Anda di halaman 1dari 104

JURNAL ILMIAH MANUNTUNG

Sains Farmasi Dan Kesehatan

DITERBITKAN OLEH :
AKADEMI FARMASI SAMARINDA

JURNAL ILMIAH NO. 1 VOL. 1 HAL. 1-99 SAMARINDA ISSN. 2443-115X


MANUNTUNG MEI 2015
JURNAL ILMIAH MANUNTUNG
PEMBINA:
Supomo, S.Si., M.Si.,. Apt
(Direktur Akademi Farmasi Samarinda)

PENANGGUNG JAWAB:
Hayatus Saadah, S.F., M.Sc., Apt

KETUA EDITOR:
Husnul Warnida, S.Si., M.Si., Apt

EDITOR AHLI:
Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt (UNY)
Prof. Agung Endro Nugroho, M.Si., PhD., Apt (UGM)
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App,Sc., Apt (USU)
Prof. Enos Tangke Arung, PhD (UNMUL)
Irawan Wijaya Kusuma, PhD (UNMUL)

EDITOR PELAKSANA:
Yullia Sukawaty, S.Far., M.Sc., Apt
Eka Siswanto, S.Farm., M.Sc., Apt
Henny Nurhasnawati, S.Si., M.Si.
Yulistia Budianti S., M.Farm., Apt
Anita Apriliana, S.Farm., M.Farm., Apt
Risa Supriningrum, S.Si., MM.

ADMINISTRASI:
Fitri Handayani, S.Si., M.Si., Apt

DISTRIBUTOR:
Heri Wijaya, S.Farm., M.Si., Apt
Sapri, S.Si
Siti Jubaidah, S.Far., Apt
JURNAL ILMIAH MANUNTUNG
Sains Farmasi Dan Kesehatan

DAFTAR ISI

No Judul Halaman

1. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KECOMBRANG


(Etlingeraelatior (Jack) R.M.Sm) TERHADAP Salmonella typhi
Eko Kusumawati, Risa Supriningrum , Reza Rozadi .............................................................. 1-7
2. STUDI FARMAKOVIGILANSPENGOBATAN ASMA PADA PASIEN RAWAT
INAP DI SUATU RUMAH SAKIT DI BOJONEGORO
Amelia Lorensia, Ratna Ayu Amalia ....................................................................................... 8 - 18
3. HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK DAN TINDAKAN PSN DENGAN PENYAKIT
DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH BUFFER KANTOR KESEHATAN
PELABUHAN KELAS II SAMARINDA
Andi Anwar, Adi...................................................................................................................... 19 - 24
4. PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN PEDAGANG GORENGAN
DI JL. A.W SJAHRANIE SAMARINDA
Henny Nurhasnawati, Risa Supriningrum, Nana Caesariana................................................... 25 - 30
5. FORMULASI GELHAND SANITIZER DARI KITOSAN DENGAN BASIS NATRIUM
KARBOKSIMETIL SELULOSA
Supomo, Yullia Sukawaty, Fedri Baysar ................................................................................. 31 - 37
6. HUBUNGAN KERJASAMA DAN IMBALAN DENGAN KINERJA PEMEGANG
PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT DI KOTA BALIKPAPAN
Ratno Adrianto......................................................................................................................... 38 - 41
7. EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) MENURUNKAN
KADAR GULA DARAH MENCIT DIABETES
Ambali Azwar Siregar , Urip Harahap , Mardianto ................................................................. 42 - 46
8. OPTIMASI FORMULA EKSTRAK JAHE MERAH (Zingiber officinale) DENGAN
METODE KEMPA LANGSUNG MENGGUNAKAN ANALISIS
SIMPLEX LATTICE DESIGN
Hayatus Sa`adah....................................................................................................................... 47 - 51
9. ANALISA COST OF ILLNESS AKIBAT PENGGUNAAN NSAIDS DI SEBUAH
APOTEK DI KOTA MEDAN, INDONESIA
Hari RonaldoTanjung, Azmi Sarriff, Urip Harahap................................................................. 52 - 56
10. LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT MENINGKATKAN KEPATUHAN
MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD ULIN BANJARMASIN
Riza Alfian ............................................................................................................................... 57 - 61
11. HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM
OBAT PASIEN HIPERTENSI LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SUNGAI CUKA KABUPATEN TANAH LAUT
Yugo Susanto ........................................................................................................................... 62 - 67
12. UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma
heyneana VAL.) TERHADAP PERTUMBUHAN ESCHERICHIA COLI SECARA
IN VITRO
Aditya Maulana Perdana Putra, Rustifah, Muhammad Arsyad ............................................... 68 74
13. IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR RHODAMIN B PADA KUE
BERWARNA MERAH DI PASAR ANTASARI KOTA BANJARMASIN
Ratih Pratiwi Sari..................................................................................................................... 75 84
14. IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR RHODAMIN B DALAM
KERUPUK BERWARNA MERAH YANG BEREDAR DI PASAR ANTASARI
KOTA BANJARMASIN
Eka Kumalasari........................................................................................................................ 85 - 89
15. KARAKTERISTIK EKSTRAK AIR DAUN PUGUNTANO (Curangafel-terrae (Lour.)
Merr.) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTELMINTIK
Popi Patilaya, Dadang Irfan Husori ......................................................................................... 90 - 93
16. STABILITAS DAN AKTIVITAS GEL EKSTRAK BULBUS BAWANG TIWAI
(Eleutherineamericana (Mill.) Urb.) SEBAGAI ANTI ACNE
Husnul Warnida, Yullia Sukawaty, Mega................................................................................ 94 - 99
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada tahun 2015 ini
Akademi Farmasi Samarinda telah memiliki Jurnal Ilmiah Manuntung yang merupakan
edisi pertama dengan ISSN: 2443-115X Vol. 1 No. 1 sebagai wadah penghimpunan karya
ilmiah untuk para peneliti Indonesia. Jurnal Ilmiah Manuntung menerima naskah ilmiah
hasil penelitian dan review hasil-hasil penelitian dalam bidang ilmu terkait dengan
Kesehatan yaitu, Ilmu Farmasi, Kedokteran, Ilmu Kimia (Kimia Organik Sintetis, Kimia
Organik Bahan Alam, Biokimia, Kimia Analisis, Kimia Fisis), Ilmu Biologi
(Mikrobiologi, Kultur Jaringan, Botani dan hewan yang terkait dengan produk farmasi),
keperawatan, Kebidanan, Analis Kesehatan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Semoga Jurnal Ilmiah Manuntung menjadi wadah ilmiah kesehatan yang ke depannya
menjadi media publikasi yang bertaraf nasional.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Samarinda, Mei 2015

Penanggung Jawab & Redaktur


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN


KECOMBRANG Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm
TERHADAP Salmonella typhi

Submitted : 23 Maret 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Eko Kusumawati1, Risa Supriningrum2, & Reza Rozadi2


1
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Mulawarman Samarinda
2
Akademi Farmasi Samarinda
E-mail : ike_dara@yahoo.co.id

ABSTRACT
Research Test Antibacterial Activity of Ethanol Extracts of Leaves kecombrang against Salmonella
typhi aims to determine the antibacterial activity of ethanol extract of leaves kecombrang against Salmonella
typhi. The extract used is kecombrang leaf extract prepared by maceration using ethanol 95%, extracts
obtained test chemical classes of compounds to determine the content of the active compound. Antibacterial
activity test conducted at five concentrations of the extract is 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%. Inhibition
zone measurement results are then analyzed using One Way ANOVA with SPSS 20 to determine whether
there is a difference at each concentration. The results showed kecombrang leaf ethanol extract 20%, 40%,
60%, 80%, and 100% produce inhibition zone diameter 3.9 mm; 6.5 mm; 6.75 mm; 7:45 mm; and 9:28 mm,
0 mm for the negative control and positive control 32.61 mm. The test results show the class of secondary
metabolites kecombrang leaf ethanol extract contains tannin, saponin, and flavonoids. Of statistical tests
concluded there were significant differences of treatment results in inhibition of the respective
concentrations of ethanol extracts of leaves kecombrang

K eywords : kecombrang (Etlingera elatior), identification secondary metabolites, antibacterial

PENDAHULUAN
Kecombrang merupakan salah satu jenis menghambat bakteri E. coli pada konsentrasi
rempah-rempah yang sejak lama dikenal dan 100% dan S. aureus pada konsentrasi 20%.
dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan Bahan antibakteri diartikan sebagai bahan
berkaitan dengan khasiatnya, yaitu sebagai yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme
penghilang bau badan dan bau mulut1. Bagian bakteri, sehingga bahan tersebut dapat
yang biasa digunakan dari tanaman ini adalah menghambat pertumbuhan atau bahkan
bunga, daun dan batangnya. Beberapa penelitian membunuh bakteri4. Menurut David Stout,
menunjukkan bunga dan daun kecombrang berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri menjadi dua yaitu bakteriostatik dan bakteriosida.
gram positif maupun gram negatif2. Ningtyas3 Antibakteri bakteriostatik bekerja menghambat
melakukan penelitian tentang uji antioksidan dan perbanyakan populasi bakteri dan tidak
antibakteri ekstrak air daun kecombrang mematikan, sedangkan bakteriosida bekerja
(Etlingera elatior) sebagai pengawet alami membunuh bakteri. Bakteriostatik dapat bertindak
terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus sebagai bakteriosida dalam konsentrasi tinggi.
aureus. Dari hasil penelitiannya ekstrak air daun Kadar minimal yang dibutuhkan untuk
kecombrang memiliki beberapa senyawa yang di menghambat bakteri atau membunuhnya, masing-
asumsikan memiliki keterkaitan dengan masing dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh
kemampuan antibakteri dari ekstrak tersebut, Minimal (KHTM) dan Kadar Bunuh Minimal
yaitu golongan fenolik, golongan alkohol, (KBM).
golongan monoterpen dan aromatik. Konsentrasi Uji antimikroba adalah diperolehnya suatu
yang digunakan yaitu, 20%, 40%, 60%, 80%, dan sistem pengobatan yang efektif dan efisien dengan
100%. Setelah dilakukan penelitian, diketahui melibatkan hasil metabolism sekunder dari
bahwa ekstrak air daun kecombrang dapat mikroorganisme. Dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satunya adalah metode disc diffusion (tes

Akademi Farmasi Samarinda 1


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

Kirby & Bauer). Metode ini digunakan untuk melakukan penelitian tentang uji aktivitas
menentukan aktivitas agen mikroba. Piringan antibakteri dari ekstrak etanol daun kecombrang
yang berisi agen anti mikroba diletakkan di media (Etlingera elation)dengan menggunakan bakteri
Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang uji Salmonella typhi dengan menggunakan etanol
akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area 95% sebagai larutan penyari. Etanol
jernih mengindikasikan adanya hambatan dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam
antimikroba pada permukaan media Agar. etanol 20% ke atas, netral, absorbsinya baik, dan
Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih
pengembangan obat tradisional yang memiliki sedikit5.
aktivitas antibakteri, maka peneliti tertarik

METODE PENELITIAN
Objek Penelitian Uji golongan senyawa kimia
Objek penelitian adalah daun kecombrang Identifikasi golongan senyawa kimia
yang akan dibuat dalam bentuk ekstrak dengan dilakukan pada ekstrak dengan prosedur
konsentrasi 20 %, 40 %, 60 %, 80 % dan 100% sebagai berikut:
selanjutnya diujikan terhadap bakteri Salmonella 1. Uji alkaloid
typhi menggunakan media Mueller Hinton Agar 10 mg ekstrak daun kecombrang
(MHA). dimasukkan ke dalam tabung ditambahkan
1 ml HCl 2 N lalu ditambahkan air suling 9
Sampel dan Teknik Sampling ml. Dipanaskan selama 2 menit setelah
Daun kecombrang diperoleh dari dipanaskan kemudian disaring
daerah Samarinda Kelurahan Air Putih. Daun menggunakan kertas saring sehingga
kecombrang dipanen langsung dari pohon, yang didapat ekstrak daun kecombrang. Diambil
tumbuh di kelurahan Air Putih Samarinda. Panen 3 tetes dari filtrate yang diperoleh lalu
dilakukan pada pagi hari. Daun yang digunakan ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer
adalah daun tua dan dipetik dari beberapa pohon. menghasilkan endapan putih/kuning.
Selanjutnya, diambil 3 tetes filtrate yang
Prosedur Penelitian diperoleh, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
Pembuatan ekstrak etanol simplisia daun Bouchardat menghasilkan endapan coklat-
kecombrang hitam. Diambil 3 tetes filtrat, lalu
Daun kecombrang dicuci bersih, ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof
ditiriskan, selanjutnya dikeringkan dengan cara menghasilkan endapan merah bata.
di angin-anginkan selama 1 minggu. Setelah Alkaloid dianggap positif jika terjadi
itu dirajang dan dibuat serbuk dengan cara endapan atau paling sedikit 2 atau 3 dari
diblender kemudian diayak dengan percobaan di atas6.
menggunakan ayakan mesh 40. Pembuatan 2. Uji tanin
ekstrak etanol serbuk simplisia daun 10 mg ekstrak daun kecombrang
kecombrang dilakukan secara remaserasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dengan cara menimbang simplisia serbukan ditambahkan 1 sampai 2 tetes larutan
daun kecombrang sebanyak 200 g. Selanjutnya Fe(Cl)3 1%. Bila terbentuk warna biru tua
dimasukkan sampel ke dalam toples kaca, dan hijau kehitaman, menunjukkan adanya
ditambahkan 1 L etanol 95% kemudian diaduk tanin atau sepuluh tetes ekstrak daun
selama 6 jam pertama lalu didiamkan selama kecombrang dimasukkan ke dalam tabung
24 jam. Disaring ekstrak yang diperoleh reaksi ditambahkan 1 sampai 2 tetes larutan
menggunakan kertas saring. Ampas dimaserasi gelatin. Bila timbul endapan menunjukkan
kembali dengan 1 L etanol 95%, kemudian adanya tanin.
diaduk selama 6 jam pertama, lalu didiamkan 3. Uji Flavonoid
kembali selama 24 jam. Ekstrak yang 10 mg ekstrak daun kecombrang
diperoleh disaring dengan kertas saring. dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Kemudian ekstrak yang didapat dipekatkan ditambahkan 5 tetes HCl pekat, sedikit
dengan cara diuapkan. Ekstrak yang telah serbuk Mg dan 5 tetes amil alkohol
dikentalkan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian dikocok. Bila terbentuk warna
ditimbang. merah, jingga, atau kuning menunjukkan
adanya flavonoid.

2 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

4. Uji Saponin konsentrasi dibuat 3 kali pengulangan pada


10 mg ekstrak daun kecombrang setiap cawan. Dilakukan hal yang sama pada
dimasukkan kedalam tabung ditambahkan 5 perlakuan kontrol positif menggunakan larutan
ml air panas dan dikocok selama 15 menit, kloramfenikol 0,1% dan kontrol negatif
lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes HCl 2 N. menggunakan larutan DMSO 1%. Setelah itu
Jika terbentuk busa permanen menunjukkan diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam.
adanya saponin6. Diamati dan diukur zona hambat yang
terbentuk.
Uji aktivitas antibakteri
Disiapkan 7 cawan petri yang sudah Analisis Data
disterilkan, setelah itu dituang media MHA Data hasil penelitian yang diperoleh
sebanyak 20 ml ke dalam cawan kemudian dianalisis dengan uji Statistic menggunakan
didiamkan hingga memadat. Lalu diusapkan SPSS IBM 20. Apabila data yang diperoleh
suspensi Salmonella typhi menggunakan berdistribusi normal, maka digunakan One
cotton swap kepermukaan media hingga Way ANOVA dan apabila data tidak
merata. Setelah itu diambil kertas cakram berdistribusi normal maka menggunakan
menggunakan pinset steril, dimasukkan Kruskal-Wallis signifikansi ( = 5%). Metode
kedalam ekstrak etanol daun kecombrang analisis yang digunakan adalah deskriptif,
kosentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% yaitu data berupa zona hambat (mm) dan
yang sebelumnya telah dilarutkan dengan golongan senyawa metabolit sekunder yang
larutan DMSO 1%, kemudian diletakkan terkandung dalam daun kecombrang (Etlingera
dipermukaan media dan masing-masing elatior (Jack) R.M.Sm).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ekstraksi Daun Kecombrang merusak zat aktif yang ditarik. Etanol 95%
Sebanyak 200 g serbuk simplisia disari dipilih karena tidak toksik dan senyawa
menggunakan etanol 95%. Ekstraksi flavonoid, saponin dan tanin dapat larut dalam
dilakukan dengan metode remaserasi, dengan pelarut yang polar sehingga senyawa aktif
tujuan untuk mendapatkan zat aktif yang lebih yang dapat memberikan aktivitas antibakteri
banyak dari proses ektraksi tersebut. Metode dapt ditarik. Etanol tidak bersifat racun, tidak
maserasi atau remaserasi dipilih, karena eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak
metode ini cara pengerjaannya sederhana dan korosif dan mudah diperoleh7.
mudah. Selain itu faktor kerusakan zat aktif Uji Golongan Senyawa Kimia
lebih kecil karena pada metode ini tidak Berdasarkan uji golongan senyawa
menggunakan panas yang mungkin dapat kimia, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Uji golongan senyawa kimia


Uji Pereaksi Hasil Pustaka Keterangan
Alkaloid Meyer tidak ada endapan Endapan Putih _
Bouchardat Endapan coklat Endapan Coklat- +
Hitam
Dragendorf tidak ada endapan Endapan Merah Bata _
Tanin FeCl3 1% Hijau Kehitaman Biru Tua atau Hijau +
Kehitaman
Flavonoid HCl Pekat + Kuning Merah, Kuning, +
Mg, + Amil Jingga
Alkohol
Saponin HCl 2N Berbuih Buih tidak hilang +

Dari tabel di atas, dapat diketahui jika terjadi endapan atau paling sedikit 2 atau
bahwa ekstrak etanol daun kecombrang yang 3 dari percobaan diatas. Dalam pengujiannya
diperoleh peneliti mengandung tanin, yang lakukan, hanya 1 pereaksi saja yang
flavonoid dan saponin. Berdasarkan literature positif, ini dapat dikatakan ekstrak daun
untuk uji alkaloid, alkaloida dianggap positif kecombrang yang pratikkan miliki tidak
Akademi Farmasi Samarinda 3
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

mengandung alkaloid. Pada Uji flavonoid, Agar). Aktivitas antibakteri tampak dengan
dalam literatur disebutkan bahwa flavonoid terbentuknya zona hambat di sekitar kertas
positif jika terjadi warna merah, kuning, dan cakram yang diukur menggunakan jangka
jingga. Berdasarkan pengujian yang lakukan sorong. Pada penelitian ini digunakan media
di dapatkan warna kuning jingga dan dapat Mueller Hinton Agar, karena media ini telah
disimpulkan bahwa ekstrak positif direkomendasikan oleh FDA dan WHO untuk
mengandung flavonoid. Untuk uji tanin yang tes antibakteri terutama bakteri aerob dan
lakukan didapatkan hasil yang positif atau facultative anaerobic bacteria untuk makanan
mengandung tanin, ini ditandai dengan dan materi klinis. Media agar ini juga telah
terbentuknya warna hijau kehitaman. terbukti memberikan hasil yang baik dan
Berdasarkan literatur, jika terjadi warna biru reproduksibel. Dalam penelitian ini peneliti
atau hijau kehitaman menunjukkan adanya menggunakan metode disc diffusion atau
tanin. Secara kimia terdapat dua jenis utama kertas cakram dikarenakan bakteri yang
tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia ditanam pada media dalam metode ini bersifat
tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir aerob yaitu tumbuhnya bakteri memerlukan
terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan oksigen sehingga bakteri tersebut tumbuh di
gimnospermae, serta tersebar luas dalam permukaan media. Metode disc diffusion
angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan dilakukan dengan menggunakan piringan atau
berkayu. Sebaliknya, tanin yang kertas cakram (Wathman nomor 4) yang
terhidrolisiskan penyebarannya terbatas berisi agen anti mikroba, diletakkan di media
kepada tumbuhan berkeping dua8. agar yang telah ditanami mikroorganisme
Jenis tanin yang terkandung di dalam yang akan berdifusi pada media agar tersebut.
ekstrak etanol daun kecombrang adalah tanin- Area jernih mengindikasikan adanya
terkondensasi, karena jenis tumbuhan yang hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh
digunakan yaitu tumbuhan kecombrang agen antimikroba pada permukaan media
bersub-divisi angiospermae. Kandungan agar9.
senyawa kimia saponin juga terdapat dalam Kontrol positif yang digunakan dalam
ekstrak etanol daun kecombrang, ini ditandai penelitian ini adalah kloramfenikol.
dengan terbentuknya buih selama kurang dari Kloramfenikol dipilih karena berspektrum
10 menit dan tidak hilang pada penambahan luas yaitu efektif untuk bakteri gram positif
asam klorida 2N. Dalam literatur disebutkan dan gram negatif serta mikroorganisme lain10.
bahwa apabila buih tidak hilang pada Mekanismenya dengan menghambat sintesis
penambahan 1 tetes asam klorida 2N protein, mencegah ujung aminoasil t-RNA
menunjukkan adanya saponin. bergabung dengan peptidil tranferase (enzim
yang menghubungkan asam amino dengan
Uji Aktivitas Antibakteri rantai peptide selama proses sintesis
Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol protein)11. Pada pengujian antibakteri ini
daun kecombrang terhadap Salmonella typhi diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 2.
dilakukan dengan metode disc diffusion
menggunakan media MHA (Mueller Hinton

Tabel 2. Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak etanol daun kecombrang terhadap
Salmonella typhi.

Konsentrasi Zona Hambat (mm)


I II III Rata-rata (mm)
Kontrol Negatif 0 0 0 0
20% 5.65 3.35 2.7 3.90
40% 7.1 6.75 5.65 6.50
60% 8.2 6.3 5.8 6.76
80% 8.85 7.85 7.3 7.45
100% 12.15 9 6.7 9.28
Kontrol Positif 32 33,8 32,05 32.61

4 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

a b c

d e f

Gambar 1. Aktivitas antibakteri daun kecombrang terhadap bakteri Salmonella typhi

Keterangan : a = kontrol negatif


b = perlakuan dengan konsentrasi 20%
c = perlakuan dengan konsentrasi 40%
d = perlakuan dengan konsentrasi 60%
e = perlakuan dengan konsentrasi 80%
f = perlakuan dengan konsentrasi 100%
g = kontrol positif = kloramfenikol

Berdasarkan dari data yang telah tersaji sangat berpengaruh terhadap terbentuknya
pada Tabel 2 dan Gambar 1 di atas untuk rata- zona hambat yang dihasilkan. Menurut
rata diameter zona hambat terbesar terletak Ningtyas3 bahwa semakin tinggi konsentrasi
pada konsentrasi 100%. Penentuan yang digunakan maka semakin tinggi daya
konsentrasi ekstrak etanol daun kecombrang hambatnya, hal ini dikarenakan semakin
Akademi Farmasi Samarinda 5
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

tinggi konsentrasi semakin banyak kandungan ekstraseluler dan protein yang dapat larut
bahan aktif antibakterinya. Jenie dan serta dengan dinding sel bakteri13. Senyawa
Kuswanto12 menyatakan bahwa keefektifan tanin merupakan senyawa metabolit sekunder
suatu zat antimikroba dalam menghambat yang tergolong senyawa fenol terkondensasi
pertumbuhan tergantung pada sifat mikroba dan banyak terdapat pada tumbuhan
uji, konsentrasi dan lamanya waktu kontak, Angiospermae. Tanin dalam konsentrasi
dan sifat biostatistik dapat meningkat dengan rendah mampu menghambat pertumbuhan
semakin tingginya konsentrasi yang kuman maupun pada konsentrasi tinggi dapat
ditambahkan. bersifat membunuh bakteri. Senyawa fenolik
Menurut tabel David Stout, daya bekerja sebagai antimikroba dengan cara
hambat antibakteri ekstrak etanol daun mengkoagulasi atau menggumpalkan
kecombrang pada konsentrasi 100% potoplasma kuman sehingga terbentuk ikatan
menghasilkan zona hambat sebesar 9.28 mm yang stabil dengan protein kuman dan pada
yang masuk dalam kategori antibakteri kerja saluran pencernaan, tanin diketahui mampu
sedang. Daya antimikroba ekstrak daun mengeliminasi toksin14.
kecombrang ini disebabkan oleh karena Data yang diperoleh dianalisis
adanya bahan-bahanaktif yang terkandung di mengunakan SPSS IBM 20. Terlebih dahulu
dalamnya yang berperan utama dalam data dianalisis untuk mengetahui apakah
menghambat pertumbuhan maupun berdistribusi normal. Pada uji One-Sampel
membunuh bakteri Salmonella typhi. Bahan Kolmogorov-Smirnov test menunjukan
aktif tersebut diantaranya adalah saponin, bahwa nilai D (Absolute) lebih besar dari 0,05
flavonoid dan tanin. atau signifikansi lebih besar dari 0,05, ini
Saponin adalah senyawa penurun menunjukkan bahwa data yang diperoleh
tegangan permukaan yang kuat yang peneliti berdistribusi normal. Selanjutnya
menimbulkan busa bila dikocok dalam air. dilakukan analisis menggunakan uji One Way
Sifat saponin menyerupai sabun (bahasa latin ANOVA. Berdasarkan Uji One Way ANOVA
sapo berarti sabun).Saponin bekerja sebagai menunjukkan bahwa uji tersebut memiliki
antimikroba dengan mengganggu stabilitas signifikansi kurang dari 0,05 dengan
membran sel bakteri sehingga menyebabkan keputusan yang berarti terdapat perbedaan
sel bakterilisis. Flavonoid berefek bermakna dari hasil perlakuan pada daya
antimikroba melalui kemampuan untuk hambat masing-masing konsentrasi ekstrak
membentuk kompleks dengan protein etanol daun Kecombrang.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian mengenai aktivitas kesimpulan bahwa semakin besar konsentrasi
antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang ekstrak etanol kecombrang, semakin besar
terhadap bakteri Salmonella typhidiperoleh pula zona hambat yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayat dan Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan RI.
2. Hudaya, Adeng. 2010. Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang (Etlingera
elatior) Sebagai Pangan Fungsional Terhadap Staphylococus aureus dan Eschericia coli. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. Ningtyas, Rina. 2010. Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang (Etlingera elatior
(Jack) R.M. Smith). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
4. Lathifah, Qurrotuayunin. 2008. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri Pada Buah
Belimbing Wuluh (Averrhoabilimbi L.) Dengan Variasi Pelarut. Skripsi. Malang: Universitas Islam
Negeri Malang.
5. Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
6. Departemen Kesehatan RI. 1987. Analisis Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

6 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 1-7, 2015 Eko Kusumawati

7. Handoko, T. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi Empat. Jakarta: Gaya Baru.
8. Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
9. Pratiwi., S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
10. Mycek, MJ. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi I.Jakarta.Widya Medika.
11. Olson. J. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. Cetakan 1. EGC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
12. Jenie, B.S.L. dan Kuswanto. 1994. Aktivitas antimilcroba dari pigmen angkak yang diproduksi oleh
Monasnrs purpuracs terhadap beberapa milcroba patogen dan perusak makanan.Prosiding Pertemuan
Ilmiah Tahunan Permi.
13. Ardananurdin, Alhamfaib. 2004.Uji Efektivitas Dkok Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
Sebagai Anttimikroba Terhadap Bakteri Salmonella Typhi Secara in vitro. Jurnal kedokteran. FK
Unibraw.
14. Hapsari, Lukyta Setyo. 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Akar Rumput Belulang (Eluesine
indicaGaerin). Samarinda.: Akademi Farmasi Samarinda.

Akademi Farmasi Samarinda 7


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

STUDI FARMAKOVIGILANSPENGOBATAN ASMA PADA PASIEN


RAWAT INAP DI SUATU RUMAH SAKIT DI BOJONEGORO

Submitted : 31 Maret 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Amelia Lorensia1, Ratna Ayu Amalia2


1
Pengajar Famasi Klinis, Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (UBAYA), Surabaya
2
Mahasiswa Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (UBAYA), Surabaya
E-mail : amelia.lorensia@gmail.com

ABSTRACT
Background: Asthma is a respiratory disease with a large enough number of prevalence in the world.
Asthma treatmentin hospital needs serious monitoring because of the risk to patient safety and increase the
cost of treatment. One attempt to reduce the incidence of unwanted is the pharmacovigilance studies to
improve patient safety.
Purpose: to determine safety in terms of adverse drug reactions (ADR) and drug interactions of the
treatment of inpatient asthmatic patients in a hospital.
Methods: This is a non-experimental study with sampling using purposive sampling. Then the data were
obtained from medical records were analyzed ADRs and drug interactions that occur using the library and
shown descriptively.
Results: The study sample as many as 43 people. The results showed there were 56 cases of ADRs on asthma
medications, especially the use of nebulized salbutamol (57.14%). While the incidence of asthma therapy
drug interactions there were 10 cases and the highest is aminophylline with salbutamol (14.29%).
Conclusion: Treatment of asthma need to get to the ADR incidence and risk of drug interactions. Incidence
of ADRs and drug interactions at most of the use of salbutamol which is relatively safe preference. This still
needs to be done further research.

K eywords: asthma, adverse drug reactions, drug interaction, pharmacovigilance

PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit heterogen dengan /YLD), dan asma menduduki peringkat ke-14 di
inflamasi kronik pada saluran napasyang dunia berdasarkan pengukuran YLD dan
melibatkan sel inflamasi didalamnya, yang akan peringkat ke-28 di dunia ketika diukur dengan
merespon suatu trigger secara berlebih sehingga DALY.3 Kejadian asma di Indonesia belum
menimbulkan gejalaepisodik seperti mengi, sesak diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5%
napas, rasa tertekan didada, dan batuk (terutama penduduk Indonesia menderita asma.4
pada pagi dan malam hari).1Perburukan episode Beberapa cara perlu dilakukan dalam
asma yang dikenal dengan eksaserbasi menangani asma. Gejala asma memerlukan
asma,1merupakan penyebab terbesar pasien masuk pengobatan yang bertujuan untuk meminimalkan
ke UGD, dan kejadiannya di Amerika mencapai gejala kronis yang mengganggu aktifitas normal,
67 dari 10,000 pada tahun 2002.2 mencegah eksaserbasi berulang, meminimalkan
Asma sebenarnya merupakan masalah perujukan ke rumah sakit, dan untuk
kesehatan yang sangat umum diseluruh mempertahankan fungsi normal paru.5 Oleh
dunia.Studi dari Global Burden of Disease (GBD) karena itu dalam penanganan terapi harus
2010 merupakan usaha terbaru dan terbesar untuk memperhatikan keamanan pengobatan, potensi
menggambarkan distribusi global dan penyebab adverse drug reaction (ADR) dan biaya
dari faktor risiko kesehatan yang tinggi, termasuk pengobatan untuk mencapai tujuan.1Kejadian atau
asma. Berdasarkan studi tersebut, mayoritas dari kemungkinan kejadian adverse event yang
disability-adjusted life years (DALYs) akibat melibatkan terapi baik bersifat aktual atau
asma telah meningkat dari tahun sehat yang hilang potensial dapat mengganggu hasil akhir suatu
akibat kecacatan (years lived with a disability terapi, salah satunya adalah ADR atau reaksi obat

8 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

yang tidak diinginkan.6Salah satu usaha untuk Masalah terkait obat pada pengobatan asma
mengurangi kejadian yang tidak diinginkan adalah sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti
dengan studi farmakovigilans, yang oleh Badan penggunaan teofilin yang merupakan obat dengan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah rentang terapi sempit sehingga berisiko
dicanangkan dalam peraturan Kepala BPOM RI menyebabkan ADR,9 penggunaan beta-2 agonis
nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tahun 2011, aksi panjang (long-acting beta-2 agonist) tunggal
untuk menerapkan farmakovigilans yang yang diduga memperparah eksaserbasi asma,10
merupakan kegiatan tentang pendeteksian, serta ADR kortikosteroid inhalasi berupa
penilaian, pemahaman, dan pencegahan ADR atau candidiasis orofaringeal yang sering muncul
masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat.7 karena penggunaan yang tidak tidak tepat atau
Tujuan farmakovigilans adalah untuk dosis penggunaan yang tinggi dan dapat
meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien menyebabkan komplikasi asma,11 tetapi penelitian
terkait pengobatan yang didapatnya, dari yang lebih luas pada masyarakat di Indonesia
kemungkinan kejadian ADR, yang bersifat belum diteliti secara luas. Oleh karena itu, perlu
individual.8 ADR adalah respon terhadap obat dikaji lebih lanjut terkait dengan ADR dan
yang berbahaya dan tidak sengaja dan yang terjadi interaksi obat sehingga melalui penelitian ini
pada dosis yang digunakan dalam manusia untuk dapat memberikan informasi mengenahi studi
profilaksis, diagnosis atau terapi, termasuk farmakovigilans (keamanan pengobatan) pasien
kegagalan terapetik. Kejadian ADR juga sangat asma. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa
berkaitan dengan kemungkinan adanya interaksi kejadian ADR kategori aktual atau potensial yang
obat, karena penggunaan beberapa obat secara terjadi pada pengobatan asma dari pasien asma
bersamaan sehingga satu obat dapat dewasa yang menjalani rawat inap di suatu rumah
mempengaruhi kadar obat lain di dalam darah.8 sakit di Bojonegoro, Jawa Timur.

BAHAN DAN METODE


Penelitian yang dilakukan merupakan kriteria eksklusi dan inklusi, dengan pengambilan
retrospektif (non-eksperimental). Penelitian ini sampel secara purposive sampling(non-random
menganalisis farmakovigilans yang meliputi ADR sampling).Kriteria inklusi yaitu pasien asma
dan interaksi obat yang terjadi pada pasien asma berusia dewasa (18 tahun),12 dan kriteria eksklusi
usia dewasa rawat inap di suatu rumah sakit di terdiri dari: pasien dengan gangguan ginjal kronis
Bojonegoro, Jawa Timur, selama periode Januari dan pasien dengan gangguan hati, karena dapat
2013 sampai dengan Januari 2014. Sebagai bahan mempengaruhi respon terapi. Besar sampel
penelitian adalah data rekam medik pasien asma penelitian deskriptif yaitu: n (besar sampel)=
yang menjalani rawat inap di rumah sakit N/(1+Ne2),13 dengan N=besar populasi, e=tingkat
tersebut.Variabel dalam penelitian ini terdiri dari presisi (0,05), sehingga jumlah sampel minimum
variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel sampel penelitian adalah 39 orang.
bebas meliputi: jenis pengobatan yang didapat Metode pengambilan data dilakukan
pasien selama menjalani rawat inap di rumah melalui analisa dari data rekam medis pasien.
sakit. Variabel tergantung dalam penelitian ini Setelah data dikumpulkan, selanjutnya data
adalah kejadian ADR yang bersifat aktual dan kejadian ADR dinilai berdasarkan pustaka dari
potensial, dan interaksi obat. british National Formulary (BNF) edisi 66 (BNF,
Populasi penelitian ini adalah semua pasien 2014) dan Drug Information Handbook (DIH)
asma dewasa yang menjalani rawat inap di suatu 2014.14 Kemudian probabilitas kejadian ADR
rumah sakit dalam rentang waktu Januari 2013 dinilai dengan naranjo scale(Tabel 1).15
sampai dengan Januari 2014. Sedangkan sampel
penelitianbagian dari populasi yang memenuhi

Akademi Farmasi Samarinda 9


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

Tabel 1. Naranjo Scale15


Tida N/
Kriteria Identifikasi Ya
k A
Apakah ada laporan efek samping obat yang serupa ? 1 0 0
Apakah efek samping obat terjadi setelah pemberian obat yang
2 -1 0
dicurigai ?
Apakah efek samping obat membaik setelah obat dihentikan atau
1 0 0
obat antagonis khusus diberikan ?
Apakah efek samping obat terjadi berulang setelah obat diberikan
1 0 0
kembali ?
Apakah ada alternative penyebab yang dapat menjelaskan yang
-1 2 0
kemungkinan terjadinya efek samping obat ?
Apakah efek samping obat muncul kembali ketika plasebo
-1 1 0
diberikan ?
Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di dalam darah atau cairan
1 0 0
tubuh lainnya dengan konsentrasi yang toksik ?
Apakah efek samping obat bertambah parah ketika dosis obat
ditingkatkan atau bertambah ringan ketika obat diturunkan 2 -1 0
dosisnya?
Apakah pasien pernah mengalami efek samping obat yang sama
1 0 0
atau dengan obat yang mirip sebelumnya?
Apakah efek samping obat dapat dikonfirmasi dengan bukti yang
1 0 0
obyektif ?
Keterangan: N/A : not available (tidak dapat diterapkan ada situasi tersebut/tidak diketahui). Penafsiran nilai
total: >9 (pasti ADRs), 58 (kemungkinan besar ADRs), 14 (kemungkinan ADRs), 0 (bukan ADRs)

Sedangkan interaksi obat dinilai menggunakan drug interaction probability


menggunakan pustaka Stocleys Drug Interaction scale(DIPS)(Tabel 2) .17,18
(2008)16 dan kemudian dinilai probabilitasnya

Tabel 2. DIPS Modifikasi 18


Kriteria Identifikasi Ya Tidak N/A
Apakah telah ada laporan terpercaya dari interaksi tersebut
1 0 0
sebelumnya pada manusia?
Apakah interaksi diamati secara terus-menerus dengan sifat
1 -1 0
interaktif yang diketahui dari obat presipitan?
Apakah interaksi diamati secara terus-menerus dengan sifat
1 0 0
interaktif yang diketahui dari obat objek?
Apakah kejadian tersebut terjadi secara konsisten dengan
perjalanan waktu yang diketahui atau yang masuk akal dari 1 0 0
interaksi ( onset dan / atau offset) ?
Apakah interaksi terjadi pada dechallenge dari obat presipitan
dengan tidak ada perubahan pada obat objek? 1 -2 0
(Jika tidak ada dechallenge, pilih N/A dan lanjutkan ke nomor 6)
Apakah interaksi muncul kembali ketika obat presipitan diberikan
2 1 0
kembali bersama dengan obat objek?
Apakah ada penyebab alternatif lain dari kejadian tersebut? -1 1 0
Apakah obat objek terdeteksi dalam darah atau cairan lain dalam
1 0 0
konsentrasi yang konsisen dengan interaksi yang ditujukan?
Apakah interaksi obat dikonfirmasi oleh bukti yang obyektif sesuai
dengan efek pada obat (selain konsentrasi obat dari pertanyaan 1 0 0
sebelumnya (nomor 8))?
Apakah interaksi lebih besar ketika dosis obat presipitan
ditingkatkan atau diturunkan ketika dosis obat presipitan 1 -1 0
diturunkan?

10 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

Keterangan: N/A : not available (tidak dapat diterapkan ada situasi tersebut/tidak diketahui). Penafsiran nilai
total: >8 (pastiinteraksi obat), 58 (kemungkinan besar interaksi obat), 24 (kemungkinan interaksi obat), <2
( bukaninteraksi obat)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jumlah pasien asma yang ada di rumah memenuhi dalam kriteria pengambilan sampel
sakit tersebut sebanyak 52 orang yang terdiri dari pada penelitian ini, sehingga besar sampel
9 orang pasien usia anak-anak dan 43 orang usia penelitian sebanyak 43 orang. Karakteristik
dewasa. Berdasarkan data rekam medik, pasien sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
asma dewasa sebanyak 43 orang, semuanya

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Penelitian


Jumlah Persetase
Klasifikasi Keterangan
(n=43) (%)
Laki-laki 17 39,53
Jenis Kelamin
Perempuan 26 60,47
20-24 9 20,93
25-29 5 11,625
30-34 3 6,98
Usia (Tahun)
35-39 9 20,93
40-44 12 27,91
45-49 5 11,625
0 16 37,21
1 10 23,26
Jumlah Kejadian ADR yang dialami
2 13 30,23
Tiap Sampel Penelitian
3 1 2,33
4 3 6,97
Jumlah Kejadian Interaksi Obat yang 0 33 76,74
dialami Tiap Sampel Penelitian 1 10 23,26

Penilaian analisa obat terhadap kejadian ADR dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Per Masing-Masing Golongan dan Jenis Obat Asma yang
Didapat Pasien di Suatu Rumah Sakit
Jumlah Sampel Penelitian
Golongan
Jenis Obat Terapi Yang Yang Tidak Total
Obat Terapi
Asma Mendapatkan Mendapatkan
Asma
Terapi Terapi
Aminofilin oral 15 (34,88%) 28 (65,12%) 43
Metilsantin Aminofilin
36 (83,72%) 7 (16,28%) 43
intravena
Salbutamol oral 26 (60,47%) 17 (39,53%) 43
Salbutamol
35 (81,40%) 8 (18,60%) 43
nebulasi
Beta-2 agonis Terbutalin oral 1 (2,33%) 42 (97,67%) 43
Terbutalin
6 (13,95%) 37 (86,05%) 43
intravena
Terbutalin nebulasi 6 (13,95%) 37 (86,05%) 43
Dexametason oral 23 (53,49%) 20 (46,51%) 43
Dexametason
36 (83,72%) 7 (16,28%) 43
intravena
Kortikosteroid
Metilprednisolon
2 (4,65%) 41 (95,35%) 43
oral
Prednison oral 3 (6,98%) 40 (93,02%) 43

Akademi Farmasi Samarinda 11


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

Aminofilin intravena merupakan salah satu 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
obat terbanyak yang diterima oleh pasien, yaitu RI No. 312/MENKES/SK/IX/2013 tentang Daftar
sebanyak 36 pasien (83,72%). Aminofilin Obat Essensial 2013.20Teofilintelah
menupakan turunan teofilin dengan penambahan diklasifikasikan sebagai bronkodilator, namun
ethylenediamine yang menjadi kompleks garam penggunaannya pada asma di luar negri telah
larut air. Teofilin/aminofilinmemiliki rentang berkurang karena tingginya frekuensi efek
terapeutik sempit dan variasi sempit pada samping dan efektivitas relatif rendah serta lebih
metabolisme hepatik dan klirens sehingga berisiko lambat.1,21Bukti mengenai kejadian ADR dari
menyebabkan terjadinya ADR.19 Golongan teofilin dan aminofilin telah banyak
22,23,24,25,26
metilxantin biasanya hanya digunakan sebagai diungkap, sehingga penggunaannya di
terapi tambahan dalam manajemen asma apabila luar negeri sudah ditinggalkan. Berbeda dengan
efektivitas terapi belum optimal, serta perannya kejadian ADR dari metilsantin pada sampel
dalam menejemen eksaserbasi asma masih penelitian ini, yang relatif cukup sedikit, yaitu
kontroversional.1Di Indonesia, aminofilin/teofilin pada aminofilin oral menyebabkan sebanyak 1
merupakan salah satu obat asma yang sering kasus takikardi (6,67%), aminofilin intravena
digunakan dalam penanganan eksaserbasi asma di yang menyebabkan sebanyak 4 kasus takikardi
rumah sakit. Bahkan aminofilintermasuk dalam dan 3 kasus sakit kepala (19,44%) (Tabel 5),
daftar DOEN (Daftar Obat Essensial Nasional)

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kejadian Adverse Drug Reaction (ADR) dari Obat Asma yang
Didapat Pasien di Suatu Rumah Sakit
Jumlah Sampel Penelitian yang
Golongan Mendapatkan Terapi
Jenis Obat Prediksi
Obat Terapi Yang mengalami Yang tidak Tota
Terapi Asma Kejadian ADR
Asma ADR mengalami l
ADR
1 (93,33%
Aminofilin oral Takikardia 1 1 (6,67%) 15
4 )
Metilsantin
Aminofilin Takikardia 4 2 (80,56%
7 (19,44%) 36
intravena Sakit kepala 3 9 )
Takikardia 3
Dada sakit 2
Hiper-/
Salbutamol 5 1 1 (46,15%
Hipotensi (53,85%) 26
oral 4 2 )
Sakit kepala 2
Hipokalemia 1
Hiperglikemi 1
Takikardia 4
Dada sakit 3
Beta-2
Hiper-/
agonis Salbutamol 6 2 1 (42,86%
Hipotensi (57,14%) 35
nebulasi 0 5 )
Sakit kepala 3
Hipokalemia 2
Hiperglikemi 2
Terbutalin oral - - 0 (0,00%) 1 (100%) 1
Terbutalin Takikardia 1 (66,67%
2 (33,33%) 4 6
intravena Hiperglikemia 1 )
Terbutalin Takikardia 1 (50,00%
3 (50,00%) 3 6
nebulasi Hiperglikemia 2 )
Dexametason 2 (91,30%
Sakit kepala 2 2 (8,70%) 23
oral 1 )
Hipertensi 2
Kortikostero
Sakit kepala 1
id Dexametason 3 (86,11%
Peningkatan 5 (13,89%) 36
intravena 1 )
enzim 2
transaminase

12 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

Metilprednisol (50,00%
Hipokalemia 1 1 (5,00%)0 1 2
on oral )
(66,67%
Prednison oral Sakit kepala 1 1 (33,33%) 2 3
)
Keterangan:
ADR = adverse drug reaction

dengan nilai naranjo scale masing-masing


adalah 3 (kemungkinan ADR) (Tabel 6).

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kejadian Adverse Drug Reaction (ADR) dari Obat Asma yang
Didapat Pasien di Suatu Rumah Sakit Berdasarkan Naranjo Scale
Jumlah Sampel Nilai Naranjo Scale
Golongan Prediksi Penelitian
Jenis Obat
Obat Terapi Kejadian Yang mengalami Nila Keterangan
Terapi Asma
Asma ADR ADR i Nilai Naranjo
total Scale
Aminofilin Kemungkinan
Takikardia 1 1 (6,67%) 3
oral ADR
Kemungkinan
Metilsantin Takikardia 4 3
Aminofilin ADR
7 (19,44%)
intravena Sakit Kemungkinan
3 3
kepala ADR
Kemungkinan
Takikardia 3 3
ADR
Kemungkinan
Dada sakit 2 3
ADR
Kemungkinan
Hipertensi/
5 4 besar adalah
Hipotensi
Salbutamol ADR
14 (53,85%)
oral Sakit Kemungkinan
2 3
kepala ADR
Kemungkinan
Hipokalemi
1 4 besar adalah
a
ADR
Hiperglike Kemungkinan
1 3
mi ADR
Kemungkinan
Takikardia 4 3
ADR
Beta-2 agonis Kemungkinan
Dada sakit 3 3
ADR
Kemungkinan
Hipertensi/
6 4 besar adalah
Hipotensi
Salbutamol ADR
20 (57,14%)
nebulasi Sakit Kemungkinan
3 3
kepala ADR
Kemungkinan
Hipokalemi
2 4 besar adalah
a
ADR
Hiperglike Kemungkinan
2 3
mi ADR
Terbutalin
- - 0 (0,00%) -
oral
Kemungkinan
Terbutalin Takikardia 1 3
2 (33,33%) ADR
intravena
Hiperglike 1 4 Kemungkinan

Akademi Farmasi Samarinda 13


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

mia besar adalah


ADR
Kemungkinan
Takikardia 1 4 besar adalah
Terbutalin
3 (50,00%) ADR
nebulasi
Hiperglike Kemungkinan
2 3
mia ADR
Kemungkinan
Dexametason Sakit
2 2 (8,70%) 3 besar adalah
oral kepala
ADR
Kemungkinan
Hipertensi 2 4 besar adalah
ADR
Sakit Kemungkinan
Dexametason 1 3
kepala 5 (13,89%) ADR
Kortikosteroi intravena
Peningkata Kemungkinan
d
n enzim besar adalah
2 4
transaminas ADR
e
Kemungkinan
Metilpredniso Hipokalemi
1 1 (5,00%)0 4 besar adalah
lon oral a
ADR
Prednison Sakit Kemungkinan
1 1 (33,33%) 3
oral kepala ADR
Keterangan:
ADR = adverse drug reaction

Kortikosteroid dexametason juga kasus ADR (57,14%), yang terdiri dari 4 kasus
merupakan obat dalam terapi asma yang paling takikardi, 3 kasus dada terasa sakit, 6 kasus
banyak digunakan, yaitu sebanyak 36 pasien hipertensi dan hipotensi, 3 kasus sakit kepala, 2
(83,72%) (Tabel 4). Kejadian ADR pada kasus hipokalemia, dan 2 kasus hiperglikemia
penggunaan dexametason relatif kecil, yaitu hanya (Tabel 5). Pada penggunaan salbutamol nebulasi,
sebesar 5 kasus (13,89%) dan 36 pasien yang kejadian ADR termasuk dalam naranjo scale
menggunakannya (Tabel 5), terdiri dari 2 kasus dalam nilai total 3 (kemungkinan ADR) dan nilai
hipertensi dengan nilai naranjo scale 4 total 4 (kemungkiann besar ADR) (Tabel 6).
(kemungkinan besar ADR), 1 kasus sakit kepala Salbutamol oral juga relatif cukup banyak
dengan nilai naranjo scale 3 (kemungkinan digunakan oleh sampel penelitian, yaitu sebanyak
ADR), dan 2 kasus peningkatan enzim 26 pasien (Tabel 4). Pemberian nebuasi umumnya
transaminase dengan nilai naranjo scale 4 lebih disukai daripada oral (sistemik), karena
(kemungkinan besar ADR) (Tabel 6). lebih bersifat lokal yang membutuhkan dosis lebih
Salbutamol nebulasi adalah terapi yang kecil sehingga kejadian ADR juga relatif lebih
banyak digunakan sampel penelitian yaitu kecil.1 Menurut Cochrane systematic review,
sebanyak 35 orang (81,40%) (Tabel 4). tidak ada bukti yang mendukung penggunaan
Salbutamol merupakan bronkodilator yang intravena beta-2 agonis, walaupun dalam kondisi
termasuk golongan beta-2 agonis aksi cepat (short tingkat keparahan asma akut parah.28 Penggunaan
acting beta-2 agonist / SABA), yang merupakan salbutamol oral mengalami ADR sebanyak 14
pilihan wajib dalam menejemen eksaserbasi kasus ADR (53,85%), yang terdiri dari 4 kasus
asma.1,27 Menurut penelitian di luar negri, takikardi, 2 kasus dada terasa sakit, 5 kasus
penggunaan salbutamol untuk pengobatan asma hipertensi dan hipotensi, 2 kasus sakit kepala, 1
tergolong aman dan kejadian ADR juga relatif kasus hipokalemia, dan 1 kasus hiperglikemia
ringan.1 Namun pada penelitian ini, menunjukkan (Tabel 5). Pada penggunaan salbutamol oral,
hasil berbeda karena dari hasil penelitian ini kejadian ADR termasuk dalam naranjo scale
menunjukkan bahwa presentase yang paling dalam nilai total 3 (kemungkinan ADR) dan nilai
banyak mengalami ADR adalah pada penggunaan total 4 (kemungkinan besar ADR) (Tabel 6).
salbutamol nebulasi yaitu sebesar 57,14% (Tabel Kejadian ADR pada hasil penelitian banyak
5). Sebagian besar pasien yang menggunakan menunjukkan perbedaan dengan hasil penelitian
salbutamol nebulasi mengalami ADR sebanyak 20 sebelum-sebelumnya. Hal ini dapat dikarenakan

14 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

efek suatu obat bersifat individual dan suatu obat yang dipengaruhi oleh genetik, karena
dipengaruhi faktor genetik yang menyebabkan respons obat dapat ditentukan oleh hubungan
respons yang berbeda terhadap terapi asma,29 antara genotip.
diperkirakan genetik berkontribusi pada rentang Kombinasi terapi asma yang paling banyak
antara 20-95% untuk obat yang berbeda.30 Oleh digunakan adalah salbutamol dan dexamethasone,
karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut sebanyak 38 pasien (88,37%) (Tabel 7).
terkait farmakogenomik untuk mengetahui efek

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kombinasi Golongan dan Jenis Obat Asma yang Didapat Pasien
di Suatu Rumah Sakit
Jumlah Sampel Penelitian
Golongan Obat Jenis Obat Terapi Yang Yang Tidak Total
Terapi Asma Asma Mendapatkan Mendapatkan
Terapi Terapi
Aminofilin +
35 (81,39%) 8 (18,60%) 43
Metilsantin : Salbutamol
Beta-2 agonis Aminofilin +
10 (23,26%) 33 (76,74%) 43
Terbutalin
Salbutamol +
3 (6,977%) 40 (93,02%) 43
Prednison
Beta-2
Salbutamol +
agonis + 2 (4,65%) 41 (95,35%) 43
Methylprednisolon
Kortikosteroid
Salbutamol +
38 (88,37%) 5 (11,63%) 43
Dexametason

Kombinasi ini biasanya digunakan untuk kombinasi ini, kejadian yang diprediksi
pengobatan asma tingkat ringan/ sedang yang merupakan interaksi obat hanya terjadi pada satu
belum memberikan respon optimal dengan kasus saja yaitu berupa hipokalemia (2,63%)
pengobatan salbutamol tunggal, atau pada tingkat (Tabel 8),
eksaserbasi asma yang parah.1 Namun pada

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kejadian Interaksi Obat dari Obat Asma yang Didapat Pasien di
Suatu Rumah Sakit
Jumlah Sampel Penelitian yang
Prediksi
Golongan Mendapatkan Terapi
Jenis Obat Kejadian
Obat Terapi Yang Mengalami Yang tidak Tota
Terapi Asma Interaksi
Asma Interaksi Obat Mengalami l
Obat
Interaksi Obat
Hipokalemi
Aminofilin + 1
Metilsantin Salbutamol a 5 (14,29%) 30 (85,71%) 35
+ Takikardia 4
Beta-2 Hiperglike
Aminofilin + 1
agonis mia 3 (30,00%) 7 (70,00%) 10
Terbutalin
Takikardia 2
Salbutamol +
- - 0 (0,00%) 3 (100%) 3
Prednison
Beta-2
Salbutamol +
agonis + Hipokalemi
Methylprednis 1 1 (50,00%) 1 (50,00%) 2
Kortikostero a
olon
id
Salbutamol + Hipokalemi
1 1 (2,63%) 37 (97,37%) 38
Dexametason a

dengan nilai DIPS adalah 4 yang berarti


kemungkinan besar merupakan interaksi obat
(Tabel 9).

Akademi Farmasi Samarinda 15


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kejadian Interaksi Obat Antar Obat Asma yang Didapat Pasien di
Suatu Rumah Sakit Berdasarkan DIPS
Prediksi Jumlah Sampel Nilai DIPS
Golongan
Jenis Obat Kejadian Penelitian
Obat Terapi
Terapi Asma Interaksi Yang mengalami Nilai Keterangan
Asma
Obat Interaksi Obat total Nilai DIPS
Kemungkinan
Hipokalemi
1 4 besar interaksi
Aminofilin + a (14,29%
5 obat
Salbutamol )
Metilsantin Kemungkinan
Takikardia 4 3
+ interaksi obat
Beta-2 Kemungkinan
Hiperglike
agonis 1 4 besar interaksi
Aminofilin + mia (30,00%
3 obat
Terbutalin )
Kemungkinan
Takikardia 2 3
interaksi obat
Salbutamol +
- - 0 (0,00%) - -
Prednison
Beta-2 Salbutamol + Kemungkinan
Hipokalemi (50,00%
agonis + Methylprednis 1 1 4 besar interaksi
a )
Kortikostero olon obat
id Kemungkinan
Salbutamol + Hipokalemi
1 1 (2,63%) 4 besar interaksi
Dexametason a
obat

Kejadian interaksi obat paling banyak memberikan efek yang berlawanan, dimana pada
terjadi pada kombinasi aminofilin dan salbutamol, salbutamol meningkatkan dalam penghambatan
sebanyak 5 kasus (14,29%) dari 35 pasien yang pelepasan TNF-, dan teofilin menghambat efek
menggunakannya (Tabel 8), berupa 1 kasus peningkatan IL-6 dari salbutamol.
hipokalemia dengan nilai DIPS adalah 4 yang Keterbatasan penelitian ini adalah adanya
berarti kemungkinan besar merupakan interaksi keterbatasan data yang hanya didapatkan dari
obat (Tabel 9), dan 4 kasus takikardi dengan nilai rekam medik, sehingga kejadian ADR berupa
DIPS adalah 3 yang berarti kemungkinan gejala klinis ada kemungkinan tidak
merupakan interaksi obat (Tabel 9). Ezeamuzie terdokumenntasi secara lengkap. Selain itu tingkat
dan Shihab (2010)31meneliti interaksi in vitro keparahan dari kejadian ADR juga tidak
antara teofilindan salbutamol pada produksi terdokumentasi secara lengkap. Penelitian ini
sitokin dari monosit manusia dan dibandingkan menggunakan desain retrospektif sehingga
dengan interaksi yang serupa antara dexametason prediksi ADR juga ada kemungkinan dipengaruhi
dan salbutamol. Salbutamol menghambat secara faktor lain seperti kebiasaan merokok, gaya hidup,
signifikan pelepasan dari TNF-, tapi juga secara kepatuhan, dll.
signifikan meningkatkan IL-6. Sedangkan teofilin Selain interaksi obat antar obat asma, ada
dan dexamethason menghambat kuat produksi satu kasus yang diduga terjadi secara akual pada
dari kedua sitokin, sehingga kombinasi antara penggunaan aminofilin dan furosemide (Tabel
aminofilin+salbutamol atau 10),
aminofilin+dexametason secara teori akan

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kejadian Interaksi Obat Antar Obat Asma dan Non-Asna yang
Didapat Pasien di Suatu Rumah Sakit Berdasarkan DIPS
Prediksi Jumlah Sampel Nilai DIPS
Golongan
Jenis Obat Kejadian Penelitian
Obat Terapi
Terapi Asma Interaksi Yang mengalami Nilai Keterangan
Asma
Obat Interaksi Obat total Nilai DIPS
Kemungkinan
Metilsantin Aminofilin + Hipokalemi
1 1 (2,33%) 4 besar interaksi
+ Diuretik Furosemide a
obat

16 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

yang keduanya sama-sama memiliki risiko sehingga meningkatkan risiko hipokalemia


ADR kejadian hipokalemia (Lexicomp, 2014), (Baxter, 2008).

SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan obat asma pada penggunaan kombinasi aminofilin dan
juga dapat menyebabkan kejadian ADR dan salbutamol. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut,
bahkan kombinasi obat asma juga berisiko karena reaksi suatu obat bersifat individual,
menyebabkan interaksi obat. Pengobatan menggunakan desain studi penelitian yang
salbutamol yang menurut pustaka relatif aman berbeda dengan mengendalikan variabel-variabel
ternyata justru menunjukkan kejadian ADR yang penelitian yang dapat mempengaruhi hasil
lebih besar dibandingkan aminofilin, dan interaksi penelitian.
obat yang diduga bersifat aktual terbanyak adalah

DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma.Global Strategy for Asthma Management & Prevention (Update). 2014.
Website: http://www.ginasthma.org/local/uploads/files/GINA_Report_2014_Aug12.pdf. Diakses 30
Oktober 2014
2. Lugogo NL, MacIntyre NR. Life-Threatening Asthma: Pathophysiology and Management. Respiratory
Care. 2008 June;53(6):726-739
3. Institute for Health Metrics and Evaluation. Global Burden of Disease, Visualizations, GBD Arrow
Diagram. 2013. Website:http://www.healthmetricsandevaluation.org/gbd/visualizations/gbd-arrow-
diagram.Diakses 30 Oktober 2014
4. Oemiati R, Sihombing M, Qomariah. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Asma di
Indonesia. Media Litbang Kesehatan. 2010;20(1):41-49
5. National Asthma Education and Prevention Program. Expert Panel Report 3: Guidelines for the
Diagnosis and Management of Asthma. 2007. Website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7232/pdf/TOC.pdf. Diakses 30 Oktober 2014
6. Pharmaceutical Care Network Europe Foundation. PCNE Classification for Drug Related Problems.
2009. Website:http://www.pcne.org/upload/files/11_PCNE_classification_V6-2.pdf. Diakses 30
Oktober 2014
7. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tahun 2011 Tentang Penerapan Farmakovigilans
Bagi Industri Farmasi. 2011
8. Food and Drug Administration. Preventable Adverse Drug Reactions: A Focus on Drug Interactions.
2014. Website:
http://www.fda.gov/drugs/developmentapprovalprocess/developmentresources/druginteractionslabeling/
ucm110632.htm. Diakses 30 Oktober 2014
9. Ray A, Gulati K, Tyagi N, Vishnoi G, Lal D, Vijyan VK. Pharmacovigilance in respiratory
medicine: An experience with theophylline. Indian J Pharmacol. 2008; 40(2): S206-207
10. Nelson HS, Weiss ST, Bleecker ER, Yancey SW, Dorinsky PM. The Salmeterol Multicenter Asthma
Research Trial: a comparison of usual pharmacotherapy for asthma or usual pharmacotherapy plus
salmeterol. Chest. 2006;129(1):15-26
11. Kelly HW, Sorkness C. Asthma. In:DiPiro J, Talbert R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey M.Editors.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7thed. 2008.McGrawHill. New York.US
12. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). National Center for Chronic Disease Prevention and
Health Promotion. 2011. Website: http://www.cdc.gov/chronicdisease/overview/. Diakses 30 Oktober
2014
13. Kasiulevicius V, Sapoka V, Filipaviciute R. Theory and Practice: Sample Size Calculation in
Epidemiological Studies. Gerontologija. 2006; 7(4): 225231
14. Joint Formulary Committee. British National Formulary 66. 2013
15. Badan POM RI. Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) bagi Tenaga Kesehatan. 2012.
Website: http://e-meso.pom.go.id/useruploads/files/reference/PEDOMAN%20MESO_NAKES.pdf.
Diakses 30 Oktober 2014
16. Baxter K .ed. Stockleys Drug Interactions. Pharmaceutical Press. 2008

Akademi Farmasi Samarinda 17


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 8-18, 2015 Amelia Lorensia

17. Horn J, Hansten PD. Drug Interation: Insights and Observations: DIPS: A Tool to Evaluate Causation in
Potential Drug Interactions. Pharmacy Times. 2007 Oct;48
18. ECPM. drug interaction probability scale (DIPS). 2013. Website:
http://www.ecpm.ch/pharmaceutical_dictionary/230.html. Diakses 30 Oktober 2014
19. Shargel L, Wu-Pong S, Andrew BC. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. 5th edition. 2004.
McGraw-Hill, New York. US
20. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 312/MENKES/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Essensial
(DOEN). 2013
21. Xu YJ.Development of theophylline in treatment of Asthma and Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. Zhongguo Yi Xue Ke Xue Yuan Xue Bao. 2004 June;26(3):319-22
22. Hart SP. Should Aminophylline be Abandoned in the The Treatment of Acute Asthma in Adults?. Q J
Med. 2000 Nov;93:761-765
23. Parameswaran K, Belda J, Rowe BH. Addition of intravenous aminophylline to beta2-agonists in adults
with acute asthma.Cochrane Database Syst Rev. 2000;4:CD002742
24. Fotinos C, Dodson S. Is there a role for theophylline in treating patients with asthma?. Family Practice
Inquiries Network. 2002 Sept;51(9)
25. Makino S, Adachi M, Ohta K, Kihara N, Nakajima S, Nishima S, et al. A prospective survey on safety
of sustained-release theophylline in treatment of asthma and COPD. Allergol Int. 2006 Dec;55(4):395-
402
26. Tyagi N, Gulati K, Vijayan VK, Ray A. A Study to Monitor Adverse Drug Reactions in Patients of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Focus on Theophylline. The Indian Journal of Chest Diseases
& Allied Sciences. 2008;50:199-202
27. National Asthma Council Australia.Asthma Management Handbook. 2006. Website:
http://www.nationalasthma.org.au/uploads/handbook/370-amh2006_web_5.pdf. Diakses 30 Oktober
2014
28. Cairns CB. Acute Asthma Exacerbations: Phenotypes and Management. Clinical in Chest Medicine.
2006 Mar;27:99-108
29. Tse SM, Tantisira K, Weiss ST. The Pharmacogenetics and Pharmacogenomics of Asthma Therapy.
Pharmacogenomics Journal. 2011 Dec;11(6):383-392
30. Fenech AG, Grech G. Pharmacogenetics: Where do we stand?. Journal of the Malta College of
Pharmacy Practice.2011;11:25-33
31. Ezeamuzie CI, Shihab PK. Interactions between Theophylline and Salbutamol on Cytokine Release in
Human Monocytes. The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics.2010 Apr;334(1):302-
309

18 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 19-24, 2015 Andi Anwar

HubunganLingkungan Fisik dan Tindakan PSN dengan Penyakit Demam


Berdarah Dengue di Wilayah Buffer Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II
Samarinda

Submitted : 2 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Andi Anwar, Adi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman


E-mail :adi@yahoo.co.id

ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a health problem in Indonesia, which can lead to the
extraordinary events (plague).The development of science and technology affect the development of social
and cultural, agricultural, industrial, mining and public mobility. The second-class Port Health Office
Samarinda is included as endemic area; with the 33 total numbers of cases in 2013 and there were 20 cases
started from January to August 2014. The purpose of this study was to find out the relationship between
water shelter, humidity and eradication of mosquito breeding toward DHF in buffer area of the Second-
Class Port Health Office Samarinda. This type of research is an analytical survey method with cross
sectional approach. It is included as the research which learns the dynamics of the correlation between risk
factors and effects, using observation or data collection approach at once. The sample of this study was 140
respondents with observation and measurement using Mann Whitney and Chi Square tests. Variables of this
study consisted of dependent variable, which is DHF and independent variables are the water shelter,
humidity and eradication of mosquito breeding. The findings showed there was relationship between water
shelters ( value0,031), and humidity ( value0,046), and also eradication of mosquito breeding (
value0,000). Based on the results of this study, it is expected to the healthcare institutions to give frequent
health education to the society about the dangers of DHF, control the breeding of mosquitoes, and prevent
mosquitoes bites in order to prevent infected by this disease.

K eywords : Water shelter, humaditity, eraclication of mosquito breeding, Dangue hemorrhagic faver (DHF)

PENDAHULUAN
Penyakit DBD merupakan salah satu Samarinda tahun 2011 sebanyak 244 kasus, tahun
masalah kesehatan utama karena dapat menyerang 2012 sebanyak 331 kasus 3.
semua golongan umur dan menyebabkan Kota Samarinda merupakan daerah endemis
kematian khususnya pada anak-anak. Penyakit DBD. Penyakit DBD di Samarinda pertama kali
DBD dapat menimbulkan kejadian luar biasa dilaporkan pada tahun 1988 yang diduga terjadi
(wabah).Di Indonesia penyakit Demam Berdarah pada anak kecil di Kecamatan Palaran. Hingga
Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan saat ini, kasus DBD sering terjadi di Samarinda
masyarakat. Penyakit ini pada mulanya ditemukan setiap tahunnya, perkembangan pemukiman di
di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 dengan kota Samarinda semakin meluas, padat dan
kematian sebanyak 24 orang, selanjutnya heterogen.
menyebar ke beberapa Provinsi di Indonesia1. Berdasarkan penelitian Dhina Sari, dkk 4
Adapun jumlah penderita demam dimana keberadaan tempat perindukan nyamuk
berdarah dengue (DBD) di Indonesia yaitu pada dan ragamnya jenis tempat penampungan air
tahun 2011 terdapat 65,432 kasus dan tahun 2012 sangat berperan dalam keberadaan vektor
terdapat 90,245 kasus 2. Kejadian DBD di DBD.Sedangkan hasil penelitian5 di Semarang
Provinsi Kalimantan Timur yaitu pada tahun 2010 diketahui bahwa terdapat hubungan antara
terdapat 5.862 penderita, pada tahun 2011 kelembaban dengan keberadaan jentik nyamuk
terdapat 1.416 penderita3. Kejadian DBD di Kota penular demam berdarah dengue. Kelurahan
Sendangguwo Kota Semarang menujukkan

Akademi Farmasi Samarinda 19


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 19-24, 2015 Andi Anwar

adanya hubungan yang signifikan antara tindakan mendapatkan air bersih sangat susah, dikarnakan
PSN masyaraka dengan keberadaan jentik Aedes volume air yang mengalir sangat kecil, sehingga
aegypti dengan hasil p value 0,025 0,05. warga tersebut banyak menampung air yang
Adapun data DBD di wilayah puskesmas dapat menjadi tempat perkembangbiakan jentik
Sambutan yang merupakan puskesmas yang dekat aedes aegypti, serta di dukung dengan perumahan
dengan wilayah Buffer kantor kesehatan yang padat, jarak antar rumah yang sangat dekat,
pelabuhan Samarinda yaitu tahun 2012 sebanyak pencahayaan yang kurang, akan mempengaruhi
20 kasus, tahun 2013 sebanyak 18 kasus 2. penularan vektor penyakit.
Wilayah Buffer Kantor Kesehatan Berdasarkan latar belakang di atas maka
Pelabuhan Samarinda merupakan daerah padat perlu dilakukan penelitian tentang hubungan
penduduk dan sebagian lokasi tempat tinggal Tempat Penampungan Air (TPA),Kelembaban
merupakan daerah pegunungan, warga yang dan PSN dengan Penyakit DBD di wilayah Buffer
tinggal di daerah pegunungan akses untuk Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Samarinda.

METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian adalah penyakit DBD dan variabel bebas
survey analitik dengan pendekatan cross (independen) adalah Tempat penampungan air
sectional. Waktu penelitian dimulai sejak bulan (PSN), kelembaban dan tindakan PSN. Uji
Oktober hingga Nopember tahun 2014. Lokasi statistik yang digunakan dalam penelitian ini
penelitian dilakukan di Kelurahan Selili RT. 01, adalah uji Chi Square dan uji Mann Whitney
RT. 02 dan RT.03 wilayah Buffer Kantor untuk mengetahui nilai sig dan value antara dua
Kesehatan Pelabuhan Kelas II Samarinda. Dalam variabel. Bila nilai sig dan value< nilai (0,05)
penelitian ini besar sampel adalah 140 responden. maka ada hubungan yang signifikan antara
Variabel terikat (dependen) dari penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hubungan Tempat Penampungan Air (TPA) Berdasarkan hasil pengolahan data yang
Dengan Penyakit DBD di Wilayah Buffer telah dilakukan, hubungan tempat penampungan
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II air (TPA) dengan penyakit DBD dapat dlihat pada
Samarinda tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Hubungan antara tempat penampungan air dengan penyakit DBD di Wilayah Buffer
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Samarinda Tahun 2014
Penyakit DBD Jumlah
TPA
Tidak ada % Ada % N %
Tidak Ada Jentik 62 57,4 5 9,6 67 67
0,031
Ada Jentik 58 62,6 15 10,4 73 73
Total 120 85,7 20 14,3 70 100

Berdasarkan hasil penelitian yang telah drum, tempayan, ember dan lain-lain yang
dilakukan menunjukkan bahwa hasil uji statistik merupakan keperluan sehari-hari yaitu sebanyak
dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh 820 kontainer, dan ditemukan 152 kontainer yang
nilai value= 0,031karena nilai value lebih kecil positif jentik, dengan jenis penampungan yang
dari nilai (0,05) yang artinya ada hubungan banyak positf jentik yaitu drum sebesar 32,6%.
antara tempat penampungan air dengan penyakit Hal ini disebabkan karena kelurahan Selili
DBD di wilayah Buffer KKP Kelas II Samarinda merupakan daerah pemukiman yang pada
Hal ini didukung oleh penelitian Sukamto6 yang penduduk dan sanitasi lingkungannya kurang
menyatakan bahwa ada hubungan keberadaan bersih sehingga banyak tempat perindukan
jentik Aedes aegypti pada tempat penampungan nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi, drum
air terhadap kejadian DBD di Kelurahan Ploso dan tempayan yang jarang dibersihkan. Hal ini di
Kecamatan Pacitan (nilai p=0,001). dukung oleh penelitian yang dilakukan Yudhastuti
Hasil penelitian pemeriksaan jentik Aedes 5 yang menyatakan bahwa kota di Indonesia
aegypti pada tempat penampungan air diperoleh menunjukkan tempat perindukan yang paling
jenis penampungan air seperti di bak mandi, potensial adalah TPA yang digunakan untuk

20 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 19-24, 2015 Andi Anwar

keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak Selain itu volume tempayan lebih sedikit
mandi, bak wc, ember dan sejenisnya. dibandingkan dengan TPA yang lainnya, sehingga
Dari seluruh jenis tempat penampungan air memudahkan menguras ataupun membersihkan
diatas dapat diambil simpulan bahwa drum TPA tersebut.
mempunyai peluang yang paling banyak terdapat TPA yang bukan kebutuhan sehari-hari
jentik 32,6% dibandingkan dengan tempat ditemukan sebanyak 6 kontainer yang berupa vas
penampungan air (TPA) yang lain yaitu bak bunga dan tempat minum hewan piaraan, tidak
mandi, tempayan, ember dan lainya. Hal ini satupun TPA yang ditemukan jentik. Ini
diperkirakan karena ketinggian lokas RT 02 dan dikarenakan jarang responden memilikinya dan
03 berada di kemiringan 300 sehingga sulit kontainer jenis ini setiap hari selalu diganti air
untuk mendapatkan pasokan air bersih terutama yang baru.
yang berasal dari PDAM. Sehingga hampir Hasil penelitian di wilayah RT 1, RT 2 dan
sebagian besar responden menampung air di RT, 3 dimungkinkan bahwa belum secara
drum. maksimal memutus rantai perkembangbiakan
Hasil observasi yang dilakukan terhadap nyamuk dengan masih banyaknya tempat
tempat perindukan nyamuk jenis bak sebesar penampungan air yang positif jentik, sehingga
19,6%, ini cenderung berada di dalam rumah, perlu dilakukan tindakan PSN dengan cara
kondisi ini memudahkan untuk dilakukan membasmi jentik-jentik nyamuk dengan
pengurasan dan pembersihan. Begitu juga dengan melakukan 3M plus sehingga tidak sampai
air yang berada di dalam bak dipakai setiap hari menjadi nyamuk dewasa. Kegiatan 3M plus harus
sehingga secara tidak langsung ada pergantian air sering dilakukan oleh masyarakat dilingkungan
di dalam bak. tempat tinggalnya masing-masing
Tempat penampungan air lainnya yang
kebutuhan sehari-hari dengan peluang paling Hubungan Kelembaban Dengan Penyakit
sedikit terdapat jentik didalamnya adalah DBD di Wilayah Buffer Kantor Kesehatan
tempayan (3,3%) dan ember (3,7). Hal ini Pelabuhan Kelas II Samarinda
diperkirakan sebagian besar tempayan dan ember Berdasarkan hasil pengolahan data yang
itu diletakkan di dalam rumah dan dalam keadaan telah dilakukan, hubungan kondisi kelembaban
tertutup. Sehingga kecil kemungkinan ada dengan penyakit DBD dapat dilihat pada tabel 2
nyamuk yang hinggap dan bertelur di dalamnya. sebagai berikut:

Tabel 2. Hubungan kelembaban dengan penyakit DBD di Wilayah Buffer Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas II Samarinda.
Penyakit DBD Jumlah
Kelembaban P
Tidak ada % Ada % N %
Baik 78 73,3 8 12,3 86 86
0,046
Kurang Baik 42 46,3 12 ,77 54 54
Total 120 120 20 20 140 140

Berdasarkan tabel 2 diatas, menunjukkan perkembangan vektor DBD yaitu antara 81,5%
bahwa hasil uji statistik dengan menggunakan uji hingga 89,5%. Namun penelitian dengan hasil
Chi Square diperoleh nilai P value= 0,046 karena berbeda dikemukakan oleh Salawati4 yang
nilai value lebih kecil dari nilai (0,05) yang menyatakan bahwa kondisi kelembaban tidak
artinya ada hubungan antara kelembaban terhadap memiliki hubungan yang bermakna terhadap
penyakit DBD di wilayah Buffer KKP Kelas II kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas
Samarinda. Srondol dengan hasil perhitungan nilai value
Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh sebesar 0,483.
Yudhastuti5 yang membuktikan ada hubungan Kelembaban udara tidak berpengaruh
yang bermakna antara kondisi kelembaban yang langsung pada angka insiden DBD, tetapi
berada di angka pengukuran 81,5% hingga 89,5% berpengaruh pada umur nyamuk. Pada
terhadap kejadian DBD di daerah endemis DBD kelembaban udara yang rendah yaitu di bawah
Kota Surabaya dengan hasil value = 0,000. Dari 60% terjadi penguapan air dari tubuh nyamuk
58 rumah responden diwilayah tersebut, 34 rumah sehingga dapat memperpendek umur nyamuk. dan
memiliki kelembaban yang baik bagi
Akademi Farmasi Samarinda 21
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 19-24, 2015 Andi Anwar

batas maksimum kelembaban yang baik untuk memudahkan bagi parasite menyebarkan penyakit
vektor DBD. dirumah tersebut.
Saat melakukan penelitian, kondisi yang di
dapatkan di lapangan yaitu responden memiliki Hubungan Tindakan PSN Dengan Penyakit
rumah yang sangat padat dan berdekatan dengan DBD di Wilayah Buffer Kantor Pelabuhan
rumah di sebelahnya. Banyak rumah yang jarak Kelas II Samarinda
antara satu rumah dengan rumah lain berdempetan Berdasarkan hasil pengolahan data yang
sehingga tidak dapat sinar matahari yang cukup. telah dilakukan, hubungan tindakan PSN dengan
Dan sangat optimal bagi perkembangan parasite penyakit DBD dlihat pada tabel 3 berikut
penyakit terutama vektor DBD dan sangat

Tabel 3. Hubungan tindakan PSN dengan Penyakit DBD di Wilayah Buffer Kantor Kesehatan
Pelabuhan Samarinda Tahun 2014
Tindakan PSN Min Sig.
Tindakan PSN n Mean Rank
Maks (2-tailed)

Tindakan PSN 140 33 100 75,79 0,000

Berdasarkan tabel 3 diatas, menunjukkan Responden yang tidak menaburkan bubuk


bahwa hasil uji statistik dengan menggunakan uji abate pada tempat penampungan air dikarenakan
Mann Whitney diperoleh nilai sig= 0,000 karena tidak tahan dengan aroma abate sehingga sebagian
nilai sig lebih kecil dari nilai (0,05) maka masyarakat enggan menaburkan abate pada
artinya ada hubungan antara tindakan PSN dengan tempat penampungan air. Responden yang tidak
penyakit DBD di wilayah Buffer KKP Kelas II memberi abate pada tempat penampungan airnya
Samarinda. dan tidak menderita demam berdarah dengue
Hasil penelitian diketahui bahwa dari 140 dikarenakan penampungan airnya tertutup rapat
rumah yang diperiksa terdapat 73 rumah terdapat semua.
jentik, berdasarkan hasil penilaian kuesioner, Sesuai dengan teori dalam buku panduan
dapat diketahui apa saja yang kurang dipahami pencegahan dan pemberantasan demam berdarah
dan diketahui oleh responden. Kuesioner terdiri dengue di Indonesia, bahwa cara lain yang
dari 6 pertanyaan yang terdiri dari kegiatan PSN digunakan selain cara fisik, juga bisa dilakukan
diketahui responden tidak menguras dan menyikat dengan cara kimia yaitu menaburkan bubuk abate
TPA sebanyak 20% dan tidak mengubur barang pada tempat penampungan air dengan tujuan
bekas sebanyak 33,6%, menaburkan bubuk abate membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti.
sebanyak 88,6%, tidak menggunakan obat Penaburan bubuk abate kedalam TPA dengan
nyamuk 78,6% dan tidak memperbaiki saluran ukuran 1 gram abate untuk 10 liter air, dan
dan talang air yang tidak lancar 45,6%. memiliki efek residu selama 3 bulan
Hasil penelitian responden yang tidak Depkes RI2 Salah satu metode untuk
menguras dan menyikat tempat penampungan air mengendalikan nyamuk Ae. aegypti adalah
dikarenakan dikarenakan susahnya untuk dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN),
mendapatkan air bersih dengan tempat tinggal pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat
sebagian besar berada di dataran tinggi, diketahui perkembang biakan nyamuk hasil samping
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
dilakukan secara teratur sekurang- Hasil observasi responden yang masih tidak
kurangnyaseminggu sekali agar nyamuk tidak menutup rapat-rapat tempat penampungan air
dapat berkembangbiak di tempat itu. Hasil sebanyak 42,1%, dengan keterbatasan tutup pada
penelitian mengenai kejadian DBD dengan TPA menunjukkan bahwa ada hubungan antara
frekuensi pengurasan TPA menunjukkan bahwa ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian
frekuensi pengurasan mempunyai hubungan DBD. Pentingnya menutup TPA sangat mutlak
terhadap kejadian DBD. Hal ini bisa jadi diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang
disebabkan karena secara umum nyamuk hinggap pada TPA, dimana TPA tersebut menjadi
meletakkan telurnya pada dinding tempat media berkembangbiaknya nyamuk Aedes
penampungan air, oleh karena itu pada waktu aegypti. Apabila semua masyarakat telah
pengurasan atau pembersihan tempat menyadari pentingnya penutup TPA, diharapkan
penampungan air dianjurkan menggosok atau keberadaan nyamuk dapat diberantas, namun
menyikat dinding-dindingnya 5. kondisi ini tampaknya belum dilaksakanakan

22 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 19-24, 2015 Andi Anwar

secara maksimal dikarenakan masih kurangnya akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke
kesadaran masyarakat setempat dalam mencegah dalam rumah untuk menggigit manusia dan untuk
penyakit DBD salah satunya pemberikan tutup beristirahat.
pada tempat penampungan air. Dengan tidak adanya nyamuk masuk ke
Hasil observasi diketahui masih banyak dalam rumah maka kemungkinan nyamuk untuk
responden yang kebiasaan menggantung pakaian menggigit semakin kecil. Keadaan ventilasi
61,4%, dimana diketahui faktor kebiasaan rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan
menggantung pakaian mempunyai hubungan menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah.
terhadap kejadian DBD. Dari hasil tersebut berarti Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi
bahwa responden yang masih memiliki kebiasaan rumah, akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti
menggantung pakaian memiliki peluang untuk masuk ke dalam rumah pada pagi hingga sore
bisa terkena penyakit DBD dari pada responden hari. Hal ini tentunya akan memudahkan
yang tidak memiliki kebiasaan menggantung terjadinya kontak antara penghuni rumah dengan
pakaian. Seharusnya pakaian-pakaian yang nyamuk penular DBD, sehingga akan
tergantung di balik lemari atau di balik pintu meningkatkan risiko terjadinya penularan DBD
sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah
karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap yang ventilasinya terpasang kasa.
dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain Menurut Suyasa8 menyatakan bahwa
yang tergantung 1. bentuk perilaku seseorang ada 2 yaitu perilaku
Memasang kawat kasa pada ventilasi udara aktif dan perilaku pasif. Perilaku aktif seperti
sebanyak 63,64%, memiliki ventilasi rumah tanpa perilaku responden terhadap upaya pencegahan
kawat kasa dan sebesar 36,4% responden terjadinya DBD dapat berupa tindakan untuk
Pemakaian kawat kasa pada ventilasi rumah menambah pengetahuan mengenai penyakit,
adalah salah satu upaya untuk mencegah penyakit upaya membersihkan dalam rumah atau luar
DBD. Pemakaian kawat kasa pada setiap lubang rumah, sementara perilaku pasif adalah perilaku
ventilasi yang ada di dalam rumah bertujuan agar responden yang cenderung jarang membersihkan
nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan rumah meskipun memiliki pengetahuan penyakit
menggigit host (pejamu). Kegiatan lain yang DBD. Perilaku masyarakat mempunyai pengaruh
dapat mempengaruhi kejadian penyakit DBD terhadap lingkungan karena lingkungan
adalah pemasangan kawat kasa. Pemasangan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
kawat kasa berukuran 18 masih dapat diletakkan tersebut. Bila masyarakat mau melakukan
pada jendela dan lubang-lubang ventilasi pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin
lainnya7. Penggunaan kawat kasa pada ventilasi dan berkesinambungan maka dapat mencegah
rumah sebenarnya adalah salah satu pengendalian perkembangan jentik nyamuk Aedes Aegypti dan
penyakit DBD secara mekanik. Rumah dengan mencegah timbulnya penyakit DBD.
kondisi ventilasi tidak terpasang kasa nyamuk,

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah =0,031). Ada hubungan Kelembaban dengan
dilakukan di Wilayah Buffer KKP Kelas II dengan Penyakit DBD di Wilayah Buffer KKP
Samarinda, maka dapat diambil kesimpulan Kelas II Samarinda (p =0,046) dan adahubungan
sebagai berikut ada hubungan Tempat PSN dengan Penyakit DBD di Wilayah Buffer
Penampungan Air dengan Penyakit DBD di KKP Kelas II Samarinda (p = 0,00)
Wilayah Buffer KKP Kelas II Samarinda (p

SARAN
Diharapkan bagi masyarakat agar bisa penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat
menerapkan program-program pemerintah seperti menambah jumlah variabel dan jumlah sampel
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan penelitian, sehingga diharapkan dapat
membantu program yang sudah berjalan seperti memperkuat keputusan yang akan diambil dan
3M, penaburan bubuk abate. Bagi instansi agar penelitian-penelitian selanjutnya lebih bermanfaat
dapat mempertahankan program yang telah lagi bagi masyarakat terutama di wilayah
berjalan dan lebih banyak membuat media pelabuhan.
promosi kesehatan tentang penyakit DBD. Untuk

Akademi Farmasi Samarinda 23


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 19-24, 2015 Andi Anwar

DAFTAR PUSTAKA
1. Widoyono. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya). Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2008.
2. Ridha, Rasyid, dkk. Hubungan Kondisi Lingkungan Dan Kontainer Dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis DBD Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan
Penyakit Bersumber Binatang. Diakses di http://ejournal.litbang.depkes.go.id pada 16
Agustus 2014, 2013.

3. Kementerian Kesehatan RI. Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Informasi Kesehatan
Indonesia. Diakses di http://kemenkes.or.id pada 26 Februari 2014, 2010.

4. Salawati, Trixie, Dkk. Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan
Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Diakses di
http://jurnal.unimus.ac.id pada 26 Februari 2014, 2010.

5. Yudhastuti, Riri, dkk.Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer Dan Perilaku Masyarakat Dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis DBD Kota Surabaya. Jurnal
Kesehatan Lingkungan.Diakses di http://journal.unair.ac.idpada 16 Agustus 2014, 2005.
6. Sukamto.Studi Karakteristik Wilayah Dengan Kejadian DBD Di Kecamatan Cilacap Selatan
Kabupaten Cilacap. Tesis Kesehatan Lingkungan. Diakses di http://ejournal-s2.undip.ac.id
pada 15 Agustus 2014, 2007.
7. Nadesul, Handrawan. 100 Pertanyaan + Jawaban Demam Berdarah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2004.
8. Suyasa, Gede. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Lingkungan. Diakses di http://litbang.poltekkes-
denpasar.ac.idpada 09 Agustus 2014, 2008.

24 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 25-30, 2015 Henny Nurhasnawati

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS


DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA MINYAK GORENG
YANG DIGUNAKAN PEDAGANG GORENGAN
DI JL. A.W SJAHRANIE SAMARINDA

Submitted : 2 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Henny Nurhasnawati, Risa Supriningrum, Nana Caesariana

Akademi Farmasi Samarinda


Email: henny_akfar@yahoo.co.id

ABSTRACT
Free fatty acids and peroxide are part of cooking oil quality parameters. This study aims to
determine the levels of free fatty acids and peroxide value in cooking oil used by fried merchant in Jl. A.W.
Sjahranie Samarinda. Sampling was done by total sampling which is cooking oil before frying and after
frying a few times from four fried merchants. Determination of free fatty acid content using alkalimetry
method and levels of peroxide using iodometric method.
The test results of the free fatty acid content of samples A, B, C, D cooking oil before frying is equal
to 0.16%; 0.27%; 0.33%; 0.32%, and free fatty acid levels after few times frying is 0.19%; 0.29%; 0.37%;
0.36%. The test results of the peroxide sample A, B, C, D cooking oil before frying in the amount of 18.95
meq O2/kg; 27.63 meqO2/kg; 24.67 meq O2/kg; 23.29 meq O2/kg. Peroxide levels after several times frying is
26.25 meqO2/kg; 35.72 meqO2/kg; 34.54 meqO2/kg; 33.16 meqO2/kg. Average levels of free fatty acids
cooking oil before frying is 0.27% and after frying to 0.30%, or an increase of 12.04%. While the average
level of peroxide cooking oil before frying of 23.64 meqO2/kg and after frying be 32.42 meqO2/kg or an
increase of 37.16%.

K eywords: free fatty acids, peroxide value, cooking oil.

PENDAHULUAN
Makanan jajanan (street food) sudah digunakan oleh para pedagang jajanan di Tampan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kota Pekanbaru.
kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun Konsumsi minyak goreng di masyarakat
di pedesaan. Konsumsi jajanan di masyarakat cukup tinggi, makanan gorengan cenderung lebih
diperkirakan terus meningkat karena terbatasnya disukai dibanding rebus, karena berasa lebih gurih
waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan dan renyah. Praktek penggorengan untuk
sendiri. Keunggulan jajanan adalah murah dan menghasilkan mutu makanan yang baik dan aman
mudah didapat, serta cita rasa yang enak dan masih perlu mendapatkan perhatian, khususnya
cocok dengan selera kebanyakan pada masyarakat menengah kebawah yang
masyarakat1.Data Survei Nasional Ekonomi menggunakan minyak goreng curah. Hal tersebut
Sosial (Susenas) modul konsumsi menyebutkan akan mengakibatkan terakumulasinya komponen-
gorengan dipilih oleh hampir seluruh rumah komponen yang tidak menguntungkan bagi
tangga di Indonesia (49%). Jajanan lain yang kesehatan4.
disukai di Indonesia mie (bakso/rebus/goreng) Asam lemak bebas dan peroksida
(45%) serta makanan ringan (39%)2. merupakan bagian dari parameter kualitas minyak
Salah satu fenomena yang dihadapi dalam goreng. Asam lemak bebas terbentuk karena
proses penggorengan adalah menurunnya kualitas proses oksidasi dan hidrolisis. Kandungan asam
minyak setelah digunakan secara berulang pada lemak bebas yang tinggi akan berpengaruh
suhu yang relatif tinggi (200-250oC). Penelitian terhadap kualitas produk gorengan. Asam lemak
Ayu dkk3, menunjukkan beberapa parameter dalam bahan pangan dengan kadar lebih dari 0,2
kualitas yang tidak baik pada minyak goreng yang persen dari berat lemak akan mengakibatkan
flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang
Akademi Farmasi Samarinda 25
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 25-30, 2015 Henny Nurhasnawati

dapat meracuni tubuh. Demikian juga dengan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida
peroksida dapat mempercepat bau tengik dan pada minyak goreng yang digunakan oleh
flavor yang tidak diinginkan, jika jumlah pedagang gorengan di sekitar kampus Akademi
peroksida lebih besar dari 100 mek O2/kg akan Farmasi Samarinda khususnya Jalan A.W.
bersifat sangat beracun4. Berdasarkan hal tersebut Sjahranie Samarinda.
maka penelitian ini bertujuan untuk menetapkan

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat Penetapan Kadar Bilangan Peroksida
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Sampel minyak goreng ditimbang sebanyak
adalah: etanol 96%, asam asetat glasial (C2H4O6), 5 g dalam kaca arloji, dimasukkan ke dalam
asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N, asam sulfat erlenemeyer 250 ml. Ditambahkan 20 ml
(H2SO4), indikator amilum 1%, indikator campuran 60% asam asetat glacial dan 40%
fenolftalein (pp), kalium hidroksida (KOH) 0,1 N, kloroform. Setelah minyak larut ditambahkan 0,5
kalium iodat (KIO3) 0,1 N, kalium iodida (KI) 6 ml larutan KI 6 M sambil dikocok lalu didiamkan
M, kloroform (CHCl3), natrium tiosulfat selama dua menit. Ditambahkan aquades 20 ml.
(Na2S2O3) 0,1 N dan sampel minyak goreng. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga
Sedangkan alat yang digunakan yaitu: warna kuning hampir hilang. Ditambahkan 3 tetes
batang pengaduk, botol timbang, buret 10 ml, indikator amilum hingga berubah menjadi biru.
buret 50 ml, erlenmeyer 250 ml, gelas kimia 50 Dititrasi lagi hingga warna biru hilang. Proses
ml, gelas kimia 100 ml, kaca arloji, klem, labu titrasi diulang sebanyak 3 kali. Perhitungan
ukur 50 ml, labu ukur 100 ml, neraca analitik, bilangan peroksida dapat dilakukan dengan
pipet tetes, dan statif. rumus6:
Bilangan peroksida (meO2/kg) =
Metode
x 1000

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas


Sampel minyak goreng ditimbang sebanyak Analisis Data
28,2 g dalam erlenmeyer. Ditambahkan 50 ml Data yang diperoleh kemudian diuji dengan
alkohol netral panas dan 2 ml indikator analisis statistika inferensial/induktif. Statistika
phenolphthalein. Sampel dititrasi dengan larutan inferensial yang digunakan adalah One Sample T-
0,1 N NaOH yang telah dibakukan sampai warna Test menggunakan SPSS for Window versi 20.0
merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 dengan taraf signifikansi 0,05 (5%), digunakan
detik. Perhitungan kadar asam lemak bebas One Sample T-Test karena analisis ini adalah
dihitung dengan rumus5: suatu prosedur uji perbedaan nilai rata-rata sampel
dengan nilai pembanding.
% FFA=
x 100

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Asam Lemak Bebas bebas minyak goreng sebelum dan setelah
Dari penelitian yang dilakukan di beberapa kali penggorengan dari masing-masing
Laboratorium Terpadu I Akademi Farmasi sampel sebagai berikut:
Samarinda maka didapatkan kadar asam lemak
0.37 0.36
0.4 0.33 0.32
Kadar Asam Lemak

0.29
0.27
0.3 0.19
Bebas (%)

0.16
0.2
0.1
0
A B C D
Sampel Minyak Goreng Pedagang

Hasil uji terhadap kadar asam lemak bebas penggorengan yaitu sebesar 0,16% ; 0,27% ;
sampel A, B, C, D minyak goreng sebelum 0,33% ; 0,32%. Hasil uji kadar asam lemak bebas

26 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 25-30, 2015 Henny Nurhasnawati

sampel A, B, C, D minyak goreng setelah kandungan air dan udara pada bahan pangan
beberapa kali penggorengan yaitu 0,19% ; 0,29% ; semakin meningkatkan kerusakan yang terjadi
0,37% ; 0,36%. pada minyak yang dapat dianalisa dengan
Hasil uji terhadap kadar asam lemak bebas menghitung kadar asam lemak bebas yang
menunjukkan kadar asam lemak bebas tertinggi terbentuk. Kerusakan minyak dapat dipercepat
pada minyak goreng sampel C yaitu dengan kadar dengan adanya air, protein, lemak, hidrokarbon,
sebelum penggorengan sebesar 0,33% dan setelah dan bahan-bahan lain yang ada dalam bahan
beberapa kali penggorengan sebesar 0,37%. pangan yang digoreng11.
Berdasarkan hasil kadar asam lemak bebas yang Hasil uji kadar asam lemak bebas
didapat menunjukkan dari empat sampel terdapat menunjukkan bahwa kadar sampel A dan B
dua sampel mempunyai kadar asam lemak bebas sebelum penggorengan adalah sebesar 0,16% dan
lebih tinggi dari standar yang ditetapkan SNI 0,27% dan tidak melebihi standar SNI
7709:201217 maksimal 0,3% yaitu sampel C dan 7709:2012, sedangkan sampel C dan D memiliki
D. kadar asam lemak bebas sebesar 0,33% dan
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang 0,32% yang melebihi standar SNI 7709:2012.
berada sebagai asam lemak bebas tidak terikat Kadar asam lemak bebas pada minyak
sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan goreng yang digunakan pedagang sudah
oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya cenderung tinggi pada saat sebelum
bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi penggorengan, hal ini dikarenakan minyak yang
hidrolisis minyak kelapa sawit adalah gliserol dan dipakai oleh pedagang gorengan merupakan
asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat minyak goreng yang sudah digunakan berulang
dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman kali. Minyak tersebut sering disebut dalam
dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini masyarakat sebagai minyak jelantah. Pedagang
berlangsung, maka semakin banyak kadar asam gorengan biasanya hanya menambahkan beberapa
lemak bebas yang terbentuk7. liter saja minyak baru ke dalam minyak jelantah.
Asam lemak bebas dalam minyak tidak Semakin sering digunakan tingkat kerusakan
dikehendaki karena kenaikan asam lemak bebas minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak
tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak berkali-kali mengakibatkan minyak menjadi cepat
disukai. Jumlah asam lemak bebas yang terdapat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna
dalam minyak dapat menunjukkan kualitas coklat serta flavor yang tidak disukai pada bahan
minyak, dimana semakin tinggi nilai asam lemak makanan yang digoreng. Kerusakan minyak
bebas maka semakin turun kualitas 8. goreng yang berlangsung selama penggorengan
Hasil penetapan kadar memperlihatkan juga menurunkan nilai gizi dan berpengaruh
adanya peningkatan kadar asam lemak bebas pada terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang
minyak goreng setelah penggorengan. Biasanya digoreng dengan menggunakan minyak yang telah
presentase kadar asam lemak bebas meningkat rusak akan mempunyai struktur dan penampakan
dengan waktu dan frekuensi penggorengan, hal ini yang kurang menarik serta citra rasa dan bau yang
digunakan sebagai indikator kualitas minyak9. kurang enak. Minyak goreng yang baik
Peningkatan persentase ini disebabkan adanya mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
pertukaran komponen air pada bahan pangan yang matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan,
digoreng dengan minyak yang dijadikan media menghasilkan produk-produk dengan tekstur dan
penggorengan. Penelitian Abdullah10 rasa yang bagus, serta menghasilkan produk
menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas keemasan pada produk12. Kecepatan hidrolisis
pada minyak goreng yang digunakan untuk dipengaruhi oleh kelembapan atau jumlah air
menggoreng tahu memiliki kenaikan kadar asam yang terdapat dalam bahan pangan, suhu
lemak bebas yang lebih tinggi dibanding asam penggorengan, kecepatan perubahan lemak, dan
lemak bebas pada minyak goreng untuk akumulasi bahan yang terbakar/hangus3.
menggoreng tempe dan pisang. Hal ini disebabkan Terjadinya kenaikan kadar asam lemak
oleh tingginya kadar air dalam tahu. Hal ini sesuai bebas juga disebabkan oleh lamanya
dengan Ketaren4, bahwa kerusakan yang terjadi penyimpanan. Selama penyimpanan, minyak dan
pada minyak goreng yang digunakan berulang lemak mengalami perubahan fisika-kimia yang
kali dalam proses penggorengan disebabkan dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun
adanya reaksi yang kompleks yang terjadi pada oksidasi. Penyimpanan yang salah dalam jangka
saat bahan pangan digoreng. Rata-rata jenis bahan waktu tertentu dapat menyebabkan pecahnya
pangan yang digoreng oleh pedagang gorengan di ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk
Jl. A.W. Sjahranie Samarinda adalah tempe, gliserol dan asam lemak bebas13.
singkong, tahu, pisang dan bakwan. Adanya

Akademi Farmasi Samarinda 27


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 25-30, 2015 Henny Nurhasnawati

Kadar Bilangan Peroksida gorengan di Jl. A.W. Sjahranie menggunakan


Penetapan kadar bilangan peroksida pada metode iodometri yang tercantum pada tabel
minyak goreng sebelum dan setelah beberapa kali berikut:
penggorengan dari masing-masing pedagang
35.72 34.54 33.16

Peroksida (mek/O2)
40
26.25 27.63 24.67 23.29

Kadar Bilangan
30 18.95
20
10
0
A B C D
Sampel Minyak Goreng Pedagang

Syarat mutu bilangan peroksida pada oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan
minyak goreng menurut SNI 7709:2012 maksimal kondisi penyimpanan4. Minyak curah terdistribusi
sebesar 10 mek O2/kg. Hasil uji terhadap bilangan tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada
peroksida sampel A, B, C, D minyak goreng minyak goreng curah lebih besar daripada minyak
sebelum penggorengan yaitu sebesar 18,95mek kemasan. Paparan oksigen, cahaya dan suhu
O2/kg ; 27,63 mek O2/kg ; 24,67 mek O2/kg ; tinggi selama penggorengan memicu terjadinya
23,29 mek O2/kg. Hasil uji bilangan peroksida oksidasi minyak. Menurut deMan15 setiap
sampel A, B, C, D minyak goreng setelah peningkatan suhu 10oC laju kecepatan oksidasi
beberapa kali penggorengan yaitu 26,25mek meningkat dua kali lipat. Kecepatan oksidasi
O2/kg ; 35,72 mek O2/kg ; 34,54 mek O2/kg ; lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan
33,16 mek O2/kg. Seiring dengan frekuensi dan berkurang pada suhu rendah4. Komposisi bahan
lamanya penggorengan, minyak akan teroksidasi pangan juga mempengaruhi kadar bilangan
membentuk senyawa peroksida, terlihat dengan peroksida, penelitian Abdullah10 menunjukkan
meningkatnya bilangan peroksida setelah peningkatan kadar bilangan peroksida pada
dilakukan penggorengan. minyak goreng bekas menggoreng tahu lebih
Hasil uji terhadap bilangan peroksida tinggi daripada kadar bilangan peroksida pada
menunjukkan bilangan peroksida tertinggi minyak goreng bekas menggoreng tempe dan
terdapat pada minyak goreng sampel B yaitu pisang. Hal ini mungkin terjadi karena tingginya
dengan kadar sebelum penggorengan sebesar kadar air dalam tahu. Rata-rata jenis bahan
27,63mek O2/kg dan setelah beberapa kali pangan yang digoreng oleh pedagang gorengan di
penggorengan sebesar 35,72 mek O2/kg. Jl. A.W. Sjahranie Samarinda adalah tempe,
Berdasarkan hasil bilangan peroksida yang singkong, tahu, pisang dan bakwan. Kerusakan
didapat menunjukkan dari empat sampel sebelum minyak dapat dipercepat dengan adanya air,
penggorengan yang diteliti, semua sampel protein, lemak, hidrokarbon, dan bahan-bahan lain
mempunyai bilangan peroksida lebih tinggi dari yang ada dalam bahan pangan yang digoreng11.
standar yang ditetapkan SNI 7709:2012. Hal ini Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
menunjukkan bahwa minyak goreng yang mengakibatkan bau tengik pada minyak dan
digunakan mempunyai mutu yang jelek. Hal ini lemak. Selain itu kenaikan bilangan peroksida
mungkin dikarenakan para pedagang penjual disebabkan oleh suhu dan pengaruh cahaya.
gorengan biasanya menggunakan minyak goreng Untuk mengurangi kerusakan minyak agar dapat
berulang-ulang kali tanpa peduli apakah warnanya bertahan dalam waktu yang lebih lama, dapat
sudah berubah menjadi coklat tua sampai hitam dilakukan dengan cara menyimpan lemak pada
atau belum. Hal tersebut dilakukan untuk suhu yang lebih rendah.
menghemat biaya produksi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat
Pengukuran angka peroksida pada oksidasi pada minyak adalah suhu, cahaya atau
dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan penyinaran, tersedianya oksigen dan adanya
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal logam-logam yang bersifat sebagai katalisator
reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang proses oksidasi. Oleh karena itu minyak harus
tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai
mengalami oksidasi14. dan bebas dari pengaruh logam dan harus
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara dilindungi dari kemungkinan serangan oksigen,
spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak cahaya serta temperatur tinggi. Keadaan
dengan udara, sedangkan kecepatan proses lingkungan yang mempengaruhi penyimpanan

28 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 25-30, 2015 Henny Nurhasnawati

minyak dan lemak, yaitu kelembapan udara Kerusakan lemak atau minyak akibat
ruangan penyimpanan, suhu (temperatur), pemanasan pada suhu tinggi (200-250) akan
ventilasi, tekanan dan masalah pengangkutan4. mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan
Perubahan-perubahan kimia lemak dan berbagai penyakit misalnya diarrhea,
minyak dapat mempengaruhi bau dan rasa suatu pengendapan lemak dalam pembuluh darah
bahan makanan, baik menguntungkan ataupun (artherosclerosis), kanker dan menurunkan nilai
tidak. Pada umumnya penguraian lemak dan cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung
minyak menghasilkan zat-zat yang tidak dapat lemak dengan bilangan peroksida tinggi akan
dimakan. Kerusakan lemak dan minyak mempercepat ketengikan, dan lemak dengan
menurunkan nilai gizi serta menyebabkan bilangan peroksida lebih besar dari 100 dapat
penyimpangan rasa dan bau lemak yang meracuni tubuh
bersangkutan. Setiap jenis kerusakan lemak dan Proses oksidasi pada minyak dapat
minyak pada pokoknya disebabkan oleh suatu berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
perubahan kimia tertentu oleh faktor-faktor lain, oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya
seperti: suhu, kadar air, kotoran, dan waktu reaksi oksidasi ini akan menyebabkan bau tengik
penyimpanan18. pada minyak dan lemak. Gejala timbulnya
Asam lemak bebas terbentuk karena proses ketengikan oleh proses oksidasi lemak pada tahap
oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan permulaan ditandai dengan timbulnya flavor,
dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam flatness atau oiliness, yang disusul dengan
lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak perubahan rasa dan aroma yang terdapat secara
akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan alamiah. Selanjutnya minyak tersebut berubah
dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. menjadi bau yang tidak disukai dengan bau apek.
Timbulnya racun dalam minyak yang dipanaskan Jika ketengikan lemak telah mencapai tahap
telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut terakhir, maka lemak biasanya berbau tengik dan
diberikan pada ternak atau diinjeksikan ke dalam terasa getir.
darah, akan timbul gejala diare, kelambatan Vitamin perangsang pertumbuhan dalam
pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol lemak mudah rusak akibat oksidasi oleh oksigen
tak sempurna pada pusat saraf dan mempersingkat udara, sedangkan vitamin yang penting dalam
umur16. proses pertumbuhan dan reproduksi akan rusak
Kerusakan minyak selama proses pada lemak-lemak yang telah menjadi tengik.
menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai Nilai gizi lemak yang teroksidasi, lebih
gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak rendah dibandingkan dengan lemak segar,
yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi sehingga dapat mengganggu kesehatan dan
akan menghasilkan bahan dengan rupa yang pencernaan atau gangguan-gangguan lainnya.
kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, Sebagai contoh ialah anjing yang diberi makanan
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak mengandung lemak teroksidasi, akan mengidap
esensial yang terdapat dalam minyak. penyakit yang disebut oxidized fat syndrome, yang
akhirnya akan mengakibatkan kematian4.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan 2. Rata-rata kadar asam lemak bebas minyak
Berdasarkan hasil penelitian penetapan goreng sebelum dan setelah penggorengan
kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida tidak melebihi standar SNI 7709: 2012 yaitu
pada minyak goreng yang digunakan oleh maksimal 0,3%. Sedangkan rata-rata kadar
pedagang gorengan di Jl. A. W. Sjahranie bilangan peroksida minyak goreng sebelum
Samarinda, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai dan setelah penggorengan melebihi standar
berikut: SNI 7709: 2012 yaitu maksimal 10 mek
1. Rata-rata kadar asam lemak bebas minyak O2/kg.
goreng sebelum penggorengan adalah 0,27 %
dan setelah penggorengan menjadi 0,30 % Saran
atau terjadi peningkatan sebesar 12,04 %. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
Sedangkan rata-rata kadar bilangan peroksida melakukan pengujian kualitas minyak goreng
minyak goreng sebelum penggorengan yang digunakan pedagang gorengan dengan lokasi
sebesar 23,64mek O2/kg dan setelah pengambilan sampel yang berbeda dan
penggorengan menjadi 32,42 mek O2/kg atau menggunakan parameter pengujian yang lain
terjadi peningkatan sebesar 37,16 %.

Akademi Farmasi Samarinda 29


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 25-30, 2015 Henny Nurhasnawati

seperti kadar air, minyak pelikan dan cemaran logam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cahanar, P dan Irwan Suhanda. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: PT. Kompas Media Utama
2. Suleeman, Evelyn dan Sulastri. 2006. Jajanan Favorit Separuh Rumah Tangga di Indonesia
Mengandung Zat Berbahaya.Social Science Research &
Consulting:Website:http://www.ihssrc.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=110
(diakses 10 Mei 2014)
3. Ayu, D.F. dan Farida, H. H. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko Kimia Minyak Goreng yang Digunakan oleh
Pedagang Makanan Jajanan di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Sagu Vol. 9 (1): 4-14
4. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press
5. Sudarmadji, S., Haryono.B., dan Suhadi.1997. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Edisi
keempat.Yogyakarta : Penerbit Liberty
6. Sudarmadji, S., Haryono.B., dan Suhardi.2007 Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.Edisi
kedua.Yogyakarta : Penerbit Liberty
7. Tim Penulis PS. 2001. Kelapa Sawit Usaha Budidaya. Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran.
Cetakan Ketiga Belas. Jakarta: Penerbit Swadaya
8. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
9. Aminah, Siti dan Joko, T.I. 2010.Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa Pada Rumah
Tangga di RT V RW III KedungmunduTembalang Semarang.Prosiding Seminar Nasional UNIMUS
Semarang:261-266
10. Abdullah.2007. Pengaruh Gorengan dan Intensitas Penggorengan Terhadap Kualitas Minyak
Goreng.Jurnal Pillar Sains Vol. 6 (2): 45-50
11. Selfiawati, Evi. Kajian Proses Degumming dan Netralisasi Pada Pemurnian Minyak Goreng
Bekas.Skripi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
12. Trubusagrisarana. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Surabaya: Perpustakaan Nasional RI
13. Sutiah, K., Sofjan, F & Budi, W.S. 2008.Studi Kualitas Minyak Goreng dengan Parameter Viskositas
dan Indeks Bias.Berkala Fisika Vol 11. (2): 53-58
14. Raharjo, 2006.Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
15. Deman, John. M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB
16. Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
17. Badan Standarisasi Nasional.SNI 7709:2012 (Standar Mutu Minyak Goreng Sawit). Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional
18. Winarno, F. G. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat.Bogor : Institut Pertanian Bogor

30 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

FORMULASI GELHAND SANITIZER DARI KITOSAN DENGAN BASIS


NATRIUM KARBOKSIMETILSELULOSA

Submitted : 8 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Supomo, Yullia Sukawaty , Fedri Baysar

Akademi Farmasi Samarinda


E-mail: fahmipomo@gmail.com1)

ABSTRACT
Chitosan has been widely used in industrial, food, pharmaceuticals and agriculture. Chitosan is a
natural biocompatible polymers means that as nature does not have the side effect, non-toxic, can not be
easily digested and broken down by microbes (biodegradable). This study aims to determine whether the
chitosan may be formulated into dosage gel hand sanitizer that meets the requirements of the physical
stability of the gel.
Chitosan is formulated with 3 varying concentrations of Na CMC basis of 3%, 4.5% and
6%. Tests conducted gel formulation is the physical stability test which includes organoleptic test,
homogeneity, pH test, test dispersive power, viscosity test and test consistency. Testing is done
every week for 4 weeks of storage.
Results of testing physical properties of chitosan gel hand sanitizer has the shape and color stable
but the resulting aroma change during storage. pH gel meet the requirements, the consistency test of phase
separation does not occur, the homogeneity test showed no homogeneous gel, gel dispersive power does not
meet the requirements, the viscosity of the gel preparation third formula does not meet the requirements of
viscosity gel.

K eywords: Citosan, Gel, Hand Sanitizer

PENDAHULUAN
Kitosan telah banyak dimanfaatkan dalam atau hand antiseptik merupakan alternatif untuk
bidang industri, pangan, farmasi dan pertanian mencuci tangan selain menggunakan air dan
dalam berbagai bentuk dan tujuan.Kitosan dalam sabun.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bidang farmasi dimanfaatkan sebagai obat luka, pengaruh penambahan Na CMC terhadap sifat
obat pelangsing tubuh, antibakteri, antitumor, fisik gel hand sanitizer darikitosan terhadap
antikolesterol, antioksidan, sebagai pengemulsi, persyaratan stabilitas fisik gel yang meliputi uji
dan dapat membentuk gel1. organoleptis, pemeriksaan homogenitas,
Pemanfaatan kitosan dalam bentuk gel hand pengukuran pH, pengukuran daya sebar,
sanitizer belum banyak dilakukan. Hand sanitizer pengukuran viskositas danpengujian konsistensi.

METODE PENELITIAN
Bahan Penelitian b. Kitosan sebanyak 1 g dilarutkan dengan 20 ml
Bahan-bahan yang digunakan adalah asam asetat 4% dan digerus hingga homogen.
kitosan, asam asetat 4%, Natrium CMC, c. Ditambahkan propilenglikol dan metil paraben
propilenglikol, metil paraben,essens lemondan air yang telah dilarutkan dalam propilenglikol
suling. panas, gerus homogen hingga membentuk
basisgel.
Prosedur Pembuatan Gel Hand Sanitizer d. Ditambahkan larutan kitosan sedikit demi
a. Na CMC dikembangkan dengan cara sedikit kedalam basis gel.
ditaburkan di atas air dalam mortir diamkan e. Ditambahkan air suling hingga gel mencapai
hingga mengembang selama 24 jam, lalu 100 ml.
digerus. f. Dan terakhir ditambahkan pengaroma.
Akademi Farmasi Samarinda 31
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

homogenitas, pengukuran pH, pengukuran


Evaluasi Sediaan Gel Hand Sanitizer daya sebar dan pengujian konsistensi.
Evaluasi sediaan gel yaitu
mengamati organoleptis, pemeriksaan
Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer

Tabel 1. Formula Sediaan Gel Hand Sanitizer


Konsentrasi Bahan dalam Formula (%) b/v
Bahan
F1 F2 F3
Kitosan 1 1 1
Na CMC 3 4,5 6
Propilenglikol 2 2 2
Metil paraben 0,02 0,02 0,02
Essens Lemon 3 gtt 3 gtt 3 gtt
Air Suling ad 100 100 100

HASIL DAN PEMBAHASAN


Formulasi Gel Hand Sanitizer komponen lain. Bahan aktif yang digunakan
Formula sediaan yang telah dibuat dapat dalam sediaan gel ini adalah kitosan yang terlarut
dilihat pada tabel 1. Bahan aktif yang digunakan dalam asam asetat 4% dengan pH 4 sehingga
dalam sediaan gel ini adalah kitosan. Kitosan basis Na CMC dapat digunakan sebagai gelling
yang merupakan polimer kationik yang bersifat agent dalam sediaan gel dengan bahan aktif
nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan kitosan karena Na CMC memiliki stabilitas yang
bersifat biokompatibel. Kitosan merupakan baik pada suasana asam maupun basa dengan
senyawa polikationik alam yang unik memiliki kisaran pH 2-10.
aktivitas antibakteri2. Berdasarkan sifat antibakteri Menurut Rowe, dkk.5 konsentrasi Na CMC
kitosan dan dari penelitian Sarjono dkk3, larutan sebagai gelling agent yaitu 3-6%.Dalam
kitosan 1% dalam menghambat pertumbuhan pembuatan gel menggunakan variasi konsentrasi
bakteri jika dibandingkan dengan antibiotik Natrium CMC sebesar 3%, 4,5%, dan 6%.
tetrasiklin 0,01% secara berturut-turut adalah Pembentukan gel Na CMC terbentuk pada
Staphylococcus aureus, Bacillus substilis, konsentrasi polimer yangrelatif rendah antara 2-
Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia 6%.Pembentukan gel Na CMC umumnya
colimaka digunakan konsentrasi 1% pada setiap diinduksioleh pembentukan heliks, kadang diikuti
formula. dengan agregasi dari heliks. Pembentukan heliks
Sediaan gel bila digunakan memiliki efek melibatkan transisi dari bentuk koil menjadi
pendinginan pada kulit, penampilan sediaan yang struktur heliks, selanjutnya menjadi heliks ganda
jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah (heliks agregat). Heliks yang terbentuk dari Na
kering meninggalkan film tembus pandang, CMC dapat mencair kembali pada peningkatan
elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat suhu. Hal ini terjadi karena peningkatan entropi
pori sehingga pori tidak terganggu, mudah dicuci pada sistem dengan adanya peningkatan
dengan air, pelepasan obat baik dan kemampuan temperatur. Gel Na CMC bersifat temperature-
penyebaran pada kulit baik. reversible, seringkali terjadi bila gel yang mencair
Sediaan gel pada umumnya memiliki pada pemanasan dan pembentukan gel pada
komposisiterdiri dari komponen bahan yang dapat pendinginan. Bila terbentuk heliks ganda maka
mengembang dengan adanya air, humektan dan akanterbentuk struktur tiga dimensi yang
pengawet, adakalanyadiperlukan pula bahan yang menyerap air dalam jumlah besar sehingga
dapat meningkatkan penetrasi bahan berkhasiat4. kandungan air dalam medium menjadi semakin
Bahan tambahan yang lain adalah Na CMC, sedikit mengakibatkan terbentuknya massa yang
propilenglikol, nipagin, essens lemon dan semipadat (gel)4.
aquades. Molekul NaCMC sebagian besar meluas
NaCMC merupakan gelling agent turunan atau memanjang padakonsentrasi rendah tetapi
selulosa yang digunakan dalam formulasi gel pada konsentrasi yang lebih tinggi molekulnya
hand sanitizer dari kitosan. Gelling agent untuk bertindih dan menggulung, pada konsentrasi yang
kebutuhan farmasi dan sediaan kosmetik harus lebih tinggi akan membentuk benang kusut
bersifat inert, aman dan tidak reaktif dengan menjadi gel yang termoreversibel. Meningkatnya

32 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

kekuatan ionik dan menurunnya pH dapat Pemilihan propilenglikol sebagai humektan


menurunkan viskositas Na CMC akibat karena lebih baik dibandingkan dengan gliserin
polimernya yang bergulung6. yang biasanya juga digunakan sebagai humektan.
Medium pendispersi yang digunakan dalam Propilenglikol mempunyai penetrasi yang lebih
sediaan ini adalah air suling. Kandungan air baik terhadap stratumkorneum. Hal tersebut
sulingyang cukup besar dapat digunakan sebagai mungkin karena propilenglikol lebih larut dalam
media pertumbuhan mikroba maka diperlukan lemak dibandingkan dengan gliserin.
pengawet untuk menghambat pertumbuhan Propilenglikol lebih murah dibandingkan gliserin
mikroba.Metil paraben dari golongan paraben dan lebih sedikit mengakibatkan iritasi7.
mempunyaikemampuan sebagai antimikroba Konsentrasi propilenglikol yang digunakan adalah
spektrum luas meskipun lebih efektifterhadap sebesar 2% sebagai humektan. Loden8
jamur dan kapang, aman digunakan (relatif tidak menyatakan bahwa konsentrasi propilenglikol di
mengiritasi dan tidak beracun) dan stabil pada pH atas 10% dapat menimbulkan reaksi iritasi kulit
yang terdapat dalamkosmetik7. Metil paraben sedangkan di bawah 2% menimbulkan dermatitis.
memiliki pH optimum pada 4-86. Sediaan gel Propilenglikol memiliki stabilitas yang baik pada
yang dihasilkan memiliki pH 5yang mampu pH 3-6. . Propilenglikol dapat digunakan sebagai
membuat metil paraben bekerja optimum sebagai humektan dalam sediaan gel hand sanitizer dari
pengawet. kitosan.
Bahan tambahan lain yaitu propilenglikol.
Propilenglikol digunakan sebagai humektan yang Evaluasi Sediaan Gel
akan mempertahankan kandungan air dalam Evaluasi sediaan gel dilakukan untuk
sediaan sifat fisik dan stabilitas sediaan dalam mengetahui gel yang dibuat stabil dan memenuhi
penyimpanan dapat dipertahankan.Humektan persyaratan berdasarkan pustaka.Pengamatan
adalah agen yang mengontrol perubahan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu
kelembaban antara produk dengan udara pada penyimpanan.
kulit. Pelembab biasanya mengandung substansi
dengan bobot molekul rendah dengan sifat Pengamatan Organoleptis
penarik air yang disebut humektan. Substansi- Pada pengamatan organoleptis sediaan gel
substansi ini berpenetrasi pada kulit dan diamati bentuk, warna dan aroma.
meningkatkan derajat hidrasi stratum corneum7.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Organoleptis


Hasil Pengamatan
Formula
Bentuk Warna Aroma
F1 Semi solid agak kental Putih keruh Essens Lemon
F2 Semi solid kental Putih keruh Essens Lemon
F3 Semi solid sangat kental Putih keruh Essens Lemon

Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Berdasarkan tabel 2, sediaan gel yang F2 memiliki bentuk semi solid kental, dan formula
dihasilkan dengan variasi basis gel Na CMC F3 memiliki bentuk semi solid sangat kental.
cukup baik. Gel hand sanitizer yang dibuat Hasil pengamatanwarna gel kitosan dari
tidakmenampakkan perubahan bentuk, warna dan ketiga formula, mulai dari hari ke-0
aroma pada awal pembuatan. menampakkan warna putih keruh dan aroma
Setiap formula memiliki bentuk yang essens lemon yang bercampur dengan asam asetat.
berbeda-beda, hal ini dikarenakan terdapat Warna putih keruh pada gel dikarenakan kitosan
perbedaan konsentrasi gelling agent yang yang digunakan sebanyak 1%, semakin tinggi
digunakan. Semakin besar konsentrasi gelling konsentrasi kitosan maka semakin keruh pula
agent yang digunakan maka semakin kental pula warna gel. Pada hari ke-3, aromakhas asam asetat
sediaan yang dihasilkan. Pada formula F1 dari ketiga formula mulai berkurang danaroma
memiliki bentuk semi solid agak kental, formula essens lemon mulai mendominasi. Hal ini
dikarenakan asam asetat yang digunakan untuk

Akademi Farmasi Samarinda 33


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

melarutkan kitosan menguap selama Pengamatan homogenitas dilakukan dengan


penyimpanan. mengoleskan sediaan gel pada sekeping kaca. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas
Pengamatan Homogenitas bahan aktif dan bahan tambahan lainnya dalam
sediaan.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Homogenitas


Formula Homogenitas
F1 Tidak homogen, menunjukkan adanya gumpalan kecil
F2 Tidak homogen, menunjukkan adanya gumpalan sedang
F3 Tidak homogen, menunjukkan adanya gumpalan besar

Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Dari pengamatan homogenitas yang dapat kitosan yang digunakan sebanyak 1%


dilihat pada tabel 3, setiap formula tidak meningkatkan viskositas sediaan gel dan
menunjukkan butiran kasar, namun terlihat membentuk gumpalan yang sulit untuk
gumpalan Na CMC yang didalamnya terdapat dihilangkan ketika dioleskan pada sekeping kaca.
larutan kitosan berwarna putih keruh. Semakin Gumpalan gel diakibatkan karena Na CMC
tinggi konsentrasi Na CMC yang digunakan maka dengan kitosan inkompatibilitas, Na CMC bersifat
semakin besar pula gumpalan yang dihasilkan, hal anionik6 sedangkan kitosan bersifat kationik9.
ini dapat dilihat pada formula F1 yang memiliki
gumpalan kecil, formula F2 yang memiliki Pengukuran pH
gumpalan lebih besar dari F1 dan F3 yang memiliki Pengukuran pH sediaan gel kitosan
gumpalan lebih besar dari formula F1 dan F2. Gel menggunakan pH indikator universal. Hasil
tidak homogen disebabkan karena konsentrasi pengukuran pH dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengukuran pH


pH Gel Sebelum pH Gel Sesudah
Formula
Penyimpanan Penyimpanan
Pengukuran
pH F1 5 5
F2 5 5
F3 5 5

Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Pengujian pH dilakukan untuk mengukur dengan menggunakanindikator pH,


pH (derajat keasaman) sediaan dan untuk dimanatingkat akurasi dan perubahan yang terjadi
mengetahui apakah sediaan sudah memenuhi pada sediaan tidak dapat terlihat dengan baik.
syarat pH yang sesuai dengan kondisi pH kulit
yaitu 4-8 10. Pada pengamatan pH yang dilakukan Pengukuran Daya Sebar
setiap minggu selama 4 minggu menghasilkan gel
yang memiliki pH 5 yang tidak mengalami Pengukuran daya sebar dilakukan untuk
perubahan selama penyimpanan dapat dilihat pada mengetahui penyebaran gel pada saat digunakan.
tabel 5. Sediaan yang dihasilkan bersifat asam, pH Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 5 dan
yang bersifat terlalu asam dapat menyebabkan gambar 10.
iritasi sedangkan pH yang terlalu basa
menyebabkan kulit bersisik. Pengujian dilakukan
34 Akademi Farmasi Samarinda
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

Tabel 5. Hasil Pengukuran Daya Sebar


Daya Sebar (cm) SD
Waktu Penyimpanan
(Minggu) F1 F2 F3
0 3,77 0,007 3,21 0,09 2,52 0,15
1 3,30 0,20 2,80 0,19 2,07 0,02
2 3,02 0,26 2,40 0,07 2,02 0,04
3 2,89 0,22 2,06 0,06 2,10 0,04
4 2,68 0,11 2,52 0,06 1,86 0,14
Rata-rata SD 3,13 0,42 2,59 0,43 2,11 0,24

Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Parameter daya sebar gel yang baik yaitu 5- Daya sebar gel dari kitosan tidak memenuhi
7 cm 11 sedangkan daya sebar gel pada ketiga persyaratan disebabkan oleh berbagai macam
formula berkisar antara 1,86-3,77 cm yang faktor seperti viskositas dan karakteristik basis gel
menunjukkan bahwa ketiga formula tidak yang digunakan.Sediaan yang memiliki viskositas
memenuhi persyaratan.Lama penyimpanan rendah (lebih encer) menghasilkan diameter
mempengaruhi daya sebar gel, semakin lama penyebaran yang lebih besar karena lebih mudah
penyimpanan maka daya sebar gel semakin kecil, mengalir. Gel dari kitosan memiliki konsistensi
daya sebar gel yang kecil dikarenakan kandungan yang kental sehingga lebih sulit mengalir. Pada
air dalam sediaangel menguap sehingga sediaan dispersi polimer turunan selulosa, molekul
menjadi semakin keras. polimer masuk ke dalam rongga (cavities) yang
Daya sebar gel yang kecil juga disebabkan dibentuk oleh molekul air menyebabkan
karena adanya peningkatan konsentrasi gelling terjadinya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil
agent yaitu Na CMC pada formula F1, F2, dan F3. (-OH) dari polimer dengan molekul air. Ikatan
Salah satu faktor yang mempengaruhi daya sebar hidrogen ini yang berperan dalam hidrasi pada
gel adalah jumlah dan kekuatan matriks gel. proses swelling dari suatu polimer. Struktur
Semakin banyak dan kuat matriks gel maka daya monomer Na CMC memiliki gugus hidroksil yang
sebar gel akan berkurang. Dalam sistem gel yang banyak sehingga memiliki ikatan hidrogen yang
bertanggung jawab terhadap terbentuknya matriks banyak pula dan menyebabkan gel Na CMC
gel adalah gelling agent. Dengan demikian menjadi lebih kental. Na CMCmemiliki gaya
konsentrasi gelling agentakan menambah dan kohesi yang besar karena interaksi antar molekul
memperkuat matriks gel12. Oleh karena itu faktor sejenis lebih besar. Gaya kohesi antar molekul
dominan yang menentukan respon daya sebar basis gel yang besar menyebabkan sediaan
adalah Na CMC. cenderung mengumpul dan sulit menyebar13
Hasil Pengukuran Daya Sebar
Gel
Daya Sebar Gel (cm)

Waktu Penyimpanan (Minggu)

F1 F2

Gambar 1. Grafik Daya Sebar Gel


Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Akademi Farmasi Samarinda 35


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

Pengukuran Viskositas bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan


Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan suatu zat. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka
dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi semakin tinggi tingkat kekentalan zat tersebut14.
viskositas maka makin besar tahanannya Hasil pengukuran viskositas dapat dilihat pada
begitupun sebaliknya. Pengujian viskositas tabel 6 dan gambar 11.

Tabel 6. Hasil Pengukuran Viskositas

Waktu Penyimpanan Viskositas (cP)


(Minggu)
F1 F2 F3
0 25.033 47.516 -
1 27.599 57.483 -
2 40.633 93.216 -
3 33.566 117.616 -
4 39.216 96.166 -
Rata-Rata 33.209 82.399 -

Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Pengukuran viskositas sediaan gel yang sediaan gel yang baik yaitu 2.000-4.000 cP 11.
telah diformulasi menggunakan Portable Rotary Dari data yang diperoleh diatas bahwa viskositas
Viscometer Model : VP1020dengan spindel yang sediaan gel tidak memenuhi persyaratan gel yang
cocok yaitu spindel no. R7 dan kecepatan 20 rpm, baik.
dari hasil pengamatan dan pengukuran viskositas Viskositas gel dipengaruhi oleh konsentrasi
sebelum penyimpanan memiliki nilai yang dari gelling agent. Peningkatan jumlah gelling
berbeda-beda dapat dilihat pada tabel 6. Pada agent dapat memperkuat matriks gel sehingga
minggu ke-0 ketiga formula yaitu formula F1 menyebabkan kenaikan viskositas12. Dalam
memiliki viskositas 25.033 cP, formula F2 formula F1, F2 dan F3 memiliki viskositas yang
memiliki viskositas 47.516 cP dan formula F3 berbeda, semakin tinggi konsentrasi Na CMC
memiliki viskositas terlalu kental sehingga tidak yang digunakan maka semakin besar pula
terbaca pada spindel R7 yang memiliki range viskositas yang diperoleh. Dalam formula sediaan
untuk membaca viskositas hingga gel, Na CMC dominan dalam menentukan respon
200.000cP.Setelah 4 minggu penyimpanan rata- viskositas gel. Nilai pH juga mempengaruhi
rata viskositas gel pada formula F1 adalah 33.209, besarnya viskositas yang dihasilkan, viskositas
formula F2 sebesar 82.399 cP sedangkan pada maksimum Na CMC yaitu pada pH 7-9 5 pH
formula F3 selama 4 minggu penyimpanan masih sediaan yang dihasilkan 5 dan tidak berada pada
tidak terbaca nilai viskositasnya.Nilai viskositas rentang pH maksimum Na CMC.

Hasil Pengukuran Viskositas


Vikositas (cP)

Gel

Waktu Penyimpanan (Minggu)


F1 F2

Gambar 2. Grafik Viskositas Gel


Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%
36 Akademi Farmasi Samarinda
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 31-37, 2015 Supomo

Pengujian Konsistensi
Pengujian gel dengan uji mekanik bertujuan untuk mengetahui kestabilan gel setelah pengocokan yang
sangat kuat.

Tabel 7. Hasil Pengujian Konsistensi


Formula Konsistensi
F1 Tidak terjadi pemisahan fase
F2 Tidak terjadi pemisahan fase
F3 Tidak terjadi pemisahan fase

Keterangan :
F1 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 3%
F2 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 4,5%
F3 : Formula dengan konsentrasi basis Na CMC 6%

Pengujian konsistensi dilakukan gel yang telah disentrifugasi setiap minggu selama
menggunakan centrifugal test yaitu sampel gel 4 minggu penyimpanan tidak terjadi pemisahan
disentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 fase sehingga sediaan gel yang dihasilkan tetap
jam kemudian diamati perubahan fisiknya, hasil stabil dan tidak terpengaruh gaya gravitasi.
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 7. Sediaan

DAFTAR PUSTAKA
1. Toharisman, A. 2007. Peluang Pemanfaatan Enzim Kitinase Di Industri Gula. Pusat Penelitian
Perkebunan Gula.
2. Liu, N., Chen, X.G., Park, H.J., Liu, C.G., Liu, C.S., Meng, X.H., and Yu, L.J., 2006, Effect of MW and
Concentration of Chitosan on Antibacterial Activity of Escherichia Coli, Carbohydr. Polym.
3. Sarjono, P.R., Mulyani, N.S., dan Wulandari, N. 2008. Uji Antibakteri Kitosan Dari Kulit Udang Windu
(Panaeus monodon) Dengan Metode Difusi Cakram Kertas. Proceeding Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia. UNS-UNDIP-UNNES.
4. Anwar,E.2012.Eksipien dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat.
5. Rowe, R.C., Sheskey, P. J., Owen, S. C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Exipiens 5th
Edition. London: American Pharmaceutical Association.
6. Deviwings. 2008. CMC. http://www.deviwings.blogspot.com/2008 /03/cmc.html. Diakses pada 20 Mei
2014.
7. Fisher, A. And Joseph, F. 2008. Contact Dermatitis Sixth Edition. Ontario: BC Dekker.
8. Loden, M. 2009. Hydrating Substances. In Handbook of Cosmetics Science and Technology. 3rd
Edition. New York : Informa Healtcare USA.
9. Rahayu L.H. dan Purnavita (2007). Optimasi Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Rajungan
(Portunus pelagicus) Untuk adsorben ion logam merkuri. Reaktor, 11 (1), 45-49.
10. Aulton, M. 1988. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. London: Curcill Livingstone,
Edirberd.
11. Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, and A. K. Sigla. 2002. Spreading on Semisolid Formulation : An
Update. Pharmaceutical Tecnology.
12. Zatz, J, L., and Kushla, G. P. 1996. Gels In H. A. Lieberman, M. M. Rieger & G.S. Banker (Ed.).
Pharmaceutical dosage forms: Disperse system.(2nd ed.) Vol. 2. New York: Marcel Dekker.
13. Erawati, T., Rosita, N., Hendroprasetyo, W., Juwita, W. 2005.Pengaruh Jenis Basis Gel dan Penambahan
NaCl (0.5% b/b) terhadap Intensitas Echo Gelombang Ultrasonik Sediaan Gel Untuk Pemeriksaan USG
(AcousticCoupling Agent).Majalah Farmasi Airlangga 5 (2).
14. Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik: Dasar-dasar Farmasi Fisik dalam
Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga. Penerjemah : Yoshita. Jakarta: UI-Press.

Akademi Farmasi Samarinda 37


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 38-41, 2015 Ratno Adrianto

HUBUNGAN KERJASAMA DAN IMBALAN DENGAN KINERJA


PEMEGANG PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT
DI KOTA BALIKPAPAN

Submitted : 8 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Ratno Adrianto

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman


E-mail : ratno52@yahoo.com

ABSTRACT
Various activities have been implemented in the prevention and control of disease in the city of
Balikpapan, but based on the Health Profile 2012 field program is known that the achievement of disease
control and environmental sanitation is still not maximal. This corresponds to an increase in cases of
environment-linked diseases such as DBD, tuberculosis, diarrhea, ISPA and pneumonia each year. The
quality of program performance officer holder is a factor that affects the extent of success in achieving the
health programs that have been established.
The purpose of this study was to determine the relationship between co-operation, in return,
infrastructure and support superior to the performance of holders of Disease Prevention program in the city
of Balikpapan. This type of research is analytic survey with cross sectional approach. The population in this
study were all employees of the holder of health programs in 27 health centers with a total sampling
Balikpapan 54 people. The method used is the analysis of univariate and bivariate.
The results showed no significant relationship between co-operation with the performance of the
holder of the eradication program ( value 0.002), and between rewards to the performance of the holder of
the eradication program ( value 0.027).
Suggestions to increase cooperation and support employers through training soft skills and
personality, as well as leadership training management organizations, as well as considering pemberiaan
remuneration policy. Thus achieving the health program can be run according to plan.

K eywords: Cooperation, Benefits, Performance

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk adalah masalah utama dalam pelaksanaan
mencapai visi Indonesia sehat 2015, dimana masa pemberantasan penyakit Tuberculosis,
depan yang ingin dicapai melalui pembangunan Pneumonia, dan Diare1.
kesehatan adalah masyarakat yang hidup dalam Pencapaian penanggulangan penyakit kusta
lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, di kota Balikpapan mengalami flukuasi hal ini
memiliki kemampuan untuk menjangkau karena terjadi peningkatan jumlah penderita kusta
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan selama tiga tahun terakhir yaitu sebanyak 23 dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang 34 penderita pada tahun 2009 dan 2010 dan
setinggi-tingginya di seluruh republik Indonesia. bertambah menjadi 38 penderita pada tahun 2012
Proporsi penemuan ISPA dan Pneumonia dan dilihat dari tingkat Kelurahan ada 10
pun terus mengalami peningkatan jumlah Kelurahan di Kota Balikpapan yang High
penderita dan kasus, penderita ISPA tahun 2011 Endemis (> 1/10.000 penduduk). Cakupan
sebanyak 61.950 meningkat menjadi 82.148 tahun Imunisasi dasar kota Balikpapan semua antigan
2012, begitu pun penemuan kasus baru sudah mencapai target, Sedangkan drop out bayi
pneumonia pada balita tahun 2012 mengalami masih dibawah target nasional yaitu < 5 %.
peningkatan yang signifikan yaitu dari 37,4% Sementara untuk jumlah pengidap HIV/AIDS di
menjadi 50,17% dan masih dibawah target kota Balikpapan dari tahun 2010 sebanyak 91
nasional yaitu (70%). Penemuan kasus atau Case ODHA, tahun 2011 menurun menjadi 90
Detection Rate (CDR) yang rendah penderita, kemudian tahun 2012 kembali

38 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 38-41, 2015 Ratno Adrianto

mengalami kenaikan sebanyak 117 penderita dan imbalan terhadap kinerja pemegang program
terus terjadi peningkatan kasus hingga tahun 2013 Penanggulangan Penyakit di Kota Balikpapan.
mengalami kenaikan lebih dari 100 persen yaitu Jenis penelitian yang digunakan adalah survey
dari 117 menjadi lebih 300 penderita1. analitik dengan pendekatan Cross Sectional.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pegawai pemegang program kesehatan di 27
mengenai hubungan kerjasama dan imbalan Puskesmas Kota Balikpapan dengan total
dengan kinerja pemegang program sampling sebanyak 54 orang. Metode yang
penanggulangan penyakit di kota Balikpapan digunakan adalah analisis univariat dan bivariat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara kerja sama dan

METODE PENELITIAN
Jenis atau metode penelitian yang ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau
digunakan adalah survey analitik dengan menggambarkan mengenai bagaimana kinerja
pendekatan belah lintang (Cross Sectional) yaitu pemegang program penanggulangan penyakit
pengamatan variabel yang diukur (baik variabel dengan melihat keterkaitan atau hubungan antara
bebas dan terikat) dilakukan dalam waktu yang variabel-variabel yang diteliti.
bersamaan dan satu kali pengamatan. Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hubungan Kerjasama dengan Kinerja dapat mempengaruhi kinerja. Dalam hal ini untuk
Pemegang Program Penanggulangan Penyakit mengetahui gambaran hubungan antara
Tingkat Puskesmas di Kota Balikpapan kerjasama dengan kinerja pemegang program
Hubungan kerjasama dengan kinerja pemegang penanggulangan penyakit dengan uji korelasi
program penanggulangan penyakit merupakan Rank Spearman, maka diperoleh hasil seperti pada
tingkat kerjasama yang dimiliki responden yang tabel di bawah ini:

Tabel 1. Hubungan Kerjasama dengan Kinerja


Correlations
Kinerja Kerjasama
Spearman's rho Kinerja Correlation Coefficient 1.000 .404**
Sig. (2-tailed) . .002
N 54 54
**
Kerjasama Correlation Coefficient .404 1.000
Sig. (2-tailed) .002 .
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil analisa dengan menggunakan uji responden pemegang program sebanyak 30 orang
korelasi Rank Spearman didapatkan nilai value (44,4%) memiliki Kerja sama yang baik dan 24
adalah 0,002 lebih kecil dari alfa ( < 0,05). orang (55,6%) memiliki Kerja sama yang kurang
Karena nilai tersebut lebih kecil dari nilai = baik. Sehingga dalam hal ini terdapat masalah
0,05, maka Ho ditolak. Artinya ada korelasi atau terkait kerja sama yang kurang baik yang masih
hubungan antara kerja sama dengan Kinerja dimiliki 24 orang responden.
Pemegang Program penanggulangan penyakit Hal tersebut diatas tentunya secara tidak
tingkat Puskesmas di Kota Balikpapan. langsung dapat mempengaruhi efektivitas kinerja
Berdasarkan penelitian yang telah dalam keberhasilan pencapaian program
dilakukan di 27 Puskesmas Kota Balikpapan penanggulangan penyakit dan penyehatan
diketahui bahwa tingkat kerja sama dari 54 lingkungan karena masih terdapat pemegang

Akademi Farmasi Samarinda 39


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 38-41, 2015 Ratno Adrianto

program yang memiliki kerja sama yang kurang baik pada imbalan dan sarana prasarana.
hanya kurang baik, sementara pentingnya kerja Sedangkan pada responden yang memiliki kerja
sama yang harus dimiliki oleh responden sebagai sama kurang baik tetapi memiliki kinerja baik ada
pemegang program kesehatan. Hal ini relevan 9 orang (37,5%) ini karena responden menilai
dengan teori kerja sama 2 dorongan atau baik terhadap variabel dukungan atasan.
kemampuan untuk menjadi bagian dari suatu Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa
kelompok dalam melaksanakan suatu tugas, tingkat kerja sama berpengaruh terhadap kinerja
meliputi: Meminta ide dan pendapat dalam pemegang program Bidang Penanggulangan
mengambil keputusan atau, merencanakan Penyakit. Sehingga dapat diketahui bahwa
sesuatu, menjaga orang lain tetap memiliki semakin baik kerja sama yang dimiliki oleh
informasi dan hal-hal baru tentang proses dalam pemegang program maka akan semakin baik pula
kelompok, serta mendorong orang lain dan kinerja yang dimiliki begitupun sebaliknya.
membuat mereka merasa penting. Dimana kerja Hubungan Imbalan dengan Kinerja Pemegang
sama harus didasarkan atas hak, kewajiban dan Program penanggulangan penyakit Tingkat
tanggungjawab masing-masing orang untuk Puskesmas di Kota Balikpapan
mencapai tujuan3. Hubungan imbalan dengan kinerja
Jika variabel independen dan variabel pemegang program Bidang Penanggulangan
dependen dihubungkan, yaitu antara pertanyaan Penyakit merupakan presepsi responden tentang
kerja sama dengan kinerja pemegang program imbalan yang dapat mempengaruhi kinerja. Dalam
Bidang Penanggulangan Penyakit, maka diketahui hal ini untuk mengetahui gambaran hubungan
bahwa responden yang memiliki kerja sama baik antara imbalan dengan kinerja pemegang
dan memiliki kinerja yang baik yaitu sebanyak 21 program Bidang Penanggulangan Penyakit dengan
orang (70%), dan yang memiliki kerja sama baik uji korelasi Rank Spearman, maka diperoleh hasil
tetapi kinerja kurang baik yaitu 9 orang (30%) hal seperti pada tabel di bawah ini:
ini karena responden menilai kurang puas dan

Tabel 2. Hubungan Imbalan dengan Kinerja


Correlations
Kinerja Imbalan
Spearman's rho Kinerja Correlation 1.000 .301*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .027
N 54 54
*
Imbalan Correlation .301 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .027 .
N 54 54
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil analisa dengan menggunakan uji 54 responden pemegang program adalah 28 orang
korelasi Rank Spearman didapatkan nilai value menjawab puas terhadap imbalan, dan sebanyak
adalah 0,027 lebih kecil dari alfa ( < 0,05). 26 orang (53,7%) memiliki jawaban kurang puas
Karena nilai tersebut lebih kecil dari nilai = terhadap imbalan yang diperoleh. Sehingga dalam
0,05, maka Ho ditolak. Artinya ada korelasi atau hal ini terdapat masalah terkait presepsi terhadap
hubungan antara imbalan dengan Kinerja imbalan yang masih kurang memuaskan bagi 26
Pemegang Program Bidang Penggulangan responden, dimana pegawai mengatakan bahwa
Penyakit tingkat Puskesmas di Kota Balikpapan. tunjangan, insentif dan upah kerja lapangan yang
Selain gaji pokok pemegang program diperoleh masih tidak sesuai dengan banyaknya
Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan tanggung jawab pekerjaan yang di emban, hal ini
Lingkungan tingkat Puskesmas kota Balikpapan tentunya secara tidak langsung dapat
juga mendapatkan imbalan berupa tunjangan, mempengaruhi kinerja responden dalam
insentif, dan upah kerja lapangan atau transport. keberhasilan pencapaian program penanggulangan
Berdasarkan penelitian yang telah penyakit dan penyehatan lingkungan karena masih
dilakukan diketahui bahwa presepsi imbalan dari terdapat pemegang program yang merasa tidak

40 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 38-41, 2015 Ratno Adrianto

puas terhadap imbalan atau kompensasi yang kurang baik yaitu ada 8 orang (28,6%) ini karena
mereka peroleh. responden menilai kurang baik pada variabel kerja
Jika variabel independen dan variabel sama dan dukungan atasan. Hal ini menunjukkan
dependen dihubungkan, yaitu antara pertanyaan bahwa presepsi imbalan berpengaruh terhadap
imbalan dengan kinerja pemegang program kinerja pemegang program Bidang
Bidang Penanggulangan Penyakit, maka diketahui Penanggulangan Penyakit.
bahwa responden yang memiliki presepsi imbalan Sehingga dapat diketahui bahwa semakin
kurang puas tetapi memiliki kinerja yang baik ada puas presepsi pemegang program terhadap
10 orang (38,5%) ini karena responden memiliki imbalan maka akan memiliki kinerja yang
penilaian baik pada variabel kerja sama dan sarana semakin baik pula, sedangkan yang kurang puas
prasarana, sedangkan responden yang memiliki terhadap imbalan memiliki kinerja yang kurang
presepsi imbalan puas tetapi memiliki kinerja baik bahkan tidak baik.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan atasan melalui kegiatan pelatihan personality
Berdasarkan uraian diatas maka dapat soft skill, coffee morning serta family
disimpulkan: gathering yang lebih rutin dengan harapan
1. Hasil uji dengan menggunakan Rank dapat meningkatkan komunikasi yang lebih
Spearman di peroleh nilai value adalah baik diantara para pemegang program
0,002 ( < 0,05) lebih kecil dari alfa ( = kesehatan.
0,05), maka Ho di tolak yang berarti ada 2. Perlunya mempertimbangkan kebijakan
hubungan antara kerja sama dengan kinerja kenaikan pemberian imbalan atau kompensasi
Pemegang Program Bidang Penanggulangan sebagai bentuk penghargaan kepada setiap
Penyakit Tingkat Puskesmas di Kota pemegang program baik Penanggulangan
Balikpapan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan maupun
2. Hasil uji dengan menggunakan Rank pemegang program kesehatan lainnya sesuai
Spearman di peroleh nilai value adalah dengan kinerja, tupoksi maupun standar kerja
0,027 ( < 0,05) lebih kecil dari alfa ( = yang telah diberikan dan menjadi
0,05), maka Ho di tolak yang berarti ada tanggungjawab dalam pencapaian program
hubungan antara imbalan dengan kinerja kesehatan.
Pemegang Program Bidang Penanggulangan 3. Perlunya meningkatkan dukungan atasan yang
Penyakit Tingkat Puskesmas di Kota lebih baik dari setiap pimpinan di instansi
Balikpapan. Puskesmas dengan kegiatan pelatihan
Manajemen Leadership Organisasi dan coffee
Saran morning yang lebih rutin untuk
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan mengintensifkan komunikasi antara bawahan
hasil penelitian sebagai berikut : dan atasan guna meningkatkan efektivitas
1. Perlunya meningkatkan kerja sama antar kinerja para pemegang program kesehatan.
pemegang program kesehatan maupun dengan

DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Kota Balikpapan. Profil Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Tahun 2012.
Balikpapan
2. Dharma, Surya. 2005. Manajemen Kinerja. Jakarta: Pustaka Pelajar
3. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT. Refika Aditam

Akademi Farmasi Samarinda 41


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 42-46, 2015 Ambali Azwar Siregar

EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum)


MENURUNKAN KADAR GULA DARAH MENCIT DIABETES

Submitted : 8 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Ambali Azwar Siregar 1,2, Urip Harahap 2, Mardianto 3


1
Departemen Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indah, Medan
2
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan
3
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
E-mail : siregarambali@gmail.com

ABSTRACT
Diabetes mellitus is one of desease that have a large population and trend to increase. sulfonylurea
and biguanide are almost used treatment but have unexpected side effects. The research still necessary to
seek alternative medicine, such as Piper crocatum.
This study aimed to determine the effect of ethanol extract of red betel leaves on blood sugar levels
and body weight of mice (Mus musculus L.) diabetes. This riset was started to produce simplicia and drilled
become powders, continued extract with 70% ethanol. The extract was evaporated with rotary evaporator
until obtaine crude extract. And then screen it that determine phytochemical. To continued test on tolerance
of level of glucose then mice diabetes induced aloxan.
In summary, extract of red betle ethanolic has contained alkaloid, quercetin flavonoid, steroid and
fenolic compounds and decreased level of glucose in blood mice diabetes. Besides, it can reduce lose of
weight symptom.
K eywords : Piper crocatum, mice diabetes, aloxan, lose of weight

PENDAHULUAN
Diabetes melitus diperkirakan diderita Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
hampir 150 juta di dunia pada tahun 2000 dan tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi
terus meningkat seiring dengan waktu dan penyakit diabetes sekitar 5,7% dan cenderung
sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di mengalami peningkatan seiring waktu (Depkes
negara-negara yang sedang berkembang. RI, 2008). Pada tahun 2030, Indonesia
Diabetes mellitus (DM) merupakan diperkirakan memiliki penderita DM sebanyak
penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar 21,3 juta jiwa dan menduduki peringkat keempat
gula darah akibat kekurangan sekresi insulin baik setelah Amerika Serikat, Cina dan India 3. Hal ini
absolut maupun relatif disertai dengan gangguan menjadi tantangan bagi peneliti dan tenaga
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. kesehatan untuk menekan laju prevalensi penyakit
Keadaan tersebut lazim terjadi pada penderita diabetes tersebut.
diabetes sehingga bisa menyebabkan kerusakan Pengobatan penyakit diabetes
serius pada sistem tubuh 1. menggunakan obat per oral golongan sulfonilurea
Di Amerika Serikat terdapat 25,8 juta atau dan biguanida masih menjadi pilihan utama saat
8,3% dari populasi yang menderita baik anak- ini, namun memiliki efek samping yang tidak
anak maupun orang dewasa dengan 18,8 juta jiwa diharapkan. Dewasa ini sebagian masyarakat
terdiagnosa dan 7,0 juta jiwa tidak terdiagnosa . masih menggunakan obat tradisional, baik dalam
Di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,5 bentuk sederhana yang diambil langsung dari
sampai 2,5% kecuali di Manado sekitar 6% dari alam maupun sediaan atau bungkusan yang sudah
jumlah penduduk sebanyak 200 juta jiwa, berarti melewati proses produksi pada perusahaan atau
lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia industri jamu 4.
menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, Suatu tumbuhan obat memberikan
jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai manfaat secara ilmiah, terkait dengan penggunaan
5 juta jiwa dan diperkirakan akan mencapai 12 secara tradisional, maka peneliti merasa perlu
juta jiwa 2. untuk menyelidikinya secara eksperimental

42 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 42-46, 2015 Ambali Azwar Siregar

sehingga diperoleh data yang meyakinkan secara menggunakannya untuk mengobati DM,
ilmiah, sehingga penggunaan tanaman tersebut hipertensi, leukemia, keputihan, dan kanker
sebagai obat dapat dijamin kebenarannya. payudara 6. Air rebusan daun sirih merah
Mekanisme kerjanya yang tidak diketahui secara menunjukkan dosis 20 g/kg BB merupakan dosis
pasti dapat diteliti selanjutnya, namun dapat yang aman untuk dikonsumsi 7.
diperkirakan bahwa efeknya dalam menurunkan Berdasarkan uraian di atas peneliti
kadar gula darah sama seperti obat-obat tertarik untuk menguji lebih lanjut efek ekstrak
hipoglikemia oral 5. etanol sirih merah (Piper crocatum) sebagai
Salah satu tanaman yang sering digunakan penurun kadar gula darah dengan pembanding
pasien DM sebagai obat yaitu sirih merah (Piper metformin serta gambaran histologi pankreas
crocatum). Daun sirih merah digunakan secara terhadap mencit percobaan.
tradisional bahkan keluarga kraton Jogjakarta

BAHAN DAN METODE


Bahan-bahan yang digunakan Ekstrak sirih merah dibuat suspensi dengan
Bahan yang digunakan dalam penelitian menggunakan karboksil metil selulosa natrium
adalah daun sirih merah yang diperoleh dari hasil (CMC-Na) konsentrasi 0,5% dengan variasi dosis
kultivasi di daerah Medan Johor, Medan; Etanol 50, 100, dan 200 mg/kg BB serta metformin
96%; Tablet metformin (PT Kimia Farma); CMC- sebagai pembanding.
Na; Aquadest; Larutan fisiologis NaCl 0,9%;
toluen; Aloksan monohidrat (Sigma); formalin Skrining Fitokimia dan Identifikasi komponen
10%; Makanan; D-Glukosa; Fruktosa; dan bahan senyawa EEDSM dengan KLT
kimia lain yang dianggap perlu. Skrining fitokimia EEDSM meliputi
senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, fenolik,
Hewan Percobaan tannin, triterpenoid dan steroid dengan mengikuti
Hewan yang digunakan dalam percobaan metode yang terdapat pada Harborne 8. Kemudian
ini adalah mencit jantan (Mus muscullus L) yang larutan ekstrak dielusi dengan kromatografi lapis
diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas tipis (KLT) dan fase gerak etil asetat:nheksan
Sumatera Utara. Uji antidiabetes dengan metode (1:1). Hasilnya dilihat secara visual dan di bawah
uji toleransi glukosa menggunakan mencit dengan sinar UV (254 dan 366 nm) dengan atau tanpa
berat badan 25-30 g dan umur 2 bulan. Hewan pereaksi semprot 9. Senyawa pembanding yang
dikondisikan selama lebih kurang satu bulan di digunakan adalah quersetin.
laboratorium dan diberi makanan pelet dan
minuman air mineral yang sesuai. Penggunaan Pengujian Antidiabetes
hewan coba mencit telah mendapat persetujuan Hewan yang diinduksi aloksan, terlebih
dari Komite Etik Penelitian Kesehatan No. dahulu digemukkan lalu diinjeksikan aloksan
019/KEPH-FMIPA/2012. secara intra peritoneal (ip). Makanan setelah
diinduksi tetap diberikan.
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah Uji antidiabetes secara in vivo diacu
(EEDSM) berdasarkan metode yang dilakukan Tanquilut et
EEDSM dibuat di laboratorium Fitokimia al 10. Hewan coba dipuasakan (ad libitium) selama
Fakultas Farmasi USU. Serbuk kering dimaserasi lebih kurang 18 jam. Kemudian berat badan
dengan etanol 70% dalam wadah tertutup rapat ditimbang dan diukur kadar gula darah puasa
dan dibiarkan pada suhu kamar selama 2 hari dengan alat Accu trend GCT (Roche). Larutan
terlindung dari cahaya dan sering diaduk, aloksan 200 mg/kg BB diberikan secara intra
kemudian dipisahkan, ampas dimaserasi kembali peritoneal (i.p). Lalu diukur kadar gula darah
dengan pelarut etanol 70% baru dan dilakukan mencit pada hari ke 3 dan ke 7. Pada hari ke 7,
dengan cara yang sama seperti di atas sampai hewan yang memiliki kadar gula darah (KGD)
diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat lebih tinggi dari 200 mg/dl dipisahkan dan
digabung menjadi satu lalu diuapkan dengan dijadikan sebagai hewan uji. Hewan yang
bantuan alat rotary evaporator sampai diperoleh memiliki KGD lebih rendah dari 200 mg/dl
ekstrak etanol kental, kemudian ekstrak diinduksi kembali. Jika hewan uji pada hari ke-7
dikeringkan di freeze dryer (-20oC) hingga telah menunjukkan kadar gula darah lebih dari
diperoleh ekstrak kering daun sirih merah. 200 mg/dl, maka hewan sudah dapat diberikan
bahan uji. Pengambilan darah dilakukan sebanyak

Akademi Farmasi Samarinda 43


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 42-46, 2015 Ambali Azwar Siregar
1 tetes melalui ekor mencit. Mencit Analisis Statistik
dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, Analisis data menggunakan analisis ragam
masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) pada
kemudian diberi perlakuan secara peroral. tingkat kepercayaan 80%, =0,2 dan kemudian
Suspensi diberikan selama 11 hari berturut- dilanjutkan dengan uji Duncan. Semua data
turut secara oral. Lalu diukur kadar gula darah dianalisis dengan menggunakan program SPSS
mencit pada hari ke-3, 5, 7 dan 11 setelah 19.
pemberian bahan uji, selama percobaan diamati
berat badan hewan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Skrining Fitokimia dan Identifikasi komponen
senyawa EEDSM dengan KLT

Tabel 1. Hasil uji skrining golongan senyawa kimia EEDSM


Pengujian Hasil
Alkaloid +
Flavonoid +
Saponin -
Triterpenoid -
Steroid +
Tanin/fenol +
(+) = menunjukkan ada keberadaan senyawa yang diuji
(-) = menunjukkan tidak terdeteksi senyawa uji

Skrining fitokimia menggunakan jika dibandingkan dengan metformin 10 mg/kg


kromatografi lapis tipis (KLT) dengan silika gel BB tidak berbeda signifikan (p>0,2). Sedangkan
GF254 sebagai fase diam dan fase gerak EEDSM dosis 50 mg/kg BB hanya mampu
menggunakan etil asetat:n-heksan (1:1) dan menurunkan KGD rerata sebesar 320 mg/dl,
dideteksi di bawah sinar UV 254 nm, namun masih berbeda signifikan dengan kontrol
menunjukkan adanya noda (spot) Rf yang sama negatif dengan nilai KGD rerata sebesar 541,7
dengan senyawa baku pembanding quersetin, mg/dl.
yaitu sebesar 0,53. Hal ini menunjukkan bahwa Peningkatan dosis EEDSM sampai dosis
ekstrak sirih merah mengandung quersetin. 200 mg/kg BB menunjukkan peningkatan
Aktivitas Hipoglikemi EEDSM Terhadap Mencit aktivitas hipoglikemik. Hal ini mengindikasikan
Diabetes yang diinduksi Aloksan komponen senyawa kimia aktif di dalam EEDSM
Gambar 1 menunjukkan pemberian memiliki efek sinergis. Velazquez, et al., 11
EEDSM dosis 100 dan 200 mg/kg BB ternyata menyatakan bahwa obat-obatan alternatif
mampu menurunkan KGD mendekati normal komplementer yang berasal dari alam memiliki
dengan nilai masing-masing 210,5 dan 175 mg/dl; efek sinergisme dalam mengobati suatu penyakit.
700

600
Kadar Gula Darah (mg/dL)

500

400

300

200

100

0
0 2
base line
4 6 8 10
Kontrol Negatif: CMC 0,5%
12
Waktu (hari)
EESM 50 mg/kg EESM 100 mg/kg
EESM 200 mg/kg Metformin 10 mg/kg bb

44 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 42-46, 2015 Ambali Azwar Siregar

Gambar 1. Profil KGD mencit diabetes yang diberi suspensi EEDSM

Flavonoid quersetin, merupakan agen pengamatan) bobot badan mencit dapat


antiradikal bebas, menurunkan jumlah lipid ditingkatkan sebesar 7,5%.
peroksidasi, produksi NO, dan meningkatkan Pemberian EEDSM dosis 100 mg/kg BB
aktivitas enzim antioksidan di pulau langerhans yang diberikan satu minggu secara per oral
pankreas, menurunkan jumlah interleukin-1 dan sebelum diinduksi aloksan, sebagai upaya
interferon- 12,13. Senyawa tanin atau fenol yang preventif menunjukkan peningkatan bobot badan
terdapat dalam EEDSM dapat menurunkan kadar sebesar 8,6% (Gambar 2). Hal ini bila
gula darah pada penderita DM, melalui jalur dihubungkan dengan nilai KGD-nya, memiliki
penangkapan radikal bebas dan antioksidan 14. nilai rerata 183,3 mg/kg BB, mengindikasikan
bahwa EEDSM memiliki potensi mencegah
Aktivitas EEDSM terhadap Penurunan Berat kerusakan pankreas.
Badan Mencit Salah satu simptom penederita DM adalah
Berdasarkan pengamatan selama 11 hari kehilangan berat badan secara drastis dan dalam
menunjukkan terdapat perubahan berat badan waktu relatif singkat. Pada penelitian ini EEDSM
mencit DM (Gambar 4.6). Kelompok kontrol memiliki potensi untuk mengatasi simptom
negatif yang hanya diberikan suspensi CMC 0,5% kehilangan berat badan.
tanpa EEDSM dan metformin, mengalami Peningkatan berat badan pada mencit
kehilangan bobot berat badan yang paling besar diabetes yang diberi EEDSM disebabkan nafsu
dengan bobot awal 34,7 g menurun menjadi 26,9 makan meningkat berdasarkan pengamatan
g atau -12,4% (p<0,2). kualitatif peneliti. Nafsu makan yang meningkat
Pemberian EEDSM dosis 50 mg/kg BB tersebut dapat disebabkan adanya zat pahit (bitter
juga mengalami penurunan berat badan, namun taste) 15, di antaranya adalah alkaloid. Informasi
masih lebih kecil dibanding kontrol negatif yang sama seperti yang dilaporkan bahwa sediaan
(p<0,2). EEDSM 100 mg/kg BB belum nampak dekoks Piper crocatum dapat meningkatkan nafsu
meningkatkan berat badan mencit sampai pada makan tikus yang diinduksi aloksan. Ini
hari ke-3, walaupun fluktuatif namun secara mempertegas bahwa di samping dapat
umum dapat memperbaiki kehilangan berat memperbaiki kadar glukosa dari penderita
badan. EEDSM dosis 200 mg/kg BB nampak diabetes, alkaloid juga dapat meningkatkan nafsu
lebih baik dibanding dengan dosis 50 dan 100 makan.
mg/kg BB bahkan pada hari ke-11 (akhir

EESM 100 mg/kg bb, preventif


metformin 10 mg/kg bb
EESM 200 mg/kg bb
EESM 100 mg/kg bb
EESM 50 mg/kg bb
kontrol negatif
base line

-30 -20 -10 0 10 20 30


Persentase Perubahan Berat Badan (%)

Gambar 2. Perubahan berat badan mencit yang diinduksi aloksan selama 11 hari

SIMPULAN
EEDSM memiliki aktivitas menurunkan berat badan serta berpotensi menjadi obat
kadar gula darah mencit diabetes yang diinduksi alternatif untuk penderita diabetes.
aloksan dan memperbaiki symptom kehilangan

Akademi Farmasi Samarinda 45


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 42-46, 2015 Ambali Azwar Siregar
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada staf Laboratorium Farmakologi Farmasi USU
Ibu Aswita Hafni Lubis dan staf Laboratorium membantu dalam memberikan fasilitas pengerjaan
Fitokimia membantu dalam memberikan fasilitas hewan percobaan.
dan pembuatan ekstrak, Dan Ibu Marianne dan

Speroff L, Fritz MA. Clinical gynaecologic endocrinology and infertility. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. Chapter 29,
Endometriosis; P.1103-33.

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). About Diabetes. 2012. Diambil dari
http://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/index3.html
2. Depkes RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. P. 1, 7, 11-12, 25-27, 32.
3. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2007. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2008.
4. Agoes, HA, Jacob, T. Antropologi Kesehatan Indonesia Pengobatan Tradisional. Jilid I. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1992. P.13, 159.
5. Widowati L, Dzulkarnain B, Saroni. Tanaman Obat Untuk Diabetes Mellitus. Cermin Dunia
Kedokteran. No. 116. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1997. p. 54.
6. Werdhany WI, Marton A, Setyorini W. Sirih Merah. Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Yogyakarta. 2008.
7. Salim A. Potensi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Senyawa Antihiperglikemia
Pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley. Skripsi. Bogor: IPB. 2006.
8. Harborne, JB. Metode Fitokimia. Edisi II. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Bandung: Penerbit ITB. 1987. p. 152.
9. Jork H, Funk W, Fischer W, Wimmer H. Thin Layer Chromatography Reagent and Detection Metods,
1, New York: VCH. 1990; p. 9-38, 147,191,314.
10. Qadori. Histological Studies on Pancreatic Tissue in Diabetic Rats by Using Wild Cherry. The Iraqi
Postgraduate Medical Journal. 2009. 10(3): 421-425
11. Velazquez ALL, Beltrn MM, Panduro A, Ruiz LH. Alternative Medicine and Molecular Mechanisms
in Chronic Degenerative Diseases. Chinese Medicine. 2011. 2: 84-92
12. Coskun O, Kanter M, Korkmaz A, Oter S. Quercetin, a flavonoid antioxidant, prevents and protects
streptozotocin-induced oxidative stress and beta-cell damage in rat pancreas. Pharmacol Res. 2005;
51(2): 117-23
13. Kim EK, Kwon KB, Song MY, Han MJ, Lee JH, Lee YR, et al. Flavonoids protect against cytokine-
induced pancreatic beta-cell damage through suppression of nuclear factor kappa B activation.
Pancreas. 2007. 35(4):1-9.
14. Kumari M. Jain S. Tannins: An Antinutrient with Positive Effect to Manage Diabetes. Res.J.Recent Sci.
2012. 1(12): 70-73,
15. Deshmukh D, Baghel VS, Shastri D, Nandini D, Chauhan NS. Plant as bitter, International Journal of
Advances in Pharmaceutical Sciences, 2010; 1: 334-343

46 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 47-51, 2015 Hayatus Saadah

OPTIMASI FORMULA EKSTRAK JAHE MERAH (Zingiber officinale)


DENGAN METODE KEMPA LANGSUNG MENGGUNAKAN ANALISIS
SIMPLEX LATTICE DESIGN

Submitted : 10 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

HayatusSa`adah

Akademi Farmasi Samarinda


E-mail : hay_tus@yahoo.com

ABSTRACT
Processing of medicinal plants into the appropriate dosage form can ensure security during use. It is a
motivation in making acceptable dosage form which is easy and convenient to use, especially the
manufacture of ethanol extract red ginger tablets using a combination of starch 1500 and amprotab.
The study begins with the manufacture of dry extract of red ginger. Optimization of making tablets using
a combination of starch 1500 and disintegrator with simplex lattice design using three formulas is done by
direct compaction method. Further testing on the tablet hardness, friability and disintegration time.
The results showed starch 1500 has a greater influence increase hardness and disintegration time of
tablets, as well as lowering the fragility of the tablet. While the interaction of starch 1500 and disintegrator
has no effect on the physical tablet. The optimum proportion of the combination of starch 1500 and
disintegrator meet the physical requirements of tablets with a ratio of 4: 6 with 7.99 kg hardness, the
friability of 0.32% and disintegration time of 2.42 minutes

K eywords : extract red ginger, simplex lattice design, direct compaction method

PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia mengenal dan untuk menentukan keseragaman dosis dari produk
memakai tanaman berkhasiat obat sebagai salah yang digunakan. Demikian juga bentuk sediaan
satu upaya dalam penanggulangan masalah obat tradisional yang beredar di masyarakat
kesehatan yang dihadapinya, jauh sebelum bermacam-macam, baik asal bahan mentah,
pelayanan kesehatan formal dengan obat-obat proses pengolahan dan bentuk sediaannya,
modern menyentuh masyarakat. Pengetahuan sehingga dapat dipastikan kemungkinan betapa
tentang tanaman obat ini, merupakan warisan besarnya ketidakseragaman komposisi senyawa
budaya bangsa berdasarkan pengalaman, yang yang terdapat pada produk jadinya. Hal tersebut
secara turun temurun telah diwariskan oleh mendorong adanya pengolahan tanaman obat
generasi terdahulu kepada generasi berikutnya menjadi bentuk sediaan yang mudah digunakan
termasuk generasi saat ini.Obat tradisional sebagai serta mempunyai dosis penggunaan yang tepat
alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan sehingga menjamin keamanan sediaan tersebut.
dasar penduduk di bidang kesehatan. Penggunaan Fenomena tersebut menjadi motivasi yang
produk-produk bahan alam terutama dari mendorong produsen obat tradisional untuk
tumbuhan mengalami peningkatan hingga 380% membuat suatu sediaan yang mudah dalam
antara tahun 1990 dan 1997 sehingga fokus-fokus penggunaan salah satunya adalah pembuatan
penelitian mulai diarahkan pada keseragaman tablet ekstrak etanol jahe merah yang mempunyai
produk dan standarisasinya1. aktivitas antara lain sebagai anti inflamasi dan
Saat ini penggunaan tanaman obat sebagai antioksidan.
alternatif pengobatan di masyarakat semakin Penelitian mengenai jahe merah sejauh ini
meningkat, namun penggunaan tersebut tetap lebih banyak pada analisis kandungan dan
harus memperhatikan indikasi, dosis dan efek khasiatnya. Penelitian tersebut antara lain :
samping.Penggunaan produk-produk bahan alam Analisis minyak atsiri dari dua varietas rimpang
dari tumbuhan ini masih menggunakan cara-cara jahe dari bahan segar dan kering. Pengaruh air
tradisional, yaitu diseduh, dihaluskan, diambil perasan rimpang jahe terhadap toksisitas akut
sarinya dan sebagainya yang semuanya itu sulit propanolol dan kinidin pada mencit. Pemanfaatan

Akademi Farmasi Samarinda 47


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 47-51, 2015 Hayatus Saadah

oleoresin jahe (Zingiber officinale) untuk dari formulasi. Metode kempa langsung kempa
mengatasi kelainan antioksidan intrasel langsung merupakan metode pilihan untuk
superoxide dismutase (SOD) hati tikus di bawah pembuatan tablet dengan zat aktif yang bersifat
kondisi stress2. termolabil dan sensitive terhadap kelembaban.
Dalam penelitian ini dibuat sediaan tablet (Jivrajet al, 2000)
yang didefinisikan sebagai sediaan padat Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan penelitian pembuatan tablet ekstrak etanol jahe
pengisi yang berdasarkan metode pembuatannya merah dengan melakukan formulasi pembuatan
dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet tablet ekstrak etanol jahe merah dengan metode
kempa3. kempa langsung. Sehingga dari penelitian ini
Cara kempa langsung biasanya digunakan diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
untuk obat-obat dengan potensi yang tinggi pengetahuan mengenai pembuatan tablet dengan
dimana kandungan zat aktifnya kurang dari 30 % bahan aktif berasal dari bahan alam.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan Penentuan formula dengan model simplex
penelitian eksperimental dengan rancangan lattice design dilakukan dengan menggunakan
penelitian menggunakan aplikasi Simplex Lattice perbandingan Starch 1500 (komponen A) dan
Design (Design Expert ver 7.11) . Amprotab (komponen B) dalam proporsi tertentu
(() 1) bagian. Dalam hal ini 1 bagian = 75 mg
Pembuatan serbuk kering ekstrak etanol jahe (maksimum) dan 0 bagian = 0 mg (minimum).
merah Rancangan proporsi komponen untuk tiap-tiap
Rimpang jahe merah yang di rajang formula tersaji dalam tabel 1.
melintang dengan tebal 2 mm dikeringkan Serbuk kering ekstrak etanol jahe merah
dengan cara di angin-anginkan dan di bawah sinar ditambah eksipien yang telah terpilih dicampur
matahari tak langsung dengan ditutup kain hitam. menggunakan mixer Erweka dengan kecepatan
Rimpang yang telah kering diblender halus. 145 rpm selama 10 menit. Campuran tersebut
Kemudian sebanyak 250 gram serbuk jahe dicetak dengan mesin tablet setelah diuji sifat alir
diekstrak empat kali dengan menggunakan 500 ml dan kompaktibilitasnya. Tablet dicetak dengan
pelarut organic etanol.Ekstrak yang diperoleh berat 500 mg dan dibuat dengan kedalaman punch
disaring kemudian disuling dengan rotaryvacum- atas 6,5 mm.
evaporator. Ekstrak dikeringkan dengan Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap
menambahkan aerosil dan dikeringkan di almari tablet kempa langsung ekstrak etanol jahe merah
pengering dengan suhu 400C selama 24 jam. meliputi kekerasan tablet, kerapuhan, dan waktu
hancur.
Optimasi formula serbuk kering ektrak etanol
jahe merah

Tabel 1. Formula tablet kempa langsung ekstrak etanol jahe merah


FORMULA
BAHAN
I II III
Ekstrak Jahe (mg) 200 200 200
Avicel (mg) 225 225 225
Starch 1500 (mg) 75 37.5 0
Amprotab (mg) 0 37.5 75

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2. Data sifat fisik tablet ektrak etanol jahe merah
Formula
Sifat Fisik
I II III
Kekerasan (kg) 9,15 0,10 8,2 0,03 7,20 0,05
Kerapuhan 0,279 0,018 0,311 0,011 0,382 0,002
Waktu hancur (menit) 4,58 0,08 2,83 0,02 0,70 0,01

48 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 47-51, 2015 Hayatus Saadah

Pembuatan tablet ekstrak etanol jahe merah Pendekatan simplex lattice design
dilakukan dengan metode kempa langsung untuk terhadap kekerasan tablet menghasilkan
menghindari kerusakan akibat panas dan lembab. persamaan :
Setelah dilakukan pencampuran bahan-bahan Y = 9,15 (A) + 7,20 (B) + 0,10 (A)(B)
yang akan di tablet, dilakukan uji sifat fisik (A) = fraksi komponen starch 1500
terhadap tablet yang dihasilkan, meliputi : (B) = fraksi komponen amprotab
1. Kekerasan Tablet (kg) Profil kekerasan tablet yang diperoleh
Kekerasan tablet merupakan parameter dari penelitian menggunakan metode simplex
yang menggambarkan ketahanan tablet lattice design digambarkan pada gambar 1.
terhadap kekuatan mekanik seperti goncangan Pendekatan simplex lattice design
dan benturan selama pengemasan, menunjukkan bahwa kedua komponen
penyimpanan serta pendistribusian ke tangan berpengaruh menaikkan kekerasan namun
konsumen. Kekerasan tablet akan berpengaruh yang paling berpengaruh meningkatkan
terhadap waktu hancur dan disolusi, pada kekerasan tablet adalah starch 1500 dimana
umumnya tablet yang keras memiliki waktu nilai koefisien a lebih besar dari b. Hal ini
hancur yang lebih lama dan disolusi lebih disebabkan karena starch 1500 mempunyai
rendah. Hasil uji kekerasan tablet seperti tersaji kompaktibilitas yang lebih baik daripada
pada tabel 2. amprotab. Interaksi starch 1500 dan amprotab
Kekerasan tablet yang baik menurut hampir tidak berpengaruh terhadap kekerasan
Parrot5 adalah antara 4-8 kg. Dari hasil yang ditunjukkan dengan nilai koefisien yang
penelitian menunjukkan bahwa formula I tidak sangat kecil dan profil menunjukkan garis yang
memenuhi persyaratan fisik tablet. cenderung lurus.

Design-Expert Sof tware Two Component Mix


Kekerasan
9.2
DesignPoints
X1 = A: Starch 1500
X2 = B: Amprotab

8.7
Kekerasan

8.2

7.7

7.2

Actual Starch 1500 0 0.25 0.5 0.75 1


Actual Amprotab 1 0.75 0.5 0.25 0

Gambar 1. Profil kekerasan tablet berdasarkan pendekatan simplex lattice design

2. Kerapuhan Tablet (%) Pendekatan simplex lattice design


Hasil uji kerapuhan berkisar antara 0,25 terhadap kerapuhan tablet menghasilkan
1,08%. Menurut Banker & Anderson4 persamaan:
kerapuhan yang baik bila angka kerapuhan Y = 0,279 (A) + 0,382 (B) - 0,078 (A)(B)
kurang dari 1%. Dari hasil penelitian (Tabel 2) (A) = fraksi komponen starch 1500
menunjukkan bahwa semua formula memenuhi (B) = fraksi komponen amprotab
persyaratan fisik kerapuhan tablet. Profil kerapuhan tablet yang diperoleh
dari penelitian menggunakan metode simplex
lattice design digambarkan pada gambar 2.

Akademi Farmasi Samarinda 49


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 47-51, 2015 Hayatus Saadah

Design-Expert Sof tware Two Component Mix


kerapuhan 0.39
DesignPoints
X1 = A: Starch 1500
X2 = B: Amprotab

0.36

kerapuhan
0.33

0.3

0.27

Actual Starch 1500 0 0.25 0.5 0.75 1


Actual Amprotab 1 0.75 0.5 0.25 0

Gambar 2. Profil kerapuhan tablet berdasarkan pendekatansimplex lattice design

Pendekatan simplex lattice design 3. Waktu Hancur Tablet (menit)


menunjukkan bahwa kedua komponen Waktu hancur menunjukkan bahwa
berpengaruh menaikkan kerapuhan namun semua formula hancur dalam waktu kurang
yang paling berpengaruh meningkatkan dari 15 menit, Hal ini sesuai dengan
kerapuhan tablet adalah amprotab dimana nilai persyaratan yaitu semua tablet harus hancur
koefisien b lebih besar dari a. Hal ini berkaitan tidak lebih dari 15 menit.
dengan kekerasan tablet dimana tablet dengan Pendekatan simplex lattice design
kekerasan yang tinggi maka akan mempunyai terhadap waktu hancur tablet menghasilkan
tingkat kerapuhan yang lebih rendah. Berkaitan persamaan :
dengan hal tersebut, diketahui bahwa amprotab Y = 4,58 (A) + 0,70 (B) + 0,76 (A)(B)
mempunyai kompaktibilitas yang lebih rendah (A) = fraksi komponen starch 1500
daripada starch 1500 sehingga cenderung lebih (B) = fraksi komponen amprotab
meningkatkan kerapuhan.Sedangkan interaksi Profil waktu hancur tablet yang
starch 1500 dan amprotab berpengaruh diperoleh dari penelitian menggunakan metode
menurunkan. simplex lattice design digambarkan pada
gambar 3.

Design-Expert Sof tware Two Component Mix


Waktu hancur
4.6
DesignPoints
X1 = A: Starch 1500
X2 = B: Amprotab

3.6
Waktu hancur

2.6

1.6

0.6

Actual Starch 1500 0 0.25 0.5 0.75 1


Actual Amprotab 1 0.75 0.5 0.25 0

Gambar 3. Profil waktu hancur tablet berdasarkan pendekatan simplex lattice design

Pendekatan simplex lattice design interaksi starch 1500 dan amprotab


menunjukkan bahwa yang paling berpengaruh berpengaruh menaikkan waktu hancur
menaikkan menaikkan waktu hancur tablet walaupun pengaruhnya sangat kecil yang
adalah starch 1500 dimana nilai koefisien a ditunjukkan oleh nilai koefisien interaksi yang
lebih besar dari b. Starch 1500 mempunyai sangat kecil.
kompaktibilitas yang baik sehingga akan Berdasarkan percobaan yang dilakukan
menghasilkan tablet dengan kekerasan yang diperoleh persamaan matematis secara
lebih besar dan akibatnya tablet akan hancur factorial design yaitu Y1 (persamaan untuk
dalam waktu yang lebih lama. Sedangkan kekerasan), Y2 (persamaan untuk kerapuhan),

50 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 47-51, 2015 Hayatus Saadah

dan Y3 (persamaan untuk waktu hancur). Dari ke dalam mg sehingga diperoleh formula
masing-masing persamaan akan didapat grafik optimum starch 1500 dan amprotab yang akan
super imposed yang diperoleh dengan digunakan untuk pembuatan tablet ekstrak
menggabungkan grafik profil masing-masing etanol jahe merah dan diperoleh komposisi
sifat fisik tablet yang dioptimasi. seperti pada tabel 3.
Pada daerah optimum tersebut dipilih Responteoritis dapat dilihat pada hasil
satu titik dengan proporsi starch 1500 dan prediksi dengan program optimasi dengan
amprotab yang memenuhi parameter yang Design Expert atau dapat ditentukan sesuai
diinginkan untuk pembuatan tablet ekstrak jahe dengan persamaan tiap-tiap parameter
merah secara cetak langsung. Masing-masing optimasi.
notasi dari tiap komponen ditransformasikan

Tabel 3. Formula Optimum starch 1500 dan amprotab


Bahan Notasi Proporsi (mg)
starch 1500 0.395 29.63
amprotab 0.605 45.38

SIMPULAN
1. Starch 1500 mempunyai pengaruh yang lebih 2. Proporsi optimum kombinasi starch 1500 dan
besar memperbesar kekerasan dan waktu amprotab yang memenuhi persyaratan fisik
hancur tablet, serta menurunkan kerapuhan tablet ditetapkan dengan perbandingan 4 : 6
tablet. Sedangkan interaksi starch 1500 dan dengan respon kekerasan 7,99kg, kerapuhan
amprotab tidak mempunyai pengaruh yang 0,32 % dan waktu hancur 2,42 menit.
terlalu besar terhadap sifat fisik tablet.

UCAPAN TERIMA KASIH


Disampaikan terima kasih kepada Kopertis Wilayah XI atas bantuan dana penelitian berasal dari DIPA
Kopertis Wilayah XI

DAFTAR PUSTAKA
1. Lucinda, G., Hume, A., Harris, I.M., Jackson, E.A., Kanmaz, T.J., Cauffield, J.S., Chin, T.W.F and
Knell, M., 2000, White Paper on Herbal Product, Pharmacotherapy, vol 20, no 7, 877-891, 2000
Pharmacotherapy Publication Inc
2. Wresdiyati T, Astawan M, Adnyane I K M, Prasetyawati R C, 2005, Pemanfaatan Oleoresin Jahe
(Zingiber officinale) untuk mengatasi Kelainan Antioksidan IntraselSuperixide Dismutase (SOD) Hati
Tikus di Bawah Kondisi Stres, Biota Vol.X (2); 120-128,
3. Jivraj, M., Martini, L.G and Thomson, C.M., 2000, An overview of the Different Excipients Useful for
the Direct Compression of Tablet, PSTT, Vol 3, No 2 Februari 2000, 58-62, Elsevier Science Ltd
4. Banker, S.G and Anderson, R.N., 1976, Tablet in The Theory and Practice of Industrial Pharmacy,
Lachman and Lieberman (ed), 2nd Ed. Lea and Febiger, Philadelphia, 463-735
5. Parrot, E.L., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceuties, 3rd, Burgess Publishing
Co, Mineapolis, Iowa, 73-86

Akademi Farmasi Samarinda 51


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 52-56, 2015 Hari Ronaldo Tanjung

ANALISA COST OF ILLNESS AKIBAT PENGGUNAAN NSAIDS DI


SEBUAH APOTEK DI KOTA MEDAN, INDONESIA

Submitted : 13 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Hari RonaldoTanjung1., Azmi Sarriff2., Urip Harahap.1


1
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Indonesia
2
School of Pharmacy, Universiti Sains Malaysia, Malaysia
E-mail : harironaldo14@gmail.com

ABSTRACT
Background: A drug therapy problem is any undesirable event experienced by a patient which involves, or is
suspected to involve drug therapy and that interferes with achieving the desired goals of therapy. Drug
Therapy Problems (DTPs) can lead to ineffective pharmacotherapy and may cause drug-related morbidity
and mortality.
Objective: The study aimed to estimates the direct medical cost of illness caused by the drug morbidity or
mortality related to NSAID utilization in a community pharmacy setting at Medan, Indonesia.
Method: Thisstudy used 7 (seven) categories probabilities and costs associated with the therapeutic
outcomes to estimate the direct medical cost of illness resulting from morbidity related NSAIDs utilization.
Direct non medical costs, indirect costs, and intangible costs related to drug-related-morbidity and mortality
were not valued in this cost-of-illness analysis.The duration of the study was from July 2009 to October
2010.
Result: The patient that experienced NSAIDs-related morbidity estimated to spend Rp.467.848,- each and
Rp.11.696.200,- in total to managing the morbidity. Every Rp.1,- spent on NSAIDs therapy, an additional
Rp.1,45,- was estimated to spent in managing morbidity related NSAIDs utilization.
Conclusion: This result showed the cost of illnessrelated morbidity of NSAIDs utilization exceeds the cost of
the medications themselves.

K eywords : Cost of Illness, NSAIDs Utilization, Community Pharmacy

PENDAHULUAN
Biaya terkait Masalah Terapi Obat (MTO) sebenarnya dapat dicegah adalah Aspirin/AINS
sudah melebihi biaya yang dikeluarkan untuk terkait efek induksi pendarahan gastrointestinal
terapi obat itu sendiri.1Ernst dan Grizzle atau gagal ginjal.6 Biaya langsung untuk
(2000)menunjukkan bahwa estimasi biaya untuk menangani komplikasi ulcer terkait AINS
menangani kecideraan dan kematian terkait obat melebihi $4 Milyar pertahun di US.7Di Inggris,
melebihi $177.4 Milyar.2 pendarahan gastrointestinal sebagai akibat terapi
Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) AINS bertanggungjawab terhadap 12.000 angka
adalah salah satu golongan obat yang paling masuk ke rumah sakit pertahun, menghabiskan
sering digunakan, dengan 70 juta resep pertahun biaya 250 Milyar Pounds.8
di U.S.3dan97 juta resep setiap tahun di Tingginya penggunaan AINS, terutama
Jerman.4Sebagai tambahan, 60 juta orang di dunia pada pasien usia lanjut (kelompok pasien yang
menggunakan AINS yang tergolong sebagai obat memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi,
bebas. Sepertiga sampai separuh dari para merupakan salah satu masalah dalam kesehatan
pengguna AINS ini berumur diatas 60 tahun.5 masyarakat. Hingga saat ini, belum ada data
Sebuah studi yang dilakukan oleh Howard mengenai implikasi biaya yang disebabkan oleh
et al. menyimpulkan obat yang paling sering kecideraan atau kematian terkait penggunaan
menyebabkan kejadian masuk rumah sakit yang AINS di Indonesia.

52 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 52-56, 2015 Hari Ronaldo Tanjung

BAHAN DAN METODE


Desain penelitian ini menggunakan pendekatan Seluruh pasien yang datang ke apotek membawa
deskriptif-prospektif yang dilakukan terhadap resep yang mengandung AINS telah diundang
pasien yang datang ke sebuah apotek di kota untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini
(Populasi). Pasien yang memenuhi kriteria (Tabel
Medan, Indonesia. Studi ini merupakan studi
1) dan setuju untuk mengikuti protokol penelitian
deskriptif dan eksploratif yang berfokus pada (Gambar1) akan dipilih sebagai responden
analisis biaya cost of illness pada penggunaan (sampel). Waktu penelitian dilakukan mulai bulan
AINS pada pasien di sebuah apotek di kota Juli 2009 sampai Oktober 2010.
Medan, Indonesia.

Tabel.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
1. Usia pasien 18 tahun 1. Usia pasien < 18 tahun.
2. Pasien dengan resep mengandung 2. Tidak memiliki AINS dalam
AINS. resep.
3. Menyetujui protokol penelitian. 3. Menolak untuk mengikuti
protokol penelitian.

Gambar 1. Protokol Penelitian

Selama masa studi, 574 pasien telah diundang, Biaya medis langsung akibat penggunaan
135 responden telah direkrut dan mengikuti AINS
penelitian. Seluruh data diperoleh peneliti Perhitungan estimasi biaya penanganan
menggunakan teknik interview, secara langsung kecideraan atau kematian terkait obat dilakukan
(pada tahap awal) atau melalui telephone (tahap dengan menggunakan pendekatan perspektif
follow-up) dengan pasien. system kesehatan dengan menghitung seluruh
biaya medis langsung. Biaya non medis langsung,
biaya tidak langsung dan biaya intangible tidak
Akademi Farmasi Samarinda 53
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 52-56, 2015 Hari Ronaldo Tanjung

dihitung dalam analisis biaya cost-of-illness ini. Biaya akibat MTO terkait penggunaan AINS
Implikasi biaya terkait penggunaan AINS dihitung pada fase lanjutan. Peneliti menggunakan
diestimasi pada dua tahap; (1) biaya pada awal 7 (tujuh) kategori kemungkinan biaya terkait
rawatan dan (2) biaya yang timbul akibat MTO. dengan hasil terapi untuk melakukan estimasi
biaya medis langsung akibat MTO. Kategori
tersebut pertama kali dikembangkan oleh Johnson
dan Bootman9dan digunakan dalam penelitian ini
Biaya awal rawatan dengan beberapa modifikasi agar sesuai dengan
Biaya medis langsung awal rawatan diestimasi kondisi di Indonesia. Kategori yang digunakan
pada fase awal penelitian. Terdapat 2 (dua) jenis adalah sebagai berikut: 1) Tidak perlu rawatan , 2)
biaya: (1) biaya kunjungan dokter dan (2) Biaya Kunjungan dokter, 3) Pengobatan resep, 4)
resep. Biaya kunjungan dokter diperoleh melalui Pengobatan dengan obat Over The Counter(OTC),
wawancara langsung dengan pasien dan biaya 5) Kunjungan gawat darurat 6) Masuk rumah sakit
resep diperoleh dari apotek. Biaya awal rawatan (opname), dan 7) Kematian. Jalur lengkap
dihitung dengan menjumlahkan biaya kunjungan penghitungan analisa biaya cost of illness dari
dokter dengan biaya resep. MTO terkait terapi AINS dapat dilihat pada Tabel
2.
Biaya akibat MTO terkait penggunaan AINS

Tabel 2. Kemungkinan biaya hasil terapi

Biaya Awal Hasil Terapi Biaya hasil terapi negatif


KD R OTC TPR KD R OTC KGD MRS K
Positif
Tidak ada perubahan
Negatif
Note:
KD= Kunjungan Dokter; R=Resep; OTC= Over The Counter;
TPR=Tidak Perlu Rawatan, ; KGD= Kunjungan Gawat Darurat;
MRS= Masuk Rumah Sakit; K= Kematian

Setiap responden akan dipantau melalui telepon hasil terapi lainnya (Obat OTC, kunjungan gawat
pada akhir durasi terapi untuk mengidentifikasi darurat, masuk rumah sakit) diperoleh
kemungkinan hasil terapi yang dialami pasien dan berdasarkan keterangan pasien. Biaya medis
memperkirakan biaya medis langsung yang timbul langsung diestimasi dengan menjumlahkan
akibat terjadinya MTO. seluruh kategori biaya sesuai dengan hasil terapi
yang dialami oleh pasien.
Peneliti menggunakan nilai rata-rata biaya
kunjungan dokter dan biaya resep yang diperoleh Pemantauan dan Evaluasi
pada awal rawatan untuk mengestimasi biaya Jadwal pemantauan dan evaluasi hasil terapi
medis langsung akibat terjadinya MTO. Hal ini pasien dilakukan pada akhir durasi terapi pasien
karena hingga saat penelitian dilakukan tidak sesuai dengan protokol penelitian (Gambar1).
terdapat data di Indonesia untuk nilai rata-rata Peneliti akan menghubungi dokter jika terjadi
biaya untuk setiap kemungkinan kategori hasil reaksi merugikan yang berat selama masa
terapi. Nilai rata-rata untuk kategori kemungkinan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Biaya medis langsung pada tahap awal terdiri tahap awal diperoleh dari 135 responden. Biaya
atas biaya dokter dan biaya resep. Estimasi biaya tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

54 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 52-56, 2015 Hari Ronaldo Tanjung

Tabel 3. Biaya medis langsung pada tahap awal

Biaya Total (Rp) Mean (Rp)


Biaya tahap awal:
1. Kunjungan dokter 11.474.900 84.999
2. Obat resep 32.786.400 242.862
Total Biaya awal 44.261.300 327.861
Biaya AINS 8.050.700 59.635

Biaya medis langsung akibat kecideraan hasil terapi negative atau tidak ada perubahan.
terkait penggunaan AINS dihitung pada tahap Biaya yang timbul akibat terapi tersebut meliputi
lanjutan dengan menggunakan kategori biaya obat resep, kunjungan dokter dan masuk
kemungkinan biaya hasil terapi negatif pada Tabel rumah sakit. Biaya yang timbul dapat dilihat pada
2. Dari 135 responden, 25 responden mengalami Tabel 4.

Tabel 4. Biaya medis langsung terkait MTO pada penggunaan AINS

Hasil frekuensi Biaya R * Biaya KD** Biaya MRS*** Total


Terapi (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Tak berubah 9 2.185.800 764.900 0 2.950.700
Negatif 16 3.885.700 1.359.900 3.499.900 8.745.500
Total 6.071.500 2.124.800 3.499.900 11.696.200
* = Biaya Resep, @ Rp 242.862,-
** = Biaya kunjungan dokter, @ Rp.84.999,-
*** = Biaya masuk rumah sakit, muncul pada satu orang pasien

Secara keseluruhan, pasien yang mengalami untuk setiap kunjungan pasien, dimana
kecideraan akibat penggunaan AINS diestimasi diperkirakan akan menghabiskan biaya sebesar
harus mengeluarkan biaya masing-masing sebesar EUR 6.6 Milyar pertahun pada sistem kesehatan
Rp.467.848,- dan total biaya yang harus Swedia.11
dikeluarkan untuk merawat kecideraan adalah Beberapa kecideraan terkait obat memang
Rp.11.696.200. Lebih lanjut, dapat disimpulkan tidak dapat dihindari, termasuk yang merupakan
bahwa untuk setiap Rp.1,- yang dikeluarkan untuk reaksi idiosinkrasi. Bagaimanapun, studi-studi
terapi AINS, pasien diperkirakan harus literature menunjukkan bahwa 45% sampai 75%
mengeluarkan Rp.1,45,- untuk merawat akibat kejadian kecideraan terkait obat adalah dapat
merugikan dari terapi AINS. Dapat disimpulkan dicegah.11,12,13 Kejadian kecideraan terkait obat
bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk yang sebenarnya dapat dicegah merupakan suatu
merawat kecideraan akibat AINS melebihi biaya peluang besar dalam usaha meningkatkan kualitas
yang dikeluarkan untuk terapi AINS itu sendiri. sistem kesehatan mengingat jumlah kejadiannya
Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil dapat diturunkan.
studi oleh Bootman10yang menunjukkan bahwa Secara keseluruhan, 18% pasien yang
kecideraan terkait obat pada fasilitas perawatan menggunakan AINS dengan resep mengalami
juga menunjukkan masalah ekonomi yang serius. hasil terapi negative atau tidak ada perubahan.
Untuk setiap $1 yang dikeluarkan di fasilitas Hasil terapi tersebut merupakan hasil dari terapi
perawatan tersebut, $1.33 harus dikeluarkan untuk AINS yang tidak efektif dan reaksi merugikan
merawat kecideraan akibat terjadinya MTO. baik secara potensial ataupun actual dari
Selain itu, sebuah studi di Swedia memperkirakan penggunaan AINS. Masalah terapi obat tersebut
bahwa 75% pasien yang mengalami kecideraan sebenarnya telah dapat di identifikasi dan
terkait obat membutuhkan biaya tambahan terkait diperkirakan pada tahap awal sehingga
kecideraan tersebut. Biaya yang dikeluarkan sebenarnya sejumlah besar MTO tersebut dapat
diperkirakan sebesar EUR 997 (2010 prices) dicegah.

KESIMPULAN
Pasien yang mengalami kecideraan terkait mengeluarkan biaya tambahan masing-masing
penggunaan AINS diperkirakan harus sebesar Rp.467.848,- dan total biaya yang harus

Akademi Farmasi Samarinda 55


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 52-56, 2015 Hari Ronaldo Tanjung

dikeluarkan untuk merawat kecideraan adalah dapat dicegah dan farmasis dengan latar belakang
Rp.11.696.200. Lebih lanjut, dapat disimpulkan praktek komunitas merupakan profesi yang tepat
bahwa untuk setiap Rp.1,- yang dikeluarkan untuk untuk mengidentifikasi dan mengatasi MTO
terapi AINS, pasien diperkirakan harus tersebut. Farmasis memiliki peluang yang sangat
mengeluarkan Rp.1,45,- untuk merawat akibat besar untuk ikut memastikan terlaksananya proses
merugikan dari terapi AINS. Sebagian besar MTO farmakoterapi yang aman, efektif dan terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA
1. Manasse, HR. Jr. Medication use in an imperfect world: miss adventuring as an issue of public policy.
American Journal of Hospital Pharmacy. 1989;46:1093-1097.
2. Ernst, F.R., & Grizzle A.J. Drug related morbidity and mortality: updating the Cost-of-Illness Model.
Journal of American Pharmaceutical Association. 2001;41(2): 192-199.
3. Consumer Reports Health Best Buy Drugs.. The Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs: Treating
Osteoarthritis and Pain. 2011. retrieved December 10, 2012, from http://www.
consumerreportshealth.org/bestbuydrugs.
4. Steinmeyer,J.Pharmacological basis for the therapy of pain and inflammationwith nonsteroidal anti-
inflammatory drugs. Arthritis Res. 2000;2:379385
5. Kendall, B., & Peura, D. NSAID-associated gastrointestinal damaged and the elderly. Practical.
1993;17: 13-29.
6. Howard, R.L., Avery, A.J., Slavenburg, S., et al. Which drugs cause preventable admissions to hospital?
A systematic review. British Journal of Clinical Pharmacology. 2007;63:13647.
7. Bidaut-Russell, M. And Gabriel, S.E. Adverse gastrointestinal effects of NSAIDs: Consequences and
costs. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2001;15:73953.
8. Blower, A.L., Brooks, A., Fenn, G.C., Hill, A., Pearce, M.Y., Morant, S., & Bardhan, K.D. Emergency
admissions for upper gastrointestinal disease and their relation to NSAIDs use. Aliment Pharmacology
Ther. 1997;11(2): 283-291.
9. Johnson, J.A., & Bootman, J.L. Drug related morbidity and mortality: a Cost-of-Illness Model. Archive
of Internal Medicine. 1995;155: 1949-56.
10. Bootman, J.L., Harrison, D.L., & Cox, E. The health care costs of drug related morbidity and mortality
in nursing facilities. Archives of Internal Medicine. 1997;157(18).
11. Gyllensten, H., Hakkarainen, K.M., Jonsson, A.K., Sundell, K.A., Hagg, S., Rehnberg, C., & Carlsten,
A. Drug-related morbidity: modeling the cost-of-illness in Sweden using Pharmacists opinion. Value in
Health: The Journal of The International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research.
2011;14(7): A344.
12. Runciman, W.B., Roughead, E.E., Semple, S.J., & Adams, R.J. Adverse drug events and medication
errors in Australia. International Journal for Quality in Health Care. 2003;15(1): i49-i59.
13. Winterstein, A.G., Sauer, B.C., Hepler, C.D., & Poole, C. Preventable drug-related hospital admission.
Annals of Pharmacotherapy. 2002;36(7/8): 1238-1248.

56 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 57-61, 2015 Riza Alfian

LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT MENINGKATKAN


KEPATUHAN MINUM OBATPASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD ULIN
BANJARMASIN

Submitted : 15 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

RizaAlfian

Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin


E-mail: riza_alfian89@yahoo.com

ABSTRACT
Diabetes melitus is one ofthe metabolic disorders with characteristic hyperglycemia that occurs due to
abnormal insulin secretion, insulin resistance or both. The non adherence patients of taking antidiabetic
drugs are the main factors that could cause high blood glucose levels, so it is necessary an intervention to
achievedoutcome therapy desired. Giving of short message service reminder intervention in diabetes mellitus
patients was expected to improved the medication adherence and achieved normal blood glucose levels.This
study was conducted to determine the effect of a short message service reminder on medication adherence of
ambulatory diabetes melitus patients in Ulin General Hospital Banjarmasin.
This study was conducted with quasi-experimental design,the data were taken prospectively during
May to June, 2014. The subjects were ambulatory diabetes melitus patients in Ulin General Hospital
Banjarmasin who had received oral antidiabetic drugs. Subject who met the inclusion and exclusion criteria
were 39 patients and had given an intervention for seven days. The data collected by interviews and pill
counting on filling sheet. The blood glucose levels data was taken from their medical records.
The result showed that giving of a short message service reminder intervention improve patient
adherence (p<0,05). Fasting blood glucose level and blood glucose level two hours post prandial have
decreased significantly (p<0,05). There were correlation between the patient adherence and the decreasing
in fasting blood glucose levels (p=0,050; r=0,316) and blood glucose two hours post prandial levels
(p=0,010; r=0,040).Based on these result, it can be concluded that the giving of short message service
reminder in diabetes melitus patientshas been improved patient adherence.

K eywords: Diabetes Mellitus, short message service reminder, adherence, blood glucose levels.

PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan nasehat dokter yang pasif.Perilaku kepatuhan
kumpulan gejala metabolik yang timbul pada diri diartikan sebagai usaha penderita untuk
seseorang yang disebabkan oleh adanya mengendalikan perilakunya3.Berbagai penelitian
peningkatan glukosa darah akibat rusaknya menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada
sekresi insulin, resistensi terhadap insulin atau pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada
keduanya1. Menurut International Diabetes umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan
Federation, kasus diabetes melitus di Indonesia pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih
menduduki peringkat ketujuh dari sepuluh besar dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan
negara dengan penderita diabetes melitus dosis yang seharusnya4. Kepatuhan rata-rata
terbanyak di dunia.Prevalensi penderita diabetes pasien pada terapi jangka panjang terhadap
melitus di Indonesia tahun 2013 dengan penyakit kronis di negara maju hanya sebesar
prevalensi tertinggi pada daerah Yogyakarta 50%, sedangkan dinegara berkembang, jumlah
(2,6%) dan paling rendah daerah Lampung tersebut bahkan lebih rendah5.
(0,7%). Sementara Kalimantan Selatan (1,4%) Ketidakpahaman pasien terhadap terapi
menempati urutan tertinggi ke-13 di Indonesia2. yang sedang dijalaninya akanmeningkatkan
Kepatuhan minum obat didasarkan atas ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi
pandangan mengenai penderita sebagai penerima obatnya. Faktor tersebut akibat dari kurangnya

Akademi Farmasi Samarinda 57


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 57-61, 2015 Riza Alfian

informasi dan komunikasi antara tenaga dalam penggunaan obat anti diabetes melitus.
kesehatan dengan pasien6. Berbagai macam metode yang biasa digunakan
Fenerty et al7 merekomendasikan dalam menilai kepatuhan dalam penggunaan obat
penggunaan teknologi baru untuk membantu diantaranya adalah metode penentuan kadar obat
peningkatan kesehatan.Layanan pesan singkat di dalam darah, dengan menggunakan kuesioner,
atau biasa disebut dengan short Message Service dan menghitung kesesuaian jumlah obat yang
(SMS) telah digunakan untuk transaksi bisnis, digunakan dengan jumlah obat yang diresepkan
komunikasi pribadi, serta periklanan.Potensi (hitung pil). Semua metode untuk mengukur
penggunaan teknologi SMS yang dikembangkan kepatuhan mempunyai kelebihan dan
8
pada mobile phone dapat digunakan untuk kelemahan .Penilaian kepatuhan penggunaan obat
mempengaruhi kualitas kesehatan di negara- dengan metode hitung pil adalah metode yang
negara berkembang.SMS yang murah dalam paling umum dan praktis untuk digunakan.Metode
komunikasi dapat digunakan untuk hitung pil juga paling efisien dalam hal efektifitas
menyampaikan pesan kesehatan kepada pemilik biaya9.
mobile phone.Kelebihan SMS adalah biaya yang Angka kunjungan pasien diabetes
relatif ringan dan dapat mengirimkan pesan pada melitus rawat jalan di RSUD Ulin pada tahun
banyak pasien sekaligus walaupun tersebar di 2013 mencapai 3837 kunjungan pasien. Penyakit
beberapa daerah yang berbeda. Selain itu, hampir diabetes melitus untuk pasien rawat jalan di
setiap orang di Indonesia memiliki mobile phone RSUD Ulin menduduki peringkat ketiga dengan
yang di dalamnya terdapat layanan SMS, kunjungan terbanyak.Berdasarkan hal tersebut di
ditambah lagi beberapa operator yang atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
menawarkan bonus SMS setelah mengirimkan mengetahui pengaruh pemberian layanan pesan
SMS dalam jumlah tertentu. singkat pengingat terhadap kepatuhan minum obat
Pada kondisi sekarang ini, masih belum pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Ulin
ada standar yang baku untuk menilai kepatuhan Banjarmasin.

METODE PENELITIAN
Penelitian secara prosfektif untuk Perkembangan pasien diikuti dari pre study
mengetahui pengaruh pemberian layanan pesan sampai post study selama lebih kurang 1 bulan.
singkat pengingat terhadap kepatuhan minum obat Layanan pesan singkat pengingat diberikan
pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Ulin farmasis hanya selama 7 hari setelah pasien
Banjarmasin.Pengambilan sampel dilakukan mengisi data pre study. Data post study diambil
dengan metode consecutive sampling.Populasi setelah lebih kurang satu bulan sejak pre study.
terjangkau sebanyak 142 pasien diabetes Data penelitian dikumpulkan dari April sampai
melitus.Sampel yang memenuhi kriteria inklusi Mei 2014.Pengumpulan data dilakukan dengan
dan eksklusi berjumlah 39 sampel. Kriteria inklusi wawancara dan dengan metode hitung pil.
pada penelitian ini adalah pasien dengan usia 18- Data yang diperoleh dianalisis dengan
65 tahun dengan diagnosa diabetes melitus yang menggunakan SPSS 16.00. Analisis statistik yang
berobat di poliklinik penyakit dalam RSUD Ulin digunakan untuk mengolah data pre dan post
Banjarmasin, minimal satu kali pernah study adalah dengan uji wilcoxon dan uji paired
mendapatkan terapi pengobatan diabetes melitus, T-test, sedangkan untuk menganalisis hubungan
memiliki hand phone, dan dalam kriteria tidak antara kepatuhan dengan kadar gula darah
patuh pada pre study. Kriteria eksklusinya adalah digunakan uji korelasi Spearman. Nilai P<0,05
pasien dengan kondisi tuli, hamil, dan buta huruf. dianggap signifikan secara statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada awal penelitian dilakukan (41,1%). Sisi pendidikan didominasi oleh 25
pengumpulan data klinik dan data sosiodemografi pasien (64,1%) dengan pendidikan 10 tahun dan
pasien.Karakteristik pasien dapat dilihat pada 14 pasien (35,9%) dengan pendidikan < 10 tahun.
tabel 1. Penelitian ini menggunakan 39 sampel Pekerjaan didominasi oleh PNS dengan jumlah 16
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. pasien (41%). Dua puluh pasien (51,3%) pasien
Sampel penelitian terdiri dari 16 orang laki-laki memiliki riwayat diabetes melitus, sedangkan 19
dan 23 orang perempuan (58,9%). Dari segi usia, pasien (48,7%) tidak memiliki riwayat diabetes
sampel dengan usia 55 tahun sejumlah 23 pasien melitus.
(58,9%) dan usia < 55 tahun sejumlah 16 pasien

58 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 57-61, 2015 Riza Alfian

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Diabetes Melitus di RSUD Ulin Banjarmasin
Jumlah
Karakteristik Pasien
(N=39) %
Jenis Kelamin Perempuan 23 58,9
Laki-laki 16 41,1
Usia (tahun) <55 tahun 16 41,1
55 tahun 23 58,9
Pendidikan 0-9 tahun 14 35,9
>9 tahun 25 64,1
Pekerjaan Ibu rumah tangga 15 38,5
Wiraswasta 2 5,1
Swasta 6 15,4
PNS 16 41
Riwayat DM Ada 20 51,3
Tidak ada 19 48,7
Metode hitung pil juga paling efisien dalam hal
Penilaian kepatuhan minum obat pasien
efektifitas biaya9.
diabetes melitus dilakukan dengan cara
Hasil penelitian yang terlihat pada tabel
menghitung jumlah obat yang didapatkan pasien.
2 menunjukkan bahwa intervensi pemberian
Pasien dikatakan patuh apabila obatnya digunakan
layanan pesan singkat pengingat oleh farmasis
sesuai dengan jumlah dan hari yang diresepkan,
secara positif merubah perilaku tidak patuh pasien
sedangkan pasien tidak patuh apabila obatnya
menjadi perilaku yang patuh dalam menjalani
diminum tidak sesuai dengan jumlah dan hari
pengobatan.Hasil penelitian yang tersaji pada
yang diresepkan.Penilaian kepatuhan penggunaan
tabel 2 menunjukkan terjadi perubahan kepatuhan
obat dengan metode hitung pil adalah metode
pada 27 pasien yang awalnya tidak patuh menjadi
yang paling umum dan praktis untuk digunakan.
patuh dalam pengobatan.

Tabel 2. Persentase kepatuhan pasiendiabetes melitus pre studydan post study


Sampel Nilai Kepatuhan
Tidak Patuh Patuh
% %
Pre 39 100 0 0
Post 12 30,76 27 69,24

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kepatuhan
pengaruh intervensi yang diberikan kepada yang bermakna antara sebelum diberikan
pasien.Hasil uji normalitas Kolmogrov-Smirnov intervensi layanan pesan singkat pengingat
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara dengan sesudah diberikan intervensi.Hasil uji pre
normal sehingga dilakukan uji non parametrik studydan post studynilai kepatuhan tersaji pada
berupa uji Wilcoxon. Hasil test statistics diperoleh tabel 3.
nilai p=0,00 (p<0,05), dengan demikian dapat

Tabel 3. Uji pre study dan post study nilai kepatuhan (MeanSD)
Pre Post P
Sampel 0,000,00 0,690,46 0,000

meningkatkan kepatuhan minum obat pasien


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
secara signifikan.
layanan pesan singkat pengingat yang diberikan
Kebiasaan pasien tidak patuh selama
farmasis memberikan dampak positif
terapi yang dijalani disebabkan oleh
meningkatkan kepatuhan minum obat pasien
ketidaksengajaan (contohnya kelalaian atau
diabetes melitus. Hal ini sejalan dengan penelitian
terlupa minum obat), sengaja (tidak minum obat
Huanget al.,10 bahwa intervensi layanan pesan
saat merasa penyakitnya bertambah parah atau
singkat pengingat yang diberikan farmasis dapat
Akademi Farmasi Samarinda 59
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 57-61, 2015 Riza Alfian

membaik) dan kurangnya pengetahuan tentang Kadar gula darah pre study adalah kadar
diabetes melitus serta tujuan pengobatannya. gula darah puasa dan gula darah 2 jam post
Kepatuhan dalam pengobatan memegang peranan prandial yangdidapat dari hasil laboratorium yang
penting dalam mencapai target keberhasilan dibawa pasien pada saat berobat di poliklinik
terapi, terutama untuk penyakit kronis seperti penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
diabetes melitus. Rendahnya kepatuhan pasien Banjarmasin. Nilai kadar gula darah post study
terhadap pengobatan diabetes melitus merupakan adalah nilai kadar gula darah puasa dan gula darah
salah satu penyebab rendahnya kontrol kadar gula 2 jam post prandial yangdidapat dari hasil
darah11. laboratorium yang dibawa pasien pada saat
Pengukuran kepatuhan pasien rawat berobat di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit
jalan dalam pengobatan diabetes melitus penting Umum Daerah Ulin Banjarmasin setelah
untuk mengetahui efektivitas pengobatan sehingga diberikan intervensi layanan pesan singkat
target terapi diabetes melitus dapat tercapai pengingat selama tujuh hari dan diikuti selama
dengan baik. Walaupun demikian, profesional lebih kurang tiga puluh hari oleh peneliti.
kesehatan sering tidak menanyakan tentang Uji normalitas dan homogenitas untuk
kebiasaan pasien minum obat, hal ini mungkin rerata kadar gula darah puasa dan kadar gula
dikarenakan mereka tidak mempunyai cukup darah 2 jam post prandialmenunjukkan bahwa
waktu untuk melalukannya. Salah satu cara untuk data terdistribusi secara normal dan homogen
menilai kepatuhan pasien diabetes melitus dalam sehingga dilakukan uji statistik parametrik dengan
meminum obat adalah dengan melakukan Paired Samples t-Test.
perhitungan jumlah obat.

Tabel 4. Uji pre study dan post study nilai kadar gula darah (MeanSD)
Gula darah Pre Post P
GDP 171,9574,95 158,0853,76 0,022
GDPP 240,15100,28 201,3364,14 0,000

diri pasien itu sendiri terhadap kepatuhan dalam


Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata
pengobatan diabetes melitus12.
kadar gula darah puasa (GDP) pada prestudy
Uji korelasi Spearman dilakukan untuk
adalah171,9574,95mg/dL dan pada post study
mengetahui hubungan kepatuhan minum obat
mengalami penurunan
dengankadar gula darah pasien diabetes melitus.
menjadi158,0853,76mg/dL dengan nilai p<0,05;
Hasil uji korelasi disajikan pada tabel 5. Hasil
sedangkanrata-rata kadar gula darah 2 jam post
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
prandial (GDPP) pada pre
hubungan yang bermaknaantara kepatuhan dengan
study240,15100,28mg/dL dan pada post study
penurunan kadar gula darah puasa (GDP), tetapi
mengalami penurunan
terdapat hubungan yang bermakna antara
menjadi201,3364,14mg/dL dengan nilai
kepatuhan dengan kadar gula darah 2 jam post
p<0,05.Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
prandial (GDPP) pada pasien diabetes melitus
bahwa terdapat perbedaanbermakna antara data
rawat jalan di RSUD Ulin Banjarmasin. Hal ini
pre study dan post study kadar gula darah pasien
disebabkan karena pada saat pengukuran kadar
diabetes melitus rawat jalan RSUD Ulin
gula darah puasa, glukosa yang diukur adalah
Banjarmasin.
glukosa hasil glikolisis di hepar, sedangkan untuk
Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi
kadar gula darah 2 jam postprandial adalah kadar
obat antidiabetes merupakan salah satu faktor
gula darah yang berasal dari makanan.Kekuatan
utama untuk mengontrol kadar gula darah. Oleh
korelasi antara kepatuhan dengan penurunan
karena itu salah satu sasaran terapi pada
kadar gula darah bersifat lemah dan arah korelasi
manajemen DM adalah peningkatan kepatuhan
menunjukkan korelasi positif dengan
minum obat.Kepatuhan pasien dalam pengobatan
maknasemakin tinggi kepatuhan maka penurunan
berhubungan terhadap suatu hasil terapi. Hasil
kadar gula darah pasien diabetes melitus semakin
terapi dalam hal ini pengontrolan kadar gula darah
besar.
tidak akan tercapai tanpa adanya kesadaran dari

60 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 57-61, 2015 Riza Alfian

Tabel 5. Uji korelasi antara kepatuhan dan kadar gula darah


Kadar
gula Kepatuhan Kesimpulan
darah
p 0,05
Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara kepatuhan dengan
GDP
penurunan kadar gula darah puasa.
r 0,316

p 0,01 Terdapat korelasi yang bermakna antara kepatuhan dengan


GDPP penurunan kadar gula 2 jam post prandial darah. Hasil koefisien
r 0,410 korelasi ke arah positif bersifat lemah.

Keterangan : r= koefisien korelasi, p= probabilitas

SIMPULAN
Layanan pesan singkat pengingat yang positif, maka semakin besar juga penurunan kadar
diberikan farmasis efektif untuk merubah perilaku gula darah sehingga kepatuhan memiliki peranan
tidak patuh pasien menjadi perilaku yang patuh besar dalam pengontrolan kadar gula darah pasien
dalam menjalani terapi pengobatan. Seiring diabetes melitus.
perubahan perilaku kepatuhan pasienkearah yang

DAFTAR PUSTAKA
1. Scarano, W.R., Messias, A.G., Oliva, S.U., Klinefelter, GR, & Kempinas, W.G. (2006). Sexual
behaviour, sperm quantity and quality after short-therm streptozotocin-induced hyperglycaemia in rats.
International Journal Andrology, 29, 482-488.
2. Kementerian Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Jakarta, Kementerian Kesehatan RI.
3. Safitri, I.N., 2013, Kepatuhan penderita diabetes melitus tipe II di tinjau dari locus of control, Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan, 1,3
4. Basuki, Endang. 2009. Konseling Medik : Kunci Menuju Kepatuhan Pasien. Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol 59 Nomor 2 Februari 2009.
5. Asti, T. 2006. Kepatuhan Pasien : Faktor Penting dalam Keberhasilan Terapi. Info POM, Vol. 7, No. 5,
diakses Maret 2014 dari
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/0506.pdf
6. Anonim, 2007, Pelayanan Konseling Akan Meningkatkan Kepatuhan Pasien Pada Terapi Obat, diakses
Maret 2014 dari http://indonesiasehat. blogspot.com/2007/06/pelayanan-konseling-
akanmeningkatkan9866.html
7. Fenerty, S.D., West, C., Davis, S.A., Kaplan, S.G., Feldman, S.R., 2012, The effect of reminder systems
on patientsadherence to treatment, Patient Preference and Adherence:6 127135
8. Shelly, A.V., Maxwell, C.J., Hogan, D.B., Patten, S.B., Johnson, J.A., Slack, L.R., 2005, Assessing
Medication Adherence Among Older Persons In Comunity Settings, Can J Clin Pharmacol Vol 12 (1):
e152-e164
9. Hadi, N., Gooran, N.R., 2004, Determinant Factors of Medication Compliance In Hypertensive Patients
of Shiraz Iran, Archives of Iranian Medicine, V 292 olume 7, Number 4
10. Huang, H.L., Li, Y.C.J., Chou, Y.C., Hsieh, Y.W., Huo, F., Tsai, W.C., Chai,S.D., 2013, Effects of and
satisfaction with short message service reminders for patient medication adherence: a randomized
controlled study, BMC Medical Informatics and Decision Making, 13:127
11. Aronson, J.K., 2007, Compliance, Concordance, Adherence, Br J Clin Pharmacol 63:4 383384
12. Dulmen, S. V., Sluijs, E., Dijk, L. V., Ridder, D., Heerdink, R., & Bensing, J. (2007). Patient adherence
to medical treatment BMC Health Services Research, 7, 55.

Akademi Farmasi Samarinda 61


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 62-67, 2015 Yugo Susanto

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM


OBAT
PASIEN HIPERTENSI LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SUNGAI CUKA KABUPATEN TANAH LAUT

Submitted : 19 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Yugo Susanto

Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin


E-mail: yugo.susanto@gmail.com

ABSTRACT
One of communicable diseases become very serious health problem was hypertension. The purpose
of hypertension therapy was to control blood pressure in range of normal blood pressure, it is needed the
adherence for hypertension therapy. The family supportcould improved healthy status. Patient with family
support feel that people care, so it could directed patient to improve their healthy lifestyle.
The purpose of this study was to determine elderly family support, medication adherence in elderly
hypertensive patients, and analyzedthe correlation between the family support with the adherence ension in
elderly hypertension patients in Puskesmas Sungai Cuka Tanah Laut.
This study was conducted with the cross sectional design in December 2014 until January 2015.
Population was280the elderly patient in the region of primary public health Sungai Cuka and 164 of them
were used for sample. Data was collected by completion questionnaires family support and Morisky
Modification Adherence Scale (MMAS)questionnaires. Data analysis was performed by gamma test with
95% confidence level.
Based on the results, that Elderly who have family support by category 23.8% lower category,
middle category were 64%, high category were 11.6%, and 0.6% were very high category. The adherence
degree of elderly hypertension patientwere 45,7% low adherence degree, moderate adherence degreewere
36%, and high adherence degree were 18.3%. There were a correlation between the family support andthe
medication adherence in elderly hypertension patients at Puskesmas Sungai Cuka Tanah Laut. ( =0.295).

K eywords: Family Support, Adherence, Hypertension, Elderly.

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan adalah upaya milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa
yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa menderita penyakit ini. Bahkan, diperkirakan
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, jumlah penderita hipertensi akan meningkat
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 20253. Dua
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat per tiga penderita hipertensi berada di negara
yang setinggi- tingginya, salah satu indikatornya berkembang yang berpenghasilan rendah dan
adalah angka harapan hidup1. sedang. Indonesia berada dalam deretan 10 negara
Salahsatu penyakit tidak menular (PTM) dengan prevalensi hipertensi tertinggi di dunia,
yang menjadi masalah kesehatan yang sangat bersama Myanmar, India, Srilanka, Bhutan,
serius saat ini yaitu Hipertensi. Thailand, Nepal, Maldives. Menurut Organisasi
Hipertensiadalahkeadaanyangditandaidengan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012 melaporkan
terjadinya peningkatan tekanan darah didalam bahwa hipertensi adalah suatu kondisi berisiko
arteri.Seseorang dikatakan memiliki hipertensi tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari
jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau kematian akibat stroke, dan 45% dari jantung
lebih, tekanan diastolik mencapai 90 koroner4.
mmHgataulebih, atau keduanya2. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar
Hipertensi merupakan salah satu (Riskesdas) tahun 2013 di Provinsi Kalimantan
penyakit paling mematikan di dunia. Sebanyak 1 Selatan tahun 2013 prevalensi hipertensi sebesar

62 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 62-67, 2015 Yugo Susanto

30,4%, ini berarti sekitar 1.145.536 orang Kesehatan Lansia sebanyak 34.638 orang.
mengalami hipertensi5. Data dari Dinas Kesehatan Cakupan pelayanan kesehatan lansia (>60 Th)
Kabupaten Tanah Laut kasus baru pasien sebesar 63,95% sedangkan pada tahun 2011
hipertensi tahun 2011 sebanyak 17.594 orang, sebesar 87,56%. Hasil studi pendahuluan yang
tahun 2012 sebanyak 15.842 orang dan tahun dilakukan peneliti pada bulan Agustus 2014,
2013 sebanyak 15.181 orang. Menurut data di diketahui bahwa jumlah lansia di wilayah kerja
Puskesmas Sungai Cuka penyakit hipertensi Puskesmas Sungai Cuka yang berusia 45-59 tahun
merupakan 3 besar penyakit terbanyak pada tahun berjumlah 1721 orang, 60-69 tahun berjumlah 468
2013 yang ada diwilayah Puskesmas Sungai Cuka orang, 60 tahun ke atas berjumlah 766 orang dan
yang berjumlah 850 orang yang terbagi sebanyak 70 tahun ke atas berjumlah 298 orang. Dari data
257 orang laki- laki dan sebanyak 593 orang Profil Dinas Kesehatan Kab. Tanah Laut Tahun
perempuan . 2013.
Menurut Sarafino6 Individu membutuhkan Berdasarkan Laporan Tahunan Puskesmas
orang lain untuk memberi dukungan guna Sungai Cuka jumlah lansia pada tahun 2013
memperoleh kenyamanannya. Individu dengan sebanyak 1984 orang, jumlah pasien lansia yang
tingkat dukungan keluarga yang tinggi memiliki menderita penyakit hipertensi pada tahun 2013
perasaan yang kuat bahwa individu tersebut sebanyak 534 orang hal tersebut menunjukan
dihargai dan dicintai. Individu dengan dukungan bahwa masih sangat tingginya angka kejadian
keluarga yang tinggi merasa bahwa orang lain penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
peduli dan membutuhkan individu tersebut, Sungai Cuka, dimana lansia yang dibina masih
sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kurang dari target pencapaian. Diketahui bahwa
kepada gaya hidup yang sehat dalam hal ini cakupan pelayanan kesehatan lansia pada tahun
kepatuhan dalam mengikuti posyandu lansia. 2012 pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Keluarga merupakan support system (sistem yaitu sebesar 63,95 %, sedangkan di puskesmas
pendukung) yang berarti, sehingga dapat memberi sungai cuka diketahui lansia yang memanfaatkan
petunjuk tentang kesehatan mental klien, peristiwa fasilitas kesehatan tahun 2012 sebesar 26 %
dalam hidupnya dan sistem dukungan yang sehingga kurang dari pencapaian program yang
diterima. Sistem dukungan penting bagi kesehatan ditetapkan. Untuk meningkatkan pelayanan
lanjut usia terutama fisik dan emosi. Lansia yang kesehatan maupun kesejahteraan sosial
sering ditemani dan mendapatkan dukungan akan dimasyarakat diharapkan terciptanya lansia
mempunyai kesehatan mental yang lebih baik. mandiri dan terlibat secara aktif dalam
Di Indonesia Jumlah lansia meningkat peningkatan kesehatan masyarakat tetapi
menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 jumlah ini kenyataan yang ada di lapangan bahwa masih
termasuk terbesar keempat setelah China, India banyaknya penderita hipertensi pada lansia.
dan Jepang. Badan kesehatan dunia WHO Berdasarkan latar belakang yang sudah
menyatakan bahwa penduduk lansia pada tahun dijelaskan di atas maka dilakukan penelitian untuk
2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
atau tercatat 28,8 juta orang7. kepatuhan minum obat penderita hipertensi pada
Pada tahun 2012/2013 di Tanah Laut pasien lansia di wilayah Kerja Puskesmas Sungai
jumlah sasaran lansia pada program Seksi Cuka Kabupaten Tanah Laut Tahun 2014.

METODE PENELITIAN
Penilitian ini menggunakan rancangan sakit dan tidak bisa beraktifitas
cross sectional yaitu dengan melakukan normal.Pengumpulan data dukungan keluarga dan
pengambilan data pada saat bersamaan/ satu tingkat kepatuhan minum obat dilakukan dengan
waktu di wilayah kerja Puskesmas Sungai Cuka wawancara dan pengisian kuesioner yang telah
Kabupaten Tanah Laut. Pengambilan sampel diuji validitas dan reliabilitasnya. Data penelitian
dilakukan dengan metode purposive sampling. dikumpulkan dari Agustus 2014 sampai Februari
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien 2015.
dengan usia 45-65 tahun dengan diagnosa Data yang diperoleh dianalisis dengan
hipertensi yang berobat di Puskesmas Sungai menggunakan SPSS 16.00. Analisis statistik yang
Cuka Kabupaten Tanah Laut, dapat digunakan untuk mengolah data tingkat kepatuhan
berkomunikasi dengan baik (tidak tuna rungu dan dan tingkat dukungan keluarga menggunakan uji
tuna wicara), dan bersedia untuk berpartisipasi distribusi frekuensi, sedangkan untuk
pada penelitian dengan mengisi informed consent. menganalisis hubungan antara dukungan keluarga
Kriteria eksklusinya adalah pasien yang sedang dengan kepatuhan minum obat pasien digunakan

Akademi Farmasi Samarinda 63


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 62-67, 2015 Yugo Susanto

metode uji analisis bivariat. Nilai P<0,05 dianggap signifikan secara statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada awal penelitian dilakukan pendidikan SLTP, 16 pasien (9,7%) dengan
pengumpulan data klinik dan data sosiodemografi pendidikan SLTA, dan3 pasien (1,8%) dengan
pasien. Karakteristik pasien dapat dilihat pada pendidikan perguruan tinggi. Pekerjaan
tabel 1. Penelitian ini menggunakan 164 sampel didominasi oleh pasien yang tidak bekerja dengan
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. jumlah 115 pasien (70,2%), Petani sejumlah 32
Sampel penelitian terdiri dari 54 pasien (33%) pasien (19,5%), Pedagang sejumlah 12 pasien
laki-laki dan 110 pasien (67%) perempuan. Dari (7,3%), dan PNS sejumlah 5 pasien (3%).
segi usia, sampel dengan usia 45-59 tahun Dukungan keluarga diartikan sebagai
sejumlah 126 pasien (76,8%) dan usia 60-74 tahun bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga
sejumlah 38 pasien (23,2%). Sisi pendidikan yang lain sehingga memberikan kenyamanan fisik
didominasi oleh 107pasien (65,3%) dengan dan psikologis pada orang yang dihadapkan pada
pendidikan SD, 38 pasien (23,2%) dengan situasi stres8.

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Hipertensi Lansia di Puskesmas Sungai Cuka
Kabupaten Tanah Laut.
Jumlah
Karakteristik Pasien
(N=164) %
Jenis Kelamin Perempuan 110 67
Laki-laki 54 33
Usia (tahun) 45-59 tahun 126 76,8
60-74 tahun 38 23,2
Pendidikan SD 107 65,3
SLTP 38 23,2
SLTA 16 9,7
Perguruan Tinggi 3 1,8
Pekerjaan Tidak bekerja 115 70,2
Petani 32 19,5
Pedagang 12 7,3
PNS 5 3

Penilaian mengenai tingkat dukungan Sebagian besar lansia memiliki dukungan


keluarga dilakukan dengan cara pengisian keluarga dengan kategori rendah yaitu berjumlah
kuesioner oleh pasien. Hasil pengumpulan data 35 orang (89,8%). Ini menunjukkan bahwa
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi yang kurangnya perhatian keluarga terhadap lansia
dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 menunjukkan khususnya berkaitan dengan minum obat.
bahwa sebagian besar pasien hipertensi lansia Dukungan keluarga dalam penelitian ini
memiliki dukungan keluarga dengan kategori merupakan bentuk bantuan atau perhatian yang
sedang yaitu berjumlah 105 orang (64%). diterima lansia dari keluarga yang berkaitan.

Tabel 2. Distribusi frekuensi dukungan keluarga pasien hipertensi lansia


No. Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)
1 Sangat tinggi 1 0,6
2 Tinggi 19 11,6
3 Sedang 105 64
4 Rendah 39 23,8
5 Sangat rendah 0 0
164 100

Berdasarkan parameter dukungan sehat (nomor 1), ini menunjukkan bahwa


keluarga menurut dimensi emosional yang sebagian besar keluarga memahami keinginan
mendapatkan skor tertinggi adalah pertanyaan lansia sedangkan yang mendapat skor terendah
keluarga memahami keinginan lansia untuk adalah pertanyaan keluarga selalu menanyakan

64 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 62-67, 2015 Yugo Susanto

kondisi kesehatan lansia (nomor 3), ini mendapatkan skor tertinggi adalah pertanyaan
menunjukkan bahwa keluarga kurang keluarga membantu menjelaskan mengenai cara
menanyakan keadaan kesehatan keluarga. Hal ini minum obat sesuai petunjuk petugas kesehatan
dikarenakan kebiasaan keluarga yang menanyakan (nomor 9) yaitu keluarga menjelaskan mengenai
keadaan kesehatan lansia apabila lansia terlihat cara minum obat sesuai petunjuk petugas
sakit atau merasakan keluhan gangguan kesehatan sedangkan skor terendah adalah
kesehatan. pertanyaan keluarga membantu mengingatkan
Berdasarkan parameter dukungan waktu saat meminum obat (nomor 10), artinya
keluarga menurut dimensi penghargaan yang keluarga kurang membantu mengingatkan waktu
mendapatkan skor tertinggi adalah pertanyaan saat meminum obat. Hal ini dikarenakan adanya
keluarga berusaha memberikan semangat untuk kesibukan keluarga sehingga keluarga pun mudah
kesehatan lansia (nomor 5), artinya keluarga lupa akan jadwal meminum obat.
memberikan semangat untuk kesehatan lansia hal Keluarga merupakan sumber dukungan
ini disebabkan keluarga tentunya sudah sosial yang paling penting, sehingga dapat
mengetahui pentingnya kesehatan lansia disimpulkan bahwa dukungan keluarga dengan
sedangkan yang terendah adalah pertanyaan tingkat sedang disebabkan karena kurangnya
Keluarga memberikan pujian terkait kepatuhan dukungan keluarga terhadap lansia sehingga
anda meminum obat (nomor 4), ini menunjukkan lansia merasa kurang dihargai dan diperhatikan.
bahwa keluarga jarang memberikan pujian kepada Penilaian kepatuhan minum obat pasien
lansia. Hal ini dikarenakan keterbatasan lansia lansia hipertensi dilakukan dengan menggunakan
dalam beraktifitas fisik maupun melakukan hal kuesioner Morisky Medication Adherence Scale
lainnya sehingga pujian jarang diberikan oleh (MMAS) yang d2si oleh pasien. Kepatuhan
keluarga. dikategorikan menjadi tiga tingkatan. Kepatuhan
Berdasarkan parameter dukungan tinggi apabila pasien mengisi kuesioner MMAS
keluarga menurut dimensi instrument yang dengan skor delapan, kepatuhan sedang apabila
mendapatkan skor tertinggi adalah pertanyaan pasien mengisi kuesioner MMAS dengan skor
keluarga membantu biaya untuk berobat (nomor enam sampai kurang dari delapan, dan kepatuhan
7), ini berarti keluarga membantu biaya berobat rendah apabila pasien mengisi kuesioner dengan
sedangkan pertanyaan yang mendapatkan skor skor kurang dari delapan. Penilaian kepatuhan
lebih rendah adalah pertanyaan keluarga penggunaan obat dengan metode kuesioner adalah
berusaha untuk membantu transportasi ke metode yang paling umum dan praktis untuk
Puskesmas (nomor 6), ini berarti keluarga kurang digunakan. Metode penilaian kepatuhan dengan
menyediakan transportasi jika lansia ingin menggunakan kuesioner juga paling efisien dalam
berobat. Hal ini dikarenakan keluarga hal efektifitas biaya9. Hasil penilaian tingkat
menganggap letak puskesmas yang tidak terlalu kepatuhan minum obat pasien lansia hipertensi di
jauh dari rumah dengan jalan kaki pun dapat Puskesmas Sungai Cuka Kabupaten Tanah Laut
dijangkau. dapat dilihat pada tabel 3.
Berdasarkan parameter dukungan
keluarga menurut dimensi informasi yang

Tabel 3. Tingkat kepatuhan minum obat pasien lansia hipertensi di Puskesmas Sungai Cuka
Kabupaten Tanah Laut
No. Tingkat Kepatuhan Frekuensi Persentase (%)
1 Tinggi 30 18,3
2 Sedang 59 36
3 Rendah 75 45,7
Jumlah 164 100

Tabel III menunjukkan sebagian besar bisa langsung sembuh dalam sekali pengobatan10.
lansia memiliki kepatuhan rendah dalam Tujuan dari pengobatan hipertensi adalah untuk
meminum obat yaitu berjumlah 75 orang (45,7%). mengontrol tekanan darah agar selalu berada pada
Kepatuhan yang rendah dalam menggunakan obat rentang tekanan darah normal sehingga dapat
antihipertensi juga disebabkan karena kurangnya mencegah timbulnya penyakit lain yang lebih
pemahaman pasien pada tujuan terapi hipertensi berat seperti penyakit jantung koroner, gagal
sendiri dan mengubah dosis atau jadwal minum ginjal, dan stroke. Berbagai macam alasan yang
obat. Hipertensi adalah penyakit kronis yang tidak menyebabkan pasien tidak bisa patuh dalam

Akademi Farmasi Samarinda 65


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 62-67, 2015 Yugo Susanto

menggunakan obat sebagaimana dinyatakan oleh Dukungan keluarga memiliki peranan


Osterberg & Blaschke11, bahwa faktor-faktor yang untuk menunjang keberhasilan terapi terutama
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam untuk pasien lansia. Pada penelitian ini dilakukan
pengobatan hipertensi adalah kurangnya analisis mengenai hubungan dukungan keluarga
pemahaman pasien tentang hipertensi dan tujuan dan kepatuhan minum obat dengan menggunakan
terapi hipertensi untuk mencegah terjadinya uji statistik bivariat. Hasil uji statistik tersebut
komplikasi penyakit lebih lanjut. tersaji pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji bivariat antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat.
Kepatuhan Minum Obat
Dukungan Rendah Sedang Tinggi
No. Keluarga n % n % n % %
1. Sangat tinggi 0 0 0 0 1 100 1 100
2 Tinggi 4 21 5 26.3 10 52.6 19 100
3 Sedang 36 34.2 52 49.5 15 14.2 105 100
4 rendah 35 89.8 2 5.1 2 5.1 39 100
5 sangat rendah 0 0 0 0 0 0 0 100
Total 75 45.7 59 35.9 30 18.2 164 100
Uji statistik Gamma: = 0,295

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden obat yaitu berjumlah 35 orang (89,8%). Hasil uji
yang memiliki dukungan keluarga tinggi hampir statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara
seluruhnya memiliki kepatuhan tinggi dalam dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
meminum obat yaitu berjumlah 10 orang (52,6%) penderita hipertensi pada lansia di wilayah kerja
sedangkan responden yang memiliki dukungan Puskesmas Sungai Cuka Kabupaten Tanah Laut.
keluarga yang rendah hampir seluruhnya Dukungan keluarga yang tinggi akan
memilikikepatuhan yang rendah dalam meminum memunculkan kepatuhan lansia yang tinggi pula
obat yaitu berjumlah 35 orang (89,8%). dalam meminum obat. Dukungan keluarga disini
Hasil analisis statistik uji Uji Gamma sebagai motivasi yang mampu untuk
diperoleh nilai = 0,295 Gamma berkisar antara - menggerakkan diri pada lansia.
1 (hubungan tidak searah sempurna) dan +1 Dukungan keluarga menjadi suatu aspek
(hubungan searah sempurna) dengan demikian pemberdayaan lansia terhadap perkembangan
secara statistik pada tingkat kepercayaan 95% hal aktifitas dan juga keinginan untuk mengetahui dan
ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara menggunakan sesuatu hal yang masih di anggap
dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat baru ataupun hal-hal yang jarang ia lakukan12.
penderita hipertensi pada lansiadi wilayah kerja Dukungan keluarga sangat berperan dalam
Puskesmas Sungai Cuka Kabupaten Tanah Laut. mendorong minat atau kesediaan lansia. Keluarga
Pasien lansia hipertensi yang memiliki bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila
dukungan keluarga yang tinggi hampir seluruhnya selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau
memiliki kepatuhan meminum obat yaitu mengantar lansia ke puskesmas dan berusaha
berjumlah 10 orang (52,6%) sedangkan responden membantu mengatasi segala permasalahan
yang memiliki dukungan keluarga yang rendah bersama lansia13.
hampir seluruhnya tidak patuh dalam meminum

SIMPULAN
Pasien hipertensi lansia di Puskesmas sebanyak 45,7%. Dukungan keluarga memiliki
Sungai Cuka Kabupaten Tanah Laut didominasi hubungan yang erat dengan kepatuhan minum
oleh pasien dengan tingkta dukungan keluarga obat sehinggadukungan keluarga diharapkan dapat
sedang sebanyak 64%. Kepatuhan minum obat ditingkatkan untuk menunjang keberhasilan terapi
pasien didominasi oleh tingkat kepatuhan rendah hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2008. Pedoman Kerja Puskesmas. Jakarta: Depkes RI
2. Alhaiqa, F., Deane, K.H.O., Nawafleh, A.H., Clark, A., Gray, R., 2012, Adherence therapy for
medication non compliant patients with hypertension: a randomised controlled trial, Journal of Human
Hypertension 26, 117126

66 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 62-67, 2015 Yugo Susanto

3. Herlambang. 2013, Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes, Tugu Publisher, Yogyakarta


4. Suara Pembaruan. 2013, Hari Kesehatan Sedunia; Waspadai Ancaman The Silent Killer, diakses tanggal
20 September 2014, http://www.beritasatu.com
5. Kemenkes, 2013, Riset Kesehatan dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta
6. Sarafino, E. P. 2006. Health Psycology Biopsyhosocial Interaction (terjemah). United States of America:
John Wiley & Sons
7. Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: UGM
8. Taylor, S.E. 2006. Health Psycology. Singapore: Mc. Graw Hiil Book Company
9. Morisky, D.E., Ang, A., Krousel-Wood, M.A., Ward, H., 2008, Predictive Validity of A Medication
Adherence Measure in an Outpatient Setting, J. Health-Syst. Pharm, 10: 348-54.
10. Bourgault, C., Senecal, M., Brisson, M., Marentette, M.A., Gregoire, G.P., 2005, Persistence and
discontinuation patterns of antihypertensive therapy among newly treated patients: a population-based
study, Journal of Human Hypertension 19, 607613
11. Osterberg, L., Blaschke, T., 2005, Adherence to medication, N Eng, J, Med; 353: 487-97
12. Zumara. 2011. Dukungan Peran Keluarga (online), terdapat dalam (http://www.tempo.com, diakses
tanggal 07 Agustus 2014)
13. Ismawati. (2010). Posyandu & Desa Siaga: Panduan untuk Bidan dan Kader. Yogyakarta: Nuha Medika

Akademi Farmasi Samarinda 67


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING


(CURCUMA HEY NEANA VAL.) TERHADAP PERTUMBUHAN
ESCHERICHIA COLI SECARA IN VITRO

Submitted : 20 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Aditya Maulana Perdana Putra, Rustifah, Muhammad Arsyad


Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
E-mail : aditya.maulana.pp@mail.ugm.ac.id

ABSTRACT
Infection is a major problem that the world's attention. Infectious diseases have caused the death of
over 13 million people worldwide every year, particularly in the developing countries such as Indonesia.
One of the species of bacteria that cause infections are Escherichia coli. Curcuma heyneana rhizome
(Curcuma heyneana Val.) is a plant that is often used as a traditional medicine to antibacterial. This study
was intended to determine the antibacterial inhibition activity, and minimum inhibitory concentrations
(MIC) from the usage of an ethanol extract in the curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) for
the growth of an Escherchia coli by in vitro.
Curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) was extracted using maseration method
with solvent ethanol. Each extracts identified the active compounds group consisting of flavonoids, saponins,
curcumin, volatile oil, and tannins. This study was an experimental laboratoric by using the diffusion method
with discs blank with 10 treatment groups concentration which are 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,12%,
1,56%, 0,78%, positive control and negative control with three repetitions.
The phytochemical screenings analysis showed curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana
Val.) of ethanol extract containing flavonoids, saponins, curcumin, volatile oil, and tannins. Ethanol extract
in the curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) had an effectiveness in inhibiting the growth of
an Escherchia coli by in vitro. Minimum inhibitory concentrations (MIC) from the usage of an ethanol
extract in the curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) for the growth of an Escherchia coli by
in vitro is 12,5% with average inhibition zone 9,77 mm. The results showed that the ethanol extract curcuma
heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.) had an effectiveness in inhibiting the growth of an Escherchia
coli, it showed inhibition zone diameter due to higher concentrations of the resistance is increasing. Analysis
of the test data with Kruskal-Wallis (sig) = 0,001 which is smaller than < 0,05. It means that there are
significant differences in the average diameter of an each concentration of ethanol extract of curcuma
heyneana rhizome in inhibiting (Curcuma heyneana Val.) the growth of Escherchia coli by in vitro.

K eywords : Antibacterial, Curcuma heyneana rhizome (Curcuma heyneana Val.), Minimum inhibitory
concentrations.

PENDAHULUAN
Infeksi merupakan masalah besar yang yang mulai resisten terhadap jenis bakteri ini.
menyedot perhatian dunia. Penyakit infeksi telah Menurut Okoli2 melakukan penelitian resistensi
menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di bakteri Escherichia coli pada beberapa
seluruh dunia setiap tahun, terutama di negara- antibakteri, dengan cara memberi antibakteri pada
negara yang sedang berkembang seperti ayam yang diinfeksi oleh Escherichiacoli.
Indonesia. Salah satu dari spesies bakteri Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri ini sudah
penyebab infeksi adalah cukup resisten terhadap ampicillin, cotrimoxazole,
Escherichiacoli.Escherichia coli merupakan dan nalidixic acid. Beda lagi menurut Olson dkk.3
bagian dari flora saluran cerna yang normal pada yang meneliti resistensi antibakteri pada
manusia, tetapi juga merupakan penyebab umum Escherichiacoli yang diisolasi dari urin.
infeksi saluran kemih, diare, dan penyakit Mahasiswi dengan riwayat infeksi saluran kemih
lainnya1. 11,8% resistensi terhadap ciprofloxacin dan
Sebuah penelitian di India sebanyak 1.8% yang resisten terhadap
mengemukakan bahwa sejumlah obat antibakteri

68 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

ciprofloxacin tanpa riwayat infeksi saluran mengadung senyawa diantaranya kurkumin,


kemih. saponin, flavonoid dan minyak atsiri yang
Temu giring (Curcuma heyneana Val.) berkhasiat menghambat pertumbuhan Escherichia
banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan coli.Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik
kecil atau peladangan dekat rumah penduduk, untuk melakukan penelitian uji daya hambat
terutama di kawasan Jawa Timur4. Rimpang temu ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma
giring (Curcuma heyneanaVal.) mengandung heyneana Val.) terhadap pertumbuhan
senyawa kurkumin yang dapat memberi warna Escherichia coli. Rumusan masalah pada
kuning, minyak atsiri 0,8-3%, amilum, damar, penelitian ini yaitu Apakah ekstrak etanol
lemak, tanin, saponin dan flavonoid5. Berdasarkan rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val.)
hasil penelitian Meilisa6 formulasi dalam sediaan memiliki aktivitas daya hambat terhadap
kapsul dari ekstrak etanol rimpang temu lawak pertumbuhan Escherichia coli? dan Berapa
(Curcuma xanthorrhiza, Roxb.) yang memiliki Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak
suku yang sama dengan rimpang temu giring etanol rimpang temu giring (Curcuma heyneana
(Curcuma heyneana Val.) yaitu Zingiberaceae Val.) terhadap pertumbuhan Escherichia coli?

BAHAN DAN METODE


Alat kering tersebut kemudian diekstraksi dengan
Alat yang digunakan dalam penelitian metode maserasi dengan pelarut etanol 96%.
ini adalah bejana untuk maserasi, Paper disc/ Merendam serbuk simplisia rimpang temu giring
Cakram, inkubator, pipet volume, jarum ose, selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk,
lampu bunsen, autoklaf, cawan petri, gelas ukur, kemudian diamkan selama 18 jam.Lakukan proses
timbangan analitik, pinset, pelekat label, pisau, penyaringan menggunakan kertas saring untuk
tabung reaksi, mikro pipet, waterbath,hot plat, memisahkan maserat dengan ampas.Mengulangi
luminary air flow. proses penyarian sampai sekurang-kurangnya dua
kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama
Bahan hingga kandungan pada simplisia tertarik
Bahan yang digunakan dalam penelitian semua.Proses penyarian dikatakan selesai jika
ini adalah rimpang temu giring, aquades steril, warna pelarut yang digunakan kembali seperti
media mueller hinton, eEtanol 96 %, biakan semula.Mengumpulkan semua maserat kemudian
Esherichia coli, paper disk kosong, seftriakson, menguapkannya dengan menggunakan vacum
HCl pekat, serbuk Mg, FeCl3, H2SO4 pekat, asam rotary evaporator. Setelah maserat diuapkan
borat, kalium bikromat. dengan vacum rotary evaporator, diuapkan
kembali dengan water bath untuk memperoleh
Jenis Penelitian ekstrak kental rimpang temu giring.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Skrining Fitokimia
eksperimental. Penelitian ini dimulai pada bulan Sebelum dilakukan pengambilan data
Maret sampai Juni 2014.Penelitian ini dilakukan penelitian, dilakukan skrining fitokimia. Skrining
di Laboratorium Farmakognosi dan Biologi fitokimia yang dilakukan yaitu skrining flavonoid,
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, saponin, tanin, kurkumin, dan minyak atsiri.
Laboratorium FKIP MIPA Universitas Lambung Pembuatan Media Mueller Hinton
Mangkurat Banjarmasin, Laboratorium Timbang Mueller Hinton Agar sebanyak
Farmakognosi dan Fitokimia FMIPA Universitas 34 gram, kemudian campurkan dengan aquadest
Lambung Mangkurat Banjarbaru dan sampai 1000 ml dalam beker glass, aduk sampai
Laboratorium Bakteriologi Balai Veteriner larut. Larutan tersebut kemudian disterilkan di
Banjarbaru. autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit7.

Metode Pengumpulan Sampel Pembuatan ekstrak etanol Rimpang Temu


Temu giring (Curcuma heyneana Val.) iring
yang diambil dari Desa Pengaron dideterminasi di Konsentrasi ekstrak etanol rimpang
Laboratorium Biologi FKIP MIPA Universitas temu giring yang digunakan yaitu 100%, 50%,
Lambung Mangkurat Banjarmasin. 25%, 12,5%, 6,25%, 3,12%, 1,56, dan 0,78%.
Kontrol positifyaitu seftriakson dengan dosis 200
Ekstraksi Rimpang Temu Giring mg yang dilarutkan dalam 200 ml aquades steril.
Temu giring yang sudah di ambil Kontrol negatif yaitu aquades steril.
kemudian di keringkan. Temu giring yang sudah

Akademi Farmasi Samarinda 69


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

Prosedur Uji Daya Hambat Data yang diperoleh diameter zona


Masukkan 15 mL media ke dalam hambat yang didapat dari berbagai perlakuan dan
cawan petri bersama 1 mL suspensi E.coli. di sajikan dalam bentuk tabel. Data tersebut diuji
Homogenkan biakan bakteri dengan cara memutar untuk melihat diameter data terdistribusi normal
ke kanan dan ke kiri lalu diamkan sampai padat. dan homogen dengan uji Normality dan Uji
Kertas cakram di celupkan ke dalam berbagai Homogeinity. Jika data yang diperoleh
ekstrak etanol rimpang temu giring, kontrol positif terdistribusi normal dan homogen di uji dengan
dan kontrol negatif. Letakkan cakram di atas uji parametrik One Way Anova dilanjutkan
media agar. Kemudia inkubasi selama 24 jam dengan Post-Hoc Analysis. Jika data yang
pada suhu 37oC. Setelah 24 jam amati dan ukur diperoleh salah satunya tidak terdistribusi normal
diameter zona hambat. Lakukan replikasi 3 kali. dan homogen di uji dengan uji Non parametrik
Analisis Data Kruskal Wallis dilanjutkan denganuji Mann
Whitney.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuatan Ekstrak Etanol Rimpang Temu mudah diusahakan.Hasil ekstraksi maserasi
Giring menunjukkan bahwa tanaman rimpang temu
Bahan uji yang digunakan dalam giring dengan berat simplisia 1000g menghasilkan
penelitian ini adalah temu giring (Curcuma ekstrak kental dengan rendemen sebesar 11,04%.
heyneana Val.). Bagian tanaman temu giring yang Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa rimpang
digunakan adalah bagian rimpangnya yang sudah temu giring menghasilkan ekstrak dengan
tua atau berumur 8-10 bulan8, dimana proses rendemen lebih dari 8%9.
metabolisme telah sempurna sehingga diharapkan
kandungan zat aktifnya juga maksimal. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Rimpang
Pembuatan ekstrak etanol rimpang temu giring Temu Giring
dilakukan dengan metode maserasi. Pemilihan Skrining fitokimia merupakan uji
metode maserasi karena dapat menarik senyawa- kualitatif untuk mengetahui adanya senyawa
senyawa yang berkhasiat, baik yang tahan flavonoid, saponin, tanin, kurkumin dan minyak
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. atsiri dalam ekstrak kental rimpang temu giring.
Selain itu pengerjaan dan peralatan yang Hasil skrining fitokimia untuk lebih jelasnya dapat
digunakan dalam metode maserasi sederhana dan dilihat pada tabel 1 di bawah.

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia


No. Pengujian Hasil Keterangan
1. Flavonoid + Jingga dan Hijau10
Sampel + HCl pekat + serbuk Mg
2. Saponin + Buih setinggi 3 cm + HCl 2 N, buih tidak
Sampel + aquadest kocok selama 10 menit + HCl 2 hilang11
N
3. Tanin + Biru kehitaman, + H2SO4 pekat endapan
Sampel + FeCl3 0,5 M + H2SO4 pekat coklat12
4. Kurkumin + Kompleks warna merah13
Sampel + asam borat
5. Minyak Atsiri + Berbau khas14
Sampel diuapkan sampai kering + etanol uapkan
lagi sampai kering

Selain skrining fitokimia juga dilakukan warna hijau menunjukkan hasil positif. Reaksi
identifikasi keberadaan etanol, karena oksidasi alkohol dengan kalium bikromat dan
dikhawatirkan ekstrak kental rimpang temu giring asam sulfat pekat akan menghasilkan warna hijau
masih mengandung etanol yang dapat dari ion Cr3+ 15. Ekstrak yang telah ditambahkan
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga akan kalium bikromat dan asam sulfat pekat tidak
mempengaruhi hasil uji.Pada identifikasi memberikan warna hijau (ekstrak tetap berwarna
keberadaan etanol dalam ekstrak, tidak tercium kuning jingga), hal ini menunjukkan bahwa
aroma etanol yang spesifik, hanya tercium bau ekstrak kental rimpang temu giring sudah tidak
rimpang temu giring. Penambahan kalium mengandung etanol.
bikromat dan asam sulfat pekat akan memberikan

70 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

Uji Daya Hambat Antibakteri Uji daya hambat ini dilakukan pada 10
Pengujian daya hambat antibakteri pada kelompok uji yang terdiri dari ekstrak rimpang
Esherichia coli secara in vitro dilakukan dengan temu giring dengan berbagai konsentrasi (100%,
metode difusi cakram yaitu penentuan daya 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,12%, 1,56% dan
hambat antibakteri dilihat berdasarkan diameter 0,78%), kontrol positif (seftriakson 30g) dan
zona hambat yang muncul disekitar cakram yang kontrol negatif (aquadest).Pada penelitian ini
berisi zat antibakteri. Setelah diinkubasi, diameter replikasi dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga data
zona hambat jernih yang mengelilingi yang diperoleh sebanyak 30 data diameter zona
cakramdiukur sebagai nilai kekuatan hambat obat hambatan.Hasil uji daya hambatekstrak dengan
terhadap bakteri uji. Artinya semakin luas zona variasi konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2.
hambat yang terbentuk menunjukkan semakin
efektif zat tersebut sebagai antibakteri.

Tabel 2. Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak Dengan Berbagai Konsentrasi


Konsentrasi Ekstrak %b/v Diameter Zona Hambat (mm)
Disk 1 Disk 2 Disk 3 Rata-rata
100% 14,4 15,0 15,5 14,97
50% 14,0 14,1 14,1 14,07
25% 12,5 12,4 12,5 12,47
12,5% 9,8 9,8 9,7 9,77
6,25% 8 8 8 8
3,12% 8 8 8 8
1,56% 8 8 8 8
0,78% 8 8 8 8
Kontrol Positif (Seftriakson) 31,3 31,1 31,5 31,3
Kontrol Negatif (Aquadest) 8 8 8 8

Hasil uji daya hambat antibakteri ekstrak meningkatkan penghambatan pada pertumbuhan.
rimpang temu giring terhadap Escherichia coli Saat tingkat konsentrasi ekstrak rimpang temu
(Tabel 2) menunjukkan bahwa konsentrasi 100%, giring tinggi, ekstrak tersebut akan menjadi
50%, 25% dan 12,5% memberikan diameter zona kental, membuat laju difusi senyawa aktif menjadi
hambat, sedangkan konsentrasi 6,25%, 3,12%, berkurang. Oleh karena itu pada konsentrasi 100%
1,56% dan 0,78% tidak memberikan zona hambat dan 50% diameter zona hambat rata-rata yang
disekitar paper disk.. Tabel diatas memperlihatkan diperoleh memiliki perbedaan yang sangat sedikit
bahwa diameter zona hambat tertinggi diperoleh dibandingkan dengan konsentrasi 50% dan 25%.
pada konsentrasi 100%. Kenaikan diameter zona
hambat berbanding lurus dengan konsentrasi. Analisis Data
Semakin besar konsentrasi maka diameter zona Data diameter zona hambat yang
hambat yang dihasilkan juga semakin besar. Hal diperoleh dari berbagai kelompok perlakuan
ini disebabkan karena kuantitas komponen aktif dilakukan analisis normalitas dan homogenitas
yang bersifat sebagai antibakteri semakin banyak untuk menentukan uji yang digunakan apakah
dengan semakin tingginya konsentrasi ekstrak, parametrik atau non parametrik.Uji normalitas
sehingga kemampuannya dalam menghambat data dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk karena uji
pertumbuhan Escherichia coli juga semakin besar. Shapiro-Wilk digunakan untuk sampel yang
Menurut Kurniawan16 dalam Hidayati17 jumlahnya sedikit (kurang atau sama dengan 50)
menyatakan bahwa bila kecepatan daya hambat (Dahlan, 2013). Pada uji Shapiro-Wilk didapatkan
antibakteri dari sampel ke dalam medium lebih signifikansi < 0,05 maka diambil kesimpulan
rendah dari pada kecepatan pertumbuhan bakteri, bahwa distribusi data tidak normal. Hasil uji
maka peningkatan konsentrasi tidak akan normalitas bisa dilihat pada tabel 3 di bawah.

Tabel 3. Uji Normalitas


Konsentrasi Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Diameter Zona Hambat 100% 0,997 3 0,900
50% 0,750 3 0,000
25% 0,750 3 0,000
12,5% 0,750 3 0,000
Kontrol Positif 1,000 3 1,000

Akademi Farmasi Samarinda 71


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

Selanjutnya data diuji homogenitasnya Data diuji dengan Kruskal-Wallis untuk


dengan menggunakan Levene Test, diperoleh nilai mengetahui apakah terdapat perbedaan antara
signifikansi < 0,05 (0,005) yang menyatakan kelompok perlakuan. Uji Kruskal-Wallis
bahwa distribusi data tidak homogen.Menurut diperoleh nilai < 0,05 (0,001) sehingga H0 ditolak
Dahlan (2013) syarat melakukan uji ANOVA dan H1 diterima (Lampiran 15), yang berarti
untuk >2 kelompok tidak berpasangan adalah terdapat aktivitas daya hambat ekstrak etanol
distribusi data harus normal dan varians data rimpang temu giring (Curcuma heyneana
harus sama. Sedangkan data yang diperoleh tidak Val.)terhadap pertumbuhan Escherichia coli.
terdistribusi normal dan tidak homogen. Jika Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
variabel hasil tidak terdistribusi normal atau perbedaan diameter zona hambat diantara 10
varians tidak sama, maka alternatifnya dipilih kelompok perlakuan. Ringkasan hasil uji Kruskal-
Kruskal-Wallis. Wallis dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Kruskal-Wallis


Diameter Zona Hambat
Chi-Square 28.875
Df 9
Asymp.Sig. 0,001

Menurut Dahlan (2013) Mann-Whitney U bermakna antar kelompok perlakuan dari uji non
Analysis digunakan untuk menentukan pada parametrik. Berikut ringkasaan hasil Mann-
kelompok mana terdapat perbedaan yang Whitney U Analysis :

Tabel 5. Ringkasan Hasil Analisis Mann-Whitney U


Nilai Signifikansi
Kelompok Uji

100 50% 25% 12,5 6,25 3,12 1,56 0,78 Kontrol Kontro
% % % % % % Positif l
Negati
f
100% - 0,046 0,046 0,046 0,037 0,037 0,037 0,037 0,050 0,037

50% 0,04 - 0,043 0,043 0,034 0,034 0,034 0,034 0,046 0,034
6
25% 0,04 0,043 - 0,043 0,034 0,034 0,034 0,034 0,046 0,034
6
12,5% 0,04 0,043 0,043 - 0,034 0,034 0,034 0,034 0,046 0,034
6
6,25% 0,03 0,034 0,034 0,034 - 1,00 1,00 1,00 0,037 1,00
7
3,12% 0,03 0,034 0,034 0,034 1,00 - 1,00 1,00 0,037 1,00
7
1,56% 0,03 0,034 0,034 0,034 1,00 1,00 - 1,00 0,037 1,00
7
0,78% 0,03 0,034 0,034 0,034 1,00 1,00 1,00 - 0,037 1,00
7
Kontro 0,05 0,046 0,046 0,046 0,037 0,037 0,037 0,037 - 0,037
l 0
Positif
Kontro 0,03 0,034 0,034 0,034 1,00 1,00 1,00 1,00 0,037 -
l 7
Negatif

Data diuji dengan Kruskal-Wallis untuk kelompok perlakuan. Uji Kruskal-Wallis


mengetahui apakah terdapat perbedaan antara diperoleh nilai < 0,05 (0,001) sehingga H0 ditolak
72 Akademi Farmasi Samarinda
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

dan H1 diterima, yang berarti terdapat aktivitas bahwa terdapat perbedaan diameter zona hambat
daya hambat ekstrak etanol rimpang temu giring diantara 10 kelompok perlakuan. Ringkasan hasil
(Curcuma heyneana Val.)terhadap pertumbuhan uji Kruskal-Wallis dapat dilihat pada tabel 6.
Escherichia coli. Maka dapat diambil kesimpulan

Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Kruskal-Wallis


Diameter Zona Hambat
Chi-Square 28.875
Df 9
Asymp.Sig. 0,001

Menurut Dahlan18 Mann-Whitney U Analysis kelompok perlakuan dari uji non parametrik.
digunakan untuk menentukan pada kelompok Berikut ringkasaan hasil Mann-Whitney U
mana terdapat perbedaan yang bermakna antar Analysis :

Tabel 7. Ringkasan Hasil Analisis Mann-Whitney U


Nilai Signifikansi
Kelompok Uji

100 50% 25% 12,5 6,25 3,12 1,56 0,78 Kontrol Kontro
% % % % % % Positif l
Negati
f
100% - 0,046 0,046 0,046 0,037 0,037 0,037 0,037 0,050 0,037

50% 0,0 - 0,043 0,043 0,034 0,034 0,034 0,034 0,046 0,034
46
25% 0,0 0,043 - 0,043 0,034 0,034 0,034 0,034 0,046 0,034
46
12,5% 0,0 0,043 0,043 - 0,034 0,034 0,034 0,034 0,046 0,034
46
6,25% 0,0 0,034 0,034 0,034 - 1,00 1,00 1,00 0,037 1,00
37
3,12% 0,0 0,034 0,034 0,034 1,00 - 1,00 1,00 0,037 1,00
37
1,56% 0,0 0,034 0,034 0,034 1,00 1,00 - 1,00 0,037 1,00
37
0,78% 0,0 0,034 0,034 0,034 1,00 1,00 1,00 - 0,037 1,00
37
Kontrol 0,0 0,046 0,046 0,046 0,037 0,037 0,037 0,037 - 0,037
Positif 50
Kontrol 0,0 0,034 0,034 0,034 1,00 1,00 1,00 1,00 0,037 -
Negatif 37

SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: 2. Konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak
1. Ekstrak etanol rimpang temu giring (Curcuma etanol rimpang temu giring (Curcuma
heyneana Val.) mempunyai daya hambat heyneana Val.) terhadap pertumbuhan
terhadap pertumbuhan Escherichia coli pada Escherichia coli yaitu 12,5% dengan rata-rata
konsentrasi 100%, 50%, 25% dan 12,5% diameter zona hambat sebesar 9,77 mm.
dengan rata-rata diameter zona hambat 14,97
mm, 14,07 mm, 12,47 mm, dan 9,77 mm

Akademi Farmasi Samarinda 73


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 68-74, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

DAFTAR PUSTAKA
1. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A., Mietzner, T.A., 2012, Jawetz, Melnick & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Nugroho, A.W., dkk, EGC,
Jakarta, Indonesia.
2. Okoli, C, 2005, Anti Microbial Resistence Profile of E. coli Isolates from Tropical Free Range
Chicken,Online Journal of Health and Allied Sciences, 4 (3): 2, viewed 30 March 2014, Available from:
http://www.ojhas.org/issue15/2005-3-3.htm
3. Olson, R.P., Harrel, L.J., Kaye, K.S., 2009, Antibiotic Resistance in Urinary Isolates of Escherichia coli
from College Women with Urinary Tract Infections American Society For Microbiology, 53 (3): 1285-
1286, viewed 4 March 2014.Available from: http://aac.asm.org/content/53/3/1285.long
4. Muhlisah, F., 2000, Temu-temuan dan Empon-empon Budi Daya dan Manfaatnya, Kinisius, Yogyakarta,
Indonesia.
5. Santoso, H.B. 2008, Ragam dan Khasiat Tanaman Obat, Agro Media, Yogyakarta, Indonesia.
6. Meilisa. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari Ekstra Etanol
Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza, roxb) Terhadap Beberapa Bakteri. Medan.
Universitas Sumatera Utara.
7. Rahmatillah, M., 2014, Uji Daya Hambat Perasan Buah Jeruk Siam Banjar (Citrus Reticulata) Terhadap
Pertumbuhan Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi Isfi Banjarmasin.
8. Herawati, D., Nraida,L., dan Sumarno, Cara Produksi Simplisia yang Baik, ITB dan Seafast Center,
Indonesia.
9. Depkes RI, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009
tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
10. Kristanti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B., 2006, Buku Ajar Fitokimia, Airlangga
University Press, Surabaya, Indonesia.
11. Depkes RI, 1977, Materia Medika Indonesia Jilid 1-4, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
12. Sulastri, T. 2009, Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol pada Biji Pinang Sirih (Areca
cathecu L), Jurnal Chemica, 10: 59-63.
13. Sirait, M. 2007, Penuntun Fitokimia dalam Farmasi, ITB, Bandung, Indonesia.
14. Indriyani, L., Soetjipto, H., Sihasale, L., 2006, Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun
Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. vahl) Terhadap Larva Udang Artemia Salina leach, Salatiga,
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana.
15. Sulistyawati, 2011, Pemanfaatan Limbah Bonggol Pisang sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol
sebagai Alternatif Energi Terbaru, Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta.
16. Kurniawan, A., 2006, Pengujian Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan secara In Vitro pada Ekstrak
Herba Pegagan (Centella asiatica) Segar, Ekstrak Bubuk Kering dan Effervescent Pegagan, Skripsi,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang cit.
17. Hidayati, N., 2009, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Teh (Camelia Sinesis L, v. assamica)
Tua Hasil Ekstraksi Menggunakan Pelarut Akuadest dan Etanol, Skripsi, Universitas Islam Negeri
Malang, Malang.
18. Dahlan, M., S.,2013, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta.

74 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR RHODAMIN B PADA KUE


BERWARNA MERAH
DI PASAR ANTASARI KOTA BANJARMASIN

Submitted : 20 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Ratih Pratiwi Sari

Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin


E-mail : ratih_pratiwi_sari@yahoo.co.id

ABSTRACT
Rhodamine B is a synthetic dye used to dye the textile industry. Rhodamine B is presence in food can
cause poisoning, skin irritation, lung irritation, eye irritation, throat irritation, nasal irritation, and cause
liver damage if exposed to high concentrations. Samples taken from the red cake seller in the Antasari
Banjarmasin market. This research is a descriptive study. The sampling technique used was accidental
sampling. Rhodamine B on a method of identification of samples using Thin Layer Chromatography and
Visible spectrophotometry. Samples were prepared using the absorption method wool. The resulting solution
will be used as identification in Thin Layer Chromatography using silica gel GF 254 plates with a mobile
phase of n-butanol : ethyl acetate : ammonia (10:4:5). Rhodamine B assay performed visible
spectrophotometry at a wavelength of 544 nm.
Results of identification were putri ayu cake, Apam cake, Kukus cake A, Bolu cake, Singkong cake, and
Kukus cakes B, shows that 1 positive samples containing Rhodamine B is a Apam cake. After that, the assay
of Rhodamine B was performed in the sample apam cake and obtained for 0,4229 0,1157 mg of
Rhodamine B in 1 piece of red cake.

K eywords: Rhodamine B, red cake, Thin Layer Chromatography, Visible spectrophotometry

PENDAHULUAN
Belakang dikarenakan pewarna alami memiliki warna yang
Kue merupakan salah satu makanan ringan mudah pudar, penggunaannya tidak praktis, dan
yang diminati oleh masyarakat, karena harga kue tidak cocok digunakan dalam produksi pangan
yang murah, mudah didapat, dan cita rasa yang skala industri, sedangkan pewarna sintesis
cocok dengan selera masyarakat. Penampilan kue memiliki warnanya lebih menarik, harga yang
termasuk bentuk dan warnanya dapat menambah relatif murah, penggunaannya praktis, dan tidak
daya tarik masyarakat. Untuk itulah para produsen mudah pudar, namun ada beberapa produsen yang
sering menambahkan bahan tambahan pangan. dengan sengaja menambahkan pewarna sintesis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 yang dilarang, contohnya seperti pewarna
Tahun 2012, menyatakan bahwa Bahan Rhodamin B.
Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan yang Ciri-ciri makanan yang mengandung
ditambahkan kedalam pangan untuk Rhodamin B dapat dilihat dari warna pada
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. makanan tersebut yang lebih terang, warna yang
Penggunaan bahan tambahan pangan beragam, tidak homogen, warnanya lebih lengket dibanding
seperti pengawet, pemberi rasa dan dengan pewarna alami, dan adanya sedikit rasa
pewarna.Masyarakat Indonesia biasa pahit1. Rhodamin B adalah bahan kimia yang
menggunakan bahan alami sebagai pewarna digunakan untuk pewarna pada industri tekstil
makanan, misalnya kunyit untuk warna kuning, plastik dan keberadaan Rhodamin B dalam
daun suji untuk warna hijau, dan jambu untuk makanan dengan dosis yang tinggi bisa
warna merah. Seiring dengan perkembangan menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-
zaman, penggunaan pewarna alami mulai paru, iritasi mata, tenggorokan, hidung dan usus2.
tergantikan dengan pewarna makanan sintesis, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
contohnya karmosin dan pounceau 4R. Hal ini Paulina V.Y. Yamlean (2011) pada jajanan kue

Akademi Farmasi Samarinda 75


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

yang berwarna merah muda yang beredar di Kota yang berada di pasar Antasari Banjarmasin, maka
Manado menunjukkan bahwa 5 dari 16 sampel dilakukanlah penelitian untuk mengetahui
jajanan kue yang berwarna merah muda positif keberadaan dan kadar pewarna Rhodamin B pada
mengandung pewarna Rhodamin B. kue yang berwarna merah yang dijual di pasar
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah Antasari Kota Banjarmasin.
dilakukan, terdapat 6 penjual kue berwarna merah

BAHAN DAN METODE


Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian Identifikasi Rhodamin B Menggunakan K LT
senyawa Rhodamin Bdalam kue berwarna merah Masukkan cairan fase gerak berupa n-
yang beredar di pasar Antasari Kota Banjarmasin butanol:etil asetat: ammonia (10:4:5) ke dalam
adalah erlenmeyer, timbangan analitik, labu takar, chamber dan jenuhkan chamber. Kemudian,
gelas ukur, gelas beker, batang pengaduk, kompor sampel ditotolkan pada plat KLT dengan jarak 1
listrik, pipet tetes, pipet volum, pipet ukur, mikro cm dari bagian bawah plat, 0,5 cm dari bagian
pipet (Dragon Lab), pipa kapiler, plat silika gel atas plat dan 1 cm antara totolan yang satu dengan
GF 254, lampu UV 254 nm dan 366 nm, totolan sampel yang lain. Biarkan hingga terelusi
spektrofotometri Visibel (Rayleigh), kertas sempurna. Setelah itu, plat KLT diangkat dan
saring, oven, chamber, dan benang wool. dikeringkan. Diamati warna secara visual dan di
bawah sinar UV. Sampel positif mengandung
Bahan Rhodamin B apabila jika dilihat secara visual
Bahan yang digunakan dalam penelitian maka akan berwarna merah jambu sedangkan
senyawa Rhodamin Bdalam kue berwarna merah apabila dilihat di bawah sinar UV 254 nm akan
muda yang beredar di pasar Antasari Kota berfluoresensi orange dan berfluoresensi merah
Banjarmasin adalah kue putri ayu, kue apam, kue muda di bawah sinar UV 366 nm.
kukus, kue bolu, kue singkong, aquadest, etanol
70%, larutan baku Rhodamin B, larutan n-butanol, Pembuatan Larutan Baku dan Baku K erja
larutan etil asetat, larutan asam asetat 10%, Rhodamin B
larutan ammonia 2% dan larutan ammonia 10%. a. Larutan Baku Rhodamin B
Rhodamin B pro analisis didapat dari
METODE Laboratorium FMIPA UNLAM Banjarbaru.
Pengumpulan Sampel Larutan baku Rhodamin B dibuat dengan
Pembelian sampel kue berwarna merah di konsentrasi 2000 ppm.
pasar Antasari Kota Banjarmasin dan diberikan b. Larutan Baku Kerja Rhodamin B
kode sampel. Larutan baku kerja Rhodamin B dibuat
dengan konsentrasi 10; 15; 20; 25; 30 dan 35
Preparasi Sampel ppm.
Timbang sampel sebanyak 10 g, masukkan
ke dalam Erlenmeyer kemudian direndam dalam Penetapan K adar Rhodamin B menggunakan
20 mL larutan ammonia 2% (yang dilarutkan Spektrofotometri Visibel
dalam etanol 70%), diamkan satu malam. Larutan Penetapan kadar Rhodamin B dilakukan
disaring filtratnya dan dipanaskan di atas hot dengan Spektrofotometri visible pada panjang
plate. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 gelombang 400-800 nm, sehingga akan diperoleh
mL air yang mengandung asam. Ke dalam larutan panjang gelombang maksimal untuk Rhodamin B.
asam, dimasukkan benang wol dan dididihkan Setelah itu, baca nilai serapan dari masing-masing
selama 10 menit, kemudian benang diangkat. larutan baku kerja. Setelah memperoleh nilai
Benang wol dicuci dengan air. Kemudian benang serapan dari masing-masing larutan baku kerja,
wol dimasukkan ke dalam larutan ammonia 10%, kemudian hitung kadar Rhodamin B dalam
dididihkan. Larutan basa yang diperoleh sampel dengan menggunakan kurva kalibrasi
selanjutnya akan digunakan sebagai cuplikan dengan persamaan regresi y= bx a.
sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Preparasi Sampel dilakukan di pasar Antasari Kota Banjarmasin,
Sampel yang diteliti adalah kue berwarna terdapat 6 orang penjual kue berwarna merah dan
merah. Pengambilansampel kue berwarna merah sampel yang diperoleh berjumlah 6 kue berwarna

76 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

merah yang tersebar pada masing-masing penjual terbentuk melalui pecahnya ikatan S-S dari sistina
kue tersebut, lalu kue berwarna merah yang akan karena adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut
diteliti dimasukkan ke dalam plastik klip dan terbuka, maka Rhodamin B dapat masuk kedalam
diberi kode agar sampel tidak tertukar. benang wol dan berikatan dengan COO dari
Sampel dilakukan preparasi terlebih dahulu asam aspartik juga berikatan dengan +NH3 dari
sebelum dilanjutkan ke tahap penotolan pada plat Arginin3.
KLT. Sampel dipreparasi dengan metode serapan Preparasi sampel menggunakan metode
benang wol, prinsipnya adalah penarikan zat serapan benang wol ini bertujuan untuk
warna dari sampel ke dalam benang wol dalam memisahkan zat-zat pengganggu yang ada pada
suasana asam dengan pemanasan dilanjutkan Rhodamin B yang dapat mengganggu tahap
dengan pelunturan warna oleh suatu basa. Benang identifikasi Rhodamin B dengan menggunakan
wol tersusun atas ikatan peptida yang di dalamnya metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
terdapat ikatan sistina, asam glutarnat, lisin, asam penetapan kadar menggunakan Spektrofotometri
aspartik dan arginin. Rhodamin B dapat melewati Visibel. Gambar mekanisme peningkatan
lapisan kutikula melalui perombakan sestina Rhodamin B dalam benang wol dapat dilihat pada
menjadi sistein dengan suatu asam. Sistein gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme peningkatan Rhodamin B dalam benang wol


(Soeprijino, dkk., 1974, cit: Utami dan Suhendi, 2009)

Preparasi sampel dilakukan dengan dengan zat-zat lain yang terdapat pada kue
menggerus halus sampel kue berwarna merah lalu berwarna merah.
ditimbang sebanyak 10 gram masukkan kedalam Sampel yang telah didiamkan satu malam
gelas erlenmeyer, kemudian direndam semalaman disaring filtratnya dengan kertas saring, kemudian
dengan larutan ammonia 2% yang dilarutkan larutan dipanaskan diatas kompor listrik dengan
dalam etanol 70%. Pelarut yang digunakan adalah suhu 80 C sampai semua larutan ammonia 2%
pelarut dengan suasana basa, hal tersebut menguap, sehingga diperoleh filtrat dari sampel.
dikarenakan suatu basa dapat melunturkan atau Kemudian sampel ditambahkan larutan asam yang
melarutkan warna Rhodamin B yang terdapat dibuat dengan mencampurkan 10 ml air dan 5 ml
pada kue berwarna merah. Larutan ammonia asam asetat 10%, lalu dimasukkan 15 cm benang
berfungsi untuk memisahkan Rhodamin B yang wol dan didihkan selama 10 menit. Larutan asam
terdapat pada kue dengan bantuan pelarut alkohol. asetat berfungsi untuk memecah ikatan sistina
Walaupun Rhodamin B adalah suatu senyawa yang terdapat pada benang wol menjadi sistein
yang sukar larut (1:100-1.000) dalam alkali dan dengan bantuan pemanasan maka akan
sangat larut dalam alkohol, namun kadar mempercepat reaksi tersebut sehingga Rhodamin
Rhodamin B yang terdapat dalam sampel hanya B dapat menyerap ke dalam benang wol.
sedikit yaitu sebesar 0,423 mg dalam 1 kue, Benang wol yang telah dididihkan lalu
sehingga Rhodamin B dapat larut dalam ammonia dicuci, hal tersebut bertujuan untuk
yang dilarutkan dalam etanol dan memisah menghilangkan larutan asam yang

Akademi Farmasi Samarinda 77


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

berkemungkinan ikut tertarik ke dalam benang Jarak antar totol adalah 1 cm dan jarak garis
wol dan untuk menghindari kemungkinan bawah plat 1 cm, sedangkan garis atas 0,5 cm.
terjadinya reaksi kimia yang akan timbul dengan Terdapat Sampel yang telah ditotolkan dibiarkan
pelarut selanjutnya. Setelah bersih benang wol hingga mengering, lalu dielusi dalam chamber
dilarutkan dengan larutan ammonia 10% dalam yang telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa
etanol 70% kemudian didihkan selama lebih n-butanol : etil asetat : ammonia (10 : 4 : 5).
kurang 2 menit. Rhodamin B yang berada dalam Kemudian plat KLT yang telah terelusi sempurna
benang wol akan luntur atau larut dalam suatu diangkat dan dikeringkan, lalu diamati secara
basa, dan larutan ini lah yang akan digunakan visual bercak akan berwarna merah muda dan di
sebagai cuplikan untuk dilanjutkan ke tahap bawah sinar UV 254 nm berflurosensi orange dan
identifikasi menggunakan Kromatografi Lapis di bawah sinar UV 366 nm berflurosensi merah
Tipis dan penetapan kadar dengan muda.
Spektrofotometri Visibel. Hasil identifikasi Rhodamin B pada kue
berwarna merah menunjukkan bahwa dari 6
Hasil Identifikasi Rhodamin B menggunakan sampel yang diuji, terdapat 1 sampel yang positif
Kromatografi Lapis Tipis mengandung Rhodamin B, yaitu sampel kue apam
Pengujian menggunakan metode dengan kode B. Gambar plat KLT dengan sampel
Kromatografi Lapis Tipis dilakukan dengan kue putri ayu dengan kode A dan sampel kue
menotolkan sampel pada plat, dalam 1 plat KLT apam dengan kode B dapat dilihat pada gambar
terdapat 8 totolan yaitu 1 totol kontrol positif, 3 4.2 secara visual, lampu UV 254 nm dan 366 nm,
totol untuk sampel pertama, 3 totol untuk sampel sedangkan untuk perhitungan nilai faktor retensi
ke dua dan 1 totol untuk kontrol negatif. atau nilai Rfsampel kode B dapat dilihat pada
Pengujian ini dilakukan 3 replikasi atau 3 tabel 1.
pengulangan yang bertujuan untuk mempertegas
atau memperjelas hasil dari pengujian sampel.

Tabel 1. Perhitungan nilai Rf untuk plat dengan sampel kode A dan B


Kode sampel Deteksi Pertihungan nilai
254 nm 366 nm Rf
Kontrol positif Orange muda Merah muda ,
(+) ,
= 0,692
Sampel A1 - - 0
Sampel A2 - - 0
Sampel A3 - - 0
Sampel B1 Orange muda Merah muda ,
,
= 0,653
Sampel B2 Orange muda Merah muda ,
= 0,653
,
Sampel B3 Orange muda Merah muda ,
,
= 0,653
Kontrol negatif - - 0
(-)

(I) (II)

78 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

(III)

Gambar 2. Plat Kromatografi Lapis Tipis pada sampel kode A dan B


Keterangan gambar 2 : ( I ) Sampel A dan B setelah selesai dielusi
( II ) Sampel A dan B pada lampu UV 245 nm
( III ) Sampel A dan B pada lampu UV 366 nm

Berdasarkan gambar pada 2 dapat dilihat sampel dengan nilai Rfkontrol positif Rhodamin B
bahwa sampel dengan kode B memberikan bercak sebagai pembanding, dan dapat dilihat
warna merah muda di plat KLT, bercak pada perhitungan nilai Rf pada tabel 1 yang
lampu UV 254 nm terlihat berflurosensi warna menunjukkan bahwa selisih nilai Rfantara sampel
orange muda, untuk lampu UV 366 nm terlihat kode B dan larutan Rhodamin B tidak terlalu jauh,
jelas berflurosensi warna merah muda. Terlihat yaitu diperoleh nilai Rfkontrol positif Rhodamin B
pada gambar 2 timbul 2 bercak berwarna merah sebesar 0,692 sedangkan untuk sampel kode B
muda diatas lintasan sampel kode B replikasi ke- yang positif mengandung Rhodamin B memiliki
3, karena bercak yang paling atas tidak sejajar nilai Rf yang sama untuk ketiga replikasi yaitu
dengan bercak kontrol positif maka diduga bercak sebesar 0,653.
tersebut adalah zat pengotor yang terdapat pada Gambar hasil identifikasi sampel kue kukus
sampel. Hasil warna bercak secara visual, lampu dengan kode C dan sampel kue bolu dengan kode
UV 254 nm dan 366 nm sesuai dengan penelitian D dengan menggunakan plat KLT dilihat secara
yang dilakukan oleh Wahyu Utami dan Andi visual, lampu UV 254 nm dan 366 nm dapat
Suhendi3. dilihat pada gambar 3, sedangkan untuk
Perhitungan nilai faktor retensi atau nilai perhitungan nilai Rfatau nilai faktor retensi dapat
Rfdilakukan untuk memperkuat hasil identifikasi dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perhitungan nilai Rfuntuk plat dengan sampel kode C dan D


Kode sampel Deteksi Pertihungan nilai
254 nm 366 nm Rf
Kontrol positif Orange muda Merah muda ,
(+) ,
= 0,714
Sampel C1 - - 0
Sampel C2 - - 0
Sampel C3 - - 0
Sampel D1 - - 0
Sampel D2 - - 0
Sampel D3 - - 0
Kontrol negatif - - 0
(-)

Akademi Farmasi Samarinda 79


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

(I) (II)

(III)
Gambar 3. Plat Kromatografi Lapis Tipis pada sampel kode C dan D
Keterangan gambar 3 : ( I ) Sampel C dan D setelah selesai dielusi
( II ) Sampel C dan D pada lampu UV 245 nm
( III ) Sampel C dan D pada lampu UV 366 nm

Berdasarkan hasil gambar pada 3 dapat ada yang mengandung Rhodamin B maka hanya
dilihat bahwa sampel dengan kode C dan D tidak nilai Rf larutan Rhodamin B yang dapat dihitung
memberikan bercak warna merah muda di plat yaitu sebesar 0,714.
KLT, dan tidak terlihat flurosensi warna pada Gambar hasil identifikasi sampel kue
lampu UV 254 nm atau pada lampu UV 366 nm. singkong dengan kode E dan sampel kue kukus
Dari hasil tersebut dinyatakan bahwa sampel kode dengan kode F dengan menggunakan plat KLT
C dan D tidak mengandung Rhodamin B, dan dilihat secara visual, lampu UV 254 nm dan 366
perhitungan nilai Rflarutan Rhodamin B pada plat nm dapat dilihat pada gambar 4, sedangkan untuk
dengan kode sampel C dan D dapat dilihat pada perhitungan nilai Rfatau nilai faktor retensi dapat
tabel 2, karena kedua sampel pada plat ini tidak dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perhitungan nilai Rf untuk plat dengan sampel kode E dan F


Kode sampel Deteksi Pertihungan nilai
254 nm 366 nm Rf
Kontrol positif Orange muda Merah muda ,
(+) = 0,685
,
Sampel E1 - - 0
Sampel E2 - - 0
Sampel E3 - - 0
Sampel F1 - - 0
Sampel F2 - - 0
Sampel F3 - - 0
Kontrol negatif - - 0
(-)

80 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

(I) (II)

(III)
Gambar 4. Plat Kromatografi Lapis Tipis pada sampel kode E dan F
Keterangan gambar 4 : ( I ) Sampel E dan F setelah selesai dielusi
( II ) Sampel E dan F pada lampu UV 245 nm
( III ) Sampel E dan F pada lampu UV 366 nm

Hasil identifikasi pada gambar 4 dapat dilihat F dapat dilihat pada tabel 3 dan diperoleh nilai Rf
bahwa sampel dengan kode E dan F tidak larutanRhodamin B yaitu sebesar 0,685.
memberikan bercak warna merah muda di plat Berdasarkan hasil pengujianidentifikasi
KLT, dan tidak terlihat flurosensi warna pada Rhodamin B menggunakan metode Kromatografi
lampu UV 254 nm atau pada lampu UV 366 nm, Lapis Tipis yang dilakukan di Laboratorium
hanya kontrol positif yang memberikan bercak Kimia Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
warna. Dari hasil tersebut dinyatakan bahwa terhadap sampel kue berwarna merah yang
sampel kode E dan F tidak mengandung beredar di pasar Antasari Kota Banjarmasin
Rhodamin B, dan perhitungan nilai Rflarutan gambar 5.
Rhodamin B pada plat dengan kode sampel E dan

Indentifikasi Rhodamin B pada kue berwarna merah


menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis

16,67 %

83,34 % Positif
Negatif

Gambar 5. Diagram presentase hasil identifikasi Rhodamin B


pada kue berwarna merah menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis (n = 6)

Akademi Farmasi Samarinda 81


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

Hasil dari gambar 5 menyatakan bahwa dari 6 maka akan diperoleh seri konstentrasi 10; 15; 20;
sampel yang diuji, diperoleh nilai sebanyak 16,67 25; 30; dan 35 ppm.
% untuk sampel positif mengandung Rhodamin B Penentuan panjang gelombang maksimum
dan sebanyak 83,34 % untuk sampel yang dilakukan pada larutan Rhodamin 10 ppm dengan
dinyatakan negatif mengandung Rhodamin B. Hal rentang panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini
tersebut mungkin dikarenakan pedagang di pasar dikarenakan larutan Rhodamin B merupakan
Antasari Kota Banjarmasin masih banyak yang larutan berwarna. Menurut Gandjar dan Rohman4,
menggunakan pewarna yang diperbolehkan sinar tampak mempunyai panjang gelombang
seperti Karmoisin dan merah allura, atau 400-750 nm. Larutan Rhodamin B 10 ppm yang
menggunakan bahan pewarna alami seperti telah selesai dibuat, ditunggu selama 19-21 menit
Karmin dan merah bit. terlebih dahulu, karena pada rentang waktu
tersebut diperoleh pengukuran larutan Rhodamin
3. Hasil Penetapan Kadar Rhodamin B B yang stabil, lalu dimasukkan ke dalam
menggunakan Spektrofotometri Visibel spektrofotometri visibel untuk diukur serapan
a. Penentuan panjang gelombang maksimal panjang gelombang maksimum dengan
Larutan baku Rhodamin B dibuat dalam menggunakan larutan blanko. Larutan blanko
berbagai seri konstentrasi pengukuran yaitu 10; yang digunakan adalah pelarut dari Rhodamin B
15; 20; 25; 30; dan 35 ppm, dilakukan dengan yaitu etanol 96 % dan fungsi adalah untuk
cara mengencerkan dari larutan Rhodamin B 2000 menghilangkan serapan dari zat yang tidak diuji
ppm menggunakan pipet mikro diambil sebanyak atau pelarut agar tidak mempengaruhi serapan
125 l; 188 l; 250 l; 313 l; 375 l; dan 438 l dari Rhodamin B. Kurva panjang gelombang
lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml larutan Rhodamin B 10 ppm dapat dilihat pada
ditambahkan etanol 96 % hingga batas tanda, gambar 1.6.

Gambar 6. Kurva panjang gelombang larutan Rhodamin B 10 ppm

Panjang gelombang maksimum larutan b. Penentuan kurva baku Larutan Rhodamin


Rhodamin B 10 ppm pada gambar 1.6, B
menunjukkan bahwa panjang gelombang Pembuatan kurva baku menggunakan larutan
maksimum larutan Rhodamin B 10 ppm terdapat Rhodamin B dengan berbagai konsentrasi
pada panjang gelombang 544 nm. Hasil panjang pengukuran, yaitu 10; 15; 20; 25; 30; dan 35 ppm.
gelombang maksimum tersebut sesuai dengan Setiap konsentrasi diukur serapannya pada
penelitian yang dilakukan oleh Winda Kirana Ade panjang gelombang 544 nm serta menggunakan
Putri5. larutan blanko. Gambar kurva baku larutan
Rhodamin B pada panjang gelombang 544 nm
dapat dilihat pada gambar 1.7.

82 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

Gambar 7. Kurva baku larutan Rhodamin B pada


panjang gelombang 544 nm

Berdasarkan dari gambar 7 diperoleh mengandung Rhodamin B karena memiliki nilai


persamaan regresi linear y = bx + a, yaitu y = Rf lebih kurang dari nila Rf kontrol positif.
0.0232 x - 0.0352, dengan koefisien korelasi (r) Sampel kode B dilanjutkan ke tahap penetapan
sebesar 0.998055. Dari hasil tersebut dapat kadar menggunakan spektrofotometri visibel pada
dinyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif, panjang gelombang 544 nm, sebelum diuji sampel
yang artinya meningkat konsentrasi suatu di tambahkan 5 ml larutan ammonia 20 % dalam
senyawa maka absorbansi juga akan meningkat. etanol 70 %, lalu dipanaskan dengan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winda menggunakan hotplate dengan suhu 80 C dan
Kirana Ade Putri5 menyatakan bahwa kurva baku setelah itu didiamkan selama 19-21 menit, sesuai
larutan Rhodamin B pada panjang gelombang 544 waktu yang diperoleh dari penentuan OT. Hasil
nm juga menghasilkan korelasi yang positif. penetapan absorbansiRhodamin B pada sampel
Berdasarkan hasil identifikasi Rhodamin B kode B dapat dilihat pada Tabel 4.
pada sampel menyatakan bahwa sampel dengan
kode B yaitu sampel kue apam, positif

Tabel 4. Nilai absorbansiRhodamin B pada sampel kode B


No Replikasi Absorbansi (A)
1 I 0,091
2 II 0,106
3 III 0,076

Konsentrasi untuk sampel B1 adalah 5,4397 hanya berkisar 0,3072-0,5386 mg dalam satu buah
ppm, konsentrasi sampel B2 adalah 6,0862 ppm, kue berwarna merah, sehingga dapat dikatakan
dan untuk konsentrasi sampel B3 adalah 4,8783 bahwa kue berwarna merah yang beredar di pasar
ppm dan diperoleh kadar Rhodamin B dalam rata- Antasari Kota Banjarmasin masih ada yang
rata 5 buah sampel kue apam diperoleh sebesar mengandung pewarna yang dilarang yaitu
0,4229 0,1157 mg dalam satu buah kue atau Rhodamin B, data dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kadar Rhodamin B pada sampel kode B


Sampel kode Kadar Rhodamin B Standart Deviasi
(mg/kue) (SD)
B 0,4229 0,1157 0,0467

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, merah yang beredar di pasar Antasari Kota
maka dapat diambil kesimpulan, yaitu: Banjarmasin, diperoleh 1 sampel yang positif
a. Hasil identifikasi dengan menggunakan mengandung Rhodamin B, yaitu sampel
metode Kromatografi Lapis Tipis yang dengan kode B (sampel kue apam).
dilakukan terhadap 6 sampel kue berwarna

Akademi Farmasi Samarinda 83


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 75-84, 2015 Aditya Maulana Perdana Putra

b. Hasil penetapan kadar Rhodamin B pada spektrofotometri visibel pada panjang


sampel dengan kode B (sampel kue apam) gelombang 544 nm adalah sebesar 0,4229
yang dilakukan menggunakan 0,1157 mg dalam satu kue berwarna merah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya, H.C. dan Mulyono, N., 2009, Bahan Tambahan Pangan Pewarna, hal 86, IPB Press, Bogor,
Indonesia.
2. Sari, R.W., 2008, Dangerous Junk Food, hal 22-23 dan 62-63, O2, Yogyakarta, Indonesia.
3. Utami, W., dan Suhendi, A., 2009, Analisis Rhodamin B dalam jajanan pasar dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis, Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 10 no. 2, hal 150-151.
4. Ghanjar, I.G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, hal 12, 222-223, 243, 252-256 dan 262,
Pustaka Belajar, Yogyakarta, Indonesia.
5. Putri, W.K.A., 2009, Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B sebagai Pewarna pada Sediaan Lipstik
yang beredar di Pusat Pasar Kota Medan, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan,
Indonesia.

84 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 85-89, 2015 Eka Kumalasari

IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR RHODAMIN B DALAM


KERUPUK BERWARNA MERAH YANG BEREDAR DI PASAR ANTASARI
KOTA BANJARMASIN

Submitted : 20 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Eka Kumalasari

Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin


E-mail : ekakumalasari260989@gmail.com

ABSTRACT
Crackers are made from tapioca flour batter mixed with flavorings and colorings, still many
outstanding crackers that contain ingredients banned dye Rhodamine B. Rhodamine B is a chemical used for
red dye in the textile industry and plastic. Rhodamine B can cause cancer, poisoning, lung irritation, sore
eyes, and sore throat. This study aims to identify and determination the levels of Rhodamine B in circulating
red crackers Antasari market Banjarmasin.
The population is that sold in the red crackers that sold in Antasari market Banjarmasin.. The
sampling is technique incidental sampling , that is based on chance, so any population by chance met with
researchers can be used as a sample. Identification of Rhodamine B was done by Thin Layer
Chromatography (TLC) by using the stationary phase silica GF 254 and mobile phase is elution solvent is n-
butanol, ethyl acetate, ammonia (10:4:5). Then detected with a UV lamp 254 nm and 366 nm. While for the
determination of levels using Vis spectrophotometry at a wavelength of 544 nm.
The results showed that the samples of 6 found one sample containing Rhodamine B, namely
samples 5 (cassava crackers matches) and obtained values of 7,25 3,8640 levels mg / kg. Based on these
results, Rhodamine B still found in crackers that sold in the market Antasari Banjarmasin.

K eywords : crackers, Rhodamine B, Thin Layer Chromatography, and UV-Vis spectrophotometry

PENDAHULUAN
Kerupuk adalah makanan ringan yang pewarna alami dikarenakan produsen ingin
dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur mendapatkan untung yang lebih banyak.
bahan perasa. Cara membuatnya sangat gampang, Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
bahan bakunya pun melimpah ruah. Kerupuk Nomor 33 Tahun 20122, menyatakan bahwa
sangat garing dan cocok dijadikan pelengkap Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan
sajian masakan indonesia, selain itu kerupuk juga bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk
dapat dinikmati sebagai cemilan ketika nonton mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Banyak
televisi1. Salah satu pasar yang banyak menjual produsen kerupuk yang menambahkan bahan
kerupuk berwarna merah adalah pasar Antasari tambahan pangan yang aman, tidak jarang juga
Kota Banjarmasin. ada bahan tambahan yang dilarang misalnya zat
Kerupuk juga tidak lepas dari masalah pewarna Rhodamin B. Pemakaian zat pewarna
keamanan makanan jajanan. Adanya produsen berbahaya untuk bahan pangan telah ditetapkan
yang masih menggunakan Rhodamin B pada dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 Tahun
produknya disebabkan oleh pengetahuan yang 20122 tentang bahan tambahan pangan, bahwa
tidak memadai mengenai bahaya penggunaan Rhodamin B merupakan bahan tambahan pangan
bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam
karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih makanan.
rendah. Selain itu, Rhodamin B sering digunakan Rhodamin B merupakan zat warna
sebagai pewarna karena harganya relatif lebih sintetik umum yang digunakan sebagai pewarna
murah, warna yang dihasilkan lebih menarik dan tekstil. Rhodamin B merupakan zat warna
tingkat stabilitas warnanya lebih baik dari pada tambahan yang dilarang penggunaannya dalam

Akademi Farmasi Samarinda 85


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 85-89, 2015 Eka Kumalasari

produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat berwarna merah muda sampai merah cerah dan
karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka jika diperhatikan terdapat pewarna yang
panjang dapat menyebabkan kanker3. menggumpal /tidak merata pada makanan
Menurut penelitian sebelumnya tentang tersebut. Penelitian ini menggunakan uji
identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B dalam kromatografi kertas untuk menilai kandungan
Jajanan Yang di Pasarkan di Pasar Traditional Rhodamin B dalam sampel, selanjutnya sampel-
Kota Bandar Lampung4. Menyebutkan bahwa sampel yang telah melalui tahap ekstraksi dengan
hasil identifikasinya bahwa Rhodamin B prosedur standar di ukur dengan menggunakan
ditemukan pada jajanan sebanyak 50% atau 15 Spektrofotometri Visible untuk menilai
dari 30 sampel. Hal ini menunjukkan masih kandungan Rhodamin B dalam sampel.
banyaknya penggunaan zat pewarna terlarang Berdasarkan latar belakang yang sudah
Rhodamin B di gunakan pada jajanan terutama dijelaskan di atas maka dilakukan penelitian untuk
jajanan yang berwarna merah. Jajanan yang mengetahui keberadaan pewarna Rhodamin B
mengandung Rhodamin B adalah kerupuk pada kerupuk yang berwarna merah yang dijual
kelanting, agar-agar kembang gula/permen dan di pasar Antasari Kota Banjarmasin.
mutiara (sering jadi campuran es), jajanan

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah pasar Antasari Kota Banjarmasin dilakukan
penelitian deskriptif, yaitu dengan melakukan dengan metode kromatografi lapis tipis ( KLT).
observasi pada kerupuk yang dicurigai Silika GF 254 sebagai fase diam dan sebagai fase
mengandung senyawa Rhodamin B dan gerak atau larutan elusinya yaitu n- butanol, etil
menetapkan kadarnya. Penelitian ini dilakukan asetat, ammonia (10:4:5). Amati warna secara
pada tanggal 12 mei - 12 juni 2014. Penelitian ini visual dan dibawah sinar UV. Jika secara visual
dilakukan di Laboratorium Kimia AKADEMI noda berwarna merah jambu dan dibawah sinar
FARMASI ISFI Banjarmasin. UV 254nm warna kuning dan 366nm merah
Populasi dalam penelitian ini adalah muda dan nilai Rf sampel sama dengan nilai Rf
seluruh kerupuk berwarna merah yang beredar di larutan baku Rhodamin B maka hal ini
pasar Antasari Kota Banjarmasin. Dimana pasar menunjukkan adanya Rhodamin B, sehingga
Antasari ini merupakan pasar sektor 1 yaitu pasar penelitian dapat dilanjutkan ke tahap penetapan
yang banyak menjual kerupuk yang berwarna kadar Rhodamin B menggunakan
merah, di pasar ini terdapat 6 sampel kerupuk spektrofotometri visible. Setiap sampel yang
berwarna merah dianalisa dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
Identifikasi keberadaan Rhodamin B pada
kerupuk yang berwarna merah yang dijual di

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian di awali dengan melakukan dimasukkan kedalam larutan asam dan didihkan
tahap pendahuluan yaitu pengumpulan sampel, 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol,
pembuatan larutan baku Rhodamin B dengan kemudian benang diangkat. Benang wol dicuci
kadar 0,5 mg dalam 100 ml air, pembuatan larutan dengan air, Kemudian benang wol dimasukkan
Amonia 2%, pembuatan larutan etanol 70%, kedalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10%
Pembuatan larutan amonia 10%, pembuatan (yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan.
larutan asam asetat 10% dan preparasi sampel. Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna
Preparasi sampel diawali dengan akan masuk kedalam larutan basa. Larutan basa
menimbang kerupuk sebanyak 10 g masukkan yang didapat selanjutnya akan digunakan sebagai
dalam erlenmeyer kemudian direndam dalam 20 cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis
ml larutan amonia 2% (yang dilarutkan dalam tipis ( KLT)5.
etanol 70%) selama 24 jam, saring larutan. Tahap identifikasi dengan kromatografi
Filtratnya dipindahkan kedalam gelas beker lapis tipis dimulai dengan sampel ditotolkan pada
kemudian diuapkan diatas hot plate, Residu dari plat KLT dan totolkan larutan baku Rhodamin B.
penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang Plat KLT yang mengandung cuplikan dimasukkan
mengandung asam (larutan asam dibuat dengan kedalam chamber yang lebih dahulu telah
mencampurkan 10 ml air dan 5 ml asam asetat dijenuhi fase gerak berupa n-butanol : etil asetat :
10%, Benang wol dengan panjang 15 cm amonia (10:4:5). Biarkan hingga lempeng terelusi

86 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 85-89, 2015 Eka Kumalasari

sempurna kemudian plat KLT diangkat dan 254nm warna kuning dan 366nm merah muda hal
keringkan. Ketika pelarut naik akibat dari aksi ini menunjukkan adanya Rhodamin B7.
kapiler pada adsorben, komponen sampel terbawa Berdasarkan Tabel 1 dibawah ini dapat
dengan kecepatan yang berbeda dan dapat dilihat dilihat bahwa dari 6 sampel dengan replikasi 3
sebagai deretan titik-titik setelah pelatnya kali yang telah diuji terdapat satu sampel yang
dikeringkan dan diwarnai atau dilihat dibawah positif mengandung Rhodamin B karena nilai Rf
cahaya ultraviolet6. Amati warna secara visual sampel sama dengan Rf standar Rhodamin B.RF
dan dibawah sinar UV. Jika secara visual noda (faktor retensi) adalah jarak yang digerakkan oleh
berwarna merah jambu dan dibawah sinar UV senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang
digerakkan oleh pelarut dari titik asal8.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan Identifikasi Rhodamin B pada sampel menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)
Deteksi
Sampel Harga Rf Dilihat di sinar UV 254 nm Dilihat di sinar UV 366
Rhodamin B 3,5 Merah Muda Merah Orange
= = 0,77
4,5
A1 0 - -
A2 0 - -
A3 0 - -
Rhodamin B 3,5 Merah Muda Merah Orange
= = 0,77
4,5
B1 0 - -
B2 0 - -
B3 0 - -
Rhodamin B 3,9 Merah Muda Merah Orange
= = 0,79
4,9
C1 0 - -
C2 0 - -
C3 0 - -
Rhodamin B 3,9 Merah Muda Merah Orange
= = 0,79
4,9
D1 0 - -
D2 0 - -
D3 0 - -
Rhodamin B 3,3 Merah Muda Merah Orange
= = 0.66
5
E1 3,3 Merah Muda Merah Orange
= = 0.66
5
E2 3,3 Merah Muda Merah Orange
= = 0.66
5
E3 3,3 Merah Muda Merah Orange
= = 0.66
5
Rhodamin B 3,3 Merah Muda Merah Orange
= = 0.66
5
F1 0 - -
F2 0 - -
F3 0 - -
Keterangan :A = Sampel 1 1 = Replikasi 1
B = Sampel 2 2 = Replikasi 2
C = Sampel 3 3 = Replikasi 3
D = Sampel 4 + = Positif
E= Sampel 5 - = Negatif
F= Sampel 6

Akademi Farmasi Samarinda 87


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 85-89, 2015 Eka Kumalasari

Sampel yang dinyatakan positif konsentrasi 10 ppm dengan rentang panjang


selanjutnya dilakukan penetapan kadar dengan gelombang 400-800 nm dan diperoleh
metode spektrofometri UV-Vis karena hasilnya maksimum 544 nm. Hal ini dilakukan karena
lebih akurat dan lebih cepat. Penetapan kadar larutan Rhodamin B merupakan larutan
Rhodamin B diawali dengan pembuatan Larutan berwarna.
Stok Rhodamin B 2000 ppm dengan pelarut Selanjutnya Pembuatan kurva baku
etanol. Dari larutan ini ambil sebanyak 250 larutan Rhodamin B dilakukan dengan membuat
masukkan kedalam labu ukur 25 ml dilarutkan larutan dengan berbagai konsentrasi pengukuran
hingga batas dengan menggunakan etanol, didapat yaitu: 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 ppm, kemudian
larutan Rhodamin B dengan konsentrasi 20 ppm. diukur serapannya pada panjang gelombang 544
Larutan ini akan digunakan untuk penentuan OT nm. Hasil perhitungan persamaan regresi kurva
(Operating Time) dan penentuan panjang larutan baku diperoleh persamaan garis y=
gelombang maksimal. Kemudian untuk penentuan 0,0232x + (-0,0352) dengan koefisien korelasi (r)
kurva baku maka dibuatlah larutan Rhodamin B sebesar 0,9981. Dari hasil tersebut dapat
sebanyak 6 konsentrasi yaitu 10 ppm, 15 ppm, 20 dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif
ppm, 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm. Selanjutnya antara kadar dan serapan. Artinya, dengan
dilakukan penetapan kadar pada sampel yang meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga
telah diidentifikasi positif mengandung Rhodamin akan meningkat. Hal ini berarti terdapat 99,18 %
B. data yang memiliki hubungan linier.
Pada penentuan Operating Time baku Penetapan kadar Rhodamin B dilakukan
Rhodamin B diperoleh waktu pengukuran yang dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
stabil dimulai dari menit ke-19 sampai menit ke- Dari 6 sampel yang dianalisis ternyata terdapat
21. Penentuan operating time tujuannya ialah satu sampel yang teridentifikasi adanya zat
untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil Rhodamin B yaitu sampel ke 5 dengan replikasi
dan memiliki daya serap absorbansi yang sebanyak 3 kali. Setelah dibaca dengan alat
maksimal. Operating time ditentukan dengan spektrofotometri UV-Vis didapat nilai
mengukur hubungan antara waktu pengukuran absorbansinya sebesar 0.066, 0.030, dan 0.051
dengan absorbansi larutan9. pada panjang gelombang 544 nm.
Pada Penentuan panjang gelombang
maksimum larutan Rhodamin B dilakukan pada

Tabel 2. Nilai Absorbansi Sampel


Kode Sampel Replikasi maks Absorbansi
1 544 0,066
Sampel 5 2 544 0,030
3 544 0,051

Tabel 3. Kadar Rhodamin B pada Sampel


Kadar rata-rata
Sampel Replikasi Kadar (mg/kg) SD (mg/kg)
1 8,72 mg/kg
Sampel 5 2 5,62 mg/kg 7,25 3,8640 mg/kg
3 7,42 mg/kg

Hasil penetapan kadar pada sampel yang Rhodamin B yang secara sengaja
positif mengandung Rhodamin B setelah dibaca ditambahkan pada kerupuk menambah kualitas
pada alat spektrofotometri UV Vis dengan pewarna agar lebih menarik sehingga konsumen
replikasi sebanyak 3 kali setiap sampelnya yaitu lebih tertarik untuk membelinya, selain itu banyak
dengan jumlah sampel 10 gr yang akan penjual masih menggunakan Rhodamin B yang
dipreparasi kemudian didapat hasil kadar rata-rata praktis digunakan dan harganya relatif murah
sebanyak 7,25 3,8640 mg/kg kerupuk serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran
mengandung Rhodamin B. Berdasarkan sehingga memungkinkan masyarakat umum untuk
perhitungan replikasi sampel menurut Federer dari membelinya. Jadi diharapkan bagi konsumen agar
6 sampel didapat sebanyak 3 replikasi. lebih hati-hati dalam mengkonsumsi kerupuk
yang beredar di pasar Antasari Kota Banjarmasin.

88 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 85-89, 2015 Eka Kumalasari

SIMPULAN
Dari hasil identifikasi dengan penetapan kadar sampel ke 5 dengan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis
(KLT) dari 6 sampel dengan 3 replikasi didapat kadar rata-rata Rhodamin B pada sampel
ditemukan 1 sampel positif mengandung (kerupuk korek api) sebesar 7,25 3,8640 mg/kg
Rhodamin B yaitu sampel ke 5. Dari hasil kerupuk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Team, JB. 2010, Bisnis Rumah Tangga Cemilan dan Minuman,hal. 113,Jogya Bangkit
Publisher,Yogyakarta, Indonesia.
2. Kementrian Kesehatan, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan , Jakarta, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
3. Utami, W., dan Suhendi, A ., 2009, Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tapis, Penelitian Sains & Toksikologi, Jurnal.Vol. 10, No 2, hal. 148-155 Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
4. A, Permatasari, T. Susantiningsih, E. Kurniawati. 2013-2014, Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B
dalam Jajanan yang Dipasarkan Di Pasar Traditional Kota Bandar Lampung, Jurnal. hal. 30. Medical
Faculty of Lampung University
5. Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N.,2005, Identifikasi Zat Warna Kuning
Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Berbagai Komposisi
Larutan Pengembang, Jurnal Farmasi, Vol. 3, No.2, hal. 28-29, Fakultas Farmasi UMP,Purwokerto
6. Suwawinarta, N. 2002, Senarai Istilah Kedokteran Gigi,hal.38, EGC, Jakarta, Indonesia.
7. Putri, W.K. A., 2009, Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik
yang Beredar di Pusat Pasar Kota Medan. Skripsi. Fakultas Farmsi Universitas Sumatera Utara, Medan.
8. Sastrohamidjojo, H. 2005, Kromatografi, hal. 34, Liberti, Yogyakarta, Indonesia.
9. Ghanjar, I.G. dan Rohman, A. 2007, Kimia Farmasi Analisis, hal. 1 dan hal. 252-256, Pustaka Belajar,
Yogyakarta, Indonesia.

Akademi Farmasi Samarinda 89


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 90-93, 2015 Popi Patilaya

KARAKTERISTIKEKSTRAK AIR DAUN PUGUNTANO [Curanga fel-terrae


(Lour.) Merr.]YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTELMINTIK

Submitted : 20 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Popi Patilaya, Dadang Irfan Husori

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


E-mail: patilaya_usu@yahoo.com

ABSTRACT
OBJECTIVE: This study aimed to determine the characteristics of the water extract of leaves puguntano
(Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Using spectroscopic methods and phytochemical screening.
METHODOLOGY: phytochemical screening performed to analyze compounds alkaloids, flavonoids,
glycosides, anthraquinone glycosides, saponins, tannins, cyanogenic glycosides, and triterpenoids / steroids.
Analyses were performed using FTIR spectrophotometer (Shimadzu) with IR Solution software. The
wavelength is set at 4000 - 400 cm-1 with a resolution of 4 cm-1 and 16 scanner.
RESULTS: Puguntano leaf water extract contains flavonoids, glycosides, saponins, tannins, steroids, and
terpenoids. Infrared spectrum of puguntano leaf aqueous extract showed a O - H fuctional group at 3313.71
cm-1, C - H at 2974.23 and 2881.65 cm-1, C = C at 1689.65 and 1597.06 cm-1, C - O at 1265.30 and 1076.28
cm-1 and group C - H aromatics at 813.96 cm-1 in the fingerprint region.

K eywords: water extract,leaf, pugun tano,FTIR

PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati tanaman obat namun komponen aktifnya belum diidentifikasi.
Indonesiamerupakan potensiyang dapat Tanaman mengandung komponen fitokimia
dikembangkan sebagai sumber antelmintikbaru1. kompleks yang bertanggungajawab terhadap
Puguntano (Curanga fel-terrae (Lour.) aktivitas farmakologi. Reprodusibilitas kandungan
Merr.) merupakan tanaman dari famili senyawa tersebut menjadi salah satu faktor
Scrophulariaceaeyang tumbuh di wilayah Asia penting untuk menghasilkan ekstrak
seperti Cina, India, Indonesia, Filipina, Malaysia terstandar4.Metabolomik merupakan studi
dan Myanmar. Di Indonesia, tanaman ini tersebar komprehensif terhadap suatu sampel untuk
di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan mengidentifikasi metabolit yang berhubungan
Maluku. Tanaman ini berbatang basah, berbaring dengan fungsi biologis. Metode ini dapat
dan tumbuh merambat. Tangkai daunnya tumbuh digunakan sebagai alat untuk menentukan
berhadapan, permukaanya tidak berbulu, rata, tipis karakteristik produk bahan alam seperti
dan bergerigi. Bagian tandan bunga tanaman ini ekstrak5.Penelitian ini bertujuan untuk
nampak berwarna merah2. menentukan karakteristik ekstrak air daun
Menurut Patilaya dan Husori3, ekstrak air puguntano menggunakan metode penapisan
daun puguntano memiliki aktivitas antelmintik, fitokimia dan spektroskopik.

BAHAN DAN METODE


Bahan kalium bromida, kalium iodida, kloroform,
Daun puguntano [Curanga fel-terrae metanol, natrium hidroksida, natrium pikrat, n-
(Lour.) Merr.] diperoleh dari Kabupaten Dairi, heksan, petroleum eter, raksa (II) klorida, serbuk
Provinsi Sumatera Utara. Bahan kimia yang seng (Zn), serbuk magnesium (Mg), timbal (II)
digunakan berkualitas pro analisis diperoleh dari asetat, dan -naftol.
Merck meliputi asam asetat anhidrida, asam
klorida, asam nitrat, besi (III) klorida, asam sulfat,
benzen, etanol 96%, eter, iodium, isopropanol,

90 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 90-93, 2015 Popi Patilaya

Alat Penapisan Fitokimia


Peralatan yang digunakan dalam Penapisan fitokimia dilakukan
penelitian ini meliputi lemari pengering berdasarkan prosedur Depkes6 dan Farnsworth7
(Memmert), blender (Panasonic), penguap untuk menganalisis senyawa golongan alkaloid,
berputar (Eyela), spektrofotometri FTIR flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon,
(Shimadzu), dan peralatan gelas lainnya. saponin, tanin, glikosida sianogenik, dan
triterpenoid/steroid.
Penyiapan Ekstrak
Bagian daun dari tanaman ini dicuci Analisis FTIR
bersih, dikeringkan pada suhu 30-35oC, dan Instrumentasi
dihaluskan untuk memperoleh serbuk Analisis dilakukan menggunakan
simplisia.Sebanyak 100 g serbuk simplisia daun spektrofotometer FTIR (Shimadzu) yang
puguntano (C. fel-terrae (Lour.) Merr.) dilengkapi dengan perangkat lunak IR Solution.
diperkolasi dalam 1 liter etanol 96%. Perkolat Panjang gelombang diatur pada 4000 400 cm-1
kemudian dikeringkan dengan penguap berputar dengan resolusi 4 cm-1 dan jumlah pemindai 16.
untuk memperoleh ekstrak kasarnya. Ekstrak
kemudian dikemas dalam botol dan disimpan Pengukuran spektrum infra merah
dalam lemari pendingin pada suhu 4oC. Sebanyak 10 mg ekstrak dan 50 mg
kalium bromida (KBr) dicampur dan
dihomogenkan hingga terbentuk pelet. Massa
kemudian diletakkan ke sample hoder dan
kemudian dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penapisan fitokimia menunjukkan karakteristik dari senyawa turunan alkohol atau
bahwa ekstrak air daun puguntano mengandung fenol. Senyawa turunan alkana (gugus C H)
senyawa golongan flavonoid, glikosida, saponin, ditunjukkan oleh puncak pada 2974,23 dan
tanin, steroid, dan terpenoid. Kandungan 2881,65 cm-1. Puncak spektrum pada panjang
metabolit ekstrak etanol daun puguntano yang gelombang 1689,65 dan 1597,06 cm-
1
teridentifikasi dalam penelitian sama seperti yang menunjukkan gugus C = C dari senyawa
dilaporkan oleh Harahap dkk (2013). Senyawa aromatis. Senyawa turunan ester atau karboksilat
metabolit sekunder ekstrak daun puguntano juga (C O) ditunjukkan pada 1265,30 cm-1. Pada
dilaporkan oleh beberapa peneliti yaitu flavonoid9, daerah sidik jari (< 1200 cm-1) terdapat gugus C
glikosida10,11, saponin12, dan terpenoid13. O pada 1076,28 cm-1 dan puncak yang tajam pada
Spektrum infra merah ekstrak air daun 813,96cm-1yang mengindikasikan adanya gugus C
puguntano(Gambar 1) menunjukkanregangan H aromatis14.
gugus O H pada 3313,71 cm-1yang merupakan

Akademi Farmasi Samarinda 91


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 90-93, 2015 Popi Patilaya

Gambar 1. Spektrum infra merah ekstrak air daun puguntano

Meskipun teknik spekroskopi infra merah tidak digunakan untuk menganalisis karakteristik
memberikan informasi senyawa kimia spesifik, metabolit dan mutu produk bahan alam. Senyawa-
namun teknik ini merupakan strategi yang relevan senyawa metabolit primer dan sekunder seperti
dalam studi metabolomik ekstrak air daun protein, lipid, karbohidrat, turunan fenol,
puguntano15. Selain itu, spektroskopi infra merah terpenoid, dan alkaloid juga secara spesifik dapat
merupakan teknik non-destruktif, sehingga dapat diidentifikasi dengan spektroskopi infra merah16.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pada 3313,71 cm-1, C H) pada 2974,23 dan
sebagai berikut: 2881,65 cm-1, C = C pada 1689,65 dan 1597,06
a) Ekstrak air daun puguntano mengandung cm-1, C O pada 1265,30 dan 1076,28 cm-1
flavonoid, glikosida, saponin, tanin, steroid, serta gugus C H aromatis pada 813,96 cm-1di
dan terpenoid. daerah sidik jari.
b) Spektrum infra merah ekstrak air daun
puguntanomenunjukkan adanya gugus O H

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada penelitian ini melalui dana PNBP tahun 2014 pada
Universitas Sumatera Utara yang telah mendanai skim penelitian dosen pemula.

92 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 90-93, 2015 Popi Patilaya

DAFTAR PUSTAKA
1. Herawati, M.H. dan Husin, N. Berbagai tumbuhan obat yang berkhasiat sebagai obat kecacingan. Media
Litbang Kesehatan. 2010. 10(1): 8-13.
2. van Valkenburg dan Bunyapraphatsara. Plant Resources of South-East Asia: Medicinal and Poisonous
Plants 2,Leiden: Backhuys Publishers, Netherlands; 2001.
3. Patilaya P. dan Husori DI. Studi In vitro Aktivitas Antelmintik Ekstrak Daun Puguntano [Curanga fel-
terra (Lour.) Merr.]. Laporan Penelitian Program PNBP USU Tahun 2014. 2014.
4. Rajani M. dan Kanaki NS. Phytochemical standardization of herbal drugs and polyherbal formulations.
In: KG. Ramawat dan JM.Merillon, (editors). Bioactive Molecules and Medicinal Plants. Berlin:
Springer. 2008. p. 349-369.
5. Fiehn O. Combining genomic, metabolome analysis,and biochemical modelling to understand metabolic
networks. Comparative and Functional Genomics. 2002. 2(3): 155-168.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia.Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
2012. Hal. 840.
7. Fransworth NR. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal ofPharmaceutical Sciences.
1966. 55(3): 225-276.
8. Harahap U, Patilaya P, Marianne, Yuliasmi S, Husori DI, Prasetyo BE, Laila L, Sumantri IB, dan
Wahyuni HS. Profil fitokimia ekstrak etanol daun puguntano [Curanga fel-terrae (Merr.) Lour.)] yang
berpotensi sebagai antiasma. Prosiding Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. 2013. 422-426.
9. Huang Y, De Bruyne T, Apers S, Ma Y, Claeys M, Pieters L, dan Vlietinck A. Flavonoid Glucuronides
from Picria fel-terrae. Phytochemistry. 1999. 62(8): 1701-1703.
10. Zhou JM, Wang LS, Niu XM, Sun HD, dan Guo YJ. Phenylethanoid Glycosidesfrom Picria felterrae
Lour. Journal of Integrative Plant Biology. 2005. 47(5): 632-636.
11. Huang Y, De Bruyne T, Apers S, Ma Y, Claeys M, van den Berghe D, Pieters L, danVlietinck A. (1998).
Complement-Inhibiting Cucurbitacin Glycosides from Picria felterrae.Journal of Natural Products.
1998. 61(6): 757-761.
12. Fang H, Ning DS, dan Liang XY. Studies on Technology Optimization for ExtractingTriterpenoid
Saponins from Picria felterrae by Multi-Target Grading Method. Journal ofChinese Medicinal Material.
2009. 32(12): 1902-1905.
13. Wang LS, Li SH, Zou JM, Guo YJ, dan Sun HD. Two New Terpenoids fromPicria fel-terrae. Journal of
Asian Natural Product Research. 2006. 8(6): 491-494.
14. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. Introduction to Spectroscopy A Guide For Student of Organic
Chemistry. Third Edition, Orlando: Harcourt College Publisher. 2001. p. 13-101.
15. Dunn WB, dan Ellis DI. Metabolomics: current analytical platforms and methodologies. Trends in
Analytical Chemistry.2005. 24(4): 285-294.
16. Schulz H. dan Baranska M. Identification and quantification of valuable plant substances by IR and
Raman spectroscopy. Vibrational Spectroscopy. 2007. 43(1): 13-25.

Akademi Farmasi Samarinda 93


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 94-99, 2015 Husnul Warnida

STABILITAS DAN AKTIVITAS GEL EKSTRAK BULBUS BAWANG TIWAI


(Eleutherine americana (Mill.) Urb.) SEBAGAI ANTI ACNE

Submitted : 20 April 2015


Edited : 10 Mei 2015
Accepted : 20 Mei 2015

Husnul Warnida, Yullia Sukawaty, Mega

Akademi Farmasi Samarinda


Email: hwarnida@gmail.com

ABSTRACT
Bawang Tiwai has an antibacterial activity toward some microorganisms e.g. Staphylococcus
epidermidis dan Propionibacterium acne, two acne related bacteria. Bawang Tiwai extract 1% and 2% were
formulated into gel (no oil content, because oil could make the acne worse) with carbomer 940 as gelling
agent. Physical stability of bawang tiwai gel was evaluated included stability, organoleptic, pH,
homogeneity, viscosity, consistency, spreading test, and activity toward Staphylococcus epidermidis. The
result showed that all formulas are stable after 7 days. The test results of antibacterial activity gel are 17,24
mm dan gel 19,75 mm to gel 1% dan 2% respectively.

K eywords : Anti acne, Bawang tiwai (Eleutherine americana), Carbomer 940, Staphylococcus epidermidis.

LATAR BELAKANG
Jerawat (acne vulgaris) adalah salah satu senyawa yang terdapat pada bulbus bawang tiwai
penyakit kulit yang umum ditemukan. Jerawat yang dapat memberikan aktivitas antibakteri di
mempengaruhi daerah kulit yang memiliki antaranya flavonoid, fenol, glikosida, triterpenoid,
banyak folikel sebaceous (kelenjar minyak) dan antrakuinon. Hasil pengujian menunjukkan
seperti wajah, dada bagian atas dan punggung 1. bahwa ekstrak etanol umbi bawang tiwai
Penyebab jerawat belum diketahui secara memberikan konsentrasi hambat minimum pada
lengkap tetapi penyebab jerawat yang sudah pasti konsentrasi 10 mg/ml terhadap bakteri P. acne , S.
adalah multi faktor. Faktor-faktor tersebut antara epidermidis, dan S. aureus 3.
lain genetik, ras, haid, pil antihamil, endokrin, Bentuk sediaan gel cocok untuk terapi topikal
makanan, pengaruh kejiwaan (psikis), infeksi pada jerawat terutama penderita dengan tipe kulit
bakterial atau kosmetik. Jerawat terjadi karena berminyak, sehingga lebih cocok digunakan oleh
penyumbatan pilosebaseus (kelenjer minyak) dan masyarakat Indonesia yang beriklim tropis dan
peradangan yang disebabkan oleh bakteri mayoritas memiliki kulit berminyak. Bahan dasar
Propionibaterium acnes, Staphylococcus gel untuk terapi jerawat adalah bahan dasar yang
epidermidis, dan Staphylococcus aureus 2. larut dalam air dan bersifat memperlambat proses
Pengobatan jerawat biasanya menggunakan pengeringan sehingga mampu bertahan lama pada
antibiotika seperti tetrasiklin, doksisiklin, dan permukaan kulit.
klindamisin. Penggunaan antibiotika jangka Penelitian ini bertujuan memformulasi
panjang selain menimbulkan resistensi, juga ekstrak bulbus bawang tiwai dalam bentuk gel
dapat menimbulkan kerusakan organ. menggunakan gelling agent Carbomer 940.
Bawang tiwai merupakan tanaman yang Selanjutnya dilakukan uji fisik gel dan aktivitas
memiliki aktivitas antibakteri. Kandungan gel terhadap Staphylococcus epidermidis.

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Otoklaf (Speedy Autoclave tipe Vertical jangka sorong (Krisbow), Viskometer
model HL-340), blender (philips), Inkubator (Brookfield), Sentrifuge, alat-alat gelas (Pyrex).
(Jouan tipe IG 150), magnetic stirer, pH meter, Bahan: air suling, bulbus bawang tiwai,
neraca analitik (Ohaus), rotary evaporator(), etanol 70%, etanol 95%, propilenglikol (kualitas
farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis),
94 Akademi Farmasi Samarinda
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 94-99, 2015 Husnul Warnida

carbomer 940 (kualitas farmasetis), ascorbic acid maserat. Ampas dimaserasi kembali dengan
(kualitas farmasetis), media Mueller Hinton Agar etanol 80% menggunakan prosedur yang sama,
(MHA), media Nutrient Agar (NA), dan maserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Seluruh
clindamycin phosphate. maserat digabung dan dipekatkan dengan
bantuan alat rotary evaporator pada
Prosedur Kerja temperatur tidak lebih dari 50C sampai
1. Pengolahan Sampel diperoleh ekstrak kental yang diuapkan hingga
Bulbus bawang tiwai dibersihkan, kental. Selanjutnya disimpan dalam desikator.
dirajang, dan dikeringkan selama 1 minggu. 3. Formulasi Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai
Selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk dan Fomula gel ekstrak bulbus bwang tiwai
diayak dengan pengayak nomor 40. disajikan di tabel 1. Ekstrak didispersikan
2. Ekstraksi Sampel dalam propilenglikol. Carbomer 940
Sebanyak 200 gram serbuk kering didispersikan dalam 20 ml air suling,
bulbus bawang tiwai dimaserasi dengan pelarut didiamkan selama 15 menit kemudian diaduk
etanol 80% sampai seluruh serbuk terendam, hingga homogen. Ditambahkan trietanolamin
ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama hingga pH netral. Ditambahkan larutan asam
5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering askorbat, diaduk hingga homogen.
diaduk. Simplisia disaring sehingga didapat

Tabel 1. Formula Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai


Formula (%)
Nama Bahan Fungsi A B C
Ekstrak bulbus bawang tiwai bahan aktif 0 1 2
Carbomer 940 gelling agent 0,5 0,5 0,5
Trietanolamin alkalizing agent qs qs qs
Propilenglikol humectant 2 2 2
Asam Askorbat anti oksidan 0,1 0,1 0,1
Air suling ad Pelarut 100 100 100

Evaluasi Stabilitas Gel Sebanyak 100 ml gel dimasukkan


1. Uji Organoleptis ke dalam gelas piala 250 ml kemudian
Dilakukan pengamatan visual viskositasnya diukur dengan Viscometer
terhadap bau, warna, dan bentuk gel Brookfield yang dilengkapi dengan
selama7 hari. Gel biasanya jernih dengan spindle no. 64 dengan kecepatan 50 rpm
konsistensi setengah padat 4 (putaran per menit) kemudian data yang
2. Pemeriksaan homogenitas diperoleh dicatat dan dianalisis secara
Pengujian homogenitas dilakukan statistik 8.
dengan mengoleskan zat yang akan diuji 6. Uji Stabilitas Dipercepat
pada sekeping kaca atau bahan lain yang Pengujian konsistensi
cocok harus menunjukkan susunan yang menggunakan pengujian centrifugal test
homogen dan tidak menunjukkan di mana sampel gel disentrifugasi pada
butiran kasar 5 kecepatan 3800 rpm selama 5 jam
3. Pengukuran Daya Sebar kemudian diamati perubahan fisiknya 8.
Sampel seberat 0,5 g diletakkan di
atas kaca dan dibiarkan selama 1 menit. Uji Aktivitas Antibakteri Gel Ekstrak Bulbus
Diameter sebar sampel diukur. Bawang Tiwai
Selanjutnya ditambah 150 g beban dan
didiamkan selama 1 menit lalu diukur Alat dan bahan disterilisasi dalam
diameter yang konstan. Daya sebar 5-7 autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Paper
cm menunjukkan konsistensi semisolid disc direndam ke dalam 6 cawan petri, cawan
yang sangat nyaman dalam penggunaan 6. petri I diisi dengan gel FB, cawan II diisi
4. Pengukuran pH dengan gel FC, cawan petri III, IV, V, dan VI
Dilakukan pengukuran pH gel diisi kontrol negatif FA dan gel klindamisin
menggunakan indikator pH universal. pH sebagai kontrol positif.
sedian topikal berkisar 4-8 7. Dituang 15 ml medium MHA ke
5. Pengukuran Viskositas dalam 6 cawan petri, dihomogenkan dan dibiarkan

Akademi Farmasi Samarinda 95


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 94-99, 2015 Husnul Warnida

memadat. Dicelupkan lidi kapas steril ke dalam disk yang telah direndam Pengulangan
suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis, dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu cawan petri
Diusapkan pada permukaan medium MHA diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C.
sampai seluruh permukaan tertutup rapat. Kemudian diukur diameter zona hambat (mm)
Dibiarkan selama 5-15 menit supaya suspensi dari masing-masing konsentrasi sampel dengan
bakteri meresap ke dalam agar. Di tempelkan menggunakan jangka sorong.

Diameter Zona Hambat = (d1 + d2) diameter kertas cakram


2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Sifat Fisik Gel
Pengamatan organoleptis
Hasil pengamatan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Pengamatan Organoleptis Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai


Hari ke-1 Hari ke-7
Organoleptis
FA FB FC FA FB FC
Warna + + + - + +
Bau + + + - + +
Bentuk + + + - + +
Keterangan (+) : Tidak terjadi perubahan
(-) : Terjadi perubahan
Warna : A bening, B dan C merah kecoklatan
Bau : A tidak berbau, B dan C khas bau bawang tiwai
Bentuk : semisolid kental

Hasil pengamatan organoleptis selama setiap formula A, B, dan C memiliki konsistensi


7 hari menunjukkan perubahan bentuk, bau, dan yang sama yaitu semisolid kental.
warna dari ketiga formula. Pada hari ke-1 gel Pada pengamatan hari ke-7 formula A
formula B dan C berwarna merah kecoklatan mengalami perubahan warna, bau, dan bentuk
sedangkan formula C berwarna putih bening. selama penyimpanan. Perubahan pada formula A
Perbedaan warna pada formula B dan C diperkirakan terjadi karena proses oksidasi atau
disebabkan perbedaan konsentrasi ekstrak. Pada cemaran mikroba. Formula B dan C yang
hari pertama ketiga formula gel bertekstur kental mengandung ekstrak bulbus bawang tiwai tidak
seperti gel. Semakin tinggi penambahan ekstrak mengalami perubahan warna, bau, dan bentuk.
pada formula maka semakin gelap warna yang Bawang ttiwai mengandung senyawa flavonoid
dihasilkan. Bau gel pada formula A dan B adalah yang mempunyai aktivitas antioksidan 9, bawang
bau khas bawang tiwai sedangkan formula C tiwai juga mampu menghambat pertumbuhan
adalah bau khas dari karbopol. Konsistensi dari bakteri S. aureus, P. aeruginosa, E.coli 3 yang
mungkin mencemari sediaan gel.

1. Pengamatan Konsistensi Gel

Tabel 3. Hasil Pengamatan Konsistensi Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai


Konsistensi Hari ke-1 Hari ke-7
Gel
Formula A Fase Terpisah 2
tunggal fase
Formula B Fase Tidak
tunggal Terpisah
Formula C Fase Tidak
tunggal Terpisah

Pengamatan konsistensi yang dilakukan permukaan sehingga pada pengamatan visual


adalah mengamati terjadi atau tidak pemisahan terbentuk lapisan cairan di permukaan gel, yang
fase pada formula gel. Pemisahan fase terjadi mengindikasikan tidak stabilnya sediaan gel
ketika cairan gel keluar dan berkumpul di akibat turunnya konsentrasi polimer. `
96 Akademi Farmasi Samarinda
Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 94-99, 2015 Husnul Warnida

Pada saat pengujian sampel jam. Sehingga hasil yang diperoleh belum
disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 1 menggambarkan sifat fisik yang sebenarnya.
jam karena kendala teknis, seharusnya selama 5

2. Pengamatan Homogenitas

Tabel 4. Hasil Pengamatan Homogenitas Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai


Gel Hari ke-1 Hari ke-7
Formula A Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar
Formula B Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar
Formula C Homogen, tidak ada Homogen, tidak ada
butiran kasar butiran kasar
Sediaan gel ekstrak bulbus bawang tiwai gel dimaksudkan agar bahan aktif dalam gel
memenuhi persyaratan homogenitas gel yaitu terdistribusi merata. Selain itu agar gel tidak
sediaan gel yang dihasilkan homogen dan tidak mengiritasi ketika dioleskan di kulit.
terdapat butiran kasar. Persyaratan homogenitas

3. Pengukuran pH

Tabel 5. Hasil Pengukuran pH Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai


Formula waktu pengukuran
Gel Hari ke-1 Hari ke-7
Formula A 6 6
Formula B 6 6
Formula C 6 6
Pemeriksaan pH merupakan parameter sedangkan pH yang terlalu basa dapat
fisikokimia yang harus dilakukan untuk sediaan menyebabkan kulit bersisik. Dari hasil
topikal karena pH berkaitan dengan efektivitas pengukuran pH terlihat bahwa sediaan gel ekstrak
zat aktif, stabilitas zat aktif dan sediaan, bulbus bawang tiwai memenuhi persyaratan pH
serta kenyamanan di kulit sewaktu digunakan. untuk sediaan topikal yaitu antara 4-8 7.
pH yang terlalu asam dapat mengakibatkan iritasi
4. Pengukuran daya sebar gel

Tabel 6. Hasil Pengukuran Daya Sebar Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai
Diameter sebar (cm) dengan beban 150 g
Pengamatan
FA FB FC
Hari ke-1 5,422 5,315 5,655

Hari ke-7 8,147 5,907 6,177

Uji daya sebar sediaan gel dimaksudkan penggunaan, tekanan yang diperlukan agar dapat
untuk mengetahui kemampuan menyebar gel saat keluar dari kemasan, dan penerimaan oleh
dioleskan pada kulit. Kemampuan menyebar konsumen 6. Dari hasil pengukuran diameter daya
adalah karakteristik penting dalam formulasi sebar, sediaan gel ekstrak bulbus bawang tiwai
karena mempengaruhi transfer bahan aktif pada memenuhi persyaratan daya sebar yaitu 5 sampai
daerah target dalam dosis yang tepat, kemudahan 7 cm.

Akademi Farmasi Samarinda 97


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 94-99, 2015 Husnul Warnida

5. Pengukuran Viskositas

Tabel 7. Hasil Pengukuran Viskositas Gel Ekstrak Bulbus Bawang Tiwai


Viskositas
Pengamatan
Formula A Formula B Formula C
Hari ke-1 32866 cP 18291 cP 16616 cP
Hari ke-7 2165 cP 6185 cP 5799 cP
Viskositas adalah suatu pernyataan bersifat asam menyebabkan putusnya rantai
tekanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin polimer karbopol. Hal tersebut yang
rendah viskositas maka makin tinggi tahanannya. menyebabkan penurunan nilai viskositas gel.
Viskositas merupakan tolak ukur fisik yang
biasanya diukur untuk menaksir pengaruh Uji Aktivitas Antibakteri Gel Ekstrak
kondisi tekanan pada mikroemulsi. Nilai Bulbus Bawang Tiwai terhadap
viskositas sediaan mengalami perubahan selama Staphylococcus Epidermidis
masa penyimpanan. Perubahan yang diamati dari
pengujian hari ke-1 dan hari ke-7 memiliki Tabel berikut adalah hasil pengukuran zona
perbedaan yang signifikan. Perubahan nilai hambat (mm) gel ekstrak bulbus bawang tiwai
viskositas pada formula A dan B diduga karena terhadap pertumbuhan Staphylococcus
adanya pengaruh dari penambahan ekstrak yang epidermidis.

Tabel 8. Hasil Pengukuran Zona Hambat terhadap Staphylococcus epidermidis


Formula Daya Hambat (mm) rata-rata
FA / K (-) 0 0 0 0
FB 15,76 16,76 19,21 17,24
FC 18,15 19,53 21,58 19,75
K (+) 20,95 22,75 19,15 20,95

Keterangan
Formula A : Gel dengan konsentrasi ekstrak umbi bawang tiwai 1%
Formula B : Gel dengan konsentrasi ekstrak umbi bawang tiwai 2%
Formula C : Kontrol negatif yang berisi basis gel
K(+) : Gel klindamisin.

Berdasarkan data pada tabel 8, dapat mm dan gel dengan konsentrasi ekstrak 2%
dilihat bahwa gel dengan konsentrasi ekstrak menghasilkan zona hambat sebesar 19,75 mm
bulbus bawang tiwai sebanyak 1% dan 2% sehingga kemampuan menghambat yang
mampu menghambat Staphylococcus dihasilkan oleh gel ekstrak umbi bawang tiwai
epidermidis. Daya hambat menurut Davis dan terhadap Staphylococcus epidermidis dapat
Stout 10 dibagi atas : sangat kuat (zona jernih > dikategorikan daya hambat kuat. Berdasarkan
20 mm), kuat (zona jernih 10-20 mm), hasil uji statistik dengan menggunakan LSD
sedang (zona jernih 5-10 mm) dan lemah tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua
(zona jernih < 5 mm). Gel dengan konsentrasi kelompok gel yang memberikan hasil positif
ekstrak 1% menghasilkan zona hambat 17,24 terhadap Staphylococcus epidermidis.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis uji stabilitas Staphylococcus epidermidis dengan nilai diameter
fisik gel dapat disimpulkan bahwa ketiga formula zona hambat (mm) sebesar 17,24 mm dan 19,75
gel ekstrak bulbus bawang tiwai memenuhi mm.
persyaratan uji organoleptis, uji homogenitas, uji Disarankan agar dilakukan pengujian
pH, uji daya sebar, uji viskositas, dan uji aktivitas antibakteri gel ekstrak bulbus bawang
konsistensi gel. Dari hasil uji aktivitas antibakteri tiwai terhadap bakteri penyebab jerawat yang lain
dapat disimpulkan bahwa Gel ekstrak umbi yaitu Propionibacterium acne dan Staphylococcus
bawang tiwai 1% dan 2% menghambat bakteri aureus.

98 Akademi Farmasi Samarinda


Jurnal Ilmiah Manuntung, 1(1), 94-99, 2015 Husnul Warnida

DAFTAR PUSTAKA
1. Webster GF. Acne Vulgaris. Brit. Med. Journal. 2002; 325(7362): 575-479
2. Atlas RM. Principles of Microbiology. Edisi 2. Iowa: WNC Brown Balsam, 1997.
3. Mierza V, Suryanto D, Nasution PM. Skrining fitokimia dan uji efek antibakteri ekstrak etanol
umbi bawang sabrang (Eleutherine palmofolia Merr.). Prosiding Seminar Nasional. Universitas
Sumatera Utara. Medan 2011
4. Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: UI Press. 1989
5. Ditjen POM. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979.
6. Garg A, Aggarwal D, Garg S, and Sigla A. K. Spreading of Semisolid Formulation: An Update.
Pharmaceutical Technology. September 2002: 84-102.
7. Aulton M. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. NewYork: Curchill Living Stone.
1988
8. Djajadisastra, J. Cosmetics Stability. Makalah Seminar. Himpunan Ilmuwan Kosmetika
Indonesia. Jakarta 2004
9. Kuntorini EM. Astuti M.D. 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Bulbus
Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) Jurnal Sains dan Terapan Kimia. Januari
2010,.4(1): 15 22
10. Davis WW. Stout TR. Disc Plate Method ofMicrobiological Antibiotic Assay. Appl. Microbiol J. 1971

Akademi Farmasi Samarinda 99

Anda mungkin juga menyukai