Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN LENGKAP AMPUL

DENGAN ZAT AKTIF FUROSEMID


“FURMID”

DISUSUN OLEH :

KELAS/ NAMA NIM NAMA DOSEN


KELOMPOK MAHASISWA
MUHAMMAD ARNAS F.20.029
MUHAMMAD ALFITO F.20.028
ARMANDA LIANDA F.20.004
FAKHRI RAMADHAN F.18.019
III A / III & ELMITA F.20.010 Apt.Nirwati
IV (tiga dan KONITAN F.20.024 Rusli M.SC
empat) ANGGI PRADITA F.20.003
LISA WULANSARI F.20.026
DEWA AYU F.20.009
HARTINA HADI F.20.016
HASNAWATI F.20.017

LABORATORIUM FARMASI TERPADU

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

POLITEKNIK BINA HUSADA

KENDARI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi sediaan farmasi saat ini sangat berperan aktif

dalam peningkatan kuaitas produksi obat-obatan. Hal ini di tunjukkan dengan

banyaknya sediaan obat-obatan yang di sesuaikan dengan karakteristik dari zat

aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan

meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu

kinerja dari zat aktif obat (sukandar,2018).

Diuretik adalah obat yang meningkatkan laju aliran urin dan umumnya

disertai dengan peningkatan laju ekskresi NaCl (Goodman and Gilman, 2008).

Furosemide adalah obat golongan diuretik yang bermanfaat untuk

mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh melalui urine. Obat ini sering

digunakan untuk mengatasi edema (tekanan darah tinggi). Diuretic tersedia

dalam bentuk obat minum atau injeksi (Tortnton P, 2020).

Pemberian injeksi furosemide dapat diberikan baik secara intramuskular

maupun secara subkutan yang dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat

menelan tablet atau pada pasien yang dalam keadaan tidak sadar. Sediaan

injeksi juga merupakan salah satu alternatif sediaan pilihan sebab sediaan

injeksi merupakan sediaan dengan onset yang cepat dan biovailabilitas obat

pasti.

Sediaan injeksi merupakan bagian dari sediaan parenteral yang dikemas

secara steril dan dapat diberikan dengan berbagai rute. Sediaan injeksi berupa
sediaan parenteral volume kecil yang dikemas dalam wadah bertanda volume

100 ml atau kurang (Depkes,1995).

Sediaan injeksi volume kecil dikenal dengan beberapa wadah yaitu dosis

tunggal (single dose) wadah ampul atau cartridge dan dosis ganda (multiple

dose) wadah vial atau flancon (Depkes,1979).

Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang

mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian

parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup

rapat kembali dengan jaminan tetep steril sedangkan wadah dosis berganda

adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya secara

berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada

bagian yang tertinggal (Ansel,1989)

Formulasi obat furosemide dalam bentuk sediaan injeksi dosis tunggal

(ampul) memberikan kelebihan tersendiri dimana jaminan sterilitas obat lebih

terjaga dibandingkan ketika furosemide dikemas dalam sediaan injeksi dosis

ganda.

Berdasarkan kelebihan tersebut maka praktikan tertarik untuk

memformulasi dan mengevaluasi secara fisik obat furosemide dalam sediaan

injeksi dosis tunggal.

B. Tujuan Percobaan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara memformulasi Furosemide dalam

bentuk sediaan Ampul

2. Untuk mengetahui apakah Furosemide dapat dibuat sediaan Ampul


3. Untuk mengetahui cara evaluasi fisik sediaan Ampul Furosemide dan

apakah sediaan tersebut memenuhi syarat fisik sediaan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ampul

1. Definisi ampul

Ampul adalah wadah gelas yang disegel rapat sebagai wadah

dosis tunggal yang dapat berisi bahan padat atau larutan obat jernih atau

suspensi halus, dimaksudkan untuk penggunaan parenteral. Biasanya kecil,

dari 1 sampai 50 mL, tetapi mungkin mempunyai kapasitas sampai 100

mL (Jenkins, 1969)

2. Keuntungan dan kekurangan infus

a. Keuntungan ( Ansel, 2008)

1) Memiliki onset ( mula kerja yang cepat )

2) Efek obat dapat diramalkan pasti

3) Bioavabilitas obat dalam tractus gastrinfensionolis dapat

dihindarakan

4) Obat dapat diberikan pada penderita sakit keras/ dalam keadaan

koma

b. Kekurangan ( Ansel, 2008)

1) Rasa nyeri saat disuntikan

2) Memberi efek psikologis pada pasien takut suntik

3) Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin

diperbaiki terutama sesudah pemberian intravena

4) Obat hanya dapat di berikan kepada penderita dirumah sakit/


tempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten

5) Lebih mahal dari sediaan non steril dosis tunggal

3. Komposisi sediaan injeksi

 Bahan aktif (Agoes, 2009).

Zat aktif yang dipilih adalah zat yang umumnya mudah larut

dalam air, atau memiliki ikatan kuat dengan air. karena kelarutan suatu

zat sangat berpengaruh dalam pembuatan sediaan cair khususnya infus.

 Bahan tambahan (Agoes, 2009).

1) Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk

bisulfit,metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan

sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat,

Sistein,Monotiogliseril, Tokoferol.

2) Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida,

Benzilalcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-

hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-

hidroksibenzoat, Fenol

3) Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.

4) Bahan pengkhelat : Garam etilen diamintetraasetat (EDTA).

5) Gas inert : Nitrogen dan Argon.

6) Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol,

Gliserin,Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin

7) Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.

8) Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl


9) Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin

serum manusia.

10) Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.

 Pembawa (Agoes, 2009).

1) Pembawa air

2) Pembawa non air dan campuran

 Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak

kacang, Minyak wijen

 Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilenglikol,

Polietilenglikol 300

B. Sterilisasi

1. Definisi sterilisasi

Sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses yang secara efektif

membunuh atau menghilangkan mikroorganisme yang dapat berpindah

(seperti jamur, bakteri, virus) dari permukaan peralatan ( Tri Hardono,

2020). Proses sterilisasi digunakan untuk menghilangkan atau

mengurangi mikrob yang tidak diinginkan pada bahan pembawa

( Nurrobifahmi, 2017)

2. Metode sterilisasi

Menurut Cahyani 2014 mengatakan bahwa ada tiga cara utama

yang biasa dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, bahan

kimia, dan penyaringan atau filtrasi.

a. Metode panas
1). Pemijaran (dengan api langsung), yaitu membakar alat pada api

secara langsung.

2). Panas kering, yaitu sterilisasi dengan oven kira-kira 60-180⁰C.

Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca,

seperti erlenmeyer, tabung reaksi, cawan.

3). Uap air panas, merupakan sterilisasi dengan konsep mirip dengan

mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggunakan

metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.

4). Uap air panas bertekanan, yaitu sterilisasi menggunakan autoklaf

b. Metode kimia

Sterilisasi kimiawi merupakan sterilisasi menggunakan senyawa

desinfektan. Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dapat

membunuh sel-sel vegetatif dan jasad renik, bersifat merusak jaringan.

Contoh desinfektan adalah alkohol, fenol, dan halogen.

c. Metode filtrasi atau penyaringan

Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi) yaitu teknik sterilisasi

dengan menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil yang

berukuran 0,22 mikron atau 0,45 mikron. Cairan yang akan

disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan sehingga mikroba tertahan

pada saringan tersebut. Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan

untuk mensterilisasi bahan yang mudah rusak jika terkena panas dan

bahan yang tidak tahan panas, misalnya larutan enzim antibiotik.

C. Alasan pemilihan bentuk sediaan


Ampul disuntikkan kedalam tubuh melalui jaringan sel otot atau jalur

intramuskular untuk mendapatkan efek yang cepat. Sediaan ampul merupakan

Injeksi, sediaan steril berupa larutan emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus

dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang

disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui selaput

lendir. (Stefanus Lukas, 2011).

Ampul adalah kemasan kecil, berbentuk tumpang tindih, kedap udara,

wadah gelas tertutup rapat yang berisi cairan obat steril yang ditujukan untuk

injeksi hipodermik, baik secara subkutan, intramuscular, atau intravena

(Swarbick, 2007; 949)

Pemberian ampul secara intramuskular bertujuan untuk :

1. Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan agar absorpsi obat lebih

cepat dibanding dengan pemberian secara subcutan karena lebih

banyaknya suplai darah di otot tubuh .

2. Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih besar obat yang diberikan

melalui subkutan.

3. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah atau mengurangi iritasi

obat.

Namun perawat harus nerhati-hati dalam melakukan injeksi secara

intramuscular karena cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa

nyeri dan rasa takut pad pasien.

1. Dapat diserap dengan cepat oleh pembuluh darah

2. Pemberian vaksin dapat diberikan dengan cara injeksi intranmuskular


3. Untuk mengantarkan suatu zat kedalam otot

D. Alasan Pemilihan Bahan

1. Bahan Aktif (Furosemid)

Alasan pemilihan furosemide sebagai bahan aktif karena

Furosemide adalah obat golongan diuretik yang bermanfaat untuk

mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh melalui urine. Obat ini

sering digunakan untuk mengatasi edema (penumpukan cairan di dalam

tubuh) atau hipertensi (tekanan darah tinggi). Selain itu, Furosemid

merupakan salah satu diuretik dengan aksi yang sangat cepat. Injeksi

Furosemid merupakan larutan steril dari Natrium Furosemid, dimana

injeksi Furosemid disiapkan dengan melarutkan Furosemid dengan

sejumlah Natrium Hidroksida (FI IV, hal.402).

2. Natrium Klorida (NaCl)

Natrium hidroksida banyak digunakan dalam formulasi farmasi

untuk menyesuaikan pH larutan. Ini juga dapat digunakan untuk bereaksi

dengan asam lemah untuk membentuk garam (Rowe, 2009; 648).

3. NaOH

NaOH digunakan sebagai agen pembasa dan pelarut zat aktif yang

tidak larut dalam air. Natrium hidroksida banyak digunakan dalam

formulasi farmasi untuk menyesuaikan pH larutan. Ini juga dapat

digunakan untuk bereaksi dengan asam lemah untuk membentuk garam

(Rowe, 2009; 648).


4. Air Pro Injeksi

Aqua pro injeksi digunakan sebagai pembawa sediaan infus karena.

dimurnikan dengan cara penyulingan yang memenuhi standar dan tidak

menghasilkan iritasi jaringan serta bebas pirogen (Lachman, 2008).

E. Uraian Bahan
a. Zat Aktif
1. Furosemid (DEPKES RI.1995)
Nama kimia : Asamp-4-kloro-N-furfuril-5-
sulfamoilantranilat
Nama lazim : Furosemidum, Furosemida
Struktur kimia :

Rumus kimia : C12H11C1N2O5S


BM : 330,74
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih;
tidak berbau; hampir tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam
kloroform P, larut dalam 75 bagian etanol
(95%) P dan dalam 850 bagian eter P; larut
dalam larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Diuretikum
Efek samping : Gangguan elektrolit, dehidrasi,
hipovolemia, hipotensi, peningkatan
keratin darah.
Kontra indikasi : Gagal ginjal dengan anuria,prekoma dan
koma hepatic,defisiensi elektrolit,
hipovolemia, hipersensitivitas
Dosis : Injeksi intravena atau intramuscular ialah :
dewasa > 15 tahun,dosis awal 20-40 mg.
Bayi dan anak <15 tahun,1 mg/kg BB
hingga maksimum 20 mg/hari.
pH : 8-9,3
Titik didih : 582,1˚C
Titik leleh : 88,5 C
Inkompabilitas : Furosemid inkompatibel dengan beberapa
obat yaitu amiodaron HCl (langsung
buram terbentuk kekeruhan putih),
azitromisin (ditemukan mikrokristal putih),
ciprofloxacin (terbentuk endapan),
klaritromisin (kekeruhan putih segera
terbentuk menjadi endapan yang jelas),
dobutamin HCl (sedikit endapan)
Stabilitas : Dalam bentuk larutan, furosemida stabil
pada pH 8,0-9,3, terdegradasi dengan cepat
pada pH asam fotosensitif (akan
terdegradasi menjadi asam 4 kloro-5-
sulfamoilantranilat dan furfuril alkohol jika
terpapar cahaya)
2. Zat Tambahan
a. NaCl (FI Edisi IV, Hal 584)

Nama resmi : NATRII CHLORIDUM


Nama lain : Natrium kloridal
Pemerian : Hablur heksa hedral tidak berwarna
atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam
2,7 bagian air mendidih dan dalam
lebih kurang 10 bagian gliserol
Titik leleh : 80oC
Dosis : Lebih dari 0,9% injeksi IV 3-5
dalam 1000 mL selama 1 jam
Kegunaan : Pengganti ion NaCL dalam tubuh
pH : 4,5-7
Fungsi : Pengatur tonisitas
Konsentrasi : 14,6 mg
Sterilisasi : Autoklaf atau fitrasi
Penyimpanan : Dalam wadaj tetutup baik
b. Na2EDTA (Rowe et al,2009 dan Hand Book Of Pharmaceutical
Excipients hal 178)

Nama resmi : NATRII EDETAT


Nama lain : NaEDTA,Natri edetat
Rumus molekul : C10H14N2O8Na2
Berat molekul : 336,16
Pemerian : Padat,higroskopik,tidak berwarna
dan berbau telur busuk
Kelarutan : Tidak dapat larut dalam eter,agak
dapat larut dalam alkohol
Stabilitas : Garam edetat lebih stabil dari pada
asam bebas,yang mana dekarbosilat
jika dipanasi diatas 150˚C disodium
edetat kehilangan air dari Kristal
saat dipanasi pada temperature
120˚C.Larutan encer asam edetat
atatu garam edetat dapat
disterilisasikan dengan auto klaf dan
disimpan pada wadah bebas basa.
Kegunaan : Chelating agent 0,005-0,1%
Titik leleh : 100˚C
pH : 4,3-4,7 dalam larutan 1% air bebas
CO2
Fungsi : Pengkhelat
Konsentrasi : 0,01%
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik

c. Natrium hidroksida (Dirjen POM,1995)

Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM


Nama lain : Natrium hidroksida
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul : 40,00
Pemerian : Bentuk batang,butiran,massa hablur
atau keeping keras dan rapuh serta
menunjukan susunan hablur ;
putih,mudah meleleh basah.sangat
alkalis dan korosif.segera menyerap
karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,dan
dalam etanol (95%) P
Kegunaan : Sebagai larutan standar alkalimetri
Titik leleh : 318˚C
pH : 13
Fungsi : Pendapar/Buffer
Konsentrasi : 0,12%
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik

d. Aqua Pro Injeksi (FI Ed. III hal. 97 & Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th edition hal. 766-770)

Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION


Nama lain : Aqua, Hidrogen oksida, Sterile water for
injection, air untuk injeksi
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02

Pemerian : Warna : Tidak berwarna


Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak berbau

Kelarutan : Dalam air, dalam pelarut lain larut pada


pelarut polar
PKa & pH : pH 5,0-7,0
Titik lebur : 0℃
Stabilitas : Air steril secara kimia dalam semua keadaan
Inkompatibilitas : Dalam formula farmasetika air dapat
bereaksi dengan obat dan eksipien yang
rentan terhadap hidrolisis (penguraian)
dengan adanya air (uap air) pada suhu
lingkungan. Air dapt bereaksi cepat dengan
logam alkali seperti kalium oksida dan
magnesium oksida. Air juga dapat
bereaksi
Penanganan : Perhatikan tindakan pencegahan yang
sesuai dengan keadaan dan jumlah bahan
yang ditangani
Toksisitas : Air bersifat sedikit toksik jika ditujukan
pada hewan coba daripada larutan garam
seperti larutan ringer. Konsumsi air yang
berlebih
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup kedap. Jika
disimpan dalam wadah bertutup kapas
berlemak harus digunakan dalam waktu 3
hari setelah pembuatan. Disimpan dalam
wadah dosis tunggal, lebih disukai wadah
kaca tipe I atau tipe II, tidak lebih dari
ukuran 1000 mL
Fungsi : Cairan pembawa
BAB III

METODE KERJA

A. Formula

Tabel 1 master formula

No Nama Bahan Konsentrasi Kegunaan


1. Furosemide 20 mg Zat aktif (diuretikum)
2. NaCl 14,6 mg Pengatur tonisitas
3 NaOH 0,12 % Agen pembasa, dapar

4 Na2EDTA 0,01 % Pengkhelat


5 Aqua Pro Ad 2 mL Pembawa

Injeksi

B. Formula Yang Disetujui

Tabel 2 formula yang disetujui

Nama Produk

AMPUL FURMID®
No Registrasi : No.Batch: Tgl. Kadaluarsa :

DKL2100100243 A1 143001 28 Des 2023


No Nama bahan Konsentrasi Fungsi
1. Furosemide 20 mg Zat aktif (diuretikum)
2. NaCl 14,6 mg Pengatur tonisitas
3. NaOH 0,12% Agen pembasa, dapar
4. Na2EDTA 0,01% Pengkhelat
5. Aqua Pro Injeksi Ad 2 mL Pembawa

C. Perhitungan Bahan

1. Perhitungan Tonisitas
Diketahui:

R/ furosemide 20 mg (E=0,17)

A.P.I ad 2 mL

Ditanyakan :

Vol isotonis =……?

Penyelesaian :

V=WxE

V = volume isotonis

W = konsentrasi zat aktif (gram)

E = ekuivalensi

L. iso
E = 17
BM

3,4
E = 17 = 0,1746 = 0,17
330,74

Jadi nilai Ekuivalen dari furosemide = 0,17

V =WxE

V = 0,02 gram × 0,17

= 0,0034 gram (Hipotonis)

NaCl 0,9%

0,9
= x 2 mL
100
= 0,018

= 0,018 – 0,0034

= 0,0146 gram

= 14,6 mg/2 mL (Isotonis)

2. Perhitungan Masing-Masing Bahan

2 mL sediaan dilebihkan 7,5%

a. Furosemide = 20 mg + 7,5% = 21,5 mg = 0,0215 gram

b. NaCl = 14,6 mg + 7,5% = 15,6 mg = 0,0156 gram

c. NaOH 0,12% = 0,12 : 100 x 2 mL = 0,0024 gram = 2,4 mg +

7,5%=2,58 mg = 0,00258 gram

d. Na2.EDTA 0,01 % = 0,01 : 100 x 2 mL = 0,0002 gram = 0,02

mg + 7,5% = 0,215 mg = 0,000215 gram

e. A.P.I ad 2 mL = 2 mL + 7,5% = 2,15 mL. – (0,215 + 0,0156 +

0,00258 + 0,000215)gram = 1,916 mL

D. Sterilisasi Dan Cara Kerja

a. Sterilisasi alat

1. Disterilkan alat gelas yang tidak mempunyai skala (wadah

ampul,batang pengaduk dan corong) dalam oven pada suhu

150 – 170 °C selama ± 1-2 jam.


2. Disterilkan alat gelas yang mempunyai skala (labu tentukur

dan erlenmeyer) dalam autoklaf pada suhu121℃selama

±15menit dan alat – alat karet (penutup botol infus) dibebas

sulfurkan dengan Na2CO3 yang dipanaskan selama 15 menit

kemudian dibilas denganA.P.I.

3. Ditunggu sampai proses sterilisasi berakhir.

4. Dikeluarkan alat yang telah disterilkan.

b. Cara Kerja

1.

Dilarutkan Furosemide dengan NaOH (campuran 1)

2.

Dilarutkan NaCl dan Na2.EDTA kedalam sisa A.P.I (campuran

2)

3.

Ditambahkan campuran 2 ke dalam campuran 1

4.

Dimasukan kedalam wadah ampul menggunakan jarum spoit

5.

Dilakuakn uji evaluasi sediaan

E. Prosedur Evaluasi

1. Uji organoleptik Pengujian ampul furosemid meliputi bau,bentuk

dan warna sediaan dengan manual menggunakan indera penciuman

dan penglihatan.pada saat pengujian organoleptic dalam bentuk


mengamati warna dan bentuk sediaan didapatkan hasil bentuk

sediaan yang cair dan berwarna bening sedangkan pada saat

mencium bau dari sediaan sama sekali tidak berbau (Trissel, 2011)

2. Uji pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan ph meter atau

kertas Indikator universal.hal pertama yang dilakukan yaitu

memasukan stik pH kedalam sediaan kemudian disesuaikan warna

yang terbentuk distik pH dengan kertas indicator universal dan pH

yang dihasilkan dari sediaan yang dibuat yaitu pH 13 (Trissel,

2011)

3. Uji kejernihan larutan Pemeriksaan biasanya dilakukan secara

visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah

bersih dan luaran bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang

terhadap refleksi kedalam matanya, dan belatarbelakang hitam dan

putih, dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar benar

bebas dari partikel kecil yang bebas dari mata.pengujian ini

dilakukan sangat sederhana karena menggunakan alat bantu

penerangan cahaya,diarahkan dari bawah dan samping sediaan

untuk memastikan sediaan yang bebas dari partikel kecil yang

masih dijangkau oleh mata. (Trissel, 2011).

4. Uji kebocoran Yang ketiga yaitu uji kebocoran, Uji kebocoran

adalah suatu uji yang dilakukan untuk melihat baik secara visual

maupun dengan penambahan senyawa kimia lain yang digunakan


untuk menentukan apakah sediaan yang dibuat terdapat kebocoran

wadah atau botol yang digunakan.pada pengujian ini sediaan yang

telah jadi diputar balikan untuk memastikan apakah sediaan yang

dibuat bocor atau tidak(Depkes RI, 2014).

5. Uji keseragaman Penentuan volum dilakukan dengan cara

mengambil sampel dengan alat suntik hipodermik dan

memasukkan ke dalam gelas ukur yang sesuai.pada saat sebelum

memasukan sediaan ampul yang telah dibuat terlebih dahulu diuji

keseragaman volum dari sediaan dengan cara diambil

menggunakan alat suntik 5mL karena sediaan yang akan dibuat

hanya 2 mL,setelah itu dimasukan kewadah ampul dan ditutup

(Depkes RI, 2014).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Sediaan Injeksi Furosemid

Pengujian Hasil

Warna Bening
Bau Tidak berbau

Bentuk Cair

Tabel 4. Hasil Uji Kejernihan Sediaan Injeksi Furosemid

Pengujian Hasil

Kerjernihan Jernih

Tabel 5. Hasil Uji pH Sediaan Injeksi Furosemid


Pengujian Sediaan Hasil
1 13
2 13
Kelompok 1 3 13
1 13
2 14
Kelompok 2 3 -
1 14
2 14
Kelompok 3 3 13
1 13
2 13
Kelompok 4 3 13
1 13
2 14
Kelompok 5 3 14

1 13
2 13
Kelompok 6 3 13

Tabel 6. Hasil Uji Kebocoran Sediaan Injeksi Furosemid

Pengujian Sediaan Hasil


1 Bocor
2 Bocor
Kelompok 1 3 Tidak bocor
1 Bocor
2 Tidak bocor
Kelompok 2 3 -
1 Tidak bocor
2 Tidak bocor
Kelompok 3 3 Tidak bocor
1 Tidak bocor
2 Tidak bocor
Kelompok 4 3 Tidak bocor
1 Tidak bocor
2 Tidak bocor
Kelompok 5 3 Tidak bocor

1 Bocor
2 Tidak bocor
Kelompok 6 3 Tidak bocor

B. Pembahasan

Dalam percobaan kali ini akan dibuat sediaan steril yaitu injeksi ampul

furosemid dengan rute intramuscular yaitu penyuntikan melalui otot. Ampul

adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung

runcing (leher) dan bidang datar. Ampul adalah salah satu dari sediaaan steril

yang umumnya digunakan pada dosis tunggal dan tidak menggunakan

pengawet. Wadah yang digunakan yaitu wadah gelap (cokelat) karena

furosemide tidak stabil terhadap cahaya sehingga dalam formulasinya

ditambahkan Na2EDTA sebagai pengkhelat untuk mengikat logam-logam

yang ada pada wadah coklat tersebut, agar zat aktif dari sediaan tidak

berinteraksi dengan logam yang ada padda wadah. Penggunaan NaOH

digunakan sebagai buffer (dapar) sekaligus pelarut untuk furosemide karena

furosemide tidak larut dalam air tapi larut dalam larutan alkali seperti NaOH.
NaCl digunakan sebagai bahan pengisotonis, untuk menghasilkan sediaan yang

isotonis digunakan NaCl pada konsentrasi 0,9%, pada konsentrasi 0,9% NaCl

diasumsikan setara dengan cairan fisiologis tubuh manusia. Dan sebagai

pembawa digunakan Aqua pro injeksi.

Dari pembuatan ampul ini diperlukan ketelitian agar sediaan terhindar

dari mikroba dan benda-benda asing lainnya. Ketelitian ini sangat diharapkan

Karena sediaan injeksi ampul ini tidak menggunakan pengawet dan digunakan

untuk satu kali pemakaian.

Hal yang pertama dilakukan yaitu disiapkan alat dan bahan kemudian di

sterilisasi alat yang akan di gunakan dan dilakukan kalibrasi wadah infus.

untuk alat yang berskala seperti gelas kimia, gelas ukur di sterilkan dalam

autoclafe pada suhu 121 C selama 15 menit, sedangkan alat yang tidak

berskala di sterilisasi seperti corong, wadah infus, batang pengaduk, kertas

saring, dan lain-lain dalam oven pada suhu 180 C selama 3 jam. Hal ini di

lakukan karena apa bila alat yang berskala di sterilkan di oven dapat

mempengaruhi ketelitian dari ukuran alat tersebut.

Dalam peracikan bahan obat menggunakan alat berupa lumpang dan alu

,timbangan, kertas perkamen,sudip,sendok tanduk wadah infus.masingmasing

alat tersebut mempunyai fungsi. Lumpang sebagai tempat menggerus bahan-

bahan yang akan ditimbang. Penggunaan timbangan disesuaikan dengan berat

bahan yang akan ditimbang.

Penimbaangan bahan yang memiliki bobot kurang dari 1 gram

ditimbang pada timbangan miligram. Kertas perkamen digunakan sebagai


wadah untuk menimbang bahan yang tidak higroskopis. furosemide ditimbang

dengan menggunakan kertas perkamen. Sendok tanduk digunakan pada saat

mengambil bahan-bahan yang akan ditimbang

Sediaan injeksi ampul furosemide dibuat dengan cara melarutkan

furosemide dengan NaOH, kemudian diwadah yang lain NaCl dan Na2EDTA

dilarutkan dalam API kemudian kedua camuran tersebut digabung dan

ditambahkan sisa API, setelah itu dilakukan uji pH dan sediaan dimasukkan ke

dalam wadah ampul dengan menggunakan spoit pada dinding leher ampul dan

wadah ampul disegel dan dilanjutkan dengan sterilisasi akhir dengan autoklaf

suhu 121oC selama 15 menit. Sediaan injeksi ampul furosemide dilanjutkan

dengan uji evaluasi sediaan berupa uji organoleptik, uji kejernihan, uji

kebocoran dan uji keseragaman sediaan.

1. Uji organoleptik dilakukan agar dapat mengetahui bentuk, warna, dan bau.

Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan ampul dari

bentuk, bau dan warna sediaan. Dari hasil ke-6 sediaan (kelompok 1, 2, 3,

4, 5 dan 6) dihasilkan sediaan yang berwarna bening, tidak berbau dan

berbentuk cair.Dari sediaan yang dihasilkan sudah memenuhi syarat fisik

untuk sediaan ampul. Data hasil uji organoleptic sediaan injeksi ampul

furosemide dapat dilihat pada tabel 3.

2. Uji kejernihan

Uji kejernihan dilakukan secara visual untuk mengamati ada atau tidaknya

kotoran dan endapan yang terbentuk pada sediaan. Dari hasil uji

kejernihan kelompok 1-6 (Tabel 4) didapatkan hasil yang jernih pada


semua sediaan dimana tidak terdapatnya endapan didalam sediaan yang

menandakan sudah memenuhi syarat fisik sediaan ampul.

3. Uji pH

Uji pH dilakukan dengan menggunakan stik pH. Pengukuran pH dalam

praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat keasaman sediaan

injeksi furosemid. Pengujian pH dilakukan dengan mencelupkan stik pH

kedalam sediaan ampul. Data hasil uji pH dapat dilihat pada tabel 5,

dimana nilai pH sediaan ampul yang didapatkan dalam percobaan uji pH

pada sediaan ampul kelompok 1-6 kisaran 13 dan 14 yang menandakan

sediaan tersebut sangat basa karena penambahan NaOH dalam sediaan. pH

sediaan yang terlalu basa tidak memenuhi syarat fisik sediaan ampul.

Suatu sediaan parenteral yang baik jika pH sediaan nya berkisar 5-7,5.

4. Uji kebocoran

Uji kebocoran dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang dibuat

mengalami kebocoran atau tidak. Hasil dari uji kebocoran dari kelompok

1-6 didapatkan hasil kelompok 1 mengalami kebocoran pada sediaan

ampul 1 dan 2 sedangkan ampul 3 tidak mengalami kebocoran, kelompok

2 mengalami kebocoran pada ampul 1, ampul 2 tidak mengalami

kebocoran sedangkan untuk ampul 3 tidak jadi dikarenakan wadah yang

digunakan berwarna kekuningan dan larutan yang campurkan kedalam

wadah ikut terangkat sehingga berwarna kuning. Dari hasil ini beberapa

sediaan dari kelompok 1-6 belum memenuhi syarat fisik sediaan ampul.
Data hasil uji kebocoran sediaan injeksi furosemide dapat dilihat pada

tebel 6.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1. Ampul furosemide diformulasi dengan menambahkan NaCl sebanyak

14,6 mg sebagai pengisotonis, NaOH sebanyak 0,12% sebagai agen

pembasa, Na2EDTA sebanyak 0,01% sebagai pengkhelat, dan A.P.I

sebagai pembawa.

2. Furosemide dengan dosis 20 mg tidak dapat dibuat sediaan ampul

dalam bentuk larutan, sebab furosemide tidak larut dalam air.


3. Sediaan Ampul furosemide tidak meme nuhi syarat fisik sediaan

untuk

a. Uji organoleptik dengan hasil warna bening, tidak berbau, dan

berbentuk cair

b. Uji kejernihan diperoleh hasil jernih pada semua sediaan

c. Uji pH semua sediaan tidak memenuhi syarat pH, sebab pH yang

didapatkan berkisar 13-14 dimana bersifat basa

d. Uji kebocoran terdapat 13 sediaan yang tidak mengalami

kebocoran dari 18 sediaan yang ada

B. SARAN

Sebaiknya pada percobaan berikutnya furosemide dibuat dalam

bentuk sediaan injeksi emulsi furosemide, karena furosemide tidak larut

dalam air.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Ansel,H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, Alih

bahasa Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.

Ikatan Apoteker Indonesia 2017,Informasi Spesialite Obat

Indonesia,Volume 51 , PT.Isfi,Jakarta Barat.italic

Rowe, 2009, Handbook.of phamaceutical excipients sixth edition hal.178

Stefanus Lukas. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: CV Andi Offset


Lampiran Dokumentasi

1. Hasil uji pH
 Kelompok 1

 Kelompok 2
 Kelompok 3

 Kelompok 4

 Kelompok 5
 Kelompok 6

2. Hasil uji kejernihan


 Kelompok 1

 Kelompok 2
 Kelompok 3

 Kelompok 4

 Kelompok 5
 Kelompok 6

3. Hasil uji keseragaman


Kelompok 1 - 6
4. Hasil uji kebocoran
Kelompok 1 – 6

Anda mungkin juga menyukai