Anda di halaman 1dari 54

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

JAKARTA

PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : Mega Elok Lestari

NPM : 2014210145

PEMINATAN : FARMASI SAINS DAN TEKNOLOGI

JUDUL : UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK


KENTAL BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) DENGAN METODE
PEREDAMAN RADIKAL BEBAS ABTS DAN
DPPH

Disetujui oleh:

Pembimbing

(Dr. Yunahara Farida, M.Si, Apt)

Tanggal:………………

i
DAFTAR ISI
Halaman

PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI .................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1

B. PERUMUSAN MASALAH............................................................... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ................................................................ 4

D. TUJUAN PENELITIAN .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) ............. 5

1. Klasifikasi............ ........................................................................ 5

2. Deskripsi.............. ........................................................................ 5

3. Kandungan Kimia ........................................................................ 6

4. Aktivitas Biologis ........................................................................ 6

B. SIMPLISIA DAN EKSTRAK ........................................................... 7

D. RADIKAL BEBAS ............................................................................ 9

E. ANTIOKSIDAN .............................................................................. 11

F. ANALISIS ANTIOKSIDAN ........................................................... 14

1. Pengujian Aktivitas Antioksidan................................................ 14

ii
2. .Spektrofotometer Ultraviolet-Cahaya Tampak (UV-Vis) ......... 16

G. LANDASAN TEORI ....................................................................... 18

H. HIPOTESIS ...................................................................................... 19

BAB III RENCANA PENELITIAN

A. PRINSIP PENELITIAN ................................................................... 20

B. TEMPAT PENELITIAN .................................................................. 20

C. BAHAN PENELITIAN ................................................................... 20

D. TAHAP PENELITIAN .................................................................... 20

1. Determinasi Tanaman ................................................................ 20

2. Penyiapan Sampel ...................................................................... 21

3. Penapisan fitokimia.....................................................................21

4. Pemeriksaan parameter mutu ekstrak......................................... 21

5. Uji Aktivitas Antioksidan dengan ABTS dan DPPH ................. 22

E. ANALISIS DATA ............................................................................ 22

BAB IV BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN ............................................................................................ 24

B. ALAT ............................................................................................... 24

C. METODE PENELITIAN ................................................................. 24

1. Pengumpulan Bahan................................................................... 24

2. Determinasi tanaman asal .......................................................... 25

3. Penetapan bahan organik asing .................................................. 25

4. Pengukuran derajat halus serbuk simplisia 4/18 ........................ 25

5. Pembuatan ekstrak ..................................................................... 25

iii
6. Penapisan Fitokimia ................................................................... 26

7. Parameter Mutu Ekstrak ............................................................. 29

8. Uji aktivitas antioksidan............................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 39

iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar II 1. Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) ........................... 5


Gambar II 2. Struktur Asam Askorbat ....................................................................... 13
Gambar II 3. Struktur Kimia ABTS ........................................................................... 14
Gambar II 4. Reaksi pembentukan ABTS radikal (ABTS dengan kalium persulfat) 15
Gambar II 5 Struktur Kimia DPPH ............................................................................ 15
Gambar II 6 Reaksi penangkapan radikal bebas oleh antioksidan. ........................... 16
Gambar II 7. Spektrofotometri UV-VIS .................................................................... 17

v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Jadwal kegiatan proposal dan skripsi .................................................... 43


Lampiran 2. Skema kerja penelitian secara umum .................................................... 44
Lampiran 3. Skema kerja ekstraksi buah andaliman .................................................. 45
Lampiran 4. Skema kerja pengujian aktivitas antioksidan metode ABTS................. 46
Lampiran 5. Skema kerja pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH................. 47

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sekarang ini baik media cetak maupun media elektronik bahkan dalam
seminar-seminar ilmiah banyak membahas tentang radikal bebas dan
antioksidan. Hal ini terjadi karena pola hidup kebanyakan masyarakat
terutama dalam hal mengkonsumsi makanan dimana pada saat ini sudah
banyak mengandung bahan-bahan tambahan, yang apabila dikonsumsi dengan
kadar yang berlebihan akan berdampak buruk bagi tubuh dan tanpa disadari
dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas terus-menerus, baik melalui proses
metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi juga akibat respons dari
luar tubuh seperti polusi lingkungan, ultraviolet, asap rokok, dan lain-lain.
Akibatnya berbagai penyakit bermunculan menyerang tubuh kita. Berdasarkan
pernyataan tersebut diyakini bahwa meningkatnya usia, pembentukan radikal
bebas juga makin meningkat karena sel-sel tubuh mengalami degenerasi,
proses metabolisme terganggu dan respon imun juga menurun sehingga
memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif (1).
Penyakit degeneratif di Indonesia yang paling banyak diantaranya
diabetes melitus dan hipertensi. Pada tahun 2015 (WHO), 416 juta orang
dewasa dengan diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di 1980an. Pada
tahun 2040 diperkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta sementara untuk
hipertensi di Indonesia berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 sebanyak 26,5 % (2). Survei Indikator Kesehatan
Nasional (Sirkesnas) pada tahun 2016 melihat angka tersebut meningkat
menjadi 32,4 persen (3).
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor)
atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat

1
2

reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif. Akibatnya kerusakan sel akan dihambat (1). Senyawa-senyawa yang
mampu menghilangkan, membersihkan, menahan efek radikal disebut
antioksidan (4).
Konsumsi antioksidan dalam jumlah yang memadai dilaporkan dapat
menurunkan penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular, kanker,
aterosklerosis, osteoporosis, dan lain-lain. Konsumsi makanan yang
mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan
menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Kecukupan
antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua kelompok usia (1).
Keanekaragaman hayati Indonesia sangat berpotensi dalam penemuan
senyawa baru sebagai antioksidan (5). Salah satu tumbuhan yang menarik
untuk diteliti sebagai komponen aktif antioksidan adalah buah andaliman.
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) famili Rutaceae adalah
tanaman yang khas dijumpai di Sumatera Utara, Indonesia. Buahnya umum
digunakan sebagai bumbu masakan tradisional suku Batak. Saat ini
andaliman diperhitungkan menjadi sumber senyawa aromatik dan minyak
esensial. Buahnya mengandung senyawa aromatik dengan rasa pedas dan
getir yang khas. Jika dimakan meninggalkan efek menggetarkan alat
pengecap dan menyebabkan lidah terasa kebal (6).
Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) merupakan
salah satu tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat tradisional yang
berkhasiat sebagai antioksidan alami dan antibakteri. Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) telah dilaporkan mengandung senyawa
polifenol, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu dalam
andaliman juga terdapat kandungan minyak atsiri seperti geraniol, linalool,
cineol, dan citronellal yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon.
Fraksi non volatil dari genus Zanthoxylum diidentifikasi mengandung
senyawa flavonoid, terpen, alkaloid dan beberapa jenis lignan (7).
3

Hasil penelitian sebelumnya memiliki aktivitas antiradikal ekstrak


etanol buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) konsentrasi 200
ppm yang menunjukkan daya inhibisi sebesar 61,81% (8).
Penggunaan buah Andaliman sebagai sumber antioksidan alami telah
dilaporkan oleh Wijaya (1999) bahwa buah andaliman menunjukkan
akitivitas antioksidan lebih tinggi dari -tokoferol. Sementara menurut Edi
Suryanto dan Rorong (2001) melaporkan bahwa oleoresin buah andaliman
menunjukkan aktivitas antioksidan yang relatif hampir sama dengan BHT.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak buah andaliman
mempunyai kemampuan sebagai penstabil (quenching) oksigen singlet pada
fotooksidasi asam linoleat dan minyak kelapa sawit. Ekstrak etanol dari
andaliman dapat bertindak sebagai penangkal radikal bebas (9).
Hasil penelitian ekstrak n-butanol dari buah andaliman yang diuji
memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 53,51 μg/mL dan ekstrak
metanol dari buah andaliman yang diuji memiliki aktivitas antioksidan
dengan nilai IC50 26,39 μg/mL (10).
Selain digunakan sebagai antioksidan, ekstrak dari Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) yang mempunyai aktivitas antioksidan
yang paling tinggi diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai minuman
fungsional. Efek ekstrak buah andaliman telah dipelajari untuk aktivitas
antioksidannya dalam banyak penelitian tetapi belum ada penelitian tentang
pengaruh perbedaan metode antioksidan terhadap aktivitas antioksidannya.

B. PERUMUSAN MASALAH
Isolasi komponen kimia dari suatu bahan alam dapat dilakukan dengan
ekstraksi menggunakan metode maserasi. Pemilihan pelarut yang tepat
dalam proses isolasi sangat penting. Pelarut yang dapat digunakan untuk
mengisolasi komponen kimia dengan kepolaran rendah adalah heksana,
petroleum eter, benzena, dan toluena sedangkan untuk mengisolasi
senyawa yang lebih polar dapat digunakan etil asetat, kloroform, butanol,
4

metanol, etanol, dan air. Hasil isolasi dengan pelarut yang berbeda akan
menghasilkan ekstrak dengan komponen kimia yang berbeda pula dan hal
tersebut dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak. Pengujian
aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain
penangkapan radikal DPPH untuk sampel tanaman obat dan ABTS untuk
sampel yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik. Pemilihan metode
pengujian aktivitas antioksian harus tepat dan disesuaikan dengan sampel
yang diuji. Hasil pengujian aktivitas antioksidan tergantung pada
kandungan komponen kimia yang berfungsi sebagai antioksidan yang
terdapat dalam ekstrak tersebut. Atas dasar tersebut, apakah terdapat
perbedaan aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman yang diberi
perlakuan ekstraksi bertingkat (n-heksana, etil asetat dan etanol) dengan
metode peredaman radikal bebas ABTS dan DPPH.

C. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dibuktikan secara
ilmiah mengenai aktivitas antioksidan tertinggi dari ekstrak n-heksana, etil
asetat, dan etanol sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan
penggunaan buah andaliman sebagai obat atau minuman fungsional.

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengidentifikasi golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia
dan ekstrak n-heksan, etil asetat, etanol buah andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC).
2. Menetapkan parameter mutu spesifik dan non spesifik ekstrak n-heksana,
etil asetat, etanol buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC).
3. Menetapkan aktivitas antioksidan tertinggi dalam ekstrak n-heksana, etil
asetat dan etanol buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC)
terhadap peredaman radikal bebas ABTS dan DPPH.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Gambar II 1. Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) (11)

1. Klasifikasi (11)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Zanthoxylum
Spesies : Zanthoxylum acanthopodium

2. Deskripsi
Semak atau pohon kecil bercabang rendah, tegak, tinggi mencapai 5 m,
menahun. Batang, cabang, dan ranting berduri. Daun tersebar,
bertangkai, majemuk menyirip beranak daun gasal, panjang 5-20 cm
dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Rakis bersayap,

5
6

permukaan bagian atas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri; 3-
11 anak daun, berbentuk jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepi
bergerigi halus, paling ujung terbesar, anak daun panjang 1-7 cm, lebar
0.5-2.0 cm. Permukaan atas daun hijau berkilat dan permukaan bawah
hijau muda atau pucat, daun muda permukaan atas hijau dan bawah
hijau kemerahan. Bunga di ketiak, majemuk terbatas, anak payung
menggarpu majemuk, kecil-kecil; dasar bunga rata atau bentuk
kerucut; kelopak 5-7 bebas, panjang 1-2 cm, warna kuning pucat;
berkelamin dua, benang sari 5-6 duduk pada dasar bunga, kepala sari
kemerahan, putik 3-4, bakal buah apokarp, bakal buah menumpang.
Buah kotak sejati atau kapsul, bulat, diameter 2-3 mm, muda hijau, tua
merah; tiap buah satu biji, kulit keras, warna hitam berkilat.
Berdasarkan hasil deskripsi, andaliman merupakan anggota famili
Rutaceae (6).

3. Kandungan Kimia
Buahnya umum digunakan sebagai bumbu masakan tradisional suku
Batak. Menurut Simangunsong menyatakan bahwa andaliman
mengandung senyawa polifenol, monoterpen dan seskuiterpen, serta
kuinon. Selain itu dalam andaliman juga terdapat kandungan minyak
atsiri seperti geraniol, linalool, sineol, dan sitronellal yang
menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon sehingga jika dimakan
meninggalkan efek menggetarkan alat pengecap dan menyebabkan
lidah terasa kebal (7). Sementara itu, Katzer dalam penelitiannya
menyatakan bahwa fraksi non volatil dari genus Zanthoxylum
diidentifikasi mengandung senyawa flavonoid, terpen, alkaloid dan
beberapa jenis lignan (8).

4. Aktivitas Biologis
Buah Zanthoxylum digunakan untuk mengobati pencernaan, asma dan
bronkitis, mengurangi rasa sakit, penyakit jantung, penyakit mulut, gigi
dan tenggorokan, juga untuk mengobati diare. Kulit akar dan daun akar
7

digunakan untuk menyembuhkan sakit perut, sakit gigi, batuk, dan


penyakit kelamin, rematik dan sakit pinggang. Zanthoxylum memiliki
beberapa aktivitas biologis seperti anti-inflamasi, analgesik,
antioksidan, antibiotik, antiretroviral, antiplasmodial, sitotoksik,
antiproliferatif, anthelmintik, antiviral, antikonvulsan, antijamur (11).
Isolasi senyawa ekstrak diklorometana dari akar dan kulit kayu
Zanthoxylum usambarense menghasilkan dua senyawa alkaloid, yaitu
canthin-6-one sebagai fungisida dan pelitorin sebagai insektisida.
Senyawa alkaloid yang berasal dari ekstrak diklorometana akar dan
kulit Zanthoxylum chiloperone var. angustifolium menunjukkan
aktivitas antijamur terhadap Candida albicans, Aspergillus fumigatus
dan Trichophyton mentagrophytes (11).
Minyak atsiri Zanthoxylum armatum menunjukkan penghambatan
kuat pertumbuhan miselium jamur. Aktivitas antitumor minyak
esensial daun Zanthoxylum rhoifolium telah dipelajari secara in vitro
dan in vivo (11).

B. SIMPLISIA DAN EKSTRAK


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati,
simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tanaman atau eksudat
tumbuhan (12).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa sehingga memenuhi bahan baku yang telah ditetapkan
(12,13).
8

C. EKSTRAKSI
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti berikut (14):
1. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut
a. Cara dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhausive extraction) yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan.
b. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
2) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)
pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar),
yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 .
9

4) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur terukur (96-98 ) selama waktu
tertentu (15-20 menit).
5) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit)
dan temperatur sampai titik didih air.

Ekstrak yang diperoleh sesudah pemisahan cairan dari residu


tanaman obat dinamakan “micella”. Micella ini dapat diubah menjadi
bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinktura atau sebagai
produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak
kering (15).

D. RADIKAL BEBAS
Radikal bebas adalah atom, molekul atau senyawa yang dapat berdiri
sendiri yang mempunyai elektron tidak berpasangan, oleh karena itu
bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang tidak berpasangan
selalu berusaha untuk mencari pasangan baru, sehingga mudah bereaksi
dengan zat lain (protein, lemak maupun DNA) dalam tubuh. Tubuh
manusia mengandung molekul oksigen yang stabil dan yang tidak stabil.
Molekul oksigen yang stabil penting untuk memelihara kehidupan sel.
Dalam jumlah tertentu radikal bebas diperlukan untuk kesehatan, akan
tetapi radikal bebas bersifat merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal
bebas dalam tubuh adalah untuk melawan radang, membunuh bakteri dan
mengatur tonus otot polos dalam organ dan pembuluh darah (16).
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya
bukan radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas misalnya
10

Hidrogen perokisda (H2O2). Pembentukan radikal bebas terjadi secara terus


menerus di dalam tubuh. Hal ini terjadi melalui proses metabolisme sel
normal, proses peradangan, kekurangan nutrisi, maupun sebagai respons
adanya radiasi sinar gamma, ultraviolet (UV), polusi lingkungan dan asap,
bahan kimia dalam makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu pestisida,
dan bahan tambahan makanan lainnya), bahan kimia termasuk obat-obatan.
Diet (pola makan sendiri) juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal
bebas (16).
Tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi
yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi, dengan mekanisme kerja sebagai
berikut (1,17):
a. Tahap inisiasi, merupakan awal pembentukan radikal bebas.
Pada tahap ini radikal bebas mulai terbentuk yang diproduksi oleh
beberapa proses. Suhu tinggi, proses ekstrusi dan tekanan pada proses
pemotongan bahan polimer dapat menghasilkan radikal alkil.
Fe++ + H2O → Fe+++ + OH- + • OH
R1-H + • OH → R1 • + H2O
b. Tahap Propagasi, merupakan awal pemanjangan rantai radikal atau
reaksi, dimana radikal-radikal bebas akan diubah menjadi radikal-
radikal yang lain.
R2-H + R1 • → R2 + R1-H
R3-H + R2 • → R3 + R2-H
c. Tahap terminasi, yaitu senyawa radikal yang bereaksi dengan radikal
lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya
rendah.
R1 • + R1 • → R1 - R1
R2 • + R1 • → R2 - R1
R2 • + R2 • → R2 – R2 dst
Antara radikal bebas dengan antioksidan terdapat hubungan berlawanan.
Hubungan antagonis ini menciptakan keseimbangan tubuh dalam
menghadapi radikal bebas yang berpotensi merusak sistem tubuh.
11

E. ANTIOKSIDAN
Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan
radikal bebas. Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen kimia
yang dalam kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat atau
memperlambat kerusakan akibat proses oksidasi (17). Antioksidan bekerja
dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat
oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat di hambat (16).
Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah
berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran kemungkinan
efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (17).
Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber antioksidan penting,
dan telah dibuktikan bahwa pada orang yang banyak mengkonsumsi
sayuran dan buah-buahan memiliki resiko yang lebih rendah menderita
penyakit degeneratif dan kronis dibandingkan dengan yang kurang
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (18).
Resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker,
aterosklerosis, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya bisa
diturunkan dengan mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup.
Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan
status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat
penuaan. Kecukupan antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua
kelompok usia (1).
Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat
digolongkan menjadi yaitu (17,19):
a. Antioksidan primer
Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai pemutus
reaksi berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa bereaksi dengan
radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk-produk yang
lebih stabil. Antioksidan ini bekerja untuk mencegah pembentukan
12

senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi
molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal
bebas bereaksi. Contoh antioksidan primer adalah Superoksida
Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase, katalase dan protein
pengikat logam.

b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang
bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah
terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder berperan sebagai
pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen, pengurai hidroperoksida
menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi UV atau deaktivasi
singlet oksigen. Asam sitrat, EDTA dan turunan asam fosfat adalah
senyawasenyawa pengkelat ion-ion logam. Contoh antioksidan
sekunder adalah vitamin E, vitamin C, β-caroten, isoflavon, bilirubin
dan albumin.

c. Antioksidan tersier.
Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang
disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim-
enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfida reduktase.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok,
yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan
alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan
penggunaannya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam
makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA), Butylated
Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) dan
tokoferol.
13

1) Asam Askorbat
Senyawa pembanding yang sering digunakan adalah vitamin C.
Vitamin C bekerja sebagai antioksidan sekunder yang
menghambat aktivitas radikal bebas dan mencegah terjadinya
reaksi berantai. Vitamin C lebih banyak digunakan karena
vitamin C merupakan antioksidan alami yang lebih baik
dibandingkan antioksidan sintetik. Atom hidrogen pada gugus
hidroksil berikatan dengan radikal bebas sehingga meningkatkan
stabilitas radikal bebas. Vitamin C memiliki empat gugus
hidroksil sehingga aktivitas antioksidan vitamin C jauh lebih kuat
(20).
Asam askorbat disebut juga vitamin C, merupakan vitamin
yang paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi. Struktur
kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak
stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 diudara
menjadi asam dehidroaskorbat (21).

Gambar II 2. Struktur Asam Askorbat (21)


14

F. ANALISIS ANTIOKSIDAN
1. Pengujian Aktivitas Antioksidan
a. Metode ABTS
1) Struktur Kimia :

Gambar II 3. Struktur Kimia ABTS (22)

2) Nama Kimia : 2,2’-azinobis-(3-etilbenzotiazolin-6-asam sulfonat)


3) Rumus Kimia : C18H18N4O6S4
4) Pemerian : Serbuk kuning kehijauan sampai hijau (22)

Metode ABTS mempunyai kelebihan dibanding metode lainnya yaitu


pengujian sederhana, mudah diulang, dan yang paling penting adalah
fleksibel dan dapat digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan yang
bersifat hidrofilik maupun hidrofobik dalam ekstrak makanan atau cairan
(23).
Asam 2,2’-Azinobis (3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat (ABTS)
merupakan substrat dari peroksidase, di mana ketika dioksidasi dengan
kehadiran H2O2 akan membentuk senyawa radikal kation metastabil
dengan karakteristik menunjukan absorbansi kuat pada panjang
gelombang 414 nm. ABTS merupakan senyawa larut air dan stabil secara
kimia. Akumulasi dari ABTS dapat dihambat oleh antioksidan pada
medium reaksi dengan aktivitas yang bergantung waktu reaksi dan
jumlah antioksidan (24).
15

Gambar II 4. Reaksi pembentukan ABTS radikal dari ABTS dengan kalium persulfat (22)

b. Metode DPPH
1) Struktur Kimia :

Gambar II 5 Struktur Kimia DPPH (25)

2) Nama Kimia : 1,1- difenil-2-pikrilhidrazil


3) Rumus Kimia : C18H12N5O6
4) Berat Molekul : 394,32 g/mol
5) Pemerian : Bubuk kristal berwarna gelap (25).

Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berupa padatan


maupun cairan (20). Kelebihan metode DPPH ini yaitu metodenya yang
sederhana, mudah, cepat, peka, serta memerlukan sampel dalam jumlah
16

kecil. Mudah diterapkan karena senyawa radikal DPPH yang digunakan


bersifat relatif stabil dibanding metode lainnya (26).
Prinsip metode ini adalah adanya donasi atom hidrogen (H+) dari
substansi yang diujikan pada radikal DPPH menjadi senyawa non radikal
difenilpikrilhidrazin yang akan ditunjukkan oleh perubahan warna.
Perubahan warna yang terjadi adalah perubahan warna dari ungu menjadi
kuning, dimana intensitas perubahan warna DPPH berbanding lurus
dengan aktivitas antioksidan untuk meredam radikal bebas tersebut (26).

DPPH teroksidasi (ungu) DPPH tereduksi (kuning)


1,1-difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil

Gambar II 6 Reaksi penangkapan radikal bebas oleh antioksidan (26).

2. Spektrofotometer Ultraviolet-Cahaya Tampak (UV-Vis)


Spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak (UV-Vis) adalah metode analisis
yang didasarkan atas pengukuran intensitas cahaya pada panjang gelombang
yang sesuai (28). Spektrofotometri UV-Vis mengukur serapan radiasi
elektromagnetik pada rentang panjang gelombang yang sempit dan
pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (UV) dengan
rentang panjang gelombang 190-380 nm dan pada daerah cahaya tampak
(Visibel) dengan panjang gelombang 380-780 nm (29).
Hubungan antara harga serapan dengan konsentrasi larutan dapat
dinyatakan dengan hukum Lambert Beer yaitu (29):
A= a.b.c
17

Penyimpangan terhadap hukum Lambert Beer disebabkan karena


kondisi penrcobaan yang ideal tidak terpenuhi lagi yaitu cahaya tidak
kromatis, cahaya sampingan (stray radiation) mengenai detektor, kepekaan
detektor berubah, intensitas sumber cahaya dan amplifier dari detektor
berubah-ubah karena tegangan tidak sabil, pada disosiasi-disosiasi
keseimbangan kimia berubah, misalnya pada perubahan pH larutan, larutan
berfluorosensi, suhu larutan berubah selama pengukuran (29).

Gambar II 7. Spektrofotometri UV-VIS (28)

Secara umum, instrumen spektrofotometer cahaya tampak adalah


sebagai berikut (29):
a. Sumber cahaya
Sumber cahaya berfungsi untuk menghasilkan radiasi pada daerah
panjang gelombang pengukuran. Ada dua macam sumber cahaya yang
dapat digunakan, yaitu lampu deutrium (D2) dan lampu wolfram/ tungsten
(W). Lampu D2 digunakan untuk pengukuran didaerah ultraviolet,
sedangkan lampu wolfram untuk daerah cahaya tampak.
b. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menseleksi cahaya polikromatis yang
berasal dari lampu sehingga menghasilkan cahaya monokromatis yang
diperlukan untuk pengukuran seperti yang dipersyaratkan dalam Hukum
Beer. Ada dua jenis monokromator yang biasa digunakan, yaitu prisma
dan kisi difraksi (grating).
18

c. Ruang sampel
Ruang sampel (sample compartment) berfungsi sebagai tempat kuvet.
Kuvet yang digunakan sebagai wadah larutan zat uji. Ada beberapa jenis
kuvet yang dapat digunakan tergantung dari daerah panjang gelombang
pengukuran. Pengukuran didaerah cahaya tampak dapat menggunakan
kuvet yang terbuat dari plastik, gelas, atau kuarsa/silika, sedangkan
pengukuran didaerah ultraviolet hanya dapat digunakan kuvet
kuarsa/silika. Kuvet gelas atau plastik tidak dapat digunakan didaerah
ultraviolet karena cahaya tidak dapat menembusnya.
d. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah sinyal radiasi yang diterima setelah
berinteraksi dengan larutan zat uji menjadi sinyal listrik. Oleh karena itu
kualitas detektor akan menentukan kualitas hasil pengukuran
spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak.
e. Amplifier
Amplifier berfungsi untuk memperbesar sinyal listrik dari
detektor.sehingga dapat diperoleh serapan
f. Rekorder
Dari rekorder kita dapat memperoleh informasi data hasil pengukuran
yaitu serapan, transmittan, spektrum serapan maupun transmittan.

G. LANDASAN TEORI
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal radikal bebas yang ada
didalam tubuh. Selain obat-obat sintetik, dapat juga digunakan senyawa
dari bahan alam yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Salah
satu bahan alam yang mengandung antioksidan adalah buah andaliman
yang telah terbukti mengandung senyawa polifenol, senyawa terpen seperti
geraniol, linalool, limonen dan flavonoid (7,8).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol dari buah
andaliman memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 53,51 μg/mL
dan ekstrak metanol dari buah andaliman yang diuji memiliki aktivitas
19

antioksidan dengan nilai IC50 26,39 μg/mL (10). Buah andaliman


menunjukkan akitivitas antioksidan lebih tinggi dari -tokoferol dan
oleoresin dari buah andaliman menunjukkan aktivitas antioksidan yang
relatif hampir sama dengan BHT (9).
Penentuan senyawa dalam ekstrak tanaman yang dapat digunakan
sebagai antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode in vivo dan in
vitro. Para peneliti lebih mengembangkan metode in vitro karena metode in
vivo membutuhkan waktu pengerjaan yang lama. Metode in vivo terdiri dari
Ferric reducing ability of plasma (FRAP), Glutathione-S-transferase (GSt),
Reduced glutathione (GSH) estimation, Superoxide dismutase (SOD)
method, LDL assay. Metode antioksidan secara in vitro terbagi menjadi
metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), Hydrogen peroxide scavenging
(H2O2) assay, Nitric oxide scavenging activity, ABTS, Thiobarbituric acid
(TBA) dan Ferric thiocyanate (FTC) (30).
Untuk mengidentifikasi senyawa antioksidan yang terdapat dalam
bahan alam dalam hal ini buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium
DC.) dengan melakukan teknik pemisahan terlebih dahulu melakukan
ekstraksi dengan pelarut bertingkat selanjutnya ekstrak yang diperoleh diuji
aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal bebas ABTS dan
DPPH.

H. HIPOTESIS
1. Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) mempunyai
aktivitas antioksidan.
2. Ekstrak etanol buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi.
3. Terdapat perbedaan aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan metode peredaman radikal
bebas ABTS dan DPPH.
BAB III
RENCANA PENELITIAN

A. PRINSIP PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan dimulai dengan pengumpulan, penyediaan,
determinasi buah andaliman, pemeriksaan bahan organik asing, pengukuran
derajat derajat halus serbuk simplisia buah andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.). Buah andaliman yang telah disebukkan dengan derajat
kehalusan 4/18 dilakukan skrining fitokimia dan langkah selanjutnya serbuk
simplisia diekstraksi secara bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil
asetat dan etanol dengan metode maserasi kinetik. Maserat yang diperoleh
kemudian dipekatkan dengan vakum rotavapor hingga diperoleh ekstrak
kental. Kemudian dilakukan analisis parameter mutu spesifik dan non spesifik
ekstrak serta diuji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal
bebas secara invitro yaitu ABTS dan DPPH.

B. TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, Jakarta.

C. BAHAN PENELITIAN
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC).

D. TAHAP PENELITIAN
1. Determinasi Tanaman
Untuk memastikan kebenaran simplisia yang dipakai dalam penelitian,
bahan perlu dideterminasi sebelum dilakukan tahap pengujian.
Determinasi dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Badan Penelitian dan

20
21

Pengembangan Botani, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI,


Bogor.

2. Penyiapan Sampel
a. Pembuatan simplisia kering dan simplisia diserbukkan dengan derajat
kehalusan 4/18
b. Pembuatan ekstrak
Ekstraksi serbuk simplisia dilakukan secara bertingkat (n-heksana,
etil asetat dan etanol) menggunakan metode ekstraksi maserasi
kinetik.

3. Penapisan fitokimia
a. Identifikasi golongan alkaloid
b. Identifikasi golongan flavonoid
c. Identifikasi golongan saponin
d. Identifikasi golongan tanin
e. Identifikasi golongan kuinon
f. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid
g. Identifikasi golongan minyak atsiri
h. Identifikasi golongan kumarin

4. Pemeriksaan parameter mutu ekstrak


a. Parameter mutu spesifik ekstrak
1) Pemeriksaan organoleptik
2) Penetapan senyawa terlarut dalam air
3) Penetapan senyawa terlarut dalam etanol
b. Parameter non spesifik
1) Penetapan susut pengeringan
2) Penetapan kadar air
3) Penetapan kadar abu total
4) Penetapan kadar abu tidak larut asam
5) Penetapan sisa pelarut
22

6) Penteapan cemaran logam berat


7) Penetapan cemaran mikroba

5. Uji Aktivitas Antioksidan dengan ABTS dan DPPH


a. Metode ABTS
1) Pembuatan larutan stok ABTS
2) Penetapan waktu stabil
3) Pengukuran panjang gelombang serapan maksimum ABTS
4) Penentuan waktu stabil (operating time) ABTS dengan senyawa
antioksidan
5) Pembuatan larutan baku pembanding Vitamin C BPFI
6) Pembuatan larutan uji
7) Pembuatan larutan blangko

b. Metode DPPH
1) Pembuatan larutan DPPH
2) Penetapan panjang gelombang maksimum
3) Penetapan waktu stabil (operating time)
4) Pembuatan larutan blanko
5) Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif
6) Pembuatan larutan uji
7) Pengukuran serapan

E. ANALISIS DATA
1. Perhitungan aktivitas antioksidan
Pada setiap ekstrak yang diperoleh dilakukan analisis uji aktivitas
antioksidan yang meliputi:
Metode ABTS dan DPPH
Data yang didapat dari uji aktivitas antioksidan digunakan untuk menghitung
persen (%) peredaman radikal bebas dan dibuat persamaan regresi linear
dengan konsentrasi sebagai sumbu x dan peredaman radikal bebas sebagai
23

sumbu y. Dihitung nilai IC50 dari persamaan regresi linear yang didapat
dengan memasukkan data y=50 dan x=IC50

% Hambatan (inhibisi) = .
BAB IV
BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN
Simplisia dari buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC); n-heksan,
etil asetat; etanol 70%; asam klorida encer pekat; aquadest; kloroform; etanol
96%; ammonia 30%; asam klorida 1:10; larutan gelatin 2%; asam klorida
pekat; amilalkohol; besi (III) klorida 1%; natrium asetat pekat; asetonitril
pekat; magnesium sulfat 25%; asam sulfat 2N; asam klorida 2N; ammonium
hidroksida 30%; perbenihan Potato Dextrose Agar (PDA); Nutrient Agar
(NA); dapar fosfat pH 7,0; ABTS; kalium persulfat; vitamin C; DPPH

B. ALAT
Alat-alat gelas kualitatif dan kuantitatif (Pyrex, Duran, Iwaki), timbangan
analitik, timbangan microbalance, alumunium foil, kertas saring, desikator,
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV-1800, penangas air, maserator
kinetik, vakum rotavapor, oven, inkubator, desikator, cawan penguap,
penjepit besi, penjepit kayu, spatula, blender, ayakan 4/18, lemari pendingin,
krus porselen, mikropipet, kertas saring.

C. METODE PENELITIAN
1. Pengumpulan Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah buah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC), yang diperoleh dari daerah Senen,
Jakarta Pusat, penyediaan simplisia dilakukan dari buah segar, lalu
dibersihkan dari pengotor dan bahan organik asing, kemudian buah
dikeringkan kemudian digiling menjadi serbuk. Serbuk yang diperoleh
disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat.

24
25

2. Determinasi tanaman asal


Determinasi tanaman ini dilakukan untuk menentukan kebenaran
simplisia yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi buah
andaliman dilakukan oleh “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani Pusat
Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

3. Penetapan bahan organik asing


Simplisia utuh atau rajangan ditimbang 100 gram secara saksama dan
disebarkan diatas kertas yang bersih, lalu dibagi menjadi empat bagian
dan masing-masing kelompok dipilih dan dipisahkan bahan organik
asingnya dengan mata biasa atau dengan kaca pembesar. Bahan organik
asing yang dipisahkan ditimbang sampai ketelitian 0,005 g dan ditimbang
kadar bahan organik asingnya per 100 gram simplisia yang ditimbang.

4. Pengukuran derajat halus serbuk simplisia 4/18


Serbuk simplisia ditimbang saksama 100 g diayak dengan ayakan nomor
4, lalu ditimbang jumlah serbuk yang dapat melalui ayakan nomor 4 dan
serbuk yang tidak dapat melewati ayakan nomor 4. Serbuk yang dapat
melewati ayakan nomor 4, diayak melalui ayakan nomor 18, lalu
ditimbang jumlah serbuk yang dapat melewati ayakan nomor 18 dan
serbuk yang tidak dapat melewati ayakan nomor 18. Dihitung presentase
serbuk yang dapat melewati masing-masing ayakan dan dihitung terhadap
serbuk yang digunakan. Ditetapkan ukuran serbuk simplisia.

5. Pembuatan ekstrak
Maserasi kinetik dengan pelarut bertingkat (n-heksana, etil asetat, etanol)
Buah andaliman kering diekstraksi dengan n-heksana selama 24 jam, lalu
disaring, kemudian filtrat n-heksana diuapkan pelarutnya dengan vakum
rotavapor, sedangkan residunya dimaserasi kembali dengan etil asetat
selama 24 jam, lalu disaring. Filtrat etil asetat diuapkan pelarutnya
dengan vakum rotavapor, lalu residunya dimaserasi dengan etanol selama
26

24 jam, lalu disaring. Kemudian, filtrat etanol diuapkan pelarutnya


dengan vakum rotavapor sedangkan residunya dibuang.

6. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak dilakukan dengan
menggunakan metode Farnsworth (1966) meliputi :
a. Identifikasi golongan alkaloid
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dilembabkan dengan 5 mL
ammonia 30% (pekat), digerus dalam mortir kemudian ditambahkan
2 mL kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut
disaring dengan kertas saring diperoleh filtrat berupa larutan organik
(sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 mL) diekstraksi
dengan 10 mL larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung
reaksi, diambil larutan bagian atasnya (sebagian larutan B). Larutan
A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau
ditetesi dengan pereaksi Dragendorff, terbentuk warna merah jingga
pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B
dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing
pereaksi Dragendorff dan Mayer, terbentuk endapan merah bata
dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi
Mayer menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid.

b. Identifikasi golongan flavonoid


Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 100
mL air panas, dididihkan selama 5 menit, disaring dengan kertas
saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan
percobaan. Kedalam 5 mL larutan percobaan (dalam tabung reaksi),
ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 mL
HCl pekat, ditambahkan 5 mL amilalkohol, dikocok dengan kuat,
dibiarkan hingga memisah, terbentuk warna dalam larutan
amilalkohol menujukkan adanya senyawa flavonoid.
27

c. Identifikasi golongan saponin


Sebanyak 10 mL larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b,
dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal
selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit, terbentuk busa
yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa
golongan saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% (encer) busa
tetap stabil.

d. Identifikasi golongan tanin


Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia ditambahkan 100
mL air, dididihkan selama 15 menit, didinginkan dan disaring dengan
kertas saring dan filtrat yang diperoleh dibagi dua bagian. Kedalam
masing-masing 5 filtrat (dalam tabung reaksi).
1. Ditambahkan beberapa tetes larutan Ferri (III) klorida 1%,
terbentuk warna biru hijau violet.
2. Ditambahkan beberapa tetes larutan gelatin 2% terbentuk
endapan putih menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.
Kedalam 50 mL filtrat yang kedua ditambahkan 15 mL pereaksi
Stiasny (Formaldehid 30% - HCl (pekat) 2:1), dipanaskan diatas
penangas air, terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan
adanya tanin katekuat. Endapan disaring, filtrat yang diperoleh
dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa
tetes larutan Ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru tinta
menunjukkan adanya tanin galat

e. Identifikasi golongan kuinon


Sebanyak 5 mL larutan percobaan dari b, dimasukkan kedalam
tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1N,
terbentuk warna merah intensif menunjukkan adanya senyawa
golongan kuinon.
28

f. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid


Ditimbang lebih kurang 1 gram serbuk simplisia dimasersi dengan 20
mL eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), disaring
dan diambil filtratnya, 5 mL dari filtrat tersebut diuapkan dalam
cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa, kedalam residu
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat (pereaksi Liebermann-Burchard), terbentuk warna hijau atau
merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid atau
triterpenoid.

g. Identifikasi golongan minyak atsiri


Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam
tabung reaksi (volume 20 mL), ditambahkan 10 mL pelarut
petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang
telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10
menit diatas penangas air dan didinginkan, disaring dengan kertas
saring, filtrat diuapkan pada cawan penguap, residu dilarutkan
dengan pelarut alkohol sebanyak 5 mL lalu disaring dengan kertas
saring, filtratnya diuapkan pada cawan penguap, residu berbau
aromatik/ menyenangkan menunjukkan adanya senyawa golongan
minyak atsiri.

h. Identifikasi golongan kumarin


Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia dimasukkan
kedalam tabung reaksi (volume 20 mL) ditambahkan 10 mL
kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah
dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 20 menit
diatas penangas air dan didinginkan, saring dengan kertas saring,
filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, sisa ditambahkan
air panas sebanyak 10 mL, didinginkan, larutan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 0,5 mL larutan ammonia (NH4OH) 10%,
diamati dibawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365
29

nm, maka terjadi fluoresensi warna biru atau hijau, biru kehijauan,
menunjukkan adanya golongan kumarin (31).

7. Parameter Mutu Ekstrak


Parameter mutu ekstrak berdasarkan Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan (2000) meliputi :
a. Parameter mutu spesifik
1) Identitas ekstrak
Deskripsi tata nama
a) Nama ekstrak
b) Nama latin tumbuhan
c) Bagian tumbuhan yang digunakan
d) Nama Indonesia tumbuhan
2) Organoleptik
Diamati konsistensi dan warna dari ekstrak (maserasi dengan
pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol) secara visual dan untuk
bau diperiksa dengan indra penciuman.
3) Penetapan senyawa larut air
Sejumlah 5,0 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100
ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Disaring, kemudian 20 mL filtrat
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara, dipanaskan residu pada suhu 105 hingga bobot
tetap. Kadar senyawa yang larut dalam air dihitung terhadap
ekstrak awal.
4) Penetapan senyawa larut etanol
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100
ml etanol (95%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-
kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan
selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari penguapan
30

etanol. Kemudian 20,0 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam


cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu
pada suhu 105 hingga bobot tetap. Kadar senyawa yang larut
dalam air dihitung terhadap ekstrak awal.

b. Pemeriksaan parameter non spesifik ekstrak


1) Susut pengeringan
Sejumlah 1 gram ekstrak dimasukkan kedalam botol timbang
dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
105 selama 30 menit dan telah ditara, lalu diratakan dengan
menggoyangkan botol hingga lapisannya setebal lebih kurang 5-
10 mm. Kemudian dimasukkan kedalam ruang pengering, dalam
keadaan tutup terbuka, kemudian dikeringkan pada suhu 105
hingga bobot konstan. Sebelum setiap pengeringan, botol
dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator
hingga suhu kamar. Lalu dikeringkan kembali pada suhu 105
hingga bobot tetap. Susut pengeringan dihitung terhadap ekstrak
awal.
2) Kadar air
Sejumlah 50-60 mg ekstrak ditetapkan kadar airnya dengan
menggunakan prinsip titrasi Karl Fischer. Prinsip penetapannya
yakni sampel dititrasi dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen
lain yang digunakan adalah sulfur dioksida dan piridin. Rasio
mutlak antara air dengan iod adalah 1:1 (titik akhir titrasi), sekali
konsentrasi air dalam contoh dapat ditetapkan secara
elektrometrik.
3) Kadar abu total
Sejumlah lebih kurang 1 gram ekstrak yang telah digerus dan
ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus porselen yang telah
dipijarkan dan ditara. Dipanaskan diatas penangas hingga arang
habis, lalu dipijarkan pada suhu 400-600 hingga bobot tetap.
31

Jika arang tidak dapat hilang, maka perlu ditambahkan air panas,
kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu.
Residu dan kertas saring dipijarkan dalam krus porselen yang
sama. Filtrat dimasukkan kedalam krus, diuapkan dan dipijarkan
kembali pada suhu 400-600 hingga bobot tetap. Kadar abu
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan diudara.
4) Kadar abu tidak larut asam
Abu yang sebelumnya telah diperoleh pada penetapan kadar abu
total, dididihkan dengan penambahan 25 mL asam klorida encer
selama 5 menit, kemudian dikumpulkan bagian yang tidak larut
asam, disaring dengan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air
panas, kemudian residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu
400-600 hingga diperoleh bobot konstan. Kadar abu yang tidak
larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
diudara.
5) Sisa pelarut
Sisa pelarut ditetapkan dengan kromatografi gas-cair. Alat
kromatografi gas telah disesuaikan kondisinya dengan hasil
optimasi sebelumnya, kondisi alat kromatografi gas adalah
sebagai berikut :
Gas : Nitrogen LP
Kolom : TR-Wax (30 m x 0,25)
Fase diam : polietilen glikol
Jenis detektor : FID (Flame Ionization Detector)
Suhu awal kolom : 160
Suhu maks. Kolom : 200
Tekanan Kolom : 100 kPa
Laju Aliran Total : 0,78 mL/menit
Split Ratio : 1,0
Volume penyuntikkan : 1,0 μL
32

Suhu terprogram dengan suhu awal 160 dipertahankan selama


5,91 menit hingga suhu 200 .
Larutan uji I : 1,0 g ekstrak diencerkan dengan air ad 50 mL
Larutan baku I : 1,0 mL larutan uji I kedalam labu tentukur 10
mL, diencerkan dengan air ad tanda
Larutan Uji II : Dipipet 1 mL larutan baku I kedalam labu
tentukur 10,0 mL, diencerkan dengan air ad
tanda
Larutan baku I : Dipipet 1 mL larutan baku I kedalam labu
tentukur 10,0 mL, diencerkan dengan air ad
tanda

Masing-masing dilakukan triplo dan disuntikkan lebih kurang 5μl


larutan uji II dan larutan baku II kedalam kromatograf.

6) Cemaran logam berat


a) Penetapan kadar timbal
(1) Larutan uji
Sejumlah 1,0 gram ekstrak ditambahkan 1,0 mL asam
sulfat P, lalu diarangkan diatas pemanas sampai kabut asap
hilang dan dipijarkan didalam tanur hingga menjadi abu.
Kemudian ditambahkan dengan air demineralisata hingga
10 ml. Absorbansi logam diukur dengan spektrofotometri
serapan atom.
(2) Larutan baku timbal 1 bpj
Sejumlah 1,0 mL larutan baku timbal (1000 μg/ml, Pb)
diencerkan dengan air dua kali penyulingan hingga 100
mL. kemudian dipipet 1 mL larutan diencerkan dengan air
demineralisata hingga 10 mL. Absorbansi logam diukur
dengan spektrofotometer serapan atom.
33

(3) Larutan Blanko


Sejumlah 5,0 mL larutan asam nitrat 10% diencerkan
dengan air demineralisata hingga 10 mL. Absorbansi
logam diukur dengan spektrofotometer serapan atom.
(4) Penetapan kadar Kadmium
(a) Larutan uji
Sejumlah 1 gram ekstrak ditambahkan 1,0 mL asam
sulfat P, lalu diarangkan diatas pemanas sampai kabut
asap hilang dan dipijarkan didalam tanur hingga
menjadi abu. Kemudian ditambahkan dengan air
demineralisata hingga 10 mL. Absorbansi logam
diukur dengan spektrofotometer serapan atom.
(b) Larutan baku kadmium 1 bpj
Sejumlah 1,0 mL larutan baku kadmium (1000 μg/ml,
Cd) diencerkan dengan air demineralisata hingga 100
mL. Kemudian dipipet 1 mL larutan diencerkan
dengan air demineralisata hingga 10 mL. Absorbansi
logam diukur dengan spektrofotometer serapan atom.
(c) Larutan blanko
Sejumlah 5,0 mL larutan asam nitrat 10% diencerkan
dengan air demineralisata hingga 10 mL. Absorbansi
logam diukur dengan spektrofotometer serapan atom.

7) Cemaran Mikroba
Sejumlah 1,0 gram ekstrak ditimbang saksama, dimasukkan
kedalam labu ukur 10 mL, tambahkan dapar fosfat (pH 7,2)
secukupnya hingga 1 mL, dicampur. Jika campuran yang
diperoleh berupa larutan atau cairan bening, dilanjutkan
percobaan dengan cara lempeng, jika campuran tidak berupa
larutan atau cairan bening dilanjutkan dengan cara tabung
a) Cara lempeng (Angka Lempeng Total)
34

Setelah dilakukan pengerjaan seperti cara diatas (merupakan


pengenceran 10-1) kemudian pipet 1 mL contoh yang sudah
dicampur, dimasukkan kedalam 9 mL larutan dapar fosfat pH
7,2. Ini merupakan pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran
selanjutnya hingga pengenceran 10-6. Dari setiap pengenceran
dipipet 1 mL kedalam cawan petri dituangkan 15-20 mL
media perbenihan NA (45±1 ), kemudian digoyangkan dan
diputar hingga homogen dan merat. Blanko dibuat pada
cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37 selama 24-48 jam
dalam posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung.
b) Cara tabung
Sebanyak 9 mL perbenihan TSB dimasukkan kedalam
masing-masing 14 tabung reaksi, bagi tabung reaksi dalam 4
kelompok, kelompok pertama dan kelompok kedua masing-
masing terdiri dari 4 tabung reaksi, kelompok ketiga dan
keempat masing-masing terdiri dari 3 tabung reaksi. Dipipet 1
mL dari tabung yang disisihkan kedalam masing-masing
tabung reaksi kelompok ketiga, dicampur, dibuang tabung
reaksi yang telah disisihkan. Sehingga konsentrasi kelompok
pertama, kedua dan ketiga adalah 10-1, 10-2, 10-3 sedangkan
kelompok keempat adalah blanko. Inkubasi pada suhu 35
selama 24-48 jam, dengan menggunakan daftar Most
Probable Number (MPN) dapat dihitung jumlah bilangan
duga terdekat jasad renik tiap gram atau tiap mL sediaan yang
diperiksa.
c) Angka Kapang Khamir
Prosedur sama dengan pengerjaan pada cara lempeng tetapi
dengan menggunakan perbenihan Potato Dextrose Agar
(PDA) (13).
35

8. Uji aktivitas antioksidan


Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap sampel buah
andaliman.
a. Metode ABTS
1) Pembuatan larutan stok ABTS (0,4 mM)
Larutan A : Ditimbang 7,1015 mg ABTS, dilarutkan dalam 5 ml
aquadest. Diinkubasi selama 12 jam
Larutan B : Ditimbang 3,500 mg K2S2O8, dilarutkan dalam 5 ml
aquadest. Diinkubasi selama 12 jam
Larutan A dan B dicampur dalam ruang gelap dan dicukupkan
volumenya dengan etanol absolut sampai 25 ml.
2) Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan Metode ABTS
a) Pengukuran Serapan Larutan Blanko ABTS
Larutan ABTS (0,4 mM) dipipet sebanyak 1 ml dan
dicukupkan volumenya sampai 5 ml dengan etanol absolut
dalam labu tentukur. Larutan ini kemudian diukur dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 750 nm.
b) Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal bebas ABTS
dengan Sampel
Larutan stok sampel ekstrak andaliman 1000 ppm dipipet
masing-masing 50 µl, 100 µl, 150 µl, 200 µl dan 250 µl,
campuran ditambah 1 ml larutan ABTS lalu dicukupkan
volumenya sampai 5 ml dengan etanol absolut sehingga
diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30
ppm, 40 ppm dan 50 ppm. Selanjutnya dihomogenkan lalu
diukur serapan dengan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang 750 nm.
c) Pembuatan Larutan Stok Vitamin C Murni
Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara menimbang
50 mg vitamin C murni dan dilarutkan dengan etanol
absolut, volume akhir dicukupkan hingga 50 ml labu ukur.
36

d) Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal bebas ABTS


dengan vitamin C murni
Pengujian dilakukan dengan memipet masing-masing 15 µl,
20 µl, 25 µl, 30 µl dan 35 µl dari larutan stok vitamin C
murni 1000 ppm, campuran ditambah 1 ml larutan ABTS
lalu dicukupkan volumenya sampai 5 ml dengan etanol
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 3 ppm, 4
ppm, 5 ppm, 6 ppm dan 7 ppm. Selanjutnya dihomogenkan
lalu serapan diukur dengan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang 750 nm.
e) Cara perhitungan
Perhitungan IC50 (Inhibition Concentration 50)
Nilai IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah konsentrasi
antioksidan (bpj) yang mampu memberikan persen
penangkapan radikal sebanyak 50% dibanding kontrol
melalui suatu persamaan garis. Nilai IC50 diperoleh dari
perpotongan garis antara 50% daya hambatan dengan sumbu
konsentrasi, kemudian dimasukkan kepersamaan y=a+bx
dimana y=50 dan nilai x menunjukkan IC50.

b. Metode DPPH ( 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil).


1) Pembuatan larutan stok DPPH (0,4 mM)
Sebanyak lebih kurang 15,8 mg DPPH (BM = 394,32) ditimbang
kemudian dilarutkan dengan metanol pro analyses hingga 100 mL
lalu ditempatkan dalam botol gelap terlindung dari cahaya.
2) Penetapan panjang gelombang maksimum
Dipipet 1,0 mL larutan DPPH (0,4 mM) kedalam labu tentukur
5,0 ml, lalu dimasukkan metanol pro analisis sampai tanda
batas dan dihomogenkan. Selanjutnya dibuat spektrum serapan
pada rentang panjang gelombang 400-600 nm secara
spektrofotometri UV-Vis.
37

3) Penetapan waktu stabil (operating time)


Dipipet 1,0 mL larutan DPPH (0,4 mM) kedalam labu tentukur
5,0 ml, lalu ditambahkan metanol pro analisis sampai tanda
batas dan dihomogenkan. Selanjutnya dilakukan pengukuran
serapan secara spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum selama satu jam.
4) Pembuatan larutan blanko DPPH.
Larutan DPPH 0,4 mM dipipet sebanyak 1 ml dan dicukupkan
volumenya sampai 5 ml dengan metanol absolut dalam labu
terukur. Larutan ini kemudian dihomogenkan dan dibiarkan
selama 30 menit, selanjutnya serapan diukur dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm.
5) Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif.
Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara menimbang 50
mg vitamin C murni dan dilarutkan dengan metanol absolut,
volume akhir dicukupkan hingga 50 ml labu ukur.
6) Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
Larutan DPPH 0,4 mM dipipet sebanyak 1 ml dan dicukupkan
volumenya sampai 5 ml dengan metanol absolut dalam labu
tentukur. Larutan ini kemudian dihomogenkan dan dibiarkan
selama 30 menit, selanjutnya serapan diukur dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm.
7) Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal bebas DPPH dengan
Sampel.
Pengujian dilakukan dengan cara memipet masing-masing 400
µl, 500 µl, 600 µl, 700 µl dan 800 µl dari larutan stok sampel
bunga brokoli 1000 ppm, campuran ditambah 1 ml DPPH 0,4
mM lalu dicukupkan volumenya sampai 5 ml dengan metanol
absolut sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 80 ppm,
100 ppm, 120 ppm, 140 ppm dan 160 ppm. Selanjutnya
dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit, lalu diukur
38

serapan dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang


gelombang 515 nm.
8) Pengukuran Aktivitas Pengikatan Radikal bebas DPPH dengan
vitamin C murni
Pengujian dilakukan dengan memipet masing-masing 10 µl,
12.5 µl, 15 µl, 17.5 µl dan 20 µl dari larutan stok vitamin C
murni 1000 ppm, campuran ditambah 1 ml DPPH 0,4 mM lalu
dicukupkan volumenya sampai 5 ml dengan metanol absolut
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2 ppm, 2.5 ppm,
3 ppm, 3,5 ppm dan 4 ppm, kemudian dihomogenkan dan
dibiarkan selam 30 menit. Selanjutnya serapan diukur dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm.
9) Cara perhitungan
Persentase inhibisi dihitung dengan rumus sebagai berikut
(serapan blanko-serapan sampel)
% Hambatan (inhibisi) = x10
serapan blanko

Nilai IC50 (Inhibition Concentration 50) adalah konsentrasi


antioksidan (bpj) yang mampu memberikan persen penangkapan
radikal sebanyak 50% dibanding kontrol melalui suatu persamaan
garis. Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis antara 50% daya
hambatan dengan sumbu konsentrasi, kemudian dimasukkan
kepersamaan y=a+bx dimana y=50 dan nilai x menunjukkan IC50.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winarsih H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Edisi V. Yogyakarta:


Kanisius Press; 2007.h.13-20.

2. Searo. Diabetes Angka dan Fakta. Diambil dari: http://www.searo.who.int/


indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts.pdf. Diakses 10 Oktober 2017

3. Kemenkes sebut kasus hipertensi di Indonesia terus meningkat. 2017 ; (1).


Diambil dari : https :/ / health .detik .com /read /2017 /05/ 17/ 122206/ 3503396/
763/kemenkes-sebut-kasus-hipertensi-di-indonesia-terus-meningkat. Diakses 8
Oktober 2017.

4. Damar AC, Runtuwene MR, Wewengkang DS. Kandungan flavonoid dan


aktivitas antioksidan total ekstrak etanol daun kayu kapur (Melanolepsis
multiglandulosa Reinch f). Jurnal Ilmiah Farmasi;2014;3(4): 13-12.

5. Selawa W, dkk. Kandungan flavonoid dan kapasitas antioksidan total ekstrak


etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis.). Jurnal Ilmiah
Farmasi;2013;2(1): 19-18.

6. Siregar BL. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) di Sumatra Utara.


Deskripsi dan Perkecambahan. Hayati. 2003;10(1) : 40-38.

7. Sinaga E. Isolasi uji kemampuan antifungal bakteri endofit dari andaliman


(Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap fungi perusak makanan (Skripsi).
Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra
Utara. 2009.

8. Katzer G. Sichuan pepper and others (Zanthoxylum piperitum, simulans,


bungeanum, rhetsa, acanthopodium). Chemistry (serial online) 2004 Mar.
Diambil dari : http://gernot-katzers-spice-pages.com/engl/Zant_pip.html. Diakses
12 Oktober 2017.

39
40

9. Suryanto E, Raharjo S, Sastoamidjojo H, Tranggono. Antioxidant activity and


stability of andaliman extract (Zanthoxylum acanthopodium DC.) on heating,
Fluoresent and Ultraviolet Light. Agritech. 2004;25 (2): 69-63.

10. Kristanty RE, Mun’im A, Katrin. Aktivitas antioksidan dan penghambat xantin
oksidase dari ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
Pharmatech. 2013; 6 (3): 128-122.

11. Kristanty RE, Suriawati J. The Indonesian Zanthoxylum acanthopodium DC.


Chemical And Biological Values. Pharmatech. 2015; 8 (6): 318-314.

12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia;
1995. h.10.

13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Panduan Teknologi Ekstrak.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 2000. h. 40-11.

14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi V.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia;
2014.

15. Agoes G. Teknologi Bahan Alam. Edisi II. Bandung: Institut Teknologi
Bandung; 2009. h. 31.

16. Winarti, S. Makanan Fungsional, Edisi I. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2010.

17. Sayuti K, Yenrina R. Antioksidan alami dan sintetik. Padang: Andalas University
Press; 2015. h. 38-7.

18. Tingkatkan konsumsi sayur dan buah Nusantara menuju masyarakat hidup sehat,
1 halaman. Diambil dari http://www.depkes.go.id/article/print/17012500002/.
Diakses 14 November 2017.
41

19. Anies. Potensi gangguan kesehatan akibat radiasi elektromagnetik. Jakarta: Ellex
Media Komputindo; 2006. h. 110-109.

20. Praditasari A. Metode uji aktivitas antioksidan secara in vitro pada ekstrak
tanaman.

21. Syahridin DA. Pengaruh penambahan asam askorbat terhadap aktivitas


antioksidan pada beberapa jus buah (skripsi). Jakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila; 2013.h. 14-13.

22. Christroper LP, Yao B, Ji Y. Lignin biodegradation with laccase-mediator


systems. Front Energy Res Mar 2014.

23. National Center for Biotecnology Information: ABTS (Diammonium Salt).


Diambil dari : http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5360881#section=top.
Diakses 10 November 2017.

24. Floegel A, Kim D, et all. Comparison of ABTS/DPPH assays to measure


antioxidant capacity in popular antioxidant-rich US foods. Journal of Food
Composition and Analysis. 2011;24(7) : p 1048-1043.

25. Antolovich M, et al. Methods for testing antioxidant activity. Royal society of
chemistry (serial online) 2001 Nov; (127) (7 tayangan). Diambil dari :
http://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2002/an/b009171p/unauth#!divAbstract.
Diakses 20 November 2017.

26. Molyneux P. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)
for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 2004;26(2) :
p. 219-211.

27. Rahmawati A, Muflihunna, Sarif LM. Analisis aktivitas antioksidan produk sirup
buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan metode DPPH. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia. 2016;2(2): 100-97.

28. Mursito B. Analisis Spektrofotometri UV/Vis. Jakarta: Farmasi Universitas


Pancasila; 2004. Hal: 47-66.
42

29. Redja, I Wayan, dkk. Analisis Instrumental. Jakarta: Fakultas Farmasi


Universitas Pancasila; 2009 Hal 32-36.

30. Nur MA, Bristi NJ, and Rafiquzzaman M. Review on in vivo and in vitro
methods evaluation of antioxidant activity. Saudi Pharmaceutical Journal. 2013;
21: 152-143.

31. Farnsworth NR. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of


Pharmaceutical Science. 1966. 55 (3), 225-276
43

Lampiran 1. Jadwal kegiatan proposal dan skripsi

No Kegiatan 2017 2018


9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
1. Penelusuran
pustaka
2. Penelusuran
makalah proposal
3 Ujian prosposal

4. Persiapan lapangan

5. Pelaksanaan
penelitian
6. Pengolahan data

7. Analisis data

8. Penyusunan buku
skripsi
9. Ujian sidang skripsi
44

Lampiran 2. Skema Kerja Penelitian secara Umum

Determinasi Buah andaliman Bahan organik asing

Dicuci, dikeringkan dan dihaluskan


dengan blender dan diayak 4/18

Penapisan Serbuk simplisia


fitokimia

Maserasi bertingkat

Parameter mutu
Ekstrak
(spesifik & non spesifik)

Uji aktivitas antioksidan


(metode ABTS & DPPH)
45

Lampiran 3. Skema kerja ekstraksi buah andaliman

Serbuk buah andaliman

- Dimaserasi dengan n-heksana


- Disaring
- Dipekatkan dengan rotavapor

Ekstrak kental Residu


n-heksana

- Dimaserasi dengan etil asetat


- Disaring
- Dipekatkan dengan rotavapor

Ekstrak kental Residu


etil asetat

- Dimaserasi dengan etanol 70%


- Disaring
- Dipekatkan dengan rotavapor

Ekstrak kental Residu


etanol 70%

Uji Aktivitas Antioksidan


dengan ABTS dan DPPH
46

Lampiran 4. Skema kerja pengujian aktivitas antioksidan metode ABTS

Ekstrak kental
(n-heksan, etil asetat, Vitamin C
etanol 70%)
Ditimbang 50 mg,
Ditimbang 50 mg ekstrak
dilarutkan dalam 50
dilarutkan dalam 50 mL
mL etanol p.a
etanol p.a

Larutan uji 1000 bpj Vitamin C 1000 bpj

Dipipet Dipipet

50 100 150 200 250 15 20 25 30 35


µl µl µl µl µl µl µl µl µl µl

Ditambahkan 1 mL ABTS dan ditambahkan etanol ad 5 mL

10 20 30 40 50 3 4 5 6 7
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm

Dinkubasi selama 30 menit

Diukur serapan pada panjang gelombang 750 nm

Hitung % inhibisi (hambatan)


47

Lampiran 5. Skema kerja pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH

Ekstrak kental
(n-heksan, etil asetat, Vitamin C
etanol 70%)
Ditimbang 10 mg,
Ditimbang 50 mg ekstrak
dilarutkan dalam 25
dilarutkan dalam 50 mL
mL etanol p.a
metanol p.a

Larutan uji 1000 bpj Vitamin C 1000 bpj

Dipipet Dipipet

400 500 600 700 800 10 12,5 15 17.5 20


µl µl µl µl µl µl µl µl µl µl

Ditambahkan 1 mL DPPH dan ditambahkan metanol ad 5 mL

80 100 120 140 160 2 2.5 3 3.5 4


ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm

Dinkubasi selama 30 menit

Diukur serapan pada panjang gelombang 551 nm

Hitung % inhibisi (hambatan)


48

Anda mungkin juga menyukai