Anda di halaman 1dari 134

PRAFORMULASI

SEDIAAN PARENTERAL

SUGIYARTONO
Tujuan Perkuliahan Praformulasi
Sediaan Steril :
Peserta kuliah akan dapat :
1. Menjelaskan sediaan steril dari aspek :
keuntungan-kerugian, macam-macam sediaan
parenteral sesuai dengan bentuk dan rute
pemakaiannya
2. Menjelaskan aspek praformulasi sediaan steril
Pustaka :

1. Turco, S. and King, R.E. Sterile Dosage Form,


Their Preparation and Clinical Application. 2nd
ed. Lea Febiger, Philadelphia. 1979
2. Banker, G.S. and Rhodes C.T. Modern
Pharmaceutics, Marcel Dekker Inc., New York.
1979
3. Gibson, M. (Ed). Pharmaceutical Preformulation
and Formulation. CRC Press, Florida. 2004.
Studi Praformulasi
Praformulasi
Sangat penting karena meliputi penelitian
farmasetik dan analitik bahan obat untuk
menunjang proses pengembangan formulasi.
Pengembangan praformulasi dan formulasi
untuk suatu produk steril harus diintregasikan
secara hati dan teliti dengan kondisi
Sifat kimia dan fisika suatu obat harus
ditentukan,
Sediaan steril fokus pada kontaminasi
SEDIAAN STERIL

PERSYARATAN :
1. BEBAS MIKROORGANISME
2. BEBAS PARTIKEL
3. BEBAS PIROGEN

PEMAKAIANNYA LANGSUNG , PADA JARINGAN


TUBUH ATAU DIGUNAKAN PADA BAGIAN TUBUH LAIN
YANG TIDAK MEMPUNYAI SISTEM PERTAHANAN TUBUH
PRIMER( KULIT DAN MEMBRAN MUKUS)
SEDIAAN STERIL

1. SEDIAAN PARENTERAL

2. SEDIAAN OPTHALMIK
KEUNTUNGAN PENGGUNAAN
SEDIAAN PARENTERAL

1. Respon fisiologis cepat, penting untuk


beberapa penyakit : serangan jantung, asma,
shock
2. Sebagai alternatif bila pasien tidak dapat
menggunakan sediaan oral
3. Ketergantungan pada dokter, dapat digunakan
untuk memaksa agar pasien kontrol ulang
Lanjutan

4. Dapat digunakan untuk terapi lokal (gigi, anestesi)


5. Efektif untuk terapi pasien yang mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Efektif untuk membantu pemberian nutrisi
KERUGIAN PENGGUNAAN SEDIAAN
PARENTERAL

1. Memerlukan tenaga kesehatan yang terampil


2. Memerlukan kondisi khusus ( aseptis dsb.)
3. Lebih mahal
4. Bila muncul efek samping, sulit mencegah atau
mengatasinya
MACAM BENTUK SEDIAAN
PARENTERAL

1. Larutan
2. Padatan kering
3. Suspensi
4. Emulsi

PERTIMBANGAN / ALASAN ??
Rute Pemakaian Sediaan
Parenteral

1. Intravena ( IV ) : dalam vena


2. Intra muskular : dalam otot
3. Subcutan (SC ) : bawah kulit
4. Intraderma/Intrakutan : dalam kulit
5. Intraartikular : dalam sendi
6. Intraarterial : dalam arteri
7. Intralumbal : antara ruas tulang belakang
8. Intraspinal : dalam sumsum tulang belakang
9. Intrapertonial : dalam rongga perut
10. Intrapleural : dalam selaput dada
11. Inrakardial : dalam jantung
SEDIAAN PARENTERAL :
I. Intravena

IV bolus : digunakan langsung secara intra vena dalam


waktu yang cepat (hanya beberapa detik-menit)

IV drips : diberikan perlahan, dalam waktu yang lama


(infus)

- Onset of action cepat


- Dapat diprediksi
- Availabilitas100%
Lanjutan intravena..

Volume 1 ml 100 ml (Jarum 1 in , 20 atau 22


Gauge) pada vena besar proksimal pd. Lengan depan

Sirkulasi darah mempunyai pengaruh pengenceran


Dan mengurangi rasa sakit pada dinding

Dosis tunggal lebih dari 10 ml harus bebas pirogen


Dosis tunggal lebih dari 15 ml :tidak boleh mengandung
pengawet
Lanjutan intravena..

Kadar dalam serum langsung tinggi : hati-hati


dengan toksisitas obat. Solusi : penyuntikan
perlahan
Obat dengan kelarutan rendah : dapat mengendap
dan menimbulkan emboli. Solusi : pelarut yang
sesuai dan penyuntikan perlahan
Propilen glikol dapat menyebabkan
hiperosmolaritas pada bayi
Obat dengan kelarutan dalam lemak tinggi misal
diazepam dapat menembus sawar otak
II. Intramuskular ( otot)

Untuk obat depo dan obat yang bila diberikan


dibawah kulit menimbulkan iritasi
Disuntikkan kedalam otot , dibawah sub kutan
Tempat penyuntikan (a.l):
a. Otot gluteus(pantat),
b. Deltoid (lengan atas)
c. Otot vastus lateralis (paha)

Volume 1 3 ml ( bila diperlukan 10 ml, dosis


terbagi , penyuntikan dilakukan di otot gluteus)
Vastus
Lateralis
Muscle
Lanjutan intramuskular.

Jarum : 1-1 in ; 19-22 gauge


Sering terjadi kerusakan jaringan.
Untuk mengurangi rasa sakit, otot harus relaks,
disuntikkan perlahan
Larutan,emulsi o/w, emulsi w/o, suspensi dalam air
maupun minyak, suspensi koloid
Lebih aman dibanding IV dan efek lebih lama
Penyuntikan di deltoid lebih cepat mula kerjanya
Pelarut : air, propilen glikol atau minyak
Lanjutan intramuskular

Dapat digunakan untuk depo / membentuk depot pada


otot , sehingga pelepasan dapat berjalan lambat
dalam waktu yang lama

Pelepasan dipengaruhi oleh :


a. Kekompakan depot
b. Rheologi
c. Konsentrasi obat
d. Ukuran partikel
e. Sifat vehicle
f. Volume
III. Sub Kutan / Hipoderma
( Bawah Kulit)

Lapisan lemak di bawah kulit merupakan bagian yg.


aman untuk injeksi
Volume maksimal 1 ml.
Bila digunakan volume 3-4 ml, harus dikombinasi
dengan hialuronidase
Ditambah vasokonstriktor untuk melokalisir efek obat.
Jarum yang digunakan : - 1 in; 22 gauge (atau <)
Saat penyuntikan harus diperhatikan jangan sampai
menembus vena
Lanjutan sub kutan .

Lokasi penyuntikan dapat dipijat untuk


membantu absorbsi. Efek lebih lambat
dibanding IM

Dapat digiunakan untuk alternatif pengganti intra


vena, bila vena sulit ditemukan

Penyuntikan sub kutan dapat mengakibatkan


terjadinya abses, nekrosis atau radang

Tempat penyuntikan : lengan, kaki atau


abdomen. ( bila diperlukan penyuntikan rutin,
lokasi dapat diganti-ganti)
IV. Intra arterial

Diinjeksikan pada arteri, misal : contrast


radiopague
1. Harus hati-hati
2. Resiko Terjadinya kerusakan serabut syaraf
3. Dosis harus minimal dan diberikan bertahap
V. INTRA ARTIKULAR

Disuntikkan pada Joint (persendian)


Misalkan unutk lokal anestesi pada rekonstruksi
ligamen
VI. Intraderma/Intrakutan

Disuntikkan pada lapisan dermis dari kulit


Misalkan untuk test alergi, antigen, vaksin
Volume sangat kecil : 100-200 ul ( biasanya 50 ul)
dan harus isotonis
Jarum yang digunakan in atau 5/8 in; 25-26
gauge
VII. INTRA SPINAL

Disuntikkan pada tulang belakang, misalkan


daerah epidural dan intra thekal

Epidural = daerah diluar dural, jadi tidak


pada cairal cerebrospinalis

Intrathekal = langsung pada cairan serebrospinalis


SEDIAAN PARENTERAL
BERDASARKAN VOLUME

1. Small Volume Parenteral (Volume < 100 ml )

2. Large Volume Parenteral ( Volume > 100 ml )


Single dose
Tidak mengandung pengawet
Bebas pirogen ( > 10 ml )
Large Volume Parenteral

1. Hiperalimentasi Parenteral:
Penggunaan nutrisi dalam jumlah besar, misal :
karbohidrat, asam amino dan vitamin) yang
diberikan kepada pasien yang tidak mendapat
asupan nutrisi per oral
Lanjutan large volume ..

2. Larutan Dialisis Peritoneal


a. Disuntikkan langsung pada perut, selanjutnya
dikeluarkan lagi
b. Tujuan : mengeluarkan bahan toksik pada
tubuh meningkatkan kerja ginjal
c. Kandungan larutan dialisis peritonial :
glukosa, ion-ion lain yang terkandung pada
cairan ekstraseluler
Lanjutan large volume ..

3. Larutan Irigasi
a. Digunakan untuk mencuci, menyemprot atau
membersihkan body cavity maupun luka
b. Larutan irigasi tidak boleh untuk iv , tapi larutan
iv bisa digunakan untuk isrigasi (misalkan
normal saline)
PRAFORMULASI
Karakterisasi sifat fisika, kimia dan
mekanis bahan aktif dalam rangka
mengembangkan bentuk sediaan yang
aman, efektif dan stabil
Praformulasi :
Penerapan prinsip biofarmasi pada parameter
fisika kimia suatu obat, dengan tujuan untuk
menghasilkan rancangan pelepasan obat yang
optimum.
Karakterisasi molekul obat merupakan tahapan
yang penting dalam fase praformulasi .
SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN OBAT

1. Rumus Molekul / Bobot Molekul .


2. Warna
3. Bau
4. Titik leleh
5. Profil Thermal Analysis
6. Potensial Higroskopisitas
7. Spektra Absorbansi
8. Kelarutan
9. Stabilitas (suhu, pH, cahaya dsb.)
1. Rumus Molekul/Bobot Molekul

Merupakan karakter dasar dari bahan obat ,


dapat digunakan untuk menduga reaksi dapat
dialami bahan tersebut . Sebagai contoh :
a. Hidrolisa : ester, amida, thiohalida,thioester
b. Oksidasi : aldehida, amina, alkohol,fenol
c. Dekarboksilasi : dekarboksilasi asam
karboksilat (RCOOH) akan terjadi bila R: dapat
menarik elektron secara kuat, misal fenil, -
CCl3, -CN
2. Warna

Ada hubungannya dengan derajat ketidak jenuhan


molekul suatu senyawa

Intensitas warna terkait dengan besar kecilnya


konjugasi dengan senyawa tidak jenuh
Contoh : Chromophore NH2, -NO2, -CO- (keton)
akan meningkatkan intensitas warna

Perubahan warna dapat menjadi indikasi stabilitas


bahan
3. Bau

Beberapa gugus fungsi mempunyai bau khas,


seperti :
- Bau seperti bawang untuk gugus sulfida
- Bau amoniak untuk gugus amina
- Bau residu solven
4. Ukuran Partikel, Bentuk Partikel dan
Kristalinitas

Ukuran partikel dan bentuk partikel dapat


dianalisis dengan menggunakan evaluasi
mikroskop : misal Scanning Electrone
Microscope (SEM)
Bentuk Kristal - Bentuk Amorf : kelarutan,
stabilitas, bioavailabilitas
5. Titik Leleh

Penentuan titik leleh sangat penting untuk indikasi


awal kemurnian bahan , sebab keberadaan
kontaminasi walaupun jumlahnya sangat sedikit,
sudah cukup untuk mempengaruhi titik leleh :
- Titik leleh turun
- Rentang titik leleh melebar
Perubahan titik leleh (juga perubahan volume dsb)
harus dicatat dan dievaluasi lebih lanjut, karena
kemungkinan terjadi : transisi polimorfisme, oksidasi
dsb.
6. Profil Analisis Thermal

Sintesis bahan obat sering menggunakan


pemanasan, sehingga menghasilkan bahan obat
dengan profil suhu tertentu : pelepasan panas
(eksoterm) atau penyerapan panas (endoterm)

Teknik yang digunakan : DTA atau DSC


Peristiwa eksoterm atau endoterm menjadi
indikasi adanya perubahan fase, misal : transisi
polimorfisme, sublimasi
7. Higroskopisitas
Bahan yang sangat higroskopis dapat
mempengaruhi sifat fisika kimia obat, sehingga
mempersulit proses pembuatan sediaan farmasi,
memerlukan kondisi tertentu

8. Spektra Absorbansi
Molekul yang strukturnya tidak jenuh dapat
mengabsorbsi cahaya pada rentang frekuensi
tertentu : untuk analisis kualitatif/ kuantitatif
9. Kelarutan

Penentuan kelarutan penting , sebab :


1. Berpengaruh pada bioavailabilitas obat
2. Berpengaruh pada laju pelepasan
3. Berpengaruh pada efektifitas terapi

Kelarutan diuji dengan menggunakan berbagai


solven yang digunakan dalam formulasi.
10. Stabilitas

- Stabilitas terhadap suhu


- Stabilitas terhadap cahaya
- Stabilitas terhadap oksigen
- Sabilitas terhadap pH
PEDOMAN DASAR UNTUK
PEMBUATAN LARUTAN PARENTERAL

1. Pemilihan Volume
- Small Volume Parenteral biasanya untuk
sekali penggunaan, dan disebut bolus
- Bila small volume parenteral digunakan untuk
dicampur dengan infus, biasanya dibuat lebih
pekat ( larutan infus yang mengencerkan)
Pertimbangan Pemilihan Volume :

1. Rute pemakaian
2. Kelarutan
3. Stabilitas

Bila total volume melebihi batas penyuntikan,


dapat disuntikkan di 2 tempat
2. Pemilihan pH

Pertimbangan :
1. pH stabilitas
2. pH kelarutan
3. Target pH = 7,4 sesuai dengan pH tubuh
Toleransi tubuh terhadap pH cukup luas,
khususnya penggunaan intra vena
( pH 2-12 bisa ditolerir walaupun tidak
direkomendasi)
Lanjutan pemilihan pH..

4. Untuk rute intra muskuler dan sub kutan, toleransi


lebih sempit, yaitu : 3 11, walaupun tidak
direkomendasikan karena pH < 3 : menimbulkan rasa
sakit dan pheblitis
pH > 9: nekrosis pada jaringan
5. Penggunaan buffer dihindari. Buffer digunakan la
perubahan pH mempengaruhi kelarutan dan stabilitas
secara bermakna
Untuk mengatasi permasalahan stabilitas, konsentrasi
larutan buffer harus rendah, agar dapat dinetralisir
oleh darah
Untuk mengatasi permasalahan kelarutan,
konsentrasi larutan buffer harus tinggi, agar waktu
terjadi pengenceran, tidak terjadi presipitasi
6. Larutan buffer yang dapat digunakan adalah :
- Buffer Citrat dan Acetat : untuk larutan pH
rendah
- Buffer Phosphat : untuk larutan pH tinggi
7. Kapasitas buffer harus menjadi pertimbangan
3. Pertimbangan Sterilitas
Proses sterilitas merupakan hal mutlak dan
harus menjadi perhitungan pada setiap
tahap.
1. Stabilitas terhadap sterilitasi panas basah.
Faktor-faktor lain yang terkait dengan kenaikan
suhu, harus dipertimbangkan, misalnya pH
2. Preservatif dihindari, kecuali pada multiple
dose
4. PERTIMBANGAN TONISITAS
Diusahakan sediaan parenteral isotonis ( = 0,9% Na Cl)
atau Osmolaritas = 280-290 m Osm/l

Toleransi tonisitas untuk Small Volume Parenteral, cukup


luas

Larutan hipotonik dapat dibuat isotoni dengan


menambahkan eksipien :
- Na Cl
- Mannitol
- Dekstrose
PERMASALAHAN DALAM
PRAFORMULASI
1. KELARUTAN RENDAH

2. STABILITAS RENDAH
1. UPAYA MENINGKATKAN
KELARUTAN
1. Kosolven
Penggunaan kosolven, secara umum 10%
Kosolven merupakan upaya awal mengatasi
permasalahan kelarutan

Jenis kosolven yang digunakan tergantung pada :


- Rute pemakaian
- Kecepatan penggunaan
- Untuk terapi penyakit kronis (penggunaan jangka
lama) atau tidak
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan ..
2. Mengatur pH :
- Obat bentuk garam dapat ditingkat
kelarutannyadengan mengatur pH larutan
- Sediaan yang digunakan secara im dan sc,
harus diperhatikan karena pH yang terlalu
rendah atau terlalu tinggi dapat menimblkan
rasa sakit
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan ..
3. Pembawa Non Aqua
Untuk intra muskular, dapat digunakan pembawa
non aqua, (misalkan: sediaan lepas lambat)
Yang sering digunakan : oleum sesami
Karena minyak tumbuhan sering menimbulkan
alergi, maka jenis pembawa dari minyak
tumbuhan harus dicantumkan pada label
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan ..
4. Penambahan surfaktan
Surfaktan yang sering digunakan = polisorbat
Konsentrasi penggunaannya sangat rendah,
yaitu : 0,5 %
Sediaan yang mengandung surfaktan kadar
tinggi, harus diencerkan sampai kadar tertentu
Contoh Cordarone mengandung polisorbat 10%,
harus diencerkan sampai 1,2%
Etoposide , mengandung polisorbat 8%
Harus diencerkan sampai 0,6%
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan ..
sediaan parenteral im dan sc dapat menggunakan
polisorbat 80 dengan kadar lebih besar, 12%
Lanjutan upaya meningkatkan
kelarutan ..
5. Kompleksing agent
Contoh :
a. Siklodekstrin ( , dan )
Siklodekstrin yang sering digunakan adalah :
hidroksipropil Siklodekstrin

b. Sulfabutylether
FORMULASI SEDIAAN
PARENTERAL
PENDAHULUAN
Keberhasilan formulasi suatu sediaan parenteral
memerlukan pengetahuan yang luas tentang
prinsip-prinsip fisika, kimia dan biologi serta
keahlian menerapkan tersebut

Keputusan profesional :
- Pembawa yang sesuai
- Bahan tambahan
- Kemasan
I. PEMILIHAN PEMBAWA

1. AIR
Air banyak digunakan sebagai pembawa
parenteral karena
a. Diterima oleh tubuh
b. Harga konstanta dielektrik tinggi sehingga
dapat melarutkan sebagian besar senyawa
c. Mampu membentuk ikatan hidrogen,
sehingga membantu kelarutan alkohol, aldehid,
keton dan amina
WATER FOR INJECTION (WFI)

Persyaratan :
- Bersih
- Tidak berwarna
- Tidak berbau
- Kandungan padatan total < 10 ppm
- pH = 5,0 7,0
- Tidak mengandung Cl- , SO4= , Ca 2+ , NH4 +
- Logam berat tertentu (Cu, Fe dan Pb)
- Bebas pirogen
Pembuatan WFI

1. Destilasi
2. Reverse Osmosis

Sebelum destilasi, air ditreatment :


- Klorinasi
- Carbon treatment
- Deionisasi
Penyimpanan WFI
Setelah didestilasi, disaring dan disimpan :
- Tanki terbuat dari gelas atau stainless steel
- Suhu dingin ( 50C )
- Suhu panas ( 650C atau 850C) untuk mencegah
pembentukan pirogen
- Air disirkulasi secara kontinyu
- Air disaring sebelum digunakan
WFI disterilkan atau ditambah bakteristatik
Sterile WFI
Bacteriostatic WFI
2. PELARUT CAMPUR AIR
(KOSOLVEN)
Bila air tidak mungkin digunakan sebagai pelarut
(misalkan karena pertimbangan kelarutan atau
stabilitas) maka dapat digunalan kosolven

Beberapa bahan obat dapat bereaksi apabila


dalam bentuk larutan : - hidrolisis
- oksidasi
- dekarboksilasi
- rasemisasi
Bahan yang dapat berfungsi sebagai kosolven
adalah :
- Gliserin
- Etil alkohol
- Propilen glikol
- Polietilen glikol 300 dan 400
Persyaratan kosolven :
- Tidak iritasi
- Tidak toksik
- Tidak mempunyai efek farmakologik
- Tidak mempengaruhi aktivitas obat
- Memenuhi persyaratan fisika kimia (stabilitas,
kemurnian dan sebagainya)
Sistem pelarut campur dapat meningkatkan
toksisitas terutama bila digunakan dalam jumlah
banyak/konsentrasi tinggi
Larutan yang mengandung etanol dalam
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan rasa sakit
pada saat penyuntikan
Bila digunakan intravena harus hati-hati, karena
bila terlalu cepat akan menyebabkan
pengendapan bahan
3. PELARUT NON AIR

Obat yang tidak larut dalam air dapat dilarutkan


dalam pembawa non air, seperti minyak.
Minyak-minyak nabati, seperti : minyak kacang,
minyak wijen, minyak jagung, minak biji kapas dan
minyak olivarum sering digunakan sebagai
pembawa sediaan parenteral.
Rute pemakaian : intra muskular
Jenis minyak yang digunakan harus tertera pada
etiket, karena beberapa penderita alergi
Minyak Wijen :

- Minyak nabati yang paling stabil , kecuali


terhadap cahaya
- Mengandung antioksidan alami
- Banyak digunakan dalam formula injeksi
- Sediaan injeksi dengan pembawa minyak harus
disimpan di bawah suhu kamar
Pembawa minyak juga dapat digunakan untuk
depo
-Minyak mineral (parafin) tidak dapat digunakan
karena tidak dapat diabsorbsi oleh tubuh
II. BAHAN TAMBAHAN

Bahan tambahan yang digunakan untuk sediaan


parenteral meliputi :

1. Antioksidan 5. Antimikroba
2. Dapar 6. Solubilizing Agent
3. Bulking Agent 7. Pengisotoni
4. Chelating Agent
I. ANTIOKSIDAN

Beberapa bahan obat dalam larutan dapat


mengalami degradasi oksidatif, yang
dimediasi oleh radikal bebas atau oksigen
Dekomposisi oksidatif dikatalisa oleh :
- Ion logam
- Hidrogen
- Hidroksil
Potensial Oksidasi Obat
Bahan obat , akan lebih tahan terhadap peristiwa
oksidasi, bila harga Potensial Oksidasinya ditingkatkan
Persamaan Nersnst :
RT (H+ ).(Ox )
E = E0 + ---- log -------------
2 (Rd)
T = Suhu absolut
E0 = potensial oksidasi standar E = pot.oks.aktual
2 = jumlah elktron
R = konstantan gas
Untuk sediaan-sediaan yang melibatkan Oksigen
langsung dalam degradasi (autooksidasi) :
Mengganti oksigen dengan nitrogen (N2) atau
karbondioksida (CO2)

ANTIOKSIDAN = bahan yang mempunyai potensial


oksidasi yang lebih rendah : ditambahkan dalam
bentuk tunggal atau kombinasi dengan chelating
agent atau antioksidan lain
Mekanisme kerja antioksidan:

1. Mengalami reaksi oksidasi oleh oksidator


(karena potensial oksidasi lebih rendah)
2. Memblok rantai reaksi oksidasi

Contoh Antioksidan :
- Sulfit
- Metabisulfit dsb.
DAFTAR ANTIOKSIDAN
KADAR YANG DIGUNAKAN
NO ANTIOKSIDAN KADAR ( % )
1 Acetone sodium bisulfite 0,2
2 Ascorbic acid 0,1
3 Ascorbic acid ester 0,015
4 Butylhydroxylanisole (BHA) 0,02
5 Butylhydroxytoluene (BHT) 0,02
6 Cysteine 0,5
7 Nordihydrogualaretic acid (NDG 0,01
8 Sodium Bisulfite 0,15
9 Sodium formaldhyde sulfoxylate 0,1
10 Sodium metabisulfite 0,2
11 Tocopherols 0,5
- Etilenediaminetetraacetic acid (EDTA) bentuk
garam dan derivatnya, digunakan untuk
membentuk kompleks (chelating agent) dan
akhirnya menginaktivasi spora logam yang
berperan dalam sebagai katalisa reaksi
degradasi oksidasi
- Asam Citrat
- Asam Tartrat
2. DAPAR

Perubahan pH dapat terjadi selama penyimpanan


1. Degradasi
2. Interaksi dengan kemasan ( gelas, karet)
3. Kelarutan gas/uap

Untuk mencegah perubahan pH : BUFFER


pH ideal = 7,4 sesuai pH darah
pH > 9 : nekrosis jaringan
pH< 3 : rasa sakit dan phlebitis
pH Small Volume Parenteral :
intravena : 3 10,5
lainnya :49
Dengan mengetahui profil pH suatu obat, dapat
dipilih sistem dapar dan berapa pH yang
menghasilkan klarutan dan stabilitas yang
optimal
Contoh : injeksi suspensi procain penicillin G
mempunyai pH 6-7 karena kelarutan procain
penicilin G paling rendah
KAPASITAS DAPAR

Kapasitas Dapar ( ) : resistensi terhadap


perubahan pH pada penambahan asam maupun
basa
Kapasitas dapar terbesar : pH = pKa
Sistem dapar :
- asam lemah dan garamnya
- basa lemah dan garamnya
Contoh : Asetat, Citrat, Fosfat dan Glutamat
Manfaat pengaturan pH :

1. Mencegah terjadinya perubahan warna


2. Mengurangi terjadinya iritasi
3. Mendapatkan efek terapi yang maksimal
4. Mencegah tejadinya reaksi dari sediaan
DAFTAR DAPAR
NO DAPAR pH KADAR (%)
1 ASAM ASETAT- 3,5 5,7 1-2
GARAMNYA
2 ASAM CITRAT- 2,5 - 6 13
GARAMNYA
3 ASAM GLUTAMAT- 8,2 10,2 12

4 ASAM FOSFAT 6 8,2 0,8 - 2


GARAMNYA
3. BAHAN ANTIMIKROBA
. 4. TONISITAS
Perhitungan didasarkan pada sifat koligatif larutan ( misal
penurunan titik beku, tekanan osmose dsb)
Pada larutan encer, sifat koligatif berbanding langsung
dengan jumlah partikel dalam larutan
Titik beku darah dan airmata = - 0,520 C karena dalam
darah ada komponen bahan terlarut maupun bahan
lain.
Larutan yang mempunyai Titik Beku = - 0,520 C disebut
mempunyai tekanan osmose yang dengan sama darah
atau airmata = isoosmotik
Bahan pengisotoni yang sering digunakan adalah NaCl
atau Glukose
PERHITUNGAN ISOTONI

1. PENURUNAN TITIK BEKU :


0,52 - A
W = ---------------
B

W = Berat zat penambah ( g/100 ml)


A = Penurunan titik beku air oleh zat terlarut
yang belum isotoni
B = penurunan titik beku 1% b/v larutan zat
penambah
a. Berapa konsentrasi NaCl yang diperlukan
agar larutan Cocain HCl 1%, isoosmotik dengan
plasma darah ?
Penurunan titik beku larutan Cocacin HCl 1% =
0,090 C dan penurunan titik beku NaCl 1%
=0,5760 C
0,52 0,09
W= = gr NaCl / 100ml
0,576
b. Berapa gram NaCl yang dibutuhkan agar isotoni
Tf 1%
R/ Ephedrin HCl 1 g 0,165
Chlorobutol 0,5 g 0,138
NaCl qs 0,576
Distilled Water 200 ml

W = 0,52 a = 0,52 0,5x0,165 - 0,25x0,138


b 0,576
c. Berapa konsentrasi procain HCl yang diperlukan
agar isoosmotik dengan plasma darah ? Diketahui
bahwa titik beku larutan procain HCl 1% b/v adalah
0,1220 C

Jawab :
0,52
--------- x 1% = . % b/v Procain HCl
0,122
2. KONSENTRASI MOLEKUL
1 mol (tak terionisasi) dg volume 22,4 l
mempunyai tekanan = 1 atm

1 mol (tak terionisasi) dg. Volume 1 liter


mempunyai tekanan = 22,4 atm

Tekanan osmotik darah / air mata 6,7 atm


= 6,7/22,4x1 M = 0,3 M
Rumus :
0,3x BM
W = ----------
N

W = KONSENTRASI ( g/L)
BM = Berat Molekul
N = jumlah ion dari zat terlarut ( terdisosiasi
sempurna)
Tiga langkah perhitungan :
1. Dihitung konsentrasi molar efektif (EMC) bahan
(terion/tidak)
2. 0,3 EMC
3. Dikonversikan ke g/L
Contoh soal :
a. Berapa konsentrasi NaCl yang diperlukan
untuk membuat larutan isoosmotik
dengan plasma darah? BM NaCl= 58,5 jumlah
ion 2 ( Na dan Cl)
0,3 x 58,5
W= = 8,775 Gram/liter
2

= 0,8775 gram/100 ml = 0,8775 % = 0,9%


b. Berapa konsentrasi NaCl yang harus
ditambahkan pada 1% larutan Lidokain HCl (BM
= 270 ) agar isotoni ? (0,3M=0,3 mol/liter atau
0,03mol/100 ml)
Lidokain HCl terurai menjadi Lidokain dan HCl,
jadi n = 2
( 0,03-2x1/270)x58,5
NaCl yang dibutuhkan = -------- -------------------
2
= 0,67 %
3. EKIVALENSI NaCl

E ( ekivalensi NaCl) adalah jumlah gram NaCl


yang memberikan tekanan osmotik yang sama
dengan 1 gram zat terlarut
Konsentrasi NaCl yang isoosmotik dengan
plasma darah sebesar 0,9%
CONTOH SOAL:
a. Hitung konsentrasi NaCl yang diperlukan
untuk membuat larutan KCl 0,5% menjadi
isoosmotik dengan plasma darah
(E KCl 0,5%=0,76)
Jawab :

1 gram KCl setara dengan 0,76 gram NaCl


KCl 0,5% : 0,5 gram KCl dalam 100 ml
0,5 gram KCl setara dengan 0.76x1/2
gram NaCl = 0,38 gram
NaCl yang ditambahkan = 0.9- 0.38 = 0.52 gram
b. Hitung jumlah dekstrosa yang diperlukan untuk
membuat larutan ephedrin HCl 1% menjadi
isoosmotik dengan plasma darah
( E Ephedrin HCl 1% = 0,30 dan E dekstrose 1% =
0,18 )
Jawab :
NaCl yang dibutuhkan = 0,9 0,3 = 0,6 gram
Dekstrose yang dibutuhkan = 0,6 / 0,18 gram = g
D. BENTUK SEDIAAN PARENTERAL

1. SUSPENSI
- Tidak boleh mengendap selama penyimpanan
- Mudah disuspensikan:
- Mudah diinjeksikan ( ukuran jarum 18-21 gauge)
Yang Perlu dipertimbangkan :
- Distribusi ukuran partikel
- Zeta Potensial
- Reologi
METODA PEMBUATAN SUSPENSI

A. Pembawa steril dan zat berkhasiat dicampur


secara aseptik
Contoh : pembuatan procain penicillin .
Pembawa air yang mengandung bahan
tambahan (seperti lecithin, natrium sitrat,
povidon dan polioksetilen sorbiton monooleat)
difiltrasi melalui membran filter 0,22 m,
disterilkan dengan pemanasan dan
dipindahkan ke dalam tanki pengisi. Antibiotik
serbuk steril (freeze drying, kristalisasi steril
atau spray drying) + kan sedikit-sedikit kedalam
larutan steril secara aseptik
B. LARUTAN STERIL DIKOMBINASIKAN
DENGAN PEMBUATAN KRISTAL IN SITU

Pembuatan suspensi steril testosteron.


Pembawa disiapkan dan disterilkan dengan cara
filtrasi. Testosteron dilarutkan secara terpisah
dalam aseton dan disterilkan secara filtrasi.
Larutan testosteron aseton ditambahkan secara
aseptik ke dalam pembawa steril, sehingga
testosteron mengkristal. Suspensi diencerkan,
dicampur, kristal mengendap dan larutan
supernatan dibuang. Diulang, sampai aseton
hilang. Tambah pelarut sampai volume tertentu
2. EMULSI

Sediaan emulsi parenteral adalah dispersi heterogen


dalam suatu cairan yang tidak campur dengn cairan
lain. Untuk mendapatkan sediaan yang stabil perlu
ditambahkan pengemulsi
Jarang digunakan, karena untuk menghasilkan droplet
dengan ukuran 1 m : sulit (untuk mencegah
terjadinya emboli)
Digunakan untuk:
1. Sediaan ekstrak alergen emulsi w/o
2. Lepas Lambat
3. Emulsi nutrisi minyak
AIR-MINYAK MEMERLUKAN EMULGATOR/
EMULSIFYING AGENT
3. SERBUK KERING
Beberapa bahan obat tidak stabil baik secara fisik
maupun kimia dalam media air untuk diformulasi
dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi
Bahan obat tsb. Diformulasi dalam bentuk padat
kering yang akan direkonstitusi dengan
penambahan air sebelum dgunakan
Metode pembuatan serbuk steril :
- Freeze drying
- Kristalisasi aseptik
- Spray drying
A. Freeze Drying;
- Obat dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
- Diklarifikasi
- Disterilkan dengan cara filtrasi
- Dimasukkan vial
- Di freeze suhu : -350 C sampai -450 C sampai
larutan memadat
- Tekanan chamber diturunkan dan temperatur
dinaikkan, air akan mengalami sublimasi
Keuntungan Freeze Drying :
1. Air dapat dihilangkan pada suhu rendah
2. Serbuk kering mempunyai luas permukaan
spesifik yang luas
3. Sediaan dimasukkan dalam vial dalam bentuk
larutan, sehingga dosis bisa teliti
4. Kontaminasi partikel rendah/nol
Kerugian :
1. Pembekuan merusak protein
2. Bentuk amorf, ada beberapa bahan yang tidak
stabil
3. Biaya mahal
B. SPRAY DRYING :
Zat berkhasiat dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai disterilkan secara filtrasi dan dimasukkan
ke dalam automizer
C. KRISTALISASI :
Zat berkhasiat dimasukkan ke dalam pelarut yang
sesuai dan sterilkan dengan cara filtrasi
Kedalam larutan tersebut masukkan pelarut lain
yang tidak melarutkan bahan obat
Kristal terbentuk diambil
Yang harus dikendalikan :
1. pH 2. Kecepatan penambahan pelarut,
3. Jumlah pelarut 4. Kemurnian 5. Suhu dan
6. Kecepatan pencampuran
4. OINTMENT

- Bahan obat dilarutkan dalam pelarut yang sesuai


- Sterilkan larutan tersebut
- Lelehkan basis salep steril
- Campur homogen dengan cara teknis aseptis
APLIKASI BAHAN TAMBAHAN
DALAM FORMULA
1. Pengaturan pH untuk solusi kelarutan :
a. Oxytetracyclin : basa lemah
pH sediaan dibuat pada pH 3 dan dibantu
dengan kosolven Propilen glikol 65-75%
b. Pentobarbital : asam lemah
pH sediaan dibuat pada pH 9,5 dan dibantu
dengan kosolven Propilen Glikol 40% dan
ethanol 10%
c. Phenytoin Na (Dilantin) : asam lemah
Sediaan dibuat pada pH 10-12,3 dan
ditambah kosolven Propilen gikol 40% dan
Ethanol 10%
2. Kosolven
a. IV Injeksi Bolus :
- Propilen Glikol 68% : Phenobarbitol
- PEG 50% : Methocarbamil
- Ethanol 20% :Paricarcitrol
- Gliserin 15% : Dihidroergotamin
b. IV Infus :
- Polisorbat 25% : Docetaxel
- Gliserin 15% : Dihidroergotamin
- Ethanol 13% : Docetraxel
- Propilenglikol 6% : Melphalan

c. Sub Kutan (sulit karena kosolven akan


menyebar)
- Gliserin 15% : Dihidroergotamin
d. Intramuskular : bisa menggunakan pelarut
organik 100%, volume maksimal 5 ml untuk
setiap tempat penyuntikan
3. Antimikroba atau Preservatif
a. Bereaksi dengan surfaktan hidrofil, misal para
hidroksi benzoat
Untuk mengatasi permasalahan ini, preservatif
bisa ditingkatkan kadarnya
b. Bereaksi dengan wadah, misalkan preservatif
golongan fenol dapat bereaksi dengan tutup
karet
c. Preservatif dapat menaikkan stabilitas Zn
Insulin
d. Preservatif pada sediaan emulsi perlu dinaikkan
kadarnya oleh karena sebagian terdistribusi pada
minyak. Perhitungan penambahan kadar preservatif
dapat dihitung dengan menggunakan harga koefisien
partisi.
Contoh :
Phenilmercuri nitrat koefisien partisi minyak:air= 0,4.
Hitunglah berapa kadar yang dibutuhkan sebagai
preservatif sediaan parenteral bentuk emulsi volume
100 ml dengan basis minyak-air 30% ?
Preservatif sediaan parenteral : 0,001%
e. Sediaan parenteral dengan pembawa minyak
tidak dapat ditambah preservatif

f. Benzalkonium khlorida akan meningkat daya


bunuh terhadap pseudomonas aeruginosa bila
dikombinasi dengan Na Edetate 0,01%-0,1%
Contoh : R/ Atropin SO4 tetes mata
Atropin 1 gr
Na Cl 700 gram
BCK 0,02 ml
Disodium Edetate 50 mg
WFI ad 100 ml
g. Toksisitas preservatif cukup tinggi, hanya
ditambahkan bila diperlukan. Preservatif tidak
diperbolehkan untuk bayi yang baru lahir
CONTOH PERHITUNGAN
FORMULA
Langkah perhitungan :

- Hitunglah volume total yang diperlukan,


dengan memperhatikan : rendemen,
kelebihan volume untuk sediaan injeksi
- Hitunglah kebutuhan masing-masing
bahan dengan acuan volume total
PERSYARATAN VOLUME ( ml )
VOLUME DALAM KELEBIHAN VOLUME KELEBIHAN VOLUME
LABEL (LARUTAN ENCER) (LARUTAN PEKAT)

0,5 0,10 0,12


1.0 0,10 0,15
2.0 0,15 0,25
5.0 0,30 0,50
10.0 0,50 0,70
20.0 0,60 0,90
50.00 atau lebih 2% 3%
a. R/ Ranitidine HCl 25 mg
NaH2PO4 2,4 mg
K2HPO4 0,96 mg
Phenol 5 mg
Aqua ad 5 ml
Hitunglah berapa gram ranitidine HCl yang
harus ditimbang bila pabrik mendapat order
untuk mensuplai 10.000 ampul Ranitidine HCl
2 ml dengan formula di atas. Rendemen untuk
proses produksi tersebut mencapai 80%
b. R/ Ranitidine HCl 25 mg
NaH2PO4 2,4 mg
K2HPO4 0,96 mg
Phenol 5 mg
Aqua ad 5 ml
Hitunglah berapa gram ranitidine HCl yang
harus ditimbang bila pabrik merencanakan unutk
memproduksi 100.000 ampul Ranitidine HCl 2
ml dengan formula di atas.
c. R/ Framycetin SO4 138.000 unit
Basis salep ad 100 gram

Hitunglah berapa gram Framycetin yang harus


ditimbang bila diketahui 670 internasional unit
Framycetin setara dengan 1 mg Framycetin?
Tersedia Framycetin 500 unit/mg

Anda mungkin juga menyukai