Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Suppositoria
Pada praktikum ini, dibuat sediaan suppositoria ketoprofen dengan metode
pencetakan tuang. Metode ini dipilih karena lebih efektif dan efisien digunakan
dalam pembuatan suppositoria skala laboratorium. Dalam praktikum ini basis yang
digunakan adalah basis larut air yaitu Polietilen glikol (PEG). Polietilen glikol
adalah polimer yang banyak digunakan dalam industri pangan, kosmetik, dan
farmasi. Secara kimiawi, PEG merupakan sekelompok polimer sintetik yang larut
air dan memiliki kesamaan struktur kimia berupada adanya gugus hidroksil primer
pada ujung rantai polimer yang mengandung oksietilen (-CH2-CH2-O-). Beberapa
sifat utama dari PEG adalah stabil, tersebar merata, higroskopik, dapat mengikat
pigmen,dll.
Sifat kekerasan PEG yang semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya berat molekulnya dapat digunakan untuk dijadikan bahan dasar
ataupun campuran bahan dasar sediaan suppositoria, tanpa khawatir sediaan
suppositoria yang dihasilkan nantinya tidak akan meleleh dibandingkan dengan
basis lemak yang mudah meleleh pada suhu panas (contohnya Oleum Cacao)
karena PEG juga memiliki sifat sangat efektif pada lingkungan yang berair dan
didukung lagi oleh sifat PEG lainnya yakni tidak beracun, non-korosif dan tidak
berbau. Sehaingga penggunaan PEG sebagai basis maupun campuran bahan dasar
suppositoria sangatlah menguntungkan.

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
umumnya diberikan melalui rektal, vaginal, atau uretra. Umumnya meleleh,
melunak, atau melarut pada suhu tubuh (Depkes RI,1995). Sediaan suppositoria
yang dibuat pada praktikum ini menggunakan bahan aktif ketoprofen yang
merupakan golongan nonsteroid anti-inflamasi (NSAID) derivat asam fenilakanoat.
Ketoprofen digunakan untuk mengobati gangguan muskulo skeletal dan sendi
seperti ankylosingspondylitis, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan gangguan
periarticular seperti bursitis dan tendonitis, serta digunakan untuk meredakan nyeri
pasca operasi, kondisi yang menyakitkan dan inflamasi seperti gout akut atau
gangguan jaringan lunak. Suppositoria memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat
menghindari terjadinya iritasi pada lambung, dapat menghindari kerusakan obat
oleh enzim pencernaan dan asam lambung dan baik bagi pasien yang mudah
muntah atau tidak sadar (Syamsuni, 2007). Dibuat dalam bentuk sediaan
suppositoria bertujuan agar memungkinkan absorpsi lebih cepat karena tidak perlu
melalui proses ADME dan akan langsung diabsorpsi oleh membran mukosa rektal
menuju sistem sistemik sehingga efek terapetik akan lebih cepat.
Berdasarkan daftar obat esensial nasional (DOEN) tahun 2008 ketoprofen
suppositoria dengan dosis 100 mg digunakan pada pasien pasca operasi yang belum
bisa menerima pemberian obat secara oral dan tidak mengiritasi lambung.
Ketoprofen suppositoria merupakan obat usulan untuk menggantikan metampiron
injeksi i.m 250 mg/ml dengan alasan keamanan.
Pada percobaan ini, formula yang digunakan adalah :
R/ Ketoprofen 100 mg
PEG 4000 95%
PEG 400 4%
Gliserin 1%
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, basis yang digunakan pada
percobaan ini adalah basis PEG selain itu juga menggunakan gliserin sebagai
glidan. Basis PEG memiliki bobot molekul yag bervariasi (antara 200-6000),
sehingga dapat dikombinasi dengan cara melebur, memakai dua jenis atau lebih.
Pada praktikum ini digunakan 2 jenis PEG yaitu PEG 400 dan PEG 4000. Tujuan
dari kombinasi ini adalah untuk memperoleh basis supositoria yang diinginkan
konsistensinya dan sifat khasnya, selain itu kombinasi ini memiliki keuntungan
diantaranya yaitu :
1. Dikarenakan PEG 400 memiliki titik lebur yang rendah, oleh karena itu agar
suppositoria dapat melarut pada cairan rektum tubuh maka di gunakan
kombinasi dengan PEG 4000 yang memiliki titik lebur yang tinggi dan agar
lebih tahan terhadap penyimpanan sediaan di suhu ruang, dalam artian titik
lebur suppositoria dapat meningkat sehingga lebih tahan pada suhu ruangan
yang hangat
2. Pelepasan obat tidak tergantung dari titik lelehnya
3. Stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik
4. Sediaan suppositoria akan segera bercampur dengan cairan rektal.
(HOPE, hal 455)
Selain itu, keuntungan menggunakan basis PEG adalah sebagai berikut :
1. Stabil dan inert
2. Polimer PEG tidak mudah terurai
3. Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas sehingga
memungkinkan formula suppositoria dengan berbagai derajat kestabilan
panas dan laju disolusi yang berbeda
4. Tidak membantu pertumbuhan jamur
Suppositoria dengan basis PEG pada penyimpanan suhu ruang tidak akan
melunak karena memiliki titik lebur yang tinggi dan kepadatannya memungkinkan
untuk dimasukkan pada waktu pemakaian secara perlahan-lahan tanpa akan melelh
pada jari tangan. Suppositoria PEG tidak melebur pada suhu tubuh, melainkan
melarut secara perlahan-lahan dalam cairan tubuh sehingga membutuhkan waktu
yang lama untuk absorpsi zat aktif. Dikarenakan suppositoria PEG dapat
merangsang membran mukosa setelah dipakai, maka petunjuk penggunaannya
suppositoria harus dibasahi terlebih dahulu dengan air sebelum digunakan dan
harus tertera pada etiket “basahi dengan air sebelum digunakan”.

4.2 Penentuan Bilangan Pengganti dan Pembuatan Suppositoria


Dari formula yang telah ditentukan, aka dibuat 20 suppositoria. Pertama kali
yang dilakukan pada praktikum ini adalah kalibrasi cetakan untuk menentukan
bilangan pengganti yang sebelumnya sudah diolesi gliserin. Pengolesan gliserin
pada cetakan berfungsi agar suppositoria yang telah jadi dapat di lepaskan dari
cetakan dengan mudah dan tidak membuat suppositoria retak. Penentuan bilangan
pengganti disini adalah bertujuan untuk menentukan berapa banyak basis yang akan
digunakan untuk menggantikan zat aktif pada suppositoria, dikarenakan perbedaan
berat jenis antara basis dan zat aktif. Pada proses kalibrasi ini dilakukan
penimbangan PEG 400 sebanyak 0,8 gram,PEG 4000 19 gram, gliserin 0,2 gram
sebagai basis saja dan penimbangan untuk kalibrasi basis dengan zat aktif
ketoprofen sebanyak 2 gram sebagai zat aktif, PEG 4000 17,1 gram, PEG 400 0,72
gram, dan gliserin sebanyak 0,18 gram. Pada saat penimbangan, kemungkinan
terjadi kehilangan bobot bahan dan kemungkinan terjadi penciutan suppositoria
pada cetakan saat proses pencetakan sehingga perlu ditambahkan jumlah
suppositoria yang akan dibuat sebanyak 4 buah suppositoria, namun yang akan
dituangkan pada cetakan hanya 3 buah suppositoria untuk masing-masing yaitu
basis saja dan basis dengan zat aktif. Kalibrasi cetakan ini selain bertujuan untuk
menetapkan bilangan pengganti, juga karena cetakan yang tersedia secara
komersial dapat menghasilkan individual atau dalam jumlah besar dengan berbagai
bentuk dan ukuran.
Bahan aktif suatu obat juga dapat mengganggu bobot jenis basis
suppositoria sehingga berat dari suppositoria yang dihasilkan berbeda
pula(Agoes,2012). Setelah basis saja dan basis dengan zat aktif ditimbang sesuai
bobot yang telah di tentukan untuk kelibrasi cetakan, kemudian masing-masing
dilebur pada cawan terpisah dengan penangas air pada suhu 50◦C-58◦C. Setelah
masing-masing campuran melebur, tuangkan kedalam cetakan masing-masing
campuran 3 lubang dengan batang pengaduk, lelehan campuran harus terus di
tambahkan kedalam lubang hingga luber karena dikhawatirkan akan terbentuknya
rongga pada suppositoria yang nantinya mempengaruhi bobot. Setelah masing-
masing campuran di masukkan ke cetakan, dilakukan pendinginan. Pendinginan
dilakukan secara bertahap, dimulai dari suhu ruang sampai lelehan sedikit
mengeras, suhu sejuk (di dalam chiller) sekitar 15 menit , dan suhu dingin( dalam
freezer ) hingga suppositoria memadat sempurna. Pendinginan secara bertahap ini
dilakukan agar suppositoria tidak mengalami perubahan suhu mendadak yang
mengakibatkan suppositoria pecah/retak. Dari proses penentuan bilangan pengganti
didapatkan bobot 1 suppositoria yang berisi basis saja 2,3268 g dan bobot 1
suppositoria yang berisi basis dengan zat aktif sebanyak 2,3499 g dan didapatkan
basis untuk 1 g ketoprofen adalah 0,9013 g. Setelah dilakukan perhitungan bahan
untuk membuat 20 suppositoria dari bilangan pengganti, didapatkan hasil akhir
dengan bobot basis total 44,7334 g yaitu ketoprofen 2 g, PEG 4000 42,49673 g
,PEG 400 1,789336 g dan gliserin 4,47334 g yang kemudian keempat bahan
tersebut dilebur bersamaan kemudian dilakukan pencetakkan dan dilakukan
evaluasi terhadap sediaan suppositoria tersebut.
4.3 Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan suppositoria terbagi menjadi 2 yaitu Evaluasi in process control
(IPC) yaitu uji homogenitas yang meliputi uji penampilan fisik dan keragaman
bobot, dan evaluasi sediaan akhir yang meliputi uji penampilan fisik, waktu
hancur,keragaman bobot,keseragaman kandungan, uji ketegaran dan uji titik leleh.
Namun, pada evaluasi ini uji titik leleh tidak kami lakukan dikarenakan alat yang
diperlukan sedang mengalami kerusakan.
4.3.1 Penampilan Fisik
Sediaan suppositoria dilakukan evaluasi penampilan fisik yang merupakan
tes penekanan terhadap distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppositoria. Pada
tes ini dilakukan pengecekkan terhadap 2 suppositroa yang di anggap mewakili
terhadap 18 suppositoria lainnya. Tes tersebut antara lain berat, warna, serta
penampakan bagian internal & eksternal (meliputi evaluasi ketidakadaan celah dan
lubang). Suatu suppositoria yang diperuntukkan melalui rektal memiliki bobot lebih
kurang 2 gr. Suppositoria yang kami hasilkan memiliki bobot 2,3362 g untuk
suppositoria 1 dan 2,3528 g untuk suppositoria 2. Ini menunjukkan bahwa bobot
suppositoria memenuhi kriteria. Kemudian kedua suppositoria memiliki warna
putih yang homogen secara visual pada bagian eksternal dan pada bagian internal
setelah dibelah tidak adanya celah/lubang dan terlihat homogen.
(Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, hal.552)
4.3.2 Keseragaman Kandungan
Pengujian keseragaman kandungan ini merupakan salah satu metode dalam
pengujian keseragaman sediaan yang didefinisikan sebagai derajat keseragaman
jumlah zat aktif dalam satuan sediaan. Uji keseragaman kandungan dilakukan
berdasarkan pada penetapan kadar masing-masing kandungan zat aktif dalam
satuan sediaan untuk menentukan apakah kandungan masing-masing terletak dalam
batasan yang ditentukan. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV halaman 999-
1000 persyaratan keseragaman bobot suppositoria adalah terdapat pada rentang
85,0%-115,0% dari yang tertera pada etiket dan memiliki RSD kurang dari atau
sama dengan 6 %. Pada pengujian ini dilakukan terhadap 3 buah suppositoria
%kadar yang didapatkan pada suppositoria I adalah 92,69% , suppositoria II
75,37% dan suppositoria II 91,17%. Berdasarkan persyaratan pada FI V jika satu
satuan berada diluar rentang yang di persyaratkan, tapi berada pada rentang 75,0%-
125,0% dari yang tertera pada etiket maka dilakukan uji 20 satuan tambahan.
Namun, karena hanya ada satu sediaan suppositoria yaitu suppositoria II yang
berada diluar rentang 85,0%-115,0% tetapi berada di dalam rentang 75,0%-125,0%
dan RSD yang didapatkan tidak melebihi 6% yaitu 0,11% . Maka dari itu, pengujian
untuk 20 satuan tambahan tidak kami lakukan karena sediaan sudah memenuhi
persyaratan.
4.3.3 Keragaman Bobot
Evaluasi keragaman bobot adalah evaluasi yang termasuk ke dalam in process
control (IPC). Menurut British Pharmacope 2002, tujuan dari mengevaluasi
keragaman bobot adalah untuk memastikan suppositoria yang dihasilkan memiliki
bobot yang tidak terlalu jauh berbeda. Untuk mengevaluasi keragaman bobot pada
suppositoria, digunakan prinsip yaitu bobot suppositoria yang ditimbang masing-
masing sebanyak 20 buah dihitung bobot rata-rata dan simpangan baku relatifnya.
Persyaratan pada evaluasi ini yaitu tidak lebih dari 2 suppositoria yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari 5% dan tidak satupun suppositoria yang
bobotnya menyimpang dari 10%. Hasil evaluasi didapatkan bobot rata-rata 3,24%,
terdapat 2 suppositoria yang menyimpang dari bobot rata-rata tersebut yaitu pada
bobot 2353 mg sebesar 3,89% dan pada bobot 2352,8 mg sebesar 3,8% hasil ini
memenuhi persyaratan evaluasi menurut British Pharmacope.
4.3.4 Uji Waktu Hancur
Uji ini perlu dilakukan terhadap suppositoria kecuali suppositoria yan ditunjukkan
untuk pelepasan termodifikasi atau kerja lokal diperlama karena basis tidak
diabsorpsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan .disintegrasi
tercapai ketika suppositoria :
a. Terlarut sempurna
b. Terpisah dari komponen-komponennya, yang mungkin terkumpul
dipermukaan air (bahan lemak meleleh) atau tenggelam di dasarserbuk tidak
larut) atau terlarut (komponen mudah larut) atau dapat terdistribusi disatu
atau lebih cara ini
c. Menjadi lunak,dibarengi perubahan bentuk, tanpa terpisah sempurna
menjadi komponennya, massa tidak lagi memiliki inti padatan yang
membuatnya tahan terhadap tekanan dari pengadukan kaca.
Setelah dilakukan pengujian waktu hancur, suppositoria terlarut sempurna dalam
air . Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, waktu hancur adalah pengujian yang
dilakukan untuk menetapkan waktu hancur atau menjadi lunaknya suatu sediaan
suppositoria dalam waktu yang ditetapkan apabila dimasukkan dalam suatu cairan
media pada kondisi percobaan yang ditetapkan. Prinsip dari pengujian waktu
hancur ini adalah suppositoria sebanyak 3 buah ditempatkan pada setiap alat dan
masing-masing dimasukkan dalam wadah berisi air paling sedikit 4 liter, bersuhu
antara 36-37◦C yang telah disesuaikan seperti dalam suhu tubuh, yang dilengkapi
dengan suatu pengaduk lambat. Setiap 10 menit, alat dibalikkan tanpa
mengeluarkan suppositoria dari cairan. Pada praktikum ini, suppositoria yang
digunakan adalah suppositoria larut air dengan menggunakan PEG sebagai basis
nya. Oleh karena itu, waktu yang diperlukan untuk suppositoria hancur di dalam
rektal dengan kondisi suhu tubuh tidak boleh lebih dari 60 menit. Dari 3 buah
suppositoria yang diuji, didapatkan hasil rata-rata waktu hancur adalah 22 menit 35
detik dimana hasil ini memenuhi persyaratan sesuai FI IV.
4.3.5 Uji Ketegaran
Menurut British Pharmacope uji ketegaran/uji kekerasan adalah uji yang dilakukan
untuk menjamin ketahanan suppositoria terhadap gaya mekanik pada saat proses
pembuatan, pengemasan dan penghantaran serta menjaga bentuk sediaan tetap
sebelum digunakan. Prinsip pada evaluasi ini adalah pengujian dilakukan
berdasarkan jumlah beban yang diterima suppositoria hingga suppositoria hancur.
Pengujian ini dilakukan terhadap 3 buah suppositoria, persyaratan uji ketegaran
adalah bobot yang di butuhkan untuk menghancurkan suppositoria adalah 1,8 gram
dan hasil yang kami dapatkan dengan rata-rata bobot adalah 1,6 gram. Hasil ini
tidak memenuhu persyaratan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor
diantaranya yaitu suhu alat yag digunakan pada pengujian ini tidak dimulai dari
suhu 25◦C tetapi dari suhu 26,9◦C dan berakhir pada suhu 29,2◦C dengan bobot
akhir 1,6 g . Suhu mempengaruhi konsistensi/kepadatan dari suppositoria itu sendiri
sehingga menjadi mudah hancur/retak. Faktor seperti suhu ruangan juga
mempengaruhi proses penurunan suhu alat. Kemudian dari sisi ketahanan
suppositoria, untuk mengatasi suppositoria yang mudah pecah dapat dilakukan
peningkatan kekuatan mekanis dengan penambahan ajuvan seperti polisorbat,
gliserin dan propilenglikol. Komponen yang terkandung dalam suppositoria yang
kami buat hanya mengandung gliserin sejumlah 4,47334 g dari jumlah basis total
44,7334 g. Faktor kurangnya penambahan gliserin bisa menjadi salah satu
kemungkinan terjadinya kerapuhan pada suppositoria.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2012. Seri Farmasi Industri7 :Sediaan Farmasi Likuida-


Semisolida. Bandung : Penerbit ITB.
British Pharmacopea. 1980. British Pharmacopea. Volume II. London: Her
Majesty’s tasionery Office.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesi Edisi keempat.Departemen
Kesehatan. Jakarta
Goskonda S. R., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition,
Rowe R. C., Shesky, P. J., Queen, M. E. (Editor), London, Pharmaceutical Press
and American Pharmacists Assosiation.
Syamsuni.2007.Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Volume 2, Herbert A.
Lieberman,1989.

Anda mungkin juga menyukai