Anda di halaman 1dari 54

Pharmacovigilance

Pharmacoepidemiology
Dra. Anny Victor Purba, MSc.,PhD., Apt

Program Pasca Sarjana Farmasi


Universitas Pancasila

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 1
Pharmacovigilance

 Adalah ilmu dan aktivitas yang


berhubungan dengan deteksi, penilaian,
pemahaman, dan pencegahan efek
samping obat (adverse effect) atau
masalah obat yang lain

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 2
Latar belakang

 Tidak ada obat yang menghasilkan satu


efek saja
 makin banyak efek suatu obat, makin
banyak pula efek sampingnya
→ Hal di atas melahirkan konsep
selektivitas obat

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 3
Latar belakang

 selektivitas merupakan sifat obat yang


penting dalam terapi
 Selektivitas obat dinyatakan sebagai
hubungan antara dosis terapi dan dosis
obat yang menimbulkan efek toksik
 Disebut juga indeks terapi atau margin of
safety

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 4
Indeks terapi

 Indeks terapi hanya berlaku untuk satu


efek terapi
 Obat yang mempunyai beberapa efek
terapi juga mempunyai beberapa indeks
terapi
Contoh : aspirin sebagai analgesik
indeks terapinya lebih besar
dibandingkan sebagai antirematik
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 5
Selektivitas obat dalam uji klinik

Dinyatakan secara tidak langsung


sebagai:
1. pola insiden efek samping yang
ditimbulkan obat dalam dosis terapi
2. prosentase penderita yang
menghentikan obat atau menurunkan
dosis obat akibat efek samping
Tetapi ….
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 6
Selektivitas obat dalam uji klinik
 Sutu obat yang cukup aman untuk
kebanyakan penderita, tidak menjamin
keamanan untuk setiap penderita karena
selalu ada kemungkinan timbul respons yang
menyimpang
 Contoh: penisilin yang aman bagi sebagian
besar pendrita tetapi dapat menyebabkan
kematian bagi penderita yang alergi obat
tersebut (syok anafilaktik)

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 7
Peran Pemerintah

 Memberikan izin pemasaran


 Melakukan pengawasan setelah produk
dipasarkan
 Memberikan jaminan kepada
→ masyarakat bahwa produk obat
tersebut memenuhi standar mutu,
keamanan, dan efikasi (Quality- Safety-
Efficacy)
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 8
Pengembangan Obat
 Penapisan dan pengujian yang ketat
 Banyak tahap, sistematis, waktu yang
panjang dan biaya yang besar
→ tetapi efek samping akan mungkin sekali
timbul
→ terus diwaspadai, mengingat telah banyak
bukti bahwa banyak obat yang dapat
menimbulkan penyakit (drug induced
disease)
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 9
Pengembangan Obat
 pengobatan tradisional (berdasarkan
pengalaman)
 isolasi dari bahan alam
 pengembangan molekul obat yang satu
golongan (derivatisasi)
 pengembangan bentuk garam atau ester
 pengembangan bentuk isomer
 pengembangan formulasi (bentuk sediaan)
 pengembangan sediaan kombinasi obat
 dll

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 10
Pengembangan Obat

 Riset pengembangan saat ini akan


makin pesat dengan makin banyak
sains/teknologi “baru” :
 Apa saja ?

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 11
Pengembangan Obat
 Penemuan DNA dan teknologinya yang
melahirkan pharmacogenomic, pharmaceutical
farming
 Bidang IT : teknologi simulasi pengembangan
obat dengan IT, QSAR makin efektif
 Nano teknologi
 Stem cell
 Radioisotop

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 12
Pengembangan Obat
 Setelah penapisan obat, maka mulai dilakukan tahap
pre klinik (pada hewan percobaan)
 Pre klinik :meneliti
- sifat farmakokinetik
- sifat farmakodinamik
- efek toksik
- perkiraan dosis efektif
- uji toksisitas akut dan jangka panjang
- uji toksisitas khusus : teratogen, mutagen,
karsinogen, ketergantungan obat
→ uji klinik

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 13
Pengembangan Obat
 Uji klinik Fase I, Fase II, dan Fase III
 Registrasi obat
 Uji klinik fase IV
→ Pada tahap ini ESO yang muncul hendaknya diamati,
dicatat, dan dilaporkan (studi epidemiologik); demikian juga dengan
efikasinya
→ Efek samping yang diperkirakan
→ Efek samping yang tidak diperkirakan
→ Ada kemungkinan juga dari studi efek samping dikembangkan obat
baru. Contoh : efek antiplatelet golongan salisilat, obat hipoglikemik

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 14
Efek samping obat

 Pengertian :
setiap efek yang tidak dikehendaki yang
merugikan atau membahayakan pasien
(adverse reactions) dari suatu
pengobatan.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 15
Efek samping obat
 Contoh :
1) Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi
imunologik).
2) Hipoglikemia berat karena pemebrian insulin ( efek
farmakologi yang berlebihan.
3) Osteoporosis karena penggunaan kortikosteroid
jangka panjang (efek karena penggunaan jangka
panjang).
4) Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin
(efek withdrawal).
5) Fokomelia pada anak karena penggunaan
talidomid pada awal kehamilan (efek teratogenik).
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 16
Efek samping obat
 Dampak ESO ?
- Kegagalan pengobatan.
- Timbulnya keluhan penderiataan atau penyakit
baru karena obat (drug-induced disease atau
iatrogenic disease).
- Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan
dengan kegagalan terapi, memberatnya penyakit
atau timbulnya penyakit baru.
- Efek psikologik pada penderita yang dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut,
misalnya menurunnya kepatuhan berobat

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 17
Efek samping obat
 Tingkat kejadian ESO :
- Dari pasien rawat tinggal, yang rata-rata menerima 5-10 jenis obat
selama 10 hari perawatan di rumah sakit, + 25%nya akan
menderita 1 macam atau lebih efek samping dari berbagai derajat,
dan 1% menderita efek samping yang membahayakan kehidupan.
Pada pasien ini efek samping yang paling berat paling banyak
terjadi pada kemoterapi penyakit kanker.
- Dari praktik swasta, kemungkinan terjadinya efek samping jauh
lebih besar. Hal ini terbukti karena dari pasien yang masuk rumah
sakit + 25 % disebabkan oleh atau berhubungan dengan ESO.
- Dari data kematian di rumah sakit, 0,24 – 2,9 % karena ESO.
- Golongan umur yang terbanyak mengalami ESO adalah orang
tua. Kelompok ini umumnya menerima jenis obat cukup banyak
sementara respon farmakokinetik dan farmakodinamiknya tidak
sama.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 18
Efek samping obat

 Pembagian ESO :
- dapat diperkirakan
- Tidak dapat diperkirakan

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 19
ESO yang dapat diperkirakan
A)Efek farmakologik yang berlebihan
 Terjadi karena dosis terlalu besar
 Terjadi karena respon kinetik dan dinamik individu

contoh :
- Depresi respirasi pada pasien bronkitis berat yang menerima
pengobatan dengan morfin atau benzodiazepin.
- Hipotensi yang terjadi pada stroke, infark miokard, atau
gagal ginjal pada pasien yang menerima antihipertensi
dalam dosis terlalu tinggi.
- Bradikardia pada pasien yang menerima dosis digoksin
terlalu tinggi.
- Palpitasi pada asma karena dosis teofilin terlalu tinggi.
- Hipoglikemia karena dosis antidiabetika terlalu tinggi

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 20
ESO yang dapat diperkirakan
B) Respons karena penghentian obat, karena adaptasi
di tingkat reseptor
Contoh :
- Agitasi ekstem, takikardi, rasa bingung, delirium,
dan konvulsi yang dapat terjadi pada
penghentian pemakaian depresan SSP seperti
barbiturat, benzodiazepin, dan alkohol.
- Krisis Addison akut karena penghentian terapi hor
mon kortikosteroid.
- Hipertensi berat karena penghentian pemakaian
klonidin
- Gejala putus obat karena narkotika
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 21
ESO yang dapat diperkirakan
C) Efek samping yang bukan efek farmakologi utama
→ telah diperkirakan sewaktu studi pengembangan obat
Contoh :
- iritasi lambung karena pemberian kortikosteroid
oral, analgetika-antipiretika, teofilin, eritromisisn,
rifampisin, dan lain-lain
- mengantuk setelah pemakaian antihistaminika
- efek teratogenik pada pemberian obat-obat dengan
kontra indikasi wanita hamil
- penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin
sehingga memperpanjang waktu pendarahan

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 22
ESO yang tidak dapat diperkirakan
A) Reaksi alergi/hipersensitivitas
Seringkali sama sekali tidak bergantung pada dosis
Terjadi pada sebagian kecil populasi
Reaksi ringan sampai fatal (anafilaktik)
Ciri khas:
- gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek
farmakologiknya,
- seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama
terhadap obat dengan timbulnya efek,
- reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya
dengan sejumlah sangat kecil obat,
- reaksi hilang bila obat dihentikan,
- keluhan gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi
imunologi, misalnya rash (=ruam) di kulit, serum sickness,
anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dan lain-lain.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 23
ESO yang tidak dapat diperkirakan
B) Reaksi karena faktor genetik
Contoh :
- Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase
herediter tidak dapat memetabolisme suksinilkolin (suatu
pelemas otot), sehingga bila diberikan obat ini mungkin
akan menderita paralisis dan apnea yang berkepanjangan.
- Pasien yang mempunyai kekurangan enzim G6PD
(glukosa-6-fosfat dehidrogenase) mempunyai potensiuntuk
menderita anemia hemolitika akut pada pengobatan dengan
primakuin, sulfonamida dan kinidin
- Populasi asetilator cepat dan lambat.
o neuropati perifer karena isoniazid lebih banyak dijumpai
pada asetilator lambat,
o sindroma lupus karena hidralazin atau prokainamid lebih
sering terjadi pada asetilator lambat.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 24
ESO yang tidak dapat diperkirakan

C) Reaksi idiosinkratik
Suatu kejadian efeksamping tidak lazim, tidak
diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan
atau diperkirakan mengapa bisa terjadi
Contoh :
- Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan
pemakaian analgetika secara serampangan.
- Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian
estrogen jangka lama tanpa pemberian progestogen
sama sekali.
- Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya
tumor limfoid.
Anny Victor Putba,
Pharmacoepidemiology 25
Bagaimana Efek Samping Suatu
Obat Ditemukan?
1) Penelitian kohort
Pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap
sekelompok pasien yang sedang menjalani pengobatan,
untuk mengevaluasi efek samping yang mungkin terjadi setelah
pemaparan terhadap obat.

2) Laporan spontan terhada kecurigaan terjadinya efek samping


Laporan ini dibuat oleh dokter, apabila mereka menjumpai efek
samping atau kemungkinan efek samping. Laporan dikirim ke tim
khusus yang menangani masalah efek samping (di Indonesia
kepada Tim Monitoring Efek Samping Obat, Depkes RI), yang
akan mengumpulkan dan menganalisa laporan tersebut.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 26
Bagaimana Efek Samping Suatu
Obat Ditemukan?
3) Penelaahan terhadap statistik vital
Penelaahan dilakukan oleh ahli epidemiologi, untuk
melihat apakah ada data yang ganjil pada pola
epidemiologi penyakit

4) Penelitian ‘case-control’
Merupakan penelitian retrospektif untuk mengetahui
besarnya faktor risiko paparan pemakaian obat
dengan kejadian efek samping obat. Dalam penelitian
ini individu-individu dengan efek samping tertentu
yang teliti, dan individu-individu dari kelompok kontrol,
dibandingkan secara retrospektif riwayat penggunaan
obat yang dicurigai.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 27
Pencegahan ESO
 Saat ini banyak pilihan obat untuk suatu terapi
tertentu
 Tiap obat mempunyai efikasi dan ESO tertentu
 Jangan terlalu terpaku pada obat baru, karena
kemungkinan ESO belum dapat diperkirakan
 Sangat bermanfaat melakukan penelaahan
manfaat-ESO dari pustaka standar dan
seminar

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 28
Pencegahan ESO
Upaya pencegahan :
 Penelusuran riwayat pemakaian obat
 Gunakan obat apabila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada
alternatif non-farmakoterapi.
 Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi
sekaligus.
 Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons
pengobatan pada anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien
yang juga menderita gangguan ginjal, hati dan jantung.
 Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit
baru, atau penyakit memberat, selalu ditelaah lebih dahulu,
apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit,
komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek
samping obat. Kemudian mempertimbangkan pengobatan
dihentikan atau diteruskan.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 29
Penanganan ESO
 Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi
efek samping.
 Telaah bentuk dan kemungkinan mekanismenya.
 Bila efek samping dicurigai sebagai akibat efek farmakologi yang
terlalu besar, maka setelah gejala menghilang dan kondisi pasien
pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai
dengan dosis kecil.
 Bila efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau
idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali
tidak boleh dipakai lagi. Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan
lebih berat dan fatal pada kontak berikutnya terhadap obat
penyebab.
 Bila sebelumnya digunakan berbagai jenis obat, dan belum pasti
obat yang mana penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi
secara satu-persatu.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 30
Penanganan ESO
 Upaya penanganan klinik tergantung bentuk
efek samping dan kondisi penderita.
 Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu
diperlukan penanganan dan pengobatan yang
spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksis
diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta
tindakan lain untuk mengatasi syok.
 Contoh lain misalnya pada keadaan alergi,
diperlukan penghentian obat yang dicurigai,
pemberian antihistamin atau kortikosteroid
(bila diperlukan), dan lain-lain.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 31
Pharmacovigilance
 Adalah ilmu dan aktivitas yang berhubungan
dengan deteksi, penilaian, pemahaman, dan
pencegahan efek samping obat (adverse
effect) atau masalah obat yang lain
 Objek studi pharmacovigilance sangat luas
yaitu meliputi : obat, sediaan herbal, obat
tradisional dan obat pelengkap, produk-produk
darah, zat-zat biologis, alat kesehatan, dan
vaksin.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 32
Hal-hal yang mendasari perlunya
pharmacovigilance
 obat-obat substandar
 kesalahan dalam pengobatan
 ketiadaan laporan tentang efikasi obat
 penggunaan obat dengan indikasi yang tidak
dianjurkan tanpa dasar sains yang cukup
 laporan-laporan tentang keracunan baik akut maupun
kronis
 adanya kematian yang berhubungan dengan
pemakaian obat
 penyalahgunaan dan kesalahan penggunaan obat
 interaksi yang merugikan dari obat dengan obat lain,
bahan kimia, atau makanan.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 33
Tujuan utama Pharmacovigilance
 Meningkatkan keamanan dan perlindungan kepada pasien dalam
hal penggunaan obat dan seluruh tindakan medis maupun
paramedis

 Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya yang


berhubungan dengan penggunaan obat

 Memberikan kontribusi dalam penilaian keuntungan, bahaya,


efektivitas, dan risiko penggunaan obat, mendorong keamanan
dalam penggunaan, dan mengarahkan untuk penggunaan obat
yang rasional dan efektif dari segi biaya

 Meningkatkan pemahaman, pendidikan dan pelatihan klinis dalam


bidang pharmacovigilance dan penyampaiannya kepada
masyarakat.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 34
Tugas Pharmacovigilance
 Mendeteksi ESO yang terbaru dan interaksi
obat
 Mendeteksi gejala peningkatan insiden ESO
 Mengidentifikasi faktor risiko dan mekanisme
terjadinya ESO
 Memberikan estimasi tentang untung-rugi dan
analisis untuk memperbaiki peresepan,
peracikan, serta penentuan kebijakan tentang
obat.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 35
Studi dalam Pharmacovigilance
 Mendapatkan informasi tentang penggunaan
suatu obat pada anak, wanita hamil, atau usia
lanjut yang dalam pada uji klinik mengalami
masalah etis dalam pengujiannya.
 Pengalaman menunjukkan banyak interaksi
obat dengan obat lain atau dengan makanan
dan adanya faktor risiko baru yang muncul
yang terdeteksi beberapa tahun setelah obat
dipasarkan.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 36
Studi dalam Pharmacovigilance
 Contoh klasik adalah obat talidomid yang pada tahun
1957 banyak digunakan oleh wanita hamil untuk
mengurangi rasa mual dan sakit pada pagi hari.
Kemudian diketahui bahwa banyak bayi cacat yang
dilahirkan oleh wanita hamil yang mengkonsumsi
talidomid, sehingga pada tahun 1965 talidomid ditarik
dari peredaran.
 Penggunaan tertentu masih digunakan yaitu untuk
pengobatan lepra dengan pengawasan yang ketat.
Tetapi dari daerah endemik lepra di Amerika Selatan
dilaporkan bahwa sepanjang 1969 sampai 1995
dilaporkan terdapat 34 kasus embriopati.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 37
Kerjasama dalam
Pharmacovigilance
Kerjasama tersebut sesuai dengan tugas
dan kewenangannya masing-masing.
 Kerjasama melibatkan Pemerintah,
Industri farmasi, Rumah Sakit, Apotek,
Akademisi, Asosiasi Medis dan
Farmasis, Pusat Informasi Obat dan
Racun, Profesional kesehatan, pasien,
pelanggan, media massa, dan WHO.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 38
Kebijakan Nasional dalam
pharmacovigilance
 Terbentuknya sistem pharmacovigilance yang mantap dalam
melaporkan kejadian ESO yaitu melalui Pusat nasional maupun
regional
 Pengembangan tata aturan dan perundang-undangan tentang
pemantauan obat
 Pengembangan kebijakan nasional dalam costing, budgeting dan
financing yang berhubungan dengan obat
 Pendidikan berkelanjutan bagi para profesional kesehatan dalam
hal keamanan obat dan efektivitas farmakoterapi
 Kebijakan tentang pemberian informasi terbaru dari ESO kepada
para profesional dan konsumen
 Memantau keberhasilan program pharmacovigilance dengan
indikator-indikator dan outcomenya.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 39
Pharmacovigilance dalam bidang
praktisi klinis
 Pemantauan keamanan obat dalam penggunaannya
sebagai bagian integral dari suatu praktisi klinis
 Informasi keamaanan obat yang disampaikan para
klinisi mempunyai pengaruh yang luas terhadap
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat
 Pendidikan dan pelatihan kepada para profesional
kesehatan tentang keamanan obat oleh petugas dari
Pusat Pharmacovigilance Nasional akan
meningkatkan efektivitas perlindungan pasien
 Menurunkan gap terhadap pemahaman tentang obat-
obat yang menginduksi penyakit dari berbagai
kalangan yang terlibat.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 40
Upaya pharmacovigilance
 Kerja pharmacovigilance juga memantau pengobatan
terhadap penyakit-penyakit regional seperti penyakit
daerah tropis seperti malaria, leishmaniasis,
schistosomiasis, juga terhadap HIV/AIDS dan TBC.
 Pharmacovigilance hendaknya menjadi prioritas tiap-
tiap negara yang melakukan pengontrolan terhadap
penyakit pada masyarakatnya.
 Sebagai contoh pengontrolan terhadap efektivitas
antimalaria terus dilakukan. Saat ini penggunan
artemisinin dan derivatnya dipantau secara cermat.
Dari Afrika terdapat lima negara yang mengikuti
program ini dan 3 diantaranya telah mantap sistemnya
sedangkan dua yang lain terus mengalami kemajuan.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 41
Upaya pharmacovigilance
 Masalah komunikasi outcome dari pharmacovigilance.
 Industri farmasi, Pemerintah, dan pekerja kesehatan
mempunyai tugas untuk membangun kepercayaan
masyarakat dalam hal komunikasi faktor risiko yang
efektif.
 Pertanyaan-pertanyaan masyarakat terhadap
keamanan obat harus ditanggapi dengan bukti-bukti
yang cukup dan komunikasi yang efektif.
 Komunikasi yang efektif harus sesuai dengan tugas
dan kewenangannya.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 42
Program WHO dalam
pharmacovigilance
 Program WHO dalam monitoring obat internasional telah dimulai
sejak 1968.
 Saat ini 86 negara berpartisipasi dalam program ini termasuk
Indonesia. Pusat monitoring ini di Uppsala, Swedia.
 Kolaborasi ini menghasilkan suatu database dari ESO
internasional yang disebut Vigibase. Saat ini database ini
memiliki lebih dari 3 juta laporan ESO.
 Dari laporan-laporan ESO ini dilakukan hal-hal antara lain:
- Identifikasi dini tanda-tanda serius dari suatu ESO
- Evaluasi bahaya obat
- Melakukan riset tentang mekanisme kerja obat untuk
membantu meningkatkan keamanan dan kefektifan obat.
Kesuksesan program ini terjadi karena tiap-tiap pusat
pharmacovigilance nasional memberikan kontribusi dalam
upaya bersama ini.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 43
Panduan WHO dalam
pharmacovigilance
 herbal medicine
 medicinal products for human use and
veterinary products
 industrial pharmacy

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 44
Pharmacovigilance dalam herbal
medicine
 Sediaan herbal (herbal medicine) adalah
sediaan yang berasal dari tumbuhan yang
digunakan untuk tujuan pengobatan.
 Di Indonesia ada tiga kelompok sediaan
herbal ini yaitu jamu, sediaan herbal
terstandar, dan fitofarmaka.
 Tetapi di Indonesia banyak beredar sediaan-
sediaan yang belum diregistrasi karena
merupakan produk industri rumah tangga; dan
banyaknya pengobat tradisional (batra)

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 45
Pharmacovigilance dalam herbal
medicine
 Dewasa ini di masyarakat terdapat suatu keyakinan yang
sebenarnya kurang tepat yaitu bahwa obat yang berasal dari
alam bebas dari efek samping oleh karena itu aman.
 Walaupun memang bahwa bahan alam memiliki kecenderungan
harmoni dan keseimbangan
 Akan tetapi dari penelitian menunjukkan bahwa obat alam juga
memiliki efek samping.
 Sebagian efek samping tersebut karena berhubungan dengan
adanya masalah dalam hal kualitas produknya.
 Sebagian besar efek samping muncul karena obat alam tersebut
mengandung komponen zat aktif yang poten seperti
kortikosteroid atau obat non-steroidal antiinflammatory drugs.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 46
Pharmacovigilance dalam herbal
medicine
Efek samping akan meningkat jika terjadi :

 kekeliruan dalam penggunaan jenis tanaman obat


 dosis yang tidak tepat
 kesalahan dalam penggunaan
 adanya interaksi dengan obat
 penggunaan bahan yang terkontaminasi bahan
berbahaya seperti logam toksik, mikroba patogen atau
residu yang berhubungan dengan pertanian (pestisida,
fungisida, rodentisida, dan sejenisnya).

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 47
Pharmacovigilance dalam herbal
medicine
Beberapa contoh efek samping yang ditemukan karena
pemakaiansediaan herbal :

Pada pasien yang mengalami efek samping seperti efek


kortikosteroid, ditemukan dalam sediaan herbal yang dikonsumsinya
mengandung 0,1 – 0,3 mg betametason.

Pada pasien yang mengalami kemunduran fungsi ginjal pada


beberapa pasien di beberapa negara, ditemukan bahwa sediaan
herbal yang digunakan mengandung asam aristolokat.

Pada pemakaian Ginko biloba ditemukan efek samping berupa


pemanjangan waktu protrombin, meningkatkan waktu koagulasi,
hematoma subkutan, dan pendarahan intrakranial.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 48
Tindak lanjut
 Obat herbal juga harus dapat menjamin keamanan,
mutu, dan khasiatnya.
 Penggunaannya di masyarakat setelah obat
dipasarkan perlu dilakukan monitoring baik mengenai
efek samping maupun efikasinya.
 Untuk keamanan dalam penggunaan sediaan herbal
dibutuhkan empat aksi yang saling melengkapi, yaitu :
- identifikasi yang jelas dari efek samping alamiahnya
- manajemen risiko
- institusi yang memperkirakan untuk mencegah
kejadian efek samping, dan
- komunikasi yang baik tentang faktor risiko dan
keuntungan dari sediaan herbal tersebut.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 49
Tindak lanjut

Dengan demikian diharapkandapat ditingkatkan:


 kemampuan untuk mempelajari identifikasi
efek samping dengan baik melalui sistem
pelaporan yang baik berdasarkan keahlian
dalam pengumpulan datanya
 meningkatkan kemampuan antisipasi terhadap
kejadian efek samping, dan
 membentuk tata sistem yang mantap dalam
sistem kesehatan masyarakat.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 50
Upaya meningkatkan kehandalan
sistem pemantauan efek samping
sediaan herbal
a. Memperluas sumber daya dalam pelaporan efek samping yaitu dengan
melakukan:
 kerjasama yang baik dari semua provider dalam sediaan herbal,
termasuk provider obat tradisional dan pengobatan alternatif;
 memperketat aturan dari para provider dengan melibatkan tenaga yang
kompeten seperti pharmacist;
 melibatkan pabrik pembuatan sediaan herbal,
 memfasilitasi pelaporan dari konsumen, dan
 membangun sistem informasi seperti pusat informasi obat, pusat racun,
dan organisasi para pelanggan dan organisasi industri sediaan herbal.

b. Memantapkan sistem pengaturan sediaan herbal dan sistem informasi


kualitas sediaan herbal melalui pusat pharmacovigilance nasional dan
Pemerintah (pemegang otoritas pengawasan)

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 51
Upaya meningkatkan kehandalan
sistem pemantauan efek samping
sediaan herbal
c. Meningkatkan kemampuan teknik dan keahlian
sumber daya yang terlibat dalam pusat
pharmacovigilance nasilanal dengan melakukan
pelatihan teknik, peningkatan akses dalam mengenali
efek samping, peningkatan akses untuk mendapatkan
informasi
d. Membangun suatu standar kualifikasi dan sistem
kodifikasi untuk sediaan herbal dengan standarisasi
dalam istilah dan definisinya
e. Meningkatkan sistem komunikasi dan kewaspaadaan
pada semua tingkat, konsumen, provider, otoritas
pengawasan, praktisi kesehatan baik nasional,
regional, dan internasional.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 52
Penutup
 Efek samping obat tidak dapat dihindari dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam suatu farmakoterapi baik dengan obat
modern maupun obat tradisional. Oleh karena itu pengenalan terhadap
efek samping dari suatu produk harus terus ditingkatkan, mengetahui
mekanismenya, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan maupun
tindakan penanganannya manakala efek samping tersebut muncul.
 Oleh karena obat-obat yang beredar sangat banyak, dan terdapat
demikian luasnya interaksi antara obat-obat, obat-makanan, dan
kemungkinan tercemarnya obat maka diperlukan adanya suatu
mekanisme pemantauan efek samping yang terstruktur dengan database
yang senantiasa mutakhir yang melibatkan semua kalangan dari mulai
pasien, konsumen, praktisi medis, praktisi farmasi, LSM, media massa,
Pemerintah, dan organisasi internasional kesehatan dalam suatu sistem
pharmacovigilance.
 Sehingga diharapkan obat yang sampai di tangan penderita adalah obat
yang efektif, berkhasiat, dan aman, dan digunakan dengan tepat dan
rasional.

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 53
Terima kasih

Anny Victor Putba,


Pharmacoepidemiology 54

Anda mungkin juga menyukai