Anda di halaman 1dari 113

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK


ETANOL 95% DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia
diversifolia (Hemsl.) A. Gray) TERHADAP TIKUS
SPRAGUE-DAWLEY JANTAN DENGAN METODE
INDUKSI ALOKSAN SECARA IN VIVO

SKRIPSI

UMI KULSUM
NIM. 1112102000043

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2016

ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK


ETANOL 95% DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia
diversifolia (Hemsl.) A. Gray) TERHADAP TIKUS
SPRAGUE-DAWLEY JANTAN DENGAN METODE
INDUKSI ALOKSAN SECARA IN VIVO

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

UMI KULSUM
NIM. 1112102000043

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2016

ii
ABSTRAK

Nama : Umi Kulsum


Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol 95% Daun
Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray)
terhadap Tikus Sprague-Dawley Jantan dengan Metode
Induksi Aloksan secara in vivo

Daun kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) merupakan salah


satu tanaman yang secara tradisional digunakan untuk mengendalikan kadar
glukosa darah. Berbagai senyawa metabolit sekunder seperti antrakuinon,
flavonoid, saponin, tannin dan terpenoid diduga dapat mengendalikan kadar
glukosa darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan terhadap tikus Sprague-
Dawley jantan yang diinduksi aloksan. Sebanyak 30 ekor tikus dibagi menjadi 6
kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol normal) diberi akuades, kelompok II
(kontrol positif) diberikan Glibenklamid, kelompok III (kontrol negatif) diberi Na
CMC, dan kelompok IV, V, dan VI yang diberi ekstrak dengan dosis 10; 100; dan
1000 mg/kgBB. Sebelum diberi perlakuan, sebanyak 25 tikus uji diinduksi Aloksan
pada dosis 150 mg/kgBB secara intraperitoneal. Setelah 7 hari diinduksi, tikus uji
diberikan perlakuan selama 21 hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan
sebanyak 5 kali yaitu pada hari ke-0, 1, 8, 15, dan 22. Kadar glukosa darah secara
statistik diuji Kruskal-Wallis yang kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-
Whitney. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol 95% daun kembang bulan
dapat mengendalikan kadar gula darah. Persentase penurunan kadar glukosa darah
pada dosis ekstrak 10; 100; dan 1000 mg/kgBB adalah 32,2997%, 54,1731% dan
45,3056%. Sedangkan penurunan kadar gula darah pada kontrol positif adalah
69,6126%. Secara statistika, ekstrak etanol pada dosis 10; 100; dan 1000 mg/kgBB
menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan dibandingkan dengan kontrol
negatif (p ≤ 0,05). Penurunan glukosa darah tikus uji pada kelompok dosis 10
mg/KgBB, 100 mg/KgBB, dan 1000 mg/KgBB secara statistika menunjukkan
adanya perbedaan, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan (p ≥ 0,05).

Kata Kunci : Antihiperglikemia, aloksan, daun kembang bulan, kadar glukosa


darah, Tithonia diversifolia.

vi
ABSTRACT

Name : Umi Kulsum


Major : Pharmacy
Title : Antihyperglycemic Activity of Ethanol Extract of
Kembang Bulan Leaves (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A.
Gray) in Alloxan-Induced White Male Rats Sprague
Dawley Strain

Kembang bulan leaves (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) is one of plants


traditionally used to control blood glucose level. The content of secondary
metabolites such as anthraquinone, flavonoid, saponin, tannin, and terpenoid could
be expected to lower blood glucose level. The purpose of this study was to
determine antihyperglycemic activity of ethanol extract of kembang bulan leaves in
Alloxan-induced white male rats Sprague Dawley strain. Thirty rats were divided
into 6 treatment groups. Group I (normal control) were treated distilled water,
Group II (positive control) were treated glibenclamide suspension, Group III
(Negative control) were treated CMC Sodium, and Group IV, V, and VI were
treated by extract in varian doses (10; 100; and 1000 mg/kgBB). Before treatment,
25 rats were induced by Alloxan at a dose of 150 mg/kgBB, intraperitoneally. After
7 days of induction, rats were treated orally for 21 days. Blood glucose
measurement performed 5 times at day-0, 1, 8, 15, and 22. Blood glucose level were
analyzed with Kruskal-Wallis test and post-hoc test using Mann-Whitney. Result
showed that extract ethanol of kembang bulan leaves can control blood glucose
level. Percentage of decreasing blood glucose level of glybenclamide and extract
treatment at doses 10, 100, and 1000 mg/kgBB are 69,6126%, 32,2997%,
54,1731% and 45,3056%, respectively. After 21 days treatment, there was a
significant reduction of glybenclamide and extract treatment at doses 10, 100, and
1000 mg/kgBB compared to negative control (p ≤ 0,05). There were glucose
reduction of extract treatments, but not statistically significant (p ≥ 0,05) compared
to each extract doses.

Keywords : Antihyperglycemic, alloxan, blood glucose level, kembang bulan


leaves, Tithonia diversifolia.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala


nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi. Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa petunjuk bagi seluruh umat manusia, semoga kelak kita
mendapatkan syafaat beliau. Skripsi ini berjudul “Uji Efek Antihiperglikemia
Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A.
Gray) terhadap Tikus Sprague-Dawley Jantan dengan Metode Induksi
Aloksan secara in vivo” yang telah diajukan sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
rasa terimakasih kepada:
1. Ibu DR. Delina Hasan, M. Kes., Apt dan Ibu Eka Putri M, Si., Apt selaku
pembimbing yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak dan ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
4. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah
banyak membantu selama berlangsungnya penelitian ini.
5. Bapak Senjaya dan Ibu Lita Apriliati yang selalu menjadi orang tua
terhebat yang telah berjuang keras membantu, mendo’akan dan
mendukung penulis dengan sepenuh hati. Serta adik Zakwan Hanif yang
selalu memberikan doa dan semangat.
6. Sahabat tersayang, Alinda Nurul Badriyah, Radita Isminiarti, Mia
Audina Musyadad, dan Marlyana Keumala. Terima kasih atas doa,
semangat, dan bantuan demi kelancaran skripsi.

viii
7. Sahabat seperjuangan selama kuliah, Addina Syahida, Ayu Savitri
(Kesmas 2012), Afra Fitrianita, Ani Kurniawati, dan Yuli Andriani.
Terima kasih atas semua kebaikan, perhatian, semangat, bantuan, dan
do’a selama masa perkuliahan dan penelitian.
8. Teman seperjuangan penelitian Farmakologi 2012 (Amma, Ami,
Denny, Afina, Nita, Rahayu, Windi, Hary, Tania, Fika F, Afra, Atul,
Pipit, dan Fika HD). Terima kasih atas segala bantuan dan semangat
selama penelitian berlangsung.
9. Teman-teman di kost tulip (Afra, Rema, Yolan, Lilis, Resha, Elsa,
Rahayu, Pipit). Terima kasih atas bantuan dan semangat untuk penulis.
10. Teman-teman Farmasi 2012, terkhusus untuk Farmasi BD yang banyak
membantu penulis selama masa perkuliahan.
11. Bapak Sholeh, Ibu Hesty dan suami, Beny (Farmasi 2012), Kak Arum
(Farmasi 2011), dan Kak Elsa (PSPD 2011). Terima kasih atas segala
bantuan selama penelitian berlangsung.
12. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama
penyusunan skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak


kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
pembaca pada umumnya.

Ciputat, 15 Agustus 2016

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .. ................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL....................................................................................... ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………..…… 1
1.1. Latar Belakang………………...………………………............ 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………...... 4
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………….... 4
1.4. Hipotesis………………………………………………………. 4
1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………...... 4
1.6. Ruang Lingkup……………………………………..…………. 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………...…………. 6


2.1. Tanaman Kembang Bulan………..…………………………… 6
2.1.1. Morfologi……………………………………………....6
2.1.2. Sistematika Tumbuhan…………….…………............ 7
2.1.3. Habitat………………………………………...……..... 7
2.1.4. Nama Lain……………………………………..…....... 7
2.1.5. Kandungan Kimia………………………………...……8
2.1.6. Khasiat Daun Kembang Bulan…………..……..…….. 9
2.1.7. Literature Review……………………………………... 10
2.1.8. Antioksidan……………….………………………..…. 12
2.1.9. Sesquiterpenoid Lakton………………………….……. 13
2.2. Simplisia………………………………………………………. 15
2.2.1. Definisi Simplisia………..…...……………….……… 15
2.2.2. Pengelolaan Simplisia…………..…………………….. 15
2.3. Ekstraksi……………..………………………………………... 16
2.3.1. Ekstrak…………………..……………………………. 16
2.3.2. Proses Pembuatan Ekstrak…..………………………... 16
2.3.3. Metode Ekstraksi…………..…………………………. 18
2.4. Diabetes Melitus………………………………………………. 19
2.4.1. Definisi…………...…………………………………… 19
2.4.2. Klasifikasi……………………………………………... 19
2.4.3. Gejala Klinik………...…...…………………………… 20

xi
2.4.4. Diagnosis……………...………………………………. 21
2.4.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus……..…………….. 22
2.5. Model hewan uji pada pengujian efek antihiperglikemia...…. 26
2.6. Metode Pengukuran Glukosa Darah………………………….. 29
2.7. Glukosa Meter (Glukometer)………………………………... 30
2.8. Glibenklamid……………………...…………………………... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN……………...………………….............. 34


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……..………………………….. 34
3.2. Desain Penelitian……………..……………………………….. 34
3.3. Alat Dan Bahan……..…..……………………….……………. 35
3.3.1. Alat…………………..………………………………... 35
3.3.2. Bahan…………….……………………….…………… 36
3.4. Cara Kerja……………..……………………………………….37
3.4.1. Pembuatan Simplisia……...…..………….…………… 37
3.4.2. Ekstraksi……………..…………………….………….. 37
3.4.3. Penapisan Fitokimia..…………………………………. 38
3.4.4. Pengujian Parameter Non Spesifik………..………….. 39
3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik……..………………….. 39
3.5. Uji Induksi Aloksan……………..……………………………..40
3.5.1. Uji Pendahuluan Induksi Aloksan……..………...……. 40
3.5.2. Penginduksian Diabetes Dengan Aloksan ……….…… 40
3.6. Uji Antihiperglikemia…..………………………………….…..41
3.6.1. Pembuatan Sediaan Dosis Uji…………..………….…. 41
3.6.2. Pengelompokan Hewan Uji dan Cara Kerja………..….42
3.6.3. Validasi Alat Glukometer…………………………...… 43
3.6.4. Pengambilan darah dan pengukuran kadar glukosa…... 43
3.6.5. Terminasi Hewan Uji…………………………………. 43
3.7. Verifikasi Data……………………………………….……….. 43
3.8. Analisis Data…………………………………………..……… 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………... 45


4.1 Hasil Penelitian………………………………………….……..45
4.1.1 Determinasi Tanaman………………………….………45
4.1.2 Ekstraksi………………………………………………. 45
4.1.3 Penapisan Fitokimia…………………………………... 45
4.1.4 Parameter Standar…………………………….………..46
4.1.5 Karakteristik tikus uji……………………….………… 47
4.1.6 Pengukuran Kadar Glukosa Darah………….………… 47
4.1.7 Penurunan Kadar Glukosa Darah…………..…………. 48
4.2 Pembahasan……………………………………...………….… 48

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………...……….. 59


5.1 Kesimpulan……………………………………………………. 59
5.2 Saran……………………………………………….………….. 59

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....... 60

LAMPIRAN………………………………………………………………….. 67

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Tanaman Kembang Bulan….…………………………………. 6
Gambar 2.2. Grafik Daya Antioksidan………………….………………….. 8
Gambar 2.3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak………….…………………8
Gambar 2.4. Struktur Germakranolida, Eudesmanolida, dan Guaianolida..... 13
Gambar 2.5. Struktur Tirotundin, Tagitinin A dan Tagitinin C..….………... 14
Gambar 2.6. Struktur Streptozotosin………….……………………………. 27
Gambar 2.7. Struktur Aloksan………..………………………………….…. 28
Gambar 2.8. Test Strip Glukosa……..…..…..……………………………… 31
Gambar 2.9. Reaksi Kimia Glukosa Pada Strip Glukometer…….………… 32
Gambar 2.10. Struktur Glibenklamid………...…………………………….… 32
Gambar 4.1. Kurva Respon Dosis................................................................... 55
Gambar 4.2. Skema Toksisitas Sel β Pankreas…..………………………… 57
Gambar 5.1. Alkaloid.…...………………………………………………….. 76
Gambar 5.2. Antrakuinon…………………………………………………… 76
Gambar 5.3. Flavonoid……...….…………………………………………… 76
Gambar 5.4. Saponin………...…………….………………………………... 76
Gambar 5.5. Tanin……..….………………………………………………… 76
Gambar 5.6. Terpenoid………...……….……………………………………76
Gambar 5.7. Tanaman Kembang Bulan……….……………………………. 77
Gambar 5.8. Proses Sortasi Basah……………….………………………….. 77
Gambar 5.9. Proses Pencucian……………………………....……………… 77
Gambar 5.10. Proses Pengeringan……………...…….……………………….77
Gambar 5.11. Daun Kembang Bulan Kering……......……………………….. 77
Gambar 5.12. Proses Maserasi………...……………………………………... 77
Gambar 5.13. Proses Penyaringan Maserat…………...……………………… 77
Gambar 5.14. Proses Pengeringan Maserat……………...…………………… 77
Gambar 5.15. Ekstrak Kental…………...……………...…………………….. 77
Gambar 5.16. Proses Aklimatisasi Tikus…………………..……….……….. 78
Gambar 5.17. Pakan Tikus…………...………………………………………. 78
Gambar 5.18. Timbangan tikus……………...……………………………….. 78
Gambar 5.19. Seperangkat Alat Glukometer Beserta Strip Cek……...……… 78
Gambar 5.20. Darah Tikus Diambil ……...…………………….……………. 78
Gambar 5.21. Alat Glukometer Divalidasi ………..……………...…….…….78
Gambar 5.22. Gula Darah Tikus Diukur Dengan Glukometer ………..…….. 79
Gambar 5.23. Tikus Disonde ……………………………………..………..... 79

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Nilai Penegakkan Diagnosis Diabetes…………..………..……….. 21
Tabel 2.2. Parameter Keberhasilan Penatalaksanaan Diabetes….……..…….. 22
Tabel 3.1. Jadwal Kerja dan Kegiatan Uji Efek Antihiperglikemia.................. 34
Tabel 3.2. Perlakuan Metode Induksi Aloksan….….……....…………..……. 42
Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia …...…………………………………… 45
Tabel 4.2. Parameter Standar Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan……....… 46
Tabel 4.3. Karakteristik Tikus Uji Sebelum Diinduksi……………………….. 47
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Kadar Gula Darah Tikus Uji………………….... 47
Tabel 4.5. Persentase Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Uji………………. 48

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Kembang Bulan…………….…….. 68
Lampiran 2. Surat Keterangan Kesehatan Tikus Uji………………....……...... 69
Lampiran 3. Surat CoA Aloksan Monohidrat ……….………………..……… 70
Lampiran 4. Surat CoA Glibenklamid………………………………….…….. 71
Lampiran 5. Alur Penelitian…………………………………………..………. 72
Lampiran 6. Perhitungan Dosis……………………………………….….…… 73
Lampiran 7. Perhitungan Rendemen, Kadar Air, dan Kadar Abu…..…...…… 75
Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia………………………………………. 76
Lampiran 9. Gambar Kegiatan Penelitian………..…………………………… 77
Lampiran 10. Nilai Kadar Gula Darah Tikus Pada Uji Pendahuluan……..….. 80
Lampiran 11. Nilai Kadar Gula Darah Tikus Penelitian…………………..….. 81
Lampiran 12. Nilai Berat Badan Tikus Penelitian………………………….… 82
Lampiran 13. Persentase Penurunan Kadar Gula Darah Tikus…….………..... 83
Lampiran 14. Kurva Kadar Gula Darah Tikus….........……………………….. 84
Lampiran 15. Analisis Data Kadar Gula Darah……...………………….……. 85
Lampiran 16. Foto Hasil Pengukuran Gula Darah Tikus Uji………………..... 92

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi hormon insulin atau tubuh
tidak dapat menggunakan hormon insulin yang diproduksi secara efektif sehingga
menyebabkan kondisi hiperglikemia, yaitu kadar glukosa darah yang melebihi
batas normal. Diabetes melitus dikenal sebagai silent killer karena sering tidak
disadari oleh penderita dan saat telah diketahui sudah terjadi komplikasi.
Berdasarkan estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF), terdapat
382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun
2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang
(Depkes, 2014).
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan biaya
yang besar untuk mengatasinya. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolit
yang membutuhkan waktu terapi jangka panjang. Mahalnya obat-obat diabetes
melitus dan lamanya pengobatan akan memberatkan penderita dari sisi ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, pada tahun 2005
biaya total untuk mengelola penyakit diabetes melitus tipe 2 berkisar antara Rp.
208.500 sampai Rp. 754.500 per bulan (Andayani, 2006).
Di abad ke-21 ini, telah terjadi perubahan paradigma masyarakat dalam
mengonsumsi obat. Banyak orang yang lebih tertarik untuk mengobati
penyakitnya dengan bahan-bahan yang berasal dari bahan alam. Perkembangan ini
sejalan dengan kondisi alam Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati,
dimana Indonesia dikenal secara luas sebagai negara dengan keanekaragaman
hayati (biodiversitas) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil. Di wilayah Indonesia,
sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 diantaranya diperkirakan memiliki
khasiat sebagai obat. Sebanyak 2.500 jenis diantaranya merupakan tanaman obat
(Kemendag RI, 2014).
Minat masyarakat yang tinggi dalam mengobati penyakitnya dengan
tanaman herbal didukung oleh Pemerintah RI. Sejak tahun 2010, Kementerian

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

Kesehatan RI menggalakkan program Saintifikasi Jamu yang merupakan kegiatan


pembuktian ilmiah tanaman obat yang dibuat menjadi jamu melalui penelitian
berbasis pelayanan kesehatan. Program ini bertujuan untuk memberikan landasan
ilmiah dalam menggunakan tanaman Indonesia sebagai obat. Tujuan selanjutnya
yaitu untuk meningkatkan ketersediaan tanaman obat yang memiliki khasiat nyata
dan teruji selama ilmiah untuk digunakan secara aman dan dimanfaatan secara
luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan
(Kemenkes, 2010).
Obat yang berasal dari tumbuhan, atau biasa disebut obat herbal, memiliki
berbagai keuntungan dibandingkan dengan obat-obatan konvensional, yaitu relatif
aman, tidak terlalu banyak menimbulkan efek samping, serta harga yang relatif
lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan konvensional (Capasso et al.,
2003).
Salah satu tumbuhan yang sering digunakan masyarakat dalam
menurunkan hiperglikemia adalah daun kembang bulan. Daun yang memiliki
nama latin Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray ini secara empiris dapat
menurunkan kondisi hiperglikemia dengan cara meminum hasil rebusan daunnya
(Hutapea, 1994).
Berbagai peneliti telah membuktikan aktivitas antihiperglikemia daun
kembang bulan. Berdasarkan penelitian, ekstrak n-heksana daun kembang bulan
terbukti berkhasiat sebagai antihiperglikemia pada percobaan terhadap mencit
dengan kadar 5,38 g/kgBB dan 10,75 g/kgBB (Sumarny, 2011). Berdasarkan
penelitian Thongsom et al. (2013) ekstrak air daun kembang bulan terbukti
berpotensi sebagai antihiperglikemia dan antioksidan pada mencit dengan kadar
500mg/kgBB. Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan juga dapat mengendalikan
glukosa darah tikus dengan metode toleransi glukosa pada dosis 77 mg/kgBB
(Darmawi et al., 2015).
Daun kembang bulan mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder
yang berperan dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Beberapa diantaranya
yaitu tanin, alkaloid, steroid, terpenoid, dan fenol (Omoboyowa, 2015).
Berdasarkan penelitian, ekstrak etanol daun kembang bulan juga berpotensi
sebagai antioksidan (Juang et al., 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

Banyak obat antihiperglikemia yang bersumber dari tumbuhan juga


berpotensi sebagai antioksidan. Beberapa diantaranya adalah jahe (Zingiber
officinale) (Iranloye et al., 2011) dan daun zaitun (Olea europaea) (Jemai et al.,
2009).
Hubungan antara aktivitas antioksidan dan aktivitas antihiperglikemia
masih belum diketahui. Namun, berdasarkan berbagai penelitian, obat herbal yang
digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi juga memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi. Antioksidan dapat menstimulasi sekresi insulin
dan menghambat terjadinya apoptosis sel β pankreas pada mencit yang mengalami
diabetes (Kajimoto dan Kaneto, 2004).
Telah dilaporkan bahwa daun kembang bulan mengandung berbagai
senyawa sesquiterpenoid lakton. Salah satu senyawa sesquiterpenoid lakton,
Tagitinin C, terbukti terdapat dalam ekstrak etanol 95% daun kembang bulan
(Dhian, 2013).
Berdasarkan penelitian, sesquiterpenoid lakton yang terkandung dalam
tanaman Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray berpotensi memiliki aktivitas
antihiperglikemia dengan mekanisme yang sama dengan obat antidiabetes
golongan Tiazolidinedion sebagai peroxisome proliferator-activated receptor
agonists (PPARα/γ) dengan memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam
metabolisme glukosa dan lipid, transduksi sinyal insulin, dan diferensiasi adiposit
dan jaringan lainnya (Lin, Hsiang-Ru, 2012; Katzung, 2010).
Uraian di atas memberikan alasan bahwa senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan dan senyawa sesquiterpenoid lakton dapat mengendalikan glukosa
darah pada penderita diabetes melitus. Penelitian uji antihiperglikemia ekstrak
etanol 95% terhadap tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan juga
belum pernah dilakukan. Hal-hal tersebut mendasari penelitian uji efek
antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan (Tithonia diversifolia
(Hemsl.) A. Gray) terhadap tikus Sprague-Dawley jantan dengan metode induksi
aloksan secara in vivo.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.2. Rumusan Masalah


- Obat yang berasal dari tanaman banyak digunakan sebagai
antihiperglikemia, seperti daun kembang bulan (Tithonia diversifolia
(Hemsl.) A. Gray). Pada umumnya, masyarakat menggunakannya
secara tradisional.
- Penelitian ilmiah yang sudah dilakukan yaitu uji efek
antihiperglikemia ekstrak daun kembang bulan dengan pelarut n-
heksana dan air terhadap mencit yang diinduksi aloksan.
- Namun, penelitian uji efek antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun
kembang bulan pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan
belum pernah dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui efek antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun
kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) terhadap tikus
Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan.

1.4. Hipotesis
Ekstrak etanol 95% dari daun kembang bulan memiliki efek
antihiperglikemia pada tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi
aloksan.

1.5. Manfaat Penelitian


a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di
bidang bahan alam yang mempunyai efek antihiperglikemia dan
menambah perbendaharaan tanaman dalam buku Materia Medika.
b. Secara aplikatif
Hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan obat
antihiperglikemia dari bahan alam dan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dalam menata tumbuhan obat dari bahan alam.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

1.6. Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian dengan judul “Uji Efek Antihiperglikemia
Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.)
A. Gray) Terhadap Tikus Sprague-Dawley Jantan Dengan Metode Induksi
Aloksan Secara in vivo” hanya dibatasi pada pengujian ekstrak etanol 95%
daun kembang bulan terhadap tikus Sprague-Dawley jantan. Induksi
Diabetes Melitus dilakukan menggunakan senyawa Aloksan Monohidrat.
Besar sampel yang digunakan adalah 30 ekor. Desain penelitian ini adalah
farmakologi eksperimental. Lokasi penelitian ini adalah di Laboratorium
Penelitian 1 dan Laboratorium Animal House di Gedung FKIK, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kembang Bulan


2.1.1. Morfologi
Tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray)
merupakan semak tahunan dengan batang tegak dan bulat, tinggi hingga mencapai
9 m. Daun kembang bulan tunggal dan berseling, dengan panjang 26-32 cm dan
lebar 15-25 cm. Bagian ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun bergerigi,
pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga merupakan bunga majemuk, di
ujung ranting, tangkai bulat, kelopak bentuk tabung. Perbungaan muncul di ketiak
daun atau ujung percabangan, kepala sari berwarna hitam dan di bagian atasnya
berwarna kuning. Buah kotak berbiji bulat dan keras. Jika masih muda berwarna
hijau setelah tua berwarna coklat. Bijinya bulat, keras, dan berwarna coklat.
Akarnya berupa akar tunggang berwarna putih kotor (Hidayat dan Napitupulu,
2015; Hutapea, 1994).

Gambar 2.1. Tumbuhan kembang bulan (kanan) dan simplisia daun kembang
bulan (kiri) (Koleksi pribadi, 2016)

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

2.1.2. Sistematika Tumbuhan


Tumbuhan kembang bulan memiliki sistematik sebagai berikut : (USDA,
2015)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida - Dicotyledons
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae / Compositae
Genus : Tithonia Desf. ex Juss.
Spesies : Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray

2.1.3. Habitat
Tumbuhan Kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray)
umumnya tumbuh liar di tempat-tempat curam, misalnya di tebing-tebing, tepi
sungai dan selokan. Sekarang banyak ditanam sebagai tanaman hias karena warna
bunganya yang kuning indah dan sebagai pagar untuk mencegah kelongsoran
tanah. Tumbuhan ini juga merupakan tumbuhan tahunan yang kerap tumbuh di
tempat terang dan banyak sinar matahari langsung. Tanaman ini tumbuh dengan
mudah di tempat atau di daerah berketinggian 5-1500 m di atas permukaan laut
(Didik dan Sulistijowati, 1999).

2.1.4. Nama Lain


Tumbuhan kembang bulan memiliki nama lain yaitu :
Sinonim : Mirasolia diversifolia (Hemsl) A. Gray (USDA, 2015)
Nama daerah : Kembang bulan, Paitan (Indonesia), Rondo-noleh, Rondose-
moyo, Harsaga (Jawa) (Didik dan Sulistijowati, 1999).
Nama asing : Mexican Sunflower, Tree Marigold (English); Guasmara,
Jalacate (Spanish); Verschiedenblaettrige Fackelblume

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

(Germany); Daoruang-Yipun, Denchamat-Nam, Thantawan-Nu


(Thailand) (CABI, 2015).

2.1.5. Kandungan Kimia Daun Kembang Bulan


Daun kembang bulan terbukti memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai
IC50 0,93 ± 0,20 μg/mL dibandingkan dengan IC50 pada vitamin C yaitu 0,48 ±
0,10 μg/mL (Juang et al., 2014).

Gambar 2.2. Grafik perbandingan daya antioksidan ekstrak etanol daun insulin
dengan asam askorbat (Juang et al., 2014)

Berikut ini merupakan hasil penapisan fitokimia secara kuantitatif dari


ekstrak etanol daun kembang bulan. (Omoboyowa, 2015)

Gambar 2.3. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol daun kembang bulan secara
kuantitatif (Omoboyowa et al., 2015)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

Beberapa komponen kimia yang terkandung dalam tanaman kembang


bulan yaitu Tagitinin A, Tagitinin C, Tagitinin D (Tirotundin), Tagitinin F,
Triacontanol, dan β-Sitosterol. (Kristianto, 1995). Pada ekstrak etanol daun
kembang bulan, terbukti salah satu senyawa terpenoid lakton, tagitinin C,
terdeteksi pada KLT Rf 0,32 dengan fase gerak WB (Wash benzene) : EtOAc (Etil
asetat) (2:1; V/V) (Dhian, 2013).

2.1.6. Khasiat Tanaman Kembang Bulan


Tanaman kembang bulan dikenal memiliki berbagai khasiat, beberapa
diantaranya yaitu :
- Ekstrak air panas kembang bulan digunakan untuk mengobati malaria
di Guatemala, Taiwan, Meksiko, dan Nigeria.
- Cairan dekoksi dari daun kembang bulan digunakan untuk mengobati
hepatitis di Taiwan dan mengobati gangguan gastrointestinal di Kenya
dan Thailand.
- Cairan infusa daun ini juga digunakan untuk mengobati campak di
Kamerun.
- Daun kering kembang bulan diaplikasikan secara eksternal pada luka
di KostaRika.
- Cairan dekoksi dari bunga kembang bulan digunakan untuk mengobati
ekzim.
- Ekstrak kembang bulan dapat sebagai antimalaria, antiinflamasi, anti-
proliferasi, insektisida, analgesik, dan antibakteri (Obafemi, 2006).

Ekstrak fraksi n-heksana daun kembang bulan (Tithonia diversifolia


(Hemsl.) A. Gray) terbukti berkhasiat sebagai antidiabetes pada percobaan
terhadap mencit dengan kadar 5,38 g/kgBB dan 10,75 g/kgBB (Sumarny, 2011).
Ekstrak air daun kembang bulan terbukti berpotensi sebagai antidiabetes dan
antioksidan pada mencit dengan kadar 500mg/kgBB (Thongsom et al., 2013).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.1.7. Literature Review


Berikut ini merupakan beberapa penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan mengenai daya antihiperglikemia daun kembang bulan.

2.1.7.1. Uji Efek Pemberian Ekstrak n-Heksana Daun Kembang Bulan


terhadap Mencit yang Diinduksi Aloksan (Sumarny, 2011)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak n-
heksan daun kembang bulan terhadap penurunan kadar glukosa darah dengan
metode aloksan serta melihat gambaran histopatologi organ pankreas mencit putih
jantan.
Mencit dibagi dalam lima kelompok @ 25 ekor mencit yaitu kelompok
kontrol normal, kontrol positif (Klorpropramid), kontrol negatif, kelompok
perlakuan dosis 107,5 dan 215 mg/20 g BB. Semua kelompok mencit kecuali
kontrol normal disuntik dengan aloksan tetrahidrat secara iv dengan dosis 70
mg/kg BB. Pada hari ke 7 mencit mengalami hiperglikemik, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian ekstrak n-heksan daun kembang bulan. Diukur kadar glukosa
darah dan histopatologi organ pankreas pada hari ke 7, 14, 21, 28. Pada hari ke 21
- hari ke 28 mencit tidak diberi perlakuan dengan tujuan pemulihan.
Hasil penelitian yaitu kadar glukosa darah, berat organ, luas area dibawah
kurva dan hasil histopatologi berupa diameter pulau Langerhans dan jumlah sel β
pankreas yang dianalisa dengan analisis varian satu arah (Anova).
Berdasarkan hasil penelitian, persentase penurunan kadar gula darah pada
kelompok Klorpropramid adalah 36%, pada ekstrak dosis 5,38 g/kgBB adalah
24%, dan pada ekstrak dosis 10,75% adalah 31%.

2.1.7.2. Uji Efek Antioksidan dan Hipoglikemia Ekstrak Air Daun Kembang
Bulan terhadap Mencit yang Diinduksi Aloksan (Thongsom et al.,
2013)
Aktivitas antihiperglikemia ekstrak air daun kembang bulan diuji dengan
metode toleransi glukosa (OGTT) pada mencit normal dan diberikan per oral
setiap hari selama 21 hari pada mencit DM yang telah diinduksi aloksan. Dosis
ekstak yang diujikan pada uji toleransi glukosa adalah dosis 500 mg/kgBB

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

sedangkan dosis ekstrak yang diujikan pada uji antihiperglikemia pada tikus DM
adalah dosis 100 mg/kgBB, 250 mg/kgBB, dan 500 mg/kgBB.
Efek hipoglikemik ekstrak dosis 500 mg/kgBB terlihat signifikan
menurunkan kadar glukosa pada uji toleransi glukosa. Selanjutnya, ekstrak 500
mg/kgBB yang diberikan pada tikus yang diinduksi aloksan secara signifikan
menurunkan kadar glukosa, kolesterol total, trigliserida dan LDL, serta
meningkatkan kadar HDL.

2.1.7.3. Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Etanol dan N-Heksana


Daun Kembang Bulan [Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray] pada
Tikus Putih Jantan (Darmawi et al. 2015)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak etanol
dan n-heksana daun kembang bulan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
seberapa besar efek antihiperglikemik ekstrak etanol dan n-heksana daun
kembang bulan dibandingkan dengan obat antidiabetes acarbose. Pada penelitian
ini, pengukuran kadar glukosa di dalam darah menggunakan metode tes toleransi
glukosa oral (TTGO) pada waktu menit ke- 0 hingga menit ke- 180.
Pada uji antihiperglikemia, sebelumnya tikus putih dipuasakan selama 16
jam. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 8 kelompok yang masing-masing
terdiri dari 3 ekor, kemudian berat badan tikus ditimbang dan diukur kadar gula
darah puasanya. Lalu dibebankan larutan sukrosa secara oral. Setelah 30 menit
diukur kembali kadar gula darah tikus. Kelompok uji antara lain, CMC-Na 0,5 %,
acarbose, kelompok ekstrak etanol dan n-heksana dengan dosis 39 mg/kg BB, 77
mg/kg BB, 154 mg/kg BB.
Kadar glukosa darah masing-masing kelompok diukur pada selang waktu
60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Kadar glukosa ditentukan dengan mengambil
darah pada ekor tikus dengan cara memotong ujung ekor kemudian ekor dipijat
dengan pelan hingga darah keluar. Darah kemudian dimasukkan kedalam Gluco
Test Strip kemudian dibaca menggunakan alat Glucometer. Data yang dihasilkan
merupakan kadar glukosa dalam darah (mg/dL).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat penurunan kadar glukosa darah
masing-masing kelompok dimana kontrol positif dapat menurunkan kadar glukosa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

darah sebesar 55.57 %. Sedangkan dari kelompok perlakuan ekstrak dapat dilihat
bahwa ekstrak etanol dengan dosis 77 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa
darah sebesar 54.15 % dimana persen penurunan tersebut mendekati persen
penurunan kontrol positif. Pemberian sukrosa 5625 mg/kgBB dapat meningkatkan
kadar glukosa darah sebesar < 50%.

2.1.8. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat autooksidasi dengan
menghambat pembentukan radikal bebas atau dengan mengganggu pembentukan
radikal bebas melalui beberapa mekanisme, yaitu:
(1) Mengganggu zat yang menyebabkan peroksidasi
(2) Membentuk reaksi kelat ion logam sehingga tidak dapat membentuk
senyawa reaktif atau merusak lipid peroksida
(3) Menghambat pembentukan peroksida dengan menghilangkan ion O2
(4) Merusak reaksi ikatan autooksidasi
(5) Menurunkan konsentrasi O2 terlokalisir (Nawar, 1996).

Tumbuhan mengandung banyak senyawa yang memiliki aktivitas


antioksidan. Beberapa tanaman telah diuji sebagai sumber antioksidan yang aman.
Beberapa senyawa antioksidan yang terdapat pada tumbuhan adalah senyawa
golongan flavonoid (epikatekin, kuersetin, epikatekin gallat, epigallokatekin
gallat, dan rutin), asam fenolat (gallat, protokatekat, asam p-kumarat, asam kafeat,
dan asam rosmarinat), minyak uap (eugenol, carvacrol, safrol, timol, menthol, 1,8-
sineol, a-terpineol, p-cymene, sinamaldehida, miristisin, dan piperin), dan
tokoferol (Brewer, 2011).
Berbagai tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi ternyata
juga memiliki aktivitas antidiabetes. Mekanisme penurunan glukosa darah oleh
senyawa antioksidan masih belum diketahui secara jelas, tetapi beberapa
penelitian membuktikan bahwa antioksidan dapat menstimulasi sekresi insulin
dan menghambat terjadinya apoptosis sel β pankreas pada mencit yang mengalami
diabetes (Kajimoto dan Kaneto, 2004).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

2.1.9. Sesquiterpenoid Lakton


Sesquiterpenoid lakton adalah metabolit sekunder dengan sifat lipofil,
yang merupakan subfamili terpenoid. Seskuiterpenoid lakton tidak berwarna dan
terasa pahit. Senyawa ini terutama terkandung dalam tanaman famili Asteraceae.
Sumber tanaman lainnya yang mengandung sesquiterpenoid lakton adalah lumut
hati, dan tanaman famili Apiaceae, Lamiaceae, Lauraceae, dan Magnoliaceae
(Rahman, 2012). Pada tanaman dengan keluarga Asteraceae, sesquiterpenoid
lakton terutama ditemukan pada bagian aerial tanaman (daun dan bunga) dengan
konsentrasi 5% bobot keringnya.
Sesquiterpenoid lakton dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama.
- Germakranolida, dengan cincin yang terdiri dari 10 karbon (contoh:
alatolida)
- Eudesmolides, dengan gabungan 2 cincin yang masing-masing terdiri
dari 6 karbon (contoh: alantolacton)
- Guaianolides, dengan gabungan 2 cincin yang terdiri dari 5 karbon dan
7 karbon, serta adanya substituen metil pada C4
- Pseudoguaianolides, yang memiliki karakteristik yang sama dengan
guaianolides, tetapi memiliki substituen metil pada C5 (contoh:
ambrosin).

Gambar 2.4. Struktur Germakranolida, Eudesmanolida, dan Guaianolida


(Hoffmann, 2003)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

Sesquiterpenoid lakton aktif secara biologis. Beberapa diantaranya bersifat


toksik pada mamalia, dan sebagian diantaranya dapat menyebabkan alergi
dermatitis kontak. Senyawa ini memiliki aktivitas antikanker. Penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara struktur senyawa dengan
aktivitasnya. Pada sesquiterpenoid lakton, aktivitas sitotoksik, antileukimia,
inhibisi tumor, dan immunostimulan terdapat pada senyawa lakton α,β-eksosiklik
tidak jenuh.
Berbagai jenis sesquiterpenoid lakton memiliki aktivitas antibakteri,
antifungal, antelmintik, antihiperlipidemia, dan mempengaruhi kardiovaskular.
Beberapa diantaranya memiliki aktivitas antiinflamasi (Hoffmann, 2003).
Berdasarkan penelitian, sesquiterpenoid lakton yang terkandung dalam
tanaman Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray berpotensi memiliki aktivitas
antidiabetes dengan mekanisme yang sama dengan obat antidiabetes golongan
Tiazolidinedion sebagai peroxisome proliferator-activated receptor agonists
(PPARα/γ) dengan memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme
glukosa dan lipid, transduksi sinyal insulin, dan diferensiasi adiposit dan jaringan
lainnya (Lin, Hsiang-Ru, 2012; Katzung, 2010).
Berdasarkan penelitian, senyawa sesquiterpenoid lakton yang berpotensi
berkhasiat sebagai antidiabetes adalah Tirotundin, Tagitinin A dan Tagitinin C
dengan struktur sebagai berikut :

Tirotundin Tagitinin A Tagitinin C

Gambar 2.5. Struktur Tirotundin, Tagitindin A, Tagitinin C (Lin, Hsiang-


Ru, 2012)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

2.2. Simplisia
2.2.1. Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan (Depkes RI, 2009).

2.2.2. Pengelolaan Simplisia


Beberapa tahapan pengelolaan simplisia adalah sebagai berikut :
A. Sortasi basah
Tahap ini dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lain dari
bahan simplisia. Pembersihan bahan simplisia dari bahan lain dapat mengurangi
jumlah mikroba awal.
B. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih. Bahan
simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air mengalir, pencucian
hendaknya dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin.
C. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan untuk
memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis
bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Namun, irisan yang terlalu tipis dapat
memperbanyak pengurangan zat aktif yang mudah menguap.
D. Pengeringan
Tahap ini dilakukan dengan mengurangi kadar air dan menghentikan
reaksi enzimatik pada bahan simplisia. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Proses pengeringan sudah dapat menghentikan reaksi enzimatik pada
bahan simplisia bila kadar airnya kurang dari 10%. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.
Suhu pengeringan terbaik adalah tidak meebihi 60OC, tetapi bahan aktif
yang tidak tahan pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

serendah mungkin, sekitar 30-45OC. Terdapat dua cara pengeringan yaitu


pengeringan alami (dengan sinar matahari langsung atau dengan diangin-
anginkan) dan pengeringan buatan (menggunakan instrumen).
E. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang
masih ada pada simplisia kering.
F. Penyimpanan
Setelah disortasi kering, simplisia kemudian ditempatkan dalam wadah
tersendiri agar tidak bercampur dengan bahan lain. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen, sirkulasi udara,
reaksi kimia yang terjadi antara zat aktif simplisia dengan wadah, penyerapan air,
kemungkinan proses dehidrasi, dan pengotoran yang disebabkan oleh serangga,
kapang atau yang lainnya.
Wadah yang digunakan sebagai pembungkus simplisia harus bersifat inert,
yang berarti tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu
melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan
zat aktif, sertadari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap (Depkes, 1985).

2.3. Ekstraksi
2.3.1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang cocok, di luar
pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes, 2009).

2.3.2. Proses Pembuatan ekstrak


A. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya
Simplisia yang telah didapatkan selanjutnya dibuat serbuk simplisia
dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Semakin halus serbuk
simplisia, proses ekstraksi semakin efektif-efisien. Namun, semakin halus serbuk
simplisia, semakin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.
Gerakan dan interaksi simplisia dengan benda keras akan menimbulkan panas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

yang dapat mempengaruhi senyawa kandungan. Namun, hal ini dapat


dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.
B. Cairan pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang
optimal untuk senyawa kandungan yang aktif sehingga senyawa tersebut dapat
terpisah dari senyawa lain. Faktor utama sebagai pertimbangan pada pemilihan
cairan penyari adalah: selektifitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan
tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan. Berdasarkan peraturan
yang berlaku, pelarut yang diperbolehkan adalah air dan etanol serta
campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanol dll. (alkohol turunannya), heksana
dll. (hidrokarbon alifatik), toluen dll. (hidrokarbon aromatik), kloroform (dan
segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi
dan tahap pemurnian (fraksinasi).
C. Separasi dan pemurnian
Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan senyawa
pengotor semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang
dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada
tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur, sentrifugasi,
dekantasi, filtrasi serta proses adsorpsi dan penukar ion.
D. Pemekatan / Penguapan
Pemekatan adalah peningkatan jumlah zat terlarut secara penguapan
pelarut sampai menjadi kental atau pekat.
E. Pengeringan ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga
menghasilkan serbuk. Beberapa proses pengeringan yang dapat dilakukan yaitu :
pengeringan evaporasi, pengeringan vaporasi, pengeringan sublimasi, pengeringan
konveksi, pengeringan kontak, pengeringan radiasi, dan pengeringan dielektrik.
F. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang diperoleh
dengan bobot simplisia awal (Depkes, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

2.3.3. Metode Ekstraksi


2.3.3.1. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu ruang. Metode ini
merupakan ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
kesetimbangan.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang biasanya dilakukan pada suhu ruang. Proses terdiri
dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
penetesan/penampungan ekstrak yang terus menerus hingga diperoleh misella
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.

B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses sampai 3-5 kali hingga
reaksi berlangsung sempurna.
2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (pengadukan kontinu) pada suhu yang
lebih tinggi dari suhu kamar, biasanya pada suhu 40-50oC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (96-98oC)
selama 15-20 menit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

5. Dekok
Dekok adalah proses infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
pada suhu titik didih air.

2.3.3.2. Destilasi Uap


Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air. Metode ini dilakukan
berdasarkan tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air
secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap
campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah secara
sempurna atau sebagian (Depkes, 2000).

2.4. Diabetes Melitus


2.4.1. Definisi
Berdasarkan WHO tahun 1999, Diabetes melitus didefinisikan sebagai
suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2005).

2.4.2. Klasifikasi
Diabetes melitus tipe 1 atau disebut dengan IDDM (Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus) merupakan diabetes melitus yang terjadi pada pasien dengan
sekresi insulin yang sedikit atau insulin tidak disekresi oleh pankreas sehingga
membutuhkan terapi insulin dari luar untuk menjaga kadar glukosa darahnya.
Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh destruksi sel β secara selektif dan defisiensi
insulin absolute atau berat. Penyakit ini disebabkan karena autoimun dan
idiopatik, kebanyakan disebabkan oleh penyakit autoimun dan terjadi pada usia
muda. Pasien hipoinsulinemia dan hiperglikemia beresiko terjadi ketosis dan
ketoasidosis (Sweetman, 2009; Katzung, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Diabetes melitus tipe 2 (DM 2) atau disebut dengan NIDDM (Non-Insulin-


Dependent Diabetes Mellitus) merupakan diabetes melitus yang biasa terjadi pada
pasien usia lanjut. Sekresi insulin pada pasien ini normal atau bahkan lebih, tetapi
terjadi resistensi insulin pada sel tubuh. Rata-rata pasien DM 2 mengalami
obesitas. Pasien DM 2 beresiko terkena penyakit kardiovaskular dan sindrom
metabolik lain (Sweetman, 2009).
Diabetes melitus tipe 3 adalah peningkatan kadar glukosa darah yang
disebabkan oleh berbagai penyebab atau penyakit lain yang tidak mempengaruhi
pankreas, terapi lain, dll.
Diabetes melitus tipe 4 atau diabetes melitus gestasional merupakan
intoleransi glukosa yang terjadi pada masa kehamilan. Diabetes gestasional terjadi
pada sekitar 7% dari ibu hamil. Selama kehamilan, plasenta dan hormon plasenta
menimbulkan resistensi insulin yang paling mencolok pada trimester ke-tiga.
Pengujian klinis penting pada kasus ini, dan terapi DM akan menurunkan
morbiditas dan mortalitas janin (Katzung, 2010).

2.4.3. Gejala Klinik


Diabetes melitus (DM) seringkali muncul tanpa gejala. Namun, terdapat
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai tanda kemungkinan diabetes.
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita antara lain poliuria (sering buang
air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar).
Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak
anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas.
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM
Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa
tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.
Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

luka, daya pengelihatan semakin buruk, dan umumnya menderita hipertensi,


hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf
(Depkes, 2005).

2.4.4. Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila terdapat keluhan
khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan
penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal,
pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.
Apabila terdapat keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga dapat digunakan
sebagai patokan diagnosis DM (Depkes, 2005).
Berikut ini merupakan parameter penegakkan diagnosis diabetes melitus
berdasarkan data Depkes tahun 2014 dan American Diabetes Association (ADA)
tahun 2015.

Tabel 2.1. Tabel parameter penegakkan diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2015;
Depkes, 2014)
Parameter Nilai (Depkes, 2014) Nilai (ADA, 2015)

Glukosa darah puasa/fasting Lebih dari 126 mg/dL ditambah ≥126 mg/dL (7,0
plasma glucose 4 gejala khas DM (banyak mmol/L)
makan, sering kencing, sering
haus, berat badan turun).

Glukosa darah Lebih dari 200 mg/dL ditambah ≥200 mg/dL (11,1
sewaktu/random plasma 4 gejala khas DM. mmol/L)
glucose

Glukosa darah pada uji Lebih dari 200 mg/dL ≥200 mg/dL (11,1
toleransi glukosa / impaired mmol/L)
glucose tolerance (IGT)

HbA1c - 6,5% atau lebih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

2.4.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


2.4.5.1. Tujuan dan Target Penatalaksanaan DM
A. Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus
Secara spesifik, tujuan utama penatalaksanaan diabetes melitus adalah
untuk menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal serta
mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes
(Depkes, 2005).

B. Target penatalaksanaan diabetes melitus


Berikut ini merupakan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
menilai keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus (ADA, 2015).

Tabel 2.2. Tabel parameter keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus


(ADA, 2015)
Parameter Kadar ideal yang diharapkan

Kadar glukosa plasma preprandial 80-130 mg/dL (4,1 – 7,2 mmol/L)


(puasa selama 8-12 jam)

Kadar glukosa plasma postprandial (2 < 180 mg/dL (< 10,0 mmol/L)
jam setelah makan)

HbA1C < 7%

Tekanan darah (pada kondisi DM dan Sistol : < 130 mmHg


hipertensi)
Diastol : < 90 mmHg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

2.4.5.2. Terapi Non Farmakologis


A. Pengaturan Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akutdan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah terbukti dapat mengurangi resistensi insulin
dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu
penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar
HbA1c sebanyak 0,6%.
Asupan kolesterol tetap diperlukan, tidak lebih dari 300 mg per hari.
Sumber lemak diupayakan berasal dari bahan nabati yang mengandung lebih
banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh.
Masukan serat diusahakan paling tidak 25 g per hari. Selain akan
menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat
dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap
dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih (Depkes,
2005).

B. Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Beberapa
contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dll. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40
menit per hari. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa


(Depkes, 2005).

2.4.5.3. Terapi Farmakologis


A. Terapi Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul sebesar 5808 pada
manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai (A
dan B) yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin merupakan obat utama
untuk penderita DM tipe 1 dan beberapa pasien DM tipe 2 yang dikombinasikan
dengan obat antihiperglikemia oral. Insulin dapat diberikan melalui beberapa cara,
yaitu disuntikkan secara intravena, intramuskular, dan subkutan.
Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerjanya yaitu insulin
kerja cepat (rapid-action) dengan onset kerja yang sangat cepat dan lama kerja
yang pendek, insulin kerja singkat (short-acting) dengan onset kerja yang cepat,
insulin kerja sedang (intermediate-acting), dan insulin kerja lama (long-acting).
Dosis awal insulin pasien DM adalah 0,7-1,5 U/kgBB. Pasien baru DM 1
belum memerlukan insulin karena terkadang terjadi remisi dan pada periode ini
insulin tidak dibutuhkan (honeymoon phase). Untuk terapi awal, insulin regular
dan insulin kerja sedang (intermediate-acting) dapat menjadi pilihan dan
diberikan 2 kali sehari. Untuk pasien DM dewasa yang kurus, diberikan insulin
kerja sedang 8-10 U yang diberikan 20-30 menit sebelum makan pagi dan 4-5 U
sebelum makan malam. Untuk pasien DM dewasa yang gemuk, diberikan insulin
20 U pada pagi hari dan 10 U sebelum makan malam. Dosis ditingkatkan secara
bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin.

B. Obat Antidiabetik Oral


Terdapat 5 golongan antidiabetik oral yang dapat digunakan untuk
diabetes melitus dan telah dipasarkan di Indonesia yakni golongan: Sulfonilurea,
Meglitinida, Biguanida, Penghambat α-glikosidase, dan Tiazolidinedion. Kelima
golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya
dengan diet dan latihan fisik saja.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

a. Golongan Sulfonilurea
Dikenal 2 generasi obat sulfonilurea. Generasi pertama terdiri dari
tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropramid. Generasi kedua yaitu
gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid, dan glimepirid. Mekanisme kerja
golongan ini adalah dengan merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β
langerhans pankreas dengan cara berinteraksi dengan ATP-sensitive K Channel
pada membran sel β yang menimbulkan depolarisasi membran. Pada penggunaan
jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.
Semua obat-obatan golongan sulfonilurea dimetabolisme di hati. Beberapa
diantaranya merupakan obat aktif, sedangkan yang lainnya merupakan metabolit
inaktif.
b. Golongan Meglitinide
Repaglitinida dan Nateglinida merupakan obat-obatan golongan ini dengan
mekanisme yang sama dengan sulfonilurea, tetapi struktur kimia golongan ini
sangat berbeda dengan sulfonilurea. Berdasarkan farmakodinamika, golongan ini
bekerja dengan menutup kanal K yang bersifat ATP-independent di sel β
pankreas.
Berdasarkan farmakokinetika, absorpsi obat ini yang diberikan secara oral
bekerja cepat dan kadar puncak dicapai dalam waktu 1 jam. Waktu paruh obat ini
adalah 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali dalam sehari sebelum
makan. Metabolisme utamanya di hepar, dan sekitar 10% di ginjal. Efek samping
utama penggunaan obat ini adalah hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.
c. Golongan Biguanida
Beberapa obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah fenformin,
buformin, dan metformin. Namun, obat yang pertama telah ditarik dari peredaran.
Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.
Biguanida memiliki mekanisme kerja menurunkan produksi glukosa di
hepar dan meningkatkan sensitifitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin.
Metformin oral diabsorpsi di usus, diekskresikan melalui urin dalam keadaan
utuh, dan memiliki waktu paruh sekitar 2 jam. Dosis awal metformin adalah 2 x
500 mg dengan dosis maksimum 2,5 gram sehari yang diminum bersamaan
dengan makanan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

Efek samping obat ini adalah gangguan pada sistem pencernaan seperti
mual-muntah. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem
kardiovaskular, pemberian biguanida dapat menimbulkan peningkatan asam laktat
dalam darah. Biguanida tidak boleh diberikan pada ibu hamil, pasien dengan
penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung kongestif
dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.
d. Golongan Tiazolinedion
Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan ini adalah pioglitazon,
rosiglitazon, dan troglitazon. Namun, troglitazon telah ditarik dari peredaran
karena menimbulkan toksisitas hati.
Tiazolinedion bekerja dengan menurunkan resistensi insulin. Kerja utama
obat ini adalah mengatur gen yang terlibat dalam metabolisme lipid dan glukosa
dan diferensiasi adiposit. Efek samping obat ini adalah resistensi cairan yang
bermanifestasi sebagai anemia ringan dan edema perifer. Beberapa laporan
mengindikasikan peningkatan risiko gagal jantung.
e. Inhibitor α-glukosidase
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akarbosa dan
miglitol. Obat golongan ini bekerja dengan memperlambat absorpsi polisakarida
(starch), dekstrin, dan disakarida dalam saluran pencernaan. Obat golongan ini
menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 dan 2. Efek samping
obat ini adalah malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal-boasting. Efek
samping ini bersifat dose-dependent (Nafrialdi, 2007; Katzung, 2010).

2.5. Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperglikemia (Etuk,


2010)
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa model hewan uji telah
dikembangkan sebagai bahan pembelajaran diabetes melitus atau sebagai sampel
pengujian agen antidiabetes. Beberapa model hewan uji dalam pengujian efek
antihiperglikemia adalah sebagai berikut:
2.5.1. Model Hewan Uji Normoglikemik
Hewan uji sehat dapat digunakan untuk menguji agen hiperglikemik oral.
Metode ini valid untuk digunakan dalam menguji efek antihiperglikemia obat
pada hewan uji walaupun tidak ada aktivitas perusakan pankreas.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

2.5.2. Model Hewan Uji yang Diberikan Asupan Glukosa secara Oral
Metode ini disebut juga sebagai metode induksi fisiologi diabetes mellitus
karena peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi tidak disertai dengan adanya
kerusakan pankreas. Prosedur metode ini adalah hewan uji dipuasakan sepanjang
malam lalu diberikan asupan glukosa oral (1-2,5 g/kgBB). Selanjutnya kadar
glukosa darah dipantau selama interval waktu tertentu. Kelemahan dari metode ini
adalah kondisi hiperglikemia yang terjadi lebih fluktuatif dibandingkan dengan
kondisi hiperglikemia yang dihasilkan oleh induksi aloksan monohidrat.

2.5.3. Model Penginduksian Diabetes Melitus secara Kimiawi


Beberapa senyawa kimia yang dapat menginduksi diabetes melitus adalah
aloksan monohidrat, streptozosin, ferri nitriloasetat, ditizon, dan serum
antiinsulin. Di antara semua senyawa penginduksi, streptozosin dan aloksan
monohidrat adalah senyawa yang paling sering digunakan. Rute pemberian
senyawa induksi ini adalah secara parenteral (intravena, intraperitoneal, atau
subkutan).

2.5.3.1.Model Streptozosin

Gambar 2.6. Struktur kimia streptozosin (PubChem, 2016)

Streptozosin adalah derivat nitrosourea glukopiranosa sintetik yang


diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces achromogenes yang merupakan
anibiotik antitumor. Streptozosin dapat digunakan untuk menginduksi DM tipe 1
ataupun DM tipe 2. Dosis tunggal streptozosin dalam buffer sitrat steril untuk
menginduksi diabetes adalah 150 mg/kgBB untuk mencit, dan 80 mg/kgBB untuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

tikus yang diberikan secara intraperitoneal. Diabetes akan terjadi secara bertahap
dan dapat dideteksi selama beberapa hari, biasanya 4 hari untuk mencit dan 7 hari
untuk tikus.
Meskipun streptozosin merupakan senyawa penginduksi diabetes yang
banyak digunakan, penggunaan streptozosin memiliki banyak kekurangan. Salah
satu kekurangan penggunaan streptozosin adalah pemulihan segera dari kadar
glukosa darah yang tinggi akibat insulinoma serta insiden tumor ginjal dan tumor
hati akibat sifat onkogenik dari streptozosin. Apabilah hal-hal tersebut terjadi,
maka akan terjadi penurunan kadar glukosa darah secara signifikan dan hewan uji
tidak dapat digunakan sebagai model pengujian agen antidiabetes.

2.5.3.2.Model Aloksan

Gambar 2.7. Struktur kimia aloksan (PubChem, 2015)

Aloksan merupakan suatu derivat urea yang memiliki struktur molekul


C4H2N2O4 dengan bobot molekul 142,06968 g/mol. Pada pH netral dan suhu
37OC, aloksan memiliki waktu paruh sebesar 1,5 menit. Pada suhu yang lebih
rendah, waktu paruh aloksan dapat diperpanjang. Aloksan mudah larut dalam air,
larut dalam aseton, alkohol, metanol, dan dalam asam asetat glasial. Aloksan agak
sukar larut dalamkloroform, petroleum eter, toluene, etil asetat, dan asam asetat
anhidrat, serta tidak larut dalam eter (O’Neil, 2001).
Aloksan dan produk hasil reduksinya, asam dialurat, dapat menghasilkan
reaksi redoks dengan membentuk radikal superoksida. Radikal tersebut akan
mengalami dismutase menjadi hidrogen peroksida. Melalui reaksi Fenton,
hidrogen peroksida akan berubah menjadi radikal hidroksil reaktif. Aksi radikal
hidroksil dengan peningkatan konsentrasi kalsium pada sitosol menyebabkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

kerusakan sel β pankreas dengan cepat, sehingga produksi insulin menurun


(Szkudelski, 2001).
Aloksan bekerja pada sel-sel β pankreas dalam 4 tahap. Tahap pertama,
yaitu 30 menit setelah injeksi aloksan, terjadi peningkatan sekresi insulin dalam
waktu singkat. Tahap kedua, yaitu 1 jam setelah injeksi aloksan, terjadi fase
hiperglikemik pertama yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan kadar
glukosa darah yang disertai dengan penurunan kadar insulin dalam darah selama
2-4 jam. Tahap ketiga, yaitu 4-8 jam setelah injeksi aloksan, kembali terjadi
penurunan kadar glukosa darah yang berangsung selama beberapa jam karena
adanya peningkatan kadar insulin akibat hancurnya membran sel-sel beta
pankreas. Tahap keempat adalah terjadinya hiperglikemia permanen (Lenzen,
2008).

2.6. Metode Pengukuran Glukosa Darah


Glukosa dapat diukur pada sampel darah, plasma atau serum. Molekul
glukosa tidak dapat diukur secara langsung. Secara umum terdapat 3 metode
pengukuran glukosa yang dapat digunakan, yaitu metode reduksi, metode
kondensasi, dan metode enzimatik. Namun, metode yang lebih sering digunakan
saat ini adalah metode enzimatik (Rand, 2013).
a. Metode reduksi (McMillin, 1990)
Metode reduksi merupakan metode tertua yang memanfaatkan sifat
reduktor dari glukosa. Metode ini kurang spesifik karena dapat terjadi bias akibat
keberadaan agen pereduksi kuat lainnya sehingga memberikan hasil pengukuran
kadar glukosa darah terlalu tinggi. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan
menambahkan tahap tertentu untuk meniadakan pengaruh agen pereduksi lain.
Metode ini tidak dianjurkan dan saat ini sudah banyak ditinggalkan.
b. Metode kondensasi (McMillin, 1990)
Beberapa gugus aldehida pada glukosa dapat berkondensasi dengan
senyawa aromatika untuk membentuk senyawa yang berwarna. Pada reaksi
kondensasi, senyawa o-toluidine akan bereaksi dengan glukosa membentuk
senyawa glukosamin yang berwarna hijau. Intensitas warna tersebut kemudian
diukur dengan instrumen spektrofotometer untuk mengestimasi konsentrasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

glukosa. Reaksi ini berlangsung cepat dan memiliki tingkat sensitifitas warna
yang tinggi. Dari beberapa senyawa aldosa, hanya mannosa dan galaktosa yang
memiliki hasil warna yang baik. Namun kadarglukosa tersebut tidak terlalu
banyak terdapat dalam darah. Senyawa o-toluidine juga bersifat sangat korosif dan
toksik. Alasan-alasan tersebut yang menyebabkan metode ini ditinggalkan.
c. Metode enzimatik (Rand, 2013)
Saat ini, metode ini paling sering digunakan dalam mengukur kadar
glukosa darah. Enzim yang paling sering digunakan adalah enzim Hexokinase.
Enzim heksokinase mempercepat reaksi antar glukosa dan adenosine trifosfat
dengan mengubah glukosa menjadi glukosa-6-fosfat. Selanjutnya enzim glukosa-
6-fosfat dehidrogenase, dengan adanya nikotinamida dinukleotida (NAD), akan
mengoksidasi glukosa-6-fosfat untuk mereduksi NAD (NADH) dan
fosfoglukonat. Senyawa NADH inilah yang dapat diukur secara spektrofotometri.

2.7. Glukometer (Glukosa Meter)


Glukometer adalah alat pengukur kadar glukosa darah dengan metode
enzimatik yang mudah dibawa (Hönes et al., 2008). Terdapat berbagai jenis
glukometer yang bekerja dengan berbagai teknologi, seperti:
- Reflectance Photometry, yang menggunakan prinsip kolorimetri.
- Teknologi biosensor, yang menggunakan prinsip elektrokimia (Thomas,
2016).

Persentase pengguna glukometer biosensor di seluruh dunia lebih dari


85% sehingga teknologi glukometer semakin dikembangkan. Pada glukometer
biosensor, teknologi yang terus dikembangkan adalah pada bagian test strip. Pada
umumnya, test strip glukometer mengandung enzim, koenzim, mediator dan
indikator yang berada pada lapisan tipis matriks untuk mengubah kadar glukosa
darah menjadi sinyal yang dapat dibaca oleh alat glukometer (Hönes et al., 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

Gambar 2.8. Test strip glukometer (Hönes et al.,, 2008)

Sejarah awal glukometer biosensor dimulai dari alat glukometer pertama


yang dibuat oleh Clark dan Lyons pada tahun 1962. Glukometer tersebut
menggunakan enzim glukosa oksidase (GOx) yang terperangkap pada elektroda
oksigen melalui membran dialisis semipermeabel. Pengukuran dilakukan
berdasarkan jumlah glukosa yang digunakan pada reaksi enzimatik.

Pada katoda platinum, diberikan potensial negatif untuk mendeteksi


jumlah oksigen yang tereduksi (Wang, 2008).

Diketahui hingga saat ini terdapat 3 generasi teknologi glukometer yaitu


glukometer generasi pertama yang menggunakan oksigen sebagai substrat dan
mengukur kadar glukosa darah berdasarkan jumlah hidrogen peroksida yang
terbentuk, glukometer generasi ke-2 yang menggunakan mediator eletron antara
enzim GOx dan permukaan elektroda, dan glukometer generasi ke-3 yang tidak
menggunakan mediator melainkan menggunakan konduktor organik (Wang,
2008).
Pada penelitian ini, glukometer yang digunakan adalah GlucoDR
Biosensor yang merupakan glukometer biosensor generasi ke-2 yang
menggunakan kalium ferrisianida. Berikut ini merupakan reaksi kimia yang
terjadi dalam menentukan kadar glukosa darah oleh alat GlucoDR.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Gambar 2.9. Reaksi kimia glukosa pada strip Glukometer (Wang, 2008)

Beberapa kelebihan pada pengecekan kadar glukosa darah dengan


menggunakan glukometer adalah mudah digunakan, akurat, dan bisa digunakan
pada pasien buta warna. Namun, kekurangan glukometer adalah terbatasnya
interval analisis pengukuran, hanya cocok pada sampel kontrol tertentu, adanya
efek matriks pada alat, suhu yang dapat mempengaruhi ketepatan hasil, serta
harganya yang lebih mahal daripada metode pengukuran lain (Thomas, 2016).

2.8. Glibenklamid

Gambar 2.10. Struktur Glibenklamid (British Pharmacopoeia, 2009)

Glibenklamid berwarna putih atau hampir putih dan merupakan bubuk


kristalin (BP, 2009). Dosis lazim glibenklamid adalah 5 mg/hari sedangkan dosis
maksimumya adalah 20 mg/hari (Dipiro, 2008).
Secara farmakokinetik, Glibenklamid diabsorpsi di lambung dan terikat
oleh protein plasma dalam darah. Absorbsi dapat lebih lambat pada pasien
hiperglikemia atau waktu absorbsi dapat berubah sesuai dengan ukuran
partikelnya. Obat ini dimetabolisme di hepar dan dieliminasi sebagian melalui
hepar, sebagian lagi melalui feses (Sweetman, 2009).
Mekanisme kerja glibenklamid adalah meningkatkan sekresi insulin
dengan berikatan pada kanal ion kalium yang bersifat ATP-dependent, sehingga
effluks kalium menurundan terjadi depolarisasi membran. Hal ini menyebabkan
kanal ion kalsium terbuka dan ion Ca2+ masuk. Peningkatan ion Ca2+ intraselular

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

menyebabkan eksositosis glanul insulin sehingga insulin lepas dari sel (Dipiro,
2008).
Onset kerja glibenklamid adalah 2-4 jam dengan durasi kerja hingga 24
jam. Efek samping glibenklamid adalah hipoglikemia dan porphyria (akumulasi
jumlah porphyrin dalam darah) (Sweetman, 2009). Glibenklamid sebaiknya
disimpan di dalam wadah tertutup rapat (BP, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I dan Laboratorium
Hewan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Desember 2015
sampai dengan bulan Juli 2016.

3.2. Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus Sprague-Dawley jantan yang berusia 2-3
bulan dengan berat badan 130-220 gram sebanyak 30 ekor. Metode induksi
diabetes yang digunakan adalah induksi aloksan monohidrat pada dosis 150
mg/kgBB.
Penelitian ini dilakukan dengan mengekstraksi daun kembang bulan
menggunakan pelarut etanol 95% dengan metode maserasi, kemudian ekstrak
tersebut diberikan kepada tikus yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan
monohidrat dan selanjutnya diamati penurunan glukosa darah tikus tersebut.
Berikut merupakan tabel jadwal kerja dan kegiatan selama penelitian.

Tabel 3.1. Jadwal kerja dan kegiatan uji aktivitas antihiperglikemia


Hari ke Perlakuan

H0 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan


selama 12 jam.
2. Induksi Aloksan
3. Pemberian pakan dan minum tikus selama 1 minggu
H1 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan
selama 12 jam.
2. Pemberian bahan uji secara per oral
3. Pemberian pakan dan minum tikus

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

H2-H7 1. Pemberian bahan uji secara per oral


2. Pemberian pakan dan minum tikus
H8 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan
selama 12 jam.
2. Pemberian bahan uji secara per oral
3. Pemberian pakan dan minum tikus
H9-H14 1. Pemberian bahan uji secara per oral
2. Pemberian pakan dan minum tikus
H15 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan
selama 12 jam.
2. Pemberian bahan uji secara per oral
3. Pemberian pakan dan minum tikus
H16-H21 1. Pemberian bahan uji secara per oral
2. Pemberian pakan dan minum tikus
H22 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan
selama 12 jam.
2. Tikus diterminasi dengan metode inhalasi eter

3.3. Alat dan Bahan


3.3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
kandang tikus beserta tempat makan dan minum, timbangan tikus, sekam, sonde
oral, jarum suntik, alat glukometer dan strip (GlucoDR), gunting, blender, botol
maserasi, botol hasil maserat, corong, erlenmeyer, beker glass, kaca arloji, cawan
uap, spatula, vacuum rotary evaporator (EYELA), botol timbang dangkal, oven,
tanur, krus, timbangan analitik, pipet, tabung reaksi, kertas saring, kapas, sarung
tangan, masker, alumunium foil dan lap.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

3.3.2. Bahan
3.3.2.1. Tanaman Uji
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kembang
bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A Gray) pada bagian daunnya. Tanaman ini
diperoleh di daerah Bekasi, Jawa Barat. Tanaman kembang bulan segar yang
digunakan adalah sebanyak 6 kg. Sebelum diproses menjadi simplisia, tanaman
dideterminasi, yaitu memverifikasi identitas tanaman di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor.

3.3.2.2. Hewan Uji


Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur
Sprague-Dawley, berjenis kelamin jantan, berusia 2-3 bulan, memiliki berat badan
130-220 gram (Dianasari dan Fajrin, 2015), dan dalam kondisi sehat. Hewan uji
yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor. Tikus uji diperoleh di Institut Pertanian
Bogor.

3.3.2.3. Bahan Uji


Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan
Ekstrak etanol 95% diperoleh dari 5 kg tanaman kembang bulan yang
selanjutnya dibuat menjadi simplisia daun kembang bulan sebanyak
620 gram. Simplisia kemudian diekstraksi dengan metode maserasi
dengan pelarut etanol 95% sebanyak 5 L. Ekstrak ini dibuat di
Laboratorium Penelitian I.
- Glibenklamid (kontrol positif) yang diperoleh dari PT. Indofarma
- Aloksan monohidrat (penginduksi diabetes) yang diperoleh dari
Sigma-Aldrich di Singapura.

3.3.2.4. Bahan Kimia


Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Etanol 95% yang diperoleh dari PT. Bratako (pelarut),
- Kloroform (pelarut)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

- Na CMC (Suspending agent)


- FeCl3 (pereaksi)
- Pereaksi Meyer (mengandung gabungan senyawa HgCl2 dan KI)
- Pereaksi Dragendroff (mengandung senyawa Bi(NO3)3 dan KI)
- Amoniak encer (Pereaksi)
- Asam asetat (Pereaksi)
- H2SO4 pekat (Pereaksi)
- Aquadest (Pereaksi dan pelarut)
- Etanol 70% (Disinfektan)

3.4. Cara Kerja


3.4.1. Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :
1. Dilakukan pengumpulan daun kembang bulan segar.
2. Tanaman kembang bulan sebanyak 6 kg disortasi untuk
memudahkan pencucian dan untuk memisahkan pengotor pada
simplisia.
3. Dilakukan pencucian dengan air mengalir.
4. Dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu
ruang yang tidak terpapar sinar matahari langsung hingga simplisia
kering.
5. Setelah kering, kembali dilakukan sortasi untuk memastikan
simplisia bebas dari pengotor.
6. Simplisia ditimbang dan diblender hingga menjadi serbuk.

3.4.2. Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan melalui tahapan berikut:
1. Dilakukan penimbangan serbuk simplisia. Serbuk simplisia yang
digunakan adalah sebanyak 620 gram.
2. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah botol berwarna coklat.
3. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 95% sampai seluruh serbuk terendam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

oleh pelarut. Jumlah keseluruhan pelarut etanol 95% yang digunakan


adalah sebanyak 5 L.
4. Campuran disimpan dan sesekali diaduk.
5. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator hingga
didapatkan ekstrak yang kental.
Maserasi dilakukan berkali-kali hingga tidak ada lagi senyawa yang
terekstrak yang ditandai dengan warna pelarut yang hampir jernih (warna hijau
pudar).

3.4.3. Penapisan Fitokimia


Penapisan fitokimia dilakukan dengan menguji adanya golongan senyawa
alkaloid, antrakuinon, flavonoid, saponin, tannin dan terpenoid. Berikut prosedur
pengujiannya.
a. Identifikasi Alkaloid (Ayoola et al., 2008)
Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dengan etanol 96%. Selanjutnya
ditambahkan asam klorida encer 2N. Filtrat yang didapatkan kemudian disaring
lalu diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi Meyer dan Draggendorff.
Adanya endapan putih krem pada uji Meyer dan endapan coklat kemerahan pada
uji Dragendorff menunjukkan positif adanya alkaloid.
b. Identifikasi Antrakuinon (Ayoola et al., 2008)
Sebanyak 0,5 g ekstrak dididihkan dengan 10 ml H2SO4 kemudian disaring
selagi panas. Filtrat dikocok dengan 5 ml kloroform. Bagian kloroform dipipet ke
dalam tabung reaksi lain dan ditambahkan amoniak encer. Hasil positif
ditunjukkan dengan adanya perubahan warna pada larutan.
c. Identifikasi Flavonoid (Zohra et al., 2012)
Sebanyak 5 ml maserat ditambahkan asam sulfat pekat dan 0,5 g Mg.
Adanya pewarnaan yang menghilang atau tetap selama 3 menit menandakan
adanya senyawa flavonoid.
d. Identifikasi Saponin (Zohra et al., 2012)
Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahan 5 ml aquadest pada tabung reaksi, lalu
dikocok kuat hingga terbentuk busa stabil. Busa yang terbentuk kemudian
diamati. Busa yang stabil selama 20 menit menandakan adanya senyawa saponin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

e. Identifikasi Tanin (Ayoola et al., 2008)


Sebanyak 0,5 g ekstrak dididihkan dalam 10 ml air pada tabung reaksi
yang kemudian disaring. Beberapa tetes FeCl3 0,1% ditambahkan ke dalamnya.
Pembentukan warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman pada campuran
menunjukkan positif adanya tanin.
f. Identifikasi Terpenoid (uji Salkowski) (Ayoola et al., 2008)
Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahkan 2 ml kloroform. Kemudian H2SO4
pekat sebanyak 3 ml secara hati-hati ditambahkan untuk membentuk lapisan.
Adanya warna coklat kemerahan pada bagian interface menunjukkan adanya
terpenoid.

3.4.4. Pengujian Parameter Non Spesifik (Depkes RI, 2009)


a. Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g di dalam wadah yang sebelumnya telah
ditara. Ekstrak dikeringkan pada suhu 105OC selama 5 jam kemudian ditimbang.
Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam hingga perbedaan antara
2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
b. Kadar Abu
Ekstrak ditimbang sebanyak 2-3 g, lalu dimasukkan ke dalam krus platina
yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian diratakan. Ekstrak kemudian
dipijarkan di dalam tanur hingga arang habis, kemudian didinginkan lalu
ditimbang. Apabila dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan
air panas, lalu disaring dengan kertas saring. Sisa pada kertas saring dipijar
bersama kertas saring pada krus yang sama hingga bobotnya tetap. Kadar abu
dihitung terhadap bobot ekstrak dan dinyatakan dalam %B/B.

3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)


Uji parameter spesifik dilakukan dengan cara menguji ekstrak secara
organoleptik terhadap:
1. Bentuk
2. Warna
3. Bau
4. Rasa dari ekstrak daun kembang bulan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

3.5. Uji Induksi Aloksan


3.5.1. Uji Pendahuluan Induksi Aloksan
Prosedur uji pendahuluan induksi aloksan terhadap tikus uji adalah sebagai
berikut :
1. Sebanyak 4 tikus uji diaklimatisasi selama 7 hari untuk mendapatkan
berat badan yang seragam. Sebanyak satu tikus uji digunakan sebagai
kontrol dan 3 tikus uji lainnya diinduksi dengan aloksan.
2. Sebelum diberikan aloksan, tikus uji dipuasakan selama 12 jam
kemudian diberikan injeksi aloksan monohidrat secara intraperitoneal
pada dosis 150 mg/kgBB.
3. Selanjutnya, tikus uji diberikan minum larutan glukosa 5% setelah 1
jam penginduksian secara intraperitoneal selama 24 jam.
4. Setelah 7 hari, kadarglukosa darah tikus uji yang diinduksi aloksan
diukur dengan glukometer untuk mengetahui tikus sudah mengalami
hiperglikemia permanen atau belum. Parameter hiperglikemia adalah
tikus dengan kadar glukosa darah lebih dari 140 mg/dL (Gabriel et al.,
2014).

3.5.2. Penginduksian Diabetes dengan Aloksan


Prosedur uji pendahuluan induksi aloksan terhadap tikus uji adalah sebagai
berikut :
1. Sebanyak 30 tikus uji diaklimatisasi selama 7 hari untuk mendapatkan
berat badan yang seragam. Sebanyak 5 tikus uji digunakan sebagai
kontrol dan 25 tikus uji lainnya diinduksi dengan aloksan.
2. Sebelum diberikan aloksan, tikus uji dipuasakan selama 12 jam,
kemudian diberikan injeksi aloksan monohidrat secara intraperitoneal
pada dosis 150 mg/kgBB.
3. Selanjutnya, tikus uji diberikan minum larutan glukosa 5% setelah 1
jam penginduksian secara intraperitoneal selama 24 jam.
4. Setelah 7 hari, kadar glukosa darah tikus uji yang diinduksi aloksan
diukur dengan glukometer untuk mengetahui tikus sudah mengalami
hiperglikemia permanen atau belum. Parameter hiperglikemia adalah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

tikus dengan kadar glukosa darah lebih dari 140 mg/dL (Gabriel et al.,
2014).
Tikus yang mengalami hiperglikemia dipilih dan digunakan dalam
penelitian. (Radenkovic et al., 2015)

3.6. Uji Antihiperglikemia


3.6.1. Pembuatan Sediaan Dosis Uji
1. Dosis Ekstrak Daun Kembang Bulan
Dosis yang digunakan pada ekstrak etanol 95% daun kembang bulan
adalah dosis 10 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 1000 mg/kgBB. Pada dosis 10
mg/kgBB, jumlah ekstrak yg diberikan kepada 1 ekor tikus dengan berat badan
200 gram adalah 2 mg. Pada dosis 100 mg/kgBB, jumlah ekstrak yg diberikan
kepada 1 ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 20 mg. Pada dosis 1000
mg/kgBB, jumlah ekstrak yg diberikan kepada 1 ekor tikus dengan berat badan
200 gram adalah 200 mg. Ekstrak diberikan secara oral dalam bentuk suspensi.
Suspending agent yang digunakan adalah CMC Na dengan konsentrasi 1,0%.
Proses pembuatan sediaan adalah dengan mengembangkan CMC Na
dengan air panas sebanyak 20 kali berat CMC Na, selanjutnya diberikan ekstrak
dan akuades secara perlahan lalu diaduk hingga homogen.

2. Dosis Glibenklamid sebagai Kontrol Positif


Kontrol positif glibenklamid diberikan dalam bentuk suspensi dengan Na
CMC 1% sesuai dengan dosis oral efektif pada manusia, yaitu 5 mg/60 kgBB.
Dosis tersebut selanjutnya dikonversikan berdasarkan perhitungan luas permukaan
tubuh (HED). Dosis untuk setiap 200 g BB tikus menjadi 0,1 mg/200 gBB.
Proses pembuatan sediaan adalah dengan mengembangkan CMC Na
dengan air panas sebanyak 20 kali berat CMC Na, selanjutnya diberikan
glibenklamid dan akuades secara perlahan lalu diaduk hingga homogen.

3. Dosis Aloksan sebagai Penginduksi Diabetes pada Tikus


Dosis aloksan monohidrat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
150 mg/kgBB yang diberikan secara intraperitoneal (Radenkovic et al., 2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

Aloksan dilarutkan dalam larutan saline dingin lalu diberikan segera kepada tikus
uji.

3.6.2. Pengelompokan Tikus Uji dan Cara Kerja


Tikus uji dipilih secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Penentuan jumlah tikus tiap kelompok
dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh WHO (WHO, 2000).

Tabel 3.2. Perlakuan metode induksi aloksan


Kelompok Jumlah Perlakuan
I 5 Kontrol normal, diberi air suling
II 5 Kontrol negatif, diinduksi aloksan dan diberi
Na CMC 1%
III 5 Kontrol positif, diinduksi aloksan kemudian
diberi suspensi glibenklamid 0,5 mg/kgBB
tikus uji
IV 5 Perlakuan dosis rendah, diinduksi aloksan
kemudian diberi suspensi Na CMC 1% ekstrak
daun kembang bulan dalam dosis 10 mg/kgBB
V 5 Perlakuan dosis sedang, diinduksi aloksan
kemudian diberi suspensi Na CMC 1% ekstrak
daun kembang bulan dalam dosis 100 mg/kgBB
VI 5 Perlakuan dosis tinggi, diinduksi aloksan
kemudian diberi suspensi Na CMC 1% ekstrak
daun kembang bulan dalam dosis 1000
mg/kgBB

Semua tikus diberikan air minum. Setiap 7 hari (H0, H1, H8, H15, H22) berat
badan dan glukosa darah tikus dipantau, dan setelah 21 hari perlakuan, tikus
diterminasi dengan diberi inhalasi eter.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

3.6.3. Validasi Alat Glukometer


Berikut ini merupakan tahapan prosedur validasi alat glukometer:
1. Tombol Power ditekan kemudian strip validasi dimasukkan pada
lubang tempat memasukkan strip.
2. Setelah cek strip dimasukkan akan muncul tulisan:
- OK = Alat dalam kondisi baik
- E-2 = Alat dalam kondisi rusak
3. Apabila hasil pengecekan sudah muncul, strip validasi ditarik kembali
dan disimpan untuk pengecekan berikutnya.

3.6.4. Pengambilan Darah dan Pengukuran Kadar Glukosa


Pengambilan darah tikus dilakukan dengan memasukkan tikus ke dalam
kandang kecil, kemudian ekor tikus dibersihkan dengan etanol 70%. Darah
diambil secara intravena melalui ujung ekor sambil dilakukan pijatan perlahan
agar darah keluar. Kadar glukosa darah tikus diukur dengan alat glukometer
GlucoDR Biosensor.

3.6.5. Terminasi Tikus Uji


Terminasi tikus uji dilakukan dengan metode inhalasi dengan
menggunakan senyawa eter. Cairan eter dimasukkan ke dalam toples, lalu
dijenuhkan. Selanjutnya tikus uji dimasukkan ke dalam toples tersebut dan
didiamkan hingga denyut jantung tikus uji tidak lagi terasa.

3.7. Verifikasi Data


Hasil pengukuran data glukosa darah tikus diverifikasi dengan memotret
nilai glukosa darah yang tercantum pada alat GlucoDR Biosensor menggunakan
kamera handphone Samsung J2 5 MP. Foto glukosa darah tikus tercantum pada
lampiran 16.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

3.8. Analisis Data


1. Analisis secara Statistik
Data yang didapatkan diolah secara statistik dengan menggunakan aplikasi
SPSS. Analisis data yang pertama yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji
homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Metode
Kolmogorov-Smirnof, sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan Metode Levene. Analisis masalah yang dilakukan adalah dengan
Metode One-Way ANOVA yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) apabila data terdistribusi normal dan memiliki varian homogen. Apabila
data tidak terdistribusi normal atau varian tidak homogen, dilakukan analisis
dengan metode Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney
(Dahlan, 2010).
Hipotesis :
Ho : tidak ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok
Ha : ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok
Pengambilan keputusan :
Apabila nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima.
Apabila nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak.

2. Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah (Farida et


al., 2011)
Untuk mengetahui kemampuan ekstrak dalam menurunkan kadar glukosa
darah, dilakukan perhitungan dengan rumus persentase penurunan kadar glukosa
darah, yaitu :

Keterangan :
Go: glukosa darah puasa sebelum diberikan sediaan uji
Gt: glukosa darah setelah diberikan sediaan uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil determinasi
menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman kembang bulan (Tithonia
diversifolia (Hemsl.) A. Gray) dari familia Asteraceae. Surat pernyataan
determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Ekstraksi
Berdasarkan hasil pengeringan maserat, diperoleh rendemen ekstrak etanol
95% daun kembang bulan adalah 13,39% yang berarti dari 100 gram simplisia
kering daun kembang bulan yang diekstraksi akan diperoleh 13,39 gram ekstrak
etanol 95% daun kembang bulan.

4.1.3 Penapisan Fitokimia


Hasil penapisan fitokimia kualitatif ekstrak etanol 95% daun kembang
bulan menunjukkan adanya beberapa golongan senyawa. Hasil penapisan
fitokimia kualitatif ekstrak etanol 95% daun kembang bulan secara keseluruhan
dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang
Bulan
Identifikasi Metode Hasil Keterangan

Alkaloid Uji Meyer Tidak ada endapan


krem atau putih. Negatif

Uji Tidak ada endapan alkaloid

Draggendorff coklat kemerahan.

45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Antrakuinon Direaksikan Perubahan warna pada


dengan H2SO4, lapisan kloroform, Positif
kloroform, dan yaitu jernih  krem antrakuinon
NH4OH keruh
Flavonoid Penambahan Terdapat perubahan
Positif
H2SO4 pekat warna hijau  coklat
flavonoid
dan logam Mg
Saponin Uji ketahanan Busa tidak hilang
Positif
busa dengan selama > 20 menit
Saponin
air
Tannin Penambahan Perubahan warna
Positif tanin
FeCl 0,1% kuning  coklat
Terpenoid Uji Salkowski Terdapat warna coklat
Positif
pada bagian interface
terpenoid
H2SO4-kloroform

4.1.4 Parameter Standar


Hasil pengujian parameter standar spesifik dan non spesifik yang
dilakukan terhadap ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Parameter standar ekstrak etanol 95% daun kembang bulan
Parameter Hasil
Identitas ekstrak - Nama latin tumbuhan : Tithonia diversifolia (Hemsl.) A.
Gray
- Bagian tumbuhan yang digunakan : daun
- Nama Indonesia : Kembang Bulan
Organoleptik - Bentuk : kental
- Warna : hijau tua
- Bau : aromatik
- Rasa : pahit
Kadar air 7,6496%
Kadar abu 16,0431%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

4.1.5 Karakteristik Tikus Uji


Berikut ini merupakan karakteristik tikus uji yang meliputi data berat
badan dan kadar glukosa darah sebelum diinduksi dengan Aloksan Monohidrat
150 mg/kgBB.

Tabel 4.3. Karakteristik tikus uji sebelum diinduksi


Perlakuan Rerata Berat Badan Tikus Rerata Kadar Glukosa
Uji (gram) Darah (mg/dl)
Kontrol Normal 151,2 ± 12,04 85,3 ± 3,51
Kontrol Negatif 156,8 ± 17,75 116,5 ± 7,59
Kontrol Positif 150,2 ± 14,62 123,5 ± 6,60
Dosis 10 mg/KgBB 163,8 ± 22,96 110,25 ± 6,18
Dosis 100 mg/KgBB 160,6 ± 17,16 90,5 ± 6,65
Dosis 1000 mg/KgBB 158,8 ± 21,78 104,5 ± 12,28
Data ditampilkan dalam bentuk Mean ± Standar Deviasi (SD)

4.1.6 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan


Hasil pengukuran kadar glukosa darah selama 21 hari terhadap 6
kelompok tikus uji yang diinduksi aloksan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi pengukuran kadar glukosa darah tikus uji pada
kelompok perlakuan saat H0, H1, H8, H15, dan H22.
Kadar Glukosa Darah Tikus Uji (mg/dl)
Perlakuan
H0 H1 H8 H15 H22
87,4 ± 109,4 ± 112,8 ± 100,6 ± 104,6 ±
Kontrol Normal
15,662 24,704 18,294 12,895 30,237
114,8 ± 171,6 ± 195, 8 ± 194 ± 180,4 ±
Kontrol Negatif
10,568 29,108 34,230 32,695 21,542
118,4 ± 366,6 ± 208,8 ± 143,4 ± 111,2 ±
Kontrol Positif
12,759 206,866 126,990 47,130 16,902
104,6 ± 154,8 ± 141,4 ± 111,6 ± 104,8 ±
Dosis 10 mg/KgBB
12,903 9,884 5,770 13,277 13,953
87,4 ± 258,8 ± 188,8 ± 138,6 ± 118,6 ±
Dosis 100 mg/KgBB
9,016 134,772 86,658 47,109 12,973
94,6 ± 183,2 ± 146,6 ± 109,2 ± 100,2 ±
Dosis 1000 mg/KgBB
24,562 15,172 13,145 21,626 30,768
Data ditampilkan dalam bentuk Mean ± Standar Deviasi (SD)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

4.1.7 Penurunan Kadar Glukosa Darah


Hasil persentase penurunan kadar glukosa darah tikus uji pada kelompok
positif, dosis 10 mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB, dan dosis 1000 mg/kgBB dapat
dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Persentase penurunan kadar glukosa darah tikus uji pada
kelompok kontrol positif, dan kelompok dosis selama beberapa waktu
pengukuran.
Kelompok Perlakuan H8 H15 H22
Kontrol positif 43,0442% 60,8838% 69,6126%
Dosis 10 mg/kgBB 8,6563% 27,9069% 32,2997%
Dosis 100 mg/kgBB 27,0479% 46,6770% 54,1731%
Dosis 1000 mg/kgBB 19,9781% 40.3930% 45,3056%

Data penurunan kadar gula darah dianalisis secara statistika menggunakan


uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil varian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna antara kontrol positif,
dosis 10 mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB, dan dosis 1000 mg/kgBB terhadap
kontrol negatif. Selain itu, tidak ada perbedaan secara bermakna antara kelompok
dosis ekstrak dan dengan kontrol positif. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada
lampiran 15.

4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian aktivitas penurunan kadar glukosa
darah terhadap tikus galur Sprague Dawley jantan yang diinduksi diabetes dengan
senyawa Aloksan Monohidrat. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tanaman kembang bulan pada bagian daunnya yang diperoleh di
Bekasi, Jawa Barat. Sebelum daun kembang bulan digunakan sebagai bahan
penelitian, terlebih dahulu dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman kembang
bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) dari familia Asteraceae.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Daun kembang bulan segar kemudian diproses menjadi simplisia dengan


berbagai tahapan, yaitu sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, dan
penghalusan menjadi serbuk simplisia. Setelah proses tersebut dilakukan,
didapatkan serbuk simplisia seberat 620 g. Serbuk simplisia yang telah diperoleh
kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Metode ini dipilih
karena mudah dan menghasilkan rendemen ekstraksi yang tinggi (Saifudin, 2014).
Pada prosesnya, ekstraksi dengan metode maserasi cukup mudah dengan
menggunakan peralatan yang sederhana dibandingkan dengan metode ekstraksi
cara dingin lainnya.
Pada proses maserasi, serbuk simplisia direndam dengan pelarut etanol
95% sebanyak 5 L di dalam botol gelap selama beberapa waktu pada temperatur
kamar. Berdasarkan penelitian, ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 95%
memiliki ekstraktabilitas yang baik, selain dengan pelarut metanol dan etanol 70%
(Saifudin, 2014).
Tahapan ekstraksi selanjutnya yaitu maserat disaring menggunakan kapas
dan kertas saring sehingga diperoleh filtrat dan serbuk simplisia yang terbawa.
Filtrat kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat Rotary Evaporator hingga
didapatkan ekstrak kental sedangkan serbuk simplisia yang terbawa dimasukkan
kembali ke dalam botol gelap. Etanol yang telah terpisah dari filtrat dimasukkan
kembali ke dalam botol gelap untuk merendam serbuk simpilisia. Proses ini
disebut remaserasi (pengulangan maserasi). Remasersi dilakukan hingga warna
maserat hampir jernih yang ditandai pelarut berwarna hijau muda yang memudar.
Setelah proses pemekatan ekstrak dengan alat Rotary Evaporator, ekstrak
yang dihasilkan ternyata belum kental sehingga dilakukan proses pemekatan
selanjutnya dengan alat Freeze Dryer. Proses ini dilakukan selama 8 jam di
Laboratorium Fitokimia Gedung Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong, Jawa Barat. Setelah dilakukan pemekatan dengan Freeze Dryer,
didapatkan ekstrak kental seberat 83,030 g.
Setelah didapatkan ekstrak kental, dilakukan uji parameter standar ekstrak
yakni parameter spesifik dan non spesifik. Uji parameter standar non spesifik
yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji kadar air dan kadar abu ekstrak.
Pengujian kadar air ekstrak dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

rentang tentang besarnya kandungan air di dalam ekstrak (Depkes, 2000).


Berdasarkan Materia Medika Indonesia Jilid 6 (1996), batas kadar air ekstrak
yang masih memenuhi syarat adalah di bawah 10%. Pada hasil uji kadar air
ekstrak, didapatkan hasil persentase kadar air ekstrak yaitu 7,6496% yang berarti
kadar air ekstrak telah memenuhi syarat.
Uji parameter non spesifik lainnya adalah uji kadar abu. Tujuan
dilakukannya uji ini adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
Berdasarkan hasil uji kadar abu ekstrak, didapatkan persentase kadar abu ekstrak
yaitu 16,0431%. Kadar abu ekstrak memenuhi persyaratan, yaitu tidak lebih dari
16,67%.
Pada uji parameter spesifik, hal yang diujikan adalah identifikasi terhadap
bentuk, warna, bau dan rasa ekstrak secara organoleptis. Hasil identifikasi ini
dapat menjadi karakter spesifik ekstrak etanol 95% daun kembang bulan.
Pemeriksaan selanjutnya adalah penapisan fitokimia ekstrak. Tujuan
penapisan fitokimia ekstrak adalah untuk mengetahui keberadaan golongan-
golongan senyawa tertentu di dalam ekstrak, khususnya golongan senyawa yang
diduga dapat memiliki aktivitas antihiperglikemia. Hasil penapisan fitokimia
menunjukkan hasil positif terhadap adanya antrakuinon, flavonoid, saponin, tanin,
dan terpenoid; serta negatif terhadap alkaloid. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Nigeria, diketahui secara kuantitatif terdapat alkaloid di dalam
ekstrak sebanyak 236,728 mg/100 g ekstrak (Omoboyowa, 2015). Perbedaan hasil
ini dapat disebabkan karena bedanya tempat asal tanaman karena tempat asal
tanaman dapat mempengaruhi kandungan kimia dari tanaman tersebut.
Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah tikus putih galur
Sprague-Dawley berjenis kelamin jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat
badan 130-220 g, dalam kondisi sehat. Secara umum, tikus dipilih sebagai hewan
uji karena hewan ini memiliki sifat fisiologis yang mirip dengan manusia
(Lannaccone et al., 2009). Sel β pankreas tikus juga sensitif terhadap aloksan
dibandingkan dengan hewan lain seperti kelinci, babi, anjing dan marmut. Tikus
galur Sprague-Dawley dipilih karena sel β pankreas tikus galur Sprague-Dawley
terbukti sensitif terhadap Aloksan (Tyrberg et al., 2001).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Kelompok perlakuan yang diujikan yaitu kelompok kontrol dan kelompok


dosis uji. Kelompok kontrol terdiri dari kontrol normal, kontrol positif, dan
kontrol negatif. Kelompok perlakuan kontrol digunakan untuk memastikan bahwa
hasil uji tidak terpengaruh oleh faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil uji
(Budiharto, 2008).
Senyawa yang digunakan dalam perlakuan kelompok positif adalah
glibenklamid dengan dosis tikus 0,5 mg/kgBB dengan tujuan untuk memastikan
bahwa glukosa darah tikus uji terbukti menurun dengan obat antihiperglikemia
yang telah beredar di masyarakat. Obat Glibenklamid dipilih karena memiliki
mekanisme kerja meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas (Katzung, 2010).
Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana diharapkan daya antioksidan ekstrak
dapat menghambat kematian sel β pankreas sehingga insulin dapat dihasilkan
lebih banyak.
Pada kelompok uji negatif, tikus uji diberikan Na CMC 1% tanpa ekstrak
untuk memastikan bahwa glukosa darah tikus uji yang diinduksi tanpa diberi
ekstrak akan tinggi dan berada pada kondisi hiperglikemia. Sedangkan pada
kelompok uji normal, tikus uji tidak diberikan perlakuan apapun untuk
memastikan bahwa glukosa darah tikus tanpa perlakuan akan berada pada posisi
normal.
Pada kelompok dosis, dosis yang diberikan kepada tikus uji yaitu dosis
ekstrak 10 mg/kgBB, dosis ekstrak 100 mg/kgBB, dan dosis ekstrak 1000
mg/kgBB. Variasi dosis ini digunakan dengan interval rasio 10 kali lipat untuk
mengetahui dosis ekstrak yang paling efektif dalam mengendalikan glukosa darah
tikus uji (Praptiwi et al., 2007).
Pada pengujian, ekstrak diberikan secara oral dalam bentuk suspensi. Hal
ini disebabkan karena ekstrak tidak dapat larut dalam air, sehingga ekstrak
didispersikan dalam air. Suspending agent yang digunakan adalah natrium
karboksimetil selulosa (Na CMC) sebanyak 1%. Na CMC dipilih berdasarkan
penelitian Shyam dan Ganapaty (2013) yang menggunakan Na CMC sebagai
suspending agent. Konsentrasi 1% digunakan karena dapat mendispersikan
glibenklamid serta seluruh ekstrak pada setiap konsentrasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk membuat kadar glukosa
darah tikus uji tinggi adalah dengan metode induksi senyawa Aloksan. Metode
induksi Aloksan dipilih karena ditujukan untuk mengamati penurunan glukosa
darah pada tikus diabetes yang pankreasnya dirusak. Pada penginduksian diabetes
dengan senyawa diabetogen Aloksan, sel pankreas yang dirusak hanya sel β
pankreas yang merupakan penghasil hormon insulin. Jika dibandingkan dengan
Streptozotosin yang juga merupakan senyawa kimia diabetogen, harga Aloksan
relatif lebih murah, serta daya rusak sel pankreas tidak sebesar Streptozotosin
sehingga potensi mortalitas tikus uji lebih kecil (Lenzen, 2008).
Sebelum dilakukan penginduksian diabetes, tikus uji diaklimatisasi selama
7 hari. Pada proses aklimatisasi, tikus diberi makan dan minum, ditimbang, serta
dipelihara dengan baik. Selama penelitian, tikus uji diberi makan pakan 512
sebanyak 10-15% berat badan dalam sehari dan minum secara ad libitum. Proses
aklimatisasi tikus bertujuan untuk membuat tikus uji beradaptasi dengan
lingkungannya, menstabilkan parameter fisiologis dan perilaku tikus akibat proses
pengiriman, dan menganalisis kelayakan tikus untuk menjadi tikus uji. Tikus
dianggap layak menjadi tikus uji apabila selama proses aklimatisasi tidak terjadi
penurunan berat badan lebih dari 10% dalam sehari (Arts et al., 2012; K.
Chapman et al., 2013).
Sebelum dilakukan penginduksian pankres dengan Aloksan, tikus uji
sebelumnya dipuasakan selama 12 jam. Hal ini disebabkan karena aloksan dan
glukosa berkompetisi untuk masuk ke dalam sel β pankreas. Adanya glukosa
dapat menghambat aloksan untuk masuk ke dalam sel β pankreas sehingga
dilakukan pemuasaan untuk meminimalkan jumlah glukosa darah tikus uji
(Radenkovic, 2015).
Penginduksian diabetes dengan senyawa Aloksan dilakukan secara
intraperitoneal dengan konsentrasi 30 mg/ml dalam larutan saline. Rute
intraperitoneal dipilih untuk mempercepat efek pengerusakan sel β pankreas,
sedangkan konsentrasi 30 mg/ml dipilih karena berdasarkan perhitungan, tikus
seberat 200 g diberikan aloksan sebanyak 30 mg dengan volume 1 ml.
Berdasarkan Certificate of Analysis senyawa Aloksan Monohidrat, 40 mg Aloksan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Monohidrat larut dalam 1 ml air sehingga volume larutan saline yang digunakan
mampu melarutkan aloksan.
Dosis aloksan yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus uji
adalah 150 mg/kgBB. Dosis ini diambil berdasarkan penelitian sebelumnya
(Radenkovic, 2015). Dosis ini pun dipilih menjadi dosis untuk uji pendahuluan
induksi aloksan. Berdasarkan hasil uji pendahuluan yang telah dilakukan,
diketahui bahwa induksi dengan aloksan dosis 150 mg/kgBB terbukti dapat
menyebabkan diabetes dalam waktu 7 hari setelah diinduksi. Hasil uji
pendahuluan dapat dilihat pada lampiran 10.
Setelah 1 jam tikus diinduksi dengan aloksan, tikus diberikan larutan
glukosa 5% secara ad libitum selama 24 jam. Hal ini dilakukan berdasarkan
penelitian terdahulu untuk mencegah fase hipoglikemia selama masa
pengerusakan pankreas (Radenkovic, 2015). Berdasarkan penelitian, terdapat 4
fase selama masa pengerusakan pankreas yaitu fase hipoglikemia pertama pada 30
menit setelah induksi, lalu fase hiperglikemia awal pada 2-4 jam setelah induksi.
Selanjutnya terjadi fase hipoglikemia ke-2 yang terjadi 4-8 jam setelah induksi.
Setelah itu barulah terjadi hiperglikemia ke-2 yang bersifat permanen (Lenzen,
2008).
Setelah 30 tikus diinduksi aloksan, sebanyak 25 tikus memiliki nilai kadar
glukosa darah di atas 140 mg/dl, 3 tikus memiliki nilai kadar glukosa darah
kurang dari 140 mg/dl, dan 2 tikus mati. Diantara 25 tikus yang diabetes,
sebanyak 17 tikus memiliki kadar glukosa darah 140-200 mg/dl, 5 tikus memiliki
kadar glukosa darah 201-400 mg/dL, dan 3 tikus memiliki kadar glukosa darah di
atas 400 mg/dL. Berdasarkan penelitian sebelumnya, sebanyak 40% tikus uji yang
diinduksi berhasil diabetes, 20% tikus uji mengalami sedikit kenaikan kadar
glukosa darah atau tidak sama sekali, dan 40% tikus uji lainnya mati pada minggu
pertama atau minggu sebelumnya yang kemungkinan disebabkan karena asidosis
(Carvalho et al., 2003). Akhirnya, pada penelitian ini setiap kelompok perlakuan
terdiri dari 5 tikus uji. Jumlah ini masih memenuhi persyaratan dari WHO.
Waktu pengamatan efektifitas antihiperglikemia yang digunakan adalah
selama 21 hari. Waktu pengamatan efektifitas antihiperglikemia dilakukan
berdasarkan jurnal Radenkovic pada tahun 2015.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Pengukuran glukosa darah tikus uji dilakukan dengan alat glukometer


GlucoDR. Glukometer yang menerapkan metode enzimatik ini dipilih karena
lebih mudah, praktis, akurat, cepat dan hanya membutuhkan sedikit alat dan darah
(sekitar 0,3-1 μl) dibandingkan dengan metode pengukuran lain yang
menggunakan instrumen lain seperti alat spetrofotometer dengan metode reduksi
dan kondensasi dengan menggunakan berbagai reagen kimia (Thomas et al.,
2016; McMiller, 1990).
Pada manusia, waktu pengukuran glukosa darah paling baik adalah pada
pagi hari sebelum sarapan (Chase dan Fiallo-Scharer, 2002). Pada pagi hari
sebelum sarapan, sekitar pukul 5-9 pagi, terjadi kondisi dawn phenomenon pada
pasien diabetes. Dawn phenomenon merupakan kondisi dimana pada pagi hari
terjadi kenaikan glukosa darah. Pada pasien normal, terjadi kenaikan glukosa
darah tetapi tidak banyak karena insulin tetap disekresikan, tetapi pada pasien
diabetes hal tersebut tidak terjadi sehingga pada pagi hari glukosa darah pasien
diabetes cukup tinggi (Abma, 2009). Dawn phenomenon juga terjadi pada tikus,
tetapi pada waktu yang berbeda, yakni pada awal malam hari (Gale et al., 2011).
Sehingga pada penelitian ini pengukuran glukosa darah dilakukan pada malam
hari pukul 6-7 malam.
Pada umumnya, nilai GDP tikus normal berkisar antara 85-132 mg/dl
(Kohn et al., 2002). Tikus dinyatakan diabetes bila pada pengukuran, nilai GDP
sebesar lebih dari 140 mg/dl (Gabriel et al., 2014).
Berdasarkan hasil persentase penurunan gula darah pada tikus uji selama
21 hari, dosis ekstrak yang paling baik dalam menurunkan gula darah tikus uji
adalah pada dosis 100 mg/kgBB. Persentase penurunan kadar guka darah pada
dosis 100 mg/kgBB adalah sebesar 54,1731%, lebih besar dibandingkan dengan
persentase penurunan kadar guka darah pada dosis 10 mg/kgBB dan dosis 1000
mg/kgBB yakni sebesar 32,2997% dan 45,3056%. Namun, daya penurunan kadar
gula darah pada ekstrak dosis 100 mg/kgBB masih lebih rendah daripada daya
penurunan kadar gula darah pada Glibenklamid yng menjadi kontrol positif,
dimana penurunan penurunan kadar gula darah pada kontrol positif adalah sebesar
69,6126%.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Berdasarkan hasil persentase penurunan kadar glukosa darah, diketahui


penurunan kadar glukosa darah tidak bersifat dose-dependent. Hal ini mungkin
disebabkan karena tingginya dosis ekstrak membuat reseptor target jenuh,
sehingga ekstrak yang tidak berikatan dengan reseptor target akan berikatan
dengan reseptor lain yang menghasilkan efek antagonis yang akhirnya
menyebabkan efek menurun (Walsh dan Schwartz-Bloom, 2004).

Gambar 4.1. Kurva respon dosis terhadap efek agonis (a) dan agonis disertai
adanya efek antagonis non kompetitif sesuai dengan peningkatan dosis (b, c, d)
(Craig et al., 2004)

Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus uji dianalisis secara statistika
dengan menggunakan program SPSS 21.0. Uji statistik yang pertama dilakukan
adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan metode Kolmogorov-Smirnof. Uji normalitas ini bertujuan untuk
mengetahui persebaran data setiap kelumpok uji. Uji homogenitas dengan
menggunakan metode Levene. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui
adanya varian homogen pada data. Data terdistribusi normal dan homogen apabila
memiliki nilai p ≥ 0,05.
Secara statistika, penelitian ini termasuk ke dalam analitik komparatif
numerik tidak berpasangan. Analisis yang dilakukan adalah dengan metode One-
Way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) bila data
terdistribusi normal dan memiliki varian homogen. Apabila data tidak terdistribusi
normal atau varian tidak homogen, dilakukan analisis dengan uji Kruskal-Wallis
yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Dahlan, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Berdasarhan hasil penelitian, diketahui bahwa data tidak terdistribusi


normal pada hari setelah induksi aloksan (H1) dan 7 hari setelah pemberian
ekstrak (H8) (p ≤ 0,05). Data juga tidak homogen pada H1, H8, dan H15 (p ≤ 0,05).
Pengolahan data tidak bisa dilanjutkan dengan uji One-Way ANOVA apabila
terdapat setidaknya data satu kelompok tidak terdistribusi normal (Dahlan, 2010),
sehingga pengolahan metode selanjutnya dilakukan dengan metode Kruskal-
Wallis.
Berdasarkan hasil analisis dengan metode Kruskal-Wallis, diketahui
semua kelompok berbeda secara bermakna pada waktu sebelum induksi (H0),
setelah induksi, 14 hari setelah pemberian ekstrak (H15) dan 21 hari setelah
pemberian ekstrak (H22) (p ≤ 0,05). Namun, semua kelompok tidak berbeda secara
bermakna pada H8 (p ≥ 0,05). Analisis data selanjutnya dilakukan dengan metode
Mann-Whitney yang bertujuan untuk menentukan kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan bahwa kontrol positif,
dosis 10 mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB, dan dosis 1000 mg/kgBB berbeda secara
signifikan dengan kontrol negatif pada H22. Hal ini membuktikan bahwa kontrol
positif, dosis 10 mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB, dan dosis 1000 mg/kgBB mampu
menurunkan kadar gula darah tikus. Di sisi lain, hasil antara kelompok kontrol
positif, dosis 10 mg/kgBB, dosis 100 mg/kgBB, dan dosis 1000 mg/kgBB berbeda
tidak signifikan baik pada H8, H15, maupun H22 yang berarti tidak ada perbedaan
efek yang signifikan antar kelompok perlakuan.
Penelitian sebelumnya telah membuktikan daya antihiperglikemia tanaman
ini. Berdasarkan penelitian Sumarny pada tahun 2011, ekstrak n-heksana daun
kembang bulan dapat mengendalikan glukosa darah mencit pada dosis 5,38
g/KgBB dan 10,75 g/KgBB. Ekstrak air daun kembang bulan dapat
mengendalikan kadar glukosa darah mencit secara efektif pada kadar 500
mg/kgBB (Thongsom et al., 2013). Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan juga
dapat mengendalikan glukosa darah tikus dengan metode toleransi glukosa pada
dosis 77 mg/kgBB dengan persentase penurunan kadar glukosa darah sebesar
54,15% (Darmawi et al., 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Penurunan kadar glukosa darah tikus oleh ekstrak etanol 95% daun
kembang bulan ini terjadi melalui beberapa mekanisme yang mungkin terjadi.
Berdasarkan jurnal antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan
dengan metode toleransi glukosa, terbukti bahwa ekstrak etanol 95% dapat
mengurangi absorpsi glukosa dengan menghambat enzim α-glukosidase dalam
memecah disakarida sukrosa menjadi glukosa pada saluran intestinal (Darmawi et
al., 2015).
Senyawa sesquiterpenoid lakton yang terkandung dalam ekstrak etanol
95% daun kembang bulan (Tagitinin C) dapat mengendalikan kadar glukosa darah
dengan berikatan pada reseptor agonis PPARγ (peroxisome proliferator-activated
receptor agonists). Efek ikatan ini adalah memodulasi ekspresi gen yang terlibat
dalam metabolisme glukosa dan lipid, transduksi sinyal insulin, dan diferensiasi
pada jaringan adiposit dan jaringan lainnya (Lin, Hsiang-Ru, 2012).
Pada kondisi hiperglikemia, jumlah stress oksidatif dalam tubuh
meningkat. Peningkatan jumlah stress oksidatif dapat menyebabkan toksisitas
pada sel β pankreas sehingga jumlah sel β pankreas dan sekresi insulin berkurang.
(Kajimoto dan Kaneto, 2004). Skema toksisitas sel β pankreas dapat dilihat pada
gambar 4.2.

Gambar 4.2. Skema toksisitas sel β pankreas (Kajimoto dan Kaneto, 2004)

Berdasarkan berbagai penelitian, daya antioksidan yang tinggi dapat


mengendalikan glukosa darah pada pasien diabetes. Hal ini didukung oleh
penelitian yang menyatakan bahwa antioksidan dapat menstimulasi sekresi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

insulin. Pada analisis histologi, terlihat perbanyakan jumlah sel β pankreas pada
mencit DM yang diberikan antioksidan, dan pemberian antioksidan dapat
menghambat terjadinya apoptosis sel β pankreas tanpa mengubah laju proliferasi
sel. Pemberian antioksidan juga dapat dapat meningkatkan jumlah insulin dan
mRNA insulin. Ekspresi gen PDX-1 juga terlihat pada sel islet setelah pemberian
antioksidan (Kajimoto dan Kaneto, 2004).
Diduga hal-hal di atas juga terjadi pada tikus uji penelitian ini yang
mengalami penurunan kadar glukosa darah akibat pemberian ekstrak. Untuk
membuktikan hal tersebut, selanjutnya perlu dilakukan uji kadar insulin dalam
darah dan uji histopatologi pankreas tikus uji.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan dengan dosis 10 mg/KgBB, 100
mg/KgBB, dan 1000 mg/KgBB terbukti memiliki efek antihiperglikemia
terhadap tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan.
2. Penurunan glukosa darah tikus uji pada kelompok dosis 10 mg/KgBB, 100
mg/KgBB, dan 1000 mg/KgBB secara statistika menunjukkan adanya
perbedaan, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna.
3. Penurunan kadar glukosa darah pada kelompok dosis 100 mg/kgBB paling
tinggi dibandingkan dengan kelompok uji dosis 10 mg/kgBB dan 1000
mg/kgBB, yaitu sebesar 54,1731%.

5.2. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam hal mencari dosis yang tepat
dalam mengendalikan kadar glukosa darah dari ekstrak etanol 95% daun kembang
bulan yang tumbuh di Indonesia serta perlu dilakukan uji kadar insulin dalam
darah dan uji histopatologi pankreas tikus uji untuk mengetahui adanya perbaikan
pada pankreas tikus akibat pemberian ekstrak.

59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes—2015.


Diabetes Care. Volume 38 (suppl 1) : S1-S93
Arts et al. 2012. The Impact of Transportation on Physiological and Behavioral
Parameters in Wistar Rats: Implications for Acclimatization Periods. ILAR
J (2012) 53 (1): E82-E98 DOI:10.1093/ilar.53.1.82
Ayoola et al. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Some
Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Southwestern
Nigeria. Benin City. Tropical Journal of Pharmaceutical Research,
Volume 7 (3): 1019-1024
Brewer, M.S. 2011. Natural Antioxidants: Sources, Compounds, Mechanisms of
Action, and Potential Applications. Comprehensive Reviews in Food
Science and Food Safety, 10. Page 221–247. DOI: 10.1111/j.1541-
4337.2011.00156.x.
British Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia, Volume I & II. London.
Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). Page
2757.
Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu
Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit IKAPI. Hal 51.
Capasso et al. 2003. Phytotherapy : A Quick Reference to Herbal Medicine. New
York. Springer-Verlag. Page 3.
Carvalho et al. 2003. Experimental Model of Induction of Diabetes Mellitus in
Rat. Acta Cirurgica Brasileira, 18 (spe), 60-64. DOI: 10.1590/S0102-
86502003001100009.
Chase dan Fiallo-Scharer. 2002. Understanding Diabetes. Children Diabetes
Foundation. Hal. 51.
Chukwuka et al. 2014. Extraction and Characterization of Essential Oils from
Tithonia difersifolia (Hemsl.) A. Gray. Nigeria. American Journal of
Essential Oils and Natural Product. Page 1-5.

60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Centre for Agriculture and Biosciences International (CABI). 2015. Tithonia


diversifolia. In: Invasive Species Compendium (www.cabi.org/isc, 11
December 2015). Wallingford, UK. CABI Publishing.
Craig et al. 2004. Modern Pharmacology with Clinical Applications. Baltimore.
Lippincott Williams & Wilkins Publisher. Page 18.
Dahlan, Sopiyudin. 2010. Mendiagnosis dan Menata Laksana 13 Penyakit
Statistik: Disertai Aplikasi Program Stata. Jakarta: Penerbit IKAPI. Hal.
178.
Darmawi et al. 2015. Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Etanol dan N-
Heksana Daun Kembang Bulan [Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray]
pada Tikus Putih Jantan. FMIPA Unmul. Jurnal Kimia Mulawarman,
Volume 12 Nomor 2. Hal 59-63.
Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta. Direktorat
Jenderal BPOM.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid 6. Jakarta.
Direktorat Jenderal BPOM.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta. Direktorat Jenderal BPOM. Hal 10.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Militus. Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Hal. 1-
27.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Edisi Pertama. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Hal : 5.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Permenkes RI Nomor
003/MENKES/PER/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Depkes RI. Hal. 1-15
Departemen Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta. Pusat
Data dan Analisis Kementerian Kesehatan RI. Hal 1-2.
Dhian, Adysti. 2013. Standardisasi Tagitinin C Pada Ekstrak Etanol Tithonia
diversifolia (Hemsl.) A. Gray dan Pengaruhnya Pada Fungsi Serta
Histopatologi Hati Mencit Galur Swiss. Universitas Gadjah Mada.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Dianasari dan Fajrin. 2015. Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air Kelopak Bunga
Rosella (Hibiscus sabdarrifa L.) pada Tikus dengan Metode Induksi
Aloksan. Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, Vol 2 (1). Hal. 54-58.
Dipiro et al. 2008. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach 7th Edition.
United State of America.McGraw-Hill. Page 1220-1223.
Etuk, E.U. 2010. Animals Models for Studying Diabetes Mellitus. Agriculture
and Biology Journal of North America, 1 (2). Page 130-134.
Gabriel et al. 2014. Evaluation of Methanol Extract of Gongronema latifolium
Leaves Singlyand in Combination with Glibenclamide for Anti-
Hyperglycemic Effects in Alloxan-Induced Hyperglycemic Rats.
ScopeMed. Journal of Intercultural Ethnopharmacology. Vol 3. DOI
:10.5455/jice.20140610054950. Page 120.
Gale et al. 2011. Disruption of Circadian Rhythms Accelerates Development of
Diabetes through Pancreatic Beta-Cell Loss and Dysfunction. J Biol
Rhythms 2011 26: 423. DOI: 10.1177/0748730411416341.
Hidayat, Syamsul. Napitupulu, Rodame M. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta :
Penerbit AGRIFLO. Page 201.
Hoffmann, David. 2003. Medical Herbalism : The Science and Practice of Herbal
Medicine. Vermont. Healing Arts Press. Page 69.
Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid III. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Hal. 297-298.
Iranloye et al. 2011. Anti-diabetic and Anti-oxidant Effects of Zingiber officinale
on Alloxan-Induced and Insulin-Resistant Diabetic Male Rats. Niger J
Physiol Sci. 23;26 (10). Page 89-96.
Jemai et al. 2009. Antidiabetic and Antioxidant Effects of Hydroxytyrosol and
Oleuropein from Olive Leaves in Alloxan-Diabetic Rats. J Agric Food
Chem. 2009 Oct 14;57(19). DOI: 10.1021/jf901280r. Page 8798-9804.
Juang et al. 2014. Investigation of Anti-oxidative Stress in vitro and Water
Apparent Diffusion Coefficient in MRI on Rat After Spinal Cord Injury in
vivo with Tithonia diversifolia Ethanolic Extracts Treatment. Biomed
Central Ltd. Page 1-8.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

K Chapman et al. 2013. A Global Pharmaceutical Company Initiative: An


Evidence-Based Approach to Define The Upper Limit of Body Weight
Loss in Short Term Toxicity Studies. Regulatory Toxicology and
Pharmacology. Volume 67, Page 27–38. DOI :
10.1016/j.yrtph.2013.04.003
Kajimoto dan Kaneto. 2004. Role of Oxidative Stress in Pancreatic β-Cell
Dysfunction. Ann. N.Y. Acad. Sci. 1011: 168–176. New York Academy of
Sciences. DOI: 10.1196/annals.1293.017. Hal 168-176.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Ke-10. Jakarta.
Penerbit EGC. Hal.704-725.
Kementerian Perdagangan RI. 2014. Obat Herbal Indonesia. Jakarta. Warta
Ekspor. Edisi September 2014. Hal. 2.
Kohn D.F et al. 2002. Biology and diseases of Rats. Laboratory Animal Medicine,
2nd Ed. New York: Academic Press, 121-167.
Kristianto, Rudy. 1995. Studi Isolasi dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa-
Senyawa yang Terdapat Pada Akar Kipait (Tithonia diversifolia (Hemsl.)
A. Gray) Dalam Fraksi Kloroform. Universitas Indonesia.
Lannaccone et al. 2009. Rats!. Disease Models & Mechanism 2, 206-210. DOI:
10.1242/dmm.002733.
Lenzen, S. 2008. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin-Induced
Diabetes. Diabetologia, Vol 51. Page 216-226.
Lin, Hsiang-Ru. 2012. Sesquiterpene Lactones from Tithonia diversifolia Act As
Peroxisome Proliferator-Activated Receptor Agonists. Oxford. Bioorganic
& Medicinal Chemistry Letters 22. Page 2954–2958.
McMillin. 1990. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory
Examinations. Third Edition. Boston. Elsevier. Page 663.
Nafrialdi dan Setawati, A. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi Ke-5. Jakarta.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Hal.
481-494.
National Center for Biotechnology Information. PubChem Compound Database;
CID=5300, https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5300 (accessed
Feb. 22, 2016)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

National Center for Biotechnology Information. PubChem Compound Database;


CID=5781, https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5781 (accessed
Dec. 22, 2015)
Nawar WF. 1996. Lipids. In: Fennema O, editor. Food chemistry. 3rd ed. New
York: Marcel Dekker, Inc. Page 279–288
O'Neil, M.J. 2001. The Merck Index - An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and
Biologicals, 13th Edition. Whitehouse Station, NJ: Merck and Co., Inc.,
Page 53
Obafemi et al. 2006. Antimicrobial Activity of Extracts and Germacranolide-Type
Sesquiterpene Lactone from Tithonia diversifolia Leaf Extract. Nigeria.
African Journal of Biotechnology Vol.5. Page 1254-1258.
Omoboyowa et al. 2015. Anti-Typhoid and Hepatic Response in Salmonella typhi
Infected Rats Treated with Ethanol Leaf Extract of Tithonia diversifolia.
Pelagia Research Library 5(8):34-46.
Praptiwi et al. 2007. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Buah Makasar (Brucea
javanica (L) Merr.) terhadap Plasmodium berghei secara in vivo pada
Mencit. Bogor: LIPI Puslit Biologi.
Radenkovi´c, M., Stojanovi´c, M. & Prostran, M. 2015. Experimental Diabetes
Induced by Alloxan and Streptozotocin: The Current State of The Art.
Journal of Pharmacological and Toxicological Methods. DOI:
10.1016/j.vascn.2015.11.004. Page 54-58.
Rahman, Atta-ur. 2012. Studies in Natural Products Chemistry, Volume 37.
Oxford. Elsevier. Page 49.
Rai, Amita et al. 2012. Interaction of Herbs and Glibenclamide: A Review. ISRN
Pharmacology. DOI: 10.5402/2012/659478. Page 1-5.
Rand, Jacquie. 2013. Feline Diabetes, An Issue of Veterinary Clinics: Small
Animal Practice. Elsevier. Volume 43, Issue 2, Pages 221-446
Saifudin, Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori, Konsep, dan
Teknik Pemurnian. Yogyakarta: Deepublish.
Shyam dan Ganapaty. 2013. Evaluation of Antidiabetic Activity of Methanolic
Extracts from the Aerial Parts of Barleria montana in Streptozotocin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Induced Diabetic Rats. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry.


Volume 2 Issue 1. Hal 188.
Sulistijowati, Asri. Gunawan, Didik. 1999. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan
(Tithonia diversifolia A. Gray.) terhadap Candida albicans serta Profil
Kromatografinya. Media Litbangkes Edisi Khusus ‘Obat Asli Indonesia.
Volume VIII No 3 & 4. Hal. 32-33.
Sumarny, Ros. 2011. The Effect of Administration of N-Hexane Extract of
Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Leaf to Alloxan
Diabetes Mice. Yogyakarta. Faculty of Pharmacy Universitas Gadjah
Mada. Page 208-212.
Sweetman, Sean C. Martindale, The Complete Drug Reference 36th edition.
Chicago. Pharmaceutical Press. Page 440.
Thomas et al. 2016. Clinical Atlas in Endocrinology & Diabetes: A Case-Based
Compendium. New Delhi. Jaypee Brothers Medical Publishers. Hal. 132.
Thongsom et al. 2013. Antioxidant and Hypoglycemic Effects of Tithonia
diversifolia Aqueous Leaves Extract in Alloxan-induced Diabetic Mice.
Advances in Environmental Biology, 7(9): 2116-2125.
Tyrberg et al. 2001. Species Differences in Susceptibility of Transplantated and
Cultured Pancreatic Islet to the B-Cell Toxin Alloxan. General and
Comparative Endocrinology 122, 238-251. DOI: 10.1006/gcen.2001.7638.
United States Departement of Agriculture (USDA). 2015. The PLANTS Database
(http://plants.usda.gov, 10 December 2015). National Plant Data Team,
Greensboro, NC 27401-4901 USA.
Walsh dan Schwartz-Bloom. 2004. Levine’s Pharmacology: Drug Actions and
Reactions, 7th Edition. Boston. Taylor and Francis Publisher. Page 199.
World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva. World Health
Organization. Page 28.
Zohra et al. 2012. Phytochemical Screening and Identification of Some
Compounds from Mallow. Scholars Research Library 2 (4):512-516.
ISSN : 2231 – 3184.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Abma, Rebecca K. 2009. Blood Sugar Monitoring: When to Check and Why.
http://www.diabetesselfmanagement.com/managing-diabetes/blood-
glucose-management/blood-glucose-monitoring-when-to-check-and-why/
(diakses pada tanggal 8 Juli 2016)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


LAMPIRAN

67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Kembang Bulan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 2. Surat Keterangan Kesehatan Tikus Uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 3. Surat CoA Aloksan Monohidrat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 4. Surat CoA Glibenklamid

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 5. Alur Penelitian

Persiapan tikus puasa selama 12 jam

Kontrol Kontrol Kontrol Dosis Dosis Dosis tinggi


normal negatif positif rendah sedang

Aquadest Induksi aloksan dosis 150 mg/kgBB tikus

Perkembangan tikus uji selama 7 hari

Pengukuran kadar hiperglikemia awal

Aquadest Suspensi Na Glibenklamid Dosis Dosis Dosis


CMC 1,0% 0,5/kgBB 10mg/kg 100mg/kg 1000mg/kg
BB BB BB

Pengukuran BB dan glukosa darah sebelum induksi dan setelah induksi hari ke 1, 8, 15, dan 21

Analisis data

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 6. Perhitungan dosis

A. Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan dengan kelompok dosis :


- Dosis rendah (D1) = 10 mg/kgBB
- Dosis sedang (D2) = 100 mg/kgBB
- Dosis tinggi (D3) = 1000 mg/ kgBB

1. Dosis rendah
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis
rendah adalah :
10 mg/kgBB = 2 mg/200 g BB

VAO =

VAO =

VAO = 1 mL

2. Dosis sedang
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis
sedang adalah :
100 mg/kgBB = 20 mg/200 g BB

VAO =

VAO =

VAO = 1 mL

3. Dosis tinggi
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis
tinggi adalah :
1000 mg/kgBB = 200 mg/200 g BB

VAO =

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

VAO =

VAO = 2 mL

B. Glibenklamid
HED (mg/kg) =

5 mg/60 kg =

5 mg/60 kg =

Dosis tikus =

Dosis tikus = 0,5 mg/kg


Dosis tikus = 0,1 mg/ 200 g BB

C. Aloksan monohidrat
Untuk satu ekor tikus 200 g, maka volume larutan sediaan untuk dosis
tinggi adalah :
150 mg/kgBB = 30 mg/200 g BB

VAO =

VAO =

VAO = 1 mL

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 7. Perhitungan Rendemen, Kadar Air, dan Kadar Abu Ekstrak Etanol
95% Daun Kembang Bulan

A. Perhitungan Rendemen Ekstrak


Persentase rendemen ekstrak =

= 13,39%

B. Pemeriksaan Kadar Air


Bobot botol timbang kosong (O) : 12,4759 gram
Bobot botol timbang + sampel sebelum dioven (A) : 15,2551 gram
Bobot botol timbang + sampel setelah dioven (B) : 15,0425 gram

Persentase kadar air ekstrak =

= 7,6496%

C. Pemeriksaan Kadar Abu


Bobot krus porselen kosong (O) : 33,9231 gram
Bobot krus porselen + sampel sebelum dipanaskan (A) : 35,9919 gram
Bobot krus porselen + sampel setelah dipanaskan (B) :34,2550 gram

Persentase kadar abu ekstrak =

= 16,0431%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang


Bulan

Gambar 5.1 Gambar 5.2

Alkaloid Antrakuinon

Gambar 5.4
Gambar 5.3
Saponin
Flavonoid

Gambar 5.5 Gambar 5.6

Tanin Terpenoid

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 9. Gambar Kegiatan Penelitian

Gambar 5.8
Proses Sortasi Basah
Gambar 5.7 Gambar 5.9
Tanaman Kembang Proses Pencucian
Bulan

Gambar 5.11
Daun kembang bulan kering

Gambar 5.10 Gambar 5.12


Proses Pengeringan Proses Maserasi

Gambar 5.15
Gambar 5.13
Ekstrak kental
Proses Penyaringan Gambar 5.14
maserat Proses Pengeringan maserat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Gambar 5.16 Gambar 5.17


Proses aklimatisasi tikus Pakan Tikus

Gambar 5.18 Gambar 5.19


Timbangan tikus Seperangkat alat glukometer beserta strip
cek

Gambar 5.20 Gambar 5.21


Alat glukometer divalidasi Darah tikus diambil

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Gambar 5.22
Glukosa darah tikus diukur dengan Gambar 5.23
glukometer Tikus disonde

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Lampiran 10. Nilai kadar glukosa darah tikus pada uji pendahuluan

Nilai kadar Glukosa Darah Tikus (mg/dl)


Tikus Uji
Sebelum Induksi H+3 Induksi H+7 Induksi

Tikus 1 100 128 166

Tikus 2 126 136 161

Tikus 3 125 287 492

Tikus 4 (Normal) 92 99 91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Lampiran 11. Nilai kadar glukosa darah tikus uji

Waktu Kadar Glukosa Darah (mg/dl)


perlakuan Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Positif Dosis 10 mg/kgBB Dosis 100 mg/kgBB Dosis 1000 mg/kgBB
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V
Sebelum 89 112 82 85 69 109 119 126 112 98 98 114 124 128 128 103 109 84 118 111 75 81 94 96 91 92 110 97 119 55
diinduksi
aloksan 150
mg/kgBB
(H0)
Hari 125 102 73 109 138 156 211 145 194 152 588 205 598 228 214 148 154 172 151 149 455 341 146 198 154 199 192 189 161 175
pertama
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H1)
Tujuh hari 122 115 82 115 130 234 119 149 221 176 357 128 337 126 96 135 142 147 147 136 309 248 102 154 131 130 160 160 143 140
setelah
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H8)
Empat belas 104 96 107 81 115 237 194 195 199 145 207 109 176 131 94 90 116 126 115 111 207 160 93 135 98 84 113 119 138 92
hari setelah
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H15)
Dua puluh 122 117 55 98 131 195 188 170 201 148 126 97 132 106 95 114 117 109 102 82 139 103 118 115 118 134 54 115 111 87
satu hari
setelah
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H21)

81 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Lampiran 12. Berat Badan Tikus Uji

Waktu Berat Badan Tikus (gram)


perlakuan Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Positif Dosis 10 mg/kgBB Dosis 100 mg/kgBB Dosis 1000 mg/kgBB
I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V I II III IV V
Sebelum 144 170 140 146 156 156 134 178 170 146 136 139 173 150 153 130 161 192 176 160 156 180 168 165 134 136 165 137 186 170
diinduksi
aloksan 150
mg/kgBB
(H0)
Hari 160 185 158 159 169 158 140 186 171 153 152 148 183 158 155 150 171 205 190 185 162 188 175 177 141 141 169 145 193 176
pertama
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H1)
Tujuh hari 180 198 170 168 173 157 145 191 185 162 164 163 191 168 169 163 188 226 214 219 181 198 189 191 162 165 181 160 207 187
setelah
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H8)
Empat belas 189 209 183 173 190 160 156 195 192 171 189 177 201 183 179 176 194 230 223 225 189 209 199 203 184 181 194 178 221 195
hari setelah
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H15)
Dua puluh 205 221 198 191 214 169 168 193 198 182 201 192 218 204 198 189 217 245 236 232 204 221 217 216 193 208 214 196 249 221
satu hari
setelah
diberikan
ekstrak
etanol daun
kembang
bulan (H21)

82 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

Lampiran 13. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus

A. Kontrol Positif (Glibenklamid)


Hari ke-7 setelah pemberian ekstrak  43,0442%

Hari ke-14 setelah pemberian ekstrak  60,8838%

Hari ke-21 setelah pemberian ekstrak  69,6126%

B. Dosis rendah (ekstrak 10mg/kgBB)


Hari ke-7 setelah pemberian ekstrak  8,6563%

Hari ke-14 setelah pemberian ekstrak  27,9069%

Hari ke-21 setelah pemberian ekstrak  32,2997%

C. Dosis sedang (ekstrak 100 mg/kgBB)


Hari ke-7 setelah pemberian ekstrak  27,0479%

Hari ke-14 setelah pemberian ekstrak  46,6770%

Hari ke-21 setelah pemberian ekstrak  54,1731%

D. Dosis tinggi (ekstrak 1000 mg/kgBB)


Hari ke-7 setelah pemberian ekstrak  19,9781%

Hari ke-14 setelah pemberian ekstrak  40,3930%

Hari ke-21 setelah pemberian ekstrak  45,3056%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

Lampiran 14. Kurva Kadar Glukosa Darah Tikus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

Lampiran 15. Analisis Data Kadar Glukosa Darah

1. Uji Normalitas dan Homogenitas kadar glukosa darah


a. Uji normalitas Kolmogorov – Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar gula darah tikus uji
Hipotesis : Ho = Data kadar gula darah tikus terdistribusi normal
Ha = Data kadar gula darah tikus tidak terdistribusi
normal
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Keputusan : Kadar gula darah tikus tidak terdistribusi normal pada data
setelah induksi dan hari ke-7 setelah pemberian ekstrak (p ≤ 0,05)

b. Uji homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data kadar gula darah tikus uji homogen
atau tidak
Hipotesis : Ho = Data kadar gula darah tikus homogen
Ha = Data kadar gula darah tikus tidak homogen
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

Keputusan : Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa sebanyak 3


kelompok perlakuan tidak homogen (p ≤ 0,05) sehingga analisis
dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.

2. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kadar gula
darah tikus
Hipotesis : Ho = Data kadar gula darah tikus tidak berbeda secara
bermakna
Ha = Data kadar gula darah tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
- Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
- Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Keputusan : Terdapat perbedaan yang bermakna pada waktu sebelum


induksi, setelah induksi, H15 dan H22. Terdapat perbedaan yang tidak
bermakna pada H8. Analisis dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

3. Uji Mann Whitney


Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah tikus yang
bermakna

a. Kontrol negatif vs kontrol positif

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


kontrol positif dan kontrol negative pada waktu sebelum induksi, H8
dan H15
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara kontrol
positif dan kontrol negative pada waktu setelah induksi dan H22

b. Kontrol negatif vs dosis rendah

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


Kontrol negatif dan dosis rendah pada waktu sebelum induksi dan
setelah induksi.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara
Kontrol negatif dan dosis rendah pada waktu H8, H15 dan H22.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

c. Kontrol negatif vs dosis sedang

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


kontrol negatif dan dosis sedang pada waktu setelah induksi, H8 dan
H15
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara
kontrol negatif dan dosis sedang pada waktu sebelum induksi dan H22.

d. Kontrol negatif vs dosis tinggi

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


Kontrol negatif dan dosis tinggi pada waktu sebelum induksi dan
setelah induksi.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara
Kontrol negatif dan dosis tinggi pada waktu H8, H15 dan H22.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

e. Kontrol positif vs dosis rendah

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


kontrol positif dan dosis rendah pada waktu sebelum induksi, H8, H15
dan H22.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara
kontrol positif dan dosis rendah hanya pada waktu setelah induksi.

f. Kontrol positif vs dosis sedang

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


kontrol positif dan dosis sedang pada waktu setelah induksi, H8, H15
dan H22.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara
kontrol positif dan dosis sedang hanya pada waktu sebelum induksi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

g. Kontrol positif vs dosis tinggi

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


kontrol positif dan dosis tinggi pada waktu H8, H15 dan H22.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara
kontrol positif dan dosis tinggi pada waktu sebelum induksi dan
setelah induksi.

h. Dosis rendah vs dosis sedang

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


dosis rendah dan dosis sedang pada waktu setelah induksi, H8, H15 dan
H22.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara dosis
rendah dan dosis sedang hanya pada waktu sebelum induksi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

i. Dosis rendah vs dosis tinggi

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


dosis rendah dan dosis tinggi pada waktu sebelum induksi, H8, H15
dan H22.
- Terdapat perbedan kadar glukosa darah secara bermakna antara dosis
rendah dan tinggi pada waktu setelah induksi.

j. Dosis sedang vs dosis tinggi

- Tidak ada perbedaan kadar glukosa darah secara bermakna antara


dosis sedang dan dosis tinggi pada waktu sebelum induksi, setelah
induksi, H8, H15 dan H22.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


92

Lampiran 16. Foto Hasil Pengukuran Gula Darah Tikus Uji

7 hari 7 hari 14 hari 21 hari


Sebelum setelah setelah setelah setelah
diinduksi diinduksi diberikan diberikan diberikan
dengan dengan ekstrak ekstrak ekstrak
Kelompok
aloksan aloksan etanol 95% etanol 95% etanol 95%
Perlakuan
monohidrat monohidrat daun daun daun
150 mg/KgBB 150 kembang kembang kembang
(H0) mg/KgBB bulan bulan bulan
(H1) (H8) (H15) (H22)

Kontrol
Normal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93

Kontrol
Negatif

119

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94

Kontrol
Positif

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


95

Dosis Rendah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


96

Dosis Sedang

96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


97

Dosis Tinggi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


98

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai