Anda di halaman 1dari 86

EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA

DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG


JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH
DIINDUKSI KARAGENAN

TESIS

OLEH

OKTO P. E. MARPAUNG
097008008/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

Universitas Sumatera Utara


EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA
DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG
JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH
DIINDUKSI KARAGENAN

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik

dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

OKTO P. E. MARPAUNG
097008008/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-
HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L)
TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT
PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH DIINDUKSI
KARAGENAN

Nama : OKTO P. E. MARPAUNG

Nomor Pokok : 097008008

Program Studi : ILMU BIOMEDIK

Menyetujui

Komisi Pembimbing

dr. Datten Bangun,MSc,SpFK. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed.


Ketua Anggota

Ketua Program StudiBiomedik Dekan,

dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D. Prof. dr. Gontar A. Siregar,SpPD.,KGEH.


NIP : 195508071985032001 NIP : 195402201980111001

Tanggal Lulus : 11 Desember 2013

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada tanggal : 11 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Datten Bangun,MSc,SpFK

Anggota : 1. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M. Biomed.

2. Prof. Dr. dr. Jazanul Anwar,SpFK

3. Prof. Dr. Urip Harahap,Apt

Universitas Sumatera Utara


EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA
DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG
JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH
DIINDUKSI KARAGENAN
ABSTRAK

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang
potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah
tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi ekstrak metanol dan
n-heksana dari daun pepaya.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan pre-test-
post test control group design menggunakan tikus Wistar jantan. Metodologi
penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana
dengan cara maserasi daun pepaya, dan pengujian efek antiinflamasi. Tikus
Wistar jantan dewasa, usia + 3 bulan dengan berat badan 150-250 gram sebanyak
36 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok yaitu (1) P0 = mendapat Salin per oral
(kelompok Kontrol); (2) P1= Indometahcin 10 mg/kgBB per oral; (3) P2=
mendapat ekstrak metanol daun pepaya dosis 250 mg/kg; (4) P3= mendapat
ekstrak metanol daun pepaya dosis 500 mg/kg; (5) P4= mendapat ekstrak n-
heksana daun pepaya dosis 250 mg/kg; (6) P5= mendapat ekstrak n-heksana daun
pepaya dosis 500 mg/kg.
Setelah mengalami aklimatisasi selama 1 minggu, seluruh kelompok diambil
spesimen darah dari ekor tikus, dan setelahnya mendapat perlakuan sesuai dengan
kelompok di atas, satu jam kemudian kaki tikus disuntik secara intraplantar
dengan 0,1 ml larutan karagenan 1%. Tiga jam dan 6 jam setelah penyuntikan
karagenan, spesimen darah kembali diambil dari ekor tikus. Terhadap seluruh
spesimen darah yang diperoleh dilakukan pemeriksaan hitung jumlah dan jenis
leukosit.
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa jumlah leukosit tikus Wistar jantan
yang mendapat ekstrak metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak
signifikan/nyata (p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak mendapat ekstrak
metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana daun pepaya tidak dapat menahan
peningkatan jumlah leukosit secara nyata. Ekstrak metanol dan n-heksana daun
pepaya menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi
akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu menahan peningkatan
jumlah neutrofil dan monosit pada keadaan inflamasi akut. Pada inflamasi akut
yang diinduksi oleh karagenan terjadi penurunan yang nyaa dari jumlah eosinofil
yang disebabkan oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar Interleukin.

Kata kunci: inflamasi, karagenan, daun pepaya, Carica papaya l

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Currently that Indonesia is one of the country that produce the medicinal
plants, where natural products. The leaves of Carica papaya has been used by
local people as antiinflammation. So, in this experiment the anti-inflamatory
activity of methanol extract and ethanolic extract of Carica papaya leaves was
investigated in rats using carrageenan induced paw oedema.
The research design was an experimental pre-test –post-test control group
design using adult male Wistar rats. The research methodology includes sample
preparation, preparation of methanol extract and n-hexane extract of Carica
papaya leave by maceration, and the testing of anti-inflammatory effect. Adult
male Wistar rats with + 3 months of age, with body yweight 150-250 grams, total
of 36 rats were divided into 6 groups: (1) P0= received oral saline (control
group), (2) P1= received Indomethacin 10 mg/kg orally; (3) P2= received
methanol extract of papaya leaves (250 mg/kg); (4) P3 = received methanol
extract of papaya leaves (500mg/kg); (5) P4= received n-hexane extract of
papaya (250 mg/kg), (6) P5 = received n-hexane extract of papaya leaves (500
mg/kg).
After an acclimation period of 1 week, from the entire group of rat, the blood
specimens were taken, and each group treated according to the above mentioned,
one hour later the in the rat paw were injected intraplantar with 0,1 ml
carrageenan 1%. Three hours and 6 hours after injection of carrageenan, blood
specimens taken from rats. The whole blood specimen got the examination count
by number and types of leukocytes.
From the analysis of the data, the leukocytes count of male Wistar rats that
received the methanol extract of papaya leave is lower but not significantly
(p>0,05) than those who did not receive the methanol extract of papaya leaves. N-
hexane extract of papaya leaves can not hold a real increase in the number of
leukocytes. Methanol extract and n-hexane extract of carica papaya leaves cause
changes in leukocyte counts at acute inflammatory states. Methanol extract of
papaya leaves are able to withstand significantly the increased number of
neutrophils and monocytes in acute inflammatory states. In acute inflammation
induced by carrageenan a significant decrease of the number of eosinophils was
caused by suppression of eosinophils by interleukin level.

Key words: inflammation, carrageenan, papaya, Carica papaya l

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah karena rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan Tesis dengan judul :”EFEK EKSTRAK METANOL DAN
EKSTRAK n-HEKSANA DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP
JUMLAH DAN HITUNG JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN
SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan jenjang strata 2 pada program studi Ilmu Biomedik Fakultas
Kedokteran Universita Sumatera Utara.
Proses penulisan tesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dukungan dan
doa dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis sampaikan dengan hormat kepada:
1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K), Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH., Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Yahwardiyah Siregar,PhD., Ketua Program Studi Biomedik, yang
memberi banyak masukan kepada penulis
4. Dr. Datten Bangun,MSc,SpFK, Ketua Komisi Pembimbing yang
senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing,
memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada
penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
5. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed., Anggota Komisi
Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan,
motivasi dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Prof. Dr. dr. Jazanul Anwar,SpFK, Dosen Pembanding yang senantiasa
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan
masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
7. Prof. Dr. Urip Harahap,Apt., Dosen Pembanding yang senantiasa
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan

iii

Universitas Sumatera Utara


masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
8. Dr. Mutiara Indah Sari,M.Kes, sekretaris program studi yang banyak
membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.
9. Kepada kedua orangtua saya dan istri yang sudah banyak membantu
baik dalam bidang moril maupun material, juga atas doanya selama ini
sehingga bisa menyelesaikan pendidikan ini.
10. Teman-teman seangkatan 2009 yang banyak memberikan dorongan
dan motivasi. Kalian adalah teman-teman terbaikku dalam suka dan
duka yang selalu memberikan semangat kepadaku.
Penulis berharap semoga proses pendidikan yang penulis jalani
memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri dan bagi orang lain. Akhir
kata, penulis berterima kasih atas masukan saran dan kritikan dari semua
pihak guna perbaikan dari penelitian ini.

Medan, Juli 2014


Penulis

(Okto P. E. Marpaung)

iv

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Nama : Okto Parningotan Elia Marpaung

Tempat/tanggal lahir : Medan, 10 Oktober 1983

Agama : Kristen Protestan

Status : Menikah

Nama istri : Sarah Puji Tumanggor

Nama anak :

Pertama : Matthew Arthorius Christiansen Martco Marpaung

Kedua : Michelle Abigail Marpaung

Alamat : Jl. Pertemuan No. 18 Medan

Hp. : 081263128274

Email : okto_doc@yahoo.com

Pendidikan :

TK Rolina Medan :1989-1990

SD RK Setia Budi Medan :1990-1996

SLTP ST. Thomas-1 Medan : 1996-1999

SLTA ST. Thomas-1 Medan : 1999-2002

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : 2002-2007

Pekerjaan :

Staf Pengajar Tetap Fakultas Kedokteran


Universitas HKBP Nommensen Medan : 2009- sekarang

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL....................................................................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1


1.1. Latar Belakang Penelitian .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
1.3. Kerangka Konsep ........................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................................................4
1.4.2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 4
1.5. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 5
1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7


2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)............................................................. 7
2.1.1. Morfologi Pepaya .......................................................................... 7
2.1.2. Taksonomi Pepaya ........................................................................ 7
2.1.3. Sifat dan Khasiat Daun Pepaya ..................................................... 8
2.2. Inflamasi....................................................................................................... 11
2.3. Leukosit ........................................................................................................ 16
2.3. Hitung Jenis Leukosit ................................................................................... 17
2.4. Obat antiinflamasi ........................................................................................ 18
2.5. Karagenan .................................................................................................... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 25


3.1. Jenis Penelitian ................................................................................................................... 25
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................................25
3.3. Populasi Penelitian ........................................................................ 25
3.4. Sampel Penelitian ....................................................................................................................................................25
3.5. Variabel penelitian ....................................................................................... 26
3.6. Definisi Operasional ............................................................................... 27
3.7. Etika Penggunaan Binatang Percobaan......................................................................................................................27
3.8. Alat dan Bahan ....................................................................................... 27
3.9. Rancangan Percobaan .................................................................................. 28
3.10. Prosedur pemeriksaan jumlah leukosit ..................................................... 34
3.11. Prosedur pemeriksaan hitung jenis leukosit .............................................. 35

vi

Universitas Sumatera Utara


3.12. Analisis data ............................................................................................... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 40


4.1. Hasil .............................................................................................................................. 40
4.2. Pembahasan .................................................................................................. 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 49


5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 49
5.2. Saran .......................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 51

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


3.1. Perlakuan hewan coba pada percobaan inflamasi akut 35
4.1. Hasil pemeriksaan kandungan daun pepaya 40
4.2. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar 40
jantan sebelum dilakukan penyuntikan karagenan
4.3. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar 40
jantan 3 jam setelah dilakukan penyuntikan karagenan
4.4. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada 41
tikus wistar jantan 6 jam setelah dilakukan
penyuntikan karagenan

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


1.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian 4

2.1. Skema proses terjadinya inflamasi akut 14

2.2. Skema terjadinya inflamasi 15


2.3. Struktur Molekul Indomethacin 22

3.1. Diagram proses pembuatan ekstrak metanol dan n- 34


heksana daun pepaya
4.1. Perbandingan Jumlah leukosit sebelum, 3 jam dan 41
6 jam sesudah penyuntikan karagenan
4.2. Perbandingan Hitung jenis eosinofil sebelum, 3 42
jam dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan
4.3. Perbandingan hitung jenis basofil sebelum, 3 jam 43
sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan
4.4. Perbandingan hitung jenis neutrofil sebelum, 3 44
jam sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan
karagenan
4.5. Perbandingan hitung jenis limfosit sebelum, 3 jam 45
sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan
4.6. Perbandingan hitung jenis monosit sebelum, 3 jam 46
sesudah dan 6 jam sesudah penyuntikan karagenan

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman


1 Uji Statistik 54
2 Dokumentasi Penelitian 66
3 Surat Ethical Clearance 70

Universitas Sumatera Utara


EFEK EKSTRAK METANOL DAN EKSTRAK n-HEKSANA
DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERHADAP JUMLAH DAN HITUNG
JENIS LEUKOSIT PADA TIKUS WISTAR JANTAN SETELAH
DIINDUKSI KARAGENAN
ABSTRAK

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang
potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai obat adalah
tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi ekstrak metanol dan
n-heksana dari daun pepaya.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan pre-test-
post test control group design menggunakan tikus Wistar jantan. Metodologi
penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana
dengan cara maserasi daun pepaya, dan pengujian efek antiinflamasi. Tikus
Wistar jantan dewasa, usia + 3 bulan dengan berat badan 150-250 gram sebanyak
36 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok yaitu (1) P0 = mendapat Salin per oral
(kelompok Kontrol); (2) P1= Indometahcin 10 mg/kgBB per oral; (3) P2=
mendapat ekstrak metanol daun pepaya dosis 250 mg/kg; (4) P3= mendapat
ekstrak metanol daun pepaya dosis 500 mg/kg; (5) P4= mendapat ekstrak n-
heksana daun pepaya dosis 250 mg/kg; (6) P5= mendapat ekstrak n-heksana daun
pepaya dosis 500 mg/kg.
Setelah mengalami aklimatisasi selama 1 minggu, seluruh kelompok diambil
spesimen darah dari ekor tikus, dan setelahnya mendapat perlakuan sesuai dengan
kelompok di atas, satu jam kemudian kaki tikus disuntik secara intraplantar
dengan 0,1 ml larutan karagenan 1%. Tiga jam dan 6 jam setelah penyuntikan
karagenan, spesimen darah kembali diambil dari ekor tikus. Terhadap seluruh
spesimen darah yang diperoleh dilakukan pemeriksaan hitung jumlah dan jenis
leukosit.
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa jumlah leukosit tikus Wistar jantan
yang mendapat ekstrak metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak
signifikan/nyata (p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak mendapat ekstrak
metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana daun pepaya tidak dapat menahan
peningkatan jumlah leukosit secara nyata. Ekstrak metanol dan n-heksana daun
pepaya menyebabkan perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi
akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu menahan peningkatan
jumlah neutrofil dan monosit pada keadaan inflamasi akut. Pada inflamasi akut
yang diinduksi oleh karagenan terjadi penurunan yang nyaa dari jumlah eosinofil
yang disebabkan oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar Interleukin.

Kata kunci: inflamasi, karagenan, daun pepaya, Carica papaya l

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Currently that Indonesia is one of the country that produce the medicinal
plants, where natural products. The leaves of Carica papaya has been used by
local people as antiinflammation. So, in this experiment the anti-inflamatory
activity of methanol extract and ethanolic extract of Carica papaya leaves was
investigated in rats using carrageenan induced paw oedema.
The research design was an experimental pre-test –post-test control group
design using adult male Wistar rats. The research methodology includes sample
preparation, preparation of methanol extract and n-hexane extract of Carica
papaya leave by maceration, and the testing of anti-inflammatory effect. Adult
male Wistar rats with + 3 months of age, with body yweight 150-250 grams, total
of 36 rats were divided into 6 groups: (1) P0= received oral saline (control
group), (2) P1= received Indomethacin 10 mg/kg orally; (3) P2= received
methanol extract of papaya leaves (250 mg/kg); (4) P3 = received methanol
extract of papaya leaves (500mg/kg); (5) P4= received n-hexane extract of
papaya (250 mg/kg), (6) P5 = received n-hexane extract of papaya leaves (500
mg/kg).
After an acclimation period of 1 week, from the entire group of rat, the blood
specimens were taken, and each group treated according to the above mentioned,
one hour later the in the rat paw were injected intraplantar with 0,1 ml
carrageenan 1%. Three hours and 6 hours after injection of carrageenan, blood
specimens taken from rats. The whole blood specimen got the examination count
by number and types of leukocytes.
From the analysis of the data, the leukocytes count of male Wistar rats that
received the methanol extract of papaya leave is lower but not significantly
(p>0,05) than those who did not receive the methanol extract of papaya leaves. N-
hexane extract of papaya leaves can not hold a real increase in the number of
leukocytes. Methanol extract and n-hexane extract of carica papaya leaves cause
changes in leukocyte counts at acute inflammatory states. Methanol extract of
papaya leaves are able to withstand significantly the increased number of
neutrophils and monocytes in acute inflammatory states. In acute inflammation
induced by carrageenan a significant decrease of the number of eosinophils was
caused by suppression of eosinophils by interleukin level.

Key words: inflammation, carrageenan, papaya, Carica papaya l

ii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat

yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan

obat adalah tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama.

Walaupun obat-obatan modern berkembang cukup pesat, namun potensi dari

tumbuhan obat tetap tinggi karena dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat

diramu sendiri, dan tumbuhan obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya

(Djauhariya dan Hermani, 2004).

Sayuran merupakan bahan salah satu pangan yang terdapat dalam menu

makanan sehari-hari. Dewasa ini konsumsi sayuran di Indonesia cenderung

meningkat seiring dengan makin berkembangnya kesadaran akan pentingnya

sayuran untuk kesehatan manusia. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki

kekayaan alam nutfah sayuran yang melimpah. Menurut catatan, terdapat 370

jenis tanaman penghasil sayuran yang secara teratur dimanfaatkan oleh

masyarakat (Mangoting, 2005).

Salah satu dari kekayaan alam Indonesia tersebut adalah tanaman pepaya.

Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita sudah akrab dengan tanaman pepaya

(Warsino, 2003). Penelitian dengan menggunakan daun pepaya belum banyak

dilaporkan. Dari beberapa literatur diketahui bahwa skrining fitokimia dari daun

pepaya (Carica papaya) menghasilkan kandungan senyawa alkaloid, flavonoid,

Universitas Sumatera Utara


2

tannin, cardiac glycosides, anthraquinones bebas dan terikat, phlobatinin, saponin

(Imaga et al. 2010, Owoyele et al. 2008).

Oladunmoye (2008) menemukan bahwa pada ekstrak daun pepaya

memiliki efek antiinflamsi pada tikus yang diinfeksi oleh Salmonella typhi dan

Staphylococcus aureus.Penelitian ini menggunakan parameter haematologi untuk

melihat pengaruh ekstrak daun pepaya terhadap infeksi (Leukosit, Hb,

Hematokrit, Neutrofil, limfosit, monosit dan limfosit).

Penelitian inflamasi sub kronik dengan penanaman kapas steril ke dalam

betis tikus selama tujuh hari, pemberian ekstrak etanol daun pepaya secara oral

menyebabkan persentase hambatan radang yang hampir sama dengan pemberian

oral indomethacin yaitu 65 - 70 % (Owoyele et al., 2008). Ekstrak daun papaya

berdasarkan penelitian Owoyele di Nigeria diketahui bahwa daun pepaya di sana

dapat berkhasiat sebagai antinflamasi, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah

ektrak daun pepaya di Indonesia juga memiliki efek yang sama, dan bagian

ekstrak yang mana yang lebih berperan apakah Metanol (polar) atau n-heksana

(non-polar) yang lebih berperan sebagai antiinflamasi. Pada penelitian Owoyele

pengaruh antiinflamasi dari ekstrak daun pepaya diukur dengan melihat perubahan

volume kaki tikus yang dibuat inflamasi dengan karagenan.

Pada inflamasi akut sel-sel imun nonspesifik seperti neutrofil, sel mast,

basophil, eosinophil dan makrofag jaringan berperan. Sel-sel tersebut diproduksi

dan disimpan sebagai persediaan untuk sementara dalam sumsum tulang, hidup

tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat inflamasi dipertahankan oleh

influks sel-sel batu dari persediaan tersebut. Neutrofil merupakan sel utama pada

inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama

Universitas Sumatera Utara


3

(Baratawidjaja, 2010).Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan peningkatan

produksi neutrofil dalam sumsum tulang. Pada inflamasi akut, neutrofil dapat

meningkat dengan segera dari 5.000/µl sampai 30.000/ µl. Peningkatan tersebut

disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum tulang

dan persediaan marginal intravaskular. Persediaan marginal ini merupakan sel-sel

yang untuk sementara menempel pada dinding vaskular yang keluar dari sirkulasi.

Komposisi leukosit adalah 45% berada dalam sirkulasi dan 55% marginal.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari pengobatan alternatif baru

sebagai antiinflamasi. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemberian

ekstrak etanol daun pepaya dapat berperan sebagai antiinflamasi (Owoyele et al.,

2008). Namun belum diketahui senyawa yang berpengaruh kuat dalam proses

antiinflamasi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian, maka dapat disusun

rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

mempengaruhi jumlah leukosit sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk

adanya tidaknya aktifitas anti-inflamasi?

b. Apakah pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

mempengaruhi hitung jenis leukosit sehingga dapat digunakan sebagai

petunjuk adanya tidaknya aktifitas anti-inflamasi?

Universitas Sumatera Utara


4

c. Apakah efek anti-inflamasidari ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

lebih baik dibandingkan dengan Indomethacin?

1.3. Kerangka Konsep

Secara skematis kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum:

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untukmengetahui pengaruh pemberian

ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya terhadap jumlah leukosit dan hitung

jenis leukosit.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4.2. Tujuan Khusus:

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

a. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari jumlah leukosit yang terjadi

akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dalam dosis

yang berbeda

b. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis eosinofil yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

c. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis basofil yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksanadaun pepaya

d. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis neutrofil yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

e. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis limfosit yang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

f. Untuk mengkaji secara jelas perubahan dari hitung jenis monosityang

terjadi akibat pemberian ekstrak metanol dan n-heksanadaun pepaya

1.5. Hipotesis

a. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah leukosit pada keadaan

inflamasi

b. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah hitung jenis eosinofil pada

keadaan inflamasi

Universitas Sumatera Utara


6

c. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah basofil pada keadaan inflamasi

d. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah neutrofil pada keadaan

inflamasi

e. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah limfosit pada keadaan

inflamasi

f. Pemberian ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah monosit pada keadaan

inflamasi.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi efek anti-inflamasi ekstrak metanol dan n-heksana

daun pepaya terhadap tikus Wistar jantan dibandingkan dengan

Indomethacin

2. Memberikan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia

obat-obatan tradisional.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Carica papaya L adalah tanaman yang berasal dari Amerika. Pusat

penyebaran tanaman pepaya diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan

Nikaragua. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari

daratan rendah sampai daratan tinggi, yaitu sampai ketinggian 1000 m di atas

permukaan laut (Kalie, 2008). Hampir di setiap daerah, pepaya memiliki nama

yang berbeda diantaranya: petek (Aceh), mbertik (Karo), tela (Batak), panancane

(Minangkabau), betik (Palembang), punti kayu (Lampung), gedang (Jawa Barat

dan Bali), kates (Jawa tengah, Jawa Timur, Madura), tapaya (Ternate), kuat

(Timor), asawa (Irian Jaya) (Suprapti, 2005).

2.1.1. Morfologi Pepaya (Carica papaya L)

Pepaya merupakan tanaman berbatang tegak dan basah. Semua bagian tanaman

pepaya bergetah putih yang mengandung papain. Pada ruas batang terdapat mata

yang mampu tumbuh menjadi tunas cabang baru.

a. Daun dan batang pepaya

Daun pepaya bercangap (berlekuk) menjari dengan tangkai daun yang panjang

dan berlubang. Bentuk daun menyerupai telapak tangan manusia (Agromedia,

2008). Batangnya berongga karena intinya berupa sel gabus. Berbatang lunak

berair. Bekas kedudukan tangkai daun meninggalkan tanda seperti ruas.

b. Bunga

Universitas Sumatera Utara


8

Bunga pepaya keluar dari ketiak daun, tunggal atau dalam rangkain. Bunganya

ada yang berkelamin tunggal (betina/putik atau jantan/benang sari) dan

berkelamin sempurna (hermaprodit) yang mempunyai putik dan benangsari yang

fertil. Dengan demikian ada pohon betina, pohon jantan, dan pohon sempurna

sesuai dengan bunga yang dimilikinya. Pepaya tergolong penyerbuk silang dengan

perantara angin. Bunga berwarna putih dan berbentuk terompet kecil. Mahkota

bunga berwarna kekuningan.

c. Buah

Buah pepaya bergetah. Getahnya semakin hilang pada saat mendekati tua

(matang). Buah yang masak berwarna kuning kemerahan. Buah pepaya berbiji

banyak dalam rongga buah yang lebar. Biji-biji tersebut ada yang berwarna hitam

(fertil) dan ada yang berwarna putih (abortus, tidak tumbuh). Rongga dalam buah

berbentuk bintang jika penampang buahnya dipotong melintang.

d. Akar

Pepaya mempunyai akar tunggang dan akar samping yang lunak dan agak

dangkal. Akar pepaya tumbuh panjang, cenderung mendatar. Jumlahnya tidak

banyak dan lemah (Sunarjono, 2008).

2.1.2 . Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Carica papaya Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae

Universitas Sumatera Utara


9

Ordo : Caricales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica papaya L

2.1.3. Sifat dan Khasiat Pepaya (Carica papaya L)

Buah pepaya rasanya manis dan bersifat netral. Buah pepaya berkhasiat

sebagai pengobatan konstipasi, diare kronis, demam, luka serta alergi. Buah

matang dapat memacu enzim pencernaan, peluruh empedu, penguat lambung dan

antiscorbut. Buah mengkal sebagai pencahar ringan, peluruh kencing,

memperlancar ASI. (Adi, 2006).

Akar tumbuhan pepaya berguna sebagai peluruh kencing (diuretik), obat

cacing, penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji pepaya dapat dipakai untuk

obat cacing dan peluruh haid.

Daun pepaya dapat menambah nafsu makan, meluruhkan haid,

menghilangkan rasa sakit, memudahkan pengeluaran feses (mencegah konstipasi),

anti ambein. Daun pepaya berkhasiat pula sebagai antidiabetes, mencegah anemia,

dan antikanker. Daun pepaya yang masih muda dan agak tua kaya kalsium, sangat

baik untuk pengobatan rematik (encok dan penyakit tulang lainnya). Karpein pada

pepaya merupakan sejenis alkaloid yang dapat mengurangi gangguan jantung, anti

amuba, sebagai peluruh kencing. Getah pepaya (dari buah, daun, maupun batang)

mengandung papain yang bersifat proteolitik (merombak protein) (Adi, 2007;

Sunarjono, 2008).

Universitas Sumatera Utara


10

2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia Daun Pepaya (Carica papaya L)

Sejumlah mineral yang terkandung di dalam pepaya diantaranya kalium,

magnesium, dan antioksidan seperti karoten, vitamin C dan flavonoid, enzim

renin, alkalin pepaya, dan karpein serta enzim papain (Adi, 2006).

Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok fenol terbesar yang ditemukan

di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta

kuning yang ditemukan pada tumbuh-tumbuhan (Lenny, 2006).

Flavonoid termasuk metabolit sekunder tumbuhan yang merupakan golongan

terbesar senyawa fenol alam. Kebanyakan tumbuhan obat mengandung flavonoid

yang telah banyak diketahui menunjukkan beberapa jenis bioaktivitas, di

antaranya adalah anti alergi, antiinflamasi, anti mikroba, anti kanker, anti virus,

anti mutagen, anti trombosis, serta sebagai vasodilator. Selain itu, flavonoid juga

merupakan antioksidan yang memberikan perlindungan terhadap agen oksidatif

dan radikal bebas (Patil et al., 2004).

Senyawa polifenol dan flavonoid dilaporkan mampu menghambat enzim

siklooksigenase serta telah terbukti memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas

(Ebadi, 2001).

Sebagai antiinflamasi, banyak flavonoid menunjukkan penghambatan

terhadap siklooksigenase dan lipoksigenase yang sepertinya berhubungan dengan

aktivitas antioksidan dari flavonoid dan dapat menimbulkan pengaruh lebih luas

karena pembentukan asam arakidonat dan metabolit proinflamasi (prostaglandin,

leukotrien, dan tromboksan) ikut terhambat pula (Miller, 2001).

Menurut Simon and Kerry (2000), senyawa flavonoid, steroid dan tanin

dalam bentuk bebas dan kompleks tanin-protein berkhasiat sebagai anti inflamasi.

Universitas Sumatera Utara


11

Kandungan kimia pepaya meliputi:

a. Daun: enzim papain, alkaloid, pseudo-carpaina, glikosid, karposid dan saponin,

sakarosa, dekstrosa, dan levulosa.

b. Buah: beta karoten, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin

papain, fitokinase.

c. Biji: glucoside cacirin dan karpein.

d. Getah: papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase

(Dalimartha, 2008).

2.2. Inflamasi

Inflamasi didefenisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau

cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun didapat.

Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti

infeksi dan cedera jaringan.Inflamasi dapat berupa inflamasi lokal, sistemik, akut

dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis (Baratawidjaja, 2010).

Petanda respons inflamasi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu tanda

makroseluler, mikroseluler dan biomolekuler. Tanda makroseluler berupa

kemerahan (rubor), bengkak (tumor), panas (calor) dan sakit (dolor) dan

kehilangan fungsi alat yang terkena (functio laesa). Sesudah beberapa menit

terjadinya cedera jaringan, ditemukan vasodilatasi yang menghasilkan

peningkatan volume darah di tempat.Volume darah yang meningkat di jaringan

dapat menimbulkan perdarahan.Dalam beberapa jam sel leukosit menempel pada

sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke

rongga jaringan yang disebut ekstravasasi. Tanda biomelekuler dari terjadinya

Universitas Sumatera Utara


12

suatu inflamasi berupa peningkatan berbagai factor plasma seperti

immunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik,

interleukin, tumor necrosis factor, dan berbagai molekul lainnya.

Inflamasi akut pada umumnya berlangsung dengan awitan yang cepat dan

berlangsung sebentar. Inflamasi akut disertai dengan reaksi sistemik yang disebut

dengan respon fase akut. Pada respon fase akut terjadi perubahan cepat dalam

kadar beberapa protein dalam darah. Inflamasi akut merupakan respon khas

imunitas nonspesifik.

Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti neutrophil, sel mast, basophil,

eosinophil dan makrfage jaringan berperan dalam inflamasi.Sel-sel tersebut

diproduksi dan disimpan sementara sebagai persediaan, masa hidup tidak lama

dan jumlah yang diperlukan pada daerah inflamasi dipertahankan oleh influks sel-

sel baru.

Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi akut, bermigrasi ke

jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut

diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang.Orang dewasa

normal memproduksi lebih dari 1010neutrofil perhari tetapi pada inflamasi dapat

meningkat sampai 10 kali lipat. Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi

dapat meningkat dengan segera dari 5000 µl sampai 30000 µl. Peningkatan

tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum

tulang dan persediaan marginal intravaskular.

Pada penelitian ini karena keterbatasan dana yang ada, maka hanya akan

meneliti dari sisi mikroseluler saja, yaitu berupa jumah leukosit dan hitung jenis

leukosit.

Universitas Sumatera Utara


13

Mekanisme terjadinya inflamasi

Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap

suatu rangsang atau cedera. Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua

fase:

a. Perubahan vaskular

Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang

mendasar untuk reaksi inflamasi akut.Perubahan ini meliputi perubahan aliran

darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi

dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang

disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi

merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh

darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya

sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel

darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan

benda-benda asing.

b. Pembentukan cairan inflamasi

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel

darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah

yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan

terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit

Cara kerja AINS sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis

prostaglandin, dimana kedua jenis cyclooxygenase diblokir. AINS yang ideal

diharapkan hanya menghambat COX II (peradangan) dan tidak COX I

Universitas Sumatera Utara


14

(perlindungan mukosa lambung), juga menghambat lipooxygenase (pembentukan

leukotrien).

Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya

permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum

proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function

laesa. Selama proses inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan

secara lokal antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5-HT), faktor kemotatik,

bradikinin, leukotrien, dan PG (Baratawidjaja, 2010).

Gambar 2.1. Skema proses terjadinya inflamasi akut

Universitas Sumatera Utara


15

Gambar 2.2. Skema terjadinya inflamasi (Biocarta, 2013)

Mediator inflamasi

Gejala inflamasi akut ditandai dengan penglepasan berbagai macam

mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini disertai

aktivasi komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan sel-sel inflamasi

masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas,

neutrofilia dan protein fase akut..

Inflamasi akut berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi seperti

IL-1, IL-6, dan IL-8. Sitokinin merangsang hati untuk membentuk sejumlah

protein yang disebut protein fase akut yang terdiri atas a1-antitripsin, komplemen

(C3 dan C4), CRP, fibrinogen, dan haptoglobin.

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan

migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan

Universitas Sumatera Utara


16

(inflamasi) diantaranya adalah histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin.

Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyaknya

mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler. Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal

menimbulkan rasa sakit, vasidilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan

berperan meningkatkan potensi prostaglandin.

Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator

inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya

terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada

dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan

oleh suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2

diaktivasi untuk mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat.

Sebagai penyebab inflamasi, prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi

kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan

secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien. Prostaglandin mampu

menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat pada

terjadinya nyeri, inflamasi dan demam.

2.3. Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah

putih. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit;

monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis:

leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat

dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.

Universitas Sumatera Utara


17

Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit

tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). (Guyton, 2006)

Leukosit dan turunannya berperan sebagai (1) menahan invasi oleh

patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya bakteri dan virus) melalui

proses fagositosis; (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang

muncul di dalam tubuh; dan (3) berfungsi sebagai ”petugas pembersih” yang

membersihkan ”sampah” tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel

yang mati atau cedera. Yang terakhir penting dalam penyembuhan luka dan

perbaikan jaringan . Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama

menggunakan strategi ”cari dan serang” yaitu sel-sel tersebut pergi ke tempat

invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di

dalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan atau

penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan. (Sherwood, 2007)

Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai

absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit atau

beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal dirangsang,

baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis.

2.4. Hitung Jenis Leukosit

Leukosit tidak memiliki hemoglobin (berbeda dengan eritrosit), sehingga

tidak berwarna (putih) kecuali jika diwarnai secara khusus agar dapat terlihat di

bawah mikroskop. Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi

identik, dan jumlahnya konstan, tetapi leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi

dan jumlah. Terdapat lima jenis leukosit yang bersirkulasi yaitu neutrofil,

Universitas Sumatera Utara


18

eosinofil, basofil, monosit dan limfosit dan masing-masing dengan struktur serta

fungsi yang khas. Mereka semua berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit.

Kelima jenis leukosit tersebut dibagi ke dalam dua kategori utama,

bergantung pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula di sitoplasma

sewaktu dilihat di bawah mikroskop. Neutrofil, eosinofil, dan basofil

dikategorikan sebagai granulosit (sel yang banyak mengandung granula) atau

polimorfonukleus (banyak bentuk nukleus). Nukleus sel-sel ini tersegmentasi

menjadi beberapa lobus dengan beragam bentuk, dan sitoplasma mereka

mengandung banyak granula terbungkus membran.

Sel leukosit utama yang terlibat dalam mekanisme inflamasi iakut adalah

neutrofil. Neutrofil kadang disebut “Soldier of the Body” karena merupakan sel

pertama yang dikerahkan ke tempat inflamasi. Eutrofil merupakan sebagian besar

dari leukosit dalam sirkulasi darah. Neutrofil biasanya hanya berada dalam

sirkulasi kurang 7-10 jam sebelum bermigraai ke jaringan. Butir-butir azurofilik

primer (lisosom) mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase, dan

neuromidase (lisozim), sedang butir-butir sekunder atau spesifik

mengandunglaktoferin dan lisozim. Neutrofil mempuyai reseptor untuk Ig G dan

komplemen. Neutrofil yang bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan

terrinfeksi dengan cepat dilengkapi denga berbagai reseptor seperti TLR2 (Toll

like receptor), TLR4.

Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-

masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel

maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/ μl). Hitung jenis

leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari netrofil

Universitas Sumatera Utara


19

segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga

bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan

lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung jenis

leukosit, didapatkan eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah

leukosit / μl perlu dikoreksi.

2.5 Obat-obat Anti-Inflamasi

Obat-obat inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan

atau merangsang peradangan. Obat anti-inflamasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu:

Steroida dan NSAID

Obat Anti- Inflamasi golongan Steroida

Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali

dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan.

Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis

mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit

sendi (Katzung, 2009).

Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan yang disebabkan

karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta

penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal

glukokortikoid bekerja singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang

menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan (Katzung, 2009).

Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk

merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja

enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan

Universitas Sumatera Utara


20

asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrin (LT),

prostasiklin dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase

dan lipooksigenase, sedangkan NSAID (Non-Steroid Antiinflammatory Drugs)

hanya memblok jalur siklooksigenase (Katzung, 2009).

Efek glukokortikoid pada arthritis rheumatoid bersifat segera. Contoh

senyawa yang termasuk golongan ini adalah hidrokortison, prednisolon,

betametason, triamsinolon dan sebagainya (Katzung, 2009).

Obat Anti-Inflamasi golongan Non Steroid

Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur

kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat

farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma (pukulan,

benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada memar akibat olah

raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini

mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tjay, 2002). Obat-obat anti-inflamasi

non steroid (AINS) terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim

siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase (Mycek, 2001).

Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok

obat yang secara kimia tidak sama, berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan

antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim

siklooksigenase. Aspirin adalah prototipe dari kelompok ini yang paling umum

digunakan (Mycek, 2001).

Aktivitas antiinflamasi obat AINS mempunyai mekanisme kerja yang sama

dengan aspirin terutama bekerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin.

Universitas Sumatera Utara


21

Tidak seperti aspirin, obat-obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang

reversibel. Selektivitas terhadap COX I dan COX II, bervariasi dan tak lengkap.

Misalnya aspirin, indometasin, piroksikam dan sulindak dianggap lebih efektif

menghambat COX I, metabolit aktif nabumeton sedikit lebih selektif terhadap

COX II. Dari obat AINS yang tersedia, indomethacin dan diklofenak dapat

mengurangi sintesis baik prostaglandin maupun leukotrin (Katzung, 2009). Obat-

obat antiinflamasi non steroid adalah ibuproven, indomethacin, ketorolak,

naporekson dan sebagainya.

Indomethacin

Indomethacin merupakan derivat indol asam asetat. Obat ini sudah dikenal

sejak 1963 untuk pengobatan arthritis remathoid dan sejenisnya. Indomethacin

memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding

dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indomethacin memiliki efek analgesik

perifer maupun sentral. In vitro indomethacin menghambat enzim

siklooksigenase.

Obat ini merupakan penghambat sintesis prostaglandin terkuat dan diabsorpsi

dengan baik setelah pemberian oral dan sebagian besar terikat dengan protein

plasma (Katzung, 2009).

Indomethacin dipilih sebagai kontrol positif sebagai obat antiinflamasi

untuk dibandingkan efeknya terhadap ekstrak metanol dan n-heksan dari daun

pepaya. Hal ini disebabkan karena indomethacin telah mempunyai profil

farmakologi yang lengkap, dan telah sering digunakan sebagai standar dalam

penelitian-penelitian untuk menguji efek antiinflamasi suatu zat.

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.3. Struktur Molekul Indomethacin

Absorbsi dari usus baik dan cepat, secara rektal sangat tergantung dari basis

suppositoria yang digunakan.Kira-kira 92-99% Indomethacin terikat protein

plasma. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam. Ekskresi berlangsung separuh

sebagai glukoronida dengan kemih, separuh dengan tinja.

Efek-efek samping indomethacin tergantung dosis, antara lain gangguan

lambung dan usus, perdarahan akut (juga pada perdarahan rektal), dan efek

ulcerogen, begitu pula efek-efek terhadap susunan saraf pusat dengan nyeri

kepala, pusing, tremor, dan depresi.

2.6. Karagenan

Karagenan merupakan sulfat polisakarida bermolekul besar sebagai induktor

inflamasi yang bekerja dengan cara Lipopolysaccharide (LPS)-induced

Macrophage Activation.

Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya inflamasi antara

lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin

sulfat, lamda karagenan 1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak

kaki tikus.

Pemilihan karagenan sebagai penginduksi radang dipilih karena memiliki

beberapa keuntungan yaitu: tidak meninggalkan bekas, dapat digunakan dalam

pengujian antiinflamasi pada keadaaan akut, tidak menimbulkan kerusakan

Universitas Sumatera Utara


23

jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi

dibanding senyawa iritan lainnya.

Karagenan memiliki beberapa tipe, yaitu lambda (λ) karagenan, iota (i) karagenan

dan kappa (k) karagenan. Lambda (λ) karagenin dibandingkan dengan jenis

karagenin yang lain, menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik

dan tidak keras .

Winter,1983 pertama sekali memakai karagenan sebagai zat penginduksi

radang untuk pengujian antiinflamasi, dimana karagenan bekerja menurut prinsip

‘log dose-response’, sehingga dapat dilakukan uji antiinflamasi dengan

menggunakan sedikit sampel dan dalam waktu beberapa jam saja.

Urutan peristiwa pada inflamasi akibat karagenan pada kaki (cakar) tikus

adalah sebagai berikut: karagenan yang merupakan suatu lipopolisakarida akan

menyebabkan teraktivasinya makrofag, selanjutnya mediator yang pertama-tama

dilepaskan yaitu yaitu histamin dan serotonin, diikuti oleh fase kedua, yaitu

pelepasan kinin yang mempertahankan peningkatan kepermeabelan pembuluh

darah. Hal kemidian diikuti oleh fase ketiga, yaitu pelepasan prostaglandin yang

bersamaan dengan migrasi leukosit ke lokasi radang. Zat antiradang nonsteroid

menekan migrasi ini. Pengaktifan dan pelepasan semua mediator yang telah

disebutkan di atas, tergantung pada sistem komplemen yang utuh. (Hamor,

G.H.1996, Zheng et al., 2012)

Karagenan diketahui menginduksi inflamasi berdasarkan rheumatological

models, secara molecular karagenan menginduksi produksi Interleukin 8 yang

berfungsi mengaktifkan Natural killer (NK) yang meningkatkan pelepasan Tumor

Universitas Sumatera Utara


24

Necrosis Factor -alpha (TNF-α), yang selanjutnya akan menarik neutrofil ke

tempat cedera. (Borthakur, 2006)

Karagenan akan meningkatkan akumulasi leukosit yang akan

meningkatkan kadar leukosit dan proses ini dihambat oleh Indomethacin. (Zheng

et al., 2012)

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan

menggunakan tikus Wistar jantan. Metodologi penelitian meliputi penyiapan

sampel, pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana dengan cara maserasi daun

pepaya, pengujian efek antiinflamasi.

3.2 . Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakologi Farmasi Universitas

Sumatera Utara, laboratorium Kimia Organik Bahan AlamFMIPA Universitas

Sumatera Utara dan laboratorium Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3.3. Populasi Penelitian

Adapun populasi penelitian ini digunakan tikus Wistar jantan (Rattus

norvegicus) yang diperoleh dari FMIPA USU.

3.4. Sampel Penelitian

Kriteria Inklusi:

1. Tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar, berat badan 150 - 250

gram, berusia 8 minggu

2. Sehat, diketahui dari Tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar tidak

cacat secara anatomi

25

Universitas Sumatera Utara


26

Kriteria Eksklusi:

Tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar yang tidak sehat

Besar Sampel

Sampel penelitian adalah 36 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus) strain Wistar

yang dipilih dengan teknik acak sederhana. Sampel dibagi ke dalam 6 kelompok

perlakuan, masing-masing menggunakan 6 ekor tikus.

3.5. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas yaitu ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya (Carica

papaya L)

b. Variabel tergantung uji antiinflamasi (jumlah dan hitung jenis leukosit)

c. Variabel Kendali

Variable kendali adalah variabel luar yang dapat dikendalikan melalui

homogenisasi, yaitu:

i. Umur, Tikus berusia + 3 bulan.

ii. Variasi genetik, Tikus Wistar.

iii. Jenis kelamin, semua tikus yang digunakan dalam penelitian ini

berjenis kelamin jantan.

iv. Suhu lingkungan, tikus ditempatkan dalam ruangan dengan suhu

28 – 30ºC.

v. Jenis makanan, makanan berupa pakan standar, diberikan pada

tikus dua kali sehari, setiap pagi dan sore hari berupa pellet dengan

Universitas Sumatera Utara


27

dosis 20 g/ekor/hari. Pakan standar adalah CP 551 berupa pelet

produksi PT. Charoen Pokphan.

vi. Kondisi psikologis, Kondisi psikologis tikus dapat dipengaruhi

oleh perlakuan yang berulang kali. Keadaan stres memacu produksi

hormon epinefrin, norepinefrin, kortikotropin dan glukokortikoid

yang akan meningkatkan tekanan darah (Guyton dan Hall, 2007).

Pengaruh ini dapat dikurangi dengan adanyawaktu adaptasi

sebelum percobaan dan pemisahan subyek penelitian dalam

kandang yang terpisah.

vii. Variabel terkendali, yaitu jenis kelamin, umur, berat badan,

makanan, lingkungan.

3.6. Definisi Operasional

a. Inflamasi akut Tikus jantan strain wistar jantan merupakan proses infamasi

yang dilihat melalui jumlah dan hitung jenis leukosit yang diperiksa dari darah

ekor tikus

b. Ekstraksi dau pepaya adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.

c. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya

matahari langsung.

d. Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengadukan dengan temperatur ruangan.

Universitas Sumatera Utara


28

3.7. Etika Penggunaan Binatang Percobaan

Penggunaan dan penanganan hewan di laboratorium penelitian dilakukan

sesuai dengan aturan etika penelitian hewan coba yang diatur dalam Deklarasi

Helsinki untuk memperoleh “Ethical clearance” dari komite etik dan komite

ilmiah penelitian FMIPA Biologi USU Medan.

3.8. Alat dan Bahan Penelitian

3.8.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah pipet tetes, timbangan, tabung uji (vial), wadah

bening, aerator, lampu, alat-alat gelas laboratorium (seperti beaker glass, labu

takar, erlenmeyer dan sebagainya), blender (Nowake), neraca listrik (Chyo JP 2-

6000), neraca hewan (Presica Geniwigher, GW-1500), alat PK-air (Azeotropi),

KLT, rotary evaporator (Buchi R-114), freeze dryer (Modulyo, Edwars, serial no:

3985), cawan porselen, mortar dan stamfer, oral sonde tikus, spuit (ukuran 1 ml

dan 3 ml), corong pisah, kandang tikus, Stop watch, pipet Leukosit, kamar hitung

Improve Neubaeur, Objek glass (kaca objek) dan deck glass, mikroskop cahaya

3.8.2 Bahan

Bahan yang digunakan daun pepaya, metanol, n-heksana, air suling,

karagenan, indomethacin, besi (III) klorida, toluene, asam klorida (p), natrium

hidroksida, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat, asam sulfat (p), merkuri (II)

klorida, kalium iodida, iodium, α-naftol, asam nitrat, bismuth nitrat, darah EDTA,

Larutan Turk untuk hitung jumlah leukosit, larutan Giemsa untuk pembuatan

Universitas Sumatera Utara


29

hapusan darah yang berguna untuk pemeriksaan hitung jenis leukosit, minyak

imersi

3.9. Rancangan Percobaan

3.9.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi menurut Materia Medika Indonesia jilid V.

3.9.1.1. Asam klorida 2 N

Sebanyak 20 ml HCl(p) diencerkan dengan air suling sampai 100 ml.

3.9.1.2. Besi (III) klorida 10% b/v

Sebanyak 10 g FeCl3 dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml.

3.9.1.3.Natrium hidroksida

Sebanyak 8 gram kristal NaOH dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

3.9.1.4.Timbal (II) asetat

Sebanyak 15,17gram kristal timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling

hingga 100 ml

3.9.1.5.Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 gram kalium iodide dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambahkan 2 gram iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambahkan

air suling hingga 100 ml.

3.9.1.6.Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 gram bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml

kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 gram dalam 50

ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml.

Universitas Sumatera Utara


30

3.9.1.7.Pereaksi Mayer

Sebanyak 5 gram kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air suling kemudian

ditambahkan larutan 1,36 gram merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling.

Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.9.1.8.Pereaksi Molish

Sebanyak 3 gram α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5N secukupnya

hingga 100 ml.

3.9.2. Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan meliputi determinasi tumbuhan, pengumpulan bahan dan

pembuatan simplisia.

3.9.2.1.Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan oleh Laboratorium Taksonomi

Tumbuhan FMIPA USU.

3.9.2.2.Pengumpulan Bahan

Sampel yang digunakan adalah daun pepaya yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat sebagai bahan baku sayuran. Sampel diambil dari kebun pepaya di

Medan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tempat tumbuh di daerah lain.

3.9.3 Pembuatan Simplisia

Daun pepaya dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air bersih, ditiriskan.

Daun dikering anginkan tanpa terkena cahaya matahari. Simplisia yang diperoleh

diserbuk dengan blender dan disimpan dalam wadah yang sesuai.

Universitas Sumatera Utara


31

3.9.3.1. Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia Serbuk Simplisia

Dilakukan pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin,

tannin, steroid.

3.9.3.1.1. Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 500 mg serbuk simplisia ditambahkan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml air

suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring.

Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk

endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan

terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan

terbentuk endapan berwarna merah atau jingga.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dengan 2

atau 3 percobaan diatas.

3.9.3.1.2. Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 gram serbuk simplisia disari dengan 30 ml etanol 95% dan air

suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, lalu direfluks selama 1 jam. Didinginkan

dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambah dan didiamkan selama 5 menit, disaring.

Filtrat disari tiga kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2

bagian isopropanol. Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50 0C.

Sisa dilarutkan dengan 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan ke tabung reaksi,

selanjutnya diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5

Universitas Sumatera Utara


32

tetes larutan pereaksi Molish. Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat

melalui dinding tabung, akan terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan

menunjukkan adanya glikosida.

3.9.3.1.3. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 gram serbuk dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan

10 ml air panas, kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1

cm sampai 10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang

dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, menunjukkan adanya saponin.

3.9.3.1.4. Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 0,5 g serbuk direfluks dengan 10 ml metanol selama 10 menit,

kemudian disaring. Filtratnya diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin

ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, dan didiamkan. Lapisan

metanol diambil, lalu diuapkan pada suhu 40 0C, sisanya dilarutkan dalam 1 ml

etanol, kemudian ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml asam klorida

pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya

flavonoida.

3.9.3.1.5. Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 500 mg sampel disari dengan 10 ml air, disaring, lalu diencerkan

sampai hampir tidak berwarna. Kepada 2 ml larutan sampel ditambahkan 1-2 tetes

larutan FeCl3 10 % dan diperhatikan warna yang terjadi, warna biru, biru-hitam,

hijau atau biru-hijau dan endapan menunjukkan adanya tanin.

3.9.3.1.6. Pemeriksaan Steroida

Sejumlah 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam,

disaring. Filtrat digunakan untuk reaksi berikut: 5 ml larutan eter diuapkan di

Universitas Sumatera Utara


33

dalam cawan penguap, ke dalam sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan

1 tetes asam sulfat(p). reaksi steroida positif bila terjadi warna merah-ungu atau

biru-hijau.

3.9.4. Pembuatan Ekstrak Metanol dan n-Heksana

3.9.4.1. Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Pepaya

Sebanyak 1000 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana

bertutup dan dibasahi dengan sejumlah cairan penyari metanol, dimaserasi selama

48 jam. Cairan disaring hingga diperoleh cairan berwarna, diulangi hingga tiga

kali. Maserat dirotavapor hingga menjadi ekstrak agak pekat, selanjutnya metanol

diuapkan hingga tidak bersisa. Hasil akhir berupa ekstrak pekat. Untuk

penggunaan pada hewan coba, ekstrak pekat dikeringkan hingga membentuk

serbuk.

3.9.4.2. Pembuatan Ekstrak n-Heksana Daun Pepaya

Sebanyak 1000 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana

bertutup dan dibasahi dengan sejumlah cairan penyari n-heksana, dimaserasi

selama 48 jam. Cairan disaring hingga diperoleh cairan berwarna, diulangi hingga

tiga kali. Maserat dirotavapor hingga menjadi ekstrak agak pekat, selanjutnya n-

heksana diuapkan hingga tidak bersisa. Hasil akhir berupa ekstrak pekat. Untuk

penggunaan pada hewan coba, ekstrak pekat dikeringkan hingga membentuk

serbuk.

Universitas Sumatera Utara


34

1000 gram daun pepaya

Dicuci, dikeringkan, diserbuk

Dimaserasi dengan metanol / n-heksana selama 48 jam (diulangi 3x)

Ekstrak metanol / n-heksana Residu


Diskrining fitokimia

Dirotavapor

Ekstrak metanol / n-heksana sedikit pekat

Diuapkan metanol/n-heksana dengan penangas air

Ekstrak pekat metanol / n-heksana

Gambar 3.1. Diagram proses pembuatan ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya

3.9.5. Penyiapan Bahan Uji, Kontrol, dan Obat Pembanding

Ekstrak metanol dan n-heksana daun pepaya dibuat dalam bentuk suspensi

menggunakan CMC 1 %. Obat pembanding indomethacin dibuat dalam bentuk

suspensi menggunakan CMC 1% dengan dosis 5 mg/kg BB. Kontrol yang

digunakan adalah suspensi CMC 1% dalam air suling.

3.9.6. Penyiapan Induktor Radang

Dibuat karagenan 1 % dalam air suling kemudian diaktifkan dengan cara

menginkubasinya pada suhu 37 0C selama 24 jam.

Universitas Sumatera Utara


35

3.9.7. Persiapan Hewan Coba

Dua minggu sebelum pengujian, hewan percobaan dipelihara pada kandang

yang mempunyai ventilasi yang baik dan selalu dijaga kebersihannya. Hewan

yang sehat ditandai dengan kenaikan berat badan yang teratur dan memperlihatkan

gerakan yang lincah.

3.9.8. Prosedur Pengujian Antiinflamasi

3.9.8.1. Penelitian inflamasi akut

Pada hari pengujian, masing-masing hewan ditimbang. Sebelum

perlakuan, diambil darah dari pangkal ekor tikus, kenudian dilakukan pemeriksaan

jumlah leukosit dengan alat Haemocytometer dan pemeriksaan hitung jenis

leukosit. Kemudian pada masing-masing kelompok (P0-P5) diberikan perlakuan

seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3.1. Perlakuan hewan coba pada percobaan inflamasi akut

No Kelompok Perlakuan Jumlah

1 Kelompok P0 Salin (per oral) 6

2 Kelompok P1 Indomethacin 10 mg/kgBB (per oral) 6

3 Kelompok P2 Ekstrak metanol daun pepaya dosis I (250 mg/kg) 6

4 Kelompok P3 Ekstrak metanol daun pepaya dosis II(500mg/kg) 6

5 Kelompok P4 Ekstrak n heksana daun pepaya dosis I(250 mg/kg) 6

6 Kelompok P5 Ekstrak n heksana daun pepaya dosis II(500mg/kg) 6

Satu jam kemudian masing-masing telapak kaki tikus disuntik secara

intraplantar dengan metode subkutan dengan 0,1 ml larutan karagenan 1 %

Universitas Sumatera Utara


36

subkutan. Setelah 3 jam dan enam jam dari penyuntikan karagenan diambil lagi

dari pangkal ekor tikus, kenudian dilakukan pemeriksaan jumlah leukosit dengan

alat Haemocytometer dan pemeriksaan hitung jenis leukosit.

Secara skematis alur prosedur penelitian digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2. Alur Prosedur Penelitian

Universitas Sumatera Utara


37

3.10. Prosedur Pemeriksaan Jumlah Leukosit

Alat yang diperlukan :

a. Pipet Leukosit

b. Kamar hitung Improved Neubauer

c. Deck glass

Reagensia : Larutan Turk, saring sebelum dipakai

Cara Pemeriksaan :

1. Sampel darah kapiler atau darah EDTA / Oksalat Wintrobe

2. Pipet lekosit diisi dengan darah sampai garis 0,5 bila diduga lekopeni

sampai garis 1, bersihkan ujung pipet dengan kertas tissue

3. Sambil menahan darah pada ujung pipet, isi pipet dengan larutan Turk

sampai angka 11, letakkan pipet horizontal untuk menghindari

mengalirnya larutan keluar

4. Ujung pipet ditekan dengan kedua jari kemudian digoyang membuat angka

8 selama 3 sampai 5 menit

5. Buang 3 tetes larutan tersebut, kemudian dnegan membuat sudut 30 derajat

teteskan larutan ke dalam kamar hitung yang telah ditutup dengan kaca

penutup

6. Diamkan kamar hitung selama 2 menit

7. Hitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x bidang besar kamar.

Hitung A+B+C+D

8. Perhitungan :Pengencer pipet 20 x luas bidang besar 1 mm2 dan tinggi

kamar hitung 1/10 mm. Lekosit yang dihitung dalam 4 bidang besar adalah

Universitas Sumatera Utara


38

A+B+C+D, jumlah luasnya 4 mm3. Faktor perkalian 50 kali Jumlah

lekosit adalah (A+B+C+D) x 50 /mm3

3.11. Prosedur pemeriksaan hitung jenis leukosit

3.11.1. Cara membuat sediaan hapus

1. Letakkan satu tetes kecil darah, pada 2 - 3 mm dari ujung kaca objek.

Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30 - 45 derajat terhadap kaca

objek di depan tetes darah.

2. Tarik kaca penghapus ke belakang sehingga menyentuh tetes darah,

tunggu sampai darah menyebar pada sudut tersebut.

3. Dengan gerak yang mantap doronglah kaca penghapus sehingga terbentuk

hapusan darah sepanjang 3-4 cm pada kaca objek.

4. Biarkan hapusan darah mengering di udara.

3.11.2. Cara mewarnai sediaan hapus

1. Letakkan sediaan hapus pada dua batang gelas di atas bak tempat

pewarnaan.

2. Fiksasi sediaan hapus dengan metanol absolut selama 2-3 menit.

3. Genangi sediaan hapus dengan zat warna Giemsa 5%. Biarkan selama 20-

30 menit.

4. Bilas dengan air, mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih kuat

dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna. Biarkan

mongering.

Universitas Sumatera Utara


39

3.11.3. Pemeriksaan hitung jenis leukosit

1. Periksa hapusan darah yang telah diwarnai dan dikeringkan di bawah

mikroskop dengan pembesaran 10 x, cari bagian dimana eritrosit tersebar

merata. Biasanya terdapat di bagian tipis sediaan.

2. Lensa obyektif diganti dengan pembesaran 40x, kemudian 100x dan

sediaan diberi minyak emersi.

3. Golongkan dan catat tiap sel berinti pada daerah yang dilalui sampai genap

100 sel. Kemudian masing-masing dibuat persentasenya.

3.12. Analisa Data

Data-data pengamatan efek antiinflamasi ekstrak metanol dan n-heksana

daun pepaya dianalisis dengan Anova rancangan acak lengkap. Dari setiap tikus

wistar jantan diambil sampel darah sebanyak 3 kali yaitu pada saat:

1. Sebelum tikus wistar jantan diberikan karagenan

2. 3 jam setelah tikus wistar jantan disuntikkan karagenan

3. 6 jam setelah tikus wistar jantan disuntikkan karagenan

Dari ketiga jenis data tersebut untuk setiap kelompoknya dilakukan analisis

statistik dengan menggunakan Repeated Anova bila data memiliki sebaran

normal, namun jika sebaran data tidak normal dilakukan Uji Statistik Friedman,

dan bila didapati perbedaan dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu Wilcoxon.

Untuk menguji adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok uji digunakan

uji Student Newman Keuls (uji SNK). Data diproses dengan SPSS 15,0 dan diuji

secara uji Anova, dimana hasil uji statistik akan bermakna jika α ≤ 0,05.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pengumpulan data hasil penelitian yang telah dilakukan digambarkan

dalam bentuk grafik histogram. Parameter pengukuran adalah jumlah leukosit

dan hitung jenis leukosit dari tikus Wistar jantan (Tabel 4.1., 4.2., dan 4.3.)

Tabel 4. 1. Hasil pemeriksaan kandungan daun pepaya

Zat alkaloid flavonoid glikosida saponin tannin

Posif/Negatif + + - + +

Tabel 4.2. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan
sebelum dilakukan penyuntikan karagenan
Kelompok Hitung Jenis Leukosit (%) Jumlah Leukosit
n
Perlakuan Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit (/mm3)

P0 6 4,7 ± 0,52 1,8 ± 0,41 19,3 ± 1,21 69,8 ± 0,75 4,3 ± 1,03 6316,7 ± 160,21

P1 6 4,8 ± 0,75 2,3 ± 0,52 19,8 ± 1,17 67,1 ± 2,07 5,3 ± 1,63 6316,7 ± 147,20

P2 6 4,7 ±0,52 2,0 ± 0,63 19,2 ± 1,17 69,8 ± 1,47 4,3 ± 1,21 6333,3 ± 163,30

P3 6 4,5 ± 0,84 2,0 ± 0,63 18,7 ± 1,37 69,8 ± 1,72 5,0 ± 1,26 6433,3 ± 216,02

P4 6 4,5 ± 0,55 2,0 ± 0,63 20,2 ± 1,72 69,2 ± 1,33 4,2 ± 0,98 6366,7 ± 206,56

P5 6 4,8 ± 0,41 1,5 ± 0,55 18,8 ± 1,47 70,0 ± 1,26 4,8 ± 0,75 6416,7 ± 116,90

Tabel 4.3. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan 3 jam
setelah dilakukan penyuntikan karagenan
Kelompok Hitung Jenis Leukosit (%) Jumlah Leukosit
n
Perlakuan Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit (/mm3)
P0 6 2,3 ± 0,52 1,3 ± 0,82 35,2 ± 1,17 55,5 ± 1,38 5,7 ± 0,52 6933,3 ± 206,56
P1 6 3,2 ± 0,98 1,8 ± 0,41 27,0 ± 1,41 64,3 ± 0,82 3,7 ± 0,52 6566,7 ± 103,28
P2 6 3,2 ± 0,98 2,0 ± 0,00 24,7 ± 1,63 65,5 ± 1,05 4,7 ± 1,03 6750 ± 104,88
P3 6 3,0 ± 0,63 2,0 ± 0,00 24,5 ± 0,55 67,8 ± 0,75 2,7 ± 0,82 6700 ± 228,04
P4 6 1,5 ± 0,55 0,7 ± 0,52 33,3 ± 2,16 59,2 ± 2,14 5,3 ± 0,82 7000 ± 141,42
P5 6 2,5 ± 0,55 0,8 ± 0,41 28,8 ± 0,98 62,5 ± 1,87 5,3 ± 1,21 6916,7 ± 172,24

40

Universitas Sumatera Utara


41

Tabel 4.4. Jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan 6 jam
setelah dilakukan penyuntikan karagenan
Kelompok Hitung Jenis Leukosit (%) Jumlah Leukosit
n
Perlakuan Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit (/mm3)osit
P0 6 0,0 ± 0,00 0,0 ± 0,00 51,2 ± 1,33 42,0 ± 1,41 6,8 ± 0,8 8466,7 ± 163,3
P1 6 3,7 '± 0,52 1,8 ± 0,41 22,5 ± 1,52 68,8 ± 2,04 3,2 ± 0,4 6366,7 ± 103,28
P2 6 2,7 ± 0,52 1,2 ± 0,41 21,5 ± 1,05 70,7 ± 1,51 4,0 ± 0,9 6950,0 ± 104,88
P3 6 3,2 ± 0,41 2,0 ± 0,00 16,8 ± 1,33 75,2 ± 1,94 ,2,8 ± 0,8 6416,7 ± 231,66
P4 6 1,7 ± 0,52 0,0 ± 0,00 43,2 ± 0,98 48,3 ± 1,21 6,8 ± 0,8 8016,7 ± 172,34
P5 6 1,5 ± 0,55 0,8 ± 0,41 44,5 ± 1,05 48,5 ± 0,84 4,7 0,5 7766,7 ± 163,30

Keterangan:
Nilai hitung jenis leukosi dan jumlah leukosit ditampilkan dalam bentuk x ±SD

Kelompok P0 Salin (per oral)


Kelompok P1 Indomethacin 10 mg/kgBB (per oral)
Kelompok P2 Ekstrak metanol daun pepaya dosis I (250mg/kg)
Kelompok P3 Ekstrak metanol daun pepaya dosis II (500mg/kg)
Kelompok P4 Ekstrak n-heksana daun pepaya dosis I (250mg/kg)
Kelompok P5 Ekstrak n-heksana daun pepaya dosis II (500mg/kg)
x= rerata dalam kelompok, SD =Standar deviasi dalam kelompok

Jumlah Leukosit
10000

9000

8000
JUMLAH LEUKOSIT (/MM3)

7000

6000
Pre
5000
3H
4000
6H
3000

2000

1000

0
P0 P1 P2 P3 P4 P5
KELOMPOK PERLAKUAN

Gambar 4.1. Perbandingan Jumlah leukosit sebelum, 3 jam dan 6 jam sesudah
penyuntikan karagenan
(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Universitas Sumatera Utara


42

Dari gambar 4.1. diatas dapat dilihat peningkatan jumlah leukosit yang nyata pada

jam ke-3 dan ke-6 pada kelompok P0, P2, P4 dan P5(p<0,05). Pada kelompok P1

dan P3tidak terdapat perbedaaan yang nyata (p> 0,05)jumlah leukosit pada jam

ke-3 dan ke-6 setelah pemberian karagenan.

Hitung Jenis Eusinofil


6

4.7 4.8 4.7 4.8


4 4.5 4.5
Eusinofil (%)

3.7
3
3.2 3.2 3.0 3.2
2.7 2.5
2 2.3

1 1.5 1.7 1.5


0.0
0
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kelompok Perlakuan

Pre 3H 6H

Gambar 4.2. Perbandingan Hitung jenis eosinofil sebelum, 3 jam dan 6 jam
sesudah penyuntikan karagenan
(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.2. diatas dapat dilihat bahwa terdapat penurunan yang nyata jumlah

hitung jenis eusinofil pada kelompok P0 (p<0,05) pada 3 jam dan 6 jam sesudah

pemberian karagenan terhadap hitung jenis eosinofil sebelum pemberian

karagenan yang merupakan kontrol negatif. Pada kelompok P1,P2, P4, P5

(p<0,05)terdapat perbedaan yang signifikan antara hitung jenis eosinofil sebelum

dan sesudah pemberian karagenan

Universitas Sumatera Utara


43

Pada kelompok P1,P2,P4 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara

hitung jenis eosinofil jam ke-3 dan jam ke-6 setelah pemberian karagenan

Pada kelompok P3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara

hitung jenis eosinofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

Hitung Jenis Basofil


3

2
Basofil
(%)

0
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kelompok Perlakuan

Pre 3H 6H

Gambar 4.3. Perbandingan hitung jenis basofil sebelum, 3 jam sesudah dan 6 jam
sesudah penyuntikan karagenan
(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.3. di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok P0,P4,P5 terdapat

penurunan yang signifikan (p<0,05) dari jumlah hitung jenis basofil sebelum dan

sesudah pemberian karagenan. Pada kelompok P1,P2,P3 tidak terdapat perbedaan

yang signifikan (p>0,05) dari jumlah hitung jenis basofil sebelum dan sesudah

pemberian karagenan.

Universitas Sumatera Utara


44

Hitung Jenis Neutrofil


60
55
50
45
40
Neutrofil

35
(%)

30
25
20
15
10
5
0
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kelompok Perlakuan

Pre 3H 6H

Gambar 4.4. Perbandingan hitung jenis neutrofil sebelum, 3 jam sesudah dan 6
jam sesudah penyuntikan karagenan
(pre=sebelum, 3h=3 jam sesudah penyuntikan, 6h=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.4. di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok P0, P1, P2, P3, P4

dan P5 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) aantara jumlah hitung jenis

neutrofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

Universitas Sumatera Utara


45

Hitung Jenis Limfosit


90

80

70

60
Limfosit (%)

50

40

30

20

10

0
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kelompok Perlakuan

Pre 3H 6H

Gambar 4.5. Perbandingan Hitung jenis Limfosit sebelum, 3 jam dan 6 jam
sesudah penyuntikan karagenan
(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar 4.5. dapat dilihat bahwa perbedaan yang signifikan hitung jenis

limfosit pada kelompok P0,P1, P2, P3, P4 dan P5 (p<0,05) sebelum dan sesudah

pemberian karagenan.

Universitas Sumatera Utara


46

Hitung Jenis Monosit


8

5
Monosit (%)

0
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kelompok Perlakuan

Pre 3H 6H

Gambar 4.6. Perbandingan hitung jenis monosit sebelum, 3 jam sesudah dan 6 jam
sesudah penyuntikan karagenan
(Pre=sebelum, 3H=3 jam sesudah penyuntikan, 6H=6 jam sesudah penyuntikan)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah hitung jenis

monosit yang signfikan (p<0,05) pada kelompok P0, P3, P4 dan P4. Pada

kelompok P1, P2, P5tidak terdapat perbedaan hitung jenis monosit sebelum dan

sesudah pemberian karagenan (p>0,05)

4.2. Pembahasan

Dari data yang didapat, dapat disimpulkan bahwa hitung jenis leukosit

meningkat secara signifikan dengan stimulasi oleh karagenan (kelompok P0).

Pemberian indomethacin dan ekstrak metanol daun pepaya pada dosis 500mg/kg

dapat menahan peningkatan jumlah leukosit sehingga setelah penyuntikan

karagenan didapati jumlah leukosit yang tidak berbeda secara signifikan, sehingga

Universitas Sumatera Utara


47

dapat disimpulkan bawah ekstrak metanol daun pepaya dengan dosis tersebut

mempunyai efek yang sama dibandingkan dengan indomethacin. Ekstrak n-

heksana dari daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah leukosit

setelah pemberian karagenan pada kedua dosis ekstrak yang ada. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Nahed, et al (2008)

Pada hitung jenis eosinofilterjadi penurunan yang signifikan pada

kelompok kontrol negatif sampai tidak diperoleh eosinofil pada hitung jenis. Hal

ini terjadi karena penekanan yang disebabkan oleh peningkatan kadar Interleukin-

1 (IL-1). Pada kelompok P1,P2, P4 juga terjadi penurunan yang signifikan sama

dengan P0. Pada pemberian ekstrak metanol daun pepaya dengan dosis 500 mg/kg

tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara hitung jenis eosinofil sebelum

dan sesudah pemberian karagenan, hal ini mungkin disebabkan oleh penekanan

IL-1 oleh ekstrak metanol dari daun pepaya.

Pada hitung jenis basofil pada kelompok P0 (yang merupakan kontrol

negatif), P4, dan P5 terdapat penurunan jumlah basofil yang signifikan sebelum

dan sesudah pemberian karagenan. Pemberian indomethacin dan ekstrak metanol

dari daun pepaya menyebabkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari

hitung jenis basofil sebelum dan sesudah pemberian karagenan. Hal ini juga

disebabkan oleh penekanan IL-1 oleh ekstrak metanol dari daun pepaya.

Pada hitung jenis neutrofil pada kelompok P0,P4 dan P5 terdapat

peningkatan yang signifikan dari jumlah hitung jenis neutrofil. Pada kelompok

yang mendapat indomethacin dan ekstrak metanol dari daun pepaya, terdapat

penurunan 52% dari hitung jenis neutrofil pada jam ke -6, namun penurunan yang

terjadi tidak signifkan.

Universitas Sumatera Utara


48

Pada hitung jenis limfosit pada semua kelompok terdapat perbedaan yang

signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian karagenan.

Pada hitung jenis monosit terdapat peningkatan jumlah hitung jenis

monosit yang signifikan pada kelompok P0,P3, dan P4, hal ini sejalan dengan

proses inflamasi akut yang terjadi. Pada kelompok P1,P2,P5 tidak terdapat

perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian karagena, hal ini

menunjukkan bahwa indomethacin dan ekstrak metanol dan n-heksan dari daun

pepaya menekan peningkatan jumlah monosit yang terjadi pada proses inflamasi

akut.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasanpenelitian tentangefek ekstrak

metanol dan ekstrak n-heksana daun pepaya (Carica papaya l) terhadap

jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan setelah diinduksi

karagenan, dapat disimpulkan :

a. jumlah leukosit tikus Wistar jantan yang mendapat ekstrak

metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak

signifikan/nyata(p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak

mendapat ekstrak metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana

daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah

leukosit secara nyata.

b. ekstrakmetanol dan n-heksana daun pepaya menyebabkan

perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi

akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu

menahan peningkatan jumlah neutrofil dan monosit pada

keadaan inflamasi akut.

c. Pada inflamasi akut yang diinduksi oleh karagenan terjadi

penurunan yang nyata dari jumlah eosinofil yang disebabkan

oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar

Interleukin.

49

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasanpenelitian tentangefek ekstrak

metanol dan ekstrak n-heksana daun pepaya (Carica papaya l) terhadap

jumlah dan hitung jenis leukosit pada tikus wistar jantan setelah diinduksi

karagenan, dapat disimpulkan :

a. jumlah leukosit tikus Wistar jantan yang mendapat ekstrak

metanol daun pepaya lebih rendah namun tidak

signifikan/nyata(p>0,05) dibandingkan dengan yang tidak

mendapat ekstrak metanol daun pepaya. Ekstrak n-heksana

daun pepaya tidak dapat menahan peningkatan jumlah

leukosit secara nyata.

b. ekstrakmetanol dan n-heksana daun pepaya menyebabkan

perubahan hitung jenis leukosit pada keadaan inflamasi

akut. Ekstrak metanol daun pepaya secara nyata mampu

menahan peningkatan jumlah neutrofil dan monosit pada

keadaan inflamasi akut.

c. Pada inflamasi akut yang diinduksi oleh karagenan terjadi

penurunan yang nyata dari jumlah eosinofil yang disebabkan

oleh penekanan eosinofil oleh peningkatan kadar

Interleukin.

50

Universitas Sumatera Utara


51

5.2. Saran

Hal-hal lain yang belum terungkap pada penelitian ini sehingga

mendukung aplikasi lanjut ke depan,disarankan agar :

a. dipakai sampel daun pepaya dari berbagai umur daun dan

konsentrasi

b. dilakukan pengukuran secara kuantitatif terhadap kandungan zat

kimia dalam daun pepaya

Universitas Sumatera Utara


51

DAFTAR PUSTAKA

Adi, LT. 2006. Tanaman Obat dan Jus untuk Asam Urat dan Rematik. AgroMedia
Pustaka. Jakarta.

AgroMedia,2008.Buku Pintar Tanaman Obat,431 Jenis Tanaman Penggempur


Aneka Penyakit,Redaksi AgroMedia,

Baratawidjaja, K.G., dan Rengganis,I.,2010.Imunologi Dasar. Edisi ke-8 Fakultas


Kedokteran Indonesia

Biocarta.2013. Cytokines and Inflammatory Response, viewed 30 September


2013. <http://www.biocarta.com/pathfiles/h_inflampathway.asp>

Borthakur, A.2006. Carrageenan induces interleukin-8 production through distinct


Bcl10 pathway in normal human colonic epithelial cells. Am J Physiol
Gastrointest Liver Physiol. Mar;292(3)

Djauhariya,E., dan Hernani, 2004.Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta:Seri Agrisehat.


Hal 74-75.

Ebadi, M. 2001. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine. Crc Press.


Washington D.C. 395

Guyton.2006.Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (Guyton


Physiology). Saunder Elsevier.

Hamor, G.H.1996. Zat Antiradang Nonsteroid, dalam, Foye, W.O., (Editor),


Prinsip-prinsip Kimia Medisinal, Jilid II, Edisi Kedua,Gajah Mada
University Press

Imaga et al. 2010. Analyses of antisickling potency of Carica papaya dried leaf
extract and fractions. Journal of Pharmacognosy and Phytotherapy Vol.
2(7): 97-102

Kalie, M. 2004. Bertanam Pepaya (edisi revisi). Jakarta : Penebar Swadaya

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2009. Basic & Clinical Pharmacology,
11th Ed. New York:McGraw-Hil

Universitas Sumatera Utara


52

Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenil propanoid, dan alkaloid. [Skripsi].


Medan: Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara.

Mangoting, D., I. Irawan dan S. Abdullah. 2005. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Miller, A. 2001. Antioxidant Flavonoids: Structure, Function. Alternative


Medicine Review.Vol. 1, No.2

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah
Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika.

Nahed M.A., Roba M.,Mohamed R.. 2008. Roles of Interleukin-1and Nitric Oxide
(No) in the Anti-Inflammatory Dynamics of Acetylsalicylic Acid Against
Carrageenan Induced Paw Oedema in Mice. Global Journal of
Pharmacology 2 (1): 11-19

Oladunmoye MK,and Osho IB, 2007.Antiinflammatory Activity of Ethanolic


Leaf Extract from Carica papaya in Rats Orogastrically Dosed with
Salmonella typhi and Staphylococcus aureus.Journal of Plant Sciences 2,
Vol 4: 447-452

Owoyele BV, Olubori M. Adebukola, Adeoye A. Funmilayo and Ayodele O.


2008. Anti-inflammatory activities of ethanolic extract of Carica papaya
leaves. Inflammopharmacology ,Vol.16:168–173

Patil, J., R. Gunasekera, F, McEnnulty, and N. Bax.2004, Development of genetic


probes for rapid assessment of the impacts of marine invasive species on
native biodiversity – Maoricolpus roseus, CSIRO,

Sherwood, L. 2007. Human Physiology: From Cells To Systems. 6th edition.


California: Brooks/Cole.

Simon, K. and Kerry B. 2000. Principles and Pracice of Phytotheraphy. Modern


Herbal Medicine. New York: Churchill Livingstone. Hal. 32, 69, 291

Sunarjono. H.H. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Universitas Sumatera Utara


53

Suprapti, M. 2005. Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkel. Kanisius.


Yogyakarta.

Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan


Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo.

Warsino.2003.Budidaya Pepaya.Penerbit Kanisus.Jakarta

Winter C A, Risley E A & Nuss G W. 1983. Carrageenin-induced edema in hind


paw of the rat as an assay for antiinflammatory drugs. Proc. Soc. Exp.
Biol.Med. 111:544-7, 1962. [Merck Institute for Therapeutic Research, West
Point, PA]

Zheng X., Jiangrui Z., Jianmei C., Zhen Z., Xuejun S. dan Chunlei J.2012. Anti-
inflammation effects of hydrogen saline in LPS activated macrophages and
carrageenan induced paw oedema. Journal of Inflammation:2

Universitas Sumatera Utara


54

Lampiran 1. Uji Statistik

1. Analisis Hitung jenis eosinofil pada kelompok P0


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Eosinofil_3H_ Eosinofil_6h_ Eosinofil_6h_
0- 0- 0-
Eosinofil_pre Eosinofil_pre_ Eosinofil_3H_
_0 0 0
a a
Z -2,232 -2,271 -2,271a
Asymp. Sig. (2- ,026 ,023 ,023
tailed)

2. Analisis Hitung jenis eosinofil pada kelompok P1


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung
jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Eosinofil_3H_ Eosinofil_6h_ Eosinofil_6h_
1- 1- 1-
Eosinofil_pre Eosinofil_pre_ Eosinofil_3H_
_1 1 1
a a
Z -2,041 -2,070 -1,134b
Asymp. Sig. (2- ,041 ,038 ,257
tailed)

3. Analisis Hitung jenis eosinofil pada kelompok P2


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


55

c. Hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung


jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Eosinofil_3h_ Eosinofil_6h_ Eosinofil_6h_
2- 2- 2-
Eosinofil_pre Eosinofil_pre_ Eosinofil_3h_
_2 2 2
a a
Z -2,070 -2,264 -1,134a
Asymp. Sig. (2- ,038 ,024 ,257
tailed)
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
4. Analisis Hitung jenis eosinofil pada kelompok P3
Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung
jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Eosinofil_3h_ Eosinofil_6h_ Eosinofil_6h_
3- 3- 3-
Eosinofil_pre Eosinofil_pre_ Eosinofil_3h_
_3 3 3
a a
Z -1,890 -2,070 -,577b
Asymp. Sig. (2- ,059 ,038 ,564
tailed)

5. Analisis Hitung jenis eosinofil pada kelompok P4


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung
jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Eosinofil_3h_ Eosinofil_6h_ Eosinofil_6h_
4- 4- 4-
Eosinofil_pre Eosinofil_pre_ Eosinofil_3h_
_4 4 4
a a
Z -2,264 -2,232 -1,000b
Asymp. Sig. (2- ,024 ,026 ,317
tailed)

Universitas Sumatera Utara


56

6. Analisis Hitung jenis eosinofil pada kelompok P5


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis eosinofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung
jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Eosinofil_3h_ Eosinofil_6h_ Eosinofil_6h_
4- 4- 4-
Eosinofil_pre Eosinofil_pre_ Eosinofil_3h_
_4 4 4
a a
Z -2,264 -2,232 -1,000b
Asymp. Sig. (2- ,024 ,026 ,317
tailed)

7. Analisis Hitung jenis basofil pada kelompok P0


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis baasofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK)tidak
berbeda dengan hitung jenis eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis basofil sebelum ‘penyuntikan karagenan”(PK) berbeda
dengan hitung jenis eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis basofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Basofil_3h_0 Basofil_6h_0 Basofil_6h_0
- - -
Basofil_pre_0 Basofil_pre_0 Basofil_3h_0
Z -1,134a -2,333a -2,070a
Asymp. Sig. (2- ,257 ,020 ,038
tailed)

8. Analisis Hitung jenis basofil pada kelompok P1


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis baasofil sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis basofil sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis basofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Basofil_3h_1 Basofil_6h_1 Basofil_3h_1
- - -
Basofil_pre_1 Basofil_pre_1 Basofil_6h_1
Z -1,732a -1,732a ,000b
Asymp. Sig. (2- ,083 ,083 1,000
tailed)

Universitas Sumatera Utara


57

9. Analisis Hitung jenis basofil pada kelompok P2


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis baasofil sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis basofil sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis basofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Basofil_3h_2 Basofil_6h_2 Basofil_6h_2
- - -
Basofil_pre_2 Basofil_pre_2 Basofil_3h_2
Z ,000a -1,667b -2,236b
Asymp. Sig. (2- 1,000 ,096 ,025
tailed)

10. Analisis Hitung jenis basofil pada kelompok P3


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis baasofil sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis basofil sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis basofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Basofil_3h_3 Basofil_6h_3 Basofil_6h_3
- - -
Basofil_pre_3 Basofil_pre_3 Basofil_3h_3
Z ,000a ,000a ,000a
Asymp. Sig. (2- 1,000 1,000 1,000
tailed)

11. Analisis Hitung jenis basofil pada kelompok P4


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis baasofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis basofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis basofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Basofil_3h_4 Basofil_6h_4 Basofil_6h_4
- - -
Basofil_pre_4 Basofil_pre_4 Basofil_3h_4
Z -2,271a -2,264a -2,000a
Asymp. Sig. (2- ,023 ,024 ,046
tailed)

Universitas Sumatera Utara


58

12. Analisis Hitung jenis basofil pada kelompok P5


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis baasofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis basofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis basofil 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Basofil_3h_5 Basofil_6h_5 Basofil_6h_5
- - -
Basofil_pre_5 Basofil_pre_5 Basofil_3h_5
Z -2,000a -2,000a ,000b
Asymp. Sig. (2- ,046 ,046 1,000
tailed)

13. Analisis Hitung jenis neutrofil pada kelompok P0


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis neutrofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Neutrofil_3h_ Neutrofil_6h_ Neutrofil_6h_
0- 0- 0-
Neutrofil_pre Neutrofil_pre_ Neutrofil_3h_
_0 0 0
a a
Z -2,214 -2,207 -2,207a
Asymp. Sig. (2- ,027 ,027 ,027
tailed)

14. Analisis Hitung jenis neutrofil pada kelompok P1


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis neutrofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


59

Test Statisticsc
Neutrofil_3h_ Neutrofil_6h_ Neutrofil_6h_
1- 1- 1-
Neutrofil_pre Neutrofil_pre_ Neutrofil_3h_
_1 1 1
a a
Z -2,214 -2,014 -2,207b
Asymp. Sig. (2- ,027 ,044 ,027
tailed)

15. Analisis Hitung jenis neutrofil pada kelompok P2


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis neutrofil sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis neutrofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Neutrofil_3h_ Neutrofil_6h_ Neutrofil_6h_
2- 2- 2-
Neutrofil_pre Neutrofil_pre_ Neutrofil_3h_
_2 2 2
a a
Z -2,201 -1,903 -2,032b
Asymp. Sig. (2- ,028 ,057 ,042
tailed)

16. Analisis Hitung jenis neutrofil pada kelompok P3


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis neutrofil sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis neutrofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Neutrofil_3h_ Neutrofil_6h_ Neutrofil_6h_
3- 3- 3-
Neutrofil_pre Neutrofil_pre_ Neutrofil_3h_
_3 3 3
a b
Z -2,207 -1,841 -2,214b
Asymp. Sig. (2- ,027 ,066 ,027
tailed)

17. Analisis Hitung jenis neutrofil pada kelompok P4


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


60

b. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis


eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis neutrofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Neutrofil_3h_ Neutrofil_6h_ Neutrofil_6h_
4- 4- 4-
Neutrofil_pre Neutrofil_pre_ Neutrofil_3h_
_4 4 4
Z -2,214a -2,207a -2,226a
Asymp. Sig. (2- ,027 ,027 ,026
tailed)

18. Analisis Hitung jenis neutrofil pada kelompok P5


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis neutrofil sebelum PKberbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis neutrofil 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Neutrofil_3h_ Neutrofil_pre_ Neutrofil_6h_
5- 5- 5-
Neutrofil_pre Neutrofil_6h_ Neutrofil_3h_
_5 5 5
a b
Z -2,214 -2,226 -2,220a
Asymp. Sig. (2- ,027 ,026 ,026
tailed)

19. Analisis Hitung jenis limfositpada kelompok P0


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis limfositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis limfosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis limfosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Limfosit_3h_ Limfosit_6h_0 Limfosit_6h_
0- - 0-
Limfosit_pre_ Limfosit_pre_ Limfosit_3h_
0 0 0
a a
Z -2,271 -2,214 -2,207a
Asymp. Sig. (2- ,023 ,027 ,027
tailed)

Universitas Sumatera Utara


61

20. Analisis Hitung jenis limfositpada kelompok P1


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis limfositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis limfosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis limfosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Limfosit_3h_ Limfosit_6h_1 Limfosit_6h_
1- - 1-
Limfosit_pre_ Limfosit_pre_ Limfosit_3h_
1 1 1
a b
Z -2,023 -,948 -2,207b
Asymp. Sig. (2- ,043 ,343 ,027
tailed)

21. Analisis Hitung jenis limfositpada kelompok P2


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis limfositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis limfosit sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis limfosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Limfosit_3h_ Limfosit_6h_2 Limfosit_6h_
2- - 2-
Limfosit_pre_ Limfosit_pre_ Limfosit_3h_
2 2 2
a b
Z -2,207 -,744 -2,207b
Asymp. Sig. (2- ,027 ,457 ,027
tailed)

22. Analisis Hitung jenis limfositpada kelompok P3


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis limfositl sebelum PKtidakberbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis limfosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis limfosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


62

Test Statisticsc
Limfosit_3h_ Limfosit_6h_3 Limfosit_6h_
3- - 3-
Limfosit_pre_ Limfosit_pre_ Limfosit_3h_
3 3 3
a b
Z -1,857 -2,207 -2,207b
Asymp. Sig. (2- ,063 ,027 ,027
tailed)

23. Analisis Hitung jenis limfositpada kelompok P4


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis limfositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis limfosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis limfosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Limfosit_3h_ Limfosit_6h_4 Limfosit_6h_
4- - 4-
Limfosir_pre_ Limfosir_pre_ Limfosit_3h_
4 4 4
a a
Z -2,207 -2,207 -2,207a
Asymp. Sig. (2- ,027 ,027 ,027
tailed)

24. Analisis Hitung jenis limfositpada kelompok P5


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis limfositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis limfosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis limfosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Limfosiit_3h_ Limfosit_6h_5 Limfosit_6h_
5- - 5-
Limfosit_pre_ Limfosit_pre_ Limfosiit_3h_
5 5 5
a a
Z -2,207 -2,214 -2,214a
Asymp. Sig. (2- ,027 ,027 ,027
tailed)

25. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P0


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis monositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


63

b. Hitung jenis monosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil


6 jam setelah PK
c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Monosit_3h_0 Monosit_6h_0
- - Monosit_6h_0
Monosit_pre_ Monosit_pre_ -
0 0 Monosit_3h_0
Z -2,070a -2,060a -1,841a
Asymp. Sig. (2- ,038 ,039 ,066
tailed)

26. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P1


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis monositl sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis monosit sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidakberbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Monosit_3h_1 Monosit_6h_1
- - Monosit_6h_1
Monosit_pre_ Monosit_pre_ -
1 1 Monosit_3h_1
Z -1,890a -1,841a -1,732a
Asymp. Sig. (2- ,059 ,066 ,083
tailed)

27. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P2


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis monositl sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis monosit sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


64

Test Statisticsc
Monosit_3h_2 Monosit_6h_2
- - Monosit_6h_2
Monosit_pre_ Monosit_pre_ -
2 2 Monosit_3h_2
Z -,412a -,425b -1,081b
Asymp. Sig. (2- ,680 ,671 ,279
tailed)

28. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P3


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis monositl sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
3 jam setelah PK
b. Hitung jenis monosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Monosit_3h_3 Monosit_6h_3
- - Monosit_6h_3
Monosit_pre_ Monosit_pre_ -
3 3 Monosit_3h_3
Z -2,032a -2,232a -,447b
Asymp. Sig. (2- ,042 ,026 ,655
tailed)

29. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P4


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis monositl sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK
b. Hitung jenis monosit sebelum PKberbeda dengan hitung jenis eosinofil
6 jam setelah PK
c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsb
Monosit_3h_4 Monosit_6h_4
- - Monosit_6h_4
Monosit_pre_ Monosit_pre_ -
4 4 Monosit_3h_4
Z -1,725a -2,214a -2,264a
Asymp. Sig. (2- ,084 ,027 ,024
tailed)

30. Analisis Hitung jenis monositpada kelompok P5


Dari analisis data didapati hasil:
a. Hitung jenis monosit sebelum PKtidak berbeda dengan hitung jenis
eosinofil 3 jam setelah PK

Universitas Sumatera Utara


65

b. Hitung jenis monosit sebelum PK tidak berbeda dengan hitung jenis


eosinofil 6 jam setelah PK
c. Hitung jenis monosit 3 jam setelah PK tidak berbeda dengan hitung
jenis eosinofil 6 jam setelah PK

Test Statisticsc
Monosit_3h_5 Monosit_6h_5
- - Monosit_6h_5
Monosit_pre_ Monosit_pre_ -
5 5 Monosit_3h_5
Z -,680a -,447b -1,134b
Asymp. Sig. (2- ,496 ,655 ,257
tailed)

Universitas Sumatera Utara


66

Lampiran 2. Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Pengeringan Daun Pepaya Gambar 2. Pelarut metanol dan n-heksana

Gambar 4. Penggunaan Rotary Evaporator


Gambar 3. Proses perendaman

Gambar 5. Penggunaan Rotary Evaporator

Universitas Sumatera Utara


67

Gambar 6. Ekstrak Daun Pepaya Gambar 7. Freeze Dryer

Gambar 9. Larutan Karagenan


Gambar 8. Laturan CMC

Universitas Sumatera Utara


68

Gambar 10. Larutan Ekstrak

Gambar 11. Binatang Percobaan Tikus


Wistar Jantan

Gambar 12. Pemberian ekstrak kepada


tikus wistar Gambar 13. Pengambilan darah tikus wistar

Universitas Sumatera Utara


69

Gambar 15. Telapak kaki tikus wistar yang


Gambar 14. Pengambilan darah tikus wistar telah disuntik karagenan

Gambar 16. Telapak kaki tikus wistar yang


telah disuntik karagenan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai