yang diberikan fenitoin cenderong perlu kanal Na+ yang inaktif
dan mencegah kembalinya kedalam katup. Phenytoin memiliki onset sekitar 0,5-1,5
jam dengan durasi 15-30 menit (Mims, 2021).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui pengaruh
faktor formulasi sediaan obat terhadap ketersediaan hayati berdasarkan waktu mula
kerja dan lama kerja obat yang diberikan per oral.
Q. Kesimpulan
1. Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya
dalam darah terhadap waktu ekskresinya dalam urin.
2. Onset adalah waktu yang diperlukan obat untuk mulai bekerja atau
memberikan efek pada tubuh. Durasi kerja obat adalah lamanya waktu obat
efektif bekerja di dalam tubuh.
3. Hasil pengamatan yang diperoleh pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu rata-
rata onset 166,2 sekon dan rata-rata durasi 325,5 sekon. Pada sampel
NaCmc+Fenitoin yaitu rata-rata onset 217,2 sekon dan rata-rata durasi 709,8
sekon. Hasil pada standar deviasi pada sampel Carbopol+fenitoin yaitu onset
284,90 s dan durasi 427,7 s. dan pada Pada sampel NaCmc+Fenitoin yaitu
onset 184,21 s dan durasi 426,04 s.

R. Saran
Diharapkan praktikan lebih memperhatikan pada saat praktikum agar hasil dan data
yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Darusman, F., dkk. (2016). Sistem Penghantaran Obat Glimepirid


Sebagalantidiabetika Oral Dengan Pelepasan Dimodifikasi Melalui
Pembentukan Mikrogranul Mukoadhesif Untuk Penyakit Diabetes Mellitus
Tipe II. Jurnal Farmasi, Universitas Islam Bandung., ISSN: 2477-2364.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi

III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta.


Hasanah dan Taofik Rusdiana. (2018). Metode Penambahan Surfaktan
Sebagai Substrat Pg-P Untuk Meningkatkan Kelarutan Obat Lipofilik.
Farmaka Suplemen Volume 16 Nomor 2 42

Lazuardi, M. (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner Edisi 1. Airlangga


University Press; Jawa Timur.

Safitri., dkk. (2019). Superdisintegran dalam Sediaan Oral. Majalah Farmasetika.

Universitas Padjadjaran. 4 (3) 2019, 57-66


Ramadon. (2016). Pemanfaatan Nanoteknologi Dalam Sistem Penghantaran
Obat Baru Untuk Produk Bahan Alam. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia,
September 2016, hlm. 118-127 Vol. 14, No. 2 ISSN 1693-1831

Rinidar, dkk. (2020). Pengantar Farmakologi: Analgesik-Antipiretik-Anti


Inflamasi. Syiah Kuala University Press; Darusalam.
LAMPIRAN

Gambar Perlakuann

Pemberian larutan sampel secara


oral dengan menggunakan sonde
pada tikus putih (Rattus nirvegicus)

Pengamatan onset dan durasi


dari sampel Carbopol + Fenitoin
pada tikus putih (Rattus nirvegicus)

Pengamatan onset dan durasi


dari sampel NaCMC + Fenitoin
pada tikus putih (Rattus nirvegicus
X ¿ P¥nJgar›lar Fai iiia ;
Pilih tekr

Anda mungkin juga menyukai