Anda di halaman 1dari 73

GUIDELINES

• Sejarah Medikasi secara Parenteral


• Batasan Sediaan Parenteral
• Macam – macam Sediaan Parenteral
• Persyaratan Sediaan Parenteral
• Perkembangan Kemasan Sediaan Parenteral
• Pengembangan Rute Pemberian
• Rute Pemberian Sediaan Parenteral
• Keuntungan dan Kerugian Sediaan Parenteral
PENDAHULUAN
• Steril : Bebas dari mikroorganisme baik bentuk vegetatif, non vegetatif (spora), patogen ataupun
non patogen.
• Penandaan obat “steril” artinya bahwa “batch” darimana cuplikan diambil dan dilakukan pengujian
uji sterilitas (farmakope), hasil uji sterilitas memenuhi syarat yang sudah ditetapkan dalam buku
resmi.
• Parenteral berasal dari kata yunani para enteron artinya disamping usus  obat yang tidak
diberikan melalui usus.
• Asal kata injeksi dari injectio yang berarti memasukkan ke dalam, sedangkan infusio berarti
penuangan ke dalam
SEJARAH MEDIKASI SECARA PARENTERAL
• Wiliam Harvey, seorang dokter dan ahli fisiologis Inggris mendeskripsikan tentang sirkulasi darah dalam
Tahun 1616 tubuh manusia. Harvey berkeyakinan bahwa kematian akibat gigitan ular beracun terjadi krn racun
diabsorpsi melalui vena dan disirkulasikan ke tubuh
• Sir Christoper Wren berhasil menidurkan anjing dengan cara menyuntikkan opium ke dalam (melalui)
Tahun 1665 vena kaki belakang dengan bantuan jarum (dari bulu angsa) yang disambungkan pada kantong kemih
(bladder) hewan. Prosedur ini selanjutnya dicobakan pula pada manusia
• Lafarque, seorang ahli bedah Perancis merobek kulit dengan pisau bedah kecil yang telah
Tahun 1836 direndam dalam larutan morfin untuk pengobatan neuralgia

Tahun 1853 • Gabriel Pravas, seorang ahli bedah dari Perancis memperkenalkan alat suntik berpencebur
(pluger). Bentuk alat suntik ini banyak digunakan.
• Pengobatan secara subkutan telah dipraktekkan walaupun dengan jumlha obat yang masih
Tahun 1860 terbatas
• Dokter mempraktekkan secara luas pembuatan larutan injeksi dari tablet triturasi pada
Tahun 1880 saat akan disuntikkan
LANJUTAN…
• Pustaka bidang kedokteran mengemukan pentingnya mensterilkan, baik alat suntik maupun larutan obat.
Tahun 1890-an Dengan kemajuan berupa penemuan saringan (filter) bakteri, maka secara bertahap hal ini memberikan
kontribusi pada perkembangan pengobatan secara parenteral
• Stanislaus Limausin, seorang farmasi Perancis mengembangkan kontener untuk penyimpanan larutan steril
dan menamakannya ampoule (ampul). Kontener gelas tsb mempunyai leher panjang yang ujungnya terbuka
• Ehrlich berhasil mensintesis arsfenamin dan hal ini secara dramatis memacu perkembangan terapi
Abad ke-20 parenteral
• Reaksi piretik (kenaikan suhu tubuh) berlanjut dan terkait dengan pemberian obat secara parenteral
• Florence Seibert membuktikan bahwa sumber reaksi piretik berasal dari air yang digunakan untuk
pembuatan larutan karena air tidak di destilasi dan disimpan secara baik serta mengandung pirogen yang
Tahun 1911 merupakan hasil metabolism mikroorganisme
• Zat ini merupakan penyebab reaksi demam pada pasien yang menerima injeksi
• Kausch menggagas injeksi glukosa secara intravena
Tahun 1923 • Sesudah ditemukan air bebas pirogen baru digunakan secara luas untuk pembuatan larutan isotonis dan
sebagai sumber kalori
• Monografi resmi pertama dari larutan injeksi tampil dalam monografi National Formulary V (NF V) Amerika
Tahun 1926 dengan judul “ampuls”
BATASAN SEDIAAN PARENTERAL

• Sediaan parenteral adalah sediaan larutan, emulsi atau suspense dalam air atau pembawa
lain yang cocok, steril dan digunakan dengan merobek lapisan kulit/ mukosa dan jaringan
lain. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan kondisi
steril
• Yang termasuk dalam sediaan steril : sediaan parenteral volum besar, sediaan parenteral
volum kecil (injeksi), sediaan mata(tetes/salep mata), OTT, OTH, implant, cuci
mata/collyrium, sediaan lain di FI edisi V.
• Syarat : Steril (bebas mikroba hidup), Isotonis/Isoosmosa, Isohidris, Bebas Pirogen
MENGAPA SEDIAAN PARENTERAL HARUS STERIL?

• Obat secara langsung mengikuti sirkulasi cairan dalam tubuh.


• Penyuntikan sediaan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme
hidup (terutama patogen) akan menimbulkan banyak masalah dan
komplikasi terutama terhadap pasien yang sedang sakit
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)

1. Injeksi/obat suntik (volume kecil) : obat dilarutkan dalam


pembawa yang cocok, dengan atau tanpa zat tambahan,
ditujukan untuk pemberian parenteral.
Pemberian injeksi : single dose atau multiple dose.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL

2. Infus : sama seperti injeksi, tapi diberikan dalam volume besar.


Contoh :
• Infus dextrosa : nutrisi dasar
• Infus Ringer (ion natrium, kalium, kalsium) : untuk mengganti
elektrolit yang hilang.
• Kombinasi dextrosa & NaCl : untuk pengganti cairan tubuh
karena dehidrasi
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)

3. Radiopharmaceutical
Bahan kimia radioaktif digunakan untuk tes/uji fungsi dari
organ-organ tertentu, bukan merupakan bagian injeksi, tetapi
masuk golongan radiopharmaceutical, karena obat-obatan ini
merupakan bentuk radioaktif, teknik preparasi dan
penanganan yang diperlukan berbeda dengan bentuk injeksi.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)
4. Sterile Solids
Karena tidak stabil dalam bentuk injeksi, maka dibuat dalam bentuk kering
dan dilarutkan pada waktu akan dipakai.
- Jika dry solids tidak mengandung dapar, pengencer atau zat tambahan
lain, maka pada etiket diberi tanda “Sterile......” co : Sterile Sodium Nafcilin
- Jika dry solids terdiri dari dapar, pengencer atau zat tambahan lain, maka
pada etiket diberi tanda “obat untuk injeksi” (.... for injection) co :
“Amfoterisin B for injection”.
- Perbedaan dalam penandaan diatas untuk menunjukkan ada/tidak
adanya material yang ditambahkan.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)

5. Suspensi Steril
- Obat-obat disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan diberi etiket : steril
......suspension (obat steril suspensi) contoh: Sterile Hidrokortison Asetat Suspension.
- Jika obat dalam bentuk kering dan akan disuspensikan ketika akan digunakan
 “sterile .....for suspension” contoh : Sterile Chloramfenicol for Suspension.
Kedua tipe suspensi diatas tidak diberikan secara intra vena atau ke dalam ruang
spinal.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)

6. Obat tetes mata larutan, suspensi dan salep


Contoh : Larutan OTM Sulfasetamid Na, suspensi OTM
Hidrokortison Asetat.
Pada salep mata, zat aktif dan tambahan harus mempunyai
ukuran yang mikronise dan basis harus non iritan, contoh
Salep mata adalah : hidrokortison asetat dan gentamisin sulfat.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)

7. Larutan Irigasi
Larutan yang digunakan untuk merendam dan membilas luka
terbuka, sayatan-sayatan bedah atau jaringan tubuh dan
digunakan untuk topikal tidak untuk parenteral.
Pada etiket harus diberi tanda ...untuk irigasi contoh : Natrium
Cl untuk irigasi.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)
8. Zat-zat diagnostik
- Untuk tujuan diagnostik seperti Evans Blue Injection (untuk
menentukan volume darah), Injeksi Radiopharmaceutical dsb.
9. Ekstrak Allergenik
- Konsentrat steril : untuk tujuan diagnostik atau pengobatan
reaksi-reaksi alergi.
- Pada saat akan digunakan, ekstrak dilarutkan dalam konsentrasi
yang diinginkan dengan teknik aseptik dan cairan steril sebagai
pelarut.
MACAM-MACAM SEDIAAN STERIL (USP)

10. Larutan dialisis peritonial


Untuk membuang kelebihan sampah tubuh, cairan tubuh, serum
elektrolit dan untuk menghilangkan senyawa toksik yang secara
normal dikeluarkan oleh ginjal.
Harus bebas pirogen, steril, bebas dari partikulat
KLASIFIKASI OBAT SUNTIK/INJEKSI
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contoh vitamin C, strikhnin NO3,
Sulfadiazin Na, Na-ringer, Vitamin B1, Papaverin HCl, Ziemsen (As2O3 +
NaOH), kinin antipirin.
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contoh : Menadion, testosteron
propionat, kamfer, dll.
3. Larutan sejati dengan pembawa pelarut campur : Fenobarbital natrium.
4. Suspensi steril dengan pembawa air : Kortison asetat, kortikotropin-
seng hidroklorida.
KLASIFIKASI OBAT SUNTIK/INJEKSI
4. Suspensi steril dengan pembawa minyak : Bismuth sub salisilat, prokain-
penisilin.
5. Serbuk kering yang dilarutkan dalam pembawa air sesaat sebelum
digunakan contoh : pentotal natrium, ampisilin, penisilin.
6. Serbuk kering yang disuspensikan dalam pembawa air sesaat sebelum
digunakan : streptomisin, prokain-penisilin.
7. Emulsi steril : infus lemak, dll.
PERSYARATAN SEDIAAN PARENTERAL
 STERIL : bebas mikroorganism (sterile) atau disiapkan dari
bahan steril (pre-sterilized) pada kondisi yang
meminimumkan kontaminan mikroba (aseptic)
UJI STERILITAS UJI KEBOCORAN
 PYROGEN : bebas endotoxin bakteri atau kontaminan
pyrogen lainnya
UJI ENDOTOKSIN UJI PIROGEN (IN VIVO)

 PARTICULATE MATTER (BAHAN PARTIKULAT DALAM


INJEKSI)
UJI KEJERNIHAN BAHAN PARTIKULAT
LANJUTAN…

1. Bebas pirogen (untuk obat suntik yang sekali penyuntikan


diberikan >10 mL)
2. Isotoni (tonisitas) Jika larutan tertentu konsentrasinya
sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya
(ekivalen dengan 0,9% NaCl)
3. Isohidri  pH suatu larutan zat = pH cairan tubuh 7,4
4. Bentuk larutan jernih
LANJUTAN…

• Bebas partikel asing


• Stabil baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi
• Aman (tidak toksik)
• Tidak terjadi reaksi antar bahan dalam formula
• Penggunaan wadah yang sesuai, sehingga mencegah terjadinya interaksi
dengan bahan obat
• Sesuai antara bahan obat yang ada dalam wadah dengan etiket dan tidak
terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan
LANJUTAN…
• Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali
yang berbentuk suspensi.
• Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa
sakit dan penyerapannya optimal.
• Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama
dengan tekanan osmose darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan
tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit
hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
• Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.
PERKEMBANGAN KEMASAN SEDIAAN PARENTERAL

• Dalam perkembangan terapi parenteral, terjadi perubahan dalam 2 hal, yaitu pada kemasan
sediaan parenteral dan cara pemberian sediaan parenteral
• Perubahan kemasan yang terjadi, yaitu penggunaan penutup karet pada vial gelas. Karena
penutup karet dapat ditembus oleh jarum secara berulang, sesudah itu dapat menutup
kembali, maka berkembanglah penutup karet untuk vial
• Untuk beberapa obat dengan dosis tepat, berkembang tipe kemasan cartridge yang terdiri
dari tabung gelas yang mengandung sediaan steril dan kedua ujungnya ditutup dengan
penutup karet
KEMASAN

Dosis tunggal

Dosis ganda, suspensi,


emulsi, serbuk
rekonstitusi

Infus
RUTE, MASALAH DAN CATATAN YANG HARUS
DIPERHATIKAN PADA PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
• Pemberian obat secara parenteral : pemberian langsung ke
dalam jaringan, rongga jaringan, atau kompartemen-
kompartemen tubuh secara suntikan/ injeksi atau infus.
• Perkembangan teknik-teknik untuk pemberian obat secara
parenteral dan penggunaannya telah berkembang pesat
beberapa tahun terakhir ini.
ALASAN FORMULASI / TUJUAN SEDIAAN STERIL

• Kadar obat sampai ke target


Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan jumlah yang diinginkan untuk terapi.

• Parameter farmakologi
Meliputi waktu paruh, C maks., onset.
• Jaminan dosis dan kepatuhan

Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan


• Efek biologis
Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa dipakai secara oral. Contoh: amphoterin B (absorbsi
jelek) dan insulin (rusak oleh asam lambung).
LANJUTAN…

• Altrnatif rute, jika tidak bisa lewat oral.


• Dikehendaki efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik sistemik.
Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk pengobatan leukimia.
• Kondisi pasien
Untuk pasien-pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, atau tidak bisa dikontrol
• Inbalance (cairan badan dan elektrolit)
Contoh: muntahber serius, sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan segera
harusdikembalikanefek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi lokal
INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
1. Untuk menjamin penyampaian obat yang masih belum banyak diketahui sifat-
sifatnya ke dalam suatu jaringan yang sakit atau daerah target dalam tubuh
dalam kadar yang cukup.

Contoh : Pemberian injeksi antibiotik golongan aminoglikosida secara


intraventrikularsulit menembus lapisan pembatas darah-otak-selaput otak
dapat dilakukan pada penderita radang selaput otak/rongga otak akibat bakteri
dan jamur.
INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
2. Pengendalian langsung terhadap beberapa parameter farmakologi tertentu,
seperti waktu tunda, kadar puncak dalam darah, kadar dalam jaringan dll.

3. Menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat (khusus untuk penderita rawat
jalan)

4. Mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain : obat tidak
dapat diab- sorpsi/rusak oleh asam lambung atau enzim jika diberikan secara oral
contoh insulin.
INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
5. Untuk memberikan obat pada keadaan rute lain yang lebih disukai tidak memungkinkan,

misal pada penderita yang saluran cerna bagian atas sudah tidak ada karena dioperasi.

6. Untuk menghasilkan efek secara lokal jika diinginkan yaitu untuk mencegah / meminimum-

kan reaksi toksik sistemik : pemberian metotreksat secara injeksi intra tekal pada

penderitan leukemia.

7. Penderita yang tidak sadarkan diri/tidak dapat kerja sama (gila)


INDIKASI UMUM PEMBERIAN OBAT
SECARA PARENTERAL
8. Memperbaiki dengan cepat cairan tubuh atau ketidakseimbangan
elektrolit/ mensuplai kebutuhan nutrisi.

9. Mendapatkan efek lokal yang diinginkan : anastesi lokal pada pencabutan


gigi.
FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
1. Kelarutan obat dan volume injeksi

- Obat harus terlarut sempurna, lebih disukai dalam air, sebelum dapat diberikan
secara injeksi intra vena.

- Kelarutan obat dalam pembawa dan dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek
terapetik akan menentukan volume injeksi yang harus diberikan.

- Rute pemberian obat secara parenteral selain iv memiliki keterbatasan dalam hal
volume injeksi yang dapat diberikan.
FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
2. Karakteristik Bahan Pembawa
- Pembawa air : dapat diberikan melalui rute parenteral apa saja.

- Pembawa non air : yang dapat bercampur atau tidak dengan air biasanya diberikan
dengan intra muskular.

- Larutan suntik dengan pelarut campur (diazepam, digoksin, fenitoin) dapat iv, hati-
hati pengaturan kecepatan penyuntikan untuk mencegah terjadinya pengendapan
senyawa obat pada daerah penyuntikan.
FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
3. pH atau osmolaritas larutan injeksi
• Larutan suntik harus diformulasi pada pH dan osmolaritas yang sama dengan cairan
tubuh (isohidri dan isotoni).

• Tidak dapat dipenuhi oleh semua obat karena masalah stabilitas, kelarutan atau dosis.

- Misal : diazoksid dibuat pada pH 11,6 karena pH tersebut pH stabilitasnya.


Difenilhidantoin (pH 12) dan tetrasiklin HCl (pH 2) untuk mendapatkan larutan yang
sempurna dalam dosis yang dibutuhkan.
FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
• Kadang-kadang larutan parenteral hipertonis karena mengandung kadar obat yang tinggi
untuk mencapai kadar obat dalam darah yang efektif, misal :

- Obat tetes mata sulfasetamid

- Larutan nutrisi yang mengandung dosis tinggi asam amino, dekstrosa dll.

• Larutan yang sangat hipertonis : harus diberikan melalui vena yang sangat besar
(subclevian) vena tsb akan masuk langsung ke dalam jantung cepat diencerkan dengan
vol. besar
FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
• Pada umumnya larutan parenteral hipertonis dikontraindikasikan untuk penyuntikan sub
kutan atau intramuskular.

4. Jenis bentuk sediaan obat

• Suspensi : hanya intramuskular atau sub kutan. Tidak boleh iv atau rute parenteral selain
diatas  obat langsung masuk ke cairan biologis atau jaringan sensitif (otak dan mata).

• Serbuk untuk injeksi harus dilarutkan sempurna dalam pembawa yang sesuai sebelum
diberikan.
FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
5. Komposisi bahan pembantu

- Sediaan parenteral untuk pemakaian berulang mengandung antimikroba sebagai


pengawet. Bahan pengawet dikontraindikasikan untuk pemberian ke dalam
cairan serebrospinal atau intra okular  dapat terjadi efek toksik.

- Dapat mengandung surfaktan  mendapatkan kelarutan yang sesuai. Surfaktan


dapat merubah permeabilitas membran, sehingga harus diketahui
keberadaannya ketika akan diberikan secara sk atau im.
RUTE-RUTE SPESIFIK

• Rute Utama : Intramuskular, intravena dan sub kutan.


• Ketiga rute utama tersebut memuaskan untuk keempat alasan
pemberian obat secara parenteral : pengobatan, pencegahan,
diagnosis dan mengubah sementara fungsi jaringan untuk
mempermudah pengobatan.
• Rute lain : intraokular, intratekal dll.
PARENTERAL ADMINISTRATION:
 Intravenous: injections (< 10 mL), infusion. NOT
USED FOR W/O emulsion/suspension
 Subcutaneous: < 1 mL, the drugs are more
rapidly & predictably absorbed compared to oral
route but slower & less predictable than i.m
route.
 Intradermal: 0.1 mL into the skin between
epidermis & dermis. For vaccines, diagnostic test
for allergy/ immunity
 Intramuscular: deltoid muscle in the shoulder for
rapid absorption
Intra-arterial: to target a specific organ/tissue that is served by the artery

Intracardiac: for local effect into a ventricle/ cardiac muscle in emergency

Intraspinal: < 20 mL. Specific gravity is adjusted to localize in particular site

Intra-articular: anti-inflammatory local into the synovial


RUTE PEMBERIAN SEDIAAN PARENTERAL

• Absorbsi obat dipengaruhi oleh: banyaknya pembuluh darah yang


mensuplai jaringan, sifat fisikokikima obat, karakteristik bentuk sediaan
(larutan, suspensi, atau emulsi), sifat pembawa, dan pH
• Pemberian intravena dan intraspinal harus dalam bentuk larutan, sedangkan
intramuskuler, subcutan, intradermal sediaan dapat berbentuk larutan,
suspensi atau emulsi
• Pembawanya dapat berupa air, glikol ataupun minyak lemak
RUTE TRANSDERMAL (ID)

• Larutan sebaiknya isotonis dan isohidris


• Pada pemberian secara transdermal atau disebut juga intrakutan, obat
disuntikkan pada lapisan superfisial kulit (Area injeksi: dibawah
permukaan kulit (antara epidermis dan dermis).
• Melalui rute ini, volume larutan yang disuntikkan biasanya dalam jumlah
kecil, hanya 0,1 mL, tetapi bisa 0,02 mL – 0,5 mL untuk sekali pakai.
Biasanya cara ini untuk pengujian diagnostika (tes kulit seperti reaksi
alergi) dan dalam jumlah terbatas untuk vaksin
• Absorpsi melalui rute ini lambat, menyebabkan hasil kerja onset obat
pun lambat
,
RUTE SUBKUTAN (SC)
• Injeksi volume kecil (<1mL) dilakukan pada jaringan longgar dibawah kulit, biasanya pada
permukaan terluar dari lengan/ paha
• Larutan sebaiknya isotonis dan isohidris
• Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau
nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal
• Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat dari pada sediaan suspensi
• Area injeksi: jaringan lemak subkutan yang ditempatkan diantara dermis dan otot.
Ketika suatu obat diberikan secara subkutan, maka kulit harus dicubit ke atas untuk
menghindari obat masuk ke dalam otot. Rute ini biasa untuk injeksi insulin, pengobatan
nyeri, dan dimana tempat injeksi ini dibutuhkan.
• Volume: terbatas, sekitar 1 mL; Ukuran alat suntik: 1 atau 3 mL
RUTE INTRAMUSCULAR (IM)
• Injeksi secara IM dapat dilakukan pada massa otot
• Area injeksi: massa otot, deltoid (lengan), gluteus maximus (bokong), vastus lateralis (paha). Obat
yang tidak mengiritasi dapat diberikan melalui rute ini.
• Sediaan dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorpsi daripada suspense pembawa air/minyak
• Larutan sebaiknya isotonis
• Zat aktif bekerja lambat (preparat depo) serta mudah terakumulasi shg dapat menimbulkan
keracunan
• Volume: terbatas pada otot yang diinjeksikan. Dewasa sekitar 2 mL pada otot deltoid. 5 ml pada
gluteal. Anak, volume yang diberikan dibatasi.
Petunjuk Jumlah Maksimal Larutan yang dapat Diinjeksi pada Jaringan Otot

Otot Baru lahir – 1 ½ 1 ½ tahun – 3 tahun 3 – 6 tahun 6 – 15 tahun Diatas 15


tahun (mL) (mL) (mL) tahun
Deltoid - 0.5 0,5 0,5 1

Gluteus maximus - 1 1,5 1,5-2 2-2,25

Ventrogluteal - 1 1,5 1,5-2 2-2,25

Vastus lateralis 0,5-1 1 1,5 1,5-2 2-2,25

Ket: - = tidak direkomendasikan


RUTE INTRAVENA (IV)
• Larutan dalam vol.kecil (<5mL) sebaiknya isotonis dan isohidris, sedangkan vol.besar (infus) harus isotonis dan isohidris

• Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action segera.

• Obat bekerja paling efisien, bioavaibilitas 100%

• Obat harus berada dalam larutan air, bila emulsi lemak partikel halus minyak tidak boleh lebih besar dari ukuran partikel eritrosit, sediaan
suspense tidak dianjurkan.Adanya partikel dapat menyebabkan emboli

• Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat sehingga sel – sel darah tidak banyak terpengaruh

• Hasilnya dapat diperkirakan, tetapi pemberian melalui rute ini potensial berbahaya karena tidak dapat mundur ketika obat sudah diberikan

• Larutan obat yang mengiritasi dapat diberikan melalui rute ini karena terjadi pengenceran secara cepat oleh darah dan cairan intravena
dapat diberikan sebagai pengencer

• Pada pemberian dengan vol.10 mL atau lebih, sekali suntik harus bebas pirogen. Contoh : Injeksi Ampicilin 500 mg, 1 gram; Infus Sodium
Chloride 0,9% 25 mL, 50 mL, 100 mL
LANJUTAN…
• Area injeksi: pembuluh vena, rute ini untuk cairan, elektrolit, dan pergantian nutrisi; untuk
pengobatan yang butuh cepat masuk ke sistem sirkulasi; untuk obat yang dapat
mengiritasi, dan untuk obat untuk mengatur jumlah darah.
• Volume: dibatasi 3 L per hari untuk dewasa dan kurang untuk anak-anak. Penyakit tertentu
dapat membatasi jumlah carian yang masuk. Laju pemberian juga dibatasi oleh ukuran
pembuluh vena.
• Ukuran alat suntik: 1-60 mL; Ukuran jarum suntik: 20-22 gauge, panjang ½ - 1 ½ inci
• Pemberian iv dibagi menjadi 3 : kontinu, intermittent, iv bolus
LANJUTAN…
• Kontinu: obat diberikan dalam bentuk larutan dalam jumlah besar, diberikan secara perlahan
dan kontinu pada sebuah pembuluh vena.
• (+) keuntungan: cairan/obat dapat diberikan simultan, konsentasi obat konstan dalam darah,
minimalisasi iritasi vena dan trauma karena terlarut pada sediaan larutan steril, infus kontinu
biasanya lebih murah daripada intermittent atau bolus karena perawatan, waktu pemasangan
dan pemakaian menjadi lebih sedikit (efisien)
• (-) kekurangan: perlu pengawasan/monitoring karena berjalan pemberian berlangsung secara
kontinu, jika iv terjadi infiltrasi maka tidak bisa digunakan lagi, tidak dapat diberikan pada pasien
yang dibatasi jumlah cairan yang masuk ke tubuhnya, tidak cocok untuk obat yang tidak stabil
karena waktu penggunaannya lama.
LANJUTAN…
• Intermittent: obat diberikan dalam jumlah sedang (25-100 mL) dan diberikan dalam waktu
tertentu (15-60 menit), dengan interval, misal tiap 6 jam.
• (+) : membutuhkan lebih sedikit monitoring, dosis komplit didapatkan dari jumlah cairan
sedang dan lebih dari sedang (risiko toksisitas lebih rendah), lebih stabil daripada bolus.
• (-) : cairan dan elektrolit tidak bisa diberikan, kadar obat di darah kurang konstan
dibandingkan kontinu, metode ini tidak sesuai untuk pemberian langsung ke jaringan atau
organ tertentu, tidak praktis dalam kondisi gawat darurat.
LANJUTAN…
• IV bolus: larutan obat ditempatkan dalam sebuah alat suntik dan diberikan dalm waktu singkat (menit)
secara langsung ke pembuluh vena atau tube iv. Bolus dapat diberikan sekali atau dapat diulang dengan
interval.
• (+): cocok untuk keperluan gawat darurat, tidak butuh monitoring, lebih murah daripada intermittent
karena tidak ada ekstra tubing atau bag.

• (-): banyak obat yang menimbulkan iritasi dalam konsentrasi tinggi, obat-obat cenderung tidak stabil
dalam larutan terkonsentrasi seperti bolus (konsentrasinya tinggi cenderung mengendap/mengkristal),
toksistas obat menjadi masalah utama karena sejumlah obat dalam jumlah besar diberikan dalam waktu
singkat, kadar obat dalam darah kurang konstan dibandingkan kontinu atau intermitten, ketika dosis
diulang memerlukan lebih banyak orang yang dibutuhkan untuk mengawasi pasien sekurang-kurangnya
dalam waktu 2-10 menit setelah diberikan bolus.
RUTE INTRARTERI

• Rute intraarteri tidak sering digunakan


• Alasan lazim untuk memanfaatkan rute ini adalah memasukkan material radio
opak (bahan kontras) untuk tujuan diagnostic, seperti untuk arteriogram
• Beberapa obat neoplastic seperti metotreksat diberikan melalui rute ini
• Selain itu, kemungkinan terjadi spasmus arteri yang selanjutnya dapat diikuti
oleh gangrene merupakan bagian (resiko) dari penyuntikan dengan cara ini
INTRAARTIKULAR
 Injeksi ke dalam kantong sinovial dari sejumlah persendian
yang dapat dicapai.
 Larutan harus isotonis dan isohidris
 Beberapa antiobiotika, lidokain, ester kortikosteron dapat
diberikan melalui rute ini untuk pengobatan infeksi rasa nyeri,
inflamasi, dsb.
 Infeksi iatrogenik (mengakibatkan rusaknya sendi): komplikasi
setelah dilakukan injeksi intraartikular
INTRAKARDIAK

 Langsung ke dalam bilik-bilik jantung.

 Tidak direkomendasikan, kecuali kasus-kasus khusus seperti berhentinya


jantung.

 Otot jantung, pembuluh nadi koroner dapat rusak akibat pemberian obat
secara intrakardiak.
INTRASISTERNAL

Langsung ke dalam rongga sisternal (sumsum tulang belakang) sekeliling dasar


otak.

Larutan harus isotonis dan isohidris

Untuk tujuan diagnostic

Rute ini cukup berbahaya, dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan syaraf atau
kematian.
INTRADERMA/INTRAKUTAN

Disuntikkan ke dalam kulit

Sejumlah zat diagnostik antigen (misal tuberkulin) dan vaksin (misal


smallpox) diberikan melalui rute ini.

Volume yang diinjeksikan tidak lebih dari 0,1 mL.

 Absorpsi sangat lambat.


INTRALESIONAL, INTRAOKULAR
Intralesional

 Injeksi yang dilakukan langsung ke dalam atau sekitar luka, yang biasanya terdapat pada kulit.

 Diberikan jika diinginkan efek lokal yang kuat : tetanus, antisera rabies.

Intraokular

 Ke dalam mata meliputi 3 daerah : ruang anterior, intravitreal, retrobulbar.

 Untuk infeksi dan inflamasi mata.


INTRAPLEURAL
 Ke dalam rongga selaput dada, biasanya dilakukan hanya 1 kali (single injection).

 Untuk infeksi atau penyakit berbahaya yang berkaitan dengan rongga selaput dada.

 Komplikasi yang dapat terjadi : pneumothorax, perdarahan intrapleural.


INTRATEKAL
- Langsung ke dalam kantung lumbar (sumsum tulang belakang), terletak
pada ujung kaudal dari spinal cord
- Larutan harus isotoni dan isohidri.
- Untuk maksud anastesi digunakan larutan yang hipertoni.
- Untuk tujuan diagnostik, dapat juga untuk pengobatan infeksi atau tumor
pada sepanjang jaringan syaraf tulang punggung.
INTRAUTERIN
- Injeksi/infus dilakukan ke dalam uterus pada keadaan hamil.
- Pada minggu keenambelas kehamilan untuk tujuan aborsi.
- Tujuan diagnostik
- Komplikasi : amnionitis dan myometritis
INTRAVENTRIKULAR
- Injeksi/infus ke dalam rongga-rongga sisi otak.

- Untuk pengobatan infeksi atau penyakit kanker yang melibatkan membran atau
cairan serebrospinal sekeliling sistem syaraf pusat. Misal pada pengobatan
meningitis jamur dengan amfoterisin B atau pengobatan sel-sel leukemia yang
masuk dengan metotreksat.

- Pemakaian rute ini sangat berbahaya, dapat menyebabkan kelumpuhan/kematian,


inflamasi dari sistem.
DISTRIBUSI OBAT YANG DIBERIKAN
SECARA PARENTERAL
• Zat-zat yang diberikan secara im, iv, sk  masuk ke dalam sistem
sirkulasi melalui pembuluh balik atau limfatik. Sebelum dipompakan
ke dalam sirkulasi pembuluh nadi oleh jantung, zat tsb pertama kali
harus melewati paru-paru.
• Pembuluh kapiler paru-paru berfungsi ganda : filter dan reservoir.
Juga berfungsi tempat metabolisme untuk senyawa-senyawa tertentu.
DISTRIBUSI OBAT YANG DIBERIKAN SECARA PARENTERAL

• Setelah injeksi iv, obat yang masuk ke dalam paru-paru akan terdistribusi
ke seluruh volume distribusinya.

• Setelah injeksi im dan sk, obat yang diabsorpsi juga akan didistribusikan
oleh paru-paru, namun ada waktu tunda antara saat injeksi dengan
munculnya obat dalam darah.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISTRIBUSI OBAT
YANG DISUNTIKAN SECARA SK DAN IM:
1. Kelarutan Obat
 Kelarutan obat dalam pembawa dan kelarutan obat dalam cairan
tubuh.
 Obat bentuk larutan : faktor kelarutan dalam pembawa tidak ada.
 Suspensi : kecepatan pelarutan obat dalam pembawa dan kelarutan
obat dalam cairan jaringan tempat penyuntikan akan menentukan
kecepatan absorpsi obat.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISTRIBUSI OBAT
YANG DISUNTIKAN SECARA SK DAN IM

Kecepatan pelarutan obat dalam bentuk suspensi yang disuntikkan


tergantung : ukuran partikel obat, pH cairan jaringan tempat
penyuntikan, bentuk kristal dan koefisien obat.

2. Koefisien Partisi Obat

Makin rendah kelarutan obat dalam lemak, makin rendah koefisien partisi,
dan makin lambat absorpsi obat ke dalam sistem sirkulasi terjadi.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISTRIBUSI OBAT
YANG DISUNTIKAN SECARA SK DAN IM
3. Kecepatan aliran darah pada tempat penyuntikkan
- Makin cepat aliran darah kapiler ke dan dari tempat
penyuntikan, makin tinggi kecepatan absorpsi obat akan terjadi.
4. Penguraian obat pada tempat penyuntikan
- Distribusi obat akan terhambat jika terjadi penguraian atau
metabolisme obat pada tempat penyuntikan
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISTRIBUSI OBAT
YANG DISUNTIKAN SECARA SK DAN IM
5. Ukuran Partikel Obat
Ukuran partikel obat dalam sediaan suspensi akan mempengaruhi
kecepatan obat dalam sediaannya. Makin besar ukuran partikel, makin
lambat pelarutan terjadi.
6. Bahan Pembantu
- Dapat mempengaruhi distribusi obat dari tempat penyuntikan.
- Kekentalan yang tinggi dapat menghambat distribusi dan transport obat
dari tempat penyuntikan ke dalam sirkulasi sistemik
MASALAH YANG HARUS DIPERHATIKAN BERKAITAN
DENGAN PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL
1. Bahaya atau komplikasi umum
 Sepsis, Trombosis (intravena, intra- arterial), flebitis (iv),
pendarahan (tergantung kondisi pasien), reaksi terhadap bahan
asing yang tidak terlarut (terutama iv atau intra arterial),
ketidaktercampuran, reaksi karena pH dan tonisitas ekstrim,
reaksi hipersensitivitas, over dosis, emboli udara ( iv dan
intraarterial), demam dan keracunan.
MASALAH YANG HARUS DIPERHATIKAN BERKAITAN
DENGAN PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

2. Bahaya dan komplikasi khusus


Disebabkan oleh senyawa yang disuntikkan, meliputi beberapa
efek samping yang sifatnya idiosinkratik terhadap senyawa yang
diberikan (trombositopenia, anemia, neutropenia), imunosupresi,
aritmia, rasa nyeri.
KEUNTUNGAN PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

Obat memiliki onset yang cepat

Bioavaibilitas sempurna atau hamper sempurna

Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral atau obat yang dirusak oleh
sekresi saluran cerna

Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa, tidak sadar, atau
muntah)
KEUNTUNGAN PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena pasien harus
kembali melakukan pengobatan.

Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi

Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan
keseimbangan elektrolit

Untuk kasus dimana perpanjangan kerja obat diperlukan, tersedia pula bentuk sediaan parenteral yang
bekerja diperlama
KERUGIAN PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

Secara farmasetik produksi sediaan parenteral lebih sulit dan mahal karena harus memenuhi persyaratan yang
ketat seperti bebas mikroba, partikulat, pirogenitas, serta membutuhkan peralatan dan fasilitas khusus

Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan waktu
pemberian yang lebih lama

Rasa nyeri pada saat disuntik, apalagi kalua harus diberikan berulang kali

Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik


KERUGIAN PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan

Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek
fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik terutama sesudah pemberian
intravena

Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur,
inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
Rute dan Deskripsi Keuntungan Kerugian Keterangan
Subkutan (sc)  Relatif dapat mengurangi nyeri  Hanya dapat diberikan dalam jumlah kecil (1 Banyak obat yang menimbulkan
 Menggunakan jarum berukuran kecil mL) iritasi pada jaringan subkutan, dan
 Insulin dan heparin, alternatif/bisa  Absorpsi obat cenderung lambat dapat menimbulkan nyeri nekrosis
digunakan untuk banyak injeksi yang  Hanya beberapa obat yang dapat diberikan dan abses (kematian jaringan).
diberikan dalam 1 hari secara sc (terbatas)

Intramuskular (im)  Banyak obat yang bisa diberikan  Hanya sedikit jumlah obat yang bisa diberikan Perlu perhatian khusus dalam
melalui rute ini (sekitar 3 mL) memberikan im/seleksi daerah
 Absorpsi cepat karena banyaknya  Risiko merusak pembuluh darah dan/atau saraf injeksi
jumlah pembuluh darah di otot jika salah menempatkan posisi jarum

Intravena (iv)  Alternatif rute oral (pasien tidak dapat  Perlu waktu dalam memberikannya dan  Perawat harus menggunakan
menelan tablet atau larutan) kemampuan khusus untuk memberikan iv sarung tangan lateks steril
 Langsung ke pembuluh darah/tidak  Sekali diinjesikan, obat tidak dapat untuk memberikan infus iv
melalui hati terlebih dahulu dikembalikan/dikeluarkan dari tubuh sehingga untuk mecegah infeksi patogen
 Reaksi/efek obat cepat memungkinkan terjadi reaksi samping dan ke darah.
 Jumlah yang diberikan lebih banyak overdosis  Phlebitis dan thrombosis
dari rute im dan sc  Potensi tinggi terjadinya reaksi/efek dan merupakan hasil dari kerusakan
 Bisa diberikan secara lambat bila komplikasi akibat terapi iv (seperti pendarahan, sel endotel sebagai pertahan
diindikasikan infeksi, kelebihan cairan, ekstravasasi) utama (intima) vena dan
 Phlebitis dapat terjadi dan meningkatkan risiko disebabkan venipunctures,
thrombosis kateter iv, cairan iv hipertonik,
 Phelebitis dan menyebakan nyeri, butuh atau obat yang menyebabkan
berhari-hari atau berminggu-mingu untuk iritasi
sembuh, dan vena menjadi terbatas pada terapi
iv berikutnya
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai