Anda di halaman 1dari 34

PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


STIKES BORNEO LESTARI

TIM PENYUSUN :

Koordinator : Aristha Novyra Putri, M.Farm., Apt


Anggota : Dyera Forestryana, M.Si., Apt

Disusun Oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh


Ketua Program Studi Waket 1 Bid. Akademik

Aristha Novyra P., M.Farm., Apt Helmina Wati, M.Sc., Apt Dita Ayulia D.S., M.Sc., Apt
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur alhamdulilah kepada Allah SWT akhirnya


petunjuk praktikum teknologi sediaan farmasi ini dapat penulis wujudkan. Buku
petunjuk praktikum ini disusun untuk mahasiswa DIII Farmasi yang terkait dengan
disiplin ilmu bidang formulasi. maksud dan tujuan dari pembuatan petunjuk praktikum
ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal dan mengetahui rancangan formula,
memproduksi, dan mengevaluasi sediaan farmasi khususnya sediaan solid yaitu tablet
dan kapsul.
Harapan kami semoga dengan lebih mengenal dan mengetahui proses dalam
perancangan sediaan farmasi kemudian dilanjutkan dengan preformulasi dan akhirnya
dituangkan dalam pemilihan formula, serta evaluasi uji sediaan sampai menjadi
produk jadi yang bermutu.
Petunjuk praktikum ini masih terdapat kekuarangan dan perlu evaluasi, serta
perbaikan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangunsangat diharapkan untuk
menyempurnakan buku petunjuk praktikum ini.

Penyusun
PERCOBAAN I
PEMBUATAN GRANUL PARACETAMOL METODE GRANULASI BASAH

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa mengetahui cara pembuatan granul
paracetamol menggunakan metode granulasi basah.

II. TEORI
Granul merupakan gumpalan partikel-partikel yang lebih kecil umumnya
berbentuk tidak merata dan seperti partikel tunggal yang lebih besar. Granulasi adalah
proses pembesaran ukuran partikel individual atau campuran serbuk untuk
menghasilkan campuran obat dan eksipien dalam bentuk granul yang lebih besar dan
lebih kuat daripada ukuran awal, sedangkan partikel awal masih dapat diidentifikasi.
Tujuan suatu sediaan diolah menjadi granul antara lain, sebagai berikut:
- Untuk meningkatkan bobot jenis bulk secara keseluruhan.
- Untuk mendapatkan campuran yang mempunyai sifat alir yang baik (free flowing).
- Mengurangi debu dari serbuk halus yang digunakan.
- Mencegah terjadinya segresi /pemisahan akibat perbedaan bobot jenis,
kemampuan dikempa.
- Untuk meningkatkan dan mengontrol kecepatan disolusi (wettability)
Granulasi basah merupakan salah satu metode pembuatan tablet, metode ini
memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar
dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi masa
lemabb yang dapat digranulasi. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi
massa tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan
tertetntu, kemudian masa basah tersebut di granulasi
Metode granulasi basah membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan
satu perekat/pengikat sebagai pengganti pengompakan. Metode ini merupakan metode
pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini antara
lain sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi
basah, pengayakan granul basah, pengeringan, pengayakan granul kering,
pencampuran bahan pelicin dan bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi
(Ansel, 1989).
Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian metode granulasi basah
Keuntungan Kerugian
- Memperoleh aliran yang baik - Banyak tahap dalam proses produksi yang
- Meningkatkan kompresibilitas harus divalidasi
- Mendapatkan berat jenis yang sesuai - Biaya cukup tinggi
- Mengontrol pelepasan - Zat aktif yang sensitive terhadap lembab
- Mencegah pemisahan komponen campuran dan panas tidak dapat dikerjakan dengan
selama proses pembuatan cara ini.
- Distribusi keseragaman kandungan

Granulasi basah dalam proses pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa:
1. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya
digunakan Saccarum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phospat, Calcii Carbonas,
dan zat lain yang cocok
2. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilago gummi arabici 10 -20%
(solution Methylcellulosum 5%)
3. Zat penghancur (disintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam
perut. Biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, gelatinum,
agar-agar, natrium alginate.
4. Zat pelicin (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan
(matrys). Biasanya digunakan talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum Stearicum.
(Anief, M., 2005).
Pembuatan tablet dengan metode granulasi basah dibagi menjadi beberapa
langkah, antara lain sebagai berikut:
1. Penimbangan dan pencampuran
Bahan aktif, pengisi, dan bahan penghancur yang diperlukan dalam formula
tablet ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah
tablet yang akan diproduksi dan dicampur.
2. Pembuatan granulasi basah
Proses granulasi dapat dilakukan secara baik dengan menambahkan cairan
pengikat atau perekat ke dalam campuran serbuk, melewatkan adonan yang lembab
melalui ayakan yang ukurannya seperti yang diinginkan, granul yag dihasilkan melalui
pengayakan ini dikeringkan, lalu diayak lagi dengan ayakan yang ukurannya lebih
kecil supaya mengurangi ukuran granul berikutnya. Bahan pengikat yang digunakan
antara lain: 10 – 20% cairan berarir yang dibuat dari tepung jagung, 25 -50 % larutan
glukosa, molase, macam-macam gom alam (seperti akasia), gelatin.
3. Penyaringan adonan lembab menjadi pellet atau granul
Pada umumnya granulasi basah ditekan melalui ayakan No.6 atau 8. Hal ini yaitu
fluidization yang disalurkan ke dalam fluid bed driers. Dibuat granul dengan
menekankan pada alat yang dibuat berlubang-lubang. Setelah semua bahan berubah
menjadi granul, kemudain ditebarkan diatas selembar kertas yang lebar dalam nampan
yang dangkal dan dikeringkan.
4. Pengeringan granul
Granul dikeringkan dalam cabinet pengering dengan sistem sirkulasi udara dan
pengendalian temperature. Di antara metode terbaru untuk pengeringan sekarang ini
yaitu fluidization disalurkan ke dalam fluid bed dryers. Pada metode ini granul
dikeringkan dalam keadaan tertutup dan diputar – putar sambil dialirkan udara yang
hangat.
5. Pengayakan kering
Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang lebih
kecil dari pada yang dipakai untuk pengayakan granulasi awal. Seberapa besar ukuran
granul yang dihaluskan, tergantung pada ukuran punch yang akan dipakai dan tablet
yang akan diproduksi. Pengukuran granul diperlukan sehingga rongga cetakan untuk
memproduksi tablet-tablet kecil dapat diisi penuh secara tepat oleh granul-granul
tersebut. Kekosongan atau rongga udara yang disisakan oleh granul besar dalam
cetakan kecil, akan menimbulkan hasil tablet yang diproduksi tidak rata.
6. Lubrikasi atau pelinciran
Setelah pengayakan kering, biasanya bahan pelincir kering ditambahkan ke
dalam granul. Sehingga setiap granul dilapisi oleh bahan pelincir, dapat juga dilapisi
debu ketka granul menyebar melalui lubang kecil ayakan atau pencampuran dalam
pengadukan serbuk. Diantara pelincir yang umum digunakan adalah talk, magnesium
stearate, dan kalsium stearat. Manfaat pelincir dalam pembuatan tablet ompresi ada
beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
- Mempercepat aliran granul ke dalam rongga cetakan
- Mencegah melekatnya granul punch dan cetakan
- Selama pengeluaran tablet mengurangi pergesekan antara tablet dan dinding
cetakan ketika tablet dikeluarkan dari mesin
- Memberikan penampilan fisik yang baik pada tablet yang sudah jadi

III. FORMULASI GRANUL PARACETAMOL


A. Formula Tablet Paracetamol

Fase Dalam:
Paracetamol 250 mg
Saccarum Lactis 80 mg
Amprotab 40 mg
Pasta Amylum q.s

Fase Luar:
Amprotab 5%
Mg Stearat 1%
Aerosil 0,5%
Talkum 0,5%
Pewarna merah q.s

IV. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
- Neraca analitis - Oven
- Ayakan - Baskom plastic
- Alat pencampur - Batang pengaduk
- Beaker glass - Heater
b. Bahan
- Paracetamol - Aerosil
- Saccharum Lactis - Talk
- Amprotab
- Magnesium Stearat

V. CARA KERJA
1. Partikel-partikel serbuk bahan obat diayak.
2. Masing-masing zat ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
3. Fasa dalam tablet terdiri dari Parasetamol, saccharum lactis dan amprotab.
4. Pasta amylum 13% dibuat dengan cara 13 g amprotab disuspensikan dalam air
dingin, kemudian ditambahkan air mendidih ad 100 mL. Pasta amylum + beaker
glass ditimbang.
5. Dihitung berat tablet teoretis berdasarkan fasa dalam yang digunakan.
6. Seluruh bahan fasa dalam dicampurkan dalam plastik hingga homogen, dikocok
rata selama 5 menit.
7. Campuran fasa dalam yang sudah homogen dimasukkan ke dalam wadah, lalu
ditambahkan pasta amylum sedikit demi sedikit hingga terbentuk massa yang
dapat dikepal.
8. Sisa pasta amylum dalam beaker glass ditimbang, lalu dihitung jumlah amylum
yang digunakan.
9. Massa yang dapat dikepal tersebut dilalukan pada ayakan mesh no. 14 (granulasi
basah).
10. Granul basah ditebarkan di atas baki yang telah dilapisi kertas perkamen secara
merata.
11. Granul basah tersebut dikeringkan di dalam lemari pengering pada temperatur
50 C selama 24 jam.
12. Granul kering ditimbang, lalu diayak dengan ayakan mesh no.16 (granulasi
kering). Kemudian ditimbang berat granul kering setelah diayak.
13. Ditimbang sejumlah granul kering (10 g) untuk dilakukan uji kadar air.
14. Dihitung kadar lines (serbuk halus) dengan cara 100 g granul ditimbang lalu
diayak hati-hati melalui ayakan mesh no.60, ditimbang berat serbuk yang lolos
ayakan dan dihitung persentasenya.
15. Ditimbang Magnesium stearat, talk dan aerosil berdasarkan berat amylum yang
digunakan pada pasta amylum.
16. Granul paracetamol hasil granulasi kering dicampur dengan magnesium stearat,
talk dan aerosil di dalam plastik, diaduk hingga homogen.
PERCOBAAN II
EVALUASI UJI GRANUL PARASETAMOL

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa mengetahui dan mampu
melaksanakan uji evaluasi granul paracetamol.
II. TEORI
Granul adalah gumpalan dari partikel-partikel yang kecil. Umumnya granul
dibuat dengan cara melembabkan serbuk atau campuran serbuk yang digiling dan
melewatkan adonan yang sudah lembab pada celah ayakan dengan ukuran lubang
ayakan yang sesuai dengan granul yang diinginkan. Pemeriksaan-pemeriksaan kualitas
granul sangat bermanfaat, karena sifatsifat granul tidak hanya mempengaruhi
peristiwa pentabletan saja, tetapi juga kualitas tabletnya sendiri. Parameter kualitas
granul meliputi :
1. Distribusi ukuran partikel
Diameter rata-rata dari suatu populasi dapat diketahui dengan beberapa cara di
antaranya dengan metode pengayakan, metode mikroskopi, pengendapan, absorpsi,
dan lain-lain. Distribusi ukuran granul dipengaruhi oleh metode granulasi, banyaknya
larutan pengikat, waktu pemrosesan. Metode sederhananya untuk menghitung ukuran
rata-rata partikel dengan menggunakan ayakan standar yang telah diketahui ukurannya
yaitu mesh yang menandakan banyaknya lubang perinchi.
2. Waktu alir
Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir dalam
suatu alat. Sifat ini dapat dipakai untuk menilai efektifitas bahan pelicin, dimana
adanya bahan pelicin dapat memperbaiki sifat alir suatu granul. Mudah tidaknya aliran
granul dapat dipengaruhi oleh bentuk granul, bobot jenis, keadaan permukaan dan
kelembapannya. Kecepatan alir granul sangat penting karena berpengaruh pada
keseragaman pengisian ruang kompresi dan keseragaman bobot tablet.
3. Sudut diam
Sudut diam yaitu sudut yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut
dengan bidang horizontal. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran
dan kelembapan granul. Uji sudut diam menggambarkan sifat alir serbuk pada waktu
mengalami proses penabletan. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh gaya tarik
dan gaya gesek antar partikel, jika gaya tarik dan gaya gesek kecil maka akan lebih
cepat dan lebih mudah mengalir. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, maka sudut
kemiringan semakin kecil dan semakin baik sifat aliran serbuk. Bila sudut diam lebih
kecil atau sama dengan 30o biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas,
bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40o biasanya daya mengalirnya kurang
baik.
4. Kompaktibilitas
Uji kompaktibilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan zat untuk
saling berikatan menjadi massa yang kompak, digunakan mesin tablet single punch
dengan berbagai tekanan dari yang rendah ke yang tinggi. Dengan mengatur
kedalaman punch atas turun ke ruang die, kompaktibilitas yang digambarkan oleh
kekerasan tablet yang dihasilkan.

III. FORMULASI GRANUL PARASETAMOL


Fase Dalam:
Paracetamol 500 mg
Saccarum Lactis 80 mg
Amprotab 40 mg
Pasta Amylum q.s

Fase Luar:
Amprotab 5%
Mg Stearat 1%
Aerosil 0,5%
Talkum 0,5%
Pewarna merah q.s

IV. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
- Timbangan dan anak timbangan
- Corong uji waktu alir
- Gelas ukur 100 mL
- Ayakan nomor mesh 18, 24, 30, 40, 60

b. Bahan
- Granul paracetamol

V. CARA KERJA
1) Pemeriksaan Organoleptis
Periksa sifat fisik granul, meliputi warna, aroma, dan rasa
2) Uji Sifat Alir
Timbang 100 g granul dimasukkan ke dalam corong uji waktu alir. Penutup
corong dibuka sehingga granul keluar dan ditampung pada bidang datar. Waktu alir
granul dicatat. Dilakukan replikasi 3 kali
3) Sudut Diam
Sudut diam ditentukan dengan menggunakan alat sederhana yaitu corong untuk
uji sifat alir. Tuangkan sampel melalui corong kemudian ukur sudut yang terbentuk
( ). Jadi sudut diam adalah sudut yang terbentuk oleh serbuk pada permukaan
horizontal. Biasanya sudut diam yang dibentuk oleh serbuk farmasetik berkisar antara
20 - 40 , dan secara umum semakin rendah sudut diam maka serbuk semakin baik
sifat alirnya (free flowing).
4) Bulk Density
Densitas bulk diuji dengan menimbang 25 gram granul yang diletakkan ke dalam
labu ukur 100 mL. Volume granul dibaca tanpa adanya pengompakan granul. Dihitung
densitas bulk dalam gram/mL pada masing-masing formula (Lakade et al, 2008).
berat serbuk
Densitas bulk = volume bulk

5) Tapped Density
Menimbang 25 gram granul yang diletakkan ke dalam labu ukur 100 mL. volume
granul dibaca dengan pengompakan granul (Lakade et al, 2008).
berat serbuk
Tapped density = volume pengompakan

6) Indeks Kompresibilitas
(𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦−bulk density)
Indek kompresibiltas = 𝑥 100% (Sarangapani et al,
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

2012)
Penafsiran hasil: Jika %I
5-10% : aliran sangat baik
11-20% : aliran cukup baik
21-25% : aliran cukup
>26% : aliran buruk
7) Hausner’s Ratio.
Hasil nilai yang dikorelasikan terhadap flowability serbuk.
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Hausner’s Ratio = 𝐵𝑢𝑙𝑘 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦

8) Waktu melarut
Timbang granul paracetamol setara dengan 750 mg, kemudian masukkan ke
dalam 200 mL air. Catat waktu yang diperlukan sampai granul terlarut. Syarat waktu
yang diperlukan granul untuk melarut yaitu kurang dari 5 menit (Siregar, 2007)
9) Distribusi Ukuran Partikel
Timbang berat kosong satu seri ayakan bertingkat, lalu masukkan 100 gram
granul yang telah ditimbang ke dalam ayakan bertingkat dengan nomor mesh 18, 24,
30, 40, 60, dan penampung (pan) (sesuaikan nomor mesh dengan ukuran granul yang
dihasilkan). Goyangkan secara mekanik pada frekuensi 30 Hz selama 25 menit.
Timbang masing-masing bobot granul yang tertinggal pada ayakan (Martin et al,
1993).
PERCOBAAN III
PENCETAKAN TABLET DAN EVALUASI UJI TABLET PARASETAMOL

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan
dapat melakukan pencetakan tablet, serta evaluasi uji tablet tersebut.
II. TEORI
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaanya rata atau cembung, mengandung satu
jenis atau lebih bahan obat dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI, 1995). Bentuk
sediaan tablet mempunyai keuntungan yang meliputi ketepatan dosis, praktis dalam
penyajian, biaya produksi yang murah, mudah dikemas, tahan dalam penyimpanan,
mudah dibawa, serta bentuk yang memikat (Lachman et al, 1994).
Komposisi bahan-bahan dalam suatu tablet terdiri dari bahan berkhasiat dan
bahan tambahan. Bahan berkhasiat adalah bagian tablet yang bernilai terapeutik yang
terdiri dari satu atau campuran zat. Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan
untuk menanmbah isi dan membentuk tablet sehingga diperoleh konsistensi, bobot,
bentuk, dan rupa yang dikehendaki. Menurut fungsinya bahan tambahan dapat
digolongkan sebagai: bahan pengikat, bahan penghancur (lubrikan), bahan pengisi,
bahan penyedap dan bahan tambahan lain.
Untuk mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan dikempa
menjadi tablet harus memenuhi sifat-sifat berikut:
1. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong air ke
dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet tidak
akan memiliki variasi yang besar.
2. Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, menghasilkan tablet
yang keras.
3. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan mudah
lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga permukaan tablet
halus dan licin (Lachman et al, 1994).

III. FORMULASI TABLET PARACETAMOL

Fase Dalam:
Paracetamol 500 mg
Saccarum Lactis 80 mg
Amprotab 40 mg
Pasta Amylum q.s
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
- Alat cetak tablet
- Jangka sorong
- Timbangan dan anak timbangan
- Hardness tester
- Friabilator
- Alat uji waktu hancur

b. Bahan
- Tablet paracetamol
- Aquadest 1 liter

V. CARA KERJA
1. Cetak tablet dengan range berat ± 5% dari berat teoretis dan kekerasan ± 70 N.
2. Tiap 20 tablet yang dicetak, ambil 1 buah tablet untuk uji berat tablet dan
kekerasan. Jika tidak sesuai dengan rencana formulasi punch pada alat pencetak
tablet diatur lagi hingga diperoleh berat dan kekerasan tablet yang sesuai.
3. Lakukan sampling untuk 20 tablet kemudian hitung berat tablet, ukur diameter
dan ketebalannya serta uji kekerasannya. Hitung rata-ratanya.
4. Ambil 20 tablet lalu lakukan uji freabilitas.
5. Ambil 6 tablet lalu lakukan uji disolusi.
6. Kemas tablet dalam botol plastik lalu beri etiket yang sesuai.
VI. EVALUASI UJI
1) Evaluasi fisik
Lakukan pengamatan terhadap penampilan fisik : bentuk, ketebalan, tekstur
permukaan, warna tablet.
2) Keseragaman ukuran
Lakukan pengukuran terhadap 20 tablet : diameter dan tebal tablet menggunakan
jangka sorong.
3) Keseragaman bobot
Dua puluh tablet ditimbang masing-masing, kemudian bandingkan dengan
persyaratan menurut Farmakope Indonesia.
4) Kekerasan tablet
Masing-masing 10 tablet dari tiap batch diukur kekerasannya dengan alat
pengukur kekerasan tablet.
5) Kerapuhan (Friability)
Dua puluh tablet dibersihkan dari debu, ditimbang, kemudian dimasukkan ke
dalam friabilator. Alat diputar pada kecepatan 25 rpm selama 4 menit dan alat tersebut
akan menjatuhkan tablet sejauh 6 inci setiap putaran. Seluruh tablet dikeluarkan,
dibersihkan dari debu dan ditimbang kembali. Dihitung kehilangan bobot dalam
persentase. Replikasi 3 kali dan dihitung puratanya. Syarat : lebih kecil dari 1 (%)
6) Waktu hancur
- Enam buah tablet dimasukkan ke dalam alat uji waktu hancur. Setiap tabung
diisi satu tablet, kemudian dimasukkan ke dalam penangas air dengan
temperatur sebesar 37 C ± 2 C.
- Ketinggian permukaan air sama dengan posisi lubang ayakan bagian bawah
pada saat tabung naik dalam kedudukan tertinggi.
- Jalankan alat sampai semua fraksi pecahan tablet lewat ayakan yang terletak
pada bagian bawah alat.
- Catat waktu yang diperlukan sebagai waktu hancur tablet.
- Replikasi 3 kali dan hitung puratanya
PERCOBAAN IV
UJI DISOLUSI I (PENETAPAN KURVA BAKU PARASETAMOL)

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini yaitu diharapkan mahasiswa mampu:
1. Membuat medium buffer phosfat pH 6,8
2. Menentukan Panjang gelombang maksimum
3. Menentukan kurva kalibrasi parasetamol

II. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Labu ukur 50 mL
- Labu ukur 1 L
- Labu ukur 25 mL
- pH meter
- Timbangan analitik
- Pipet ukur
- Ball pipet
- Spektrofotometer UV - Vis
b. Bahan
- KH2PO4
- NaOH
- Aquadest
- Paracetamol murni
- Etanol

III. PROSEDUR KERJA


3.1 Pembuatan buffer fosfat pH 6,8
a. Pembuatan larutan KH2PO4 0,2 M
Sebanyak 1,36 g KH2PO4 ditimbang, kemudian dilarutkan dengan
aquadest bebas CO2 dalam gelas beaker. Larutan yang diperoleh
dipindahkan kelabu takar 50,0 mL, untuk selanjutnya ditambahkan
aquadest sedikit demi sedikit hingga mencapai volume 50 mL (USP, 2007)
b. Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N
Sebanyak 0,4 g NaOH ditimbang, kemudian dilarutkan dengan aquadest
bebas CO2 dalam gelas beaker. Larutan yang diperoleh dipindahkan
kelabu takar 50 mL, untuk selanjutnya ditambahkan aquadest sedikit demi
sedikit hingga mencapai volume 50 mL (USP, 2007)
c. Pembuatan buffer phosphate pH 6,8
50,0 mL larutan KH2PO4 0,2 M dicampur dengan 22,4 mL larutan NaOH
0,2 N dalam beakker glass kemudian diencerkan dengan aquadest sampai
200,0 mL. Ukur pH sampai tepat 6,8 (USP, 2007).

3.2 Penetapan Kurva Baku Paracetamol


a. Pembuatan Larutan Induk Paracetamol Konsentrasi 400 ppm
Serbuk standar parasetamol ditimbang sebanyak 20 mg dan dilarutkan
dengan etanol ke dalam gelas beker. Larutan dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 mL add dengan etanol hingga tanda batas (Sayuthi dan Kurniawati
, 2017)
b. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan standar parasetamol diencerkan menjadi konsentrasi 6 ppm dari
larutan induk parasetamol 400 ppm ke dalam labu ukur 25 mL
menggunakan buffer phosfat pH 6,8 add hingga tanda batas, kemudian
digojog hingga homogen. Larutan tersebut diukur Panjang gelombang
maksimumnya pada rentang Panjang gelombnag antara 200 – 400 nm.
c. Pembuatan Larutan Seri Kurva Baku Paracetamol
Dari larutan induk 400 ppm dibuat larutan baku dengan seri konsentrasi 2,
4, 6, 8, 10, 12, 16, 20 ppm sebanyak 25 mL menggunakan buffer phosfat
pH 6,8.
d. Penetapan Kurva Baku Paracetamol
Larutan seri yang telah dibuat kemudian diukur serapan masing – masing
konsentrasinya pada Panjang gelombang maksimum yang diperoleh
sebanyak 3 kali pembacaan. Data hasil absorbansi yang diperoleh,
selanjutnya dihitung persamaan kurva bakunya sehingga diperoleh
persmaan garis Y = a + bx dengan nilai koefisien korelasi (R) minimal
≤0,990.

IV. HASIL PERCOBAAN


a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
- Panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari scanning larutan
paracetamol (… ppm) sebesar …… nm dengan serapan …..
- Dilampirkan spectra panjang gelombang maksimum

b. Penetuan Kurva Baku Paracetamol

Konsentrasi Serapan
Rata-rata
(ppm) Pembacaan 1 Pembacaan 2 Pembacaan 3
1
2
3
4
5
6
- Dibuat kurva kalibrasinya, yaitu hubungan antara konsentrasi (ppm) vs
serapan absorbansi rata – rata.
PERCOBAAN V
UJI DISOLUSI TABLET PARASETAMOL

I. TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan uji disolusi menggunakan metode dayung berputar
2. Menghitung dan menentukan % zat aktif yan terdisolusi
3. Membuat grafik profil pelepasan obat

II. TEORI
a. Disolusi dan Kecepatan Disolusi
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan
oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari
bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media
sekelilingnya. Kecepatan disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya
didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi
antar permukaan padat-cair, suhu dan komposisi media yang dibakukan.
Disolusi adalah proses zat padat memasuki pelarut menghasilkan larutan. Pada
peristiwa melarut sebuah zat padat di sekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan
jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan
sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelembatan difusi ini
dapat menggunakan hukum difusi 1, Ficks, di dalamnya kemungkinan kesimpulan
hubungan Nernst, Brunner, dan Boguski, yang memperbaiki kecepatan melarut,
disimpulkan sbb:
dc D.F
= (Cs-Ct)
dt h.v
Keterangan:
dc/dt = kecepatan melarut
D = koefisien difusi bahan obat dalam larutan yang bersangkutan (lapisan difusi)
F = permukaan partikel bahan obat tidak terlarut
h = ketebalan lapisan difusi yang mengelillingi sebuah partikel bahan obat
V = Volume larutan
Cs = Konsentrasi jenuh (kelarutan)
Ct = konsentrasi bahan obat untuk waktu t
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh
ke pelarut dariu permukaan padat. Teori disolusi yang paling umum diterapkan adalah
:
1. Teori Film = Model Difusi Lapisan
2. Teori Pembaharuan-Permukaan dari Danckwerts = Teori Penetrasi
3. Teori Solvasi Terbatas/Interfisial
Kecepatan melarut membuat keterangan tentang jalannya peristiwa melarut
dengan waktu. Dasar hukum kecepatan dari padatan pertama sekali diterangkan oleh
von Noyes dan Whitney, menggunakan persamaan:
dw
= k (Cs - Ct)
dt
Keterangan :
𝑑𝑊
= kecepatan melarut (perubahan konsentrasi tiap satuan waktu)
𝑑𝑡
K = tetapan yang memperhatikan koefisien difusi, volume dari larutan jenuh dal tebal lapisan difusi.
Cs = kelarutan obat dalam bahan pelarut (molar atau mg/L)
Ct = konsentrasi zat terlarut (molar atau mg/L) pada waktu t setelah sediaan dimasukkan ke dalam
pelarut

Persamaan Noyest-Whitney menerangkan, bahwa pada permukaan yang tetap dan


suhu konstan kecepatan melarut tergantung dari perbedaan konsentrasi antara
konsentrasi jenuh dan konsentrasi untuk waktu t.
b. Uji Disolusi Obat
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah
menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi
lebih luas, dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun,
sebenarnya uji hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur
di bawah kondisi yang ditetapkan. Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam
darah, maka kecepatan obat dan tablet melarut menjadi sangat menentukan. Karena
itu, laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan
bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu, dilakukannya evaluasi mengenai
apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila berada di saluran
cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan secara
tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat, terutama pada penentuan
pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda pembuatan yang
tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada setiap uji in vitro, sangat
penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro. Ada dua
sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan :
1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju
penglepasan dari batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara
klinis

III. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
- Dissolution tester paddle
- Spektrofotometer UV-Vis
- Spuit sampling
- Vial
b. Bahan
- Tablet paracetamol
- Buffer Phosfat pH 6,8

IV. PROSEDUR KERJA


4. Timbang bobot tablet parasetamol yang akan di disolusi
5. Disolusi dilakukan menggunakan metode dayung berputar
6. Letakkan medium disolusi sebanyak 900 mL ke dalam chamber disolusi,
atur suhunya 37°C, kecepatan pengadukan 50 rpm.
7. Masukkan tablet ke dalam chamber yang telah berputar
8. Ambil sampel pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30, 40, 50, 60 menit sebanyak
5 mL, dan diganti dengan medium disolusi yang baru sejumlah 5 mL.
9. Sampel yang telah diambil, dibaca serapannya menggunakan
spektrofotometer UV – Vis pada serapan yang telah ditentukan
sebelumnya.

V. HASIL PERCOBAAN
Waktu Kadar Faktor Kadar Pelepasa
Absorbans Terdisolus
(menit FP pelepasa koreks koreks n obat
i i (%)
) n (mg) i i (mg)

Keterangan:
FP = Faktor Pengenceran

- Dibuat grafik profil pelepasan obat, yaitu hubungan antara %terdisolusi vs


waktu (menit)

VI. PERHITUNGAN
4. Penentuan Kurva Baku
Persamaan regresi linear antara konsentrasi (µg/mL) dan serapan, yaitu:
𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎

a =
b =
r =
R2 =

Keterangan:
𝑥 = konsentrasi (µg/mL)
𝑦 = serapan

5. Disolusi Paracetamol
Kadar pelepasan (mg) dihitung dengan mensubstitusi serapan tiap waktu
menggunakan persamaan kurva baku y = bx + a dan mengalikan dengan faktor
pengenceran, dimana y (serapan) dan x (kadar pelepasan)

serapan−a
1) Kadar pelepasan (X) = x faktor pengenceran x vol. disolusi
b
……… − a
X5 = b
x 1 x 0,9 L = …… mg
……… − a
X10 = b
x 1 x 0,9 L = …… mg
volume sampling
2) Faktor koreksi = volume medium disolusi x Xn-1
10
F5 = 900 x 0,000 = 0,000
10
F10 = 000 x …….= ……

3) Kadar koreksi = Faktor koreksi + faktor koreksi pada menit sebelumnya


KK5 = F5 + 0,000 = 0,000
KK10 = F10 + F5 = ……..

4) Kadar terdisolusi (mg) = kadar pelepasan + kadar koreksi


KT5 = X5 + KK5 = …….
KT10 = X10 + KK10 = …….

kadar pelepasan obat (mg)


5) % Terdisolusi = x 100%
kandungan simvastatin dalam sediaan
KT5 mg
%X5 = 500 mg
x 100% = …….%
KT10 mg
%X10 = 500 mg
x 100% = ……%
PERCOBAAN VI
FORMULASI & EVALUASI SEDIAAN GRANUL EFFERVESCENT
PARACETAMOL

I. TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu memformulasi dan mengevaluasi sediaan
granul effervescent paracetamol.

II. FORMULA GRANUL EFFERVESCENT PARACETAMOL


Paracetamol 50%
Asam sitrat 10%
Natrium Bikarbonat 25%
PVP 2%
Sukrosa 3%
Laktosa add 100%

Formula dibuat dengan bobot total 500 mg/formula


Sebanyak 30X formula

III. ALAT DAN BAHAN


(Diisi sendiri dan disesuaika dengan percobaan)

IV. CARA KERJA


1. Pembuatan granul asam, yaitu campurkan paracetamol dengan laktosa, dan
sukrosa dalam mortar.
2. Kemudian campurkan sedikit demi sedikit larutan PVP sampai terbentuk
granul (massa yang mudah dikepal)
3. Pembuatan granul basa, yaitu campurkan natrium bikarbonat dangan larutan
PVP sedikit demi sedikit sampai terbentuk granul (massan yang mudah
dikepal)
4. Semua granul (asam maupun basa) diayak dengan ayakan no. 16 dan
dikeringkan dalam oven pada suhu ± 40° C selama 2 hari (sampai mencapai
bobot tetap)
5. Evaluasi granul effervescent yang telah jadi
V. EVALUASI UJI SEDIAAN
1. Uji Organoleptis
Pengujian dilakukan dengan melihat tampilan dari granul effervescent.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi warna, aroma, dan kondisi granul.

2. Laju ALir dan Sudut Diam


100 gram granul ditimbang lalu dimasukkan ke dalam corong flowability
tester, kemudian penutup dasar corong dibuka sambil dijalankan alat pencatat
waktu. Laju alir dinyatakan dalam gram/detik. Pengukuran sudut diam (α),
tinggi kerucut (h) dan jari-jari (r) dasar kerucut granul yang terbentuk
dilakukan setelah granul mengalir bebas. Kecepatan alir dan sudut diam dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Kecepatan Alir = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑢𝑐𝑢𝑡 (ℎ)
Sudut Diam = 𝛼 = tan( )
𝐽𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 (𝑟)

3. Bulk Density dan Tap Density


Tiga puluh gram granul dari setiap formula dimasukkan ke dalam gelas ukur
100 mL dan dicatat volume awal (V0 ), kemudian gelas ukur dipasang pada
alat, dan alat dihidupkan. Pengetapan dilakukan sampai 500 kali ketukan atau
sampai diperoleh volume konstan, kemudian volume konstan (Vt ) dicatat.
Kompresibilitas granul dihitung menggunakan rumus Carr’s Index dan
Hausner Ratio, seperti pada persamaan berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Bulk Density = 𝑉0
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙
Tapped density = 𝑉𝑡
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑖−𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Carr’s Index = 𝑋 100%
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
𝑇𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Hausner Ratio =
𝐵𝑢𝑙𝑘 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦

4. Uji Waktu Larut


Enam gram granul dimasukkan ke dalam gelas berisi akuades sebanyak 200
mL. Waktu larut ditentukan mulai dari granul dimasukan ke dalam gelas
hingga seluruh granul larut dalam akuades tersebut
5. Uji pH
6 gram dilarutkan dalam beaker glass berisi air sebanyak 200 mL. Alat pH
meter yang akan digunakan sebelumnya dikalibrasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan buffer pH 7. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam
sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh nilai pH sampel yang
stabil.
6. Uji Kesukaan (Acceptable)
Metode yang digunakan adalah accidental sampling, dengan jumlah
responden. Karakteristik responden yang diambil yaitu lakilaki dan
perempuan. Responden tersebut kemudian memberikan penilaian terhadap
warna, aroma dan rasa dari granul effervescent yang dicoba. Setelah itu,
responden mengisi form atau angket penilaian yang tersedia.
PERCOBAN VII
ORAL DISSOLVING FILM STRIPS PARACETAMOL

I. TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu memformulasi sediaan oral dissolving film
strips paracetamol beserta evaluasi uji sediaannya.
II. TEORI
a. Pengertian Oral Dissolving Film (ODF)
Pengertian Oral dissolving film (ODF) adalah bentuk sediaan film yang
sangat tipis, yang penggunaannya diletakkan di atas lidah pasien atau jaringan
mukosa di mulut, kemudian film terbasahi oleh saliva sehingga cepat hancur dan
larut untuk melepaskan zat aktif pada rongga mulut kemudian diabsorbsi
(Bhyan, et al., 2011). Pengembangan bentuk sediaan ODF dimaksudkan sebagai
alternatif sediaan tablet, kapsul dan sirup untuk pasien pediatrik dan geriatrik
yang mengalami kesulitan dalam menelan bentuk sediaan padat konvensional
(Galgatte, et al., 2013). Sediaan ODF digunakan dalam kondisi akut seperti
nyeri, emesis, migrain, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan asma. ODF saat
ini menjadi populer karena ketersediaannya dalam berbagai bentuk dan ukuran
(Kalyan dan Bansal, 2012). Sedian ODF di formulasi menggunakan polimer film
forming agent, active pharmaceutical ingredients (API), plasticizers, saliva
stimulating agents, flavouring and colouring agents (Asija, et al., 2013).

b. Kelebihan dan Kekurangan ODF


Kelebihan dan kekurangan ODF ODF memiliki kelebihan dan kekurangan.
Beberapa kelebihan ODF antara lain adalah:
- Luas permukaan yang lebih besar sehingga lebih cepat hancur dan larut dalam
rongga mulut dalam hitungan detik.
- Bentuknya yang fleksibel, tidak rapuh dan tidak membutuhkan perlindungan
khusus selama penyimpanan dan transportasi.
- ODF dapat diberikan tanpa bantuan air.
- Merupakan dosis tunggal sehingga memberikan dosis dan presisi yang akurat.
- Dapat dikonsumsi di setiap tempat dan setiaap saat sesuai dengan kenyamanan
individu.
- Untuk obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah pada gastro intestinal
dan untuk menghindari first pass metabolism yang cepat di hati.
- Cocok untuk pasien yang menderita disfagia, emesis berulang, geriatrik dan
pediatrik yang memiliki kesulitan dalam menelan, pasien dengan gangguan
mental, hipertensi, serangan jantung, asma, yang membutuhkan onset aksi
yang cepat (Kalyan dan Bansal, 2012; Asija, et al., 2013).
Beberapa kekurangan ODF antara lain :
- Memiliki tantangan tersendiri dalam hal keseragaman dosis.
- Beberapa ODF memiliki sensitifitas terhadap temperatur dan kelembaban.
- Tidak cocok untuk dosis tinggi
- Memerlukan pengemasan yang khusus untuk stabilitas dan keamanan produk

c. Metode Pembuatan ODF


Ada 5 Teknik umum dalam pembuatan film, yaitu metode solvent casting,
metode semisolid casting, metode solid dispersion extrusion, metode hot
melt extrusion, metode rolling.
1. Metode solvent casting
Dalam metode ini, polimer larut air membentuk larutan kental dan
homogen dengan bahan obat. Eksipien lainnya dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai, kemudian kedua larutan dicampur dan diaduk.
Larutan kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan
(Arya, et al., 2012).
2. Metode semisolid casting
Dalam metode semisolid casting, pertama-tama disiapkan polimer
pembentuk film yang larutdalam air. Larutan yang dihasilkan
ditambahkan ke dalam larutan polimer tidak larut asam (misalnya
selulosa asetat ftalat, selulosa asetat butirat). Kemudian sejumlah
plastisizer ditambahkan sehingga terbentuk massa gel. Massa gel
dituang ke dalam cetakan. Ketebalan film adalah sekitar 0,015-0,05
inci. Rasio polimer tidak larut asam dengan polimer pembentuk film
harus 1: 4 (Arya, et al., 2012).
3. Metode solid dispersion extrusion
Metode ini dilakukan dengan mencampurkan semua komponen tanpa
bahan obat. Kemudian dikempa bersama dengan bahan obat hingga
menjadi dispersi solid. Dispersi solid dibentuk ke dalam film
menggunakan cetakan (Arya, et al., 2012).
4. Metode hot melt extrusion
Dalam metode ini bahan obat dicampur dengan bahan pembawa
dalam bentuk solid. Kemudian campuran tersebut ditekan dengan alat
penekan dimana alat penekannya memiliki panas. Campuran tersebut
akan mencair dan membentuk film (Arya, et al., 2012).
5. Metode rolling
Pembuatan ODF dengan metode ini dengan cara larutan atau suspensi
yang mengandung obat digulung ke dalam pembawa. Pelarut
utamanya air serta campuran air dan alkohol. Film dikeringkan di atas
penggulung dan dipotong sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan
(Arya, et al., 2012).

III. FORMULA

Komposisi (mg) F1
Paracetamol 125
HPMC E15 225
Sodium Lauryl Sulfat 50
Glycerol 0,4 mL
Asam Sitrat 18
Menthol qs
Mannitol 50
Aquadest qs

IV. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
- Alat gelas
- Timbangan analitik
- Batang pengaduk
- Plat kaca cetaka film
- Kertas perkamen
- Spatula
- Kaca arloji
- Pipet tetes
- Aluminium foil
- pH meter
- Jangka sorong digital

b. Bahan
- Paracetamol
- HPMC
- SLS
- Glycerol
- Mannitol
- Aquadest
- Menthol
- Asam sitrat

V. CARA KERJA
1. Proses pembuatan oral dissolving film strip ini menggunakan metode
solvent casting.
2. Siapkan dan timbang semua bahan
3. Buat larutan pertama yaitu dengan melarutkan HPMC ke dalam aquadest.
4. Campurkan paracetamol dengan SLS hingga homogen kemudian larutkan
dengan aquadest sampai tercampur yang diikuti dengan penambahan asam
sitrat.
5. Campurkan larutan HPMC ke dalam larutan Paracetamol
6. Tambahkan mannitol, menthol, dan glycerol sedikit demi sedikit sampai
homogen
7. Larutan yang sudah jadi tuangkan ke alas cetakan, keringkan dalam suhu
ruang selama 24 jam atau dikeringkan dalam oven suhu 40°C selama 6 jam.
8. Kemudian film strips lepaskan dari permukaan alas dan dipotong sesuai
dengan ukuran yang diinginkan yaitu (2 X 3 cm) yang ekivalen dengan dosis
paracetamol

ii. EVALUASI UJI


a. Organoleptis
Uji organoleptis sediaan ODF Bisoprolol Fumarat diperiksa berdasarkan
sifat karakteristik fisik sediaan yang meliputi warna, bau, dan rasa (Bala et
al, 2013).
b. Ketebalan
Secara acak diambil 10 film dan diukur ketebalannnya menggunakan digital
screw gauge atau jangka sorong digital dan duukur berdasarkan 5 titik (Ali
et al, 2016).
c. Keseragaman Bobot
20 film secara acak diambil dari tiap – tiap formulasi dan variasi bobot rata
– rata ditentukan (Ali et al, 2016).
d. Folding Endurance
Ketahanan lipatan ditentukan dengan melipat strip film ditempat yang sama
sampai berulang kali sampai strip putus. Frekuensi film dilipat tanpa putus
dihitung sebagai nilai daya tahan lipat (Bhyan et al, 2012; dan Karen et al,
2013).
e. pH Permukaan (Surface pH)
pH permukaan film diukur dengan mencampurkan film ke dalam 1 – 2 mL
aquadest, kemudian pH di ukur menggunakan pH meter (Bawane et al,
2018).
f. In Vitro Disintegration
1. Drop Method
Dalam metode pertama ini 1 tetes aquadest dari pipet tetes di jatuhkan
ke di atas permukaan ODF yang diletakkan pada kaca obyek. Diukur
waktu sampai film terlarut yang menyebabkan lubang pada film
(Nalluri et al, 2013).
2. Petridish Method
Dalam metode ini, 2 mL aquadest ditempatkan dalam cawan petri dan
satu film di letakkan pada permukaan aquadest. Diuukur waktu sampai
ODF terlarut sempurna. In vitro disintegration ODF diuji berdasarkan
dua metode ini (Nalluri et al, 2013).
g. Hidration Study (Water uptake/swelling study)
Sampel film ditimbang dan diletakkan dalam petridish yang mengandung
20 ml aquadest. Meningkatnya berat pada film ditentukan dengan seiring
bertambahnya waktu (Sharma et al, 2007). Rasio hidrasi pada film
ditentukan dengan rumus:
𝑊𝑡 −𝑊0
Ratio hidrasi =
𝑊0
h. Taste Acceptability
Kenyamanan rasa diukur berdasarkan hasil survey panelis sebanyak 20
orang (Bawane et al, 2018). Dengan kriteria sebagai berikut:
+ = sangat pahit
++ = sedang hingga pahit
+++ = sedikit pahit setelah dicicip
FORMAT LAPORAN PER-INDIVIDU
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID
SEKOLAH TINGGI FARMASI (STF) BORNEO LESTARI BANJARBARU

COVER
BAB I . PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
1.2 Dasar Teori
1.3 Monografi Bahan
BAB II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Formula Sediaan
2.2 Alat dan Bahan
- Alat
- Bahan
2.3 Cara kerja
2.4 Evaluasi sediaan
BAB III. HASIL PERCOBAAN
3.1 Hasil
3.2 Perhitungan (jika ada)
3.3 Desian Kemasan
BAB IV. PEMBAHASAN
BAB V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
FORMAT LAPORAN PER KELOMPOK (sebagai syrat ujian praktikum)
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID
SEKOLAH TINGGI FARMASI (STF) BORNEO LESTARI BANJARBARU

COVER
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I . PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
1.2 Dasar Teori
1.3 Monografi Bahan
BAB II. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Formula Sediaan
2.2 Alat dan Bahan
- Alat
- Bahan
2.3 Cara kerja
2.4 Evaluasi sediaan
BAB III. HASIL PERCOBAAN
3.1 Hasil
3.2 Perhitungan (jika ada)
3.3 Desian Kemasan
BAB IV. PEMBAHASAN
BAB V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
FORMAT PENULISAN LAPORAN INDIVIDU DAN PER-KELOMPOK

1. Diketik
2. Times New Rowman
3. Font 12
4. Layout : 4, 3, 3, 3
5. cover warna kuning

Anda mungkin juga menyukai