Anda di halaman 1dari 141

TESIS

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN
JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI
MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR
(Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

YESSY HERAWATI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
TESIS

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN
JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI
MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR
(Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

YESSY HERAWATI
NIM. 1290761015

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
TESIS

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN
JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI
MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR
(Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister


Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

YESSY HERAWATI
NIM. 1290761015

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
Lembaran Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL: 18 November 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK(K). ,FINSDV, FAADV


NIP . 194612131971071001 NIP :195609121984121001

Mengetahui,

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Direktur


Program Pascasarjana, Program Pascasarjana Universitas
Universitas Udayana, Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S. (K)
NIP.194612131971071001 NIP:195902151985102001

iii
Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai
Pada tanggal: 18 November 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor


Program Pascasarjana Universitas Udayana
No: 3464/UN.14.4/HK/2014 Tanggal: 19 September 2014

Ketua : Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS

Penguji :
1. Dr.dr.A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K).,FINSDV,FAADV
2. Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And
3. Prof.dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
4. Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes.

iv
v
UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat


Allah Swt, karena rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang
berjudul “Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan ( Centella asiatica) Lebih
Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen Dan Menurunkan Ekspresi MMP-1
Daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Yang Dipapar
Sinar UV-B” dapat berjalan lancar sesuai waktu yang direncanakan.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar
untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis ingin manyampaikan rasa hormat, penghargaan dan
ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika,
SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas
pendidikan selama mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas
Udayana. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A. A Raka
Sudewi, SpS(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Made Budhiarsa, MA selaku Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana
Mahendra, Ph selaku Asdir II atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi
mahasiswa di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Penghargaan, rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya


penulis juga ucapkan kepada Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS,
Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging
Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penguji dan pembimbing I
yang banyak memberikan bimbingan, koreksi, masukan, saran ilmiah serta
memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

Kepada Dr. A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K) selaku penguji dan


pembimbing II penulis juga menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya yang telah banyak memberikan bimbingan mulai dari awal
usulan penelitian hingga akhir penelitian, koreksi, masukan, saran ilmiah serta
memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu
Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And, Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK,
M.Kes, Prof.dr.N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku penguji yang secara teliti
mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif mulai dari awal
penelitian sampai penulisan, untuk lebih menyempurnakan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
pada proses penelitian ini yaitu kepada Dr. I.Gusti Kamasan Nyoman Arijana,
M.si.Med dan seluruh staf laboratorium di histologi, Bapak Sudirghe dalam
membantu pembuatan ekstrak pegagan di laboratorium Farmakologi Universitas
vi
Udayana. Bapak Yoga selaku analis di Laboratorium Analisa Hasil Pangan
Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang sudah banyak membantu dalam
pembuatan ekstrak pegagan, Bapak I Gede Wiranata yang membantu
pemeliharaan tikus sehingga penelitian berjalan lancar.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs. I Ketut Tunas,
Msi yang sangat banyak membantu terutama memberikan masukan, saran,
terutama dalam analisa statistik, juga kepada para dosen dan pengajar Ilmu
Biomedik FK UNUD, teman-teman seperjuangan dan seluruh karyawan bagian
Ilmu Biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan,
penelitian dan penulisan tesis ini.

Kepada seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan support


baik moril maupun materiil, dan ikut merasakan suka duka selama menjalankan
pendidikan Master di Program Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine di FK
UNUD, dalam penelitian dan penyusunan tesis ini.

Tiada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Allah SWT
semata, begitu juga tesis ini masih jauh dari sempurna. Saran dari berbagai pihak
akan penulis terima dengan hati terbuka untuk kelengkapan dan lebih baiknya
laporan tesis ini.

Akhir kata, semoga Allah Swt, senantiasa melimpahkan berkah dan


rahmat-Nya kepada kita semua, dan memberikan pahala sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, aamiin yaa robbal
alamiin.

Denpasar, 18 November 2014

Penulis

vii
ABSTRAK

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN


( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH
KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA
VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR
SINAR UV-B

Ekstrak pegagan (Centella asiatica) tanaman tradisional yang tumbuh dan mudah
didapat di daerah Tabanan, Bali. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) memiliki zat
antioksidan yang cukup baik dalam mencegah kerusakan kulit oleh karena paparan sinar
UV-B. Kandungan aktif ekstrak pegagan adalah Triterpenoid saponin. Dibandingkan
dengan vitamin C, keduanya memiliki sifat antioksidan dan berperan terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan Ekspresi MMP-1. Tujuan penelitian adalah
membuktikan pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) lebih banyak
meningkatkan jumlah kolagen kulit dan menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar
yang dipapar sinar UV-B.
Penelitian ini adalah animal experimental dengan post test only control group
design. Sebanyak 30 ekor mencit dibagi 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 10
ekor mencit, yaitu kelompok 1 kontrol diberi oral plasebo dan dipapar sinar UV-B,
kelompok 2 oral ekstrak pegagan 50 mg dan dipapar sinar UV-B, kelompok 3 pemberian
oral vitamin C 9 mg dan dipapar sinar UV-B. Dosis total penyinaran 840 mJ/cm² selama
4 minggu, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan jumlah kolagen dermis dan
ekspresi MMP-1.
Hasil Uji Shapiro-Wilk dan Levene’s Test menunjukkan data hasil penelitian
data numerik yang berdistribusi normal. Distribusi data dan varian data ketiga kelompok
homogen (p ≥ 0,05). Hasil analisis komparatif ketiga kelompok dengan menggunakan
One Way Anova terdapat perbedaan bermakna antara ketiga kelompok baik itu jumlah
kolagen maupun Ekspresi MMP-1. Rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok sesudah
diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata Ekspresi MMP-1
kelompok kontrol 26,96±2,64, rerata kelompok Ekstrak pegagan 50 mg 10,31±1,73, dan
rerata kelompok vitamin C 9 mg 14,26±1,34. Rerata Ekspresi MMP-1 ketiga kelompok
berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda
secara bermakna dengan kelompok vitamin C (rerata kelompok vitamin C lebih tinggi
daripada rerata kelompok kontrol).
Rerata Ekspresi MMP-1 kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara bermakna
dengan kelompok vitamin C (rerata kelompok vitamin C lebih rendah daripada rerata
kelompok ekstrak pegagan 50 mg).
Kesimpulannya adalah pemberian ekstrak pegagan ( Centella asiatica) 50 mg
secara oral lebih banyak meningkatkan jumlah kolagen dan menurunkan Ekspresi MMP-
1 daripada vitamin C 9 mg pada tikus Wistar (Rattus norvegicus)yang dipapar sinar UV-
B.

Kata kunci : Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) oral, Vitamin C, Jumlah Kolagen
dermis, ekspresi MMP-1, sinar UV-B.

viii
ABSTRACTS

ADMINISTRATION OF PEGAGAN (Centella asiatica) MORE TO


INCREASED THE NUMBER OF COLLAGEN AND REDUCED THE
EXPRESSION OF
MMP-1 THAN VITAMIN C IN WISTAR RATS (Rattus norvegicus)
EXPOSED TO UV-B RAY

Extracts Pegagan (Centella asiatica) traditional plants that growing easily


obtainable in Tabanan, Bali. Extracts Pegagan (Centella asiatica) have antioxidants to
preventive skin damage due to exposed UV-B rays. The active ingredient was pegagan
(Centella asiatica) extract Triterpenoid saponins. Vitamin C and pegagan both of which
have antioxidant properties and contributes to increased in the amount of collagen and
decreased in MMP-1 expression.
Pegagan (Centella asiatica) compared with vitamin C plays a role in skin
collagen synthesis, both of which have antioxidant properties, this study pegagan extract
compared with vitamin C to increase the amount of collagen and decreased expression of
MMP-1. The research objective is to prove the oral administration of the extract gotu kola
(Centella asiatica) more increasing number of skin collagen and decreases MMP-1
expression in Wistar rats that were exposed to UV-B.
This study was an experimental animal with post test only control group design. A
total of 30 wistar rats were divided into 3 groups, each consisting of 10 wistar rats, 1
control group were given oral placebo and were exposed to UV-B, group 2 oral extract of
Centella asiatica 50 mg and exposed to UV-B, Group 3 oral administration of vitamin C
9 mg and exposed to UV-B rays. The total dose of radiation 840 mJ / cm² for 4 weeks,
then do a biopsy for examination number dermis collagen and expression of MMP-1.
The results of Shapiro-Wilk test and Levene's Test data showed the results of the
research data were normally distributed. Data distribution and data of the three variants of
homogeneous groups (p ≥ 0.05). The results of the comparative analysis of the three
groups by using One Way ANOVA found significant differences between the three groups
of both the amount of collagen and the expression of MMP-1. The mean amount of
collagen in the three groups after treatment given significantly different (p <0.05). The
mean expression of MMP-1 control group 26.96 ± 2.64, mean group pegagan extract 50
mg 10.31 ± 1.73, and the mean vitamin C group 9 mg 14.26 ± 1.34. The mean expression
of MMP-1 three groups differed significantly (p <0.05). The mean expression of MMP-1
was significantly different from the control group with vitamin C group (group mean
vitamin C higher than the average of the control group).
The mean expression of MMP-1 Centella asiatica extract 50 mg group was
significantly different with vitamin C group (group mean vitamin C lower than the
average group gotu kola extract 50 mg).
The conclusion was the extract of Centella asiatica (Centella asiatica) 50
mg orally more increased the amount of collagen and decreased the expression of MMP-1
than 9 mg of vitamin C on Wistar rats (Rattus norvegicus) were exposed to UV-B.

Keywords: Pegagan (Centella asiatica) orally, Vitamin C orally, Total collagen dermis,
expression of MMP-1, UV-B.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ........................................................................................ i

PRASYARAT GELAR ................................................................................... ii

LEMBARAN PENGESAHAN....................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI .............................................................. iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................... viii

ABSTRACT ..................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ................................................................ xv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

1.1 Latar belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ........................................................................ 11

1.3 Tujuan penelitian. ....................................................................... 11

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................. 11

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................ 11

1.4 Manfaat penelitian ....................................................................... 12

x
1.4.1 Manfaat ilmiah............................................................... 12

1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................. .. 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 13

2.1 Penuaan ....................................................................................... 13

2.1.1 Definisi Penuaan ............................................................. 13

2.1.2 Harapan Hidup Manusia ................................................. 15

2.1.3 Mekaniasme Penuaan ..................................................... 15

2.1.4 Faktor yang Mempercepat Penuaan ............................... 17

2.2 Fenomena Penuaan Kulit ............................................................ 19

2.2.1 Penuaan Kulit .................................................................. 19

2.2.2 Penuaan berhubungan dengan Proses penuaan ............... 21

2.2.3 Penuaan Intrinsik ............................................................. 22

2.3 Kulit ........................................................................................... 22

2.3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit pada Manusia.................... 22

2.3.2. Perubahan Histologi Pada Kulit ..................................... 24

2.3.2.1 Keratinosit .......................................................... 24

2.3.2.2 Melanosit ............................................................ 25

2.3.3. Anatomi Kulit Tikus Wistar ………………………. 26

2.4 Pegagan (Centella asiatica) ......................................................... 27

2.4.1 Deskripsi Pegagan ........................................................... 27

2.4.2 Farmakokinetik Pegagan ................................................. 30

2.4.3 Klasifikasi Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) .......... 30

xi
2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Pegagan (Centella asiatica

(L) Urban) ................................................................................. 31

2.5 Vitamin C .................................................................................... 33

2.5.1 Farmakokinetik ................................................................ 35

2.5.2 Farmakodinamik .............................................................. 35

2.6 Kolagen ....................................................................................... 36

2.6.1 Deskripsi Kolagen ........................................................... 36

2.6.2 Perubahan Pada Kolagen ................................................. 37

2.6.3 Mekanisme Kerusakan Kolagen ...................................... 38

2.6.4 Sintesis Kolagen .............................................................. 39

2.6.5 Sintesis Prokolagen ......................................................... 39

2.7 Efek Ultraviolet terhadap Perubahan Kulit ................................. 44

2.7.1 Radiasi Sinar Ultraviolet ................................................. 44

2.7.2 Pigmentasi ....................................................................... 46

2.7.3 Kerusakan DNA ............................................................. 47

2.8 MMP-1 ........................................................................................ 47

2.8.1 Matriks Metaloproteinase ................................................ 47

2.9 Pengaruh Sinar Ultraviolet .......................................................... 50

2.9.1 Pengaruh Ultraviolet Terhadap Ekspresi MMP-1 ........... 51

2.9.2 Pengaruh Ultraviolet terhadap Jumlah Kolagen .............. 52

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN................................................................................ 54

xii
3.1 Kerangka berpikir.......................................................................... 54

3.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 56

3.3. Hipotesis Penelitian....................................................................... 57

BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 58

4.1 Rancangan penelitian ..................................................................... 58

4.2 Skema Rancangan Penelitian ......................................................... 59

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 60

4.4 Variabel penelitian ........................................................................ 60

4.4.1 Klasifikasi Variabel ........................................................ 60

4.4.2 Sampel ............................................................................ 61

4.5.3 Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 61

4.5.4 Definisi Operasional Variabel ........................................ 62

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ............................................................ 64

4.5.1 Bahan Penelitian ............................................................. 64

4.5.2 Alat Penelitian ................................................................ 64

4.6 Prosedur Penelitian ....................................................................... 65

4.7 Sampel penelitian ......................................................................... 71

4.7.1 Tehnik Penentuan Sampel .................................................. 72

4.8 Alur Penelitian............................................................................... 73

4.9 Analisis Data ................................................................................. 74

xiii
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................... 75

5.1 Uji normalitas data ........................................................................ 75

5.2 Uji homogenitas data ..................................................................... 76

5.3 Jumlah kolagen .............................................................................. 76

5.4 Ekspresi MMP-1 ........................................................................... 78

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ...................................... 84

6.1 Subyek penelitian .......................................................................... 84

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ...................... 84

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 85

7.1 Simpulan........................................................................................ 85

7.2 Saran .............................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 87

LAMPIRAN - LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

Tabel 2.1 Tabel Vitamin C (Jurnal Manfaat Dan Sumber Vitamin C) ......... 34

Tabel 4.1 Jadwal dan waktu penyinaran UVB. ............................................ 66

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen dan ekspresi MMP-1 75

Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Jumlah Kolagen dan ekspresi MMP-1 antar
Kelompok Perlakuan …………………………………………… 76

Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen Setelah diberikan pegagan 50 mg


dan Vitamin C 9 mg ……………………………………………. 77

Tabel 5.4 Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar


Kelompok ………………………………………………………. 79

Tabel 5.5 Perbedaan rerata ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan
Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg ………………………….. 79

Tabel 5.6 Analisis Komparasi ekspresi MMP-1 sesudah Perlakuan Antar

Kelompok .................................................................................... 80

Grafik 5.1 Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Pegagan 50% dan

Vitamin C 9 mg. ........................................................................... 77

Grafik 5.2 Perbandingan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Kontrol

Dengan Kelompok Perlakuan ..................................................... 79

xv
DAFTAR SINGKATAN

AGE : Advance glycation end product

AAM : Anti Aging Medicine

AP-1 : Activator protein-1

DNA : Deoxyribonucleic Acid Replication

FB : Fibroblas

GAG : Glycosaminoglycans

GH : Growth Hormon

KC : Keratinosit

KAP : Kedokteran Anti Penuaan

MAPKs : MAP kinase

MED : Minimal erythema dose

mJ/Cm² : Mili Joule persentimeter persegi

MMP : Matriks metalloproteinase

NF-κB : Nuclear Factor-kB

RA : Retinoic acid

ROS : Reactive oxygen species

SOD : Superoxyde Dismutase

TGF-β : Transforming growth factor β

UV : Ultraviolet

BB : Berat Badan

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN-1 : Keterangan Kelayakan Etik (Ethical Clearance)

LAMPIRAN-2 : Efek Ultraviolet terhadap kulit.

LAMPIRAN-3 : Penanganan hewan coba

LAMPIRAN-4 : Tabel Konversi

LAMPIRAN-5 : Alur Penelitian dan penelitian pendahuluan

LAMPIRAN-6 : Uji fitokimia ekstrak pegagan.

LAMPIRAN-7 : Uji analisis ekstrak pegagan.

LAMPIRAN-8 : Uji Normalitas Data

LAMPIRAN-9 : Uji One Way Anova Kolagen dan MMP-1

LAMPIRAN-10 : Foto Aktivitas Penelitian

DAFTAR GAMBAR
xvii
Gambar 2.1 Struktur Kulit

Gambar 2.2 Epidermis Kulit Pada Usia Muda dan Lanjut

Gambar 2.4 Daun Pegagan

Gambar 2.5 Daun Pegagan Segar

Gambar 2.6 Mekanisme Kerusakan Kolagen

Gambar 2.6.4 Sintesis Kolagen

Gambar 2.6.5 Prokolagen

Gambar 2.6.6 Skematik Struktur Kolagen

Gambar 2.6.7 Kolagen Tipe 1 Dengan Pewarnaan HE

Gambar 2.13 Sintesis Vitamin C

Gambar 3.1 Kerangka Konsep.

Gambar 4.1 Rancangan penelitian.

Gambar 4.2 Klasifikasi Variabel

Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian

Gambar 5.3 Jaringan Dermis Kontrol Tikus Wistar Dengan Pengecatan


Sirius Red

Gambar 5.4 Ekspresi MMP-1 Dengan Pewarnaan Imunohistokimia

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses menua merupakan akumulasi secara progresif berbagai perubahan

patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu. Pada umumnya

manusia menginginkan hidup berumur panjang, mempunyai kualitas hidup yang baik,

sehat dan berkualitas serta tidak mau tampak cepat tua. Untuk mencapai hal tersebut,

maka manusia melakukan berbagai upaya untuk mencegah proses penuaan. Tujuan Anti

Aging Medicine adalah mencegah penuaan dini, mencegah penyakit degeneratif seperti

jantung, paru, stroke dan mencapai usia tua tetap produktif dan sehat (Immanuel,

2008). Penuaan dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh

secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang

serta meningkatnya kelemahan (Bludau, 2010).

Dengan berkembangnya Anti-Aging Medicine (AAM) tercipta suatu konsep baru

dalam dunia kedokteran. AAM adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada

penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan

deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan kelainan, dan penyakit yang berkaitan

dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat.

Dengan demikian, penuaan bukan lagi merupakan suatu keadaan normal yang memang

harus terjadi, namun dianggap sama sebagai suatu penyakit, yang dapat dicegah,

sehingga berakibat usia harapan hidup manusia dapat menjadi lebih panjang dengan

kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).


1
xix
Proses penuaan dapat disebabkan oleh banyak hal, dapat disebabkan faktor

dari luar, misalnya makanan yang tidak sehat, kebiasaan yang tidak sehat, polusi

lingkungan, stres dan faktor kemiskinan, dan dapat disebabkan faktor dari dalam, salah

satunya adalah radikal bebas (Pangkahila, 2007). Radikal bebas dapat merusak sel-sel

dalam tubuh manusia. Penimbunan radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif

yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan, bahkan kematian sel dalam tubuh

(Goldman and Klantz, 2003).

Radikal bebas dapat berasal dari dalam dan dari luar tubuh. Yang berasal dari

dalam tubuh, misalnya akibat proses respirasi sel, proses metabolisme, proses inflamasi,

sedangkan yang berasal dari luar tubuh dapat disebabkan oleh karena polutan, seperti

asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi,

alkohol dan sebagainya.

Proses aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan seluruh organ

tubuh (termasuk kulit secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya (Yaar dan Gilchrest, 2007). Dengan

semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh

dan terjadinya perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun system karena

proses penuaan (Baskoro, 2008).

Kulit manusia, seperti juga organ tubuh yang lainnya mengalami penuaan

kronologis. Tidak seperti organ lain, kulit mengalami kontak langsung dengan

lingkungan.

xx
Faktor lingkungan yang utama yang menyebabkan penuaan kulit adalah radiasi

sinar ultraviolet (UV). Paparan kronis kulit manusia dengan sinar UV mempengaruhi

struktur dan fungsi kulit. Kerusakan sangat tergantung dari jumlah dan jenis sinar UV

dan juga tipe kulit seseorang. Radiasi sinar UV mengakibatkan sunburn, imunosupresi,

stress oksidatif, dan kanker kulit menyerupai penuaan dini kulit maka disebut

photoaging (Fisher et al., 2002; Vayalil et al., 2004).

Proses penuaan terjadi pada semua organ tubuh, begitu pula halnya

dengan kulit manusia. Penuaan kulit dapat disebabkan baik oleh faktor ekstrinsik

seperti paparan sinar ultraviolet (UV), asap rokok, dan polusi udara maupun oleh

faktor intrinsik seperti genetik, ras, dan hormonal. Faktor ekstrinsik yang paling

berperan dalam penuaan dini kulit adalah sinar matahari yang dapat

menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi kulit. Kerusakan kulit yang

disebabkan oleh paparan sinar matahari sangat tergantung dari sering dan

lamanya paparan, jenis sinar UV serta tipe kulit seseorang (Ichihashi et al., 2009).

Radiasi UV memiliki banyak efek negatif terhadap kulit, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Diperkirakan bahwa sekitar 50% kerusakan

yang disebabkan oleh UV terjadi karena pembentukan radikal bebas, sedangkan

kerusakan seluler langsung dan mekanisme lainnya merupakan penyebab untuk

sisanya. Penurunan jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 akibat sinar UV pada

dasarnya diperantarai dua mekanisme yang paling bertanggung jawab yaitu

adalah induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF-β tipe II. Dimana

xxi
pengaktifasian AP-1 didahului dengan pembentukan ROS (Rabe dkk, 2006; Rhein

and Santiago, 2010).

Reactive Oxygen Species (ROS) bersifat sebagai oksidan dan melalui proses

oksidasi tersebut akan menurunkan ensim protein-tyrosine phosphatase.

Penurunan ensim ini akan menyebabkan terjadi up-regulation reseptor growth

factor dan pada akhirnya akan mengaktivasi AP-1 (Rabe et al., 2006). Secara

keseluruhan, efek radiasi UV pada dermis menghasilkan degradasi kolagen,

hambatan sintesis kolagen, inflamasi dan stres oksidatif, serta penurunan

kemampuan sel dan pada akhirnya terjadi proses apoptosis (Cuningham et al.,

2005; Rabe et al., 2006).

Radikal bebas mempunyai peranan yang besar dalam mekanisme

kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Ada 4 cara untuk mengurangi kerusakan

kulit dari radikal bebas akibat paparan sinar UV, yaitu 1) menghindari paparan

sinar matahari yang berlebihan, 2) memakai pakaian pelindung sinar matahari, 3)

menggunakan tabir surya krim atau lotion yang mengandung antioksidan, 4)

menggunakan antioksidan baik secara sistemik maupun topikal.

Penelitian pada binatang dan manusia mendukung adanya peranan radikal

bebas pada proses penuaan, dan penggunaan antioksidan dapat mencegah

kerusakan akibat radikal bebas (Pangkahila, 2007).

Paparan sinar UV pada kulit dapat menimbulkan reaksi akut seperti

terbakar surya (sunburn), imunosupresi, dan stres oksidatif; sedangkan efek


xxii
paparan sinar UV yang kronis dapat mengakibatkan penuaan dini (photoaging)

(Masnec and Poduje, 2008); dan kanker kulit (Narayanan et al., 2010).

Spektrum sinar matahari yang berperan dalam proses photoaging

adalah sinar UV-A dan UV-B. Sinar UV-B (290-320nm) memiliki panjang

gelombang yang lebih pendek, tetapi mempunyai energi yang lebih kuat dan

lebih bersifat eritematogenik dibandingkan dengan sinar UV-A (320-400nm)

(Gonzaga, 2009).

Pemahaman mengenai mekanisme molekuler dari penuaan kulit akibat

paparan sinar UV dalam satu dekade terakhir mengalami kemajuan yang pesat.

Salah satu konsep yang banyak dianut adalah teori radikal bebas. Mekanisme

kerusakan kulit akibat paparan sinar UV merupakan suatu hal yang kompleks dari

respons molekuler yang spesifik. Proses molekuler ini terjadi karena kemampuan

sinar UV memanfaatkan mesin seluler (cellular machinery) yang sangat

berkembang dan mengatur kembali respons sel terhadap rangsangan fisiologis

dan lingkungan ekstraseluler. Mesin seluler yang memperantarai kerusakan

matriks ekstraseluler lapisan dermis kulit melibatkan reseptor permukaan sel,

jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi, dan matriks

metaloproteinase yaitu enzim yang merusak kolagen dermis (Rocquet and Bonte,

2002; Schade et al., 2005).

Mekanisme molekuler kerusakan kulit akibat paparan sinar UV dimulai

dari aktivasi reseptor sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) pada

permukaan keratinosit di epidermis dan fibroblas di dermis oleh radikal bebas.

xxiii
Aktivasi reseptor ini akan menginduksi sinyal intraseluler seperti mitogen-

activated protein kinase (MAP kinase) yang selanjutnya mengaktivasi kompleks

faktor transkripsi nukleus aktivator protein-1 (AP-1). Pada epidermis dan

dermis, AP-1 menginduksi ekspresi matriks metaloproteinase (MMP) seperti

MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 yang dapat merusak kolagen dan protein lain yang

menyusun matriks ekstraseluler dermis. Selain itu AP-1 dapat menekan

ekspresi gen prokolagen fibroblast sehingga terjadi penurunan sintesis kolagen

(Helfrich et al., 2009).

Secara keseluruhan dampak sinar UV pada kulit menghasilkan kerusakan

kolagen oleh karena meningkatnya Ekspresi MMP-1; menurunnya sintesis

kolagen karena tingginya kadar 8-OHdG; inflamasi dan stres oksidatif, serta

penurunan kemampuan sel yang rusak untuk dieliminasi oleh proses apoptosis.

Semua proses tersebut akan menimbulkan penuaan kulit dini (photoaging)

(Fisher et al., 2002; Helfrichs et al., 2008).

Peningkatan pemahaman mengenai peranan sinar UV dalam penuaan

dini kulit tercermin dalam pengembangan formulasi tabir surya dengan efek

perlindungan yang lebih kuat dari berbagai panjang gelombang sinar UV.

Pemahaman dan pengetahuan ini memberikan perhatian yang lebih pada

penelitian tentang peran radikal bebas dalam menimbulkan kerusakan kulit.

Walaupun tubuh memiliki sistem pertahanan antioksidan (AO) alami untuk

menetralkan radikal bebas yang berasal baik dari sumber endogen maupun

eksogen, tapi karena dipapar oleh sinar UV secara terus menerus maka

xxiv
persediaan AO ini cepat menurun. Oleh karena itu, pemberian topikal AO,

setidaknya dalam teori akan memberikan manfaat tambahan, terutama pada

kulit yang mengalami stres oksidatif akibat paparan sinar UV-B yang berlebihan

(Chen et al., 2012).

Antioksidan yang digunakan secara topikal di permukaan kulit dapat

mengurangi efek ROS dalam menimbulkan kerusakan kolagen dan kerusakan

DNA akibat paparan sinar UV (Pinnell, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan

antioksidan semakin meningkat, baik secara oral maupun topikal untuk

mencegah dan mengobati penuaan kulit. Banyak produk perawatan kulit

menggunakan bahan alami yang mengandung antioksidan, baik yang terdapat

dalam buah, daun, bunga, akar, dan bagian-bagian lain dari tanaman. Penuaan

kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan konsekuensi dari faktor

intrinsik (penuaan terprogram genetik) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).

Penuaan intrinsik atau penuaan kronologis mengakibatkan perubahan di

semua lapisan kulit. Epidermis mengalami perlambatan regenerasi. Pada kulit

usia muda, epidermal turnover membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia

tua membutuhkan waktu 40-60 hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan

epidermis sehingga kulit tampak translucent. Perlambatan regenerasi epidermis

juga mengganggu fungsi pertahananan dan perbaikan kulit. Korneosit

berkumpul di permukaan kulit sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada

histologi kulit tua akan tampak penipisan dermo epidermal junction sehingga

meningkatkan kerapuhan kulit dan penurunan transfer nutrisi pada epidermis

xxv
dan dermis. Populasi melanosit di epidermis semakin berkurang dan melanosit

yang ada akan makin mengalami penurunan aktivitas. Kulit tua mengalami

perubahan diskromik seperti bintik - bintik pigmentasi, freckles, lentigines. Kulit

tua juga mudah terbakar sinar matahari sebab kulit menipis dan sedikit

melanosit.

Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-sel Langerhans, penurunan jumlah

sel-sel Langerhans sampai 50 mg sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan

peningkatan risiko kanker kulit (MrCullough and Kelly, 2006).

Banyak teori menjelaskan mengapa seseorang menjadi tua. Salah satu

teori penuaan yang sangat berkembang adalah teori radikal bebas.Teori ini

menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi

kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan

merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas sehingga

menyebabkan kerusakan sel. Molekul utama didalam tubuh yang dirusak oleh

radikal bebas adalah DNA (Deoxyribo Nucleid Acid), lemak dan protein

(Suryohudoyo, 2000).

Terbentuknya paparan Reactive Oxygen Species (ROS) selama paparan

berulang UV-B menurunkan ekspresi enzim antioksidan dan meningkatkan

modifikasi protein oksidatif dan akumulasi peroksida lipid dan produk glikasi

(Vayalil dkk., 2004 ). Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk selama

pajanan UV menghambat Transforming Growth Factor (TGF)-β sehingga produksi

kolagen terhambat serta meningkatkan faktor transkripsi AP-1 yang selanjutnya

xxvi
meningkatkan produksi Matrix Metalloproteinase (MMP)-1 yang merupakan

enzim yang mendegradasi kolagen (Fisher et al., 2002; Helfrichs, et al., 2009).

Warna kulit seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam tubuh,

misalnya genetik, hormon, maupun luar tubuh misalnya sinar matahari,

makanan ataupun obat-obatan yang diminum. Perpaduan dari faktor ini akan

menghasilkan warna kulit tertentu. Faktor dari dalam tubuh yang sangat besar

pengaruhnya adalah ras atau genetik. Perbedaan tersebut terjadi bukan karena

jumlah sel melanosit yang berbeda, melainkan tergantung dari jumlah dan

bentuk melanosom.

Orang Indonesia sebagian besar memiliki warna kulit coklat atau sawo

matang. Orang yang mempunyai kulit coklat menganggap bahwa warna kulit

yang terang dan bersih adalah kulit yang cantik. Demikian pula orang

Indonesia, khususnya wanita menganggap bahwa kulit terang tanpa bercak-

bercak hitam adalah kulit yang cantik. Dalam waktu terakhir ini banyak sekali

tersedia produk kosmetik untuk memutihkan kulit dengan berbagai cara, salah

satunya melalui suntikan vitamin C, yang juga dapat meningkatkan jumlah

kolagen kulit. Tubuh manusia tidak dapat mensekresi vitamin C karena itu

kebutuhan akan vitamin C dipenuhi dari asupan makanan. Sumber vitamin C

dalam bentuk alami adalah L-ascorbic acid yang didapat sebagai molekul larut

air.

Peneliti membandingkan ekstrak pegagan dengan vitamin C karena

keduanya memiliki sifat antioksidan dan berperan dalam peningkatan jumlah

xxvii
kolagen dan penurunan Ekspresi MMP-1, sehingga bermanfaat pada

pencegahan penuaan kulit, sesuai dengan pengaruhnya dalam ilmu Anti Aging

Medicine.

Kandungan bahan aktif yang ditemukan dalam pegagan (Centella asiatica (L.)

Urban) meliputi ;

1) Triterpenoid saponin,

2) Triterpenoid genin,

3) Minyak esensial,

4) Flavonoid,

5) Fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Bahan-bahan aktif tersebut secara umum

terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade parenkim. Bahan

aktif yang terkandung dalam pegagan juga menjadi salah satu alasan mengapa

pegagan dimasukkan dalam ordo umbelliferae.

Kandungan Triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur yang

utama dalam Triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekassosida (Kumar and

Gupta, 2006). Asiatikosida mampu bekerja sebagai Centella asiatica (Selfitri, 2008).

Madekassosida juga memiliki peran penting karena mampu memperbaiki kerusakan sel

dengan merangsang sintesis kolagen.

Kolagen sangat penting sebagai bahan dasar pembentuk sel fibroblas. Centella

asiatica pada sel fibroblas kulit manusia ditemukan peningkatan yang signifikan dalam

persentase kolagen dan lapisan sel fibronektin.

Vitamin C memiliki polaritas yang tinggi karena banyak mengandung gugus

hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah diubah tubuh. Oleh karena itu
xxviii
vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas yang bersifat aqueous dan juga mampu

menetralisir radikal bebas.

Pada penelitian ini untuk mengetahui peranan pegagan dalam mencegah

atau menghambat penuaan kulit melalui peningkatan jumlah kolagen dan

penurunan ekspresi MMP-1.

xxix
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam usulan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan

jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?

2. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan

Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B?

3. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan

jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang

dipapar sinar UV-B?

4. Apakah pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan

Ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar

sinar UV-B?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Untuk mengetahui pemberian ekstrak daun pegagan dapat menghambat proses

penuaan kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

1.3.2 Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat

meningkatkan jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

2. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat

menurunkan Ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

xxx
3. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat

meningkatkan jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus

Wistar yang dipapar sinar UV-B.

4. Untuk mengetahui pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat

menurunkan Ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar

yang dipapar sinar UV-B.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat ilmiah.

Memberi informasi tentang potensi ekstrak pegagan dalam meningkatkan

jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B, Pemberian ekstrak daun

pegagan oral dapat menghambat penuaan dini dengan menghambat peningkatan

ekspresi MMP-1 tikus Wistar yang diberi paparan sinar UV-B.

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat

sehingga dapat menjadi acuan dalam memahami manfaat ekstrak daun pegagan yang

juga dapat meningkatkan jumlah kolagen kulit dan dapat memberikan efek perlindungan

terhadap pajanan sinar UV-B yang hampir tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-

hari terutama dinegara tropis seperti di Indonesia, dan juga dapat menghambat proses

penuaan kulit.

xxxi
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

2.1.1 Definisi Penuaan

Setiap manusia pasti akan menjadi tua. Hal ini adalah proses yang tidak

dihindari. Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen

tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan

karena proses penuaan.

Perkembangan ilmu kedokteran, Anti Aging Medicine (AAM), telah

membawa konsep baru dalam dunia Kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai

penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah dan diobati bahkan dikembalikan ke

keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang

dengan kualitas hidup yang lebih baik (Goldman and Klatz, 2007; Pangkahila,

2007).

Penuaan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan

kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan

gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lebih lambat

tergantung kesehatan masing – masing individu (Fowler, 2003). Dengan

mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan

agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia

biologis yang lebih baik. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya
xxxii
menjadi lebih baik dibandingkan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Usia

harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal inilah

konsep baru dari Anti Aging Medicine (AAM). AAM ini didefinisikan sebagai

bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan

dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan,

pengobatan kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang

bertujuaan untuk memperpanjang hidup.

Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses

penuaan, dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi

sehingga proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan

kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menghindari berbagai

faktor penyebab proses penuaan dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat

memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih panjang

dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Beberapa upaya yang

dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan antara lain adalah menjaga

kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat meliputi berolahraga

teratur, makanan sehat dan cukup, mengatasi stress, jangan merasa sehat dan

normal hanya karena tidak ada keluhan serius, melakukan pemeriksaan

kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi dalam

penggunaan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk

mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat

pula hambatan atau kesulitan melakukan upaya menghambat proses penuaan,


xxxiii
antara lain karena lingkungan tidak sehat, pengetahuan rendah dan budaya

yang tidak benar (Pangkahila, 2007).

Ada 2 macam usia, yaitu kronologis dan usia biologis. Usia kronologis

ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis

atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia kronologis

tidak selalu sama dengan usia fisiologis. Menurut AAM (American Academy Of

Anti - Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang

berhubungan dengan penuaan normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik,

yang dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang

tepat (Klatz, 2003).

2.1.2 Harapan Hidup Manusia

Populasi jumlah orang tua mencapai laju yang sangat luar biasa sebagian

besar berhubungan dengan penurunan laju kelahiran dan peningkatan angka

harapan hidup dalam 20 tahun terakhir. Hingga tahun 2020 populasi didunia

kira-kira mencapai lebih dari 1 milyar orang berumur 60 tahun atau lebih, dan

sebagian besar negara berkembang, sebagian lagi di negara maju (Beers, 2005).

Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk usia lanjut ini sebesar 11,34 % .

Berbagai upaya dilakukan untuk kaitannya yang berhubungan dengan

anti-aging, diantaranya sulih hormon, olahraga, nutrisi, dan estetika, bahkan

dengan berkembangnya ilmu pengetahuan kedokteran yang baru,

dikembangkan pula cell therapy dan stem cell therapy untuk upaya anti-aging.
xxxiv
Konsep dan AAM pada awalnya diperkenalkan oleh A4M (American Academy of

Anti-Aging medicine) pada tahun 1993, definisinya adalah Kedokteran Anti

Penuaan (KAP) adalah bagian dari ilmu kedokteran yang didasarkan pada

penggunaan ilmu pengetahuan dan kedokteran teknologi terkini untuk

melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan kelainan penyakit yang

berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam

keadaan sehat (Pangkahila, 2007).

2.1.3 Mekanisme Penuaan

Penyebab proses penuaan dan teori penuaan, Ada berbagai faktor

penyebab terjadinya proses penuaan, namun secara garis besar faktor-faktor

tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor eksternal yaitu gaya hidup yang tidak sehat, diet tidak sehat,

kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan. Faktor internal yaitu

radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis,

sistem kekebalan yang menurun dan gen (Pangkahila, 2007).

Banyak teori telah dikemukakan dalam upaya menjelaskan terjadinya

proses penuaan. Secara garis besar terdapat dua kelompok yaitu teori wear and

tear dan teori program (Pangkahila, 2007). Teori program meliputi terbatasnya

replikasi sel, proses imun dan teori neuroendokrin. Teori wear and tear meliputi

kerusakan DNA, glikosilasi dan radikal bebas.

Ada 4 teori pokok dari aging (Goldman and Klatz, 2007). Yaitu:

1) Teori “wear and tear’’


xxxv
Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan

disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal,

kulit, dan lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan,

konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar

ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak

terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.

2) Teori neuroendokrin

Teori berdasarkan peranan bebagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon

dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah

kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise

dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan

bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang

akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.

3) Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita

dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik

dan metal tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa

cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup.

4) Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi

akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal

bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak

xxxvi
berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena

kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi

suatu radikal oleh karena hilangkan atau bertambahnya satu elektron pada

molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh

radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi

sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang rusak oleh radikal

bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan

bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin

mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang

mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal

bebas juga merusak kolagen dan elastin.

2.1.4 Faktor yang mempercepat penuaan

Berbagi faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu:

1) Faktor lingkungan

Pencemaran lingkungan yang berwujud bahan-bahan polutan dan kimia sebagai

hasil pembakaran pabrik, otomotif,dan rumah tangga akan mempercepat

penuaan. Pemakaian obat-obat/jamu yang tidak terkontrol pemakaiannya

sehingga menyebabkan turunnya hormon tubuh secara langsung atau tidak

langsung melalui mekanisme umpan balik (hormonal feedback mechanism). Sinar

matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit dengan

hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit.

2) Faktor diet/makanan.

xxxvii
Jumlah nutrisi yang cukup, jenis dan kualitas makanan yang tidak menggunakan

pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat beracun dalam

makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ tubuh, antara lain

organ hati.

3) Faktor genetik

Genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya. Tetapi faktor

genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam

makanan dan minuman yang sulit diserap oleh tubuh.

4) Faktor psikis

Faktor stres ini ternyata mampu memacu proses apoptosis di berbagai

organ/jaringan tubuh.

5) Faktor organik

Secara umum, faktor organik adalah : rendahnya kebugaran/fitnes, pola makan

yang kurang sehat. Menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis,

jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama

pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang

dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman and Klatz, 2007).

2.2 Fenomena penuaan kulit

2.2.1 Penuaan Kulit

xxxviii
Penuaan kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan

konsekuensi dari faktor intrinsik (penuaan terprogram genetik) dan faktor

ekstrinsik (lingkungan). Penuaan intrinsik atau penuaan kronologis

mengakibatkan perubahan disemua lapisan kulit. Epidermis mengalami

perlambatan regenerasi. Pada kulit usia muda, epidermal turnover

membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia tua membutuhkan waktu 40-60

hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan epidermis sehingga kulit tampak

translucent. Perlambatan regenerasi epidermis juga mengganggu fungsi

pertahananan dan perbaikan kulit. Korneosit berkumpul di permukaan kulit

sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada histologi kulit tua akan tampak

penipisan dermo epidermal junction sehingga meningkatkan kerapuhan kulit dan

penurunan transfer nutrisi pada epidermis dan dermis. Populasi melanosit di

epidermis semakin berkurang dan melanosit yang ada akan makin mengalami

penurunan aktivitas. Kulit tua mngalami perubahan diskromik seperti bintik-

bintik pigmentasi (freckles), lentigines. Kulit tua juga mudah terbakar sinar

matahari sebab kulit menipis dan sedikit melanosit.

Penuaan kulit juga mempengaruhi sel-sel Langerhans, Penurunan jumlah

sel-sel Langerhans sampai 50 mg sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan

peningkatan resiko kanker kulit (MrCullough and Kelly,2006).

Radiasi sinar ultraviolet dari sinar matahari mengakibatkan berbagai efek

padakulit manusia, di antaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan

penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara

xxxix
akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari,

sedangkan kanker kulit dan akibat dari akumulasi kerusakan yang disebabkan

oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging

ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan,

dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau

penuaan intrinsik, pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi

tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus.

Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia (Photo damaged Skin) dan

mengakibatkan penuaan dini kulit (Photoaging). Proses penuaan ini adalah

akumulasi paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan

warna lebih terang. Radiasi sinar UV mempengaruhi proses seluler dan

perubahan molekul, seperti reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal

protein kinase, faktor transkripsi, dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis

dan degradasi protein dermis. Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen

reaktif yang bereaksi dengan komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid.

Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada

kematian sel (Fisher et al., 2002).

Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ),

senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila

dibandingkan superoksida. Studi pada kulit manusia dan keratinosit

menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H 2 O 2 ,

dan berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV.


xl
Hidrogen peroksida dapat berubah menjadi spesies oksigen reaktif jenis

lain yaitu radikal hidroksil (dinucleotide phosphate) oksidase, enzim yang

menghasilkan H 2 O 2 , akibat paparan UV.

Aktivitas NADPH oksidase meningkat 2 kali dalam 20 menit paparan sinar UV

(Fisher et al., 2002).

2.2.2 Perubahan Berhubungan Dengan Proses Penuaan

Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai

organ tubuh. Penurunan fungsi berbagai organ tubuh tersebut mengakibatkan

muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, baik itu tanda fisik maupun

psikis. Tanda fisik pada proses penuaan seperti masa otot berkurang, lemak

meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu,

kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. Kemudian yang termasuk tanda

psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah

tersinggung dan merasa tidak berarti lagi (Pangkahila, 2007).

2.2.3 Penuaan intrinsik

Penuaan intrinsik juga dikenal dengan proses penuaan alamiah, yang

merupakan proses yang terus berlangsung yang dimulai pada usia pertengahan

20an. Penuaan intrinsik terjadi oleh karena akumulasi kerusakan endogen akibat

pembentukan senyawa oksigen reaktif selama metabolisme oksidasi sel.

xli
2.3 Kulit

2.3.1 Anatomi dan fisiologi kulit pada manusia

Kulit merupakan organ terbesar manusia penampilan kulit menjadi

media komunikasi yang memberi informasi tentang individu tersebut seperti

kesehatan nya secara umum, etnis atau ras, gaya hidup dan usia. Kualitas

penampilan kulit ditentukan oleh warna kulit, tekstur dan bentuk (Fisher et al.,

2008). Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut terdiri luar ke dalam yaitu

epidermis, dermis, dan hipordermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan

berturut- turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum,

stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah

struktur yang dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang

terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel langerhans, dan

sel merkel.

Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel

Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel merkel berperan pada persepsi

sensoris (Edmondson et al., 2003). Dermis terdiri 2 lapisan yaitu papillary dermis

di bagian superficial dan reticular dermis di bagian dalam. Di papillary dermis

terdapat kolagen, elastin, fibrous dan ground substance (mukopolisakarida, asam

Hyaluronat, kondroitin sulfat), serta kaya akan mikrosirkulasi. Di reticular dermis

terdapat kumpulan kolagen yang lebih kasar dengan serabut-serabut elastin yang

tersebar (Khazanchi, 2007).

xlii
Struktur epidermis

Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu

epidermis, dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan

berturut - turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum,

stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah

struktur yang dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang

terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel Langerhans, dan

sel Merkel.

Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel

Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel berperan pada persepsi

sensoris (Edmondson et al., 2003). Pemendekan telomer pada pembelahan sel

juga dikatakan salah satu penyebab penuaan intrinsik kulit, selain oleh karena

penurunan faktor pertumbuhan dan hormon. Manifestasi klinis penuaan

kronologis kulit dapat berupa serosis, kelemahan, kerutan dan gambaran tumor

jinak seperti keraktosis seboroik dan angioma buah cherry (Gilchrest and

Krutmann, 2006).

xliii
Gambar 2.1 Struktur Kulit (Edmondson et al., 2006)

Gambar 2.2 Epidermis kulit usia muda dan usia lanjut

2.3.2 Perubahan Histologis Pada Kulit

2.3.2.1 Keratinosit

Keratinosit berperan dalam pertumbuhan epidermis. Keratinosit

mengalami proses diferensiasi dimulai dari basal menuju permukaan kulit.


xliv
Proses ini pada manusia membutuhkan waktu 2-4 minggu. Diferensiasi di basal

melibatkan cross-talk antara sel dermis dan epidermis melalui growth factors.

Pada lapisan basal terdapat 3 jenis keratinosit, yaitu sel punca (stem cells),

transit - amplifying cells, dan post mitotic differentiating cells.

Lampu UV dengan emisi UV-B (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UV-

A (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada tikus Wistar tanpa bulu

mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells.

2.3.2.2 Melanosit

Pigmentasi irregular menjadi karakteristik kulit yang mengalami

Photoaging desebabkan oleh karena hyperplasia melanosit hiperaktif, yang

mengakibatkan kulit kecoklatan, bercak-bercak dan lentigen, diselingi dengan

daerah yang mengalami kerusakan lebih berat sehingga melanosit tidak

mampu mentransfer pigmen normal ke keratinosit. Radiasi sinar UV menginduksi

proliferasi melanosit tidak hanya dikulit yang terpapar tetapi juga pada kulit

yang terlindungi. Kemungkinan oleh faktor yang belum dapat dikenali yang

dilepaskan ke sirkulasi setelah radiasi UV-B.

Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia dan mengakibatkan

penuaan dini kulit (Photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi paparan

matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang.

Radiasi sinar UV mempengaruhi proses seluler dan perubahan molekul, seperti

reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi,

dan enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis.

xlv
Radiasi sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan

komponen sel yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel

mengganggu fungsi sel sehingga mengarah pada kematian sel (Fisher et al.,

2002).

Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ),

senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila

dibandingkan superoksida. Studi pada kulit manusia dan keratinosit

menunjukkan bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H 2 O 2 , dan

berlanjut terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV.

2.3.3 Anatomi Kulit Tikus Wistar

Kulit mencit terbagi menjadi tiga lapisan ; epidermis, dermis dan

subkutis, Epidermis terdiri dari epitel skuamosa bertingkat sedangkan dermis

disusun oleh jaringan ikat yang padat. Epidermis berkembang biak baik pada

waktu lahir dan menebal dalam 4-5 hari setelah lahir, kemudian menipis seiring

dengan perkembangan folikel rambut. Ketebalan epidermis berbeda antara

daerah berambut dan tidak berambut.

Epidermis terdiri dari 3 stratum dengan beberapa lapisan sel pada

masing - masing stratum. Paling dalam adalah Stratum Germinativum di

membran basalis yang terdiri dari sel - sel yang vertikal dan tidak bentuk tidak

teratur, nukleus oval dan jernih dengan beberapa sel polihidral yang masing-

masing dihubungkan dengan tonofibril. Epidermis pada daerah tidak berambut

lebih sedikit berambut terdiri dari 6 lapisan sel dan stratum - stratumnya sulit
xlvi
dibedakan. Stratum germinativum dan granulosum tampak sebagai sel yang

tersebar berjumlah sangat sedikit, sedangkan stratum korneum terdiri dari 1-2

lapis sel saja.

2.4 Pegagan (Centella asiatica)

2.4.1 Deskripsi pegagan

Asam asiatic, asam madecassic, dan asiaticoside telah ditunjukkan untuk

merangsang in vitro sintesis kolagen. Ekstrak dititrasi pegagan ( TECA ), asam

asiatik, dan asiaticoside yang terbukti meningkatkan renovasi dari matriks

kolagen luka setelah injeksi ke dalam model binatang, melalui stimulasi

kolagen dan glikosaminoglikan synthesis. Asiaticoside diisolasi dari Centella

asiatica meningkatkan kandungan hidroksiprolin, kekuatan tarik, dan

kandungan kolagen luka setelah pemberian topikal pada hewan model.

Asiaticoside ditemukan untuk mempromosikan angiogenesis dalam

perempuan membran chorioallantoic di in vitro. Peningkatan proliferasi sel dan

sintesis kolagen diamati di lokasi luka setelah pengobatan dengan ekstrak oral

pegagan. Sebuah studi menemukan bahwa hewan aplikasi topikal ekstrak

pegagan Centella asiatica tiga kali sehari selama 24 hari untuk membuka luka

menghasilkan peningkatan kadar kolagen. Sebuah studi in vitro efek dari fraksi

triterpenoid total, Centella asiatica (TTFCA) pada fibroblast kulit manusia

menemukan ekstrak untuk tidak berpengaruh signifikan terhadap proliferasi

xlvii
sel, sintesis total protein, atau sintesis proteoglikan, namun peningkatan yang

signifikan dalam persentase kolagen dan lapisan sel fibronektin.

Madecassol, suatu senyawa yang mengandung asiaticoside,

menghambat biosintesis asam mucopolysaccharides dan kolagen dalam

granuloma hewan. Madecassol juga menghambat proliferasi fibroblast embrio

manusia dalam vitro. Pegagan (Centella asiatica (L)Urban) merupakan

tumbuhan tanpa batang, dengan pertumbuhan yang menjalar tahunan

(Heyne, 1987). Spesies dari genus Centella kira-kira terdiri dari 33 spesies yang

kesemuanya tersebar didaerah tropis dan subtropis (Kumar and Gupta, 2006).

Menurut (Lasmadiwati, 2004), Spesies Centella asiatica (L) Urban terdiri dari 2

jenis yang meliputi pegagan merah dan pegagan hijau. Perbedaan mendasar

antara pegagan merah dan pegagan hijau terletak pada warna stolon dan

tangkai daun. Warna stolon dan tangkai daun pegagan merah adalah hijau

kemerahan, sedangkan pada pegagan hijau keseluruhannya berwarna hijau.

Warna hijau kemerahan pada stolon dan tangkai pegagan merah disebabkan

oleh hadirnya zat aktif flavonoid. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa

fenol yang bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru dan

sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan.

Flavonoid terikat pada molekul gula sebagai glukosida pada tumbuhan

tingkat tinggi, flavonoid mempunyai salah satu fungsi sebagai pigmen. Pegagan

(Centella asiatica (L) Urban) ini merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan

xlviii
berkeping dua. Pada umumnya disebut sebagai asiatic. Centella asiatica yang

termasuk dalam family Umbelliferae. Tumbuhan berupa roset akar dengan

tangkai daun yang lunak, perakaran dangkal dan berkembang biak dengan

menggunakan stolon (Kumar and Gupta, 2006).

Seperti halnya tumbuhan tingkat tinggi lainnya, pegagan memiliki

beberapa organ tumbuhan yang meliputi : akar, stolon, daun, bunga dan buah.

Akar dari tumbuhan pegagan merupakan akar vertikal (Kumar and Gupta,

2006). Akarnya merupakan rimpang yang pendek serta mempunyai geragih

(Savitri, 2006). Stolon pegagan tumbuh di atas permukaan tanah, dan

berfungsi sebagai salah satu organ perkembangbiakan selain biji. Pada setiap

buku dari stolon akan tumbuh tunas yang menjadi cikal bakal tumbuhan

pegagan yang baru. Tunas akan tumbuh menjadi beberapa daun tunggal yang

tersusun dalam roset. Daun berupa daun tunggal yang tumbuh dari setiap

buku pada stolon, permukaan daun kadang berambut, kaku atau kasap dengan

pertulangan daun menjari (Lasmadiwati, 2004). Daun berjumlah 2-10 yang

tersusun dalam suatu roset akar. Bangun ginjal dengan tepi bergerigi atau

beringgit, tangkai daun panjang dan pada pangkal menyerupai pelepah

(Savitri, 2006).

Bunga dari tumbuhan pegagan berukuran kecil, tidak bertangkai dan

berwarna kemerah - merahan. Bunga - bunga ini tumbuh dalam tirai bunga

yang sederhana dan terdiri dari 3-6 bunga (Satya and Ganga, 2006). Bunga

xlix
selanjutnya akan berkembang menjadi buah yang berupa buah buni,

berbentuk lonjong atau pipih. Buah berwarna hijau saat muda dan berubah

menjadi kecokelatan saat sudah tua. Tumbuh menggantung, berukuran kecil

dengan panjang 2–2,5 mm. Buah memiliki bau yang cukup harum tetapi

rasanya pahit (Lasmadiwati, 2004).

2.4.2 Farmakokinetik Pegagan

Madecassoside, siaticoside, asam Asiatic, dan asam madecassic memiliki

bioavailabilitas antara 0 dan 50 mg . (Bosse et al., 2005). Melaporkan bahwa

kadar plasma puncak dicapai 2-4 jam setelah konsumsi oral, injeksi

intramuskular, atau aplikasi topikal Madecassol, juga tidak menemukan

perbedaan dalam waktu puncak konsentrasi plasma dengan dosis yang berbeda

atau tunggal dibandingkan dosis kronis dalam studi crossover dari total fraksi

triterpenic pegagan (TTFCA).

Daerah di bawah kurva meningkat secara signifikan dalam cara yang

tergantung dosis tunggal setelah dosis 30 mg atau 60 mg.

Setelah pengobatan kronis selama tujuh hari dengan baik 30 mg atau 60 mg

TTFCA dua kali sehari.

2.4.3 Klasifikasi Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)

Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan, klasifikasi dari pegagan

(Centella asiatica (L.) Urban) adalah sebagai berikut :

l
a. Kingdom Plantae

b. Divisi Spermatophyta

c. Sub-divisi Angiospermae

d. Kelas Dikotiledonae

e. Ordo Umbellales

f. Famili Umbelliferae

g. Genus Centella

h. Spesies Centella Asiatica (L) Urban (Lasmadiwati, 2004)

Nama umum (nama dagang) dari pegagan (Centella asiatica (L) Urban) antara

lain pegagan, daun kaki kuda dan antanan (Lasmadiwati, 2004). Sedangkan

untuk nama lokal antara lain: pegagan (Ujung Pandang), antanan gede,

antanan rambat (Sunda), dau tungke (Bugis), pegagan, gagan - gagan, rending,

kerok batok (Jawa), tekosan (Madura) dan kori-kori (Yuniarti, 2008). Pegagan

juga dikenal dengan beberapa istilah asing diantaranya: Ji xuecao,

Indianpennywort, indischewaternavel dan paardevoet (Wijayakusuma and

Dalimartha, 2006).

Skema tumbuhan pegagan .

1) Pegagan dengan susunan daun dalam roset akar,

2) Tangkai daun dengan pangkal menyerupai pelepah,

3) Susunan tulang daun,

4) Stolon dengan tunas,bunga dan akar yang tumbuh pada buku,

5) Bunga
li
6) Buah

2.4.4 Kandungan Bahan Aktif Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)

Menurut Kumar and Gupta, 2006, secara umum kandungan bahan aktif

yang ditemukan dalam pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) meliputi;

1) Triterpenoid saponin,

2) Triterpenoid genin,

3) Minyak esensial,

4) Flavonoid,

5) Fitosterol, dan bahan aktif lainnya. Bahan-bahan aktif tersebut secara

umum terdapat pada organ daun tepatnya pada jaringan palisade

parenkim. Bahan aktif yang terkandung dalam pegagan juga menjadi

salah satu alasan mengapa pegagan dimasukkan dalam ordo

umbelliferae. Bahan aktif yang terkandung, terutama dari golongan

Triterpenoid saponin merupakan turunan zat aktif umbelliferon yang

terdapat pada tumbuhan pegagan dan tumbuhan lainnya. Kandungan

Triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur yang utama

dalam Triterpenoid saponin adalah asiatikosida dan madekassosida

(Kumar dan Gupta, 2006). Asiatikosida mampu bekerja sebagai Centella

asiatica (Selfitri, 2008).

lii
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak.

Tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glukosida. Flavonoid pada

tumbuhan mempunyai empat fungsi diantaranya:

1) Sebagai pigmen warna,

2) Fisiologi dan Patologi,

3) Aktifitas farmakologi, terutama yang terkait dengan kerja pembuluh darah

4) Sebagai flavonoid tambahan dalam makanan (Jayanti, 2007).

Gambar 2.4 Daun Pegagan

liii
Gambar 2.5 Daun Pegagan dalam keadaan segar

2.5 VITAMIN C

Vitamin C lebih sering kita perbincangkan jika menyangkut topik

pencegahan penyakit. Padahal, manfaat vitamin ini juga sangat besar bagi

kesehatan dan kecantikan kulit. Selama berabad-abad, kaum wanita selalu

menemukan cara untuk menikmati khasiat vitamin C bagi kulit. Vitamin C atau

asam askorbat mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga berperan sebagai

anti oksidan atau reduktor pada sintesis melanin yang banyak membutuhkan

oksigen serta dapat mengubah bentuk melanin oksidasi yang berwarna gelap

menjadi melanin tereduksi yang berwarna agak pucat. Vitamin C dalam

megadose satu sampai dua gram perhari secara oral dapat menghambat

perubahan dopa menjadi dopakuinon sehingga menghambat pembentukan

melanin. Dalam penelitian Kameyama K, et al., 2010. Terbukti bahwa

absorbsi perkutaneus asam askorbat dapat menghambat aktivitas enzim

tirosinase sehingga menghambat produksi melanin dengan menurunnya o-

kuinon dan membuat cerah kulit pada orang normal maupun orang dengan

gangguan hiperpigmentasi. Vitamin C selain dapat menghambat kerja enzim

tirosinase dan sebagai reduktor juga sebagai antioksidan kulit sehingga dapat

digunakan sebagai tabir surya selain itu vitamin C penting sebagai

pembentukan kolagen dapat digunakan untuk mencegah keriput.

liv
Vitamin C tidak disimpan di dalam tubuh dan mudah dieksresikan

kedalam urin. Kadar vitamin C serum yang tinggi akibat vitamin C dalam dosis

yang berlebihan akan diekskresikan oleh ginjal tanpa mengalami perubahan.

VITAMIN FUNGSI SUMBER KEADAAN


MAKANAN DEFISIENSI

C (asam askorkat) Membantu Buah jeruk, tomat, Penyembuhan


perbaikan dan sayu-sayuran luka yang buruk,
pertumbuhan berdaun hijau, perdarahan gusi,
jaringan. kentang. scurvy, mudah
Dibutuhkan dalam terkena infeksi.
pembentukan
kolagen.
2.1 Daftar Tabel Vitamin C (Jurnal manfaat dan sumber vitamin C, 2013)

2.5.1 Farmakokinetik

Vitamin C diabsorpsi dengan mudah melalui saluran gastrointestinal

dan di distribusikan ke seluruh cairan tubuh. Ginjal akan mengekskresi vitamin C

seluruhnya, hampir tanpa perubahan.

2.5.2 Farmakodinamik

Vitamin C diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan

sintesis lemak. Sintesis kolagen juga membutuhkan vitamin C untuk endotel

kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan jaringan, serta jaringan osteid dari tulang. T

anaman sejenis beri berwarna oranye keemasan tersebut ternyata merupakan

sumber vitamin C. Tanaman lain yang juga dipakai dalam kecantikan kulit di

zaman kuno adalah biji bunga mawar yang konon mengandung vitamin C 20

lv
kali lebih tinggi dibanding buah jeruk. Manfaat terbesar vitamin C pada

kesehatan kulit adalah kemampuannya membantu pembentukan kolagen.

Vitamin C mengandung asam askorbat yang merupakan kunci utama untuk

memproduksi kolagen sebagai protein untuk membuat kulit tetap sehat dan tak

gampang kendur. Kolagen bersama dengan elastin akan menjaga kulit tetap

sehat. Kolagen menghasilkan kekenyalan dan kekuatan kulit, sementara elastin

menghasilkan kelenturan.

Selain itu vitamin C juga menjadi sumber antioksidan yang menetralkan

radikal bebas di kulit. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kandungan asam

askorbat 2 - fosfat yang terkandung dalam vitamin C tidak hanya sebagai

antioksidan, disamping itu, vitamin C juga dapat membantu kulit memperbaiki

kolagen kulit (Sauermann et al., 2004).

Saat tubuh kekurangan vitamin C kulit pun tampak lebih kering dan

kasar. Vitamin C juga bermanfaat untuk mencerahkan kulit. Pada mereka

yang sering terpapar sinar matahari kulit menjadi tampak lebih cokelat

karena adanya pembentukan pigmen. Beberapa riset juga menunjukkan

vitamin C dalam bentuk oral memiliki efek signifikan memperbaiki kerusakan

kulit akibat sinar matahari (Boyce., 2004).

2.6 Kolagen

lvi
Kolagen adalah triple helikal protein yang tersebar di seluruh tubuh

dan mempunyai berbagai fungsi seperti pengikat jaringan, adhesi sel, migrasi

sel, dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), morfogenesis

jaringan dan perbaikan jaringan. Kolagen adalah elemen yang membentuk

matriks ekstra seluler jaringan, yang berguna untuk kekuatan tegang jaringan

seperti tendon, tulang, tulang rawan dan kulit, kolagen juga mempunyai

fungsi yang berkaitan dengan lokasinya, misalnya membran basalis pada

glomerulus ginjal yang berfungsi untuk filtrasi molekul (Kadler et al., 2007).

2.6.1 Deskripsi Kolagen

Kolagen terdiri dari 3 rantai polipeptida dengan konformasi poliprolin

yang panjang. Setiap rantai polipeptida memiliki pengulangan Gly-X-Y triplet

dimana residu glycyl menempati setiap posisi ketiga dan posisi X dan Y ditempati

oleh prolin dan 4-hidroksiprolin. Ketiga rantai saling berkaitan melalui ikatan

rantai hydrogen. Ada 28 jenis kolagen pada vertebrata yang diberi nomor I-

XXVIII. Kolagen di hasilkan oleh sel fibrolast. Kolagen tipe 1 adalah jenis yang

paling banyak di jaringan ikat kulit. Selain itu kulit juga mengandung kolagen (III,

V, VI), elastin, proteoglikan dan fibronektin (Kadler., 2007).

2.6.2 Perubahan Pada Kolagen

Pada kulit yang mengalami Photoaging, serat kolagen mengalami

disorganisasi. Serabut kolagen dan kumpulan serat kolagen berkurang dan

mengalami homogenisasi. Kulit yang mengalami Photoaging prekursor kolagen

Tipe I dan III dan crosslink-nya berkurang (Pinnel, 2003; Gilchrest and Krutman,

lvii
2006). Dengan menggunakan antibody terhadap kolagen Tipe I, tidak

ditemukan ada perubahan kolagen setelah radiasi UV-B selama 10 minggu.

Peningkatan kolagen pada Tipe III dimulai setelah terpapar UV-B selama 12

minggu (5 hari perminggu dengan ½ MED setiap pemaparan).

Kolagen di pengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik

meliputi sinar ultraviolet, polusi, dan diet, Faktor ekstrinsik dapat memperberat

kerusakan kolagen yang disebabkan oleh faktor intrinsik. Pengaruh faktor

genetika tampak pada studi penuaan kulit pada berbagai etnis, Etnis dengan

pigmentasi lebih gelap, seperti ras Afrika-Amerika, memiliki daya perlindungan

yang lebih tinggi terhadap Ultraviolet. Sinar Ultraviolet memicu pembentukan

radikal bebas sehingga merusak kolagen kulit. Kulit ras Afrika - Amerika

mengandung lipid interseluler lebih banyak daripada ras Kaukasia sehingga

lebih resisten terhadap penuaan. Kerutan wajah pada ras Asia terjadi lebih

lambat dan lebih ringan daripada ras Kaukasia (Farage et al., 2008).

Penurunan kolagen kulit tampak signifikan pada wanita menopause.

Kolagen kulit orang dewasa berkurang 1 % setiap tahun. Penurunan kolagen ini

lebih tampak pada wanita daripada pria. Kulit kendor dan kerutan wajah

disebabkan kerusakan akumulasi kolagen. Sinar ultraviolet juga memicu

pembentukan radikal bebas, yang dapat bereaksi dengan protein seperti

kolagen sehingga terjadi kerusakan kolagen.

2.6.3 Mekanisme Kerusakan Kolagen

lviii
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan pada kultur

fibroblast yang menunjukkan bahwa paparan pada kultur fibroblast kulit yang

mengalami kerusakan akibat Ultraviolet. Pada kulit yang terlindungi sinar

matahari dengan kolagen Tipe I yang terdegradasi sebagian diperoleh melalui

percobaan in-vitro kolagen yang dicampur dengan MMPs yang di induksi oleh

sinar Ultraviolet, yang terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu; mekanisme secara

langsung terjadi degradasi kolagen secara tidak langsung melalui hambatan

sintesis kolagen oleh degradasi kolagen yang terbentuk dari MMP. Kolagen Tipe I

yang terfragmentasi memberikan umpan balik negative terhadap sintesisnya

(Varani et al., 2001).

Gambar 2.6 Mekanisme Kerusakan Kolagen ( Shin, 2005).

2.6.4 Sintesis Kolagen

Awal polipeptida dibentuk di dalam ribosom dari retikulum endoplasma

kasar yang disebut rantai prokolagen α, dimana terjalin dalam sistena retikulum

endoplasma sehingga terbentuk triple helices. Setiap asam amino ketiga pada

rantai α disebut sebagai glisin; dua asam amino kecil lainnya terbanyak di dalam

lix
kolagen dihidroksilasi setelah proses translasi menjadi bentuk hidroksiprolin dan

hidroksilisin (Mescher, 2010).

2.6.5 Sintesis Prokolagen

Bentuk triple helix dari rantai α berbentuk molekul prokolagen seperti

sebuah batang, dimana kolagen tipe 1 dan 2 berukuran panjang, 300 nm dan

lebar 1,5 nm. Molekul prokolagen mungkin homotrimerik, dimana ketiga

rantainya identik, atau heterotrimerik, dimana dua atau ketiga rantainya

memiliki sekuen yang berbeda. Kombinasi dari banyak rantai prokolagen α

sangat bertanggung jawab atas bermacam-macam tipe dari kolagen dengan

struktur dan fungsi yang berbeda. Pada kolagen tipe I, II, III, molekul kolagen

bersatu dan menjadi berkelompok bersama-sama membentuk fibril (Mescher,

2010).

Karena kolagen tipe I sangat banyak, maka didapatkan banyak penellitian

tentang Sintesis kolagen ini. Sintesis dari protein penting ini meliputi beberapa

tingkat, dimana disimpulkan pada gambar 2.1 (Mescher, 2010) :

1. Polipetida rantai prokolagen α diproduksi pada ikatan poliribosom yang

berikatan dengan membrane dari Retikulum Endoplasma yang kasar dan

ditranslokasi di dalam sisterna dan dilanjutkan dengan sinyal peptide.

2. Hidroksilasi prolin dan lisin diawali sesudah rantai peptide telah mencapai

panjang minimum tertentu dan masih terikat pada ribosom. Enzim yang

menyertai adalah prolil hidroxilase dan lisil hidroksilase dan reaksi yang

membutuhkan O 2 , Fe2+ dan asam askorbat (vitamin C) sebagai kofaktor.

lx
3. Terjadi glikosilasi pada beberapa sisa hidroksilisin, dengan bermacam-

macam tipe dari kolagen yang memiliki jumlah ikatan galaktosa-hidrosilisin

yang berbeda-beda.

4. Gugus amino dan karboksil akhir dari setiap rantai α membentuk

polipetida non helix, kadang disebut propeptida ekstensi, dimana

membantu rantai α (α 1 , α 2 ) membentuk dengan posisi yang benar menjadi

triple helix. Sebagai tambahan, propeptida nonhelix membuat molekul

prokolagen soluble dan mencegah pembentukan intraseluler prematur

dan pengendapan dari fibril kolagen. Prokolagen ditranspotasikan melalui

jaringan golgi dan dieksositosis ke lingkungan ekstraselular.

5. Diluar sel, protease spesifik disebut peptidase prokolagen menyingkirkan

perpanjangan propeptida, perubahan dari molekul prokolagen menjadi

molekul kolagen. Sekarang ini sesuai untuk pembentukan sendiri kedalam

fibril kolagen polimerik, biasanya pada tempat tertentu dekat dengan

permukaan sel.

6. Pada beberapa tipe kolagen, fibril berkumpul membentuk fiber.

Proteoglikan tertentu dan tipe kolagen (tipe V dan tipe XI) bergabung pada

kumpulan molekul kolagen untuk membentuk fibril-fibril dan formasi fiber

yang berasal dari fibril dan berikatan dengan struktur dari komponen-

komponen ektraselular matrik lainnya.

lxi
7. Struktur fibriler ditarik oleh formasi kovalen yang berikatan silang antara

molekul-molekul kolagen, sebuah proses dikatalisis oleh enzim lisil

oksidase.

8. Beberapa penelitian mengenai sel fibroblas pada kulit yang menua,

menunjukkan bahwa fibroblas yang dikultur dapat mensintesis sejumlah

prokolagen tipe I yang sama seperti pada kulit yang tidak terpapar sinar

matahari. Data ini sebagai bukti bahwa berkurangnya produksi

prokolagen tipe I pada kulit yang rusak akibat paparan sinar UV bukan

karena kerusakan fibroblas. Pada penelitian in vitro yang menambahkan

fibroblas pada jaringan kolagen yang utuh atau rusak, memperlihatkan

adanya perubahan fungsi fibroblas pada kolagen yang mengalami

fragmentasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa akumulasi kerusakan

kolagen yang parsial pada sel kulit yang menua menghambat sintesis

prokolagen tipe I (Chung et al., 2003).

lxii
Gambar 2.6.4

Sintesis Kolagen
Proses Hidrosilasi dan glikosilasi pada rantai α prokolagen dan pembentukan
menjadi triple helices terjadi pada RER (Rough Endoplasmic Reticulum) dan
pembentukan menjadi fibril terjadi pada Extracelular Matrix sesudah
mengekskresikan prokolagen. Karena ada sedikit perbedaan pada gen rantai α
prokolagen dan produksi kolagen tergantung pada beberapa kejadian setelah
translasi meliputi beberapa enzim lainnya, banyaknya penyakit kegagalan
Sintesis kolagen yang telah dijelaskan (Mescher, 2010).

Gambar 2.6.5

Prokolagen
Bentuk dari kolagen yang paling banyak, tipe 1, setiap molekul prokolagen terdiri
dari dua rantai peptide yaitu α 1 dan α 2 . Massa 1 buah molecular kira-kira 100
kDa, terjalin helix pada sisi kanan dan bergabung bersama oleh interakai ikatan
hidrogen dan hidrofobik. Setiap putaran lengkap dari pilinan helix, dengan jarak
8,6 nm. Panjang setiap molekul tropokolagen adalah 300nm dan lebarnya 1,5 nm
(Mescher, 2010)

lxiii
Serat kolagen tersusun atas subunit – subunit tropocollagen di mana

susunan rantai asam amino α akan menentukan tipe kolagen, sedikitnya terdapat

20 tipe kolagen. Kolagen dapat dikategorikan sebagai fibril-forming, fibril-

associated dan network-forming, ada juga collagen-like protein sebagai kategori

tambahan. Kolagen termasuk dalam keluarga protein yang jumlahnya sangat

banyak, menyusun sekitar 20 – 25% dari seluruh protein tubuh (Gartner and

Hiatt, 2007). Pada dermis kulit normal terdiri dari 80% tipe 1 dan 25% tipe 3

(Velnar et al., 2009). Kedua tipe kolagen tersebut termasuk dalam fibril-forming

collagen merupakan serat yang fleksibel dan mempunyai daya regang yang besar

dan kuat. Kolagen tipe ini berwarna putih oleh sebab itu dikenal juga dengan

serat putih. Kolagen pada jaringan ikat berdiameter lebih kecil dan hampir tak

berwarna jika tidak diwarnai. Tiap serat kolagen terdiri atas tropocollagen. Setiap

tropocollagen tersusun atas tiga rantai polipeptida yang tersusun triple helix

(Gartner and Hiatt, 2007).

Gambar 2.6.6
Skematik struktur kolagen (Gartner dan Hiatt, 2007)

lxiv
Gambar 2.6.7
Kolagen tipe 1 dengan Pewarnaan HE
Serabut - serabut kolagen berkumpul menjadi satu ikatan yang besar (C). Tanda
panah menunjukkan gambar fibroblas (Mescher, 2010).

2.7 Efek Ultraviolet Terhadap Perubahan Kulit

2.7.1 Radiasi Sinar Ultraviolet

Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari

berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang yang sangat

panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan

dengan radiasi sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik

dengan panjang gelombang lebih pendek dari cahaya tampak tetapi lebih

panjang dari sinar X, dengan rentang 10-400 nm, energy 3-124eV. Sinar UV

ditemukan pada sinar matahari. Radiasi UV dikelompokkan menjadi 3 macam,

yaitu: Pertama, UV-C dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290

nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai
lxv
permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh lapisan ozone. Kedua,

UV-B (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan bertanggung jawab

terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Ketiga, UV-A

(320-400 nm) yang mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UV-A1

(340-400 nm) dan UV-A2 (320-340 nm). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone

mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UV-B yang mencapai permukaan

bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia.

Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya

penuaan dini kulit (Rigel et al., 2004). Sinar UV-C merusak DNA lebih berat

daripada UV-B, meskipun lebih potensial daripada UV-B namun UV-C banyak

diserap atmosfer dan tidak mencapai permukaan bumi. Sinar UV-B merusak sel

melalui efek langsung kerusakan DNA dan induksi apoptosis. Sinar UV-B memicu

multimerisasi Fas death receptors, yang memicu pengaktifan caspase-8. Sinar

UV-B pada keratinosit menstimulasi fosforilasi dan stabilisasi p38 mitogen-

activated protein kinase (MAPK), yang terjadi dalam 2 jam paparan UV-B, dan

memulai aktivasi caspase. Peroksidasi lipid dan produksi radikal oksidatif terjadi

setelah paparan UV-B. Sinar UV-A mempunyai potensi lebih rendah dalam

merusak sel. Sinar UV-A mengakibatkan pembentukan radikal oksidatif. Stres

oksidatif ini yang merusak sel (Raj et al., 2006).

Studi tentang paparan UV-B (290-330 nm) dengan keluaran energi 0,7

mW/cm2, jarak 30 cm, kekuatan radiasi 8, 16,24, 32 mJ/cm2; pada keratinosit in

vitro, melaporkan bahwa apoptosis keratinosit terjadi pada radiasi 16 mJ/cm2.

lxvi
Lampu UV dengan emisi UV-B (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UV-

A (320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada tikus Wistar tanpa bulu

mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells. Radiasi 30

mJ/cm2 adalah rentang paparan UV normal pada manusia. Dosis UV 40 mJ/cm2

pada manusia menghasilkan efek eritema (Lu et al., 2000). Lampu UV (270-440

nm) dengan emisi dominan 312 nm menghasilkan penetrasi kulit lebih dalam

daripada UV gelombang pendek (254 nm).

Radiasi UV-B yang mencapai kulit, 70 % diserap pada stratum korneum,

20% mencapai seluruh epidermis, dan hanya 10% mencapai bagian atas dermis.

Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada epidermis, dan hanya 10%

mencapai bagian atas dermis. Radiasi UV-A diabsorbsi sebagian besar pada

epidermis, tetapi 20-30% radiasi ini mencapai bagian yang lebih dalam dermis

dibandingkan dengan UV-B. Walaupun UV-B (290-320 nm) memiliki panjang

gelombang yang lebih pendek tetapi lebih efisien mencapai permukaan bumi,

lebih kuat terserap pada epidermis dan lebih eritemogenik dibandingkan dengan

UV-A (Rigel, 2004).

2.7.2 Pigmentasi

Pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari yang terjadi berupa

kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada

kulit tergantung dari panjang gelombang radiasi. Eritema yang diinduksi UV-B

diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi terjadi akibat paparan UV-B. Melanisasi

yang terjadi oleh karena paparan UV-A bertahan lebih lama dibandingkan

lxvii
dengan paparan UV-B. Perbedaan ini kemungkinan terjadi oleh karena lokalisasi

pigmen yang diinduksi oleh UV-A lebih basal.

2.7.3 Kerusakan DNA

DNA seluler langsung menyerap paparan UV-B dan penyerapan ini

menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak

heliks DNA Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka akan mengakibatkan

kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan kematian sel. Radiasi sinar UV-A

juga sangat merusak DNA tetapi kurang jika dibandingkan UV-B (Rigel et al.,

2004; Placzek et al., 2005; Gilchrest and Krutman, 2006).

2.8. MMP-1

2.8.1 Matriks metaloproteinase

Matriks metaloproteinase (MMP) adalah suatu zinc-dependent

endopeptidase yang bertanggung jawab dalam degradasi jaringan ikat dermis.

Sampai saat ini diketahui ada 28 tipe MMP pada manusia. Masing-masing MMP

mempunyai struktur dan spesifitas yang berbeda seperti kolagenase, gelatinases,

stromelysin, dan MMP tipe membran disesuaikan dengan substratnya dan

tergantung dari sekresinya berupa protein yang larut atau terikat pada membran

permukaan (Fu et al., 2008). Matriks metaloproteinase terlibat dalam berbagai

aktivitas proteolitik baik dalam keadaan fisiologis maupun patologis seperti

embriogenesis, penyembuhan luka, inflamasi, angiogenesis, dan kanker (Quan et

al., 2009).

lxviii
Beberapa peneliti lainnya menunjukkan bahwa paparan sinar UV secara

in vivo meningkatkan setidaknya tiga MMP yang yaitu kolagenase (MMP-1)

(Quan et al., 2009), stromelysin-1 (MMP-3), dan 92 -kDa gelatinase (MMP-9).

Ketiga MMP ini secara in vivo sangat dipengaruhi oleh faktor transkripsi AP-1,

yang dengan cepat diinduksi dan diaktifkan oleh paparan sinar UV (Fisher et al.,

2001). Aktivitas gabungan MMP-1, -3, dan -9 memiliki kemampuan untuk

menurunkan sebagian besar protein yang terdapat dalam matriks ekstraseluler

dermis. Activator Protein -1 (AP-1) merupakan nuclear transcription factor, terdiri

dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi

MMP.

Hal yang menarik dari penelitiaan Quan et al. (2009) adalah di antara 19

MMP yang terdapat pada kulit manusia normal, hanya tiga secara signifikan

diinduksi oleh paparan sinar UV yaitu MMP-1 (kolagenase), MMP-3 (stromelysin-

1), dan MMP-9 (92-kDa gelatinase). Matriks metaloproteinase-1 dan mRNA

MMP-3 diinduksi 1000 kali lipat dalam waktu 24 jam setelah dipapar sinar UV,

sedangkan MMP-9 hanya enam kali lipat. Matriks metaloproteinase-1 pada

awalnya membelah prokolagen tipe I dan III pada kulit, pada satu lokasi di dalam

triple helix. Setelah kolagen dibelah oleh MMP-1, maka selanjutnya kolagen

tersebut semakin dirusak oleh peningkatan kadar MMP-3 dan MMP-9. Data ini

menguatkan temuan oleh peneliti sebelumnya (Fisher et al., 2001; Quan et al.,

2009).

lxix
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa MMP-8 (neutrofil kolagenase)

(Fisher et al., 2001) dan MMP-12 (makrofag elastase) (Chung et al., 2002)

merupakan protein yang timbul dalam waktu 24 jam setelah paparan sinar UV,

sebagai akibat dari netrofil dan makrofag yang keluar dari sirkulasi. Netrofil dan

makrofag kulit adalah sel yang mengalami diferensiasi yang tidak lagi

mentranskripsi mRNA baru. MMP-8 dan mRNA MMP-12 yang tersisa kadarnya

sangat kecil sehingga tidak dapat dideteksi.

Selain itu, pada kultur sel yang diambil dari kulit yang terlindung dari sinar

matahari (sun-protected skin) kemudian dipapar dengan sinar UV, maka MMP-1

akan menyebabkan fragmentasi kolagen dan menimbulkan perubahan struktur

dan susunan serat kolagen sama seperti yang yang terjadi pada photoaging

(Varani et al., 2001, 2008). Secara keseluruhan, penelitian oleh Quan et al. (2009)

secara in vivo menunjukkan bahwa MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 adalah enzim

kolagenolitik primer yang diinduksi oleh paparan sinar UV, dan MMP-1

merupakan protease utama yang mampu memulai degradasi serat kolagen pada

kulit manusia. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan pada kultur fibroblas

menunjukkan bahwa paparan sinar UV-B mampu memicu ekspresi MMP-1 pada

dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 – 100 mJ/cm2 (Yulianto, 2006; Lee et al.,

2009).

Fibroblas dermis merupakan sumber utama MMP-1 dan meningkat

setelah paparan sinar UV-B pada sel kultur maupun sel kulit secara in vivo (Fagot

et al., 2004). Walaupun MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 pada permulaannya

lxx
dihasilkan di epidermis, tapi enzim tersebut berdifusi ke dalam dermis dan

kemudian mendegradasi kolagen (Quan et al., 2009). Difusi ini juga dibantu oleh

ikatan langsung MMP ke kolagen matriks ekstraseluler. Walaupun ada

penelitian yang mengemukakan bahwa keratinosit adalah sumber utama MMP-

1, yang diproduksi sebagai respon kulit terhadap paparan sinar UV-B. Sel

fibroblas dermis juga berperan dalam ekspresi MMP-1 oleh keratinosit melalui

mekanisme parakrin tidak langsung yaitu dengan pelepasan growth factor dan

sitokin yang memicu ekspresi MMP-1 oleh keratinosit (Quan et al., 2009).

2.9 Pengaruh Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet mengaktifkan jalur protein kinase-mediated signaling

dalam waktu 1 jam. Jalur sinyal ini diaktifkan maksimal dalam waktu 4 jam

setelah paparan sinar UV. Pada saat ini, pemeriksaan immunohistologik

mengungkapkan aktivasi (fosforilasi) dari beberapa sinyal kinase pada sel di

seluruh lapisan epidermis (Helfrich et al., 2009). Aktivitas kinase mengatur

ekspresi dan aktivasi fungsional dari AP-1 (terdiri dari c-Jun dan Fos protein),

yang kemudian merangsang transkripsi gen untuk enzim yang mendegradasi

matriks seperti MMP-1, MMP-3, dan MMP-9. Faktor transkripsi AP-1 juga

mengganggu ekspresi gen kolagen pada fibroblas dermis (Fisher et al., 2002;

Ischihashi et al., 2009).

Paparan sinar UV juga mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB yang

merangsang transkripsi gen sitokin pro inflamasi seperti IL-1β, TNF-α, IL-6, dan

lxxi
IL-8, dan molekul adesi intercellular adhesion molecule-1. Ultraviolet merangsang

produk gen sitokin kemudian bereaksi melalui reseptor permukaan sel untuk

mengaktifkan AP-1 dan NF-κB dan dengan demikian memperkuat respon sinar

UV (Helfrich et al., 2009; Ischihashi et al., 2009).

2.9.1 Pengaruh Ultraviolet terhadap Ekpresi MMP-1

Ultraviolet menginduksi MMP-1 dimulai dari memecah (memotong)

kolagen fibril (tipe I dan III ) di satu lokasi dalam triple helix pusat. Setelah dibelah

oleh MMP-1, kolagen dapat diturunkan jumlahnya oleh peningkatan kadar MMP-

3 dan MMP-9. Aktivitas MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 telah terbukti melokalisir

kolagen dalam dermis, setelah paparan sinar UV pada kulit secara in vivo.

Ketika kulit yang tertutup pakaian (sun-protected) dipapar kemudian

dilakukan biopsi, maka hasilnya menunjukkan tingkat kerusakan kolagen parsial

meningkat 3 kali lipat dalam 24 jam setelah penyinaran UV. Dengan demikian,

sinar UV yang menginduksi MMP akan mendegradasi kolagen kulit dan merusak

integritas struktur dermis. Dengan tidak adanya perbaikan yang sempurna, maka

kerusakan kolagen oleh MMP akan berakumulasi akibat paparan sinar UV secara

terus menerus. Akibat kerusakan kolagen yang kumulatif ini memberikan andil

yang besar terhadap gambaran fenotipe dari penuaan dini kulit (Seo and Chung,

2006; Helfrich et al., 2009).

Pada penelitian yang lain menunjukkan bahwa pembentukan prekursor

kolagen tipe I dan III (prokolagen) secara signifikan lebih rendah pada kulit

lengan bawah yang terpapar sinar matahari dibandingkan dengan kulit ketiak

lxxii
dan pantat yang terlindung dari sinar matahari, hal ini membuktikan secara tidak

langsung bahwa terjadi penurunan pembentukan kolagen pada photoaging.

Besarnya penurunan pembentukan prokolagen berkorelasi secara signifikan

dengan tingkat kerusakan kulit akibat paparan sinar UV (Gilchrest and Krutmann,

2006).

Diperlukan keseimbangan antara aktivitas MMP-1 dan TIMP yang

merupakan faktor penting dalam remodeling jaringan. Pada kulit muda,

transforming growth factor-1 dapat menginduksi ekspresi gen MMP-1 dan TIMP

untuk menurunkan ekspresi MMP-1 dan meningkatkan akumulasi mRNA TIMP.

Namun, pada sel yang menua, transforming growth factor-1 tidak dapat

menghambat ekspresi gen MMP-1, meskipun induksi gen TIMP tetap ada; ini

menunjukkan bahwa sel-sel yang mengalami penuaan memberikan respon yang

lambat terhadap transforming growth factor-1. Mekanisme ini bertanggung

jawab pada peningkatan ekspresi MMP-1 sel yang menua, yaitu akan

menyebabkan degradasi dan kerusakan jaringan kolagen pada proses penuaan

kulit (Chung et al., 2003).

2.9.2 Pengaruh Ultraviolet Terhadap Jumlah Kolagen

Paparan sinar UV, selain mengurangi jumlah kolagen yang matur pada

dermis, juga merusak sintesis kolagen secara berkelanjutan, terutama melalui

penurunan regulasi ekspresi gen prokolagen tipe I dan tipe III. Dua mekanisme

yang bertanggung jawab terhadap berkurangnya ekspresi gen prokolagen adalah

induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF-β tipe II (Varani et al., 2001). Seperti

lxxiii
dijelaskan sebelumnya yaitu sinar UV menginduksi faktor transkripsi AP-1,

dengan mengikat dan mengeksekusi faktor yang merupakan bagian dari

kompleks transkripsional yang diperlukan untuk transkripsi prokolagen, yaitu

dengan mengganggu produksi kolagen. Faktor transkripsi AP-1 juga telah terbukti

menurunkan sintesis kolagen dengan menghambat pengaruh TGF-β, sebuah

sitokin profibrotik mayor, dan salah satu eksekusi dari sinyal protein ini yang

akan mengaktifkan protein baik secara langsung maupun tak langsung (Fisher et

al., 2002; Helfrich et al., 2009).

Sinar ultraviolet juga mengganggu ekspresi gen prokolagen tipe I dengan

TGF-β melalui pengurangan pengaturan (down-regulating) reseptor TGF-βII

selama 8 jam penyinaran, menunjukkan sel tidak responsif terhadap efek TGF-β.

Pada kultur fibroblas, sinar UV mempengaruhi down-regulation reseptor TGF-βII

sehingga mengakibatkan hilangnya respon TGF-β yang akhirnya akan mengurangi

secara substansial ekspresi gen prokolagen tipe I. Data ini menunjukkan bahwa

down-regulation reseptor TGF-βII, dan untuk represi media transkripsi AP-1, juga

berperanan dalam penurunan ekspresi gen prokolagen yang diamati secara in

vivo setelah dipapar dengan sinar UV (Kregel and Zhang, 2007; Masnec and

Poduje, 2008).

lxxiv
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini disusun berdasarkan latar belakang dan

kajian pustaka, perkembangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa penuaan

merupakan proses yang dapat dicegah atau diobati. Seperti organ tubuh yang

lain, kulit manusia merupakan organ kompleks dan dinamis yang menunjukkan

tanda-tanda penuaan secara nyata.

Ekstrak pegagan (Centella asiatica) bersifat sebagai antioksidan yang

berperan untuk meningkatkan sintesis pembentukan jumlah kolagen kulit dan

penurunan ekspresi MMP-1. Ekstrak pegagan (Centella asiatica) telah banyak

dipakai untuk pengobatan kulit, luka bakar yang dapat mempercepat

penyembuhan luka oleh karena dapat membantu sintesis kolagen. Kandungan

aktif yang utama dalam ekstrak pegagan adalah Triterpenoid saponin.

Triterpenoid saponin terdiri dari asiatikosida dan madekassosida. Keduanya

memiliki peranan penting, karena mampu memperbaiki kerusakan sel dengan

merangsang sintesis kolagen.

Vitamin C, kandungan aktif dari Vitamin C adalah L-ascorbic acid berfungsi

untuk antioksidan, sintesis kolagen, membantu absorbsi besi dan metabolisme

beberapa asam amino. Konsumsi vitamin C dari makanan tidak mampu mencapai

lxxv

54
kadar yang dibutuhkan kulit, karena itulah dibutuhkan tambahan pemberian

secara oral. Selain itu banyak vitamin C yang mengalami kerusakan akibat

pengolahan bahan makanan sehingga kadar yang diperoleh tubuh seringkali

tidak sesuai.

Vitamin C diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan protein dan

sintesis lemak. Vitamin C berperan dalam sintesis kolagen dan dalam

pembentukan endotel kapiler, jaringan ikat, dan perbaikan jaringan, serta

jaringan osteid tulang.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kandungan asam askorbat 2-

fosfat yang dibawa vitamin C tidak hanya menetralisasi radikal bebas, tapi juga

memperbaiki kerusakan DNA. Disamping itu, vitamin C juga dapat membantu

kulit memperbaiki kolagen kulit dengan meningkatkan jumlah kolagen kulit dan

menurunkan ekspresi MMP-1. Mengingat manfaat vitamin C yang begitu besar,

maka banyak produk vitamin C yang dijual di masyarakat. Beberapa riset juga

menunjukkan vitamin C dalam bentuk oral memiliki efek signifikan memperbaiki

kerusakan kulit akibat sinar matahari.

Diharapkan dalam penggabungan teori dan penelitian ini pemberian

ekstrak pegagan oral diharapkan dapat memberi alternatif baru untuk lebih

meningkatkan jumlah kolagen kulit dan penurunan ekspresi MMP-1 lebih

banyak daripada vitamin C, sehingga dapat meremajakan kulit wajah tanpa

tindakan invasif jika penelitian ini berhasil, sehingga sesuai dengan

perkembangan ilmu Anti Aging Medicine.


lxxvi
lxxvii
3.2 Kerangka Konsep

EKSTRAK PEGAGAN

VITAMIN C

FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL

• Genetik • Gaya hidup tidak sehat


• Radikal Bebas • Diet tidak sehat
• Hormon • Polusi lingkungan
• Penurunan sistem • Stress
g
kekebalan tubuh • Bahan Kimia
• Rokok
• Radiasi Ultraviolet
• Bahan Kimia

Penuaan Kulit tikus Wistar


dipapar UV-B

• Jumlah Kolagen
• Ekspresi MMP-1

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

lxxviii
3.3 Hipotesis Penelitian

1. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan

jumlah kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

2. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan

ekspresi MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinarUV-B.

3. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat meningkatkan p

jumlah kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar

yang dipapar sinar UV-B .

4. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) dapat menurunkan

ekspresi MMP-1 lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang

dipapar sinar UV-B.

lxxix
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah animal experimental dengan post test only control

group design yang didahului dengan penelitian pendahuluan. Pada awal penelitian

tikus Wistar dibagi untuk 3 kelompok. Kelompok pertama kontrol diberikan

placebo dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 1). Kelompok kedua tikus Wistar

diberi ekstrak pegagan 50 mg oral dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 2).

Sedangkan kelompok ketiga tikus Wistar diberi vitamin C 9 mg oral dan dipapar

sinar UV-B (Perlakuan 3).

Selanjutnya dari ketiga kelompok tersebut dilakukan biopsi pada kulit

punggung tikus Wistar jantan untuk dibuat dalam bentuk blok parafin,

Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah kolagen pada tikus Wistar dengan

pembuatan preparat dan pengecatan dengan reagen Sirius Red dan penilaian

ekspresi MMP-1 dengan pengecatan Immunohistokimia.

lxxx
58
4.2 Skema Rancangan Penelitian

K Kontrol
01
R R
P1 Pegagan
02
P S

P2 Vitamin C
03

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan:

P= Populasi

S= Sampel

R= Random

O1 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, kontrol post test.

O2 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, ekstrak pegagan 50

mg post test

O3 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1, Vitamin C 9 mg post

test

K = Perlakuan 1 dipapar sinar UV-B

P1 = Perlakuan 2 dipapar sinar UV-B + diberi ekstrak pegagan 50 mg oral.

P2 = Perlakuan 3 dipapar sinar UV-B + diberi vitamin C 9 mg oral

lxxxi
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dibagian Animal Unit Laboratorium Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar - Bali.

Pemeriksaan Histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian dilakukan selama empat minggu.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas Variabel Tergantung

• Ekstrak Pegagan • Ekspresi MMP-1


• Vitamin C • Jumlah Kolagen
• UV-B

Variabel kendali

• Jenis Kelamin
• Umur
• Berat

Gambar 4.2 Klasifikasi Variabel

4.4.1 Klasifikasi Variabel

a. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi secara langsung

penelitian ini berlangsung yaitu : oral ekstrak pegagan, Vitamin C.

lxxxii
b. Variabel Tergantung

Variabel tergantung adalah variabel yang merupakan hasil perlakuan

variabel bebas yaitu kolagen dermis dan Matriks Metalloproteinase-1.

c. Variabel Kendali

Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara lain jenis

tikus, umur, sehat, jenis kelamin yang sama, berat.

4.4.2 Sampel

Kriteria inklusi yang dipergunakan adalah :

1. Tikus Wistar

2. Berat badan 180 - 200 gram

3. Umur 10 – 12 minggu

4. Sehat

5. Jantan

Kriteria eksklusi : tidak mau makan, cacat fisik, hiperaktif.

Kriteria drop Out : apabila tikus Wistar mati pada saat penelitian.

4.4.3 Teknik Pengambilan Sampel

Tikus Wistar diambil dengan cara diacak sederhana dibagi menjadi tiga

kelompok. Kelompok 1 diberi placebo ( aquadest ) dan dipapar sinar UV-B.

Kelompok 2 diberi ekstrak pegagan 50 mg (oral) setiap hari dengan dosis sekali

lxxxiii
sehari dan dipapar sinar UV-B. Kelompok 3 diberi vitamin C 9 mg (oral) setiap

hari dengan dosis sekali sehari dan dipapar sinar UV-B.

4.4.4 Definisi Operasional Variabel

1. Daun pegagan yang digunakan daun yang usia kematangan daunnya sedang

(berwarna kuning sedikit kehijauan). Diambil dari jenis tanaman liar yang tumbuh

di rawa-rawa di daerah Tabanan Bali, yang sudah diteliti oleh laboratorium

Penelitian Universitas Udayana.

2. Ekstrak pegagan dibuat dari pengeringan daun pegagan yang telah dikeringkan

selama 2 sampai 3 hari, lalu dibuat ekstrak dengan menggunakan vacum rotary

evaporator, pengenceran ekstrak dilakukan dengan menambahkan air tween-80

10% sebagai pelarutnya. Selanjutnya dilakukan Biosasay ekstrak kasar terhadap

serangga, jamur, dan bakteri.

3. Oral ekstrak pegagan 50 mg mengandung bahan 50 mg ekstrak daun pegagan.

Sediaan oral dalam bentuk dalam bentuk ekstrak, lalu dilakukan pengenceran 50

mg ekstrak pegagan dengan aquadest, dengan dosis 50 mg/200 mg BB tikus seara

oral (zoned lambung). Bahan dasar dibuat di laboratorium farmasi Universitas

Udayana.

4. Vitamin C 9 mg yang dipakai adalah tablet vitamin C 9 mg buatan kalbe.

Dosis vitamin C 9 mg berdasarkan tabel konversi pada tikus yaitu : 0.018

sesuai dengan BB 70 kg manusia yang dikalikan dengan berat rata-rata tikus,

pada penggunaan dosis optimum pada penelitian ini sebesar 500 mg

lxxxiv
kandungan vitamin C 9 mg, sehingga dosis yang dipakai adalah 9 mg /200 mg

BB tikus. Tikus secara oral (zoned lambung) .

5. Sinar ultraviolet B adalah jumlah intensitas sinar UV-B yang diberikan berasal

dari mesin sinar UV-B buatan China, tipe KN-4003 B. Alat ini dapat

memancarkan sinar UV-B dengan besar dosis radiasi dapat diukur dengan UV

meter. Paparan sinar UV-B diberikan sebanyak 3 kali seminggu selama 4

minggu dengan dosis total penyinaran sebesar 840 mJ/Cm2.

6. Jumlah kolagen adalah presentasi pixel jaringan kolagen yang diamati dan

diukur dengan menggunakan mikroskop Olympus CX-21 yang dihubungkan

dengan alat Optilab untuk mengambil gambar preparat dengan pulasan

warna picro Sirius Red, dibandingkan dengan pixel seluruh jaringan yang

tampak pada foto sediaan histologis dan dinyatakan dalam persen (%).

Penilaian dilakukan pada foto preparat dalam format JPEG yang diambil

dengan kamera LC Evolution dan mikroskop Olympus Bx51 dengan

pembesaran objektif 40 kali, masing-masing preparat difoto sebanyak 3 kali.

7. Ekspresi MMP-1 adalah terlacaknya sel fibroblast berwarna coklat dalam

lapisan dermis yang mengekspresikan MMP-1 yang diperiksa secara

imunohistokimia. Pengukurannya adalah menghitung jumlah sel dengan

mikroskop Olympus Bx51 dan pembesaran objektif 400 kali, yaitu sel

fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 dibagi dengan jumlah semua sel

fibroblast dalam tiga lapangan pandang dan dikalikan 100%, hasilnya

dinyatakan dalam satuan persen (%).

lxxxv
8. Tikus Wistar Jantan yang digunakan adalah tikus Wistar jantan sehat yang

berumur 10-12 minggu dengan berat 180-200 gram, diberi oral dengan alat

sonde. Dosis kontrol diberikan aquadest sesuai dengan berat badan tikus dan

dipapar sinar UV-B (Perlakuan I), ekstrak pegagan 50 mg oral diberikan sekali

sehari dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan II), dan pemberian dosis vitamin C 9

mg oral diberikan sekali sehari lalu dipapar sinar UV-B (Perlakuan III).

9. Kualitas-kuantitas kandang adalah kandang pemeliharaan dengan atap dari

kawat, dilengkapi dengan tempat makanan-minuman dan disediakan satu

kandang untuk tiap kelompok perlakuan yang berbeda tiap tikus, yaitu tiap

kandang berisi 10 tikus. Kualitas - kuantitas makanan berupa konsentrat

makanan ayam 30%, jagung giling 40% dan dedak 30%, sebanyak 12-25 gr/

ekor/ hari, diberikan secara ad libitum. Minuman yang diberikan secara tidak

terbatas (ad libitum). Suhu ruangan dipertahankan 20-25˚C. Kelembaban dan

pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari. Aliran udara dalam ruangan

harus lemah dan mantap (ruang berventilasi baik dengan penyinaran

normal).

4.5. Bahan dan Alat Penelitian

4.5.1. Bahan penelitian

1. Ekstrak pegagan

2. Vitamin C

lxxxvi
3. Lampu broadband Ultraviolet buatan tipe KN-4003 B

4. Pengukur dosis radiasi (Dosimetri)

5. Kit MMP-1, antibodi MMP-1.

4.5.2. Alat penelitian

1. Kandang tikus dengan kelengkapan tempat makanan dan minum

2. Timbangan analitik

3. Papan fiksasi

4. Sendok Sonde (zoned lambung)

5. Sarung tangan

6. Labu erlemeyer

7. Alat cukur

8. Scalpel beserta dengan pisaunya

9. Bahan habis pakai lainnya

10. Kaca obyek dan kaca penutup

11. Pewarnaan Picro Sirius red

12. Mikroskop cahaya

13. Optilab

14. Kamera LC Optilab

15. Alat tulis

16. Matrix metalloproteinase-1 (MMP-1)

lxxxvii
4.6 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan sebagai berikut :

1. Pada kelompok subjek penelitian yaitu menggunakan tikus Wistar jantan

dilakukan pengambilan sampel yang memenuhi persyaratan inklusi penelitian

secara random sebanyak tiga puluh ekor mencit.

2. Tiga puluh tikus Wistar jantan terlebih dahulu dilakukan adaptasi selama 7

hari.

3. Tiga puluh ekor tikus Wistar jantan yang sudah terbagi menjadi tiga kelompok

perlakuan diaklimatisasi di unit Animasi Laboratorium Farmakologi Universitas

Udayana. Tikus Wistar jantan dikandangkan dan setiap kandang berisi 10

ekor dan diberikan makanan standar setiap hari selama 4 minggu ad libitum.

4. Dilakukan pencukuran pada punggung tikus Wistar (area yang mendapat

penyinaran). Kelompok perlakuan pertama hanya diberikan aquadest 1cc

sebagai kontrol setiap hari selama 1 bulan secara oral (zoned lambung)

paparan sinar UV-B. Kelompok perlakuan kedua diberi ekstrak pegagan secara

oral sekali sehari dosis 50/200 mgBB tikus dan diberi paparan sinar UV-B.

Kelompok perlakuan ketiga diberi vitamin C secara oral sekali sehari dengan

dosis 9/200 mgBB lalu diberi paparan sinar UV-B.

5. Dilakukan penyinaran dengan menggunakan sinar UV-B merek KN-4003,

dengan dosis total penyinaran pada kelompok pertama sampai dengan

kelompok ketiga sebesar 840 mJ/cm2, dengan perincian: 50 mJ/cm2 . pada

lxxxviii
minggu pertama, 70 mJ/cm2 pada minggu ke dua dan 80 mJ/cm2 pada minggu

ke 3 dan ke 4. Penyinaran diberikan 3 kali seminggu selama 4 minggu,

sehingga dosis totalnya mencapai 840 mJ/cm2.

6. Langkah Paparan Sinar UV-B tikus Wistar jantan.

Tabel 4.1
Jadwal dan waktu penyinaran UV-B

Jadwal Penyinaran Dosis sinar UV-B Lama penyinaran

Minggu I 50 mJ/cm2 50 detik


( Senin, Rabu, Jumat )

Minggu II 70 mJ/cm2 70 detik


( Senin, Rabu, Jumat )

Minggu III dan IV 80 mJ/cm2 80 detik


(Senin, Rabu, Jumat )

7. Tikus Wistar jantan dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh empat jam

setelah penyinaran berakhir untuk menyingkirkan pengaruh efek penyinaran

akut (Vayalil dkk., 2004).

8. Untuk mengambil sampel kulit pada mencit dilakukan biopsi. Sebelum

dibiopsi, dilakukan biopsi terlebih dahulu menggunakan xylazine dan

ketamin. Dengan dosis xylazine 4-8 mg/ kgBB IM dan Ketamin 22-44mg/ kgBB

IM (KNEPK, 2011).

9. Pembuatan sediaan histologis dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap fiksasi,

dehidrasi, clearing dan embeding. Jaringan kulit hasil biopsi kulit mencit

masing-masing dengan diameter 5 mm dan kedalaman sampai sub kutan


lxxxix
diperlakukan mengikuti tahapan tersebut. Tahap fiksasi artinya kulit hasil

biopsi direndam dalam formalin bufer fosfat 10% selama 24 jam kemudian

dilakukan triming bagian jaringan yang akan diambil. Selanjutnya jaringan

tersebut direndam dengan alkohol bertingkat (tahap dehidrasi) direndam

berturut turut 50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2

jam. Selanjutnya masuk ke tahap clearing dengan memasukkan jaringan ke

clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai transparan. Tahap embeding

diawali dengan proses infiltrasi sebanyak 2 kali selama masing-masing 1 jam

dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan

ditanam ke dalam parafin cair dan dibiarkan membentuk blok yang

memakan waktu selama satu hari agar mudah diiris dengan mikrotom.

Pemotongan menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica 820), tebal 5

mikro meter secara seri dan diambil irisan ke 5, 10, 15 untuk selanjutnya

dilakukan penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C

selama 2 jam. Khusus untuk slide yang dicat dengan immunohistokimia,

menggunakan objek glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-Lysine

atau yang sejenis.

10. Pemeriksaan Kolagen dengan Sirius Red dan Ekspresi MMP-1

11. Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan

rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol

100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit

dan aquadest selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan inti sel

xc
dengan Hematoxilin Gill selama 10 menit dan dicuci selama 10 menit dengan

air mengalir. Dilakukan pewarnaan dengan picro Sirius Red selama 1 jam yang

bertujuan memberikan pewarnaan mendekati seimbang. Tahap selanjutnya

dilakukan pencucian dengan air asam sebanyak 2 kali. Air yang berlebihan

selanjutnya dihilangkan secara fisik dengan menggoyang secara perlahan.

Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol

100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2 menit, keringkan selama 2 jam dalam

suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX).

12. Pengamatan hasil jumlah kolagen dilakukan dengan metode analisis digital.

Sediaan dengan pembesaran 10 dan 40 kali, difoto dengan kamera Olympus

DP12. Masing masing preparat difoto sebanyak 3 kali dengan menggunakan

format JPEG. Penghitungan jumlah kolagen dermis dengan menggunakan

piranti lunak Adobe PhotoShop CS3 dan Image J.

13. Jaringan kolagen yang tampak berwarna merah terang dipilih menggunakan

fungsi “Magic Wand” oleh Adobe PhotoShop CS3. Kemudian dengan

menggunakan fungsi “inverse” maka terpilihlah pixel selain warna merah,

lalu dihapus menggunakan fungsi “delete” sehingga pada gambar hanya

tersisa pixel dengan warna merah. Jumlah kolagen dihitung sebagai

persentase pixel area kolagen yang berwarna merah dibandingkan dengan

pixel area seluruh jaringan. Pertama-tama gambar yang sudah dihilangkan

pixel selain warna merah, dipisah channel warna merahnya melalui fungsi

“RGB stack” pada Image J. Setelah didapatkan channel warna merah

xci
kemudian dibuat nilai “threshold” untuk warna merah, lalu dijalankan fungsi

“measure” sehingga didapatkan presentase pixel warna merah dari total

pixel secara otomatis.

14. Jumlah kolagen (%) = pixel area kolagen x 100%


pixel area seluruh jaringan

15. Pengecatan Immunohistokimia MMP-1

Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan

rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol

100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit

dan PBS selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval, yaitu slide

direndam dalam buffer Tri Sodium Citrat lalu dipanaskan dalam microwave

selama 5 menit dengan menggunakan daya 800 Watt, dinginkan lalu cuci

dengan PBS 2 x 5 menit.Selanjutnya dilakukan bloking peroksidase endogen

dalam boks plastik dengan H2O2 3% selama 30 menit. Kemudian dicuci

dengan PBS 1X selama 5 menit masing-masing dua kali. Diteteskan 5% FBS

100 µL selama dua jam dalam suhu ruang dan boks dalam keadaan

tertutup. Dilanjutkan dengan dicuci PBS 1X selama 5 menit masing-masing

dua kali, kemudian diteteskan antibodi primer 100 µL selama satu malam

dalam boks tertutup. Setelah satu malam dicuci dengan PBS 1X selama 5

menit dalam glass jar masing-masing sebanyak dua kali sambil digoyangkan.

Dilanjutkan dengan biotinylated link yang diteteskan pada seluruh

permukaan jaringan kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam boks

xcii
tertutup, kemudian dicuci dalam PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar

masing-masing dua kali sambil digoyangkan. Selanjutnya diteteskan

streptavidin peroxidase kemudian didiamkan selama 30 menit dalam boks

tertutup, dicuci kembali dalam glass jar menggunakan PBS 1X sebanyak

empat kali masing-masing selama 3 menit sambil digoyangkan. Diteteskan

DAB hingga berwarna coklat kemudian dicuci dengan PBS 1X hingga bersih

dan dikeringkan. Diteteskan Hematoxylin Gill didiamkan selama lima menit

kemudian dicuci dengan air mengalir. Direndam dalam etanol absolut

sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit, dilanjutkan

perendaman pada xylene sebanyak dua kali masing-masing selama lima

menit.

Setelah kering slide di-mounting dengan medium berbasis xylene (DPX) dan

ditutup cover glass.

16. Perhitungan ekspresi MMP-1 dengan menggunakan teknik imunohistokimia

LSAB Dako, Denmark) dengan antibodi primer anti-mouse MMP-1 (BIOS,

USA). Ekspresi MMP-1 berdasarkan tampilan sel fibroblast yang berwarna

coklat dan dihitung berdasarkan sel fibroblast yang mengekspresikan

MMP-1 dibagi jumlah total fibroblast dalam lapangan pandang dan dihitung

masing - masing 3 lapangan pandang dengna pembesaran 400 kali

menggunakan mikroskop Olympus CX 41 ( Jepang ) dan mikrofotografi

xciii
menggunakan kamera Optilab Pro ( Miconos, Indonesia ). Hasil

mikrofotografi dianalisis menggunakan perangkat lunak image Raster 2.1 .

Kadar MMP-1 (%) = Fibroblast yang mengekspresikan MMP-1 x 100%

Total fibroblas pada lapang pandang

4.7 Sampel Penelitian

Sampel menggunakan tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180-200

gram dan umur tikus Wistar 10 – 12 minggu.

Besar sampel yang digunakan dihitung dengan rumus Federer (2008)

(n-1) x (t-1) ≥ 15

t= jumlah perlakuan / kelompok = 3

Jadi perhitungannya sebagai berikut ( n-1 ) x ( 3-1 ) ≥ 15

(n – 1) x 2 ≥ 15

n ≥ 7,5 + 1

n ≥8,5

Tiap kelompok ditambah 10% sebagai cadangan

Jumlah cadangan tikus Wistar : 10% x 9 = 0,9≈ 1

Populasi yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 30 ekor tikus

Wistar secara keseluruhan, yang terbagi menjadi 3 kelompok, kelompok pertama

10 ekor tikus Wistar sebagai kontrol dan dipapar sinar UV-B, kelompok kedua

10 ekor tikus Wistar dengan perlakuan pemberian oral ekstrak pegagan 50 mg

dan dipapar sinar UV-B. Kelompok ketiga 10 ekor tikus Wistar dengan

perlakuan pemberian oral Vitamin C 9 mg.


xciv
4.6.1 Tehnik penentuan sampel

Tehnik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Dari populasi dari populasi tikus Wistar diadakan pemilihan sampel berdasarkan

kriteria inklusi.

b. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara acak (random)

untuk mendapatkan jumlah sampel

Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi 3 kelompok secara

random yaitu Kelompok Perlakuan I, Kelompok Perlakuan II, dan Kelompok

Perlakuan III dibagi menjadi 3 kelompok. Perlakuan I kontrol/ plasebo diberikan

aquadest secara oral dengan dosis 1 cc sekali sehari dan dipapar sinar UV-B

(Perlakuan 1). Kelompok perlakuan kedua tikus Wistar diberi ekstrak pegagan

secara oral dengan dosis 50/200 mgBB tikus sekali sehari dan dipapar sinar UV-B

(Perlakuan 2). Sedangkan kelompok ketiga tikus Wistar diberi secara oral

vitamin C dengan dosis 9/200 mgBB dan dipapar sinar UV-B (Perlakuan 3).

xcv
4.8 Alur Penelitian

30 Tikus Wistar

Adaptasi 1 Minggu

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

10 Tikus Wistar diberikan 10 Tikus Wistar diberikan 10 Tikus Wistar diberikan


Paparan UV-B 4 minggu Paparan UV-B 4 minggu +Ekstrak Paparan UV-B 4 minggu +Vitamin
Pegagan 50mg C 9 mg

Paparan UV-B 840 m/Jcm2 4 Minggu

Biopsi Jaringan Kulit

Pengukuran Ekspresi MMP-1 dan


Kolagen Dengan Biopsi Kulit

Analisis Data

Laporan

Gambar 4.3 Alur Penelitian

xcvi
4.9 Analisis Data

Data yang telah terkumpul akan diproses dengan SPSS 17,dan dianalisis dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1) Analisis deskriptif

Dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui

karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program

SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normalnya

distribusi data.

2) Uji normalitas data

Data terlebih dahulu diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk untuk

mengetahui data sampel berdistribusi normal atau tidak.

3) Uji Homogenitas

Setelah dilakukan uji normalitas data kemudian dilakukan uji homogenitas

menggunakan uji Levene’s test.

4) Analisis Komparatif

Analisis komparatif dilakukan untuk uji perlakuan, karena data numerik

berdistribusi normal dan homogen maka untuk uji test kemaknaan digunakan

dengan One Way Anova menggunakan program SPSS.

5) Analisis Pos Hoc.

Setelah diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok, dilakukan

uji Pos-Hoc dengan tes LSD (Least Significant Difference-test).

xcvii
BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design,

menggunakan 30 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180 – 200 gram

dan berumur 10 – 12 minggu, yang terbagi dalam sekali sehari menjadi 3 (tiga)

perlakuan, yaitu perlakuan 1 diberikan aquadest 1 ml (kontrol ) dan dipapar sinar

UV-B, perlakuan 2 ekstrak pegagan dosis 50 mg oral sekali sehari dan dipapar

sinar UV-B, dan perlakuan 3 Vitamin C 9 mg oral sekali sehari dan dipapar sinar

UV-B. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data,

dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji normalitasnya dengan

menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal

(p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1

Kelompok Subjek n p Ket.

xcviii
Kolagen kontrol 10 0,240 Normal
Kolagen Ekstrak Pegagan 50 mg 10 0,518 Normal
Kolagen Vitamin C 10 0,309 Normal
MMP-1 kontrol 10 0,285 Normal
MMP-1 Ekstrak Pegagan 50 mg 10 0,441 Normal
MMP-1 Vitamin C 10 0,380 Normal
Catatan: n = Jumlah Sampel
p = Nilai Kemaknaan

75
5.2 Uji Homogenitas Data

Data Jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 diuji homogenitasnya dengan

menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),

disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Homogenitas Jumlah Kolagen dan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Perlakuan

Variabel F p Keterangan
2,26 0,124
Kolagen Homogen
MMP-1 0,75 0,483 Homogen

Catatan : F=Nilai Perhitungan dari Distribusi antar kelompok

p=Nilai Kemaknaan

5.3 Jumlah Kolagen

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah kolagen antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak oral pegagan 50 mg dan

Vitamin C 9 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan

xcix
pada Tabel 5.3 berikut.

c
Tabel 5.3

Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Oral


Ekstrak Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg

Kelompok Subjek n Rerata Kolagen SB F p


52,29 3,63
Kontrol 10
59,17 3,76
Ekstrak Pegagan 50 mg 10 12,14 0,001
Vitamin C 9 mg 10
56,05 1,43

Catatan : SB = Simpang Baku F= Nilai Distribusi F antar kelompok

p = Nilai Kemaknaan

Tabel 5.3, menunjukkan bahwa rerata jumlah kolagen kelompok kontrol

adalah 52,29±3,63, rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg adalah 59,17±3,76,

dan rerata kelompok vitamin C 9 mg adalah 56,05±1,43. Analisis kemaknaan

dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 12,14 dan nilai p =

0,001. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok

sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Ekstrak Pegagan
Vitamin C

Gambar 5.1 Perbandingan Jumlah Kolagen antara Kelompok Kontrol dengan

perlakuan
ci
cii
Tabel 5.4

Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok

Kelompok Beda Rerata p Interpretasi

Kontrol dengan Ekstrak pegagan 50 mg 6,88 0,001 Berbeda


Kontrol dengan Vitamin C 9 mg 3,76 0,012 Berbeda
Ekstrak pegagan 50 mg dengan Vitamin C 9 mg 3,12 0,034 Berbeda

P = Nilai Kemaknaan

Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:

1. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda bermakna dengan

kelompok ekstrak pegagan 50 mg (Rerata kelompok ekstrak pegagan 50

mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).

2. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda secara bermakna

dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C lebih tinggi

daripada rerata kelompok kontrol).

3. Rerata jumlah kolagen kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara

bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C

lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg).

5.4 Ekspresi MMP-1

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi MMP-1 antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa oral ekstrak pegagan 50 mg dan

Vitamin C 9 mg. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan

ciii
pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5

Perbedaan Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan


Pegagan 50 mg dan Vitamin C 9 mg

Kelompok Subjek n Rerata MMP-1 SB F p


28,96 2,64
Kontrol 10
Ekstrak Pegagan 50 mg 10 10,31 1,73 246,35 0,001
Vitamin C 9 mg 10
14,26 1,34

p = nilai kemaknaan

SB = simpangan baku

Tabel 5.5, menunjukkan bahwa rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol adalah

26,96±2,64, rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg adalah 10,31±1,73, dan

rerata kelompok vitamin C 9 mg adalah 14,26±1,34. Analisis kemaknaan dengan

uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 246,35 dan nilai p = 0,001. Hal

ini berarti bahwa rerata Ekspresi MMP-1 pada ketiga kelompok sesudah

diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).

Ekstrak Pegagan
Vitamin C

Gambar 5.2

civ
Perbandingan Ekspresi MMP-1 antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok
Perlakuan
Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol

perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD).

Tabel 5.6

Analisis Komparasi Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan antar Kelompok

Kelompok Beda Rerata p Interpretasi

Kontrol dengan Ekstrak pegagan 50 mg 18,65 0,001 Berbeda


Kontrol dengan Vitamin C 9 mg 14,70 0,001 Berbeda
Ekstrak pegagan 50 mg denganVitamin C 9 mg 3,95 0,001 Berbeda

p = Nilai Kemaknaan

Hasil uji lanjutan menunjukan bahwa:

1. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda bermakna dengan

kelompok ekstrak pegagan 50 mg (Rerata kelompok ekstrak pegagan 50

mg lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).

2. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda secara bermakna

dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C 9 mg lebih

tinggi daripada rerata kelompok kontrol).

3. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok ekstrak pegagan 50 mg berbeda secara

bermakna dengan kelompok vitamin C 9 mg (Rerata kelompok vitamin C

mg oral lebih rendah daripada rerata kelompok ekstrak pegagan 50 mg).

cv
Gambar 5.3

Jaringan Dermis Kontrol Tikus Wistar dengan Pengecatan Sirius Red (


Pewarnaan 400x)

A B

Keterangan Gambar :

A. Kelompok kontrol yang dipapar sinar UV-B. Terjadi kerusakan susunan


dan struktur kolagen dengan serat kolagen berwarna merah yang tampak
tipis. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang tidak utuh.
B. Kelompok pegagan. Jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna
merah tampak paling lebar dan tebal dimana serat kolagen yang utuh
nampak paling banyak. Tanda panah hitam menunjukkan serat kolagen
yang utuh. Tanda panah merah menunjukkan serat kolagen.
C. Kelompok Vitamin C. Jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna
merah tampak lebih lebar dan tebal dibandingkan gambar A, dimana
serat kolagen yang utuh nampak banyak. Tanda panah hitam
cvi
menunjukkan serat kolagen yang utuh.

Gambar 5.4

Ekspresi MMP-1 dengan Pewarnaan Imunohistokimia

A B

Keterangan Gambar :

A. Kelompok kontrol. Tampak Ekspresi MMP-1 (warna coklat) menurun

dibandingkan gambar A. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast

yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel

fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau

menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea).

B. Kelompok Pegagan. Tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) paling

menurun/sedikit. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang


cvii
mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel

fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda panah hijau

menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea)

C. Kelompok vitamin C. Tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) lebih

sedikit dibandingkan gambar A. Tanda panah hitam menunjukkan sel

fibroblast yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah

menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1. Tanda

panah hijau menunjukkan kontrol positif MMP-1 (kelenjar sebasea).

cviii
BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian ekstrak pegagan 50 mg oral terhadap

peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1, maka dilakukan

penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design,

menggunakan 30 ekor tikus Wistar jantan sehat dengan berat 180 - 200 gram

dan berumur 10 – 12 minggu sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga)

kelompok perlakuan, yaitu Perlakuan 1 kontrol (aquadest) diberikan dosis 1 cc

secara oral dan dipapar sinar UV-B, Perlakuan 2 ekstrak pegagan secara oral

dengan dosis 50 mg dan dipapar sinar UV-B, dan Perlakuan 3 vitamin C secara

oral dengan dosis 9 mg dan dipapar sinar UV-B .

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1

sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya.

Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro Wilk, yaitu untuk mengetahui

normalitas data dan uji homogenitas dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil

analisis didapatkan bahwa masing-masing kelompok berdistribusi normal dan

homogen (p > 0,05).

cix

84
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak pegagan pada tikus

Wistar yang dipapar Sinar UV-B didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah

kolagen kulit pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

2. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) menurunkan ekspresi

MMP-1 pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

3. Pemberian oral ekstrak pegagan (Centella asiatica) meningkatkan jumlah

kolagen kulit lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang

dipapar sinar UV-B.

4. Pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) menurunkan ekspresi MMP-1

lebih banyak daripada vitamin C pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B.

85
cx
7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada tikus Wistar untuk


mengetahui efektifitas pemberian ekstrak pegagan oral terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1.
2. Perlu melakukan penelitian klinis (uji klinis) pada manusia untuk
mengetahui efektifitas pemberian ekstrak pegagan oral terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada
peremajaan kulit dan menghambat penuaan kulit.

cxi
DAFTAR PUSTAKA

Baskoro, A. dan Konthen, P.G. 2008. Basic Immunology of Aging Process. Naskah
Lengkap pada 5th Bali Endocrine Update 2nd Bali Aging and Geriatric Update
Symposium. Bali 11-13 April 2008.

Baumann, L. 2008. Cosmetics and Skin Care in Dermatology. In: Wolff, K.,
Goldsmith, L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. New York:
McGrawHill. p.2357-63

Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Basic Science of the Epidermis. In : Baumann,


L., Saghari, S., Weisberg, E., editors. Cosmetic Dermatology Principles And
Practice. Second Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. 3-7.

Baumann, L. and Saghari, S. 2009. Photoaging. In : Baumann, Leslie, editors.


Cosmetic Dermatology. 2nd. Ed. New York : McGraw-Hill. p.34-41.

Beers, M. 2005. The Merck Manual of Health & Aging. Amerika Serikat :
Ballantine Book Trade Paperback. p. 24-25.

Berneburg, M., Plettenberg, H., Krutmann, J. 2000. Photoaging of Human Skin.


Photodermatology, Photoimunology, & Photomedicine. 16: 239-244.

Boyce, S.T., Supp, A.P., Swope, V.B., and Warden, G.D. 2002. Vitamin C Regulates
Keratinocyte Viability, Epidermal Barrier, and Basement Membrane In
Vitro, and Reduces Wound Contraction after Grafting of Cultured Skin
Substitutes. J Invest Dermatol. 118: 565-72.

Brinkhaus, B., Lindner, M., Schuppan, D., and Hahn, E. G. Chemical,


Pharmacological and clinical profile of the East Asian medical plant Centella
asiatica. Phytomedicine 2000;7

Chen, L., Hu, J.Y., and Wang, S.Q. 2012. The Role of Antioxidants in
Photoprotection: A Critical Review. J Am Acad Dermatol. 63:1-12.

Chow, M.J., and Boineau-Geniaux, D. 2009. Innovations in Treating


Photodamaged Skin. Aesthetic Dermatology. 49-52.

Chu, D.H. 2008. Development and Structure of The Skin. In: Wolff, K., Goldsmith,
L.A, Katz, S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatrick’s

cxii

87
Dermatology in General Medicine. 7th. Ed. New York: McGrawHill. p. 57-
72.

Chung, J.H., Cho, S., and Kang, S. 2004. Why Does the Skin Age? Intrinsic Aging ,
Photoaging and Their Pathophysiology. in: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim,
H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc. p. 1-23.

Chung, J.H., Seo, J.Y., Choi, H.R., Lee, M.K., Youn, C.S., Rhie, G., Cho, K.H., Kim,
K.H., Park, K.C., and Eun, H.C. 2001. Modulation of Skin Collagen
Metabolism in aged and Photoaged Human Skin In Vivo. The Journal of
Investigative Dermatology. vol 117 no 5: p. 1218-1224.

Chung, J.H., Seo, J.Y., Lee, M.K., Eun, H.C., Lee, J.H., and Kang S. 2002. Ultraviolet
modulation of human macrophage metalloelastase in human skin in vivo.
J Invest Dermatol. 119:507–12.

Cunningham, W. B. R and Maibah, H. 2005. Aging and Photoaging. In : Textbook


of Cosmetic Dermatology. Francis Taylor 3 rd ed. London. p. 443.

Dahlan, 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika :


Jakarta.

Djuanda, E. 2005. Anti Aging: Rahasia Awet Muda. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 1-8, 15-17, 24-26.

Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2002. Direct role of human dermal
fibroblasts and indirect participation of epidermal keratinocytes in MMP-
1 production after UV-B irradiation. Arch Dermatol Res. 293:576–83.

Fagot, D., Asselineau, D., and Bernerd, F. 2004. Matrix metalloproteinase-1


production observed after solarsimulated radiation exposure is assumed
by dermal fibroblasts but involves a paracrine activation through
epidermal keratinocytes. Photochem Photobiol. 79:499–505.

Fisher, G. J., Choi, H. C., Bata-Csorgo, Z., Shao, Y., Datta, S., Wang, Z. D., Kang, S.,
and Voorhees, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increases Matrix
Metalloproteinase-8 Protein in Human Skin In Vivo. The Journal of
Investigative Dermatology, 117: 219-26.

Fisher, G. J., Kang S., Varani, J., Bata-Csorgo, Z., Wan, Y., Datta, S., and Voorhees,
J. J. 2002. Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch
Dermatology. 138:1462-70.

cxiii
Fisher, G. J., Quan, T., Purohit, T., Shao, Y., Cho, M.K., He, T., Varani, J., Kang, S.,
and Voorhees, J. J. 2009. Collagen Fragmentation Promotes Oxidative
Stress and Elevates Matrix Metalloproteinase-1 in Fibroblasts in Aged
Human Skin. Am J Pathol. 174:101–14.
Fisher, G.J., Voorhees, J.J., Kang, S., Quan, T., He, T. 2004. Solar UV Irradiation

Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging in Klatz, R. Anti


Aging Medical Therapeutic Vol 5. The A4M Publication.Chicago. p. 43.

Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. 2006. Skin Aging. Berlin: Springer-Verlag. p.10-1.


Gilchrest, B.A., Yaar, M. 2000. Aging of Skin. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors.
Dermatology in General Medicine, Mc Graw-Hill Book Co 2, p. 1386-1387.

Goldman, R and Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia:


Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25.

Goldman, R., and Klatz, R. 2003. The New Anti-Aging Revolution. Theories of
Aging; 19-32.

Gonzaga, E.R. 2009. Role of UV Light in Photodamage, Skin Aging, and Skin
Cancer. Importance of Photoprotection. Am J Clin Dermatol. 10 (1): 19-24.

González, S., Fernández-Lorente, M., and Gilaberte-Calzada, Y. 2008. The Latest


on Skin Photoprotection. Clinics in Dermatology. 26: 614–26.

Halliwell and Gutteridge 2007, Inflammation and Anti-Aging Process. 10 (1):18-


25

Harman, D. 2001. Aging: Overview. Annual New York Academy of Science. 928 :
p.1-21.

Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2008. Overview of Skin Aging and
Photoaging. Dermatology Nursing. 20(3): 177-83.

Helfrich, Y.R., Sachs, D. L., and Voorhees, J. J. 2009. The Biology of Skin Ageing.
European Dermatology. 39-42.
Hubrecht, R. and Kirkwood, J. 2010. The UFAW Handbook of The Care and
Management of Laboratory and Other Research Animals. Edisi ke-8.
Universities Federation for Animal Welfare. p. 311-324.

cxiv
Humbert, P.G., Haftek, M., Creidi, P., Lapiere, C., Nusgens, B., and Richard, A.
2003. Topical Ascorbic Acid on Photoaged Skin: Clinical, Topographycal
and Ultrastructural Evaluation; Double Blind Study vs Placebo. Exp
Dermatol. 12:237-44.

Ichihashi, M., Ando, H., Yoshida M., Niki Y., and Matsui, M. 2009. Photoaging of
The Skin. J Anti-Aging Med. 6(6): 46-59.
Jouni, U., Mon-li Chu, Richard, G., and Arthur, Z.E. 2008. Collagen, Elastic Fibers,
and Extracellular Matrix of The Dermis. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A, Katz,
S.L., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 7th. Ed New York: McGraw-Hill. p. 517-
42.

Klatz, R. 2003. Acknowledgement in: Klatz, R. 2003 Anti Aging medical


Therapeutics Vol 5..The A4M publication. Chicago. p. 3.

Kligman, L. H. 1986. Photoaging: Manifestation, Prevention, and Treatment.


Dermatology Clinical, 4: 517-28.

Kohl, E., Steinbauer, J., Landthaler, M., and Szeimies, R.M. 2011. Skin Ageing.
JEADV. 25:873–84.
Kregel, K.C., and Zhang, H.J. 2007. An integrated view of oxidative stress in aging:
basic mechanisms, functional effects, and pathological considerations.
Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 292:18–36.

Krinke, G.J. 2000. The Laboratory Rat. The Handbook of Experimental Animals.
Academic Press. p. 3-56.

Krutmann, J., and Gilchrest, B.A. 2006. Photoaging of Skin. In : Gilchrest, B. A. and
Krutmann, J. editors. Skin Aging. Berlin: Springer-Verlag. p.33-42.
Lee, Young-Rae, Noh, Eun-Mi, Jeong, E.Y., Yun, Eok-Kweon, Kim, J.H., Kwon, K.B.,
Kim, B.S., Lee, S.H., Park, C., and Kim, Jong-Suk. 2009. Cordycepin Inhibits
UVB-Induced Matrix Metalloproteinase Expression by Suppressing the
NFκB Pathway in Human Dermal Fibroblast. Experimental and Molecular
Biomedicine, 415:548-54.

Masnec, I.S. and Poduje, S. 2008. Photoaging. Coll. Antropol. 32(2):177–80.

Narayanan, D.L., Saladi, R.N., and Fox, J.L. 2010. Ultraviolet Radiation and Skin
Cancer. International Journal of Dermatology. 49:978–86.
cxv
Pangkahila, A. 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisis Statistik Dengan SPSS.
Denpasar: Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Hal: 9-19.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,


Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,


Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. Hal: 1-3, 9-19, 36-40.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,


Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Pangkahila, W. 2011. Anti Aging Medicine:Memperlambat Penuaan,


Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.

Pangkahila, W. 2011. Anti-Aging: Tetap Muda dan Sehat. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. p.11-3.
Pangkahila, W. 2013. Hormone Replacement Therapy In Anti-Aging Medicine :
What to do and Not to do. Workshop New Hope in Anti-Aging Medicine.
Bandung 8-10 November 2013.

Pinnel, R.S. 2003. Cutaneous Photodamage, Oxidative Stress, and Topical


Antioxidant Protection, A Continuing Medical Education, American
Academy of Dermatology. p. 1-19.

Placzek, M, dkk. 2005. Ultraviolet B-Induced DNA Damage in Human Epidermis Is


Modified by the Antioxidant Ascorbic Acid. Journal of Investigative
Dermatology. vol. 124. p. 304-307.

Pugliese, P.T. 2009. Aging and Inflammation. Skin Inc Magazine. p.1-8.

Quan, T., He T., Kang, S., Voorhees, J. J., and Fisher, G. J. 2004. Solar Ultraviolet
Irradiation Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking
Transforming Growth Factor-β Type II Receptor Smad Signaling. American
Journal of Pathology. 165 (3):741-51.
Quan, T., Qin, Z., Xia, W., Shao, Y., Voorhees, J.J. and Fisher, G. 2009. Matrix-
Degrading Metalloproteinases in Photoaging. Journal of Investigative
Dermatology Symposium Proceedings. 14 : 20-24.
cxvi
Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P., Morison, W.L., Sauder, D.N. 2006.
Photoaging : Mechanism and Repair, Continuing Medical Education,
American Academy of Dermatology, Inc. p.1-19.

Rachel, E.B.W., and Christopher, E.M.G. 2005. Pathogenic aspects of cutaneous


photoaging. Journal of Cosmetic Dermatology. 4:230–36.

Raj dkk., 2006.Pembentukan Radikal Oksidatif. p. 25-30.

Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking Transforming Growth


Factor-β TypeII Receptor/Smad Signaling. American Journal of Pathology.
vol 165(3):741-58.

Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H. W., and Dover, J. S. 2004. Photoaging. Marcel
Dekker Inc. Canada. p. 34.

Rittie, L., and Fisher, G. J. 2002. UV-Light Induced Signal Cascades and Skin Aging.
Aging Res Reviews. 1:705-20.

Sasaki, S., Shinkai, H., Akashi, Y., and Kishihara, Y. Studies on the mechanism of
action of asiaticoside (Madecassol) on experimental granulation tissue
and cultured fibroblasts and its clinical application in systemic
scleroderma. Acta Derm Venereol. 1972;52

Satya dan Ganga. 2006. Deskripsi dan kandungan dalam Pegagan, Universitas
Diponegoro. Hal: 2 - 6.

Sauermann, K., Jaspers, S., Koop, U., and Wenek, H. 2004. Topically Applied
Vitamin C Increases The Density of Dermal Papillae in Aged Human Skin.
BMC Dermatology. 4:13.

Seltzer, J.L., and Eisen, A.Z. 2003. The Role of Extracellular Matrix Metallo-
proteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Wolff, K., Goldsmith, L.
A., Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., and Jeffell, D. J., eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th edition volume 1. New
York:Mc-Graw-Hill, Inc.p 200-09.

Seo, J.Y., and Chung, J.H. 2006. Thermal Aging: A New Concept of Skin Aging. J
Dermatol Science. 2(Suppl):13-22.

Setiati, S. 2003. Radikal Bebas, Antioksidan, dan Proses Menua dalam: Medika
no. 6 Tahun XXIX. Jakarta. p. 366.

cxvii
Shin, M. H., Rhie, G.,Kyung Kim, Y., Park, C., Cho, K. H., Kim, K. H., Eun, H. C.,
Chung, J. H. 2005. H2O2 Accumulation by Catalase Reduction Changes
MAP Kinase Signaling in Aged Human Skin In Vivo. Journal of Investigative
Dermatology. vol. 125. p. 221-229.

Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: CV.


Infomedika. p. 31-46.

Varani, J., Dame , M.K., Rittie, L., Fligiel, E. G., Kang, S., Fisher, G. J., and
Voorhees, J. J. 2006. Decrease Collagen Production in Chronologically
Aged Skin. Roles of Age-Dependent Alteration in Fibroblast Function and
Detective Mechanical Stimulation. Am J Path. 168 (6): 1861-8.
Varani, J., Perone, P., Warner, R.L., Dame, M.K., Kang, S., and Fisher, G.J. 2008.
Vascular tube formation on matrix metalloproteinase-1-damaged
collagen. Br J Cancer. 98:1646–52.

Varani, J., Quan, TH., Fisher GJ. 2010. Mechanism and Pathophysiologi Of
Photoaging and Chronological Skin Aging. In: Rhein, L.D.,s Fluhr J.M.,
editors. Aging Skin: Current and Futer Therapeutic Strategiced USA:
Allured Bussiness Media P. 1-25.

Varani, J., Spearman, D., Perone, P., Fligiel, E. G., Datta, S. C., Wang, Z. Q., Shao,
Y., Kang, S., Fisher, G. J., and Voorhees, J. J. 2001. Inhibition of Type I
Procollagen Synthesis by Damage Collagen in Photoaged Skin and by
Collagenase-Degraded Collagen in Vitro. The Journal of Pathology. 158(3):
931-42.
Voorhess, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increase Matrix Metalloproteinase-8
Protein in Human Skin Invitro. J.Invest Dermatol. 117 : 219-26.

Wasitaatmadja, S.M. 2007. Anatomi dan Faal kulit. dalam: Djuanda, A., Hamzah,
M., Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai
Penerbit FKUI 2007. 7-8.

Widodo, Y., and Dahlan, I., 2007. The Effect of Narrow and Broad Band
Ultraviolet B Onto Keloid Fibroblast-VEGF Expressions. Berkala Ilmu
Kedokteran 39(2): 82-87.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan alami dan Radikal Bebas, Potensi dan aplikasinya
dalam kesehatan. Kanisius.

cxviii
Wiraguna, A.A.G.P. 2013. Photochemoprotection Effect of Active Component of
Bulung Boni (Caulerpa spp.) on Rats’ Skin. Denpasar. IJBS. 7(2).
(accepted).

Yaar, M. 2004. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin
Aging. In : Gilchrest, B. A. and Krutmann, J. Eds. Skin Aging. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, p. 9-21.
Yaar, M. 2006. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin
Agin., in : Gilchrest, B.A., Krutmann, J. editors. Skin Aging. Springer. p.10-
21.

Yaar, M., and Gilchrest, B. A. 2007. Photoageing: mechanism, prevention and


Therapy. British Journal of Dermatology. 157: 874-87.

Yaar, M., and Gilchrest, B. A. 2008. Aging of Skin. In: Wolff, K., Goldsmith, L. A.,
Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., and Jeffell, D. J., eds. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 7th edition volume 2. New York: Mc-
Graw-Hill, Inc. p. 963-6.

Yessy Herawati., 2014. “Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica)
Lebih Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen Dan Menurunkan Ekspresi
MMP-1 Daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Yang
Dipapar Sinar UV-B”. Universitas Udayana. Denpasar. (Penelitian
Pendahuluan).

Zussman, J., Ahdout, J., and Kim, J. 2010. Vitamin and Photoaging: Do Scientific
Data Support Their Use? J Am Acad Dermatol. 63: 507-25.

cxix
Lampiran 1

cxx
Lampiran-2 Efek UV terhadap kulit

UV-C UV-B UV-A

Wavelength: Wavelength: 280- Wavelength:


100-280 nm 315 nm 315-400 nm
Higher energy Intermediate Lower energy
per photon. energy per per photon
photon.

Sources: Sources: Sources:

• Sun (UV-C is • Sun (5% of • Sun (95% of


absorbed by UVR at UVR at ground
molecular ground level, level)
oxygen, only • Black light lamps
ozone and wavelengths • Germicidal
water > 297 nm) lamps
vapour in • Germicidal • Arc welding
the upper lamps equipment
atmosphere) • Arc welding • HIDL
• Germicidal equipment • Therapeutics
lamps • HIDL lamps
• Arcwelding • Therapeutics • Tanning devices
equipment lamps (sunbeds)
• High intensity • Medical and
discharge lamps industrial
(HIDL) lasers
Penetration: Penetration: Penetration
:
• Photons • Partially
between 100 absorbed by • Not
to 200 nm ozone in the absorbed
are upper by ozone
absorbed in atmosphere • Penetrates
air. • Penetrates to deeper into
• Absorbed by the dermis the skin
keratin in than any
the other form
epidermis, of UVR
does not
penetrate to
the dermis.
Effects: Effects: Effects:

• DNA damage • Responsible • Causes


cxxi
on for vitamin immediate
unprotected D3 tanning.
cells: production • Can
epithelium, and delayed potentiate
cornea and tanning. some
bacteria. • Most effective carcinogeni
in causing c effects of
acute and UVB.
chronic • Thermal
harmful burns
effects. • Sunburn,
• Sunburn, immuno-
immunosuppr suppression
ession, , cellular
cellular damage,
damage, skin photoallerg
cancer, solar y,
urticaria, phototoxicit
photo aging y, photo-
and, aging,
photokerato- photokerat
conjunctivitis, o-
cataract, and conjunctivit
pterygium. is, cataract
and
pterygium,
solar
retinitis.

cxxii
Lampiran 3. Penanganan Hewan Coba

Pengelolaan Hewan Coba pada penelitian dengan judul:

PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica)


LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN
MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA
TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B

Sesuai dengan saran dari Komisi etik Penelitian FK UNUD maka hewan

coba yang dipilih sebagai sampel diperlakukan dengan baik agar kenyamanan

hewan yang telah berkorban untuk kepentingan kemanusiaan tetap terjamin.

Perlakuan sebelum penelitian:

Tikus yang akan dipilih sebagai sampel harus homogen berdasarkan umur

dan berat badannya. Tikus yang dipakai didapat dari Laboratorium Farmakologi

FK UNUD dan dipelihara dalam kandang yang dibuat nyaman. Ukuran kandang

tikus adalah 60 X 40 X 60 cm, dengan kebersihan, sirkulasi udara, penerangan

dan penyediaan makan dan minum yang terjamin selama 24 jam. Setiap kandang

diberi alas tidur dengan sekam agar mampu menghisap air kemih dan agar

kandang tetap kering serta tidak mengandung zat kimia, setiap kandang ditempati

oleh 3 ekor tikus.

Sebelum mulai penelitian, bulu pada semua tikus pada bagian

punggungnya dicukur dengan alat pencukur rambut dan skapel dengan ukuran 5 x

5 cm.

cxxiii
Perlakuan selama penelitian:

Selama penelitian tikus diletakkan secara teratur dengan nomor urut sesuai

kelompok. Makanan dan air minum dimonitor sehari 2 kali (pagi dan sore), suhu

dan ventilasi serta kelembaban kandang dijaga dengan baik.

Semua tikus Wistar dari semua kelompok yang telah dicukur bulu

punggungnya diberikan paparan sinar UVB sebanyak 3 kali seminggu. Kemudian

masing-masing kelompok perlakuan diberikan obat oral sesuai dosis pada masing

masing kelompok perlakuan. Perlakuan pertama diberikan aquadest 1 ml (kontrol

dan dipapar sinar UV-B, perlakuan kedua ekstrak pegagan 50 mg/200 mgBB tikus

secara oral diberikan sekali sehari dan dipapar sinar UV-B, perlakuan ketiga

diberikan vitamin C dengan dosis 9 mg/200 mgBB tikus sekali sehari dan dipapar

sinar UV-B. Setelah 48 jam dari penyinaran terakhir, semua tikus Wistar dari

ketiga kelompok perlakuan dilakukan eutanasia dengan kloroform kemudian

dilakukan biopsi jaringan kulit dengan cara diambil jaringan kulitnya dengan

ukuran 1 cm x 1 cm dan dibagi menjadi 3 bagian yaitu untuk pengukuran jumlah

kolagen dan ekspresi MMP-1.

Perlakuan sesudah penelitian:

Tikus yang sudah didekapitasi kemudian dikubur dengan baik.

cxxiv
Lampiran 4

Lampiran 5

cxxv
cxxvi
cxxvii
cxxviii
Lampiran 6

cxxix
Lampiran 7

cxxx
Lampiran 8

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolagen Kontrol .309 6 .076 .894 6 .340
Perlakuan 1 .175 6 .200* .968 6 .881
*
Perlakuan 2 .241 6 .200 .889 6 .315
*
Perlakuan 3 .243 6 .200 .908 6 .423
Vitamin C .297 6 .105 .826 6 .100
MMP_1 Kontrol .182 6 .200* .962 6 .838
Perlakuan 1 .244 6 .200* .923 6 .528
Perlakuan 2 .278 6 .161 .870 6 .224
Perlakuan 3 .282 6 .148 .838 6 .125
*
Vitamin C .174 6 .200 .968 6 .878
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic df1 df2 Sig.
Kolagen 1.345 4 25 .281
MMP_1 1.666 4 25 .189

cxxxi
Lampiran 9

Oneway

Descriptives
95% Confidence
Interval for Mean
Std.
Deviatio Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean n Error Bound Bound m m
Kolage Kontrol 6 50.5133 3.61508 1.47585 46.7195 54.3071 44.12 55.11
n
Perlakuan 1 6 54.9033 2.44638 .99873 52.3360 57.4707 51.47 58.34
Perlakuan 2 6 60.1217 4.25127 1.73557 55.6602 64.5831 52.48 64.46
Perlakuan 3 6 59.3083 1.44576 .59023 57.7911 60.8256 56.93 60.74
Vitamin C 6 55.7217 1.29327 .52797 54.3645 57.0789 54.58 57.57
Total 30 56.1137 4.39420 .80227 54.4728 57.7545 44.12 64.46
MMP_ Kontrol 6 29.0967 3.40441 1.38984 25.5240 32.6694 24.12 34.51
1
Perlakuan 1 6 14.6233 3.44003 1.40439 11.0132 18.2334 10.64 19.44
Perlakuan 2 6 11.0117 1.47471 .60205 9.4641 12.5593 8.33 12.50
Perlakuan 3 6 9.4650 1.67664 .68448 7.7055 11.2245 8.00 11.76
Vitamin C 6 14.0067 1.44120 .58837 12.4942 15.5191 12.10 16.34
Total 30 15.6407 7.47051 1.36392 12.8511 18.4302 8.00 34.51

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Kolagen Between Groups 355.514 4 88.878 10.868 .000
Within Groups 204.448 25 8.178
Total 559.962 29
MMP_1 Between Groups 1466.012 4 366.503 60.109 .000
Within Groups 152.434 25 6.097
Total 1618.446 29

cxxxii
Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
LSD

Mean 95% Confidence Interval


Dependent (I) (J) Difference Lower Upper
Variable Kelompok Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
Kolagen Kontrol Perlakuan 1 -4.39000* 1.65105 .013 -7.7904 -.9896
Perlakuan 2 *
-9.60833 1.65105 .000 -13.0087 -6.2079
Perlakuan 3 *
-8.79500 1.65105 .000 -12.1954 -5.3946
Vitamin C -5.20833* 1.65105 .004 -8.6087 -1.8079
Perlakuan 1 Kontrol *
4.39000 1.65105 .013 .9896 7.7904
Perlakuan 2 *
-5.21833 1.65105 .004 -8.6187 -1.8179
Perlakuan 3 -4.40500* 1.65105 .013 -7.8054 -1.0046
Vitamin C -.81833 1.65105 .624 -4.2187 2.5821
Perlakuan 2 Kontrol *
9.60833 1.65105 .000 6.2079 13.0087
*
Perlakuan 1 5.21833 1.65105 .004 1.8179 8.6187
Perlakuan 3 .81333 1.65105 .627 -2.5871 4.2137
Vitamin C *
4.40000 1.65105 .013 .9996 7.8004
*
Perlakuan 3 Kontrol 8.79500 1.65105 .000 5.3946 12.1954
Perlakuan 1 4.40500* 1.65105 .013 1.0046 7.8054
Perlakuan 2 -.81333 1.65105 .627 -4.2137 2.5871
Vitamin C *
3.58667 1.65105 .040 .1863 6.9871
Vitamin C Kontrol 5.20833* 1.65105 .004 1.8079 8.6087
Perlakuan 1 .81833 1.65105 .624 -2.5821 4.2187
Perlakuan 2 *
-4.40000 1.65105 .013 -7.8004 -.9996
Perlakuan 3 *
-3.58667 1.65105 .040 -6.9871 -.1863
MMP_1 Kontrol Perlakuan 1
14.47333* 1.42564 .000 11.5372 17.4095

Perlakuan 2 18.08500* 1.42564 .000 15.1488 21.0212


Perlakuan 3 *
19.63167 1.42564 .000 16.6955 22.5678
Vitamin C *
15.09000 1.42564 .000 12.1538 18.0262
Perlakuan 1 Kontrol *
-14.47333 1.42564 .000 -17.4095 -11.5372
Perlakuan 2 *
3.61167 1.42564 .018 .6755 6.5478
Perlakuan 3 *
5.15833 1.42564 .001 2.2222 8.0945
Vitamin C .61667 1.42564 .669 -2.3195 3.5528
Perlakuan 2 Kontrol -18.08500* 1.42564 .000 -21.0212 -15.1488
Perlakuan 1 -3.61167* 1.42564 .018 -6.5478 -.6755

cxxxiii
Perlakuan 3 1.54667 1.42564 .288 -1.3895 4.4828
Vitamin C *
-2.99500 1.42564 .046 -5.9312 -.0588
Perlakuan 3 Kontrol *
-19.63167 1.42564 .000 -22.5678 -16.6955
Perlakuan 1 *
-5.15833 1.42564 .001 -8.0945 -2.2222
Perlakuan 2 -1.54667 1.42564 .288 -4.4828 1.3895
Vitamin C *
-4.54167 1.42564 .004 -7.4778 -1.6055
Vitamin C Kontrol *
-15.09000 1.42564 .000 -18.0262 -12.1538
Perlakuan 1 -.61667 1.42564 .669 -3.5528 2.3195
Perlakuan 2 *
2.99500 1.42564 .046 .0588 5.9312
Perlakuan 3 *
4.54167 1.42564 .004 1.6055 7.4778
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

cxxxiv
Lampiran 10. Foto Aktivitas Penelitian

Tikus Wistar Jantan

Tikus Wistar Jantan Proses Penimbangan tikus Wistar

Kelompok perlakuan tikus Wistar jantan dalam kandang

cxxxv
Pencukuran Bulu tikus Wistar Dekapitasi tikus Wistar
yang akan Diberi Perlakuan

tikus Wistar sedang dicukur tikus Wistar diambil jaringan kulitnya

cxxxvi
Tikus Wistar sedang dipapar UVB dalam box Simulator UVB & box penyinaran
tikus Wistar

Simulator UVB & box penyinaran tikus Wistar Penyinaran UV-B pada Kelompok
tikus Wistar

cxxxvii
Pengambilan Jaringan Kulit ukuran 1 x 1 cm2 Dekapitasi tikus Wistar
Pada punggung tikus Wistar
untuk Pembuatan Preparat Histologi

Daun Pegagan Vacuum Rotary Evaporator

cxxxviii
Isi kit LSAB+ DAKO

Kit LSAB+ DAKO, Fetal bovine Serum, dan anti bodi MMP1

Mikroskop Olympus CX41 Microtome Leica Jung 820


dan kamera Optilab pro

cxxxix
cxl

Anda mungkin juga menyukai