Anda di halaman 1dari 59

Teknologi

Sediaan Steril
Amelia Febriani, M.Si., Apt
ISTN
 1. Pendahuluan (Sejarah Obat Suntik, Penggolongan Obat Suntik
 2. Bahan Pembantu Obat Suntik/Preformulasi
 3. Prinsip dan Perhitungan Isotonis
 4. Pirogen
 5. Metode Sterilisasi
 6. Sterilisasi Bioburden
MATERI  7. CPOB Produk Steril
 8. Evaluasi Obat Suntik
 9.OTM & Salep mata
 10.OTT
 11.OTH
 12. Infus &Pencampuran Intravena
Steril
• Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari
mikroba hidup, baik yang patogen maupun apatogen / non
patogen baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk
berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam
keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi

Pengert
melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat)

Sediaan Steril

ian • Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas


mikroorganisme baik vegetatif atau bentuk sporanya
baik patogen atau nonpatogen
Sterilisasi
• suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril.
• Sedangkan sanitasi adalah suatu proses untuk membuat
lingkungan menjadi sehat..
Karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh
dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan terhadap zat
asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna /
gastrointestinal, missal hati yang dapat berfungsi untuk

Tujuan menetralisir / menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi)..


Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi

Sterilisasi sekunder. Penyuntikan sediaan yang terkontaminasi dengan


mikroorganisme hidup (terutama patogen) akan menimbulkan
banyak masalah dan komplikasi terutama terhadap pasien yang
sedang sakit
 obat suntik / sediaan parenteral
 tablet implant
Sediaan  tablet hipodermik
Farmasi yang  sediaan untuk mata seperti tetes
harus Steril mata / Guttae Ophth., cuci mata
/Collyrium dan salep mata /
Oculenta.
1. Injeksi/obat suntik
(volume kecil)
obat dilarutkan dalam pembawa yang
Macam-macam cocok, dengan atau tanpa zat tambahan,
sediaan steril ditujukan untuk pemberian parenteral. –
(USP)
Pemberian injeksi : single dose atau
multiple dose.
2. Infus : sama seperti injeksi, tapi
diberikan dalam volume besar.
Contoh :
- Infus dextrosa : nutrisi dasar
Macam-macam - Infus Ringer (ion natrium, kalium,
sediaan steril kalsium) : untuk mengganti elektrolit
yang hilang.
- Kombinasi dextrosa & NaCl : untuk
pengganti cairan tubuh karena
dehidrasi
3. Radiopharmaceutical
Bahan kimia radioaktif digunakan
untuk tes/uji fungsi dari organ-organ
tertentu, bukan merupakan bagian
Macam-macam injeksi, tetapi masuk golongan
sediaan steril radiopharmaceutical, karena obat-
(USP) obatan ini merupakan bentuk
radioaktif, teknik preparasi dan
penanganan yang diperlukan
berbeda dengan bentuk injeksi.
4. Sterile Solids
Karena tidak stabil dalam bentuk
injeksi, maka dibuat dalam
bentuk kering dan dilarutkan
Macam-macam pada waktu akan dipakai.
sediaan steril - Jika dry solids tidak
(USP) mengandung dapar, pengencer
atau zat tambahan lain, maka
pada etiket diberi tanda
“Sterile......” co : Sterile Sodium
Nafcilin
- Jika dry solids terdiri dari dapar, pengencer
atau zat tambahan lain, maka pada etiket
diberi tanda “obat untuk injeksi” (.... for
injection) co : “Amfoterisin B for injection”.

Macam-macam - Perbedaan dalam penandaan diatas untuk


menunjukkan ada/tidak adanya material
sediaan steril yang ditambahkan.
(USP)
5. Suspensi Steril
-Obat-obat disuspensikan dalam pembawa
yang cocok dan diberi etiket : steril
......suspension (obat steril suspensi) contoh:
Sterile Hidrokortison Asetat Suspension.
- Jika obat dalam bentuk kering dan akan
Macam-macam disuspensikan ketika akan digunakan 
sediaan steril “sterile .....for suspension” contoh : Sterile
Chloramfenicol for Suspension.
(USP) Kedua tipe suspensi diatas tidak diberikan
secara intra vena atau ke dalam ruang spinal.
6. Obat tetes mata larutan, suspensi dan
salep
- Contoh : Larutan OTM Sulfasetamid
Na, suspensi OTM Hidrokortison Asetat.
Macam-macam - Pada salep mata, zat aktif dan tambahan
sediaan steril harus mempunyai ukuran yang mikronise
(USP) dan basis harus non iritan, contoh Salep
mata adalah : hidrokortison asetat dan
gentamisin sulfat.
7. Larutan Irigasi
- Larutan yang digunakan untuk
merendam dan membilas luka
terbuka, sayatan-sayatan bedah
Macam-macam atau jaringan tubuh dan
digunakan untuk topikal tidak
sediaan steril untuk parenteral.
(USP)
- Pada etiket harus diberi
tanda ...untuk irigasi contoh :
Natrium Cl untuk irigasi.
8. Zat-zat diagnostik
- Untuk tujuan diagnostik seperti
Evans Blue Injection (untuk
menentukan volume darah), Injeksi
Radiopharmaceutical dsb.
Macam-macam 9. Ekstrak Allergenik
- Konsentrat steril : untuk tujuan
sediaan steril diagnostik atau pengobatan reaksi-
(USP) reaksi alergi.
- Pada saat akan digunakan, ekstrak
dilarutkan dalam konsentrasi yang
diinginkan dengan teknik aseptik dan
cairan steril sebagai pelarut.
10. Larutan dialisis peritonial
- Untuk membuang kelebihan
sampah tubuh, cairan tubuh,
serum elektrolit dan untuk
Macam-macam menghilangkan senyawa toksik
yang secara normal dikeluarkan
sediaan steril oleh ginjal.
(USP)
- Harus bebas pirogen, steril,
bebas dari partikulat
1. Steril
2. Bebas pirogen (untuk obat suntik yang
sekali penyuntikan diberikan >10 mL)
3. Isotoni (tonisitas) Jika larutan tertentu
konsentrasinya sama besar dengan
konsentrasi dalam sel darah merah
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan
Persyaratan diantara keduanya (ekivalen dengan
0,9% NaCl)
Umum Sediaan 4. Isohidri  pH suatu larutan zat = pH
Steril cairan tubuh 7,4
5. Bentuk larutan jernih (berhubungan
dengan stabilitas)
1. Sejarah Medikasi secara Parenteral
2. Perkembangan Kemasan Sediaan Parenteral
3. Pengembangan Rute Pemberian
4. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Parenteral

Guidlines 5. Bentuk Sediaan Parenteral


6. Penetapan volume injeksi dalam wadah
7. Pengawet yang digunakan dalam formulasi injeksi
8. Metode manufaktur
9. Karakteristik khusus dan persyaratan sediaan parenteral
Sediann
Parenteral
Sejarah medikasi secara parenteral
William Harvey Sir Christoper Wren Lafarque
Th.1616 Th. 1665 Th. 1836
• seorang dokter dan ahli • Berhasil menidurkan • Seorang ahli bedah
fisiologis Inggris anjing dengan cara Peracis
• mendeskripsikan tentang menyuntikkan opium ke • merobek kulit dengan
sirkulasi darah dalam dalam (melalui) vena kaki piasau bedah kecil yang
tubuh manusia. Harvey belakang dengan bantuan telah direndam dalam
berkeyakinan bahwa jarum (dari bulu angsa) larutan morfin untuk
kematian akibat gigitan yang disambungkan pada pengobatan neuralgia
ular beracun terjadi krn kantong kemih (bladder)
racun daibsorpsi melalui hewan.
vena dan disirkulasikan • Prosedur ini selanjutnya
ke tubuh dicobakan pula ke
manausia.
Gabriel Pravaz Sejarah medikasi
Edward secara parenteral
Jenner
Th. 1880
Th. 1853 Th. 1796-1980
• seorang ahli bedah • Suntikan i.c • Dokter
dari Perancis terhadap cacar, kmd mempraktekkan
memperkenalkan s.c secara luas
alat suntik • Pengobatan secara pembuatan larutan
berpepncebur subkutan telah injeksi dari tablet
(plunger). dipraktekkan triturasi pada saat
• Bentuk alat suntik walaupun dengan akan disuntikkan
ini banyak jumlah obat yang
digunakan. masih terbatas
•Pustaka bidang kedokteran • ,seorang farmasis Perancis • Ehrlich berhasil mensintesis arsfenamin
mengemukakan pentingnya mensterilkan, mengembangkan kontener untuk dan hal ini secara dramatis memacu
baik alat suntik maupun larutan obat. penyimpanan larutan steril, dan perkembangan terapi parenteral.
•Dengan kemajuan berupa penemuan menamakannya ampoule (ampul). • Reaksi piretik (kenaikan suhu tubuh)
saringan (filter) bakteri, maka secara • Kontener gelas tersebut mempunyai leher berlanjut dan terkait dengan pemberian
bertahap hal ini memberikan kontribusi panjang yang ujungnya terbuka. obat secara parenteral
pada perkembangan pengobatan secara
parenteral

Stanislaus Limausin
Th. 1890-an Abad ke-20
Thn. 1886
• membuktikan bahwa sumber rekasi • menggagas injeksi glukosa secara • Monografi resmi pertama dari larutan
piretik berasal dari air yang digunakan intravena injeksi tampil dalam monografi National
untuk pembuatan larutan, Karena air tidak • Sesudah ditemukan air bebas pirogen baru Formulary V (NF V) Amerika dengan
di destilasi dan disimpan secara biak serta digunakan secara luas untuk pembuatan judul “ampuls” (tahun 196)
engandung pirogen yang merupakan hasil larutan isotonis dan sebagai sumber kalori • Monografi pertama “ Injectiones “ dlm
metabolism mikroorganisme USP XII (tahun 1942)
• Zat ini yang merupakan penyebab reaksi
demam pada pasien yang menerima
injeksi secara parenteral.

Florence Seibert Kausch


Monografi steril
Th. 1923 Th. 1911
Keuntungan pemberian obat secara parenteral
1. Respon fisiologi segera dapat dicapai jika diperlukan, seperti cardiact arrest, asma,
dan syok
2. Diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral atau akan dirusak oleh sekresi
saluran cerna, seperti insulin, hormone lain, dan antibiotika
3. Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadarkan diri
4. Jika dibutuhkan, terapi parenteral memberikan wewenang kepada dokter untuk
mengontrol obat karena pasien harus kembali menjalankan pengobatan
5. Dapat memberikan efek lokal jika diperlukan, seperti pada dokter gigi dan
anastesiologi
6. Jika perpanjangan kerja obat diperlukan, tersedia bentuk secara intraarticular yang
bekerja diperlama, seperti steroid yang disuntikkan secara intrartikular, dan penisilin
yang diberikan dengan cara injeksi intramuscular dalam.
7. Cara untuk melakukan koreksi gangguan serius kesetimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh
8. Jika makanan tidak dpt diberikan ke dalam lambung, baik melalui mulut maupun
tabung, maka pemberian nutrisi secara total dapat diberikan menurut cara parenteral
Kerugian pemberian obat secara
parenteral
1. Sediaan harus diberikan oleh personal terlatih (dokter, mantri, perawat,
bidan
2. Pemberian obat secara parenteral secara ketat mengikuti
ketentuan/prosedur aseptic, dan kadang – kadang rasa nyeri yang timbul
pada pemberian obat secara parenteral tidak dapat dihindarkan
3. Begitu obat sudah diberikan secara parenteral, sulit untuk
membalikkan/mengurangi efek fisiologinya
4. Harus steril serta persyaratan manufaktur dan pengemasan yang lebih rumit,
sediaan parenteral lebih mahal harganya dibandingkan dengan sediaan yang
diberikan menurut rute lain
Pengembangan rute pemberian

1. Rute Intradermal (ID)


2. Rute Subkutan (Sc)
3. Rute Intramuskular (IM)
4. Rute Intravena (IV)
5. Rute Intraarteri
6. Rute Lain
1. Rute Intradermal (ID)

 Pada pemberian secara intradermal, atau dapat


pula intrakutan, obat disuntikkan pada lapisan
superfisial kulit
 Melalui rute ini, volume larutan yang
disuntikkan biasanya dalam jumlah kecil, hanya
0,1 mL untuk sekali pakai. Biasanya cara ini
dicadangkan untuk pengujian diagnostika dan
dalam jumlah terbatas untuk vaksin
 Absorpsi melalui rute ini lambat, menyebabkan
hasil kerja onset obat pun lambat.
2. Rute Subkutan (Sc)
 Injeksi volume kecil
dilakukan pada jaringan
longgar di bawah kulit,
biasanya pada permukaan
terluar dari lengan datau
paha.
 Respons obat yang diberikan
dengan cara ini lebih cepat
daripada respons obat yang
diberikan secara
intradermal.
3. Rute Intra Muscular (IM)
 Injeksi secara intramuscular dapat dilakukan pada
massa otot
 Lokasi yang biasa digunakan adalah otot deltoid
(segitiga) pada lengan bagian atas, dimana
disuntikkan sebanyak 2 mL larutan obat
 Volume lebih besar maksimal 5 mL dapat
diinjeksikan ke dalam otot gluteal medial
 Absorpsi melalui rute intramuscular berlangsung
lebih cepat daripada rute subkutan, dapat ditunda
atau diperlama dengan cara pemberian obat dalam
bentuk suspense steril, baik dalam pembawa air
maupun minyak
4. Rute Intra Vena (IV)
 Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke
dalam vena untuk mendapatkan efek lebih cepat
 Hasilnya dapat diperkirakan, tetapi pemberian melalui
rute ini potensial berbahaya Karena tidak dapat mundur
begitu obat sudah diberikan
 Larutan obat yang mengiritasi dapat diberikan menurut
rute ini Karena terjadi pengenceran secara cepat oleh
darah dan cairan intravena dapat diberikan sebagai
pengencer
 Metode pemberian ini tidak terbatas pada vol dan jumlah
serta lokasi, menyebabkan cara ini mudah dilakukan.
5. Rute Intra Arteri
 Rute intraarteri tidak sering digunakan.
 Alasan lazim untuk memanfaatkan rute
intraarteri adalah memasukkan material radio
opak (bahan kontras) untuk tujuan diagnostic,
seperti untuk arteriogram.
 Beberapa obat neoplastic seperti metotreksat
diberikan melalui rute ini.
 Selainitu, kemungkinan terjadi spasmus arteri
yang selanjutnya dapat diikuti oleh gangrene
merupakan bagian (resiko) dari penyuntikan
dengan cara ini.
6. Rute Lain
a. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )
 Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak
boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan
gawat.
b. injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural
( i.d ), subaraknoid.
 Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada
dasar otak (antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan
cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan
cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum
tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi
disini sangat peka.
c. Intraartikulus
 Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk
suspensi / larutan dalam air.
6. Rute Lain
d. Injeksi subkonjuntiva
 Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan,
tidak lebih dari 1 ml.
e. Injeksi intrabursa
 Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk
larutan suspensi dalam air.

f. Injeksi intraperitoneal ( i.p )


 Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi
besar

g.Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural


 Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak erletak diatas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
Bentuk Sediaan Parenteral
Sediaan
Sediaan Sediaan parenteral
parenteral Vol. parenteral Vol. berbentuk
Kecil (Svp) Besar (Lvp) serbuk untuk
direkonstitusi
1. Sediaan parenteral vol. kecil (Spv)

 Termasukkategori ini adalah ampul 1 mL, 3 mL, 5


mL, dan 20 mL serta vial 2 mL, 5 mL, 10 mL, 15
mL, 20 mL, dan 30 mL.
 Sediaan ini dapat digunakan untuk penyuntikan
secara intramuscular, intravena, intradermal,
subkutan, intraspinal, dan intrasisternal atau
intratekal
2. Sediaan parenteral vol. besar (LPV)
 Kontener (kemasan) yang berisi larutan injeksi dengan volume
100 mL atau lebih dinamakan sebagai volume besar, dan
biasanya digunakan melalui rute intravena
 Larutan yang saat ini dipasarkan termasuk dalam 2 kategori,
yaitu elektrolit dan nonelektrolit. Contoh larutan elektrolit 
larutan natrium klorida dan kalium klorida, sedangkan larutan
dektrosa dan manitorl adalah contoh larutan nonelektrolit
 Larutan intravena untuk penggunaan khusus yang biasa
digunakan, diantaranya, larutan dialysis peritonial, larutan
antikoagulan sitrat – dektrosa, cairan irigasi glisin dan
metronidazole dalam injeksi dektrosa, dan lain – lain.
 Larutan parenteral volume besar, biasanya tersedian dalam
kontener dengan volume 500 mL atau 1000 mL
3. Sediaan parenteral bentuk serbuk

 Sediaan ini dapat didefinisikan sebagai produk kering, melarut atau tidak
melarut (bentuk suspensi), untuk dikombinasikan dengan suatu pelarut atau
pembawa sebelum digunakan.
 Biasanya tersedia di dalam vial, contohnya injeksi penisilin, ampicillin,
amoksisilin, streptomisin, dan lain sebagainya.
PERKEMBANGAN KEMASAN SEDIAAN
PARENTERAL
 Dalam perkembangan terapi parenteral, terjadi perubahan
dalam 2 hal. Yaitu pada kemasan sediaan parenteral dan cara
pemberian sediaan parenteral
 Perubahan kemasan yang terjadi yaitu penggunaan penutup
karet pada vial gelas. Karena penutup karet dapat ditembus
oleh jarum secara berulang, sesudah itu dapat menutup
kembali. Maka berkembanglah penutup karet untuk vial
 Untuk beberapa obat dengan dosis tetap, berkembang tipe
kemasan cartridge yang terdiri dari tabung gelas yang
mengandung sediaan steril dan kedua ujungnya ditutup dengan
penutup karet.
Pengembangan rute pemberian

1. Rute Transdermal (ID)


2. Rute Subkutan (Sc)
3. Rute Intramuskular (IM)
4. Rute Intravena (IV)
5. Rute Intraarteri

6. Rute Lain
1. Rute Transdermal (ID)

 Pada pemberian secara intradermal, atau dapat pula intrakutan, obat disuntukkan pada
lapisan superfisial kulit
 Melalui rute ini, volume larutan yang disuntikkan biasanya dalam jumlah kecil, hanya
0,1 mL untuk sekali pakai. Biasanya cara ini dicadangkan untuk pengujian diagnostika
dan dalam jumlah terbatas untuk vaksin
 Absorpsi melalui rute ini lambat, menyebabkan hasil kerja onset obat pun lambat.
2. Rute Subkutan (Sc)

 Injeksi volume kecil dilakukan pada jaringan longgar di bawah kulit, biasanya pada
permukaan terluar dari lengan datau paha.
 Respons obat yang diberikan dengan cara ini lebih cepat daripada respons obat
yang diberikan secara intradermal.
3. Rute iNTRAMUSKULAR (IM)

 Injeksi secara intramuscular dapat dilakukan pada massa otot


 Lokasi yang biasa digunakan adalah otot deltoid (segitiga) pada lengan bagian atas,
dimana disuntikkan sebanyak 2 mL larutan obat
 Volume lebih besar maksimal 5 mL dapat diinjeksikan ke dalam otot gluteal
medial dari setiap penonjolan (buttock)
 Absorpsi melalui rute intramuscular berlangsung lebih cepat daripada rute
subkutan, dapat ditunda atau diperlama dengan cara pemberian obat dalam bentuk
suspense steril, baik dalam pembawa air maupun minyak
4. Rute iNTRAvena (Iv)

 Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk
mendapatkan efek lebih cepat
 Hasilnya dapat diperkirakan, tetapi pemberian melalui rute ini potensial berbahaya
Karena tidak dapat mundur begitu obat sudah diberikan
 Larutan obat yang mengiritasi dapat diberikan menurut rute ini Karena terjadi
pengenceran secara cepat oleh darah dan cairan intravena dapat diberikan sebagai
pengencer
 Metode pemberian ini tidak terbatas pada vol dan jumlah serta lokasi,
menyebabkan cara ini mudah dilakukan.
5. Rute iNTRAarteri

 Rute intraarteri tidak sering digunakan.


 Alasan lazim untuk memanfaatkan rute intraarteri adalah memasukkan material
radio opak (bahan kontras) untuk tujuan diagnostic, seperti untuk arteriogram.
 Beberapa obat neoplastic seperti metotreksat diberikan melalui rute ini.
 Selain itu, kemungkinan terjadi spasmus arteri yang selanjutnya dapat diikuti oleh
gangrene merupakan bagian (resiko) dari penyuntikan dengan cara ini.
Keuntungan pemberian obat secara parenteral

1. Respon fisiologi segera dapat dicapai jika diperlukan, seperti cardiact arrest, asma, dan syok
2. Diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral atau akan dirusakn oleh sekresi saluran cerna, seperti insulin, hormone
lain, dan antibiotika
3. Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadarkan diri
4. Jika dibutuhkan, terapi parenteral memberikan wewenang kepada dokter untuk mengontrol obat Karena pasien harus
kembali menjalankan pengobatan
5. Dapat memberikan efek local jika diperlukan, seperti pada dokter gigi dan anastesiologi
6. Jika perpanjangan kerja obat diperlukan, tersedian bentuk secara intraarticular yang bekerja diperlama, sperti steroid yang
disuntikkan secara intrartikular, dan penisilin yang diberikan dengan cara injeksi intramuscular dalam.
7. Cara untu melakukan koreksi gangguan serius kesetimbnagan cairan dan elektrolit dalam tubuh
8. Jika makanan tidak dpt diberikan ke dalam lambung, baik melalui mulut maupun tabung, maka pemberian nutrisi secara
total dapat diberikan menurut cara parenteral
Kerugian pemberian
1. Sediaan obat
harus diberikan olehsecara parenteral
personal terlatih (dokter,
mantri, perawat, bidan
2. Membutuhkan waktu lebih lama jika dibandingkan dengan
pemberian obat menurut rute lain
3. Pemberian obat secara parenteral secara ketat mengikuti
ketentuan/prosedur aseptic, dan kadang – kadang rasa nyeri
yang timbul pada pemberian obat secara parenteral tidak
dapat dihindarkan

4. Begitu obat sudah diberikan secara parenteral, sulit untuk


membalikkan/mengurangi efek fisiologinya
5. Karena persyaratan manufaktur dan pengemasan, sediaan
parenteral lebih mahal harganya dibandingkan dengan
sediaan yang diberikan menurut rute lain
Bentuk Sediaan Parenteral
Sediaan
Sediaan Sediaan parenteral
parenteral Vol. parenteral Vol. berbentuk serbuk
Kecil (Svp) Besar (Lvp) untuk
direkonstitusi
1. Sediaan parenteral vol. kecil (Spv)

 Termasuk kategori ini adalah ampul 1 mL, 3 mL, 5 mL, dan 20


mL serta vial 2 mL, 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL, dan 30 mL.
 Sediaan ini dapat digunakan untuk penyuntikan secara
intramuscular, intravena, intradermal, subkutan, intraspinal, dan
intrasisternal atau intratekal
2. Sediaan parenteral
 Kontener (kemasan)vol.
yang besar (LPV)
berisi larutan injeksi dengan volume
100 mL atau lebih dinamakan sebagai volume besar, dan
biasanya digunakan melalui rute intravena
 Larutan yang saat ini dipasarkan termasuk dalam 2 kategori,
yaitu elektrolit dan nonelektrolit. Contoh larutan elektrolit 
larutan natrium klorida dan kalium klorida, sedangkan larutan
dektrosa dan manitorl adalah contoh larutan nonelektrolit
 Larutan intravena untuk penggunaan khusus yang biasa
digunakan, diantaranya, larutan dialysis peritonial, larutan
antikoagulan sitrat – dektrosa, cairan irigasi glisin dan
metronidazole dalam injeksi dektrosa, dan lain – lain.
 Larutan parenteral volume besar, biasanya tersedian dalam
kontener dengan volume 500 mL atau 1000 mL
3. Sediaan parenteral bentuk serbuk

 Sediaan ini dapat didefinisikan sebagai produk kering, melarut


atau tidak melarut (bentuk suspensi), untuk dikombinasikan
dengan suatu pelarut atau pembawa sebelum digunakan.
 Biasanya tersedia di dalam vial, contohnya injeksi penisilin,
ampicillin, amoksisilin, streptomisin, dan lain sebagainya.
PENETAPAN VOL. INJEKSI DALAM WADAH

 Setiap kontener wadah tunggal mengandung suatu volume injeksi berlebih. Kelebihan volume dinyatakan secara spesifik pada table
berikut sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan sejumlah volume sesuai dengan label.
Volume yang dianjurkan
Volume tertera dalam
penandaan Untuk cairan encer Untuk cairan kental

0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml


1,0 ml 0,10 ml 0,15 ml
2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml
5,0 ml 0,30 ml 0,50 ml
10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml
20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml
30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml
50,0 ml tau lebih 2% 3%

 Vol. rata-rata ditentukan dari 10 kontener takaran tunggal, tidak boleh menyimpang lebih dari 5% dari persyaratan yang diuraikan di
atas dan tidak boleh lebih dari satu kontener dosis tunggal yang menyimpang lebih dari dari 10% dari persyaratan yang dinyatakan
 Untuk dapat mengeluarkan volume dalam dosis tertentu dari kontener dengan dosis multiple (ganda), maka kontener haruslah
mengandung jumlah volume berlebih sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan volume sesuai dengan dosis yang telah ditentukan
Pengawet yang digunakan dalam formulasi injeksi

No. Nama Pengawet Konsntrasi yang lazim Stabilitas dan Inkompatibilitas


1. Benzil alcohol 1% - 2% Agen bakteriostatika menunjukkan kerja
anastetika lemah
 Pengawet
2. yang lazim digunakan dalam formulasi
Klorobutol 0,2% -sediaan
0,5% parenteral dapat
Sifat dilihat pada
antibakteri table berikut:
dan germisidal efektif
terhadap Pseudomonas aeruginosa
3. Klorkresol 0,1% - 0,2% Volatil pada 100 ºC
4. Fenil etilalkohol 0,25% - 0,5% Lebih aktuf thd baketeri gram negatif , volatile,
sensitive thd cahaya dan agen pengoksidasi
5. Fenol 0,5% Bakteriostatika, bakterisidal, dan fungisidal
6. Fenil merkurinitrat 0,001% - 0,002% Bekerja lambat dan toksik
7. Fenil merkuri asetat 0,001% - 0,002% Bekerja lambat dan toksik
Metode manufaktur

Injeksi adalah larutan steril dan bebas pirogen, biasanya berbetuk larutan atau suspense yang akan diberikan secara
parenteral. Larutan atau suspense obat untuk injeksi pada umumnya dibuat menurut cara umum yang sama dengan
sediaan cair atau suspense oral, hanya ada beberapa perbedaan yaitu:
1. Pelarut/[embawa harus memenuhi persyaratan kemurnian khusus dan standar lainnya, sehingga terjamin
keamanan pada saat disuntikkan
2. Penggunaan bahan tambahan, seperti dapar, penstabil, dan pengawet antimikroba harus memenuhi persyaratan
3. Penggunaan warna yang dilarang
4. Produk parenteral sll disterilkan dan memenuhi standart sterilitas, dan harus bebas pirogen
5. Bebas dari partikel partikulat
6. Harus dibuat dengan lingkungan terkendali dengan standar sanitasi yang ketat
7. Produk dikemas dalam kontener berpenutup kedap
8. Setiap kemasan injeksi diisi dengan vol yang sedikit berlebih dari label
Metode manufaktur (lanjutan)

9. Ada batasan (restriksi) kelebihan volume injeksi yang


diizinkan dalam kemasan dosis ganda pada kontener dosis
tunggal
10. Regulasi label spesifik berlaku pada injeksi
11. Serbuk steril yang akan dilarutkan atau disuspensi segera
sebelum disuntikkan, sering dikemas sebagai liofilisasi
(liofilisat) atau serbuk yang dibuat secara kering beku (freeze
dried) untuk memudahkan pelarutan atau pensuspensian
dengan cara pelarut atau pembawa.
Aman secara toksikologi

Steril, bebas dari kontaminasi

persyaratan sed. parenteral


mikroorganisme, baik bentuk

Karakteristik khusus dan


vegetative, spora, pathogen maupun
nonpatogen

Bebas dari kontaminasi pirogenik


(termasuk endotoksin)

Bebas dari partikel partikulat asing

Stabil, tidak hanya secara fisika dan


kimia tapi juga secara mikrobiologi

Kompatibel jika dcampur dgn


sediaan parenteral lain yg akan
diberikan scr iv.
Karakteristik khusus dan persyaratan sed.
parenteral

1. Aman secara toksikologi


2. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik untuk vegetative, spora, pathogen maupun nonpatogen
3. Bebas dari kontaminasi pirogenik (termasuk endotoksin)
4. Bebas dari partikel partikulat asing
5. Stabil, tidak hanya secara fisika dan kimia tetapi juga secara mikrobiologi
6. Kompatibel jika dicampur dengan sediaan parenteral lain yang akan diberikan secara intravena (iv)
7. Isotonis, dalam pengertian ada rentang isotonis, jadi tidak secara absolut isotonis
Bahaya klinik pemberian parenteral

• Terbatas pd penggunaan scr iv atau ia (intraarteri)


Emboli udara

• Biasanya terkait dengan kondisi pasien


Perdarahan

Demam dan toksisitas, baik secara • Reaksi sekunder thd reaksi alergi atau reaksi toksik
local maupun sistemik
• Dapat terjadi segera atau tertunda seterlah beberapa waktu
Hipersensitivitas

• Dapat lebih berbahaya jika terjadi pada kompartemen vascular


Inkompatibiltas

• Terbatas pada penggunaan iv dan ia


Infiltrasi dan ekstravasasi • Infiltrasi: difusi atau penimbunan substansi yg scr normal tdk tdp sel atau jaringan
• Ekstravasasi: keluarnya sesuatu sprt darah dr embuluh atau jaringan
Bahaya klinik pemberian parenteral

Dosis berlebih (over • Dapat berubah obat atau cairan


dosage)
• Sangat serius pada pemberian secara iv. atau ia
Partikel partikulat • Dapat menyebabkan timbulnya reaksi benda asing dari tubuh

Flebitis • Biasanya/bias terjadi pada pemberian secara iv.

Sepsis • Dapat terjdai dalam bentuk terlokalisasi, sistemik, atau metastatic

Trombosis • Terbatas pada pemberian scr iv. atau ia.


Penutup

 Seperti halnya bentuk sediaan farmasi lain, untuk produk steril perlu adanya jaminan sterilitas (sterility assurance) yang merupakan
bagian dari jaminan mutu (quality assurance)

 Faktor – factor yang terlibat dalam jaminan sterilitas ini meliputi:


1. Pemantauan lingkungan
2. Keterlibatan operator
3. Fasilitas
4. Sistem pemantauan dan perawatan HVAC (heating, ventilation, dan air conditioning)
5. Validasi siklus sterilisasi
6. Rencana penanggulangan jika terjdi hal tidak biasa selama manufacturing
7. Pengujian sterilitas kompendial
8. Integritas kontener – penutup
9. Kesadaran dan implementasi dari pirogen yang sudah dittapkan pengujian efikasi
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai