SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Far)
Oleh : ALFI INAYATI 106102003392
JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 / 1431 H ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : ALFI INAYATI NIM : 106102003392 JUDUL : UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO
Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. NIP. 1956010619851010001 iii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN SIRIH (Piper betle L.) SECARA IN VIVO
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh
Alfi Inayati NIM: 106102003392
Menyetujui,
Pembimbing: 1. Pembimbing I Drs. Ahmad Musir, M.Sc., Apt. ........................ 2. Pembimbing II Nurmeilis M.Si., Apt. ........................ Penguji: 1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ........................ 2. Anggota Penguji I Eka Putri, M.Si., Apt. ........................ 3. Anggota Penguji II Zilhadia, M.Si., Apt ........................ 4. Anggota Peguji III Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ........................ Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 6 September 2010 iv LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO
Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Penulis
Alfi Inayati
v ABSTRAK JUDUL : UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO
Daun sirih (Piper betle, Linn) merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional dan telah lama digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle, Linn) sebagai analgetik dan antiinflamasi. Penelitian pertama merupakan penelitian uji efek analgetik menggunakan metode writhing test, dengan asam mefenamat 0,5% b/v dosis 91 mg/kgBB mencit sebagai kontrol positif dan asam asetat 0,5% sebagai senyawa perangsang nyeri, sedangkan penelitian kedua merupakan penelitian uji efek antiinflamasi menggunakan metode edema buatan pada telapak kaki tikus dengan menggunakan karagenan 2% sebagai zat pembuat udem dan natrium diklofenak dengan dosis 5,14 mg/kgBB sebagai kontrol positif. Subjek yang digunakan untuk uji efek analgetik adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) dengan variasi dosis 216 mg/kgBB, 432 mg/kgBB dan 864 mg/kgBB, sedangkan untuk uji efek antiinflamasi menggunakan tikus putih betina galur Sprague Dawley (SD) dengan variasi dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kgBB yang diberikan peroral sebagai praperlakuan untuk kedua penelitian ini. Dari hasil analisis menunjukkan ekstrak etanol 70% daun sirih memberikan efek analgetik dengan dengan persen inhibisi analgetik nya terbesar 84,80% pada dosis 864 mg/kgBB, sedangkan untuk efek antiinflamasi menunjukkan persen inhibisi udem tertinggi pada jam ke-1 dan menurun pada jam ke-4 dari ketiga variasi dosis ekstrak tersebut. Pada uji ANOVA menunjukan adanya perbedaan bermakna antara setiap dosis ekstrak dengan kontrol negatif ( 0,05) dan pada dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol positif pada taraf uji 0,05 ( 0,05).
Kata Kunci : Daun Sirih (Piper betle, Linn), Analgetik, Antiinflamasi
vi ABSTRACT TITLE : EFFECT ANALGESIC AND ANTIINFLAMMATORY ASSAY ETHANOL 70% EXTRACT OF BETEL LEAVES (Piper betle, Linn) In Vivo
Betel leaves (Piper betle, Linn) is one of the plants used as traditional medicine and has long been used by communities. This research was carried out to determine the effect of betel leaves extract (Piper betle, Linn) as an analgesic and anti- inflammatory. The first study is a research test analgesic effect using the writhing test method, with 0.5% dose of mefenamic acid 91 mg/kg body weight of mice as a positive control and 0.5% acetic acid as a compound stimulus pain, while the second is a research study testing anti-inflammatory effects using artificial edema in rat foot using 2% carrageen an as a chorale maker edema and sodium diclofenac at a dose of 5.14 mg / kg as positive control. Subjects who used to test the analgesic effect is strain white male mice Deutche Denken Yoken (DDY) by altering the dose 216 mg/kg body weight, 432 mg/kg body weight and 864 mg/kg body weight, whereas for testing anti-inflammatory effects using female white rat strains Sprague Dawley (SD) with a variety of doses 108 mg/kg body weight, 216 mg/kg body weight and 432 mg/kg body weight given per oral as pre treatment for both the research. From the results of the analysis showed the ethanol extract of betel provide analgesic effects with a percent inhibition of its analgesic largest for 84,80% of the dose 864 mg/kg BW, while for the anti-inflammatory effects showed percent inhibition of shows the percent inhibition of edema highest on hour-1 and decreased at the 4th hour of the three variations of the extract dose. In the ANOVA showed that there were significant differences between each dose of the extract with the negative control ( 0,05) and at high doses there was no significant difference with the positive control at test level of 0.05 ( 0.05).
vii KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Uji Efek Analgetik dan Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih (Piper betle, Linn) Secara In Vivo, dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pada Kesempatan ini, diucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt., selaku pembimbing I dan Nurmeilis, M.Si, Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan juga kepada : 1. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof.Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd. 2. Ketua Program Studi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. 3. Kedua Orang tuaku, kakakku Miftakhul Kamilah, Tantowi Jauhari, sepupuku Ulya Risky Rufaida dan segenap sekeluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga selesainya skripsi ini. 4. Kak Via, Kak Eris, Mas tonny terima kasih selalu membantu saya selama penelitian. viii 5. Teman-teman dekatku yang selalu mendukung Eli, Eka W, Yunita, Sri Wulantini, Achit, Reni, Pipit, Gita, Nindi, Hana, Teman-teman sekelasku Ela, Syifa, Eka Y, Alim, Erni, Adrian, Fikri, Azis, Dhani, Nino, Sobir, Wida, Nuki, Erika, Dina, Amalia, Febri, Putrisa, Ami serta teman-teman semester 8 kelas A. 6. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak tersebutkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis laporan penelitian ini dapat berguna bagi pihak yang terkait.
September, 2010
Penulis
ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv ABSTRAK .......................................................................................................... v ABSTRACT ........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 3 1.3 Hipotesa ............................................................................................ 3 1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.) ......................................... 5 2.1.1 Klasifikasi Tanaman ................................................................ 5 2.1.2 Nama Daerah ............................................................................ 5 2.1.3 Bagian Tanaman yang Digunakan ........................................... 6 2.1.4 Deskripsi Daun Sirih (Piperis Folium) .................................... 6 2.1.6 Habitat ...................................................................................... 6 2.1.7 Kandungan Kimia .................................................................... 7 2.1.8 Khasiat ..................................................................................... 7 2.2 Simplisia 2.2.1 Pengertian Simplisia.................................................................. 8 2.3 Ekstrak .............................................................................................. 8 2.3.1 Ekstraksi ................................................................................... 9 2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ................................. 10 2.4 Nyeri .................................................................................................. 11 2.4.1 Patofisiologi Nyeri ................................................................... 11 2.5 Analgetik ........................................................................................... 12 2.5.1 Asam mefenamat ...................................................................... 13 2.5.2 Beberapa percobaan untuk menentukan efek analgetik ........... 13 2.6 Inflamasi ............................................................................................ 15 2.6.1 Definisi Inflamasi ..................................................................... 15 2.6.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi ............................................. 15 2.6.3 Macam-macam inflamasi ......................................................... 16 2.6.4 Golongan obat antiinflamasi .................................................... 17 2.6.5 Natrium diklofenak .................................................................. 18 2.6.6 Beberapa metode uji antiinflamasi ........................................... 19 x 2.6.7 Karagenan ................................................................................ 21
BAB III ALUR PENELITIAN ........................................................................ 22
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 23 4.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 23 4.2.1 Alat Penelitian .......................................................................... 23 4.2.2 Bahan Penelitian....................................................................... 23 4.2.3 Bahan Kimia............................................................................. 24 4.2.4 Bahan Pereaksi ......................................................................... 24 4.2.5 Hewan Percobaan ..................................................................... 24 4.3 Prosedur Penelitian............................................................................ 25 4.3.1 Determinasi Tanaman .............................................................. 25 4.3.2 Penyiapan Bahan yang digunakan ........................................... 25 4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih ..................................... 25 4.3.4 Pembuatan sediaan ................................................................... 26 4.3.5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak ............................................................................... 27 4.3.6 Penapisan Fitokimia ................................................................. 29 4.4 Uji Analgetik dan Antiinflamasi ....................................................... 32 4.4.1 Aklimatisasi dan Pengelompokkan Hewan Percobaan ............ 32 4.4.2 Pengujian Efek Analgetik ........................................................ 35 4.4.3 Uji antiinflamasi ....................................................................... 36 4.4.4 Analisa Data ............................................................................. 38
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 39 5.1.1 Determinasi Tanaman .............................................................. 39 5.1.2 Ekstraksi ................................................................................... 39 5.1.3 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak ............................................................... 39 5.1.4 Penapisan Fitokimia ................................................................. 40 5.2 Hasil Uji Analgetik ........................................................................... 41 5.3 Hasil Uji Antiinflamasi ..................................................................... 43 5.4 Pembahasan ....................................................................................... 45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 55 6.2 Saran .................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 61
xi DAFTAR TABEL Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji analgetik............................................ 34 Tabel 2. Pembagian kelompok hewan uji antiinflamasi ..................................... 34 Tabel 3. Hasil ekstraksi ...................................................................................... 39 Tabel 4. Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak ............... 39 Tabel 5. Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun sirih ........................................ 40 Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat .............................................. 41 Tabel 7. Persentase inhibisi geliat ....................................................................... 42 Tabel 8. Rata-rata volume udem (mL) ................................................................ 43 Tabel 9. Rata-rata persen udem ........................................................................... 44 Tabel 10. Persen inhibisi udem ........................................................................... 45 Tabel 11. Conversion of animal doses to HED based on BSA ........................... 75 Tabel 12. Susut pengeringan pada simplisia ....................................................... 81 Tabel 13. Kadar abu simplisia ............................................................................. 82 Tabel 14. Kadar abu tak larut asam simplisia ..................................................... 83 Tabel 15. Kadar air pada ekstrak......................................................................... 84 Tabel 16. Kadar abu pada ekstrak ....................................................................... 85 Tabel 17. Kadar abu tak larut asam pada ekstrak................................................ 85 Tabel 18. Data persen inhibisi geliat pada kelompok perlakuan ........................ 87 Tabel 19. Pengukuran volume udem telapak kaki tikus yang diinduksi Karagenan pada masing-masing perlakuan ......................................... 89 Tabel 20. Persentase udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan Pada masing-masing perlakuan ........................................................... 90 Tabel 21. Persentase inhibisi udem telapak kaki tikus setelah diinduksi Karagenan pada masing-masing perlakuan ......................................... 91
xii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah geliat rata-rata ................................................41 Gambar 2. Grafik persentase inhibisi geliat terhadap kelompok perlakuan .........42 Gambar 3. Grafik rata-rata volume udem terhadap waktu ....................................43 Gambar 4. Grafik hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu ....................44 Gambar 5. Grafik persen inhibisi udem terhadap waktu.......................................45 Gambar 6. Daun sirih (Piper betle, Linn) .............................................................62 Gambar 7. Pletismometer ......................................................................................63 Gambar 8. Mencit putih jantan .............................................................................64 Gambar 9. Perlakuan sonde pada mencit ..............................................................64 Gambar 10. Penyuntikan secara intraperitoneal....................................................64 Gambar 11. Geliat pada mencit .............................................................................64 Gambar 12. Pelaksanaan sonde pada tikus ...........................................................65 Gambar 13. Penyuntikan karagenan secara subkutan ...........................................65 Gambar 14. Udem pada telapak kaki tikus ...........................................................65 Gambar 15. Pengukuran udem pada telapak kaki kiri tikus..................................65 Gambar 16. Bagan proses penyiapan simplisia.....................................................71 Gambar 17. Bagan aklimatisasi hewan percobaan ................................................72 Gambar 18. Skema kerja analgetik .......................................................................73 Gambar 19. Skema kerja antiinflamasi .................................................................74
xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar daun sirih (Piper betle, Linn)..............................................62 Lampiran 2. Alat penelitian...................................................................................63 Lampiran 3. Perlakuan hewan uji (Analgetik) ......................................................64 Lampiran 4. Perlakuan hewan uji (Antiinflamasi) ................................................65 Lampiran 5. Hasil determinasi daun sirih (Piper betle, Linn) ..............................66 Lampiran 6. Hasil Analisa Asam Mefenamat .......................................................67 Lampiran 7. Sertifikat Natrium Diklofenak ..........................................................68 Lampiran 8. Sertifikat Analisa Diklofenak Sodium ..............................................69 Lampiran 9. Sertifikat Karagenan .........................................................................70 Lampiran 10. Proses penyiapan simplisia .............................................................71 Lampiran 11. Aklimatisasi hewan percobaan .......................................................72 Lampiran 12. Skema kerja analgetik .....................................................................73 Lampiran 13. Skema kerja antiinflamasi ..............................................................74 Lampiran 14. Rumus perhitungan dosis hewan ....................................................75 Lampiran 15. Perhitungan dosis ekstrak kental daun sirih (Piper betle, Linn).....76 Lampiran 16. Perhitungan dosis asam mefenamat dan Na diklofenak .................79 Lampiran 17. Hasil pemeriksaan simplisia daun sirih (Piper betle, L.) ...............81 Lampiran 18. Hasil pemeriksaan ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) ..........................................................84 Lampiran 19. Data persentase inhibisi geliat pada semua kelompok perlakuan ...87 Lampiran 20. Perhitungan persen inhibisi geliat...................................................88 Lampiran 21. Hasil pengamatan udem pada uji antiinflamasi ..............................89 Lampiran 22. Perhitungan persen udem dan persen inhibisi udem telapak Kaki tikus ........................................................................................92 Lampiran 23. Hasil statistik uji efek analgetik dengan metode Writhing test ......94 Lampiran 24. Hasil statistik uji efek antiinflamasi dengan metode edema Buatan pada telapak kaki tikus .......................................................99
1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Di dalam hutan tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan. Diduga dari jumlah tersebut sekitar 9.600 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat dan 200 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sriningsih et al., 2006). Masyarakat luas beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan dengan obat kimia sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakitnya. Walaupun demikian bukan berarti obat tradsional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Dan kurangnya informasi tentang obat tradisional oleh masyarakat merupakan salah satu kendala dalam penggunaan obat tradisional sehingga penggunaannya menjadi kurang optimal (Anggraini, 2008). Salah satu tumbuhan yang telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah daun sirih (Piper bettle, Linn). Daun sirih merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Piperaceae yang telah dikenal luas sehingga mempunyai beberapa nama daerah, misalnya : sedah, suruh (Jawa) (Sirait et al, 1992). Secara empiris, untuk pemakaian dalam tumbuhan ini antara lain telah digunakan untuk obat batuk, bronchitis, gangguan lambung (gastritis), rheumatik, bengkak-bengkak, menghilangkan
1 2 bau badan, keputihan, hidung berdarah, mulut berbau, mata sakit (Sudarsono et al., 1996). Dari beberapa pustaka diketahui bahwa daun sirih mempunyai kandungan kimia diantaranya minyak atsiri (terdiri hidroksi kavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, -sitosterol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, triterpenoid), tanin, diastase, gula, dan pati (Mursito, 2004). Saeed et al (1993) dalam Rachmat et al, (2000) menyebutkan bahwa isolasi kandungan minyak atsiri daun sirih berkhasiat sebagai antiplateled dan anti bengkak (antiinflamasi). Analgetik dan antiinflamasi masing-masing adalah senyawa-senyawa yang dapat melenyapkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan mengatasi edema. Rasa nyeri dan peradangan merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena suatu kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang diikuti dengan pembebasan dan pembentukan bahan mediator, seperti prostaglandin, histamin, serotonin dan bradikinin (Tjay dan Kirana. 2007; Mustcher, 1991; Ganiswara et al., 2007). Berdasarkan uraian diatas dan belum adanya informasi yang lengkap mengenai efek farmakologi dari ekstrak etanol daun sirih, maka dilakukan pemeriksaan efek analgetik dan antiinflamasi ekstrak daun sirih ini. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh data dan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sehingga dapat dibuktikan bahwa ekstrak tumbuhan ini benar-benar berkhasiat secara farmakologis. 3 Pada penelitian ini dilakukan uji efek analgetik menggunakan mencit sebagai hewan coba dengan metode Writhing test, dimana asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeri. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik kebelakang (Park et al, 1998). Sebagai pembanding digunakan asam mefenamat dan Na CMC untuk kontrol negatifnya. Sedangkan untuk pemeriksaan efek antiinflamasi menggunakan tikus sebagai hewan coba dan menggunakan metode edema buatan pada telapak kaki hewan percobaan yang disuntik dengan suspensi karagen 2% (Kelompok kerja ilmiah, 1993). 1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: apakah ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) memiliki efek sebagai analgetik dan antiinflamasi secara in vivo ? 1.3 HIPOTESA Ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) dapat menghambat rasa nyeri pada mencit putih yang telah diinduksi asam asetat, serta dapat menghambat pembentukkan udema pada tikus putih yang ditimbulkan oleh larutan karagenan. 1.4 TUJUAN PENELITIAN 1. Menguji efek analgesik dari ekstrak etanol 70% daun sirih pada mencit secara in vivo. 4 2. Menguji efek antiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sirih terhadap udem yang ditimbulkan oleh larutan karagenan pada telapak kaki tikus secara in vivo. 1.5 MANFAAT PENELITIAN 1. Menambah data penelitian tanaman obat tradisional yang berkhasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi. 2. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang khasiat ekstrak etanol 70% daun sirih sebagai analgesik dan antiinflamasi.
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.) Tinjauan mengenai tumbuhan ini meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi, bagian tanaman yang digunakan, deskripsi tumbuhan, habitat, kandungan kimia serta khasiat. 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Tanaman sirih diklasifikasikan ke dalam: Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper betle L. (Sirait et al, 1980). 2.1.2 Nama Daerah Sumatera : ranub (Aceh), blo, sereh (Gayo), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), sirieh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau), canbai (Lampung). Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura). Bali : base, sedah Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili (Buol), bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi (Talaud). 5 6 Maluku : ani-ani (Hok), papek, raunge, rambika (Alfuru), nein (Bonfia), kakinuam (Waru), amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias), garmo (Buru), bido (Macan). Irian : reman (Wendebi), manaw (Makimi), namuera (Saberi), etouwon (Armahi), nai wadok (Saarmi), mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi (Sawa), freedor (Awija), dedami (Marind) (Sirait et al, 1980). 2.1.3 Bagian tanaman yang digunakan Daun segar, setengah kering, atau daun kering. (Standar of ASEAN, 1993). 2.1.4 Deskripsi Daun Sirih (Piperis Folium) Pemerian daun sirih adalah memiliki bau aromatik khas; rasa pedas, khas. Secara makroskopik yaitu daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 3 cm sampai 12 cm; permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam; permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai 8 cm (Sirait et al, 1980). 2.1.5 Habitat Sirih tumbuh liar di hutan jati atau hutan sampai ketinggian 300 m di atas permukaan laut. Untuk pertumbuhan yang baik memerlukan tanah 7 yang kaya akan humus, subur, dan pengairan yang baik. (Standar of ASEAN, 1993). 2.1.6 Kandungan Kimia Sirih mengandung minyak atsiri 1 4,2%, hidroksikavikol, kavikol 7,2 16,7%, kavibetol 2,7 6,2%, llypyrokatekol 0 9,6%, karvakrol 2,2 5,6%, eugenol 26,8 42,5%, eugenol methyl ether 4,2 15,8%, p-cymene 1,2 2,5%, sineole 2,4 4,8%, caryophyllene 3,0 9,8%, candinene 2,4 15,8%, estragol, seskuiterpen, fenil propane, tannin, diastase, katekol, pyrocatechin, terpinyl acetat, alkaloids, 1-alanine, -alanine, -amino butyric acid, 1-arginine, asparagine, 1-asam aspartat, 1-asam glutamat, glisin, histidin, 1-leusin, 1-lisin, 1-metionin, fenilalanin, 1-prolin, 1-serin, 1- teronin, 1-triptopan, 1-rirosin, 1-valin, -alanin, sistin, asam oksalat, d(+) asam malat, n-hentriakontan, n-pentatriakontan, -sitosterol, terpena, fenil propana, gula, pati, flavonoid dan vitamin C (Standar of ASEAN, 1993; Hariana, 2006; BPOM RI, 2004). 2.1.7 Khasiat Khasiat daun sirih adalah sebagai anti sariawan, anti batuk, dan antiseptik (Sirait et al, 1980). Selain itu juga sebagai antiradang, peluruh kentut, dan menghilangkan gatal. Efek zat aktif eugenol (daun) untuk mencegah ejakulasi, mematikan jamur Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan, antikejang. Tanin (daun) untuk mengurangi sekresi cairan pada vagina, pelindung hati, antidiare, dan antimutagenik (Standar of ASEAN, 1993; Hariana, 2006).
8 2.2 Simplisia 2.2.1 Pengertian Simplisia Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. (Sampurno et al, 2000). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses pembuatannya. a. Bahan baku simplisia Berdasarkan bahan bakunya, simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen, dan galur (asal usul, garis keturunan) tanaman yang dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, umur, dan tempat tumbuh. b. Proses pembuatan simplisia Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, , pengeringan, sortasi kering, pengubahan bentuk, pengepakan, dan penyimpanan. 2.3 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Massa atau 9 serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah : 1. Faktor biologi Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu jenis tumbuhan, lokasi tumbuhan asal, waktu panen, penyimpanan, bahan tumbuhan, dan bagian yang digunakan. 2. Faktor kimia Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu : a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, kompisisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif. b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan. (Sampurno et al, 2000). 2.3.1 Ekstraksi Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Karena di dalam simplisia mengandung senyawa aktif yang berbeda-beda dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda, sehingga metode di dalam penarikan senyawa aktif di dalam simplisia harus memperlihatkan faktor seperti : udara, suhu, cahaya, logam berat. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi : pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. 10 2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya : 1. Cara Dingin a. Maserasi adalah proses pengekstraksikan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap penampungan ekstrak, terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. 2. Cara Panas a. Refluksi adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya perbandingan balik. Biasanya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga terbentuk proses ektraksi sempurna. b. Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru, secara umum dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyus dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. 11 c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyus) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum pada temperatur 40-50 o C. d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih (96-98 o C) selama waktu tertentu (15-20 menit). e. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 o C) dan temperatur sampai titik didih air (Sampurno et al, 2000). 2.4 Nyeri 2.4.1 Patofisiologi Nyeri Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang sering terjadi. Fungsinya untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejangan otot. Nyeri timbul jika adanya rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan, membebaskan mediator nyeri yang dapat merangsang reseptor nyeri. Reseptor-reseptor nyeri terletak pada ujung-ujung saraf bebas kulit, selaput lendir dan jaringan internal tertentu seperti peritoneum, dinding arteri dan permukaan sendi. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke SSP melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) dan kemudian kepusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Kirana, 2002 ; Muschler, 1991).
12 2.5 Analgetik Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Mutschler, 1991). Analgetik menurut potensi kerja dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu analgetik narkotik dan analgetik perifer. a. Analgetik Narkotik Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP sehingga disebut juga analgetik kuat (hipoanalgetik). Umumnya analgetik sentral ini dapat mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan), mengakibatkan toleransi dan kebiasaan serta ketergantungan fisik dan psikis misalnya golongan morfin dan turunannya : morfin dan kodein, heroin, hidromorfin, hidrokodon dan dionin. (Tjay dan Kirana, 2002; Mustchler, 1991). b. Analgetik perifer (Non Narkotik) Analgetik ini berkhasiat lemah sampai sedang yang bekerja pada perifer karena obat ini tidak mempengaruhi SSP, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Disamping kerja analgetik, senyawa ini juga bersifat antipiretik, termasuk golongan ini antara lain: asam mefenamat, indometasin, piroksikam, dan parasetamol. Mekanisme kerja analgetik ini adalah mempengaruhi proses sintesa prostaglandin dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase yang menyebabkan asam arakidonat dan asam C 20 tak jenuh tidak dapat membentuk endoperokside yang merupakan prazat dari prostaglandin (Tjay dan Kirana, 2002 ; Muschler, 1991). 13 2.5.1 Asam Mefenamat Asam mefenamat merupakan derivat antranilat dengan khasiat analgetik, antipiretik dan antiradang. Asam mefenamat mencapai kadar puncak dalam plasma dalam waktu 30-60 menit dan mempunyai waktu paruh yang pendek yaitu 1-3 jam (Tjay dan Kirana, 2002; Katzung, 2002). Obat ini sering digunakan untuk obat nyeri dan rema. Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap yang terikat 90% pada protein plasma. Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan lambung-usus. Pemakaian obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan; belum dibuktikan kemanjuran dan keamanannya pada anak kecil. Asam mefenamat, fenamat yang lain, mempunyai sifat analgetik tetapi kemungkinan efek anti inflamasinya kurang efektif dibandingkan aspirin (Tjay dan Kirana, 2002). 2.5.2 Beberapa percobaan untuk menentukan efek analgetik (Vogel, 2002) 1. Metode perangsangan panas. Secara in vivo dilakukan pada mencit, tikus dan marmot dan secara in vitro dilakukan pada anjing. Rangsang panas dapat dilakukan dengan menggunakan lempeng tipis logam yang diletakkan di atas asam formalin dan aseton mendidih pada suhu: 55-55,5 o C, tikus-tikus dijatuhkan pada lempeng tersebut. Selain pengujian aktifitas analgetik dengan plate panas dapat juga digunakan alat tail flick yang dilaporkan oleh DAmour dan Smith. Kedua metode ini digunakan untuk uji efek analgetik narkotik (Vogel, 2002; Turner, 1965). Uji rangsang panas secara in vitro dilakukan dengan menggunakan darah anjing yang diberi obat analgetik dan yang 14 tidak diberi obat. Penilaian dilakukan terhadap kemampuan obat mengambat terjadinya haemolisa pada darah anjing. 2. Metode Perangsangan Mekanik Penggunaan rangsang mekanik dapat dilakukan pada anjing, tikus dan mencit yaitu dengan cara menekan jari kaki hewan percobaan dengan menggunakan suatu alat yang dapat diatur tekanannya sehingga menimbulkan efek nyeri tekan. 3. Metode Perangsang Listrik Rangsang nyeri dapat juga ditimbulkan dengan mengguanakan alat yang dapat menghasilkan arus listrik sesuai dengan yang diperlukan. Dilakukan secara in vivo pada bagian tubuh yang peka dari hewan. 4. Metode Perangsangan Kimia a. Metode Writhing test Suatu zat kimia yang diberikan secara oral 30 menit sebelum pemberian asam asetat 0,5% secara intraperitonial pada hewan coba. Pemberian asam asetat untuk menimbulkan rasa nyeri pada mencit. Reaksi nyeri diperlihatkan oleh mencit antara lain menggeliat, menggeser-geserkan perut pada alas kandang. Mencit yang dapat dipakai adalah mencit yang dapat memberikan reaksi seperti diatas . jumlah geliat langsung di amati selama 30 menit dengan selang waktu 5 menit. Efek mengurangi rasa nyeri dapat ditunjukkan dengan berkurangnya geliat mencit yang diberi bahan uji. Beberapa zat kimia yang dapat menimbulkan efek nyeri pada peritoneal adalah asam asetat, fenil benzoquinon dan larutan NaCl 4%.
15 2.6 Inflamasi 2.6.1 Definisi Inflamasi Inflamasi pada jaringan yaitu terjadinya respon jaringan terhadap rangsangan yang merusak secara kimia, fisika, dan biologi. Seperti kerusakan jaringan akibat radiasi panas, infeksi bakteri dan lainnya. Rangsangan yang merusak tersebut menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim-enzim lisosom yang berperan pada proses inflamasi. Gejala inflamasi yaitu terjadinya panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan gangguan fungsi (fungsio laesa) (Tjay dan Kirana, 2002). Gejala-gejala ini merupakan akibat dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke daerah jaringan yang mengalami inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin dan prostaglandin. Infeksi atau radang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Trauma mekanis (Khususnya benturan) b. Radiasi (Sinar UV) c. Kerusakan kimia langsung (bahan kimia kaustik dan korosif) d.Kerusakan kimia tidak langsung (bahan pengawet dan bahan pewarna makanan) e. Organisme pengganggu (virus, bakteri dan parasit) (Bowman, 1980). 2.6.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi Terjadi nya inflamasi dimulai dengan adanya stimulus yang merusak jaringan, mengakibatkan sel mast pecah dan terlepasnya mediator- mediator inflamasi. Terjadi vasodilatasi dari seluruh pembuluh darah pada 16 daerah inflamasi sehingga aliran darah meningkat. Terjadinya perubahan volume darah dalam kepiler dan venula, yang menyebabkan sel-sel endotel pembuluh darah meregang dan terjadi kenaikan permeabilitas pembuluh darah, protein plasma keluar dari pembuluh, timbullah edema. Infiltrasi leukosit ke tempat inflamasi, pada tingkat awal infiltrasi oleh neutrofil, selanjutnya infiltrasi oleh sel monosit. Kedua jenis leukosit ini berasal dari pembuluh darah, melengket pada dinding endotelium venula kemudian menuju daerah inflamasi dan memfagositosit penyebab inflamasi. Secara kronologik jenis inflamasi ini termasuk tipe inflamasi akut (Guyton, 1995; Katzung, 2007). 2.6.3 Macam-macam Inflamasi Berdasarkan tipe terjadinya, inflamasi dapat dibagi atas 2 macam : 1. Inflamasi Akut Inflamasi ini ditandai dengan kemerahan dan panas yang terlihat jelas pada jaringan luar. Hal ini akibat pecahnya sel mast sehingga melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim lisosom serta ditandai dengan banyaknya leukosit. Selain dari peristiwa tersebut, terjadi eksudasi cairan plasma ke tempat inflamasi yang terus meningkat sehingga terbentuk cairan eksudat yang ditandai dengan edema. Inflamasi akut akan hilang setelah satu atau dua hari karena mempunyai waktu kerja yang pendek. Sebagai contoh inflamasi akut ini adalah inflamasi akibat gigitan serangga, akibat luka dan lainnya (Guyton, 1995; Underwood, 1999).
17 2. Inflamasi Kronik Inflamasi tipe ini ditandai dengan banyaknya eksudat jaringan granulomatosis, monositosis, limfositosis dan pengumpulan plasma sel. Akibatnya jaringan mengalami fibrosis dan timbullah hiperplasia disekitar jaringan. Tetapi hal ini dapat terjadi tergantung dari kedudukan dan kondisi inflamasi kronik. Elemen-elemen jaringan yang diserang akan menghasilkan reaksi imun antara suatu antigen dengan suatu antibodi yang merangsang terjadinya inflamasi. Inflamasi kronik mempunyai waktu kerja yang lama. Sebagai contoh inflamasi kronik adalah inflamasi akibat tuberkolosis dan rematoid artritis (Guyton, 1995; Underwood, 1999). 2.6.4 Golongan obat antiinflamasi Obat-obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktifitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktifitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pembentukkan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan prostaglansin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam golongan : a. Antiinflamasi steroid Bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel- sel sumbernya, termasuk golongan obat ini antara lain: hidrokortison, prednison, prednisolon, metil prednisolon, triamsolon, deksametason, dan betametason (Bowman, 1980).
18 b. Antiinflamasi non steroid Bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Termasuk golongan obat ini adalah: aspirin, ibuprofen, naproksen, fenoprofen, indometasin, sulindak, tolmetin, fenilbutazon, piroksikam, asam mefenamat dan diflunisal. Indikasi obat ini adalah penyakit-penyakit yang disertai radang terutama penyakit rematik yang disertai peradangan. Efek samping yang sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. (Ganiswara, 2007). 2.6.5 Natrium Diklofenak Natrium diklofenak merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang bekerja menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan salah satu mediator inflamasi. Natrium diklofenak merupakan derivat fenilasetat yang mempunyai daya anti radang yang paling kuat dengan efek samping yang kurang dibandingkan dengan obat lainnya (seperti indometasin, piroxikam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri pada migrain dan encok. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap yang terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu singkat yakni 1-3 jam, Na diklofenak diakumulasi di cairan sinovilia yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada penderita tukak lambung dan 19 pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan (Tjay dan Kirana, 2002; Ganiswarna, 2007). 2.6.6 Beberapa metode uji antiinflamasi 1. Metode Pembentukan Edema Buatan Metode ini berdasarkan pengukuran volume dari edema buatan. Volume edema diukur sebelum dan sesudah pemberian zat yang di uji. Beberapa iritan yang dipakai sebagai penginduksi edema antara lain formalin, kaolin, ragi dan dekstran. Iritan yang umum digunakan dan memiliki kepekaan yang tinggi adalah karagen (Vogel, 2002). 2. Metode Pembentukan Eritema Metode ini berdasarkan pengamatan secra visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bukunya. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV selama 20 detik, sehingga terjadi vasodilatasi yang diikuti dengan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan leukositosis lokal. Dua jam kemudian eritema yang terbentuk diamati (Vogel, 2002; Turner, 1965). 3. Metode iritasi Dengan Panas Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat edema yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-mula hewan diberi zat warna tripan biru yang disuntik secara IV, dimana zat ini akan berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan tersebut dirangsang dengan panas yang cukup tinggi. Panas menyebabkan pembebasan histamin endogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi bersama-sama 20 dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan yang meradang dipotong kemudian ditimbang (Vogel, 2002; Turner, 1965). 4. Metode Pembentukan Kantong Granuloma Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pelet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbullah granuloma (Vogel, 2002). 5. Metode Iritasi Pleura Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk karena iritasi dengan induktor radang. Adanya aktifitas obat yang diuji ditandai dengan berkurangnya volume eksudat. Obat diberikan secara oral. Satu jam kemudian disuntik dengan induktor radang seperti formalin secara intra pleura. Setelah 24 jam, hewan dibunuh dengan eter lalu rongga pleura dibuka dan volume eksudat inflamasi diukur (Turner, 1965). 6. Metode Penumpukan Kristal Synovitis Pada percobaan ini telapak kaki tikus disuntik dengan suspensi ragi brewer dalam larutan metil selulosa secara subkutan. Akibat penyuntikan ini menyebabkan peningkatan suhu rektal lebih kurang 2 o C atau lebih. 21 Pada waktu 18 jam setelah penyuntikan diberikan obar secara oral dan suhu rektal diukur dalam selang 30 menit (Vogel, 2002; Turner, 1965). 2.6.7 Karagenan Karagenan dikenal juga dengan nama carragenan, carragenin, carraghenates, chondrus extrak dan irish moss extrak (Reynold, 1982). Karagenan merupakan suatu ekstrak kering ganggang laut merah (Rhodopyceae) yang diperoleh dari spesies Chondrus crispus. Ekstrak berwarna kuning kecoklatan sampai putih, sedikit berbau dan memberi rasa berlendir pada lidah, larut sempurna dalam air panas yang bersifat kental. Komposisi dari karagenan mengandung senyawa derivat mukopolisakarida yaitu poligalaktosa sulfat. (Shen, 1981; Reynold, 1982).
22 BAB III ALUR PENELITIAN
Mencit dan Tikus Dilakukan aklimatisasi Pengelompokkan hewan uji berdasarkan perlakuan yang diberikan (kontrol positif, kontrol negatif, Dosis rendah, Dosis sedang, Dosis tinggi). Daun sirih (Piper betle L.) DETERMINASI Serbuk daun sirih Ekstraksi dengan etanol 70% Ekstrak kental 1. Penapisan fitokimia 2. Organoleptis (bentuk, warna, bau dan rasa) 3. Susut Pengeringan dan kadar air. 4. Kadar abu 5. Kadar abu tidak larut asam Uji analgetik Analisa data Uji antiinflamasi 23 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Farmakologi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Farmakologi Jurusan Farmasi UHAMKA. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan (April 2010 Juli 2010). 4.2 Alat dan Bahan Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : (1) Neraca analitik (Wiggen Hauser); (2) Spuit injeksi suplantar dan peroral 1 ml & 3 ml (Terumo); (3) Stopwatch (Olympic); (4) Alat-alat gelas (Pyrex Iwaki Glass); (5) Vacum Rotari Evaporator (Memmert Eyele); (6) Pletismometer; (7) Kandang mencit & tikus; (8) Sonde; (9) Timbangan hewan, (10) Blender (National); (11) Oven (Memmert); (12) Kapas; (13) lumpang dan stamfer; (14) tissu gulung; (15) label; (16) botol vial; (17) spatel. 4.2.2 Bahan Penelitian Simplisia yang digunakan adalah daun sirih (Piperis Folium) dari tanaman sirih (Piper betle, L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO).
23 24 4.2.3 Bahan Kimia Bahan Analgetik Aquades, Asam asetat 0,5%, Asam mefenamat dari PT. Brataco sebagai zat pembanding, Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) dari PT. Brataco. Bahan Antiinflamasi Aquades, Karagenan dari Puslit Oseanografi, Na diklofenak dari PT. Kimia Farma, Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) dari PT. Brataco. 4.2.4 Bahan Pereaksi Bahan pelarut untuk ekstraksi adalah etanol 70%. Bahan untuk penapisan fitokimia adalah ammonia (10%, 25%), etil asetat, HCl (1%, 1:10), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, aquadest, lempeng magnesium, HCl pekat, butanol, larutan besi (III) klorida (FeCl 3 ) 1%, pereaksi Stiasny, NaOH 1 N, eter, asam asetat anhidrat, H 2 SO 4 pekat, pereaksi Libermann-Burchard, petroleum eter. 4.2.5 Hewan percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan (Mus Musculus) galur Deutche Denken Yoken (DDY) umur 2 3 bulan, bobot 20 25 gram sedangkan hewan yang digunakan untuk uji antiinflamasi ini adalah tikus putih betina galur Sprague Dawley (SD) dengan berat badan 200 250 gram dan berumur 2 3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).
25 4.3 Prosedur Penelitian 4.3.1 Determinasi Tanaman Bahan yang digunakan adalah daun sirih (Piper betle L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dideterminasi untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan kebenaran simplisia. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI Cibinong. 4.3.2 Penyiapan Bahan yang Digunakan a. Pengumpulan dan penyediaan simplisia b. Daun sirih yang akan digunakan dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan agar dapat bebas dari sisa cucian, dikeringkan dengan diangin-anginkan, setelah kering dan bebas air kemudian digiling hingga menjadi serbuk, serbuk yang diperoleh disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat. 4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. 400 gram serbuk kering dari daun sirih (Piper betle L.) dimaserasi dengan pelarut etanol 70% dan dilakukan pengadukan secara terus menerus. Proses tersebut dilakukan selama 1,5-2,5 jam dimana pelarut tetap diganti dan disaring. Proses tersebut diulangi terus menerus sampai diperoleh filtrat yang mendekati jernih kemudian semua filtrat digabung, dan diuapkan atau dipekatkan dengan rotary evaporator 26 pada suhu 40C hingga diperoleh ekstrak kental. Dihitung hasil % kadar ekstrak dengan rumus : Bobot ekstrak yang didapat % kadar ekstrak = x 100% Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi 4.3.4 Pembuatan Sediaan 1. Pembuatan sediaan ekstrak etanol daun sirih Ekstrak ditimbang sesuai dengan dosis yang direncanakan lalu dilarutkan dengan larutan Na CMC 1% yang telah dibuat sebelumnya, kemudian diaduk hingga homogen. Sediaan uji dibuat berdasarkan volume ideal yang boleh dimasukkan ke dalam tubuh hewan percobaan secara oral. Volume pemberian zat uji 1% dari berat hewan dengan menggunakan rumus (Thompson, 1990): VAO = dosis ( mg/ kg BB ) X Berat Badan ( kg ) Konsentrasi ( mg/ ml ) 2. Pembuatan suspensi asam mefenamat 0,5% b/v Untuk dosis 91 mg/kg BB Asam mefenamat ditimbang sebanyak 18,2 mg digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan 5 ml suspensi Na CMC 1 % sambil diaduk homogen, kemudian ditambahkan sampai 10 ml. Dikocok homogen dan dimasukkan ke dalam vial. 3. Pembuatan suspensi Na diklofenak Untuk dosis 5,14 mg/kg BB 27 Diklofenak ditimbang sebanyak 25,75 mg digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan 30 ml suspensi Na CMC 1% sambil diaduk homogen. kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu ditambahkan suspensi Na CMC 1% hingga tanda batas. Dikocok homogen dan dimasukkan ke dalam vial. 4. Pembuatan larutan karagenan 2% b/v Untuk membuat 10 ml larutan karagenan 2% b/v digunakan digunakan karagenan sebanyak 0,2 gram, kemudian dilarutkan dengan NaCl fisiologis sampai 10 ml dalam gelas ukur kemudian di panaskan dalam water bath sambil di aduk sampai larut dengan sempurna. 4.3.5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak (Sampurno et al, 2000) 1. Parameter spesifik : a. Organoleptik Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. 2. Parameter non spesifik terdiri dari: a. Susut Pengeringan dan Kadar Air. Ekstrak atau simplisia ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 o C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, buka tutupnya. 28 Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105 o C hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar b. Kadar Abu 1 g sampai 2 g ekstrak atau simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak atau simplisia diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b. c. Kadar abu tidak larut asam: Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
29 4.3.6 Penapisan Fitokimia a. Identifikasi Golongan Alkaloid Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing- masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid. b. Identifikasi Golongan Flavonoid 1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, serta 5 ml butanol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk 30 warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. c. Identifikasi Golongan Saponin Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin. d. Identifikasi Golongan Tanin 2 gram sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 ml larutan FeCl 3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny (formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl 3 1%, jika terbentuk warna biru tinta maka menunjukkan adanya tanin galat.
31 e. Identifikasi Golongan Kuinon Diambil 5 ml larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. f. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid 1 gram sampel ditambahkan dengan 20 ml eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut. g. Identifikasi Golongan Minyak Atsiri Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu 32 berbau aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri. h. Identifikasi Golongan Kumarin 2 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 ml lalu didinginkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia (NH 4 OH) 10%. Lalu diamati di bawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin (Fransworth, 1966). 4.4 Uji Analgetik dan Antiinflamasi 4.4.1 Aklimatisasi dan pengelompokkan hewan percobaan Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama 2 minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan serta menyeragamkan makanannya. Hewan percobaan dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor.
33 Hal ini memenuhi Rumus Federer, yaitu: (n-1) (t-1) 15 Keterangan : n = jumlah hewan percobaan per kelompok t = jumlah kelompok Rumus Fereder untuk Metode Whriting test (Analgetik) : (n-1) (5-1) 15 (n-1) 4 15 4n 4 15 4n 19 n 4,75 ~ 5 Rumus Fereder untuk Metode edema buatan pada telapak kaki tikus (Antiinflamasi) : (n-1) (5-1) 15 (n-1) 4 15 4n 4 15 4n 19 n 4,75 ~ 5 Jadi jumlah minimal mencit yang digunakan dalam percobaan metode whriting test adalah 5 ekor dalam satu kelompok, dan metode edema buatan pada telapak kaki tikus adalah 5 ekor tikus dalam satu kelompok. Adapun pembagian kelompok sebagai berikut :
34 Tabel 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Analgetik Kelompok Jumlah Mencit Perlakuan 1 5 Kontrol negatif, diberi Na CMC 1% 2 5 Kontrol positif, diberi suspensi asam mefenamat 0,5% b/v 3 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 216 mg/kgBB 4 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 432 mg/kgBB 5 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 864 mg/kgBB Setiap ekor disuntikan 0,4 ml/20 grBB mencit asam asetat 0,5% secara intraperitoneal (i.p)
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Rinciannya sebagai berikut : Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji antiinflamasi Kelompok Jumlah Tikus Perlakuan 1 5 Kontrol negatif, diberi Na CMC 1% 2 5 Kontrol positif, diberi Na diklofenak 3 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 108 mg/kgBB 4 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 216 mg/kgBB 5 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 432 mg/kgBB Setiap ekor disuntikkan 0,4 ml/200 grBB tikus suspensi karagenan 2% secara subkutan 35 4.4.2 Pengujian Efek Analgetik 1. Persiapan hewan coba Hewan coba mencit putih jantan galur DDY berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram sebanyak 25 ekor mencit. Diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium sekitar kurang lebih 2 minggu, dengan tujuan membiasakan hidup dalam lingkungan dan perlakuan. 2. Pengujian Efek Analgetik dengan Metode Writhing Test 1. Hewan percobaan dipuasakan makan selama 18 jam, minum tetap diberikan. 2. Setelah ditimbang, hewan dikelompokkan secara acak, yaitu: kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari lima ekor. 3. Untuk kelompok kontrol negatif diberi Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml/20 gr BB. 4. Untuk kelompok kontrol positif diberi asam mefenamat 0,5% b/v dalam Na CMC 1% dengan dosis 91 mg/kgBB mencit. 5. Pada kelompok uji, masing-masing kelompok diberi zat uji dengan dosis yang sesuai, secara oral. 6. Setelah 30 menit pemberian zat uji diinjeksi secara intraperitoneal (IP) larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 gram BB (Putri, 2001). 7. Hitung geliat yang terjadi selang 5 menit selama 30 menit. 8. Hitung persentase inhibisi pada masing-masing kelompok dosis dengan menggunakan rumus (Turner, 1965) : 36 %inhibisi geliat = 100% - ( jumlah geliatan rataan zat uji x 100%) jumlah geliat rataan kontrol 4.4.3 Uji antiinflamasi 1. Persiapan hewan coba Hewan coba tikus betina galur Sprague Dawley (SD) berumur 2-3 bulan dengan berat badan 200-250 gram sebanyak 25 ekor tikus. Diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium sekitar kurang lebih 2 minggu, dengan tujuan membiasakan hidup dalam lingkungan dan perlakuan. 2. Pengujian Efek Antiinflamasi dengan Metode Edema Buatan Pada Telapak Kaki Tikus (Vogel, 2002). 1. Tikus dipuasakan 18 jam sebelum pengujian, air minum tetap diberikan. 2. Pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara acak; ada lima kelompok tikus dengan jumlah tikus masing- masing kelompok adalah 5 ekor. 3. Volume kaki kiri belakang setiap tikus yang akan diinduksi, diberi tanda pada mata kaki lalu diukur terlebih dahulu dengan cara mencelupkan kaki tikus ke dalam raksa hingga tanda batas. Pada setiap pengukuran, tinggi cairan pada alat dicatat sebelum dan sesudah pengukuran. 4. Pada kelompok kontrol negatif, setiap tikus diberi Na CMC 1% dengan dosis 2 ml/200 grBB tikus. 37 5. Pada kelompok kontrol positif, setiap tikus diberi suspensi obat antiinflamasi natrium diklofenak dalam Na CMC 1% dengan dosis 5,14 mg/kgBB tikus 6. Pada masing-masing kelompok uji diberikan suspensi bahan uji dalam Na CMC 1% yang diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan dosis yang diinginkan. 7. Setelah 1 jam diberi sediaan uji, telapak tikus disuntik dengan larutan karagenan 2% sebanyak 0,4 ml secara intrakutan, sebelumnya kaki tikus dibersihkan dengan etanol 70%. 8. Setelah 1 jam kaki tikus dicelupkan ke dalam alat pletismometer hingga batas mata kaki lalu diukur pada jam ke-1, 2, 3, 4, dan 5 setelah diinduksi dengan karagenan. 9. Ukur volume edema telapak kaki masing-masing tikus. 10. Hitung persentase edema dan persentase inhibisi pembentukan edema dengan rumus (Kelompok kerja ilmiah, 1993): % udem = (X) t (X) o x 100% (X) o % Inhibisi udem = a b x 100% a Dimana : ( X ) t = Volume telapak kaki tikus pada waktu t ( X ) o = Volume telapak kaki tikus pada waktu nol a = % udem rata-rata kelompok kontrol b = % udem rata-rata kelompok yang diberi zat uji
38 4.4.4 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji Analisis varians (ANAVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (LSD) (Santoso, 2008).
39 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL PENELITIAN 5.1.1 Determinasi Tanaman Determinasi tanaman telah dilakukan di laboratorium Herbarium LIPI Bogor. Jawa Barat. Hasil determinasi telah menunjukkan bahwa tanaman yang menjadi sampel adalah Piper betle, Linn atau lebih dikenal dengan sebutan daun sirih dan bersuku Piperaceae. 5.1.2 Ekstraksi Tabel 3. Hasil Ekstraksi No. Jenis Hasil 1 Daun sirih segar 3 kg 2 Daun sirih kering 830 gr 3 Serbuk 400 gr 4 Ekstrak etanol kental 75,2 gr
5.1.3 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak Tabel 4. Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Karakteristik Simplisia (Serbuk) Persyaratan Ekstrak Kental Daun Sirih Persyaratan Organoleptis Warna : Hijau Bau : Khas Rasa : Pedas
_ Warna : Coklat tua Bau : Khas Rasa : Pedas _ Susut 4,4% Tidak lebih dari 10% _ _ 39 40 pengeringan (Depkes RI, 1995) Kadar air _ _ 4,15% Tidak lebih dari 5,4% (BPOM, 2004). Kadar abu 11,68% Tidak lebih dari 14% (Depkes RI, 1980). 7,90% (Ekstrak etanol 70%) Tidak lebih dari 0,29% ( ekstrak etanol 95%) (BPOM, 2004). Kadar abu tak larut asam 4,12 % Tidak lebih dari 7% (Depkes RI, 1980) 3,52 % (Ekstrak etanol 70%) Tidak lebih dari 0,08% (ekstrak etanol 95%) (BPOM, 2004) % Kadar Ekstrak _ _ 18, 8% _
5.1.4 Penapisan Fitokimia Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan pada daun sirih (Piper betle, Linn) diperoleh beberapa golongan senyawa kimia yang hasilnya dapat dilihat dibawah ini : Tabel 5. Hasil Penapisan Fitomikia Ekstrak Daun Sirih Golongan Senyawa Hasil Penapisan Serbuk Ekstrak Kental Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid Tanin Kuinon Minyak Atsiri Kumarin + + + + + + - + + + + + + + + - + + 41 5.2 Hasil Uji Analgetik a. Rata-rata geliat mencit setelah diinduksi asam asetat 0,5% pada masing- masing perlakuan. Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat Kelompok Rata-rata jumlah geliat menit ke 5 10 15 20 25 30 Na CMC 1% 0,5 mL/20 g BB 44 39 38 35 24 14,67 Asam Mefenamat 0,5% 91mg/kg BB 7,33 6 4,33 3 2,33 1,33 Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB 24,33 20 16,67 11,33 8,67 6,33 Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB 16,33 13,67 9,67 7,67 5,67 4 Ekstrak Daun Sirih 864mg/kg BB 8,33 6,33 5,33 4,33 3,33 2,33
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 5' 10' 15' 20' 25' 30' Waktu (menit) R a t a - r a t a
j u m l a h
g e l i a t Kontrol negatif Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi
Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah geliat
42 b. Rata-rata persentase inhibisi geliat ekstrak daun sirih terhadap kelompok perlakuan. Tabel 7. Persentase inhibisi geliat Kelompok Persentase inhibisi geliat Na CMC 1% 0,5 ml/20 grBB 0 0 Asam Mefenamat 0,5% 91mg/kg BB 87,54 2,13 Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB 54,91 5,21 Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB 70,79 8,35 Ekstrak Daun Sirih 864mg/kg BB 84,80 1,50
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kontrol negatif Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi Kelompok perlakuan %
i n h i b i s i
g e l i a t Series1
Gambar 2. Grafik persentase inhibisi geliat terhadap kelompok perlakuan
43 5.3 Hasil Uji Antiinflamasi a. Rata-rata volume edema telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan. Tabel 8. Rata-rata volume udem (mL) Kelompok Rata-rata volume udem (mL) tiap 1 jam selama 5 jam 0 1 2 3 4 5 Na CMC 1% 2 mL/200 g BB 0,19 0,38 0,42 0,43 0,46 0,43 Na Diklofenak 5,14mg/kg BB 0,21 0,28 0,34 0,36 0,40 0,37 Ekstrak Daun Sirih 108mg/kg BB 0,20 0,33 0,38 0,41 0,43 0,41 Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB 0,21 0,32 0,38 0,41 0,42 0,39 Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB 0,21 0,30 0,35 0,37 0,39 0,36
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0jam 1jam 2jam 3jam 4jam 5jam Waktu R a t a - r a t a
u d e m Kontrol negatif Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi
Gambar 3. Grafik rata-rata volume udem terhadap waktu
44 b. Rata-rata persen radang telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan. Tabel 9. Rata-rata persen udem Kelompok Persen rata-rata udem tiap 1 jam selama 5 jam 0 1 2 3 4 5 Na CMC 1% 2 mL/200 g BB 0 97,64 117,2 123,9 138,03 120,86 Na Diklofenak 5,14mg/kg BB 0 30,56 58,89 68,33 86,67 73,89 Ekstrak Daun Sirih 108mg/kg BB 0 66,76 93,63 103,7 118,18 81,67 Ekstrak Daun Sirih 216mg/kg BB 0 53,63 78,78 91,20 109,99 85,15 Ekstrak Daun Sirih 432mg/kg BB 0 42,12 70,90 77,57 90,60 77,57
u d e m Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi
Gambar 5. Grafik % inhibisi udem terhadap waktu
5.4 PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan ekstrak kental daun sirih (Piper betle, Linn) diperoleh dari proses ekstraksi yang merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi 46 pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Pembuatan serbuk dilakukan daun sirih dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari kemungkinan rusaknya senyawa-senyawa komplek yang terkandung di dalam daun lalu diblender menjadi serbuk. Pembasahan dan penyarian merupakan salah satu cara ekstraksi yaitu maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan kamar, dan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya bertujuan agar dapat menarik semua zat aktif yang terkandung di dalam daun. Kemudian dilakukan pemekatan dengan alat Rotary Evaporator untuk memperoleh ekstrak kental daun sirih. Dari proses tersebut didapatkan ekstrak kental sebanyak 75,2 gram. Selanjutnya pengujian simplisia dan ekstrak kental daun sirih dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalam daun sirih (Tabel 5). Kemudian uji parameter spesifik dan non spesifik ekstrak dengan beberapa karakteristik ekstrak yaitu organoleptis, susut pengeringan, kadar air, kadar abu dan kadar abu tak larut asam. Ekstrak kental daun sirih digunakan untuk diuji efek analgetik dan antiinflamasi. Pemakaian etanol 70% sebagai pelarut karena etanol 70% dapat melarutkan senyawa organik dalam tumbuhan baik yang bersifat polar maupun non polar, tidak beracun, tidak mudah ditumbuhi kapang dan kuman, dan pemanasan yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Disamping itu etanol 70% mempunyai titik didih yang rendah (78,4 o C) sehingga mudah diuapkan, aman digunakan dan mudah mendapatkannya (Riawan, 1990). 47 Bahan uji yang diberikan dalam bentuk tersuspensi dengan Na CMC 1%, hal ini dikarenakan ekstrak tidak larut sempurna dalam air. Pada uji efek analgetik ini dilakukan dengan metode Writhing test yang diperlihatkan dengan adanya kontraksi dari dinding perut, kedua pasang kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya. Metode ini dipilih, karena mudah dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus, dan tanpa menggunakan alat yang khusus. Metode Writhing test digunakan untuk pengujian analgetik non narkotik. Prinsip metode ini adalah mengamati penurunan jumlah geliat yang terjadi akibat pemberian zat uji pada mencit yang diberi larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 grBB mencit, secara intraperitoneal. Larutan asam asetat ini digunakan sebagai induktor nyeri berupa geliatan pada mencit sedangkan bahan pembanding yang digunakan adalah asam mefenamat 0,5% b/v. Dimana asam mefenamat ini terikat sangat kuat pada protein plasma (Ganiswara, 2007) dan paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri. Hewan percobaan yang digunakan uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) karena dapat menghasilkan banyak keturunan sehingga mudah didapat dalam jumlah banyak, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil sehingga pada saat pengujian mudah diamati, sifat kanibalnya rendah, dan memiliki harga jual yang relatif tidak mahal. Pada uji efek analgetik ini digunakan 3 variasi kelompok dosis yaitu kelompok dosis rendah 216 mg/kg BB, kelompok dosis sedang 432 mg/kg BB, dan kelompok dosis tinggi 864 mg/kg BB. Pada kelompok ekstrak daun sirih dosis 216 mg/kg BB, dosis 432 mg/kg BB dan dosis 864 mg/kg BB jumlah geliat yang ditimbulkan lebih kecil dari pada kelompok kontrol negatif Na CMC 1%, hal 48 ini berarti kelompok ekstrak daun sirih sudah dapat memberikan efek analgetik. Pengamatan terhadap persen inhibisi geliat selama 30 menit menunjukkan bahwa dosis 864 mg/kg BB memberikan efek yang maksimal. Pada grafik hubungan antara kelompok dosis dengan jumlah geliat rataan atau antara dosis dengan persentase inhibisi geliat (Lampiran 18). Terlihat bahwa semakin tinggi dosis ekstrak daun sirih yang diberikan semakin kecil jumlah peregangan yang terjadi. Ini berarti efek inhibisi terhadap rasa nyeri yang ditimbulkan semakin besar. Sehingga dapat diduga ada hubungan antara dosis dengan efek analgetiknya. Data yang diperoleh dianalisa secara statistik menggunakan metode analisa varian (ANOVA) satu arah. Metode ini digunakan untuk melihat rata-rata persentase inhibisi geliat mencit pada kelompok perlakuan adalah sama atau sebaliknya secara nyata. Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji LSD. Sebelum analisa tersebut dilakukan, telah dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmogorof-Smirnov dan homogenitasnya dengan metode Levene. Untuk uji efek analgetik ini analisa awal dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmigorov-Smirnov untuk melihat distribusi data persen inhibisi geliat mencit terhadap kelompok perlakuan (Lampiran 23) menunjukkan semua kelompok perlakuan terdistribusi normal dan tidak berbeda secara bermakna. Kemudian dilanjutkan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persentase inhibisi geliat mencit homogen atau tidak, hasil menunjukkan semua kelompok perlakuan tidak terdistribusi homogen ( 0,05). Karena data tersebut tidak memenuhi syarat homogenitas maka dilanjutkan uji Kruskal Willis untuk 49 mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase inhibisi geliat mencit pada data yang tidak memenuhi syarat normalitas dan homogenitas. Kemudian uji BNT dengan metode LSD dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna dengan tujuan untuk menetukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hasil tersebut menunjukkan persentase inhibisi geliat mencit seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05 (Lampiran 22). Berdasarkan uji tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 216 mg/kgBB, 432 mg/kgBB dan 864 mg/kg BB dapat menurunkan geliat pada mencit putih jantan yang diinduksi asam asetat0,5% dan pada dosis 864mg/kg BB mencit memberikan efek analgetik yang sama dengan asam mefenamat sebagai kontrol positifnya. Pada pengujian efek antiinflamasi digunakan metode pembentukkan edema buatan pada telapak kaki belakang tikus putih betina dan karagenan sebagai penginduksi udem. Metode ini dipilih, karena sederhana dan lebih mudah dilakukan tanpa keahlian khusus namun memiliki hasil yang akurat. Metode pembentukan edema buatan pada telapak kaki tikus yang sebenarnya menggunakan 0,2 ml suspensi karagenan 1% dalam NaCl fisiologis sebagai induksi secara subkutan (Kelompok kerja ilmiah, 1993). Namun, pada penelitian kali ini menggunakan 0,4 ml suspensi karagenan 2% karena lebih terlihat volume udem yang terbentuk pada telapak kaki tikus. 50 Pengukuran volume udem menggunakan pletismometer dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah volume air raksa pada alat, kejelasan tanda batas harus terbenamnya kaki tikus dalam air raksa, posisi kaki tikus pada saat pengukuran, cara pembacaan skala pada alat, dan kondisi perlakuan selama penelitian. Pengurangan sebanyak mungkin pengaruh faktor tersebut dilakukan dengan meningkatkan ketelitian saat pengukuran yaitu melakukan pengukuran dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan mengusahakan tikus dalam keadaan tenang saat pengukuran. Bahan pembanding yang digunakan pada penelitian adalah natrium diklofenak. Dimana natrium diklofenak ini mempunyai daya absorbsi yang cepat dalam tubuh dengan efek samping yang lebih rendah dari yang lainnya (indometaxim, piroxicam) (Tjay dan Kirana, 2002). Natrium diklofenak juga sering digunakan sebagai kontrol pembanding pada penelitian efek antiinflamasi. Karagenan dipilih sebagai penginduksi udem karena dapat menimbulkan gejala antiinflamasi akut, selain itu udem yang dihasilkan lebih responsif terhadap obat-obat antiinflamasi. Pembentukkan udem oleh larutan karagenan 2% b/v sebanyak 0,4 ml/200 gBB juga tidak menyebabkan kerusakan jaringan dan udem dapat bertahan selama beberapa jam kemudian berangsur-angsur berkurang setelah 24 jam. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih betina karena dapat diperoleh dalam jumlah banyak, ukuran telapak kaki tikus lebih mudah diamati saat diukur volume udemnya. Hewan uji tersebut dipilih galur, umur, jenis kelamin, dan kondisi perlakuan yang sama agar meminimalkan variasi biologis selama penelitian. Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus putih betina galur 51 Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram dengan usia 2-3 bulan. Pemilihan galur tikus tersebut didasarkan pada mekanisme patofisiologinya terhadap iritasi, udem dan aktivasi asam arakhidonat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan yang mirip dengan manusia (Convorti and Bellavite, 2010). Jenis kelamin betina dipilih karena respon inflamasi pada tikus betina lebih nyata dibandingkan pada tikus jantan. Respon inflamasi pada tikus putih dipengaruhi oleh hormon estrogen dan testosteron (Green et al, 1999). Perlakuan hewan dimulai dengan aklimatisasi terlebih dahulu selama dua minggu, agar hewan dapat beradaptasi dengan lingkungan. Kemudian tikus dikelompokan menjadi lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Kelompok kontrol negatif yang diberi 2 ml/200 grBB Na CMC 1% per oral, Kelompok kontrol positif yang diberi pembanding natrium diklofenak per oral, Kelompok dosis rendah yang diberikan ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 108 mg/kgBB, Kelompok dosis sedang yang diberikan ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 216 mg/kgBB, dan Kelompok dosis tinggi yang diberi ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 432 mg/kg BB. Pengukuran dilakukan satu jam setelah penyuntikan karagenan 2%. Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus dilakukan setiap satu jam selama 5 jam setelah telapak kaki tikus dibuat udem dengan induksi karagenan (Lampiran 20, Tabel 19). Persentase penghambatan udem juga dihitung pada setiap jam yang sama (Lampiran 20, Tabel 20). Pengamatan selama 5 jam dilakukan untuk mengetahui waktu dimana volume udem maksimal terbentuk. Pada penelitian ini, volume udem rata-rata terbesar terjadi pada jam keempat 52 kemudian berangsur-angsur menurun pada jam kelima setelah diinduksi karagenan (Tabel 8 dan Gambar 3). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis ekstrak etanol 70% daun sirih mampu menghambat radang. Pada perlakuan menunjukkan bahwa radang terbesar terlihat pada jam keempat. Pada dosis 432 mg/kgBB memperlihatkan kemampuan menghambat udem terbesar yaitu 55,38% pada jam pertama dan menurun pada jam keempat. Sedangkan pada dosis 108 mg/kgBB memperlihatkan kemampuan menghambat udem terkecil yaitu 30,74% pada jam pertama dan menurun pada jam keempat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase penghambatan udem maka semakin kecil persentase udemnya, dan sebaliknya jika semakin kecil penghambatan udem maka semakin besar persentase udem tersebut, ini bisa disebabkan karena absorbsi yang cepat kemudian efeknya menurun karena adanya proses ekskresi. Bila dilihat secara keseluruhan pada gambar 5, maka persentase penghambatan udem pada setiap kelompok uji masih lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberikan Na diklofenak. Data yang diperoleh dianalisa secara statistik, untuk uji antiinflamasi ini analisa awal dilakukan uji normalitas dengan menggunakan metode Kalmogorof- Smirnov untuk melihat distribusi data persen penghambatan udem telapak kaki tikus pada jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3, jam ke-4 dan jam ke-5 (Lampiran 23) menunjukkan semua kelompok tikus terdistribusi normal dan tidak berbeda secara bermakna. Kemudian dilanjutkan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persen penghambatan udem telapak kaki tikus homogen atau tidak, hasil menunjukkan jam ke-2 dan jam ke-3 tidak terdistribusi homogen (0,05) 53 maka dilanjutkan uji Kruskall Willis. Selanjutnya dilakukan uji BNT dengan metode LSD. (Lampiran 23) Pada jam ke-2 dan jam ke-3 seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara bermakna. Uji ANOVA pada jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5 menunjukkan bahwa seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif. Pada jam ke- 1 dan jam ke-4 menunjukkan seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Kemudian pada jam ke-5 menunjukkan seluruh kelompok ekstrak tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok positif kecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kg BB dapat menurunkan radang pada telapak kaki tikus putih betina yang diinduksi karagenan 2%. Pada penelitian uji efek analgetik dan antiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sirih ini menunjukkan bahwa efek tergantung dosis pada peningkatan dosis tertentu. Efek analgetik dan antiinflamasi dapat dilihat dari kandungan terbesar pada daun sirih yaitu minyak atsiri dimana komponen minyak atsiri yang paling berperan dalam efek analgetik dan antiinflamasi adalah triterpene dan terpenoid 54 (Sudarsono et al, 1996). Minyak atsiri (triterpene dan terpenoid) berhubungan dengan aktivitasnya sebagai antioksidan (Parwata et al, 2009) dimana kedua senyawa ini mampu menghambat oksidasi asam arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase. Apabila oksidasi asam arakhidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan nyeri dan inflamasi. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan. Adanya hambatan pada oksidasi asam arakhidonat dan penetralan oksigen reaktif menyebabkan triterpene dan terpenoid berefek sebagai analgetik dan antiinflamasi, selain itu triterpen dan triterpenoid dapat menghambat terbentuknya leukotrien sehingga proses antiinflamasi dapat dihambat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanol 70% daun sirih tidak hanya triterpene dan triterpenoid yang terkandung dalam minyak atsiri yang bertanggung jawab dalam memberikan efek analgetik dan antiinflamasi. Kemungkinan senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak daun sirih juga dapat memberikan efek analgetik dan antiinflamasi.
55 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN 1. Ekstrak kental etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 216mg/kgBB, 432mg/kgBB dan 864mg/kgBB mencit putih mempunyai efek analgetik. Dosis uji yang memberikan persentase inhibisi geliat mencit tertinggi adalah 864mg/kgBB sebesar 84,80%. Hasil uji statistik dengan ANOVA menunjukkan semua kelompok ekstrak uji terdapat perbedaan secara bermakna (0,05) terhadap kontrol negatif dan pada dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna (0,05) dengan kontrol positif. 2. Ekstrak kental etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kgBB mempunyai kemampuan menurunkan udem pada telapak kaki tikus putih betina yang diinduksi karagenan 2% tetapi lebih rendah dibandingkan dengan pembanding Na diklofenak. Kelompok dosis tinggi 432 mg/kgBB dapat menurunkan udem yang setara dengan Na diklofenak. Hasil uji statistik dengan ANOVA menunjukkan semua kelompok ekstrak uji terdapat perbedaan secara bermakna (0,05) terhadap kontrol negatif dan pada dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna (0,05) dengan kontrol positif.
56 6.2 SARAN Perlu dilakukan pengujian efek analgetik dan antiinflamasi dari ekstrak daun sirih dengan metode yang sama tetapi dengan dosis ditingkatkan lagi untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.
57 DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Wenny. 2008. Efek Anti Inflamasi Ekstrak EtanolDaun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Surakarta: Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Bowman, WC. 1980. Texbook of pharmacology 2 nd ed. Blackwell Scientific Publication. Oxford, London, hal 13.15, 13.17.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, volume 1. BPOM RI, Jakarta: 96-98.
Conforti, A., Paolo, B., Simone, B., Flavia, C., Francesca, M.I., Roberto, R., Rat models of acute inflammation: a randomized controlled study on the effects of homeopathic remedies. University of Verona. http://www.biomedcentral.com/1472(-)6882/7/1 on september, 2010 at 13.30 WIB
Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta : 178-181.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: xxx.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plant. J.Pharm, Sci: 55, 3.
Green, P., Solbritt, R.D., William, M.I., Holly, J.S., Frederick, J.P., Joh, D.L. Sex Steroid Regulation of the Inflammatory Response: Sympathoadrenal Dependence in the Female Rat. The Journal of Neuroscience, 19(10), May 15, 1999 : 4082-4089.
Gunawan, D., Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya, Jakarta : 9-17.
Guyton C. A. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7. EGC. Jakarta : 307
Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penerbit Swadaya. Jakarta, 86-87.
58 Hamid Hinna, Tarique Abdullah, Asif Ali, M. Sarwar Alam, and Ansari. Anti- inflammatory and Analgesic Activity of Uraria Lagopoides. Pharmaceutical Biology, Vol. 42, No. 2, 2004, 114-116.
Kelompok Kerja Ilmiah. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka. Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam. Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.: 3-2 , 43-45
Katzung, G.B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika. Jakarta: 567.
Mursito, Bambang. 2004. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya. Jakarta : 108 109.
Mustchler, E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi Edisi 5, diterjemahkan oleh Widianto, M. B. dan A.S, ranti, Penerbit ITB. Jakarta, 177-195.
Parwata, O.A., Wiwik Susanah Rita dan Raditya Yoga. Isolasi dan Uji Antiradikal Bebas Minyak Atsiri Pada Daun Sirih (Piper betle, Linn) Secara Spektroskopi Ultra Violet Tampak. Jurnal Kimia, Vol. 3, No. 1, Januari 2009, 7-13
Park, Eun-Hee., Ja-Hoon Kahng dan Eun-Ah Paek. Studies On The Pharmacological Actions of Cactus : Identification of Its Anti-inflammatory Effect. Archive of Pharmacal Research, Vol. 21, No. 1, November 1998, 30- 34
Price, S. A. dan Wilson, L. M, 1995. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, diterjemahkan oleh P. Nugraha, Penerbit EGC, Jakarta: 36-37.
Porchezhian, E., S.H. Ansari dan Sarfaraz Ahmad. Analgesic and Anti- Inflammatory Effect of Alangium salvifolium. Pharmaceutical Biology, Vol. 39, No. 1, 2001, 65-66
Putri, E. 2001. Uji Efek Analgetik, Antipiretik dan Anti Inflamasi Ekstrak Metanol Batang Brotowali (Tinospora crispa (L) Miers ex Hook. F. & Thems). Skripsi. UNAND
Rachmat, M., Mae Sri Hartati W dan Subagus Wahyuono. Aktivitas Antibakteri Sediaan Obat Kumur Berisi Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper betle, Linn.) Dan Analisis Komposisi Minyak Atsirinya. Majalah Farmasi Indonesia, Vol. 11, No. 4, 2000, 235-240 59
Reagan Shaw, Shannon,. Nihal, Minakshi and Ahmad, Nihal. 2008. Dose translation from animal to human studies revisiteh. The FASEB Journal 2008; 22 : 649-661. http://www.faseb.org. Diakses tanggal 21 April 2009, pukul 13.55
Reynold, J.E.F (editor). 1982. Martindle the Extra Pharmacopie, 30 th Ed, The Pharmaceutical Press, London.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi I. Binarupa Aksara. Jakarta, 76
Rumawas W. 1989. Patologi Umum. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Rustam, E., Indah Atmasari dan Yanwirasti. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 2, No. 2, September 2007, 112- 115
Sampurno, et al., 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 1-17.
Saeed, S. A., Farnas, S., Simjee, R. U., Malik, A., 1993, Triterpenes and - Sitosterol from Piper betle L.: Isolation, Antiplatelet and Antiinflamatory Effects, Biochem. Soc. Trans, Vol 21. No. 4: 462S
Santoso, S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta : 237-247.
Shen, T.Y., Non Steroidal Anti Inflammatory agents, in M.E. Wolff, Burgers Medicinal Chemistry, 4 th Ed, Part III, Jhon Willey & Son, New York, 1981
Sirait, M., Loohu, E., dan Sutrisno,R.B., 1980. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : 92-98.
Sriningsih dan Agung EW. 2006. Efek Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Tikus. Dalam : Artocarpus Media Pharmaceutica Indonesiana Vol.6 (2). Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya: 91-96.
Standard of ASEAN Herbal Medicine. 1993. Volume 1. Jakarta, Indonesia : ASEAN Countries. Hal. 341-344
60 Suhendi, A., Kuswandi dan Agung, E.N. Efek Analgetik Infusa Daun Dewa (Gynura procumbens (Lour) Merr.) Pada Mencit Putih Jantan Galur DDI. Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 4, No. 2, Desember 2003, 77-83.
Sudarsono., Pudjoarinto A., Gunawan D., Wahyuono S., Donatus IA., Dradjad., Wibowo S., dan Ngatidjan. 1996. Tumbuhan Obat. PPOT UGM. Yogyakarta.
Soesilo,S., Andajaningsih., Panjaitan, R., 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: 1ii; 7.
Takahashi, M., Umehara, N., Suzuki, S., Tezuka, M., 2001, Analgesic Action of a Sustained Release Preparation of Diclofenac Sodium in a Canine Urate- Induced Gonarthritis, Journal of Health Science, 464467, (online), (http://jhs.pharm.or.jp/47(5)/47(5)p464.pdf, diakses tanggal 14 april 2007).
Tjay, Tan H., Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek sampingnya, edisi kelima. PT Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta : 313
Thompson E. B., Drug Bioscreening, Drug Evaluation Techniques in Pharmacology, Departement of Pharmacodinamics, College of Pharmacy, The University of Illion at Chicago, VCH, Weinheim Basel Cambridge, New York, 1990
Turner, A. 1965. Screenening Methods In Pharmacology. Academic Press, New York: 101-117, 152-163.
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. EGC. Jakarta : 232 235.
Vogel, H.G., W. H, Vogel, Drug Discovery And Evaluation, Pharmacological Assay, Springer, Verlag Berlin, Heidelberg, 2002.
Wilmana, P.F., Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. bagian Farmakologi FKUI. Jakarta : 230-240.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar daun sirih (Piper betle, Linn)
Gambar 6. Daun Sirih (Piper betle, Linn)
Lampiran 2. Alat Penelitian
Gambar 7. Pletismometer
Lampiran 3. Perlakuan Hewan Uji (Analgetik)
Gambar 8. Mencit Putih Jantan
Gambar 9. Perlakuan sonde Gambar 10. Penyuntikan pada mencit secara intraperitoneal
Gambar 11. Geliat pada mencit
Lampiran 4. Perlakuan Hewan Uji (Antiinflamasi)
Gambar 12. Pelaksanaan sonde Gambar 13. Penyuntikan pada tikus karagenan secara subkutan
Gambar 14. udem pada telapak Gambar 15. Pengukuran udem kaki tikus pada telapak kaki kiri tikus
Lampiran 5. Hasil Determinasi Daun Sirih (Piper betle, Linn)
Lampiran 6. Hasil Analisa Asam Mefenamat
Lampiran 7. Sertifikat Natrium Diklofenak
Lampiran 8. Sertifikat Analisa Diklofenak Sodium
Lampiran 9. Sertifikat Karagenan
Lampiran 10. Proses Penyiapan Simplisia
Gambar 16. Bagan proses penyiapan simplisia
Lampiran 11. Aklimatisasi Hewan Percobaan Determinasi tanaman Sortasi basah Pencucian dengan air bersih Diangin-anginkan Sortasi kering Daun sirih digiling hingga menjadi serbuk Pembuatan ekstrak: Simplisia dimaserasi dengan etanol 70% dan dilakukan pengadukan secara terus menerus. Proses tersebut dilakukan selama 1,5-2,5 jam dimana pelarut tetap diganti. Filtrat digabung dan disaring. Filtrat diuapkan pada suhu 40 o C Ekstrak kental Pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak dan penapisan fitokimia
Gambar 17. Bagan aklimatisasi hewan percobaan
Lampiran 12. Skema Kerja Analgetik Disiapkan 25 ekor mencit jantan putih dengan bobot 20-25 g
Diadaptasikan atau diaklimatisasi selama 2 minggu dalam kondisi percobaan Dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok 5 ekor kelompok Kontrol Positif 5 ekor kelompok Kontrol Negatif 5 ekor kelompok Dosis Rendah 5 ekor kelompok Dosis Sedang 5 ekor kelompok Dosis Tinggi Disiapkan 25 ekor tikus jantan putih dengan bobot 200 250 g
30 menit
5 menit
Gambar 18. Skema kerja analgetik
5 ekor mencit Kontrol Positif 5 ekor mencit Kontrol Negatif 5 ekor mencit Dosis 216mg/kg BB 5 ekor mencit Dosis 432mg/kg BB 5 ekor mencit Dosis 864mg/kg BB Diberikan Asam mefenamat dosis91mg/ kgBB dalam Na CMC 1% per oral Diberikan larutan 0,5 ml Na CMC 1% per oral Diberikan ekstrak daun sirih dosis 216mg/kgBB dalam Na CMC 1% per oral Diberikan ekstrak daun sirih dosis 432mg/kgBB dalam Na CMC 1% per oral Setiap ekor disuntikan 0,4 ml/20grBB asam asetat 0,5% secara intraperitoneal (i.p) Hitung geliat selama 30 menit dengan interval waktu 5 menit Diberikan ekstrak daun sirih dosis 864mg/kgBB dalam Na CMC 1% per oral Lampiran 13. Skema Kerja Antiinflamasi
1 jam
Gambar 19. Skema kerja antiinflamasi
25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok Timbang berat badan Ukur volume telapak kaki kiri belakang tikus Perlakuan tiap kelompok Kontrol positif diberikan Na diklofenak dosis 5,14mg/kgBB dalam Na CMC 1% per oral
Kontrol negatif diberikan 2ml/200grBB larutan Na CMC 1% per oral Ekstrak daun sirih dosis 108mg/kgBB dalam Na CMC 1% diberikan per oral Ekstrak daun sirih dosis 216mg/kgBB dalam Na CMC 1% diberikan per oral Ekstrak daun sirih dosis 432mg/kgBB dalam Na CMC 1% diberikan per oral Masing-masing disuntikkan 0,4 ml/200grBB karagenan 2% Ukur volume telapak kaki belakang tikus pada jam ke-1, 2, 3, 4, dan 5 Lampiran 14. Rumus Perhitungan Dosis Hewan (Reagan-Shaw, Shannon,. Nihal, Minakashi and Ahmad, Nihal. 2008)
Formula for Dose Translation Based on BSA
HED (mg/kg) = Animal dose (mg/kg) multiplied by Animal Km Human Km
Tabel 11. Conversion of animal doses to HED based on BSA
Lampiran 15. Perhitungan Dosis Ekstrak Kental Daun Sirih ( Piper betle, Linn )
Ekstrak daun sirih Berat rata-rata dari 10 helai daun sirih segar = 1,6 gram Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 400 gram Berat ekstrak kental yang didapat = 75,2 gram
% kadar ekstrak = Berat ekstrak kental yang didapat _________________________________ x 100% Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 75,2 gr x 100% 400 = 18,8 %
Dalam 400 gram serbuk daun sirih setara dengan : 400 gram = 250 helai daun sirih segar. 1,6 gram
Untuk berat ekstrak per satu daun yaitu = Berat ekstrak kental yang didapat Berat segar daun sirih = 75,2 gram 250 helai = 0,3 gram/helai daun sirih Jadi, berat ekstrak untuk tiap satu daun sebanyak 0,3 gram.
Dosis untuk manusia 7 helai daun sirih untuk pengobatan bronchitis (Dalimartha, 2006) setara dengan : 7 helai daun sirih x 0,3 gram/helai daun sirih = 2,1 gram Jadi, dosis manusia = 2,1 gram atau 2100 mg
Jadi, dosis yang digunakan untuk mencit dan tikus adalah: Dosis mencit ( Uji Analgetik) : HED (mg/kg) = animal dose (mg/kg) x Km animal Km human 2100 mg/ 60 kg = animal dose (mg/kg) x 3 / 37 35 mg/kg = animal dose (mg/kg) x 3/ 37 Animal dose = 432 mg/kg atau 8,64 mg/20 gr BB
Dosis tikus (Uji antiinflamasi) : HED (mg/kg) = animal dose (mg/kg) x Km animal Km human 2100 mg/ 60 kg = animal dose (mg/kg) x 6 / 37 35 mg/kg = animal dose (mg/kg) x 6 / 37 Animal dose = 216 mg/kg atau 43,2 mg/200 gr BB
Keterangan : A. Dosis mencit ( Uji analgetik) 1. Dosis rendah = x dosis sedang = x 8,64 mg/20 grBB = 4,32 mg/20 grBB atau 216 mg/kgBB 2. Dosis sedang = 1 x 8,64 mg/20 grBB = 8,64 mg/20 grBB atau 432 mg/kgBB 3. Dosis tinggi = 2 x dosis sedang = 2 x 8,64 mg/20 grBB = 17,28 mg/20 grBB atau 864 mg/kgBB
B. Dosis tikus ( Uji antiinflamasi) 1. Dosis rendah = x dosis sedang = x 43,2 mg/200 grBB = 21,6 mg/200 grBB atau 108 mg/kgBB 2. Dosis sedang = 1 x 43,2 mg/200 grBB = 43,2 mg/200 grBB atau 216 mg/kgBB 3. Dosis tinggi = 2 x dosis sedang = 2 x 43,2 mg/200 grBB = 86,4 mg/200grBB atau 432 mg/kgBB.
1. Konsentrasi setiap pemberian untuk mencit dengan berat badan 20 gr a. VAO pada dosis rendah = 0,5 ml = 20 gr x 4,32 mg/ 20 gr BB [ ] [ ] = 8,64 mg/ml b. VAO pada dosis sedang = 0,5 ml = 20 gr x 8,64 mg/ 20 gr BB [ ] [ ] = 17,28 mg/ml c. VAO pada dosis tinggi = 0,5 ml = 20 gr x 17,28 mg/ 20 gr BB [ ] [ ] = 34,56 mg/ml
2. Konsentrasi setiap pemberian untuk tikus dengan berat badan 200 gr a. VAO pada dosis rendah = 2 ml = 200 gr x 21,6 mg/ 200 gr BB [ ] [ ] = 10,8 mg/ml b. VAO pada dosis sedang = 2 ml = 200 gr x 43,2 mg/ 200 gr BB [ ] [ ] = 21,6 mg/ml
c. VAO pada dosis tinggi = 2 ml = 200 gr x 86,4 mg/ 200 gr BB [ ] [ ] = 43,2 mg/ml Lampiran 16. Perhitungan Dosis Asam mefenamat dan Na diklofenak
1. Dosis Asam Mefenamat 0,5% b/v : (Andi Suhedi, Kuswandi dan Agung Endro Nugroho, 2003). Dosis lazim asam mefenamat untuk manusia adalah 500 mg untuk sekali pakai. Untuk dosis analgetik adalah 91 mg/kgBB mencit sekali pakai maka dosis yang dapat diberikan pada mencit (20 gr) adalah: Konsentrasi asam mefenamat : 0,5 gram = 500 mg = 5 mg/ml 100 ml 100 ml
VAO = Berat badan hewan(gr) x dosis (mg/grBB) Konsentrasi = 0,02 kg x 91 mg/kg BB 5mg/ml = 0,364 ml
VAO total = VAO x jumlah tikus = 0,364 ml x 5 ekor = 1,82 ml
Jumlah Asam mefenamat = VAO total x Konsentrasi = 1,82 ml x 5 mg/ml = 9,1 mg dalam 5 ml suspensi Na CMC 1%
Jadi, bila membuat 10 ml menjadi: 9,1 mg x 10 ml = 18,2 mg dalam 10 ml suspensi Na CMC 1% 5 ml
2. Dosis Na diklofenak : ( Tjay dan Rahardja, 2007) Dosis lazim Na diklofenak untuk manusia adalah 25 50 mg garam Na/K untuk sekali pakai. Untuk dosis anti inflamasi adalah 25 - 50 mg sekali pakai maka dosis yang dapat diberikan pada tikus (200 gr) adalah:
HED (mg/kg) = animal dose (mg/kg) x Km animal Km human 50 mg/ 60 kg = animal dose (mg/kg) x 6 / 37 Animal dose = 5,14 mg/kg atau 1,03 mg/ 200 gr BB tikus
VAO = Berat badan hewan(gr) x dosis (mg/grBB) Konsentrasi 2 ml = 200 gr x 1,03 mg/200 gr BB [ ] [ ] = 0,515 mg/ml VAO total = VAO x jumlah tikus = 2 ml x 5 ekor = 5 ml Jumlah Diklofenak = VAO total x Konsentrasi = 5 ml x 0,515 mg/ml = 2,575 mg dalam 5 ml suspensi Na CMC 1% Jadi, bila membuat 50 ml menjadi: 2,575 mg x 50 ml = 25,75 mg dalam 50 ml suspensi Na CMC 1% 5 ml
Lampiran 17. Hasil Pemeriksaan Simplisia Daun Sirih (Piper betle L.)
A. Penetapan nilai susut pengeringan Berat botol timbang + tutup (berat awal kosong) = 23,6793 g Berat botol timbang + tutup + simplisia (berat awal) = 24,7052 g Berat simplisia = 1,0259 g
Tabel 12. Susut pengeringan pada simplisia No Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Susut pengeringan 1 24,7052 24,6824 4,4 %
2 24,6743 3 24,6633 4 24,6598
Susut pengeringan = berat awal berat akhir berat ekstrak = 24,7052 24,6598 1,0259 = 4,4 %
B. Penetapan kadar abu Berat botol timbang + tutup (berat awal kosong) = 23,7466 g Berat botol timbang + tutup + simplisia (berat awal) = 24,7892 g Berat ekstrak = 1,0426 g X 100 % X 100 % Tabel 13. Kadar abu pada simplisia No Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Kadar abu 1 24,7892 24,6884 11,68 %
2 24,5384 3 24,2074 4 23,8684
Kadar abu = berat akhir berat kosong berat simplisia = 23,8684 23,7466 1,0426 = 11,68 %
C. Penetapan kadar abu tak larut asam Berat botol timbang + tutup (berat awal kosong) = 23,8571 g Berat botol timbang + tutup + ekstrak (berat awal) = 24,8597 g Berat simplisia = 1,0026 g Tabel 14. Kadar abu tak larut asam pada simplisia No Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Kadar abu tak larut asam 1 24,8597 24,7415 4,12 %
2 24,7207 3 24,1099 4 23,8984
X 100 % X 100 % Kadar abu tak larut asam = berat akhir berak kosong berat simplisia = 23,8984 23,8571 1,0026 = 4,12 %
X 100 % X 100 % Lampiran 18. Hasil Pemeriksaan Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih (Piper betle L.)
A. Penetapan nilai kadar air Berat botol timbang + tutup (berat awal kosong) = 22,6125 g Berat botol timbang + tutup + ekstrak (berat awal) = 23,6380 g Berat ekstrak = 1,0255 g Tabel 15. Kadar air pada ekstrak No Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Kadar Air 1 23,6380 23,6174 4,15 %
2 23,6069 3 23,5984 4 23,5954
Kadar air = berat awal berat akhir berat ekstrak = 23,638 23,5954 1,0255 = 4,15% B. Penetapan kadar abu Berat botol timbang + tutup (berat awal kosong) = 23,8643 g Berat botol timbang + tutup + ekstrak (berat awal) = 24,8665 g Berat ekstrak = 1,0022 g
X 100 % X 100 % Tabel 16. Kadar abu pada ekstrak No Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Kadar Abu 1 24,8665 23,9800 7,90%
2 23,9795 3 23,9671 4 23,9435
Kadar abu = berat akhir berat kosong berat ekstrak = 23,9435 23,8643 1,0022 = 7,90 %
X 100 % X 100 % C. Penetapan kadar abu tak larut asam Berat botol timbang + tutup (berat awal kosong) = 23,5412 g Berat botol timbang + tutup + ekstrak (berat awal) = 24,5441 g Berat ekstrak = 1,0029 g
Tabel 17. Kadar abu tak larut asam pada ekstrak No Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Kadar Abu Tak Larut Asam 1 24,5441 24,5315 3,52%
2 23,9436 3 23,5770 4 23,5765
Kadar abu tak larut asam = berat akhir berak kosong berat ekstrak = 23,5765 23,5412 1,0029 = 3,52 %
X 100 % X 100 %
87 Lampiran 19. Data persentase inhibisi geliat pada semua kelompok perlakuan
Tabel 18. Data persen inhibisi geliat pada kelompok perlakuan
Lampiran 20. Perhitungan % Inhibisi Geliat 1. Ekstrak daun sirih dosis 216 mg/kgBB a. Mencit Pertama %inhibisi geliat = 100% - ( jumlah geliatan rataan zat uji x 100%) jumlah geliat rataan kontrol = 100% - ( 14,50 / 34,67 x 100%) = 100% - 41,82% %inhibisi geliat = 58,17 %
b. Mencit kedua %inhibisi geliat = 100% - ( jumlah geliatan rataan zat uji x 100%) jumlah geliat rataan kontrol = 100% - (15,33 / 30 x 100%) = 100% - 51,1% %inhibisi geliat = 48,90 %
c. Mencit ketiga %inhibisi geliat = 100% - ( jumlah geliatan rataan zat uji x 100%) jumlah geliat rataan kontrol = 100% - (13,83 / 32,67 x 100%) = 100% - 42,33% %inhibisi geliat = 57,66 %
Lampiran 21. Hasil Pengamatan Udem Pada Uji Antiinflamasi
Tabel 19. Pengukuran volume udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan.
Kel Perlakuan Dosis N Volume udem (mL) selama 5 jam pengamatan 0 1 2 3 4 5 1 Kontrol negatif 2ml/200gBB 1 0,18 0,38 0,40 0,40 0,44 0,40 (Na CMC 1%) 2 0,18 0,36 0,38 0,40 0,42 0,40 3 0,22 0,40 0,48 0,50 0,52 0,48 Rata-rata 0,19 0,38 0,42 0,43 0,46 0,43 SD 0,02 0,02 0,05 0,05 0,05 0,05
Lampiran 22. Perhitungan % udem dan %inhibisi udem telapak kaki tikus
1. % udem ekstrak daun sirih dosis 108 mg/kgBB a. Tikus pertama jam ke-1 % Udem = (X)t (X)o x 100% (X)o
= 0,30 0,18 x 100% 0,18 = 66,67 %
b. Tikus kedua jam ke-1 % Udem = (X)t (X)o x 100% (X)o = 0,34 0,20 x 100% 0,20 = 70 %
c. Tikus ketiga jam ke-1 % Udem = (X)t (X)o x 100% (X)o = 0,36 0,22 x 100% 0,22 = 63,63 % 2. % inhibisi udem ekatrak daun sirih dosis 108 mg/kgBB a. Tikus pertama jam ke-1 % inhibisi udem = a b x 100% a = 111,1% 66,67% x 100% 111,1% = 40 %
b. Tikus kedua jam ke-1 % inhibisi udem = a b x 100% a = 100% - 70% x 100% 100% = 30 %
c. Tikus ketiga jam ke-1 % inhibisi udem = a b x 100% a = 81,81% - 63-63% x 100% 81,81% = 22,22 %
Lampiran 23. Hasil Statistik Uji Efek Analgetik dengan Metode Writhing Test.
1. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov dan Uji Homogenitas Levene Terhadap persen inhibisi geliat pada tiap kelompok perlakuan a. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov Tujuan : untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANOVA Hipotesis Ho : Data persen inhibisi geliat yang terdistribusi normal Ha : Data persen inhibisi geliat yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikan 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikan 0,05 maka Ho ditolak
Persen inhibisi geliat One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Hasil N 15 Normal Parameters a Mean 59.6080 Std. Deviation 3.33299E1 Most Extreme Differences Absolute .210 Positive .182 Negative -.210 Kolmogorov-Smirnov Z .813 Asymp. Sig. (2-tailed) .522 a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen inhibisi geliat seluruh kelompok hewan uji terdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data persen inhibisi analgetik homogen atau tidak. Hipotesis Ho : Data persen inhibisi geliat bervariasi homogen Ha : Data persen inhibisi geliat bervariasi tidak homogen
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho ditolak Persen inhibisi geliat Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig. 5.654 4 10 .012
Keputusan : Hasil data signifikan ( = 0,012) lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data tidak homogen maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat homogenitasnya belum terpenuhi.
c. Uji Kruskal Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen inhibisi geliat mencit pada semua kelompok perlakuan yang tidak memenuhi syarat pengujian ANOVA Hipotesis Ho : Data persen inhibisi geliat mencit tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen inhibisi geliat mencit berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Persen inhibisi geliat Test Statistics a,b
Hasil Chi-Square 13.329 df 4 Asymp. Sig. .010 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
Keputusan : Data persen inhibisi geliat mencit pada semua kelompok berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan BNT menggunakan metode LSD. Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada Semua Kelompok Perlakuan
Tujuan : Untuk mengetahui persen inhibisi geliat yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan. Hipotesis : Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan. Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima kelompok perlakuan.
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Persen inhibisi geliat Multiple Comparisons (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kontrol negatif Kontrol positif -87.53667 * 3.71939 .000 -95.8240 -79.2493 Dosis rendah -54.91000 * 3.71939 .000 -63.1973 -46.6227 Dosis sedang -70.79333 * 3.71939 .000 -79.0807 -62.5060 Dosis tinggi -84.80000 * 3.71939 .000 -93.0873 -76.5127 Kontrol positif Kontrol negatif 87.53667 * 3.71939 .000 79.2493 95.8240 Dosis rendah 32.62667 * 3.71939 .000 24.3393 40.9140 Dosis sedang 16.74333 * 3.71939 .001 8.4560 25.0307 Dosis tinggi 2.73667 3.71939 .479 -5.5507 11.0240 Dosis rendah Kontrol negatif 54.91000 * 3.71939 .000 46.6227 63.1973 Kontrol positif -32.62667 * 3.71939 .000 -40.9140 -24.3393 Dosis sedang -15.88333 * 3.71939 .002 -24.1707 -7.5960 Dosis tinggi -29.89000 * 3.71939 .000 -38.1773 -21.6027
Dosis sedang Kontrol negatif 70.79333 * 3.71939 .000 62.5060 79.0807 Kontrol positif -16.74333 * 3.71939 .001 -25.0307 -8.4560 Dosis rendah 15.88333 * 3.71939 .002 7.5960 24.1707 Dosis tinggi -14.00667 * 3.71939 .004 -22.2940 -5.7193 Dosis tinggi Kontrol negatif 84.80000 * 3.71939 .000 76.5127 93.0873 Kontrol positif -2.73667 3.71939 .479 -11.0240 5.5507 Dosis rendah 29.89000 * 3.71939 .000 21.6027 38.1773 Dosis sedang 14.00667 * 3.71939 .004 5.7193 22.2940 Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05
Kesimpulan : 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok dosis pada taraf uji 0,05. 2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis rendah dan dosis sedang sedangkan dengan kelompok dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. 3. Data persen inhibisi geliat semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan adanya perbedaan secara bermakna antara ketiga dosis tersebut pada taraf uji 0,05.
Lampiran 24. Hasil Statistik Uji Efek Antiinflamasi dengan Metode Edema Buatan pada Telapak Kaki Tikus. 1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Uji Homogenitas Levene terhadap persen inhibisi udem kaki tikus a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data persen inhibisi udem kaki tikus Hipotesis Ho : Data persen inhibisi udem kaki tikus tidak terdistribusi normal Ha : Data persen inhibisi udem kaki tikus terdistribusi normal
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho ditolak Persen inhibisi udem One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Jam1 Jam2 Jam3 Jam4 Jam5 N 15 15 15 15 15 Normal Parameters a Mean 39.7247 28.4040 24.9547 21.4367 25.8140 Std. Deviation 2.58721E1 1.88121E1 1.75570E1 1.56372E1 1.75471E1 Most Extreme Differences Absolute .138 .161 .211 .123 .132 Positive .138 .134 .136 .115 .129 Negative -.125 -.161 -.211 -.123 -.132 Kolmogorov-Smirnov Z .533 .624 .817 .476 .511 Asymp. Sig. (2-tailed) .939 .831 .517 .977 .957 a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas persen inhibisi udem kaki tikus seluruh kelompok hewan uji terdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data persen inhibisi udem kaki tikus homogen atau tidak. Hipotesis Ho : Data persen inhibisi udem kaki tikus bervariasi homogen Ha : Data persen inhibisi udem kaki tikus tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho ditolak Persen inhibisi udem Test of Homogeneity of Variances
Keputusan : Uji homogenitas persen inhibisi udem telapak kaki tikus seluruh kelompok hewan uji bervariasi homogen kecuali persen inhibisi telapak kaki tikus pada jam ke-2 dan jam ke-3 ( 0,05)
Kesimpulan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5 dapat dilanjutkan dengan ANAVA karena syarat normalitas dan homogenitasnya telah terpenuhi, sedangkan data persen inhibisi udem telapak kaki tikus jam ke-2 dan jam ke-3 dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat normalitas dan homogenitasnya belum terpenuhi. 2. Uji Kruskal Wallis dan BNT (Beda NYata Terkecil) terhadap persen inhibisi udem kaki tikus.
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persen inhibisi udem kaki tikus untuk data yang tidak memenuhi syarat pengujian ANOVA Hipotesis Ho : Data persen inhibisi udem kaki tikus tidak berbeda secara bermakna Ha : Data persen inhibisi udem kaki tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Persen inhibisi udem Test Statistics a,b
Jam2 Jam3 Chi-Square 11.175 12.791 df 4 4 Asymp. Sig. .025 .012 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus jam ke-2 dan jam ke-3 berbeda secara bermakna maka dilanjutkan dengan uji BNT menggunakan metode LSD. Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukkan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Uji BNT (LSD) persen inhibisi udem jam ke-2 dan jam ke-3
Multiple Comparisons Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Jam2 Kontrol negatif Kontrol positif -49.56000 * 6.09568 .000 -63.1420 -35.9780 Dosis rendah -20.08333 * 6.09568 .008 -33.6654 -6.5013 Dosis sedang -32.95333 * 6.09568 .000 -46.5354 -19.3713 Dosis tinggi -39.42333 * 6.09568 .000 -53.0054 -25.8413 Kontrol positif Kontrol negatif 49.56000 * 6.09568 .000 35.9780 63.1420 Dosis rendah 29.47667 * 6.09568 .001 15.8946 43.0587 Dosis sedang 16.60667 * 6.09568 .021 3.0246 30.1887 Dosis tinggi 10.13667 6.09568 .127 -3.4454 23.7187 Dosis rendah Kontrol negatif 20.08333 * 6.09568 .008 6.5013 33.6654 Kontrol positif -29.47667 * 6.09568 .001 -43.0587 -15.8946 Dosis sedang -12.87000 6.09568 .061 -26.4520 .7120 Dosis tinggi -19.34000 * 6.09568 .010 -32.9220 -5.7580 Dosis sedang Kontrol negatif 32.95333 * 6.09568 .000 19.3713 46.5354 Kontrol positif -16.60667 * 6.09568 .021 -30.1887 -3.0246 Dosis rendah 12.87000 6.09568 .061 -.7120 26.4520 Dosis tinggi -6.47000 6.09568 .313 -20.0520 7.1120 Dosis tinggi Kontrol negatif 39.42333 * 6.09568 .000 25.8413 53.0054 Kontrol positif -10.13667 6.09568 .127 -23.7187 3.4454 Dosis rendah 19.34000 * 6.09568 .010 5.7580 32.9220 Dosis sedang 6.47000 6.09568 .313 -7.1120 20.0520 Jam3 Kontrol negatif Kontrol positif -44.90000 * 6.08862 .000 -58.4663 -31.3337 Dosis rendah -16.22667 * 6.08862 .024 -29.7930 -2.6604 Dosis sedang -26.25333 * 6.08862 .002 -39.8196 -12.6870 Dosis tinggi -37.39333 * 6.08862 .000 -50.9596 -23.8270 Kontrol positif Kontrol negatif 44.90000 * 6.08862 .000 31.3337 58.4663 Dosis rendah 28.67333 * 6.08862 .001 15.1070 42.2396 Dosis sedang 18.64667 * 6.08862 .012 5.0804 32.2130 Dosis tinggi 7.50667 6.08862 .246 -6.0596 21.0730 Dosis rendah Kontrol negatif 16.22667 * 6.08862 .024 2.6604 29.7930 Kontrol positif -28.67333 * 6.08862 .001 -42.2396 -15.1070 Dosis sedang -10.02667 6.08862 .131 -23.5930 3.5396 Dosis tinggi -21.16667 * 6.08862 .006 -34.7330 -7.6004 Dosis sedang Kontrol negatif 26.25333 * 6.08862 .002 12.6870 39.8196 Kontrol positif -18.64667 * 6.08862 .012 -32.2130 -5.0804 Dosis rendah 10.02667 6.08862 .131 -3.5396 23.5930 Dosis tinggi -11.14000 6.08862 .097 -24.7063 2.4263 Dosis tinggi Kontrol negatif 37.39333 * 6.08862 .000 23.8270 50.9596 Kontrol positif -7.50667 6.08862 .246 -21.0730 6.0596 Dosis rendah 21.16667 * 6.08862 .006 7.6004 34.7330 Dosis sedang 11.14000 6.08862 .097 -2.4263 24.7063 Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05 Kesimpulan : Jam ke-2 dan Jam ke-3 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi pada taraf uji 0,05. 2. Seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. 3. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara bermakna. 3. Uji Anava Satu Arah
Tujuan : Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari persen inhibisi udem kaki tikus tiap kelompok perlakuan Hipotesis Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap persen inhibisi udem kaki tikus tiap kelompok perlakuan. Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap persen inhibisi udem kaki tikus tiap kelompok perlakuan. Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho ditolak
a. Uji ANOVA satu arah terhadap persen inhibisi udem seluruh kelompok hewan uji pada jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5. Persen inhibisi udem ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Jam1 Between Groups 8055.427 4 2013.857 15.306 .000 Within Groups 1315.717 10 131.572
Total 9371.144 14
Jam4 Between Groups 2712.952 4 678.238 9.548 .002 Within Groups 710.354 10 71.035
Total 3423.306 14
Jam5 Between Groups 2836.772 4 709.193 4.812 .020 Within Groups 1473.821 10 147.382
Total 4310.593 14
Keputusan : Persen inhibisi udem seluruh kelompok pada jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5 berbeda secara bermakna.
b. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5
Tujuan : Untuk mengetahui persen inhibisi udem kaki tikus yang bermakna di antara keempat kelompok perlakuan. Hipotesis : Ho : Tidak terdapat perbedaan volume udem yang bermakna di antara keempat kelompok perlakuan. Ha : Terdapat perbedaan volume yang bermakna di antara keempat kelompok perlakuan.
Pengambilan Keputusan : Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi maka 0,05 Ho ditolak Persen inhibisi udem Multiple Comparisons Depen dent Variabl e (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Jam1 Kontrol negatif Kontrol positif -67.02000 * 9.36560 .000 -87.8879 -46.1521 Dosis rendah -30.74000 * 9.36560 .008 -51.6079 -9.8721 Dosis sedang -45.33000 * 9.36560 .001 -66.1979 -24.4621 Dosis tinggi -55.53333 * 9.36560 .000 -76.4012 -34.6655 Kontrol positif Kontrol negatif 67.02000 * 9.36560 .000 46.1521 87.8879 Dosis rendah 36.28000 * 9.36560 .003 15.4121 57.1479 Dosis sedang 21.69000 * 9.36560 .043 .8221 42.5579 Dosis tinggi 11.48667 9.36560 .248 -9.3812 32.3545 Dosis rendah Kontrol negatif 30.74000 * 9.36560 .008 9.8721 51.6079 Kontrol positif -36.28000 * 9.36560 .003 -57.1479 -15.4121 Dosis sedang -14.59000 9.36560 .150 -35.4579 6.2779 Dosis tinggi -24.79333 * 9.36560 .024 -45.6612 -3.9255 Dosis sedang Kontrol negatif 45.33000 * 9.36560 .001 24.4621 66.1979 Kontrol positif -21.69000 * 9.36560 .043 -42.5579 -.8221 Dosis rendah 14.59000 9.36560 .150 -6.2779 35.4579 Dosis tinggi -10.20333 9.36560 .302 -31.0712 10.6645 Dosis tinggi Kontrol negatif 55.53333 * 9.36560 .000 34.6655 76.4012 Kontrol positif -11.48667 9.36560 .248 -32.3545 9.3812 Dosis rendah 24.79333 * 9.36560 .024 3.9255 45.6612 Dosis sedang 10.20333 9.36560 .302 -10.6645 31.0712 Jam4 Kontrol negatif Kontrol positif -37.08333 * 6.88164 .000 -52.4166 -21.7501 Dosis rendah -15.33667 * 6.88164 .050 -30.6699 -.0034 Dosis sedang -20.59667 * 6.88164 .014 -35.9299 -5.2634 Dosis tinggi -34.16667 * 6.88164 .001 -49.4999 -18.8334 Kontrol positif Kontrol negatif 37.08333 * 6.88164 .000 21.7501 52.4166 Dosis rendah 21.74667 * 6.88164 .010 6.4134 37.0799 Dosis sedang 16.48667 * 6.88164 .038 1.1534 31.8199 Dosis tinggi 2.91667 6.88164 .681 -12.4166 18.2499 Dosis rendah Kontrol negatif 15.33667 * 6.88164 .050 .0034 30.6699 Kontrol positif -21.74667 * 6.88164 .010 -37.0799 -6.4134 Dosis sedang -5.26000 6.88164 .462 -20.5932 10.0732 Dosis tinggi -18.83000 * 6.88164 .021 -34.1632 -3.4968 Dosis sedang Kontrol negatif 20.59667 * 6.88164 .014 5.2634 35.9299 Kontrol positif -16.48667 * 6.88164 .038 -31.8199 -1.1534 Dosis rendah 5.26000 6.88164 .462 -10.0732 20.5932 Dosis tinggi -13.57000 6.88164 .077 -28.9032 1.7632 Dosis tinggi Kontrol negatif 34.16667 * 6.88164 .001 18.8334 49.4999 Kontrol positif -2.91667 6.88164 .681 -18.2499 12.4166 Dosis rendah 18.83000 * 6.88164 .021 3.4968 34.1632 Dosis sedang 13.57000 6.88164 .077 -1.7632 28.9032 Jam5 Kontrol negatif Kontrol positif -38.68667 * 9.91235 .003 -60.7728 -16.6006 Dosis rendah -24.96667 * 9.91235 .030 -47.0528 -2.8806 Dosis sedang -29.73000 * 9.91235 .013 -51.8161 -7.6439 Dosis tinggi -35.68667 * 9.91235 .005 -57.7728 -13.6006 Kontrol positif Kontrol negatif 38.68667 * 9.91235 .003 16.6006 60.7728 Dosis rendah 13.72000 9.91235 .196 -8.3661 35.8061 Dosis sedang 8.95667 9.91235 .387 -13.1294 31.0428 Dosis tinggi 3.00000 9.91235 .768 -19.0861 25.0861 Dosis rendah Kontrol negatif 24.96667 * 9.91235 .030 2.8806 47.0528 Kontrol positif -13.72000 9.91235 .196 -35.8061 8.3661 Dosis sedang -4.76333 9.91235 .641 -26.8494 17.3228 Dosis tinggi -10.72000 9.91235 .305 -32.8061 11.3661 Dosis sedang Kontrol negatif 29.73000 * 9.91235 .013 7.6439 51.8161 Kontrol positif -8.95667 9.91235 .387 -31.0428 13.1294 Dosis rendah 4.76333 9.91235 .641 -17.3228 26.8494 Dosis tinggi -5.95667 9.91235 .561 -28.0428 16.1294 Dosis tinggi Kontrol negatif 35.68667 * 9.91235 .005 13.6006 57.7728 Kontrol positif -3.00000 9.91235 .768 -25.0861 19.0861 Dosis rendah 10.72000 9.91235 .305 -11.3661 32.8061 Dosis sedang 5.95667 9.91235 .561 -16.1294 28.0428 Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05
Kesimpulan : a. Jam ke-1 dan Jam ke-4
1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi pada taraf uji 0,05. 2. Seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. 3. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara bermakna. b. Jam ke-5 1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi pada taraf uji 0,05. 2. Seluruh kelompok ekstrak tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok positif kecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis