PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i
PEMBERIAN MELATONIN ORAL MENGHAMBAT
PENURUNAN LIMFOSIT DAN LEUKOSIT
PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN
YANG DIBERI METILPREDNISOLON
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
Lembar Pengesahan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And., FAACS Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
NIP. 194612131971071001 NIP. 194606191976021001
Mengetahui,
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP.1958052119850312002 NIP.195902151985102001
iii
PENETAPAN PENGUJI
Tanggal………………
No : ……/UN14.4/HK/2016, Tanggal:…………..
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada Tuhan atas rahmat dan karunia serta penyertaanNya
Tesis dan penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi
yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister pada Program
Universitas Udayana.
Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Direktur Program
Pascasarjana Prof. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), serta Dr. dr. Gde. Ngurah
Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
Terima kasih Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku
kepada Penulis dalam penelitian dan seluruh proses pembuatan tesis ini.
Terima kasih kepada Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, selaku pembimbing II
untuk kesabaran, pemikiran, bimbingan dan waktu yang sangat berharga yang telah
vi
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para
penguji tesis ini, yaitu Prof dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, dan Dr. dr. Ida Sri
Iswari, Sp.MK, M.Kes,, yang telah menginspirasi penulis dalam proses menemukan
tema dan judul pembuatan tesis serta koreksi dan masukan yang sangat berharga.
Terima kasih sebesar-besarnya juga untuk Dr. dr. Desak Made Wihandani, M.Kes
telah dengan sabar dan teliti memberikan koreksi, bimbingan dan masukan sehingga
Hormat dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen
Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga
selama masa pendidikan yang tentunya akan bermanfaat untuk masa depan penulis.
Kepada seluruh staf biomedik Bapak Eddy Suantara, Geg Wahyu, Geg Amie, Geg
Enni, Mba Yethi yang selalu membantu serta menyemangati penulis selama
menjalankan studi dan menyelesaikan tesis. Terima kasih juga untuk Bapak Gede
Wiranatha selaku staf bagian Farmakologi serta Ferbian Siswanto, SKH untuk
teman seperjuangan (dr.Iftitah Yuniar Sashanti, dr. Herti Silalahi, dr. Ni Nyoman
Susiyati, dr. Ni Gusti Ayu Nyoman Sri Aryani, dr. Juriah, dr. Syska Martala Dewi, dr.
Sugeng Ibrahim) penulis sangat bangga menjadi bagian dari keluarga ini.
vii
Untuk papaku tercinta Dr. Ir. Oddy Arnold Manus, M.Sc., yang selalu menjadi
penyemangat dan inspirasi, terima kasih untuk teladan, cinta yang tidak terhingga,
guru dalam kehidupan dan selalu menjadi sumber kekuatan. Mama tersayang Ir. Fetty
Indriaty, adik-adikku tersayang Arini Manus, S.H., dan Noriko Manus serta yang
terkasih Prayudi Utomo untuk cinta, kesabaran, limpahan doa dan dukungan yang
tiada henti kepada penulis serta terima kasih untuk pengertian, pengorbanan dan serta
kepercayaan yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tesis ini.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,
sehingga penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi kita semua.
viii
ABSTRAK
Sistem imun yang adekuat berfungsi dalam mempertahankan tubuh dari infeksi,
penyakit autoimun serta kanker. Limfosit dan leukosit berperan penting dalam
mengatur sistem kekebalan manusia. Penurunan sistem imunitas tubuh seiring proses
penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Limfosit dan leukosit
memiliki peranan yang penting dalam menentukan status imunitas seseorang. Baik
kuantias maupun kualitas limfosit dan leukosit harus dalam keadaan homeostasis,
supaya sistem imun dapat bekerja secara optimal. Metilprednisolon adalah salah satu
jenis kortikosteroid sering digunakan sebagai obat anti inflamasi. Salah satu efek
samping pada penggunaan jangka panjang metilprednisolon adalah imunosupresi.
Menurunnya kadar melatonin seiring proses penuaan memiliki peran dalam gangguan
sistem imun. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pinea berperan
dalam siklus sirkadian berfungsi untuk melindungi sistem imun. Reseptor melatonin
juga terdapat pada sel limfosit dan leukosit dengan meningkatkan ekpresi gen yang
mentranskripsi sitokin untuk proliferasi dan kemotaksis sel imun. Tujuan dari
penelitian ini untuk membuktikan bahwa pemberian melatonin oral dapat
menghambat penurunan limfosit dan leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan galur wistar yang diberi metilprednisolon.
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni dengan post-test only
control group design menggunakan 32 ekor tikus putih jantan. Tikus dibagi menjadi
2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol
diberikan metilprednisolon 0,144 mg/200 g tikus 3 kali sehari dan aquades sedangkan
kelompok perlakuan diberikan metilprednisolon 0,144/200 g tikus 3 kali sehari dan
melatonin 0,054 mg/200 g tikus, malam hari. Penelitian dilakukan selama 14 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang diberikan
metilprednisolon dan melatonin memiliki jumlah limfosit yang lebih tinggi secara
bermakna daripada kelompok kontrol yang hanya diberikan metilprednisolon dan
plasebo (4,95±1,58 103/L vs 3,091,33103/L darah (p<0,01). Kelompok yang
diberikan metilprednisolon dan melatonin memiliki jumlah leukosit yang lebih tinggi
secara bermakna daripada kelompok kontrol yang hanya diberikan metilprednisolon
dan plasebo (8,37±2,02x103/L darah vs 6,70±1,96 x 103/L darah) (p<0,05).
Disimpulkan bahwa melatonin oral dapat menghambat penurunan limfosit dan
leukosit pada tikus yang diberikan metilprednisolon.
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
xi
2.6 Melatonin………………………………………………………………... 25
2.6.1 Fisiologi Melatonin……………………………………..…………. 25
2.6.2 Fungsi dan Manfaat Melatonin……………………………….……. 31
2.6.3 Melatonin sebagai Imunomodulator……………………………….. 31
xii
5.4 Analisis Komparabilitas………………………………………………..… 61
5.4.1 Analisis Komparabilitas Jumlah Leukosit…………………………... 61
5.4.2 Analisis Komparabilitas Jumlah Limfosit…………….……..……… 62
BAB VI PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 75
LAMPIRAN………………………………………………………………………. 78
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
xv
DAFTAR SINGKATAN
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Ethical Clearance .......................................................................................... 78
2. Hasil Penelitian Pendahuluan…………………………………………….. .. 79
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium .................................................................. 82
4. Analisis deskriptif ......................................................................................... 83
5. Uji Normalitas ............................................................................................... 84
6. Uji Homogenitas ........................................................................................... 85
7. Uji Komparasi ............................................................................................... 86
8. Dokumentasi Penelitian ................................................................................ 87
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
adalah sekumpulan gejala atau penyakit akibat adanya defek pada sistem imun.
Leukosit terdiri dari sel neutrofil, eosinofil, basofil yang memiliki granul pada
permukaan sitoplasma serta limfosit dan monosit yang tidak memiliki granul pada
sitoplasma. Jumlah normal total leukosit adalah 4,3–10,8 x 109/L, terdiri dari neutrofil
45-74%, limfosit 16–45%, monosit 4-10%, eosinofil 0-7% dan basofil 0-2%.
memiliki fungsi fagositik. Limfosit dan leukosit berperan penting dalam sistem imun.
Baik kuantitas maupun kualitas dari limfosit dan leukosit penting dalam menjaga
kemunduran fungsi tubuh yang tidak terelakkan sejalan dengan peningkatan usia.
Menjadi tua adalah bagian alami dari proses kehidupan itu sendiri. Kedokteran
xviii
konvensional memandang proses penuaan tidak dapat dicegah sehingga lebih
(AAM) dengan teknologi dan ilmu pengetahuan, penuaan dianggap sebagai penyakit
(Pangkahila, 2011).
reaksi biokimia disertai dengan perubahan molekul yang diwujudkan dalam sebuah
terjadinya perubahan yang terjadi pada organisme hidup yakni, bertambahnya usia
yakni imunitas bawaan dan imunitas yang didapat (Srinivasan dkk., 2005).
maupun pada sumsum tulang, dihubungkan dengan berbagai keadaan penyakit yang
menyebabkan gangguan pada sistem imunitas. Di pihak yang lain, meskipun jumlah
sel-sel imun dalam batas normal, dibutuhkan morfologi normal serta kemapuan sel-
xix
sel imun menanggapi respon yang efektif diperlukan dalam mengatur keseimbangan
Kortikosteroid adalah obat yang telah digunakan sejak tahun 1940 dan hingga
saat ini masih sering digunakan dalam dunia kedokteran. Kortikosteroid paling
banyak digunakan sebagai obat alergi dan anti inflamasi sebab kortikosteroid dapat
sisi lain, penggunaan kortikosteroid juga dapat menghalangi respon yang berperan
dalam kemotaksis neutrofil, hambatan fagositosis makrofag dan pelepsan sitokin oleh
penghambatan IL-2. Efek samping yang bisa terjadi umumnya disebabkan oleh terapi
dosis tinggi atau penggunaan jangka panjang kortikosteroid (Zen dkk., 2011). Salah
dipakai dalam jangka waktu yang panjang oleh manusia untuk mengatasi penyakit
alergi dan inflamasi. Adapun efek samping dan komplikasi pada penggunaan
2010).
hormon ini bekerja dengan baik pada usia muda dan menurun fungsinya seiring
xx
hormon yang terkait dengan usia diantaranya adalah growth hormone (GH), estrogen,
terutama oleh kelenjar pineal serta dalam jumlah yang kecil diproduksi pula pada
retina dan sel-sel euchromatin saluran pencenaan bagian bawah. Banyak studi
tidur pada orang sehat. Selain digunakan untuk terapi pada kasus jet-lag, melatonin
memiliki aktivitas antioksidan serta berperan pada sistem imun manusia (Pangkahila
dan Wong, 2015). Menurunnya kadar melatonin seiring proses aging diyakini
Kadar melatonin yang tinggi pada bayi baru lahir terbukti sebagai efek protektif
dari respiratory distress syndrome. Pemberian melatonin pada tikus yang terinfeksi
mortalitas hingga 16% daripada tikus yang tidak diberikan melatonin (Carrillo-Vico
dkk., 2013). Kadar melatonin yang rendah ditemukan pada orang dengan infeksi HIV.
xxi
Pada penelitian yang melibatkan 77 orang terinfeksi HIV ditemukan kadar melatonin
rendah, sel Th1 yang rendah serta IL-12 yang rendah (Pandi-Perumnal dkk., 2006).
Melatonin memiliki cara yang unik dalam mengatur sistem imunitas tubuh.
Melatonin terbukti berperan sebagai anti inflamasi dan antioksidan. Melatonin juga
dkk., 2010). Melatonin memiliki kemampuan melindungi serta turut meregulasi sel-
sel hematopoiesis, mencegah atrofi timus terhadap efek dari obat kemoterapi kanker
(Salucci dkk., 2013). Pada studi in vivo pemberian implan melatonin dapat
meningkatkan sel Th2 (Pandi-Perumal dkk., 2006). Melatonin memiliki peran dalam
melindungi sel imun dan efek imunostimulan, melalui kemampuan peningkatan IL-2
yang berperan dalam proliferasi limfosit serta memperkuat fungsi limfosit, sel
dendritik, makrofag dan sel imun yang lain (Carrillo-Vico dkk., 2013; Szczepanik,
2007).
Penelitian keterkaitan tentang hubungan hormon dan sistem imun masih terbatas.
Penelitian tentang manfaat melatonin sudah banyak dilakukan tetapi yang dikaitkan
dengan sistem imunitas juga masih terbatas. Sehingga perlu dibuktikan secara ilmiah
adanya keterkaitan antara sistem imun dan hormon. Kortikosteroid paling banyak
digunakan sebagai obat alergi dan anti inflamasi. Di masyarakat luas, sering terjadi
adalah metilprednisolon. Limfosit dan leukosit baik kuantitas dan kualitasnya penting
dalam menjaga integritas sistem imun. Dalam hal ini jumlahnya memegang peranan
xxii
yang penting dalam status imunitas. Atas dasar hal tersebut maka penelitian ini dibuat
1.2.1 Apakah melatonin dapat menghambat penurunan jumlah limfosit pada tikus
1.2.2 Apakah melatonin dapat menghambat penurunan jumlah leukosit pada tikus
penurunan jumlah limfosit pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
penurunan jumlah leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
xxiii
1.4 Manfaat Penelitian
imunostimulator.
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dipakai sebagai acuan masyarakat
xxiv
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
sekumpulan gejala atau penyakit akibat adanya defek pada sistem imun. Integritas
manusia mengalami proses penuaan. Sacara umum teori tersebut dapat digolongkan
menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear and
tear pada prinsipnya berusaha menjelaskan bahwa tubuh menjadi lemah dan lelah lalu
meninggal adalah akibat dari penggunaan dan kerusakan yang berlangsung terus
menerus, meliputi teori kerusakan DNA, glikoslasi dan radikal bebas. Teori program,
proses imun dan teori neuroendokrin (Pangkahila, 2011). Beberapa teori tentang
Pada tahun 1954 muncul teori radikal bebas yang memiliki argumen bahwa
xxv 8
makhluk hidup dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan. Radikal bebas
merupakan molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
eksogen dan endogen dapat memicu serangkaian kerusakan pada struktur meolekular
penyakit menular dan kanker akibat kapasitas penurunan sistem kekebalan tubuh
penurunan kemampuan kedua imunitas, yakni imunitas bawaan dan imunitas yang
Teori ini juga menyatakan bahwa pada siklus kehidupan akan terjadi involusi
pada kelenjar timus. Timus ini adalah sumber dari sel T dewasa yang berperan
penting pada sistem imun. Pada penuaan, jumlah sel T tidak berkurang secara drastis
3. Teori Neuroendokrin
bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh pada usia muda,
namun seiring dengan bertambahnya usia, akan terjadi penurunan produksi hormon,
xxvi
yang pada akhirnya akan mengganggu berbagai sistem tubuh (Goldman dan Klatz,
2007).
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun terbentuk dari
gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam melawan infeksi. Respons
imun terbentuk dari koordinasi dan komunikasi reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
Sistem Imun
Nonspesifik spesifik
sitokin
Gambar 2.1 Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja dan Renggani, 2009)
xxvii
Imunitas (kekebalan) merupakan terminologi yang digunakan untuk respons
spesifik dari sistem imun. Kekebalan terhadap infeksi, baik yang terbentuk mengikuti
paparan organisme penyebab maupun yang dapat dirangsang secara buatan dengan
imunisasi terutama untuk resiko paparan. Pada gambar 2.1 dengan jelas menerangkan
pembagian sistem imun. Sistem imunitas terdiri atas sistem imunitas alamiah atau
(Kresno, 2013).
a. Pertahanan fisik
Pertahanan fisik terdiri dari kulit yang utuh dan epitel lapisan mukus yang dalam
kondisi normal tidak dapat ditembus mikroorganisme patogen. Disamping itu, tubuh
batuk, bersin dan muntah, bersama-sama dengan gerakan yang konstan seperti
bergetarnya silia pada traktus respiratorius dan peristaltik usus (Baratawidjaja dan
Renggani, 2009).
b. Pertahanan biokimia
Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh
dinding bakteri. Air susu ibu mengandung laktosidase dan asam neuraminik yang
bersifat antibakteri terhadap E.coli dan asam dalam saluran pencernaan oleh enzim
proteolitik dan cairan empedu dalam usus halus dan oleh asiditas vagina. Zat kimia
xxviii
ini membentuk lingkungan yang tidak nyaman untuk bakteri yang bukan flora normal
c. Pertahanan humoral
lainnya diproduksi ditempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran
melalui sirkulasi seperti komplemen, protein fase akut, mediator asal fosfolipid dan
d. Pertahanan Seluler
Fagosit, sel natural killer (NK), sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem
imun nonspesifik seluler. Sel-sel sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam
sirkulasi atau jaringan. Fagositosis adalah garis pertahanan kedua tubuh terhadap
agen infeksius. Pertahanan ini terdiri dari proses penelanan dan pencernaan
Renggani, 2009).
a. Humoral
Pemeran utama dalam sistem sel imun spesifik humoral adalah sel B atau
limfosit B. Sel B berasal dari sel multipoten di sumsum tulang. Sel B yang dirangsang
oleh benda asing akan berpoliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel
xxix
b. Seluler
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel T berasal
dari sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi dalam timus. Sel T
terdiri dari beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu CD4+ (Th1, Th2),
CD8+ ( CTL/Tc) dan T regulator (Th3). Fungsi sistem imun spesifik seluler adalah
pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan
2.2.3 Sitokin
Sitokin merupakan protein pemberi sinyal intraseluler yang bekerja secara lokal
dengan parakrin atau autokrin dengan terikat pada reseptor yang memiliki afinitas dan
memacu reaktivitas sistem imun, baik pada imunitas spesifik atau nonspesifik.
Sitokin diproduksi oleh makrofag atau monosit, limfosit, sel-sel endotel, hepatosit,
sel-sel epitel keratinosit dan fibroblas. Sitokin jika dijumpai dalam sirkulasi, biasanya
Renggani, 2009). Inteleukin juga berperan dalam proliferasi sel-sel imun diantaranya
xxx
2.2.4 Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang memiliki nukleus dan tidak bewarna.
Bentuknya bulat dalam peredaran darah, tetapi berupa sel ameboid pleimorfik dalam
jaringan, atau pada substrat padat in vivo. Leukosit terdiri dari leukosit leukosit
granular atau leukosit nongranular. Leukosit granular terdiri dari eosinophil, basofil,
dan neutrofil. Leukosit nongranular terdiri dari dari limfosit dan monosit. Jumlah
monosit 4–10%, eosinofil 0–7%, dan basofil 0–2% (Baratawidjaja dan Renggani,
2009).
Pelepasan zat kimia dan sitokin oleh jaringan yang rusak pada proses inflamasi
(kemotaksis negatif) sumber zat. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap
2.2.5 Limfosit
Sebanyak 20% dari semua leukosit dalam sirkulasi darah orang dewasa
merupakan limfosit yang terdiri dari sel B dan sel T yang merupakan kunci
pengontrol sitem imun. Pada keadaan normal, sel limfosit hanya memberikan reaksi
terhadap zat asing tetapi tidak terhadap selnya sendiri. Limfosit berasal dari sel-sel
sumsum tulang merah, tetapi melanjutkan diferensiasi dan proliferasinya dalam organ
xxxi
Sel T imatur (pada organ timus) ditandai dengan sel timus double negative (CD4-
dan CD8-) sedangkan sel T yang sudah matur akan bersirkulasi ke darah perifer
ditandai dengan double positive (CD4+ dan CD8+). Sel T yang naïve (imatur) akan
berkembang menjadi dua subset, yaitu sel Th1 dan Th2. Polarisasi ke arah sel Th1
atau Th2 bergantung pada berbagai faktor tanskripsi yang diaktivasi maupun
lingkungan mikro dan sitokin khususnya IL-12, IFN-γ dan IL-4. Keseimbangan
antara limfosit Th1 dan Th2 harus dalam keadaan seimbang untuk mempertahankan
5-15% dari limfosit dalam sirkulasi darah. Terdapat hubungan antara sel B dan sel T,
dimana sel Th2 dapat membantu produksi antigen oleh sel B (Kresno, 2013).
sehingga dapat membunuh sel sasaran secara spontan tanpa perlu disensitisasi
Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang
untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh. Fungsi sistem
imunitas tubuh menurun sesuai umur. Seiring bertambahnya usia manua lebih rentan
terhadap seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik.
xxxii
Pada keadaan immunosenescence dapat terjadi penurunan fungsi pada sistem imun
seperti kulit, paru, dan saluran gastrointestinal dan tubuh lebih rentan terhadap
berbagai penyakit infeksi. Granulosit, makrofag dan monosit secara jumlah relatif
granulosit terutama neutrofil pada orang lanjut usia dan pada tikus tua terlihat adanya
neutrofil terhadap GM-CSF dan tejadi peningkatan apoptosis neutrofil seiring usia
Pada usia lanjut fungsi fagositosis makrofag juga menurun disertai penurunan
reseptor MHC-II di permukaan sel dan ditemukan ekspresi toll-like reseptor (TLR).
Sel NK merupakan mediator alamiah tubuh terhadap virus dan sel tumor. Sel NK
berfungsi untuk menjadi jembatan antara respons imun nonspesifik dan spesifik.
Adanya penurunan sel NK dipercaya sebagai salah satu patogenesis terjadinya kanker
xxxiii
Terdapat juga pengaruh penuaan terhadap sel-sel dendritik. Orang tua
mempunyai jumlah sel-sel dendritik yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang
sebagai antigen presenting cell dan dalam merangsang aktifasi dan proliferasi sel
2011).
Sistem imun spesifik diperankan oleh sel limfosit T dan limfosit B. Adanya
antigen akan merangsang respons imun spesifik. Pada mulanya akan mengaktifasi sel
limfosit T. Sekali sel limfosit T teraktifasi, sel tersebut akan melawan antigen dan
merangsang aktifasi sel limfosit B. Sel limfosit B yang teraktifasi akan merangsang
pembentukan antibodi yang akan melawan antigen tersebut. Masalah utama penuaan
pada sistem imun spesifik terletak pada kemampuan sel limfosit T dan limfosit B
untuk mengadakan pembelahan sel secara cepat. Sel limfosit B akan menghasilkan
antibodi bila terpapar antigen. Pada proses penuaan, terjadi keterlambatan respons
kelompok lansia lebih singkat dan lebih sedikit sel yang dihasilkan. Sistem imun
kelompok dewasa muda termasuk limfosit dan sel lain bereaksi lebih kuat dan cepat
xxxiv
2.3.3 Penuaan dan Gangguan Fungsi Imun
usia. Pada proses penuaan, terjadi pergeseran faktor transkripsi, stres oksidatif yang
involusi timus serta perubahan sel T, Sel B dan APC mengakibatkan akumulasi dan
inlamm-aging yang akan menyebabkan apoptosis sel imun, peningkatan risiko infeksi
xxxv
serta penurunan imunitas nonspesfik dan spesifik, seperti yang dijelaskan pada
2.4 Imunomodulator
imunostimulan yaitu bahan yang merangsang sistem imun (Carrillo-Vico dkk., 2013).
antibodi monoklonal, ekstrak leukosit, bahan asal bakteri dan jamur juga bahan
terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai
2.5 Kortikosteroid
xxxvi
perubahan lingkungan dan infeksi. Kortikosteroid dihasilkan dari korteks adrenal
elektrolit. Dapat memperbaiki gejala klinik penyakit tetapi bukan merupakan terapi
ini menghambat transkripsi terhadap gen yang mengkode sitokin proinflamasi dengan
atau
aksi
xxxvii
Gambar 2.3 Mekanisme Penghambatan NF- кB oleh Glukokortikoid
(Rhen dan Cidlowski, 2005)
(gambar 2.2). Terdapat tiga bukti yaitu: (1) Glukokortikoid meningkatkan mRNA IкB
dengan NF-кB untuk berikatan dengan kofaktor; (3) Reseptor glukokortikoid secara
Tabel 2.1
Efek Kortikosteroid dalam Transkripsi Gen (Barnes, 2006)
xxxviii
Kortikosteroid sintetik sebagai imunosupresan, mampu menghambat transkripsi
sejumlah sitokin, kemokin, molekul peptide, enzim inflamasi, peptida yang dapat
menurunkan jumlah ataupun kemotaksis sel radang seperti leukosit, limfosit dan
sistem imun nonspesifik (Kresno, 2013). Ekpresi iNOS dipengaruhi oleh infeksi
bakteri, LPS dan sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, TNF-α, IFNγ). Kortikosteroid
besama dengan IL-10, TGFβ berefek negatif terhadap ekspresi iNOS (Sukumaran
dkk., 2012).
Limfosit Th1 dan Th2 memiliki fungsi yang berbeda berdasarkan perbedaan
sitokin yang dihasilkan. Sel Th2 memproduksi IL-10, sebaliknya sel Th1 tidak.
Fungsi IL-10 adalah dengan menghambat beberapa jenis sitokin (IL-1, TNF, kemokin
karena menghambat ekspresi MHC II. Dampak akhir dari aktivitas IL-10 adalah
hambatan sistem imun nonspesifik maupun spesifik yang diperantarai sel T (Kresno,
2013).
penghambatan transkripsi gen untuk induksi pelepasan terutama oleh IL-1 dan IL-2.
xxxix
IL-1 yang diroduksi oleh makrofag akan merangsang ekspresi IL-2 pada permukaan
limfosit T serta pembentukan IL-2. IL-2 dapat menginduksi proliferasi sel T terutama
berperan pada fase G1 ke fase S dari siklus sel. IL-2 juga berfungsi merangsang
proliferasi limfosit B dan produksi antibodi, serta aktivitas Sel NK. Akibat
2013).
migrasi leukosit dan makrofag. Di sisi yang lain, efek imunosupresi glukokortokoid
serta menurunkan diferensiasi sel Th1 dan meningkatkan aktivitas dan diferensiasi sel
xl
(Perretti dan D'Acquisto, 2009)
2010). Penghambatan aktivitas sel B juga dapat diakibatkan penurunan IL-6, dimana
IL-6 merupakan faktor induksi utama pada diferensiasi sel fase terminal, juga
juga mampu memperkuat TGF-β dengan cara meningkatkan ekspresi SMAD3 dan
dalam hal ini merupakan imunosupresan yang kuat dengan menekan proliferasi dan
maturasi sel T, B serta menekan aktivitas makrofag (Davis dkk., 2013). Hambatan
meningkatkan apoptosis timosit yang dimediasi oleh induksi caspase-9 (Zen dkk.,
2011). Timus merupakan organ limfoid primer yang berfungsi dalam maturasi sel T.
Thymopoiesis dipengaruhi diantaranya oleh sitokin seperti IL-1, IL-3, IL-6, IL-7
factor (GM-CSF). Sel T imatur ditandai dengan sel timus double negarive (CD4- dan
xli
CD8-) sedangkan sel T yang sudah matur ditandai dengan double positive (CD4+ dan
CD8+). Double positive sel adalah paling sensitif terhadap reaksi glukokortikoid yang
2.5.1 Metilprednisolon
sebagai anti inflamasi yang sangat kuat dengan efek samping yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan steroid yang lain. Berbeda dengan kortikosteroid yang lain
di dalam darah, dan mempunyai konsentrasi puncak dalam 1-2 jam setelah diberikan.
Metilprednisolon 4-48 mg per oral lazim digunakan pada kasus alergi dan inflamasi
kronik (Sinha dan Bagga, 2008). Adapun efek samping dan komplikasi pada
kelemahan otot, gangguan emosi dan penurunan fungsi sistem imun (Coutinho dan
Chapman, 2010).
2.6 Melatonin
Dalam kelenjar pineal, terdapat dua tipe sel yaitu pinealocytes, yang dibedakan
xlii
melatonin) dan peptida, dan sel neuroglial (Al- Hussain, 2006). Melatonin atau yang
biosintesis melatonin yang diilustrasikan pada gambar 2.5 tryptophan yang sedang
Serotonin diubah menjadi melatonin melalui rangkaian proses yang melibatkan enzim
oleh mRNA yang dipengaruhi oleh siklus siang malam (Sanchez dkk., 2015) .
dicetuskan oleh isyarat lingkungan eksternal. Supra chiasmatic nuclear (SCN) yang
sekresi melatonin (gambar 2.6). Irama sekresi dipengaruhi oleh ransangan cahaya
xliii
dalam hal ini siklus terang dan gelap. Sekresi melatonin dirangsang oleh kegelapan
Informasi cahaya ditangkap oleh sel rod dan cone pada retina. Sepanjang hari,
SCN secara aktif memproduksi arousal signal yang mempertahankan kesadaran dan
retinohypothalamic (RHT) ke SCN. Pada malam hari, sebagai respons pada keadaan
gelap, terjadi feedback loop pada SCN yang diawali dengan pengiriman sinyal untuk
memicu produksi hormon melatonin yang menghambat aktivitas SCN (gambar 2.7).
Jalur ini akan aktif pada saat gelap, karena aktivitas saraf ganglion cervical superior
dihambat oleh terang. Noradrenalin disekresikan oleh saraf terminal dari ganglion
cervical superior dan menstimulasi kelenjar pineal melalui reseptor B, yang akan
xliv
Gambar 2.7 Jalur Sintesis Melatonin (Yonei dkk., 2009)
Melatonin dapat memicu tidur dengan cara menekan wake promoting signal
preoptic nucleus dan aktivitas pemicu terjaga pada locus coeruleus, dorsal raphe, dan
tuberomammillary nuclei, sistem yang dapat mengatur sleep switchin. SCN dapat
switching mechanism ini dan mempercepat sleep onset melalui reseptor-reseptor yang
xlv
Gambar 2.8 Reseptor Melatonin (Slominski dkk., 2012)
melalui reseptor MT1 dan MT2 membran reseptor (G protein-coupled) atau melalui
calmodulin. (Srinivasan dkk., 2005). MT3 hanya ditemukan pada hamster dan kelinci
(Slominski dkk., 2012). Reseptor MT1 dan atau MT2 ini ditemukan pada sistem
saraf pusat, hipofisis, duodenum, kolon, caecum, appendikx, epitel saluran kencing,
mamme, miometrium, plasenta, epitel granulosa dan luteal, ginjal, ventrikel jantung,
aorta, koronaria, arteri serebral, lemak, trombosit serta sel-sel darah yang berperan
dalam sistem imun seperti pada limfosit, leukosit, dan monosit (Srinivasan dkk.,
xlvi
Tabel 2.2
Distribusi Reseptor Melatonin Pada Berbagai Organ Tubuh
(Slominski dkk., 2012)
Kadar melatonin di kelenjar pineal dan darah mengikuti irama sirkadian. Saat
malam hari, sintesis melatonin meningkat. Pada manusia, kadar melatonin di plasma
mulai meningkat setelah 9.00 PM-11.00 PM dan mencapai puncak sekitar 2.00 AM
hingga 4.00 AM, lalu menurun di pagi hari. semakin menurun seiring dengan
pertambahan usia (Gambar 2.9). Nilai plasma melatonin malam hari paling tinggi
terdapat pada tahun pertama kehidupan, dan makin menurun saat dewasa (Pandi-
xlvii
Gambar 2.9 Kadar Melatonin Waktu Malam Dihubungkan dengan Usia
(Harrison dan Pierzynowski, 2008)
Sekitar 90% melatonin pada manusia diekskresi dari dalam tubuh melalui
kecil melatonin akan dibuang melalui urin dan air liur (Buscemi dkk., 2004).
Pada tikus berumur 10 hari, puncak kadar melatonin pada malam hari adalah
mencapai hingga 120pg/ml kemudian berangsur menurun hingga 45-60 pg/ml pada
pada orang sehat. Melatonin digunakan pada kasus jet lag dan delayed sleep phase
epilepsi. Terapi sulih melatonin pada orang tua juga terbukti memperbaiki kualitas
xlviii
Melatonin merupakan sebuah antioksidan yang sangat kuat. Bahkan dalam dosis
kecil, melatonin mampu menetralisir radikal bebas dan menghambat terjadinya stres
oksidatif (Tan dkk., 2007; Espino dkk., 2012). Melatonin juga bekerja secara tidak
langsung dalam sistem imun dengan cara meningkatkan kapasitas total antioksidan
dan atau menurunkan reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen spesies
Studi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa
menurunkan sistem imun baik seluler dan sistem imun humoral pada tikus. Melatonin
juga telah dapat melindungi sel prekursor hematopoietik dari efek toksik dari agen
imunodefisiensi terkait usia. Ketika mencapai usia 30-an hormon melatonin kadarnya
dan antioksidan endogen karena melatonin berfungsi sebagai antioksidan yang sangat
kuat. Sebagai konsekuensinya, terjadi penurunan fungsi sel imun (Espino dkk., 2012).
xlix
Pemberian melatonin baik pada tikus normal maupun tikus immunocompromise
terbukti menghasilkan respons antibodi yang tinggi baik pada penelitian in vitro dan
in vivo. Pada proses penuaan terjadi kehilangan sel timus hingga atrofi timus baik
secara struktural dan penurunan berat timus. Pemberian melatonin terbukti dapat
mencegah atrofi timus sehingga dapat memperbaiki sistem imun. Involusi timus oleh
melatonin dapat dicegah karena dapat mempertahankan jumlah sel-sel timus terhadap
dan kronis. Melatonin mampu mengurangi kadar TNF-α dan IL-1β dan meningkatkan
IL-6 dan IL-10. Efek imunomodulator melatonin pada penuaan juga jelas dalam
sistem saraf pusat (SSP) yaitu melatonin meningkatkan respons otak serta
menghambat proses inflamasi pada otak yang diinduksi oleh LPS (Song dkk., 2015).
berperan pada aspek anti apoptosis sel-sel imun terkait usia. Melatonin juga mampu
menunda kerusakan yang disebabkan apoptosis di neutrofil dan limfosit tua akibat
Melatonin mampu berperan sebagai anti inflamasi dengan cara menekan respons
radang dengan cara memblok signal NF-кB dan menghambat translokasi ke inti sel,
Melatonin juga mampu menurunkan TLR-3 yang dimediasi oleh TNF-α dan ekspresi
l
kemotaktis dan perlekatan neutrofil serta sel-sel radang yang lain Pada kasus asma,
melalui aktifasi respetor melatonin pada CD4+, melatonin mampu menurunkan IgE,
autoimun pada musim dingin akibat meningkatnya sistem imum yang distimulasi
oleh melatonin pada malam yang lebih panjang. Hal ini membuktikan adanya
hubungan melatonin dan pengaruh waktu malam yang lebih panjang sebagai signal
pada sistem imun. Pada orang dengan penyakit autoimun, ditemukan adanya kadar
melatonin yang lebih tinggi pada malam hari (Pandi-Perumal dkk., 2006). Pada
penelitian yang lain, disebutkan bahwa adanya penurunan sitokin proinflamasi pada
pasien dengan SLE namun, belum dapat dipastikan apakah pemberian melatonin pada
kondisi autoimun bermanfaat atau memberikan efek yang lebih buruk (Carrillo-Vico
dkk., 2013).
li
Gambar 2.10 Efek Aktivasi Sistem Imun Oleh Melatonin (Szczepanik, 2007)
Melatonin mampu merangsang sel APC, Sel T dan sel NK (gambar 2.10). Pada
limfosit mampu merangsang pelepasan IFN-γ dan IL-2. CD4+, CD8+.. Sel APC yang
sel fagosit dan merangsang IL-12. IL-12 juga akan memperkuat CD4+ dan
meningkatkan kemampuan proliferasi sel T. Sel Th1 akan menghasilkan IFN-γ. Sel
NK yang teraktivasi oleh melatonin juga menghasilkan IFN-γ yang penting dalam
diferensiasi sel T dan sel B melalui aktifasi IL-6 dan IL-12. Pada monosit pemberian
melatonin meningkatkan ekpresi IL-1, IL-6 dan IL-12). Inteleukin yang terinduksi
lii
akibat rangsangan stres yang terjadi akibat imunodefisiensi sekunder (Kostoglou-
Athanassiou, 2013).
efek imunosupresif dari melatonin sangat terlihat dari adanya penghambatan langsung
pada jumlah sel Th1 serta efek inhibisi sitokin yang produksi oleh sel Th1 dan
sel normal dan berfungsi sebagai anti apoptosis terhadap sel normal dengan melalui
Pada imunitas nonspesifik melatonin mampu menstimulasi aktivitas sel NK, sel
CD4+ dan CD8+ melalui jalur IFN-γ meningkatkan kapasitas kemotaksis leukosit, dan
dan peningkatan produksi IL-1 dan TNF-α oleh makrofag. Melalui aktivasi IL-2 oleh
melatonin, maka akan meningkatkan ekspresi TNF-α dalam hal ini yang berperan
sebagai penginduksi molekul adhesi, sitokin, dan aktivasi neutrofil. Pada monosit,
melatonin juga mampu memperkuat produksi IL-6 dan IL-12 pada keadaan
suboptimal. Sehingga aktivasi IL-2 oleh melatonin memiliki peran penting sebagai
B dan sel T serta meningkatkan respons sel Th1 dan menurunkan sitokin yang
dihasilkan oleh Th2 pada tikus tua. Melatonin meningkatkan produksi IL-2 dan IL-6
oleh limfosit dan serta meningkatkan ekspresi IL-2 dan IL-12 di makrofag (Carrillo-
Vico dkk., 2013). Pada gambar 2.11 melatonin, dapat meningkatkan produksi IL-2
liii
melalui reseptor melatonin MT1 pada membran sel melalui penurunan aktivitas
cAMP sehingga meningkatkan sekresi IL-2 serta melalui reseptor melatonin pada inti
liv
Gambar 2.12 Mekanisme Autokrin IL-2 pada Sel T
(Boyman dan Jonathan Sprent 2012)
Seperti pada gambar 2.12, IL-2 yang dihasilkan oleh sel Th1, akan bekerja
secara autokrin dan parakrin dan mengaktifkan jalur JAK-STAT, jalur MAPK,
aktivasi jalur ERK dan ERK selanjutnya akan mengaktivasi produksi faktor-faktor
transkripsi seperti NF-кB, AP-1 dan sitokin-sitokin yang lain. (Chiossone dkk, 2007).
meningkatkan produksi sitokin, tapi juga pada aksi anti apoptosis dan antioksidan
pada berbagai kondisi dan berbagai organ (Carrillo-Vicco, 2013). Melatonin memiliki
kemampuan dalam meregulasi kematian sel baik anti apoptosis maupun proapoptosis
(Da-Silva-Ferreira dkk, 2010). Pada timus, melatonin akan merangsang IL-2 (gambar
lv
2.11) dan bekerja secara autokrin pada limfosit serta bekerja secara parakrin terhadap
sel medula timus, pada sel timus juga terdapat resepor inti melatonin RORα untuk
meningkatkan proliferasi sel timus dan mencegah atrofi involusi timus (Lynch dkk,
2009).
Pada kerusakan sel akibat ROS melatonin menurunkan kerusakan DNA dan
dkk., 2013). Melatonin mampu menghalangi proses caspase-9 dan caspase-3 yang
Kadar melatonin yang rendah ditemukan pada orang dengan infeksi HIV. Pada
rendah, sel Th1 yang rendah serta IL-12 yang rendah. Pada studi in vivo, pemberian
lvi
BAB III
Sistem imun yang adekuat berfungsi dalam mempertahankan tubuh dari infeksi,
penyakit autoimun serta kanker. Limfosit dan leukosit berperan penting dalam
mengatur sistem kekebalan manusia. Secara eksternal, sistem imun ini dipengaruhi
oleh makanan dan stres. Sedangkan faktor internal dipengaruhi oleh genetik,
hormonal, metabolisme tubuh daya tahan tubuh serta usia. Adanya penurunan sistem
oleh usia.
Pada sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik, limfosit dan leukosit
memiliki peranan yang penting dalam menentukan status imunitas seseorang. Baik
kuantitas maupun kualitas limfosit dan leukosit harus berada dalam keadaan
Kortikosteroid paling banyak digunakan sebagai obat anti inflamasi. Salah satu
efek samping pada terapi dosis tinggi atau penggunaan jangka panjang kortikosteroid
adalah imunosupresi. Kortikosteroid paling banyak digunakan sebagai obat alergi dan
lvii
39
fagositosis makrofag dan pelepsan sitokin oleh makrofag serta menginhibisi
proliferasi limfosit T dan limfosit B melalui penghambatan IL-1 dan IL-2. Dosis kecil
jangka panjang maupun dosis tinggi yang digunakan jangka pendek dapat
adalah metilprednisolon.
Melatonin merupakan salah satu hormon yang menurun pada proses penuaan.
kemampuan secara efektif untuk melawan infeksi, mencegah penyakit autoimun serta
proses penuaan diyakini memiliki peran dalam gangguan sistem imun. Melatonin,
adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal dan berperan dalam siklus
sirkadian dan berfungsi untuk melindungi sistem imun. Reseptor melatonin terdapat
pada berbagai organ tubuh, diantaranya pada limfosit dan leukosit sehingga berperan
pada sistem imun manusia dengan cara meningkatkan ekpresi gen yang
lviii
3.2 Konsep Penelitian
Penuaan
Genetik
Hormonal Makanan
Metabolisme Tubuh Stres
Daya Tahan Tubuh
Jumlah limfosit
Jumlah leukosit
3.3.1 Pemberian melatonin menghambat penurunan jumlah limfosit pada tikus putih
3.3.2 Pemberian melatonin menghambat penurunan jumlah leukosit pada tikus putih
lix
BAB IV
METODE PENELITIAN
randomized post test only control group design (Federer, 2008). Sampel diambil
secara random sesuai kriteria inklusi penelitian. Sampel yang ada, dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
Kelompok tikus wistar jantan yang diberikan plasebo berupa aquadest dan
metilprednisolon.
P0
O1
P S R
P1
O2
lx
42
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
P0 = Perlakuan pada Kelompok Kontrol yang diberikan aquadest 1cc perhari dan
hari.
lxi
4.2.2 Waktu Penelitian
metilprednisolon,
1. Kriteria Inklusi:
Umur 12 minggu
lxii
Berat badan tikus 150-170 gram
test only control group design (Federer, 2008), dimana sampel dibagi
Keterangan:
t = jumlah kelompok = 2
n = jumlah sampel
(n-1) (2-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15
n ≥ 16
lxiii
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah sampel minimal
yang diperlukan adalah 16 ekor tikus per kelompok (16 x 2 =32 ekor).
ekor tikus.
kelompok perlakuan.
lxiv
Variabel Bebas Variabel Tergantung
Melatonin Jumlah limfosit
Jumlah leukosit
Variabel Terkendali
Varian tikus
Jenis kelamin
Umur
Berat badan tikus
Pencahayaan
Suhu
Kelembaban kandang
Diet standar
Metilprednisolon
melatonin murni dari Sigma Aldrich yang di impor oleh PT. Laborindo
kadar TLC ≥98%. Dosis melatonin yang digunakan pada penelitian ini
adalah 0,054 mg per 200 gram tikus, diberikan secara oral dengan
pukul 18:00-19:00.
lxv
2. Plasebo adalah substansi atau preparat yang bukan merupakan zat aktif
penelitian ini adalah aquadest yang diberikan per oral menggunakan sonde
3. Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu jenis sel yang
basophil, limfosit dan monosit. Jumlah leukosit darah tikus normal adalah
4. Limfosit adalah salah satu jenis dari leukosit yang tidak bergranuler yang
limfosit normal pada tikus adalah 65-85% dari total leukosit. Darah perifer
5. Diet Standar adalah pakan hewan coba yakni pakan dengan merek
minimal 3%, serat kasar maksimal 8%, abu maksimal 7%, kalsium
lxvi
minimal 0,90%, fosfor minimal 0,60%) dan diberikan secara teratur dan
ad libitum sebanyak 20 gram per hari dan pemberian minum juga secara
ad libitum.
5. Tikus yang dipakai dalam penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus)
6. Berat badan tikus adalah kekuatan tubuh tikus secara vertikal yang
timbangan sebagai salah satu syarat homogenitas sampel. Berat badan tikus
7. Umur tikus ditentukan dengan melihat tanggal kelahiran yang telah dicatat
pada kandang binatang percobaan. Umur tikus putih galur wistar yang
Dosis pada tikus pada penelitian ini adalah 0,018 x 8 mg = 0,144 mg.
Diberikan per oral melalui sonde setiap hari, 3 kali sehari pada pukul 8:00
Sediaan melatonin oral dengan dosis 3 mg digunakan secara umum pada orang
dapat menghambat penurunan limfosit dan leukosit (Manus, 2016). Konversi 200
lxvii
gram berat badan tikus untuk berat badan orang dewasa adalah 70 kg maka dosis
tikus akan diletakkan pada kandang dengan mendapat 12 jam paparan cahaya dan 12
dimatikan untuk menghentikan paparan cahaya selama 12 jam sehingga tikus akan
berada dalam situasi gelap gulita untuk meningkatkan kerja hormon melatonin. Pada
matahari.
Metilprednisolon oral dapat diberikan pada dosis 4-48 mg per hari sebagai
pengobatan alergi kronik. Dapat diberikan dalam dosis tunggal atau terbagi. Menurut
mg dikonversikan dengan berat badan orang dewasa adalah 70 kg maka dosis pada
tikus adalah 0,144 mg/200 gram berat badan tikus. Pemberian metilprednisolon
adalah setiap hari selama 14 hari, 3 kali sehari per oral dengan waktu pemberian pada
lxviii
4.5 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan Penelitian
1. Melatonin
3. Aquadest
6. Metilprednisolon tablet
8. Kapas
9. Masker
Alat penelitian
2. Sonde lambung
3. Pipet kapiler
4. Spuit 1 cc
5. Tabung EDTA
lxix
4.6 Prosedur Penelitian
a. Kandang tikus jantan (galur wistar) harus cukup kuat tidak mudah
hewan tidak mudah lepas, harus tahan gigitan dan hewan tampak
jelas dari luar. Alas tempat tidur digunakan sekam padi karena
c. Untuk tikus jantan (galur wistar), luas lantai tiap ekor tikus jantan
libitum.
sayang.
lxx
4.6.2 Pelaksanaan Pemeriksaan
a) Kelompok Kontrol
b) Kelompok Perlakuan
lxxi
pagi, 12:00 siang, 16:00 sore. Pada hari ke 14 diambil darah
perlahan.
lxxii
i. Setelah semua tikus selesai diambil sampel, disumbangakan ke
Universitas Udayana.
lxxiii
4.6.4 Alur Penelitian
berikut:
Tikus jantan sehat usia 12 minggu, BB= 150-170 gram
Adaptasi 7 hari
Post test
Dilakukan pengambilan darah,
diperiksa jumlah limfosit dan leukosit di laboratorium
lxxiv
4.7 Analisis Data
1. Analisis deskriptif.
yamg dimiliki.
2. Uji normalitas.
3. Uji homogenitas.
p>0,05.
4. Uji komparasi.
lxxv
BAB V
HASIL PENELITIAN
test only control group design yang menggunakan 32 ekor tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan, galur wistar, sehat, umur 12 minggu, dengan berat badan tikus
kontrol (kelompok tikus yang diberikan larutan aquadest 1 cc, metilprednisolon 0,144
mg/200g 3 kali sehari) dan kelompok perlakuan (kelompok tikus yang diberikan
deskriptif, uji normalitas data, uji homogenitas data dan uji komparabilitas.
jumlah limfosit dan leukosit dilakukan. Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat
58
lxxvi
Tabel 5.1
Analisis Deskriptif Hasil Penelitian
Jumlah Leukosit
Jumlah Limfosit
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rerata jumlah leukosit kelompok kontrol adalah
6,70±1,96 x 103/µL darah dan rerata jumlah leukosit kelompok perlakuan dengan
melatonin adalah adalah 8,37±2,02 x 103/µL darah. Rerata jumlah limfosit pada
kelompok kontrol adalah 3,09±1,33 x 103/µL darah dan rerata jumlah limfosit
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05), yang disajikan pada Tabel
5.2.
lxxvii
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Hasil Penelitian
test. Hasil menunjukkan bahwa varian data hasil penelitian homogen (p>0,05), data
Tabel 5.3
Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Penelitian
lxxviii
5.4 Analisis Komparabilitas
selama 14 hari. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji T-Independence pada Tabel
5.4.1.
x103L darah dan kelompok Perlakuan adalah 8,37±2,02 x103/L darah. Analisis
kemaknaan dengan uji T-Independence menunjukkan bahwa nilai t= -2,359 dan nilai
p= 0,025. Hal ini berarti kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan selama 14 hari
Tabel 5.4.1
Rerata Jumlah Leukosit antar Kelompok
16 6,70 1,96
Kelompok K
-2,359 0,025
lxxix
(p<0,05)
9
8
7
6
Kontrol
5
Perlakuan
4
3
2
1
0
Kontrol Perlakuan
mg/200 g 3 kali sehari + aquades (K) dan pemberian metilprednisolon oral 0,144
mg/200 g 3 kali sehari + melatonin oral dosis 0,054 mg/200 g tikus/hari (P) selama 14
hari. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji T-Independence pada Tabel 5.4.2.
x103L darah dan kelompok Perlakuan adalah 4,95±1,58 x103L darah. Analisis
kemaknaan dengan uji T-Independence menunjukkan bahwa nilai t=-3,594 dan nilai
lxxx
p= 0,001. Hal ini berarti kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan selama 14 hari
Tabel 5.4.2
Rerata Jumlah Limfosit antar Kelompok
6
(p<0,01)
5
4
Kontrol
3 Perlakuan
0
Kontrol Perlakuan
lxxxi
BAB VI
PEMBAHASAN
jumlah limfosit dan leukosit pada darah tikus wistar, maka dilakukan penelitian pada
Sebagai hewan coba digunakan tikus wistar jantan sehat. Penelitian ini
menggunakan tikus karena sistem hematopoietik dan sistem imun tikus mirip dengan
manusia dan mudah dalam evaluasi. Pemilihan jenis kelamin jantan adalah untuk
mengontrol hitung jenis sel darah yang dapat yang dipengaruhi pendarahan,
kehamilan dan hormonal pada tikus betina dimana kedua hal ini bisa mempengaruhi
hasil penelitian.
Usia 12 minggu dipilih sebab memiliki persamaan dengan manusia dewasa muda
dan belum mengalami proses penuaan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Penelitian
(Manus, 2016).
lxxxii
64
6.2 Pengaruh Metilprednisolon Terjadap Jumlah Leukosit Dan Limfosit
sejumlah sitokin, kemokin, enzim inflamasi, peptida yang dapat menurunkan jumlah
kemotaksis dan perlekatan makrofag juga diinhibisi oleh kortikosteroid (Flaster dkk.,
2007).
(3) Reseptor glukokortikoid secara langsung berikatan dengan subunit p65 NF-кB
menghambat ekspresi MHC II. Fungsi IL-10 adalah dengan menghambat beberapa
jenis sitokin (IL-1, TNF, kemokin dan IL-12). Dampak akhir dari aktivitas IL-10
adalah hambatan sistem imun nonspesifik maupun spesifik yang diperantarai sel T
inhibitor terhadap cascade SMAD, dalam hal ini merupakan imunosupresan yang
lxxxiii
kuat dengan menekan proliferasi dan maturasi sel limfosit T, sel limfosit B serta
caspase-9 (Zen dkk., 2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Torres dkk
(2014) pada tikus, pemberian metilprednisolon dosis tinggi (50 mg/Kg) dengan
selama 30 hari dapat membuktikan terjadinya stres oksidatif namun, pada pemberian
15 hari metilprednisolon, belum dapat terjadi stres oksidatif. Dalam penelitian ini
mekanisme apoptosis, nekrosis atau dengan mekanisme yang lain (Schmidt dkk.,
2004).
sel T melalui penghambatan NF-кβ dan AP-1 serta menghambat aktivitas MAPK
kinase dan signal ERK. Aktivasi jalur ERK oleh IL-2 diperlukan untuk proliferasi sel
menginduksi proliferasi sel T terutama berperan pada fase G1 ke fase S dari siklus
sel. IL-2 juga berfungsi merangsang proliferasi limfosit B dan produksi antibodi,
serta aktivitas Sel NK. Akibat penghambatan terutama terhadap IL-1 dan IL-2
lxxxiv
6.3 Pengaruh Melatonin Terhadap Jumlah Leukosit dan Limfosit.
dan atau MT2 ini ditemukan pada sel-sel darah yang berperan dalam sistem imun
seperti pada limfosit, leukosit, dan monosit (Srinivasan dkk., 2005; Slominski dkk.,
2012). Melatonin dapat mencegah penurunan jumlah leukosit dan limfosit melalui
berbagai mekanisme kerja. Selain sebagai antioksidan yang sangat kuat, melatonin
mampu menetralisir radikal bebas dan menghambat terjadinya stres oksidatif (Espino
dkk., 2012; Tan dkk., 2007). Melalui reseptor melatonin yaitu MT1/MT2, melatonin
dapat meningkatkan dan menekan faktor transkripsi yang terlibat pada ekspresi gen
enzim antioksidan sehingga secara tidak langsung berperan dalam sistem imun
dengan cara meningkatkan kapasitas total antioksidan dan atau menurunkan ROS dan
aktivasi IL-2 oleh melatonin, maka akan meningkatkan ekspresi TNF-α dalam hal ini
yang berperan sebagai penginduksi molekul adhesi, sitokin, dan aktivasi neutrofil.
Melatonin mampu menstimulasi aktivitas sel APC, sel NK, sel CD4+ dan CD8+,
lxxxv
kemampuan fagositosis makrofag serta meningkatkan ekspresi MHC II dan
peningkatan produksi IL-1 dan TNF-α oleh makrofag. Pada monosit, melatonin juga
mampu memperkuat produksi IL-6 dan IL-12 pada keadaan suboptimal. IL-2 yang
dihasilkan oleh sel T, akan bekerja secara autokrin dan parakrin dan mengaktifkan
jalur JAK-STAT, jalur MAPK, aktivasi jalur ERK untuk selanjutnya mengaktivasi
inflamasi (Chiossone dkk, 2007). Sehingga aktivasi IL-2 oleh melatonin memiliki
peran penting sebagai immunostimulant (Carrillo-Vico dkk., 2013) dalam hal ini
sel T terutama berperan pada fase G1 ke fase S dari siklus sel. IL-2 juga berfungsi
(Kresno, 2013).
supresi pada sistem imun yang ditandai dengan penurunan jumlah leukosit dan
tepi untuk menghitung jumlah limfosit dan leukosit. Pemberian melatonin terbukti
dapat menghambat penurunan leukosit dan limfosit namun, penurunan ini lebih
terlihat pada hitung jumlah limfosit. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa
mekanisme utama melatonin pada peningkatan IL-2 yang terutama berperan dalam
proliferasi dan diferensiasi sel limfosit (Carrillo-Vico dkk., 2013). Sedangkan jumlah
leukosit selain dipengaruhi status imun juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
lxxxvi
seperti makanan, status gizi, penyakit dan faktor lingkungan contohnya suhu
6.4 Peran Melatonin Pada Sistem Imun dan Anti Aging Medicine
Sistem imun yang adekuat berfungsi dalam mempertahankan tubuh dari infeksi,
penyakit autoimun serta kanker. Limfosit dan leukosit berperan penting dalam
mengatur sistem kekebalan manusia. Secara eksternal, sistem imun ini dipengaruhi
oleh makanan dan stres. Sedangkan faktor internal dipengaruhi oleh genetik,
hormonal, metabolisme tubuh, daya tahan tubuh serta usia. Adanya penurunan sistem
penyakit.
jumlah sel-sel imun dalam hal ini adalah limfosit dan leukosit.
Sistem imun yang adekuat berfungsi dalam mempertahankan tubuh dari infeksi,
penyakit autoimun serta kanker. Limfosit dan leukosit berperan penting dalam
mengatur sistem kekebalan manusia. Secara eksternal, sistem imun ini dipengaruhi
oleh makanan dan stres. Sedangkan faktor internal dipengaruhi oleh genetik,
hormonal, metabolisme tubuh, daya tahan tubuh serta usia. Adanya penurunan sistem
penyakit.
lxxxvii
Seiring bertambahnya usia, terdapat hormon menurun kadar dan fungsinya.
Melatonin merupakan salah satu hormon yang menurun pada proses penuaan.
dapat mengganggu sistem imun. Dengan pemberian terapi sulih hormon melatonin
dengan dosis yang tepat diharapkan mampu menjaga kadar optimal melatonin pada
level fisiologis tubuh terutama dalam menjaga homeostasis sistem imun sehingga
melatonin 10 mg semakin menurunkan jumlah limfosit dan leukosit pada tikus jantan
sebagai melalui reseptor MT2 dan reseptor inti RZR/ROR yang dapat juga
menghambat proliferasi sel dan serta kemampuan meningkatkan apoptosis sel (Pandi-
lxxxviii
BAB VII
7.1 SIMPULAN
pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang diberi
metilprednisolon.
leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang diberi
metilprednisolon.
7.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih lama
untuk melihat efek samping yang timbul dari pemberian melatonin bersamaan
dengan metilprednisolon.
2. Penelitian ini hanya mengukur kuantitas atau jumlah leukosit dan limfosit.
71
lxxxix
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada manusia dalam bentuk uji klinik
xc
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hussain, S. M. 2006. The Pinealocytes of The Hman Pineal Gland:: A Light and
Electron Microscopic Study. Folia Morphology. 65 (3): 181 – 7.
Buscemi, N., Vandermeer, B., Pandya, R., Hooton, N., Tjosvold, L., Hartling, L.,
Baker, G., Vohra, S., and Klassen, T. 2004. Melatonin for Treatment Sleep
Disorders : Summary of Evidence Report/Technology Assessment. Agency
for Healthcare Research and Quality. Number 108.
Carrillo-Vico, A., Garcia-Maurino, S., Calvo, J., Guerrero, J.M., 2003. Melatonin
Counteracts The Inhibitory Effect Of PGE2 On IL-2 Production In Human
Lymphocytes Via Its MT1 Membrane Receptor. Federation of American
Societies for Experimental Biology. 17 : 6 755-757.
773
xci
Davis, T. E., Kis-Toth, K., Szanto, A., Tsukos, G. C. 2013. Glucocrticoid Suppress T
Cell Fungtion by upregulating microRNA 98. Arthritis and Rheumatism. 65
(7):1882-1890.
Federer, W. 2008. Statistic and Scociety, Data Collection and Interpretation. Edisi 2.
New York: Marcel Dekker.
Flaster, H., Bernhagen,J., Calandra, T., Bucala, R. 2007. The Macrophage Migration
Inhibitory Factor-Glucocorticoid Dyad: Regulation of Inflammation and
Immunity. Molecular Endocrinology. [cited 2015 Oktober. 25] Available
from: http://press.endocrine.org/doi/abs/10.1210/me.2007-0065.
Goldmann, R., Klatz, R., 2005. Anti-Aging Desk Reference 2005 : Hormones and
Pharmacological Agents. Anti-Aging Therapeutics.VII : 308 – 311.
xcii
Lynch, H. E., Golberg, G.L., Chidgey, A., Van-den-Brink, M. R. M., Boyd, R.,
Sempowski. G. D. 2009. Thymic involution and reconstitution. Trends In
Immunology. 30(7): 366-373.
Moreira, L. M., Behling, B., Rodrigues, R., Costa, J., Souza-Soares., L.,A. Spirulina
as a Protein Source in The Nutritional Recovery Of Wistar Rats.
International Journal of Brazilian Archives Of Biology And Technology.
56(3):447-456.
Ozturk, G., Coskun, S., Erbas, D., Hasanoglu, E. 2000. The Effect of Melatonin on
Liver Superoxide Dismutase, Serum Nitrate, and Thyroid Hormone Level.
The Japanese Joural of Physiology. 50(1): 149 – 53.
Pangkahila, W. 2011. Anti Aging: Tetap Muda dan Sehat. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Pocock, S. 2008. Clinical Trial: A Practical Approach. Chichester: John Walley &
Son. Pg: 127-128.
xciii
Salucci, S., Burattini, S., Battistelli, M., Baldassarri, V., Curzi, D., Valmori, A.,
Falcieri, E. 2013. Melatonin Prevents Chemical-Induced Haemopoietic Cell
Death International Journal of Molecular Sciences. 15: 6625-6640.
Schmidt, S., Rainer, J., Ploner, C., Presul, E., Rimi, S., Kofler R. 2004.
Glucocorticoid-induce apoptosis and glucocorticoid resistance: molecular
mechanisms and clinical relevance. Cell Death and Differenciation. Nature
Publishing Group. 11, S45-S55.
Sharnam, E. H., Bondy, S., Sharman, K.G., Lahiri, D., Cotman, C.W., Perreau,
V.M.2007. Effect of Melatonin and Age on gene expression in mouse CNS
using Microarray Analysis. Neurochemistry International. 50(2): 336-344.
Sinha, A., Bagga, A. 2008. Pulse Steroid Therapy. Indian Journal of Pediatric. New
Delhi. 75:1057-1066.
Solana, R., Pawelec, G., Tarazona, R. 2006. Aging and Innate Immunity.Immunity.
24, 491–494.
Song, J., Kang, S. M., Lee, K. M., Lee, J.E. 2015. The Protective Effect of Melatonin
on Neural Stem Cell against LPS-Induced Inflamation. Hindawi Publishing
Corporation Bio Med Research Internationa. [cite 2015 Oktober. 20]
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC4331478/
Srinivasan, V., Maestroni, G., Cardinali, D., Esquifino, A., Perumal, S.R., Miller, S.
C. 2005. Melatonin, Immune Function And Aging. [cited 2015 September.
12] Available from: http://www.immunityageing.com/ content/2/1/17
Sukumaran, S., Lepist, E., Dubois, D., Almon, R. R., Jusko, W.J. 2012.
Pharmacokinetic/vpharmacodynamics Modeling of Methylprednisolon
Effect on iNOS mRNA Ekspression and NO during LPS-induced
Inflamation in Rats. Pharmaceutical Research. 29 (8);2060-2069.
xciv
Szczepanik, M. 2007. Melatonin And Its Influence On Immune System. [Cited 2015
November. 18] Available From:Http://Jpp.Krakow.Pl/Journal/Archive/
12_07_S6/Articles/09_Article.Html
Tan, D. X., Manchester L. C., Terron M. P., Flores L.J., Reiter R. J. 2007. One
molecule, many derivatives: a never-ending interaction of melatonin with
reactive oxygen and reactive-nitrogen species?. Journal of Pineal Research.
2007b;42:28–42.
Torres, R., da Silva Torres, L., Laste, G., Beatriz, M., Ferreira, C., Cardoso, P.,
Belló-Klein. A. 2014. Effects of acute and chronic administration of
methylprednisolone on oxidative stress in rat lungs. Jornal Brasileiro de
Pneumologia .40.
Winarsi, H. 2010. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Cetakan ke-4. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. hal : 12-
15,19,29-36,86-106.
Yonei, Y., Hattori, A., Tsutsui, K., Okawa, M., Ishizuka, B. 2010. Effect of
Melatonin: Basics Studies and Clinical Applications. Anti-Aging Medicine.
7(7) : 85-91.
Zen, M., Canova, M., Campana, C., Bettio, S., Nalotto, L., Rampudda, M.,
Ramonda, R., Iaccarino, L., Dori, A. 2011. The Kaleidoscope Of
Glucorticoid Effects On Immune System. Autoimmunity Reviews.
Ireland:Elsevier. 5: 305–310.
Zhang, Y., Cook, A., Kim, J., Baranov, S.V., Jiang, J., Smith, K., Cormier, K.,
Bennett, E., Friedlander, R.M. 2013. Melatonin Inhibits The Caspase-
1/Cytochrome C/Caspase-3 Cell Death Pathway, Inhibits MT1 Receptor
Loss And Delays Disease Progression In A Mouse Model Of Amyotrophic
Lateral Sclerosis. Neurobiology of Disease. 55:26-35.
xcv
Lampiran 1. Ethical Clearance
xcvi
Lampiran 2. Hasil Penelitian Pendahuluan
4 mg 4mg
pre 1 2 pre 1 2
Leukosit 8.6 7.97 7.81 11.8 11.13 10.28
Limfosit 7.3 4.45 5.29 7.59 5.17 4.32
% limfosit 85 55.8 67.7 64.5 46.5 42
8mg 8mg
pre 1 2 pre 1 2
Leukosit 7.8 11.5 4.57 8.62 11.17 7.76
Limfosit 5.9 5.35 2.97 5.93 5.88 3.46
%
limfosit 77 46.7 65 68.8 52.6 44.6
16 mg 16 mg
pre 1 2 pre 1 2
Leukosit 15 6.38 8.9 7.2 6.81 6.24
Limfosit 7.9 4.38 4.74 5.54 3.57 3.09
% limfosit 53 68.7 53.3 76.9 52.4 42.5
Keterangan:
xcvii
Penentuan Dosis Melatonin
Metilprednisolon 8mg+Plasebo
Jenis pemeriksaan
2aPre 2aPost 2bPre 2bPost 2cPre 2cPost
Tota
Leukosit(x103) 7.76 4.57 8.62 7.76 7.15 18.2
Limfosit(x103) 5.94 2.97 5.93 3.46 4.75 6.24
% limfosit 76.55% 65% 68.80% 44.60% 66.40% 19.20%
Metilprednisolon 8 mg+melatonin 3 mg
Jenis Pemeriksaan
1A0 1AP 2A0 2AP 3AO 3AP
Total Leukosit
(x103) 11.16 7.26 11.13 10.2 7.46 6.32
Limfosit (x103) 7.66 4.74 7.89 8.08 5.65 3.41
% limfosit 68.80% 65.30% 70.9 76.60% 75.70% 54.00%
xcviii
Perbandinan Jumlah Leukosit dan Limfosit Pada Pemberian Dosis Melatonin Oral 3
Mg Dan Melatonin 10 Mg
Keterangan:
MP = Metilprednisolon
Mel = Melatonin
xcix
Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Jumlah Leukosit dan Limfosit
c
Lampiran 4. Analisis Deskriptif
Report
Total Leukosit
Kelompok Perlakuan (x10^3) Limfosit (x10^3)
N 16 16
N 16 16
N 32 32
ci
Test of Homogeneity of Variance
Tests of Normality
a
Kelompok Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
cii
Test of Homogeneity of Variance
ciii
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Equal
variances not -2.359 29.980 .025 -1.66063 .70396 -3.09835 -.22290
assumed
Equal
variances not -3.594 29.196 .001 -1.85625 .51643 -2.91217 -.80033
assumed
civ
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Obat Anestesi
Melatonin murni dari Sigma Adrich
cv