Anda di halaman 1dari 115

TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK BUAH DELIMA MERAH


(Punica granatum) ORAL MENURUNKAN KADAR F2-
ISOPROSTAN PADA URIN TIKUS (Rattus norvegicus)
WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI AKTIVITAS
FISIK BERLEBIH

ADI WIJAYANTO

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK BUAH DELIMA MERAH


(Punica granatum) ORAL MENURUNKAN KADAR F2-
ISOPROSTAN PADA URIN TIKUS (Rattus norvegicus)
WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI AKTIVITAS
FISIK BERLEBIH

ADI WIJAYANTO
NIM 1490761017

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

i
PEMBERIAN EKSTRAK BUAH DELIMA MERAH
(Punica granatum) ORAL MENURUNKAN KADAR F2-
ISOPROSTAN PADA URIN TIKUS (Rattus norvegicus)
WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI AKTIVITAS
FISIK BERLEBIH

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi
Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

ADI WIJAYANTO
NIM 1490761017

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

ii
Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 07 DESEMBER 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS
NIP. 194606191976021001
NIP. 194412211972061001

Mengetahui,

Ketua Program Ilmu Biomedik Direktur


Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP.195805211985031002 NIP.195902151985102001

iii
Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Pada Tanggal 7 Desember 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No. : 6038/UN14.4/HK/2016

Tanggal 28 Nopember 2016

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And

Sekretaris : Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS

Anggota :

1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

2. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK

3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes., M.Sc.

iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa penulis haturkan karena

hanya atas berkat dan rahmat-Nya tesis yang berjudul PEMBERIAN EKSTRAK

BUAH DELIMA MERAH (Punica granatum) ORAL MENURUNKAN KADAR

F2-ISOPROSTAN PADA URIN TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN

YANG DIINDUKSI AKTIVITAS FISIK BERLEBIH ini dapat terselesaikan

dengan baik.

Dalam menjalani pendidikan dan penelitian ini banyak pelajaran dan

pengalaman tak ternilai yang didapat yang semakin membuka wawasan dan

menjadi pembelajaran hidup bagi penulis. Semua ini tentunya adalah peran serta

orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dan menyertai

selama perjalanan ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini bisa terselesaikan berkat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka perkenankan penulis untuk

menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD

dan Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi,

Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan Program Pascasarjana di UniversitasUdayana

2. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK sebagai ketua

Program Studi Biomedik yang telah mendukung penyusunan tesis ini

3. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And, sebagai pembimbing I,

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah membimbing penulis,

vi
memberikan saran- saran ilmiah dan masukan yang sangat bermanfaat

selama penyusunan tesis ini

4. Prof. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And, FAACS, sebagai pembimbing II,

yang telah meluangkan waktu membimbing penulis dengan baik dan

perhatian, memberikan saran-saran ilmiah, dan masukan yang sangat

bermanfaat dalam penyusunan tesis ini

5. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna

Pinatih, M.Sc., Sp.GK, dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp. MK., M.kes, sebagai

penguji, yang dengan bijak dan sabar memberikan perhatian, koreksi dan

masukan yang sangat teliti sehingga sangat bermanfaat dalam perbaikan

tesis ini.

6. Seluruh dosen Pasca Sarjana Biomedik Universitas Udayana yang telah

membimbing penulis dalam menempuh pendidikan dari awal hingga

selesainya tesis ini

7. Seluruh staf Universitas Udayana khususnya Program Magister Ilmu

Biomedik Kekhususan Anti-Aging Medicine yang selalu siap membantu

penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya

kepada Pak Edy, Geg Wah, Geg Eni, Mbok Amie, Mbok Yethi, dan

seluruh staf yang kebaikannya tiada terkira.

8. Bapak Gede Wiranatha, S.si, sebagai staf Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam hal

teknis penelitian.

9. Orang tua, istri, adik, anak, keluarga tercinta serta sahabat penulis yang

vii
selalu memberikan dukungan, semangat, doa serta pengertian selama

penulis menempuh pendidikan hingga diselesaikannya tesis ini.

10. Teman sejawat mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan

Anti-Aging Medicine Angkatan IX khususnya dr. Suarni Chen,

M.Biomed., dr. Herti E. Silalahi, M.Biomed., dr. Mulik Riza Rahmi,

M.Biomed., dr. Astrid Karina Danumihardjo, M.Biomed, dr. Magdalena

Tjahyanto, M.Biomed., dr. Ellen Destrisa Ratnapuri M.Biomed., dr. Astrid

Tanumihardja, dr. Orlen Plaudo Sompotan, M.Biomed., dan dr. Hermawan

Adiguna, M.Biomed., sebagai sejawat dan sahabat yang berjuang bersama

dan saling memberikan semangat satu sama lain sejak awal kuliah sampai

selesainya tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun sangat

berperan dalam penulisan tesis ini.

Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh

dari kesempurnaan, sehingga saran dan masukan membangun dari berbagai pihak

sangatlah diharapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran terutama di bidang Anti Aging

Medicine (AAM). SemogaTuhan memberkati kita semua.

Denpasar, 07 Desember 2016

Penulis

viii
ABSTRAK

PEMBERIAN EKSTRAK BUAH DELIMA MERAH (Punica granatum)


ORAL MENURUNKAN KADAR F2-ISOPROSTAN PADA URIN TIKUS
(Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI AKTIVITAS
FISIK BERLEBIH

Aktivitas fisik berlebih akan meningkatkan komsumsi oksigen yang dapat


mengakibatkan naiknya kadar Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga
menyebabkan Stres Oksidatif yang ditandai dengan meningkatnya F2-Isoprostan
sebagai salah satu produk peroksidasi lipid. Buah delima (Punica granatum)
mengandung polifenol yang dapat menghambat dan memutuskan rantai reaksi
radikal bebas dan mencegah reaksi peroksidasi lipid. Tujuan dari penelitian ini
adalah membuktikan bahwa pemberian ekstrak buah delima (Punica granatum)
oral dapat menghambat kenaikan kadar F 2 -isoprostan pada urintikus putih (Rattus
norvegicus) galur wistar jantan yang diinduksi pelatihan fisik berlebih.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan menggunakan
pretest-posttest control group design. Subjek penelitian adalah 14 ekor Tikus
putih (Rattus norvegicus), jantan, galur wistar, berumur 2-3 bulan, dengan berat
badan 200-220 gram yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing
berjumlah 7 ekor tikus, satu kelompok sebagai kelompok kontrol (P0) yaitu
kelompok yang diberikan plasebo dengan pelatihan fisik berlebih, dan kelompok
perlakuan (P1) yang diberikan ekstrak buah delima merah (Punica granatum)
314mg/hari dengan pelatihan fisik berlebih. Sebelum dan setelah 7 hari perlakuan,
sampel urin ditampung dan diperiksa kadar F2-Isoprostan menggunakan 8-
isoPGF2 α enzyme immunoassay kit (EIA)dari assay design untuk data pretest dan
post-test. Data kemudian dianalisis menggunakan program Statistical Package for
the Social Sciences (SPSS®) 17.0.
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar F2-Isoprostan pada kelompok
kontrol (P0) sebelum perlakuan (pretest) adalah 4,82 ± 0,43 ng/mL, sedangkan
pada kelompok perlakuan (P1) adalah 4,56 ±0,57 ng/mL (p>0,05). Namun
setelah perlakuan selama 7 hari (post-test), rerata kadar F2-Isoprostan pada
kelompok kontrol (P0) adalah 4,73 ± 0,44 ng/mL dan pada kelompok perlakuan
(P1) adalah 3,21 ± 0,34 ng/mL (p<0,01).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,dapat disimpulkan hal
sebagai berikut: Pemberian ekstrak buah delima (Punica granatum) dapat
menurunkan kadar F 2 -isoprostan pada urin tikus putih galur wistar jantan yang di
induksi latihan fisik berlebih. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar penelitin lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas dan dosis optimal
ekstrak buah delima merah sebagai antioksidan.

Kata Kunci: buah delima, F 2 -Isoprostan, pelatihan fisik berlebih, tikus


wistar.

ix
ABSTRACT

ADMINISTRATION OF POMEGRANATE (Punica granatum) FRUIT


EXTRACT DECREASED F2-ISOPROSTAN LEVELS IN MALE WISTAR
RATS (Rattus norvegicus) URINE INDUCED BY EXCESSIVE PHYSICAL
ACTIVITY

Excessive physical activity will increase the consumption of oxygen which


can result in increased levels of Reactive Oxygen Species (ROS), causing
oxidative stress characterized by the elevation of F2-isoprostane as a products of
lipid peroxidation. Pomegranate (Punica granatum) contains polyfenol that are
able to inhibit and break the chain reaction of free radicals and prevent lipid
peroxidation. The purpose of this study was to prove that the extract of
pomegranate (Punica granatum) can inhibit the elevation of F2-isoprostane levels
in male wistar rats (Rattus norvegicus) urin induced by excessive physical
training.
This study was a true experimental research using a pretest-posttest control
group design. The subjects were 14 male wistar rats (Rattus norvegicus), aged 2-3
months, weights 200-220 grams and were divided into 2 (two) groups. One group
as a control group (P0) that were given a placebo with excessive physical
overtraining, and the treatment group (P1) which were administered the extract of
pomegranate (Punica granatum) of 314mg/day with excessive physical
overtraining. Before and after 7 days of treatment, the urine sample was collected
and examined levels of F2-isoprostane 8-isoPGF2α was done using enzyme
immunoassay kit (EIA) of the assay design for pretest and post-testdata
respectively. Data were analyzed using the program Statistical Package for the
Social Sciences (SPSS®) 17.0.
The results showed that the average levels of F2-isoprostane in the control
group (P0) before treatment (pretest) was 4.82 ± 0.43 ng / mL, while the treatment
group (P1) was 4.56 ± 0.57 ng / mL (p> 0.05). On the other hand, after treatment
for 7 days (post-test), the mean levels of F2-isoprostane in the control group (P0)
was 4.73 ± 0.44 ng / mL and the treatment group (P1) was 3.21 ± 0.34 ng / mL
(p<0.01).
Based on these result, it can be concluded that the extract of pomegranate
(Punica granatum) decreased F2-isoprostane levels in male wistar rats (Rattus
norvegicus) urin induced by excessive physical training.The result of this study
could be applied as a basis for further research in pursuit of the pomegranate
extract effectiveness and optimal dose as antioxidant.

Keywords: pomegranate, F2-isoprostane, excessive physical training, Wistar


rats.

x
DAFTAR ISI

halaman

SAMPUL DALAM ....................................................................................... i


LEMBAR PRASYARAT GELAR MAGISTER ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .......................................... v
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Ilmiah .................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Klinik .................................................................. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................... 7
2.1 Penuaaan (Aging) ...................................................................... 7
2.1.1 Mekanisme Terjadinya Penuaan ....................................... 8

xi
2.1.2 Gejala Klinis Penuaan ...................................................... 11
2.2 Radikal Bebas ........................................................................... 13
2.2.1 Klasifikasi Radikal Bebas ................................................. 13
2.2.2 Sumber Radikal Bebas ...................................................... 14
2.2.3 Pembentukan Radikal Bebas ............................................. 14
2.2.4 Reactive Oxygen Species (ROS) ......................................... 16
2.2.4.1 Dampak Negatif Reactive Oxygen Species ............ 17
2.2.4.2 Dampak Positif Reactive Oxygen Species ............ 18

2.2.5 Stres Oksidatif ................................................................... 19

2.3 Aktivitas Fisik ........................................................................... 20

2.3.1 Definisi .............................................................................. 20

2.3.2 Aktivitas Fisik Berlebih .................................................... 21

2.3.3 Aktivitas Fisik Berlebih Dengan Stres Oksidatif .............. 23

2.4 F2-Isoprostan .............................................................................. 23

2.4.1 Mekanisme Pembentukan F2-Isoprostan .......................... 24

2.4.2 Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi

F2-Isoprostan ...................................,,,,................................. 25

2.4.3 F2-Isoprostan Sebagai Biomarker Peroksidasi Lipid ........ 26

2.4.4 F2-Isoprostan dan aktivitas fisik berlebih .......................... 27

2.5 Antioksidan ............................................................................... 28

2.5.1 Polifenol ............................................................................. 29

2.5.2 Antosianin .......................................................................... 32

2.5.3 Struktur Kimia ................................................................... 32

2.5.4 Efek Fisiologis ................................................................... 33

xii
2.6 Delima ........................................................................................ 33

2.7 Tikus Wistar ............................................................................... 39

2.7.1 Klasifikasi Tikus Wistar ................................................... 39

2.7.2 Pemantauan Keselamatan Tikus ....................................... 41

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS............... 42

3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 42

3.2 Konsep ....................................................................................... 43

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................... 44

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 45

4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 45

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 46

4.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................... 46

4.2.2 Waktu Penelitian ............................................................... 47

4.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 47

4.3.1 Populasi ............................................................................. 47

4.3.2 Kriteria Subyek ................................................................. 47

4.3.2.1 Kriteria Penerimaan .................................................. 47

4.3.2.2 Kriteria Drop Out ...................................................... 48

4.4 Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel ....................... 48

4.4.1 Penentuan Besar Sampel ................................................... 48

4.4.2 Tehnik Pengambilan Sampel ............................................ 49

4.5 Variabel Penelitian ..................................................................... 49

4.5.1 Identifikasi Variabel .......................................................... 49

xiii
4.5.2 Klasifikasi Variabel .......................................................... 49

4.5.3 Definisi Operasional Variabel ........................................... 50

4.6 Bahan dan Alat-alat Penelitian ................................................... 51

4.7 Prosedur Penelitian .................................................................... 52

4.7.1 Pemeliharaan Tikus Percobaan ......................................... 52

4.7.2 Pelaksanaan Perlakuan ...................................................... 53

4.7.3 Cara Pembuatan Ekstrak buah Delima (Punica granatum). 54

4.7.4 Cara Mengambil Sampel Urin .......................................... 54

4.7.5 Cara Memeriksa F 2 -isoprostan dengan Metode

8-isoprostaglandin F2α ..................................................... 54

4.8 Alur Penelitian ........................................................................... 57

4.9 Analisi Data ............................................................................... 58

BAB V HASIL PENELITIAN...................................................................... 59

5.1 Analisis Deskriptif ...................................................................... 59

5.2 Uji Normalitas Data .................................................................... 60

5.3 Uji Homogenitas Data ................................................................ 61

5.4 Uji Komparabilitas ..................................................................... 61

5.5 Analisis Efek Perlakuan .............................................................. 63

BAB VI PEMBAHASAN............................................................................. 65

6.1 Subyek Penelitian ........................................................................ 65

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ..................... 66

6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Delima Merah ..................... 66

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 73

xiv
7.1 Simpulan ..................................................................................... 73

7.2 Saran ........................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 74

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pembentukan Radikal Bebas .................................................................. 16

2.2 Pembentukan ROS oleh reaksi Fenton dan Haber-Weiss ...................... 17

2.3 Penyakit terinduksistres oksidatif pada manusia .................................. 20

2.4 Skema sederhana biosintesis F2-isoprostan ........................................... 26

2.5 Bentuk Molekul Polifenol ...................................................................... 30

2.6 Struktur 6 jenis antosianidin, dalambentuk glukosida dengan glukosa.... 32

2.7 Buah Delima Putih ................................................................................. 35

2.8 Buah Delima Merah ............................................................................... 36

2.9 Buah Delima Ungu ................................................................................ 36

2.10 Tikus Wistar (Rattus norvegicus) ......................................................... 41

3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ 43

4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 45

4.2 Alur Penelitian ........................................................................................ 57

5.1 Grafik Perbandingan Rerata Kadar F2-Isoprostan antar Kelompok

Sebelum dan Sesudah Perlakuan ............................................................. 64

xvi
DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Polifenol ................................................................................................. 31

2.2 Klasifikasi Ilmiah Tanaman BuahDelima ............................................. 34

2.3 Kandungan Delima per 100 gram Takar................................................ 38

2.4 Data Biologi Tikus ................................................................................. 39

2.5 Klasifikasi Tikus Wistar ........................................................................ 40

5.1 Hasil Analisis Deskriptif Kadar F2-Isoprostan ...................................... 60

5.2 Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok ......................................... 60

5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ...................................... 61

5.4 Rerata Kadar F2-Isoprostan Antar Kelompok ....................................... 62

5.5 Analisis Efek Perlakuan ......................................................................... 63

xvii
DAFTAR SINGKATAN

AAM = Anti Aging Medicine

ACE = Angiotensin Converting Enzyme

ATP = Adenosine Triphosphate

COX = Cyclooxygenase

DHEA = Dehydroepiandrosterone

DNA = Deoxyribonucleic Acid

EIA = enzyme immunoassay kit

eNOS = Endothelial Nitric Oxide Synthase

GPx = Glutathione Peroxidase

GSH = Glutathione

HbA1c = Hemoglobin A1c

HNE = 4-Hydroxy-2-Trans-Nonenal

LDL = Low Density Lipoprotein

MDA = Malondialdehyde

NF-КB = Nuclear Factor KappaB

ORAC = Oxygen Radical Absorption Capacity

p-CREB = Phospho-cAMP Response Element-Binding Protein

PUFA = Polyunsaturated Fatty Acid

RNA = Ribonucleic Acid

RNS = Reactive Nitrogen Species

ROS = Reactive Oxygen Species

SOD = Superoxide Dismutase

viii
SPSS® = Statistical Package for the Social Sciences

TA = Total Activity

TBARS = Thiobarbituric Acid Reactive Substances

TNF –α = Tumor Necrosis Factor α

USDA = United State Department of Agriculture

UV = Ultraviolet

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran I, Tabel Konversi Dosis ( Pages dan Barnes, 1964 ) ............... 81

2. Lampiran II, Ethical Clearance ................................................................ 82

3. Lampiran III, Hasil Analisis Laboratorium ............................................. 83

4. Lampiran IV, Analisis Deskriptif, Uji Normalitas Data, Uji

Homogenitas Data, Analisis Komparasi, Analisis Efek Perlakuan ......... 84

5. Lampiran V, Hasil Laboratorium F2-Isoprostan ..................................... 87

6.. Lampiran VI, Foto-foto Tikus dan alat-alat penelitian ........................... 89

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan adalah proses alami yang akan dialami oleh setiap individu. Penuaan

bisa diartikan sebagai suatu proses penurunan fungsi organisme yang terjadi

seiring dengan berjalannya waktu. Penuaan merupakan hasil dari perubahan

struktur dan fungsi sel suatu organisme dalam suatu periode.

Seiring dengan banyaknya perubahan yang dialami baik secara alam dan

kondisi lingkungan yang secara tiba-tiba serta di ikuti dengan beban kerja yang

berat membuat proses penuaan lebih cepat terjadi.

Anti aging medicine (AAM) memperbaiki dan memperlakukan penuaan

sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat

kembali kekeadaan semula (Pangkahila, 2011; Goldman dan Klatz, 2007).

Ada 2 faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tua yaitu faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal seperti radikal bebas, berkurangya produksi

hormon, metilasi, glikosilasi, apoptosis, menurunnya sistem kekebalan tubuh dan

genetik. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya hidup yang tidak sehat, polusi

lingkungan, kebiasaan yang salah, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

Penuaan menimbulkan berbagai penyakit (Fowler, 2003). Sampai sekarang,

berbagai studi dan penelitian banyak di lakukan guna mencapai peningkatan

kesehatan, kualitas hidup dengan pencegahan, pengobatan dan bahkan

pengembalian fungsi seperti semula (Pangkahila, 2011).

1
2

Salah satu teori menyebutkan bahwa proses penuaan diakibatkan oleh radikal

bebas. Radikal bebas merupakan molekul reaktif, terdiri dari satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluar (Pham-Huy et al., 2008).

Seiring dengan bertambahanya usia, maka produksi radikal bebas yang dihasilkan

oleh metabolisme tubuh akan meningkat secara fisiologis, berbanding terbalik

dengan produksi antioksidan yang digunakan untuk menetralisir radikal bebas di

dalam sel ataupun yang di asup dari luar biasanya cenderung menurun.

Ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan ini disebut stres

oksidatif.

Stres oksidatif tersebut akan menyebabkan kerusakan komponen selular,

termasuk lipid, protein, karbohidrat dan DNA, menyebabkan patogenesis berbagai

penyakit (Halliwell dan Gutteridge, 2007) termasuk diabetes, aterosklerosis,

kanker (Kesavulu, 2001).

Dalam beberapa penelitaan, dapat dibuktikan bahwa penyakit jantung dan

hipertensi dapat dikontrol dengan cara berolahraga, walaupun pada olahraga yang

berat dapat meningkatkan ROS (reactive oxygen species) dalam jaringan, dan

2-5% oksigen yang digunakan akan berubah menjadi ion superoksid.

Pembentukan ROS yang disebabkan oleh olahraga yang berlebih dapat

menimbulkan kerusakan sel dan modifikasi molekul termasuk pada DNA,

membran lipid, dan protein. Guna melindungi sel dari kerusakan ROS yang

disebabkan oleh olahraga berlebih, Jaringan akan merespon dengan meningkatkan

aktivitas dari sekelompok enzim antioksidan.


3

Aktivitas fisik yang berlebih juga dapat meningkatkan risiko timbulnya stres

oksidatif. Stres oksidatif terjadi karena jumlah radikal bebas yang terbentuk

melebihi antioksidan yang di produksi. Saat tubuh menggunakan oksigen, secara

alami radikal bebas akan dihasilkan. Kerusakan oksidatif yang berulang dan

dalam waktu lama akan menyebabkan sel atau jaringan akan kehilangan fungsinya

dan rusak (Suryohusodo, 2000; Singh, 2006).

Peroksidasi lipid juga ikut berperan pada kerusakan jaringan, reaksi berantai

dari peroksidasi lipid dapat menjadi asupan radikal bebas sehingga akan

mencetuskan reaksi oksidasi selanjutnya. Peroksidasi lipid yang diinisiasi oleh

endoperoksid dan aldehid akan merusak komponen membran sel yang kaya akan

asam lemak tak jenuh ganda / PUFA (polyunsaturated fatty acid). Hasil dari

hidrolisis reaksi ini sebagian berupa etan, pentan, 4-hydroxy-2-trans-nonenal

(HNE), Malondialdehyde (MDA), dan berbagai aldehid lain (Baraas, 2006; Ann

dan Carol, 2008). Beberapa cara dipakai untuk mengukur kadar lipid peroksidasi,

antara lain MDA, HNE, TBARS, F 2 isoprostan, Acrolein lysin (Ann dan Carol,

2008).

Banyak biomarker yang bisa dipakai untuk mengukur terjadinya stress

oksidatif. F 2 -isoprostan sering digunakan untuk mengukur kadar reaksi

peroksidasi lipid, dan mempunyai implikasi yang penting untuk petanda biologis,

karena pengukuran lebih mudah dan stabil sehingga dapat diandalkan untuk

menilai dan mengkaji status stress oksidatif in vivo. Pemeriksaan ini dapat

dilakukan melalui plasma dan urin (Halliwell dan Gutteridge, 2007).


4

Saat ini antioksidan digunakan dalam rangka upaya dalam pencegahan dan

penanggulangan stres oksidatif. Berbagai macam penggolongan antioksidan,yaitu

antioksidan primer (SOD, GPx,) dan antioksidan sekunder (vitamin C, β–Karoten,

vitamin E, sistein, Co-Q10, flavonoid), dan antioksidan tersier (Metionin

sulfoksida reduktase) (Winarsi, 2007).

Buah delima merah (Punica granatum) merupakan satu dari sekian banyak

sumber antioksidan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Buah delima merah

mempunyai kandungan polifenol dan antosianin yang cukup tinggi. Pigmen

antosianin bertanggung jawab atas pembentukan warna merah, ungu dan biru dari

buah, sayuran dan bunga. Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang

mampu mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu

melindungi sel dari radikal bebas (Yanjun et al., 2009; Cao et al., 2001).

Studi yang dilakukan di American University of Beirut Medical Center,

Beirut, Libanon menunjukkan bahwa penggunaan buah delima dapat mengurangi

oedem paru, mengurangi inflamasi dan memberikan respon yang baik pada

parenkim paru, dan pada paru-paru mencit yang mengalami hiperoksia (Husari et

al.,2009).

Studi laboratorium pada mencit yang menderita aterosklerotik menunjukkan

bahwa 44% lesi dapat dicegah dengan pemberian suplemen buah delima

dibandingkan dengan mencit yang hanya diberi air. Buah Delima merupakan

sumber antioksidan, karena mengandung polifenol komplek dan flavonoid seperti:

katekin, antosianin, phenolik (Aviramet al., 2000).


5

Buah delima merah merupakan sumber antioksidan alami dengan kandungan

antosianin yang tinggi dan mudah didapat di Indonesia. Meskipun beberapa

penelitian dilaporkan bahwa buah delima merupakan salah satu sumber

antioksidan yang baik, belum ada penelitian yang melaporkan apakah pemberian

ekstrak buah delima merah secara oral dapat menurunkan kadar F 2 -isoprostan

pada urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang diinduksi pelatihan fisik

berlebih.

Penelitian ini dilakukan guna mengingat fungsinya bagi kesehatan dan

pencegahan penuaan, cukup aman dan dapat ditanam di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat di rumuskan masalah

sebagai berikut:

Apakah pemberian ekstrak buah delima merah (Punica granatum) oral

menurunkan kadar F 2 -isoprostan pada urin tikus (Rattus norvegicus)

wistar jantan yang diinduksi pelatihan fisik berlebih?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian ekstrak buah delima

merah (Punica granatum) oral, menurunkan kadar F 2 -isoprostan pada urin tikus

(Rattus norvegicus) putih wistar jantan yang diinduksi pelatihan fisik berlebih.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Dari hasil penelitian diperoleh informasi ilmiah mengenai efektivitas ekstrak

buah delima merah sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas dengan
6

indikator penurunanan kadar F 2 -isoprostan pada urin tikus putih wistar yang

diinduksi pelatihan fisik berlebih.

1.4.2 Manfaat Praktis

Proposal penelitian ini dapat membuktikan efektivitas ekstrak buah delima

merah dalam menangkal radikal bebas, dan telah dilakukan clinical trial, maka

diharapkan ekstrak etanol buah delima merah dapat digunakan sebagai antioksidan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penuaan(Aging)

Penuaan merupakan proses perubahan fisiologis yang tidak dapat dihindari

oleh setiap organisme. Dalam proses penuaan, terjadi penurunan fungsi organ-

organ secara bertahap yang terjadi pada manusia, tumbuhan, hewan, dan juga

organisme bersel satu. Penuaan telah terjadi pada saat manusia baru saja lahir.

Tanda-tanda fisiologis yang terjadi ialah menurunnya jumlah sel jaringan,

melambatnya metabolisme, serta menigkatnya resiko terjadinya penyakit.

Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi penuaan seperti stress, olahraga

berlebihan, merokok, dan adanya radiasi sinar ultraviolet (Pangkahila, 2011).

Terjadi kerusakan protein jaringan, atrofi jaringan, berkurangnya cairan

tubuh, dan metabolisme kalsium yangabnormal pada proses penuaan. Kemudian

terjadi perubahan fisiologis berikutnya mengenai disfungsi organ vital seperti

kerusakan pada organ kardiopulmonar,fungsi endokrin, persarafan, fungsi motorik

dan juga fungsi imunologi. Dengan adanya faktor risiko seperti hipertensi,

obesitas, hiperlipidemia, alkohol, perubahan metabolisme glukosa, merokok,

stress dan kebiasaan gaya hidup tidak sehat mengakibatkan berbagai variasi

penyakit pada sistem tubuh, seperti : penyakit degeneratif, aritmia, gagal jantung,

arteriosklerosis, stoke, gagal ginjal, katarak, hilangnya komunikasi sistem saraf,

diabetes, emfisema paru,arthritis, ulkus lambung, osteoporosis,infeksi, atau

tumor, dapat terjadi penuaan lanjut secara patologis (Park dan Yeo, 2013).

7
8

2.1.1 Mekanisme Terjadinya Penuaan

Ada beberapa teori penuaan, pertama yaitu teori program genetik (genetic

programming theory) dimana teori ini berpendapat bahwa penuaan dan usia hidup

organisme ditentukan oleh faktor genetik.Yang kedua adalah teori kerusakan

primer (primary damage theory) yang menyebutkan bahwa penuaan terjadi oleh

karena akumulasi kerusakan pada organisme akibat faktor-faktor perusak yang

multipel. Termasuk didalamnya adalah teori wear-and-tear, teori error

catastrophe, teori radikal bebas, teori kerusakan DNA, teori membran sel (Park

dan Yeo, 2013).

Pada dasarnya, semua teori itu dibagi menjadi dua kelompok yaitu teori

wear and tear dan teori program. Hipotesis kerusakan DNA, glikosilasi, dan

radikal bebas termasuk dalam teori wear and tear, sedangkan teori program

diantaranya terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori neuroendokrin

(Pangkahila, 2011).

1. Teori Wear and Tear

Menurut teori ini, penuaan terjadi jika sel ataupun jaringan tubuh yang

dipakai atau disalahgunakan secara terus menerus menjadi rusak atau habis. Teori

“pakai” dan “rusak” ini diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, biologis dari

Jerman tahun 1882 (Pangkahila, 2011; Jin, 2010).

a. Teori DNA Damage

Kerusakan pada DNA akan terus terjadi pada setiap sel organisme hidup.

Sebagian dapat diperbaiki, tetapi sebagian lagi terakumulasi pada saat DNA
9

Polimerase. Proses perbaikan lainnya tidak bisa memperbaiki kerusakansama atau

secepat waktu kerusakan itu muncul pertama kali. Kerusakan DNA yang terus

menerus ini terjadi juga pada sel mamalia yang tidak dapat membelah. Seiring

bertambahnya usia mutasi genetik mulai terjadi, menyebabkan sel mengalami

malfungsi. Kerusakan DNA pada mitokondria juga mengakibatkan disfungsi

mitokondria. Restriksi kalori ditemukan dapat meningkatkan usia hidup hewan

coba sejak tahun 1930 (Park dan Yeo, 2013; Jin, 2010).

b. Glikosilasi

Glikosilasi merupakan ikatan kovalen antara gula darah dan hemoglobin

pada sel darah merah. Proses glikosilasi ini penting untuk penyakit-penyakit

degeneratif seperti diabetes. Pada kondisi normal tanpa diabetes, hanya sekitar

4,5% sampai 6% gula darah yang berikatan dengan hemoglobin. Banyaknya

ikatan kovalen ini dapat diketahui dengan mengukur Hemoglobin A1c (HbA1c).

Jika kadar HbA1c ini terlalu tinggi maka akan memperburuk struktur dan fungsi

sel. Pada organ-organ yang tidak tergantung insulin, seperti ginjal, pembuluh

darah, saraf perifer, dan lensa mata, glukosa akan diabsorbsi dengan mudah

sehingga terjadi kekakuan arteri, hilangnya fungsi saraf, dan katarak. Pada

diabetes proses penuaan ini merupakan role model dari proses penuaan pada

kondisi lainnya (Pangkahila, 2011).

c. Teori Radikal Bebas

Teori ini dikenalkan oleh Dr.Gerschman pada tahun 1954, lalu

dikembangkan oleh Dr. Denham Harman yang menegaskan bahwa superoksida


10

dan radikal bebas lain mengakibatkan kerusakan pada komponen makromolekul

sel dan organ. Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan. Makromolekul seperti gula, asam nukleat,

protein, dan lipid mudah diserang radikal bebas. Ikatan single- dan double- asam

nukleat dapat berikatan dengan molekul lain karena rusak, dan dapat berikatan

dengan basa atau kelompok gula lain (Pangkahila, 2011; Jin, 2010).

2. Teori Program

Teori ini mengemukakan bahwa penuaan mengikuti suatu jam biologik,

kemungkinan merupakan lanjutan dari sistem yang mengatur pertumbuhan dan

perkembangan masa kecil. Pengaturan ini bergantung pada perubahan ekspresi

gen yang berpengaruh pada respon pemeliharaan, perbaikan, dan pertahanan.

Teori ini terbagi menjadi tiga subkategori :

a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel

Panjang telomere (enam nukleotida sekuen DNA yaitu TTAGGG) yang

terletak pada ujung chromosome strands berpengaruh pada kehidupan sel.

Telomere mempengaruhi fungsi sel punca pada organ yang pergantian selnya

tinggi. Pada replikasi sel, telomere mengalami pemendekan setiap kali terjadi

pembelahan sel. Setelah beberapa kali pembelahan sel, telomere telah dipakai dan

pembelahan sel berhenti. Proses telomere ini menentukan rentang usia sel yang

pada akhirnya juga rentang usia pada organisme itu sendiri (Pangkahila, 2011).
11

b. Teori Immunologi

Sistem imun akan mengalami penurunan dengan berjalannya waktu, hal

ini mengakibatkan ketahanan tubuh organisme semakin rentan terhadap resiko

terjadinya penyakit infeksi dan menyebabkan penuaan yang berujung kematian.

Efektivitas maksimal dari sistem imun ialah sewaktu pubertas dan akan menurun

seiring bertambahnya usia (Jin, 2010).

c. Teori Neuroendokrin

Hormon dihasilkan oleh beberapa organ yang dikontrol oleh hipotalamus

di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu,

contohnya poros hipotalamus-hipofise-testis, poros hipotalamus-hipofise-

suprarenalis, dan lain-lain. Fungsi hormonal lebih optimal saat usia muda

dibandingkan dengan usia tua (Pangkahila, 2011).

2.1.2 Gejala Klinis Penuaan

Proses penuaan dimulai dari menurunnya bahkan berhentinya fungsi dari

masing-masing organ tubuh. Hal ini mengakibatkan berbagai tanda dan gejala

penuaan, yang pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu (Pangkahila, 2011):

1. Tanda fisik, seperti berkurangnya massa otot, peninggkatan sel lemak,

elastisitas kulit menurun atau berkerut, daya ingat menurun, terganggunya

fungsi seksual dan reproduksi, kemampuan kerja menurun, sakit pada

tulang.

2. Tanda psikis, seperti kurangnya gairah hidup , susah tidur, mudah cemas,

mudah tersinggung, merasa tidak berguna lagi.


12

Proses penuaan tidak timbul begitu saja, ada tiga fase dalam proses penuaanantara

lain (Pangkahila, 2011) :

1. Fase subklinik (rentan usia 25-35 tahun)

Pada Fase ini, terjadi penurunan berbagai hormon didalam tubuh, seperti

hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Kerusakan akibat

penurunan hormon ini biasanya tidak terlihat dari luar, sehingga orang terlihat

normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan.

2. Fase Transisi (rentan usia 35-45 tahun)

Pada fase ini, level hormon mengalami penurunan sampai 25 persen.

Terjadi penurunan massa otot sekitar satu kilogram setiap beberapa tahun, hal ini

mengakibatkan hilangnya kekuatan dan tenaga, sedangkan disisi lain komposisi

lemak terus bertambah.Pada fase ini orang sudah merasa tidak muda lagi dan

kelihatan lebih tua. Kerusakan yang diakibatkan radikal bebas mulai merusak

ekspresi genetik, yang bisa menimbulkan penyakit.

3. Fase klinik (usia lebih dari 45 tahun)

Terjadi penurunan kadar hormon secara terus menerus pada fase ini.

Hormon yang turun diantaranya DHEA (Dehydroepiandrosterone), melatonin,

growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan juga disertai

hilangnya fungsi penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas

tulang menurun, massa otot mengalami penurunan sekitar satu kilogram setiap

tiga tahun, yang menyebabkan ketidakmampuandalam membakar kalori, diikuti

dengan meningkatnya lemak tubuh, dan berat badan.


13

2.2 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan molekul reaktif, terdiri dari satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluar (Pham-Huy et al., 2008).

Karena ketidakstabilan molekul ini membuatnya dapat berinteraksi dengan

molekul yang berdekatan, seperti karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat,

sehingga membuat molekul tersebut menjadi tidak stabil juga dan terbentuklah

reaksi rantai baru yang akan berhenti jika diredam oleh senyawa yang bersifat

antioksidan. Radikal bebas yang paling banyakmengakibatkan kerusakan sistem

biologi ialah oxygen-free radical, yang dikenal sebagai reactive oxygen species

(ROS) (Rahman, 2007).

2.2.1 Klasifikasi Radikal Bebas

Berdasarkan pendapat Salama dan El-Bahr (2007), radikal bebas


dibedakan menjadi:

1. Oxygen centered radicals antara lain radikal alkoksil (RO●),

anion superoksida (O 2 ●), radikal peroksil (●OOH atau ROO●),

dan radikal hidroksil (●OH).

2. Oxygen centered non radicals antara lain hidrogen peroksida

(H 2 O 2 ) dan oksigen singlet (1O 2 ).

3. Spesies radikal lain atau reactive nitrogen species (RNS) terdiri

dari: nitrit oksida (NO●), peroksinitrit (OONO-), dan nitrit

dioksida (NO● 2 ).
14

2.2.2 Sumber Radikal Bebas

Sumber-sumber radikal bebas menurut Pham-Huy et al. (2008)dapat

dibagi menjadi:

1. Radikal bebas yang dibentuk dari dalam tubuh oleh karena proses

enzimatik oleh mitokondria, retikulum endoplasma, membran plasma, inti

sel, dan lisosom. Oksidasi pada proses respirasi, pencernaan, dan

metabolisme merupakan proses enzimatik yang mengakibatkan

terbentuknya radikal bebas.

2. Radikal bebas yang dibentuk didalam tubuh oleh karena proses

nonenzimatik. Hal ini terjadi karena reaksi oksigen dengan senyawa

organik melalui ionisasi dan radiasi yang terjadi pada reaksi inflamasi dan

iskemia.

3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh yang disebabkan oleh

polutan seperti radiasi sinar UV, sinar X, sinar gamma, asap rokok, asap

kendaraan bermotor, konsumsi makanan tinggi lemak, alkohol, caffeine,

pestisida atau zat beracun lainnya. Disamping itu, radikal bebas juga dapat

terjadi oleh karena stres atau aktivitas fisik yang berlebih.

2.2.3 Pembentukan Radikal Bebas

Radikal bebas secara umum terbentuk melalui tiga tahapan reaksi berikut

(Winarsi, 2007):

1. Tahap inisiasi, merupakan awal pembentukan radikal bebas,

mengubah senyawa non radikal menjadi radikal. Misalnya:


15

R1 _H + •OH R1• + H2O

Fe ++ + H2O2 Fe +++ + OH- + •OH

2. Tahap propagasi, merupakan pemanjangan dari rantai radikal,

dalam hal ini reaksi berantai radikal bebas diperluas sehingga membentuk

beberapa radikal bebas baru, misalnya :

R2_H + R1• R2 • + R1_H

R3_H + R2• R3 • + R2_H

3. Tahap terminasi, merupakan pembentukan non radikal dari

radikal bebas, bereaksinya senyawa radikal dengan radikal yang lain

atau dengan penangkap radikal, mengakibatkan potensi propagasinya

rendah, misalnya :

R1 • + R1 • R1_R1

R2 • + R1 • R2_R1

R2 • + R2 • R2_R2 dan seterusnya


16

Gambar 2.1
Pembentukan radikal bebas

2.2.4 Reactive Oxygen Species (ROS)

Reactive Oxygen Species (ROS)merupakan elemen oksigen yang penting

bagi organisme aerob, seperti manusia. Sekitar 90% dari oksigen yang ada

didalam tubuh digunakan untuk pembentukan energi berupa ATP melalui proses

fosforilasi oksidatif di mitokondria. Sisanya 10% oksigen dipergunakan untuk

proses hidroksilasi dan reaksi oksigenasi dengan bantuan enzim. Sekitar 1 – 2 %

oksigen akan menjadi residu yang dikonversi menjadi reactive oxygen species

atau dikenal juga dengan ROS (Baynes dan Dominiczak, 2014).

ROS ialah istilah yang dipakai untuk radikal, tidak hanya radikal yang

mengikat oksigen (superoksida (O 2 ●) dan radikal hidroksil (●OH)) tetapi juga

derivat oksigen yang tidak mengandung elektron atau tidak berpasangan

misalnya hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan oksigen singlet(1O 2 ) (Pham-Huy et al.,

2008).

Ada tiga tahapan mekanisme terbentuknya ROS secara in vivo, yaitu :


17

1. Reaksi Fenton, akibat reaksi antara oksigen dengan ion metal

2. Sebagai reaksi sampingan dari transpor elektron pada mitokondria,

3. Melalui proses enzimatik normal misalnya pembentukan H 2 O 2 oleh

oksidasi asam lemak di peroksisom (Baynes dan Dominiczak, 2014).

Gambar 2.2
Pembentukan ROS oleh reaksi Fenton dan Haber-Weiss (Baynes
danDominiczak, 2014)

2.2.4.1 Dampak Negatif Reactive Oxygen Species

ROS bisa merusak DNA, protein dan lipid, tetapi dalam kondisi normal,

tubuh mempunyai sistem yang dapat memperbaiki kerusakan oleh ROS, yaitu :

1. DNA

• Kerusakan:semua komponen DNA bisa dirusak oleh radikal hidroksil

(•OH). Sedangkan oksigen singlet (1O 2 ) biasanya mengenai guanin.

Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan Superoksida (O 2 ●) tidak mengenai DNA.


18

• Sistem perbaikan: enzim tubuh mengenali kerusakan pada DNA,

kemudian dilanjutkan proses eksisi, resintesis, dan penyatuan kembali

rantai DNA.

2. Protein

• Kerusakan: ROS banyak merusak gugus sulfhidril. Radikal hidroksil

(•OH) merusak residu asam amino.

• Sistem perbaikan: residu oksidasi metionin ditanggulangi oleh

methionine sulfoxide reductase. Protease selular dapat mengenali dan

menghancurkan kerusakan protein lain..

3. Lipid

• Kerusakan: sebagian ROS, kecuali superoksida (O 2 ●) dan hidrogen

peroksida (H 2 O 2 ), bisa menginisiasi terbentuknya peroksidasi lipid.

• Sistem perbaikan: chain-breaking antioxidants khususnya tokoferol

dapat meniadakan propagasi rantai radikal peroksil. Phospholipid

hydroperoxide glutathione peroxidase dapat menghilangkan peroksida

membran.

2.2.4.2 Dampak Positif Reactive Oxygen Species

Tidak hanya efek negatif, ternyata ROS juga memiliki dampak positif,

seperti (Bagiada, 2001; Baynes dan Dominiczak, 2014):

1. Membunuh dan melawan organisme patogen yang dihasilkan

granulosit, makrofag dan monosit

2. Berperan sebagai substrat untuk enzim, contohnya H 2 O 2 sebagai

substrat untuk enzim hemeperoksidase yang berperan penting dalam

iodinisasi hormon tiroid


19

3. Merupakan sinyal untuk metabolisme zat tertentu, seperti insulin.

H 2 O 2 mempunyaifungsi dalam mekanisme inaktivasi reversible dari

sebagian protein tirosin fosfatase, yang akan kemudian mengaktivasi

protein tirosin kinase melalui reseptor insulin pada waktu yang

bersamaan.

2.2.5 Stres Oksidatif

Stres oksidatif yaitu suatu keadaan dimana jumlah produksi ROS lebih

tinggi dibandingkan dengan eliminasinya, yang menyebabkan kerusakan

oksidatif molekul-molekul biologi. Jika terjadi terus-menerus, maka

mengakibatkan akumulasi dari kerusakan oksidatif di dalam sel dan jaringan

yang akan membuat jaringan tersebut kehilangan fungsinya (Bagiada, 2001).

Stres oksidatif bisa terjadi secara lokal, seperti pada penyakit artritis dan

aterosklerosis, maupun secara sistemik, seperti pada systemic lupus

erythematosus dan diabetes (Baynes dan Dominiczak, 2014). Berbagai

penyakit yang diinduksi oleh stres oksidatif digambarkan pada gambar 2.3

(Pham-Huy et al., 2008).


20

Gambar 2.3
Penyakit terinduksistres oksidatif pada manusia (Pham-Huy et al., 2008)

2.3 Aktivitas Fisik

2.3.1 Definisi

Aktivitas fisik secara umum di bedakan menjadi :

1. Aktivitas fisik yang dikerjakan secara mendadak (acute exercise)

2. Aktivitasfisik yang dikerjakan secara berulang (training exercise)

Semua aktivitas fisik baik ringan, sedang, ataupun berat akan direspon oleh tubuh

baik secara fisiologik maupun biomolekuler. Ketika sedang melakukan aktivitas

fisik yang cukup berat (seperti tes treadmil), terjadilah peristiwa dimana

peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen demand) seringkali tidak tercukupi oleh

penyediaan oksigen (oxygen supply). Fenomena ini disebut sebagai fase iskemia.

Sementaraitupeningkatan oxygen suply justru akan meningkatkan terjadinya

radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10x lipat (fenomena ini disebut fase

reperfusi). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa stres oksidatif dapat


21

disebabkan oleh aktifitas fisik yang berat.dimana produksi radikal bebas oksigen

meningkat secara bermakna (Baraas, 2006).

2.3.2 Aktivitas Fisik Berlebih

Latihan atau aktivitas yang berlebih atau over training / burnout ialah suatu

kondisi dimana terjadi kelelahan kronis selama aktivitas yang melebihi batas

kemampuan individual sampai menimbulkan cedera otot yang biasanya timbul

sebelum akhir dari kompetisi (Vincen et al., 2000; Prentice, 2011).

Tanda-tanda dan gejala aktivitasfisik berlebih :

1. Tanda-tanda pada penampilan :

- Penurunan konsistensi penampilan (performance)

- Dibutuhkan penyembuhan yang lama setelah pertandingan

- Kelelahan yang menetap dan menjadi lambat

- Penampilan yang tidak konsisten

2. Gejala Fisik

- Penurunan efektivitas kerja

- Sulit tidur

- Sakit kepala dan perut

- Kaku dan nyeri otot atau persendian

- Konstipasi dan diare

- Nafsu makan dan masa tubuh menurun

- Amenorhea

- Kenaikan denyut nadi pada waktu bangun tidur


22

3. Gejala Psikis

- Depresi

- Apatis

- Kurang percaya diri

- Emosi menjadi labil

- Sulitberkonsentrasi

- Gairah bertanding menurun atau bahkan hilang

Saat aktivitas fisik berlebih, konsumsi oksigen naik menjadi 10 kali bahkan

20 kali lipat dibandingkan waktu istirahat yang disertai juga peningkatan

konsumsi oksigen didalam otot sampai 100-200 kali lebih besar dibandingkan

waktu istirahat.

Sesaat setelah aktivitas fisik berlebih yang berkaitan dengan stres oksidatif,

terjadi respon inflamasi terutama 24 jam setelah selesai latihan dan sistem

kekebalan tubuh bereaksi terhadap kerusakan dikarenakan latihan

tersebut.Kemudian selama 2-7 hari terjadi proses adaptasi yang bisa membuat

lebih sehat. Selama periode ini, neutropil sangat berperan dalam pertahanan

jaringan.

Aktivitas fisik berlebih juga mengakibatkan penurunan kondisi fisik,

penimbunan lemak, berkurangnya massa otot, peningkatan kadar hormon kortisol

yang lebih tinggi daripada testosteron, insomnia, mudah lemas, cepat tersinggung,

nyeri sendi dan tulang serta penurunan imunitas tubuh (Maffetone, 2007)

Pada aktivitas fisik berlebih, Karena retribusi aliran darah ke otot menurun

maka terjadi pula kondisi hipoksia relatif di jaringan organ dalam, hal ini akan
23

memacu pembentukan radikal superoksid, yang akan mengaktifkan jalur xanthin

oksidase.

2.3.3 Aktivitas Fisik Berlebih Dengan Stres Oksidatif

Aktivitas fisik yang berlebih bisa mengakibatkan terbentuknya radikal bebas

(Adiputra, 2008). Radikal bebas yang berlebih dapat mengakibatkan kerusakan

pada DNA, akan terjadi peroksidasi lipid membran sel dan sitosol yang merusak

membran dan organel, juga mengakibatkan terjadinya modifikasi protein yang

teroksidasi.

Latihan fisik yang berlebih mengakibatkan stres oksidatif, dimana stres

oksidatif dapat dikontrol dengan pola hidup yang sehat dan komsumsi antioksidan

(Hersh, 2004).

Aktivitas fisik berlebih mengakibatkan peningkatan pada biomarker stres

oksidatif seperti peningkatan jumlah leukosit, glutation peroksidase, glutation

teroksidasi, isoprostan urin, juga dapat menyebabkan peningkatan komsumsi

oksigen pada otot skeletal (Murray et al., 2000)

Apabila terjadi aktivitas fisik yang berlebih atau overtraining, maka kadar

isoprostan, malondialdehyde, dan kreatin kinase diperiksa untuk mengetahui

terjadinya cedera otot karena beban berlebih.

2.4 F 2 -isoprostan

Stres oksidatif diyakini menjadi penyebab dari berbagai penyakit baik akut

ataupun kronis, tetapi evaluasi terhadap kadar radikal bebas menjadi hal yang

sulit karena sifat dari radikal bebas sangat reaktif, cepat hilang, dan mempunyai
24

karakteristik yang berbeda-beda. Cara yang mudah dilakukan ialah dengan

melakukan evaluasi terhadap hasil reaksi radikal bebas di dalam tubuh, salah

satunya dengan mengukur kadar F 2 -isoprostan. Isoprostan adalah senyawa yang

menyerupai prostaglandin yang disintesis oleh esterifikasi asam arakhidonat

akibat dari reaksi katalisasi radikal bebas nonenzimatik in vivo. Kadar F 2 -

isoprostan bisa menjadi gambaran peroksidasi lipid yang terjadi pada kondisi

stres oksidatif. Peroksidasi lipid in vivo dan in vitro dengan analisa kuantitatif

F 2 -isoprostan diakui lebih unggul jika dibandingkan metode analisis lain seperti

MDA, TBARS (thiobarbituric acid–reactive substances),lipid hidroperoksida,

dan exhaled alkanes (ethaneataupunpentane)(Basu, 2008).

Kadar F 2 -isoprostan normal ialah kurang dari 2 ng/ml kreatinin, tetapi

dapat naik pada kondisi stres oksidatif. Hal ini yang mengakibatkan kadar F 2 -

isoprostan tidak boleh melebihi normal, karena kenaikan kadar F 2 -isoprostan

menunjukkan peroksidasi lipid yang terjadi pada kondisi stres oksidatif. Jika

stres oksidatif tidak dikurangi maka bisa menimbulkan kerusakan oksidatif.

Kerusakan oksidatif yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan

kerusakan dari molekul tubuh, jaringan, penurunan fungsi organ, penuaan, dan

beberapa penyakit lainnya.

2.4.1 Mekanisme Pembentukan F 2 -isoprostan

Sebelum tahun 1990, pembentukan nonenzimatik derivat prostaglandin

belum banyak diketahui. Beberapa studi menemukan bahwa pembentukan F 2 -

isoprostan melewati jalur cyclooxygenase (COX) dari sel monosit dan trombosit

manusia, tetapi pembentukan melalui jalur ini sangatlah minimal. Isoprostan


25

tidak membutuhkan cyclooxgenase dalam pembentukannya, oleh sebab itu F 2 -

isoprostan tidak bisa disebut sebagai prostaglandin (Basu, 2008).

Tahapan mekanisme pembentukan isoprostan dengan prekusor asam

arakhidonat yaitu (Basu, 2008):

1. Pemisahan atom hidrogen yang tidak stabil atau labil

2. Penambahan molekul oksigen pada asam arakhidonat yang

menghasilkan empat bentuk radikal peroksil

3. Endocyclization

4. Penambahan molekul oksigen yang membentuk empat PGG2-

like bicyclic endoperoxide intermediates yang tidak stabil

5. Glutation mereduksi PGG2-like bicyclic endoperoxide

intermediates yang akan menghasilkan bentuk awal isoprostan kemudian

berubah menjadi rmacam-macam bentuk. Bentuk isoprostan dipengaruhi

oleh letak ikatan regioisomer atom karbon dengan gugus hidroksil,

apakah terletak pada seri ke 5-, 8-, 12-, atau 15- regioisomer. Komponen

ini disebut juga F2-isoprostan karena komponen ini isomer dengan PGF2

primer

2.4.2 Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi F 2 -isoprostan

Belum diketahui secara pasti farmakokinetik dari F 2 -isoprostan. Hasil

studi memperlihatkan bahwa isoprostan diproduksi secara in situ pada sel yang

rusak, kebanyakan berbentuk ester, lalu dimetabolisme menjadi bentuk asam

bebas. Setelah melalui tahapan biosintesis dalam jaringan, komponen ini siap
26

diabsorbsi dan didistribusikan ke seluruhbagian tubuh dalam bentuk asam bebas

maupun ester. Setelah dalam bentuk bebas, isoprostan dilepaskan ke dalam

sirkulasi perifer lalu mengalami hidrolisis dan metabolisme lanjutan. Isoprostan

primer dan produk oksidasinya bisa dijumpai dalam darah maupun urin (Basu,

2008).

Gambar 2.4
Skema sederhana biosintesis F 2 -isoprostan (Basu, 2003)

2.4.3 F 2 -isoprostan Sebagai Biomarker Peroksidasi Lipid

Pada beberapa kondisi yang berhubungan dengan cedera oksidatif, kadar

F2-isoprostan diketahui cenderung meningkat. Peningkatan kadar F 2 -isoprostan

baik dalam jaringan ataupun cairan tubuh inibisa digunakan sebagai penanda

peroksidasi lipid yang disebabkan oleh radikal bebas secara in vivo. Pada cedera

oksidatif, kadar F 2 -isoprostan biasanya meningkat sepuluh kali lebih banyak

daripada PGF2 enzimatik pada plasma. F 2 -isoprostan yang berbentuk bebas


27

dengan mudah didapatkan pada jaringan dan cairan tubuh. Perhitungan

isoprostan yang berbentuk ester dan bentuk bebas bisadikerjakan pada jaringan,

yang memperlihatkan adanya stres oksidatif pada jaringan tersebut (Basu, 2008).

Perhitungan kadar MDA (malondialdehyde) dilaporkan kurang sensitif

jika dibandingkan dengan kadar isoprostan dalam hal melihat adanya stres

oksidatif. Tetapi tidak ada hubungan antara kadar MDA dengan peningkatan

isoprostan. Walaupunadanya oksidasi asam arakhidonat dapat digambarkan oleh

isoprostan dengan baik, tetapi bisa saja merupakan hasil oksidasi dari lipid lain .

Disamping itu, pengambilan sampel yang tidak baik, persiapan yang kurang

hati-hati (selama proses ekstraksi, purifikasi, dan hidrolisasi), dan pengawetan

sampel yang dilakuakan sebelum dilakukan analisa juga bisa mengakibatkan

kesalahan dalam analisis isoprostan (Basu, 2008).

2.4.4 F 2 -isoprostan dan Aktivitas Fisik Berlebih

Pada kondisi aktivitas fisik berlebih seperti lari ultramaraton yang dapat

mencetuskan terjadinya lipid peroksidase, terjadi peningkatan isoprostan. Studi

terdahulu menyebutkan bahwa kadar F 2 -isoprostan meningkat pada subyek

sehat setelah mengerjakan aktivitas fisik berupa knee extensor selama tiga jam

(Fischer et al., 2004; Fischer et al., 2006). Menurut Sacheck et al. (2003), dalam

72 jam pertama setelah aktivitas fisik berlebih dapat terjadi peningkatan kadar

F 2 -isoprostan hingga 5 ng/ml akibat kerusakan pada otot.

Pada penelitian dengan menggunakan 12 subyek sehat yang diberi

perlakuan berupa aktivitas fisik berlebihselama 12 minggu, terbagi dalam empat

fase yang masing-masing fasenya terdiri dari beban latihan fisik bervariasi,
28

dengan lama latihan tiga minggu per fase, dan jarak istirahat 96 jam antar fase,

diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan F 2 -isoprostan yang berbanding lurus

terhadap peningkatan beban latihan. Kemudian terjadi penurunan F 2 -isoprostan

secara signifikan waktu istirahat selama 96 jam setelah diberi aktivitas fisik

yang berat (Margonis et al., 2007).

2.5Antioksidan

Penatalaksanaan terapianti penuaan (anti aging)adalah penerapan dari

berbagai terapi yang bisa digunakan dalam deteksi awal, pencegahan, pengobatan,

atau penyembuhan kembali dari disfungsi dan penyakit yang berhubungan dengan

penuaan, sehinggaterjadi peningkatan kualitas dan memperpanjang kuantitas dari

umur manusia itu sendiri. Keadaan yang ideal ialahmeliputigolden triangle yaitu

terciptanya keseimbangan oksidatif antara oksidan, antioksidan, dan biomolekul,

serta aktivitas fisik yang disesuaikan pada setiap individu (Fusco et al., 2007).

Antioksidan berperan dalam mencegah kerusakan oksidatif yang

disebabkan oleh radikal bebas sehingga dapat memperpanjang usia hidup.

Organisme selalu membuat sistem pertahanan secara primer agar dapat

melindungi dirinya sendiri terhadap toksisitas radikal bebas dengan memproduksi

komponen antioksidan seperti protein, Superoksida Dismutase (SOD), Glutation

Peroksidase (GPx), Glutation (GSH), katalase dan antioksidan yang berat

molekulnya lebih kecil seperti coenzim Q, asam uratdan asam lipoic. Disamping

itu tubuh juga dapatmembentuk pertahanan sekunder yaitu dengan memproduksi

enzim lipolitik (Fosfolipase A2), sistem proteolitik (proteinase dan peptidase), dan

mengadakan sistem perbaikan DNA dan RNA (endonuklease dan eksonuklease)


29

yang berfungsi untuk membuang atau memperbaiki produk hasil kerusakan yang

disebabkan oleh radikal bebas (Poljsak et al., 2013).

Buah delima (pomegranate), wolfberry, manggis dan goji mengandung

antioksidan yang cukup tinggi berdasarkan pengukuran Oxygen Radical

Absorption Capacity (ORAC). Tes ORAC merupakan tes yang berfungsi untuk

mengukur potensi antioksidan total yang terdapat pada makanan dan suplemen

nutrisi per 100 gram sampel. Tes ORAC semuanya dilakukan di Brunswick

Laboratories di bawah naungan United State Department of Agriculture (USDA).

Dalam delima mengandung 500 mg ellagitannin,buah manggis mengandung 500

mg antioksidan, dan buah goji 500 mg dengan 40% polisakarida(Barron, 2008).

2.5.1 Polifenol

Polifenol merupakan suatu komponen non-nutrient yang banyak dijumpai pada

buah, coklat, kacang-kacangan kering, sayuran, sereal, dan minuman. Buah-

buahan misalnya pir, anggur, berry, cherry, dan apel mengandung setidaknya 200-

300 mg polifenol per 100 gram takaran buah segar. Segelas teh atau kopi atau satu

gelas anggur merah mengandung sekitar 100 mg polifenol. Polifenol yang

terdapat pada makanan bisa memberikan rasa pahit, rasa, warna, dan bau yang

khas. Antioksidan yang terdapat dalam polifenol sangat besar dapat mencapai

1g/d, lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan yang ada dalam fitokimia yang

lain. Contohnya 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Vitamin C dan 100 kali

lebih tinggi bila dibandingkan dengan mengkonsumsi Vitamin E dan karotenoid

(Scalbert et al., 2005)


30

Gambar 2.5
Bentuk Molekul Polifenol

Bioavailabilitas yaitu jumlah nutrisi yang bisa dicerna, diabsorbsi, dan

melewati tahap metabolisme normal. Bioavailabilitas masing-masing polifenol

berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak ada keterkaitan antara banyaknya

polifenol yang dikonsumsi lewat makanan dengan bioavailabilitasnya yang

terdapat dalam tubuh manusia.

Komponen polifenol melalui pre-hidrolisa terlebih dahulu oleh enzim

intestinal dan oleh koloni mikroflora usus, sebelum diabsorbsi tubuh. Polifenol

akan terkonjugasi lalu terjadi metilasi, sulfasi dan glukoronidasi di hati. Karena

bentuk yang beredar dalam darah dan jaringan berbeda sehingga susah untuk

mengidentifikasi metabolit dan mengukur aktivitas biologisnya. Yang paling


31

penting untuk menentukan laju dan tingkat absorbsi yaitu struktur kimia polifenol,

bukan dari konsentrasinya. Tempat absorbsi antar komponen polifenol juga

berbeda-beda, banyak yang diabsorbsi di traktus gastro-intestinal, intestinal, atau

bagian traktus digestivus lainnya (Bohn, 2014).

Kandungan polifenol buah delima merah yang diperiksa di UPT

Laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana adalah 1,56 mg/ml (Yuniari,

2015)
32

2.5.2 Antosianin

Antosianin adalah suatu jenis polifenol grup flavonoid yang paling banyak

ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Antosianin adalah pigmen yang dapat

larut dalam air, memberi warna merah, ungu dan biru pada banyak buah-buahan,

sayuran, bunga dan biji-bijian(Wang dan Stoner, 2008).

2.5.3 Struktur Kimia

Antosianin adalah derivatif polihidroksi atau polimetoksi dari 2-

fenilbenzopirilium yang terglikosilasi, mengandung 2 cincin benzoyl (A dan B)

yang dipisahkan oleh cincin heterosilik(C) (Gambar 2.6). Dengan kata lain,

antosianin adalah senyawa antosianidin dan glukosa dalam asam organik. Ada 6

jenis antosinidin yang ditemukan dalam tanaman, yaitu cyanidin, delphinidin,

malvidin, pelargonidin, peonidin dan petunidin(Shipp dan Abdel-Aal, 2010).

Gambar 2.6
Struktur 6 jenis antosianidin, dalambentuk glukosida dengan glukosa.
33

2.5.4 Efek Fisiologis

Antosianin paling dikenal sebagai antioksidan. Beberapa

penelitianmenunjukkan bahwa selain sebagai antioksidan, antosianin juga

mempunyai efek anti-inflamasi,efek anti-diabetik, anti-kanker, dan dapat

memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Wrolstad, 2001;

Shipp dan Abdel-Aal,2010).

Struktur fenolik antosianin bertanggung jawab dalam efek antioksidannya, yaitu

gugus hidroksil pada posisi 3 dari cincin C dan posisi 3’, 4’, 5’ dari cincin B.

Sebagai antioksidan, antosianin bekerja sebagai scavenger ROS seperti superoksid

(O2- ), singlet oksigen (‘O2), peroksida (ROO-), hidrogen peroksida (H2O2) dan

radikal hidroksil (OH.) (Wang dan Stoner, 2008).

Mekanisme efek antosianin sebagai anti-inflamasi memang belum

diketahui, tapi suatu penelitian in vitro menunjukkan bahwa administrasi

antosianin dapat menurunkan aktivasi faktor transkripsi NFKB dan menurunkan

ekspresi beberapa sitokin dan mediator proinflamasi (Karlsen et al., 2007). Suatu

penelitian epidemiologi menunjukkan penurunan insidens penyakit-penyakit

inflamasi pada populasi yang mengkonsumsi makanan kaya polifenol (Spormann

et al., 2008), dan konsumsi antosianin menunjukkan berkurangnya risiko penyakit

kardiovaskular, diabetes, arthritis dan keganasan (Wang dan Stoner, 2008).

2.6 Delima

Buah delima (Punica granatum) dikenal juga sebagai pomegranate

(bahasa Inggris) merupakan tanaman buah-buahan yang bisa tumbuh hingga


34

mencapai 5-8 m. Delima adalah tumbuhan asli Persia dan daerah Himalaya di

India Selatan. Tumbuhan ini diperkirakan berasal dari Iran, tetapi telah lama

dikembangbiakkan didaerah Mediterania. Delima dipercaya ada di Indonesia sejak

dibawa para pedagang Persia pada tahun 1416. Ada beberapa nama delima

diberbagai daerah diIndonesia, seperti disebut delima oleh Melayu di Sumatera,

gangsalan (Jawa), glima (Aceh), glineu mekah (Gayo), dhalima (Madura), dalima

(Sunda), teliman (Sasak), lele kase dan rumu dari Timor (Heber dan Schulman,

2006).

Tabel 2.2
Klasifikasi Ilmiah Tanaman BuahDelima
(Bhowmik et al., 2013)

Kingdom Plantae

Sub-Kingdom Tracheobionta - Tumbuhan berpembuluh (Vascular Plants)


Spermatophyta - Tumbuhan yang menghasilakan biji(Seed
Superdivisi
plants)
Magnoliophyta – Tumbuhan berbunga(Flowering plants)
Divisi
Magnoliopsida – Tumbuhan dikotil / berkeping
Kelas
dua(Dikotiledon)

Sub-kelas Rosidae

Ordo Myrtales

Famili Punicaceae - Pomegranate family

Genus Punica L. – pomegranate

Species Punica granatum L. – pomegranate

Sinonim Punica malus


35

Berdasarkan warna buahnya, terdapat tiga jenis delima yang tersebar di

Indonesia yaitu delima putih, delima merah, dan delima ungu/hitam. Delima

merah adalah yang paling terkenal dari ketiga jenis tersebut.

I. Buah delima putih

Buah delima ini bijinya berwarna putih dan rasanya lebih sepat bila

dibandingan dengan jenis delima yang lain karena mengandung tanin yang lebih

banyak. Sudah agak jarang ditemukan.

Gambar 2.7
Buah Delima Putih (Rahmadsyah dan Riana, 2015)

II. Buah delima merah

Delima merah ini mempunyai biji yang banyak dan berwarna merah.

Banyak disajikan saat menjelang Tahun Baru Imlek bagi masyarakat Cina.

III. Buah delima ungu/hitam

Delima ini bijinya bewarna ungu. tanaman ini seringkali ditanam di

pekarangan rumah sebagai tanaman hias.


36

Gambar 2.8
Buah Delima Merah (Abbasy, 2015)

Gambar 2.9
Buah Delima Ungu (William, 2015)
37

Komposisi kandungan fitokimia terbesar dalam delima ialah polifenol

yang terdapat pada buahnya. Polifenol yang terdapat didalam delima meliputi

flavonoid (flavanol, dan antosianin), tannin terkondensasi (protoantosianidin), dan

tannin terhidrolisa (ellagitannin yaitu punicalagin dan gallotannin). Sedangkan

kulit delima mengandung flavonoid (flavonol) seperti quercetin, luteolin dan

kaempferol, serta pada kulit biji terdapat antosianin (Li et al., 2006).

Bioaktivitas fitokimia dari buah delima antara lain ialah agen antiaterogenik dan

antioksidan.

Penelitian secara in vitro dan in vivo pada sel endotel koronaria yang

dilakukan pada tikus hiperkolesterolemia membuat aktivasi faktor transkripsi

ELK-1 dan p-JUN menurun serta meningkatkan ekspresi dari eNOS, efek ini

berkaitan dengan aktivitas aterogenik. Penelitian lain dengan buah delima

ditambah minuman anggur bisa menghambat Tumor Necrosis Factor α (TNF –α)

dan aktivasi Nuclear Factor KappaB (NF-КB) pada sel endotel vaskular (Barron,

2008).

Buah delima juga dipercaya efektif dalam menurunkan faktor risiko

penyakit jantung, status oksidatif oleh makrofag, oksidasi LDL, dan formasi sel

foam. Oksidasi LDL oleh makrofag peritoneal pada tikus menurun hingga 90%

sesudah mengkonsumsi sari buah delima. Sari buah delima juga dapat

menurunkan aktivasi sinyal kimia yang berperan merangsang terbentuknya

metastasis kanker prostat menuju tulang.

Kulit buah dan kulit pohon delima sering dipakai pada pengobatan

tradisionaluntuk obat diare, disentri, dan parasit usus. Air dan biji buah delima
38

berfungsi untuk mengobati gejala sakit jantung, kerongkongan, mata,

mencerahkan kulit, mengencangkan payudara, hemorrhoid serta untuk

menghentikan perdarahan hidung serta gusi. Biji delima juga bisa digunakan

untuk mencegah pembekuan trombosit sehingga mencegah terbentuknya plak di

jantung dan arteri (Bhowmik, 2013).

Tabel 2.3
Kandungan Delima per 100 gram Takar (Bhowmiket al., 2013)

Kandungan Kadar
Air 78,00%
Kalsium 10 mg
Protein 1,60%
Fosfor 70 mg
Lemak 0,10%
Besi 0,3 mg
Mineral 0,70%
Vitamin C 16 mg
Karbohidrat 14,50%
Vitamin B Kompleks Sedikit
Serat 5,10%
Kalori 65

Kandungan kimia pada buah delima antara lain oleat, icosanoic, linoleat,

asam sitrat, palmitat, punicic, asam stearat,asam klorogenik, asama malic,

flavanoid, fenol seperti asam gallic, asam protocatechuic, asam caffeic, asam

ferulic, asam o- dan p-coumaric, phloridzin, katekin,dan quercetin. Buah delima

juga kaya akan antioksidan polifenol seperti asam ellagic, antosianin, dan

punicalagin (Pandey dan Rizvi, 2009).


39

2.7 Tikus Wistar (Rattus norvegicus)

2.7.1 Klasifikasi Tikus Wistar

Penelitian ini menggunakan tikus wistar jantan karena ukuran yang lebih

besar dibanding tikus-tikus jenis lain sehingga memudahkan untuk proses

pengambilan sample urin yang akan diperiksa untuk mengetahui kadar F 2 -

isoprostan yang dipakai sebagai biomarker berhubungan dengan stress oksidatif.

Berikut beberapa ciri dari tikus wistar, Tikus Wistar berukuran lebih besar

daripada famili tikus pada umumnya dimana ukuran tikus inibisa mencapai 40 cm

yang diukur dari hidung sampai ujung ekor dengan berat 140-500g. Tikus betina

biasanya memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan tikus jantan,

warnyanya kecoklatan, kadang terdapat bercak putih atau hitam, serta mempunyai

ukuran ekor yang lebih panjang dari tubuhnya. Kematangan seksual pada tikus

jantan biasanya berkisar pada umur 3 bulan sedangkan pada tikus betina pada

umur 4 bulan (Kusumawati, 2004). Tikus ini dapat hidup hingga 4 tahun.

Tabel 2.4
Data Biologi Tikus (Russel et al., 2008)

No. Kondisi Biologi Jumlah

1. Berat badan : - Jantan 300-400 g

- Betina 250-300 g

2. Lama hidup 2,5 – 3 tahun

3. Temperatur tubuh 37,5o C

4. Kebutuhan : - air 8-11 ml/100g BB


40

- makanan 5 g/100g BB

5. Pubertas 50-60 hari

6. Lama kehamilan 21-23 hari

7. Tekanan darah : - sistolik 84-184 mmHg

- diastolik 58-145 mmHg

8. Frekuensi : - Jantung 330-480/menit

- Respirasi 66-114/menit

9. Tidal Volume 0,6-1,25 mm

Klasifikasi Tikus Wistar menurut Armitage (2006) dalam (Russel et al.,


2008) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.5
Klasifikasi Tikus Wistar (Russel et al., 2008)

Kingdom Animalia

Filum Chordata

Kelas Mamalia

Ordo Rodentia

Famili Muridae

Genus Rattus

Spesies Rattus norvegicus


41

Gambar 2.10
Tikus Wistar (Rattus Norvegicus)

2.7.2 Pemantauan Keselamatan Tikus

Saat menggunakan tikus sebagai hewan coba, harus memperhatikan hal-

hal sebagai berikut seperti : kandang yang harus kuat, tidak mudah rusak, mudah

di bongkar pasang, mudah untuk di bersihkan, tahan dari gigitan tikus, sehingga

tikus tidak mudah lepas. Selain itu juga perlu hewan harus tampak jelas dari luar.

Tempat tidur beralaskan sekam yang mudah menyerap air. Kelembaban, suhu dan

pertukaran sirkulasi udara didalam kandang harus baik (Ngatidjan, 2006).

Kandang dibersihkan setiap hari dan alas tidur diganti, tangan perawat harus

selalu bersih ketika merawat tikus. Peneliti harus memperhatikan jika muncul

gejala sakit seperti penurunan berat badan, sukar bernafas ataupun diare.
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Penuaan adalah proses alami yang akan di alami oleh semua mahluk hidup

di bumi ini, termasuk manusia. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi

degenerasi seluruh fungsi sistem tubuh yang dapat mengakibatkan meningkatnya

resiko terhadap serangan berbagai penyakit yang pada akhirnya akan mengurangi

atau menurunkan kualitas hidup.

Radikal bebas akan mempercepat proses penuaan dengan merusak

membran sel, DNA, dan protein yang berperan dalam proses penuaan. Pada

aktivitas fisik yang berlebih, radikal bebas akan lebih cepat terpicu

pembentukannya, dimana aktivitas fisik berlebih akan meningkatkan komsumsi

oksigen yang dapat mengakibatkan naiknya kadar Reactive Oxygen Species (ROS)

sehingga menyebabkan Stres Oksidatif. F 2 -isoprostan yang merupakan hasil dari

peroksidasi lipid membran sel yang diakibatkan oleh radikal bebas didalam tubuh

adalah salah satu indikator yang digunakan untuk melihat stres oksidatif.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat proses oksidasi

dimana antioksidan dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga radikal bebas

menjadi tidak reaktif dan relatif stabil. Salah satu yang buah yang dipercaya

sabagai antioksidan adalah buah delima merah (Punica Granatum). Buah delima

merah mengandung Polifenol yang dapat menghambat dan memutuskan rantai

42
43

reaksi radikal bebas dan mencegah reaksi peroksidasi lipid dengan cara mengitung

F 2 -isoprostan yang digunakan sebagai indikator.

3.2 Konsep

Faktor Internal Faktor Eksternal

• Genetik Ekstrak Buah Delima • Makanan


• Usia (Punica granatum) • Obat
• Hormonal • Penyakit
• Jenis kelamin • Sinar UV
• Radiasi
• Polusi
• Asap rokok

Tikus wistar Jantan yang di


induksi aktivitas fisik berlebih

F2-isoprostan pada
urin

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan Gambar :

: Tidak di teliti

: Di teliti
44

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas maka ditetapkan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

Pemberian ekstrak buah delima merah (Punica granatum) menurunkan kadar

F 2 -isoprostan pada urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang di

induksi latihan fisik berlebih.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

rancangan pretest-posttest control group design (Pocock, 2008) dengan

menggunakanskema rancangan penelitian adalah sebagai berikut :

P0
O1 O2

P S R

P1
O3 O4

Gambar 4.1

Rancangan Penelitian

Keterangan :

P = populasi

S = sampel

R = random

O1 = Observasi kadar F 2 -isoprostan urin kelompok kontrol pretest

45
46

O2= Observasi kadar F2-isoprostan urin kelompok kontrol posttest

O3 = Observasi kadar F2-isoprostan urin kelompok perlakuanpretest

O4= Observasikadar F2-isoprostan urin kelompok pelakuanposttest

P0= Perlakuan pada kelompok kontrol diberikan plasebo (aquadest 2cc) pada
tikus yang diinduksi dengan pelatihan fisik berlebih

P1= Perlakuan pada kelompok perlakuan diberikan ekstrak buah delima merah
(Punica granatum) pada tikus yang diinduksi dengan pelatihan fisik
berlebih

Semua tikus jantan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Kelompok 1 :

Kelompok kontrol, yaitu kelompok tikus wistar jantan yang diberikan

plasebo berupa aquadest sebanyak 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7

hari.

2. Kelompok 2 :

Kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus wistar jantan yang diberikan

ekstrak buah delima merah (Punica granatum) 314mg/hari (Yuniari, 2015)

dicampur aquadest hingga 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari

(Hardianty, 2011).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian serta pemberian perlakuan dilakukan di Laboratory Animal Unit

di Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Pemeriksaan

F 2 -isoprostan dilakukan di UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana.


47

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 minggu dengan tahapan sebagai berikut :

1. Minggu I : persiapan, pemilihan, adaptasi sampel, dan pemeriksaan kadar F 2 -

isoprostan pretest.

2. Minggu II : pemberian plasebo dan ekstraksesuai kelompoknya disertai

dengan induksi pelatihan fisik berlebih selama 7 hari.

3. Minggu III : pemeriksaan kadar F 2 -isoprostan posttest, pengolahan data,

konsultasi.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini berupa tikus wistar jantan berusia 2-3 bulan yang

beratnya berkisar 200-220 gram. Menggunakan tikus jantan karena

metabolismenya tidak berhubungan dengan siklus hormon pada betina. Umur

tikus yang dipakai berkisar 2-3 bulan, sama dengan usia manusia 18 tahun atau

dewasa muda (Sengupta, 2013).

4.3.2 Kriteria Subyek

4.3.2.1 Kriteria Penerimaan

sebagai berikut :

- Tikus putih (Rattus norvegicus) wistar jantan

- Tikus dalam keadaan sehat

- Umur 2-3 bulan

- Berat badan 200-220gr


48

4.3.2.2 Kriteria Drop Out

- Tikus yang sakit dan mati selama penelitian dilakukan.

4.4 Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel

4.4.1 Penentuan Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan diambil dan dihitung dengan menggunakanrumus

Pocock (2008) :

n = 2 (0,31)2x 13n = 2 σ2 x f (α,β)


(μ1 – μ2)2

Keterangan :

n = jumlah sampel

μ1 = rerata hasil variabel kelompok perlakuan

μ2 = rerata hasil variabel kelompok kontrol

σ = simpang baku kelompok kontrol

α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)

Dalam Penelitian ini nilai rerata kelompok perlakuan adalah (μ 1 = 3,41), (μ 2

= 2,83) dan σ = 0,31 Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan

α = 0,05 dan β = 0,1,maka f (α,β) = 10,5 (Ratnapuri, 2016).

Sehingga besar sampel adalah :

(2,83 – 3,41)2

= 5,99

= 6 (pembulatan)
49

Jumlah sampel tiap kelompok adalah 6 ekor. Dalam rangka mengantisipasi drop

out pada waktu penelitian, maka sampel Pada tiap-tiap kelompok ditambah

sebesar 10% yaitu 0,6 dibulatkan menjadi 1 ekor. Maka jumlah seluruh sampel

adalah 7 dikali 2 adalah 14.

4.4.2 Tehnik Pengambilan Sampel

Semua tikus putih jantan yang memenuhi kriteria inklusi diadaptasi selama

tujuh hari. Setelah itu dipisahkan menjadi dua kelompok secara acak lalu

diperiksa kadar F 2 -isoprostan awal,tikus kemudian diberikan perlakuan sesuai

dengan kelompoknya :

1. Kelompok kontrol, diberikan plasebo berupa aquadest 2 cc dan pelatihan fisik

berlebih selama 7 hari.

2. Kelompok perlakuan diberi perlakuan dengan ekstrak buah delima merah

(Punica granatum) 314mg mg/hari (Yuniari,2015) dan pelatihan fisik berlebih

selama 7 hari.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi Variabel

Variabel yang akan diukur ialah variabel bebas dan variabel tergantung

4.5.2 Klasifikasi Variabel

1. Variabel bebas : Ekstrak buah delima merah (Punica granatum)

2. Variabel tergantung : F 2 -isoprostan pada urin tikus putih (Rattus


50

norvegicus) galur wistar jantan yang diinduksi aktivitas fisik berlebih.

3. Variabel Kendali : usia tikus, suhu jenis kelamin, tipe tikus, makanan

dan minuman.

4.5.3 Definisi Operasional Variabel

Ekstrak Etanol Buah Delima Merah (Punica granatum)

1 Buah delima merah (Punica granatum) yang dipakai untuk penelitian ini

berasal dari pusat pembelanjaan Hardy’s Sanur. Ekstrak delima diberikan

per oral memakai sonde lambung dan diberikan 1 kali dalam sehari

sebelum pelatihan fisik berlebih dengan volume 314 mg dicampur

aquadest hingga 2cc. Ekstrak diberikan selama 7 hari.

2 Tikus yang digunakan adalah tikus wistar jantan tipe tikus (Rattus

norvegicus) galur jantan yang berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 200-

220 gram. Tikus dalam keadaan sehat tidak terindikasi / menderita

penyakit karena dapat menyebabkan hasil penelitian menjadi tidak valid.

3 F 2 -isoprostan yaitu senyawa yang menyerupai prostaglandin yang di

sintesis oleh esterifikasi asam arakhodonat sebagai akibat dari reaksi

katalisasi radikal bebas nonenzimatik in vivo, digunakan sebagai

biomarker untuk mengukur stres oksidatif dan peroksidasi lipid diambil

lewat urin menggunakan metode 8-iso-prostaglandin F2 α

4 Aktivitas fisik berlebih pada tikus yaitu upaya pelatihan dengan porsi

berlebih diukur dari waktu maksimal kemampuan berenang tikus yang

dikerjakan setiap hari sampai tikus hampir tenggelam (Laksmi, 2010).

Lama pelatihan 7 hari (Hardianty, 2011).


51

5 Plasebo merupakan preparat bukan zat aktif yang digunakan hanya sebagai

kontrol dalam penelitian. Dalam hal ini berupa aquadest yang diberikan

satu kali dalam sehari sebanyak 2cc pada tikus wistar jantan menggunakan

sonde.

4.6. Bahan dan Alat-alat Penelitian

Bahan terdiri dari :

1. Pellet BR1A sebagai makanan ternak dan air mineral merk

2. Plasebo dalam hal ini aquadest

3. Buah delima (Punica granatum) yang dijadikan ekstrak

4. Urin dari tikus

Alat terdiri dari:

1. Kandang plastik yang berisikan sekam, tempat makanan dan botol minum yang

atapnya tertutup kawat untuk tempat tikus

2. Wadah tempat penampungan urin

3. Timbangan berskala gram

4. Ember

5. Spuit 3cc

6. Sonde lambung

7. Mixer-maserasi-homogenizer untuk membuat ekstrak, kertas saring whitman no


52

1, vacuum rotary evaporator

8. Alat buat mencatat data dan buku

9. Sarung tangan

10. Masker

11. Pipet 5 μmol serta 1,000 μl, pipet dispensing 50 μl serta 200 μl, gelas ukur,

microplate shaker, kertas absorben, microplate reader sp 405nm (570 – 590nm)

sebagai alat untuk memeriksa F 2 -isoprostan dengan metode 8-iso-prostaglandin

F2α yang merupakan enzyme immunoassay kit (EIA)

Hewan penelitian :

- Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galurwistar berusia 2-3 bulan

yangberatnya 200-220 gram.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Pemeliharaan Tikus Percobaan

Tikus percobaan dipelihara di Laboratory Animal Unit di Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan kondisi sebagai berikut :

1. Ruangan tempat pemeliharaan berventilasi cukup

2. Suhu berkisar 28-32 derajat celcius

3. Makanan dan minuman diberikan dalam bentuk konsentrat pakan ternak (pelet)

secara ad libitum
53

4. Kandang dibersihkan setiap hari untuk menjaga kesehatan tikus penelitian.

5. Siklus penerangan 12 jam terang dan 12 jam gelap, siklus terang dimulai pukul

06.00 –18.00 WITA

4.7.2 Pelaksanaan Perlakuan

1.Diperoleh tikus galur wistar jantan berusia 2-3 bulan yang beratnya 200-220

gram

2. Tikus diadaptasikan selama 7 hari sebelum diberikan perlakuan, dibagi

menjadidua kelompok secara acaklalu di periksa kadar F 2 -Isoprostan pretest

3. Semua kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya, yaitu:

• Kelompok kontrol diberi induksi aktivitas fisik berlebih dengan cara tikus

direnangkan sampai hampir tenggelam satu jam setelah pemberian aquadest 2 cc

• Kelompok perlakuan diberi induksi aktivitas fisik berlebih dengan cara

direnangkan sampai hampir tenggelam satu jam setelah pemberian ekstrak buah

delima merah (Punica granatum)dosis 314mg (Yuniari, 2015).

6. Perlakuan dilakukan selama 7 hari.

7. Setelah direnangkan tikus dikeringkan menggunakan handuk, lalu dijemur

dibawah sinar matahari selama 15 menit (Hardianty, 2011).

8. Setelah pemberian perlakuan menurut kelompoknya selesai, dilakukan

pemeriksaan kadar F 2 -isoprostan posttest, lewat sampel urin tikus putih (Rattus

Novergicus) galur wistar jantan yang telah ditampung pada malam sebelumnya.

9. Setelah penelitian selesai, tikus penelitian dirawat oleh staf laboratorium.


54

4.7.3 Cara Pembuatan Ekstrak buah Delima Merah (Punica granatum)

Ekstraksi dikerjakan dengan cara mengambil buah dan biji (pulp) delima,

kulit delima tidak diambil. Lalu diblender dan di beri larutan etanol 96% yang

bertujuan untuk mendapatkan senyawa aktif polifenol dan antosianin. Setelah itu

dimaserasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, residu disaring dengan menggunakan

kertas saring lalu di evaporasi menggunakan rotary evaporator sehingga

dihasilkan ekstrak. Karena kadar air masih tinggi esktrak lalu diuapkan kembali

menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 40 derajat celcius sehingga

diperoleh ekstrak kering buah delima. Berat buah dan biji delima yang dibuat

menjadi ekstrak yaitu 2534 gram menghasilkan 107 gram ekstrak.

4.7.4 Cara Mengambil Sampel Urin

Pengambilan sampel urin dilakukan pada hari ke 7 setelah adaptasi untuk

pretestlalu hari ke 14posttest,2 jam setelah diberikan perlakuan pada masing-

masing kelompok. Pada hari terakhir perlakuan, 2 jam setelah perlakuan tikus

dimasukkan kedalam kandang yang telah berisi penampung urin. Urin ditampung

selama kurang lebih 12 jam. Sampel yang telah terkumpul disimpan didalam

lemari pendingin dengan suhu -20°C sebelum di analisis.

4.7.5 Cara Memeriksa F 2 -isoprostandengan Metode 8-isoprostaglandin F2α

KadarF 2 -isoprostan diperiksa menggunakan 8-isoPGF2 α enzyme

immunoassay kit (EIA) dari assay design, dimana immunoassay ini kompetitif

untuk menentukan kadar bebas dari F 2 -isoprostan dalam larutan biologi. Kit
55

tersebut mengandung antibodi poliklonal terhadap F 2 -isoprostan agar bisa

mengikat dengan cara yang kompetitif terhadap sampel atau dalam molekul

alkaline phospatase yang memiliki F 2 -isoprostan yang secara kovalen melekat

padanya.

Tahapan pemeriksaan menggunakan kit yaitu :

1. Menentukan penomoran sumur yang akan digunakan dengan

berpedoman pada lembar assay layout.

2. Memasukkan standar diluent dengan pipet 100 µL (Assay Buffer atau

TissueCulture Media) ke dalam sumur NSB dan B0 (0 pg/ml standard)

3. Memasukkan dengan pipet 100 µL cairan standar ke dalam sumur nomor

satu sampai dengan tujuh.

4. Memasukkan dengan pipet 100 µL cairan sampel ke dalam sumur

sesuai penomorannya

5. Memasukkan dengan pipet 50 µL assay buffer ke dalam sumur NSB.

6. Memasukkan dengan pipet 50 µL konjugat biru ke dalam semua

sumur, kecuali total activity (TA) dan sumur kosong (blank).

7. Memasukkan dengan pipet 50 µL antibodi kuning ke dalam semua sumur

kecuali sumur kosong (blank), TA dan NSB. Sebagai catatan sesuai sumur harus

berwarna hijau kecuali sumur NSB yang seharusnya berwarna biru. Sumur

TA dan blank seharusnya kosong dan

tidak berwarna pada langkah ini.


56

8. Piring sampel kit diinkubasi pada suhu kamar ke dalam microplate shaker

selama dua jam pada 500 rpm, selama masa ini dapat digunakan plastik penutup

piring sampel kit jika dikehendaki.

9. Masing-masing sumur dikosongkan dan dicuci dengan menambahkan 400

µL cairan pencuci, diulangi dua kali sehingga total dilakukan tiga kali pencucian.

10. Setelah pencucian terakhir, sumur dikosongkan dan piring ditepuk di

atas kertas pembersih untuk memastikan buffer pencuci tidak ada yang tertinggal.

11. Ditambahkan 5 µL konjugat warna biru terang dalam pengenceran 1:10 ke

dalam sumur TA.

12. Ditambahkan 200 µL cairan substrat kemudian diinkubasi dalam suhu

kamar selama 45 menit tanpa dikocok.

13. Ditambahkan 50 µL stop solution ke dalam setiap sumur, hal ini akan

segera menghentikan reaksi yang terjadi dan piring sampel harus segera dibaca

setelahnya.

14. Kemudian dibaca dengan densitas optik pada 405 nm, dengan koreksi

antara 570 dan 590 nm.


57

4.8 Alur Penelitian

Tikus wistar jantan

Adaptasi 1 minggu

Kelompok Perlakuan Kelompok kontrol

F2-isoprostan pretest F2-isoprostan pretest


Kelompok Kontrol (O1) Kelompok Perlakuan (O2)

Aquadest 2cc Ekstrak etanol


Via sonde dan Perlakuan Buah delima
Aktivitas fisik 314mg/hari via sonde
7 hari Dan aktivitas fisik
Berlebih (P0)
berlebih (P1)

F2-isoprostan posttest F2-isoprostan posttest


Kelompok Kontrol (O3) Kelompok Perlakuan (O4)

Analisis Data

Gambar 4.2
Alur Penelitian
58

4.9 Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian dianalisis dan diolah dengan

memakai program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS®) 17.0.

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan, yaitu :

1. Analisis deskriptif: dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji

hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang telah dimiliki.

2. Analisis normalitas data : dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk oleh karena

sampel tiap kelompok kurang dari 30. Data berdistribusi normal karena p > 0,05.

3. Uji homogenitas: dilakukan dengan Levene’s Test. Varian data bersifat

homogen karena nilai p>0,05.

4. Analisis komparasi :

untuk menganalisis pretest dan posttest, karena data penelitian berdistribusi

normal maka digunakan uji T–dependent.

Untuk komparasi antar kelompok,karena data penelitian berdistribusi

normal maka digunakan uji T–independent.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan menggunakan

pretest-posttest control group design. Subjek penelitian adalah 14 ekor Tikus

putih (Rattus norvegicus), jantan, galur wistar, berumur 2-3 bulan, dengan berat

badan 200-220 gram yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing

berjumlah 7 ekor tikus, satu kelompok sebagai kelompok kontrol (P0) yaitu

kelompok tikus wistar jantan yang diberikan plasebo berupa aquadest sebanyak

2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari, dan kelompok perlakuan (P1)

yaitu kelompok tikus wistar jantan yang diberikan ekstrak buah delima merah

(Punica granatum) 314mg/hari dicampur aquadest hingga 2cc dengan pelatihan

fisik berlebih selama 7 hari. Hasil penelitian ini kemudian dianalisis dan disajikan

menggunakan analisis deskriptif, normalitas data, homogenitas data, uji

komparabilitas dan analisis efek perlakuan.

5.1. Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif terhadap variabel kadar F 2 -isoprostan sebelum

perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan selama 7 hari (post-test) pada masing-

masing kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

59
60

Tabel 5.1
Hasil Analisis Deskriptif Kadar F 2 -isoprostan

Rerata
Variabel Kelompok SB Median Minimum Maksimum
(ng/mL)

Kontrol (P0) 4,82 0,43 4,88 4,19 5,36


Pretest
Perlakuan (P1) 4,56 0,57 4,78 3,83 5,18

Kontrol (P0) 4,73 0,44 4,83 4,02 5,27


Post-test
Perlakuan (P1) 3,21 0,34 3,17 2,73 3,88

5.2 Uji Normalitas Data

Kadar F 2 -isoprostan sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan

selama 7 hari (post-test) pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya

dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal (p>0,05) yang disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok

Variabel Kelompok Subyek n p Keterangan


Kontrol (P0) 7 0,533 Normal
Pretest
Perlakuan (P1) 7 0,223 Normal
Kontrol (P0) 7 0,486 Normal
Post-test
Perlakuan (P1) 7 0,169 Normal
N = jumlah sampel
61

5.3 Uji Homogenitas Data

Kadar F 2 -Isoprostan sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan

selama 7 hari (post-test) pada masing-masing kelompok diuji homogenitasnya

dengan menggunakan uji Lavene’s statistic. Hasilnya menunjukkan bahwa varian

data homogen (p>0,05) (Tabel 5.3).

Tabel 5.3
Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok

Variabel n p Keterangan

F2- Isoprostan pretest 14 0,207 Homogen

F2- Isoprostan post-test 14 0,366 Homogen


N = jumlah sampel

5.4 Uji Komparabilitas

Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar F 2 -

isoprostan antar kelompok kontrol (P0) yang diberikan plasebo berupa aquadest

sebanyak 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari, dan kelompok

perlakuan (P1) yang diberikan ekstrak buah delima merah (Punica granatum)

314mg/hari dicampur aquadest hingga 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama

7 hari. Analisis kemaknaan diuji dengan T-independent karena sebaran data

normal dan varian data homogen. Hasil analisis komparasi kemudian

disajikanpada Tabel 5.4.


62

Tabel 5.4
Rerata Kadar F 2 -isoprostan antar Kelompok

Rerata
Variabel Kelompok n t p
(ng/mL)

Kontrol (P0) 7 4,82 ± 0,43


Pretest 0,988 0,343
Perlakuan (P1) 7 4,56 ±0,57

Kontrol (P0) 7 4,73 ± 0,44


Post-test 7,282 0,000
Perlakuan (P1) 7 3,21 ± 0,34

Tabel 5.4 menunjukkan rerata kadar F2-isoprostan pada kelompok kontrol

(P0) sebelum perlakuan (pretest) adalah 4,82 ± 0,43 ng/mL, sedangkan pada

kelompok perlakuan (P1) adalah 4,56 ±0,57 ng/mL. Analisis kemaknaan dengan

T-Independent menunjukkan bahwa nilai t= 0,988 dan nilai p= 0,343. Hal ini

menunjukkan bahwa sebelum perlakuan (pretest), kadar F2-isoprostan pada kedua

kelompok adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05).

Selain itu, tabel 5.4 menunjukkan rerata kadar F 2 -isoprostan pada

kelompok kontrol (P0) sesudah perlakuan (post-test) adalah 4,73 ± 0,44 ng/mL,

sedangkan pada kelompok perlakuan (P1) adalah 3,21 ± 0,34 ng/mL. Analisis

kemaknaan dengan T-Independent menunjukkan bahwa nilai t= 7,282 dan nilai

p= 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa sesudah perlakuan (post-test), kadar F 2 -

isoprostan pada kedua kelompok adalah berbeda sangat bermakna (p<0,01).


63

5.5 Analisis Efek Perlakuan

Analisis efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata kadar F 2 -

isoprostan sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (post-test) pada

kelompok kontrol (P0) dan kelompok perlakuan (P1). Analisis kemaknaan diuji

dengan T-paired karena sebaran data normal dan varian data homogen. Hasil

analisis komparasi kemudian disajikanpada Tabel 5.5.

Tabel 5.5
Analisis Efek Perlakuan

Rerata pretest Rerata post-test


Kelompok t p
(ng/mL) (ng/mL)

Kontrol (P0) 4,82 ± 0,43 4,73 ± 0,44 1,668 0,146

Perlakuan (P1) 4,56 ±0,57 3,21 ± 0,34 6,192 0,001

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok kontrol

(P0) tidak terjadi perubahan kadar F 2 -isoprostan setelah diberikan plasebo berupa

aquadest sebanyak 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari (p>0,05).

Namun pada kelompok perlakuan (P1) terjadi penurunan kadar F 2 -isoprostan

yang signifikan dari 4,56 ±0,57 ng/mL sebelum perlakuan menjadi 3,21 ± 0,34

ng/mL setelah diberikan ekstrak buah delima (Punica granatum) 314mg/hari

dicampur aquadest hingga 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari

(p<0,01).
64

Rerata Kadar F2-isoprostan


P > 0,05 P < 0,05

5
4.5 Pretest
Kadar F2-isoprostan (ng/mL)

4 Posttest
3.5
4.82 4.73 4.56
3
2.5
3.21
2
1.5
1
0.5
0
Kontrol (P0) Perlakuan (P1)

Gambar 5.1
Grafik Perbandingan rerata Kadar F 2 -isoprostan antar Kelompok
Sebelum dan Sesudah Perlakuan
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subyek Penelitian

Untuk membuktikan pemberian ekstrak buah delima merah (Punica

granatum) oral, dapat menurunkan kadar F 2 -isoprostan pada urin tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan yang diinduksi pelatihan fisik berlebih, telah dilakukan

penelitian eksperimental murni dengan menggunakan pretest-posttest control

group design. Subjek penelitian adalah 14 ekor Tikus putih (Rattus norvegicus),

jantan, galur wistar, berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 200-220 gram yang

terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 7 ekor tikus, satu

kelompok sebagai kelompok kontrol (P0) yaitu kelompok tikus wistar jantan yang

diberikan plasebo berupa aquadest sebanyak 2cc dengan pelatihan fisik berlebih

selama 7 hari, dan kelompok perlakuan (P1) yaitu kelompok tikus wistar jantan

yang diberikan ekstrak buah delima merah (Punica granatum) 314mg/hari

dicampur aquadest hingga 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari.

Penggunaan tikus sebagai subjek disebabkan karena tikus merupakan hewan yang

memiliki banyak persamaan secara biologis terhadap manusia. Sedangkan

penggunaan jenis kelamin jantan dikarenakan tikus jantan tidak terpengaruh oleh

siklus menstruasi seperti pada tikus Wistar betina, dimana pada tikus yang

mestruasi akan terjadi perubahan hormonal yang akan memberi efek pada status

redoks, kadar antioksidan endogen dan kadar F2-Isoprostan serum yang akan

diperiksa (Schisteman et al., 2010; Bellanti et al., 2013).

65
66

6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa kadar F 2 -isoprostan urin sebelum dianalisis

lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi

digunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data dan uji

homogenitas dengan uji Levene test untuk mengetahui varian data.

Hasilnya menunjukkan bahwa data kadar F 2 -isoprostan urin pada semua

kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) yang diberikan plasebo berupa aquadest

sebanyak 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari, dan kelompok

perlakuan (P1) yang diberikan ekstrak buah delima merah (Punica granatum)

314mg/hari dicampur aquadest hingga 2cc dengan aktivitas fisik berlebih selama

7 hari, baik sebelum perlakuan (pretest) maupun sesudah perlakuan (post-test)

memiliki sebaran data yang normal dan varian data yang homogen (p>0,05).

6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Delima Merah (Punica granatum)


Pada aktivitas fisik seperti berolahraga, terjadi peningkatan konsumsi

oksigen yang digunakan dalam menghasilkan energi berupa ATP, melalui proses

fosforilasi oksidatif dalam mitokondria. Sekitar 4-5 % oksigen akan berubah

menjadi senyawa oksigen reaktif (SOR) yang terjadi di rantai transport elektron

dalam mitokondria (Sutarina dan Edward, 2004).

Radikal bebas adalah molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya,sehingga cenderung

memperoleh elektron dari molekul lain menjadikan radikal bebas bersifat sangat

reaktif. Tingginya kadar radikal bebas mengakibatkan menurunnya aktivitas

antioksidan enzim yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation dan


67

glutation peroksidase (Miyazaki, 2000). Ketidakseimbangan antara pembentukan

radikal bebas dengan sistem scavenging menghasilkan suatu keadaan yang disebut

stres oksidatif dan dapat menyebabkan kerusakan sel (Murray et al, 2000). Seperti

telah diuraikan bahwa pada saat melakukan aktivitas fisik berlebih akan

menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas yang akan menimbulkan stres

oksidatif (Chevion et al, 2003). Terjadinya stres oksidatif menimbulkan

peroksidasi komponen lipid dari asam lemak tak jenuh yang terjadi pada membran

sel (Morrow et al, 2002).

Dalam penelitian ini aktivitas berlebih diberikan dengan cara perenangan

sampai hampir tenggelam agar didapatkan kondisi stres oksidatif selama 1

minggu. Pengambilan waktu 1 minggu didasarkan atas hasil penelitian yang

pernah dilakukan peneliti sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan

didapatkan kemampuan waktu renang maksimal tikus wistar hingga hampir

tenggelam adalah berkisar 60 menit (Abubakar, 2010; Vitariana, 2011). Ketika

melakukan aktivitas fisik yang cukup berat (misalnya tes treadmil), terjadilah

peristiwa mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi itu, dimana peningkatan

penyediaan oksigen (oxygen supply) sering kali tidak mampu memenuhi

kebutuhan oksigen (oxygen demand). Fenomena ini disebut sebagai fase iskemia.

Sementara itu peningkatan penyediaan oksigen yg tinggi justru akan

meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10x

lipat (fenomena ini disebut fase reperfusi). Beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa aktivitas fisik yg berat dapat menyebabkan stres oksidatif

dimana produksi radikal bebas oksigen meningkat secara bermakna (Baraas,


68

2006). Penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat dapat

menyebabkan stres oksidatif dan trauma otot (McArdle, 2006).

Isoprostan adalah komponen prostaglandin like yang terbentuk dari katalisa

peroksidasi radikal bebas dari asam lemak esensial (primarily arachidonic acid)

tanpa perintah atau aksi langsung dari enzim cyclooxygenase (COX). Isoprostan

merupakan eicosanoids non klasikal dan memiliki aktivitas biologis yang poten

sebagai mediator inflamasi yang menimbulkan persepsi nyeri. Isoprostan

merupakan marker yang akurat dari peroksidasi lipid baik pada manusia maupun

hewan dalam konteks terjadinya oksidatif stress (Morrow et al, 2002 ; Hanak,

2010). F 2 -isoprostan mempunyai implikasi yang penting untuk petanda biologis,

karena pengukuran lebih mudah dan stabil sehingga dapat diandalkan untuk

menilai dan mengkaji status stress oksidatif in vivo. Pemeriksaan ini dapat

dilakukan melalui plasma dan urin (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Dalam

penelitian ini pemeriksaan F 2 -isoprostan dilakukan melalui pengujian pada

sampel urin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar F 2 -isoprostan pada

kelompok kontrol (P0) sebelum perlakuan (pretest) adalah 4,82 ± 0,43 ng/mL,

sedangkan pada kelompok perlakuan (P1) adalah 4,56 ±0,57 ng/mL. Analisis

kemaknaan dengan T-Independent menunjukkan bahwa nilai t= 0,988 dan nilai

p= 0,343. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum perlakuan (pretest), kadar F 2 -

isoprostan pada kedua kelompok adalah tidak berbeda bermakna (p>0,05). Namun

setelah perlakuan selama 7 hari (post-test), rerata kadar F 2 -isoprostan pada

kelompok kontrol (P0) sesudah perlakuan (post-test) adalah 4,73 ± 0,44 ng/mL,
69

sedangkan pada kelompok perlakuan (P1) adalah 3,21 ± 0,34 ng/mL. Analisis

kemaknaan dengan T-Independent menunjukkan bahwa nilai t= 7,282 dan nilai

p= 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa sesudah perlakuan (post-test), kadar F 2 -

isoprostan pada kedua kelompok adalah berbeda sangat bermakna (p<0,01).

Hasil analisis efek perlakuan menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol

(P0) tidak terjadi perubahan kadar F 2 -isoprostan setelah diberikan plasebo berupa

aquadest sebanyak 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama 7 hari (p>0,05).

Dan jika diamati lebih lanjut, kadar F 2 -isoprostan pada kelompok kontrol (P0) ini

malah cenderung mengalami penurunan dari 4,82±0,43 ng/mL menjadi 4,73±0,44

ng/mL setelah 7 hari perlakuan pelatihan fisik berlebih walaupun secara statistik

tidak berbeda bermakna (p>0,05). Hal ini bisa saja terjadi karena adanya adaptasi

pada sistem antioksidan endogen.

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa nilai basal normal kadar f 2 -

isoprostan pada tikus wistar jantan usia 2-3 bulan adalah 2,57 ± 3,43 ng/mL

(Hardianty, 2011) yang menunjukkan bahwa nilai basal kadar F 2 -isoprostan

dalam penelitian ini, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun kelompok

perlakuan (P1) adalah sangat tinggi. Hal ini bisa saja terjadi akibat stres

psikososial dimana terjadi perubahan lingkungan dari lingkungan peternakan

menjadi kondisi lingkungan laboratorium. Stres Psikososial ini kemudian akan

menimbulkan stress oksidatif melalui induksi hypothalamic-pituitary-adrenal axis

(HPA) dan 11β-hydroxysteroid dehydrogenase (Colaianna et al., 2013; Spiers et

al., 2016).
70

Penelitian menunjukkan bahwa stress oksidatif kronis akan menginduksi

aktivitas jalur antioksidan endogen dan mulai memproduksi antioksidan enzimatik

seperti Superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), Glutation

(GSH), katalase dan antioksidan yang berat molekulnya lebih kecil seperti

coenzim Q, asam urat dan asam lipoik (Liu et al., 2000; Rahal et al., 2014).

Respon aktivasi antioksidan endogen akan secara perlahan menurunkan status

oksidatif stress dan berimplikasi pada menurunkan biomarker oksidatif stress.

Sehingga pada penelitian ini, perlakuan pelatihan fisik berlebih malah cenderung

menurunkan kadar F 2 -isoprostan, walaupun secara statistik tidak signifikan,

dibandingkan meningkatkan karena nilai basal yang sudah sangat tinggi kemudian

bisa saja mengaktivasi antioksidan endogen. Walaupun tidak menutup

kemungkinan ada faktor-faktor lain yang berperan tetapi dalam penelitian ini tidak

ditemukan faktor penyebab lain yang mengakibatkan tidak terjadinya peningkatan

kadar F 2 -isoprostan walaupun sudah diinduksi aktivitas berlebih selam 7 hari.

Namun pada kelompok perlakuan (P1), terjadi penurunan kadar F 2 -

isoprostan yang signifikan dari 4,56 ±0,57 ng/mL sebelum perlakuan menjadi 3,21

± 0,34 ng/mL setelah diberikan ekstrak buah delima merah (Punica granatum)

314mg/hari dicampur aquadest hingga 2cc dengan pelatihan fisik berlebih selama

7 hari (p<0,01). Hal ini terkait dengan kandungan Buah delima merah (Punica

granatum) yang merupakan sumber antioksidan yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan. Buah delima merah mempunyai kandungan polifenol dan antosianin

yang cukup tinggi. Pigmen antosianin bertanggung jawab atas pembentukan

warna merah, ungu dan biru dari buah, sayuran dan bunga. Antosianin merupakan
71

salah satu antioksidan kuat yang mampu mencegah berbagai kerusakan akibat

stress oksidatif sehingga mampu melindungi sel dari radikal bebas (Yanjun et al.,

2009; Cao et al., 2001). Buah Delima merupakan sumber antioksidan, karena

mengandung polifenol komplek dan flavonoid seperti: katekin, antosianin,

phenolik (Aviram et al., 2000).

Kandungan polifenol dan antosianin pada ekstrak Buah delima (Punica

granatum) dapat meredam efek buruk radikal bebas, dengan menghambat

peroksidasi lipid melalui aktivasi peroksidase terhadap hemoglobin, yang

merupakan antioksidan endogen (enzimatis) (Mot et al., 2009). Peroksidase

bermanfaat untuk mencegah penimbunan H2O2, yang keberadaannya menjadi

berbahaya jika bersama-sama O2●-, dikarenakan dapat membentuk radikal ●OH

yang merupakan radikal bebas yang paling reaktif dan paling berbahaya, yang

dapat merusak membran sel dengan menyebabkan terputusnya asam lemak tidak

jenuh (Cadenas dan Parker, 2002). Selain itu kandungan polifenol yang

terkandung dalam ekstrak Buah delima merah (Punica granatum) diketahui

merupakan antioksidan pemutus rantai (chain breaking antioxidants) yang larut

dalam lemak, yang bekerja pada membran sel, yang dapat memutus rantai

peroksidasi lipid (Murray et al, 2000; Milner, 2002). Ekstrak Buah delima merah

(Punica granatum) juga diketahui mengandung Vitamin C yang merupakan

antioksidan pemutus rantai yang larut di dalam air, dan bekerja di sitosol (Murray

et al, 2000; Milner, 2002)

Dari hasil penelitian ini, dapat diamati bahwa pemberian ekstrak Buah

delima merah (Punica granatum) dapat mengikat radikal bebas sehingga stres
72

oksidatif menurun. Hal ini berimplikasi pada pemberian ekstrak Buah delima

(Punica granatum) dapat bermanfaat sebagai antioksidan yang baik sehingga

isoprostan dalam urin dapat menurun kadarnya. Mengingat kadar polifenol yang

cukup tinggi yang merupakan antioksidan terkandung dalam buah delima merah

(Punica granatum), maka ekstrak Buah delima merah (Punica granatum) dapat

meredam kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas yang timbul

karena aktivitas fisik berlebih.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,dapat disimpulkan hal

sebagai berikut: Pemberian ekstrak buah delima (Punica granatum) dapat

menurunkan kadar F 2 -isoprostan pada urin tikus putih galur wistar jantan yang di

induksi latihan fisik berlebih.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah.

1. Perlu dilakukan penelitian yang serupa lebih lanjut untuk mengetahui

penyebab dari tidak adanya peningkatan kadar F2-isoprostan pada urin

tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang diinduksi latihan fisik

berlebih.

2. Perlu dilakukan uji toksisitas ekstrak buah delima merah (Punica

granatum), untuk mengetahui potensi efek samping baik jangka pendek

maupun jangka panjang jika diberikan pada dosis tertentu.

3. Perlu dilakukan uji klinik pada manusia untuk mengetahui efek

farmakologis ekstrak buah delima merah (Punica granatum) pada

keadaan fisiologis maupun patologis.

73
DAFTAR PUSTAKA

Aan, M. C., dan Carol, J. Boushey. 2008. Nutrition in the prevention and
treatment of disease. Second Edition, Elsevier. Academic Press, New
York, USA. p. 252,271-273.
Abbasy, I. 2015. Tak Makan Buah Delima? Rugilah, Sebab Ini Rahsianya.
Available from :http://mforum.cari.com.my/portal.php?mod=view&aid=
22930. Accessed : September 11th, 2016.
Abubakar, O. 2010. Pemberian Ekstrak Kulit Terung Ungu (Solanum melongena
L)Menghambat Peningkatan MDA dalam Darah Tikus Wistar yang
DinduksiAktivitas Fisik Maksimal (tesis). Denpasar. Universitas
Udayana.
Adiputra, N. 2008. Kesehatan Olah Raga. Available from : http://www.balihesg.
org/index.php?option=com. Accessed:2014 Sept 7th.
Aviram, M., Dornfeld, L., Rosenblat, M., Volkova, N., Kaplan, M., Coleman, R.,
Hayek, T., Presser, D., dan Fuhrman, B.S 2000. Pomegranate Juice
Consumption Reduces Oxidative Stress, Atherogenic Modifications to
LDL, and Platelet Aggregation : Studies in Human and in Atherosclerotic
Apolipoprotein E-deficient Mice. Available from : http://www.ajcn.org.
Accessed : 02-12-2009.
Bagiada, N. A. 2001. Proses Penuaan dan Penanggulangannya. Denpasar:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. p. 22.
Baraas, F. 2006. Kardio molekuler, radikal bebas, disfungsi endotel,
aterosklerosis, antioksidan, latihan fisik dan rehabilitasi jantung. Jakarta:
Yayasan Kardia Ikratama.hal.266-295.
Barron, J. 2008. Lesson from the Miracle Doctors : A Step-by-Step Guide to
Optimum Health and Relief from Catastrophic Illness. California : Basic
Health Publication. p.159-169.
Basu, S. 2008. Comprehensive Invited Review: F2-Isoprostane in Human Health
and Diseases: From Molecular Mechanism to Clinical Implications.
Antioxid. Redox Signal, 10th ed. 10: 1405-1434.
Baynes, J. W., Dominiczak, M. H. 2014. Oxygen and life. Medical Biochemistry.
4th ed. p. 37: 486-495.
Bellanti F, Matteo M, Rollo T, De Rosario F, Greco P, Vendemiela G, and
Serviddio G. 2013. . Sex hormones modulate circulating antioxidant
enzymes: Impact of estrogen therapy. Redox Biology. 1(1):340-346.

74
75

Bhowmik, D., Gopinath, B., Kumar P. B., Kumar K. P. S. 2013. Medicinal Uses
of Punica granatum and Its Health Benefits. Journal of Pharmacognosy
and Phytochemistry Vol 1 Issue 5: 29-36.
Bohn, T. 2014. Dietary Factors Affecting Polyphenol Bioavailability.
Oxfordjournal Vol 72 Issue 7: 429-452.
Cadenas, E., dan Packer, L. 2002. Vitamin C : From Molecular Action
toOptimum Intake. Handbook of Antioxidants. Second Edition. California
:Marcel Dekker, Inc. p. 128-134.
Cao, G., Mumlitelli H.U., Moreno C.S., dan Prior R.L. 2001. Anthocyanins are
Absorbed in Glycated Forms in Elderly Women. American Journal Of
Clinical Nutrition. 73 (5): 920-926.
Chevion S, Moran DS, Heled Y, Shani Y, Regrev G, Abbou B,
Berenshteine,Stadtman ER,Epstein Y.2003.Plasma antioxidant status and
cell injury aftersevere physical exercise Proc.Nati.Acad.Sci.USA,
Vol.200, Issue 9, p 5119-5123
Colaianna M, Schiavone S, Zotti M, Tucci P, Morgese MG, Bäckdahl L,
Holmdahl R, Krause KH, Cuomo V, Trabace L. 2013. Neuroendocrine
profile in a rat model of psychosocial stress: relation to oxidative
stress.Antioxid Redox Signal. 18(12):1385-99.
Federer, W. 2008. Statistics and society: data collection and interpretation. 2nd
edition. New York: Marcel Dekker. Fitzpatrick`s Dermatology in General
Medicine, Sixth Edition.p. 236- 242.
Fischer, C. P., Hiscock, N. J., Basu, S., Vessby, B., Kallner, A., Sjoberg, L. B.,
Febbraio, M. A., Pedersen, B. K. 2006. Vitamin E isoform-specific
inhibition of the exercise-induced heat shock protein 72 expression in
humans. J Appl Physiol, 100: 1679–1687.
Fischer, C., P., Hiscock, N., J., Penkowa, M., Basu, S., Vessby, B., Kallner, A.,
Sjoberg, L., B., Pedersen, B., K., 2004. Supplementation with vitamins C
and E inhibits the release of interleukin-6 from contracting human
skeletal muscle. J Physiol, 558: 633–645.
Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging. In: Klatz, R.,
editor. Anti Aging Medical Therapeutics. Volume V. Chicago: The A4M
Publications. p. 43.
Fusco, D., Colloca, G., Lo Monaco, M. R., Cesari, M. 2007. Effects of
antioxidant supplementation on the aging process. Clin Interv Aging 2(3):
377-387.
Goldman, R., dan Klatz, R., 2007. The new Anti-aging Revolution. Malaysia:
Printmate Sdn. Bhd.p. 19-25.
76

Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C., 2007. Free radicals in biology


andmedicine.Fourth Edition,New York: Oxford University Press. p. 488-
499,645-655.
Hanak D., 2010. Isoprostane Lipid Peroxidation.Available from
http://www.kronoslaboratory.com/dotnetnuke/FeaturedAssays/
Isoprostanes/tabid/130/Default.aspx. Accessed Oct 23, 2016.
Hardianty, D. 2011. Pemberian Ekstrak Propolis Peroral Menurunkan Kadar F2-
Isoprostan Dalam Urin Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan yang
Mengalami Aktivitas Fisik Maksimal. Tesis. Program Studi Magister
Biomedik. Universitas Udayana. Denpasar
Heber, D., Schulman, R.N., Seeram, N. P. 2006. Pomegranate : Ancient Roots to
Modern Medicine:4-6.
Hersh, S.M. 2004. Glutathione: The Body’s Own Anti Aging Protectant. In:
Klatz,R., Goldman, R., editors. Anti Aging Therapeutics Vol III.Chicago:
A4MPublications. p: 151-155.
Husari, A.W., Dbaibo, G., Khayyat, A. , Zaatari, G., Sabban, M., dan Mroueh, S.
2009. The Possible Role of Pomegranate Juice as an Antioxidant in
Attenuating Acute Lung Injury and Apoptosis in a Hyperoxic Animal
Model. American University of Beirut Medical Center, Beirut, Lebanon.
Jin, K. 2010. Modern Biological Theories of Aging. Aging Dis 1(2): 72-74.
Karlsen, A., Retterstol, L., Laake, P., Paur, I., Kjolsrud-Bohn, S., Sandvik, L.,
Blomhoff, R. 2007. AnthocyaninsInhibit Nuclear Factor-KB Activation
inMonocytes and Reduce Plasma Concentration ofPro-Inflammatory
Mediators in Healthy Adults. In : The Journal of Nutrition,Vol. 137, 2007 :
p. 1951-1954.

Kesavulu, M.M., Rao, B.K., Giri, R., Vijaya, J., Subramanyam, G., Apparao, C.,
2001. Diabetes Research and Clinical Practice. Pract.53, 33.
Kumar, V., Robbins, L.S., Cotran, S.R . 2007. Cellular Injury Adaptation
andDeath. In: Robbins, L.S., Cotran, S.R., editors. Robbins Basic
Pathology. 8thEd. Philadelphia: Saunders.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.

Laksmi, D. 2010. Glutathion meningkatkan kualitas tubulus seminiferus pada


mencit yang menerima pelatihan fisik berlebih. Buletin Veteriner
Udayana, 3:719-21.
Li, Y., Guo, C., Yang, J., Wei, J., Xu, J., Cheng, S. 2006. Evaluation of
antioxidant properties of pomegranate peel extract in comparison with
77

pomegranatepulp extract. Food Chemistry Volume 96, Issue 2 : 254-260.


J. Foodchem Vol 96(2): 254-260.
Liu J, Yeo HC, Overvik-Douki E, Hagen T, Doniger SJ, Chyu DW, Brooks GA,
Ames BN. 2000. Chronically and acutely exercised rats: biomarkers of
oxidative stress and endogenous antioxidants.J Appl Physiol. 89(1):21-8.
Maffetone, P. 2007. The Training Syndrome. Available from :http://www.
philmaffetone.com.Accessed: 2014 July 2nd.
Marczyk, G., DeMatteo, D., and Festinger, D.2005. Essentials of Research
Designand Methodology. New Jersey: John WILEY & sons, Inc.

Margonis, K., Fatourus, I. G., Jamurtas, A. Z., Nikolaidis, M. G., Douroudus, I.,
Chatzinikolau, A., Mitrakou, A., Mastorakos, G., Papassotiriou, I.,
Taxildaris, K., Kouretas, D. 2007. Oxidative stress biomarkers responses
to physical overtraining: Implications for diagnosis. Free Radical Biology
& Medicine, 43:901-910.
McArdle, W.D. 2006. Essentials of Exercise Physiology. Third Edition.
NewYork: Lippincott William Wilkins. p. 642.
Milner, J. A. 2000. Mechanism of Action of Antioxidan: A Substance in food
thatsignificantly decrease the adverse effects of reactive species such as
reactiveoxygen and nitrogen species, on normal physiologycal funtion in
human.Dietary Reference Intake, Foods and Nutrition. Natl Acad Press ,
Available from :http//ods.od.nih.gov/nems/conference/oda2002/milner-
pdf . Accessed Oct 23, 2016.
Mirzoeva, O.K., Calder, P.C. 1996. The effect of propolis and its components
Miyazaki, H. Shuji, O., Ookawara, T., Kizaki, T., Toshinai, K., Sung , H., Haga
,S. Ji,L.L.,Ohno H.2000. Strenuous Endurance Training in Humans
ReducesOxidative Stress Following Exhausting Exercise. European
Journal of AppliedPhysiology. Vol. 84, no. 1-2, September 2000. p 1-6.
Morrow, J.S, Zackert W.E, Van der Ende D.S, Reich E.E, Terry E.S, Cox
B,Sanchez S.C, Montine T.J, Roberts L.J., 2002. Quantification of
Isoprostanesas InDicators of oxidant stress in vivo. Handbook of
Antioxidant. Edited:Cadenas E., Lester P.Dekker, Marcel Dekker,Inc.
New York. p.57-71
Mot, A.C., Damian, G., Sarbu, C., Silaghi,D.R. 2009. Redox reactivity in
propolis: direct detection of free radicals inbasic medium and interaction
with hemoglobin.Journal Medicine Food. 14(6):267-74.
Murray, R.K., Granner, D., Mayes, P.A., Rodwell, V.W.2000. Harper’s
Biochemistry,25th p:124, 156-157, 618-620.
78

Ngatidjan, 2006. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. Metode


UjiToksisitas. Hal : 86-135.
Pandey, K. B. and Rizvi, S. I. 2009. Plant polyphenolsas dietary antioxidants in
human health and disease. Oxid Med Cell Longev 2(5): 270-278.
Pangkahila, W. I. 2011. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. p.
17-29, 33-43, 53-61, 151-155, 161-166, 181-192.

Park, D. C. dan Yeo, S. G. 2013. Aging. Korean J Audiol 17(2): 39-44.

Pham-Huy, L. A. P., He, H., Pham-Huy, C. 2008. Free Radicals, Antioxidants in


Disease and Health. Int J Biomed Sci, 4: 89-96.
Pocock, S. J., 2008. The Size of a Clinical trial, Clinical trials a practical
Approach. John Wiley Sons. Chichester, p.123-127.
Poljsak, B., Suput, D. and Milisav, I. 2013. Achieving the Balance between ROS
and Antioxidants : When to Use the Synthetic Antioxidants. Oxidative
medicine and Cellular Longevity Article ID 956792: 11.
Prentice, W.E., 2011. Principles of Athletic Training. 14th Ed. McGraw Hill
International Edition. New York.
Rahal A, Kumar A, Singh V. 2014. Oxidative Stress, Prooxidants, and
Antioxidants: The Interplay. BioMed Research International.
2014:761264. doi:10.1155/2014/761264.
Rahmadsyah, A. dan Riana. 2015. Manfaat Delima Putih Untuk Semua
Kalangan. Available from: http://www.jitunews.com/read/10826/manfaat-
delima-putih-untuk-semua-kalangan. Accessed : September 11th, 2016.
Rahman, K. 2007. Studies on free radicals, anioxidants, and co-factors. Clinical
Interventions in Aging. School of Biomolecular Sciences. Liverpool. 2(2)
219-236.
Ratnapuri, E. D. 2016. “Pemberian Etanol Ekstrak Pasakbumi Oral Menurunkan
Kadar F2-Isoprostan Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar
Jantan Yang Diinduksi Pelatihan Fisik Berlebih”(tesis). Denpasar :
UniversitasUdayana.
Russel, J.C., Towns, D.R., Clout, M.N. 2008. Review of rat invasion
biology.Science & Technical Publishing, Department of Conservation,
NewZealand, p. 20.
Sacheck, J. M., Milbury, P. E., Cannon, J. G., Roubenoff, R., Blumberg, J. B.
2003. Effect of vitamin E and eccentric exercise on selected biomarkers
of oxidative stress in young and elderly men. Free Radic Biol Med, 34:
1575–1588.
79

Salama, A. F., El-Bahr, S. M. 2007. Effect of curcumin on cadmium-induced


oxidative testicular damage in rats. J. Med. Res. Inst, 28: 130-136.
Scalbert, A., Johnson, I. T. and Saltmarsh, M. 2005. Polyphenols : Antioxidants
and beyond.Am J Clin Nutr 81(1 Suppl): 215S-217S.
Schisterman EF, Gaskins AJ, Mumford SL, Browne RW, Yeung E, Trevisan M,
Hediger M, Zhang C, Perkins NJ, Hovey K, Wactawski-Wende J. 2010.
Influence of endogenous reproductive hormones on F2-isoprostane levels
in premenopausal women: the BioCycle Study.Am J Epidemiol.
172(4):430-9.
Sengupta. 2013. The Laboratory Rat: Relating Its Age With Human’s.
International Journal of Preventive Medicine, 4(6): 624–630.
Shipp, J., Abdel-Aal, E.M. 2010. Food Applications and Physiological Effects of
Anthocyanins as Functional Food Ingredients. In : The Open Food Science
Journal, Vol. 4, 2010 : p. 7-22.

Singh, K.K. 2006. Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura : Mainland
Press.
Spiers JG, Chen HJ, Cuffe JS, Sernia C, Lavidis NA. 2016. Acute restraint stress
induces rapid changes in central redox status and protective antioxidant genes
in rats.Psychoneuroendocrinology.67:104-12.
Suryohusodo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Perpustakaan
Nasional RI. Jakarta: Penerbit CV Sagung Seto. p: 31-47.
Sutarina, N., Edward, T. 2004. Pemberian Suplemen pada Olahraga . Majalah
GizMindo. Vol.3 No.9 September 2004
Vincent, H.K., Powers, S.K., Demirel, H.A., Coombes, J.S., Naito, H. 2000.
Exercise training improves diagram antioxidant capacity and endurance.
Eur J Appl. Physiol. 81: 67-74.
Vitariana. 2011. Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis Menurunkan Kadar
Isoprostane Dalam Urin Tikus Wistar yang Diberikan Beban Aktivitas
Fisik berlebih Maksimal. Tesis. Program Studi Magister Biomedik.
Universitas Udayana. Denpasar
Wang, L. S., Stoner, G. D.2008. Anthocyanins and Their Role in Cancer
Prevention. In : Cancer Letters, 269, 2008 : p. 281-290.

Williams, Y. 2016. Bibit Tabulampot Williams Agrotama. Available from :


https://bibittabulampot.com/pemesanan-bibit/delima/. Accessed : Juni
11th, 2016.
80

Winarsi, H., 2007.Antioksidan Alami dan Radikal bebas.Potensi dan Aplikasinya


Dalam Kesehatan Edisi pertama,Yogyakarta: Kanisius. Hal 96,141-
143,262.
Wrolstad, R.E. 2001. The Possible Health Benefits of Anthocyanin Pigments
andPolyphenolics. In : The Linus Pauling Institute. Available from :
http://lpi.oregonstate.edu/ss01/anthocyanin.html. Accessed: December
12th,2010.

Yanjun, Z., Dana, K., Robert, D., Rypo, L., dan David, W. International
Multidimentional Authenticity Specification (IMAS) Algorithm for
Detection of Comercial Pomegranate Juice Adulteration. J. Agric Food
Chem. 57(6): 2550-2557.

Yuniari, IGA. D. 2015. “Pemberian Ekstrak Delima Merah (Punica granatum)


Secara Oral Menghambat Penurunan Kadar Nitric Oxide Jaringan Penis
Mencit (Mus musculus) Yang Dipapar Asap Rokok”(tesis). Denpasar :
UniversitasUdayana.
LAMPIRAN I

Tabel Konversi Dosis ( Pages dan Barnes, 1964)

81
82

Lampiran II

Ethical Clearance
83

LAMPIRAN III
84

LAMPIRAN IV

Analisis Deskriptif

Report

Kadar F2-Isoprostan (ng/mL) Pretest

Kelompok N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum

Kontrol (P0) 7 4.8229 .43130 4.8800 4.19 5.36

Perlakuan (P1) 7 4.5571 .56591 4.7800 3.83 5.18

Total 14 4.6900 .50267 4.8500 3.83 5.36

Kadar F2-Isoprostan (ng/mL) Posttest

Kelompok N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum

Kontrol (P0) 7 4.7343 .43539 4.8300 4.02 5.27

Perlakuan (P1) 7 3.2057 .34476 3.1700 2.73 3.88

Total 14 3.9700 .87830 3.9500 2.73 5.27

Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar F2-Isoprostan Kontrol (P0) .212 7 .200* .928 7 .533


(ng/mL) Pretest
Perlakuan (P1) .225 7 .200* .879 7 .223

Kadar F2-Isoprostan Kontrol (P0) .256 7 .183 .922 7 .486


(ng/mL) Posttest Perlakuan (P1) .318 7 .032 .865 7 .169

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.


85

Uji Homogenitas Data

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.


Kadar F2-Isoprostan Based on Mean 1.780 1 12 .207
(ng/mL) Pretest
Based on Median .643 1 12 .438
Based on Median and with .643 1 10.931 .440
adjusted df
Based on trimmed mean 1.751 1 12 .210
Kadar F2-Isoprostan Based on Mean .883 1 12 .366
(ng/mL) Posttest Based on Median .479 1 12 .502
Based on Median and with .479 1 11.869 .502
adjusted df
Based on trimmed mean .819 1 12 .383

Analisis Komparasi

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means


Levene's Test 95% Confidence
for Equality of Interval of the
Variances Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Kadar F2-Isoprostan Equal variances 1.780 .207 .988 12 .343 .26571 .26893 -.32024 .85167
(ng/mL) Pretest assumed
Equal variances .988 11.212 .344 .26571 .26893 -.32485 .85627
not assumed
Kadar F2-Isoprostan Equal variances
.883 .366 7.282 12 .000 1.52857 .20991 1.07123 1.98592
(ng/mL) Posttest assumed
Equal variances
7.282 11.401 .000 1.52857 .20991 1.06855 1.98860
not assumed
86

Analisis Efek Perlakuan

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval


of the Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 P0 Pretest - P0 Posttest .08857 .14053 .05311 -.04139 .21854 1.668 6 .146

Pair 2 P1 Pretest - P1 Posttest 1.35143 .57745 .21826 .81738 1.88548 6.192 6 .001
87

LAMPIRAN V
88
89

LAMPIRAN VI
90
91
92
93
94

Anda mungkin juga menyukai