SKRIPSI
NITA FITRIANI
1112102000078
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi
NITA FITRIANI
1112102000078
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
nikmat sehat, iman, islam, rezeki, kekuatan, petunjuk, rahmat serta kasih
sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji
Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley”.
Shalawat serta salam tak lupa semoga selalu tercurhakan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi akan sangatlan sulit
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku Pembimbing I sekaligus dosen
Penanggung jawab Akademik serta Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt
selaku Pembimbing II yang telah memberikan waktu, motivasi, pikiran
dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi
2. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Hidayat Taufik, MM dan
Ibunda Hj. Neni Nuraeni atas pengorbanan, kasih sayang, motivasi, moril,
materil serta doa yang telah mama dan bapak berikan selama ini. Adikku
Ainul Shofiati yang telah memberikan dukungan, motivasi dan doanya,
semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keberkahan dalam
kehidupan kita.
Penulis,
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 22 Juni 2016
Yang menyatakan,
(Nita Fitriani)
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan.................34
Tabel 3.2 Penilaian Histopatologi Secara Mikroskopis ......................................40
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Titik Leleh Senyawa Etil p-metoksisinamat .........44
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Gel Etil p-metoksisinamat .........................................45
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Visual Luka Terbuka ............................................49
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari ke-7 .........................54
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Parameter pada Preparat Hari ke-7 ...........................55
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) .........................7
Gambar 2.2 Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat .............................................8
Gambar 2.3 Struktur Kulit .....................................................................................13
Gambar 2.4 Proses Penyembuhan Luka.................................................................18
Gambar 4.1 Serbuk Simplisia Kencur (Kaempferia galanga L.) ..........................42
Gambar 4.2 Grafik Rerata Bobot Tikus Tiap Kelompok ......................................47
Gambar 4.3 Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka Tiap Kelompok ........52
Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari ke-7 .........................54
sehingga didapat persentase dari kejadian luka pasca operasi yaitu 16,9%
(Zuhrotul & Prijono 2012).
Perawatan luka dan pemeliharaannya melibatkan sejumlah langkah, seperti
pertolongan pertama pada pasien, antibiotik topikal, penggunaan agen anti-
inflamasi, agen anti-mikroba serta menggunakan gel topikal yang memiliki
kemampuan untuk proses penyembuhan luka. Selain itu, tujuan dari manajemen
luka yaitu mengurangi terjadinya luka infeksi dan untuk mempercepat proses
penyembuhan (Babu et al., 2012). Saat ini sejumlah besar tanaman atau ekstrak
tanaman dapat digunakan untuk pengobatan luka terbuka atau luka bakar.
Tanaman, struktur kimia atau turunannya yang berasal dari tanaman perlu
diidentifikasi dan diformulasi untuk pengobatan manajemen luka (Kumar et al.,
2007).
Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal dengan sumber daya
hayati terbesar dan mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadikan
tanaman sebagai bahan baku obat. Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.)
merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat di Indonesia. Kencur
termasuk ke dalam famili Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli India yang
penyebarannya telah memasuki kawasan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.
Kencur sering digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati
pembengkakan, encok, batuk, disentri, diare dan sakit perut. Telah dilakukan
penelitian untuk mendukung klaim penggunaan tradisional pada ekstrak kencur,
seperti menunjukkan nematicidal, obat nyamuk dan larvasida, anti-mikroba,
vasorelaksan, anti neoplastik, anti alergi, antioksidan, analgesik dan efek
penyembuhan luka (Umar et al., 2012).
Menurut penelitian Tara et al., (2006) menyatakan bahwa ekstrak alkohol
Kaempferia galanga L. mampu mengobati proses penyembuhan luka pada tikus
putih galur wistar. Dijelaskan bahwa ekstrak alkohol mempercepat proses
epitelisasi pada jaringan luka dengan memfasilitasi proliferasi sel epitel, memiliki
efek prohealing yang baik dan komponen yang berperan dari kencur yaitu
flavonoid, memiliki efek antioksidan yang merupakan komponen penting dalam
penyembuhan luka.
Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur telah diteliti oleh Umar
et al. (2012) diantaranya ialah asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam
tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%) dan
komponen yang terbesar yaitu Etil p-metoksisinamat (80,05%).
Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan komponen terbesar yang dimiliki
oleh kencur. Berdasarkan penelitian Umar et al. (2012) secara in vitro, EPMS
sangat berpotensi sebagai efek anti-inflamasi yang signifikan dalam pengobatan
peradangan melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase 1 (COX-1)
42,9% dan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase 2 (COX-2) 57,82%,
dengan nilai IC50 untuk COX-1 1,12µM dan untuk COX-2 0,83 µM. Selanjutnya,
Umar et al. (2014) menyatakan bahwa EPMS menghasilkan efek anti-inflamasi
dan efek analgesik. EPMS juga memiliki efek angiogenesis (proses pembentukan
pembuluh darah baru). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa EPMS dapat
menjadi prekursor potensial untuk pengembangan agen terapi yang potensial
untuk mengobati penyakit yang melibatkan peradangan dan angiogenesis.
Berdasarkan uraian di atas bahwa kandungan EPMS yang terdapat di dalam
kencur mempunyai efek anti-inflamasi, analgesik dan angiogenesis yang sangat
baik sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh senyawa EPMS terhadap
kecepatan penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley dengan metode Morton selama 14 hari. Parameter yang akan
dinilai dalam luka adalah pengamatan secara visual, seperti perubahan warna,
terbentuknya scab (keropeng), pembentukan kulit baru, persentase penyembuhan
luka, dan parameter histopatologi seperti pembentukan pembuluh darah baru
(neokapilerisasi), pertumbuhan pada jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan sel
radang (makrofag).
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah
1. Pemberian gel EPMS diamati secara visual dapat mempercepat waktu
penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague
Dawley
2. Pemberian gel EPMS diamati secara histopatologi dapat mempercepat
pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi), pertumbuhan pada
jaringan ikat (fibroblas) dan keberadaan sel radang (makrofag) pada
penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague
Dawley.
panjang ± 3 cm, bergerigi 2-3 buah. Tajuk berwarna putih dengan tabung panjang
2,5-5 cm, ujung berbelah-belah berbentuk pita, panjang 2,5-3 cm dan lebar 1,5-3
mm (Regianto, 2009).
tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya
adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya.
2. Ekskresi
Produksi keringat dari kelenjar keringat untuk menghapus sisa-sisa
metabolisme dalam jumlah kecil seperti senyawa organik, garam dan air.
3. Regulasi Suhu
Selama periode produksi kelebihan panas oleh tubuh, sekresi dari keringat
dan evaporasinya dari permukaan tubuh membantu untuk menurunkan temperatur
tubuh selama periode pelepasan panas tubuh, pembuluh darah di permukaan tubuh
mengalami konstriksi untuk mengurangi kehilangan panas tubuh.
4. Persepsi Sensorik
Kulit memuat ujung-ujung saraf dan reseptor yang dapat mendeteksi
stimulus yang berkaitan dengan sentuhan, tekanan, suhu dan rasa sakit.
5. Sintesis Vitamin D
Pemapaparan radiasi ultraviolet mengkonversi molekul prekursor di dalam
kulit menjadi vitamin D.
2.4 Luka
2.4.1 Definisi Luka
Luka merupakan keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan serangga. Tubuh yang sehat
mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Proses
kesembuhan luka harus terjadi pada kondisi yang mendukung jaringan tubuh
untuk melakukan proses perbaikan dan regenerasi (Ferdinandez, 2013).
timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan longgar ekstra seluler dari
matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik. Fibroblas muncul pertama
kali secara bermakna pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari ke 7.
Peningkatan jumlah fibroblast pada daerah luka merupakan kombinasi dari
proliferasi dan migrasi. Fibroblast merupakan elemen utama pada proses
perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam
pembentukan jaringan. Fibroblast juga memproduksi kolagen dalam jumlah
besar, kolagen ini berupa glikoprotein berantai tripel, unsur utama matriks
luka ekstraseluler yang berguna membentuk kekuatan pada jaringan parut.
Kolagen pertama kali dideteksi pada hari ke 3 setelah luka, meningkat sampai
minggu ke 3. Pada awalnya penumpukan kolagen terjadi berlebihan kemudian
fibril kolagen mengalami reoganisasi sehingga terbentuk jaringan reguler
sepanjang luka. Fibroblas juga menyebabkan matriks fibronektin, asam
hialuronik dan glikos aminoglikan (Prabakti, 2005).
Revaskularisasi luka terjadi secara bersamaan dengan fibroplasia. Tunas-
tunas kapiler tumbuh dari pembuluh darah yang berdekatan dengan luka.
Tunas-tunas kapiler ini bercabang di ujungnya kemudian bersatu membentuk
lengkung kapiler dimana darah kemudian mengalir. Tunas-tunas baru muncul
dari lengkung kapiler membentuk pleksus kapiler. Proses ini terjadi dari
kombinasi proliferasi dan migrasi. Mediator pertumbuhan sel endotelial dan
kemotaksis termasuk sitokin yang dihasilan trombosit, makrofag dan limfosit
pada luka. Tekanan oksigen yang rendah, terbentuknya asam laktat dan amin
biogenik merupakan stimulan potensial terbentuknya sitokin dan growth factor
seperti platelet-derived growth factor (PDGF), endotelial, vascular endothelial
growth factor (VEGF), FGF. Beberapa sitokin yang dilepaskan oleh makrofag
serta terlibat dalam proses penyembuhan yaitu: TNF α, IL 1, IL 6, IL 8 dan
TGF β. Peran TGF β dalam proses penyembuhan luka adalah meningkatkan
matriks ekstra seluler (ECM) dan meningkatkan kolagenasi (Novriansyah,
2008).
Proses yang telah diuraikan sebelumnya merupakan proses pada fase
proliferasi didalam luka, sementara itu pada permukaan luka juga akan terjadi
restorasi integral epitel. Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka. Pada
tepi luka epidermis segera mendekati tepi luka dan menebal. Sel marginal
basalis mulai mengalami migrasi sepanjang serat-serat fibrin dan berhenti
ketika tepi luka sudah kontak. Pada tingkat seluler seluruh luka telah
mengalami epitelisasi pada kurang dari 48 jam. Stimulator reepitelisasi sampai
sat ini belum diketahui secara lengkap. Faktor-faktor yang diduga berperan
adalah EGF, TGF β, bFGF, PDGF dan IGF. Proses epitelisasi terus berulang
ketika permukaan epitel sudah menebal. Fibroblas akan muncul pada bagian
dalam luka, selanjutnya diproduksi kolagen (Novriansyah, 2008).
3. Fase Maturasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 7 sampai dengan 1 tahun. Setelah matriks
ekstraseluler terbentuk, dimulailah reorganisasi. Pada mulanya matriks
ekstrasel kaya akan fibronektin. Hal ini tidak hanya menghasilkan migrasi sel
subtratum dan pertumbuhan sel ke dalam tetapi juga menyebabkan
penumpukan kolagen oleh fibroblast. Terbentuknya asam hialuronidase dan
proteoglikan dengan berat molekul besar berperan dalam pembentukan
matriks ekstraseluler dengan konsistensi seperti gel dan membantu infiltrasi
seluler. Kolagen berkembang cepat menjadi faktor utama pembentuk matriks.
Serabut kolagen pada permulaan terdistribusi acak membentuk persilangan
dan beragregasi menjadi serabut fibril yang secara perlahan menyebabkan
penyembuhan jaringan dan meningkatkan kekakuan dan kekuatan ketegangan
luka. Sesudah 5 hari periode jeda, bersesuaian dengan pembentukan jaringan
granulasi awal dengan matriks sebagian besar tersusun dari fibronektin dan
asam hialuronidase, terjadi peningkatan cepat dari kekuatan tahanan luka
karena fibrogenesis kolagen. Pencapaian kekuatan tegangan luka berjalan
lambat. Sesudah 3 minggu kekuatan penyembuhan luka mencapai 20% dari
kekuatan akhir (Novriansyah, 2008). Bagaimanapun, kekuatan akhir
penyembuhan luka tetap kurang dibanding dengan kulit yang tidak pernah
terluka, dengan kekuatan tahanan maksimal jaringan parut hanya 70% dari
kulit utuh (Prabakti, 2005).
Pengembalian kekuatan tegangan berjalan perlahan karena deposisi
jaringan kolagen terus menerus, remodeling serabut kolagen membentuk
serabut-serabut kolagen lebih besar dan perubahan dari cross linking inter
c. Fibroplasia
Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis
kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak
akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesis kolagen
akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu pada
keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat seraburt
kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut baru dibentuk dengan
kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan
kekuatan potensial dari jaringan parut.
d. Sitokin
Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel. mereka juga
berperan penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka. Contohnya sitokin
ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik,
cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang setelah
perbaikan.
e. Metabolisme matriks ekstraseluler
Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks, dimana
berbagai jenis sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan komponen
utama dari matriks ekstraseluler, dari semua jaringan lunak, tendon, ligament dan
matriks tulang.
f. Sintesis kolagen
Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA. Translasi
mRNA berlangsung pada ribosom di reticulum endoplasma yang kasar. Kolagen
berbeda dengan protein lain karena kolagen akan mengalami beberapa modifikasi
jika telah mencapai lingkungan ekstraseluler. Disini terjadi pengerutan kolagen
untuk membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil oksidase merupakan enzim
yang diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi pada sintesis kolagen terjadi
sintesa protein tingkat tinggi, sehingga tubuh memerlukan asupan protein yang
banyak dalam makanan yang dimakan.
g. Degradasi kolagen
Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim yang
sangat spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh berbagai
sel, termasuk sel radang, fibroblast dan sel epitel. Kolagenase masih dalam bentuk
tidak aktif dan harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin. Setelah kolagenase
menjadi aktif, enzim dapat dihambat dengan menggabungkannya dengan protein
plasma dan jaringan yaitu makroglobulin alfa-2.
h. Substansi Dasar
Substansi dasar terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan. Kombinasi
kartilago dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam syok molekuler. Keduanya
juga berperan menjaga kelembapan dan mengeluarkan sitokin. Asam hialuronat
memberikan linkungan yang cair untuk mempermudah gerakan sel yang cepat dan
diferensiasi sel. Asam ini timbul dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah
cedera pada orang dewasa, namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di
janin.
i. Kontraksi luka
Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling kuat.
Pada luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblast yang berkontraksi. Sel-sel ini
memiliki komponen otot polos dalam sitoplasmanya serta memiliki sifat-sifat
fibroblast lainnya.
j. Epitelisasi
Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang terpapar
dengan lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses epitelisasi
tetapi mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh. Lapisan luar kulit
yaitu epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang melindungi kulit dari
kehilangan cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka ketebalan partial akan sembuh
melalui proses epitelisasi. Terdapat dua fenomena utama dalam proses epitelisasi
yaitu: migrasi dan mitosis. Setelah epitel rusak akan terbentuk bekuan darah.
Keropeng merupakan bekuan darah yang mengering yang melindungi dermis
dibawahnya. Migrasi sel epitel mengawali proses perbaikan dan tidak bergantung
pada mitosis epitel. Sel-sel yang bermigrasi berasal dari tepi luka dan polikel
rambut serta kelenjar sebasea didasar luka.
Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, sel-sel ini akan kembali
ke fenotipik yang normal. Epetelisasi yang berhasil, diperluas dengan
mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering. Keropeng
alami mungkin cukup baik untuk tujuan ini, bahan penutup yang tidak lengket
sangat baik untuk mempertahankan permukaan kulit tetap lembab dan dapat
meningkatkan proses epitelisasi secara bermakna.
k. Nutrisi
Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan.
Misalnya penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam
askorbat merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling sering.
Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin menjadi asam
aminohidroksi prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan molekul oksigen.
Zat besi merupakan unsur yang penting untuk penyembuhan luka yang
sesuai. Besi juga diperlukan untuk berlangsungnya hidroksilase residu prolin.
Kalsium dan magnesium dibutuhkan untuk aktivasi kolagenase dan sintesis
protein secara umum. Faktor esensial lain untuk penyembuhan luka adalah suplai
oksigen yang adekuat. Kebanyakan penyembuhan luka yang kronik dapat diatasi
secara efektif dengan meningkatkan oksigenisasi jaringan.
yang bebas secara lokal dan autokoid (histamin, serotonin dan leukotrin). Jika
prostaglandin tidak dihambat maka akan terjadi proses peradangan yang
menyebabkan terjadinya inflamasi pada jaringan (Masjoer, 2003).
2. Pembalut Luka
Pembalut luka bertujuan untuk mengabsorbsi eksudat dan melindungi luka
dari kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan
karakteristik luka. Adapun jenis-jenis balutan luka antara lain:
1. Balutan kering yaitu untuk luka dengan kulit kering yang masih utuh atau tepi
kulit yang dipertautkan mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan
tidak akan melekat. Bahan yang dapat digunakan untuk balutan kering seperti
kasa dengan jala-jala yang lebar untuk melindungi luka dan memungkinkan
sirkulasi udara yang baik melalui balutan luka.
2. Balutan basah kering yaitu balutan kasa yang terbuat dari tenunan dan serat
non tenunan, rayon, poliester atau kombinasi lainnya
3. Balutan modern merupakan hasil teknologi tinggi yang mampu mengontrol
kelembapan disekitar luka. Bahan balutan luka ini disesuaikan dengan jenis
luka dan eksudat yang menyertainya. Bahan yang digunakan untuk balutan
luka modern seperti alginat, hidrogel, foam silikon lunak, hidrokoloid,
hidrofiber
3. Larutan Pembersih
Tujuan pemberian larutan pembersih yaitu untuk mengeluarkan debris
organik maupun anorganik sebelum menggunakan pembalut luka untuk
mempertahankan lingkungan yang optimum pada tempat luka untuk proses
penyembuhan.
Menurut pedoman AHCPR 1994, cairan pembersih yang diajurkan adalah
sodium klorida (Sinaga, 2012). Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas
Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempunyai sel darah
merah. Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
adalah sodium klorida 0,90% merupakan konsentrasi normal dari sadium klorida
disebut juga normal salin yang merupakan larutan isotonis yang aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
air tanpa adanya pengawet, pengawet antimikroba yang dapat ditambahkan seperti
0,1% b/v klorokresol, 0,18% b/v metil paraben – 0,02% b/v propil paraben atau
0,1% b/v timerosal (Rowe et al., 2006).
Pada suhu ruang, dispersi karbopol dapat mempertahankan viskositasnya
selama penyimpanan dalam periode berkepanjangan. Demikian pula, viskositas
dispersi terjaga atau sedikit terjadi penurunan pada suhu penyimpanan yang tinggi
jika terdapat antioksidan didalamnya atau jika dispersi tersebut disimpan terlidung
oleh cahaya. Paparan cahaya menyebabkan oksidasi dan penurunan viskositas
dispersi. Serbuk karbopol harus disimpan dalam ruang kedap udara, wadah tahan
korosi, disimpan di tempat kering. Dan penggunaan kaca, plastik atau wadah resin
berlapis dianjurkan untuk menyimpan formula dengan kandungan karbopol.
Karbopol akan berubah warna apabila adanya resorsinol dan inkompatibel dengan
fenol, polimer kationik, asam kuat dan elektrolit level tinggi (Rowe et al., 2006).
2.5.1.4 Trietanolamin
Trietanolamin biasa disingkat dengan TEA merupakan cairan kental,
tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik. TEA
mudah larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut dalam kloroform.
Trietanolamin akan bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam kompleks.
TEA dapat berubah warna menjadi cokelat pada paparan udara dan cahaya. 85%
TEA cenderung stratifikasi dibawah 15OC, dapat homogen dengan pemanasan
dari auricula tikus, dengan cara mengangkat kulit tikus dengan pinset kemudian
digunting dengan gunting bedah hingga bagian dermis beserta jaringan yang
terikat di bawahnya (Ameri et al., 2008 dengan modifikasi).
Luas luka: L= ⁄ x π x D2
Persentase penyembuhan luka, dapat dihitung dari rumus luas luka:
% penyembuhan luka = x 100%
⁄ ⁄
= ⁄
- ⁄
x 100%
= x 100%
Dimana:
D = diameter rata-rata
Kristal yang didapatkan sebanyak 32,37 gram dengan nilai rendemen kristal
sebesar 4,06% (perhitungan rendemen kristal dapat dilihat di lampiran 8).
Parameter kemurnian suatu senyawa dapat dinilai jika rentang titik leleh
awal hingga melebur sempurna tidak lebih dari 2oC (Riswanto et al., 2015).
Rentang titik leleh senyawa yang didapatkan dari pengujian ini yaitu 49-50oC
hanya lebih 1oC dengan titik leleh standar etil p-metoksisinamat yaitu 49oC (Umar
et al., 2014). Senyawa yang memiliki titik leleh yang sempit adalah senyawa yang
murni. Oleh karena itu kristal hasil isolasi dapat dikatakan murni senyawa etil p-
metoksisinamat (Riswanto et al., 2015).
250
Berat Badan Tikus (gram)
200
150 KN
KP
100 UKR
UKS
50
UKT
0
Hari ke-1 Hari ke-8 Hari ke-15 Hari ke-22
Hari Pengamatan
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih
jantan galur sprague dawley berusia 10-12 minggu. Tikus yang digunakan
merupakan tikus yang sehat dengan bobot sekitar 150-200 gram. Tikus betina
tidak digunakan untuk menghindari pengaruh faktor hormonal (estrogen dan
progesteron) dalam penyembuhan luka (Putri, 2013). Tikus dibagi menjadi 5
kelompok yaitu 3 kelompok uji yang diberikan perlakuan dengan konsentrasi
senyawa yang berbeda (1%, 3% dan 5%), kelompok kontrol negatif yang
diberikan basis gel dan kelompok kontrol positif yang diberikan gel
Bioplacenton®. Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat
menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru. Setiap kelompok tikus
putih jantan ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan kepadatan kandang
masing-masing 2 ekor dengan kondisi kandang diberi penyekat diantara kedua
ekor tikus tersebut. Selama aklimatisasi hingga pengujian dilakukan pengamatan
kondisi umum serta penimbangan bobot tikus. Mayoritas dari hewan uji pada saat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
120
100
Penyembuhan Luka (%)
80
Persentase
KN
60 KP
UKR (1%)
40
UKS (3%)
UKT (5%)
20
0
HARI KE-3 HARI KE-6 HARI KE-9 HARI KE-12 HARI KE-14
Hari Pengamatan
Gambar 4.3 Grafik Rerata Persentase Penyembuhan Luka tiap Kelompok (%)
Ket: kontrol negatif (KN); kontrol positif (KP); uji konsentrasi rendah (UKR); uji konsentrasi
sedang (UKS); uji konsentrasi tinggi (UKT)
Data hasil rerata persentase penyembuhan luka kemudian diuji secara statistik
menggunakan uji One-way ANOVA (SPSS 16.0). Uji normalitas dengan One
Sample Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas levene’s menunjukkan bahwa
data tidak terdistribusi normal dan homogen (p ≤ 0,05) sehingga analisis
dilanjutkan dengan statistik non parametrik, yaitu uji Kruskal-Wallis dan hasil
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara bermakna antara kelompok
tikus kontrol negatif, kontrol positif dan tikus uji (p ≥ 0,05) (Lampiran 15). Hal
tersebut menunjukkan bahwa pemberian gel etil p-metoksisinamat dengan
berbagai konsentrasi dan basis gel mempengaruhi persentase penyembuhan luka.
Dalam formula gel etil p-metoksisinamat digunakan alkohol dengan
konsentrasi 96% yang seharusnya memiliki efektivitas antiseptik yang rendah,
karena menurut Desiyanto dan Djannah (2013), kandungan alkohol 60-80%
merupakan konsentrasi terbaik alkohol sebagai antiseptik. Konsentrasi alkohol
diluar range optimal tersebut, diprediksi akan mengurangi kemampuan
mendenaturasi protein bakteri.
Pada penelitian ini, menggunakan gel Bioplacenton® sebagai kelompok
kontrol positif. Pemilihan ini didasarkan pada indikasi gel Bioplacenton® yang
KN
KP
UKR
UKS
UKT
bakteri dan sel-sel rusak yang mampu memfagosit 100 bakteri hingga pada
akhirnya lisis (Prasetyo et al., 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok
uji, dengan terbentuknya neokapilerisasi dan fibroblas serta berkurangnya jumlah
makrofag menunjukkan bahwa penyembuhan luka telah memasuki fase
proliferasi.
Pada penelitian ini, aktivitas senyawa etil p-metoksisinamat dalam proses
penyembuhan luka terbuka, menunjukkan hasil yang signifikan dalam penurunan
luas luka serta persentase penyembuhan luka. Senyawa etil p-metoksisinamat
mempengaruhi penyembuhan luka pada fase inflamasi dan fase proliferasi.
Pengaruh pada fase inflamasi terjadi pada hari ke-0 sampai hari ke-5 yang
menunjukkan jumlah makrofag mendominasi. Makrofag mempunyai kemampuan
menfagosit 100 bakteri hingga pada akhirnya lisis. Dengan demikian, jumlah sel
makrofag yang terdapat pada kelompok uji konsentrasi 1%, 3%, 5% dan kontrol
positif dengan jumlah yang lebih rendah, menunjukkan bahwa fase inflamasi
terjadi lebih cepat dibanding dengan kelompok kontrol negatif. Diketahui bahwa
pengaruh pemberian gel etil p-metoksisinamat mempunyai kemampuan untuk
mempercepat fase inflamasi dengan memicu makrofag untuk memfagosit bakteri
di sekitar luka. Pengaruh pemberian gel etil p-metoksisinamat pada fase
proliferasi ditunjukkan pada pengamatan visual luka, di mana waktu terbentuknya
scab (keropeng) pada ketiga kelompok uji rata-rata pada hari ke-2 menunjukkan
luka telah memasuki fase proliferasi yang sama dengan kelompok kontrol negatif.
Namun, setelah diamati secara mikroskopik kelompok kontrol negatif tidak
menunjukkan percepatan pada fase inflamasi, karena pada hari ke-7, terdapat
banyak makrofag yang menandakan bahwa fase inflamasi masih berlangsung.
Berdasarkan penelitian Umar et al., (2012) senyawa etil p-metoksisinamat
memiliki kemampuan antiinflamasi yang sangat baik secara in vitro. Selain
memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi, senyawa etil p-metoksisinamat juga
memiliki efek analgesik yang mampu mengurangi rasa sakit serta memiliki efek
angiogenesis (proses pembentukan pembuluh darah baru) yaitu suatu proses
penyembuhan dari inflamasi yang sudah kronis dan menjadi prekursor potensial
untuk pengembangan agen terapi yang potensial untuk mengobati penyakit yang
melibatkan peradangan dan angiogenesis (Umar et al., 2014).
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas etil p-metoksisinamat terhadap
penyembuhan luka terbuka pada tikus putih (rattus norvegicus) jantan galur
spague dawley diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara visual, gel etil p-metoksisinamat pada konsentrasi 1%, 3% dan 5%
menunjukkan perbedaan pada perubahan warna, pembentukan scab
(keropeng) dan terbentuknya kulit baru dengan kelompok kontrol negatif
dan positif.
2. Gel etil p-metoksisinamat diamati secara histopatologi dapat mempercepat
neokapilerisasi dan terbentuknya fibroblas
3. Gel etil p-metoksisinamat diamati secara histopatologi pada hari ke-7
terdapat sedikitnya jumlah makrofag yang menandakan bahwa
penyembuhan luka telah memasuki fase proliferasi pada kelompok uji dan
kontrol positif dibandingkan dengan kontrol negatif
4. Secara statistik, gel etil p-metoksisinamat pada konsentrasi 1%, 3% dan
5% tidak menunjukkan persentase penyembuhan luka yang berbeda
bermakna (p ≥ 0,05) dengan kelompok kontrol negatif dan positif
5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut:
1. Perlu dilakukan pengamatan histopatologi lebih lanjut pada beberapa
interval waktu yang mewakili periode fase inflamasi, fase proliferasi dan
fase remodelling.
2. Perlu adanya kelompok kontrol negatif yang tidak menerima perlakuan
apapun, untuk meminimalisir data bias
3. Kondisi lingkungan selama perlakuan harus dijaga tetap steril untuk
menghindari terjadinya kontaminasi bakteri selama proses penyembuhan
luka.
DAFTAR PUSTAKA
Sibuea, Martko Roverco. 2015. Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Etanol Kulit
Buah dari Tumbuhan Petai (Parkia speciosa Hassk.) Terhadap
Penyembuhan Luka Sayat Pada Kelinci. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Sihombing, Marice dan Tuminah, Sulistyowati. 2011. Perubahan Nilai
Hematologi, Biokimia Darah, Bobot Organ dan Bobot Badan Tikus Putih
pada Umur Berbeda. Jurnal Veteriner. Vol.12 No.1: 58-64. 1411-8327
Simanjuntak, M.T. 2005. Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sinaga, meidina. 2012. Gambaran Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka di
RSUD DR. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Medan: Universitas
Sumatera Utara
Singh, Chingakham B.; S. Binita Chanu; Th. Bidyababy; W. Radhapiyari Devi; S.
Brojendro Singh; Kh. Nongalleima; Lokendrajit N dan L.W. Singh. 2013.
Biological and Chemical Properties of Kaempferia galanga L.- a
Zingiberaceae plant. NeBIO Vol. 4; 35-41
Smith dan Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia
Suckow, Mark A; Weisbroth, Steven H; Franklin, Craig L. 2006. The Laboratory
Rat 2nd Edition. American College of Laboratory: British Library
Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy
Laximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound
Healing Activity of Alkoholic Extract of Kaempferia galanga in Wistar
Rats. Indian J.physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390
Taufikurohmah, T; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut dan Optimasi
Suhu pada Isolasi Senyawa Etil p-Metoksisinamat (EPMS) dari Rimpang
Kencur sebagai Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik
Tiwari, P; Kumar , B. Kavr; M kaur; G Kaur. 2011. Phytochemical Screening and
Extraction: a Review. Internationale Pharmaceutical Science. Vol 1.
Issue: 1
Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1;
Mun fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided
Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory
Constituent, From Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-
8734
Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Amin Malik Shah
Abdul Majid; Fouad Saleih R. Al-Suede; Loiy Elsir Ahmed Hassan; Rabia
Altaf; Mohamed B. Khadeer Ahamed. 2014. Ethyl-p-Methoxycinnamate
Isolated from Kaempferia galanga Inhibits Inflammation by Suppressing
Interleukin-1, Tumor Necrosis Factor-α, and Angiogenesis by Blocking
Endothelial Functions. Clinics; 69(2): 134-144.
USDA (united states departement of agriculture). Natural resource conservation
service. Akses online via http://plants.usda.gov/ (Diakses pada tanggal 9
Desember 2015)
Vittalrao, Amberkar Mohanbabu; Tara Shanbhag; Meena Kumari K; K. L. Bairy
And Smita Shenoy. 2011. Evaluation Of Antiinflammatory And Analgesic
Activities Of Alcoholic Extract Of Kaempferia galanga in Rats. Indian J
Physiol Pharmacol 2011; 55 (1) : 13–24
Sortasi basah
Simplisia kencur
Ampas Filtrat
Kristal terbentuk
Gel EPMS
Lampiran 13. Luka Tikus Mulai Hari ke-0 Hingga Hari ke-14
2
Pembuatan Preparat Histopatologi
3
Uji
Konsentrasi
1 Rendah 4
(gel EPMS
1%)
5
Uji
Konsentrasi 1
2 Sedang
(gel EPMS 2 Pembuatan Preparat Histopatologi
3%)
Uji
Konsentrasi 3
3 Tinggi
(gel EPMS
5%) 4
1
Pembuatan Preparat Histopatologi
Kontrol
4
Negatif 4
1
Pembuatan Preparat Histopatologi
Kontrol
5
Positif 2
d1 0,69 0,88 0,79 0,70 0,75 0,89 0,81 1,03 1,19 1,26 0,88 1,01 1,03 0,82 1,08 0,77 0,98 0,85 0,67 0,76 0,57 1,19 0,60 0,87 0,77
Hari d2 0,68 0,87 0,84 0,67 0,88 0,63 0,84 0,98 0,89 0,87 0,93 0,78 1,18 0,99 0,82 1,02 0,73 0,79 0,95 0,68 0,67 1,33 0,72 0,94 0,79
ke- 3 d3 0,63 0,83 0,72 0,68 0,74 0,71 0,87 1,03 1,15 1,02 0,83 0,84 1,12 0,78 0,99 0,92 1,02 0,75 0,82 0,65 0,71 1,34 0,63 0,90 0,75
d4 0,67 0,84 0,75 0,58 0,83 0,81 0,79 0,95 1,10 0,99 0,87 0,86 1,10 0,82 0,89 0,94 0,83 0,82 0,81 0,75 0,72 1,27 0,66 0,75 0,72
Diameter
D 0,66 0,85 0,77 0,65 0,8 0,76 0,82 0,99 1,08 1,03 0,87 0,87 1,10 0,85 0,94 0,91 0,89 0,80 0,81 0,71 0,66 1,28 0,65 0,86 0,75
rata-rata
Luas luka 0,34 0,56 0,46 0,33 0,50 0,45 0,52 0,76 0,91 0,83 0,59 0,59 0,95 0,56 0,69 0,65 0,62 0,50 0,51 0,39 0,34 1,28 0,33 0,58 0,44
%
32,2 29,4 38,5 41,6 34,6 36,6 40,1 24 8,66 19,6 38 41,8 11 48,9 36,6 36,4 3,65 42,8 39,8 58,6 33,8 14,2 58 37 41,6
Penyembuhan
d1 0,28 0,43 0,61 0,35 0,66 0,42 0,46 0,64 0,83 0,73 0,70 0,77 1,15 0,92 0,98 0,79 0,75 0,59 0,60 0,43 0,33 0,79 0,39 0,63 0,48
Hari d2 0,34 0,54 0,55 0,35 0,73 0,36 0,55 0,78 0,92 0,92 0,84 0,90 0,95 0,68 0,73 0,59 0,59 0,67 0,41 0,33 0,39 0,96 0,56 0,73 0,61
ke- 6 d3 0,34 0,42 0,61 0,31 0,61 0,38 0,49 0,64 0,95 0,85 0,89 0,81 1,10 0,69 0,75 0,58 0,67 0,62 0,48 0,32 0,37 0,86 0,47 0,70 0,55
d4 0,28 0,41 0,43 0,35 0,66 0,39 0,50 0,70 0,80 0,85 0,80 0,81 1,06 0,71 0,72 0,73 0,78 0,61 0,49 0,42 0,37 0,81 0,48 0,57 0,55
Diameter
D 0,31 0,45 0,55 0,34 0,66 0,38 0,5 0,69 0,87 0,83 0,80 0,82 1,06 0,75 0,79 0,67 0,69 0,62 0,49 0,37 0,36 0,85 0,47 0,65 0,54
rata-rata
Luas luka 0,07 0,15 0,23 0,09 0,34 0,11 0,19 0,37 0,59 0,54 0,50 0,52 0,88 0,44 0,49 0,35 0,37 0,30 0,18 0,10 0,10 0,56 0,17 0,33 0,22
%
85,4 80,3 68,7 84,7 56,1 84,4 77,6 63,5 40,9 48,4 47,1 48 17,6 60,2 55,3 65,8 42,6 66 77,7 89,2 81,5 62,1 78 63,7 69,7
Penyembuhan
d1 0,12 0,23 0,21 0 0,23 0,20 0,24 0,61 0,73 0,45 0,37 0,31 0,35 0,98 0,60 0,37 0,29 0,31 0,16 0,12 0 0,36 0,30 0 0,25
Hari d2 0,12 0,18 0,27 0 0,42 0,12 0,26 0,51 0,57 0,39 0,33 0,36 0,41 0,80 0,68 0,39 0,31 0,30 0,25 0,24 0 0,55 0,31 0 0,26
ke- 9 d3 0,14 0,16 0,19 0 0,29 0,18 0,23 0,65 0,58 0,42 0,33 0,31 0,42 0,78 0,58 0,36 0,40 0,27 0,29 0,16 0 0,51 0,29 0 0,26
d4 0,15 0,20 0,17 0 0,30 0,18 0,22 0,55 0,60 0,47 0,30 0,34 0,38 0,92 0,60 0,46 0,33 0,28 0,27 0,16 0 0,44 0,25 0 0,22
Diameter
D 0,13 0,19 0,21 0 0,31 0,17 0,23 0,58 0,62 0,43 0,33 0,33 0,39 0,87 0,61 0,39 0,33 0,29 0,24 0,17 0 0,46 0,28 0 0,24
rata-rata
Luas luka 0,01 0,02 0,03 0 0,07 0,02 0,04 0,26 0,30 0,14 0,08 0,08 0,11 0,59 0,29 0,11 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0,16 0,06 0 0,04
%
98,3 97 95,8 100 90,8 97,7 95,5 74,4 70 86,3 91,7 92,2 88,9 46,8 73,3 88,3 87,8 92,8 97,2 98,3 100 88,9 93 100 94,7
Penyembuhan
d1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,91 0,30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Hari d2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,88 0,37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ke- 14 d3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,81 0,31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
d4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,90 0,30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Diameter
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,87 0,32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
rata-rata
Luas luka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,59 0,08 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
%
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 46,8 92,8 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
penyembuhan
Lampiran 18. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Hari Ke- 3,6,9,12 dan 14
One-way ANOVA
a. Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat data persentase penyembuhan luka terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis : Ho = data persentase penyembuhan luka terdistribusi normal
Ha = data persentase penyembuhan luka tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan : Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
persentase_penye persentase_penye
persentase_penye persentase_penye persentase_penye mbuhan_luka_H1 mbuhan_luka_H1
Perlakuan mbuhan_luka_H3 mbuhan_luka_H6 mbuhan_luka_H9 2 4
N 25 25 25 25 25 25
a
Normal Parameters Mean 3.0000 23.5164 59.3544 87.6896 96.5012 97.2416
Most Extreme Differences Absolute .156 .108 .101 .260 .394 .510
Keputusan : Data persentase penyembuhan luka seluruh kelompok uji tidak terdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data persentase penyembuhan luka homogen atau tidak
Hipotesis : Ho = data persentase penyembuhan luka terdistribusi homogen
Ha = data persentase penyembuhan luka tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
persentase_penyembuhan_l
.383 4 20 .818
uka_H3
persentase_penyembuhan_l
.726 4 20 .585
uka_H6
persentase_penyembuhan_l
5.544 4 20 .004
uka_H9
persentase_penyembuhan_l
5.905 4 20 .003
uka_H12
persentase_penyembuhan_l
6.727 4 20 .001
uka_H14
Keputusan : Data persentase penyembuhan luka seluruh kelompok uji tidak terdistribusi homogen
c. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase penyembuhan luka
Hipotesis : Ho : data persentase penyembuhan luka tidak berbeda secara bermakna
Ha : data persentase penyembuhan luka berbeda bermakna
Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan
a,b
Test Statistics
Df 4 4 4 4 4
Keputusan: Data persentase penyembuhan luka tikus galur Sprague Dawley tidak berbeda secara bermakna
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper T df Sig. (2-tailed)
Pair 1 KN_awal -
.86800 .13989 .06256 .69430 1.04170 13.874 4 .000
KN_akhir
Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 KP_awal -
.88800 .36622 .16378 .43327 1.34273 5.422 4 .006
KP_akhir
Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna
Kelompok uji konsentrasi rendah (1%) hari ke-0 dan hari ke-14
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 UKR_awal -
.67200 .13773 .06160 .50098 .84302 10.910 4 .000
UKR_akhir
Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok uji konsentrasi rendah (1%) berbeda secara bermakna
Kelompok uji konsentrasi sedang (3%) hari ke-0 dan hari ke-14
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 UKS_awal -
.92600 .13993 .06258 .75226 1.09974 14.798 4 .000
UKS_akhir
Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok uji konsentrasi sedang (3%) berbeda secara bermakna
Kelompok uji konsentrasi tinggi (5%) hari ke-0 dan hari ke-14
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 UKT_awal -
.91400 .22434 .10033 .63544 1.19256 9.110 4 .001
UKT_akhir
Keputusan: Data penurunan luas luka untuk kelompok uji konsentrasi tinggi (5%) berbeda secara bermakna