Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan salep rimpang


lengkuas yang berfungsi sebagai antifungi dan melakukan pemeriksaan mutu
sediaan pada salep tersebut. Seperti yang telah diketahui, salep adalah obat
tradisonal setengah padat yang mudah dioleskan; bahan bakunya berupa sediaan
galenik yang larut atau terdispersi homogeny dalam dasar salep yang sesuai dan
digunakan sebagai obat luar. Pada pembuatan salep rimpang lengkuas ini,
digunakan minyak rimpang lengkuas sebagai zat aktif, paraffin cair, fragrance oil
(minyak kenanga) dan vaselin putih sebagai zat tambahan. Adapun alat – alat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu diantaranya, penangas air, batang
pengaduk, gelas beaker 200 ml, cawan porselin, thermometer, pot salep/jar 25 gr,
gelas objek, ekstensometer, beban 50 gram.

Pembuatan salep dilakukan dengan melelehkan vaselin putih pada suhu


70˚C , hal ini dilakukan karena vaselin memiliki konsistensi yang sedikit lebih
padat daripada bahan lainnya, lalu kedalam vaselin yang telah meleleh
ditambahkan paraffin cair kemudian diaduk hingga homogen dan didinginkan
sambil diaduk hingga suhu 40˚C. setelah itu ditambahkan minyak rimpang
lengkuas dan fragrance oil diaduk hingga homogen lalu dituangkan ke dalam
wadah (pot salep/jar) dan dibiarkan hingga membentuk massa salep.

Setelah terbentuk massa salep, selanjutnya dilakukan pengujian mutu


sediaan pada salep rimpang lengkuas tersebut. Pengujian yang pertama ialah
pengujian organoleptis dimana salep diamati bentuk, bau dan warnanya. Uji
organoleptic memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena
berhubungan langsung dengan selera konsumen. Pada pengujian organoleptis
didapatkan hasil yaitu bentuk sediaan semipadat, berwarna putih dengan bau
rimpang lengkuas yang kuat dan bau minyak kenanga yang digunakan sebagai
fragrance, menimbulkan bau lemah.

Setelah pengujian organoleptis, dilakukan uji homogenitas dengan tujuan


untuk mengetahui aspek homogenitas sediaan salep yang telah dibuat. Sediaan
yang homogeny akan menghasilkan kualitas yang baik karena menunjukkan
bahan obat terdispersi dalam bahan dasar secara merata, sehingga dalam setiap
bagian sediaan mengandung obat yang jumlahnya sama. Jika obat tersebut tidak
terdispersi merata dalam bahan dasarnya maka obat tersebut tidak mencapai efek
terapi yang diinginkan. Uji homogenitas ini dilakukan dengan mengoleskan
sedikit sediaan pada objek glass lalu ditutup dengan objek glass lain dan dilihat
apakah zat aktif sudah terdispersi merata (homogen) atau tidak. Pada praktikum
ini didaptakan sediaan salep yang homogeny dengan zat aktif yang terdispersi
merata.

Pengujian selanjutnya yaitu uji daya sebar. Pengujian ini ditujukan untuk
mengetahui kemampuan penyebaran salep pada kulit. Daya sebar salep telah
memenuhi syarat apabila daya sebar sebesar 5 – 7 cm. Daya sebar baik akan
mempermudah saat diaplikasikan pada kulit. Factor yang mempengaruhi diameter
daya sebar suatu sediaan adalah jumlah ekstrak yang digunakan setiap masing –
masing formula. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa semakin rendah
konsistensi sediaan salep dengan waktu lekat yang lebih rendah maka dapat
membuat salep semakin mudah menyebar. Pada praktikum ini didapatkan daya
sebar sebesar 3.05 cm untuk beban 50 gr, lalu sebesar 3,475 cm untuk beban 100
gr dan sebesar 3, 625 cm untuk 150 gr beban. Hal ini menunjukkan salep rimpang
lengkuas ini memiliki daya sebar yang tidak memenuhi syarat dikarenakan
konsistensi yang cukup tinggi.

DAPUS

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat.


Jakarta : Universitas Indonesia

Ulaen, S. P.J., Banne, Y., Suatan, R.A., 2012, Pembuatan Salep Anti Jerawat dari
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Jurnal,
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado, Manado.

Anda mungkin juga menyukai