Anda di halaman 1dari 97

JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA

adalah jurnal yang diterbitkan online dan diterbitkan dalam bentuk cetak. Jurnal ini
diterbitkan 3 kali dalam 1 tahun (Januari, Mei dan September). Jurnal ini diterbitkan oleh
APDFI (Asosiasi Pendidikan Diploma Farmasi Indonesia). Lingkup jurnal ini meliputi
Organisasi Farmasi, Kedokteran, Kimia Organik Sintetis, Kimia Organik Bahan Alami,
Biokimia, Analisis Kimia, Kimia Fisik, Biologi, Mikrobiologi, Kultur Jaringan, Botani
dan hewan yang terkait dengan produk farmasi, Keperawatan, Kebidanan, Analis
Kesehatan, Nutrisi dan Kesehatan Masyarakat.

ALAMAT REDAKSI :

APDFI (Asosiasi Pendidikan Diploma Farmasi Indonesia)

Jl. Buaran II No. 30 A, I Gusti Ngurah Rai, Klender Jakarta Timur, Indonesia

Telp. 021 - 86615593, 4244486.

Email : apdfi.2013@gmail.com

(ISSN Online) : 2655 – 8289

(ISSN Cetak) : 2655 – 131X


TIM REDAKSI

Advisor :

Dra. Yusmaniar, M.Biomed, Apt, Ketua Umum APDFI

Yugo Susanto, M.Farm., Apt, Wakil Ketua APDFI

Leonov Rianto, M.Farm., Apt, Sekjen APDFI

Editors in Chief :

Supomo, M.Si., Apt , Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia

Editor Board Member :

Dr. Entris Sutrisno., M.HkKes., Apt (STFB Bandung)

Imam Bagus Sumantri, S.Farm.,M.Si.,Apt (USU, Medan)

Ernanin Dyah Wijayanti, S.Si., M.P (Akfar Putera Indonesia, Malang)

Ika Agustina,S.Si, M.Farm (Akfar IKIFA, Jakarta)

Reviewer :

Prof. Muchtaridi, M.Si.,Ph.D, Apt (Universitas Padjajaran, Bandung)

Abdi Wira Septama, Ph.D., Apt (Pusat Penelitian Kimia, PDII LIPI)

Harlinda Kuspradini, Ph.D (Universitas Mulawarman, Samarinda)

Dr. Entris Sutrisno., M.HkKes., Apt (STFB, Bandung)

Erindyah Retno Wikantyasning, P.hD., Apt (Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Dr.Ika Puspita Sari, S.Si, M.Si., Apt(Fakultas Farmasi UGM), Yogyakarta

Operator :

Agus Trimanto, S.I.Pust, Librarian of Akademi Farmasi Samarinda, Indonesia


DAFTAR ISI JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA
VOL.1 NO. 1 TAHUN 2019

UJI Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) UMBI BAWANG TIWAI (Eleutherine
bulbosa (Mill.) Urb) DAN UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI AKTIF
Dwi Lestari; Rudi Kartika; Eva 1-10
Marlina................................................……………………………………….............….

PENETAPAN KADAR FLAVONOID EKSTRAK DAUN KELAKAI (Stenochlaena


palustris (Burm. F.) Bedd.) DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
Eka Siswanto Syamsul, Yana Yunita Hakim, Henny 11-20
Nurhasnawati…………………………………………………….

PEMANFAAATAN EKSTRAK DAUN THE (Camellia sinensis L) DARI PERKEBUNAN


KEMUNING KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PEMBUATAN SABUN PADAT
TRANSPARAN DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI PADA Staphyloccocus aureus 21-29
Iwan Setiawan, Dwi Saryanti,
Astian………………………………………………………………………………………

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI EKSTRAK UMBI BAWANG RAMBUT


(Allium chinense G.Don.) MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL 70% TERHADAP
RENDEMEN DAN SKRINING FITOKIMIA
Supo mo, Husnul Warnida, Bagus Moch
30-40
Sahid……………………………………………………………………………

KAJIAN PENGOBATAN TRADISIONAL CACAR MENURUT TERJEMAHAN LONTAR


USADA KACACAR
I Nyoman Gede Tri Sutrisna, Ni Luh Gede
Widyastuti………………………………………………………………….. 41-55

EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN SHAMPO EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus


androgynus (L) Merr)
DENGAN BERBAGAI VARIASI VISCOSITY AGENT 56-63
Dewi Rashati, Mikhania Christiningtyas

Eryani………………………………………………………………………….
POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV) PADA RESEP PASIEN RAWAT
JALAN DARI KLINIK HIV/AIDS SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTADI KOTA
BANDUNG
Ani Anggriani, Ida Lisni, Olga Susana 64-81
Wiku……………………………………………………………………………..

PENGARUH EDUKASI FARMASIS TERHADAP MOTIVASI DAN KEPATUHAN


PENGGUNA PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS
TAMBORA PADA BULAN FEBRUARI - APRIL 2015 82-92

Marta Halim, Shirly Kumala, Yetti


Hersunaryati………………………………………………………………………...
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

UJI Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) UMBI BAWANG TIWAI


(Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb) DAN UJI TOKSISITAS AKUT
FRAKSI AKTIF

Dwi Lestari1, Rudi Kartika2, Eva Marliana3

1, 2, 3
Program Studi S2 Kimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman
Email Korespondensi : rieka4827@gmail.com

ABSTRAK
Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb berasal dari keluarga Iridaceae, spesies ini
mengandung metabolit sekunder dalam bentuk flavonoid dan kuinon. Metode penelitian
ini meliputi uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva Artemia
salina Leach untuk menentukan nilai LC50. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimental farmakologis menggunakan desain acak lengkap dalam pola arah yang
sama dalam pemilihan hewan uji, 25 hewan yang digunakan adalah mencit putih dibagi
menjadi 5 kelompok dengan 5 mencit per kelompok, dengan 4 jam diamati untuk
mengetahui gejala toksik dan melanjutkan observasi setiap 24 jam untuk melihat
kematian. Pengujian hasil BSLT menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki toksisitas
LC50 = 66,68 ppm (kategori sangat toksik), fraksi n-heksana memiliki toksisitas LC50 =
47,64 ppm (kategori sangat toksik), fraksi kloroform memiliki toksisitas LC 50 = 295,1
ppm (kategori toksik), dan fraksi air memiliki toksisitas LC50 = 194,54 ppm (kategori
sangat toksik). Fraksi kloroform adalah fraksi aktif. Uji toksisitas akut nilai LD50
berdasarkan metode perhitungan Miller Tainter Probit (187,499 mg / KgBB), metode
perhitungan Thompson Weil (182.810 mg / KgBB), cara menghitung Farmakope
Indonesia (187,068 mg / KgBB). Berdasarkan tiga perhitungan, nilai LD50 berada dalam
kategori sedang (50-500 mg / kgBB).

Kata kunci : Eleutherine bulbosa, BSLT, fraksi kloroform, uji toksisitas akut

1
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

ABSTRACT
Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb come from the Iridaceae family, this species
contains secondary metabolites in the form of flavonoids and quinones. This research
method includes Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) toxicity using Artemia salina
Leach larvae to determine the LC50 value. This study used experimental methods
pharmacologically using a completely randomized design in the same direction pattern in
the selection of test animals, 25 animals used were white mice divided into 5 groups with
5 mice per group, with 4 hours observed to find out toxic symptoms and continued
observation every 24 hours to see death. Testing of BSLT results showed that ethanol
extract had LC50 toxicity = 66.68 ppm (very toxic category), n-hexane fraction had LC50
toxicity = 47.64 ppm (very toxic category), chloroform fraction had LC 50 toxicity =
295.1 ppm ( toxic category), and the water fraction has a toxicity of LC50 = 194.54 ppm
(very toxic category). The chloroform fraction is an active fraction. Acute toxicity test
LD50 value according to the calculation method of Miller Tainter Probit (187,499
mg/KgBB), the method of calculation of Thompson Weil (182,810 mg/KgBB), how to
calculate Indonesian Pharmacopoeia (187,068 mg/KgBB). Based on the three
calculations, the LD50 value is in the medium category (50-500 mg/kgBB).

Keywords : Eleutherine bulbosa, BSLT, Chloroform fraction, Acute toxicity test

PENDAHULUAN memiliki potensi sebagai agen


Obat tradisional atau obat-obatan antidiabetik yang bermanfaat dalam
bahan alami telah dikenal oleh masyarakat pencegahan dan perlindungan terhadap
Indonesia sejak zaman dahulu dan penyakit diabetes melitus (Amanda, 2014;
digunakan secara turun temurun. Salah Kuntorini, 2010; Febrinda, 2013). Umbi
satu obat bahan alami yang digunakan bawang tiwai berkhasiat sebagai obat.
adalah bawang tiwai karena secara Bulbus (umbi lapis) bawang dayak atau
empiris banyak digunakan oleh bawang tiwai oleh masyarakat lokal
masyarakat Dayak dan Kutai sebagai Kalimantan banyak digunakan sebagai
pengobatan tradisional yang dapat obat kanker payudara, gangguan jantung,
mengobati aneka macam penyakit antara dapat meningkatkan daya tahan tubuh,
lain kanker usus, kanker payudara, antiinflamasi, antitumor dan dapat
diabetes melitus, hipertensi, menurunkan menghentikan pendarahan. (Saptowaluyo,
kolesterol, stroke, obat bisul, anti 2007).
pendarahan dan sakit perut (Galingging, Hasil beberapa penelitian pada
2009). umbi bawang tiwai memberikan
Beberapa penelitian membuktikan informasi awal untuk dilakukannya
bahwa bawang tiwai memiliki aktivitas penelitian lanjutan dengan cara ekstraksi
antibakteri potensi sedang terhadap senyawa pada fraksi aktif umbi bawang
bakteri Escherichia coli, sebagai tiwai yang diduga potensial sebagai anti
antioksidan dengan kategori kuat dan kanker. Lethal Concentration 50 (LC50)

2
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

adalah suatu perhitungan untuk plate dan stirrer, beaker gelas, gelas ukur,
menentukan keaktifan dari suatu ekstrak labu ukur, batang pengaduk, selang
atau senyawa. Penggunaan LC50 aerator, botol aqua, penjepit tabung reaksi,
ditujukan untuk uji ketoksikan dengan mesin pengaduk (IKA RW 20 Digital),
perlakuan terhadap larva udang. corong Büchner (Rocker), kandang
Kematian hewan uji digunakan untuk mencit
memperkirakan dosis kematian jika 2. Bahan dan hewan uji
digunakan manusia (Priyanto, 2009). Umbi bawang tiwai, air suling,
Apabila nilai LC50 dengan metode BSLT ragi, garam laut, etanol 90%, n-heksana,
pada ekstrak tanaman bersifat toksik Kloroform, aluminium foil, kertas saring.
dapat dikembangkan sebagai obat Hewan uji: mencit putih jantan
antikanker (Carballo, 2002). BSLT pada B. Cara Kerja
penapisan senyawa-senyawa aktif yang 1. Pembuatan Air Laut Buatan (ALB)
terdapat dalam ekstrak tanaman yang Disiapkan air laut buatan dengan
ditunjukkan dengan melihat harga LC50 melarutkan 15 g natrium klorida dalam 1
nya (LC50 ≤ 1000 μg/mL) (Harmita dan L aquades. (Harmita dan Radji, 2008).
Radji, 2008). 2. Penetasan Telur A. salina Leach
Uji toksisitas akut merupakan Telur udang ditetaskan sekitar 36-48
salah satu jenis pengujian toksisitas yang jam sebelum dilakukan pengujian
mengutamakan mencari efek toksik. toksisitas, wadah yang berbentuk kerucut
Pengujian ini dilakukan dengan yang bening atau transparan digunakan
memberikan zat kimia yang sedang diuji untuk penetasan telur udang kemudian
sebanyak satu kali, atau beberapa kali ditambahkan air laut buatan telah diukur
dalam jangka waktu 24 jam. Uji toksisitas PH-nya (8-9), wadah tersebut diberi
akut dapat menggunakan mencit. Tujuan penerangan dengan cahaya lampu 40
uji toksisitas akut suatu obat adalah untuk Watt untuk menghangatkan suhu dalam
menerapkan potensi toksisitas akut penetasan agar suhu penetasan 25ºC-31ºC
(LD50), menilai berbagai gejala klinis, tetap terjaga dan merangsang proses
spektrum efek toksik, dan mekanisme penetasan dengan menggunakan aerator.
kematian pada fraksi kloroforM umbi Telur A. salina Leach 50-150 mg dicuci
bawang Tiwai sebagai fraksi aktif. terlebih dahulu, yakni ditaburkan dan
direndam pada wadah berisi aquades
METODE PENELITIAN selama 1 jam setelah itu pada wadah
A. Alat, Bahan dan Hewan uji berisi air laut buatan 500 mL dinyalakan
1. Alat aerator. Telur A. salina Leach dibiarkan
Pisau, blender (Miyako), lampu selama 36-48 jam sampai menetas
neon 40 watt (Philips), toples, vial, cawan, menjadi nauplii yang matang dan siap
cawan petri, corong, spatula, pipet tetes, digunakan dalam percobaan. Telur akan
kaca arloji, penangas air, mikropipet menetas dalam waktu 18-48 jam dan akan
10-100 µL, timbangan analitik, kotak bergerak secara alamiah menuju daerah
penampung larva (plastik), tabung reaksi, terang sehingga larva udang terpisah dari
rotary evaporator (IKA RV 10 basic), hot kulit telur. Larva yang sehat bersifat

3
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

fototropik dan siap dijadikan hewan uji gerak lincah, bulunya bersih, umur
pada umur 36-48 jam. Larva dipisahkan 2-3 bulan dengan bobot badan
dari telurnya dengan pipet ke dalam vial mencit 20-30 gram.
yang berisi air laut buatan (Harmita dan 2) Penyiapan Hewan Uji
Radji, 2008). Disiapkan 25 ekor mencit putih
3. Pembuatan Larutan Uji jantan. Mencit dibagi dalam 5
Vial disiapkan untuk tiap kelompok kelompok, yaitu 4 kelompok diberi
sesuai peringkat konsentrasi dengan larutan ekstrak fraksi kloroform dan
masing-masing kemudian disediakan 8 1 kelompok sebagai kontrol negatif.
vial dan direplikasikan sebanyak 3 kali Tiap kelompok terdiri atas 5 ekor
Pada uji toksisitas ini dibuat larutan stok mencit jantan. Ditimbang berat
(induk) sebesar 10 mg kemudian sampel badan selama seminggu sebelum
dilarutkan dengan air laut buatan sampai dilakukan penelitian ketoksikan
100 mL. Pengujian dilakukan dengan b. Perlakuan Pada Hewan Uji
menggunakan larutan uji yang dibuat Hewan uji diberi larutan ekstrak
dengan konsentrasi 0 ppm (kontrol fraksi kloroform secara oral
negatif), 15,625 μg/mL, 31,25 μg/mL, sebanyak 0,5 ml/ 20g berat badan
62,5 μg/mL, 125 μg/mL, 250 μg/mL, 500 dengan tingkat dosis I (50 mg/
μg/mL dan 1000 μg/mL dalam air laut KgBB), dosis II (100 mg/Kg BB),
buatan. Setiap vial yang telah diisi dosis III (200 mg/Kg BB), dan dosis
sampel dengan volume 10 mL diisi 10 IV (400 mg/Kg BB) serta kontrol
ekor larva A. salina Leach dan negatif (CMC-Na 0,5%). Ekstrak
ditambahkan satu tetes suspensi ragi (0,6 fraksi kloroform diberikan dengan
mg/mL) sebagai makanannya (Harmita cara disuspensikan dengan CMC-Na
dan Radji, 2008). Uji kontrol negatif 0,5%
(blanko) diberi perlakuan sama seperti c. Pengujian
larutan uji tetapi tanpa ekstrak. Vial-vial Dilakukan pengujian, kemudian
tersebut diletakkan di bawah penerangan diamati gejala keracunan yang mungkin
dengan lampu 40 Watt. Jumlah larva A. timbul.
salina Leach yang mati dalam tiap vial d. Pengamatan
selama 24 jam dihitung dengan cara 1) Pengamatan sebelum diberikan
manual. Pengamatan dilakukan selama 24 perlakuan dilakukan selama 1 minggu
jam, tingkat toksisitas diperoleh dengan dengan menimbang berat badan
menghitung jumlah larva yang mati, yaitu mencit. Hal ini dilakukan untuk
bila larva udang tidak menunjukkan memastikan mencit dalam keadaan
pergerakan selama beberapa detik baik dan sehat untuk digunakan
observasi (Ramadhani, 2009). sebagai hewan uji.
4. Uji Toksisitas Akut 2) Pengamatan setelah diberi perlakuan
a. Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji yaitu pengamatan potensi ketoksikan
1) Pemilihan Hewan Uji akut, pengamatan ini dilakukan dengan
Hewan uji yang digunakan adalah melihat gejala-gejala fisik umum
mencit putih jantan sehat, aktivitas sebagai tanda keracunan yang timbul

4
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

setelah pemberian ekstrak fraksi


kloroform yang dibandingkan dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
kontrol negatif. Waktu pengamatan A. Ekstraksi dan Fraksinasi Umbi
adalah menit ke 5, 10, 15, 30, 60, 120, Bawang Tiwai
180 dan 240 (4 jam). Pengamatan dan Didapatkan hasil ekstrak pekat
perhitungan Nilai LD50 dilakukan berwarna merah kecoklatan sebanyak
terhadap mencit yang mati dan yang 50,41g (rendemen 10,082%. Hasil
masih hidup selama 24 jam setelah fraksinasi menunjukkan perolehan
pemberian ekstrak fraksi kloroform. rendemen fraksi n-heksan 8,26 g (1,652%).
e. Pengumpulan Data fraksi kloroform 10,31 g (2,062%), dan
Data nilai LD50 diambil dari fraksi air 26,41 g (5,282%) terhadap
jumlah mencit yang mati dan masih serbuk umbi bawang tiwai.
hidup pada setiap kelompok, kemudian B. Pengujian BSLT
ditabulasi. Potensi ketoksikan akut Pengujian BSLT merupakan uji
ditentukan dari data mencit yang toksisitas akut yang dilakukan untuk
memperlihatkan gejala-gejala fisik menentukan efek toksik setelah
umum sebagai tanda keracunan setelah pemberian dosis dalam waktu 24 jam.
pemberian larutan ekstrak fraksi Pengujian hasil BSLT menunjukkan
kloroform yang dibandingkan dengan bahwa ekstrak etanol memiliki toksisitas
kontrol. LC50 = 66,68 ppm (kategori sangat
toksik), fraksi n-heksana memiliki
f. Analisis Data toksisitas LC50 = 47,64 ppm (kategori
Metode analisis yang digunakan sangat toksik), fraksi kloroform memiliki
untuk menentukan nilai LD50 dan toksisitas LC50 = 295,1 ppm (kategori
potensi ketoksikan akut dari mencit toksik), dan fraksi air memiliki toksisitas
yang mati dan hidup dari setiap LC50 = 194,54 ppm (kategori sangat
kelompok adalah Metode Probit Miller toksik).
Tainter, Weil CS dan Metode
Farmakope Indonesia III.

Tabel 1. Hasil Pengujian BSLT


Kelompok Konsentrasi Log Jml
% mati Probit LC50 (ppm)
uji (ppm) Konsentrasi Mati
20 1.301 2 10 3.72
40 1.602 6 30 4.48
Ekstrak
80 1.903 8 40 4.75 66,68
Etanol
160 2.204 16 80 5.84
320 2.505 20 100--99 7.33
20 1.301 2 10 3.72
Fraksi
40 1.602 5 25 4.33 47,64
n-Heksan
80 1.903 9 45 4.87

5
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

160 2.204 15 75 5.67


320 2.505 20 100--99 7.33
20 1.301 1 5 3.36
40 1.602 3 15 3.96
Fraksi
80 1.903 5 25 4.33 295,12
Kloroform
160 2.204 8 40 4.75
320 2.505 12 60 5.25
20 1.301 1 5 3.36
40 1.602 4 20 4.16
Fraksi Air 80 1.903 6 30 4.48 194,54
160 2.204 9 45 4.87
320 2.505 12 60 5.25

Gambar 1. Nilai LC50 (Letal Consentration)


Hasil yang didapatkan pada uji diberikan pada dosis tinggi, akan tetapi
BSLT ini adalah pada dimana nilai LC50 akan menjadi obat jika diberikan pada
yang diperoleh sebesar 295,12 ppm yang dosis rendah atau dosis yg terukur,
paling tinggi dan termasuk kategori artinya walaupun bersifat toksik masih
toksik (250-500 ppm). Berdasarkan hasil dapat digunakan sebagai obat antikanker
uji toksisitas diketahui bahwa racun yang dengan kombinasi bersama vitamin,
dihasilkan oleh dosis tunggal dari fraksi untuk mengurangi efek dari racun
kloroform pada hewan coba sebagai uji tersebut.
pra-skrinning senyawa bioaktif C. Pengujian Uji toksisitas akut Fraksi
antikanker dimana menunjukan bahwa Kloroform Umbi Bawang Tiwai pada
komponen bioaktifnya bersifat toksik jika mencit putih jantan (Mus musculus L)

6
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

Aklimatisasi dilakukan dengan Hari ke-1 sampai hari ke-7 semua hewan
tujuan agar semua kelompok menerima uji ditimbang untuk mengetahui
keadaan dan situasi yang sama dalam kesehatan dengan melihat bobot pada
proses penyesuaian terhadap lingkungan. mencit.

Gambar 2. Grafik Penimbangan Bobot Mencit


Pada gambar 2 dapat dilihat Hewan uji dipuasakan selama 3
bahwa terjadi peningkatan bobot mencit jam sebelum pemberian dan selama 12
setiap harinya, dengan SEM (Standart jam setelah pemberian ekstrak, hal ini
Erorr of Mean) yaitu varian bobot mencit dilakukan agar makanan yang ada di
dalam 1 kelompok, menunjukkan selisih saluran cerna mencit tidak mempengaruhi
yang kecil (p > 0,05) atau tidak jauh efek dari ekstrak yang dipejankan pada
berbeda dalam 1 kelompok sehingga mencit. Hewan uji diberikan dengan
disimpulkan bobot mencit termasuk sediaan uji dalam dosis tunggal secara oral,
homogen. Kenaikan bobot mencit cara ini dilakukan sama seperti bagaimana
merupakan salah satu hal yang dapat manusia dapat mengalami keracunan, yaitu
menunjukkan bahwa mencit tersebut melalui mulut dengan diberikan sediaan
dalam keadaan sehat dan dapat digunakan uji dalam bentuk
sebagai hewan percobaan. larutan.

Tabel 3. Gejala Sebagai Tanda Keracunan Setelah Pemberian


Gejala
Kelompok Perlakuan Jumlah
Keracunan
Kontrol
Kelompok I
CMC Na 0,5% 5 Tidak ada
Kelompok
Dosis 50mg /kgBB 5 Tidak ada
II
Dosis 100 mg/kgBB 5 Tidak ada
Kelompok
Dosis 200 mg/kgBB 5 Tidak ada
III
Dosis 400mg /kgBB 5 Tidak ada
Kelompok
IV

7
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

terjadi pada kelompok kontrol sehingga


Hasil pengamatan pada tabel 3 tidak dapat dikategorikan sebagai gejala
menunjukkan bahwa hewan uji tidak tanda keracunan.
mengalami gejala umum sebagai tanda Uji LD50 terhadap ekstrak fraksi
keracunan. Pada pengamatan setelah kloroform dilakukan untuk mengetahui
pemberian ekstrak fraksi kloroform umbi pada dosis berapa ekstrak fraksi
bawang tiwai, gejala keracunan yang kloroform dapat memberikan efek toksik.
diamati tersebut adalah ciri-ciri yang Efek tersebut ditandai dengan adanya
mempengaruhi prilaku, syaraf otot, syaraf kematian pada mencit yang telah
otonom, pernafasan, gastrointestinal, dan diberikan ekstrak fraksi kloroform, yang
kulit. Perlakuan pada kelompok I sampai diamati selama 4 jam untuk mengetahui
IV terjadi gejala yang mempengaruhi gejala keracunan dan dilanjutkan
prilaku (menunduk, menggaruk-garuk pengamatan selama 24 jam untuk melihat
dan ketakutan) dan syaraf otot (ekor adanya kematian. (Ngatidjan, 1997).
membengkok), tetapi gejala tersebut juga

Tabel 4. Jumlah kematian setelah 24 jam pemberian ekstrak


Kelompok Perlakuan Jumlah % Kematian
Kontrol CMC Na 0,5%
Kelompok Dosis 50mg
I /kgBB 0 0
Kelompok Dosis 100 0 0
II mg/kgBB 1 20
Kelompok Dosis 200 3 60
III mg/kgBB 4 80
Kelompok Dosis 400mg
IV /kgBB
Data pada tabel 4 dilakukan Pada uji toksisitas akut ini dapat
perhitungan nilai LD50 dengan memberikan informasi awal akan
menggunakan 3 metode perhitungan, korelasinya terhadap antikanker serta
didapatkan Nilai LD50 menurut Cara memberikan petunjuk tentang dosis yang
perhitungan Probit Miller Tainter nilai sebaiknya digunakan atau dosis yang
LD50 = 187,499 mg/KgBB, cara tepat, selain itu juga sebagai petunjuk
perhitungan Thompson Weil nilai LD50 = akan organ sasaran yang mungkin dirusak
182,810 mg/Kg BB, cara perhitungan dan efek toksis spesifiknya. Pada LD50
Farmakope Indonesia nilai LD50 = dengan kategori sedang artinya fraksi
187,068 mg/KgBB. Berdasarkan dari kloroform ini jika dilanjutkan sebagai
ketiga perhitungan tersebut maka obat antikanker maka bersifat aman
diketahui nilai LD50 nya termasuk dengan dosis yg diatur atau dengan dosis
kategori sedang (50-500 mg/kgBB) yang tepat.
(Loomis, 1978).

8
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

SIMPULAN
1. Pengujian hasil BSLT menunjukkan Febrinda, A. E., Astawan, M., Wresdiyati,
bahwa ekstrak etanol memiliki T., Yuliana, N. D. 2013.”Kapasitas
toksisitas LC50 = 66,68 ppm Antioksidan dan Inhibitor Alfa
(kategori sangat toksik), fraksi Glukosidase Ekstrak Umbi Bawang
n-heksana memiliki toksisitas LC50 Dayak”. Jurnal Teknologi dan
= 47,64 ppm (kategori sangat toksik), Industri Pangan. 24(2). Hal: 161
fraksi kloroform memiliki toksisitas
LC50 = 295,1 ppm (kategori toksik), Galingging, R.Y. 2009.”Bawang Dayak
dan fraksi air memiliki toksisitas LC50 (Eleutherine palmifolia) Sebagai
= 194,54 ppm (kategori sangat Tanaman Obat Multifungsi”. Warta
toksik). Penelitian dan Pengembangan.
2. Fraksi kloroform merupakan fraksi 15(3): 16-18
aktif, hasil uji Ketoksikan akut Nilai
LD50 menurut cara perhitungan Harmita dan Radji, M. 2008. Analisis
Probit Miller Tainter (187,499 Hayati. Jakarta: Penerbit Buku
mg/KgBB), cara perhitungan Kedokteran. Hal: 76-78
Thompson Weil (182,810
mg/KgBB), cara perhitungan Kuntorini, E. M., Astuti, M. D., Nugroho,
Farmakope Indonesia (187,068 L. H. 2010.”Struktur Anatomi dan
mg/KgBB). Berdasarkan dari ketiga Aktivitas Antioksidan Bulbus
perhitungan tersebut maka diketahui Bawang Dayak (Eleutherine
nilai LD50 nya termasuk kategori americana Merr) Dari Daerah
sedang (50-500 mg/kgBB). Kalimantan Selatan”. Penelitian
Hayati. (16): 1-7.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, F. R. 2014.”Efektivitas Ekstrak Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar.
Bawang Dayak (Eleutherine Diterjemahkan oleh Donatos, I. A.
palmifolia L. Merr) dalam Semarang: IKIP Semarang Press
Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli”. Laporan Meyer, B. N., Ferrigni, N. R., Putnam, J.
Penelitian. Jakarta: Fakultas E., Jacobsen, L. B., Nicholas, D. E.
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Dan Mc Laughlin, J. L. 1982.”Brine
Universitas Islam Negeri Syarif Shrimp: A Convenient General
Hidayatullah. Hal: 7 Bioassay for Active Plant
Constituent”. Drug Information
Carballo, J. L. I., Inda, Z. L. H., Perez. Journal. (45): 31-34
2002.”A Comparison between Two
Brine Shrimp Assay to Detect in Priyanto. 2009. Toksikologi Mekanisme
Vitro Cytotoxicity in Marine Natural Terapi Antidotum dan Penilaian
Product”. BMC Biotecnology. 2 (17): Resiko. Jakarta: Lembaga Studi dan
1-5. Konsultasi Farmakologi. Hal:

9
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

156-167
.
Ramadhan, B.K., dan Schaalan, M.F.,
2011, The Renoprotective Effect of
Honey on Paracetamol-Induced
Nephrotoxicity In Adult Male
Albino Rats, Life Science Journal 8
(3).

Saptowaluyo, C.A. 2007. Bawang Dayak,


Tanaman Obat Kanker yang Belum
Tergarap. http//www.kompas.com.

10
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

PENETAPAN KADAR FLAVONOID EKSTRAK DAUN KELAKAI


(Stenochlaena palustris (Burm. F.) Bedd.) DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Eka Siswanto Syamsul1, Yana Yunita Hakim2, Henny Nurhasnawati3

1, 2, 3
Akademi Farmasi Samarinda
Jl. Brig Jend A. Wahab Syahranie, Samarinda, Kaltim 75124

Email Korespondensi : eka8382@gmail.com

ABSTRAK
Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm. F.) Bedd.) merupakan tumbuhan
Kalimantan yang berkhasiat obat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
kadar flavonoid ekstrak etanol daun kelakai dengan metode spektrofotometri UV-
Vis.Tahapan penelitian diawali dengan pengumpulan sampel dan determinasi
tumbuhan, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak etanol simplisia dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, uji skrining fitokimia dan penetapan kadar
flavonoid dengan metode spektrofotometri UV-Vis dengan baku pembanding kuersetin.
Data dianalisis secara deskriptif. Diperoleh rendemen ekstrak etanol daun kelakai
(22,92%), penetapan kadar air pada ekstrak kental (19,71%), dan kadar flavonoid pada
428 nm (2,2159 ± 0,083%).

Kata kunci : Daun kelakai, Kadar flavonoid, Ekstrak kasar

11
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

ABSTRACT
Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm F.) Bedd.) is a medicinal plant of Borneo. The
purpose of this research is to determine the level of flavonoid in crude extract of kelakai
leaf by UV-Vis Spectrophotometer. The research was conducted by collection of the
kelakai leaves and plant determination. The ethanolic extract of kelakai leaves was
collected using macceration methode. The determination of flavonoid level was
conducted by UV-Vis Spectrophotometer using quersetin as standard compound. The
study showed that the rendemen of crude extract of kelakai leaf was (22,92%). The
moisture content in viscous extract was (19,71%). The level of Flavonoids in extract was
(2,2159±0,083%).
Keywords : Leaf kelakai, Flavonoid levels, Crude extract

dalam berbagai konsentrasi. Flavonoid


mempunyai sifat yang khas yaitu bau
PENDAHULUAN
yang sangat tajam, sebagian besar
Kelakai merupakan tumbuhan
merupakan pigmen warna kuning, dapat
khas lahan rawa yang tumbuh di
larut dalam air dan pelarut organik,
Kalimantan Selatan. Kelakai juga
mudah terurai pada temperatur tinggi
merupakan makanan favorit sebagian
(Rahmat, 2009). Flavonoid diyakini dapat
besar masyarakat Kalimantan. Studi
menurunkan aterosklerosis dengan
empiris dari daun dan batang kelakai
menghambat oksidasi LDL (Low Density
muda digunakan oleh masyarakat suku
Lipoprotein) dengan cara menghambat
Dayak sebagai suplemen penambah
pembentukan radikal bebas (Silalahi,
darah, obat awet muda, penambah ASI
2006). Sejauh ini belum pernah
pada ibu menyusui, obat tekanan darah
dilaporkan penelitian mengenai
tinggi, pereda demam dan mengobati
penetapan kadar flavonoid ekstrak etanol
sakit kulit seperti gatal dan alergi
daun kelakai (Stenochlaena palustris
(Maharani, dkk., 2005).
(Burm. F.) Bedd.) menggunakan metode
Kandungan metabolit sekunder
spektroftometri UV-Vis, sehingga
yang terkandung dalam daun kelakai
dilakukan penelitian ini.
yaitu senyawa alkaloid, steroid dan
flavonoid (Anggraeni dan Erwin, 2015). METODE PENELITIAN
Ekstrak air daun kelakai memiliki
kandungan total flavonoid yang tinggi Penelitian yang dilakukan adalah
dibandingkan dengan tanaman penelitian non eksperimental. Penelitian
gerunggang dan pasak bumi yang dilakukan di Laboratorium Terpadu I dan
merupakan tanaman obat Kalimantan Laboratorium Terpadu III Akademi
Selatan (Suhartono, dkk., 2012). Farmasi Samarinda. Tahapan penelitian
Flavonoid merupakan sekelompok besar meliputi pengumpulan sampel,
senyawa polifenol tanaman yang tersebar determinasi sampel, pembuatan simplisia,
luas dalam berbagai bahan makanan dan pembuatan ekstrak etanol daun kelakai,
identifikasi golongan senyawa kimia dan

12
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

penetapan kadar flavonoid dengan dalam toples kaca dengan pengadukan


spektrofotometri UV-Vis. selama 2 jam dan disimpan selama 22
jam, maserat disaring menggunakan
Alat dan Bahan
corong Buchner. Maserat hasil maserasi
Alat yang digunakan dalam
dan remaserasi digabungkan dalam satu
penelitian ini adalah Spektrofotometer
wadah dan diuapkan sebagian pelarut
UV-1800 (Shimadzhu®), rotary
menggunakan rotary evaporator
evaporator (IKA ), Oven (Memmert®),
®
kemudian dipekatkan diatas tangas air
maserator (IKA®), penangas air,
hingga diperoleh ekstrak kental.
pengaduk elektrik, blender, mikropipet
Simplisia diremaserasi untuk
(Vitlab®), timbangan analitik (Ohaus®),
mendapatkan hasil penyarian yang
ayakan mesh 60, seperangkat alat gelas
optimal.
(pyrex®), corong buchner, rak tabung
reaksi, cawan porselen, penjepit tabung,
Penetapan kadar air ekstrak etanol
spatel logam dan botol semprot.
daun kelakai
Bahan yang digunakan dalam
Penetapan kadar air ekstrak etanol
penelitian ini adalah serbuk simplisia
daun kelakai menggunakan metode
daun kelakai, etanol 70%, kalium asetat 1
gravimetri. Prinsip metode gravimetri
M, aluminium klorida 10%, kuersetin,
yaitu menghilangkan kadar air dalam
pereaksi meyer, pereaksi bouchardat,
sampel dengan pemanasan menggunakan
pereaksi dragendorf, FeCl3 1%, HCl 2 N,
oven pada suhu 105oC agar air yang
HCl pekat, H2SO4 pekat, amil alkohol,
terikat secara fisik dalam sampel dapat
kloroform, anhidrida asam asetat, serbuk
teruapkan sehingga diperoleh berat
Mg, aluminium foil, air suling dan kertas
konstan (Latifah, 2015). Perhitungan
saring.
kadar air menggunakan rumus sebagai
berikut (Dewa dan Mozes, 2014):
Prosedur Penelitian
Pembuatan ekstrak etanol daun 𝑏−(𝑐−𝑎)
Kadar air = x 100%
𝑏
kelakai
Metode pembuatan ekstrak etanol Keterangan:
daun kelakai mengacu pada Depkes RI
𝑎 = Berat cawan
(2008), dengan modifikasi yaitu serbuk
simplisia yang sudah diayak dengan 𝑏 = Berat sampel
ayakan mesh 60 kemudian ditimbang
sebanyak 200 gram, lalu di maserasi 𝑐 = Berat cawan + sampel
dengan etanol 70%, kemudian diaduk
menggunakan pengaduk eletrik selama 2 Uji Golongan Senyawa Metabolit
jam. Maserat dan ampas disimpan selama Sekunder
22 jam dalam wadah tertutup, kemudian Uji golongan senyawa metabolit
disaring menggunakan corong Buchner. sekunder menggunakan larutan ekstrak
Ampas sisa maserasi kemudian etanol daun kelakai yang dibuat dengan
diremaserasi lagi dengan etanol 70% cara, ekstrak kental ditimbang sebanyak
0,5 gram, lalu dilarutkan dengan etanol

13
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

sebanyak 10 mL hingga larut sempurna, 4. Penentuan panjang gelombang


kemudian dimasukkan ke dalam labu serapan maksimum (𝜆 maks)
ukur 100 mL dan ditambahkan dengan air Penentuan panjang gelombang
suling hingga tanda batas (Sapri, dkk., maksimum dilakukan dengan cara
2014). Larutan tersebut kemudian larutan standar (4 ppm) dipipet 0,5
digunakan untuk melakukan uji senyawa mL ke dalam labu ukur 10 mL.
metabolit sekunder, yaitu Uji alkaloid Etanol 70% ditambahkan sebanyak
(Pereaksi meyer, Pereaksi bouchardat, 1,5 mL, aluminium klorida 10%
Pereaksi dragendorf), uji flavonoid, uji sebanyak 0,1 mL, kalium asetat 1
Tannin, uji saponin, uji M sebanyak 0,1 mL dan
triterpenoid/steroid (Dewi dkk, 2013; ditambahkan air suling sebanyak 2,8
Sapri dkk, 2014). mL, dikocok sampai homogen.
Absorbansinya diukur pada panjang
Penetapan kadar flavonoid gelombang 350-500 nm.
1. Pembuatan larutan induk (Kuersetin 5. Pembuatan kurva kalibrasi
100 ppm) Panjang gelombang maksimum
Pembuatan larutan induk dilakukan diperoleh kemudian dilakukan
dengan menimbang kuersetin pembuatan kurva kalibrasi dengan
sebanyak 10 mg, kemudian cara larutan standar 2, 4, 6, 8 dan 10
dilarutkan dengan etanol 70% dalam ppm dipipet sebanyak 0,5 mL
labu ukur 100 mL. Sehingga dimasukkan ke dalam labu ukur 10
diperoleh larutan kuersetin 100 ppm. mL kemudian ditambahkan 1,5 mL
2. Pembuatan larutan seri standar etanol 70%, 0,1 mL aluminium
kuersetin klorida 10%, 0,1 kalium asetat 1 M
Pembuatan larutan standar dengan dan ditambahkan air suling 2,8 ml,
cara larutan induk dipipet sebanyak dikocok sampai homogen. Larutan
0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL masing- diinkubasi pada suhu kamar selama
masing ke dalam labu ukur 10 mL 30 menit kemudian serapan diukur
menggunakan mikropipet. Volume dengan spektrofotometer UV-Vis
nya dicukupkan dengan etanol 70% pada panjang gelombang maksimum.
sampai tanda batas, sehingga 6. Pembuatan larutan ekstrak
diperoleh larutan dengan konsentrasi Pembuatan larutan sampel ekstrak
2, 4, 6, 8 dan 10 ppm. daun kelakai ditimbang sebanyak 10
3. Pembuatan larutan blanko mg, kemudian dilarutkan dengan 5
Larutan blanko dalam penelitian ini mL etanol 70% dalam gelas kimia
menggunakan etanol 70% sebanyak 100 mL. Larutan diaduk
4 mL, kalium asetat 0,2 mL dan menggunakan batang pengaduk,
aluminium klorida 0,2 mL, setelah itu dimasukkan ke dalam
ditambahkan aquades 5,6 mL, labu ukur 10 mL. Gelas kimia dibilas
kemudian dimasukkan ke dalam labu dengan etanol 70% kemudian
ukur 10 mL. dimasukkan ke dalam labu ukur
hingga tanda batas, sehingga

14
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

diperoleh larutan dengan konsentrasi konsentrasi dan 𝑎 adalah intersep,


1000 ppm. Setelah diperoleh larutan ditentukan dengan cara
sampel dengan konsentrasi 1000 menginterpolasikan data absorbansi
ppm, dilakukan pengenceran dengan sampel yang diperoleh dari alat
cara dipipet 1 mL larutan sampel spektrofotometer sehingga dapat
1000 ppm kemudian dimasukkan ke diketahui konsentrasinya dan disajikan
dalam labu ukur 10 mL dan dalam bentuk grafik.
ditambahkan dengan etanol 70%
sampai tanda batas sehingga HASIL DAN PEMBAHASAN
diperoleh larutan dengan konsentrasi Penetapan Kadar Air Ekstrak Etanol
100 ppm, lalu dipipet sebanyak 0,5 Daun Kelakai
mL dan dimasukkan ke dalam labu Penetapan kadar air ekstrak etanol
ukur 10 mL dan ditambahkan 1,5 mL daun kelakai dilakukan menggunakan
etanol 70%, 0,1 mL aluminium metode gravimetri. Prinsip metode
klorida 10%, 0,1 mL kalium asetat 1 gravimetri yaitu menghilangkan kadar air
M dan ditambahkan air suling 2,8 dalam sampel dengan pemanasan
mL kemudian kocok sampai menggunakan oven pada suhu 105oC agar
homogen. Larutan diinkubasi pada air yang terikat secara fisik dalam sampel
suhu kamar selama 30 menit. dapat teruapkan sehingga diperoleh berat
Serapan diukur dengan konstan (Latifah, 2015).
spektrofotometer UV-Vis pada Penetapan kadar air ekstrak etanol
panjang gelombang maksimum. daun kelakai bertujuan untuk mengetahui
Kemudian dilakukan perhitungan kadar air yang terkandung pada ekstrak
kadar flavonoid menggunakan rumus yang digunakan. Penentuan kadar air ini
metode Chang, dkk., (2002). sangat penting dilakukan karena
menentukan kesegaran dan daya tahan
Kandungan Flavonoid (%) =
C x V x Fp x 10−3
dari suatu ekstrak. Kadar air untuk
x 100% ekstrak cair lebih dari 30%, ekstrak
m
kental 5-30% dan ekstrak kering kurang
Keterangan : dari 5% (Voigt, 1994). Hasil penetapan
C= Kesetaraan Kuersetin (mg/L) kadar air yang diperoleh dari ekstrak
V = Volume total ekstrak etanol (mL) kental yaitu 19,71%, hasil yang diperoleh
Fp = Faktor Pengenceran telah memenuhi persyaratan yang telah
m = Berat sampel (mg) ditetapkan dimana kadar air yang besar
dapat menyebabkan pertumbuhan
Analisis Data mikroba, karena air merupakan media
Data yang dikumpulkan pada pertumbuhan mikroba (Supomo, dkk.,
penelitian ini adalah data deskriptif 2016).
berdasarkan nilai kadar flavonoid ekstrak Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol
etanol daun kelakai dengan menggunakan Daun Kelakai
rumus yaitu 𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎 dimana 𝑦 adalah Skrining fitokimia bertujuan untuk
absorbansi, 𝑏 adalah slope, 𝑥 adalah mengetahui golongan senyawa yang

15
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

terkandung dalam ekstrak. Hasil uji kolorimetri dengan aluminium klorida.


skrining fitokimia dapat dilihat pada tabel Analisis dilakukan dengan pembuatan
1. larutan induk kuersetin, larutan seri
Hasil skrining fitokimia dari standar, penentuan panjang gelombang,
penelitian yang dilakukan diketahui penentuan absorbansi kadar senyawa
bahwa ekstrak etanol daun kelakai flavonoid dan kalibrasi hasil pengukuran
mengandung senyawa alkaloid, dengan standar yang sudah dibuat.
flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Kuersetin digunakan sebagai
Penelitian Anggraeni dan Erwin (2015) larutan induk karena kuersetin dapat
juga menunjukkan bahwa kandungan membentuk kompleks antara AlCl3
metabolit sekunder yang terkandung di dengan gugus keto pada atom C-4 dan
dalam daun kelakai yaitu senyawa juga dengan gugus hidroksil pada atom
alkaloid, steroid dan flavonoid. C-3 atau C5 yang bertetangga dari flavon
Perbedaan tersebut dikarenakan faktor dan flavonol (Chang, dkk., 2002), setelah
lingkungan seperti iklim, cahaya, suhu dibuat larutan induk kuersetin selanjutnya
udara, kelembaban, lingkungan perakaran dibuat serangkaian larutan standar 2, 4, 6,
(sifat fisika dan kimia tanah) dan 8 dan 10 ppm dari larutan induk kuersetin
ketersediaan air di dalam tanah memiliki 100 ppm. Blanko pada penelitian ini
pengaruh terhadap hasil metabolisme yaitu etanol 70%, AlCl3 10%, kalium
sekunder tumbuhan (Mahatriny, dkk., asetat 1 M dan air suling. Larutan
2014). kemudian diinkubasi selama 30 menit
Penetapan Kadar Flavonoid Ekstrak bertujuan agar reaksi berjalan sempurna,
Etanol Daun Kelakai sehingga memberikan intensitas warna
Penetapan kadar flavonoid ekstrak yang maksimal (Azizah, dkk., 2014)
etanol daun kelakai dilakukan dengan

Tabel 1. Hasil uji skrining fitokimia ekstrak etanol daun kelakai

No. Uji Fitokimia Hasil pengamatan


1. Alkaloid (+)
Meyer (+)
Bouchardat (+)
Dragendorf (+)
2. Flavonoid (+)
3. Tanin (+)
4. Saponin (+)
5. Steroid (-)
6. Triterpenoid (+)
Keterangan :
(+) = terdapat senyawa kimia
(-) = tidak terdapat senyawa kimia

16
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Penambahan alumunium klorida yaitu panjang gelombang kompleks


bertujuan untuk membentuk kompleks dari 15 standar dengan aluminium
dengan kuersetin (Indrayani, 2008), klorida menunjukkan bahwa kompleks
sedangkan penambahan kalium asetat pada yang terbentuk oleh flavonol dengan
penelitian ini untuk menstabilkan C-3 dan C-5 kelompok hidroksil,
pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan seperti galangin, morin dan
kuersetin (Wahyulianingsih, 2016). Hasil kaempferol, serta yang memiliki
pengukuran panjang gelombang kelompok ekstra orto-dihidroksil
menggunakan larutan standar 4 ppm seperti rutin, kuersetin, kuercitrin dan
diperoleh panjang gelombang maksimum miricetin, maksimal absorbansi pada
yaitu 428 nm. Panjang gelombang 415 - 440 nm (Chang, dkk., 2002).
maksimum tersebut kemudian digunakan Hasil pengukuran absorbansi
untuk mengukur serapan kurva kalibrasi dan standar pada panjang gelombang 428
sampel ekstrak (Azizah, dkk., 2014). nm diperoleh data yang dapat dilihat
Pengukuran kurva kalibrasi bertujuan untuk pada tabel 2.
mengetahui persamaan garis linier. Panjang
gelombang yang didapat telah sesuai dengan
panjang gelombang yang telah ditetapkan

Tabel 2. Penentuan absorbansi larutan standar kuersetin

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 2 0,0263
2. 4 0,0398
3. 6 0,0517
4. 8 0,0651

Hasil penentuan absorbansi larutan standar mendekati 1 menunjukkan kurva


tersebut dapat dilihat bahwa sesuai dengan kalibrasi linier dan terdapat hubungan
hukum Lambert-Beer yaitu konsentrasi antara konsentrasi larutan kuersetin
berbanding lurus dengan absorbansi dimana dengan nilai serapan (Azizah, dkk.,
semakin tinggi nilai absorbansi akan 2014).
berbanding lurus dengan konsentrasi zat Penetapan kadar flavonoid
yang terkandung didalam suatu sampel ekstrak ekstrak etanol dilakukan
(Neldawati, dkk., 2013). Hasil pengukuran dengan 4 kali pengulangan untuk
absorbansi larutan standar pada berbagai mendapatkan keakuratan data dan
konsentrasi kurva kalibrasi, diperoleh didapatkan hasil yang terdapat pada
persamaan regresi linier yaitu 𝑦 = tabel 3.
0,006045𝑥 + 0,01513 dengan nilai
koefisien kolerasi (r) = 0,9979. Nilai r yang

17
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tabel 3. Kadar flavonoid ekstrak etanol daun kelakai

No. Sampel Kadar flavonoid (%) Rata-rata (%) ± SD

1. Replikasi 1 2,2945

2. Replikasi 2 2,1290
2,2159 ± 0,083
3. Replikasi 3 2,1621

4. Replikasi 4 2,2779

Penelitian Suhartono, dkk., (2012) DAFTAR PUSTAKA


menemukan bahwa kadar flavonoid yang Anggraeni, D.S., dan Erwin. 2015.
terdapat dalam ekstrak air daun kelakai “Uji Fitokimia dan Uji
memiliki rata-rata kadar flavonoid sebesar Toksisitas (Brine Shrimp
14,5 µg/mL ± 0,7 atau 0,00145 ± 0,00007%. Lethality Test) Ekstrak Daun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Kelakai (Stenochlaena
flavonoid yang terdapat dalam ekstrak palustris)”. Prosiding Seminar
etanol daun kelakai memiliki rata-rata kadar Tugas Akhir. Hal: 71-75.
flavonoid sebesar 2,2159 ± 0,083%. Ekstrak
etanol menghasilkan kadar flavonoid yang Azizah, D.N., Endang, K., dan
lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak Fahrauk, F. 2014. “Penetapan
air, hal ini menunjukkan bahwa pelarut Kadar Flavonoid Metode AlCl3
etanol dapat mengekstrak senyawa flavonoid Pada Ekstrak Metanol Kulit
(Ukieyanna, 2012). Buah Kakao (Theobroma cacao
L.) Vol. 2 (2): 45-49.

SIMPULAN Chang, C, Ming, H., Hwei, M., and


Chern J. 2002. “Estimation of
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Total Flavonoid Content in
dapat diketahui kadar flavonoid pada ekstrak
Propolis by Two
etanol daun kelakai sebesar 2,2159 ±
Complementary Colorimetric
0,083%.etanol daun kelakai sebesar 2,2159
Methods”. Journal of Food and
± 0,083%.
Drug Analysis. Vol. 10 (3):
UCAPAN TERIMAKASIH 1181.

Terima Kasih kepada LPPM Akademi


Dewa, R.P., dan Mozes, S.Y.R. 2014.
Farmasi Samarinda atas pendanaan pada
“Pengaruh Perendaman KOH
penelitian ini.
5% Terhadap Rumput Laut

18
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Sebagai Bahan Baku Produk Gel Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi.


Pengharum Ruangan”. Biopropal 2013. “Analisis Nilai Absorbansi
Industri. Vol. 5 (2): 53-60. dalam Penentuan Kadar
Flavonoid untuk Berbagai Jenis
Dewi, I.D.A.D.Y., Astuti, K., dan Wardani, Daun Tanaman Obat”. Pillar Of
N.K. 2013. “Identifikasi Kandungan Physics. Vol. 2. Hal: 76-83.
Kimia Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Gracinia mangostana L.)”. Jurnal Rahmat, H. 2009. “Identifikasi
Farmasi Udayana. Vol. 2 (4): 13-18. Senyawa Flavonoid Pada
Sayuran Indigenous Jawa
Indrayani, S. 2008. “Validasi Penetapan Barat”. Skripsi. Bogor: Fakultas
Kadar Kuersetin Dalam Sediaan Krim Teknologi Pertanian Institut
Secara Kolorimetri dengan Pereaksi Pertanian. Hal: 4,20.
AlCl3”. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma. Hal: Sapri, Ana, F., dan Rizka, N., 2014.
7,8,25. “Pengaruh Ukuran Serbuk
Simplisia Terhadap Rendemen
Latifah. 2015. “Identifikasi Golongan Ekstrak Etanol Daun Sirsak
Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas (Annona muricata L.) Dengan
Antioksidan Pada Ekstrak Rimpang Metode Maserasi”. Prosiding
Kencur Kaempferia galanga L. Seminar Nasional Kimia.
Dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2- Akademi Farmasi. Hal: 1-4.
pikrilhidrazil)”. Skripsi. Malang:
Jurusan Kimia. Universitas Islam Silalahi, J. 2006. Makanan
Negeri Maulana Ibrahim. Hal: 38. Fungsional. Cetakan ke 6.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Maharani, D.M., Siti, N.H., dan Haiyinah. Hal: 121.
2005. “Studi Potensi Kelakai
(Stenochlaena palustris (Burm.f) Suhartono, E., Ella, V., Mustaqim
Bedd), Sebagai Pangan Fungsional”. A.R., Imam S.G., Muhammad
PKM Penelitian. Jurusan Budidaya F.R., and Danny I. 2012. “Total
Pertanian. Banjarbaru: Univ Lambung flavonoid and Antioxidant
Mangkurat. 13 (1). Hal: 1-13. Acivity of Some Selected
Medicinal Plants in South
Mahatriny, N.N., Payani, N.P.S., Oka, Kalimantan of Indonesia”. Univ
I.B.M., dan Astuti, K.W. 2014. Lambung Mangkurat. Procedia
“Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol APCBEE. Vol. 4. Hal: 235-239.
Daun Pepaya (Carica papaya L.) yang
diperoleh dari Daerah Ubud, Supomo., Risa, S., dan Risaldi, J.
Kabupaten Gianyar, Bali”. Jurnal 2016. “Karakterisasi dan
Farmasi Udayana. Vol. 3 (1): 8-13. Skrining Fitokimia Daun
Kerehau (Callicarpa longifolia

19
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Lamk.)”. Jurnal Kimia Mulawarman.


Vol. 13 (2): 89-96.

Ukieyanna, E. 2012. “Aktivitas


Antioksidan, Kadar Fenolik, dan
Flavonoid Total Tumbuhan Suruhan
(Peperomia pellucida L. Kunth)”.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor. Hal: 9.

Voigt R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi


Farmasi. Edisi 5. Diterjemahkan oleh
Soendani Noerono S. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. Hal:
577.

Wahyulianingsih, Selpida, H. dan Abdul, M.


2016. “Penetapan Kadar Flavonoid
Total Ekstrak Daun Cengkeh
(Syzygium aromaticum (L.) Merr &
Perry)”. Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, Vol. 3 (2): 188-193.

20
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Pemanfaatan Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis L) Dari


Perkebunan Kemuning Kab. Karang Anyar dalam Pembuatan Sabun
Padat Transparan dan Uji Aktivitas Antibakteri
pada Staphyloccocus aureus

Iwan Setiawan1, Dwi Saryanti2, Astian3


1
Unit Farmasetika dan Teknik Farmasi Program Studi D3 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Nasional
2
Unit Kimia Farmasi Program Studi D3 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nasional
3
Unit Mikrobiologi Program Studi D3 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nasional

Email Korespondensi : iwan.setiawan02@gmail.com

ABSTRAK

Perkebunan kemuning di kabupaten karanganyar terkenal dengan perkebunan


teh yang subur dan berkualitas baik. Daun teh mengandung beberapa zat-zat antara lain
flavanoid, polifenol 30- 40%, kafein, minyak atsiri dan tanin. Polifenol daun teh yang
terkenal adalah katekin. Katekin memiliki khasiat sebagai antidiare, antibakteri terutama
terhadap bakteri Staphyloccocus aureus merupakan salah satu bakteri gram positif yang
menjadi penyebab infeksi pada kulit. Berdasarkan hal tersebut maka ekstrak daun teh
dapat dijadikan sebagai bahan tambahan alami dalam pembuatan produk sabun
transparan. Pada penelitian ini ekstrak daun teh menjadi salah satu komponen di dalam
pembuatan sabun transparan dengan perlakuan penambahan ekstrak daun teh pada
formula 1 (0%), formula 2 (1,5%), formula 3 (3%) dan formula 4 (4,5%). Kemudian
Sediaan sabun transparan diuji organoleptis dan kualitas mutu meliputi kadar air dan zat
menguap sabun, jumlah asam lemak, kadar alkali bebas dan kadar fraksi tak
tersabunkan dan aktivitas anti bakteri terhadap pertumbuhan bakteri Staphyloccocus
aureus. Berdasarkan hasil penelitian diketahui sabun padat transparan formula 4 dengan
kandungan ekstrak daun teh 4,5 % memiliki warna sabun padat yang paling gelap, kadar
air dan zat menguap, kadar alkali bebas, asam lemak, derajat keasaman (pH), kadar
fraksi tak tersabunkan dan stabilitas busa paling tinggi. Sabun padat formula 4 ini juga
memiliki daya hambat yang paling baik terhadap pertumbuhan dari bakteri
Staphyloccocus aureus.
Kata Kunci : Ekstrak Daun Teh, Sabun Padat Transparan, Staphyloccocus aureus

21
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

ABSTRACT
Kemuning’s plantations in Karang Anyar Regency are famous for their lush tea
plantations and good quality. Tea leaves contain several substances including
flavonoids, 30- 40% polyphenols, caffeine, essential oils and tannins. The famous tea
leaf polyphenols are catechins. Catechins have properties as antidiarrheal,
antibacterial, especially against Staphyloccocus aureus bacteria, which is one of the
gram-positive bacteria that cause infections in the skin. Based on this, tea leaf extract
can be used as a natural supplement in the manufacture of transparent soap products.
In this study tea leaf extract became one of the components in making transparent soap
by adding tea leaf extract to formula 1 (0%), formula 2 (1.5%), formula 3 (3%) and
formula 4 (4, 5%). Then transparent soap preparations were tested for organoleptic
and quality quality including moisture and vaporizing soap content, amount of fatty
acids, free alkali content and levels of unbunned fractions and anti-bacterial activity
against the growth of Staphyloccocus aureus bacteria. Based on the results of the study,
it was found that transparent 4 solid soap with 4.5% tea leaf extract content had the
darkest color of solid soap, evaporated water and substance content, free alkali content,
fatty acid, acidity level (pH), unbonded fraction level and the highest foam stability.
Formula 4 solid soap also has the best inhibitory power against the growth of
Staphyloccocus aureus bacteria.
Keywords : Tea Leaf Extract, Transparent Solid Soap, Staphyloccocus aureus

PENDAHULUAN Selain itu juga berkhasiat sebagai antidiare


Perkebunan kemuning terletak di (The Merck Index, 2006).
lereng gunung lawu bagian barat. Area Produk Sabun yang terdapat dimasyarakat
lahan yang ditanami tanaman teh saat ini terdiri dari campuran bahan sintetis
mencakup kawasan sisi barat Gunung yang berguna tidak hanya untuk sabun
Lawu termasuk wilayah Desa Kemuning pembersih namun juga bermanfaat lain
Kecamatan Ngargoyoso dan Kecamatan untuk kesehatan seperti sebagai antiseptik,
Jenawi di Kabupaten Karanganyar dengan misalkan pada Sabun Dettol mengandung
total area 1.051 Ha. Potensi sumber daya Chloroxylenol 0.3% yang, pada Sabun
alam perkebunan teh dan wisata ini terus Lifebouy kandungan thymol dari herba
dieksplorasi dan dikembangkan oleh timi yang bermanfaat sebagai antibakteri.
pemerintah daerah. Bagian tanaman teh Penelitian sebelumnya yang pernah
yang digunakan sebagai obat adalah dilakukan oleh Hernani (2010) Pembuatan
daunnya. Daun teh mengandung beberapa Sabun Transparan sebagai antijamur
zat-zat antara lain flavanoid, polifenol 30- dengan bahan aktif ekstrak lengkuas,
40%, kafein, minyak atsiri dan tanin. Gusviputri (2013) Pembuatan Sabun
Polifenol daun teh yang terkenal adalah Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai
katekin (Trubus vol. 10). Katekin memiliki antiseptik alami, Widyasanti (2016),
khasiat sebagai antibakteri (Rossi, 2010). Pembuatan Sabun Padat Transparan

22
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Menggunakan Minyak Kelapa Sawit (Palm antara lain : Daun Teh (Camellia sinensis
oil) dengan Penambahan Bahan Aktif L.), Etanol 96%, Eosin Methylen Blue
Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis), Olii Agar (EMBA), Media Mueller Hinton
(2015) Formulasi Sabun Transparan Agar (MHA), Nutrient Agar, Bakteri
Minyak Buah Merah sebagai Antioksidan, Staphyloccocus aureus, Larutan Kristal
Putri (2016) Pengaruh Penambahan ekstrak violet, Larutan Lugol, Larutan Fuchsin,
Daun Kelor terhadap kualitas sabun Suspensi Mc. Farland dan Akuades.
transparan sebagai antioksidan, Sehingga Bahan-bahan yang digunakan untuk
mulai diminati penelitian-penelitian pembuatan sabun transparan antara lain :
membuat sabun padat dengan penambahan ekstrak daun teh, asam stearat, minyak
campuran bahan alam dan campuran bahan kelapa, gliserin, natrium hidroksida,
alam yang tidak hanya memiliki manfaat sukrosa, etanol, NaCl, Coco DEA, air.
sebagai aspetik bahkan memiliki sebagai Rancangan Penelitian
antioksidan, dan aromaterapi seperti pada Penelitian yang akan dilakukan ini
penelitian Berdasarkan hal tersebut maka merupakan penelitian yang menggunakan
ekstrak daun teh dapat dijadikan sebagai metode eksperimental dilakukan dengan
bahan tambahan alami dalam pembuatan pembuatan ekstrak daun teh, pembuatan
produk sabun transparan. Penambahan sabun padat transparan dan uji
ekstrak daun teh sebagai salah satu mikrobiologi di Laboratorium
komponen di dalam pembuatan sabun Mikrobiologi Sekolah Tinggi Ilmu
transparan dapat mempengaruhi kualitas Kesehatan Nasional. Pada penelitian ini
produk sehingga perlu dilakukan sampel yang digunakan adalah daun teh
pengkajian mengenai pengaruh dari perkebunan Kemuning Tawang
penambahan ekstrak daun teh terhadap Mangu Kab. Karanganyar pada usia yang
mutu sabun transparan yang dihasilkan. sudah cukup panen.
Sabun padat transparan yang dihasilkan Adapun tahapan-tahapan penelitian yang
juga diuji aktivitas antibakteri dengan akan dilakukan adalah sebagai berikut :
menghitung zona bening sabun transparan 1) Penyiapan simplisia daun teh
yang dihasilkan terhadap bakteri 2) Pembuatan ekstrak daun teh
Staphyloccocus aureus dengan 3) Pembuatan sediaan sabun padat
menggunakan media pembenihan Nutrient transparan
Agar (NA). Pengujian Antibakteri ini 4) Pengujian Mutu Sabun Padat
dilakukan untuk mengetahui manfaat Transparan
sabun transparan yang mengandung 5) Uji aktivitas antibakteri dengan
ekstrak daun teh sebagai sabun pembersih menghitung zona bening sabun
sekaligus sebagai sabun antiseptik. transparan yang dihasilkan terhadap
bakteri Staphyloccocus aureus
METODE PENELITIAN dengan menggunakan media
MATERIAL pembenihan Nutrient Agar (NA).
Bahan yang digunakan untuk pembuatan Berikut adalah formula sabun padat
ekstrak daun teh dan uji mikrobiologi transparan

23
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tabel I. Formula Pembuatan Sabun Padat Transparan


No Bahan Perlakuan
A B C D
1. Minyak Kelapa 60 60 60 60
Sawit
2. Ekstrak Daun Teh 0 1,5 3 4,5
3. Asam Stearat 21 21 21 21
4. NaCl 0,6 0,6 0,6 0,6
5. NaOH 30% 60,9 60,9 60,9 60,9
6. Etanol 96% 45 45 45 45
7. Gula Pasir 45 45 45 45
8. Akuades 25,2 23,7 22,2 20,7
9. Gliserin 39 39 39 39
10. Coco-DEA 3 3 3 3

HASIL DAN PEMBAHASAN (C) Formula dengan ekstrak daun


Hasil Evaluasi Fisik dan Mutu Sabun teh 3 %
Padat Transparan (D) Formula dengan ekstrak daun
Bentuk sabun padat pada gambar 1 teh 4,5 %
menunjukkan sabun padat dengan warna
yang menarik, aroma wangi khas dari daun Pengujian mutu sabun padat
teh dan memiliki tekstur yang lembut. transparan pada tabel II menunjukkan
Warna dari ekstrak daun teh sangat formula 4 dengan ekstrak daun teh
mempengaruhi kepada penampilan dan tertinggi (4,5%). Memiliki persentase
transparansi sabun padat yang dihasilkan. kadar air dan zat menguap paling tinggi
Formula 4 yang memiliki kandungan sebesar 37,5 %. Spitz (1996) menyatakan
ekstrak daun teh paling besar memiliki bahwa kuantitas air yang terlalu banyak
warna sabun padat yang paling gelap. terkandung dalam suatu sabun akan
membuat sabun tersebut mudah menyusut
dan tidak nyaman saat akan digunakan.
A B Jumlah asam lemak
Asam lemak yang terkandung dalam sabun
padat transparan yang dihasilkan berasal
dari asam stearat yang digunakan sebagai
C D bahan baku pembuatan sabun padat
transparan pada penelitian ini. Jumlah
Gambar 1. Sabun padat transparan asam lemak tertinggi dimiliki formula 4
(A) Formula dengan tanpa ekstrak yaitu sebesar 88,2. Penambahan ekstrak
daun teh (B) Formula dengan daun teh dapat mempengaruhi jumlah asam
ekstrak daun teh 1,5 % lemak yang terkandung dalam sabun
transparan. Hal ini diduga karena ekstrak
daun teh mengandung senyawa aktif non
24
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

polar salah satunya adalah steroid. Steroid berupa klorofil yang dapat mempengaruhi
ini merupakan senyawa organik lemak kadar fraksi tak tersabunkan yang terdapat
sterol yang tidak dapat terhidrolisis. dalam sabun padat transparan yang
Sehingga, semakin ditambahkan ke dalam dihasilkan.
proses pembuatan sabun padat transparan, Derajat Keasaman (pH)
maka semakin tinggi pula jumlah asam Formula 4 memiliki Derajat Keasaman
lemak yang terkandung dalam sabun padat (pH) yang paling tinggi yaitu 10,3. Derajat
transparan yang dihasilkan. Hal ini sesuai keasaman (pH) semakin meningkat dengan
dengan Badan Standarisasi Indonesia meningkatnya konsentrasi ekstrak daun
(1994) yang menyebutkan bahwa sabun teh. Penambahan ekstrak daun teh dapat
yang dapat dipasarkan di masyarakat yang mempengaruhi nilai derajat keasaman (pH)
aman adalah sabun dengan nilai asam yang dihasilkan. Hal ini karena ekstrak
lemak yang tinggi lebih dari 70 %. daun teh mengandung senyawa alkaloid
Kadar Alkali Bebas yang bersifat basa, sehingga dapat
Kadar Alkali bebas tidak berbeda meningkatkan derajat keasaman (pH) pada
signifikan, formula 4 menunjukkan kadar sabun padat transparan yang dihasilkan.
alkali paling tinggi yaitu sebesar 0,07. Stabilitas Busa
Kelebihan alkali dapat disebabkan karena Bahan Surfaktan yang berfungsi untuk
penambahan alkali yang berlebih pada meningkatkan stabilitas busa dalam
proses pembuatan sabun. Alkali bebas pembuatan sabun padat transparan pada
yang melebihi dari standar dapat penelitian ini adalah coco-DEA.
menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan Persentase stabilitas busa pada formula 4
alkali bebas ini diduga pula karena ekstrak paling tinggi sebesar 50 %. Penambahan
daun teh mengandung senyawa alkalinitas. ekstrak daun teh dapat mempengaruhi
Kadar Fraksi Tak Tersabunkan stabilitas busa yang dihasilkan oleh sabun
Kadar fraksi tak tersabunkan merupakan transparan. Kandungan saponin pada
jumlah komponen yang tidak tersabunkan ekstrak daun teh dapat menghasilkan busa,
karena tidak bereaksi dengan senyawa sehingga dengan penambahan ekstrak daun
alkali (natrium), namun dapat larut dalam teh dapat meningkatkan stabilitas busa
minyak pada saat pembuatan sabun. sabun padat transparan. Robinson (1995)
Persentase kadar fraksi tak tersabunkan menyatakan bahwa saponin tertentu dapat
tertinggi terdapat pada formula 4 yaitu digunakan sebagai bahan baku untuk
0,95. Kadar fraksi tak tersabunkan sintesis hormon steroid. Selain itu, saponin
berkaitan dengan zat-zat yang sering juga berfungsi sebagai antimikroba.
terdapat dalam minyak atau lemak yang
tidak dapat tersabunkan oleh hidrokarbon-
hidrokarbon alkali dan tidak dapat larut
dalam air. Zat-zat tersebut biasanya berupa

25
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tabel II. Hasil Pengujian Mutu Sabun Padat Transparan


N Paramet Hasil Pengujian Keterangan
o er (%)
F1 F F3 F
2 4
1 Kadar 27, 2 22, 37, Syarat kadar
. Air dan 5 5 5 5 air menurut
Zat SNI 06-3532-
Menguap 1994 Kurang
dari 15%
2 Jumlah 57,8 6 71 8 Syarat Jumlah Asam Lemak
. Asam 8 8, menurut SNI 06-3532-1994 untuk
lemak 2 sabun transparan >70%

3 Kadar 0,05 0, 0,0 0, Menurut SNI 06-3532-1994


. Alkali 0 6 0 Kadar Alkali Bebas untuk sabun
bebas 6 7 mandi maksimal adalah 0,1%
yang
dihitung
sebagai
kadar
NaOH

4 Kadar 0,48 0, 0,7 0, Menurut SNI 06-3532-1994


. Fraksi 7 1 9 Kadar Fraksi tak tersabunkan
Tak 2 5 untuk sabun mandi maksimal
tersabun adalah 2,5%
kan

5 Kadar nega n ne n Menurut SNI 06-3532-1994


. Minyak tif e gat e Kadar Fraksi tak tersabunkan
Mineral g if g untuk sabun mandi adalah negatif
at at
if if
6 pH 9,2 9, 10, 1 Menurut SNI 06-3532-1994 pH
. 9 1 0, yang normal pada sabun mandi
3 adalah 9-11
7 Bahan 0,15 0, 0,1 0, Menurut SASO 2008 Kadar
. tak Larut 0 9 1 maksimal bahan tak larut dalam
dalam 8 5 alcohol untuk sabun adalah
Alkohol 5 maksimal 2 %.

8 Stabilitas 0,01 0, 0,0 0,


26
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

. Emulsi 0 5 0
9 2
5
9 Stabilitas 40 5 50 5
. Busa 0 0

Uji Aktivitas Antibakteri aureus. Kemampuan daya hambat ini


Bakteri yang digunakan untuk uji sabun diduga karena pengaruh kandungan
padat transparan yang mengandung ekstrak flavanoid dan katekin dari ekstrak daun
daun teh ini adalah bakteri Gram positif teh. Menurut Balai Besar Penelitian dan
yaitu Staphylococcus aureus yang dapat Pengembangan Pasca Panen Pertanian
menyerang kulit. Hasil analisis pengujian (2011) kandungan total katekin pada daun
zona bening sabun padat transparan dengan teh adalah berkisar 13,5 – 31 %. Namun
penambahan ekstrak daun teh terhadap perlu dilakukan penelitian lain dengan
bakteri Staphylococcus aureus dapat menggunakan bagian lain dari tanaman
dilihat pada Gambar 2. teh, misalkan bagian pucuk daun. Bagian
pucuk memiliki kadar katekin yang paling
tinggi, ini dikarenakan sel-sel pada pucuk
masih aktif membelah sehingga metabolit
sekunder yang dihasilkan lebih tinggi.
A B
Katekin ditemukan terutama di bagian
kloroplas dan sel-sel mesofil serta di
dinding pembuluh (Liu, Gao, Xia, & Zhao,
2009).
C D

Gambar 2. Zona Daya Hambat SIMPULAN


(A) Formula dengan ekstrak daun teh Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
4,5 % : 21 1. Ekstrak daun teh (Camellia sinensis
(B) Formula dengan ekstrak daun teh 3 L.) dari perkebunan kemuning
% : 20 karanganyar dapat diaplikasikan ke
dalam sediaan sabun transparan
yang memiliki penampilan yang
(C) Formula dengan ekstrak daun teh menarik, tekstur yang lembut dan
1,5 % : 16 mm aroma yang khas.
(D) Formula dengan tanpa ekstrak daun Formula 4 dengan kandungan
teh : 12 mm ekstrak daun teh (Camellia sinensis
L.) paling tinggi memberikan kadar
Sampel sabun padat dengan kandungan air dan zat menguap, kadar alkali
ekstrak daun teh ekstrak daun teh paling bebas, asam lemak, derajat
tinggi memberikan Zona hambat paling keasaman (pH), kadar fraksi tak
tinggi sebesar 21 mm terhadap tersabunkan paling tinggi dan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus stabilitas busa yang paling tinggi.
27
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

2. Sediaan sabun transparan formula 4 dan Pengembangan Pasca Panen


yang memiliki kandungan ekstrak Pertanian, Bogor.
daun teh (Camellia sinensis L.)
Hernani, Tatit K. Bunasor dan Fitriati,
paling tinggi memberikan Zona
2010, Formula Sabun Transparan
hambat paling tinggi sebesar 21
Antijamur dengan Bahan Aktif
mm terhadap pertumbuhan bakteri
Ekstrak Lengkuas (Alpinia
Staphylococcus aureus.
galanga L.Swartz.), Bul. Littro.
Vol. 21 No. 2, 2010, 192 – 205,
UCAPAN TERIMA KASIH
Institut Pertanian Bogor Kampus
Pada kesempatan ini, peneliti ingin
IPB Darmaga, Bogor.
mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu Gusviputri Arwinda, Njoo Meliana P. S.
terwujudnya penelitian ini : Aylianawati2), Nani Indraswati,
1. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu 2013, Pembuatan Sabun Dengan
Kesehatan Nasional atas dukungan Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai
yang diberikan. Antiseptik Alami, WIDYA
2. Ketua Lembaga Penelitian dan TEKNIK Vol. 12, No. 1, 2013
Pengabdian Sekolah Tinggi Ilmu (11-21), Fakultas Teknik Jurusan
Kesehatan Nasional yang telah Teknik Kimia Universitas Katolik
memberikan biaya sehingga Widya Mandala Surabaya
penelitian ini dapat terselesaikan
Olii Audia Triani, Aztriana, Hasyim
Nursiah, 2015, Formulasi Sabun
DAFTAR PUSTAKA
Transparan Minyak Buah Merah
Asri Widyasanti, Chintya Listiarsi
(Pandanus conoideus Lam), As-
Farddani, Dadan Rohdiana, 2016,
Syifaa Vol 07 (02) : Hal. 139-150,
Pembuatan Sabun Padat
Desember 2015, Fakultas Farmasi
Transparan Menggunakan Minyak
Universitas Muslim Indonesia.
Kelapa Sawit (Palm oil) Dengan
Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Liu, Gao, Xia, dan Zhao, 2009,
Teh Putih (Camellia sinensis), Investigation of the site-specific
Jurnal Teknik Pertanian accumulation of catechin in the
LampungVol.5, No. 3: 125-136 tea plant (Camellia sinensis (L.)
O. Kuntze) via Vanillin-HCl
Badan Standarisasi Nasional., 1994,
Staining. J. Agric. Food Chem.,
Standar Mutu Sabun Mandi. SNI
57, 10371-10376.
06-3532-1994. Dewan
Standardisasi Nasional. Jakarta. Martono Budi dan Setiyono Rudi T, 2014,
Skrining Fitokimia Enam
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Genotipe Teh, J. TIDP 1(2), 63-
Pasca Panen Pertanian, 2011,
68 , Balai Penelitian Tanaman
Warta Penelitian dan
Industri dan Penyegar
Pengembangan Pertanian, Volume
33 No. 5, Balai Besar Penelitian Putri, 2016, Pengaruh Penambahan ekstrak
Daun Kelor terhadap kualitas
28
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

sabun transparan. e- Journal.


Volume 05 Nomer 01 Tahun
2016, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Surabaya.

Robinson, T, 1995, Kandungan organik


tumbuhan tinggi. Penerjemah
Padmawinata K. Bandung: Institut
Teknologi Bandung

The Merck Index. 2006. An Encyclopedia


of Chemicals, Drugs and
Biologicals 14th ed. USA: Merck
& Co.,INC.

Trubus, 2012, Herbal Indonesia


Berkhasiat: Bukti Ilmiah & Cara
Racik volume 10, Edisi Revisi.
Depok: PT Trubus Swadaya
Rossi, A, 2010, 1001 Teh: Dari Asal Usul,
Tradisi, Khasiat Hingga Racikan
Teh. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Spitz. L, 1996, Bar Soap Finishing. Di


dalam Spitz, L (ed). 1996. Soap
and Detergents, A Theorotical and
Practical Review. AOCS Press,
Illinois.

Widyasanti Asri, Farddani Chintya


Listiarsi i, Rohdiana Dadan, 2016,
Pembuatan Sabun Padat
Transparan Menggunakan Minyak
Kelapa Sawit (Palm oil) dengan
Penambahan Bahan Aktif Ekstrak
Teh Putih (Camellia sinensis),
Jurnal Teknik Pertanian Lampung
Vol.5, No. 3: 125-136,
Departemen Teknik Pertanian dan
Biosistem, Fakultas Teknologi
Industri Pertanian Universitas
Padjadjaran.

29
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI EKSTRAK UMBI BAWANG


RAMBUT (Allium chinense G.Don.) MENGGUNAKAN PELARUT ETANOL
70% TERHADAP RENDEMEN DAN SKRINING FITOKIMIA

Supomo 1, Husnul Warnida2, Bagus Moch Sahid3


1,2,3
Akademi Farmasi Samarinda
Jl. Brig Jend A. Wahab Syahranie, Samarinda, Kaltim 75124
Email korespendensi: fahmipomo@gmail.com,

ABSTRAK
Bawang rambut (Allium chinense G.Don.) merupakan tanaman yang mengandung
senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid dan saponin. Rendemen suatu ekstrak dapat
dipengaruhi oleh metode ekstraksi yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh metode ekstraksi maserasi dan digesti terhadap hasil rendemen
dan identifikasi senyawa metabolit sekunder pada ekstrak umbi bawang rambut.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Sampel yang digunakan
adalah bawang rambut yang diperoleh di Kota Bangun Kalimantan Timur, diekstraksi
dengan 2 metode ekstraksi yaitu metode maserasi dan digesti menggunakan pelarut
etanol 70% dan dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Identifikasi senyawa metabolit
sekunder dilakukan dengan skrining fitokimia meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin,
tanin, dan steroid. Data pengujian diolah dengan analisis statistik. Hasil penelitian
rendemen dengan 3 kali replikasi dari metode digesti diperoleh sebesar 20,02 gram,
19,03 gram, dan 19,17 gram. Sedangkan metode maserasi diperoleh sebesar 12,38 gram,
12,45 gram, dan 15,91 gram. Sehingga terdapat perbedaan antara rendemen hasil
metode digesti dan metode maserasi. Berdasarkan pengujian skrining fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak kental umbi bawang rambut mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid dan saponin.

Kata kunci : Digesti, Maserasi, Allium chinense, Skrining Fitokimia, Rendemen

30
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

ABSTRACT
Allium chinense are plants that contain bioactive compounds such as alkaloids,
flavonoids, and saponins. The rendement of an extract may be affected by the extraction
mentod used. This study aims to determine the effect of maseration and digestion
extraction method on rendemen and identification of secondary metabolite in the extract
of the hair onion bulbs. Research conducted is an experimental study. The samples
used were hair bulbs obtained in Kota Bangun, East Kalimantan, extracted wiyh 2
extraction methods of maceration and digestion using ethanol 70% solvent and done as
much as 3 times replication. Identification of secondary metabolite compounds was
performed by phytochemical screening including test of alkaloids, flavonoids, saponins,
tannins, and steroids. From the test data is processed by statistical analysis. The result
of rendement with 3 times replikation of digesti mentod obtained by 20,02 gram, 19,03
gram, and 19,17 gram. While the maseration method obtained for 12,38 grams, 12,45
grams, and 15,91 grams. So there are differences between the results of the results of
digestion mentod and maseration mentod. Based on phytochemical screening tets
showed that the thick extract of hair onion bulbs contain compounds alkaloids,
flavonoids, and saponins.

Keywords: Digestion, Maseration, Allium chinense, Phytochemical Screening,


Rendement

PENDAHULUAN genus Allium yang telah banyak


Indonesia merupakan salah satu dibudidayakan oleh masyarakat di
negara tropis yang memiliki daerah Kalimantan Timur. Bawang
biodiversitas yang tinggi kaya akan rambut termasuk tanaman pangan yang
flora dan fauna. Sebagian besar dikomsumsi oleh masyarakat
tumbuhan tersebut dapat digunakan Kalimantan Timur sebagai bumbu
untuk mengatasi masalah kesehatan masakan, sayuran dan obat tradisional.
karena bersifat alami. Secara turun- Ekstraksi merupakan proses
temurun masyarakat indonesia telah penarikan kandungan kimia atau zat
memanfaatkan tanaman yang berada di yang terdapat dalam suatu bahan yang
alam untuk memenuhi kebutuhan hidup, dapat larut sehingga terpisah dari bahan
termasuk pemanfaatan tanaman sebagai yang tidak dapat larut dengan
obat-obatan (Poeloengan et al, 2006). menggunakan pelarut. Beberapa metode
Salah satu tumbuhan yang umum yang dapat digunakan untuk
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat ekstraksi adalah maserasi, digesti,
adalah genus Allium yang terdiri atas perkolasi, sokletasi, dan refluks (Depkes
280 spesies dan tersebar di seluruh RI, 2000).
dunia (Robinowitch et al, 2002). Maserasi merupakan proses
Bawang rambut (Allium ekstraksi tanpa pemanasan dengan
chinense G.Don.) merupakan salah satu perendaman dan beberapa kali

31
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

pengocokan atau pengadukan pada asam klorida pekat, besi (III) klorida
temperatur ruangan (kamar). 1%, kloroform, asam sulfat pekat,
Berdasarkan proses ekstraksi metode serbuk magnesium, amil alkohol,
maserasi dapat juga dilakukan cara pereaksi bouchardat, pereaksi
panas dengan modifikasi menggunakan dragendorf, pereaksi meyer, pereaksi
suhu 40oC (Depkes RI, 2000). lieberman-bouchardat, ekstrak kental
Penelitian Putri, (2014), umbi bawang rambut (Allium chinense
menyatakan bahwa rendemen yang G.Don).
dihasilkan menggunakan metode
maserasi dan digesti memiliki pengaruh Prosedur Penelitian
yang berbeda. Serta kandungan Pembuatan Simplisia
senyawa metabolit sekunder yang Sampel yaitu umbi bawang
terdapat pada ekstrak bawang rambut rambut yang diambil dari desa Kedang
adalah alkaloid, flavonoid, saponin, Ipil Kota Bangun. Determinasi tanaman
triterpenoid, steroid, dan minyak atsiri umbi bawang rambut dilakukan di
(Liu et al, 2014). Tetapi, penelitian Labolatorium Fisiologi Jurusan Biologi
tentang ekstraksi umbi bawang rambut Fakultas Matematika dan Ilmu
dengan menggunakan metode digesti Pengetahuan Alam Universitas
jarang ditemukan atau belum pernah Mulawarman Samarinda. Bawang
dilakukan. rambut yang telah dikumpulkan
Berdasarkan latar belakang, maka ditimbang, dicuci, ditiriskan dan
dilakukan penelitian tentang pengaruh diangin-anginkan sampai kering ± 7-14
rendemen dan skrining fitokimia ekstrak hari dan dihaluskan.
umbi bawang rambut (Allium chinense
G.Don) berdasarkan metode ekstraksi Ekstraksi Dengan Metode Maserasi
menggunakan pelarut etanol 70%. Dan Digesti
Metode maserasi dilakukan
METODOLOGI PENELITIAN dengan cara merendam serbuk simplisia
Alat Dan Bahan ditimbang 50 gram, dimasukkan dalam
Alat-alat yang digunakan adalah wadah kaca dan ditambahkan larutan
beaker glass (pyrex), neraca analitik, etanol 70% direndam selama 24 jam.
blender, wadah kaca, gunting, gelas Kemudian diaduk dengan maserator
ukur 100 ml, maserator, hot plate, dengan kecepatan ± 1000 rpm selama 2
tabung reaksi dan rak tabung, cawan jam. Hasil ekstraksi disaring
porselin, labu spiritus, penangas air, menggunakan corong buchner dan
ayakan mesh 60, infrared thermometer, vacum untuk memisahkan maserat
sendok tanduk, corong buchner, vacum, dengan filtrat. Selanjutnya dilakukan
erlenmayer, pipet, batang pengaduk penguapan menggunakan penangas air
kaca, aluminium foil. untuk mendapatkan ekstrak kental dan
Bahan yang digunakan antara diulangi seluruh proses sebanyak 3 kali.
lain etanol 70 %, air suling, tissue, Sedangkan untuk digesti,
kertas saring, asam asetat anhidrat, sebanyak 50 gram serbuk umbi bawang

32
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

rambut, dimasukkan dalam wadah kaca endapan atau paling sedikit dua dari
dan ditambahkan larutan etanol 70% tiga percobaan diatas (Harbone,
direndam selama 24 jam. Kemudian 1987).
diletakkan di atas hot plate, atur suhu
40oC dan ditunggu hingga suhu pada 2. Flavonoid
sampel mencapai 40oC yang diukur Ekstrak etanol sebanyak 1 mL
menggunakan infrared thermometer. ditambahkan 3 mL etanol 70%, dan
Perlakuan pengadukan sampel dikocok, selanjutnya dipanaskan
dilakukan menggunakan maserator dalam penangas air dan disaring.
dengan kecepatan ± 1000 rpm selama 2 Filtrat hasil mpenyaringan
jam. Hasil ekstraksi disaring ditambahkan serbuk Mg sebanyak
menggunakan corong buchner dan 0,1 gram serta 2 tetes HCl pekat
vacum untuk memisahkan maserat dan amil alkohol. Uji positif
dengan filtrat. Selanjutnya dilakukan flavonoid ditandai dengan adanya
penguapan menggunakan penangas air warna merah, kuning hingga jingga
untuk mendapatkan ekstrak kental dan pada lapisan amil alkohol
diulangi seluruh proses sebanyak 3 kali. (Harbone, 1987).

Identifikasi Skrining Fitokimia 3. Saponin


Ekstrak kental etanol Ekstrak etanol sebanyak 1 mL
selanjutnya diambil secukupnya dan dicampur 2 mL aquadest dan
dilarutkan dalam 20 ml etanol untuk dikocok selama 1 menit. Kemudian
pengujian skrining fitokimia. ditambahkan 2 tetes HCl. Hasil
1. Alkaloid positif adanya senyawa saponin jika
Ekstrak etanol sebanyak 1 mL terbentuk busa tidak hilang
ditambahkan 2 mL HCL 2N dan (Harbone, 1987).
dikocok. Campuran selanjutnya 4. Tanin
dibagi dalam 3 tabung berbeda. Ekstrak etanol sebanyak 1 mL
Masing-masing tabung ditetesi ditambahkan 5 bagian air panas
pelarut Mayer pada tabung dimasukkan ke dalam tabung
pertama, tabung kedua ditetesi 1 reaksi, lalu ditambahkan 2 tetes
tetes pelarut Dragendorf, dan 1 FeCl3 1%. Kemudian diamati
tetes pelarut Bouchardat pada perubahan jika terbentuk warna
tabung ketiga. Adanya senyawa biru kehitaman atau biru violet
alkaloid jika pada penambahan maka positif adanya senyawa tanin
pelarut Mayer terbentuk endapan (Harbone, 1987).
kuning, pada penambahan pelarut 5. Steroid
Dragendorf terbentuk endapan Ekstrak etanol sebanyak 1 mL,
merah dan penambahan pelarut tambahkan 10 ml N-Heksan, lalu
Bouchardat terbentuk endapan diuapkan dicawan menguap.
coklat. Hasil positif mengandung kemudian ditambahkan 6 tetes
senyawa alkaloid jika terjadi asam asetat anhidrat dan 2 tetes

33
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

asam sulfat pekat. Hasil uji positif penyimpanan pada jangka waktu yang
mengandung senyawa steroid jika lama (Depkes RI, 1987). Umbi bawang
mengalami perubahan warna rambut yang telah dikeringkan
menjadi biru muda atau hijau selanjutnya dihaluskan dengan blender
(Harbone, 1987). dan diayak menggunakan mesh 60.
Tujuan pengayakan mengunakan mesh
HASIL DAN PEMBAHASAN 60 untuk memperbesar luas permukaan
sampel sehingga penarikan senyawa
Hasil Determinasi Tumbuhan kimia yang terkandung lebih mudah
Hasil determinasi tumbuhan di dilewati pelarut pada proses ekstraksi
Labolatorium Anatomi dan Sistematika (Akmal, 2014). Serbuk simplisia
Tumbuhan Fakultas Matematika dan selanjutnya disimpan dalam wadah
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas kering dan terlindung dari cahaya untuk
Mulawarman, menunjukkan bahwa mencegah kerusakn dan mutu simplisia
sampel adalah spesies Allium chinense tetap terjaga.
G.Don, famili Liliaceae.

Pembuatan Simplisia Ekstraksi Umbi Bawang Rambut


Pembuatan simplisia pada (Allium chinense G.Don.) Dengan
penelitian ini digunakan sebanyak 1800 Maserasi dan Digesti
gram selanjutnya dilakukan proses Serbuk simplisia ditimbang 50
sortasi, pencucian, pengeringan dan gram, dimasukkan dalam wadah kaca
penghalusan sehingga diperoleh 312 dan ditambahkan larutan etanol 70%
gram serbuk kering umbi bawang direndam selama 24 jam. Kemudian
rambut, sehingga diketahui susut diaduk dengan maserator dengan
pengeringannya sebesar 82,66 %. kecepatan ± 1000 rpm selama 2 jam.
Proses sortasi basah dengan Hasil ekstrtaksi disaring menggunakan
memisahkan bagian umbinya dan dicuci corong buchner dan vacum untuk
untuk menghilangkan kotoran asing memisahkan maserat dengan filtrat.
yang tercampur, umbi yang telah Selanjutnya dilakukan penguapan
dibersihkan kemudian dirajang. menggunakan penangas air untuk
Perajangan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kental dan
mempermudah proses pengeringan. diulangi seluruh proses sebanyak 3 kali.
Umbi bawang rambut dikeringkan Metode maserasi dipilih karena
dengan cara diangin-anginkan selama perlakuannya sederhana tidak
14 hari dengan tujuan untuk memerlukan pemanasan sehingga dapat
mengilangkan kandungan air pada mencegah kandungan senyawa
simpisia, sehingga didapatkan simplisia metabolit sekunder yang tidak tahan
yang tidak mudah rusak karena air terhadap suhu tinggi pada proses
mudah ditumbuhi oleh jamur atau ekstraksi. Metode ini juga sangat efektif
kapang, agar simplisia tahan dalam karena sifat bahan dari bawang rambut

34
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

yang tidak tahan pada metode ekstraksi Gambar 1. Grafik Perbandingan


suhu tinggi (Naibaho, 2015).
Sedangkan perlakuan metode Berdasarkan gambar 1, hasil
digesti, sebanyak 50 gram serbuk umbi rendemen yang diperoleh dari metode
bawang rambut, dimasukkan dalam digesti secara berturut-turut yaitu 20,02
wadah kaca dan ditambahkan larutan gram, 19,03 gram, dan 19,17 gram.
etanol 70% direndam selama 24 jam. Serta hasil rendemen yang diperoleh
Kemudian diletakkan di atas hot plate, dari metode maserasi secara berturut-
atur suhu 40oC dan ditunggu hingga turut yaitu 12,38 gram, 12,45 gram, dan
suhu pada sampel mencapai 40oC yang 15,91 gram. Sehingga hasil perolehan
diukur menggunakan infrared data diatas menunjukkan adanya
thermometer. Perlakuan pengadukan perbedaan hasil rendemen antara
sampel dilakukan menggunakan metode digesti dan metode maserasi.
maserator dengan kecepatan ± 1000 Berdasarkan hasil uji statistik
rpm selama 2 jam. Hasil ekstrtaksi menunjukkan nilai sig 0,008 < 0,05
disaring menggunakan corong buchner yang berarti bahwa terdapat perbedaan
dan vacum untuk memisahkan maserat signifikan hasil rendemen antara metode
dengan filtrat. Selanjutnya dilakukan digesti dan maserasi. Perbedaan hasil
penguapan menggunakan penangas air rendemen antara metode maserasi dan
untuk mendapatkan ekstrak kental dan metode digesti dipengaruhi oleh faktor
diulangi seluruh proses sebanyak 3 kali. suhu. Ekstraksi metode maserasi
Pemilihan metode digesti karena dilakukan pada suhu ruang (15oC-30oC)
aman dilakukan untuk mengekstraksi sedangkan metode digesti dilakukan
senyawa flavonoid karena Berdasarkan pada suhu hangat (40oC). Faktor suhu
sifat golongan senyawa flavonoid yang dan dapat meningkatkan laju
tidak tahan pemanasan suhu tinggi dan perpindahan senyawa semakin sering
mudah teroksidasi (Siregar et al, 2015). terjadi antara pelarut dengan kontak zat
Perbandingan Rendemen terlarut (solut) dalam sampel sehingga
diperoleh ekstrak yang banyak
25 (Nurhasnawati H, 2017).

20,02
20 19,03 19,17 Tabel 1. Data Hasil Rendemen Metode
15,91 Maserasi dan Digesti
15
12,38 12,45

10
Bobot Ren Rata
5 Metode Ekstra dem -
Ekstraksi k en Rata
0 Kental (%) (%)
Maserasi Digesti (gram)
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

35
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

akan tertarik keluar bersama pelarut


1. MetodeMa yang digunakan (Riyani et al, 2018).
serasi 12,38 24.7
Replikasi 12,45 5 27,1 Skirining Fitokimia
1: 15,91 24,8 8 Skrining fitokimia merupakan
Replikasi 9 pemeriksaan kandungan senyawa kimia
2: 31,8 secara kualitatif untuk mengetahui
Replikasi 20,02 0 golongan senyawa yang terkandung
3: 19,03 suatu tanaman. Pengujian senyawa
19,17 38,7 metabolit sekunder tersebut meliputi uji
2. Metode 40,0 8 alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan
Digesti 1 steroid. Hasil skrining fitokimia dapat
Replikasi 38,0 dilihat pada tabel 2.
1: 4
Replikasi 38,3 Tabel 2.Hasil skrining fitokimia umbi
2: 0 bawang rambut
Replikasi Hasil Pengamatan
3: Uji Reagen Hasil Mas Di
eras ges
Berdasarkan tabel 1, perolehan i ti
rendemen dari metode digesti dengan + +
perlakuan 3 kali pengulangan Alkalo Meyer Endap
menghasilkan persentase lebih besar id an + +
yaitu 40,01 %, 38,04%, dan 38,30%. Boucar kunin
Sedangkan perolehan rendemen dari dat g + +
metode maserasi memiliki persentase Endap
lebih kecil yaitu 24,75%, 24,89%, dan Dragen an
31,80%. Sehingga hasil data yang dorf Cokel
diperoleh terdapat pengaruh antara at
metode ekstraksi umbi bawang rambut Endap
terhadap hasil rendemen dengan metode an
ekstraksi yang berbeda. Perbedaan hasil Merah
rendemen diduga karena suhu. Bata
Pengaruh suhu pada proses
ekstraksi dapat menyebabkan terjadinya Flavon HCL, Kunin
permeabilitas sel dimana ketebalan oid Serbuk g + +
dinding sel akan berkurang akibat Mg, dan pada
adanya tekanan dari dalam maupun luar Amil lapisa
sel. Kemudian dinding sel akan Alkohol n amil
mengalami kerusakan dan pecah akibat alkoh
pemanasan. Sehingga kandungan ol
senyawa yang terdapat pada simplisia

36
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

Saponi Aquade Busa + + dengan terbentuknya endapan berwarna


n st dan tidak kuning, coklat, dan merah bata pada
HCL hilang masing-masing reagen. Endapan
terbentuk karena senyawa nitrogen
Steroi N- Laruta berikatan dengan ion K+ yang terdapat
d Heksan, n - - pada masing-masing reagen
Asam Cokla (Simaremare, 2014). Perbedaan warna
Asetat t endapan setiap penambahan reagen
Anhidra Keku dikarenakan adanya pergantian ligan
t dan ninga berupa logam yang terdapat pada reagen
Asam n Mayer, Bouchardat, dan Dragendorf
Sulfat (Wardana et al, 2016).
Pekat
Tanin Besi(III Laruta - -
) n
klorida kunin
1% g
Keterangan :
+ : Positif mengandung metabolit
sekunder
- : Negatif mengandung metabolit
sekunder

Berdasarkan tabel 2 hasil uji Gambar 2. Reaksi Uji Fitokimia


skrining fitokimia dari metode maserasi Alkaloid (Nafisah et al, 2014)
dan metode digesti umbi bawang
rambut adalah sama, positif Saponin merupakan senyawa yang
mengandung senyawa alkaloid, mempunyai gugus hidrofilik dan
flavonoid dan saponin. Senyawa hidrofob (Simaremare, 2014). Hasil
alkaloid merupakan senyawa yang identifikasi senyawa saponin dapat
bersifat basa karena mengandung atom membentuk adanya busa karena
nitrogen. Pengujian senyawa alkaloid memiliki sifat fisik yang mudah
dilakukan dengan penambahan larutan terhidrolisis dalam air sehingga
asam klorida dan air. Tujuan menimbulkan busa ketika dikocok
penambahan asam klorida dan air untuk (Rustina, 2016). Prinsip uji saponin
menjenuhkan larutan karena alkaloid adalah reaksi hidrolisis senyawa
bersifat basa, sehingga memerlukan saponin menjadi aglikon (senyawa
larutan yang mengandung asam bukan gula) dan glikon (senyawa gula)
(Harbone, 1987). Hasil identifikasi yang ditandai terbentuknya busa yang
senyawa alkaloid dengan penambahan stabil (Wardana et al, 2016).
reagen Mayer, Bouchardat, dan
Dragendorf menunjukkan hasil positif

37
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

Saponin dapat berkhasiat menurunkan


tegangan permukaan sehingga dapat
menghambat pertumbuhan jamur
(Khotimah K, 2016). Flavonoid
merupakan senyawa turunan fenol yang
berkhasiat menurunkan kolestrol dan
Gambar 3. Reaksi Uji Fitoimia lipid karena bersifat antibakteri
Saponin (Marliana, 2005) (Rustina, 2016). Senyawa flavonoid
juga berpotensi sebagai antioksidan
Sedangkan pada pengujian karena strukturnya mengandung gugus
senyawa flavonoid terbentuknya warna hidroksil yang dapat mendonorkan atom
kuning pada lapisan amil alkohol hidrogennya kepada radikal bebas
diduga karena reduksi oleh gas hidrogen (Supomo dkk, 2017).
setelah penambahan asam klorida pekat
dan serbuk magnesium menjadi KESIMPULAN
aglikonnya (Robinson, 1995). Berdasarkan hasil penelitian
Selanjutnya senyawa hasil reduksi akan yang diperoleh dapat disimpulkan
membentuk senyawa komplek dengan bahwa terdapat perbedaan signifikan
magnesium membentuk warna kuning antara hasil rendemen metode digesti
(Wardana et al, 2016). lebih besar dari metode maserasi yaitu
38,78% < 27,14%. Serta senyawa
Mg(s) + 2HCl(aq) →MgCl2(aq) + H2(g) metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan umbi bawang rambut dari
metode maserasi dan digesti adalah
sama, positif mengandung alkaloid,
flavonoid dan saponin.

Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih kepada Yayasan
Kagama Kalimantan Timur pada
Akademi Farmasi Samarinda, yang
telah memberikan fasilitas peralatan dan
Laboratorium selama penelitian.
Gambar 4. Reaksi Uji Fitokimia DAFTAR PUSTAKA
Flavonoid (Andersen et al, 2006) Andersen, Oyvind, and Merkham,
Kenneth R. 2006. Flavonoids
Metabolit sekunder berupa Chemistry, Biochemistry and
alkaloid dapat berkhasiat sebagai anti Aplications. New York: CRC
diare, antidiabetes, antimikroba, dan Press Taylor and Francis Group.
antimalaria, akan tetapi beberapa Hal: 143.
senyawa golongan alkaloid dapat
bersifat racun (Ningrum et al, 2016). Departemen Kesehatan RI. 1987.

38
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

Analisis Obat Tradisional.


Jakarta: Depkes RI. Hal: 8. Marliana Dewi Soerya, Suryanti Venty,
Suyono. 2005. Skrining Fitokimia
Departemen Kesehatan RI. 2000. dan Analisis kromatografi Lapis
Parameter Standar Umum Tipis Komponen Kimia Buah
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Labu Siam (Sechium edule Jacq.
Depkes RI. Hal 3-14. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol.
Surakarta: Jurnal Biofarmasi. Vol
Fathurrachman, Denny Akmal. 2014. 3(1).Jurusan Kimia FMIPA,
“Pengaruh Konsentrasi Pelarut Universitas Sebelas Maret. Hal:
Terhadap Aktivitas Antioksidan 26-31.
Ekstrak Etanol Daun Sirsak
(Annona mucirata Linn) dengan Nafisah, Minhatus, Tukiran, Suyatno,
Metode Perendaman Radikal Hidayati, dan Nurul. 2014.”Uji
Bebas DPPH”. Skripsi. Jakarta: Skrining Fitokimia Pada Ekstrak
Universitas Islam Negeri Syarif N-Heksan, Kloroform, Dan
hidayatullah. Hal: 35-37. Metanol Dari Tanaman Patikan
Kebo (Euphorbiae Hirtae)”.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia Prosiding seminar Nasional
Penuntun Cara Modern Kimia Universitas Negeri
Menganalisis Tumbuhan. Surabaya. (1): Hal: 279-286.
Bandung: ITB Press. Hal: 522-
531,647. Nigrum Retno, Purwanti Elly,
Sukarsono. 2016. “Identifikasi
Khotimah, Khusnul. 2016. “Skrining Senyawa Alkaloid dari Batang
Fitokimia dan Identifikasi Karamunting (Rhodomyrtus
Metabolit Sekunder Senyawa tomentosa) Sebagai Bahan Ajar
Karpain Pada Ekstrak Metanol Biologi”. Jurnal Pendidikan
Daun (Carica pubescens Lenne & Biologi Indonesia. Vol. (2)3: 231.
K.Koch) dengan LC/MS”. Skripsi.
Malang: Universitas Islam Negeri Nurhasnawati Henny., Sukarmi S, dan
Malang. Hal: 39-41. Handayani F. 2017.
“Perbandingan Metode Ekstraksi
Liu, X.C., Lu, X.N., Liu, Q.Z., Liu, Z.L. Maserasi Dan Sokletasi Terhadap
2014.”Evalution of insecticidal Aktivitas Antioksidan Ekstrak
activity of the essential oil of Etanol Daun Jambu BOL
Allium chinense G.Don and its (Syzygium malaccense L.)”.
major constituens against Jurnal Ilmiah Manutung. Vol.
Liposcelis bostrychophila (3)1: 91-95.
Badonnel”. Journal Of Asia-
Pacific Entomology. (17): 853- Putri, Dea Alvicha. 2014. “Pengaruh
856. metode ekstraksi dan konsentrasi

39
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO. 1, 2019

terhadap aktivitas jahe merah Etanol Daun Gatal (Laportea


(Zingiber officinale var rubrum) decumana (Roxb.) Wedd)”.
sebagai antibakteri Escherchia Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.
coli ”. Skripsi. Bengkulu: (11)1: 103-104.
Universitas Bengkulu. Hal: 14-32.
Siregar Tagor Marsillan, Eveline, Jaya
Poelengan, Masniari Chairul., Iyep, Felita Anthony. 2015. “Kajian
Komala., Siti, Salmah., Susan, Aktivitas dan Stabilitas
M.N. 2006. Aktivitas Antimikroba Antioksidan Ekstrak Kasar
dan fitokimia dari beberapa Bawang Daun (Allium fistulosum
tanaman obat. Bogor: Institut L.). Kajian Ilmiah. Vol. (6): 41.
Pertanian Bogor. Hal: 974-978.
Supomo, Syamsul, Eka Siswanto,
Rabinowtch, H.D., Kamenetsky, R. Manurung, Nurani. 2017. “Uji
2002. 17 Shallot (Allium cepa, Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Aggregatum Group). Allium Crop Etanol Umbi Bawang Rambut
Science: Recent Advances. New (Allium chinense G.Don) Dengan
York: CABI Publishing: 4. Penagkal Radikal DPPH (1,1-
Difenil-2-Pikrilhidrazil)”. Jurnal
Riyani Dhea Widya Wijati., Rohadi., Ilmiah Sehat Bebaya. Vol. (2)1:
Pratiwi Ery. 2018. “Variasi Suhu 165-166.
Maserasi Terhadap Rendemen dan
Karakteritik Minyak Atsiri Jahe Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran
Emprit”. Journal E-publikasi. Teknologi Farmasi. Yogyakarta:
Semarang: Universitas Negeri Gadja Mada University Press.
Semarang. Hal: 6. Hal: 557-558, 605.

Rustina. 2016. “ Uji Aktivitas Wardana Andika Pramudya, Tukiran.


Antioksidan dan Antibakteri 2016. “Skrining Fitokimia dan
Ekstrak Etil Asetat Labu Kuning Aktivitas Antioksidan Ekstrak
(Cucuma moschata Duch.Poir)”. Kloroform Tumbuhan Gowok
Skripsi. Yogyakarta: Universitas (Syzygium polycephalum)”.
Muhammadiyah Yogyakarta. Hal: Prosiding Seminar Nasional
36-40. Kimia. Vol. (1):4-5

Robinson, T. 1995. Kandungan


Senyawa Organik Tumbuhan
Tinggi. Bandung: Institut
Teknologi Bandung. Hal: 47-53

Simaremare Eva Susanti. 2014.


“Skrining Fitokimia Ekstrak

40
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

KAJIAN PENGOBATAN TRADISIONAL CACAR MENURUT


TERJEMAHAN LONTAR USADA KACACAR

I Nyoman Gede Tri Sutrisna1, Ni Luh Gede Widyastuti 2, Kadek Duwi Cahyadi3

1, 3
Prodi S1 Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha
2
Prodi D3 Farmasi, Akademi Farmasi Saraswati Denpasar

Email korespondensi : trisutrisna@farmasimahaganesha.ac.id

ABSTRAK
Pengobatan tradisional di Bali merupakan konsep budaya Bali yang digunakan secara turun-
temurun. Usada adalah pengetahuan pengobatan tradisional Bali sebagai sumber konsep untuk
memecahkan masalah di bidang kesehatan. Penyembuhan (usada) terdapat dalam suatu lontar yang
disebut dengan lontar usada. Lontar Usada Kacacar merupakan salah satu lontar usada yang
membahas mengenai penyakit cacar. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui informasi yang
terkandung dalam Lontar Usada Kacacar. Informasi meliputi jenis keadaan cacar, ramuan
pengobatan, bentuk sediaan dan cara penggunaan. Selain itu, dalam penelitian dapat diketahui
tumbuhan yang digunakan sebagai obat cacar tradisional. Pengobatan di Bali berdasarkan lontar
usada, penelitian kali ini dilakukan pada lontar Usada Kacacar. Penelitian ini dilakukan secara
deskriptif terhadap hasil terjemahan Lontar Usada Kacacar yang diterjemahkan oleh I Gusti
Ngurah Wiriawan, S.S. Hasil terjemahan Lontar Usada Kacacar dibuat dalam bentuk tabel meliputi
jenis keadaan cacar, ramuan pengobatan, cara penggunaan dan penggunaan mantra. Pada hasil
tabel ditemukan informasi 100 ramuan pengobatan, 75 jenis keadaan cacar, 107 jenis tumbuhan,
10 jenis cara penggunaan dan 16 cara pengobatan yang disertai dengan mantra.

Kata kunci : Usada Kacacar, Cacar, Pengobatan cacar

41
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

ABSTRACT
The Traditional medicine in Bali is a concept of Balinese culture that is used for
generations. Usada is a knowledge of traditional Balinese medicine as a source of concepts to
solve problems in the health sector. Healing (usada) is found in lontar called lontar usada. Lontar
Usada Kacacar is one of the usada which discusses smallpox. The purpose of this study is to find
out information contained in Lontar Usada Kacacar. Information includes the type of smallpox,
treatment ingredients, dosage form and method of use. In addition, in research can be inform a
plants that are used as traditional smallpox drugs. Healing in Bali is based on lontar, the research
this time was carried out on eaves of Usada Kacacar. This research was conducted descriptively
to the translation of Lontar Usada Kacacar translated by I Gusti Ngurah Wiriawan, S.S. The
results of the translation of Lontar Usada Kacacar made in table form include the types of
smallpox, medicinal herbs, how to use and use spells. The results of the table found information
on 100 medicinal herbs, 75 types of smallpox, 107 types of plants, 10 types of methods of use and
16 methods of treatment accompanied by spells.

Keywords : Usada Kacacar, Smallpox, Smallpox treatment

PENDAHULUAN dalam pengobatan cacar secara tradisional di


Bangsa Indonesia merupakan bangsa Bali. Namun, sedikit masyarakat yang dapat
dengan warisan budaya yang beragam dan mengetahui pengobatan cacar yang
beraneka tumbuhan yang dapat digunakan terkandung dalam Usada Kacacar
untuk pengobatan. Salah satu warisan budaya dikarenakan kurangnya kemampuan untuk
yang terdapat di Bali yaitu pengobatan membaca lontar yang menggunakan bahasa
tradisional. Pengobatan tradisional atau Sansekerta. Dari latar belakang di atas dikaji
penyembuhan (usada) ini merupakan konsep masalah informasi apa yang terkandung
budaya masyarakat Bali serta menjadi dalam kajian pengobatan tradisional cacar
kebiasaan penyembuhan tersebut menurut terjemahan lontar Usada Kacacar.
berlangsung secara turun-temurun. Lontar Pada penelitian ini bertujuan untuk
Usada terdiri dari berbagai macam jenis yaitu memberikan informasi yang terkandung pada
Lontar Usada Rare, Lontar Usada Taru kajian pengobatan tradisional untuk penyakit
Pramana, Lontar Usada Kuranta Bolong, cacar menurut terjemahan Lontar Usada
Lontar Usada Kacacar dan lontar usada Kacacar meliputi gejala cacar, formula
lainnya. Pada lontar Usada Kacacar memuat pengobatan, tumbuhan obat, cara
beberapa keadaan cacar, tanaman yang penggunaan dan bentuk sediaan
digunakan untuk formula dan cara
pembuatan ramuan untuk pengobatan cacar.
Lontar Usada Kacacar pada masa kini tidak METODE PENELITIAN
terlalu dikenal oleh masyarakat luar. Penelitian yang dilakukan menggunakan
Lontar Usada Kacacar yang metode deskriptif yang menggambarkan
merupakan acuan yang dapat digunakan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-

42
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

fakta yang telah ada. Lontar Usada Kacacar Proses penerjemahan dilakukan oleh Bapak I
yang telah diterjemahkan oleh bapak I Gusti Gusti Ngurah Wiriawan, S.S.
Ngurah Wiriawan S,S, kemudian dibuatkan
dalam tabel mengenai gejala cacar, tumbuhan HASIL DAN PEMBAHASAN
obat, bagian yang digunakan dan cara Pada terjemahan Lontar Usada
penggunaan formula. Kacacar, diperoleh 100 formula pengobatan
Hasil terjemahan lontar, buku serta ilmiah yang menggunakan tumbuhan, 75
jurnal-jurnal mengenai kandungan pada jenis obat untuk gejala cacar yang disebutkan
tanaman obat yang terkait. Penelitian ini pada lontar, 107 jenis tumbuhan dengan 10
dilakukan dengan cara menerjemahkan lontar cara penggunaan formula, selain itu terdapat
Usada Kacacar yang masih menggunakan pula 16 formula yang disertakan dengan
bahasa Sansekerta menjadi bahasa Indonesia. doa/mantra

Tabel 1. Pengobatan Cacar menurut Lontar Usada Kacacar untu Pengobatan Luar
Gejala Cacar Formula Bagian Tumbuhan Cara Mantra
Pengobatan yang Digunakan Penggunaan
Penyakit cacar 1. Kakap/sirih 1. Daun Diparut, diperas, -
2. Lengkuas 2. Rimpang kemudian
3. Gamongan 3. Umbi dipotong kecil-
4. Kencur 4. Rimpang kecil
1. Kambo- 1. – Dipanggang -
kambo 2. Kayu sampai matang,
2. Cendana 3. Kulit dicampur, diisi
3. Kelapa dengan cendana
yang dikerik,
kelapa yang disisir
kemudian
dipanggang
sampai matang.
Semua itu
kemudian
dipotong kecil-
kecil
1. Sirih 1. Daun Dipanggang, -
2. Lunak 2. Daging buah sampai tidak
3. Buah 3. Kulit buah menghasap
badung dibubuhi dengan
4. Kemiri cara
menyemburkan.
Kelapa disisir,
dipanggang
sampai matang,
sudah matang
kemudian
dipotong kecil-
kecil sampai

43
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

hancur (ketek).
Yang
disemburkan tadi
jangan sampai
tebal, dibubuhi
dan diratakan
dengan cendana
harum, kemiri
krusuk (digoreng
tanpa minyak), air
beras putih
Obat cacar 1. Kencur 1. Rimpang Diparut peras dan -
yang disembur 2. Kelapa 2. Air ampasnya
pada cacar yang muda 3. Kayu dipotong kecil,
sudah pecah 3. Cendana 4. Daun dicampur dengan
jenggi kencur dan air
4. Sirih kelapa muda,
diratakan dengan
cendana jenggi,
jika sudah
tumbuh, ditambal
dan semburkan
daun sirih.
Kemudian
ditumpuk dengan
2 parijata,
dihilangkan 2
parijata, kemudian
ditambal dengan
kambo-kambo
Obat bengkak 1. Jambe buah 1. Buah Disemburkan -
pinang 2. Umbi lapis dengan kotoran
2. Bawang 3. Rimpang subatah, beras
putih merah dan yang
3. Jangu dioleskan,
4. Semangka dikeringkan,
dicampur dengan
mata air yang
keluar dari batu
karang.
Obat cacar 1. Bawang 1. Umbi lapis Dibedakkan, Ong brahmà
sebelum sakit merah 2. Biji dibasuh dengan hurung, sarwwa
2. Beras air di pane (priuk) hurung gring
yang baru, hurung, bràhmà
selanjutnya sirép, 2, Ung
dirajah tumbah putih mtu
ring walang, mtu
wurung, 3.

44
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Jika sakit 1. Bawang 1. Umbi Diteteskan dan Brahmà hurung,


matanya merah merah dicolekkan pada tutugaknà
bagian kelopak
matanya dengan
minyak itu
Jika sakit 1. Bawang 1. Umbi Diteteskan dan Brahmà hurung,
matanya putih dicolekkan pada tutugaknà
berwarna putih bagian kelopak
matanya dengan
minyak itu
Jika sakit dan 1. Lombok 1. Buah Lombok rambat -
membengkak di rambat digoreng tanpa
lidah/kerongko minyak, itu
ngan kemudian diberi
minyak.
Jika pecahnya 1. Sirih 1. Daun yang sudah Disemburkan Ong syak sakti ya
kemudian 2. Lombok tua dengan daun sirih namah swaha,
berbintul rambat 2. Buah yang sudah tua, déwa sakti ya
merah 3. Merica 3. Biji lombok rambat namah swahà
digoreng tanpa bayu langgeng
minyak dan awurip, Ong taya
merica ya nama swàha.
1. Terong 1. Akar Ditambal dengan -
2. Bawang 2. Induk bawang daun dalungdung,
3. Daun 3. Daun induk bawang,
dalungdung sedikit garam.
Obat cacar 1. Pisang saba 1. Umbi Diasapkan dengan -
yang dimakan 2. Beras merah 2. Biji menaruhnya pada
abu api yang
masih panas,
setelah matang
diparut, diisi
dengan asam
kental,
dipanggang
kemudian diberi
beras merah
Jika terkena 1. Ketumbar 1. Buah Anak ditutup Ong dadwuhan
cacar kembali 2. Kacang 2. Biji dengan sangkar, kacang ijo
hijau kemudian suruh ia pinangan, lamun
memakan mentik kacang ijo
ketumbar, ditaburi pinangan, kna
di atas sangkar itu inghulun ri
dan kacang ijo dadawuhan
yang digoreng kacacar, lamun
tanpa minyak, tan mentik
dimakan 3 kali, kacang ijo
sisanya ditabur di pinangan, tan tua

45
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

tempat tidur, dan nghulun ring


di halaman rumah dadawuhan
kacacar, bhìmà.
Obat cacar jika 1. Sirih 1. Daun yang sudah Semua itu -
pecah batunya 2. Bawang tua disemburkan.
putih 2. Umbi
3. Jangu 3. Batang
4. Lombok 4. Buah
rambat
Pengompresan 1. Kulit 1. Kulit Dimandikan -
cacar kaloncing 2. Rimpang sebanyak 2 kali
2. Lengkuas 3. Daun pada badannya
3. Sirih 4. Kayu dengan
4. Cendana mencampurkan
airnya dengan 2
lawos, dan
candana yang
digosok.
Cacar yang 1. Lengkuas 1. Rimpang Semua bahan -
disemburkan 2. Rumput teki 2. Umbi dicincang
3. Gamongan 3. Umbi kemudian
4. Jebug arum 4. Buah disemburkan pada
5. Sirih 5. Daun yang tua cacar
Obat lalodok 1. Dadap 1. Daun Semua bahan -
2. Sempol 2. Bunga diasapkan dengan
3. Pulasahi 3. Akar menaruhnya pada
4. Kemiri 4. Buah abu api yang
masih panas,
semua dihaluskan
kemudian dadah.
1. Kepuh 1. Blah bosok Dioleskan atau -
2. Daun 2. Daun dibedakkan pada
canging 3. – badan
3. Sari lungid 4. Kayu
4. Cendana
Cacar yang 1. Dadap 1. Daun yang Semua bahan -
pecah 2. Ketumbar kering dicampurkan
3. Lengkuas 2. Buah dengan kemiri
4. Kemiri 3. Rimpang yang digoreng
4. Daging buah tanpa minyak,
kemudian
disemburkan pada
cacar yang pecah.
Obat kutiken 1. Kelapa 1. Air kelapa Dipotong dengan Plalukatan,
puwuh kuning membentuk tiga siranak paduka
(muda) siku, direbus Bhatàra Hyang
sampai mendidih. kaki, tutugakna.
Ketika merebus

46
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

diisi dengan
lebwani
kemenyan madu.
1. Jambe 1. Buah Jambe dan jebug -
2. Jebug 2. Buah digoreng tanpa
3. Sirih 3. Daun minyak,
ditambahkan
bahan lainnya
kemudian
disemburkan pada
punggungnya.
Jika bibirnya 1. Dadap 1. Embong Semuanya diulek, -
pecah-pecah 2. Bawang 2. Daging dibubuhi dengan
3. Kemiri 3. Buah kemiri
dihangatkan,
oleskan pada
bibirnya yang
pecah.
Obat cacar jika 1. Bawang 1. Daging Semua Ong puuh sukun,
perutnya terasa putih 2. Batang dilumatkan, puwuh balulang,
sakit 2. Jaringau 3. - ditaruh pada perut puwuh nasi wruh
3. Lasowi bagian tengah. sip o ko saking
maloki, rep ta
ngko dengku
(Mantra yang
digunakan ketika
memandikan
orang yang sakit
cacar, priuknya
dirajah dengan
mantra : Ong
sùkûma nirmmlà,
nirpapà, nir
upadrawa, tirthà
pawitra jati ya
namah swahà.)
Obat cacar 1. Kayu skang 1. Belahan kayu Belahan kayu Brahmà wurung
apabila ia 2. Liligundi 2. Daun skang, 2 liligundi, tutugakna.
terlihat buruk 3. Lombok 3. Buah ditutup dengan
rambat kain. Bahan lain
disemburkan,
lombok rambat
digoreng tanpa
minyak.
Jika pecah- 1. Kacemcem 1. Kulit Dibakar, diulek, -
pecah, dan jika 2. Buhu 2. Kulit dicampurkan
ia luka yang 3. Cengkeh 3. Tangkai semua
cukup besar 4. Jebugarum 4. Buah dilumatkan,

47
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

besar, merasa 5. Ketumbar 5. Buah dihangatkan


gatal bolong 6. Buah kemudian
6. Lombok 7. Daging buah dioleskan.
rambat
7. Buah
badung
Jika puuh 1. Kulit sigru 1. Kulit Semua bahan -
alintah 2. Bawang 2. Daging dipotong kecil dan
putih 3. Batang dibubuhi kapur
3. Jaringau sirih, kemudian
dioleskan.
Jika puuh 1. Lengkuas 1. Rimpang Diparut kemudian Ong bhatàra
daluwang 2. Jebugarum 2. Daging buah diperas Brahmà ndadi
3. Merica 3. Buah dicampurkan gtih, bhatarà
4. Lombok 4. Daging buah dengan Wisnu dadi gtih,
rambat 5. Daun yang tua jebugarum, kurapaglap kilap,
5. Sirih merica, lombok magawe puwuh,
rambat digoreng syah.
tanpa minyak, dan
juga air sirih,
kemudian
disemburkan.
Jika sudah 1. Liligundi 1. Daun Dibedakkan -
selesai 2. Gamongan 2. Umbi
membersihkan 3. Lengkuas 3. Rimpang
nya 4. Jebugarum 4. Daging buah
5. Sampar 5. –
wantu 6. Buah
6. Ketumbar 7. –
7. Glam 8. Buah
8. kemiri
Obat sakit yang 1. Lampeni 1. Kulit Dioleskan Konci rapet
membengkak 2. Kambo- 2. Buah lawang alah,
kambo 3. Rimpang nghisa rapet
3. Lengkuas 4. Buah lawang alah,
4. Ketumbar 5. - alah.
5. Sampar
wantu
Jika 1. Sirih 1. Daun yang tua Dibakar kemudian -
pecahannya 2. Lampuyang 2. Rimpang dikerik, kemudian
terasa tebal dan 3. Lengkuas 3. Rimpang dipetis, supaya
dingin (jangan 4. Kencur 4. Rimpang tidak gatal, dan
dimandikan) 5. Lombok 5. Daging buah mengencang,
rambat 6. Daging buah kemudian
6. Kelapa disemburkan.
1. Sembung 1. Kayu Sembung, pare
2. Pare 2. Kayu yang dan beras
3. Beras pecah direndam, bawang

48
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

4. Bawang 3. Buah ditaruh di dalam


4. Daging abu yang masih
panas, kemudian
dibalurkan dengan
air beras.
Obat cacar jika 1. Brotowali 1. Daun Semua bahan -
gatal 2. Pare 2. Daun ditumbuk, direbus
3. Badung 3. Buah yang sampai matang,
4. Asam kering tambahkan
5. Kacicang 4. Daging buah dengan air
6. Ampo 5. Umbi cendana harum
7. Cendana 6. – kemudian
7. Kayu balurkan semasih
hangat kuku,
tambal di tempat
yang gatal,
dengan tangan
ditempelkan.
Setelah 1. Sirih 1. Daun yang tua Dicampurkan, -
gatalnya mulai 2. Liligundi 2. Daun dibedakkan
hilang 3. Dadap 3. Daun (dibalurkan).
4. Gamongan 4. Umbi Sebagai usug,
5. Ketumbar 5. Buah gamongan,
6. Jebugarum 6. Daging buah kàtambah,
7. Sàmparwant 7. Umbi lapis bawang putih
u 8. Umbi jangu, kemiri
8. Bawang 9. Batang mentah, 3 merica,
putih 10. Buah 3 lombok rambat,
9. Jaringau 11. Buah santan, airnya
10. Kemiri 12. Daging buah jeruk linglang,
11. Merica 13. Buah dimasak sampai
12. Lombok matang.
rambat
13. Jeruk
linglang
Obat jika 1. Sirih 1. Daun yang tua Semua bahan Mayupu
njarem 2. Gamongan 2. Umbi dilumatkan
3. Asam 3. Daging buah sampai lembut,
dioleskan.
Jika terasa 1. Sirih 1. Daun tua Disemburkan Ong Sanghyang
panas karena 2. Bawang 2. Umbi pada bagian yang Mandiràksa,
cacar putih 3. Batang panas. tutugakna.
3. Jangu 4. Kulit batang
4. Masui 5. Buah
5. Merica
Jika matanya 1. Caremen 1. Buah Dihancurkan -
berwarna 2. Belimbing 2. Buah banyoni wrak,
besi kemudian

49
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

merah dan dibedakkan pada


membengkak bagian luar.

Obat 1. Sirih 1. Daun tua Dilumatkan, air -


pangaduhan 2. Cabe 2. Daging buah ludah merah,
3. Bawang 3. Umbi kemudian
merah 4. Umbi dioleskan.
4. Bawang 5. Batang
putih
5. Jangu
Jika cacar 1. Beras merah 1. Buah Disemburkan. -
membengkak 2. Lengkuas 2. Rimpang
disetiap
persendian
Obat cacar jika 1. Sirih 1. Daun tua Dipotong kecil- -
terasa tebal, 2. Lengkuas 2. Rimpang kecil, diparut dan
pecah seperti 3. Beras 3. Buah kemudian diperas,
borok 4. Gamongan 4. Umbi cari sarinya, air
5. Kencur 5. Rimpang beras, dibubuhi
bawang yang
dilumatkan, sama
besarnya air beras,
akar lengkuas itu
diamkan, buncal
sagu, gamongan
krayan kencur,
diparut dan
diperas, akarnya
dibuang, semua
ampasnya
dibubuhkan pada
daun sirih tua,
disemburkan pada
cacar itu, setelah
mandi, dan
disemburkan lagi,
jangan sampai
dingin.
Cacar disertai 1. Kunyit 1. Rimpang Disemburkan. -
sakit disetiap
sendi
Jika tidak sakit 1. Bawang 1. Umbi Diletakkan pada -
pada perutnya putih 2. Batang pusar.
2. Jangu/jaring
au
Obat yang 1. Lengkuas 1. Rimpang Semua -
dioleskan 2. Cendana 2. Kayu dilumatkan,
papuwuhe tambahkan

50
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

kàwon dan dengan air cuka,


gatal dioleskan pada
tempat yang sakit
dan gatal.
Jika selesai 1. Dadap 1. Kulit kayu Semua dicampur -
ditekan, dan 2. Kelapa 2. Kulit kelapa dengan daging
terasa sakit sinaga 3. Daun tua rong,
serta bengkak 3. Sirih disemburkan pada
tempat yang sakit
dan pada tempat
yang bengkak.
Jika pecahnya 1. Pare 1. Puh Semua -
memerah 2. Ketumbar 2. Buah dihaluskan,
tambahkan air
cuka , oleskan
pada cacar yang
pecah itu,
celupkan.
Obat mata yang 1. Jagung putih 1. Biji Ditempatkan pada -
saputen 2. Bawang 2. Umbi tempat mandi
yang hitam, diisi
dengan air,
masukkan bawang
jagung itu
semalam, sampai
selesai.
Obat tidak 1. Kemiri 1. Buah Dibakar, adas, -
kawaúa ngléd 2. Adas 2. Buah dilumatkan,
(dimakan)/Luk 3. Paparé 3. - kemudian
a cacar menjadi ambulungan dibalurkan.
borok
Obat cacar jika 1. Kasimbukan 1. Akar daun Semua -
tidak terasa apa 2. Mer 2. Daun dihaluskan,
ketika dipegang 3. Pandan 3. Mbotan campur dengan
4. Teki 4. Mbotan ginten sebanyak 7,
balurkan pada
bokongnya.
Obat cacar jika 1. Kasine 1. Daun Semua bahan -
mengeluarkan 2. Bawang 2. Umbi disemburkan pada
darah 3. Adas 3. Buah dadanya sampai
pada pangkal
lehernya.
Obat cacar jika 1. Kelapa 1. Kulit Dihangatkan -
ia ngising 2. Ketumbar 2. Buah (tambus) sampai
3. Kunyit 3. Rimpang matang,
dilumatkan
sampai halus,
kemudian

51
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

dioleskan pada
bokongnya.
1. Melinjo 1. Kulit Dioleskan pada -
2. Jebugarum 2. Daging buah bokongnya.
3. Cengkeh 3. Tangkai
4. Masuwi 4. Kulit batang
Obat cacar jika 1. Canging 1. – Dipanggang, -
terasa gatal 2. Maduri 2. Bunga kemudian
3. Lengkuas 3. Rimpang oleskan.

1. Kambo- 1. Buah Semua -


kambo 2. Buah dilumatkan,
2. Lapeni 3. - dioleskan pada
3. Cungkaka tempat yang terasa
gatal.
1. Cabe 1. Buah Disembutkan -
2. Kencur 2. Rimpang pada yang terasa
gatal.
Obat cacar jika 1. Kunyit 1. Rimpang Disemburkan -
perut terasa 2. Ketumbar 2. Buah pada tempat yang
sakit, tidak terasa sakit.
tetap sakit yang
dirasakan
Obat cacar jika 1. Kunyit 1. Rimpang Dioleskan pada -
sakitnya 2. Bawang 2. Umbi tempat yang terasa
disetiap bagian 3. Adas 3. Buah sakit.
1. Sirih 1. Daun yang tua Dioleskan. -
2. Masuwi 2. Kulit batang
3. Jebug/pinan 3. Buah
g
Obat cacar 1. Salam 1. Daun Semburkan pada -
jikalau mual 2. Ketumbar 2. Buah ulun hati (antara
3. Pule 3. Kuit pohon yang perut dan dada).
4. Kunyit kering
5. Temu kunci 4. Rimpang
6. Kencur 5. Rimpang
7. Jebugarum 6. Rimpang
7. Buah
Obat cacar jika 1. Dadap 1. Embong Dilumatkan -
bibirnya kering 2. Kemiri 2. Daging buah sampai halus, dan
3. Jebugarum 3. Daging buah dioleskan pada
bibirnya yang
sakit.
Obat cacar jika 1. Jahe 1. Rimpang Dioleskan pada -
sakit disetiap 2. Temu hitam 2. Rimpang tempat yang terasa
bagian 3. Buah 3. Kulit sakit.
badung 4. Bubuk kayu
4. Cendana

52
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

1. Sirih 1. Daun yang tua Dicampurkan, -


2. Merica 2. Buah dioleskan.
3. Masuwi 3. Kulit batang
4. Jebug/pinan 4. Buah
g
1. Sirih 1. Daun tua Disemburkan -
2. Merica 2. Buah pada tempat yang
3. Jasun 3. – terasa sakit,
4. Jaringau 4. Batang/daun setelah
disemburkan,
potong kecil-kecil
sampai menjadi
bubuk
Obat jika 1. Mentimun 1. Buah Semua diparut, -
menelan terasa 2. Umbi kayu 2. Umbi dibubuhi santan
sakit tàwà kane, dioleskan
pada
kerongkongan.
Obat cacar jika 1. Mentimun 1. Buah Disemburkan -
dia tidak enak 2. Lengkuas 2. Rimpang pada dada ke
makan 3. Gamongan 3. Umbi bawah sampai
4. Kencur 4. Rimpang dengan lutut.
Bedak pada 1. Buah calagi 1. Kulit buah Dipanggang, -
orang yang 2. Lengkuas 2. Rimpang dioleskan.
kena cacar 3. Masui 3. Kulit batang
4. Beras merah 4. Buah
Obat tidak bisa 1. Cendana 1. Kayu Dioleskan pada -
makan 2. Jebugarum 2. Daging buah bahu.
Pangrangkus 1. Lengkuas 1. Rimpang Dioleskan -
2. Sirih 2. Daun tua
3. Bawang 3. Umbi
putih 4. –
4. Jaringau 5. Buah
5. Ketumbar
1. Sirih 1. Daun tua Digoreng tanpa -
2. Temu ros 2. Rimpang minyak, dioleskan
3. Bawang 3. Umbi
putih 4. –
4. Jaringau 5. –
5. Maswi 6. Buah
6. Lombok
rambat
Jika mearah 1. Temu tis 1. Rimpang Disemburkan. -
warna puh 2. Bawang 2. Umbi
3. Ketumbar 3. Buah
Paperes aksi 1. Bawang 1. Umbi Diperas pada -
putih orang yang

53
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

dakangnya belum
keluar.
Obat, sakit 1. Sirih 1. Daun yang tua Daun sirih tua -
perut melilit 2. Asam 2. Daging buah digoreng tanpa
minyak, asam,
garam uku,
tempelkan pada
pusar.
Menghidupkan 1. Sirih 1. Daun yang tua Dilumatkan, -
dakang 2. Temu ros 2. Rimpang kemudian
3. Merica 3. Buah dioleskan.
4. Cabe 4. Buah
bungkut
Obat dakang 1. Sirih 1. Daun yang tua Dilumatkan -
api 2. Temu ros 2. Rimpang kemudian
3. Cabe 3. Buah dioleskan.
4. Kacang 4. Biji
hijau
Obat dakang 1. Jebug/pinan 1. Buah Dibakar, -
dedek g 2. Umbi dilumatkan
2. Bawang 3. Rimpang kemudian
putih dioleskan.
3. Jaringau
Obat dakang 1. Antawali 1. - Dihangatkan -
yang 2. Lengkuas 2. Rimpang (tambus),
membengkak digosokan,
kemudian oleskan
pada yang
membengkak.
Obat dakang 1. Sirih 1. Daun tua Dibakar, -
adasar bintul, 2. Temu ros 2. Rimpang dilumatkan,
dan bengah 3. Merica 3. Buah dioleskan pada
(perih) 4. Lombok 4. Buah yang terlihat
memerah.
Obat dakang 1. Bawang 1. Umbi Dioleskan -
paburinik, 2. Beras merah 2. Buah
tidak
memuncak
(bintulnya tidak
muncul)
Obat ngéncéd 1. Sirih 1. Daun yang tua Dioleskan pada -
2. Ketumbar 2. Buah semua jari kaki.

54
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

SIMPULAN Volume 3 Nomor 2, Manado Chawdri, L.R,


Dari penelitian pada Lontar Usada 2003, Rahasia Yantra, Mantra & Tantra,
Kacacar yang dilakukan, dapat disimpulkan Surabaya : Paramita.
sebagai berikut:
1. Pada lontar Kacacar terdapat 75 jenis Kanginan, Jro, 1997, Alih Aksara lontar
obat untuk gejala cacar dengan 100 jenis Usada Kacacar, Bali: Karangasem.
formula pengobatan yang menggunakan
tumbuhan. Kurnianingtyas, W., 2008, Kualitas Hasil
Penerjemahan Individu Dan Penerjemahan
2. Tumbuhan pada lontar Kacacar terdapat Kelompok (Studi Kasus Proses dan Hasil
107 tumbuhan yang digunakan baik Penerjemahan Mahasiswa Pascasarjana
dengan tunggal atau campuran. Program Studi Linguistik Minat Utama
3. Penggunaan obat pada lontar Kacacar Penerjemahan Universitas Sebelas Maret
dengan cara disemburkan, dioleskan, Surakarta), Surakarta: Universitas Sebelas
ditempelkan, dimandikan, dibedakan, Maret.
diminum, dimakan, dibubuhkan,
ditambal dan diteteskan. Sediaan obat Latief, A., 2012, Obat Tradisional, Jakarta:
yang digunakan dalam pengobatan yaitu Buku Kedokteran EGC.
simbuhan, bedak, loloh/jamu dan boreh.
Nala, N., 2006, Aksara Bali dalam Usada,
Denpasar: Paramita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014, Konservasi Naskah Lontar, Pulasari, J.M., dan Artana, J.M.N, 2011,
Denpasar: Kantor Dokumentasi Budaya Bali. Usadha Bali Agung, Surabaya: Paramita.
Sukartha, I.N, 2014, Ilmu Pengobatan Ayur
Barlina, R., 2004, Potensi Buah Kelapa Veda Bali, Jumantara.
Muda Untuk Kesehatan dan Pengolahannya

55
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN SAMPO EKSTRAK DAUN


KATUK (Sauropus androgynus (L) Merr) DENGAN BERBAGAI
VARIASI VISCOSITY AGENT

Dewi Rashati1, Mikhania Christiningtyas Eryani 2

1,2
Akademi Farmasi Jember

Email Korespondensi : dewi.rashati @yahoo.com

ABSTRAK
Sauropus androgynus (L) Daun Merr di Indonesia disebut katuk memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat dengan IC50 80,01 ppm. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin
mengetahui sifat fisik sampo daun katuk yang diformulasikan dalam berbagai formula.
Dalam penelitian ini katuk diformulasikan dalam sampo dengan agen viskositas (HPMC,
natrium CMC dan Carbopol) dalam berbagai konsentrasi. Hasilnya menunjukkan bahwa
semua formula shampo memiliki aroma melati yang rendah, tetapi memiliki bentuk dan
warna yang berbeda. Viskositas Sampoo meningkat dengan meningkatnya agen
viskositas. Viskositas tertinggi ditunjukkan oleh F7 dengan konsentrasi karbopol 0,5%.
Uji pH menunjukkan bahwa sampoo dengan HPMC dan natrium CMC memiliki nilai pH
6. nilai pH sampo dengan carbopol adalah 5. Semua formula pH memenuhi persyaratan
standar SNI. Hasil statistik menunjukkan bahwa sifat fisik busa tinggi, viskositas dan pH
semua formula memiliki perbedaan yang signifikan.

Kata kunci : HPMC, natrium CMC, Carbopol, Sauropus androgynus (L) Merr

56
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

ABSTRACT
Sauropus androgynus (L) Merr leaf in Indonesia called katuk have strong
antioxidant activity with IC50 80,01 ppm. The aims of this research is want to know
physical properties of katuk leaf shampoo which is formulated in various formulas. In
this research katuk was formulated in shampoo with viscocity agent (HPMC, sodium
CMC and Carbopol) in various concentration. The result showed that all shampoo
formulas had low jasmine smell, but had different in form and colour. Sampoo viscocity
increased with increased viscocity agent. The highest viscocity showed by F7 with 0,5%
carbopol concentration. pH test showed that the sampoo with HPMC and sodium CMC
had pH value 6. pH value of shampoo with carbopol was 5. All of pH formulas meet the
requirement of SNI standard. Statistical result showed that the physical properties of
foam high, viscocity and pH all formulas had significant difference.

Keywords : HPMC, sodium CMC, Carbopol, Sauropus androgynus (L) Merr

PENDAHULUAN 86,74 ± 2,92 µg/ml. Secara spesifik suatu


Hasil penelitian Kelompok Kerja senyawa dikatakan sebagai antioksidan
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50
menunjukkan bahwa tanaman katuk ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50- 100
(Sauropus androgynus (L) Merr) ppm, sedang jika bernilai 100-150 ppm,
mengandung beberapa senyawa kimia, dan lemah jika nilai IC50 bernilai 151-
antara lain alkaloid papaverin, protein, 200 ppm (Arista, 2013).
lemak, vitamin, mineral, saponin, Antioksidan sangat penting bagi
flavonid dan tannin (Rukmana, 2003). kesehatan rambut, karena antioksidan
Menurut penelitian Ajit (2013), mampu meremajakan rambut dan
menunjukkan daun katuk dapat bekerja memperbaiki sel-sel rambut yang rusak,
sebagai antioksidan yang disebabkan menghasilkan jaringan kulit yang
adanya senyawa golongan fenol yaitu kondusif untuk pertumbuhan rambut dan
flavonoid. Andarwulan et al. (2010) memperlancar sirkulasi darah yang
menemukan bahwa daun katuk (mg/100 diperlukan rambut sehingga rambut
g daun segar) mengandung flavonoid menjadi kuat dan tidak kusam
total sebanyak 143 mg. Dari hasil (Anggraini, 2010). Kerontokan rambut
skrining pendahuluan, ekstrak daun dapat dicegah melalui pengobatan luar
katuk mengandung senyawa flavonoida dan dalam. Pengobatan dari luar dapat
dengan nilai IC50 sebesar 80,81, dan dilakukan dengan cara terapi topical
termasuk dalam antioksidan yang sangat menggunakan salep/larutan atau
kuat (Zuhra et al., 2008). Dalam Journal menggunakan kosmetik perawatan
of Medical Plant Research Volume 5 rambut (Ide, 2011). Salah satu kosmetik
tahun 2011 dikatakan bahwa IC50 dari perawatan rambut yang disukai adalah
ekstrak metanol 100% daun katuk adalah SAMPO.

57
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Pada formulasi sediaan SAMPO polimer yang digunakan dalam


ekstrak daun katuk ini menggunakan pembentukan struktur berbentuk
viscocity agent Hidroksi Propil Methyl jaringan yang merupakan bagian penting
Cellulose (HPMC), Carboxyl Methyl dari sistem gel.Gelling agent juga
Cellulose Natrium (CMC Na), Carbopol merupakan bahan non terapetik yang
untuk menciptakan tahanan dalam berfungsi untuk mengatur atau
mengalir sehingga SAMPO mudah mengontrol viskositas dari sediaan yang
digunakan. HPMC merupakan derivat dibuat. Viskositas larutan semakin
selulosa yang dapat menstabilkan busa meningkat dengan bertambahnya
sehingga meningkatkan nilai estetika konsentrasi hidrokoloid, polimer yang
dan psikologis konsumen (Hunting, bermuatan mempunyai kekentalan yang
1983). Kelebihan lain dari HPMC adalah lebih tinggi (Ansel, 2008). Berdasarkan
sifatnya yang tidak terpengaruh oleh hal di atas, diperlukan penelitian untuk
elektrolit, dapat tercampurkan dengan mengetahui sifat fisik sediaan sampo
pengawet, dan kisaran pH-nya yang luas ekstrak daun katuk (Sauropus
(Faizatun et al., 2008) androgynus (l) merr) dengan berbagai
CMC Na banyak digunakan variasi viscosity agent.
dalam formulasi sediaan farmasi baik
oral maupun topikal karena bersifat METODE PENELITIAN
dapat meningkatkan viskositas Penyiapan Bahan Penelitian
(viscosity-increasing properties). CMC Sampel yang diteliti adalah daun katuk
Na biasa digunakan pada sediaan gel (Sauropus androgynus (L) Merr) yang
dengan konsentrasi 3,0-6,0% (Rowe et berasal dari kabupaten Jember, Jawa
al., 2006). Karbopol merupakan salah Timur. Sampel daun katuk segar yang
satu jenis gelling agent untuk akan diteliti, ditimbang dan dicuci bersih
menghasilkan gel maupun emulgel dengan air lalu di keringkan di udara
dengan karakteristik tertentu. Secara terbuka (tanpa terkena sinar matahari
kimia, karbopol merpakan polimer langsung). Daun katuk yang telah kering
sintetik dengan bobot molekul tinggi dari kemudian dihaluskan menggunakan
asam akrilat (Rowe et al., 2009). blender hingga menjadi serbuk,
Karbopol merupakan basis gel yang ditimbang kemudian diayak dengan
kuat, memiliki keasaman yang tinggi mesh 30 hingga diperoleh serbuk halus.
sehingga dalam penggunaanya sebagai
gelling agent hanya dibutuhkan sekitar Pembuatan ekstrak etanol daun katuk
0,5-2%. 100 gram serbuk daun katuk yang telah
Bahan pembentuk gel atau dikeringkan dan dihaluskan dengan
gelling agent adalah komponen polimer derajat kehalusan tertentu di maserasi
berberat molekul tinggi yang merupakan selama 1 jam dengan menggunakan
gabungan molekulmolekul dan lilitan- pelarut etanol 96% sebanyak 800 mL,
lilitan dari polimer molekul yang akan didiamkan semalam kemudian disaring
memberikan sifat kental pada gel. dan dipisahkan ampas dan filtratnya.
Gelling agent merupakan sejumlah Pada ampas dilakukan maserasi ulang

58
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

(maserasi ulang dilaukan 3x). Dari sediaan sampai batas tanda di dalam
filtrate yang didapat dikumpulkan dan wadah, lalu dihomogenkan dengan
campuran ekstrak tersebut dipekatkan homogenizer pada kecepatan 1000 rpm
dengan rotary evaporator dan diuapkan selama 10 menit.
diatas waterbath 60C sampai didapatkan
bobot konstan. Kemudian hasilnya Evaluasi Sediaan
ditimbang pada cawan yang telah ditara Pengamatan Organoleptis
dan disimpan dalam desikator (Arista, Analisis organoleptis dilakukan dengan
2013). mengamati perubahan bentuk, bau, dan
warna sediaan SAMPO yang
Uji Skrining Fitokimia mengandung berbagai ekstrak daun
Ekstrak daun katuk dikocok kuat dengan katuk.
kloroform lalu ditambahkan air suling
sampai terbentuk dua lapisan. Filtrat Pengukuran Tinggi Busa
pertama ditambah 2 tetes FeCl3 1%, Sediaan SAMPO antiketombe yang
yang menghasilkan warna hitam, yang mengandung berbagai konsentrasi
menunjukkan adanya senyawa ekstrak daun katuk dibuat larutannya 2%
flavonoid. dalam 500 ml air. Kemudian dimasukkan
Filtrat pertama ditambah 2 tetes NaOH kedalam labu (bagian atas) yang
10%, yang menghasilkan warna hijau berkapasitas 1L. Pada gelas ukur 1L diisi
kebiruan, yang menunjukkan adanya dengan larutan uji 50 ml, diletakkan d
senyawa flavonoid (Zuhra et al, 2008) bawah labu bagian atas. Larutan uji di
labu atas sebanyak 500 ml dialirkan ke
Pembuatan sediaan . gelas ukur yang berisi 50 ml larutan uji
Viscocity agent didispersikan dengan sampai habis. Busa yang terjadi diamati
aquadest. Campur cocoamide dengan tingginya setelah 0,5, 3,5,dan 7 menit.
BHT, EDTA Na kemudian aduk dengan
homogenizer selama 5 menit lalu Pengukuran Viskositas
tambahkan sodium lauryl sulfat dan aduk Pengukuran viskositas dilakukan dengan
selama 1 menit (campuran b). Ekstrak menggunakan alat Viskometer
katuk dan natrium benzoat dilarutkan Brookfield. Caranya adalah dengan
dalam aquades kemudian ditambahkan menempatkan sediaan SAMPO
dengan dispersi HPMC, aduk sampai antiketombe yang akan diperiksa dalam
homogen (campuran c). D&C green #5 beaker glass (±200 mL), kemudian
dilarutkan dalam air kemudian diletakkan dibawah alat viscometer
tambahkan ke dalam campuran c, aduk Brookfield model DV-E dengan tongkat
sampai larut. pemutar (spindel) yang sesuai. Spindel
Mentol, oleum jasmin royal dilarutkan dimasukkan ke dalam sediaan sampai
dalam alkohol sampai larut. Campuran b terendam. Pengukuran dilakukan pada
dicampur dengan campuran c kemudian minggu pertama dan setelah 4 minggu
ditambahkan dimeticone dan mentol. penyimpanan.
Sisa aquadest ditambahkan ke dalam

59
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

bahwa sifat fisik tinggi busa pada


Pengukuran pH kesembilan formula memiliki
Pengukuran pH dilakukan menggunakan perbedaan yang bermakna.
kertas pH indikator dan disesuaikan Dari hasil uji viskositas sampo
warna yang dihasilkan dengan standar didapatkan viskositas tertinggi adalah
warna formula 3 dengan viscosity agent HPMC
1,5%. Hasil uji viskositas terendah
HASIL DAN PEMBAHASAN adalah formula 7 dengan viscosity agent
Uji pendahuluan secara kualitatif dengan carbopol 0,5%. Semakin tinggi
reaksi warna. Filtrat ekstrak daun katuk konsentarasi viscosity agent yang
menghasilkan warna hitam jika gunakan dalam formulasi sampo maka
ditambah FeCl3 1% dan menghasilkan viskositas yang dihasilkan semakin
warna hijau kebiruan saat ditambah tinggi. Carbopol merupakan salah satu
NaOH 10%. Hal ini menunjukkan bahwa pembetuk gel yang banyak digunakan
ekstrak daun katuk mengandung karena dengan konsentrasi yang kecil
flavonoid (Zuhra et al., 2008). dapat menghasilkan gel dengan
Dari data hasil uji organoleptis viskositas yang tinggi (Rowe et al.,
pada ke sembilan formulasi memiliki 2009). HPMC merupakan salah satu
bau yang sama yaitu jasmine lemah polimer semisintetik turunan selulosa
namun memiliki bentuk dan warna yang yang memiliki viskositas yang stabil
berbeda. Semakin tinggi konsentrasi pada penyimpanan jangka panjang
viscosity agent yang digunakan maka (Rowe et al., 2009). HPMC memiliki
bentuk sediaan sampo akan semakin daya pengikat zat aktif yang kuat
kental (Afianti dan Murrukmihadi, dibandingkan dengan carbopol
2015). Warna yang ditunjukkan oleh (Purnomo, 2012).
sampo dengan viscosity agent carbopol
memiliki warna hijau sedangkan warna Dari hasil pengolahan Statistical
hijau muda pada formula HPMC Product Services Solution (SPSS) 16
konsentrasi rendah dan CMC na pada menggunakan uji kruskal wallis dan
konsentrasi tinggi. didapatkan nilai signifikansi 0,001
Dari hasil pengukuran tinggi (p<0,05) maka dapat diartikan bahwa
busa didapatkan bahwa tinggi busa pada sifat fisik viskositas pada kesembilan
setiap formula pada menit ke 7 formula memiliki perbedaan yang
mengalami penurunan. Semakin tinggi bermakna.
konsentrasi viscosity agent yang Berdasarkan hasil penelitian
digunakan pada formula maka busa didapatkan bahwa sampo dengan
yang dihasilkan juga akan semakin viscosity agent HPMC dan CMC-Na
rendah. Dari hasil pengolahan memiliki pH 6 sedangkan sampo
Statistical Product Services Solution dengan viscosity agent Carbopol
(SPSS) 16 menggunakan uji kruskal memiliki pH lebih rendah yaitu 5. pH
wallis dan didapatkan nilai signifikansi dari HPMC memiliki pH stabil 3-11
0,001 (p<0,05) maka dapat diartikan sedangkan carbopol memiliki kisaran

60
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

pH sekitar 2,5 - 3,5 tergantung pada dapat membuat kulit menjadi kering
konsentrasi polimer (Rowe et al., 2009 (Tranggono et al., 2007).
; Anonim, 2010). Dari hasil pengolahan Statistical
Dari hasil penelitian sifat fisik Product Services Solution (SPSS) 16
pH telah memenuhi persyaratan rentang menggunakan uji kruskal wallis dan
pH sesuai dengan syarat SNI yaitu 5,0- didapatkan nilai signifikansi 0,001
9,0. Dengan kisaran pH tersebut (p<0,05) maka dapat diartikan bahwa
diharapkan sediaan tidak mengiritasi sifat fisik pH pada kesembilan
kulit kepala karena jika sediaan yang formula memiliki perbedaan yang
terlalu asam dapat mengiritasi kulit bermakna
sedangkan sediaan yang terlalu basa

Tabel 1 Formulasi Sampo Ekstrak Daun Katuk


Fungsi Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Bahan aktif Ekstrak daun katuk 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Deterjen anionic Sodium lauryl sulfat 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Emolient Cocamide DEA 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Antioksidan BHA 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
HPMC 0,5 1 1,5 - - - - - -
Pengental CMC Na - - - 0,5 1 1,5 - - -
Carbopol - - - - - - 0,5 1 1,5
Pengawet Natrium benzoat 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
Stabilisator EDTA Na 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Anti foaming Dimeticone 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Pendapar Asam sitrat 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Corigen Menthol 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
Pewarna DNC Green #5 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Pelarut Etanol 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Pelarut Aquadest Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad Ad
100 100 100 100 100 100 100 100 100
mL mL mL mL mL mL mL mL mL

61
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

SIMPULAN Kelima. Terjemahan oleh Farida


Simpulan yang dapat diambil pada Ibrahim. UI Press. Jakarta
penelitian ini adalah ada pengaruh
variasi viscosity agent terhadap terhadap Arista, M. 2013. Aktivitas antioksidan
sifat fisik organoleptis, tinggi busa, Ekstrak etanol 80% dan 96% Daun
viskositas dan pH sediaan Sampo ekstrak katuk (Sauropus androgynus
daun katuk (Sauropus androgynus (L) (L)Merr). Jurnal ilmiah mahasiswa
Merr) universitas Surabaya vol 2. Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
Faizatun, Kartiningsih, Liliyana. 2008.
Afianti, H.R., Murrukmihadi, M. Formulasi sediaan sampo ekstrak
2015.Pengaruh Varian Kadar Gelling bunga Chamomile dengan
Agent HPMC Terhadap Sifat Fisik dan Hidroksipropil Metil Selulosa sebagai
Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Pengental. Jurnal ilmu kefarmasian
Ekstrak Etanolik Daun Kemangi Indonesia hal 15-22 ISSN 1693-1831.
(Ocinum basillicum L, Forma citratum Jakarta selatan
Back). Majalah Farmasetik. 11. 2. 307-
315. Hunting LL. 1983. Encyclopedia of
Sampoo ingredients. Cranford, New
Ajit B. Patil, Asha S. Jadhav, Flavonoid
Jersey and London: Micelle press; 1983.
an Antioxidant : A Review,
p. 250-1, 341-2, 362-3.
International Journal of Pharmaceutical
and Biological Sciences Research and
Ide, Pangkalan. 2011. Mencegah
Devlopment, IJPBSRD 1 (2)
Kebotakan Dini. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Andarwulan, N., R. Batari, D. A.
Purnomo, Hari. 2012. Formulasi Obat
Sandrasari, B. Bolling and H. Wijaya.
Jerawat Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut
2010. Flavonoid content and antioxidant
(Citrus hystrix D.C) dan Uji Aktifitas
activity of vegetables from Indonesia.
Terhadap propinibacterium secara in
Food Chemistry 121 (2010): 1231–
vitro. Skripsi. Universitas Andalas.
1235.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.
Anggraini, Dewi. 2010. Perancangan
2006. Handbook of Pharmaceutical
Komunikasi Virtual Kemasan Nusilk
Excipients. Fifth Edition.
PT Pusaka Tradisi Ibu. Skripsi. Jakarta:
Pharmaceutical Press and American
BINUS
Pharmacist Association. Washington
DC.
Anonim. 2010. Viscosity of Carbopol
Rowe, R.C, Paul J.S., Marian. 2009.
Polymers in Aqueous System.
Hanbook Of Pharmaceutical Science
Lubrizolx
Ansel, H. C. 2005. Pengantar 6th Edition. New York
Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi

62
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Rukmana, R. dan Indra M.H., (2003),


Katuk. Potensidan Manfaatnya. Zuhra, C.F., Tarigan, J.B., Sihotang, H.
Kanisius. Yogyakarta. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavonoid dari Daun Katuk
Tranggono, R.I., Latifah, F. (2007). (Sauropus androgunus (L) Merr).
Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Jurnal Biologi Sumatra.
Kosmetik, PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.

63
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIRETROVIRAL (ARV)


PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DARI KLINIK HIV/AIDS
SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI KOTA BANDUNG

Ani Anggriani1, Ida Lisni2, Olga Susana Wiku3

1,2,3
Bandung Of School Pharmacy (Sekolah Tinggi Farmasi Bandung)
Jalan Soekarno Hatta No 754 Cibiru Bandung, Indonesia.

Email Korespodensi : ani.anggriani@stfb.ac.id

ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus (HIV) terus menjadi isu kesehatan masyarakat global utama,
yang menargetkan sistem kekebalan tubuh manusia. Penggunaan ARV dalam pengobatan
HIV/AIDS meningkatkan harapan hidup bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat ARV pada pasien rawat jalan
dari Klinik HIV/AIDS dan menilai kesesuaiannya dengan standar pengobatan yang sudah
ditetapkan. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif non eksperimental, dengan
pengumpulan data dilakukan secara retrospektif, menggunakan data resep pasien bulan
April-Desember 2017. Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan 87% merupakan pasien laki-
laki, dan kelompok umur terbanyak adalah 20-29 tahun (39%). Golongan obat ARV yang
digunakan adalah Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI), Non
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI), dan Protease Inhibitors (PI), dengan
kombinasi obat ARV terbanyak adalah kombinasi lini pertama
tenofovir+lamivudine+efavirenz (69%) sedangkan obat lini kedua
zidovudine+lamivudine+lopinavir/ritonavir sebesar 1%. Obat penyerta yang terbanyak
digunakan adalah kotrimoksasol. Untuk data kualitatif yaitu ketepatan kombinasi dan dosis
obat ARV adalah 100% sesuai dengan standar Permenkes No.87 Tahun 2014, dengan
kepatuhan pasien 79% dalam memperoleh pengobatan antiretroviral setiap bulan. Potensi
interaksi obat ARV dengan obat lainnya untuk kategori moderat terbanyak adalah
zidovudin+kotrimoksasol (11%) yang terjadi secara farmakokinetik dengan menurunkan
klirens ginjal dari zidovudine dan metabolit glucuronide-nya. Kesimpulannya, pola
penggunaan obat ARV sudah memenuhi standar Permenkes No.87 Tahun 2014, dengan
penggunaan terbanyak adalah kombinasi lini pertama tenofovir+lamivudine+efavirenz.

Kata kunci : Antiretroviral, HIV/AIDS, Pola Penggunaan Obat

64
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

ABSTRACT
The Human Immunodeficiency Virus (HIV) continues to be a major global public health
issue, which targets the human immune system. The using of ARVs in the treatment of HIV /
AIDS increased life expectancy for PLHIV (People With HIV / AIDS). This study aims to
determine the description of the using of ARV drugs in outpatients of the HIV / AIDS Clinic
and assessed their suitability with established treatment standards. This research was
carried out in a descriptive non-experimental manner, with data collection carried out
retrospectively, used patient prescription data from April to December 2017. The results of
quantitative studies showed 87% were male patients, and the largest age group was 20-29
years (39%) . Class of antiretroviral drugs used were Nucleoside / Nucleotide Reverse
Transcriptase Inhibitors (NRTIs), Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
(NNRTIs), and Protease Inhibitors (PI), with a combination of antiretroviral drugs most was
the combination of first-line tenofovir + lamivudine + efavirenz (69%) while the second-line
drug zidovudine + lamivudine + lopinavir / ritonavir was 1%. The most commonly used
comorbid drug was cotrimoxazole. For qualitative data, the accuracy of combination and
dose of ARV drugs was 100% in accordance with Permenkes No. 87/ 2014, with 79% of
patients adhered to antiretroviral treatment every month. The potential for most ARV drug
interactions with other drugs for the moderate category was zidovudin + cotrimoxazole
(11%) which occured pharmacokinetically by decreasing renal clearance of zidovudine and
glucuronide metabolites. In conclusion, the pattern of used of ARV drugs had met the
standard of Permenkes No.87/2014, with the most used were the first line combination of
tenofovir + lamivudine + efavirenz.

Keywords : Antiretroviral, HIV/AIDS, Pattern of Drug Use

65
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

PENDAHULUAN tersebut semakin kecil, artinya jumlah


Human Immunodeficiency Virus infeksi HIV pada kelompok perempuan
(HIV) terus menjadi isu kesehatan semakin mendekati jumlah infeksi HIV
masyarakat global utama, yang telah pada laki-laki. Hingga Juni 2016,
menewaskan lebih dari 35 juta orang jumlah infeksi HIV yang dilaporkan
sejauh ini. Pada tahun 2016, satu juta sebesar 6.873 pada kelompok
orang meninggal akibat HIV secara perempuan dan 10.974 pada kelompok
global. Ada sekitar 36,7 juta orang yang laki-laki. Untuk kelompok umur,
hidup dengan HIV pada akhir tahun infeksi HIV cenderung meningkat pada
2016 dengan 1,8 juta orang baru kelompok umur produktif yaitu
terinfeksi pada tahun 2016 secara kelompok umur 25-49 tahun dan
global. HIV menargetkan sistem kelompok umur 20-24 tahun. Demikian
kekebalan tubuh dan melemahkan pula pola penularan berdasarkan faktor
sistem pertahanan tubuh terhadap risiko, masih dominan terjadi pada
infeksi dan beberapa jenis kanker. heteroseksual. Namun pada kelompok
Seiring virus menghancurkan dan pengguna NAPZA suntik cenderung
merusak fungsi sel kekebalan tubuh, menurun, sedangkan pada kelompok
individu yang terinfeksi secara LSL (Laki-laki berhubungan Sex
bertahap menjadi imunodefisiensi. dengan Laki-laki) jumlahnya
Tahap paling lanjut dari infeksi HIV meningkat (Pusdatin Kemenkes RI,
adalah Acquired Immuno Deficiency 2016).
Syndrome (AIDS), yang dapat Provinsi Jawa Barat termasuk
memakan waktu 2 sampai 15 tahun dalam 10 besar Propinsi dengan kasus
untuk berkembang tergantung pada infeksi HIV/AIDS terbanyak. Jawa
individu. AIDS didefinisikan oleh Barat menduduki posisi keempat
perkembangan kanker, infeksi, atau setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan
manifestasi klinis berat lainnya (WHO, Papua, dengan kenaikan jumlah
2017). kumulatif infeksi HIV sekitar 3.602
Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kasus dibandingkan dengan tahun
kali ditemukan di Propinsi Bali pada 2015. Sampai dengan September 2016
tahun 1987. Hingga saat ini, HIV/AIDS jumlah kumulatif infeksi HIV yang
sudah menyebar di 407 dari 507 dilaporkan sebanyak 21.281,
Kabupaten/Kota di seluruh Propinsi di sedangkan secara nasional totalnya
Indonesia. Pola penularan HIV menurut sebanyak 219.036 kasus. Untuk AIDS,
jenis kelamin memiliki pola yang sama jumlah kumulatif kasus yang
seperti beberapa tahun terakhir yaitu dilaporkan sampai dengan September
lebih banyak terjadi pada kelompok 2016 sebanyak 4.936 kasus, sedangkan
laki-laki dibandingkan dengan secara nasional sebanyak 82.968.
kelompok perempuan. Namun ratio Untuk kota Bandung sendiri, jumlah
perbandingan antara dua kelompok kasus HIV 2016 sebanyak 575 kasus,

66
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

sedangkan jumlah kumulatif kasus menyebabkan adanya risiko


AIDS sampai dengan September 2016 ketidakpatuhan yang akhirnya dapat
sebanyak 2.112 kasus (Ditjen P2P menyebabkan kegagalan terapi.
Kemenkes RI, 2016). Kemampuan virus HIV untuk
Penggunaan obat Antiretroviral bermutasi dan bereproduksi sendiri
(ARV) kombinasi pada tahun 1996 ketika berhadapan dengan obat
mendorong revolusi dalam pengobatan antiretroviral atau disebut dengan HIV
orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) drug resistance (HIVDR) juga menjadi
seluruh dunia. Meskipun belum mampu masalah yang dikhawatirkan secara
menyembuhkan HIV secara global karena dapat menyebabkan
menyeluruh, namun secara dramatis kegagalan pengobatan dan penyebaran
terapi ARV menurunkan angka lebih lanjut terhadap HIV yang resistan
kematian dan kesakitan, meningkatkan terhadap obat. HIVDR dapat
kualitas hidup ODHA, dan mengurangi keefektifan pemilihan
meningkatkan harapan masyarakat, teraupetik sehingga mempengaruhi
sehingga pada saat ini HIV dan AIDS kemampuan penekanan virus (WHO,
telah diterima sebagai penyakit yang 2017). Manfaat terapi obat yang
dapat dikendalikan dan tidak lagi optimal juga tidak tercapai karena
dianggap sebagai penyakit yang jumlah penggunaan obat yang kurang,
menakutkan (Permenkes RI No.87 atau berlebihan, dan juga berbagai
Tahun 2014). Sampai dengan ketidaktepatan penggunaan obat
September 2016, jumlah ODHA di (Siregar & Kumolosasi, 2006).
Indonesia yang sedang mendapatkan Berdasarkan uraian di atas, maka
pengobatan ARV sebanyak 73.037 perlu dilakukan penelitian tentang Pola
orang. Pemakaian rejimennya adalah Penggunaan Obat Antiretroviral (ARV)
76,67% (56.000 orang) menggunakan pada resep pasien rawat jalan dari
rejimen original lini 1; 20,18% (14.737 klinik HIV/AIDS salah satu Rumah
orang) substitusi; dan 3,51% (2.300 Sakit Swasta di Kota Bandung, yang
orang) switch (Ditjen P2P Kemenkes diharapkan dapat menjadi penunjang
RI, 2016). dalam penatalaksanaan terapi, agar
Sejak digunakan terapi dapat diperoleh hasil pengobatan yang
antiretroviral kombinasi, atau disebut maksimal, mencegah resistansi obat
dengan highly active anti retroviral dan penyebaran HIV yang resisten
therapy (HAART), harapan hidup terhadap obat, serta dapat
pasien HIV terus meningkat. Namun meningkatkan kualitas hidup dari
demikian, penggunaan obat yang lama ODHA.
dan aktivasi imun kronik membuat
kelompok ini rentan terhadap efek METODE PENELITIAN
samping obat dan komplikasi lainnya Penelitian ini merupakan
(Kusumayanti dkk.., 2015). Hal ini penelitian deskriptif non eksperimental

67
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

dengan metode pengumpulan data menetapkan penggunaan obat ARV


secara retrospektif menggunakan resep berdasarkan pedoman yang berlaku,
pasien rawat jalan di klinik HIV/AIDS yaitu Pedoman Pengobatan
salah satu Rumah Sakit Swasta di kota Antiretroviral (Permenkes No.87
Bandung, periode April 2017 sampai Tahun 2014), meliputi dosis, kombinasi
dengan Desember 2017. Metode obat dan interaksi obat. Analisis Data
penelitian dilakukan dengan penetapan kuantitatif meliputi jenis kelamin
kriteria pasien yang diteliti, penetapan pasien, usia pasien, nama obat ARV,
kriteria obat dan kriteria penggunaan golongan obat ARV, dan nama obat
obat, yang selanjutnya dilakukan penyerta. Analisis data kualitatif
pengumpulan data, analisis data secara meliputi dosis, kombinasi obat ARV,
deskriptif dan pengambilan kepatuhan pengambilan obat ARV dan
kesimpulan. Kriteria pasien yang potensi interaksi obat.
diteliti adalah pasien rawat jalan pada
klinik HIV/AIDS salah satu Rumah HASIL DAN PEMBAHASAN
Sakit Swasta di kota Bandung, selama Data yang diperoleh adalah
periode pengamatan, sedangkan sebanyak 87 pasien. Data yang telah
kriteria obatnya adalah obat diperoleh kemudian dianalisis secara
Antiretroviral yang sudah diberikan kualitatif dan kuantitatif.
kepada pasien. Penetapan kriteria
penggunaan obat dilakukan dengan

Tabel 1. Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Pasien Jumlah Persentase
Laki- laki 76 87 %
Perempuan 11 13 %
Total 87 100 %

Pengendalian Penyakit Kementerian


Berdasarkan tabel di atas, dapat Kesehatan RI, dimana laki-laki masih
terlihat bahwa pasien laki-laki lebih menempati persentase tertinggi bila
banyak dengan persentase 87% bila dibandingkan dengan perempuan
dibandingkan dengan pasien dengan rasio 2:1, dengan pola
HIV/AIDS perempuan yang hanya penularan terbanyak melalui hubungan
13%. Hal ini sama dengan pola seks.
penyebaran kasus HIV/AIDS di Kecenderungan laki-laki untuk lebih
Indonesia menurut laporan tertular HIV/AIDS dapat diakibatkan
perkembangan HIV/AIDS triwulan I oleh pola hidup misalnya
tahun 2017 yang dikeluarkan oleh kecenderungan untuk melakukan seks
Direktorat Jenderal Pencegahan dan
68
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

bebas tanpa pengaman dengan bayi. Faktor risiko lainnya berasal dari
pasangan yang berganti-ganti, pola hidup seperti halnya pada laki-
penggunaan narkoba suntik, atau dapat laki, terutama bagi wanita yang bekerja
juga karena kelompok LSL (laki-laki sebagai PSK (pekerja seks komersial).
berhubungan seks dengan laki-laki) Menurut Laporan Perkembangan
yang semakin meningkat. Namun HIV/AIDS Triwulan I Tahun 2017,
penularan HIV pada laki-laki dapat faktor risiko penularan terbanyak
juga diperoleh dari ibunya yang melalui heteroseksual (68%), pengguna
terinfeksi HIV. Napza suntik (11%), diikuti
Untuk perempuan, faktor risiko homoseksual (4%), dan penularan
sebagian besar terjadi pada ibu rumah melalui perinatal (3%) (Ditjen P2P
tangga yang pasangannya tertular Kemenkes RI, 2017).
HIV/AIDS atau penularan dari ibu ke

Tabel 2. Jumlah Pasien Berdasarkan Usia


Umur Pasien (Tahun) Jumlah Persentase
<1 0 0%
1-4 2 2%
5-14 10 12 %
15-19 0 0%
20-29 34 39 %
30-39 26 30 %
40-49 12 14 %
50-59 3 3%
≥ 60 0 0%
Total 87 100%

Keterangan: Kelompok Umur menurut Ditjen P2P Kemenkes RI, 2017

umur 30-39 tahun (peringkat kedua)


Tabel 2 menunjukkan jumlah sebesar 30%. Dari laporan
pasien berdasarkan kelompok umur, perkembangan HIV/AIDS triwulan I
dimana dapat terlihat bahwa jumlah tahun 2017 yang dikeluarkan oleh
pasien rawat jalan di Klinik HIV/AIDS Direktorat Jenderal Pencegahan dan
yang mendapatkan pengobatan ARV Pengendalian Penyakit Kementerian
selama bulan April-Desember tahun Kesehatan RI juga menunjukkan
2017 terbanyak terdapat pada persentase penderita HIV/AIDS
kelompok umur produktif yaitu terbanyak menurut kelompok umur
kelompok umur 20-29 tahun (peringkat terdapat pada kelompok umur 20-29
pertama) sebesar 39% dan kelompok tahun dan 30-39 tahun. Kelompok usia
69
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

produktif lebih rentan tertular pasien HIV yang tertular dari orangtua
HIV/AIDS karena pola hidup yang mereka yang juga terinfeksi HIV,
bebas, karena pada kelompok umur ini berdasarkan catatan klinis pasien pada
cenderung untuk melakukan seks bebas klinik HIV rumah sakit tersebut.
tanpa pengaman dengan pasangan yang Menurut WHO (2017) transmisi HIV
berganti-ganti, atau penggunaan Napza dari ibu ke anak dapat mencapai antara
suntik (Ditjen P2P Kemenkes RI, 15-45%. Transmisi infeksi perinatal
2017). atau transmisi dari ibu ke anak dapat
Posisi terendah terdapat pada terjadi selama kehamilan, atau
kelompok umur 50-59 tahun (3%) dan mendekati kelahiran, dan selama masa
kelompok umur 1-4 tahun (2%). Untuk menyusui. Risiko penularan dari ibu ke
usia pasien terendah pada usia 1 tahun, anak terjadi pada masa kehamilan dan
dan usia tertinggi pada 59 tahun. pada saat melahirkan sekita 25%,
Menurut penelitian Jamil (2014) sedangkan risiko penularan selama
umumnya penderita HIV/AIDS paling menyusui sekitar 15-20% dalam 6
sering dijumpai pada kelompok usia bulan pertama kehidupan. Oleh karena
produktif (15-49 tahun). Hal ini itu penting dilakukan pengobatan bagi
kemungkinan karena pengaruh aktifitas wanita hamil yang menderita HIV
seksual yang masih tinggi pada rentan selama masa kehamilannya. Setelah
usia ini, pengaruh lingkungan dan melahirkan, ibu sangat dianjurkan
pekerjaan (Jamil, 2014). untuk tidak menyusui anaknya apabila
tersedia alternatif yang lebih aman
Pasien anak-anak dan remaja (usia (Chisholm-Burns, 2016).
≤ 14 tahun) yang mendapatkan
pengobatan ARV di sini merupakan

Tabel 3. Jumlah Pasien Berdasarkan Golongan Obat ARV


Golongan Obat Jumlah Persentase
Golongan Utama
Nucleoside / Nucleotide Reverse 87 100 %
Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Total 87 100 %
Golongan Penyerta
Non Nucleoside Reverse 86 99 %
Transcriptase Inhibitors (NNRTI)

Protease Inhibitors (PI) 1 1%


Total 87 100 %

70
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Dari tabel di atas, terlihat bahwa Reverse Transcriptase Inhibitor


dari 87 pasien yang diteliti, semua (NRTI) dan 86 pasien (99%)
pasien (100%) menggunakan obat menggunakan obat ARV golongan Non
ARV golongan Nucleoside / Nucleotide
Nucleoside Reverse Transcriptase penggabungan ke dalam pembentukan
Inhibitor (NNRTI) dalam kombinasi rantai DNA virus menyebabkan
dengan golongan NRTI. Sedangkan ada penghentian pembentukan rantai secara
1 pasien yang tidak menggunakan prematur karena penghambatan proses
NNRTI sebagai kombinasi dengan pengikatan dengan nukleotida yang
golongan NRTI melainkan masuk. Setiap agen membutuhkan
menggunakan golongan Protease aktivasi intrasitoplasmik melalui
Inhibitor (PI) sebagai kombinasi. fosforilasi oleh enzim seluler ke bentuk
Berdasarkan Permenkes No. 87 tahun trifosfat. Golongan NRTI disebut
2014 tentang Pedoman Pengobatan sebagai “tulang punggung” pada terapi
Antiretroviral, dinyatakan bahwa ARV. Golongan NNRTI bekerja
pengobatan ARV harus menggunakan mengikat langsung ke reverse
3 jenis obat yang ketiganya harus transcriptase HIV-1, yang
terserap dan berada dalam dosis mengakibatkan penghambatan
teraupetik dalam darah, atau dikenal alosterik aktivitas RNA dan DNA
dengan istilah ART (antiretroviral polimerase. Tempat pengikatan NNRTI
therapy). Untuk panduan lini pertama hampir berdekatan namun berbeda
yang dianjurkan biasanya dengan NRTI. Berbeda dengan agen
menggunakan kombinasi dua obat NRTI, NNRTI tidak bersaing dengan
golongan NRTI dan satu obat golongan nukleosida trifosfat atau memerlukan
NNRTI (Permenkes RI No.87 Tahun fosforilasi agar aktif. Sedangkan untuk
2014). Menurut Widiyanti dkk. (2014) golongan PI bekerja dengan cara
pemberian ARV pada umumnya dalam mencegah pengolahan protein virus
bentuk penggabungan obat karena menjadi konformasi fungsional,
dapat menurunkan kejadian kekebalan menghasilkan produksi partikel virus
dan kemungkinan efek samping yang yang belum menghasilkan dan tidak
lebih kecil. menular. Tidak seperti NRTI, PI tidak
NRTI bekerja berdasarkan memerlukan aktivasi intraselular
penghambat kompetitif dari reverse (Katzung, 2015).
transcriptase HIV-1, dimana

71
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tabel 4. Jumlah Pasien Berdasarkan Nama Obat ARV


Nama Obat Kandungan Juml % Nama Obat Kandungan Juml %
Antiretrovir Obat ah Antiretrovir Obat ah
al (ARV) Pasie al (ARV) Pasie
n n
Tenofovir Tenofovir 60 69 % Nevirapine
kombinasi 300mg + 50mg
tablet Lamivudin
300mg + Duviral® Lamivudine 1 1%
Efavirenz Kaplet 150mg +
600mg Zidovudine
300mg
Duviral ® Lamivudine 19 22 %
Kaplet 150mg + Efavirenz Efavirenz
Zidovudine tablet 600mg
300mg
Duviral® Lamivudine 1 1%
Neviral® Nevirapine Kaplet 150mg +
kaplet 200mg Zidovudine
300mg

AZT 3FDC Zidovudine 6 7% Aluvia® Lopinavir


dispersible 60mg + tablet 200mg +
tablet Lamivudine Ritonavir
30mg + 50mg
Total Pasien 87 100 %

Keterangan: % = Persentase pasien


lamivudine) dan Neviral® kaplet yang
Dari tabel 4 terlihat bahwa mengandung satu obat golongan
sebagian besar pasien (69%) NNRTI (nevirapine) yaitu sebesar 22%.
menggunakan tablet tenofovir Untuk tablet AZT 3FDC biasanya
kombinasi yang mengandung dua obat digunakan untuk terapi ARV anak-anak
golongan NRTI (tenofovir dan dengan penggunaan sebesar 7%. Tablet
lamivudine) dan satu obat golongan ini mempunyai kandungan dua obat
NNRTI (efavirenz), sedangkan urutan golongan NRTI (lamivudine dan
kedua terdapat pada kombinasi zidovudin) dan satu obat golongan
Duviral® Kaplet yang mengandung dua NNRTI (nevirapin) dengan kekuatan
obat golongan NRTI (zidovudin dan sediaan yang lebih kecil dan bentuk
72
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

tablet yang dapat larut dalam air virus lainnya seperti demam, myalgia,
sehingga cocok diberikan pada anak- faringitis, atau ruam (Chisholm-Burns,
anak. Satu pasien menggunakan 2016). Dalam pedoman pengobatan
efavirenz tablet yang merupakan antiretroviral, dikatakan bahwa
golongan NNRTI yang dikombinasikan pemberian terapi penyerta
dengan Duviral® Kaplet yang dimaksudkan untuk terapi pencegahan
mengandung dua obat golongan NRTI infeksi oportunistik, mengatasi efek
(zidovudin dan lamivudine). samping obat antiretroviral, maupun
Sedangkan satu pasien menggunakan untuk mengatasi infeksi oportunistik
tablet Aluvia® (lopinavir/ritonavir) (Permenkes No.87 Tahun 2014).
yang merupakan golongan PI, yang obat penyerta yang paling banyak
dikombinasikan dengan Duviral® digunakan oleh pasien adalah
sebagai kombinasi lini kedua yang kotrimoksasol yaitu 48% untuk
diberikan untuk pasien yang kotrimoksasol tablet dan 7% untuk
mengalami kegagalan terapi kotrimoksasol suspensi. Pemberian
(Permenkes RI No.87 Tahun 2014). kotrimoksasol merupakan bagian dari
pelayanan HIV dimana digunakan
Berdasarkan Obat Penyerta sebagai pengobatan pencegahan pada
Pemberian obat penyerta selain obat ODHA dewasa, wanita hamil dan anak
antiretroviral dimaksudkan untuk untuk Pneumocystis pneumonia,
mengatasi keluhan lain selain penyakit toksoplasmosis dan infeksi bakteri
utama. Pasien yang terinfeksi HIV (Permenkes No.87 Tahun 2014).
secara akut biasanya tanpa gejala atau
menunjukkan gejala terkait infeksi

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Pasien berdasarkan Ketepatan Kombinasi Obat


ARV

Kombinasi Obat ARV Ketepatan Ketidaktepatan


Kombinasi Obat Kombinasi Obat
∑ % ∑ %
Tenofovir+ 60 69 % 0 0
lamivudine
+efavirenz
Zidovudine+lamivudine+nevirapin 25 29 % 0 0
Zidovudine+lamivudine+efavirenz 1 1% 0 0
Zidovudine+lamivudine+lopinavir/r 1 1% 0 0
Total 87 100 % 0 0

Standar: Permenkes RI No.87 Tahun 2014


73
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Keterangan:
∑ = Jumlah pasien
% = Persentase Pasien

Berdasarkan pedoman pengobatan ditetapkan, dapat dikatakan bahwa 86


Antiretroviral pada Peraturan Menteri pasien atau 99% pasien menggunakan
Kesehatan No.87 tahun 2014 paduan ART lini pertama dengan
dinyatakan bahwa kombinasi utama kombinasi yang sudah sesuai dengan
pada lini pertama pengobatan dengan standar pengobatan yang ditetapkan.
ARV untuk dewasa dan anak 5 tahun ke Dari 86 pasien, 60 pasien dewasa dan
atas, termasuk ibu hamil dan menyusui, remaja menggunakan kombinasi
ODHA koinfeksi hepatitis B, dan tenofovir+lamivudine+efavirenz, 19
ODHA dengan TB yang pasien dewasa dan remaja serta 6 pasien
direkomendasikan adalah kombinasi anak < 10 tahun menggunakan
antara tenofovir + lamivudine (atau kombinasi
emtricitabine) + efavirenz yang tersedia zidovudine+lamivudine+nevirapine.
dalam bentuk kombinasi dosis tetap Dari data hasil penelitian, dapat
(KDT), sedangkan paduan alternatifnya dikatakan bahwa sebagian besar pasien
adalah zidovudine + lamivudine + belum mengalami resistansi silang
efavirenz (atau nefirapine) dan dalam kelas ARV yang sama, sehingga
tenofovir + lamivudine (atau pengobatan ARV masih menggunakan
emtricitabine) + nevirapine. Untuk lini pertama. Sedangkan untuk satu
ART lini pertama pada anak < 5 tahun, pasien anak 7 tahun yang memakai
kombinasi yang direkomendasikan kombinasi zidovudine + lamivudine +
adalah zidovudin (atau stavudine atau lopinavir/r yang merupakan terapi lini
tenofovir )+ lamivudine + nevirapin kedua setelah sebelumnya
(atau efavirenz) (Permenkes RI No. 87 menggunakan kombinasi tenofovir +
Tahun 2014). Untuk panduan lini kedua lamivudine + efavirenz disebabkan
yang direkomendasikan sebagai karena terjadinya kegagalan terapi
pengganti lini pertama yang berbasis berbasis NNRTI lini pertama
tenofovir adalah zidovudine+lamivudin (Permenkes RI No. 87 tahun 2014).
+lopinavir/r. Tenofovir, lamivudine, Parameter keberhasilan terapi
zidovudine, stavudine dan dapat dipantau dari peningkatan jumlah
emtricitabine adalah golongan NRTI, CD4 dan penurunan perkembangan
nevirapine dan efavirenz adalah virus. Kriteria gagal terapi dilihat dari
golongan NNRTI, dan lopinavir/r segi klinis, imunologis, dan virologis.
adalah golongan PI. Dikatakan gagal klinis apabila muncul
Dari data hasil penelitian dan infeksi oportunistik baru atau berulang,
dibandingkan dengan pedoman gagal imunologis apabila CD4 turun ke
pengobatan ARV yang sudah nilai awal atau lebih rendah lagi atau

74
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

CD4 turun > 50% dari jumlah CD4 kombinasi obat ARV yang digunakan
tertinggi, sedangkan gagal virologis pada pasien rawat jalan dari Klinik
dilihat dari viral load > 1000 kopi/mL HIV/AIDS yang berobat pada bulan
berdasarkan pemeriksaan HIV RNA April-Desember 2017 sudah sesuai
dengan jarak 3-6 bulan (Permenkes RI dengan standar yang ditetapkan pada
No. 87 tahun 2014). pedoman pengobatan Antiretroviral
Dari hasil analisis ketepatan Permenkes RI No.87 tahun 2014.
kombinasi obat, dapat dikatakan bahwa

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Pasien Berdasarkan Penggunaan Kombinasi


Obat dan Ketepatan Dosis Obat ARV

Tepat ∑ % Tidak Tepat ∑ %


Dosis Obat Dosis Obat
Kombinasi Obat ARV Usia Usia Usia Usia
≥ 18 < 18 ≥ 18 < 18
tahu tahu tahu tahun
n n n
Tenofovir+ 59 1 6 69 0 0 0 0
lamivudine+ 0 %
efavirenz

Zidovudine+ 15 10 2 29 0 0 0 0
lamivudine+ 5 %
nevirapin

Zidovudine+ 1 0 1 1% 0 0 0 0
lamivudine+
efavirenz

Zidovudine+ 0 1 1 1% 0 0 0 0
lamivudine+
lopinavir/r
Total 75 12 8 100 0 0 0 0
7 %

Standar : Permenkes RI No.87 Tahun 2014


Keterangan : ∑ = Jumlah pasien
% = Persentase Pasien

75
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Penentuan dosis obat ARV yang pasien adalah pasien anak dengan
tepat sangat berperan penting dalam koinfeksi tuberkulosis, dengan dosis
keberhasilan terapi. Untuk usia 18 yang disesuaikan dengan berat badan
tahun ke atas, dosis standar telah pasien, sesuai dengan standar
ditetapkan tanpa mempertimbangkan pengobatan yang berlaku (Permenkes
RI No. 87 Tahun 2014).
berat badan pasien, sedangkan Untuk kombinasi zidovudine +
untuk yang di bawah 18 tahun lamivudine + nevirapin tersedia dalam
penentuan dosis mempertimbangkan dosis dewasa (300 mg/150 mg/200 mg)
berat badan dan dosis anak (60 mg/30 mg/50 mg)
dengan aturan pakai dua kali sehari satu
pasien. Dalam pemberian obat tablet untuk dewasa, sedangkan untuk
ARV, dosis untuk komponen dalam anak-anak disesuaikan dengan berat
rentang berat badan tertentu mungkin badan anak. Lopinavir/ritonavir hanya
agak di atas atau di bawah dosis target digunakan oleh 1 pasien anak dengan
yang direkomendasikan. Hal ini tidak dosis 10 mg/2,5 mg LPV/r/kg berat
dapat dihindari mengingat keterbatasan badan/dosis setiap dua kali sehari untuk
kombinasi dosis tetap, namun perlu berat badan 15-<40 kg. Untuk aturan
diperhatikan bahwa pemberian dosis pemakaian, tenofovir + lamivudine +
obat untuk anak tidak melebihi 25% di efavirenz diberikan pada saat perut
atas dosis maksimum target atau lebih kosong atau malam menjelang tidur
dari 5% di bawah dosis target minimum untuk mengurangi efek samping
(WHO, 2016). efavirenz pada sistem saraf pusat,
Dari hasil penelitian, diketahui sedangkan untuk kombinasi
bahwa dosis yang paling banyak zidovudine/lamivudine/nevirapine
digunakan adalah kombinasi Tenofovir dalam tablet dispersibel untuk anak,
300 mg+lamivudine 300 mg + penggunaannya tidak terpengaruh oleh
efavirenz 600 mg sekali sehari satu makanan dan tablet dapat direndam
tablet yang dikonsumsi pada malam dalam air hingga larut dengan
hari sebelum tidur. Dosis tersebut sendirinya sebelum diminumkan
merupakan dosis dewasa yang (Permenkes RI No. 87 Tahun 2014).
digunakan oleh 59 pasien, sedangkan 1

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Pasien berdasarkan Kepatuhan Pengambilan


Obat ARV
Kepatuhan Parameter Jumlah Persentase
Kepatuhan Pasien Pasien
Patuh Pengambilan 69 79%
obat setiap
bulan
76
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tidak Patuh Pengambilan 18 21%


obat tidak
setiap bulan
Total 87 100%

Kepatuhan pengobatan
antiretroviral merupakan parameter
penting yang mendukung keberhasilan
pengobatan (Permenkes RI No.87 menurunkan transmisi HIV (Permenkes
Tahun 2014). Yang dimaksudkan RI No.87 Tahun 2014).
dengan tingkat kepatuhan pada Ada beberapa faktor yang dapat
penelitian ini adalah ketaatan pasien menyebabkan ketidakpatuhan
untuk mendapatkan pengobatan pengobatan. Hasil penelitian Surilena
antiretroviral secara teratur setiap menyimpulkan bahwa pengetahuan
bulannya pada Klinik HIV/AIDS salah pasien, efek samping antiretroviral,
satu Rumah Sakit Swasta di kota depresi, dukungan sebaya dan
Bandung, yang dilihat dari frekuensi ketersediaan antiretroviral memiliki
pengambilan obat antiretroviral di hubungan yang signifikan terhadap
Instalasi Farmasi Rumah Sakit tersebut. kepatuhan terapi antiretroviral, dengan
Hasil analisis data menunjukkan faktor yang paling dominan adalah
bahwa dari 87 pasien yang diteliti 79% pengetahuan pasien (Surilena, 2015).
pasien patuh dalam mendapatkan Untuk ODHA dengan kepatuhan yang
pengobatan ARV setiap bulan, tidak baik atau berhenti minum obat,
sedangkan 21% pasien tidak patuh penilaian kegagalan terapi dilakukan
dalam mendapatkan pengobatan ARV setelah minum obat kembali secara
setiap bulannya. Menurut standar teratur minimal 3 sampai 6 bulan.
pengobatan antiretroviral, kepatuhan Untuk menjaga kepatuhan secara
pengobatan didefinisikan sebagai berkala perlu dilakukan penilaian
sejauh mana perilaku ODHA dalam kepatuhan dan jika diperlukan dapat
menjalani pengobatan,sesuai dengan dilakukan konseling ulang (Permenkes
yang dianjurkan petugas kesehatan. RI No.87 Tahun 2014). Parameter
Untuk terapi ARV, kepatuhan yang kepatuhan pengobatan memerlukan
tinggi sangat diperlukan untuk penelitian lebih lanjut dengan
menurunkan replikasi virus dan mempertimbangkan aspek-aspek
memperbaiki kondisi klinis dan lainnya.
imunologis; menurunkan risiko
timbulnya resistansi ARV; dan
77
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tabel 8.Potensi Interaksi Obat ARV dengan Obat Lain

Potensi Interaksi Obat Mekanisme ∑ Tingka Ting


Interaksi t kat
kepara Sign
han ifi-
kans
i
Lamivudine+ Farmakokin 48 minor 5
Kotrimoksasol etik

Zidovudine+ Farmakokin 11 modera 4


Kotrimoksasol etik t

Efavirenz+ Farmakokin 3 modera 2


Rifampisin etik t

Efavirenz+ Farmakokin 2 modera 2


Fluconazole etik t

Zidovudine+ Farmakokin 1 modera 4


Acetaminophen etik t

Efavirenz+ Farmakokin 1 modera 2


Alprazolam etik t
Total Potensi Interaksi Obat 66

Sumber : Tatro, 2014

zidovudine. Kotrimoksasol berinteraksi


Dari tabel di atas, terlihat bahwa dengan lamivudine dengan cara
pasien HIV/AIDS sebagian besar menghambat sekresi renal dari
menerima pengobatan tambahan lamivudine. Namun untuk lamivudine,
dengan kotrimoksasol yang merupakan tingkat keparahannya minor dengan
bagian dari pelayanan HIV. signifikansi 5 sehingga tidak perlu
Kotrimoksasol berpotensi untuk tindakan pencegahan.
beriteraksi dengan lamivudine dan
78
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Kotrimoksasol berinteraksi dengan efeknya berkurang, dengan signifikansi


zidovudine dengan tingkat keparahan 4 dan keparahan moderat. Apabila
moderat atau memiliki efek sedang kemungkinan besar terjadi sebaiknya
dengan signifikasi 4 dan hanya terjadi dihindari penggunaan bersama
pada pasien dengan gangguan hati. acetaminophen. Namun karena
Kotrimoksasol menurunkan klirens penggunaan acetaminophen hanya
ginjal dari zidovudine dan metabolit kalau sakit atau demam, maka masih
glucuronide-nya. Monitor efek dari dapat diberikan apabila tidak terlalu
zidovudine pada pasien dengan berisiko (Tatro, 2014). Efavirenz
gangguan hati yang menerima dengan Alprazolam berinteraksi
pengobatan dengan kotrimoksasol dengan cara golongan NNRTI
secara bersamaan, penurunan dosis (efavirenz) menghambat metabolisme
zidovudine mungkin dibutuhkan hati dari benzodiazepine (alprazolam)
(Tatro, 2014). dengan cara menghambat enzim
Efavirenz dan rifampisin CYP3A4 sehingga efek
berinteraksi dengan cara rifampisin farmakologinya meningkat dan
dapat meningkatkan metabolisme hati durasinya diperpanjang yang dapat
dari golongan NNRTI (efavirenz dan menyebabkan sedasi yang berlarut-
nevirapine) sehingga menurunkan larut dan depresi pernapasan.
efikasi dari obat tersebut, dengan Signifikansinya 2 dengan tingkat
signifikansi 2 dan keparahan moderat keparahan moderat sehingga perlu
(Tatro, 2014). Cara mengatasinya penanganan yang baik. Hal ini diatasi
adalah dengan selalu dipantau kadar dengan cara tidak boleh memberikan
plasma dari efavirenz. Untuk efavirenz alprazolam bersamaan dengan
dan fluconazole saling mempengaruhi efavirenz (Tatro, 2014).
metabolisme dari masing-masing obat
secara antagonis, dimana efek SIMPULAN
fluconazole berkurang dan efek dari Dari hasil penelitian dapat
efavirenz bertambah, dengan disimpulkan bahwa pola penggunaan
signifikansi 2 dan tingkat keparahan obat Antiretroviral (ARV) sudah
moderat, sehingga perlu dimontor sesuai dengan standar Permenkes
kadar plasma dari fluconazole dan No.87 tahun 2014 tentang pedoman
tanda-tanda kegagalan pengobatan pengobatan Antiretroviral, dengan
dengan fluconazole atau toksisitas dari penggunaan terbanyak pada kombinasi
efavirenz. Apabila diduga dapat terjadi, lini pertama
sebaiknya diganti alternatif terapi tenofovir+lamivudine+efavirenz.
(Tatro, 2014).
Zidovudine dan acetaminophen
berinteraksi dengan cara meningkatkan
klirens renal dari zidovudine sehingga

79
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen P2P Kemenkes RI (2016) : Menteri Kesehatan RI (2014) :


Laporan Perkembangan HIV-AIDS Peraturan Menteri Kesehatan
dan Penyakit Infeksi Menular Seksual Republik Indonesia Nomor 87 Tahun
(PIMS) Triwulan III Tahun 2016, 2014 tentang Pedoman Pengobatan
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Antiretroviral, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta, 7-65.
Ditjen P2P Kemenkes RI (2017) :
Laporan Perkembangan HIV-AIDS Pusdatin Kemenkes RI (2016) : Situasi
dan Penyakit Infeksi Menular Seksual Penyakit HIV AIDS di Indonesia,
(PIMS) Triwulan I Tahun 2017, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 1-
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. 6.

Jamil, K.F (2014) : Profil Kadar CD4 Siregar, C.J.P. dan Kumolosasi. E.
terhadap Infeksi Oportunistik pada (2006) : Farmasi Klinik : Teori dan
Penderita Human Immunodeficiency Terapan, Cetakan I, Penerbit Buku
Virus / Acquired Immunodeficiency Kedokteran EGC, Jakarta, 306-307.
Syndrome (HIV/AIDS) di RSUD
DR.Zainoel Abidin Banda Aceh, Surilena dan Valeri J.(2015) :
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 14(2), Knowledge of HIV-AIDS a dominant
79. factor of antiretroviral theraupetic
adherence in women with HIV-AIDS,
Katzung, B.G. dan Trevor, A.J. (2015) Universa Medicina, 34(2), 129.
: Basic and Clinical Pharmacology,
Thirteenth Edition, McGraw-Hill Tatro, D. (2014) : Drug Interaction
Education, New York, 1244-1257. Facts, Facts and Comparison
Publishing Group, California, xiii-xvii,
Kusumayanti, R.R., Yunihastuti, E., 249, 299, 1408, 1125, 2170, 2180.
Purnamasari, D., Witjaksono, F., dan
Dewiasty E. (2015) : Faktor-Faktor WHO (2016) : Consolidated
yang Berperan terhadap Terjadinya Guidelines on The Use of
Lipodistrofi pada Pasien HIV yang Antiretroviral Drugs for Treating and
Mendapatkan Terapi Antiretroviral Preventing HIV infection, 2nd Edition,
Lini Pertama, Jurnal Penyakit Dalam WHO Press, Switzerland, 388-395.
Indonesia, 2 , 223.
WHO (2017) : Elimination of Mother-
to-Child Transmission of HIV

80
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

(EMTCT), http:// www.who.int / drugresistance/en/, diakses tanggal 11


mediacentre / factsheets / fs360/en/, Oktober 2017.
diakses tanggal 13 Maret 2018.
Widiyanti, M., Sandy, S., Fitriana, E.
WHO (2017) : HIV/AIDS Key Facts, (2015) : Dampak Perpaduan Obat
http: // www.who.int/ mediacentre / ARV pada pasien HIV/AIDS ditinjau
factsheets / fs360 /en/, diakses tanggal dari kenaikan Jumlah Limfosit CD4+
11 Oktober 2017. di RSUD Dok II Kota Jayapura,
PLASMA, 1(2), 53-58.
WHO (2017) : HIV Drug Resistance,
http: // www.who.int / hiv / topics /

81
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

PENGARUH EDUKASI FARMASIS TERHADAP


MOTIVASI DAN KEPATUHAN PENGGUNA PROGRAM
TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS
TAMBORA PADA BULAN FEBRUARI - APRIL 2015

Marta Halim1, Shirly Kumala2, Yetti Hersunaryati 3


1
Akademi Farmasi IKIFA Jakarta
2, 3
Fakultas Farmasi Pancasila Jakarta

Email korespondensi : pharmartacist@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini di latar belakang oleh banyaknya pengguna Program Terapi Rumatan
Metadon (PTRM) yang Dropped Out karena kurangnya motivasi dan kepatuhan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan kepatuhan
pengguna PTRM Puskesmas Tambora. Desain penelitian menggunakan metode
kuasi eksperimen dengan tes awal-tes akhir kelompok grup tidak sebanding. Sampel
penelitian secara sukarela berjumlah 100 dengan pembagian @ 50 untuk kelompok
kontrol (KK) dan @ 50 untuk kelompok perlakuan (KE). Berdasarkan hasil analisis
data diperoleh hasil sebagai berikut:
(1) Ada peningkatan pada variabel motivasi dan kepatuhan terhadap kelompok yang
diberi edukasi dengan ceramah dan leaflet. (2) Edukasi farmasis (variabel
pengetahuan, sikap dan tindakan) secara serentak dapat meningkatkan motivasi
pengguna dengan skor 15,4% (p value 0,00 <0,05) di PTRM Puskesmas Tambora.
(3) Edukasi farmasis (variabel pengetahuan, sikap dan tindakan) secara serentak
meningkatkan kepatuhan pengguna layanan di PTRM Puskesmas Tambora dengan
skor 12,7% (p value 0,00 <0,05). Kesimpulan edukasi farmasis dapat meningkatkan
motivasi dan kepatuhan kepada pengguna layanan PTRM Puskesmas Tambora.

Kata kunci : edukasi farmasis, rumatan metadon, motivasi dan kepatuhan

82
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

ABSTRACT
This study was triggered by the large number of users of Methadone Maintenance Therapy
Program (MMTP) who Dropped Out due to lack of motivation and compliance. The
purpose of this study was to increase the motivation and compliance of the Tambora
Community Health Center MMTP users. The study design used the quasi-experimental
method with the pretest-the posttest the group was not comparable. Voluntary research
samples amounted to 100 with a distribution of @ 50 for the control group (KK) and @
50 for the treatment group (KE). Based on the results of data analysis, the following results
were obtained: (1) There was an increase in the motivation and compliance variables
for the group given education with lectures and leaflets.
(3) Pharmacist education (variable knowledge, attitudes and actions) simultaneously can
increased the motivation of users with a score of 15.4% (p value 0.00 <0.05) in MMTP
at the Tambora Community Health Center. (3) Pharmacist education (variable knowledge,
attitudes and actions) simultaneously increases the compliance of service users in MMTP
Tambora Community Health Center with a score of 12.7% (p value 0.00
<0.05). The Conclusion pharmacist education can increase motivation and compliance to
users of Tambora Community Health Center MMTP services.

Keywords : pharmacist education, methadone maintenance, motivation and compliance

PENDAHULUAN Narkoba di 2015”. Pada tahun 2008,


Sejak zaman kolonial VOC hingga pemerintah Indonesia menerapkan
sekarang, sejarah narkoba seharusnya program rehabilitasi kecanduan Narkoba
menunjukkan fakta sejarah yang bersifat khususnya jenis heroin (opiod) atau
informasi edukatif. Namun tenyata putaw. Berdasarkan program ini, pemakai
informasi tersebut tidak mengedukasi akan menjalani perawatan jangka
bangsa ini, bahkan menempatkan panjang, yaitu antara 3-12 bulan. Tujuan
bangsa Indonesia dalam keadaan darurat utama dari program ini adalah abstinentia
narkoba (Colondam V, 2012). Untuk atau sama sekali tidak menggunakan
menghambat laju peningkatan angka narkoba secara illegal (Depkes, 2002).
penyelundupan, pemakaian, dan Data BNN 2013 menunjukkan bahwa
produksi narkoba, serta (ancaman) pada tahun 2013 terdapat 40 unit lembaga
kerugian yang diakibatkannya rehabilitasi yang hanya menampung
(Nainggolan PP, 2012), Presiden Jokowi 18.000 orang (Anonim, 2014). Mengacu
dengan tegas mendukung hukuman mati dari penelitian di Rumah Sakit
dan tidak memberikan amnesti pada Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta
penyalur narkoba di Indonesia. Hal ini dan RS Sanglah Bali, Program Terapi
diperkuat dengan target Badan Narkotik Rumatan Metadon (PTRM)
Nasional (BNN) Indonesia yang menunjukkan perbaikan kualitas hidup.
mencanangkan “Indonesia Bebas

83
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Namun 40% hingga 50% pengguna penelitian yang dipakai adalah kuasi
dinyatakan Dropped Out (DO) karena eksperimen dengan bentuk tes awal- tes
sulitnya akses menuju tempat layanan. akhir kelompok grup tidak sebanding
Berdasarkan pengalaman PTRM di Bali, (Sugiyono,2012). Metode ini dipakai
dikatakan bahwa masalah jarak ke peneliti karena kuasi eksperimen
tempat PTRM menjadi kendala bersifat natural, non randomized, tanpa
kepatuhan dari pengguna. Berdasarkan mengganggu kealamian proses
data observasi awal di Puskesmas kehidupan dari pengguna sehingga
Tambora, Jakarta Barat, pada bulan Juli pengguna tidak terganggu dengan
2014, masih banyak pemakai PTRM di adanya penelitian ini. Pengguna dibagi
Puskesmas Tambora yang kurang dalam dua kelompok yaitu KK yang
termotivasi dan kurang patuh, padahal tidak diberi edukasi dan KE (perlakuan)
sedikitnya ada 100 pengguna aktif yang diedukasi melalui leaflet dan
metadon (Agustus 2014) (Anonim, diskusi. Ceramah dan diskusi yang
2014). Farmasis sebagai bagian dari berisi informasi tentang pengetahuan,
masyarakat mempunyai tanggung jawab sikap, tindakan, motivasi, dan kepatuhan
sebagai konselor kesehatan atau pengguna PTRM. Masing- masing
pendidik dalam meningkatkan kelompok pengguna berjumlah 2 x 50
pengetahuan dan perilaku sehat pengguna. Pengambilan data dilakukan
masyarakat, terutama bidang melalui kuesioner, wawancara dan
kefarmasian, melihat edukasi model rekam medik di lapangan. Jumlah
barat ternyata tidak dapat sampling pengguna menggunakan
menanggulangi peningkatan sampling kebetulan yaitu dicari 100
ketergantungan narkoba, maka pengguna dari 105 populasi. Model
diperlukan model edukasi yang sampling dengan asumsi bahwa 1
membantu mendidik individu, variabel menggunakan 10 sampel
lingkungan, dan meningkatkan derajat (Sugiyono, 2012). Variabel terikat, yaitu
kesehatan masyarakat (Depkes, 2009, motivasi dan kepatuhan akan diuji dengan
Depkes, 2014). Farmasis yang variabel bebas edukasi, yaitu
berorientasi pada pendidikan yang pengetahuan, sikap, dan tindakan, yang
humanis, menekankan pentingnya diharapkan saling berpengaruh dan
pelestarian keberadaan umat manusia, berhubungan dalam penelitian ini. Data
dengan menganut model edukasi Ki variabel edukasi (pengetahuan, sikap
Hadjar Dewantara, yang menyangkut dan tindakan), motivasi dan kepatuhan
pengetahuan, sikap, dan tindakan dikumpulkan melalui kuesioner yang
(Riyanto T, 2014, Riyanto T, 2014, sudah valid dan reabil. Setiap variabel
Anonim, 2013). dikomparasi antar data awal dan akhir
pada kelompok kontrol, data awal dan
METODE PENELITIAN akhir kelompok edukasi, data kelompok
Pendekatan penelitian ini bersifat kontrol dengan data kelompok edukasi
kualitatif dan kuantitatif dengan pada lima variabel perlakuan. Selanjutnya
mengumpulkan data penelitian yang dilakukan uji F untuk melihat secara
berupa angka–angka dan akan di analisa serempak signifikansi variabel
menggunakan statistik. Metode independen dalam

84
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

mempengaruhi variabel dependen. kelompok edukasi (KE). Selanjutnya jika


Kemudian uji determinasi untuk melihat dibandingkan data kelompok edukasi
indeks kekuatan variabel independen (KE) variabel sikap sebelum intervensi
terhadap variabel dependen. Terakhir uji dan setelah diberi edukasi pada
t parsial untuk melihat satu persatu kelompok edukasi (KE) terjadi perubahan
variabel independen yang signifikan data yang signifikan dengan nilai sig
mempengaruhi variabel dependen. 0,000 < 0,05 berarti materi diskusi
ceramah, dan tambahan informasi
HASIL DAN PEMBAHASAN melalui leaflet dapat merubah sikap
ANALISA DATA ANTAR pengguna PTRM di Puskesmas Tambora.
VARIABEL Data yang dikumpulkan pada kelompok
Data yang dikumpulkan pada kontrol kontrol (KK) tindakan awal (tidak
(KK) variabel pengetahuan (tidak diintervensi) jika dibandingkan dengan
diintervensi) awal dan setelah data akhir yang dikumpulkan pada
dikumpulkan pada akhir penelitian tidak kelompok kontrol (KK) tidak mengalami
mengalami perubahan yang signifikan perubahan yang berarti tercermin dengan
dengan nilai sig 0,455 > 0,05 bila nilai sig 0,928 > 0,05. Sedang pada
dibandingkan data edukasi (KE) kelompok edukasi (KE) perubahan
variabel pengetahuan sebelum tindakan sebelum intervensi dan setelah
intervensi dan setelah diberi edukasi diedukasi dengan data akhir nilai sig
pada kelompok edukasi (KE) terjadi 0,000 < 0,05 berarti terjadi perubahan
perubahan data yang signifikan dengan pada tindakan sebelum edukasi dan
nilai sig 0,000 < 0,05 berarti materi sesudah edukasi dalam pengambilan data
diskusi ceramah, dan pemberian tersebut kemungkinan karena pada
informasi melalui leaflet dapat kelompok ini diberikan edukasi berupa
meningkatkan pengetahuan pengguna ceramah diskusi dan tambahan informasi
PTRM di Puskesmas Tambora. Data melalui leaflet yang
yang dikumpulkan pada kelompok berhubungan dengan pengertian

kontrol (KK) variabel sikap (tidak tindakan yang lebih baik dalam
diintervensi) awal dan setelah menjalankan PTRM. Data yang

dikumpulkan pada akhir penelitian dikumpulkan pada kelompok kontrol


mengalami perubahan yang signifikan (KK) motivasi awal (tidak diintervensi)
dengan nilai sig 0,000 < 0,05 ini juga jika dibandingkan dengan data akhir yang
sama terjadi pada kelompok edukasi dikumpulkan pada kelompok kontrol
(KE) perubahan sikap yang signifikan (KK) tidak mengalami perubahan yang
pada kelompok kontrol (KK) hal ini berarti tercermin dengan nilai sig 0,241
diasumsikan terjadi karena kedekatan > 0,05. Sedang pada kelompok edukasi
pergaulan dan hubungan antar (KE) perubahan motivasi sebelum
kelompok pengguna yang cukup erat di intervensi dan setelah diedukasi dengan
tambah dengan adanya dukungan dari data akhir nilai sig
ketua kelompok pengguna PTRM 0,000 < 0,05 berarti terjadi perubahan
sehingga kedekatan variabel sikap dapat motivasi sebelum dan sesudah
berbaur atau menular dengan cepat pengambilan data hal tersebut
antara kelompok kontrol (KK) dengan kemungkinan karena pada kelompok ini
85
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

diberikan edukasi berupa ceramah metadon ini. Dari hasil analisa regresi
diskusi dan tambahan informasi dengan (nilai sig 0,00 < 0,05) dan uji determinasi
leaflet yang berhubungan dengan (Adjusted R Square) didapat variabel
pentingnya motivasi tentang edukasi (pengetahuan, sikap dan
menjalankan PTRM. Data yang tindakan) secara serentak menghasilkan
dikumpulkan pada kontrol (KK) nilai skor indeks 15,4 yang signifikan
variabel kepatuhan (tidak diintervensi) terhadap variabel motivasi. Artinya cara
awal dan setelah dikumpulkan pada edukasi dengan meningkatkan
akhir penelitian mengalami perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan melalui
yang signifikan dengan nilai sig 0,036 < metode diskusi ceramah dan juga
0,05 ini juga sama terjadi pada pemberian informasi melalui leaflet,
kelompok edukasi peningkatan diasumsikan mampu meningkatkan
kepatuhan yang signifikan pada variabel motivasi yang peneliti pandang
kelompok kontrol ini bisa terjadi karena sebagai salah satu faktor yang penting
interaksi dan kedekatan, juga pergaulan pada diri pengguna PTRM dalam
antar kelompok yang cukup erat. menjalankan rehabilitasi yang biasanya
Selanjutnya jika dibandingkan data ditempuh sekitar setahun. Skor indeks
edukasi (KE) variabel kepatuhan regresi nilai 15,4 ini tergolong lemah, ini
sebelum intervensi dan setelah diberi menjadi perhatian bahwa peningkatan
edukasi pada kelompok edukasi (KE) motivasi memang tergolong sulit untuk
terjadi perubahan data yang signifikan merubah motivasi seseorang pengguna
dengan nilai sig 0,000 < 0,05 berarti narkoba dari lemah menjadi tergolong
materi diskusi ceramah, dan tambahan kuat. Dirasakan memang diperlukan
informasi leaflet dapat meningkatkan treatmen treatmen khusus yang selalu
kepatuhan pengguna PTRM di dicoba dan dievaluasi dalam hal untuk
Puskesmas Tambora. Pada kelompok membantu mengurangi Dropped Out
kontrol (KK) variabel motivasi dari hasil pengguna PTRM, dan untuk pengguna
analisa regresi (nilai sig 0,154 > 0,05) PTRM di Puskesmas Tambora, yang
dan uji determinasi 2,3% berarti tidak ternyata memerlukan tingkat edukasi
signifikan. Karena tidak dilakukan yang lebih inovasi dan beragam dan juga
intervensi mengakibatkan tidak terjadi mungkin memerlukan waktu pertemuan
perubahan motivasi pada kelompok yang intens, lebih sering dan lebih
kontrol (KK). Memang agak sukar panjang. berupaya meningkatkan
mengubah motivasi untuk pengguna motivasi pengguna PTRM setinggi
yang sudah kronis karena memang tingginya ternyata diperlukan dukungan
dirasa membosankan dan jenuh untuk motivasi internal pengguna PTRM
terus datang setiap hari dan minum secara maksimal dalam diri pengguna
metadon setiap hari dengan rasa yang PTRM sehingga peningkatan motivasi
agak pahit dan sedikit membuat mual tersebut benar-benar dapat maksimal.
walaupun selalu diberikan bersama Melihat keadaan pengguna PTRM yang
sirup tetapi tetap saja rasa pahit itu terus suka mengantuk karena efek dari minum
berasa selama satu harian ini tentu metadon sehari hari juga menjadi
membuat pengguna selalu punya alasan kendala dalam farmasis melaksanakan
kuat untuk tidak datang dan minum

86
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

proses edukasi, teramati dan terlihat oleh terapi yang ternyata meningkatkan
peneliti bahwa setelah mengkonsumsi faktor ketidakpatuhan pengguna PTRM.
metadon efek dari metadon seperti (Turnip IF, 2012) Kembali diingatkan
mengantuk akan timbul sehingga dalam bahwa memang dibutuhkan usaha
sesi edukasi ternyata agak mengganggu, semua yang berkepentingan
walaupun kemauan pengguna PTRM (stakeholder) dalam hal meningkatkan
terlihat sangat positif dalam mengikuti kembali harkat dan martabat pengguna
sesi edukasi tetapi keadaan jasmaninya PTRM, tentu edukasi farmasis secara
(fisik) yang terlihat agak lemah sinergis bersama rekan sejawat
(Widayatun TR, 2009, Anonim, 2014) kesehatan yang lain menjadi salah satu
yang membuat keinginan peneliti untuk hal baik yang patut dikembangkan. Peran
lebih mengusahakan peningkatan farmasis perlu terus dilibatkan dalam
motivasinya pengguna PTRM jadi rangka peningkatan kepatuhan pengguna
terhambat dan kurang maksimal. Hasil PTRM di Puskesmas Tambora
tes parsial (sendiri sendiri) variabel khususnya dan PTRM lain umumnya.
independen yang mempengaruhi Dalam upaya mampu mencapai tingkat
kepatuhan pengguna PTRM adalah motivasi yang lebih baik dan kuat, telah
tindakan (nilai sig 0.001 < 0,05), peneliti perkirakan sebelumnya,
dinyatakan bahwa variabel tindakan sehingga peneliti telah menambahkan
menjadidominan meningkatkan variabel komponen edukasi tambahan melalui
kepatuhan pengguna PTRM, jadi untuk leaflet yang berisi info pengetahuan
terus meningkatkan kepatuhan agar tentang metadon, efek samping, interaksi
maksimal, juga harus diiringi dengan obat dan ditambah informasi tentang
peningkatan tindakan secara sinergis heroin dan efek sampingnya supaya tidak
dengan variabel pengetahuan, hal ini mengulang memakai heroin juga
sesuai dengan penelitian Indriani informasi keberhasilan pengguna
Pratiwi (Pratiwi I, et al., 2014) yang metadon yang telah berhasil bertahan
menekankan pentingnya variabel dan stabil dalam mengikuti rehabilitasi ini
pengetahuan dalam meningkatkan diharapkan ini dapat meningkatkan
kepatuhan pengguna PTRM. Juga motivasi dan kepatuhan pengguna
didukung oleh penelitian Turnip bahwa PTRM di puskesmas Tambora. Untuk
pengguna PTRM yang kurang patuh variabel kepatuhan hasil analisa regresi
karena kurang pengetahuan dan (nilai sig
sikapnya (Turnip IF, 2012). Masa 0,001 < 0,05) dan uji determinasi
penelitian dalam rentang tiga bulan (Adjusted R Square) untuk kepatuhan
diasumsikan masih kurang lama dalam didapat variabel edukasi (pengetahuan,
meningkatkan kepatuhan pengguna sikap dan tindakan) secara serentak
PTRM, jadi dalam mengusahakan menghasilkan nilai skor indeks 12,7
kepatuhan agar lebih kuat kepatuhannya yang walaupun signifikan namun juga
untuk kehidupan pengguna PTRM di berarti sangat lemah, di sini kembali
masa depan dibutuhkan pendampingan terlihat bahwa tingkat kepatuhan
lebih tiga bulan. Kemudian satu masalah pengguna PTRM memang sangat kuat
lagi yang serin terabaikan atau luput dari dalam hal tidak patuh, hal tersebut
perhatian kita adalah lamanya periode dikuatkan dengan data terakhir Dropped

87
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Out 20% memang terbukti kepatuhan pasien kronis karena lambat untuk
pengguna PTRM di Puskesmas sembuh dan membutuhkan pengobatan
Tambora tergolong kurang kuat. jangka panjang. Secara tes parsial (sendiri
Kepatuhan adalah perilaku terpenting sendiri) variabel independen yang
dalam menjalankan rehabilitasi metadon mempengaruhi motivasi pengguna
yang harus sinergis dengan motivasi PTRM adalah pengetahuan (nilai sig
yang harus dijalankan dan diikuti secara 0,027 < 0,05), dan tindakan (nilai sig
mutlak oleh pengguna PTRM jika ingin 0,010 < 0,05). Variabel pengetahuan
dapat menyelesaikan masa rehabilitasi menjadi faktor penting dalam
dengan waktu yang agak cepat. meningkatkan motivasi dan kepatuhan
Kepatuhan juga yang dapat mencegah pengguna PTRM dalam rehabilitasi,
pengguna PTRM ini untuk kembali data ini ditunjang oleh penelitian Turnip
menggunakan putaw atau heroin yang yang menyatakan adanya perbedaan
dapat mengancam jiwa pengguna pengetahuan antara pengguna PTRM
PTRM disamping dapat tertular yang Dropped Out dengan pengguna
bermacam macam penyakit yang PTRM yang aktif (Turnip IF, 2012).
diakibatkan oleh bertukarnya jarum Usaha meningkatkan motivasi pengguna
suntik seperti hepatitis dan HIV-AIDS. “ PTRM dari sudut teori motivasi
Sebagai suatu perilaku, ketidakpatuhan (Widayatun TR, 2009, Anonim,
merupakan sesuatu yang biasa 2014)memang tidak semudah teorinya,
dilakukan oleh sejumlah orang dalam motivasi pada diri pengguna terbagi atas
menghadapi peraturan-peraturan yang motivasi internal dan motivasi eksternal
dianggap mengganggu kebebasan atau yang seharusnya sejalan dan
merugikan dirinya. Namun, perilaku ini berdampingan, tujuan meningkatkan
menjadi sesuatu yang tidak biasa dalam motivasi memang punya kelemahan
lingkup kesehatan. Apalagi kalau sudah terutama jika tidak mampu
menyangkut ketidakpatuhan mengikuti meningkatkan motivasi internal pada
petunjuk dokter. Akibatnya bisa fatal diri pengguna, walaupun peneliti
bagi pasien. Sayangnya, hal ini melihat dan berupaya meningkatkan
seringkali tidak disadari oleh pasien” motivasi pengguna PTRM setinggi
(Afdhal A F, 2011). Namun dalam tingginya ternyata diperlukan dukungan
rehabilitasi ini seharusnya pengguna motivasi internal pengguna PTRM
PTRM sadar bahwa ketidakpatuhan secara maksimal dalam diri pengguna
adalah hal yang berbahaya bagi dirinya. PTRM sehingga peningkatan motivasi
Penelitian-penelitian kepatuhan berobat tersebut benar benar dapat maksimal.
pasien kronis memang sering mendapat Melihat keadaan pengguna PTRM yang
hasil mengecewakan, setelah suka mengantuk karena efek dari minum
dikumpulkan hasil penelitian ditemukan metadon sehari-hari juga menjadi
250 faktor yang berpengaruh kepada kendala dalam farmasis melaksanakan
kepatuhan (Afdhal A F, 2011). proses edukasi, teramati dan terlihat oleh
Seseorang yang kurang motivasi peneliti bahwa setelah mengkonsumsi
umumnya memiliki tingkat kepatuhan metadon efek dari metadon seperti
yang rendah, ini terbukti pada pengguna mengantuk akan timbul sehingga dalam
PTRM jika peneliti golongkan termasuk sesi edukasi ternyata agak menganggu,

88
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

walaupun kemauan pengguna PTRM yang membuat keinginan peneliti untuk


terlihat sangat positif dalam mengikuti lebih mengusahakan peningkatan
sesi edukasi tetapi keadaan jasmaninya motivasinya pengguna PTRM jadi
(fisik) yang terlihat agak lemah terhambat dan kurang maksimal.
(Widayatun TR, 2009, Anonim, 2014)

Berikut penyajian 5 tabel.

Tabel.1. Penyajian data uji validitas lima variable


Variabel Jumlah Rentang value Validitas
Item
Pengetahuan 18 0,00*-0,038* Valid
Sikap 15 0,00*-0,00* Valid
Tindakan 13 0,00*-0,03* Valid
Motivasi 11 0,00*-0,00* Valid
Kepatuhan 10 0,00*-0,00* Valid
Keterangan *= Valid

Tabel.2. Penyajian data uji reabilitas lima variabel

Variabel Jumlah Rentang Reabilitas


Item Cronbach's Alpha If
Item Deleted 0,810*-
Pengetahuan 18 0,826* Reabil
Sikap 15 0,919*-0,923* Reabil
Tindakan 13 0,937*-0,947* Reabil
Motivasi 11 0.890*-0,904* Reabil
Kepatuhan 10 0,632*-0,803* Reabil
Keterangan tanda*= Valid

1. Uji Normalitas
Tabel.3. Uji Normalitas
Kelompok Mean±SD Value
Motivasi
Awal Akhir

Kontrol (KK) 0,00±4,26 0,00±7,69 0,200*


Edukasi (KE) 0,00±3,14 0,00± 5,39 0,200*

Keterangan tanda*= Signifikan

89
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Kelompok Mean±SD Value


Kepatuhan
Awal Akhir
Kontrol (KK) 0,00±7,85 0,00±9,85 0,200*
Edukasi (KE) 0,00±6,60 0,00±6,82 0,200*

Keterangan tanda*= Signifika

2. Uji Independent samples t


Tabel.4. Independent Samples Test variabel PENGETAHUAN
Kelompok Mean±SD Value
Pengetahuan
Awal Akhir
Kontrol (KK) 62,98±10,58 63,86±10,75 0,455
Edukasi (KE) 61,62±7,23 78,04±15,02 0,000*

Keterangan tanda*= Signifikan

Tabel.5. Independent Samples Test variabel SIKAP

Kelompok Mean±SD Value


Sikap
Awal Akhir
Kontrol (KK) 57,60±8,07 66,82±8,10 0,000*
Edukasi (KE) 69,52±8,97 74,94±6,82 0,000*

Keterangan tanda*= Signifikan

Tabel.6. Independent Samples Test variabel TINDAKAN

Kelompok Mean±SD Value


Tindakan
Awal Akhir
Kontrol (KK) 47,36±7,71 66,82±8,10 0,928
Edukasi (KE) 50,98±11,55 63,30±5,88 0,000*

89
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Keterangan tanda*= Signifikan

Tabel.7. Independent Samples Test variabel MOTIVASI

Kelompok Mean±SD Value


Motivasi
Awal Akhir
Kontrol (KK) 45,20±7,71 49,58±9,45 0,241
Edukasi (KE) 43,98±5,95 63,30±5,88 0,000*

Keterangan tanda*= Signifikan

Tabel.8. Independent Samples Test variabel KEPATUHAN

Kelompok Mean±SD Value


Kepatuhan
Awal Akhir
Kontrol (KK) 33,50±8,91 35,14±11,51 0,036*
Edukasi (KE) 37,22±8,55 45,26±8,10 0,000*

Keterangan tanda*= Signifikan

Uji regresi
berganda

a. Uji F
b. Uji Determinasi

Tabel.9. Uji F
Kelompok
Uji F
Motivasi Kepatuhan
Kontrol (KK) 0,154 0,634
Edukasi (KE) 0,000* 0,001*

Keterangan tanda*= Signifikan

90
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Tabel.10. Uji Determinasi


Kelompok Adjusted R Square
Motivasi Kepatuhan
Kontrol (KK) 2,3 % -1,3 %
Edukasi (KE) 15,4 % * 12,7 % *

Keterangan tanda*= Signifikan

SIMPULAN Bangsa dan Media Indonesia;


Peneliti menyimpulkan bahwa Jakarta: 2012. Hal: 3-4.
edukasi farmasis signifikan
mempengaruhi variabel motivasi Nainggolan PP. Indonesia sebagai
kelompok edukasi dengan nilai narco-corruption state. Jurnal Info
sebesar 15,4% (p value 0,00 < 0,05) singkat Hubungan Internasional;
dan juga signifikan mempengaruhi Jakarta: 2012. Vol. IV. No.
variabel kepatuhan kelompok 09/I/P3DI/Mei/2012.
edukasi dengan nilai sebesar 12,7%
(p value 0,00 < 0,05). Sedangkan Departemen Kesehatan Republik
kelompok kontrol tidak signifikan Indonesia. Keputusan Menteri
dalam mempengaruhi variabel Kesehatan Republik Indonesia
motivasi kelompok kontrol dengan nomor 996/Menkes/SK/viii/2002.
nilai sebesar 2,3% (p value 0,00 > Jakarta: 2002. Tentang pedoman
0,05) dan juga tidak signifikan penyelenggaraan sarana pelayanan
mempengaruhi variabel kepatuhan rehabilitasi penyalahgunaan dan
kelompok kontrol dengan nilai ketergantungan narkotika,
sebesar -1,3% (p value 0,00 > 0,05) psikotropika dan zat adiktif lainnya
Terdapat perbedaan bermakna pada (napza); Jakarta: 2002.
perbandingan tingkat edukasi,
motivasi dan kepatuhan, antara 4 juta pengguna narkoba yang
kelompok kontrol (p value 0,00 > direhab masih 14.510 orang. 2014;
0,05) dengan kelompok edukasi (p diakses 26 Oktober 2014. Diakses
value 0,00 < 0,05). dari
http://portalkriminal.com/index.php/
narkoba/11324-4-
DAFTAR PUSTAKA Colondam
jutapenggunanarkoba yang-
V. Sepuluh mitos dan satu
direhab- masih-14510-orang
kebenaran tentang narkotika:
Edisi kedua. Yayasan Cinta Anak

91
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.1 NO.1, 2019

Puskesmas Tambora terapi 100 kombinasi. Alfabeta; Jakarta: 2012;


pecandu narkoba. 2010; diakses 16 hal 133.
Oktober 2014. Diakses dari http : //
metro.tempo.Co/read/news/ 2010/ Afdhal A F. Farmasi sosial. Samitra
12/06/057297110/puskesmas Media Utama; Jakarta: 2011; hal 99.
tambora-terapi100-pecandu
narkoba. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan
masyarakat. 2003. Rineke Cipta;
Undang Undang Republik Jakarta: 2003. hal. 127.
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan; Jakarta: 2009. Turnip IF. Analis perilaku
kepatuhan pengguna narkoba suntik
Undang Undang Republik dalam mengikuti program terapi
Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 rumatan metadon (ptrm) Di Klinik
tentang Tenaga Kesehatan; Jakarta: Ptrm Rumah Sakit Ernaldi Bahar
2014. tahun 2012 (abstrak). Palembang:
2012.
Riyanto T. Pemikiran Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan
2014; diakses 15 September 2014. dan perilaku kesehatan. Edisi Revisi
Diakses dari http://bruderfic.or.id 2012. Rineke Cipta; Jakarta: 2012.
/h–59/pemikiran-ki-hajar dewanta hal. 131, 168-169.
ra tentang-pendidikan.html.
Widayatun TR. Ilmu prilaku.
Subkhan E. Ki Hadjar Dewantara, cetakan ke 2. Sagung Seto; Jakarta:
peletak dasar pendidikan. 2011; 2009. hal 112-116.
diakses 20 November 2014. Diakses
dari http: // Indonesia. Pedagogi Pratiwi I, Arsyad DS, Ansar J.
kritis . Wordpress.com Faktor yang berhubungan dengan
/2011/12/14/kihadjardewantara kepatuhan berobat terapi rumatan
metadon di puskesmas kassi kassi
Pendidikan sebagai vaksin sosial. kota Makassar. Sulawesi Selatan,
03 Agustus 2013. 2014; diakses 16 Fakultas Kesehatan Masyarakat
November 2014. Diakses dari Universitas Hasanuddin. 2014.
http://www.sekolahguruindonesia.
net/artikel /artikel/124-sekolah- Motivasi. 2014; diakses 15
guru-indo-nesia-dompet-dhuafa- November 2014. Diakses dari
mengajar-di-pelosok-setahun- http://lead.sabda.org
daerah-marginal-pen-didikan- /files/motivasi.html
ramadhan-itikaf-puasa.

92

Anda mungkin juga menyukai