Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI III

SEDIAAN SALEP MATA GEMPITA (GENTAMISIN)

Disusun Oleh :
Kelompok 4 Kelas D Farmasi 2016
Adinda Citra Amelia 11161020000076
Adilla Suchi Ananda 11161020000077
Ade Lia Fitri 11161020000081
Siti Khadijah Kartini 11161020000087
Ulvi Annawati 11161020000091
Esa Fathiya Mumtaz 11161020000096
Waktu Pelaksanaan Praktikum : Jum’at, 12 April 2019
Pukul 07.30 – 09.30 WIB

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
APRIL/2019
1. Fromula Sediaan
Gentamisin Sulfat 0,3%
Metil Paraben 0,02%
Propil Paraben 0,1%
Paraffin Liquid 10%
Vaselin Album ad 100%

2. Penimbangan
Nama Bahan Perhitungan 5 g
Perhitungan 6 Perhitungan
tube lebihan 20%
Gentamisin 0,3% x 5 g = 0,015 g x 6 tube = 0,09 g +20% =
Sulfat 0,3% 0,015 g 0,09 g 0,108 g
Metil Paraben 0,02% x 5 g = 0,001 g x 6 tube = 0,006 g +20% =
0,02% 0,001 g 0,006 g 0,126 g
Propil Paraben 0,1% x 5 g = 0,005 g x 6 tube = 0,03 g + 20% =
0,1% 0,005 g 0,03 g 0,036g

Paraffin Liquid 10% x 5 g = 0,5 g 0,5 g x 6 tube = 3 3 g +20% =


10% g 3,6 g
Vaselin Album 100% x 5 g = 5 g 5 g x 6 tube = 30 30 g – (0,108 g
ad 100% g +0,126 g+0,036
g+3,6g) = 26,13
g + 20% =
31,356 g

3. Persiapan Kerja
A. Alat-alat yang digunakan, cara sterilisasi (persiapan dan prosedur
sterilisasi)
Alat yang digunakan:
- Lumpang dan alu - Kaca arlogi
- Pipet tetes - Batang pengaduk
- Spatel - Beker glass
- Sudip - Gelas ukur
- Cawan porselen - Spuit injeki

B. Cara sterilisasi:
- Alat yang akan digunakan dibungkus dengan menggunakan kertas roti
sebelum dilakukan sterilisasi.
- Alat yang berbahan kaca atau porselen (lumpang, alu, batang
pengaduk, spatel, kaca arlogi, cawan porselen) atau yang tahan
terhadap pemanasan dilakukan sterilisasi dengan menggunakan oven
pada suhu 180°C selama 30 menit.
- Sedangkan alat yang berbahan selain kaca (sudip, pipet) dan alat gelas
yang memiliki skala ukur (gelas ukur, beker glass) dilakukan sterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 105°C selama 30 menit.
C. Pembagian kerja personil dalam kelompok

No Nama Anggota Kelompok Pembagian Kerja


1. Adinda Citra Amelia Meracik sediaan salep mata Gentamicin
Penimbangan bahan tetes mata
2. Adilla Suchi Ananda
Kloramphenikol
3. Ade Lia Fitri Mengemas sediaan dalam wadah
Meracik sediaan tetes mata
4. Ulvi Anawati
Kloramphenikol
5. Siti Khadijah Kartini Menimbang bahan
Meracik sediaan tetes mata
6. Esa Fathiya Mumtaz
Kloramphenikol

4. Prosedur Kerja
a. Penimbangan menggunakan timbangan Analitik
b. Alat-alat yang akan disterilisasi dicuci dan dikeringkan
- Alat – alat yang mempunyai mulut seperti: tabung reaksi,
erlenmayer, botol media,gelas ukur, labu takar dan pipet.
- Caranya sepotong kertas roti dilipat kedua ujung membentuk segi
empat sebesar mulut alat. Disterilisasi dengan oven pada suhu 170oc
waktu satu jam
- Disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC waktu 15-20 menit
c. Pembuatan
- Ditimbang bahan obat sesuai jumlah penimbangan
- Dimasukan propil paraben dan metil paraben kedalam lumpang,
dan digerus hingga halus, lalu ditambahkan sedikit vaselin album
dan digerus hingga homogen, kemudian disisihkan (massa 1)
- Dimasukan gentamisin sulfat kedalam lupang, digerus hingga halus
dan ditambahkan sedikit vaselin album lalu digerus hingga
homogen, kemudian ditambahkan massa 1 dan digerus kembali
hingga homogen
- Ditambahkan paraffin liquid sedikit demi sedikit sambil digerus
hingga homogen, lalu ditambahkan sisa vaselin album dan digerus
kembali hingga homogeny
- Massa tottal kemudian dimasukan kedalam tube dan diberi etiket
dan label
d. In process control
- Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau
pengemasan
- Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan
dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya
dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai
dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.
e. Filling
Sistem pengemasan hot filling pada dasarnya adalah proses mengemas
minuman ke dalam kemasan saat suhunya panas. Di saat yang
bersamaan proses sterilisasi kemasan dilakukan oleh suhu tinggi dari
minuman tersebut. Semua dilakukan oleh rangkaian mesin yang saling
terkoneksi.
f. Pengemasan
Pengemasan bahan di dalam suatu wadah yang memenuhi empat
persyaratan, yaitu: produk harus steril, wadah pengemas harus steril,
lingkungan tempat pengisian produk ke dalam wadah harus steril, dan
wadah pengepak yang digunakan harus rapat untuk mencegah
kontaminasi kembali selama penyimpanan.
Sistem pengemasan aseptis, produk dan wadah pengemas disterilisasi
secara terpisah, kemudian dilakukan pengisian produk ke dalam wadah
dalam lingkungan steril sehingga diperoleh produk steril dalam
kemasan yang tahan disimpan dalam jangka waktu lama.

5. Hasil penimbangan berat sediaan Salep Gentamisin Sulfat netto 5 gram


Berat perkamen - isi salep yang dikeluarkan = berat salep
Tube 1 : 3,840 g – 0,308 g = 3,432 g
Tube 2 : 3,568 g – 0,291 g = 3,277 g
Tube 3 : 3,133 g – 0,297 g = 2,836 g

6. Pengujian Mutu Salep Gentamisin


Bermacam-macam pemeriksaan yang harus dijalankan oleh suatu obat seperti
diuraikan di bawah ini:
a. Pemeriksaan secara fisika dan kimia
Meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, identitas, rotasi optik, berat
jenis,waktu hancur, bau, identitas, rotasi optik, berat jenis, pH,
kelarutan, kekentalan, kekerasan tablet, susut pengeringan, berat rata-
rata atau volume per unit, keseragaman bobot atau volume, bentuk
kristal, ukuran partikel, kadar air, kadar zat aktif, pengotoran dan atau
produk yang hancur.

b. Pemeriksaan secara biologi dan mikrobiologi


Meliputi pemeriksaan kadar, potensi, keamanan, toksisitas, adanya
pirogen, histamin, pemeriksaan sterlitas, koefesien fenol, daya
antiseptik dan daya preservatif (Lachman, dkk., 1994)

c. Pemerian
Pemerian memuat paparan mengenai sifat zat yang diuraikan secara
umum meliputi wujud, rupa, warna rasa, bau dan untuk beberapa hal
dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisiknya, dimaksudkan untuk
dijadikan petunjuk dalam pembuatan, peracikan dan penggunaan,
disamping juga berguna untuk membantu pemeriksaan pendahuluan
dalam pengujian (Ditjen POM, 1984). Pada praktikum yg kami
lakukan didapatkan hasil pemerian ; Warna putih, bau lemah, sedikit
lengket

d. Pengujian pH
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH
meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang
mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen,
elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti
elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida (Ditjen POM,
1995). Pada praktikum digunakan pH indikator dan didapatkan hasil
pH salep adalah

e. Homogenitas
Homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan salep pada sekeping
kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan
sususan yang homogen (Syamsuni, 2006).
f. Uji Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua
metode, yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan.
Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat
aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif. Untuk
penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot
dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil
dari bets yang sama untuk penetapan kadar (Ditjen, 1995).

Standar deviasi merupakan akar jumlah kuadrat deviasi masing-


masing hasil penetapan terhadap mean dibagi dengan derajat
kebebasannya (degrees of freedom). Standar deviasi (SD) lebih banyak
digunakan sebagai ukuran kuantitatif ketetapan atau ukuran presisi,
terutama apabila dibutuhkan untuk membandingkan ketepatan suatu
hasil (metode) dengan hasil (metode) lain. Semakin kecil nilai SD dari
sserangkaian pengukuran, maka metode yang digunakan semakin tepat
(Rohman, 2007). Standar deviasi relatif (Relative standart deviation,
RSD) yang juga dikenal dengan koefesien variasi merupakan ukuran
ketepatan relatif dan umumnya dinyatakan dalam persen. Semakin
kecil nilai RSD dari serangkaian pengukuran maka metode yang
digunakan semakin tepat (Rohman, 2007).

g. Uji Potensi
Aktivitas (potensi) antibiotika dapat ditunjukkan pada kondisi yang
sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu
penurunan aktivitas antimikroba juga akan dapat menunjukkan
perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia,
sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya
merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan
hilangnya aktivitas (Ditjen POM, 1995).

Metode difusi cakram adalah metode yang rutin dilakukan dalam


mikrobiologi klinik dan cara ini didasarkan semata-mata pada atau
tidaknya zona hambatan. Dengan kuman-kuman standar, dibuat
korelasi antara diameter zona pada difusi cakram dengan hasil
konsentrasi hambatan minimal (minimal inhibition concentration).
Dengan cara ini ditentukan diameter zona terttentu termasuk dalam
kategori sensitive, intermediate, atau resisntance (Lesmana, 2006).
Metode yang umum dipakai untuk menguji aktivitas antibakteri
adalah:
a. Metode pengenceran agar (Teknik dilusi)
Pada metode ini, aktivitas zat antibakteri ditentukan sebagai kadar
hambat minimal (KHM), yaitu zat antibakteri dengan konsentrasi
terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Metode ini dapat berupa:
- Cara pengenceran serial dalam tabung
Pada cara ini zat antibakteri yang akan diuji aktivitasnya
diencerkan secara serial dengan pengenceran kelipatan dua
dalam media cair (contoh: kaldu nutrisi untuk bakteri dan
sabouraud cair untuk jamur) dan selanjutnya diinokulasikan
dengan bakteri uji. Setelah itu diinkubasikan pada suhu 37ºC
selama 18 sampai 24 jam (untuk bakteri) dan pada suhu
kamar selama 1 sampai 2 minggu (untuk jamur).
- Cara penipisan lempeng agar
Pada cara ini zat antibakteri yang akan ditentukan aktivitas
antibakterinya diencerkan secara serial dengan metode
pengenceran kelipatan dua di dalam media agar yang masih
dalam fase cair bersuhu 40ºC sampai 50ºC yang kemudian
dituangkan ke dalam cawan petri. Setelah lempeng agar
membeku, ditanam inokulum bakteri dan kemudian
diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan
pertumbuhan bakteri yang diuji (18-24 jam, 37ºC).

b. Metode difusi agar


Metode difusi pada awalnya dikembangkan oleh bauer, sehingga
metode difusi sering disebut sebagai Kirby-Bauer test. Kemudian
metode ini dikembangkan oleh National Comiite for Clinical
Laboratory Standars. Prinsip dari metode ini adalah antimikroba
dijenuhkan kedalam cakram kertas (Disc blank) (Suwandi, 2012).
Pada metode ini zat antibakteri yang akan ditentukan aktivitas
antibakterinya berdifusi pada lempeng agar yang telah ditanam
bakteri yang akan diuji. Dasar pengamatannya terbentuk atau
tidaknya zona hambatan disekeliling cakram atau silinder yang
berisi zat antibakteri. Metode difusi ini dapat dilakukan dengan
cara:
- Cara parit (ditch)
Pada media agar yang ditanami inokulum dibuat parit
kemudian diisi dengan zat antibakteri dan diinkubasikan pada
suhu dan jangka waktu yang sesuai untuk jenis bakterinya.
Pengamatan dilakukan atas ada atau tidaknya zona hambatan
disekeliling parit.
- Cara lubang atau cawan (hole atau cup)
Pada media agar yang telah ditanami inokulum dibuat lubang
kemudian diisikan dengan zat antibakteri. Modifikasi dari cara
ini adalah meletakkan silinder pada media agar kemudian diisi
dengan zat antibakteri. Setelah diinkubasi pada suhu dan
jangka waktu yang sesuai dengan antibakteri, pengamatan
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan
disekeliling lubang atau silinder.
- Cara cakram (disc)
Kertas cakram yang mengandung zat antibakteri diletakkan di
atas lempeng agar yang ditanami inokulum kemudian
diinkubasikan pada suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan
jenis bakterinya (18-24 jam, 37ºC . Diameter zona hambat yaitu
zona bening bisa dihitung dengan penggaris atau jangka sorong
(callliper) dalam satuan mm. Diameter zona hambat
merupakan pengukuran Kadar Hambat Minimum (KHM)
secara tidak langsung dari zat antibakteri terhadap mikroba.
Ukuran dari zona hambat dapat dipengaruhi oleh kepadatan
atau viskositas dari media biakan, kecepatan difusi zat
antibakteri, konsentrasi zat antibakteri, sensitivitas
mikroorganisme terhadap zat antibakteri dan interaksi zat
antibakteri dengan media (Rolanda, 2012 ; Suwandi, 2012).

c. Turbidimetri
Pada metode ini, pengamatan aktivitas antibakteri didasarkan atas
kekeruhan yang terjadi pada media pembenihan. Pembunuhan
bakteri juga dapat ditentukan dari perubahan yang terjadi pada
sebelum dan sesudah inkubasi, yang dilakukan dengan mengukur
serapannya secara spektrofotometri. Adanya pertumbuhan bakteri
ditandai dengan peningkatan jumlah sel bakteri yang mengakibatkan
meningkatnya kekeruhan. Kekeruhan yang terjadi umumnya
berbanding lurus dengan serapannya yang berarti semakin banyak
jumlah sel maka akan terlihat semakin keruh dan serapannya akan
semakin besar (Rolanda, 2012).
7. Spesifikasi Kemasan, Etiket, Brosur
a. Pengertian spesifikasi
Menurut kamus besar bahasa indonesia, spesifikasi adalah :
- Proses, cara, perbuatan melakukan pemilihan (perincian)
- Perincian (tentang rencana, proposal, dan sebagainya)
- Pernyataan tentang hal-hal yang khusus (dalam perjanjian dan
sebagainya)

b. Spesifikasi Kemasan
Berdasarkan fungsinya, kemasan dibagi menjadi dua, primer dan sekunder,
bahkan tersier. Disebut kemasan primer karena kemasan ini langsung
bersinggungan dengan produknya. Contohnya botol, tube, dan tutupnya
disebut kemasan primer karena langsung kontak dengan produk, sedangkan
label atau kotaknya kadang-kadang juga disebut kemasan primer meskipun
tidak kontak dengan produknya. Jadi, kemasan primer adalah keseluruhan
kemasan yang di-display dan yang membuat konsumen memutuskan untuk
membeli produk tersebut.
Kemasan sekunder disebut juga transport packaging diperlukan untuk
melindungi kemasan primer selama dalam penyimpanan di gudang serta
saat didistribusikan ke pelanggan besar maupun pelanggan eceran.
Kemasan sekunder juga untuk mengantisipasi guncangan saat mobilisasi
akibat kondisi jalan yang kurang baik pada proses distribusinya. Sesuai
dengan fungsinya, kemasan sekunder dapat berbentuk tatakan (tray),
pembungkus (wrapper), pengikat (binder) dan dapat taerbuat dari bahan
karton, plastik, tali, film pembungkus, cellotape, atau lainnya.
Kemasan tersier disebut juga sebagai kemasan penunjang yang memuat
produk yang telah dikemas dalam kemasan sekunder seupaya kemasan
primer sampai ke tangan konsumen selalu dalam keadaan baik (aman, tidak
berdebu, tidak terkelupas, tidak rusak, patah, penyok, tidak berubah warna,
dan lain-lain). (Julianti, 2014).
Maka dari itu, dalam pembuatan sediaan tetes mata dan salep mata pada
praktikum kali ini memerlukan kemasan primer, sekunder dan tersier.
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995, sediaan obat mata
harus ditempatkan pada wadah yang tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Pengertian wadah tertutup
rapat dalam FI IV ialah wadah yang harus melindungi isi terhadap
masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan,
merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan,
pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali.

c. Kemasan Sediaan Salep Mata


1. Kemasan Primer : Idealnya menggunakan tube logam yang dapat
ditekan secara maksimal, namun kami menggunakan tube plastik
yang daya tekannya kurang dapat dimaksimalkan. Dibagi menjadi 2
bagian
 Tutup tube : Menggunakan bahan plastik yang memiliki
ujung runcing di dalam tutup tube bagian luar sebagai alat
bantu pembuka segel kemasan pada badan tube.
 Badan tube : Menggunakan tube plastik gelap yang dicetak
print etiket dan label sebagai berikut:
a. Terdapat hologram berbentuk segi empat ukuran 1x1
cm dan di dalamnya terdapat tulisan nama pabrik
b. Redaksi pada etiket ditulis dalam Bahasa Inggris
c. Tulisan nama dagang ditulis dengan huruf besar
d. Tulisan K dengan lingkaran merah

2. Kemasan Sekunder : Disebut juga Folding Box, berupa wadah


karton yang memuat satu tube salep mata yang didesain sesuai
ukuran botol yang digunakan dan memuat label atau etiket sebagai
berikut:

1. Judul utama atau bagian depan


a. Pada bagian kanan atas, lingkaran merah denga huruf K
berwarna hitam di dalamnya merupakan logo untuk obat
keras
b. Tulisan nama dagang, umumnya berhuruf besar
c. Isi kandungan zat, indikasi, kontraindikasi, efek
samping, peringatan, interaksi obat, dosis pada kemasan
ditulis dalam Bahasa Indonesia dan sisi lainnya dalam
Bahasa inggris

2. Bagian atas atau tutup box


a. Pada bagian atas atau tutup box, tercetak Batch Number
dan Expired Date
b. Nama dagang, biasa ditulis dengan huruf besar
c. Ada perforasi dan security seal 3 dimensi berbentuk
persegi dengan tulisan asli

3. Bagian samping
Sisi samping folding box mencantumkan “Harus Dengan
Resep Dokter”, Cara Penyimpanan, Nomor Registrasi, dan
Nama Pabrik. Pada salah satu sisi samping, redaksi ditulis
dalam Bahasa Indonesia, sedangkan sisi lainnya ditulis dalam
Bahasa Inggris

4. Kemasan Tersier : Disebut juga Supporting packaging,


berupa wadah kardus tebal yang memuat banyak kemasan
sekunder dari sediaan salep mata

8. Gambar Produk
DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Excipients 2nd Edition.


Washington: The Pharmaceutical Press. hal 45-47 2.
ANSEL, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press) , 1989
Badan POM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (Guidelines On Good
Manufacturing). Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional ed 2. Jakarta
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia Ed IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982.
Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London : The
Pharmaceutical Press.
Glenn L. Jenkins et.all. Scoville’s : The Art of Compounding, 1957, New York : MC-
Graw Hill Book Companies.
Julianti, S. (2014). The Art Of Packaging. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan Dan Gizi, IPB.

Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth
edition. London : The Pharmaceutical Press.
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN
FARMASI III
SEDIAAN TETES MATA KLORAMFENIKOL

Disusun Oleh :
Kelompok 4 Kelas D Farmasi 2016
Adinda Citra Amelia 11161020000076
Adilla Suchi Ananda 11161020000077
Ade Lia Fitri 11161020000081
Siti Khadijah Kartini 11116102000087
Ulvi Annawati 11161020000091
Esa Fathiya Mumtaz 11161020000096
Waktu Pelaksanaan Praktikum : Jum’at, 12 April 2019
Pukul 07.30 – 09.30 WIB

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1. Fromula Sediaan
PEG 300 13%
Tween 80 1%
Kloramfenikol 0,5%
Aquades murni 55,56%
Na Edta 0,1%
Fenil Merkuri Nitrat 0,002%
HCl qs
NaOH qs
Aquades murni ad 100%

2. Penimbangan
1 Kemasan = Netto 10 mL
Tambahkan Volume = 3% x 10 mL= 0,3 mL
Untuk 6 kemasan, total volume 6 x(10mL +0,3 mL) = 61.8 mL
Untuk proses produksi pemastian mutu, dilebihkan 20%
= 61,8 mL + (20% x 61,8 mL)
= 61,8 mL + 12,36 mL = 74,16 mL
Volume total penimbangan untuk 6 kemasan: 74,16 mL
Nama Bahan Perhitungan untuk 6 kemasan = Penimbangan
74,16 mL
PEG 300 13 % x 74,16 mL =9,6408 mL 9,6408 mL~ 9,6
mL
Tween 80 1% x 74,16 mL = 0,7416 g 0,7416 g
Kloramfenikol 0,5% x 74,16 mL = 0,3708 g 0,3708 g
Aquades murni 55,56% x 74,16 mL = 41,2033 mL 41,2 mL
Na Edta 0,1% x 74,16 mL = 0,07416 g 0,07416 g ~
0,0742g
Fenil Merkuri 0,002% x 74,16 mL = 0,00148 mL 0,00148 mL~
Nitrat 0,0015 mL
Aquades murni 74,16 mL – (9,6408 g+0,7416 g + 22,12786 mL~
0,3708 g + 41,2033 mL+ 0,07416 g 22,2 mL
+ 0,00148 g) = 22, 12786 mL

3. Persiapan Kerja
D. Alat-alat yang digunakan, cara sterilisasi (persiapan dan prosedur
sterilisasi)
Alat yang digunakan:
- Lumpang dan alu - Kaca arlogi
- Pipet tetes - Batang pengaduk
- Spatel - Beker glass
- Sudip - Gelas ukur
- Cawan porselen - Spuit injeksi

E. Cara sterilisasi:
- Alat yang akan digunakan dibungkus dengan menggunakan kertas roti
sebelum dilakukan sterilisasi.
- Alat yang berbahan kaca atau porselen (lumpang, alu, batang
pengaduk, spatel, kaca arlogi, cawan porselen) atau yang tahan
terhadap pemanasan dilakukan sterilisasi dengan menggunakan oven
pada suhu 180°C selama 30 menit.
- Sedangkan alat yang berbahan selain kaca (sudip, pipet) dan alat gelas
yang memiliki skala ukur (gelas ukur, beker glass) dilakukan sterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 105°C selama 30 menit.

F. Pembagian kerja personil dalam kelompok

No Nama Anggota Kelompok Pembagian Kerja


1. Adinda Citra Amelia Meracik sediaan salep mata Gentamicin
Penimbangan bahan tetes mata
2. Adilla Suchi Ananda
Kloramphenikol
3. Ade Lia Fitri Mengemas sediaan dalam wadah
Meracik sediaan tetes mata
4. Ulvi Anawati
Kloramphenikol
5. Siti Khadijah Kartini Menimbang bahan
Meracik sediaan tetes mata
6. Esa Fathiya Mumtaz
Kloramphenikol

4. Prosedur kerja
 Masukkan PEG dan Twen 80 keketel aduk hingga homogen
 Panasakan sampai 85'c -g0'C selama pengadukan. Jangan sampai suhu
> 90' C aduk hingga melebur sempurna
 Turunkan suhu dan dinginkan campuran sampai suhu 53'-55'C dengan
mengaliri ketel dengan air dingin
 Ketika suhu sudah 53'-55'C, masukan kloramfenikol aduk selama 15
menit
 Jaga suhu pada 53'-55'C (M1)
 Masukkan air sebanyak 41 ml + 4 tetes kedalam ketel lain
 Na DTA dan fenilmerkuri nitrat dicampur diaduk hingga melarut
sempurna, tambahkan sisa air secukupnya untuk dapat di tuang kedalam
ketel yang berisi 41,2 ml
 Panaskan hingga 50'-55'C. Bila suhu sudah 50-55'C. Masukkan
kedalam M1, yang suhunya juga terjaga 50-55'C aduh hingga homogen.
 Dinginkan hingga suhu 30'C
 Bila sudah 50'C, pindahkan kewadah £ 100 ml yang sudah dikalibrasi
74,16 ml dan sudah dibilas dengan air saja
 Tambahkan sisa air sampai batas kalibrasi
 Aduk sempurna selama 15 menit
 Cek ph, ad hingga 5,4-5,8

5. Hasil pemeriksaan mutu sediaan yang dilakukan di laboratorium


Hasil penimbangan berat sediaan tetes mata kloramfenikol netto 10 ml
Botol 1 : 10,3 ml
Botol 2 : 10,3 ml
Botol 3 : 10,5 ml
6. Pengujian mutu tetes mata kloramfenikol
a. Organoleptis
Dengan menggunakan panca indra kita dapat mengevaluasi rasa, bau, dan
warna
b. Uji kejernihan
- Masukan samoel dan oelarut pembandingan dalam 2 tabung yang
berbeda
- Amati selama 5 menit
Hasil : suatu larutan dikatan jernih apabila kehernihanya sama
dengan kejernihan air, atau sama dengan kejernihan oelarut yang
dipakai.
c. Uji bobot terpindahkan
Tuang kembali tetes mata kedalam gelas ukur, lihat hasilnya apakah sesuai
dengan volume sebelumnya atau volume yang ditentukan

d. Penentuan pH
Masukkan tetes mata kedalam beker glass, ukur pH dengan pH indikator.
e. Uji Sterilisasi
Pindahkan cairan dari wadah menggunakan pipet atau jarum suntik yang
steril secara aseptik. Inokulasikan sejumlah tertentu bahan dan tiap wadah
uji kedalam tabung media. Campur cairan dan media tanpa durasi
berlebihan. Inokulasikan pada media tertentu seperti yang tertera pada
prosedur umum selama tidak kurang dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada
media secara visual sesering mungkin.
f. Uji Volume Sedimentasi
- Sediaan tetes mata dimasukkan ke dalam gelas ukur.
- Volume yang diisikan merupakan volume awal.
- Setelah didiamkan, catat endapan setiap 24 jam selama 1 minggu
diamati merupakan volume akhir dengan terjadinya sedimentasi volume
akhir terhadap volume yang diukur.
g. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba dengan cara :

- Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan


jarum suntik melalui karet, lakukan pengujian pada wadah asli
sediaan.
- Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan
20 ml sampel kedalam masing-masing lubang bakteriologik
berukuran sesuai dan steril.
- Inokulasi masing - masing wadah atau tabung salah satu suspensi
mikrobakokus, menggunakan perbandingan 0,10 ml. Inokulasi ~
20 ml sediaan dan campur.
- Mikroba uji dengan jumlah sesuai harus ditambah sedemikian rupa
hingga jumlah mikroba didalam sediaan uji segera setelah inokulasi
adalah antara 100.000 hingga 1000.000 per ml
- Tetapkan jumlah mikroba didalam setiap suspensi, inokulasi dan
hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji dengan
metode lempeng.
- Inkubasi wadah atau tabung yang sudah di inokulasi pada suhu 20
– 25
- Amati wadah pada hari ke-7, 14, 21 dan ke-28 sesudah inokulasi.
- Catat tiap perubahan yang dilihat dan tetapkan jumlah mikroba
variabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.

7. Spesifikasi Kemasan, Etiket, Brosur


d. Pengertian spesifikasi
Menurut kamus besar bahasa indonesia, spesifikasi adalah :
- Proses, cara, perbuatan melakukan pemilihan (perincian)
- Perincian (tentang rencana, proposal, dan sebagainya)
- Pernyataan tentang hal-hal yang khusus (dalam perjanjian dan
sebagainya)

e. Spesifikasi Kemasan
Berdasarkan fungsinya, kemasan dibagi menjadi dua, primer dan sekunder,
bahkan tersier. Disebut kemasan primer karena kemasan ini langsung
bersinggungan dengan produknya. Contohnya botol, tube, dan tutupnya
disebut kemasan primer karena langsung kontak dengan produk, sedangkan
label atau kotaknya kadang-kadang juga disebut kemasan primer meskipun
tidak kontak dengan produknya. Jadi, kemasan primer adalah keseluruhan
kemasan yang di-display dan yang membuat konsumen memutuskan untuk
membeli produk tersebut.

Kemasan sekunder disebut juga transport packaging diperlukan untuk


melindungi kemasan primer selama dalam penyimpanan di gudang serta
saat didistribusikan ke pelanggan besar maupun pelanggan eceran.
Kemasan sekunder juga untuk mengantisipasi guncangan saat mobilisasi
akibat kondisi jalan yang kurang baik pada proses distribusinya. Sesuai
dengan fungsinya, kemasan sekunder dapat berbentuk tatakan (tray),
pembungkus (wrapper), pengikat (binder) dan dapat taerbuat dari bahan
karton, plastik, tali, film pembungkus, cellotape, atau lainnya.

Kemasan tersier disebut juga sebagai kemasan penunjang yang memuat


produk yang telah dikemas dalam kemasan sekunder seupaya kemasan
primer sampai ke tangan konsumen selalu dalam keadaan baik (aman, tidak
berdebu, tidak terkelupas, tidak rusak, patah, penyok, tidak berubah warna,
dan lain-lain). (Julianti, 2014).
Maka dari itu, dalam pembuatan sediaan tetes mata dan salep mata pada
praktikum kali ini memerlukan kemasan primer, sekunder dan tersier.
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995, sediaan obat mata
harus ditempatkan pada wadah yang tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Pengertian wadah tertutup
rapat dalam FI IV ialah wadah yang harus melindungi isi terhadap
masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan,
merekat, mencair atau menguapnya bahan selama penanganan,
pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali.

f. Kemasan Sediaan Tetes Mata


1. Kemasan Primer: Wadah botol plastik berwarna solid (putih), yang
terbagi menjadi 2 bagian :
 Tutup botol : Menggunakan bahan plastik yang memiliki lubang
kecil untuk ukuran satu tetes cairan
 Badan botol : Menggunakan botol plastik gelap yang dicetak
print etiket dan label sebagai berikut:
e. Terdapat hologram berbentuk segi empat ukuran 1x1 cm
dan di dalamnya terdapat tulisan nama pabrik
f. Redaksi pada etiket ditulis dalam Bahasa Inggris
g. Tulisan nama dagang ditulis dengan huruf besar
h. Tulisan K dengan lingkaran merah
2. Kemasan Sekunder : Disebut juga Folding Box, berupa wadah karton
yang memuat satu buah botol tetes mata yang didesain sesuai ukuran
botol yang digunakan dan memuat label atau etiket sebagai berikut:
a. Judul utama atau bagian depan
1. Pada bagian kanan atas, lingkaran merah denga huruf K
berwarna hitam di dalamnya merupakan logo untuk obat
keras
2. Tulisan nama dagang, umumnya berhuruf besar
3. Isi kandungan zat, indikasi, kontraindikasi, efek samping,
peringatan, interaksi obat, dosis pada kemasan ditulis dalam
Bahasa Indonesia dan sisi lainnya dalam Bahasa inggris
b. Bagian atas atau tutup box
1. Pada bagian atas atau tutup box, tercetak Batch Number
dan Expired Date
2. Nama dagang, biasa ditulis dengan huruf besar
3. Ada perforasi dan security seal 3 dimensi berbentuk
persegi dengan tulisan asli
c. Bagian samping
Sisi samping folding box mencantumkan “Harus Dengan
Resep Dokter”, Cara Penyimpanan, Nomor Registrasi, dan
Nama Pabrik. Pada salah satu sisi samping, redaksi ditulis
dalam Bahasa Indonesia, sedangkan sisi lainnya ditulis dalam
Bahasa Inggris
3. Kemasan Tersier : Disebut juga Supporting packaging, berupa wadah
kardus tebal yang memuat banyak kemasan sekunder dari sediaan tetes
mata.

8. Gambar Produk
DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Excipients 2nd Edition.


Washington: The Pharmaceutical Press. hal 45-47 2.

ANSEL, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas


Indonesia (UI-Press) , 1989

Badan POM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (Guidelines On Good
Manufacturing). Jakarta: Badan Pengawas Obat Dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia Ed IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional ed 2. Jakarta
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. 1982.
Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London : The
Pharmaceutical Press.
Glenn L. Jenkins et.all, Scoville’s : The Art of Compounding , 1957, New York : MC-
Graw Hill Book Companies.
Julianti, S. (2014). The Art Of Packaging. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan Dan Gizi, IPB.
Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth
edition. London : The Pharmaceutical Press

Anda mungkin juga menyukai