Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen
yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti
yang umum digunakan, menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai
sediaan yang diberikan dengan disuntikan. Obat-obat dapat disuntikan ke dalam
hampir seluruh orga atau bagian tubuh termasuk sendi (intrasricular), ruang
cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan spinal
(intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke dalam
jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan untuk
dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalam otot (intramuskular), ke dalam
kulit (intradermal) atau dibawah kulit (subkutan)
Adapun prinsip-prinspi pemberian obat yang benar meluputi 6 hal, yaitu :
Benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute dan benar
dokumentasi. Benar pasien dapat dipastikan dengan memeriksa identitas pasien
dan harus dilakukan setiap akan memberikan obat. Benar obat memastikan pasien
setuju dengan obat yang telah diresepkan berdasarkan kategori perintah
pemberian obat, yaitu :perintah tetap (standing order), perintah satu kali (single
order), perintah PRN (jika perlu), perintah stat (segera). Benar dosis adalah dosis
yang diresepkan pada pasien tertentu. Benar waktu adalah saat dimana obat yang
diresepkan harus diberikan. Benar rute disesuaikan dengan tingkat penyerapan
tubuh pada obat yang telah diresepkan. Benar dokumentasi meliputi nama,
tanggal, waktu, rute, dosis dan tanda tangan atau insial petugas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dengan latar belakang yang telah terurai di atas, maka kami
rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Injeksi?
2. Bagaimana Penggolongan Sediaan Injeksi?
3. Bagaimana Cara Penyuntikkan Sediaan Injeksi?

1
4. Apa Saja Komponen dari Sediaan Injeksi?
5. Bagaimana Cara Pembuatan Obat Suntik?
6. Apa Keuntungan dan Kerugiaan dari Sediaan Injeksi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami teknik pemberian
obat secara injeksi.
1. Mengetahui Pengertian Injeksi
2. Mengetahui Pengolonggan Sediaan Injeksi
3. Mengetahui Cara Penyuntikkan Sediaan Injeksi
4. Mengetahui Komponen dari sediaan Injeksi
5. Mengetahui Cara Pembuatan Obat Suntik
6. Mengetahui Syarat Sediaan Injeksi
7. Mengetahui Keuntungan dan Kerugian dari Sediaan Injeksi

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau
melalui kulit atau selaput lendir. (Lukas, 2011)
Injeksi dilakukan dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. (Anief, 2005)
Menurut definisi dalam Farmakope IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral
digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu:
1. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan
nama injeksi.
Contoh: Injeksi Insulin
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kira dapat
membedakannya dari nama pembentuknya ... steril.
Contoh: Ampicillin Sodium steril
3. Sediaan seperti tertera pada no. 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer, atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya ,,, untuk injeksi.
Contoh: Methicillin Sodium untuk injeksi
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal. Kita dapat
membedakannya dari nama bentuknya ... suspensi steril.
Contoh: Corrison Suspensi steril
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan pembawa yang sesuai. Kita dapat membedakannya dari nama
bentuknya ... steril untuk suspensi.
Contoh: Ampicilliin steril untuk suspensi

3
2.2 Klasifikasi Sediaan Injeksi
Sediaan injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut menurut larutan
pembawanya:
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contoh Injeksi Vitamin C.
Formulasinya sebagai berikut:
Vitamin C dengan kadar 2% 5% 10%
Vitamin C 2,0 5,0 10,0
Natrium Hidrogen Karbonat 0,9 2,4 4,8
Tiourium 0,012 0.012 0,012
Natrium Klorida 0,2 - -
Air untuk Injeksi Ad 100 ml
Tabel 1. Contoh Resep Larutan Sejati dengan Pembawa Air

Pembuatan:
Jenuhkan air untuk injeksi steril ddengan karbondioksida selama sekurang-
kurangnya 10 menit. Larutkan vitamin C secara aseptik dengan tioureum,
lalu tambahkan natrium klorida dan natrium hidrogen karbonat sampai pH
6,5-6,7, kita harus mencegah kelebihan basa setempat dengan aliran gas inert.
Proses pembuatan memerlukan pencegahan terhadap panas, caha, dan logam
berat seperti Cu, Fe, dan Mn. (Lukas, 2011)
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya Injeksi Kamfer.
Formulasinya sebagai berikut:
Injeksi Kamfer dengan kadar 10%
Kamfer 10,0
Minyak zaitun netral p.i 100 ml
Tabel 2. Contoh Resep Larutan Sejati dengan Pembawa Minyak

Sebagai pembawa obat suntik kamfer, ktia dapat pula memakai eter atau
campuran minyak dan eter seperti resep berikut:
Kamfer 10,0
Eter 40,0

4
Minyak zaitun netral p.i ad 100 ml
Pembuatan:
Kamfer dilarutkan secara aseptik dalam eter untuk narkosa dan minyak
zaitun netral steril dalam wadah steril.
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya Injeksi Phenobarbital.
Formulasinya sebagai berikut:
Injeksi Phenobarbital Natrium
Dalam CMN dan Sorgdrager
Phenobarbital 5% 10% 20%
Phenobarbital 5,0 10,0 20,0
Dietilamina 1,375 2,750 5,5
Larutan petit p.i ad 100 ml
Tabel 3. Contoh Resep Larutan Sejati dengan Pembawa Campuran

Larutan petit untuk injeksi menurut CMN adalah campuran:


Alkohol 96% 260
Gliserin 350
Air ad 1000 ml
Pembuatan:
Kia larutkan phenobarbital engan dietil amina, lalu tambahkam larutan petit
sedikit demi sedikit dan kocok hingga larut.
FMI memberikan resep sebagai berikut:
Phenobarbital 0,2
Amilenhidrat 0,38
Uretan 0,35
Air untuk injeksi ad 1.0 ml
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya Injeksi Calciferol (Vitamin
D2)
Formulasinya sebagai berikut:
Resep Vitamin D2 dengan kadar 1% menurut Moller:
Vitamin D2 10

5
Alkohol 250
Tween 80 200
Air untuk injeksi ad 1000 ml
Tabel 4. Contoh Resep Suspensi Steril dengan Pemabawa Air

Pembuatan:
Kita larutkan Vitamin D2 dalam alkohol, lalu tambahkan tween sedikit demi
sedikit hingga larutan jernis secara aseptik (1 satuan internasional = 0,025
mikrogram Vitamin D2 murni).
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya Injeksi
Bismuthsubsalisilat.
Formulanya sebagai berikut:
Resep Bismuthsubsalisilat dalam kadar 10% 17,5%
Bismuthsubsalisilat 10 17,5
Minyak zaitun netral steril ad 100
Tabel 5. Contoh Resep Suspensi Steril dengan Pembawa Minyak

Pembuatan:
Pembuatan secara aseptik bismuthsubsalisilat adalah menggerus dalam
mortir sedikit demi sedikit dan melarutkannya dalam minyak zaitun.
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
Resep Intravenous Fat Emulsion 20%
Soybean Oil 200 mg
Glycerol 25 g
Egg phosphatide 12 g
Sodium Oleat 0,3 g
Soium hydroxide qs pH = 8
Aqua untuk injeksi 1000 ml
Tabel 5. Contoh Resep Emulsi Steril

6
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air
Pembuatan obat suntik dengan sediaan serbuk kering karena bahan padat
sangat tidak stabil dalam larutan.
Contohnya Injeksi Solumedrol 500 mg dengan wadah yang dikemas
sedemikian rupa sehingga bila petugas akan menggunakan pelarut di atasnya
maka tinggal memencet tutup vial agar pelarut turun ke bawah dan
melarutkan zat aktif yang terseia di dalamnya.
Formulasinya sebagai beriktu:
Solumedrol 500 mg
Pembuatan:
Kita masukkan serbuk solumedrol kering ke dalam vial secara aseptik
dengan pelarut air p.i yang telah disiapkan. (Lukas, 2011)
Sediaan injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut menurut cara
penyuntikan / penggunaan:
1. Injeksi intraderma atau intrakutan (IK)
Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air. Volume 0,1-0,2 ml.
Digunakan utnuk tujuan diagnosa.
Contoh: Schicks test dan Mantoux test
2. Injeksi subkutan atau hipoderma (SK)
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit. Umumnya larutan isotonis,
pH sebaiknya netral dan volume tidak lebih dari 1 ml. Sipat depot (kalau
perlu ditambah vasokontriktor epinephrin). Dapat terjadi bahaya, mikroba
menetap di jaringan dan membentuk abses. Meskipun demikian dapat pula
diberikan dalam volume besar, bila orang yang sakit tidak dapat diinfus.
Volume 3-4 liter/hari dengan penambahan hialuronidase. Cara ini disebut
hipoermoklisa. Hialuronidase adalah enzim yang mengurai asam hialuronat,
terdapat dalam zat antar sel jaringan, air mani, racun ular dan racun lebah.
3. Injeksi intramuskulair (IM)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapiran-lapiran jaringan/otot. Larutan
atau suspensi dalam air atau dalam minyak. Volume sedapat mungkin tidak
lebih dari 4 ml. Larutan hingga 20 ml dapat disuntikkan ke dalam otot dadam
penyuntikan secara pelan-pelan untuk mencegah rasa sakit.

7
4. Injeksi intavenus (IV)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah. Larutan ini biasanya
isotonis atau hipertonis. Larutan hipertonis disuntikkan labat hingga sel-sel
darah tidak banyak dipengaruhi. Kalau disuntikkan dalam jimlah besar harus
isotonis. Larutan ini tidak boleh mengandung bagian-bagian yang tidak
melarut, jadi harus benar-benar jernih. Emulsi o/w boleh, sedang w/o tidak
boleh, asal dengan butiran minyak tertentu.
Larutan injeksi intravenus, harus jernih, bebas dari endapat atau partikel
padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Jika
dosis tunggal dan diberikan lebih dari 15 ml, injeksi intravenus tidak boleh
mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.
Penggunaan injeksi intravenus diperlukan bila dikehendaki efek sistemik
yang cepat, karena larutan injeksi masuk langsung ke dalam sikurlasi
sistemik melalui vena perifer.
Infundabilita (Infusi intravena)
Infusi intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas
pirogen dan dibuat isotons terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam
vena, dalam volume relatif banyak.
- Emulsi yang diperbolehkan, emulsi minyak air dengan diameter fase
dalam tidak lebih dari 5 m dan setelah dikocok harus homogen.
- Kecuali dinyatakan lain infus intravena tidak boleh mengandung
bakterisida dan zat dapar.

Tujuan pemberian infusi intravena:


a. Mengganti cairan tubuh dan mengimbagi jumlah eletrolit dalam tubuh.
Misalnya: solutio glukosa isotonis, solutio phisiologica ringeri.
b. Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai pengganti darah: larutan
koloid PVP 3,5%
c. Dapat diberikan dengan maksud untuk menambah kalori. Misalnya:
infus glukosa, asam-asam amino pada pasien yang tidak mau makan,
tidak dapat menelan atau saluran cernanya rusak.

8
d. Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus menerus bila tidak
dapat disuntikkan secara biasa. Misalnya: obat kanker, antibiotika,
anastetika, hormon yang larut dalam air, vitamin.

Letak Perbedaan Injeksi Infusi Intravena


Maksud Pengobatan secara parenteral Empat tujuan (lihat
atas)
Volume Antara 1-10 ml (vol. kecil) Lebih besar dari 10
ml
Alat dan cara Injeksi Infusi/transfusi
Waktu Sebentar Lama
Pembawa Air, etanol, minyak Hanya air
Isohidris Sedapat mungkin Harus
Isotonis Sedapat mungkin Harus
Isoioni Tidak selalu Harus
Bebas pirogen Tidak selalu Harus
Kemasan Wadah tunggal/ganda Wadah tunggal
Tabel 6. Perbedaan injeksi dengan infusi intravena

5. Injeksi Intraarterium (IA)


Penyuntikan ke dalam pembuluh darah tepi/perifer, volume 1-10 ml. Tidak
boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intraker atau intrakardial (IKD)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus. Tidak boleh
mengandung bakterisida. Hanya digunakan dalam keadaan gawat.
7. Injeksi intrateka (IT) intraspinal, intradural
Disuntikkan ke dalam sumsum tulang belakang (antara 3-4 atau 5-6 lumba
vertebra). Volume tidak lebih dari 20 ml. Tidak boleh mengandung
bakterisida. Wadah dalam dosis takaran tunggal. Larutan harus isotonis.
8. Larutan intraartikulus
Berupa larutan atau suspensi dalam air, yang disuntikkan ke dalam cairan
sendi dalam rongga sendi.

9
9. Injeksi subkonjugtiva
Berupa larutan atau suspensi dalam air yang diinjeksikan pada selaput lendir
bawah mata, umumnya tidak lebih dari 1 ml.
10. Injeksi peridural (PD), extradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
11. Injeksi intrasisternal (IS)
Disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak.
12. Injeksi intraperitoneal (IP)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat, bahaya
infeksi besar dan jarang dipakai.
13. Injeksi intabursa
Larutan atau suspensi dalam air disuntikkan ke dalam bursa subarcromillis
atau bursa elecranon. (Anonim, 2011)

2.3 Pembuatan Sediaan Injeksi


Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan
sangat hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi
harus diamati satu per satu secara fisik. Selanjutnya, kita harus menolak tiap wadah
yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu
sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika, serta pertimbangan terapetik
tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil di dalam larutan maka kuta garus
membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan untuk diebtuk dengan
penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah
membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak
melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air maka pelarut dapat diganti
sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat
tidak larut dalam air maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan
obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan

10
maka kita sering memakai garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk
memenuhi sifat-sifat kelarutan yang disyaratkan. Larutan air atau larutan yang
bercampur dengan darah dapat disuntikkan langsung ke dalam aliran darah. Cairan
yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi,
dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya
digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena.
Kita dapat mengatur mulai dan lamanya obat bekerja dengan bentuk kimia obat
yang digunakan, keadaan fisik obat suntik (larutan atau suspensi), dan pembawa yang
digunakan. Obat yang sangat larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat
diabsorpsi dan mula kerjanya paling cepat. Artinya obat larut dalam air mempunyai
mula kerja yang lebih cepat daripada obat dalam larutan minyak. Obat suspensi
dalam air pun bekerja lebih cepat daripada obat suspensi dalam minyak. Alasannya
adalah sediaan dalam air lebih mudah bercampur engan cairan tubuh sesudah
disuntikkan, kemudian kontak partikel obat dengan cairan tubuh menjadi lebih cepat.
Kita seringkali membutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi
pengulangan pemberian suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa
disebut jenis seiaan depot atau repository.
Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya adalah obat harus steril, tidak
terkontaminasi bahan asing, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.
(Lukas, 2011)
Secara singkat cara pembuatan injeksi sebagai berikut:
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan
dengan sangat hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan
bahan asing.
Memahami Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat
obat itu sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika, serta
pertimbangan terapetik tertentu.
Memilih larutan pembawa injeksi dengan tepat agar dapat mengatur
mulai dan lamanya obat bekerja

11
2.4 Komponen obat suntik
Terdiri dari:
1. Bahan obat
2. Pelarut
3. Bahan pembantu
3.1. Pencapai isotoni
3.2. Pencapai pH optimum
3.3. Pencapai isoioni
3.4. Bakterisida
3.5. Pemati rasa setempat
3.6. Stabilisator
4. Wadah dan tutup
1. Bahan Obat
Bahan obat harus memenuhi syarat yang tercantum pada monografi Farmakope
Indonesia
2. Pelarut/pembawa
Dapat dibagi atas 2 golongan:
a. Pelarut dan zat pembawa air
b. Pelarut dan zat pembawa bukan air
Pelarut dan zat pembawa air
Pada umumnya dipakai air, karena murah, mudah didapat dan dapat
diterima baik oleh tubuh. Aqua pro injectione merupakan pelarut pilihan
untuk larutan injeksi, terbuat dari aqua bidestillata.
Aqua pro injectione:
a. Yang digunakan untuk pembuatan obat suntik: aqua bidest r.p
b. Yang digunakan untuk pelarut serbuk p.i : aqua bidest disterilkan
dengan cara A atau C segera setelah diwadahkan.

Aqua pro injectione bebas udara / CO2:


a. Untuk pembuatan obat suntik: didihkan aqua p.i.r.p selama tidak kurang
10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna
mungkin.

12
b. Untuk pelarut sebuk p.i : aqua p.i bebas udara disterilkan dengan cara A
segera setelah diwadahkan.
Syarat Aqua p.i menurut FI III:
a. Netral (tidak asam/basa)
b. Kandungan ion-ion sama dengan aquadest
c. Kandungan Amonia Albuminoid sama dengan aqua demineralisata
d. Sisa penguapan tidak lebih dari 0,003% b/v
e. Memenuhi persyaratan pirogenitas dan sterilitas yang tertera pada uji
keamanan hayati.
Pelarut dan zat pembawa bukan air
Alasan penggunaan pembawa bukan air:
a. Bahan obatya sukar larut dalam air
b. Bahan obatnya terurai dalam air/tidak stabil.
c. Dikehendaki efek depot terapi.

Syarat yang harus dipenuhi oleh pelarut/pembawa bukan air adalah:


a. Ditinjau dari sudut farmakologis harus inert
b. Dapat diterima dengan baik oleh tubuh
c. Dapat diserap dengan baik
d. Tidak berbahaya dalam jumlah yang disuntikkan
e. Tidak menganggu khasiat obat
f. Tidak menganggu penetapan kadar, identifikasi dan pemeriksaan lain
yang ditentukan untuk obat

Zat pembawa dan pelarut bukan air dibagi 2 golongan:


a. Golongan minyak lemak
b. Golongan bukan minyak lemak

Syarat yang harus dipenuhi oleh golongan minyak lemak / Olea pro
injectione:
a. Memenuhi syarat olea pinguia/minyak lemak
b. Jernih pada suhu 10 0C
c. Tidak berbau asing atau tengik

13
d. Bilangan asam 0,2 sampai 0,9
e. Bilangan iodium 79 sampai 128
f. Bilangan penyabunan 185 sampai 200
g. Harus bebas dari minyak mineral

Yang sering digunakan: Oleum Sesami, Oleum Arachidis, Oleum Olivarum.


Contoh golongan bukan minyak lemak
1. Benzyl benzoat
2. Propilenglikol
3. Etanol
4. Gliserin
5. Polyetilenglikol
6. Etil asetat, dll
Obat suntik dengan minyak sebagai pembawa tidak boleh disuntikkan ke
dalam pembuluh darah, hanya boeh disuntikkan ke dalam otot.

3. Bahan Pembantu
3.1. Pencapai isotoni
Suatu larutan dikatakan isotoni bila:
a. Tekanan osmosenya sama dengan tekanan osmose cairan tubuh atau
tekanan osmose larutan 0,9% NaCl
b. Titik bekunya sama dengan titik beku cairan tubuh -0,52 0C

Isotonis perlu diperhatikan pada penyuntikan:


a. Subkutan, karena dapat menimbulkan rasa sakit, nekrose (sel-sel jaringan
rusak).
b. Intralumbal, dapat menimbulkan rangsangan pada selaput otak
c. Infusi dapat menimbulkan haemolisa bila larutan hipotonis (pecahnya sel
butir darah merah)
Pada umumnya larutan hipertonis lebih dapat diterima tubuh daripada
hipotonis. Konsentrasi (kadar) sel terlarut berbanding lurus dengan tekanan
osmose dari larutan tersebut. Artinya jika konsentrasi zat-zat terlarut kecil,
maka tekanan osmose kecil.

14
Jika 2 macam cairan/larutan yang dipisahkan oleh suatu selaput
semipermeabel yang mempunyai tekanan osmose yang berlainan, maka
cairan (air) selalu akan mengencerkan larutan yang lebih pekat, agar kedua
sisi selaput tersebut mnejadi seimbang.
Dua buah larutan yang tidak isotonis, maka larutan yang tekanan osmosenya
tinggi akan menyerap air dari larutan yang tekanan osmosenya rendah,
sehingga tekanan osmosenya menjadi seimbang.
Pada suntikan hipotonis:
Sel-sel tubuh akan mengembang
Dapat pecah
Pada suntikan hipertonis:
Sel-sel mengerut
Larutan hipertonis lebih dapat ditahan tubuh daripada hipotonis
Tubuh dapat mengimbangi penyimpangan 10%

3.2. Pencapai pH optimal


Sebaiknya pH larutan obat suntik sama dengan pH cairan tubuh atau disebut
isohidri. Tetapi karena tidak semua obat stabil pada pH cairan tubuh, sering
terjadi bahwa obat dibuat sesuai dengan pH. Stabil/optimal obat. Dalam hal
ada pemilihan antara isohidri dengan pH optimal, maka pemilihan pH optimal
lebih diutamakan.
Pengaturan pH suatu larutan diperlukan untuk:
a. Menjamin stabilitas obat, misalnya mencegah perubahan warna larutan,
efek terapi optimal obat, menghindari terjadinya reaksi obat
b. Mengurangi sifat merangsang beberapa obat atau perasaan sakit waktu
disuntikkan

Pengaturan pH dapat dilakukan dengan:


a. Penambahan zat tunggal, misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk
sulfa-sulfa
b. Penambahan larutan dapar

15
3.3. Pencapai isotoni
Pada penyuntikan larutan dalam jumlah besar, misalnya larutan infusi uang
diberikan secara IV sebaiknya susunan ion dalam larutan disesuaikan dengan
ion-ion dalam darah. Jadi obat-obat infus itu sebaiknya mengandung K, Mg,
Ca, dll, selain Na dan Cl.

3.4. Penambahan bakterisida atau bakteriostatika (pengawet)


Penambahan bakterisida ini dimaksudkan untuk mempertahankan sterilitas
dalam pemakaian atau membantu proses sterilisasi yang temperaturnya tidak
cukup menyeterilkan. Berdasarkan hal tersebut maka:
a. Bakterisida harus ditambahkan pada:
1. Obat suntik yang dibuat secara aseptis
2. Obat suntik yang disterilkan dengan cara penyaringan dengan
penyaring bakteri
3. Obat suntik yang disterilkan dengan pemanasan selama 30 menit pada
suhu 98 100 0C
4. Obat suntik yang diberikan dalam wadah takaran ganda
b. Bakterisida tidak boleh ditambahkan pada obat suntik yang:
1. Sekali penyuntikan IV melebihi 15 ml (boleh untuk multiple dose)
2. Cara penyuntikan secara intraarterium, intrakor, intatekal /
intrasisterna / peridura / subarachonoid

Contoh bakterisida yang dipakai untuk obat suntik yang tercantum dalam FI
III:
Fenol 0,5% b/v, Chlorbutanol 0,5% b/v, Kresol 0,3% b/v, Klorkresol 0,1%
b/v, Fenil raksa II nitrat 0,001% b/v.
Syarat bakteriostatika:
a. Memenuhi syarat-syarat bahan tambahan seperti yang tertera pada
ketentuan umum FI
b. Harus mempunyai daya bakteriostatika yang cukup besar
c. Stabil pada waktu sterilisasi

16
3.5. Penambahan zat pemati rasa setempat (anastetik lokal)
Tujuan: untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan.
Misalnya: procain dalam injeksi penisilan dalam minyak. Novocain dalam
injeksi B-compleks. Benzilalkohol dalam injeksi Luminal Na.

3.6. Bahan Stabilisator


Ini ditujukan antara lain untuk:
a. Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara
Oksidasi dapat dicegah dengan menggantikan oksigen yang ada di ruang
wadah dengan gas lain. Misalnya N2 atau CO2. Dapat pula digunakan zat
pengkelat seperti EDTA 0,01 0,075% yang membentuk senyawa
kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
Zat antioksidan yang sering digunakan dalam larutan berair adalah:
1. Asam askorbat 0,5%
2. Na. Bisulfit 0,15%
3. Na. Metabisulfit 0,2%

Zat antioksidan yang sering digunakan dalam larutan berminyak adalah:


1. Tokoferol 0,5%
2. Butil hidroksi anisol (BHA) 0,02%
3. Butil hidroksi toluen (BHT) 0,02%
b. Mencegah pengendapan alkaloida
Oleh alkali gelas misalnya menambah chelating agent Dinatrium Edetat
untuk mengikat ion logam yang lepas dari wadah kaca atau menambahkan
HCl sehingga bersuasana asam
c. Mencegah perubahan pH
Misalnya dengan menambahkan dapar
d. Memperbesar kelarutan obat (Solubilizing agent)
Seperti
1. Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol,
propilenglikol, gliserin (melarutkan phenobarbital dalam solutio petit)
2. Etilendiamin menambah kelarutan teofilin

17
3. Dietilamin menambah kelarutan barbital
4. Niasianmin dan Na. Salisilat menambah kelarutan Vitamin B2
5. Keratinum, Niasinamid, dan Lesitin untuk menambah kelarutan
senyawa steroid
6. Surfaktan terutama yang non ionik, injeksi hormon

4. Wadah dan tutup


Wadah untuk injeksi dibuat dari kaca atau plastik. Wadah obat suntik dapat
dibedakan:
a. Wadah dosis tunggal (single dose)
Wadah untuk sekali pakai: ampul. Ditutup dengan melebur ujungnya dengan
api sehingga tertutup kedap, tanpa penutup karet.
b. Wadah dosis ganda (multiple dose)
Wadah untuk beberapa kali penyuntikan: vial/flakon. Umumnya ditutup karet
dan aluminium seal. Tutup wadah dosis ganda harus dapat memungkinkan
pengambilan isinya tanpa melepas atau merusak tutupnya.
c. Untk cairan infus digunakan botol infus, biasanya berukuran 500 ml.
Wadah dalam plastik, botol gelas.

Wadah bukan gelas


Farmakope juga menyebutkan tentang wadah plastik/ flabottle (terdiri dari
politetilen. Polipropilen atau polikarbonat) yang lembut. Bahan ini tembus
cahaya seperti kaca dan dapat disterikan dengan gas etilen oksida.
Kelebihan:
Netral secara kimiawi
Tidak terlalu berat dan tidak pecah sehingga mudah diangkut
Tidak diperlukan penutup karet
Kekurangan:
Dapat ditembus oleh uap air, sehingga bila disimpan selama setahun pada suhu
kamar akan kehilangan air sebanyak 1% juga dapat ditembus gas CO2 dan
karenanya akan mengendapkan Karbonat

18
Wadah kaca, syarat:
a. Tidak boleh bereaksi dengan bahan oabt
b. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat
c. Tidak boleh memberikan zara/partikel kecil ke injeksi
d. Harus memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah
e. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok
f. Harus memenuhi syarat uji wadah kaca untuk injeksi

Syarat gelas/kaca:
a. Gelas harus netral, tidak bersifat alkali yang dapat menaikkan pH larutan
injeksi
b. Paad waktu menutup ampul, gelas mudah dilebur
c. Gelas tidak mudah pecah, dan waktu ampul dipotong tidak mengelarkan
pecahan gelas yang lembut

Tutup karet
Digunakan padawadah dosis ganda yang terbuat dari gelas. Tutup karet dibuat
dari karet alam atau karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi
minya, tutup harus dibuat dari bahan ang tahan minyak atau dilapisi bahan
pelindung yang cocok.
Tutup karet akan kontak dengan larutan injeksi pada tekanan dan suhu yang
tinggi, maka karet harus memenuhi syarat fiika dan kimia sebagai berikut:
a. Syarat fisika
Bila ditusuk tidak boleh rusak, tidak boleh ada bagian yang melekat
pada jarum
Lubang bekas ditusuk harus segera tertutup kembali
Harus kenyal, lentur
b. Syarat kimia
Kalau karet dipanasi 120 0C jam dengan air, airnya harus:
pH 5,2 -7
Tetap jernih (tidak keruh), tidak berwarna, boleh pahit sedikit

19
100 ml larutan jika diuapkan sisa tidak lebih dari 10 mg
Air penyari tidak boleh mengandung pirogen
Upanya tidak menghitamkan kertas timbal asetat

Cara mencuci tutup karet


Mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai sabun
kalsium/magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding. Bilasi
dengan air dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan air diganti.

Cara menyeterilkan tutup karet


Masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan
dengan cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang 7 hari. Bakterisida yang
digunakan harus sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntik
dengan kadar 2 kali untuk injeksi dan volume tidak kurang dari 2 ml untuik tiap
g karet. Tutup karet yang mengandung Natrium pirosulfit 0,1% selama tidak
kurang dari 48 jam.

2.5. Cara-cara Perhitungan untuk Membuat Larutan Isotonis


1. Penurunan titik beku (ptb)
2. Ekivalensi NaCl
1. Penurunan Titik Beku (PTB)
Penurunan titik beku dan tekanan osmose adalah salah satu sifat koligatif dari
larutan encer. Sifat koligatif adalah sifat larutan yang hanya tergantung pada
jumlah zat-zat yang terlarut di dalamnya. Oleh karena itu p.t.b sebanding
dengan besarnya tekanan osmose. Dan untuk menghitung isotonis,
diusahakan mempunyai titik beku yang sama dengan cairan tubuh yaitu
0,52 0C
Untuk menghitung larutan isotonis, Farmakope Indonesia merumuskan
dalam:
0,52 1
=
2

B : bobot dalam gram zat yang ditambahkan dalam 100 ml hasil akhir

20
b1 : penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% b/v zat berkhasiat
b2 : penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% b/v zat
berkhasiat
C : kadar zat aktif dalam % b/v
2. Ekivalensi NaCl
Yang dimaksud dengan ekivalensi NaCl adalah sekian gram NaCl yang
menimbulkan tekanan osmose yang sama dengan yang disebabkan 1 gram zat
terlarut
Misalnya:
Dalam tabel FI III halaman 15, bobot NaCl dalam mg yang perlu
ditambahkan untuk membuat isotonis larutan Amfetamin sulfat 1% b/v
(1g/100 ml) = 680 mg = 0,68 g.
Untuk membuat 100 ml isotonis perlu 0,9 g NaCl
Maka ekivalensi NaCl dari Amfetamin sulfat = 0,9 0,68 = 0,22
Artinya:
1 g Amfetamin sulfat menyebabkan tekanan osmose yang sama dengan 0,22
g NaCl
Rumus Ekivalensi
V = W. E. V1
V = (W1 x E1) + (W2 x E2) + ...... 111,1
V : volume larutan yang sudah isotonis disebabkan oleh zat terlarut
W : gram zat terlarut
E : ekivalensi zat terlarut
V1 : volume isotonis 1 g NaC; yang sama dengan 111,1 ml
Contoh soal perhitungan isotonis
1. Dengan cara penurunan titik beku
R/ Atropin Sulfat 100 mg
Scopolamin HBr 100 mg
m.f sol. Isot. C. NaCl ad 10 ml
Dik:
ptb air yang disebabkan 1% b/v Atropin Sulfat = 0,075
ptb air yang disebabkan 1% b/v Scopolamin HBr = 0,07

21
ptb air yang disebabkan 1% b/v NaCl = 0,576
Berapa NaCl yang diperlukan untuk membuat larutan tersebut isotonis?
Jawab:
0,52 (1 1 + 2 2 )
=
3
C1 = 100 mg/10 ml = 1 g/100 ml = 1% b/v

C2 = 100 mg/10 ml = 1 g/100 ml = 1% b/v

0,52 (1 0,075) + (1 0,07)


=
0,576
= 0,651 /100
Jadi NaCl yang harus ditambahkan untuk membuat isotonis = 10/100 x
0,651 g = 0,0651

2. Dengan cara ekivalensi


R/ Atropin Sulfat 100 mg 0,1 g
Scopolamin HBr 100 mg 0,1 g
m.f sol. Isot. C. NaCl ad 10 ml
Dik:
E. Atropin Sulfat = 0,13
E. Scopolamin HBr = 0,12
E. NaCl = 1
Berapa NaCl yang diperlukan untuk membaut larutan tersebut isotonis?
Jawab:
V = [(W1 x E1) + (W2 x E2) + (W3 x E3)] x 111,1
10 = [(0,1 x 0,13) + (0,1 x 0,12) + (W3 x 1)] x 111,1
10 = [0,025 + W3] + 111,1
10 = 2,7775 + 111,1W3
10 2,7775 = 111,1W3
7,2225 = 111,1W3

W3 = 7,225111,1

W3= 0,065 g

22
2.6. Keuntungan dan Kerugiaan Sediaan Injeksi
Keuntungan:
1. Kerja obat cepat
2. Dapat untuk obat:
a. Yang rusak oleh saluran cerna
b. Yang merangsang saluran cerna
c. Tidak diabsorpsi pada saluran cerna
3. Takaran obat lebih terjamin
4. Dapat sebagai depot terapi
5. Dapat diberikan pada pasien yang tidak bisa menelan atau muntah
6. Steril

Kerugian
1. Karena kerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar mengambil tindakan
pencegahan
2. Pemberian obat lebih sukar dan memerlukan tenaga khusus
3. Sakit pada bekas suntikan/anak-anak takut disuntik
4. Kemungkinan infeksi lebih besar dibanding per oral
5. Tidak ekonomis/lebih mahal

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lendir.
Sediaan injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut menurut larutan
pembawanya: Larutan sejati dengan pembawa air; Larutan sejati dengan
pembawa minyak; Larutan sejati dengan pembawa campuran; Suspensi steril
dengan pembawa air; Suspensi steril dengan pembawa minyak; Emulsi steril;
dan serbuk kering dilarutkan dengan air.
Sediaan injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut menurut cara
penyuntikan/penggunaan: Injeksi intraderma atau intrakutan (IK); Injeksi
subkutan atau hipoderma (SK); Injeksi intramuskular (IM); Injeksi intravenus
(IV); Injeksi intraarterium (IA); Injeksi intraker atau intrakardial (IKD); Injeksi
intratekal (IT), intraspinal, intradural; Injeksi intraartikulus; Injeksi
Subkonjungtiva; Injeksi peridural (PD), extradural, epidural; Injeksi
intrasisternal (IS); Injeksi intraperitoneal (IP); Injeksi intrabursa.
Cara pembuatan sediaan injeksi:
o Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan
dengan sangat hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan
asing.
o Memahami Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
o Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat
itu sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika, serta
pertimbangan terapetik tertentu.
o Memilih larutan pembawa injeksi dengan tepat agar dapat mengatur mulai
dan lamanya obat bekerja
Komponen bahan injeksi adalah:
o Bahan obat

24
o Pelarut
o Bahan pembantu
Pencapai isotoni
Pencapai pH optimum
Pencapai isoioni
Bakterisida
Pemati rasa setempat
Stabilisator
o Wadah dan tutup
Keuntungan sediaan injeksi
o Kerja obat cepat
o Dapat untuk obat:
Yang rusak oleh saluran cerna
Yang merangsang saluran cerna
Tidak diabsorpsi pada saluran cerna
o Takaran obat lebih terjamin
o Dapat sebagai depot terapi
o Dapat diberikan pada pasien yang tidak bisa menelan atau muntah
o Steril
Kerugian sediaan injeksi
o Karena kerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar mengambil tindakan
pencegahan
o Pemberian obat lebih sukar dan memerlukan tenaga khusus
o Sakit pada bekas suntikan/anak-anak takut disuntik
o Kemungkinan infeksi lebih besar dibanding per oral
o Tidak ekonomis/lebih mahal

25
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2005). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Anonim. (2011). Formulasi Sediaan Steril. Banjarmasin.
Lukas, S. (2011). Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai