Anda di halaman 1dari 17

FORMULASI DAN PENGEMBANGAN FORMULA TABLET SAMBILOTO

(ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES) SEBAGAI ANTIPIRETIK DENGAN


SENYAWA AKTIF ANDROGRAFOLIT

A. JUDUL
Formulasi dan Pengembangan Formula Tablet Ekstrak Sambiloto (Andrographis
Paniculata Nees) sebagai Antipiretik dengan Senyawa Aktif Androfrafolit
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah satu
tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional. Bagian tanaman yang berkhasiat
sebagai antiradang, antiinflamasi, dan antipiretik adalah daun sambiloto. Daun sambiloto
memiliki

kandungan

kimia

diantaranya

deoksiandrografolid,

andrografolid,

noeandrografolid, 12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid (Hariana, 2006).


Pada percobaan farmakologis senyawa kimia yang berkhasiat sebagai antiradang adalah
andrographolid, deoksi-andrografolid, dan neoandrografolid (Achmad et al., 2007).
Pada umumnya masyarakat menggunakan daun sambiloto dengan cara
mengambil air rebusan dari daun sambiloto. Cara penggunaan ini dirasa kurang praktis,
maka dari itu diperlukan inovasi baru untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan
dalam penggunaannya, yaitu dengan dibuat sediaan tablet. Tablet merupakan bentuk
sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral
untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah. Adapun
keuntungan dari sediaan tablet antara lain murah, mudah dikemas, dan dikirim,
takarannya tepat, variabilitas kandungan rendah serta dapat dijadikan produk dengan
profil pelepasan khusus (Banker and Anderson, 1994).
Pada bentuk sediaan tablet, selain bahan aktif diperlukan juga bahan tambahan.
Bahan tambahan memegang peranan penting dalam pembuatan tablet 2 yaitu
memudahkan pembuatan bentuk sediaan dan memperbaiki sifat fisik tablet. Metode yang
dapat digunakan dalam pembuatan tablet adalah metode cetak langsung dan metode
granulasi tergantung dari sifat fisika kimia zat aktifnya (Banker and Anderson, 1994).
Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak sambiloto dapat diformulasi menjadi sediaan tablet?
2. Apakah formula tablet ekstrak sambiloto memenuhi syarat tablet yang ditetapkan?

3. Apakah tablet ekstrak sambiloto memiliki kandungan andrografolit yang berefek


sebagai antipiretik?
C. TINJAUAN PUATAKA
1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)
1.1

Klasifikasi tanaman
Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae


Classis

: Dicotyledoneae

Ordo

: Solanaceae

Familia

: Acanthaceae

Genus

: Andrographis

Spesies

: Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees


(Sivananthan and Elamaran, 2013).

1.2

Morfologi tanaman
Sambiloto memiliki nama lain seperti papaitan (Sumatera), takilo, bidara,
sadilata, sambiloto (Jawa), sambilata, sadilata, ki oray, ki peurat, ki ular (Sunda)
(Hariana, 2006). Tanaman sambiloto memiliki tinggi 40 cm sampai 90 cm,
percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat
dan tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau
tegak tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm
sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas
bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang
bunga 3 mm sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga
bibir bentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih
dengan warna kuning di bagian atasnya, bibir bunga bawah lebar, berwarna ungu.
Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, bila tua akan pecah menjadi 4
bagian (DepKes RI, 1979). Buah berbentuk kotak, tegak, agak berbentuk silinder,
bulat panjang, bagian ujungnya runcing dan tengahnya beralur, buah berwarna
hijau, setelah tua berwarna hitam. Bijinya tiga sampai empat buah yang dilempar
keluar jika buah masak (Sudarsono et al., 1996).

Gambar 1.1 Herba sambiloto. 1. Tanaman sambiloto, 2. Bunga sambiloto yang berpigmentasi, 3.
Bunga sambiloto dengan warna ungu, 4. Buah berbentuk jorong, 5. Biji sambiloto
yang telah tua (Benoy et. al.,2012).
1.3

Kandungan Tanaman
Secara kimia sambiloto mengandung diterpen, flavonoid, stigmasterol,
alkane, keton, aldehid dan mineral (kalsium, natrium, kalium) (Rosidah et al.,
2012). Beberapa jenis diterpen telah teridentifikasi dalam herba sambiloto
diantaranya yaitu andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid, 14deoksi-11, 12-didehidroandrografolid, isoandrografolid, dan 3,19-dihydroxy-15methoxy-entlabda-8(17),11,13-trien-16,15-olide (Song et al., 2013). Komponen
utamanya adalah andrografolid yang merupakan senyawa diterpen lakton
(Rosidah

et

al.,

2012).

Andrografolid

termasuk

kedalam

kelompok

trihidroksilakton berupa kristal tak berwarna dan mempunyai rasa yang sangat
pahit dengan rumus molekul C20H30O5 (Chao dan Lin, 2010).
Andrografolid mudah larut dalam metanol etanol, piridin, asam asetat, dan
aseton, tetapi sedikit larut dalam eter dan air (Depkes RI, 2010). Andrografolid
dalam bentuk kristalnya akan terdekomposisi apabila disimpan pada suhu 70C
dengan kelembaban relatif sebesar 75% selama 3 bulan (Lomlim et al., 2003).
Andrografolid tersebar sekitar 4%, 0,8-1,2% dan 0,5-6% pada ekstrak herba

yang dikeringkan, batang, dan daun (Chao dan Lin, 2010). Di dalam daun, kadar
senyawa andrografolid memiliki jumlah tertinggi yaitu sebesar 2,5-4,8% dari berat
keringnya (Prapanza dan Marito, 2003).
1.4

Kegunaan Tanaman
Senyawa aktif sambiloto yaitu andrografolid dilaporkan memiliki beragam
efek farmakologi seperti antidiabetes (Reyes-Balaguer et al., 2005; Yu et al.,
2008), anti-agregasi platelet (Amroyan et al., 1999), antimalaria (Dua et al.,
2000), antihiperglikemi (Kumar et. al., 2012), imunostimulan (Xu et al., 2007),
hepatoprotektif (Singha et al., 2007), antihiperlipidemia (Sivananthan and
Elamaran, 2013). Di India akar dan daun digunakan untuk menyembuhkan sakit
karena gigitan ular dan serangga. Di Cina digunakan sebagai obat antiinflamasi,
antipiretik, obat influensa, disentri,infeksi saluran kencing, dan radang paru-paru
(Achmad et al., 2007). Pada uji pra klinis untuk efek antiradang menggunakan
mencit bahwa infus daun sambiloto 51,4 mg/100 g BB, secara oral dapat
meningkatkan efek antiradang (Anonim, 2010).

2. Ekstrak
2.1 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstrasi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Anonim, 1995).
2.2

Maserasi
Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada tempratur
ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu
(terusmenerus) dan remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (DepKes RI,
2000). Pada metode ekstraksi dengan maserasi, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan
pada wadah atau bejana yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah
ditetapkan, bejana ditutup rapat kemudian dikocok berulang-ulang sehingga
memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan simplisia (DepKes RI,
1986).
3. Tablet
3.1

Pengertian Tablet
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk, dan
penandaan permukaan bergantung pada desain cetakan (Anonim, 1995). Tablet
memiliki beberapa keunggulan dibanding sediaan yang lain diantaranya adalah
murah, ringan, mudah dikemas dan dikirim, variabilitas kandungan rendah serta
dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus (Banker and Anderson,
1994).

3.2

Bahan Tambahan Pembuatan Tablet


Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet antara lain:
1) Bahan pengisi (diluent)
Bahan pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup membuat bulk,
jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa. Selain itu juga untuk memperbaiki
daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran.
Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan tablet antara lain :
laktosa, dekstrosa, manitol, sorbitol, sukrosa atau gula dan derivat-derivatnya,
selulosa mikrokristal (Avicel) (Banker and Anderson, 1994).
2) Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat adalah bahan yang berfungsi memberi daya adhesi pada
massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk menambah
daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat ditambahkan
dalam bentuk kering dan bentuk larutan yang lebih efektif. Pada granulasi
basah, bahan pengikat biasanya ditambahkan dalam bentuk larutan (solution,

mucilago, atau suspensi). Namun dapat juga ditambahkan dalam bentuk


kering, setelah dicampur dengan massa yang akan digranul baru ditambahkan
pelarut, bahan pengikat yang biasa digunakan adalah akasia, tragakan,
gelatin, (pengikat dari alam), polivinilpirolidon, HPMC, CMC-Na, etil
selulosa (polimer sintetik/semisintetik) (Sulaiman, 2007).
3) Bahan pelicin (lubricant)
Bahan pelicin adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi
antara permukaan dinding atau tepi tablet dengan dinding die selama
kompresi dan ejeksi. Bahan pelicin ditambahkan pada pencampuran akhir
atau final mixing, sebelum proses pengempaan (Sulaiman, 2007). Bahan
pelicin ini bertujuan untuk memicu aliran serbuk atau granul dengan jalan
mengurangi gesekan di antara partikel-partikel. Beberapa bahan pelicin yang
sering digunakan dalam pembuatan tablet antara lain talk, magnesium stearat,
asam stearat, garam-garam asam stearat dan kalsium (Banker and Anderson,
1994).
4) Bahan penghancur (disintegrant)
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau
hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan medium disolusi (pencernaan).
Bahan penghancur akan menarik air dalam tablet, mengembang dan
menyebabkan

tablet

pecah

menjadi

bagian-bagian

kecil,

sehingga

memungkinkan larutnya obat dari tablet dan tercapainya bioavailibilitas yang


diharapkan (Banker and Anderson, 1994). Jenis bahan penghancur yang
umum digunakan adalah amilum, microcystalline cellulose (MCC), dan
alginat (Sulaiman, 2007).

3.3

Metode Pembuatan Tablet


Metode yang digunakan dalam pembuatan tablet ada 3 metode yaitu :
1) Metode granulasi basah

Metode granulasi basah merupakan salah satu metode yang paling sering
digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang
diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode granulasi basah ini dapat
dibagi sebagai berikut, yaitu menimbang dan mencampur bahan-bahan yang
diperlukan dalam formulasi, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan
lembab menjadi pelet atau granul, kemudian dilakukan pengeringan,
pengayakan kering, pencampuran bahan pelincin, dan pembuatan tablet dengan
kompresi (Ansel et al., 2005).
Keuntungan metode granulasi basah :
a) Meningkatkan kohesivitas dan kompaktibilitas serbuk.
b) Mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah homogen
sebelum proses pencampuran.
c) Memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif untuk zat-zat yang bersifat
hidrofob, dengan perantara cairan pelarut yang cocok pada bahan pengikat
(Bandelin, 1989).
2) Metode granulasi kering
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk dari penambahan bahan
pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan
massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu
memecahkannya dan menjadikannya pecahan-pecahan ke dalam granul yang
lebih kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah
dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau
karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel
et al., 2005).

3) Metode kempa langsung


Metode ini digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah mengalir
sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung

dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering
(Ansel et al., 2005). Kebanyakan obat berdosis besar tidak cocok menggunakan
metode ini. Banyak juga obat berdosis kecil yang tidak dapat bercampur merata
antara zat aktif dengan pengisinya, bila menggunakan metode kempa langsung,
sehingga proses ini tidak praktis (Banker and Anderson, 1994).
3.4 Pemeriksaan Sifat Alir Granul
Pemeriksaan sifat alir granul meliputi :
1) Waktu alir
Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir
dalam suatu alat. Mudah tidaknya aliran granul dapat dipengaruhi oleh bentuk
granul, bobot jenis, keadaan permukaan dan kelembapannya. Sifat alir granul
yang akan dikempa sangat penting karena berhubungan dengan keseragaman
pengisian ruang cetakan (die) dan keseragaman bobot tablet (Sulaiman, 2007).
2) Sudut diam
Sudut maksimum yang dibentuk permukaan serbuk dengan permukaan
horizontal pada waktu berputar dinamakan sebagai sudut diam. Bila sudut diam
lebih kecil atau sama dengan 30 biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat
mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40 biasanya daya
mengalirnya kurang baik (Banker and Anderson, 1994).
Sudut tuang dihasilkan dari:

Evaluasi baik atau tidaknya serbuk tersebut mengalir dapat ditunjukan


pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks Sudut Diam Berhubungan dengan Sifat Alir

3) Pengetapan
Pengetapan menunjukkan penerapan volume sejumlah granul atau serbuk akibat
hentakkan (tapped) dan getaran (vibrating). Makin kecil indeks pengetapan, makin
kecil sifat alirnya (Aulton, 2002).
Nilai indeks pengetapan dapat dihitung dengan rumus:

3.5 Pemeriksaan sifat fisik tablet


1) Keseragaman bobot tablet
Keseragaman

bobot

tablet

ditentukan

berdasarkan

banyaknya

penyimpangan bobot tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai
syarat yang ditentukan dalam Farmakope Indonesia edisi III. Untuk tablet yang
tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai
berikut : timbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet, jika ditimbang
satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom

A dan tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih dari harga yang ditetapkan kolom B pada Tabel 2 (Anonim, 1979).
2) Kekerasan
Umumnya semakin besar tekanan semakin keras tablet yang dihasilkan.
Alat yang digunakan adalah hardness tester. Kekerasan tablet merupakan
ketahanan tablet terhadap guncangan mekanik selama pengemasan dan
pengiriman yang ditunjukkan dengan adanya retakan dan pecahan. Caranya
sebuah tablet diletakkan vertikal di antara ujung dan penekanan. Alat diputar
sehingga tablet tertekan dan pecah, skala kekerasan mula-mula pada angka 0 akan
berubah dan kekerasan tablet telah dibaca pada skala tersebut dengan satuan kg.
Pada umumnya tablet dikatakan baik yang mempunyai kekerasan antara 410 kg
(Sulaiman, 2007).
3) Kerapuhan
Uji kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan
permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi
pada permukaan tablet. Tablet yang baik mempunyai kerapuhan tidak lebih dari
1% (Sulaiman, 2007).
4) Waktu hancur tablet
Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya
tablet dalam media yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal di
atas kassa. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih
dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan bersalut selaput (Anonim, 1979).
3.6 Monografi Bahan Aktif dan Bahan Tambahan Tablet
1) Ekstrak daun sambiloto
Ekstrak daun sambiloto diperoleh dengan cara maserasi serbuk daun
sambiloto dan ekstrak cair yang diperoleh diuapkan sampai menjadi ekstrak
kental.
2) Amilum

Pada formulasi dalam tablet, pasta amilum digunakan pada konsentrasi 320 % w/w (biasanya 5-10% berdasarkan tipe amilum) sebagai pengikat untuk
granulasi basah. Kekuatan pengikat dapat diukur berdasarkan parameter kerapuhan
dan kekerasan, waktu hancur, dan laju disolusi obat (HPE 6th, p.686).
3) Laktosa
Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu, bentuk anhidrat atau
mengandung satu molekul air hidrat. Laktosa merupakan serbuk atau masa hablur,
keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan rasa sedikit manis, stabil di udara,
tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan
lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995).
4) Talk
Talk adalah magnesium hidrat alam, kadangkadang mengandung sedikit
aluminium silikat. Pemerian dari talk merupakan serbuk hablur, sangat halus licin,
mudah melekat pada kulit, bebas dari butiran, warna putih atau putih kelabu. Talk
tidak larut dalam hampir semua pelarut (Anonim, 1979).
5) Magnesium stearat
Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asamasam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium
stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Magnesium stearat
mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO.
Magnesium merupakan serbuk halus, putih, bau lemah khas, mudah melekat
dikulit, bebas dari butiran. Magnesium stearat tidak larut dalam air, dalam etanol,
dan dalam eter (Anonim, 1995).
4. Identifikasi Andrografolid dengan Metode KLT
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisiko kimia. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa
larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di
dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak),

pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa


yang tidak berwarna harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).

Gambar 4.1 Hasil KLT herba Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees pada pengamatan
di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Sampel ekstrak etanol dari
sambiloto (T1, T2, T3 dan T4), standar andrografolid (S2 dan S3) (Pawar et
al., 2010)
Pada gambar 4.1 menunjukkan KLT pada pengamatan dibawah lampu UV 254
nm dan 366 nm. Pada penelitian tersebut digunakan plat KLT silika gel 60 GF254 dengan
toluene : etil asetat : asam formiat (5:4,5:0,5) v/v sebagai fase gerak. Pemisahan tersebut
menunjukkan andrografolid berada pada Rf 0,38 di bawah lampu UV 254 dengan warna
spot abu-abu gelap dan pada UV 366 nm tidak menunjukkan pita secara signifikan
(Pawar, 2010).
D. METODE FORMULASI DAN EVALUASI
1. Formula (1 tablet 400 mg)
R/ Ekstrak kering Andrograpis paniculata folium 12,5%
PVP K-30 4%
Avicel PH 101 7%
Laktosa Monohidrat 69,5%
Talk 4 %
MgS 3%
2. Dosis
3. Metode Granulasi
Metode Granulasi Terpilih: Granulasi Basah

50 mg
16 mg
28 mg
278 mg
16 mg
12 mg

Alasan : a) Bahan aktif merupakan bahan alam sehingga tidak dapat dilakukan dengan
granulasi kering karena kandungan air dari bahan aktif relatif tinggi.
b) Mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah homogen
sebelum proses pencampuran.
c)

Memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif untuk zat-zat yang bersifat


hidrofob, dengan perantara cairan pelarut yang cocok pada bahan pengikat
(Bandelin, 1989).

d) Meningkatkan sifat alir dari komponen penyusun tablet.


4. Metode KLT
Fase diam
: Silica Gel 60 GF254 (5 x 10 cm)
Fase Gerak : Etil asetat : metil etil keton : asam format : air (50:30:10:10)
Penotol
: Pipa kapiler 2 l
Lokasi penotolan : Jarak antar totolan 1 cm.

Keterangan
1. Ekstrak

:
Kental

folium
2. Ekstrak

Ekstrak

Andrograpis
Kering

paniculata
Andrograpis

paniculata folium
3. Sampel (Tablet Sambiloto)
4. Pembanding
2
3
4
5. 1Cara Kerja
5.1 Granulasi (1/2 batch)
a. Menimbang dan mencampur

homogen bahan-bahan yang diperlukan dalam

formulasi (Laktosa monohidrat 41,7 g, ekstrak kering Andrograpis paniculata


b.

folium 7,5 g, Avicel PH 101 4,2 g).


Menyiapkan mucilago PVP K-30 dengan melarutkan PVP K-30 2,4 g dalam air

10 ml ad jernih.
c. Menuang sedikit demi sedikit hingga membentuk adonan yang lembab.
d. Mengayak adonan lembab menjadi granul, kemudian dilakukan pengeringan
dengan oven. Mengukur kadar air.
5.2 Tabletasi

a. Melakukan pengayakan kering dan pencampuran bahan pelincin, serta pelincir


(Talk 2,4 g dan MgS 1,8 g).
b. Menguji sifat alir.
c. Mencetak tablet dengan mesin kompresi dan melakukan pengujian-pengujian.
6. Parameter Evaluasi Produk
6.1 Granul
a) Waktu alir (100g <10 detik)
b) Sudut diam (<30)
c) Kadar air (3-5 % / 2-4%)
6.2 Tablet
a) Keseragaman Ukuran (tidak boleh > 3 x Tebal dan tidak boleh < 1/3 x Tebal)
b) Keseragaman bobot (tidak boleh satu pun tablet yang bobotnya menyimpang
lebih dari 5 % dan 10 % dari bobot rata-rata pada masing-masing formula.)
c) Kekerasan (4-8 KgF)
d) Kerapuhan (<0,8%)
e) Waktu hancur (<15 menit)
6.3 Kemasan
a) Nama Produk
b) Perusahaan
c) Alamat perusahaan
d) Nomor registrasi
e) Kode produksi
f) Expired date
g) Nomor batch
h) Tanda obat
i) Komposisi
j) Indikasi
k) Penyimpanan
l) Netto
m) Cara Pemakaian
n) Perhatian dan Peringatan
o) Kesesuaian
E. HASIL
PEMBAHASAN
Uji pertama yang dilakukan adalah pengukuran sudut diam. Syarat sudut diam
yang sangat baik adalah <25. Jika sudut diam berada pada rentang 25-30 maka sifat
alir granul baik. Jika sudut diam berada pada rentang 30-40, maka sifat alir granul
sedang. Sedangkan, jika sudut diam >40, maka granul memiliki sifat alir yang sangat
buruk. Hasil sudut diam yang diperoleh pada formula tersebut memenuhi persyaratan

sifat alir, dimana granul memiliki sifat alir baik karena berada pada rentang 25-30 baik
sebelum ditambahkan pelincir maupun sesudah ditambahkan pelincir. Sifat alir juga
dilihat dari uji waktu alirnya. Hasil yang diperoleh sebelum ditambahkan pelincir adalah
15 detik sedangkan setelah ditambahkan pelincir menjadi 9 detik. Hal ini menunjukan
pengaruh penambahan pelincir terhadap perbaikan sifat alir granul.
Evaluasi tablet yang dilakukan berupa uji organoleptik, uji keseragaman bobot, uji
keseragaman ukuran, uji kekerasan, dan uji kerapuhan.
Berdasarkan hasil pengujian, tablet ekstrak etanol daun sambiloto mengalami
mottling. Mottling merupakan permasalahan tablet dimana distribusi warna yang tidak
merata di permukaan tablet yaitu berbintik hijau dan kehitaman. Hal ini dikarenakan zat
aktif daun sambiloto memiliki warna hijau tua sehingga berbeda dengan warna eksipien
lainnya, yaitu laktosa dan SSG yang berwarna putih. Selain itu juga karena distribusi zat
aktif yang tidak merata secara homogen dengan zat eksipien lainnya sehingga
menimbulkan bintik-bintik hijau di permukaan tablet. Adanya bintik-bintik hitam
disebabkan karena kurangnya kebersihan alat cetak sehingga terkontaminasi pengotor
lainnya.
Persyaratan keseragaman ukuran tablet menurut Farmakope Indonesia Edisi V
adalah diameter tablet diameter tablet tidak boleh kurang dari 1 tebal tablet dan tidak
boleh lebih dari 3 kali tebal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, formula tablet ekstrak
etanol daun sambiloto tidak memenuhi persyaratan keseragaman ukuran tablet. Hal ini
disebabkan karena pengaruh mesin cetak. Mesin cetak yang dipakai adalah mesin cetak
untuk bobot 500 mg sementara bobot tablet yang diinginkan adalah 400 mg. Hasil
analisis untuk tebal dan diameter tablet menghasilkan data yang berdistribusi normal dan
homogen dilihat dari nilai SD yang memenuhi persyaratan yakni <2.
Berdasarkan hasil uji keseragaman bobot, dapat diketahui bahwa bobot tablet
bervariasi dan tidak memenuhi persyaratan farmakope dimana tidak boleh satu pun
tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 5 % dan 10 % dari bobot rata-rata pada
masing-masing formula. Hal ini disebabkan karena kondisi mesin pencetak yang tidak
sesuai. Selain itu bisa juga disebabkan karena sifat alir yang berubah menjadi jelek pada
saat pencetakan.

Persyaratan untuk tablet konvensional yang baik adalah memiliki kekerasan


berkisar antara 4-8 kg sehingga dapat dikatakan seluruh formula memenuhi persyaratan
kekerasan tablet.
Tablet umumnya dikatakan baik jika kerapuhannya tidak lebih dari 0,8 %,
sedangkan hasilnya adala 0,109%. Hasil ini berbanding terbalik dengan kekerasan tablet,
dimana pada kekerasan tablet, memiliki tingkat kekerasan yang cukup dan masuk
rentang. Tablet dengan kekerasan yang cukup memiliki daya ikat antargranul dan
kekompakan yang baik pula sehingga kerapuhannya juga semakin kecil karena
pelepasan bobot dari tablet akibat pengikisan juga lebih kecil. Jadi, hasil tersebut
menunjukan bahwa tablet ekstrak sambiloto memiliki kerapuhan yang baik.
Dari hasil identifikasi senyawa berkhasiat dalam tablet ekstrak sambiloto dengan
metode KLT diperoleh kesesuaian noda antara pembanding dan tablet ekstrak sambiloto
dimana noda tersebut manunjukan adanya kandungan andrografolid. Noda terlihat pada
pengamatan UV 254. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa pada kadar setara 50
mg, ekstrak sambiloto memiliki efek sebagai antipiretik.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
ekstrak daun sambiloto dapat diformulasikan dalam sediaan tablet dimana terdapat
pengisi laktosa, pengikat PVP K30 dan disintegrannya adalah SSG. Evaluasi terhadap
masa granul diperoleh hasil sesuai dengan persyaratan. Hasil evaluasi mutu tablet
meliputi keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan dan kerapuhan. Kekerasan
dan kerapuhan tablet memnuhi persyaratan sedangkan keseragaman bobot dan
keseragaman unkuran tidak memenuhi persyaratan. Dari hasil KLT menunjukan bahwa
tablet ekstrak sambiloto memiliki kandungan zat aktif berupa andrografolid yang dapat
berefek sebagai antipiretik.
G. DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad at all. 2007. HPLC profile and antihyperglycemic effect of ethanol extracts of
Andrographis paniculata in normal and streptozotocin-induced diabetic rats. J Nat
Med (61) : 422429

Arief Hariana. 2006. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Penebar Swadaya : Jakarta Hlm

73-74.
Banker, G.S. dan N. R. Anderson. 1994. Tablet, dalam: Teori dan Praktek Farmasi
Industri. L. Lachman, H. A. Lieberman, J. L. Kanig (eds.), jilid 2, edisi 3, terjemahan
Suyatmi S., Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 643-731.

Anda mungkin juga menyukai