Anda di halaman 1dari 205

TEHNOLOGI

FORMULASI SEDIAAN
LIQUID DAN SEMISOLID
CAIRAN, SUSPENSI FARMASI,
EMULSI DAN SEMIPADAT

1
CAIRAN
PENDAHULUAN, PERTIMBANGAN
FORMULASI, KARAKTERISTIK
PRODUK SUBJECTIF, STABILITAS,
PERTIMBANGAN PEMBUATAN,
BENTUK SEDIAAN LARUTAN-
MIXTURE

2
PENDAHULUAN
 Penggunaan bahan-bahan farmasi cair secara oral
telah dibenarkan berdasarkan kemudahan
pemberian kepada individu-individu yang
mempunyai kesulitan menelan bentuk sediaan
padat
 Alasan utama obat dibuat dalam bentuk cairan-
cairan homogen adalah :
1. Dapat mudah diabsorpsi : lebih cepat dan lebih
efisien diabsorpsi dibandingkan dengan sejumlah
obat yang sama yang diberikan dalam bentuk
tablet atau kapsul
3
PENDAHULUAN
 Masalah teknis dalam formulasi larutan
yaitu beberapa obat bersifat tidak stabil,
sifat ini menjadi serius bila obat ada dalam
larutan
 Teknik khusus dibutuhkan untuk melarutkan
obat yang sukar larut
 Preparat akhir harus memenuhi persyaratan
elegansi farmasetik dengan memperlihatkan
rasa, penampilan, dan viskositas.
4
JENIS DISPERSI
 Dispersi molekuler : larutan
 Dispersi halus : koloid
 Dispersi kasar : suspensi / emulsi

5
KOMPOSISI
a. Bahan berkhasiat
b. Eksipien
 Pelarut
 Kosolven
 Pengawet
 Antioksidan
 Pengental
 Dapar
 Pensuspensi
 Pengemulsi
 dll 6
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
BENTUK SEDIAAN CAIR

Keunggulan :
1. Pasien tertentu

 Mudah digunakan oleh mereka2 yang


mengalami kesulitan menelan bentuk
sediaan padat : anak2, lansia, pingsan dll
2. Absorpsi

 Lebih cepat dan lebih efisienterabsorpsi


dibandingkan sejumlah sama obat dalam
bentuk sediaan padat
7
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
BENTUK SEDIAAN CAIR

Keunggulan :
3. Tujuan / bentuk khusus

 Injeksi, tetes mata dll

4. Dosis

 Bisa diberikan secara lebih tepat mis : tetes,


ml dll

8
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
BENTUK SEDIAAN CAIR

Kelemahan :
1. Kestabilan

2. Obat tak larut : perlu teknik khusus

3. Harus mampu memenuhi tuntutan

 Rasa / bau

 Penampilan / estetika

 Viskositas

9
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
BENTUK SEDIAAN CAIR

Kelemahan :
4. Kurang praktis

 Injeksi, tetes mata dll

5. Dosis

 Sendok tidak selalu standar misal 1 Cth = 5


ml. 1 C = 15 ml. 1 sendok the atau sendok
makan rumah ? Dosis tak tepat

10
MASALAH UTAMA SEDIAAN
CAIR
1. KESTABILAN
2. KELARUTAN
3. KECEPATAN MELARUT

11
KESTABILAN
Ketidakstabilan terdeteksi secara visual :
- Berubah bentuk (viskositas)

- Terbentuk endapan

- Terbentuk lapisan tertentu

- Terbentuk gas

12
Ketidakstabilan Tak terdeteksi secara visual :
- Tak terlihat tanda2 diatas : terjadi proses
hidrolisis, oksidasi
- Perubahan Ph

- Perubahan struktur senyawa

- Perubahan efek terapi

Sediaan disebut stabil apabila tak mengalami


perubahan berarti dalam waktu > 3 tahun
13
Sediaan rekonstitusi
- Sediaan yang dibuat secara rekonstitusi

- Sediaan yang dibuat oleh pabrik dalam bentuk


padat, ditambahkan pembawa (cair)/pelarut
apabila akan segera digunakan oleh pasien.
- Bentuk ini dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan kestabilan.
- Misalnya : sediaan zat X dalam bentuk padat
bisa stabil selama bertahun-tahun, tetapi bila
telah direkonstitusi hanya stabil selama 1 14

minggu.
PERTIMBANGAN FORMULASI
1. Kelarutan
2. pH
3. Kosolvensi
4. Konstanta dielektrikum
5. Solubilisasi (penglarutan)
6. Kompleksasi
7. Hidrotropi
8. Modifikasi kimia obat
9. pengawetan
15
1. KELARUTAN
 Melarut tidaknya suatu zat dalam sistem
tertentu dan besarnya kelarutan sebagian
besar tergantung pada sifat serta intensitas
kekuatan yang ada pada zat terlarut, pelarut
dan resultan interaksi zat terlarut-pelarut
 Pengujian kelarutan umumnya dilakukan
pada temperatur konstan

16
2. pH
 Sejumlah besar zat kemoterapi modern
adalah asam lemah atau basa lemah.
 Kelarutan zat-zat ini dapat dengan nyata
dipengaruhi oleh pH lingkungannya.
 Melalui pemakaian hukum aksi massa,
kelarutan obat-obat asam lemah atau basa
lemah dapat diramalkan sebagai suatu
fungsi pH, dengan derajat ketepatan yang
besar
17
2. pH
 Dalam memilih pH lingkungan untuk
kelarutan yang memadai, ada beberapa
faktor lain yang harus dipertimbangkan. pH
yang memenuhi persyaratan kelarutan tidak
harus bertentangan dengan persyaratan
produk lain, seperti stabilitas dan
kompatibilitas fisiologis. Tambahan pula, jka
pH kritis untuk menjaga kelarutan obat,
sistem tersebut harus didapar secara
memadai.
18
2. pH
 Pemilihan suatu dapar harus konsisten dengan
kriteria berikut :
a. Dapar harus mempunyai kapasitas memadai
dalam kisaran pH yang diinginkan
b. Dapar harus aman secara biologis untuk
penggunaan yang dimaksud
c. Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak
mempunyai efek merusak terhadap stabilitas
produk akhir
d. Dapar harus memberikan rasa dan warna yang
dapat diterima pada produk.
19
KISARAN DAPAR FARMASI
YANG EFEKTIF
NO NAMA DAPAR KISARAN PH
1 NH4Cl 8.5 – 10.5
2 DIETAHANOLAMINE 8.0 – 10.0
3 TRIETHANOLAMINE 6.6 – 8.5
4 ASAM BORAT 8.0 – 10.0
5 CARBONIC 5.5 – 11.5
6 PHOSPHORIC 1.0 – 12.5
7 GLUTAMIC 1.5 -11.0

20
KISARAN DAPAR FARMASI
YANG EFEKTIF
NO NAMA DAPAR KISARAN PH
8 SUCCINIC 3.5 – 7.0
9 MALIC 2.5 – 6.5
10 TARTARIC 2.0 – 5.5
11 GLUTARIC 3.5 – 6.5
12 ACONITIC 2.0 – 7.0
13 CITRIC 2.0 – 6.5
14 ACETIC 4.0 – 6.0

21
KISARAN DAPAR FARMASI
YANG EFEKTIF
NO NAMA DAPAR KISARAN PH
15 BENZOIC 3.5 – 5.0
16 LACTIC 3.0 – 5.0
17 GLYCERIC 2.5 – 4.5
18 GLUCONIC 2.5 – 4.5

22
2. pH
 Untuk kebanyakan obat, penyesuaian pH
bukan merupakan cara yang tepat untuk
mempengaruhi larutan. Dalam hal asam
atau basa yang sangat lemah, pH yang
dibutuhkan mungkin tidak dapat diterima
bila dilihat dari pertimbangan fisiologis atau
karena efek ekstrem pH terhadap stabilitas
dari adjuvan formulasi (seperti gula da
pemberi rasa) atau dari obat itu sendiri.
23
3. Kosolvensi
 Elektrolit – elekrolit lemah dan molekul-molekul
non polar seringkali mempunyai kelarutan yang
buruk dalam air, kelarutannya biasanya dapat
ditingkatkan dengan penambahan suatu pelarut
yang dapat bercampur dengan air di mana dalam
pelarut tersebut oabt mempunyai kelarutan yang
baik. Proses ini dikenal dengan kosolvensi dan
pelarut – pelarut yang digunakan dalam kombinasi
untuk meningkatkan kelarutan zat terlarut dikenal
sebagai kosolven

24
3. Kosolvensi
 Mekanisme yang mengakibatkan
penambahan kelarutan melalui kosolvensi
tidak dimengerti dengan jelas
 Suatu sistem ada yang bekerja dengan
mengurangi tegangan antar muka antara
larutan-larutan yang mendominasi dalam air
dan zat terlarut yang hidrofobik contoh
fenobarbital yang mempunyai kelarutan
yang rendah dalam air dapat bertambah
dengan penambahan etanol
25
3. Kosolvensi
 Etanol, sorbitol, propilen glikol dan polimer
PEG sering digunakan sebagi kosolven
pada formulasi obat cair yang berbasis air
 Untuk produk-produk parenteral dengan
pelarut bukan air, Spiegel dan Noseworthy
menggunakan kosolven seperti gliserol
dimetilketal, gliserol formal, glikofurol,
dimetilasetamida, N-(β-hidroksietil)-
laktamida, etil laktat, etil karbonat dan 1,3 –
butilen glikol.
26
3. Kosolvensi
 Semua pelarut ini belum dibuktikan
aksetabilitasnya untuk penggunaan sistemis
kecuali dimetilasetamida.
 Dimetilasetamida telah digunakan sebagai
suatu kosolven dalam produk parenteral,
tetapi kegunaannya dalam cairan oral
secara serius dibatasi, karena sulitnya
menutup bau dan rasa yang tidak enak.

27
3. Kosolvensi
 Kosolven tidak hanya digunakan untuk
mempengaruhi kelarutan obat tsb, tetapi
juga untuk memperbaiki kelarutan dari
konstituen-konstituen yang mudah
menguap yang digunakan untuk memberi
rasa dan bau yang diinginkan ke produk
tersebut.

28
4. Konstanta dielektrikum
 Konstanta dielekritkum adalah sifat suatu pelarut
yang berhubung dengan jumlah energi yang
dibutuhkan untuk memisahkan dua massa yang
berbeda muatan dalam pelarut, jika dibandingkan
dengan energi yang dibutuhkan untuk
memisahkan dua massa benda yang sama
dengan muatan yang berbeda dalam vakum.
Menurut definisi, konstanta dielektrikum dari suatu
vakum adalah satu. Konstanta dielektrikum air
pada 250C adalah 78,5

29
4. Konstanta dielektrikum
 Konstanta dielektrikum air pada 250C
adalah 78,5, jadi air mengambil energi 78,5
kali lebih banyak untuk memisahkan dua
massa dengan muatan berbeda
dibandingkan dalam suatu vakum. Sifat ini
sangat erat hubungannya dengan polaritas
pelarut, sehingga tidak mengherankan
bahwa suatu zat terlarut menunjukkan
pilihan untuk sistem-sistem pelarut yang
mempunyai konstanta dielektrikum spesifik.
30
4. Konstanta dielektrikum
 Jadi setiap zat terlarut menunjukkan suatu
kelarutan maksimum dalam tiap sistem pelarut
tertentu, pada satu atau lebih konstanta dielektrik
spesifik.
 Kelarutan absolut dari suatu zat terlarut bisa
bervariasi agak besar dalam dua pelarut yang
berbeda dengan konstanta dielektrik yang sama,
tetapi profil kelarutannya sebagai fungsi konstanta
dielektrikum tampak serupa untuk suatu zat
terlarut dalam aneka ragam sistem pelarut.

31
4. Konstanta dielektrikum
POLARITAS KONSTANTA
DIELEKTRIK

NON POLAR 1 – 20

SEMI POLAR 20 – 50

POLAR 50

32
4. Konstanta dielektrikum
 Profil kelarutan sebagai suatu fungsi
konstanta dielektrikum telah dilaporkan
untuk sejumlah bahan farmasi dalam
berbagai sistem pelarut cair. Contoh zat-zat
yang dikaji meliputi barbiturat, paraben,
turunan-turunan xantin, antipirina dan
aminopirina
 Konstanta dielektrikum dari kebanyakan
pelarut farmasi sudah dikenal dan jika tidak
ada, dapat dengan mudah diperkirakan.
33
4. Konstanta dielektrikum
 Untuk menentukkan persyaratan dielektrikum dari
zat yang ingin diketahui, digunakan campuran air
dioksan yang sudah diketahui konstanta
dielektriknya dan dicatat konstanta dielektrikum di
mana tercapai kelarutan maksimum.
 Formulasi-formulasi farmasi dari konstanta
dielektrikum yang dapat dibandingkan kemudian
dapat disiapkan dan sistem yang paling tepat
dapat dipilih berdasarkan persyaratan-persyaratan
kelarutan, kestabilan dan karakteristik-karakteristik
organoleptis.

34
5. Solubilisasi (penglarutan)
 Solubilisasi didefinisikan oleh MC BAIN
sebagai lewatnya molekul-molekul zat
terlarut yang larut dalam air secara spontan
ke dalam larutan air dari suatu sabun atau
detergen, dimana dibentuk suatu larutan
yang stabil secara termodinamik.

35
5. Solubilisasi (penglarutan)
 Mekanisme untuk fenomena ini telah dikaji
secara luas sekali dan meliputi sifat zat aktif
permukaan untuk membentuk agregat
koloid yang dikenal sebagai misel.
 Bila surfaktan ditambahkan ke suatu cairan
pada konsentrasi rendah, surfaktan-
surfaktan tersebut cenderung mengarah
pada antarmuka udara-cairan.

36
5. Solubilisasi (penglarutan)
 Jika ditambahkan surfaktan tambahan, antarmuka
terisi penuh dan kelebihan molekul-molekul
dipaksa masuk ke dalam bulk cairan tersebut.
 Pada konsentrasi yang lebih tinggi, molekul-
molekul surfaktan dalam bulk cairan mulai
membentuk agregat-agregat yang terarah atau
misel, perubahan dalam orientasi ini terjadi agak
tiba-tiba dan konsentrasi surfaktan dimana ia
membentuk misel dikenal sebagai konsentrasi
misel kritis (KMK)

37
5. Solubilisasi (penglarutan)
 Solubility diperkirakan terjadi berdasarkan
zat terlarut yang melarut dalam atau
diabsorpsi pada misel tersebut. Jadi
kemampuan larutan surfaktan untuk melarut
atau mensolubilisasi bahan-bahan yang
tidak larut dalam air mulai pada konsentrasi
misel kritis tersebut dan meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi misel tersebut.

38
5. Solubilisasi (penglarutan)
 Zat-zat yang mensolubilisasi telah
digunakan dalam sistem - sistem farmasi
selama bertahun-tahun. Dimulai sejak 1868,
telah dilaporkan bahwa kolesterol ternyata
lebih mudah larut dalam larutan sabun
dalam air daripada dalam air murni

39
ZAT PENSOLUBILISASI YANG
DIGUNAKAN DALAM SISTEM-SISTEM
FARMASI

Pensolubilisasi mensolubilisasikan
Ester-ester asam lemak Progesteron
(seri Tween®) Fenobarbital
Cofein
Kloramfenikol
Kortison asetat
Mentol
Asam salisilat
Reserpin
Vitamin A, D, E, K 40
ZAT PENSOLUBILISASI YANG
DIGUNAKAN DALAM SISTEM-SISTEM
FARMASI

Pensolubilisasi mensolubilisasikan
Polioksietilen Minyak atsiri
monoalkileter
(seri BRIJ® dan MYRJ®) Minyak menguap
Benzokain
Derivat-derivat asam
benzoat
Kloroksilenol
Iodium
41
ZAT PENSOLUBILISASI YANG
DIGUNAKAN DALAM SISTEM-SISTEM
FARMASI

Pensolubilisasi mensolubilisasikan
Monoester sukrosa Vitamin, A, D, E

Ester dan eter lanolin Minyak atsiri


Minyak menguap
heksaklorofen
Vitamin A Palmitat

42
ZAT PENSOLUBILISASI YANG
DIGUNAKAN DALAM SISTEM-SISTEM
FARMASI

Pensolubilisasi mensolubilisasikan
Monoester sukrosa Vitamin, A, D, E

Ester dan eter lanolin Minyak atsiri


Minyak menguap
heksaklorofen
Vitamin A Palmitat

43
6. Kompleksasi
 Senyawa-senyawa organik dalam larutan
umumnya cenderung bergabung satu sama
lain sampai tingkat tertentu. Seringkali
penggabungan ini terlalu lemah untuk
dideteksi dengan teknik-teknik standar.
Dalam hal lain, penggabungan antarmolekul
atau kompleks dapat dengan mudah
diamati dan diukur kuantitasnya dengan
satu atau beberapa teknik yang
dipublikasikan.
44
6. Kompleksasi
 Satu metode yang banyak digunakan
secara luas adalah teknik analisis kelarutan.
Tiap simpangan dari sifat kelarutan ini pasti
karena pembentukkan jenis baru dalam
larutan.

45
6. Kompleksasi
 Kelarutan nyata dapat dipengaruhi oleh
ukuran dan bentuk partikel-partikel zat
terlarut bila partikel-partikel tersebut ada
dalam kisaran ukuran mikron.

46
6. Kompleksasi
 Kelarutan yang diamati meningkat dengan
berkurangnya ukuran partikel sesuai
dengan persamaan : Log S = 2∂v
So 2.303RTr
dimana S : kelarutan yang diamati
So : kelarutan kesetimbangan yang menjadi
sifatnya
∂ : tegangan permukaan dari partikel-
partikel-partikel tersebut.
47
6. Kompleksasi

v : volume molar
R : konstanta gas (8.314 x 107
erg/derajat mol)
T : temperatur absolut
r : jari-jari partikel tersebut

48
6. Kompleksasi
 Dalam hal senyawa asam lemah dan basa
lemah, kelarutan total sama dengan sifat
kelarutan senyawa yang tidak didisosiasi
ditambah konsentrasi dari jenis-jenis yang
terdisosiasi.
 bila terjadi pembentukan kompleks,
kelarutan total sama dengan kelarutan yang
menjadi sifatnya dari obat yang tidak
membentuk kompleks ditambah konsentrasi
kompleks obat dalam larutan
49
6. Kompleksasi
 Perhatikan interaksi antara suatu obat D
dan suatu zat pembentuk kompleks C :
 xD + yC DxCy
 dimana x dan y merupakan simbol
stoikiometri dari interaksi tersebut. Untuk
mudahnya, yang dipertimbangkan di sini
hanya hal dimana satu jenis kompleks
dibentuk, beberapa jenis kompleks dapat
berada bersama-sama.
50
6. Kompleksasi
 Dalam hal ini kelarutan total obat adalah
ST = (D) + X(DXCY)
 Dimana :
 (D) : kelarutan obat yang tidak membentuk
kompleks = Ks
X (DXCY) = konsentrasi obat dalam bentuk
kompleks

51
6. Kompleksasi
 Dengan menggunakan teknik analisis kelarutan,
stoikiometri dari interaksi ini serta konstanta
kesetimbangannya dapat ditentukan. Ini dilakukan
dengan menempatkan obat tersebut dalam jumlah
berlebih, bersama dengan larutan-larutan yang
mengandung berbagai konsentrasi zat yang
membentuk kompleks, dalam wadah-wadah yang
tertutup rapat. Wadah dikocok pada temperatur
konstan sampai dicapai kesetimbangan. Sampel
alikuot dari supernatan kemudian dipindahkan dan
diuji untuk konsentrasi obat total

52
7. Hidrotropi
 menuju air disebut Hidrotropi
 Batasan hidrotropi telah digunakan untuk
merancang peningkatan kelarutan dalam air dari
berbagai zat karena adanya bahan tambahan
dalam jumlah besar, mekanisme bagaimana
terjadinya efek ini tidak jelas. Beberapa peneliti
telah menspekulasi bahwa hidrotropi hanyalah tipe
lain dari solubilisasi, dengan zat terlarut yang
melarut dalam kumpulan-kumpulan terarah dari
zat hidrotropis tersebut. Tetapi larutan-larutan
hidrotropis tidak menunjukkan sifat-sifat koloid.

53
7. Hidrotropi
 Lainnya merasa bahwa fenomena ini lebih
erat hubungannya dengan pembentukkan
kompleks yang meliputi interaksi lemah
antara zat hidrotropis dan zat terlarut.
 Ada yang beranggapan bahwa fenomena
tersebut pasti disebabkan oleh suatu
perubahan dalam karakter pelarutan karena
sejumlah besar bahan tambahan yang
dibutuhkan untuk menaikkan kelarutan.
54
7. Hidrotropi
 Lainnya merasa bahwa fenomena ini lebih
erat hubungannya dengan pembentukkan
kompleks yang meliputi interaksi lemah
antara zat hidrotropis dan zat terlarut.
 Ada yang beranggapan bahwa fenomena
tersebut pasti disebabkan oleh suatu
perubahan dalam karakter pelarutan karena
sejumlah besar bahan tambahan yang
dibutuhkan untuk menaikkan kelarutan.
55
7. Hidrotropi
 Contoh penerapan dalam sistem farmasi
1. Penambahan natrium benzoat dengan
konsentrasi tinggi terhadap kelarutan kafein
2. Solubilisasi dari asam benzoat dengan
natrium benzoat
3. Solubilisasi teofilin dengan natrium asetat
serta natrium glisinat

56
8. Modifikasi kimia obat
 Banyak obat yang sukar larut dapat
dimodifikasi secara kimiawi menjadi
turunan-turunan yang larut dalam air contoh
obat-obat golongan kortikosteroid

57
9. Pengawetan
 Pentingnya pengawet :
1. Mencegah kontaminasi mikroba produk oral
dan topikal karena pertumbuhan bakteri
dapat menyebabkan efek nyata terhadap
kestabilan produk dan dapat berbahaya
terhadap kesehatan
2. Resiko penarikan produkdari pasaran

58
9. Pengawetan
 Sumber kontaminasi :
1. Bahan mentah / bahan baku / bahan kemas
atau starting material
2. Wadah dan peralatan dalam penimbangan /
pemrosesan
3. Lingkungan pembuatan
4. Personel atau operator
5. Pemakai atau konsumen
59
9. Pengawetan
 Kriteria pengawet ideal :
1. Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme
spektrum luas.
2. Pengawet harus stabil secara fisik, kimia dan
mikrobiologis selama waktu berlaku produk
tersebut
3. Pengawet harus tidak toksis, tidak mensensitisasi,
larut dengan memadai, dapat bercampur dengan
komponen-komponen formulasi lain, dan dapat
diterima dilihat dari rasa dan bau pada
konsentrasi-konsentrasi yang digunakan.
60
9. Pengawetan
 Tidak ada pengawet tunggal yang memenuhi
persyaratan ini untuk semua formulasi. Pemilihan
suatu sistem pengawet dengan menggunakan
pengawet yang didasarkan pada suatu kajian yang
jelas dari informasi-informasi yang bisa didapat
dari literatur dan juga pada kajian mikrobiologis
secara in house sebagai petunjuk. Seringkali
diperlukan kombinasi dari dua atau lebih pengawet
untuk mencapai efek antimikroba yang
dikehendaki.

61
9. Pengawetan
 Zat-zat anti mikroba yang telah digunakan
sebagai pengawet dapat digolongkan
menjadi 4 kelompok besar :
1. Senyawa asam
2. Senyawa netral
3. Merkuri
4. Senyawa ammonium kuaterner

62
BEBERAPA PENGAWET
FARMASI YANG BERGUNA
GOLONGAN KONSENTRASI
LAZIM (%)
1. ASAM
FENOL 0,2 – 0 ,5
KLOROKRESOL 0,05 – 0,1
O-FENIL FENOL 0,005 – 0,01
ESTER-ESTER ALKIL DARI ASAM 0,001 – 0,2
PARAHIDROKSIBENZOAT
ASAM BENZOAT DAN GARAM-GARAMNYA 0,1 – 0,3
ASAM BORAT DAN GARAM-GARAMNYA 0,5 – 1,0
ASAM SORBAT DAN GARAM-GARAMNYA 0,05 – 0,2
63
BEBERAPA PENGAWET
FARMASI YANG BERGUNA
GOLONGAN KONSENTRASI
LAZIM (%)
2. NETRAL
KLORBUTANOL 0 ,5
BENZIL ALKOHOL 1,0
β-FENILETIL ALKOHOL 0,2 – 1,0

64
BEBERAPA PENGAWET
FARMASI YANG BERGUNA
GOLONGAN KONSENTRASI
LAZIM (%)
3. MERKURI
THIMEROSAL 0,001 – 0,1
FENILMERKURI ASETAT DAN NITRAT 0,002 – 0,005
NITROMERSOL 0,001 – 0,1

65
BEBERAPA PENGAWET
FARMASI YANG BERGUNA
GOLONGAN KONSENTRASI
LAZIM (%)
4. SENYAWA AMONIUM
KUATERNER
BENZALKONIUM KLORIDA 0,004 – 0,,02
SETILPIRIDINIUM KLORIDA 0,01 – 0,02

66
9. Pengawetan
 Fenol-fenol kemungkinan besar merupakan
pengawet farmasi tertua yang paling terkenal,
tetapi hanya sedikit digunakan dalam sediaan
farmasi oral, karena karakteristik bau dan
ketidakstabilannya bila dipaparkan ke oksigen.
 Untuk penerapan di sediian farmasi dalam
kelompok ini yang sering dipakai adalah ester-
ester asam parahidroksibenzoat serta garam-
garam dari asam benzoat dan asam sorbat.bahan
ini larut dalam air dan mempunyai sifat sebagai
antibakteri dan anti fungi

67
9. Pengawetan
 Seringkali kombinasi dari dua atau lebih ester-
ester asam parahidroksi benzoat digunakan untuk
mencapai efek antimikroba yang dikehendaki.
Sebagai contoh, asam metil dan propil
parahidroksibenzoat seringkali digunakan bersama
dalam perbandingan 10:1.
 Penggunaan lebih dari satu ester memungkinkan
konsentrasi pengawet total lebih tinggi karena
kelarutan bebas masing-masing dan menurut
beberapa peneliti bertindak memperkuat efek
antimikroba.

68
9. Pengawetan
 Sisa tiga golongan pengawet lain (netral,
merkuri dan senyawa amonium kuaterner)
secara luas digunakan dalam produk obat
mata, hidung dan parenteral, tetapi hanya
sedikit digunakan dalam cairan-cairan oral.
 Pengawet netral adalah semua alkohol
menguap dan kemampuan menguap
menimbulkan masalah-masalah baru serta
kekhawatiran hilangnya pengawet pada
penyimpanan.
69
9. Pengawetan
 Senyawa merkuri dan senyawa amonium
kuaterner merupakan pengawet yang
sangat baik, tetapi pengawet tersebut tidak
tercampurkan dengan banyak zat dengan
senyawa merkuri yang mudah direduksi
menjadi merkuri bebas dan senyawa-
senyawa kuaterner yang diinaktivasi oleh
berbagai zat anionik.

70
9. Pengawetan
 Sirup yang mengandung kira-kira 85% gula
menahan pertumbuhan bakteri karena efek
eksosmotisnya terhadap mikroorganisme.
 Sirup yang mengandung sukrosa kurang
dari 85% tetapi memiliki konsentrasi
secukupnya dari poliol (seperti sorbitol,
gliserin, propilen glikol atau polietilen glikol)
mempunyai suatu efek eksosmotis terhadap
mikroorganisme dan pula menahan
pertumbuhan bakteri..
71
9. Pengawetan
 Lapisan permukaan hasil pengenceran membuat suatu
medium yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri dan
fungi. Karena itu produk ini harus dirancang sedemikian rupa,
sehingga setelah pengenceran produk-produk tersebut tidak
mendukung pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggabungkan suatu konsentrasi pengawet yang
cukup, sehingga suatu sampel yang diencerkan dari produk
tersebut menahan pertumbuhan mikroorganisme atau dengan
menambahkan kira-kira 5 – 10% etanol dalam formulasi.
Tekanan uap etanol lebih besar dari tekanan uap air dan
secara normal menguap ke permukaan cairan tersebut serta
daerah tutup sehingga dapat mencegah atau paling tidak
meminimumkan potensial pertumbuhan mikroorganisme
sebagai akibat pengenceran permukaan.

72
9. Pengawetan
 Suatu sistem pengawet yang dirancang
secara efektif harus menahan aktivitas
antimikrobanya untuk shelf-life produk
tersebut. Untuk menjamin terpenuhinya
aturan ini, karakteristik produk tersebut
dalam bentuk akhirnya (termasuk formulasi
dan kemasan) harus di kaji secara
mendalam dan yang terpenting adalah
adanya suatu evaluasi mikrobiologis
73
9. Pengawetan
 Organisme spesifik umumnya dikenal tidak
dikehendaki dalam cairan oral :
1. Salmonella seperti Salmonella tipii
2. Escherichia coli
3. Jenis enterobacter
4. Pseudomonas (biasanya Pseudomonas
aeruginosa)
5. Clostridium proteolitis
6. Candida albicans
74
9. Pengawetan
 Beberapa sediaan farmasi cairan (misalnya
larutan-larutan obat mata) harus di proses
secara aseptis dan dijaga steril.
 Pengujian dilabolatorium terhadap bakteri
dilab dilakukan selama 3 hari dan jamur
selama 7 hari

75
KARAKTERISTIK PRODUK
SUBJEKTIF
 Banyak kualitas produk, seperti rasa dan
penampilan, tidak dapat diukur secara
kuantitatif. Karakteristik ini seringkali dikenal
sebagai “elegansi farmasi”.
 Kata elegansi cendrung menekankan dari sis
estetis saja tetapi yang paling penting adalah
harga suatu produk farmasi diukur dari
kemaknaan medisnya serta suksesnya dalam
perdagangan.
76
KARAKTERISTIK PRODUK
SUBJEKTIF
 Penampilan yang menarik dengan khasiat
dan rasa yang enak, mudah digunakan
sehingga dapat diterima oleh pasien

77
KARAKTERISTIK PRODUK
SUBJEKTIF
1. Zat pemanis
2. Kontrol viskositas
3. Pemberi rasa
4. penampilan

78
1. ZAT PEMANIS
 Zat pemanis umumnya merupakan suatu bagian besar dari isi
zat padat dalam bentuk-bentuk sediaan yang
membutuhkannya.
 Sukrosa larut dalam air (larutan mengandung kira-kira 85%
sukrosa dapat dibuat)
 Sukrosa tersedia dalam bentuk sangat murni dan stabil secara
kimia dan fisika pada kisaran Ph 4,0 sampai 8,0.
 Sukrosa seringkali digunakan bersama dengan sorbitol,
gliserin, dan poliol-poliol lain yang dikatakan mengurangi
kecendrungan sukrosa untuk mengkristal. Satu manifestasi
kristalisasi sukrosa adalah mengunci tutup (cap-locking), yang
terjadi bila produk mengkristal pada benang-benang tutup botol
dan mengganggu tutup bila dibuka. Hal ini dapat di cegah
dengan penambahan beberapa pembawa yang mengandung
sukrosa, glukosa, sorbitol dan gliserin.

79
1. ZAT PEMANIS
 Glukosa cair merupakan suatu zat yang sangat
kental dan memberi bentuk serta rasa manis ke
formulasi cairan. Glukosa dibuat dengan hidrolisis
parsial dari tepung dengan asam kuat sebagai
komponen utamannya mengandung dextrosa
dengan sejumlah kecil dekstrin dan maltosa.
 Sakarin digunakan untuk pengganti gula dan
poliol-poliol sebagai pemanis. Sakarin kira-kira 250
atau 500 kali lebih manis dari gula tetapi
sesudahnya dapat mempunyai rasa pahit jika tidak
digunakan dengan tepat dalam formula tersebut.

80
1. ZAT PEMANIS
 Banyak negara telah menyetujui suatu
pemanis sintetis baru, aspartam untuk
digunakan sebagai pemanis bahan
makanan atau obat. Aspartam merupakan
ester metil dari asam aspartat dan
fenilalanin. Aspartam kira-kira 200 kali lebih
manis dari sukrosa dan tidak mempunyai
rasa sesudahnya seperti sakarin.

81
1. ZAT PEMANIS
 Kelarutan aspartam dalam air sangat
memadai untuk tujuan formulasi. Walaupun
aspartam sangat stabil sebagai suatu
serbuk kering, stabilitasnya dalam larutan
air sangat tergantung pada pH dan
temperatur. Kestabilan aspartam terbesar
adalah antara pH 3,4 dan 5,0 serta pada
temperatur dingin.

82
2. KONTROL VISKOSITAS
 Peningkatan viskositas suatu cairan dapat
ditingkatkan dengan :
1. Meningkatkan konsentrasi gula
2. Menggabungkan zat-zat yang mengontrol
viskositas seperti PVP atau berbagai turunan
selulosa (misalnya metilselulosa atau natrium
karboksimetilselulosa). Senyawa-senyawa ini
membentuk larutan dalam air yang stabil dalam
kisaran pH yang luas.

83
2. KONTROL VISKOSITAS
 Metilselulosa dan CMC tersedia dalam
sejumlah tingkat viskositas yang berbeda.
CMC bisa digunakan dalam larutan-larutan
yang mengandung konsentrasi alkohol
tinggi (sampai 50%)tanpa pengendapan.

84
3. PEMBERI RASA
 Pemberi rasa berkaitan dengan dua hal :
1. Pemilihan rasa : asin, pahit, manis, asam
2. Evaluasi

85
TABEL PEMBERI RASA
(JANOVSKY DAN WESLEY)
RASA PEMBERI RASA YANG DIANJURKAN

ASIN Butterscotch, mapel, aprikot, peach,


vanili, wintergreen mint
PAHIT Ceri, walnut, cokelat, kombinasi mint,
passion fruit, rempah mint, anisi
MANIS Berry, vanilli

ASAM Rasa jeruk, kayu manis, root beer,


raspberry
86
3. PEMBERI RASA
 Suatu kombinasi zat pemberi rasa biasanya
diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini
secara efektif yang dukenal dengan zat-zat
desensitisasi seperti mentol
 Konsentrasi di mana rasa obat dapat dilihat
dikenal sebagai level ambang minimum.
Pembawa-pembawa yang paling efektif
dalam menutup level rendah dari obat
sehingga didapatkan suatu rasa yang kuat
pada obat
87
4. PENAMPILAN
 Penampilan keseluruhan dari produk cair
terutama tergantung pada warna dan
kejernihannya.
 Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten
dengan rasa misalnya hijau atau biru untuk
rasa permen, merah untuk berry
 Zat warna (dalam jumlah-jumlah
maksimum) yang diizinkan untuk
penggunaan dalam bahan bahan farmasi
berbeda dari satu negara ke negara lainnya.
88
4. PENAMPILAN
 Masing-masing badan pengatur juga
memperbaiki daftar yang disetujui dari
waktu ke waktu. Sebelum memformulasi
suatu produk yang dipasarkan dalam
beberapa negara akan mengecek status
tiap zat warna saat itu. Penyalur pemberi
warna biasanya memberikan sumber-
sumber informasi yang lengkap terhadap
zat warna yang dijual.
89
4. PENAMPILAN
 Tahap pemurnian dilakukan untuk
mendapatkan larutan dengan kejernihan
maksimum dengan menghilangkan partikel-
partikel atau benda-benda asing yang
dikenal dengan istilah polishing.

90
4. PENAMPILAN
 Polishing dapat dilakukan dengan berbagai
cara :
1. Dengan mendiamkan atau mengendapkan
dan selanjutnya mendekantasi
2. Dengan sentrifugasi
3. Dengan penyaringan : metode paling praktis
bila cairan dalam volume besar

91
4. PENAMPILAN
 Dahulu di gunakan serat-serat asbestos
yang kemudian tidak dipakai karena
menyebabkan kanker.
 Sekarang digunakan penyaring membran
dalam berbagai bahan dan ukuran
poridikombinasi dengan pembantu
penyaring dan prafilter untu menyaring
cairan farmasi.

92
4. PENAMPILAN
 Sebelum dan Setelah penyaringan harus dilihat
apakah zat aktif, pengawet, pemberi rasa, pemberi
warna serta komponen produk yang penting
lainnya terserap pada penyaring atau tidak.
 Selain itu skala produksi harus diperhatikan laju
penyaringan dan rasio luas permukaan cairan ke
penyaring. Jadi harus dilakukan dahulu trial dalam
batch kecil.
 Harus dilakukan pengujian stabilitas fisika dan
kimia jika bahan yang diekstraksi mempengaruhi
stabilitas tersebut
93
STABILITAS
1. Stabilitas kimia
2. Stabilitas fisika

94
1. STABILITAS KIMIA
 Ketidakstabilan kimia suatu obat dalam larutan
lebih besar dibandingkan dengan sistem zat padat
atau suspensi dan kelemahan ini sampai batas
tertentu diimbangi oleh ramalan stabilitas yang
cepat dan teliti terutama pada sediaan sediaan
yang homogen, tetapi sangat riskan untuk bentuk
sediaan heterogen.
 Setelah di evaluasi stabilitas kemudian dilakukan
kajian terhadap sistem obat cair tersebut

95
2. STABILITAS FISIKA
 Karakteristik yang diuji secara fisik dan di
evaluasi pada seluruh shelf lifenya :
1. Viskositas
2. Warna
3. Kejernihan
4. Rasa dan bau

96
2. STABILITAS FISIKA
1. Viskositas : diukur dengan viskometer yaitu
kekentalan larutan
2. Warna : diukur dengan spektrofotometer
dan absorban pada panjang gelombang
yang tepat dari sampel yang sudah berumur
dapat dibandingkan dengan harga awal
untuk menentukan besarnya perubahan
warna.

97
2. STABILITAS FISIKA
3. Kejernihan : ditentukan dengan
membersitkan suatu berkas cahaya terfokus
melalui larutan tersebut. Partikel-partikel
yang tidak terlarut mengacaukan cahaya
tersebut dan dibawah kondisi-kondisi ini
larutan tampak berkabut. Alat pemendaran
cahaya tersedia untuk menentukan suatu
ukuran kuantitatif dari turbiditas (kekeruhan)

98
2. STABILITAS FISIKA
4. Rasa dan bau : dievaluasi dengan cara
memasukkan sampel yang diberi kode umur
bersama dengan suatu sampel acuan yang
diberi kode serupa (dalam lemari
pendingin). Setelah disimpan dalam periode
waktu tertentu kemudian masing personel
melakukan uji pada rasa dan bau tersebut

99
2. STABILITAS FISIKA
 Kemasan dan efek kemasan terhadap isi
atau efek isi terhadap kemasan akan
menentukan stabilitas fisika obat. Kemasan
maupun isinya harus diuji pada berbagai
kondisi penyimpanan.
 Penting untuk menyimpan produk akhir
dalam wadah yang sama dengan wadah
produk yang dipasarkan sampai tanggal
kadaluarsa.
100
2. STABILITAS FISIKA
 Rasa dan bau seringkali berubah dengan makin
lamanya waktu karena adsorpsi oleh wadah-
wadah plastik dan penutupnya atau penguapan
dari pelarut tersebut dengan hasil akhir yang
mengkonsentrasikan kerusakan produk atau
kerusakan kimia.
 Satu contoh kerusakan kimia adalah kerusakan
oksidatif yang diinduksi dengan pembukaan yang
diulang dari suatu wadah pint atau wadah galon
untuk mendispensir resep-resep.

101
2. STABILITAS FISIKA
 Kebanyakan cairan oral dikemas dalam wadah
gelas amber atau wadah gelas flint dengan tutup
plastik atau logam. Gelas tersebut umumnya inert
terhadap larutan-larutan air dalam kisaran pH yang
tepat untuk cairan-cairan oral. Tetapi hal ini tidak
berlaku untuk tutup plastik dan logam. Tutup
plastik bisa pecah karena tekanan pada kontak
dengan beberapa cairan sedang korosi mungkin
terjadi pada tutup logam

102
2. STABILITAS FISIKA
 Integritas segel (penutupan menyeluruh
segel) antara tutup dan wadah tergantung
pada :
1. Geometri dari tutup dan wadah tersebut
2. Bahan-bahan yang digunakan dalam
konstruksinya
3. Komposisi pelapis tutup
4. Kekuatan digunakannya tutup tersebut
103
2. STABILITAS FISIKA
 Tenaga putaran adalah suatu ukuran gaya
sirkuler diukur dalam incipon yang
digunakan dalam menutup dan membuka
suatu wadah. Segel tutup yang tidak
memadai (seperti tutup dool atau tidak
rapat) bisa mengakibatkan komponen-
komponen obat yang mudah menguap
hilang atau terjadi kebocoran produk dari
wadah.
104
2. STABILITAS FISIKA
 Penguatan atau pengencangan yang
berlebih (ekstrem) bisa merusak atau
memecah tutup dan memebuat tutup sangat
sulit dibuka.
 Dampak yang paling fatal adalah bila botol
tersebut terbuat dari kaca maka apabila
mendapat penguatan ekstrem ada bagian
ujung bibir atau leher botol yang pecah dan
pecahan tersebut masuk ke produk.
105
2. STABILITAS FISIKA
 Jadi produk tersebut harus ditutup dengan
tepat dengan tenaga putaran yang optimum
sehingga dapat dihasilkan produk akhir
yang baik
 Penggunaan tenaga putaran optimum untuk
tutup dan wadah bervariasi, tergantung
pada bahan yang digunakan dalam
pembuatannya.

106
2. STABILITAS FISIKA
 Penggunaan tenaga putaran yang tepat harus
ditentukan secara eksperiment dengan
menggunakan wadah dan tutup yang berukuran
sama.
 Penggunaan tenaga putaran yang dianjurkan
umumnya merupakan suatu hasil gabungan antara
tenaga putaran yang memberikan proteksi produk
maksimum dan tenaga putaran yang memberikan
pemindahan atau pembukaan tutup yang mudah.

107
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN PEMBUATAN
CAIRAN / LARUTAN FARMASI

1. BAHAN MENTAH
2. PERALATAN
3. PROSEDUR PENCAMPURAN
4. PENGEMASAN

108
1. BAHAN MENTAH / BAKU

PERSYARATAN :
1. Sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan : dapat
dilihat dari CoA bahan baku
2. Spesifikasi ini harus dapat menjamin ciri-ciri,
kemurnian serta bebas dari kontaminasi mikroba yang
berlebihan
3. Bahan mentah tersebut harus dikarantina dan
diperiksa secara keseluruhan sebelum digunakan.
4. Air yang dipakai adalah Purified Water (PW) sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan kompedia
(USP/EP)
109
1. BAHAN MENTAH / BAKU

 Pemrosesan tambahan mungkin diperlukan untuk


memperoleh sifat yang diinginkan seperti ukuran
partikel dan bebas dari mikroorganisme.
 Untuk memperoleh air dengan kualitas purified water /
air murni dapat dilakukan dengan metode destilasi
atau dengan penukar ion (resin kation anion)

110
1. BAHAN MENTAH / BAKU

 Penurunan mikrobial pada Air untuk bahan baku obat


dapat dilakukan dengan cara :
1. memberikan desinfektan seperti chlorine (1-2 ppm as
free chlorine) pada unit raw water
2. Menempatkan filter bakteri seperti 5 mikron dan 0.2
mikron pada unit setelah resin penukar kation anion
3. Menempatkan filter membran reverse osmosa (RO)
4. Menggunakan UV lamp dengan panjang gelombang
254 nm (remove bacterial)
5. Membuat sistem prelooping dan looping pada sistem
water treatment
111
1. BAHAN MENTAH / BAKU

 Penurunan mikrobial pada Air untuk bahan baku obat


dapat dilakukan dengan cara :
1. memberikan desinfektan seperti chlorine (1-2 ppm as
free chlorine) pada unit raw water
2. Menempatkan filter bakteri seperti 5 mikron dan 0.2
mikron pada unit setelah resin penukar kation anion
3. Menempatkan filter membran reverse osmosa (RO)
4. Menggunakan UV lamp dengan panjang gelombang
254 nm (remove bacterial)
5. Membuat sistem prelooping dan looping pada sistem
water treatment
112
Requirement on Water for Pharm.Use

Characteristics Requirements Limit


Potable water Purified Water WFI/HPW Waste References

pH 5.8 – 8.6 (1) 5.0 – 7.0 5.0 – 7.0 6 – 9 (4) 1. JP 15


2. USP 31
Conductivity NA 1.3 us/cm at 25oC (2) 1.3 us/cm at 25oC NA 3. BP 2004
(2,3,5) 4. LH 1995
5.1 us/cm at 25oC (3,5)
5. EP 5
Total Organic NA < 500 ppb(2,5) < 500 ppb (2,3,5) NA
Carbon
Bacteria Free from < 100 cfu/mL (2,3,5) < 10 cfu/mL (3,5) Free from
coliform (1) pathogen
Endotoxin NA <1.25 EU/mL(2,5) 0.25 EU/mL (2,3,5) NA

Total hardness < 300 mg/L(1) - - NA


Appearance Clear & Clear & colourless(1) Clear & colourless NA
colourless(1)

BOD NA NA NA 100(4)
COD NA NA NA 200(4)

113
2. PERALATAN

 Tipe alat yang digunakan dalam pembuatan larutan


oral terdiri dari :
1. Tangki pencampur yang dilengkapi dengan suatu alat
pengocok
2. Alat-alat pengukur untuk zat padat dan cairan dalam
jumlah kecil dan besar
3. Sistem penyaring untuk polishing akhir
4. Sterilisasi dari alat tersebut : double jacket sistem
5. Sebagai tambahan dilengkapi dengan sistem untuk
penanganan bulk.

114
2. PERALATAN

 Semua peralatan harus dibersihkan secara


keseluruhan dan disanitasi (disterilkan jika mungkin)
sebelum digunakan,
 Desinfektan yang bisa digunakan :
1. Larutan encer H2O2
2. Turunan-turunan fenol
3. Asam perasetat

115
2. PERALATAN

 Peralatan dan pipa-pipa disterilkan


dengan :
1. Penggunaan alkohol
2. Air mendidih panas ≥ 800C
3. Autoklaf / uap
4. Pemanasan kering dengan Oven

116
2. PERALATAN

 Tangki-tangki biasanya tersusun dari baja tahan


antikarat (stainless stell) dan sesuai regulasi terbaru
dari cGMP atau CPOB terbuat dari SS 316 L
 Tangki biasanya ditutup dan ada sistem untuk
pemanasan dan pendinginan (tangki dengan double
jacket), disini memerlukan boiler untuk sistem
pemanasan dan chiller untuk pendinginan.
 Volume Tangki disesuaikan dengan jumlah produk
yang akan dibuat misal tangki 1000 L untuk produksi
sirup 900 L per bacth

117
2. PERALATAN

 Tangki terkadang dilengkapi dengan pot


pengisi yang transparan dan iluminasi untuk
memudahkan pengamatan isi.

118
LARUTAN
1. Definisi, istilah kelarutan dan faktor yang
mempengaruhi kecepatan melarut.
2. Sifat larutan
3. Pernyataan konsentrasi larutan
4. Keuntungan dan kerugian larutan
5. Jenis larutan dan sediaan farmasi berbentuk
larutan
6. Formulasi larutan
7. Manufaktur larutan
8. Stabilitas larutan 119
DEFINISI LARUTAN
 Campuran 2 komponen / lebih yang
membentuk fasa tunggal / homogen (ukuran
molekul) ; LARUTAN
 Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih
bahan kimia terlarut, digunakan dalam berbagai
bentuk takaran untuk pemberian
interval/eksternal : BENTUK SEDIAAN CAIR

120
KELARUTAN
 Jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah
pelarut tertentu pada suhu dan tekanan
tertentu; sampai terbentuk larutan jenuh

121
ISTILAH KELARUTAN
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut
yang diperlukan untuk
melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 – 10
Larut 10 – 30
Agak sukar larut 10 – 100
Sukar larut 100 – 1000
Sangat sukar larut 1000 – 10000
122

Praktis tidak larut Lebih dari 10000


KECEPATAN MELARUT
 Jumlah zat yang dapat larut per satuan waktu
 Noyes-whitney : dC = KS (Cs – C)

dt
dC/dt = kecepatan melarutnya obat
K = Konstanta laju pelarutan
S = Luas permukaan zat yang dilarutkan
Cs = Konsentrasi obat pada lapisan difusi
C = Konsentrasi obat pada medium pelarut
pada waktu t 123
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KECEPATAN MELARUT
1. Ukuran partikel
2. Kelarutan
3. Suhu
4. Pengadukan / pengocokan

124
ISTILAH
 SOLID : zat padat
 SOLUTE : zat padat terlarut
 SOLVENT : pelarut
 SOLUTION : larutan
 SOLUBLE : larut
 POTIO : bentuk sediaan cair untuk oral
 LOTIO : bentuk sediaan cair untuk topikal
 DISSOLVE : melarut
 DISSOLUTION : disolusi 125
ISTILAH
 DISSOLUTION RATE : laju disolusi
 COLLYRIUM : larutan untuk mata
 COLLUNARIUM : larutan untuk hidung
 COLLUTORIUM ; larutan untuk mulut
 GARGLE / GARGARISMA : larutan untuk
kumur
 INJECTIO : larutan untuk disuntikkan
 INVUNDIBILIA : injeksi yang diberikan
dalam volume besar secara IV 126
ISTILAH
 ENEMA / CLYSMA ; sediaan cair untuk
rektum
 DROPS : obat tetes untuk oral
 GUTTAE : obat tetes untuk bukan oral

127
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELARUTAN
1. Suhu
2. PH
3. Kosolvensi : penggantian sebagian pelarut
dengan pelarut lain untuk meningkatkan
kelarutan. Kosolven : pelarut pengganti
4. Solubilisasi : meningkatkan kelarutan dengan
penambahn surfaktan
5. Hydrotrophy : meningkatkan kelarutan dengan
penambahan zat bukan surfaktan
128
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELARUTAN
6. Like dissolves like : = similia similibus solvuntur : refers
to the ability of polar or non polar solvents to dissolve
polar or non polar solutes respectively
7. Konstanta dielektrik
8. Pembentukan kompleks
9. Modifikasi bentuk kimia
Catatan No 8 dan 9 syarat : efek terapi harus tetap sama

129
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELARUTAN
6. Like dissolves like : = similia similibus solvuntur : refers
to the ability of polar or non polar solvents to dissolve
polar or non polar solutes respectively
7. Konstanta dielektrik
8. Pembentukan kompleks
9. Modifikasi bentuk kimia
Catatan No 8 dan 9 syarat : efek terapi harus tetap sama

130
2. SIFAT LARUTAN
Berdasarkan sifat fisik, larutan dikelompokkan dalam :
1. Koligatif
2. Aditif
3. Konstitutif

131
2. SIFAT LARUTAN
1. Koligatif
Tergantung pada jumlah partikel suatu larutan
sifat koligatif larutan :
- tekanan osmotik
- penurunan tekanan uap
- penekanan titik beku
- peningkatan titik didih

132
2. SIFAT LARUTAN
2. Aditif
Tergantung konstribusi atom dalam molekul secara
menyeluruh / pada jumlah sifat2 konstituen dalam
suatu larutan.
contoh : BA : massa atom konstituen
3. Konstitutif
Tergantung susunan dalam beberapa hal pada jumlah
dan macam atom dalam suatu molekul

133
3. PENYATAAN KONSENTRASI
LARUTAN
LIHAT FARMAKOPE INDONESIA

134
3. PENYATAAN KONSENTRASI
LARUTAN
LIHAT FARMAKOPE INDONESIA.
Kadar zat terlarut dinyatakan dalam persen % b/b, % b/v,
%v/v

135
4. KEUNTUNGAN DAN
KERUGIAN LARUTAN
KEUNTUNGAN :
1. Lebih mudah ditelan (untuk keperluan bayi, anak , usia
lanjut)
2. Obat segera diabsorpsi : respon terapi cepat
3. Obat terdistribusi merata : sistem homogen
4. Mengurangi iritasi, karena bentuk larutan segera
diencerkan cairan tubuh.
misal : asetosal : merangsang / merusak lapisan
mukosa lambung (terlokalisasi pada satu tempat dalam
bentuk tablet)

136
4. KEUNTUNGAN DAN
KERUGIAN LARUTAN
KERUGIAN :
Pada tahap : - pembuatan formula
- transportasi
- stabilitas
- cara pemberian
1. Bersifat voluminous, kurang menyebabkan dalam
transportasi & penyimpanan
2. Stabilitas rendah : shelf life rendah
3. Perlu pengawet : air merupakan media mikroorganisme
4. Perlu pemanis : menutupi rasa yang tidak enak
5. Ketepatan dosis : tergantung takaran 137
5. JENIS LARUTAN
Berdasarkan keadaan fisik dikelompokkan dalam
padat, cair, gas dari solut & solven
1. SOLUT : zat terlarut, fase terdispersi (mol / ion)
2. SOLVEN : pelarut, komponen terbesar dalam sistem &
menentukkan fase luar
JENIS LARUTAN
SOLUT SOLVEN CONTOH
Padat Cair Lar air NaCl
Cair Cair Alkohol dalam air
Gas Cair Air Soda

138
6. FORMULASI LARUTAN
A. AQUEOUS SOLUTION
1. Kelarutan dlm pelarut air
2. Kontrol Ph
3. Ko-solven
4. Konstanta dielektrika
5. Solubilisasi
6. Kompleksasi
7. Hidrotropi
8. Modifikasi bahan kimia
9. Kontrol ukuran partikel
139
6. FORMULASI LARUTAN
B. NON AQUEOUS SOLUTION / PELARUT BUKAN AIR
1. Penggunaan ko solven
2. Pelarut minyak dari bahan nabati
3. Alkohol
4. Dimetil sulfoksida
5. Etil eter
6. Paraffin lig.
7. dll

140
6. FORMULASI LARUTAN
C. PENAMBAHAN ADITIF
1. Buffer
2. Pewarna
3. Perubah densitas
4. Pewangi
5. Isotonis
6. Pengawet
7. Antioksidan
8. pemanis

141
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
i. KELARUTAN DALAM PELARUT AIR
1. Kelarutan
 Kuantitatif : konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh
pada temp. tertentu
 Kualitatif : interaksi spontan dari 2 atau lebih zat untuk
membentuk dispersi molekul homogen
2. Air
 Sebagai pelarut / pembawa sed. Farmasi berbentuk
cair, tidak toksik
 Secara fisiologis dapat dicampurkan
 Mempunyai kemampuan melarutkan bahan aktif/
142
tambahan
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
Jenis air : lihat di farmakope / kompedia
Air minum, air destilata, air bidestilata, air demin, air
untuk injeksi

ii. Kontrol pH
pH dari sistem dapar
Asam lemah dan basa lemah

143
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
iii. Kosolven
Elektrolit lemah dan molekul non polar : kelarutan dalam air
buruk , dapat ditingkatkan dengan penambahan pelarut
yang dapat bercampur air (water-miscible solvent)
Contoh kosolven : etanol, sorbitol, giliserin, propilen glikol

iv. Konstanta Dielektrik (KD)


Cara pendekatan untuk kelarutan : persyaratan dielektrik
solut : kelarutan max pada suatu sistem pelarut tertentu
dengan suatu sistem yang mempunyai KD spesifik.
Senyawa berdasarkan KD
144
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
Senyawa berdasarkan KD
 Tdk polar (KD 1 -20)
 Semi polar (KD 20 – 50)
 Polar (KD :75)

KD pelarut ada di pustaka

145
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
v. Solubilisasi miselar
Definisi (Mc Bain)
Sebagai perubahan spontan yang terjadi pada molekul zat
yang sukar larur larut dalam air ke dalam larutan air sabun
/ detergen, sehingga terbentuk suatu larutan yang
secara terrmodinamika stabil.
 Solubilisasi zat : bagaimana meningkatkan
kelarutannya : + surfaktan
 Sehingga fenomena Mc Bain ; melibatkan sifat
surfaktan yang membentuk agregat koloidal : misel ;
solubilisasi miselar.
146
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
Surfaktan
 Jumlahnya harus benar2 diatur secara cermat
 Toksisitas
 Ketersediaan hayati : obat akan teradsorbsi dengan
kuat terhadap misel
 Surfaktan yang tdk cukup : terjadi pengendapan pada
saat didiamkan atau pada waktu mendiamkan sediaan
tersebut.
 Dpt bercampur dengan pelarut, bhn tambahan lain
 Tdk berasa, berbau
 Tdk menguap
147
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
Contoh : lemak terhadap vit.
Mekanisme
Solubilisasi : Jumlah surfaktan dlm larutan berada pada
KMK atau > dr KMK (konsentrasi misel kritis)

polar
non polar

Gambar solubilisasi di dalam misel


148
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
viii. Modifikasi Kimia Obat
Zat sukar larut dalam air : secara kimia diubah menjadi
turunan larut air.
Contoh : Betametason alkohol = 15,8 mg/100 ml 250C

Ester 21 dinatrium fosfat = 10 g/100 ml


Kendala : - aktivitas biologi
- toksisitas akut dan kronis
- evaluasi farmasetika
- pengujian klinik
149
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
ix. Ukuran partikel zat padat
Log S = 2 M
So 2.303 RTr
Ket :
S = kelarutan partikel halus dengan jari2 r
So = kelarutan normal partikell (Uk cukup besar)
= energi antar muka
M = bobot molekul partikel padat
R = konstanta gas (8,314 x 107 erg/ der/mol)
T = temperatur mutlak
150
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
ix. Ukuran partikel zat padat
Log S = 2 M
So 2.303 RTr
Ket :
S = kelarutan partikel halus dengan jari2 r
So = kelarutan normal partikell (Uk cukup besar)
= energi antar muka
M = bobot molekul partikel padat
R = konstanta gas (8,314 x 107 erg/ der/mol)
T = temperatur mutlak
151
Ad 1. AQUEOUS SOLUTION
Peningkatan kelarutan karena penurunan ukuran partikel
akan berhenti bila partikel mempunyai r sangat halus :
kelarutan menurun.

152
7. Manufaktur larutan
Pertimbangan dalam proses perakitan :
1. Kualitas bahan2
2. Formulasi sediaan
3. Proses dan peralatan
4. SDM
5. CPOB

153
7. Manufaktur larutan
1. Kualitas bahan2
Bahan baku : memenuhi syarat spesifikasi (FI)
identitas, kemurnian, bebas dari kontaminasi mikroba
Air : memenuhi syarat
2. Formulasi sediaaan

154
7. Manufaktur larutan
3. Proses dan peralatan
Proses : harus dibuat untuk setiap bentuk sediaan
farmasi yang harus diikuti oleh operator
penyimpangan dr prosedur : hrs
dipertanggungjawabkan oleh operator
peralatan : - tangki pencampur dgn alat pengaduk
- alat pengukur (besar dan kecil)
- sistem penyaringan
semua alat mudah dibuka, dibersihkan dan
disanitasi

155
7. Manufaktur larutan
4. SDM
Operator : pakai penutup kepala selama operasi,
sarung tangan, dan penutup mulut untuk mencegah
kontaminasi / pencemaran mikroba

156
7. Manufaktur larutan
5. CPOB
Lihat pedoman CPOB untuk sediaan cair
Wadah : untuk sediaan cair tergantung karakteristik
sediaan cairan: tegangan permukaan, busa pada
sediaan dll
Ada 3 prinsip pengisian cairan berwadah :
 Penimbangan
 Takaran volume
 Tinggi permukaan tetap : kalibrasi

157
8. Stabilitas / evaluasi sediaan
cair / larutan
 Kimia, fisika, biologi
 Etilet, wadah/sendok. No batch dan leaflet
 Kimia : PK zat berkhasiat, Ph
 Fisika : BJ, V, berat sediaan
 Biologi : potensi, cemaran mikroba

158
5b. Sed. Farmasi Berbentuk
Larutan
 Digunakan secara oral
 Mixtura : larutan majemuk = lar. Comp. yaitu sediaan
cair yang mengandung 2 atau lebih zat yang terlarut
(solute) dalam pelarut tertentu
 Sirop : larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain dalam kadar tinggi.
 Pada sirop sering ditambahkan :
Poliol : sorbitol, gliserol, propilen glikol
berguna untuk menghambat penghabluran (cap
locking)
antibakteri
159
PENGGOLONGAN LARUTAN
1. MIKROMOLEKULER
2. MISELER
3. MAKROMOLEKULER

160
1. MIKROMOLEKULER
 Larutan mikromolekuler adalah suatu
larutan yang mengandung keseluruhannya
mikro unit yang terdiri baik sebagai molekul
atau ion, seperti alkohol, sukrose, gliserin,
ion natrium dan ion chlorida dengan ukuran
partikel 1 – 10 A0

161
2. MISELER
 Larutan miseler. Solut (zat yang terlarut) terdiri dari
agregat (misel) dari solut molekul atau ion. Sifat-sifat
larutan secara penglihatan seperti kejernihan dan
kekentalan adalah sama dengan larutan mikromolekul
tetapi nilai ukuran fisika seperti tekanan uap, tekanan
osmose, hantaran listrik menunjukkan perbedaan
nyata dibanding nilai larutan mikromolekuler. Misel
adalah sediaan agregat polimolekuler atau poliionik
yang dapat mencapai jarak ukuran partikel koloidal.
Jadi larutan miseler dapat dianggap sebagai larutan
perserikatan koloid. Pentingnya misel dalam farmasi
terletak pada kekuatan melarut dan sangat mirip
dengan bermacam-macam sistem biologik.
162
3. MAKROMOLEKULER
 Larutan makromolekul adalah sistem dimana
solutnya merupakan dispersi molekuler
seperti pada larutan mikromolekuler.
Perbedaannya hanya satu aspek yang
penting yaitu Berat Molekul dan ukuran dari
makromolekul adalah lebih besar hingga
sistem mempunyai sifat-sifat yang unik.
Sebagai contoh larutan CMC, Albumin, DNA
dan PVP. Larutan tersebut dikenal sebagai
monofasik.

163
TIPE LARUTAN
 Bila suatu zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain
akan terjadi bermacam-macam tipe larutan sbb :
1. Larutan encer yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil
2. Larutan pekat yaitu larutan mengandung fraksi yang
besar dari zat A
3. Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah
maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada
tekanan dan suhu tertentu.
4. Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung
jumlah zat A yang terlarut melebihi batas kelarutannya
di dalam air pada suhu kamar tertentu.

164
INTERAKSI PELARUT – ZAT
TERLARUT
 Nilai atau deskripsi kualitatif beberapa parameter fisika-kimia dari zat terlarut
dan pelarut dapat membantu mendapatkan gambaran mengenai keterlarutan
suatu obat. Beberapa faktor dan konsep yang penting yang menentukan
kelarutan obat adalah :

1. Polaritas
2. Co-solvensi
3. Parameter kelarutan
4. Suhu
5. Salting out
6. Salting in
7. Hidrotopi
8. Pembentukan kompleks
9. Efek bersama ion
10. Ukuran partikel
11. Ukuran dan bentuk molekul
12. Struktur air

165
1. POLARITAS
 Aturan yang terkenal yaitu like dissolves like
berdasarkan pada observasi bahwa
molekul-molekul dengan distribusi muatan
yang sama dapat larut timbal-balik yaitu
molekul polar akan larut dalam media yang
serupa yaitu polar, sedangkan molekul non
polar akan larut dalam media non polar.
Konsep polaritas kurang jelas apabila
diterapkan pada kelarutan yang rendah,
terbentuk misel dan berbentuk hidrat padat
166
2. Co- solvensi
 Campuran pelarut untuk melarutkan zat
tertentu yang banyak digunakan untuk
membuat larutan obat.
 Co-solvensi dapat dipanndang sebagai
modifikasi polaritas dari sistem pelarut
terhadap zat terlarut atau terbentuknya
pelarut baru.

167
3. Parameter kelarutan
 Dikembangkan oleh Hildbrand sebagai alat
untuk meramal kelarutan cairan dan
substansi amorf dalam banyak macam
pelarut dari industri.
 ∆δ = (∆E)
V1/2
(∆E) = kerapatan enersi kohesi
V1/2
δ = parameter kelarutan
168
3. Parameter kelarutan
 kerapatan enersi kohesi : ukuran enersi
yang diperlukan untuk 1 ml cairan
mengatasi semua kekuatan intermolekuler
yang memegang molekul-molekul bersama-
sama.

169
4. Suhu
 Kebanyakan senyawa farmasetis pada
kenaikan suhu akan naik kelarutannya
kecuali senyawa metilselulose dan kalsium
hidroksida.
 Proses eksoterm dapat digambarkan :
 Zat terlarut + pelarut larutan + panas (I)
 Proses endoterm dapat digambarkan :
 Panas + Zat terlarut + pelarut larutan(II)
170
4. Suhu
 Jadi pada peristiwa eksoterm, bila suhu
dinaikkan maka kelarutan zatnya akan
berkurang karena reaksi bergeser ke kiri.
Sedangkan pada peristiwa endoterm, bila
suhu dinaikkan maka kelarutan zatnya akan
bertambah, karena reaksi bergeser ke
kanan.

171
5. Salting out
 Peristiwa pengendapan zat terlarut (biasanya zat
organik) disebabkan oleh penambahan jumlah besar
garam yang sangat mudah larut pada larutan air dari
senyawa organik. Peristiwa ini merupakan kompetisi
antara garam dan senyawa organik terhadap molekul
pelarut yaitu air. Contoh peristiwa ini adalah :
camphora dan oleum menthae piperitae dalam air
aromatik. Larutan metilselulose dalam air oleh
penambahan NaCl.
 Mekanisme peristiwa ini adalah bahwa interaksi
metilselulose dan air adalah inkompatibel dengan
interaksi NaCl dengan air dan sebagai hasil terjadi
dehidrasi dari Metilselulose dan mengakibatkan
peristiewa “salting out” 172
6. Salting in
 Ialah peristiwa bertambahnya kelarutan
dari suatu senyawa organik dengan
penambahan suatu garam dalam
larutannya. Sebagai contoh adalah
globulin tidak larut dalam air tetapi dapat
larut dalam larutan garam encer
dalamair.

173
7. Hidrotopi
 Ialah peristiwa bertambahnya kelarutan
dari suatu senyawa yang tidak larut atau
sukar larut dengan penambahan suatu
senyawa lain yang bukan zat surfaktan.
Mekanismenya mungkin salting in
kompleksasi atau kombinasi beberapa
faktor.

174
8. Pembentukan kompleks
 Ialah peristiwa terjadinya interaksi antara
senyawa tak larut dengan zat yang larut
dengan membentuk senyawa kompleks yang
larut. Sebagai contoh larutan Jodium dalam
larutan KJ atau NaJ dalam air.Disini terjadi
senyawa kompleks Triiodida = KJ + J2 KJ3
 Juga larutnya coffein didalam larutan Natrii
Salisilat atau Natrii Benzoat dalam
air.Senyawa kompleks ini bersifat reversibel
mudah terjadi disosiasi dan melepas zat
aktifnya dan memberi efek terapi
175
9. Common ion effect
 Obat yang tak larut sering dibuat sebagai suspensi di
sini ada keseimbangan antara partikel padat dengan
larutan jenuhnya. Sebagai contoh adalah suspensi
procain penicilin. Dengan penambahan procain HCl
yang mudah larut dalam air akan mengurangi penicillin
ion dalam larutan, karena produk keterlarutan (Ksp)
suatu senyawa pada suhu konstan adalah tetap. Dapat
digambarkan sebagai berikut :
 Ksp prokain penisilin = (Prokain) (Penisilin). Karena
(prokain) naik, maka (penisilin) akan turun. Dengan
demikian shelf life dari penisilin akan naik.

176
10. Ukuran partikel
 Efek ukuran partikel dari zat terlarut dalam sifat
keterlarutannya terjadi hanya bila partikel mempunyai
ukuran dalam sub mikro dan akan terlihat kenaikan
kira-kira 10% dalam kelarutannya. Kenaikan ini
disebabkan adanya enersi bebas permukaan yang
besar dihubungkan dengan partikel yang kecil.

177
11. Ukuran dan bentuk molekul
 Sifat-sifat dapat melarutkan dari air sebagian besar
disebabkan oleh ukuran yang kecil dari molekulnya.
Zat cair dapat mempunyai polaritas, konstanta
dielektrik dan ikatan hidrogen dapat menjadi pelarut
yang kurang bagi senyawa ionik, disebabkan ukuran
partikelnya lebih besar dan akan sukar bagi zat cair
untuk menembus dan melarutkan kristal. Bentuk dari
molekul zat terlarut juga merupakan faktor di dalam
meneliti keterlarutan

178
12. Struktur dari air
 Struktur air merupakan anyaman molekul tiga dimensi
dan struktur ikatan hidrogen menentukan sifat-sifat air
dan interaksinya dengan zat terlarut. Strukturnya dapat
dimodifikasi secara kualitatif dan kuantitatif oleh
banyak faktor seperti suhu, permukaan dan zat terlarut.

179
LARUTAN - MIXTURA
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung
satu jenis obat atau lebih dalam pelarut air
suling kecuali dinyatakan lain, dimaksudkan
untuk digunakan sebagai obat dalam, obat luar
atau untuk dimasukkan ke dalam rongga
tubuh. Untuk larutan (solutio) steril yang
digunakan sebagai obat luar harus memenuhi
syarat yang tertera pada injectiones
Mixtura : larutan yang homogen (zat yang terlarut
hanya satu jenis obat) misal mixtuta brometorum
180
LARUTAN
 Sesuai dengan penggunaan, larutan dibagi
menjadi :
1. Larutan steril
2. Larutan tidak steril
3. Larutan antiseptik

181
1. LARUTAN STERIL
 Larutan steril meliputi :
a. Larutan untuk penggunaan luar sebagai
pengobatan luka atau kulit terbuka
b. Larutan iritasi kandung kemih

c. Larutan intraperitonium

Baik alat maupun larutannya disterilkan dalam


wadah yang steril.

182
2. LARUTAN TIDAK STERIL
 Larutan tidak steril meliputi :
a. Larutan obat dalam, baik larutan yang
langsung diminum atau yang harus diramu
lebih dulu.
b. Larutan obat untuk kulit,
c. Larutan hemodialisa.
Pada pembuatan larutan supaya dihindari
sedapat mungkin adanya kontaminasi oleh
bakteri dan jasa renik yang lain.
183
3. LARUTAN ANTISEPTIK
 Larutan antiseptik, mudah sekali dicemari oleh jasa
renik yang telah resisten. Oleh karena itu air yang
digunakan harus air suling atau air yang baru
dididihkan, wadahnya harus betul-betul bersih dan
tidak menggunakan tutup gabus. Larutan antiseptik
tidak boleh digunakan lebih dari satu minggu sejak
tutup dibuka. Larutan yang digunakan sebagai
antiseptik untuk mata yang luka atau dimaksudkan ke
dalam rongga tubuh harus disterilkan dulu. Larutan
antiseptik yang steril di dalam wadah tertutup mudah
dibedakan dengan wadah untuk larutan transfusi
termasuk larutan infusi. Pada etiket harus tertera :
larutan steril, tidak disuntikan.
184
Contoh kelarutan beberapa zat
(1 g zat dalam x ml pelarut)
NAMA ZAT AIR ALKOHOL

ATROPIN 0,5 5

CODEIN 120 2

LUMINAL 1000 8

185
SEDIAN FARMASI BERUPA
LARUTAN
1. Collutoria
2. Collyria
3. Elixir
4. Gargarisma
5. Potiones
6. Sirup

186
1. COLLUTORIA
 Collutoria adalah larutan pekat dalam air
yang mengandung bahan deodoran,
antiseptika, anestetika lokal atau astrigen.
Disimpan dalam botol putih, bermulut kecil.
Etiket harus ditulis : tidak boleh ditelan.
Untuk cuci mulut, disebut pula cara
pengenceran.

187
2. COLLYRIA
 Collyria adalah sediaan berupa larutan steril, jernih,
bebas partikel asing, isotonis dan digunakan untuk
mencuci mata, dapat ditambahkan larutan dapar dan
pengawet. Wadah yang dipakai dapat wadah dari
gelas atau plastik yang tertutup kedap.
 Dalam etiket dicantumkan :
a. Lama masa penggunaan setelah wadah dibuka
tutupnya.
b. Tertulis: obat cuci mata. Obat cuci mata dengan zat
pengawet paling lama dapat digunakan untuk 7 hari
setelah wadah dibuka sedangkan yang tanpa
pengawet selama 24 jam
188
3. ELIXIR
 Elixir adalah sediaan berupa larutan obat dengan
zat tambahan seperti gula, zat pengawet, zat
pewarna dan zat pewangi sehingga mempunyai
rasa dan bau yang sedap. Elixir ini digunakan
sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama
adalah etanol 90% dan dapat ditambahkan
gliserol, sorbitol dan propilenglikol. Karena eliksir
bersifat hidroalkohol maka dapat menjaga obat
baik yang larut dalam air etanol dalam larutan
eliksir. Kadar etanol berkisar antara 3% sampai
44% dan biasanya eliksir mengandung etanol 5 –
10%.
189
3. ELIXIR
 Dibandingkan dengan sirup, elixir :
1. Kurang manis dan kurang viscous, karena
kandungan gula lebih kecil sehingga elixir kurang
efektif dalam menutupi rasa zat aktif.
2. Karena berkarakter hidroalkoholik, elixir dapat
melarutkan bahan yang bersifat water-soluble dan
alcohol-soluble.
3. Karena stabil dan mudah dibuat (simple solution)
secara manufacturing elixir lebih disukai.

190
3. ELIXIR
 Pembagian elixir :
1. Nonmedicated elixirs
- to a pleasant tasting vehicle
- the dilution of an existing medicated elixir
- example : aromatic elixir, compound
benzaldehyde elixir, iso alcoholic elixir
2. Medicated elixir ; (a single) therapeutic agent :
Antihistamine elixirs (Diphenhydramine HCl,
Brompheniramine Maleate etc.)

191
3. ELIXIR
 Contoh phenobarbital elixir
 R/ Phenobarbital 4
Ol. Citri 0,25
Propilenglikol 100 ml
Etanol 100 ml
sorbitol solution 600 ml
Corr. Coloris qs
Aq.dest.ad 1 liter
192
3. ELIXIR
 Digunakan pada mulut dan kerongkongan : obat
kumur2 dan obat pembilas mulut.
 Digunakan kedalam rongga tubuh : obat tetes
telinga dan obat tetes hidung
 Lain2 :
Spiritus : larutan dari bahan berbau harum,
dengan pelarut mengandung alkohol.
Tinctur : larutan yang dibuat dengan menyari
unsur2 dari bahan obat alam
ekstrak cair : berupa larutan dari zat kimia yang
dilarutkan dalam alkohol atau dalam suatu pelarut
yang mengandung hidro-alkohol 193
 Lain2 :
Air aromatik : larutan dengan bahan berbau
harum, dengan pelarut air.
Infusa : rebusan (air) pada suhu 900C, 15 menit
dari bahan alam.

194
4. Gargarisma
 Gargarisma (obat kumur) adalah sediaan berupa
larutan obat umumnya pekat dan bila digunakan
diencerkan dulu. Gargarisma digunakan sebagai
pencegah atau pengobatan infeksi tenggorokan
dan tujuan penggunaan gargarisma ialah agar
obatnya dapat langsung mengenai selaput lendir
yang ada di dalam tenggorokan dan bukan
sebagai pelindung selaput lendir maka tidak
digunakan bentuk suspensi dan bahan berlendir
tidak cocok sebagai obat kumur. Dalam etiket
harus tertera :
a. Hanya untuk kumur, jangan ditelan
b. Sebelum digunakan diencerkan.
195
5. Potiones
 Potiones adalah sediaan yang
berupa cairan untuk diminum, dibuat
sedemikian rupa hingga dapat
digunakan sebagai dosis tunggal
dalam volume yang besar, umumnya
50 ml.

196
6. Sirup
 Sirup adalah larutan pekat dari gula yang
ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan
larutan jernih berasa manis. Dapat ditambahkan
gliserol, sorbitol atau polialkohol yang lain dalam
jumlah sedikit dengan maksud untuk
meningkatkan kelarutan obat dan menghalangi
pembentukan hablur sakarosa. Kadar sakarosa
dalam sirup adalah 64 – 66 % kecuali dinyatakan
lain. Larutan gula yang encer merupakan medium
pertumbuhan bagi jamur, ragi dan bakteri.

197
6. Sirup
 Ada 3 macam sirup :
a. Sirup simpleks mengandung 65% gula dalam
larutan nipagin 0,25% b/v
b. Sirup obat mengandung satu atau lebih jenis obat
dengan atau tanpa zat tambahan dan digunakan
untuk pengobatan.
c. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi
mengandung zat pewangi atau zat penyedap lain.
Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk
menutupi rasa dan bau obat yang tidak enak.

198
6. Sirup
 Komponen sirup :
 Sirup mengandung komponen2 yang ditambahkan
kedalam air dan zat aktif, seperti :
a. Gula : biasanya sukrose, dextrose
pengganti gula : sorbitol, gliserin, propilen glikol
digunakan sebagai sw
b. Antimikrobial preservatives : benzoic acid/Na 0,1-
0,2 %, metil/propil/butil paraben < 0,1 %
Jika sudah mengandung alkohol 15-20% (sebagai
solvent) : tanpa pengawet

199
6. Sirup
 Komponen sirup :
c. Flavorants
Syntetic
Naturally : volatile oil (orange oil), vanilin untuk
melarutkan volatile oil kadang2 dibutuhkan
sejumlah kecil alkohol

d. Colorant : berkorelasi dengan flavorant mis : green


with mint, brown with chocolate
biasanya bersifat : water soluble, non reactive
dengan komponen sirup, stabil pada range pH.
200
6. Sirup
 Komponen sirup :
e. Special solvents
f. Solubilizing agents
g. Thickeners ditambahkan pada
sirup komersial
h. Stabilizers

201
6. Sirup
 Pada sirup sering ditambahkan :
poli-ol : sorbitol, gliserol, propilen glikol.
guna : menghambat penghabluran (cap locking).

202
Pembuatan Sirup
Berdasarkan sifat fisika kimia bahan
1. Pemanasan : untuk membantu kelarutan gula Mis :
acasia syrup jika panas berlebih, sukrosa
mengalami hidrolisis inversi gula invert terurai
(warna dan rasa berubah, rentan terhadap
fermentasi, pertumbuhan mikroba). Kecepatan
inversi meningkat dengan asam dan ion hidrogen
(sebagai katalisator)
2. Pengadukan tanpa pemanasan : waktu lebih lama,
kestabilan maksimal. Waktu tangki besar stainless
steel atau dilapis gelas dilengkapi pengaduk
mekanik/pemutar.
203
Pembuatan Sirup
2. Pengadukan tanpa pemanasan : waktu lebih lama,
kestabilan maksimal. Waktu tangki besar stainless
steel atau dilapis gelas dilengkapi pengaduk
mekanik/pemutar. : R/
Mis : Ferro sulfat syrup
FeSO4 135
Asam sitrat 12
Lar. Sorbitol 350
gliserin 50
Na Benzoat 1
Flavor : qs
204
Ai ad 1000
Pembuatan Sirup
3. Penambahan sukrosa ke dalam larutan zat aktif
atau larutan flavor. Zat aktif : tinctur, extract cair
Misal : Senna syrup
4. Perkolasi : sukrosa diperkolasi atau sumber
komponen obat diperkolasi menjadi ekstrak yang
akan ditambahkan sukrosa atau sirup kedalamnya.
Misal : Tolu balsam syrup, Ipeca syrup

205

Anda mungkin juga menyukai