Anda di halaman 1dari 130

TESIS

HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D SERUM


DAN DERAJAT KEPARAHAN PNEUMONIA PADA
PASIEN COVID-19

NI MADE NOVA ANDARI KLUNIARI

PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023
TESIS

HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D SERUM


DAN DERAJAT KEPARAHAN PNEUMONIA PADA
PASIEN COVID-19

NI MADE NOVA ANDARI KLUNIARI

NIM 1771041003

PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023
HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D SERUM
DAN DERAJAT KEPARAHAN PNEUMONIA PADA
PASIEN COVID-19
Tesis sebagai syarat untuk Memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam pada
Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana

NI MADE NOVA ANDARI KLUNIARI

NIM 1771041003

PROGRAM STUDI SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023

iv
v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Ni Made Nova Andari Kluniari

NIM : 1771041003

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Judul : HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D


SERUM DAN DERAJAT KEPARAHAN
PNEUMONIA PADA PASIEN COVID-19

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam Tesis ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan

Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.

Denpasar, 20 Februari 2023


Yang membuat pernyataan,

(dr. Ni Made Nova Andari Kluniari)


vi

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL,……………………

Pembimbing I,

Prof. Dr. dr. Ketut Suega, SpPD, K-HOM

NIP. 195704061983121001

Pembimbing II,

dr. I Gede Ketut Sanjinadiyasa SpPD, K-P

NIP. 196805161999031001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi Dekan

Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Universitas Udayana


Udayana

Dr.dr. Yenny Kandarini, SpPD,K-GH Dr.dr. Komang Januartha Putra Pinatih, M.Kes
NIP.196901061999032004 NIP. 196701221996011001
vii

Lembar Penetapan Tim Penguji Tesis

Tesis ini telah diuji pada

Tanggal …………………

Tim Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Ketua : Prof. Dr. dr. Ketut Suega, SpPD, K-HOM

Anggota :

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.
viii

9.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama- tama penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang

Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha-

Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat untuk menyelesaikan

pendidikan di Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-1) Program Studi

Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada

Prof. Dr. dr. Ketut Suega, SpPD, K-HOM selaku pembimbing sekaligus

kordinator penelitian dan dr. I Gede Ketut Sanjinadiyasa SpPD, K-P selaku

pembimbing kedua, karena dengan penuh perhatian sudah menyediakan waktu

untuk memberikan saran, bimbingan, dorongan serta semangat kepada penulis

dalam penyelesaian tesis ini.

Ungkapan terimakasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas

Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng atas kesempatan yang

diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan PPDS-1 di Universitas

Udayana. Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Dr. dr. Komang Januartha Putra

Pinatih, M.Kes yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan

PPDS-1 Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran


ix

Univesitas Udayana. Ungkapan terimakasih juga penulis berikan kepada Kepala

Departemen/KSM Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Prof.Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar Akademik, Dr. dr. Wira

Gotera SpPD, K-EMD atas kesempatan yang diberikan serta dorongan untuk

dapat segera menyelesaikan tesis ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan

terimakasih kepada Koordinator Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Prof.Dr.I.G.N.G Ngoerah

Denpasar, Dr. dr. Yenny Kandarini SpPD, K-GH atas dorongan dan kesempatan

yang diberikan.

Penulis mengungkapkan banyak terimakasih kepada seluruh penguji tesis

yang telah memberikan masukan, saran, dan perbaikan untuk kesempurnaan tesis

ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr.dr I Made Bagiada, SpPD-

K-P, serta dr. Puti Andrika, SpPD-K-P, SpPD-K-IC selaku staf Divisi Paru dan

Terapi Intensif Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/ RSUP Prof.Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar, atas segala

bimbingan, dorongan dan masukan yang diberikan dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga ingin mengungkapkan rasa terimakasih kepada seluruh Kepala Divisi

dan Staf Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/ RSUP Prof.Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar, atas segala bimbingan,

saran, masukan serta dorongan yang diberikan selama menjalani pendidikan.

Penulis ingin mengucapkan terimakasi kepada Ketua Komisi Etik

Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Prof.Dr.I.G.N.G

Ngoerah Denpasar, Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana SpPD, K-GH yang terlah
x

memberikan masukan tentang kelaikan etik penelitian. Penulis juga tidak lupa

mengucapkan terimakasih kepada rekan- rekan PPDS-1 Spesialis Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, seluruh rekan perawat ruang

baik rawat jalan maupun rawat inap serta petugas laboratorium patologi klinik

RSUP Prof.Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar atas seluruh dukungannya untuk

menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing

penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan

terima kasih kepada mendiang Ibu, Ayah, dan kakak yang telah mengasuh dan

membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana

demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada suami tercinta, serta anak

penulis, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis

kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaandan penyelesaian disertasi ini, serta kepada penulis sekeluarga.


xi

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D SERUM DAN DERAJAT


KEPARAHAN PNEUMONIA PADA PASIEN COVID-19

Corona Virus Desease (COVID-19) merupakan penyakit yang menyerang


saluran pernapasan. Spektrum gejala COVID-19 berhubungan dengan inflamasi. Derajat
beratnya pneumonia COVID-19 dapat diukur dnegan SCAP skor. Mengetahui derajat
beratnya pneumonia pada COVID-19 penting untuk penentuan perawatan selanjutnya.
Vitamin D juga diketahui memiliki efek antiinflamasi. Vitamin D dapat menurunkan
badai sitokin dengan menginduksi sistem imun innate. Penelitian ini bertujuan untuk
menilai hubungan antara kadar vitamin D serum dan derajat keparahan pneumonia pada
pasien COVID-19.
Studi cross sectional dilakukan terhadap 68 pasien COVID-19 RS
Prof.Dr.I.G.N.G Ngoerah Denpasar. Pada pasien dilakukan penilain SCAP score dan
pengukuran kadar Serum Vitamin D secara bersamaan. Analisis hubungan antara kedua
variabel tersebut dengan uji Spearman correlation.
Dari 68 Sampel didapatkan SCAP score ≥ 10 sebesar 88.2%, rerata usia 62 tahun,
rerata kadar Vitamin D pada pasien dengan SCAP score ≥ 10 adalah 16.2 ng/mL,
sedangkan rerata kadar Vitamin D pada pasien dengan SCAP score < 10 adalah 26.3
ng/mL, berbeda secara signifikan (p, 0.001). korelasi antara kadar Vitamin D serum
dengan derajat keparahan pneumonia pada pasien COVID-19 dengan uji Spearman
correlation. Didapatkan hasil koefisien korelasi – 0.476 dengan p < 0.001.
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kadar serum Vitamin
D dengan derajat beratnya pneumonia pada pasien COVID-19.

Kata Kunci: COVID-19, Vitamin D, Inflamasi


xii

ABSTRAC

CORELATION BETWEEN LEVEL OF VITAMIN D SERUM AND DISEASE


SEVERITY COVID-19

Corona Virus Desease (COVID-19) Was a respiratory disease. Severity of the


disease was related to inflammation process. SCAP scoring system can be used to asses
COVID-19 severity. Asses the severity of the disease is an important thing to determine
the management. Vitamin D is shown to have anti-inflammatory effect. Vitamin D can
downregulate cytokines storm and also induce innate immune activity. Here we want to
know about the correlation between level of vitamin D and disease severity of COVID-
19.
Cross sectional study was observed 68 patient COVID-19 in Prof.Dr.I.G.N.G
Ngoerah Denpasar hospital. They were asses with SCAP scoring system dan measured
their vitamin D level at the same time. The correlation between two variable was
analyze by Spearman correlation.
Among those 68 Sample, 88.2% with SCAP score ≥ 10. The mean age of the
patient was 62year old. The mean of Vitamin D level in group SCAP score ≥ 10 was 16.2
ng/mL, and significantly lower than those in SCAP score < 10. There is correlation
between level of vitamin D and severity of COVID-19, the coefficient correlation was –
0.476 with p < 0.00.
The conclusion of this study was there is correlation between level of vitamin D
and severity of COVID-19.

Key Word: COVID-19, Vitamin D, Inflammation.


xiii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT............................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iv
LEMBAR PENETAPAN TIM PENGUJI TESIS....................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH......................................................................... vi
ABSTRAK................................................................................................... ix
ABSTRACT................................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.............................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xxi

BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
6
1.3 Tujuan Penelitian
6
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
6
1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian
6
1.4 Manfaat Penelitian
7
xiv

1.4.1 Manfaat Akademis


7
1.4.2 Manfaat Praktis
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
8
2.1 COVID-19
8
2.1.1 Definisi COVID-19
8
2.1.2 Epidemiologi COVID-19
8
2.1.3 Etiologi COVID-19
9
2.1.4 Transmisi COVID-19
11
2.1.5 Replikasi SARS-CoV-2 pada Sel Inang
11
2.1.6 Imunopatogenesis COVID-19
12
2.1.7 Badai Sitokin dan Kerusakan Paru pada Pasien COVID-19
14
2.1.8 Perbedaan Gambaran Imunologi Kasus COVID-19 Ringan
16
2.1.9 Faktor Risiko COVID-19
16
2.1.10 Manifestasi Klinis COVID-19
20
2.1.11 Pemeriksaan Laboratorium COVID-19
20
2.1.12 Diagnosis COVID-19
21
2.1.13 Derajat Keparahan Pneumonia pada Covid-19
23
xv

2.2 Vitamin D
25
2.2.1 Bentuk dan Metabolisme Vitamin D
25
2.2.2 Defisiensi Vitamin D
28
2.2.3 Faktor-faktor yang Berperan Terhadap Kadar Vitamin D Serum
30
2.2.4 Vitamin D pada Regulasi Sel Imun
31
2.2.4.1Peran vitamin D pada sistem imunitas innate
31
2.2.4.2 Peran vitamin D dalam imunitas adaptif
33
2.2.5 Peran vitamin D pada infeksi virus
33
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
37
3.1 Kerangka Pikir
37
3.2 Konsep
39
3.3 Hipotesis Penelitian
40
BAB IV METODE PENELITIAN
41
4.1 Rancangan Penelitian
41
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
41
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
41
4.4 Penentuan Sumber Data
42
xvi

4.4.1 Populasi Penelitian


42
4.4.2 Kriteria inklusi
42
4.4.3 Kriteria eksklusi
42
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel
42
4.4.5 Besar Sampel
43
4.5 Variabel Penelitian
43
4.5.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel penelitian
43
4.5.2 Hubungan Antar Variabel
44
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
44
4.6 Bahan Penelitian
47
4.7 Prosedur Penelitian
48
4.8 Alur Penelitian
49
4.9 Analisis Penelitian
50
BAB V HASIL PENELITIAN
52
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

52
5.2 Hubungan antara Kadar Vitamin D Serum dengan Derajat Beratnya
Pneumonia COVID-19

54
xvii

5.3 Analisis Multivariat dari Derajat Beratnya Pneumonia Pasien COVID-


19 (SCAP) Skor dengan Variabel Perancu

55
BAB VI PEMBAHASAN

56
6.1 Karakteristik Pasien COVID-19..............................................................
6.2 Hubungan Antara Kadar Vitamin D Serum Dengan Derajat Beratnya
Pneumonia pada Pasien COVID-19 (Skor SCAP)..................................
6.3 Pengaruh Berbagai Variabel Perancu Terhadap Derajat Keparahan
Pneumonia Pasien COVID-19 (Skor SCAP)
.
60

6.4 Keterbatasan Penelitian

62

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

63
7.1 Simpulan

63
7.2 Saran

63

DAFTAR PUSTAKA

64
LAMPIRAN- LAMPIRAN

72
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Skor SCAP


.......................................................................................................
.......................................................................................................
25

Tabel 5.1 Karakteristik Penelitian ………………………………………


.......................................................................................................
.......................................................................................................
53

Tabel 5.2 Komorbid COVID-19


.....................................................................................................
.....................................................................................................
54

Tabel 5.3 Analisis Multivariat dari Derajat Beratnya Pneumonia Pasien


COVID-19 (SCAP) Skor dengan Variabel Perancu
.......................................................................................................
.......................................................................................................
55

xviii
xix

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Struktur virus corona


...................................................................................................
...................................................................................................
10

Gambar 2.2 Imunopatogenesis Covid-19


...................................................................................................
...................................................................................................
13

Gambar 2.3 Badai Sitokin pada Pasien Covid-19


...................................................................................................
...................................................................................................
16

Gambar 2.4 Sumber vitamin D


...................................................................................................
xx

...................................................................................................
26

Gambar 2.5 Metabolisme vitamin D


...................................................................................................
...................................................................................................
28

Gambar 2.6 Efek 1,25(OH)2D3 pada sel imun


...................................................................................................
...................................................................................................
32

Gambar 2.7 Vitamin D Melawan Infeksi Virus


...................................................................................................
...................................................................................................
35

Gambar 3.1 Kerangka berpikir


...................................................................................................
...................................................................................................
38

Gambar 3.2 Konsep penelitian


...................................................................................................
...................................................................................................
39

Gambar 4.1 Hubungan antar variabel


...................................................................................................
...................................................................................................
44
xxi

Gambar 4.2 Alur penelitian


...................................................................................................
...................................................................................................
49

Gambar 5.1 Korelasi antara kadar vitamin D serum dengan derajat


keparahan pneumonia COVID-19 (SCAP)
...................................................................................................
...................................................................................................
54

DAFTAR SINGKATAN

25(OH)D : 25-hydroxyvitamin D

ACE2 : Angiotensin Converting Enzyme

APC : Antigen Presentation Cell

ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome

CFR : Case fatality rate

CKD : Chronic kidney disease

CLD : Chronic Liver Diseas


xxii

COVID-19 : Coronavirus disease 2019

CRP : C-Reactive Protein

DBP : Vitamin D binding protein

DM : Diabete Melitus

HT : Hipertensi

ICU : Intensive Care Unit

IK : Interval Kepercayaan

IL : Interleukin

ISPA : Infeksi saluran pernapasan akut

MERS-CoV : Coronavirus Middle East Respiratory Syndrom

MHC : Major Histocompatibility Complex

NAAT : Nucleic Acid Amplification Test

NK : Natural killer

NLR : Neutrophil-Lymphocyte Ratio

OTG : Orang tanpa gejala

PGK : Penyakit Ginjal Kronis

PLT : Platelet

PR : Prevalen rasio

PSI : Pneumonia Severity Index

R0 : Reproductive number

ROS : Reactive oxygen species

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat


xxiii

RT-PCR : Reverse-transcriptase Polymerase chain reaction

RXR : Retinoic acid X receptor

SARS-CoV : Coronavirus Severe Acute Respiratory Syndrome

SARS-CoV-2 : Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2

SC : Serum creatinine

SCAP : Severe Community Acquired Pneumonia

SGOT :  Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT :  Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

TNF : Tumor Necrosis Factor

UVB : Ultraviolet B

VDR : Vitamin D receptor

VDREs : Vitamin D response element

WBC : White blood cell

WHO : World Health Organitation

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik

78

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RSUP Prof.I.G.N.G Ngoerah

Denpasar

79
xxiv

Lampiran 3. Formulir Persetujuan setelah penjelasan (inform consent)


............................................................................................................
............................................................................................................
80

Lampiran 4. Formulir persetujuan tertulis setelah penjelasan

85

Lampiran 5. Formulir Penelitian

87

Lampiran 6. Skor SCAP

90

Lampiran 7. Hasil Analisis Penelitian

91
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Corona Virus Desease (COVID-19) merupakan penyakit akibat infeksi

severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus corona

baru ini pertama kali ditemukan di Wuhan, provinsi Hubei, Cina pada Desember

2019 (WHO, 2021). Pada Maret 2020, menurut catatan World Health

Organitation (WHO) angka kasus COVID-19 telah mencapai 118.000 dan

mengenai 114 negara di dunia, dengan angka kematian 4291 orang. Pada bulan

Maret 2020 WHO menyatakan COVID-19 sebagai pandemi. Hingga bulan Mei

2021, sedikitnya 90.000 orang telah meninggal akibat COVID-19 (WHO, 2021).

Peningkatan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cepat dan menyebar ke

berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 1 November 2020,

WHO melaporkan 46.591.622 kasus konfirmasi dengan 1.201.200 kematian di

seluruh dunia (Case Fatality Rate/CFR 2,58%). Kasus COVID-19 pertama di

Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah

kasus pertama di Cina. Kasus pertama di Indonesia pada bulan Maret 2020

sebanyak 2 kasus dan setelahnya pada tanggal 6 Maret ditemukan kembali 2

kasus. Kasus COVID-19 hingga kini terus bertambah. Saat awal penambahan

kasus sebanyak ratusan dan hingga kini penambahan kasus menjadi ribuan. Pada

tanggal 31 Desember 2020 kasus terkonfirmasi 743.196 kasus (PDPI, dkk).

Angka CFR di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan CFR COVID-19

1
2

di dunia dan merupakan angka yang tertinggi di Asia Tenggara. Untuk Provinsi

Bali sendiri, data jumlah kasus per tanggal Mei 2021 adalah 47.124 kasus dan 94

kasus meninggal 1.495 dengan angka CFR di Provinsi ini sebesar 3,17%

(Kemenkes, 2021).

Proses patologis yang terjadi pada COVID-19 meliputi spektrum

manefestasi klinis yang luas, mulai dari asimtomatis, gejala ringan (gejala flu),

gejala sedang dan gejala berat. Penderita COVID-19 sering memerlukan

perawatan di ruangan intensif dengan menggunakan alat bantu pernapasan (WHO,

2021). Pada beberapa laporan penelitian sebelumnya, pada penderita COVID-19

didapatkan kadar leukosit yang normal atau menurun dan limfositopenia serta

terdapat peningkatan sitokin pyrogen sistemik seperti Interleukin (IL)-6, IL-10

serta Tumor Necrosis Factor (TNF)-α. Beberapa penelitian melaporkan pada

kondisi kritis, penderita COVID-19 didapatkan peningkatan neutrofil dan D-

dimer, begitu pula dengan urea nitrogen dan kreatinin pada plasma darah.

Penelitian lain juga melaporkan peningkatan IL-2, IL-7, IL-10, granulocyte

colony stimulating factor, 10κD, interferon (IFN)-γ-induced-protein-10, monocyte

chemottractant protein-1, dan machrophage inflammatory protein 1-α (Murdaca,

2020).

SARS-CoV-2 merupakan patogen baru bagi manusia, respon imun adaptif

yang dapat menetralisir antigen baru diharapkan dapat berkembang dalam 2

hingga 3 minggu setelah kontak dengan virus, sedangkan kronologi penyakit ini

berkembang dengan cepat. Seseorang yang mampu mengontrol infeksi dapat

mengakibatkan infeksi yang asimtomatis atau bermanifestasi sebagai penyakit


3

yang ringan. Hal ini menunjukkan bahwa respon infeksi terhadap SARS-CoV-2

berkaitan erat dengan respon imun innate, di mana aktivasinya tidak tergantung

pada pengenalan oleh antibodi dan atau sel T. Manefestasi infeksi yang berat

mungkin berkaitan dengan kegagalan mekanisme pertahanan diri non-spesifik dan

atau perkembangan respon imun didapat yang berlipat ganda dan menjadi patogen

terhadap penjamu. Hal ini sering terjadi pada kondisi adanya komorbid yang

relevan (Boechat dkk., 2021).

Gambaran klinis umum pneumonia COVID-19 pada orang dewasa termasuk

demam, batuk kering, sakit tenggorokan, sakit kepala, kelelahan, mialgia, dan

sesak napas. Manifestasi penyakit pada pasien yang terinfeksi berkisar dari

pneumonia ringan (81%) sampai pneumonia sedang (hipoksia membutuhkan

rawat inap, 14%), dan penyakit kritis (menyebabkan ventilasi mekanis invasif,

disfungsi multiorgan dan kemungkinan kematian, 5%) (Kordzadeh-Kermani,

2020). Pada penelitian cohort yang dilakukan oleh Wu dan kawan-kawan

didapatkan bahwa dari 201 pasien COVID-19, 84 pasien (41,8%) berkembang

menjadi ARDS, dan dari 84 pasien tersebut, 44 orang (52,4%) meninggal (Wu,

dkk., 2020).

Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi ialah melalui cuci

tangan secara teratur menggunakan sabun dan air bersih, menerapkan etika batuk

dan bersin, menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar,

serta menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala

penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin.


4

Sebagai salah satu langkah pencegahan COVID-19 yang terkait di bidang

gizi yaitu konsumsi vitamin dan mineral yang cukup. Beberapa mineral dan

vitamin memiliki antioksidan, imunomodulator dan peran antimikroba yang dapat

membantu respon imun melawan virus SARS-CoV-2 mengingat tidak adanya

standar apa pun pengobatan untuk novel coronavirus (Wang dkk., 2019).

Fungsi vitamin D yang utama adalah mengatur absorpsi kalsium dan

mempertahankan kesehatan tulang. Vitamin D juga diketahui memiliki efek

antiinflamasi, vitamin D dapat menurunkan badai sitokin dengan menginduksi

system imun innate (Grant dkk., 2020). Dalam sebuah meta analisis uji klinis

acak terkontrol, didapatkan bahwa vitamin D profilaksis mengurangi risiko

perburukan infeksi saluran pernapasan (Bergman dkk., 2013).

Kekurangan vitamin D adalah masalah kesehatan masyarakat global utama

di semua kelompok usia. Vitamin D3 disintesis secara non-enzimatik dalam kulit

selama paparan radiasi ultraviolet B (UVB) di bawah sinar matahari. Vitamin D3

tidak aktif dan membutuhkan konversi enzimatik di hati dan ginjal untuk

membentuk bentuk aktif, yaitu 1,25-dihidroksivitamin D. Bentuk aktif vitamin D

adalah imunomodulator yang potent. Reseptor vitamin D terdapat pada banyak sel

sistem kekebalan tubuh, termasuk limfosit T, makrofag, dan sel dendritik.

Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa 1,25-dihidroksivitamin D3 memiliki

berbagai efek pada sistem kekebalan. Oleh karena itu, vitamin D dapat

meningkatkan imunitas dan mengurangi autoimunitas.

Vitamin D secara langsung berinteraksi dengan sel-sel yang

bertanggungjawab melawan infeksi (Griffin, 2003). Pada studi yang dilakukan


5

oleh Cristiano dkk (2020), menunjukkan bahwa vitamin D3 memiliki berbagai

efek yang bermanfaat, termasuk sistem tubuh manusia untuk melapisi glikoprotein

protein virus dan mengkonfirmasi perannya pada COVID-19. Pada Penelitian oleh

Elham dkk (2021) menunjukkan hasil yang signifikan di mana kadar vitamin D

dalam COVID-19 pasien lebih rendah daripada kelompok kontrol. Penelitian

Marik, dkk (2020) mengasumsikan bahwa status vitamin D dapat memengaruhi

risiko kematian akibat COVID-19. Sejalan dengan penelitian Marik, dkk.,

penelitian Radujkovic dkk (2020) menyatakan bahwa defisiensi vitamin D

berhubungan dengan peningkatan risiko kematian (Radujkovic, dkk.,2020). Ye,

dkk (2020) pada penelitiannya menyatakan kadar serum 25-Hidroksivitamin D

[25(OH)D)] pada pasien COVID-19 (55,6 nmol/L) secara statistik lebih rendah

dibandingkan dengan kontrol yang sehat (71,8 nmol/L) dan kadar 25-

Hidroksivitamin D serum pada kasus COVID-19 berat/kritis (38,2 nmol/L) secara

signifikan lebih rendah dibandingkan pada kasus ringan/sedang (56,6 nmol/L)

(Ye, dkk., 2020).

Tingkat kematian kasus spesifik COVID-19 negara-negara Eropa tertinggi

di Italia, Spanyol, dan Perancis terjadi pada pasien dengan defisiensi vitamin D

berat. Hal ini menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D sebagian dapat

menjelaskan variasi geografis dalam tingkat kematian kasus COVID-19 yang

dilaporkan dan menjelaskan bahwa suplementasi vitamin D dapat mengurangi

kematian akibat pandemi ini (Daneshkhah, 2020).

Defisiensi vitamin D sering terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa kadar vitamin D kurang dari 50


6

nmol/L sebagai defisiensi vitamin D, dengan nilai ambang batas tersebut,

prevalensi defisiensi vitamin D sekitar 70% lebih tinggi di Asia Selatan dan

bervariasi antara 6-70% di Asia Tenggara (Nimitphong, Holick, 2013). Defisiensi

vitamin D tidak hanya dijumpai di negara dengan empat musim, tetapi juga

dijumpai di negara dengan pajanan sinar matahari sepanjang tahun seperti di

negara Indonesia. Penelitian di Jakarta dan Bekasi menunjukkan defisiensi

vitamin D ditemukan sebanyak 35,1% jumlah penduduk perempuan lanjut

usia. Hal-hal yang dapat menyebabkan variasi kadar Vitamin D selain paparan

sinar matahari adalah pigmen kulit, usia, penggunaan tabir surya, agama, gaya

hidup, dan perbedaan nutrisi. (Pusparini, 2014)

Saat ini di Indonesia, belum ada penelitian yang menyatakan adanya

hubungan antara kadar vitamin D serum dengan derajat keparahan pneumonia

pada pasien COVID-19. Di Indonesia, khususnya Bali angka kasus positif dan

angka kematian COVID-19 terus bertambah. Berdasarkan tingginya kasus

COVID-19 di daerah Bali, penulis tertarik untuk meneliti hubungan kadar vitamin

D dengan derajat keparahan pneumonia pada pasien COVID-19.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar vitamin D serum dan derajat

keparahan pneumonia pada pasien COVID-19?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Penelitian


7

Untuk mengetahui hubungan antara kadar vitamin D serum dan derajat

keparahan pneumonia pada pasien COVID-19.

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian

1. Untuk mengetahui profil kadar vitamin D serum pada pasien COVID-19.

2. Untuk mengetahui profil derajat keparahan pneumonia pada pasien

COVID-19.

3. Untuk membuktikan hubungan antara kadar vitamin D serum dan derajat

keparahan penumonia pada pasien COVID-19.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

1. Hasil penelitian ini dapat manambah wawasan keilmuan tentang hubungan

antara kadar Vitamin D serum dan derajat keparahan pneumonia pada

pasien COVID-19.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan penelitian di masa depan tentang

hubungan vitamin D dengan pasien COVID-19.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dapat memberikan bukti ilmiah sebagai bahan pertimbangan dalam

membuat kebijakan pengelolaan pasien COVID-19, sehingga dapat meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien-pasien COVID-19.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COVID-19

2.1.1 Definisi COVID-19

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi

menular yang disebabkan oleh virus corona. Penyakit ini pertama kali muncul dari

kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir

Desember 2019. Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah Cina mengumumkan

bahwa penyebab kasus tersebut adalah virus corona jenis baru yang diberi nama

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Virus ini

berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan MERS.

Meskipun berasal dari famili yang sama, SARS-CoV-2 lebih mudah menular

dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (Li dkk., 2020).

2.1.2 Epidemiologi COVID-19

Negara pertama yang melaporkan kasus COVID-19 adalah Cina. Setelah

Cina, menyusul Thailand yang melaporkan adanya kasus COVID-19. Setelah

Thailand, disusul beberapa negara berikutnya yang melaporkan kasus COVID-19

adalah Jepang dan Korea Selatan yang kemudian berkembang ke negara-negara

lain. Negara terbanyak yang melaporkan kasus konfirmasi COVID-19 adalah

Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan Inggris. Sementara, negara dengan

angka kematian tertinggi adalah Amerika Serikat, Inggris, Italia, Perancis, dan

Spanyol.

8
9

Pada tanggal 16 Mei 2021 WHO melaporkan sekitar 162 juta kasus baru

COVID-19 di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 3,3 juta jiwa. Di

Asia Tenggara dilaporkan sekitar 28 Juta kasus dengan angka kematian 340 ribu

jiwa. Indonesia menempati peringkat ke-4 kasus COVID-19 tertinggi di Asia

(WHO, 2021). Terhitung sejak 3 Januari 2020 hingga 6 Juni 2021, jumlah kasus

COVID-19 di Indonesia mencapai 1.850.206 dengan angka kematian 51.449 jiwa.

Untuk Provinsi Bali sendiri, data jumlah kasus per bulan Mei 2021 adalah 47.124

kasus dan kasus meninggal 1.495 dengan angka CFR di provinsi ini sebesar

3,17% (Kemenkes, 2021).

2.1.3 Etiologi COVID-19

Penyebab COVID-19 adalah virus corona jenis baru yang diberi nama

SARS-CoV-2. Virus corona termasuk dalam ordo Nidovirales pada famil

Coronaviridae, kemudian dibagi ke dalam subfamili Coronavirinae dan

Torovirinae. Subfamili Coronavirinae dibagi menjadi empat genus, yaitu

Alphacoronavirus, Betacoronavirus, Gammacoronavirus dan Deltacoronavirus.

Analisis filogenetika menunjukkan SARS-CoV-2 merupakan suatu

Betacoronavirus (Mohamadian dkk., 2020).

SARS-CoV-2 adalah virus corona ketujuh yang teridentifikasi dan diketahui

menginfeksi manusia (HCoV). Empat virus jenis ini, yaitu HCoV-229E, HCoV-

NL63, HCoV-HKU1, dan HCoV-OC43, bersifat endemik, musiman, dan

cenderung menyebabkan penyakit saluran napas ringan. Dua virus lainnya adalah

Coronavirus Middle East Respiratory Syndrom (MERS-CoV) dan Coronavirus


10

Severe Acute Respiratory Syndrome tipe 1 (SARS-CoV-1) yang bersifat zoonotik

dan lebih virulen (WHO, 2020).

Seperti virus corona yang lain, COVID-19 merupakan virus RNA strain

tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama

pada virus corona, yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran),

glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung) (Gorbalenya, 2020).

Gambar 2.1 Struktur virus corona (Shereen dkk., 2020)

Kepastian akan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas

permukaan masih dalam penelitian, akan tetapi, perilaku virus ini menyerupai

jenis virus corona lainnya. Lamanya virus corona bertahan dapat dipengaruhi

beberapa kondisi yang berbeda, meliputi jenis permukaan, suhu dan kelembaban

lingkungan. Penelitian Doremalen dkk.,(2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2

mampu bertahan selama 72 jam pada permukaan plastik dan stainless steel,

bertahan kurang dari 4 jam pada permukaan tembaga dan kurang dari 24 jam pada

permukaan kardus. Seperti pada jenis virus corona lainnya, SARS-COV-2 sensitif
11

terhadap sinar ultraviolet dan panas serta dapat dinonaktifkan dengan pelarut

lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan yang

mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin).

2.1.4 Transmisi COVID-19

Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinkan virus

berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada COVID-19 belum diketahui

dengan pasti proses penularan dari hewan ke manusia, tetapi data filogenetik

memungkinkan COVID-19 juga merupakan zoonosis. Perkembangan data

selanjutnya menunjukkan penularan antar manusia (human to human), yaitu

diprediksi melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam

droplet (Handayani dkk., 2020). Infeksi COVID-19 dari manusia ke manusia

menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif.

Transmisi ini bersumber dari pasien simptomatik melalui droplet saat batuk atau

bersin (Han dan Yang, 2020). Pada suatu penelitian ditemukan hasil bahwa

SARS-CoV-2 terdapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama

setidaknya 3 jam. WHO memperkirakan reproductive number (R0) COVID-19

sebesar 1,4 hingga 2,5. Penelitian yang dilakukan Liu dkk.,(2020) memperkirakan

R0 sebesar 3,28.

2.1.5 Replikasi SARS-CoV-2 pada Sel Inang

Masuknya SARS-CoV-2 ke sel inang difasilitasi oleh protein S. Proses ini

bergantung pada pengikatan protein S ke reseptor selular dan priming protein S ke

protease selular. Penelitian hingga saat ini menunjukkan kemungkinan proses


12

masuknya COVID-19 ke dalam sel mirip dengan SARS. Hal ini didasarkan pada

kesamaan struktur sebesar 76% antara SARS dan COVID-19. Sehingga

diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2)

sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease TMPRSS2 untuk

priming S protein (Handayani dkk., 2020).

2.1.6 Imunopatogenesis COVID-19

Proses imunologi dari sel inang setelah virus berhasil masuk ke dalam sel

inang belum banyak diketahui. Patogenesis COVID-19 diduga tidak jauh berbeda

dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui (Li X dkk., 2020). Sama

halnya SARS-CoV setelah masuk ke dalam sel selanjutnya virus ini akan

mengeluarkan genom RNA ke dalam sitoplasma dan golgi sel kemudian akan

ditranslasikan membentuk dua lipoprotein dan protein struktural untuk dapat

bereplikasi (Levani dkk., 2021). RNA yang sudah diperbanyak bersama dengan

protein E dan N membentuk vesikel yang mengandung virion, menembus

membran dan akhirnya keluar dari sel inang yang selanjutnya menginfeksi sel lain

dan mengulangi siklus replikasi diatas (Ikawaty, 2021).

Pada saat virus masuk ke dalam sel selanjutnya antigen virus akan

dipresentasikan ke Antigen Presentation Cell (APC). Presentasi sel ke APC akan

merespon sistem imun humoral dan seluler yang dimediasi oleh sel T dan sel B

(Levani dkk., 2021). Sebagai mekanisme pertahanan antivirus, APC kemudian

akan terlibat dalam presentasi peptide antigen virus yang bergantung pada

molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) class I dan class II. APC

selanjutnya menstimulasi respons imunitas humoral dan selular tubuh yang


13

dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap virus. Melalui MHC class I,

APC mengaktifkan sel T CD8+ (sitotoksik) dan melalui MHC class II akan

mengaktifkan sel T CD4+. Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG

terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12

dan IgG dapat bertahan jangka Panjang (Kumar dkk., 2020).

Gambar 2.2 Imunopatogenesis Covid-19 (Kumar dkk., 2020)

Pada nukleus makrofag, kaskade pengaktifan NFκB dan IRF3 menginduksi

terekspresinya interferon (IFN) tipe I dan sitokin proinflamasi lainnya (IL-1β, IL-

6, IL-12, IFNγ, IP10, dan MCP1). Sistem imun bawaan dikatakan efektif melawan

infeksi virus melalui terdapatnya respons IFN tipe 1 ini. Interferon ini adalah

salah satu sitokin terpenting dari APC yang akan mengaktifkan sistem imun non-

spesifik, mengontrol replikasi virus, dan menginduksi responss sistem imun

adaptif. Infeksi SARS-CoV diketahui mengganggu persinyalan IFN tipe 1

sehingga produksinya berkurang. Pada saat makrofag akan menginduksi produksi

IFN tipe 1, SARS-CoV menganggu sinyal pengenalan RNA secara langsung


14

maupun tidak langsung melalui ubikuitinasi, degradasi molekul adaptor sensor

RNA MAVS dan TRAF3/6, serta menghambat translokasi IRF3 nuklear. Pada

infeksi SARS-CoV-2, berkurangnya IFN tipe 1 ini dapat menyebabkan

peningkatan propagasi virus serta menurunnya ekspresi MHC class I yang

dibutuhkan untuk stimulasi, proliferasi, dan diferensiasi sel T sitotoksik. Oleh

karena itu, produksi IFN-1 ini penting untuk kontrol terhadap virus dan bersifat

sebagai imunomodulator selama proses infeksi terjadi (Wasityastuti dkk., 2020)

2.1.7 Badai Sitokin dan Kerusakan Paru pada Pasien COVID-19

Bukti menunjukkan bahwa proses kematian pada pasien COVID-19 dengan

gejala respirasi yang mengancam nyawa, terkait dengan hiperinflmasi dan respon

imun yang tidak terkontrol. Infeksi COVID-19 memicu terjadinya badai sitokin

yang ditandai dengan proses patologis mengancam nyawa seperti hiperinflamasi,

komplikasi syok sepsis, disfungsi koagulasi dan gangguan beberapa organ vital

(Rowaiye dkk., 2021).

Pada pandemi sebelumnya yang diakibatkan oleh MERS-CoV dan SARS-

CoV, dilaporkan pula pelepasan sitokin dan kemokin dalam jumlah yang besar.

Pada kasus SARS-CoV terjadi peningkatan pelepasan CCL2, CCL3, CCl5,

CXCL8, CXCL9, CXCL10, serta kemokin lain dan IL-12, IL-18, IL-6, IL-1beta,

IL-33, IFN-alpha, IFN-gamma, TNF- alpha & TGF-beta. Pada MERS-CoV terjadi

peningkatan kadar sitokin IFN-α, IL-6, and chemokine such as CXCL-10, CCL-5,

and CXCL-8 (Kumar dkk., 2020).

Pada penelitian di Wuhan ditemukan bahwa kadar IL-1β, IL-1ra, IL-7, IL-8,

IL-9, IL-10, basic FGF, G-CSF, GM-CSF, IFN-γ,IP-10, MCP-1, MIP-1α, MIP-1β,
15

PDGF, TNFα, dan VEGF dalam serum lebih tinggi pada pasien COVID-19 yang

dirawat baik di ruang intensif maupun non-intensif bila dibandingkan dengan

orang dewasa normal. Kadar IL-2, IL-7, IL-10, G-CSF, IP-10, MCP-1, MIP-1α,

dan TNFα pada plasma serum pasien yang dirawat di ruang intensif lebih tinggi

bila dibandingkan dengan pasien yang dirawat di ruang non-intensif. Hal ini

menunjukkan bahwa badai sitokin dapat berhubungan dengan derajat keparahan

pneumonia pada pasien COVID-19 (Holick, 2009). Penelitian lain yang

mengamati pasien COVID-19 dengan derajat pneumonia yang berat, menemukan

bahwa terdapat 15 sitokin yang berhubungan dengan lung injury menurut murray

score yaitu IFN-α2, IFN-γ, IL-1ra, IL-2, 4, 7, 10, 12 and 17, kemokin IP-10,G-

CSF dan M-CSF (Catanzaro, 2020).


16

Gambar 2.3 Badai Sitokin pada Pasien Covid-19 (Catanzaro, 2020)

2.1.8 Perbedaan Gambaran Imunologi Kasus COVID-19 Ringan dengan

Berat

Perbedaan gambaran imunologi antara kasus COVID-19 ringan dan berat

bisa dilihat dari penelitian Qin dkk. (2020) di mana hitung limfosit yang lebih

rendah, leukosit dan rasio neutrofil-limfosit yang lebih tinggi, serta persentase

monosit, eosinofil, dan basofil yang lebih rendah. Sitokin proinflamasi yaitu TNF-

α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan penanda infeksi seperti prokalsitonin, ferritin dan

C-reactive protein (CRP) juga didapatkan lebih tinggi pada kasus dengan klinis

berat (Qin dkk., 2020).


17

Sebuah penelitian di China terhadap 1099 kasus terkonfirmasi COVID-19

ditemukan bahwa limfopenia lebih umum terjadi pada kasus berat dibandingkan

kasus yang tidak berat. Penelitian lain terhadap 155 pasien COVID-19 ditemukan

neutrofil lebih tinggi pada kasus refrakter. Peningkatan neutrofil dan penurunan

limfosit direpleksikan dalam Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR). Pada sebuah

penelitian yang dilakukan di Universitas Udayana dan RSUP Sanglah ditemukan

bahwa NLR secara signifikan lebih tinggi pada kasus COVID-19 berat

dibandingkan dengan kasus COVID-19 tidak berat (Swastika dan Suega, 2021).

2.1.9 Faktor Risiko COVID-19

Pada penelitian meta analisis yang dilakukan Booth dkk.,(2021) ditemukan

bahwa banyak faktor risiko pada pasien COVID-19, termasuk di antaranya Usia

>75 tahun, laki-laki dan obesitas berat. Kanker aktif dikatakan meningkatkan

risiko perburukan penyakit COVID-19 hingga 1,46%.

Penelitian Cai dkk.,(2020) dan Zumla dkk.,(2020) menemukan bahwa

distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-laki diduga terkait dengan

prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok, hipertensi, dan diabetes

melitus, diduga berhubungan erat dengan peningkatan ekspresi reseptor ACE2.

Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease

Control and Prevention (CDC, 2020) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu

rumah dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit.

Berada dalam satu lingkungan, namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter)

dianggap sebagai risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah satu populasi

yang berisiko tinggi tertular. Di Italia, sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga
18

medis. Di Cina, lebih dari 3.300 tenaga medis juga terinfeksi, dengan mortalitas

sebesar 0,6% (Wang J dkk., 2020).

Beberapa kondisi terbukti berhubungan dengan derajat beratnya pneumonia

pada pasien COVID-19, yaitu keganasan, obesitas, hipertensi, diabetes, penyakit

autoimun, dan infeksi HIV, penyakit ginjal, penyakit hati menahun, dan penyakit

kardiovaskular (Fadl, 2021). Pada penelitian restrospektif yang dilakukan Zhang

dkk.,(2021) ditemukan bahwa Obesitas meningkatkan risiko berkembangnya

COVID-19 berat dan kritis. Keganasan dikatakan secara signifikan terkait dengan

peningkatan kemungkinan perkembangan pasien COVID-19 menjadi berat serta

kemungkinan meningkatkan angka mortalitas hingga 2 kali lipat (Cheruiyot,

2021). Pasien dengan hipertensi memiliki kecenderungan mengalami COVID-19

berat bila dibandingkan dengan pasien tanpa hipertensi (Mubarik, 2021). Pada

pasien dengan diabetes, baik diabetes tipe 1 maupun tipe 2, bila dibandingkan

dengan pasien tanpa diabetes terdapat kecenderungan COVID-19 berkembang

menjadi berat hingga tiga kali lipat (Gregory, 2021). Yang dan kawan-kawan,

pada sebuah penelitian metaanalisis menyatakan bahwa terdapat kecenderungan

perkembangan menjadi COVID-19 berat pada pasien dengan autoimun

dibandingkan pasien tanpa autoimun hinga 1,19 kali (Yang, 2021). Pada pasien

HIV yang menderita COVID-19 ditemukan bahwa faktor yang berhubungan

dengan peningkatan risiko perkembangan menjadi COVID-19 berat hanyalah

jumlah CD4+ <350/µL (Hoffmann, 2021). Penyakit hati menahun diakibatkan

oleh hepatitis b kronis, hepatitis c kronis, alcoholic liver disease, dan non-

alcoholic liver disease (NAFLD) merupakan faktor risiko beratnya infeksi


19

COVID-19. Sel-sel hepatosit merupakan penghasil protein-protein yang berperan

dalam respon imun innate dan adaptive. Kerusakan pada sel-sel hepatosit dapat

berujung pada disregulasi respon imun. Adanya penyakit hati menahun dapat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien dengan COVID-19 (Martinez

dkk., 2021). Pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK), risiko

perkembangan menjadi COVID-19 berat mencapai 2,15 kali bila dibandingkan

pasien tanpa PGK. Prevalensi kematian pada pasien PGK yang mengalami infeksi

SARS-CoV2 mencapai 19,18%, dengan risiko kematian meningkat hingga 5,58

kali dibandingkan pasien tanpa PGK. Pasien dengan PGK memiliki kondisi pro-

inflamasi dan mengalami gangguan respon imun innate, sehingga pasien dengan

PGK sangat rentan terhadap berbagai infeksi (Menon dkk.,2021). Pada sebuah

penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Pititto dan kawan-kawan ditemukan

bahwa penyakit kardiovaskular berhubungan erat dengan derajat beratnya

pneumonia COVID-19 (De Almeida-Pititto, dkk., 2020). Senada dengan

penelitian tersebut, Matsuhita dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa secara

independen, penyakit kardiovaskular berhubungan dengan derajat beratnya

pneumonia COVID-19 (Matsushita, dkk., 2020)

Tingginya angka morbiditas akibat COVID-19 mendorong berbagai negara

di dunia mengambil Langkah percepatan pembentukan herd immunity melalui

Vaksinasi SARS-CoV-2. Sebuah penelitian meta analisis menyatakan vaksin

SARS-CoV-2 aman digunakan dan dapat menurunkan angka kematian, angka

kasus pneumonia COVID-19 berat, angka kasus bergejala, dan infeksi SARS-

CoV-2 (Liu dkk.,2021).


20

2.1.10 Manifestasi Klinis COVID-19

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai

dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat,

ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau

sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam

keadaan kritis. Besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui (WHO, 2020).

Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang

asimptomatik telah dilaporkan (Kam dkk., 2020). Pasien dengan gejala penyakit

yang berat dapat berkembang menjadi dispnea dan hipoksemia dalam 1 minggu

sejak onset gejala dan dapat berkembang menjadi ARDS dengan cepat hingga

dapat menyebabkan kegagalan organ.

Pada pasien COVID-19 dapat ditemukan gejala tidak spesifik lainnya

seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah,

penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset

gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan

immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,

mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam

(PDPI dkk., 2021).

2.1.11 Pemeriksaan Laboratorium COVID-19

Pada semua pasien terduga terinfeksi COVID-19, WHO merekomendasikan

pemeriksaan molekuler. Metode yang dianjurkan adalah metode deteksi

molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan RTPCR.


21

Pada individu asimtomatis, pemeriksaan molekuler dapat dikerjakan dengan

mempertimbangkan aspek epidemiologi, protokol skrining setempat, dan

ketersediaan alat.

Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologik rutin, hitung jenis,

fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin

dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi. Gejala awal COVID-19 tidak khas, oleh

karena itu hal ini harus diwaspadai. Berdasarkan pedoman tatalaksana COVID-19

Indonesia, usulan pemeriksaan laboratorium dari Perhimpunan Dokter Spesialis

Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia meliputi pemeriksaan

hematologi, CRP, feritin, analisis gas darah, elektrolit, termasuk pemeriksaan

tambahan hemostasis, fungsi ginjal, fungsi hati, dan pemeriksaan lainnya sesuai

komorbid (Kemenkes, 2020).

2.1.12 Diagnosis COVID-19

Definisi kasus COVID-19 di Indonesia mengacu kepada pedoman WHO

dan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes,

2020). Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu meliputi kasus suspek, kasus

probable, kasus konfirmasi, kontak erat. Kasus suspek merupakan seorang yang

memenuhi salah satu kriteria klinis dan salah satu kriteria epidemiologis. Kriteria

klinis berupa demam akut (≥ 380 C)/riwayat demam dan batuk atau terdapat 3 atau

lebih gejala/tanda akut berikut: demam/riwayat demam, batuk, kelelahan (fatigue),

sakit kepala, mialgia, nyeri tenggorokan, coryza/ pilek/ hidung tersumbat, sesak

nafas, anoreksia/mual/muntah, diare, penurunan kesadaran. Kriteria epidemiologi

meliputi : pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal
22

atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan atau pada 14 hari terakhir

sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau bepergian di negara/wilayah

Indonesia yang melaporkan transmisi lokal atau pada 14 hari terakhir sebelum

timbul gejala bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan

medis, dan non-medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan investigasi,

pemantauan kasus dan kontak atau seseorang dengan infeksi saluran pernapasan

akut (ISPA) berat, seseorang tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak memenuhi

kriteria epidemiologis dengan hasil rapid antigen SARSCoV-2 positif.

Kasus probable didefinisikan sebagai kasus suspek dengan ISPA berat/

acute respiratory distress syndrome (ARDS)/meninggal dengan gambaran klinis

yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-

PCR. Kasus terkonfirmasi adalah bila hasil pemeriksaan laboratorium positif

COVID-19, apapun temuan klinisnya. Selain itu, dikenal juga istilah orang tanpa

gejala (OTG), yaitu orang yang tidak memiliki gejala tetapi memiliki risiko

tertular atau ada kontak erat dengan pasien COVID-19 (Kemenkes, 2020).

Kontak erat didefinisikan sebagai individu dengan kontak langsung secara

fisik tanpa alat proteksi, berada dalam satu lingkungan (misalnya kantor, kelas,

atau rumah) atau bercakap-cakap dalam radius 1 meter dengan pasien dalam

pengawasan (kontak erat risiko rendah), probable atau konfirmasi (kontak erat

risiko tinggi) (WHO dan Kemenkes, 2020). Kontak yang dimaksud terjadi dalam

2 hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,

ringan, sedang, berat dan kritis. Pasien tanpa gejala di mana kondisi ini
23

merupakan kondisi paling ringan, pasien tidak ditemukan gejala. COVID-19

Ringan Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.

Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek,

mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung,

sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan

(ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan.

Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue,

penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium,

dan tidak ada demam. COVID-19 Sedang didefinisikan sebagai pasien dengan

tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda

pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan. COVID-19

berat /pneumonia berat didefinisikan sebagai pasien dengan tanda klinis

pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi

napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara

ruangan. COVID-19 Kritis merupakan pasien dengan ARDS, sepsis dan syok

sepsis.

2.1.13 Derajat Keparahan Pneumonia pada Covid-19

Pnumonia komunitas merupakan pneumonia yang didapat di luar

lingkungan rumah sakit. Penatalaksanaan pneumonia komunitas bergantung pada

penilaian derajat beratnya penyakit. Seorang pasien yang menderita pneumonia

komunitas berat memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, sehingga ia

membutuhkan perawatan Intensive Care Unit (ICU) untuk hasil penatalaksanaan

yang lebih baik. SARS-CoV-2 merupakan salah satu virus penyebab pneumonia
24

komunitas. Pasien COVID-19 dapat datang dengan gejala yang bervariasi,

penilaian derajat beratnya penyakit sangat penting untuk menentukan strategi

pengobatan. Beberapa sistem penilaian dapat digunakan untuk menilai derajat

beratnya pneumonia komunitas yaitu Pneumonia Severity Index (PSI), CURB-65,

dan skor Severe Community Acquired Pneumonia (SCAP) (Neto, dkk., 2021).

Skor SCAP, skor PSI/PORT dan kriteria CURB-65, merupakan indikator yang

baik dalam menilai derajat beratnya penyakit COVID-19 dan mortalitasnya dalam

14 hari. Namun, jika dibandingkan dengan sistem penilaian lainnya, skor SCAP

adalah penanda beratnya penyakit COVID-19 dan mortalitas penderita COVID-19

dalam 14 hari yang lebih akurat. (Anurag dan Preetam, 2021)

Penilaian pada skor SCAP memiliki komponen pH arteri, tekanan darah

sistolik, laju respirasi, BUN, gangguan status mental, PaO2, usia, serta adanya

pneumonia bilateral atau multilobar. SCAP skor memiliki rentang nilai 0-59,

Pasien dengan skor SCAP ≥ 10 diklasifikasikan sebagai pneumonia komunitas

berat dan direkomendasikan untuk dirawat di ICU, bed dengan monitor dan atau

ruangan intermediate. Pasien dengan skor SCAP 0 memiliki risiko kematian di

rumah sakit, syok sepsis atau penggunaan ventilator sebesar 0,27-3.43%. Pasien

dengan SCAP skor 1-9 memiliki risiko kematian di rumah sakit, syok sepsis atau

penggunaan ventilator sebesar 0,66-3,25%. Pasien dengan skor SCAP 10-19

memiliki risiko kematian di rumah sakit, syok sepsis atau penggunaan ventilator

sebesar 9,23-11,24%. Pasien dengan skor SCAP 20-29 memiliki risiko kematian

di rumah sakit, syok sepsis atau penggunaan ventilator sebesar 36,62-41,82%.


25

Pasien dengan skor SCAP ≥30 memiliki risiko kematian di rumah sakit, syok

sepsis atau penggunaan ventilator sebesar 50%. (Espana, dkk., 2006)

Tabel 2.1 Skor SCAP


Variabel Nilai
pH Arteri <7.3 Ya : 13
Tidak : 0
Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg Ya : 11
Tidak 0
Laju Respirasi > 30x/menit Ya : 9
Tidak : 0
BUN > 30 mg/dL Ya : 5
Tidak : 0
Gangguan status mental Ya : 5
Tidak : 0
pO2 < 54 mmHg Ya : 6
Tidak : 0
Usia ≥ 80 tahun Ya : 5
Tidak : 0
Perselubungan multilobar/bilateral pada X-ray Ya : 5
Tidak : 0

Interpretasi Skor SCAP

Skor < 10 = pneumonia ringan

Skor ≥ 10 = pneumonia berat/kritis, direkomendasikan untuk dirawat di ICU/

ruang perawatan intermediate.

2.2 Vitamin D

2.2.1 Bentuk dan Metabolisme Vitamin D

Vitamin D tidak murni memenuhi definisi vitamin, suatu nutrien yang tidak

bisa disintesis dalam jumlah yang cukup. Vitamin D merupakan suatu prohormon
26

yang larut dalam lemak yang wajib dimodifikasi dalam tubuh untuk menjadi

bentuk metabolit aktif (Crew, 2013).

Gambar 2.4 Sumber vitamin D (Holick, 2014)

Selama paparan sinar matahari, prekursor dari kolesterol, 7-

dehydrocholesterol di dermis dan epidermis menyerap radiasi sinar UVB dan

mengubahnya menjadi previtamin D3. Setelah terbentuk, previtamin D3

menyusun kembali ikatan gandanya untuk kemudian membentuk vitamin D3.

Vitamin D3 selanjutnya keluar dari membran plasma sel kulit ke ruang

ekstravaskular, berdifusi ke dalam dermal capillary bed dan menuju hati. Vitamin

D3 juga dapat didapatkan dari makanan, yaitu ikan, oily fish, minyak hati ikan

cod, fortified foods seperti produk susu, margarin, sereal dan suplemen vitamin

oral. Sumber makanan memberikan vitamin D dalam jumlah yang cukup, namun
27

kebanyakan vitamin D di tubuh (sampai 90%) diperoleh dari produksi endogen di

dalam tubuh. Akibatnya terjadi variabilitas kadar vitamin D dalam tubuh,

tergantung dari lokasi geografis, musim, perilaku menghindari matahari,

pemakaian tabir surya, peningkatan umur, obesitas (akibat sekuesterasi lemak dari

vitamin D) dan faktor lifestyle lainnya. Defisiensi vitamin D umum ditemukan

pada ras kulit hitam, usia tua dan penduduk di bagian utara bumi (Kennel dkk.,

2013; Crew, 2013; Bikle dkk., 2014)

Setelah diabsorpsi di intestinal, baik vitamin D2 atau D3 akan bergabung

dengan chylomicrons dan dibawa dari sistem limfatik melalui aliran darah vena

untuk dibawa ke hati. Pada hati vitamin D pertama akan dihidroksilasi oleh

mitokondria dan mikrosomal 24-hydroxylase menjadi bentuk sirkulasi utamanya

25-hidroksivitamin D [25(OH)D] atau calcidiol. Bentuk 25(OH)D ini kemudian

berikatan dengan vitamin D binding protein (DBP), dibawa ke ginjal dan jaringan

lain yang memiliki enzim 1-α-hydroxylase untuk diubah menjadi bentuk aktifnya

1,25-dihidroksivitamin D [1,25(OH)2D] atau calcitriol. Bentuk 1,25(OH)2D adalah

ligan untuk vitamin D receptor (VDR). Reseptor VDR adalah suatu faktor

transkripsi yang berikatan pada sebuah lokasi di DNA yang disebut vitamin D

response element (VDREs) (Bikle, dkk, 2014). Selanjutnya 1,25(OH)2D dibawa

keluar dari ginjal menuju usus, berinteraksi dengan nuclear (VDR) dan retinoic

acid X receptor (RXR) untuk membentuk suatu kompleks heterodimer. Kompleks

ini berinteraksi dengan elemen responsif vitamin D yang spesifik untuk

menginisiasi atau menghambat transkripsi gen yang mengendalikan absorpsi di

usus. 1,25(OH)2D bergerak ke tulang dan di sana berikatan dengan VDR di


28

osteoblast dan merangsang terbentuknya RANK ligand (RANKL). RANKL

berinteraksi dengan reseptornya di monosit kemudian bertrasnformasi menjadi

osteoclast (Bikle, dkk, 2014).

Gambar 2.5 Metabolisme vitamin D (Bikle dkk., 2014).

Fungsi utama vitamin D adalah mempertahankan homeostasis kalsium

dengan meningkatkan transportasi dari kalsium. Ketika absorpsi kalsium tidak

adekuat, 1,25(OH)2D kemudian menggerakkan kalsium yang sebelumnya

tersimpan di tulang (Bikle dkk., 2014; Holick, 2014).

2.2.2 Defisiensi Vitamin D

Kadar 1,25(OH)2D disirkulasi hampir 1000 kali lebih rendah dibanding

kadar 25(OH)D. Waktu paruh 1,25(OH)2D hanya 4-6 jam, sekitar 1000 kali lebih

rendah dibandingkan total 25(OH)D. Karena itu, kadar vitamin D serum biasanya
29

diukur menggunakan biomarker 25(OH)D yang memiliki waktu paruh 2-3

minggu. Bentuk 25(OH)D adalah bentuk penyimpanan (storage) dari vitamin D.

Meskipun memiliki aktivitas biologis yang rendah, 25(OH)D merupakan bentuk

vitamin D utama disirkulasi dan dapat digunakan sebagai suatu indikator

pengukuran vitamin D dari semua sumber yaitu diet, suplemen dan paparan sinar

matahari (Kennel dkk., 2013).

Berbagai institusi kedokteran memberikan definisi yang berbeda untuk

cutoff kadar vitamin D. Institute of Medicine memberikan kriteria defisiensi

vitamin D pada konsentrasi di bawah 30 nmol/L, kriteria insufiensi vitamin D

pada konsentrasi 30-50 nmol/L dan kriteria sufficient pada konsentrasi di atas 50

nmol/L. Kriteria dari Endocrine Society sedikit berbeda, yaitu nilai cutoff antara

defficient dan sufficient adalah 50 nmol/L setara dengan 20 ng/mL (Bikle dkk.,

2014).

Insiden defisiensi vitamin D di Amerika Serikat berkisar antara 25% pada

pria dan 35% pada wanita. Wanita postmenopause dengan osteoporosis lebih

cenderung mengalami defisiensi vitamin D. Istilah vitamin D sufficient

didefinisikan sebagai kadar serum prohormon 25 (OH)D yang dibutuhkan untuk

kesehatan tulang, yaitu 30 sampai 32 ng/mL. Untuk mempertahankan kadar serum

25(OH)D 30-32 ng/mL diperlukan vitamin D sekitar 2200 sampai 3000 IU/hari

dari semua sumber, termasuk paparan sinar matahari, makanan dan suplemen.

Rekomendasi dari Institute of Medicine untuk suplementasi vitamin D yaitu dosis

harian vitamin D 200 IU/hari pada bayi sampai usia 50 tahun, dosis 400 IU/hari

untuk usia 51-70 tahun dan dosis 600 IU/hari untuk usia 70 tahun ke atas.
30

Rekomendasi itu dibuat karena menganggap bahwa asupan vitamin D dari

makanan dan paparan sinar matahari tidak adekuat untuk menerapi defisiensi

vitamin D (Khan,dkk., 2010).

2.2.3 Faktor-faktor yang Berperan Terhadap Kadar Vitamin D Serum

Kadar vitamin D serum biasanya dapat dapat dipengaruhi oleh asupan

yang rendah, paparan sinar matahari yang kurang, ketidakmampuan ginjal dalam

mengubah 25(OH)D menjadi bentuk aktif, atau absorbsi vitamin D yang kurang

dari saluran pencernaan (Edis, dkk., 2016).

Sinar matahari merupakan sumber vitamin D primer sehingga vitamin D

dikenal sebagai “Sunshine Vitamin”. Pada daerah beriklim tropis yang terletak

antara 400 lintang utara dan 400 lintang selatan, matahari bersinar sepanjang tahun,

dan radiasi sinar ultraviolet B relatif tinggi, cukup untuk menghasilkan vitamin D

pada kulit terus menerus sepanjang tahun (Mendes, dkk., 2018)

Kadar vitamin D serum juga dipengaruhi oleh usia tua akibat adanya

perubahan pada kulit yang menjadi atropi, penurunan ketebalan kulit, penurunan

precursor dan penurunan fungsi ginjal. Obesitas juga merupakan faktor risiko

independent terjadinya defisiensi vitamin D, hal ini di duga terjadi akibat adanya

sekuestrasi lemak subkutan. Wanita pada semua populasi secara umum memiliki

kadar vitamin D serum yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki (Edis,

dkk., 2016). Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sanghera dan kawan-

kawan yang meneliti hubungan antara kadar vitamin D dan kondisi

kardiometabolik di India didapatkan bahwa secara signifikan terdapat penurunan


31

kadar vitamin D serum pada obesitas baik pada kelompok wanita maupun laki-

laki (Sanghera, dkk., 2017). Pada kondisi penyakit ginjal kronis, creatinine

clearance berkorelasi positif dengan kadar vitamin D serum akibat adanya

nephrotic-range proteinuria pada kondisi hilangnya vitamin DBP yang berikatan

dengan 25(OH)D di urine (Tsiaras, dkk., 2011).

Selain ginjal, hati juga memiliki peranan penting untuk menjaga kadar

vitamin D serum. Penyakit hepatobilier sering dikaitkan dengan rendahnya kadar

vitamin D serum. Pada penyakit parenkim hati yang berat, terjadi malabsorbsi dan

penurunan fungsi hati dalam hidroksilasi vitamin D3 sehingga mengakibatkan

defisiensi vitamin D serum (25(OH)D) (Tsiaras, dkk., 2011).

Kadar vitamin D serum pada pasien yang terinfeksi HIV cenderung

rendah. Infeksi HIV mengakibatkan penurunan kadar vitamin D serum melalui

sitokin proinflamasi yang menghambat hidroksilasi pada ginjal dan meningkatkan

komsumsi vitamin D oleh sel imun (Deveci, dkk., 2021).

2.2.4 Vitamin D pada Regulasi Sel Imun

Sejak ditemukannya reseptor vitamin D dan vitamin D-activating enzyme 1-

α-hydroxylase, sebagai bagian dari sitokrom P450 (CYP) dan di ekspresikan pada

banyak jaringan, vitamin D menjadi fokus penelitian. Ketertarikan terhadap

penelitian vitamin D terus berlanjut sejak 3 dekade terakhir saat penelitian

pertama membutikan pengaruh 1,25(OH)2D3 pada sel imun. Fungsi dari

1,25(OH)2D3-VDR berkaitan erat dengan perkembangan respon imun innate dan

adaptive dalam melawan berbagai macam infeksi (Teymoori‐Rad, dkk., 2018).


32

2.2.4.1 Peran vitamin D pada sistem imunitas innate

Sistem imun innate merupakan pertahanan tubuh lini pertama dalam

perlawanan patogen. Sel yang berkaitan dengan imun innate adalah sel-sel fagosit

(monosit, makrofag, dan neutrofil), sel natural killer (NK), dan sel lainnya yang

melepaskan mediator inflamasi (basophil, eosinofil, atau sel mast). 1,25(OH)2D3

meningkatkan diferensiasi, pematangan dan fungsi dari makrofag. Makrofag yang

diisolasi dari tikus dengan defisiensi vitamin D menunjukan gangguan fungsi

fagositosis, penurunan taksi kemo dan produksi ROS, penurunan kemampuan

untuk pelepasin sitokin proinflamasi sebagai respon terhadap infeksi. Pada

neutrofil, defisiensi vitamin D menyebabkan berkurangnya kemampuan neutrofil

untuk bermigrasi, dan menurunkan efek antimikrobial. Hormon 1,25(OH)2D3

juga memiliki pengaruh terhadap sel NK. Hormone 1,25(OH)2D3 berperan dalam

maturasi, diferensiasi dan sitotoksisitas NK sel. Dalam perkembangan respon

imun innate, neutrofil dan makrofag memegang peranan penting dalam eliminasi

mikroba melalui berbagai mekanisme, termasuk proksi reactive oxygen species

(ROS) (Teymoori‐Rad dkk., 2018).


33

Gambar 2.6 Efek 1,25(OH)2D3 pada sel imun (Skrobot, 2018)

2.2.4.2 Peran vitamin D dalam imunitas adaptif

Respon imun adaptive sangat bergantung pada kemampuan limfosit T dan B

dalam mengenali antigen. Limfosit B membentuk imunitas humoral bertanggung

jawab untuk memproduksi antibodi yang dapat mengeliminasi mikroorganisme

ekstraseluler. Limfosit T merupakan komponen cell-mediated immune respon

yang bertanggung jawab membantu limfosit B untuk sekresi antibodi, eradikasi

patogen, aktivasi makrofag dan membunuh sel yang terinfeksi. Limfosit T juga

bertanggung jawab terhadap immunosupresi. Peran immunomodulator dari

vitamin D pada sistem imun adaptive adalah melalui efek langsung terhadap

proliferasi, diferensiasi dan apoptosis limfosit T dan B (Teymoori‐Rad dkk.,

2018).

2.2.5 Peran vitamin D pada infeksi virus


34

Peran vitamin D terhadap risiko infeksi dapat dilihat pada sebuah meta

analisis terhadap 25 penelitian randomized control trial yang meliputi 10.933

sampel dan menilai dampak pemberian suplementasi vitamin D pada risiko infeksi

virus sistem respirasi. Data pada penelitian meta analisis tersebut menunjukkan

bahwa pada kelompok yang mendapat suplementasi vitamin D, risiko infeksi

sistem pernapasan oleh satu atau lebih virus sebesar 42,2% hingga 40,3%. Risiko

meningkat sebesar 55.0% hingga 40,5% pada kelompok dengan defisiensi vitamin

D (Griffin, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Vo dkk., (2020) menyatakan bahwa terdapat

bukti pada kelompok defisiensi vitamin D, infeksi virus menjadi lebih berat.

Sebuah penelitian kohort selama 15 tahun terhadap 9548 orang dewasa berusia 50

hingga 70 tahun di Sarland, Jerman menunjukkan orang dengan status defisiensi

vitamin D, risiko mortalitas terkait sistem respirasi meningkat hingga tiga kali

lipat (Griffin, 2020).

Cathelicidin dan viral killing Intracellular receptors (VDR) untuk

1,25(OH)2D diekspresikan oleh berbagai sel imun termasuk limfosit T dan B

yang telah teraktivasi, sel dendritik dan makrofag. Vitamin D memiliki peranan

penting dalam membunuh bakteri yang telah terfagositasi termasuk

Mycobakterium Tuberculosis. Bagian terpenting dari efek bakterisidal terkait

dengan VDR-mediated diinduksi oleh 1.25 (OH)2D dari cathelicidin, kation

bakterisidal peptide. Cathelicidin (LL-37) yang dapat diproduksi oleh makrofag

dan sel epitel memiliki aktifitas antiviral, umumnya terhadap virus-virus seperti

SARS-CoV2 yang memiliki kapsul (Griffin, 2020).


35

Peptida antimikroba yang diinduksi vitamin D (Cathelicidin dan human β‐

defensins (HBDs)) melalui dimerisasi VDR dan retinoic X receptor (RXR)

berguna untuk melawan infeksi virus melalui ikatan dengan formyl peptide

receptor–like 1 FPRL1 dan CCR6 untuk merekrut sel imun menuju lokasi

infeksi, aktivasi imunitas innate dengan transaktivasi EGFR, pembersihan infeksi

virus melalui depolarisasi membrane mitokondria dan pelepasan sitokrom,

menurunkan aktivitas masuknya virus kedalam sel, replikasi dan pelepasan virus,

melindungi RNA virus dari degradasi dan menginduksi respon imun melalui

aktivasi TLR, dan berefek langsung pada virion (Teymoori‐Rad dkk., 2018)

Gambar 2.7 Vitamin D Melawan Infeksi Virus (Teymoori‐Rad dkk., 2018).

Pada penelitian dengan model hewan coba kasus pneumonia dan

pneumonitis, secara konsisten vitamin D menunjukkan efek respon makrofag,

serta limfosit T dalam merilis sitokin proinflamasi. Pada tikus dengan defisiensi
36

vitamin D yang di injeksi lipopolisakarida bakteri secara intratechal, didapatkan

perkembangan menjadi severe lung injury. Efek ini diperbaiki dengan injeksi

cholecalciferol intra-peritoneal. Studi oleh Kong dkk.,(2013) yang dilakukan pada

tikus, menunjukkan bahwa penghapusan efek regulasi vitamin D menghasilkan

beberapa kali lipat peningkatan respon sitokin inflamasi (IL-6) terhadap

lipopolisakarida intra-peritoneal. Efek ini dihambat oleh angiotensin-2 inhibitor

L1-10. Dalam peningkatan aktivitas angiotensin-2 sebagai konsekuensi dari

interaksi antara SARS-CoV-2 dan reseptornya, ACE2, dianggap sebagai pusat

kerusakan paru-paru hiper-inflamasi yang menjadi ciri COVID-19 yang berat

(Griffin, 2020). AlSafar, dkk. (2021) dalam studi yang menilai hubungan vitamin

D dengan status beratnya dan mortalitas infeksi COVID-19 pada populasi Uni

Emirat Arab menyatakan bahwa kadar serum serum 25(OH)D <12ng/mL

berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas sebesar 2.55 kali lebih tinggi

dengan adjusted faktor usia dan jenis kelamin.


BAB III

KERANGKA PIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir

Pasien COVID-19 dengan gejala penyakit yang berat dapat berkembang

menjadi dispnea dan hipoksemia dalam 1 minggu sejak onset gejala dan dapat

berkembang menjadi ARDS dengan cepat hingga dapat menyebabkan kegagalan

organ. Proses kematian pada pasien COVID-19 dengan gejala respirasi yang

mengancam nyawa, terkait dengan hiperinflamasi dan respon imun yang tidak

terkontrol. Infeksi COVID-19 memicu terjadinya respon imun innate dan adaptive

dan kemudian memicu badai sitokin yang ditandai dengan proses patologis

mengancam nyawa seperti hiperinflamasi, komplikasi syok sepsis, disfungsi

koagulasi dan gangguan beberapa organ vital.

Fungsi 1,25(OH)2D3 yang merupakan bentuk aktif dari 25(OH)D berkaitan

erat dengan perkembangan respon imun innate dan adaptive dalam melawan

berbagai macam infeksi. Hormon 1,25(OH)2D3 meningkatkan diferensiasi,

pematangan dan fungsi dari makrofag. Pada netrofil, defisiensi vitamin D

menyebabkan berkurangnya kemampuan netrofil untuk bermigrasi, dan

menurunkan efek antimikrobial. Hormon 1,25(OH)2D3 juga berperan dalam

maturasi, diferensiasi dan sitotoksisitas sel NK. Peran immunomodulator dari

vitamin D pada sistem imun adaptive adalah melalui efek langsung terhadap

proliferasi, diferensiasi dan apoptosis limfosit T dan B.

37
38

Derajat beratnya pneumonia pada pasien COVID-19 memiliki spektrum

yang luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia,

pneumonia berat, ARDS. Derajat beratnya pneumonia ini dipengaruhi oleh respon

imun innate dan adaptive. Berdasarkan teori diatas perlu diketahui apakah terdapat

hubungan kadar serum 25 (OH)D dengan derajat beratnya COVID-19.

Sinar Matahari Infeksi SARS-Cov2

Kadar 25(OH)D
(Vitamin D)

Respon Imun Innate Respon Imun Adaptive

Kadar
1,25(OH)2D3

Monosit Makrofag Netrofil Limfosit T Limfosit B

Umur
Jenis Kelamin
Badai Sitokin Obesitas
Hipertensi
Diabetes
Infeksi HIV
Derajat Keparahan Pneumonia Penyakit Autoimun
COVID-19. Keganasan
Penyakit Hati
Penyakit Ginjal
Awitan Penyakit
vaksinasi COVID-19
Penyakit Kardiovaskular

Gambar 3.1 Kerangka Pikir


39

3.2 Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas dapat disusun sebuah bagan kerangka

konsep penelitian yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Paparan Sinar Matahari

Sumber Vitamin D

Komorbid :
Vitamin D Serum Obesitas
Hipertensi
Virus COVID-19 Diabetes
Infeksi HIV
Penyakit Autoimun
Keganasan
Penyakit hati
Derajat Keparahan COVID-19 Penyakit ginjal
Awitan penyakit
Penyakit kardiovaskular

Demografi : Status Vaksinasi


Umur
Jenis kelamin

Keterangan:

Variabel yang diteliti

Variabel kendali

Variabel Rambang

Gambar 3.2 Konsep penelitian


40

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan

antara kadar vitamin D serum dan derajat keparahan pneumonia pada pasien

COVID-19.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) yang

merupakan penelitian yang mengambil data sekunder dari penelitian yang

berjudul Hubungan antara Kadar Hormon Testosteron, Kadar Interleukin-6, dan

Kadar d-dimer dengan COVID-19 Kritis dan Perannya Sebagai Faktor Risiko

COVID-19 Kritis. Dari penelitian tersebutlah dicari hubungan antara kadar

Vitamin D serum dan derajat keparahan pneumonia pada pasien COVID-19

secara bersamaan pada saat masuk rumah sakit. Kedua variabel tersebut dianalisis

untuk menilai hubungan keduanya.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar sejak bulan

februari 2022 hingga juni 2022.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berada dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, khususnya

divisi pulmonologi.

41
42

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi target penelitian adalah semua pasien COVID-19 konfirmasi

positif yang di rawat di rumah sakit. Populasi terjangkau adalah semua pasien

COVID-19 dengan usia 18 tahun atau lebih yang menderita COVID-19 dirawat di

RSUP Sanglah.

4.4.2 Kriteria inklusi

Semua pasien dengan penyakit COVID-19 berusia 18-80 tahun yang

menjalani pengobatan rawat inap di RSUP Sanglah dan bersedia untuk menjadi

sampel penelitian yang ditandai dengan persetujuan informed consent.

4.4.3 Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi dari penelitian ini adalah:

1. usia di bawah 18 tahun

2. Usia diatas 80 tahun

3. Penggunaan supplement vitamin D

4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel

Pasien yang memenuhi syarat dipilih secara berurutan (secara consecutive)

sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi


43

4.4.5 Besar Sampel

Rumus sampel yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini

adalah rumus besar sampel untuk analitik korelatif numerik-Ordinal sebagai

berikut :

( )
( Z ∝+ Zβ ) 2
n= +3
1+ r
0,5∈
1−r

( )
( 1,64+0,84 ) 2
n= +3
1+ 0.3
0,5∈
1−0.3

n=68
Keterangan:

n = Jumlah Subjek

α = Kesalahan tipe satu yang ditetapkan 5%, hipotesis satu arah

Zα = Nilai standar alpha = 1,64

β = Kesalahan tipe dua ditetapkan 20%

Zβ = Nilai standar beta = 0,84

r = Koefisien korelasi minimal yang dianggap bermakna ditetapkan 0,3

Dengan demikian, jumlah subjek yang diperlukan adalah 68.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel penelitian

1. Variabel tergantung adalah derajat keparahan pneumonia dengan SCAP

skor pada pasien COVID-19


44

2. Variabel bebas adalah kadar Vitamin D serum

3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, obesitas, hipertensi, diabetes,

infeksi hiv, penyakit autoimun, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,

dan awitan penyakit, vaksinasi COVID-19, Penyakit Kardiovaskular.

4.5.2 Hubungan Antar Variabel

Umur, Jenis Kelamin, Obesitas, Hipertensi, Diabetes, Infeksi HIV,


Penyakit Autoimun, Keganasan. Penyakit hati, Penyakit ginjal,
Awitan Penyakit, vaksinasi COVID-19, Penyakit Kardiovaskular.

Kadar Derajat Keparahan


Sinar Pneumonia pada
Vitamin D
Matahari pasien COVID-19
Serum

Keterangan:

Kontrol dengan analisis

Variabel Rambang

Gambar 4. 1 Hubungan antar variabel

4.5.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Pneumonia COVID-19 adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi dengan hasil swab RT-PCR positif.


45

(WHO., 2020)

2. Derajat keparahan pneumonia pada pasien Covid-19 adalah beratnya

pneumonia pada pasien COVID-19 yang ditentukan dengan SCAP skor.

Komponen dari SCAP skor yang dinilai adalah pH darah arteri, tekanan

darah sistolik, laju respirasi, BUN, gangguan mental status, pO2, usia, serta

adanya perselubungan multilobar/bilateral. (Anurag A dan Preetam M,

2021) (terlampir).

3. Kadar Serum Vitamin D (25(OH)D) merupakan hasil dari pemeriksaan

kadar vitamin D serum sesuai dengan protokol kit ELISA (Human 25-

Hydroxyvitamin D (25(OH)D). Hasil pemeriksaan dalam satuan nmol/L.

4. Umur ditentukan dari tanggal kelahiran sampai saat dirawat di rumah sakit

berdasarkan KTP atau kartu keluarga dengan satuan tahun.

5. Jenis kelamin ditentukan dengan berdasarkan KTP atau kartu keluarga.

6. Riwayat hipertensi adalah riwayat kondisi peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik

lebih dari sama dengan 90mmHg pada pemeriksaan yang berulang.

Pemeriksaan dalam posisi duduk atau berbaring, dengan posisi lengan

sejajar jantung, lalu tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer

otomatis. (Perki,2015)

7. Obesitas adalah keadaan tubuh yang ditandai dengan adanya penimbunan

lemak yang berlebihan, diukur dengan menggunakan rumus indeks massa

tubuh (IMT). Obesitas bila IMT>25 dan non-obesitas bila IMT≤25. IMT =

berat badan (Kg)/ tinggi badan2(m2). (WHO, 2021)


46

8. Diabetes melitus adalah kondisi yang ditentukan berdasarkan kadar gula

darah puasa ≥126 mg/dL atau gula darah ≥ 200 mg/dL 2 jam setelah Tes

Toleransi Glukosa Oral atau gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL atau HbA1C

≥6,5%, (PERKENI, 2021), atau pasien dengan riwayat diabetes yang sedang

dalam pengobatan.

9. Keganasan adalah pertumbuhan patologis sel atau jaringan tubuh yang

menginvasi dan merusak struktur sekitarnya serta memiliki kemampuan

metastasis jauh (NCI, 2015). Keganasan didiagnosis dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, laboratorium, dan berdasarkan catatan medis.

10. Penyakit autoimun sistemik didefinisikan sebagai penyakit dengan spektrum

luas yang dikarakteristikkan dengan disregulasi sistem imun yang

menyebabkan peningkatan aktivasi sel imun untuk menyerang autoantigen

dan menghasilkan inflamasi yang tidak tepat serta kerusakan multi jaringan,

yaitu rheumatoid arthritis (RA), systemic lupus erythematosus (SLE) dan

systemic sclerosis jarang (Shi G, dkk., 2013). Diagnosis didapatkan dari

catatan medis pasien.

11. Infeksi HIV adalah infeksi human immunodeficiency virus pada individu

yang menyebabkan kondisi defisiensi imun pada pejamu dengan atau tanpa

disertai berbagai gejala yang timbul akibat penurunan daya tahan tubuh.

Infeksi HIV didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

anti-HIV, dan berdasarkan catatan medis, dan dengan jumlah CD4 <350/

µL. (WHO, 2016)


47

12. Penyakit hati menahun atau Chronic Liver Diseas (CLD) merupakan

gangguan fungsi hati akibat adanya proses inflamasi hingga nekrosis pada

hati yang berlangsung sekurang-kurangnya enam bulan, baik akibat infeksi

virus hepatitis, autoimun, konsumsi alcohol, maupun non-alcoholic liver

disease. (Longo, 2013). Diagnosis penyakit hati menahun dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan berdasarkan

catatan medis.

13. Penyakit ginjal kronis atau Chronic kidney disease(CKD) didefinisikan

sebagai ekskresi albumin urin yang meningkat secara persisten (≥ 30 mg/g

kreatinin), penurunan laju filtrasi glomerulus yang persisten (< 60

ml/menit/1,73 m2) atau keduanya yang terjadi selama lebih dari 3 bulan.

Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan berdasarkan catatan medis. (KDIGO,2012)

14. Awitan penyakit dinyatakan dalam satuan hari, dihitung sejak pasien

pertama kali mengalami gejala COVID-19 hingga pasien masuk rumah

sakit.

15. Vaksinasi COVID-19 dinilai melalui data aplikasi peduli lindungi yang

mencakup sertifikat vaksinasi COVID-19. Dinyatakan dengan status sudah

mendapat vaksinasi COVID-19 atau belum.

16. Penyakit Kardiovaskular merupakan kelompok kelainan jantung serta

pembuluh darah termasuk penyakit jantung coroner, penyakit

serebrovaskular, penyakit jantung rematik dan kondisi lain yang terkait.


48

Diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan berdasarkan catatan medis (WHO, 2022).

4.6 Bahan Penelitian

1. Lembar identitas subjek penelitian dan kesediaan berpartisipasi.

2. Sampel darah subjek penelitian sebanyak 5 ml

3. Kuesioner dan rekaman medik yang mengeksplorasi demografi, data

laboratorium, riwayat vaksinasi COVID-19, onset penyakit, riwayat

penyakit hipertensi, keganasan, penyakit hati menahun, diabetes melitus,

infeksi HIV, penyakit ginjal kronis, penyakit kardiovaskular.

4.7 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan setelah mendapat ijin dari Direktur RSUP Sanglah dan

memenuhi kelayakan etik (ethical clearance) dari Komite Etik Penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. Dilakukan penilaian kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi terhadap data sampel penelitian sebelumnya yang

berjudul Hubungan antara Kadar Hormon Testosteron, Kadar Interleukin-6, dan

Kadar d-dimer dengan COVID-19 Kritis, dan Perannya Sebagai Faktor Risiko

COVID-19 Kritis, yang telah mendapatkan ijin penelitian dari Komite Etik

Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Rumah Sakit Sanglah

Denpasar, dengan ID penelitian: 210716.032. Kadar vitamin D serum akan

diperiksa pada serum darah yang telah disimpan dari subjek penelitian

sebelumnya.
49

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan derajat beratnya pneumonia COVID-

19 dengan melakukan pengambilan data dari penelitian sebelumnya. Hasil

penilaian skor SCAP dan vitamin D kemudian direkapitulasi dan di analisis.

4.8 Alur Penelitian


50

Gambar 4.2 Alur penelitian

4.9 Analisis Data

Pada data yang terkumpul dilakukan pemeriksaan data (data cleaning),

koding, tabulasi dan selanjutnya dimasukkan kedalam komputer. Analisis data

meliputi analisa deskriptif dan uji hipotesis sebagai berikut:

1. Analisis statistik deskriptif, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik

subjek dan variabel penelitian.

a. Variabel numerik ditampilkan menggunakan median dan interquartile

range karena data berdistribusi tidak normal. Dan data yang

berdistribusi tidak normal ditampilkan dalam rerata dan standar

deviasi

b. Variabel berskala kategorikal ditampilkan sebagai frekuensi relatif

atau jumlah dan persen (%).

2. Uji normalitas digunakan untuk mendapatkan sebaran data variabel berskala

numerik. Uji normalitas menggunakan uji dengan Kolmogorov-smirnov.

3. Uji korelasi bertujuan untuk menilai korelasi antara kadar Vitamin D serum

dengan derajat keparahan pneumonia pada pasien COVID-19. Uji korelasi

menggunakan Spearman correlation. Berdasarkan uji korelasi maka

didapatkan koefisien korelasi yang menyatakan arah dan kuatnya korelasi.

Hasil uji korelasi ditampilkan dalam bentuk scatter plot.

4. Uji regresi linier yang bertujuan untuk menilai hubungan atau pengaruh

variable perancu terhadap kadar serum Vitamin D dan derajat keparahan


51

pneumonia pada pasien COVID-19. Berdasarkan hasil uji regresi logistik

akan didapatkan koefisien regresi yang menunjukkan besarnya pengaruh

variabel perancu terhadap kadar serum Vitamin D dan derajat keparahan

penumonia pada pasien COVID-19.

5. Seluruh tahap analisis data diatas menggunakan perangkat lunak SPSS 24.0.
52

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Pada pasien yang terdiagnosis COVID-19 di RSUP Sanglah yang

memenuhi kriteria inklusi dipilih secara berurutan (secara consecutive) sampai

jumlah 68 sampel yang diperlukan terpenuhi. Subjek penelitian pasien dengan

skor SCAP ≥ 10 memiliki median usia 62 tahun dengan IQR 20, dengan jenis

kelamin laki-laki menjadi subjek yang mendominasi yaitu 36 orang (52,9%). Nilai

median skor SCAP pada subjek penelitian ini adalah 17.5 dengan interquartile

range 14. Subjek penelitian yang memiliki SCAP score ≥ 10 sebesar 88.2%.

Variabel kendali pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, obesitas,

hipertensi, diabetes, infeksi hiv, penyakit autoimun, keganasan, penyakit hati,

penyakit ginjal, dan awitan penyakit, vaksinasi COVID-19, Penyakit

Kardiovaskular. Pada subjek penelitian ini, didapatkan 3 komorbid terbanyak

adalah hipertensi (35 subjek), diabetes (28 subjek), dan penyakit kardiovaskular

(23 subjek). Didapatkan 11 subjek dengan obesitas (16.2%). Hanya 2 subjek

(2.9%) yang menderita Infeksi HIV, sedangkan hanya 1 subjek (1.5%) subjek

yang menderita penyakit autoimun. Subjek yang menderita keganasan hanya 2

subjek (2.9%). Penyakit Hati menahun pada subjek penelitian mencapai 11 subjek

(16.2%). Penyakit Ginjal kronis diderita oleh 22 subjek (16.2%). Jumlah subjek

yang telah tervaksinasi COVID-19 mencapai 33 subjek (48.5%). Rerata awitan

penyakit saat dilakukan pengambilan sampel darah adalah 6.59 hari dengan

standar deviasi ± 2.13.


53

Tabel 5.1. Karakteristik Penelitian

Variabel Total

Umur (tahun), median (IQR) 64 (22)

Jenis Kelamin, n (%)

Perempuan 32 (47.1)

Laki laki 36 (52.9)

IQR: Interquartile range

Tabel 5.2 Komorbid COVID-19

Komorbid Total

Hipertensi, n (%) 35 (51.5)

DM, n (%) 28 (41.2)

Obese, n (%) 11 (16.2)

Infeksi HIV, n (%) 2 (2.9)

Penyakit Autoimun, n (%) 1 (1.5)

Keganasan, n (%) 2 (2.9)

Penyakit Ginjal kronis, n (%) 22 (32.4)

Penyakit Hati Menahun, n (%) 11 (16.2)

Penyakit Kardiovaskular, n (%) 23 (33.8)

Vaksinasi COVID-19, n (%) 33 (48.5)

Awitan Penyakit, mean ± SD 6.59 ± 2.13

SD: standar deviasi


54

5.2 Hubungan antara Kadar Vitamin D Serum dengan Derajat Beratnya


Pneumonia COVID-19

Pada penelitian ini telah dilakukan Uji normalitas digunakan untuk

mendapatkan sebaran data variabel berskala numerik. Uji normalitas

menggunakan uji dengan Kolmogorov-smirnov dan didapatkan hasil sebaran data

yang tidak normal, sehingga dilakukan uji korelasi bertujuan untuk menilai

korelasi antara kadar Vitamin D serum dengan derajat keparahan pneumonia pada

pasien COVID-19 dengan uji Spearman correlation.

R = 0.46
P < 0.001

Gambar 5.1 Korelasi antara kadar vitamin D serum dengan derajat

keparahan pneumonia COVID-19 (SCAP)


55

5.3 Analisis Multivariat dari Derajat Beratnya Pneumonia Pasien COVID-


19 (SCAP) Skor dengan Variabel Perancu

Pada penelitian ini juga dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi

linier yang bertujuan untuk menilai hubungan atau pengaruh variable perancu

terhadap kadar serum Vitamin D dan derajat keparahan pneumonia pada pasien

COVID-19. Berdasarkan hasil uji regresi linier akan didapatkan koefisien regresi

yang menunjukkan besarnya pengaruh variabel perancu terhadap kadar serum

Vitamin D dan derajat keparahan penumonia pada pasien COVID-19. Berikut

hasil analisis multivariat dari derajat beratnya pneumonia pasien COVID-19 (Skor

SCAP) dengan variable perancu

Tabel 5.3 Analisis Multivariat dari Derajat Beratnya Pneumonia Pasien

COVID-19 (SCAP) Skor dengan Variabel Perancu

Variabel β IK 95% p

Vitamin D 0,63 -1,0 - -0,47 <0,001


Hipertensi 0,10 -2,0 – 6,19 0,32
Diabetes Melitus -0,74 -5,5 – 2,6 0,48
Obesitas 0,036 - 6,7 – 4,8 0,74
Malignansi 0,15 -2,5 – 2,0 0,12
Autoimun -0,56 -21,47 – 12,45 0,59
Infeksi HIV 0,07 - 6,7 – 15,45 0,47
CLD 0,26 -0,341 – 11,0 0,06
CKD -0,13 -7,08 – 1,42 0,18
Penyakit Kardiovaskular -0,16 -7,81 – 1,06 0.13
Awitan 0,23 0,11 – 2,02 0,029
Vaksin -0,36 -11,09 - -2,90 0,001
Β : Coefisien Beta ; IK : Interval Kepercayaan ; p : p Value ; CLD : Chronic
Liver Disease ; CKD : Chronic Kidney Disease.
56

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Pasien COVID-19

Subjek penelitian memiliki nilai median 64 dengan IQR 22. Pada sebuah

penelitian deskriptif oleh Setiadi dan kawan-kawan yang menilai karakteristik

pasien COVID-19 di Jakarta dan area sekitarnya, kelompok usia yang dominan

adalah kelompok usia > 60 tahun, dengan presentasi 29.6% dibandingkan

kelompok usia lainnya (Setiadi dkk., 2022). Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Clark dan kawan-kawan didapatkan kelompok usia yang

mendominasi penderita COVID-19 pada tahun 2020 adalah kelompok usia 15-49

tahun baik di Afrika, Asia, America Latin, America Utara, dan Oceania (Clark

dkk., 2020). Penelitian lain oleh Surendra dan kawan-kawan tentak karakteristik

pasien COVID-19 di Jakarta pada tahun 2021, penderita COVID-19 di dominasi

kelompok usia 50-59 tahun (Surendra dkk., 2021).

Jenis kelamin laki-laki menjadi subjek yang terbanyak yaitu 36 orang

(52,9%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Surendra dan kawan-

kawan yang menyatakan bahwa penderita COVID-19 yang termasuk kedalam

penelitiannya didominasi dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 52% (Surendra

dkk., 2021). Berbeda dengan penelitian oleh Binns dan kawan-kawan tentang

karakteristik penderita COVID-19 di regional Asia yang dipublikasi pada tahun

2023, khusus di Indonesia, penderita COVID-19 didominasi oleh perempuan

sebesar 50.88 % (Binns dkk., 2023).


57

Sejalan dengan penelitian yang menarik data dari data pasien COVID-19 di

website Satuan tugas COVID-19 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tiga

komorbid dengan proporsi tertinggi adalah Hipertensi (52.1%), Diabetes mellitus

(33.6%) dan penyakit kardiovaskular (20.9%) (Karyono dkk., 2020). Pada

penelitian ini tiga proporsi tertinggi adalah Hipertensi (51.5%), Diabetes mellitus

(41.2%), dan Penyakit Kardiovaskular (33.8%).

6.2 Hubungan Antara Kadar Vitamin D Serum Dengan Derajat Beratnya

Pneumonia pada Pasien COVID-19 (Skor SCAP)

Pada penelitian ini didapatkan skor SCAP yang digunakan sebagai

parameter pengukuran derajat beratnya pneumonia pada pasien COVID-19 secara

signifikan cukup berkorelasi dengan kadar vitamin D serum, dengan koefisien

korelasi –0.476. Fungsi 1,25(OH)2D3 yang merupakan bentuk aktif dari 25(OH)D

berkaitan erat dengan perkembangan respon imun innate dan adaptive dalam

melawan berbagai macam infeksi. Hormon 1,25(OH)2D3 meningkatkan

diferensiasi, pematangan dan fungsi dari makrofag. Pada netrofil, defisiensi

vitamin D menyebabkan berkurangnya kemampuan netrofil untuk bermigrasi, dan

menurunkan efek antimikrobial. Hormon 1,25(OH)2D3 juga berperan dalam

maturasi, diferensiasi dan sitotoksisitas sel NK. Peran immunomodulator dari

vitamin D pada sistem imun adaptive adalah melalui efek langsung terhadap

proliferasi, diferensiasi dan apoptosis limfosit T dan B. Sebagai Anti inflamasi

Vitamin D berperan dalam menurunkan signyaling TLR, menurunkan NF-κB,


58

menurunkan prostaglandin dan meningkatkan MAPK fosfatase, menurunkan

sitokin proinflamasi (IL-6, TNF-α). Vitamin D juga memiliki effek antifibrotik

dengan menurunkan efek transisi dari epithelial-mesenkimal, menurunkan

difrensiasi fibroblast, meningkatkan faktor-faktor antifibrotik (BMP-7, MMP-8,

follistatin), menurunkan ekspresi kolagen, menurunkan MCP-1. Efek lain dari

Vitamin D adalah meringankan injuri pada paru (Dror dkk., 2022).

Selain memiliki peranan sebagai imunomodulator, vitamin D juga memiliki

efek antiviral. Vitamin D menginduksi transkripsi gen CAMP. Cathelicidin (LL-

73) adalah bentuk aktif dari CAMP. LL37 berikatan dengan spike protein dari

SARS-CoV-2 dan mencegahnya berikatan dengan reseptor ACE2, kemudian

menghalangi virus untuk memasuki host. Selain itu LL37 juga dapat mencegah

replikasi virus dan ikatan virion (Islaminova., 2021). Cathelicidin yang dapat

diproduksi oleh makrofag dan sel epitel memiliki aktifitas antiviral, umumnya

terhadap virus-virus seperti SARS-CoV2 yang memiliki kapsul (Griffin, 2020).

Penelitian oleh Danish menyatakan bahwa defisiensi Vitamin D

berhubungan dengan peningkatan risiko progresivitas COVID-19 menjadi berat.

Pada penelitian literature review menggunakan laporan penelitian beberapa basis

data jurnal penelitian yaitu PubMed, Google Scholar, dan ScienceDirect, dan

dilakukan meta-analisis didapatkan bahwa ada korelasi antara vitamin D dan

penurunan derajat beratnya COVID-19 dan mortalitas COVID-19. Suplementasi

vitamin D menunjukkan pencegahan yang aman dan efektif terhadap infeksi

saluran pernapasan akut, terutama terhadap pasien dengan defisiensi Vitamin D

(Mubina, 2021).
59

Pada sebuah penelitian di Galilee Medical Center Israel, terhadap 253

pasien yang mengalami infeksi COVID-19 derajat berat lebih banyak yang

memiliki kadar vitamin D yang rendah, <20ng/mL (87.4%) dibandingkan dengan

orang yang menderita COVID-19 ringan dan sedang, pasien yang memiliki kadar

Vitamin D < 20 ng/mL hanya 34.3%, dikatakan berbeda secara bermakna dengan

p < 0.001. Pada penelitian ini juga dinyatakan bahwa defisiensi vitamin D (<20

ng/mL) berhubungan dengan peningkatan severitas COVID-19 serta peningkatan

angka mortalitas pasien COVID-19 (Dror dkk., 2022).

Namun demikian ada beberapa penelitian menyatakan tidak adanya

hubungan antara kadar Vitamin D dengan derajat berat COVID-19, salah satunya

penelitian yang dilakukan di RSPI Prof Dr Sulianti Saroso periode Maret-

Desember 2020. Hasil penelitian lain oleh Davoudi dkk., di RS Pusat Infeksi

Mazandaran Iran juga menunjukkan bahwa kadar vitamin D rendah tidak

berhubungan secara signifikan terhadap hasil klinis pasien COVID-19 seperti

durasi rawat inap dan tingkat keparahan infeksi, Tidak ada hubungan dalam

penelitian ini secara statistik dikarenakan sampel penelitian didominasi oleh

derajat keparahan sedang yaitu 81,9%, ini mengakibatkan sebaran data cenderung

homogen. (Setiawan dkk., 2020).


60

6.3 Pengaruh Berbagai Variabel Perancu Terhadap Derajat Keparahan

Pneumonia Pasien COVID-19 (Skor SCAP).

Dari hasil analisa multivariat SCAP Skor dengan variabel-variabel perancu

didapatkan Awitan penyakit berpengaruh terhadap derajat keparahan COVID-19

(Skor SCAP), dengan koefisien beta 0,23 (IK 95% 0,11 – 2,02), p < 0.05. Gejala

COVID-19 dapat muncul pada hari ke 2 hingga ke 14 setelah paparan terhadap

virus. Gejala awal yang dapat muncul berupa demam, nyeri otot, nyeri kepala,

batuk, nyeri tenggorokan, batuk dan hilangnya indra perasa atau penciuman.

Terdapat tiga fase COVID-19 yaitu infeksi awal, fase pulmonary dan fase

inflamasi. Fase inflamasi merupakan fase post-viral dan terjadi hiperinflamasi

sistemik yang dapat melibatkan berbagai organ, fase ini dapat terjadi pada awitan

hari ke 7 hingga ke 15. Pada fase ini terjadi keterlibatan sitokin proinflamasi yang

mengakibatkan terjadinya badai sitokin (Taboada dkk., 2020)

Pada sebuah pemeriksaan pathology post mortem pasien COVID-19

dengan awitan hari ke 14, yang dilakukan oleh Xu dan kawan-kawan, paru-paru

kanan menunjukkan adanya deskuamasi dari pneumosit dan pembentukan

membrane hyalin yang mengindikasikan adanya ARDS. Pada paru kiri, Nampak

adanya edema jaringan dengan pembentukan membrane hyalin yang

mengindikasikan adanya ARDS fase awal. Terdapat pula intersisial mononuclear

inflammatory infiltrate yang didominasi oleh lymfosit ditemukan pada kedua paru

(Xu dkk., 2020) Penelitian oleh Poskurica dan kawan-kawan didapatkan bahwa

terdapat perbedaan signifikan antara awitan penyakit pada pasien COVID-19 yang
61

selamat dibandingkan pasien COVID-19 yang meninggal (Poskurica dkk., 2022).

Pada sebuah penelitian deskriptif terhadap 138 pasien COVID-19 di Wuhan,

Median waktu dari awitan hingga terjadi sesak adalah 5 hari, median waktu dari

awitan hingga masuk rumah sakit adalah 7 hari, dan median waktu dari awitan

dengan terjadinya ARDS adalah 8 hari. (Wang dkk., 2019).

Vaksinasi COVID-19 merupakan salah satu upaya untuk melindungi dari

COVID-19 yang berat, kejadian masuk rumah sakit dan kematian akibat COVID-

19. Pada penelitian ini didapatkan status vaksinasi berpengaruh terhadap derajat

keparahan COVID-19, dengan koefisien beta – 0,36 (IK 95% -11,09 - -2,90)

dengan p < 0,001. Vaksin yang dimasukkan ke tubuh sebagai immunogen

terhadap sistem imun, agar sistem imun dapat terlatih untuk mengenali pathogen

dengan cara aktivasi CD4 sel T helper yang menstimulasi sel B untuk

menetralisasi antibody spesifik terhadap virus. CD8+ sel T sitotoksik agar dapat

mengenali dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus (WHO, 2020). Pada

sebuah penelitian yang mengamati berbagai merk dan jenis vaksin COVID-19,

analisis menunjukkan semua tipe vaksin efektif untuk pencegah terjadinya

COVID-19 dan terjadinya COVID-19 berat (Huang dkk., 2022).

Penelitian lain menyatakan terdapat pengaruh berbagai komorbid dengan

derajat keparahan COVID-19, namun pada penelitian ini tidak didapatkan adanya

pengaruh berbagai komorbid dengan derajat keparahan COVID-19. Sampel yang

digunakan adalah pasien rawat inap di RSUP Sanglah yang merupakan rumah

sakit rujukan yang lebih banyak merawat pasien COVID-19 dengan derajat
62

sedang hingga kritis, subjek penelitian yang memiliki SCAP score ≥ 10 sebesar

88.2% sehingga menyebabkan sebaran data cenderung homogen. Jumlah sampel

pada penelitian ini masih terbatas sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil

analisis multivariat yang menilai pengaruh berbagai variabel perancu terhadap

derajat keparahan pneumonia pasien covid-19 (Skor SCAP).

6.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sampel yang digunakan

adalah pasien rawat inap di RSUP Sanglah yang merupakan rumah sakit rujukan

yang lebih banyak merawat pasien COVID-19 dengan derajat sedang hingga

kritis, subjek penelitian yang memiliki SCAP score ≥ 10 sebesar 88.2% sehingga

menyebabkan sebaran data cenderung homogen. Jumlah sampel pada penelitian

ini masih terbatas. Begitu pula dengan metode penelitian ini yang merupakan

suatu penelitian cross sectional sehinggan kurang tepat untuk mengetahui sebab

akibat suatu penyakit.


63

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara

kadar serum Vitamin D dengan derajat beratnya pneumonia pada pasien COVID-

19.

7.2 Saran

1. Penelitian tentang hubungan antara kadar vitamin D serum dan derajat

beratnya pneumonia pasien COVID-19 selanjutnya dapat dilakukan dengan

jumlah sample lebih besar dan melibatkan pasien pasien dengan COVID-19

tanpa gejala serta pasien COVID-19 derajat ringan, sehingga sebaran data

lebih heterogen.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya

dalam menentukan pengaruh pemberian suplementasi Vitamin D terhadap

derajat beratnya COVID-19.

3. Pada penelitian berikutnya dapat digunakan metode kohort untuk menentukan

sebab akibat dari kadar vitamin D serum terhadap derajat beratnya COVID-19.
64

DAFTAR PUSTAKA

Alquthami FR., Qadhi AH., Mustafa RA., Ghafouri KJ. 2021. The Impact of
Vitamin D Status on COVID-19 Severity among Hospitalized Patients in
the Western Region of Saudi Arabia, A Retrospective Cross-Section
Study. J Nutr Food Sci;11:826.

AlSafar, H., Grant, W.B., Hijazi, R., dkk. 2021. COVID-19 Disease Severity and
Death in Relation to Vitamin D Status among SARS-CoV-2-Positive UAE
Residents. Nutrients; 13: 1714.

Anurag, A dan Preetam M. 2021. Validation of PSI /PORT, CURB-65 and SCAP
scoring system in COVID-19 pneumonia for prediction of disease severity
and 14-day mortality. Clin Respir J; 15: 467–471.

Asih, NWS., Hubungan NLR, Kadar CRP Dan D-Dimer Terhadap Derajat
Keparahan Penyakit Pasien Covid-19 Di RSUDWangaya Denpasar. 2022.
Jurnal Medika Udayana; 11(12)
Bergman, P., Lindh, Bjorkhem-Bergman, L., dkk. 2013. Vitamin D and
Respiratory Tract Infections: A Systematic Review and Meta-Analysis of
Randomized Controlled Trials. PLoS One; 8(6): 1-9.
Bikle, D. 2014. Vitamin D Metabolism, Mechanism of Action, and Clinical
Applications. Chem Biol; 21(3): 319–329.

Binns, C.W., Lee, M.K., Doan, T.T.D., Lee, A., Pham, M., Zhao, Y. 2023.
COVID and Gender: A Narrative Review of the Asia-Pacific Region. Int.
J. Environ. Res. Public Health; 20: 245

Boechat, J.L., Chora I., Morais A., dkk. 2021. The immune response to SARS-
CoV-2 and COVID-19 immunopathology Current perspectives. Pulmoe;
1615:15.
Booth A, Reed AB, Ponzo S, Yassaee A, Aral M, Plans D, dkk. 2021. Population
risk factors for severe disease and mortality in COVID-19: A global
systematic review and meta-analysis. PLoS ONE; 16(3): e0247461.
Cai H. 2020. Sex difference and smoking predisposition in patients with COVID-
19. Lancet Respir Med; 8.
Catanzaro, M., Fagiani1, F., Racchi1, M., dkk. 2020. Immune response in
COVID-19: addressing a pharmacological challenge by targeting pathways
triggered by SARS-CoV-2. Signal Transduct Target Ther; 5: 84.
Cheruiyot, I., Kipkorir, V., Ngure, B., dkk. 2021. Cancer is associated with
coronavirus disease (COVID-19) severity and mortality: A pooled analysis.
Am J Emerg Med; 45:179–184.
65

Christianto, V., Smarandach, F., 2020. A Review of Major Role of Vitamin D3 in


Human Immune System and its Possible Use for Novel Corona Virus
Treatment. EC Microbiology;16(6): 10-16.

Clark, A., Jit, M., Warren-Gash, C., dkk. 2020. Global, regional, and national
estimates of the population at increased risk of severe COVID-19 due to
underlying health conditions in 2020: a modelling study. Lancet Glob
Health; 8: e1003–17.
Crew, KD. 2013. Vitamin D: Are We Ready to Supplement for Breast Cancer
Prevention and Treatment?. Int Sch Res Notices; 2013: 22.
Daneshkhah, A., Eshein, A., Subramanian, H., dkk. 2020. The possible role of
vitamin D in suppressing cytokine storm of COVID-19 patients and
associated mortality. MedRxiv.

De Almeida-Pititto, BA., Dualib, PM., Zajdenverg, L., dkk. 2020. Severity and
mortality of COVID 19 in patients with diabetes, hypertension and
cardiovascular disease: a meta-analysis. Diabeto Metab Syndr; 12:75.

Deveci, A dan Bilgici, B. 2021. Plasma 25-OH Vitamin D3 Level in HIV


Infected Patients. Prog Nutr; 23(2): e2021042.
Dienstag, J.L. 2013. Chronic Hepatitis. Dalam: Longo, D.L., Fauci, A.S., Editor.
Harrison’s Gastroenterology and Hepatology. Edisi Kedua. United States:
McGraw-Hill Education.h. 397-428.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Doremalen, N., Bushmaker, T., Morris, D.H., Holbrook, M.G., Gamble, A.,
Williamson, B.N., dkk. 2020. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-
2 as Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med; 382:1564-1567.

Edis, Z dan Bloukh, S.H. 2016. Vitamin D Deficiency: Main Factors Affecting
the Serum 25-Hydroxyvitamin D ([25(Oh)D]) Status And Treatment
Options. Int J Res; ,3(1): 197-211
Elham, A.S., Azam, K., Azam, J., dkk. 2021. Serum vitamin D, calcium, and zinc
levels in patients with COVID-19. E Spen Eur E J Clin Nutr Metab;
43 :276e282.

Espana, PP., Capelastegui A., Gorordo, I., dkk. 2006. Development and
Validation of a Clinical Prediction Rule for Severe Community-acquired
Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med; 174: 1249-1256.

Fadl, N., Ali1, E., Salem, T. 2021. COVID-19: Risk Factors Associated with
Infectivity and Severity. Scand J Immunol; 93:e13039.
66

Galiero R, Pafundi P.C., Simeon V., Rinaldi L, Perrella A, Vetrano E, dkk. 2020.
Impact of chronic liver disease upon admission on COVID-19 in-hospital
mortality: Findings from COVOCA study. PLoS ONE; 15(12): e0243700.
Galiero R, Pafundi PC, Simeon V, Rinaldi L, Perrella A, Vetrano E, dkk. 2020.
Impact of chronic liver disease upon admission on COVID-19 in-hospital
mortality: Findings from COVOCA study. PLoS ONE; 15(12): e0243700.

Gorbalenya, A.E., Baker, S.C., Baric, R.S., de Groot, R.J., Drosten, C., Gulyaeva,
A.A., dkk. 2020. The species Severe acute respiratory syndrome-related
coronavirus: classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat
Microbiol; 5;536–544.

Grant, W.B., Lahore, H., McDonnell, S.L. 2020. Evidence that Vitamin D
Supplementation Could Reduce Risk of Influenza and COVID-19 Infections
and Deaths. Nutrients; 12: 988.

Gregory, J.M., Slaughter, J.C., Duffus, SH. 2021. COVID-19 Severity Is Tripled
in the Diabetes Community: A Prospective Analysis of the Pandemic’s
Impact in Type 1 and Type 2 Diabetes. Diabetes Care; 44:526–532.
Griffin G, Hewison M, Hopkin J, Kenny R, Quinton R, Rhodes J, dkk. 2020
Vitamin D and COVID-19: evidence and recommendations for
supplementation. R Soc Open Sci; 7.

Griffin M.D., Xing N., Kumar R. 2003. Vitamin D and its analogs as regulators of
immune activation and antigen presentation. Annu Rev Nutr; 23:117-45.

H. Surendra, I.R. Elyazar, B.A. Djaafara, dkk. 2021. Clinical characteristics and
mortality associated with COVID-19 in Jakarta, Indonesia: A hospital-
based retrospective cohort study. Lancet Reg Health West Pac; 9:100108.

Handayani, D., Hadi, D.R., Isbaniah F., dkk. Penyakit Virus Corona 2019. J
Respir Indo; 40:2.

Hernández, J.L., Nan, D., Fernandez-Ayala, M., dkk. 2020. Vitamin D Status in
Hospitalized Patients with SARS-CoV-2 Infection. J. Clin. Endocrinol.
Metab; 20(20): h: 1–11

Hoffmann, C., Casado JeL., H€arter, G., dkk. 2021. Immune deficiency is a risk
factor for severe COVID-19 in people living with HIV. HIV Med; 22:372-
378.

Holick, MF. 2009. Vitamin D Status: Measurement, Interpretation and Clinical


Application. Ann Epidemiol; 19(2): 73–78.
67

Ikawaty, R. 2020. Dinamika Interaksi Reseptor ACE2 dan SARS-CoV-2


Terhadap Manifestasi Klinis COVID-19, Jurnal Kesehatan dan Kedokteran;
1(2): 70-76.

Ismailova, A dan White, J. Vitamin D, infections and immunity. 2022. Rev


Endocr Metab Dis; 23:265–277.
Kam, K.Q., Yung, C.F., Cui, L., Lin, T.P.R., Mak, T.M., Maiwald, M., dkk. 2020.
A Well Infant with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) with High Viral
Load. Clin Infect Dis; 71(15): 847-849.

Karyono, D.R., Wicaksana, A.L.Current prevalence, characteristics, and


comorbidities of patients with COVID-19 in Indonesia. JCOEMPH;
3(2):77-84

KDIGO. 2013. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. Kidney Int,3 (1).
Kennel, KA dan Drake, MT. 2013. Vitamin D in the cancer patient. Curr Opin
Support Palliat Care; 7(3): 272–277.

Kong, J., Zhu, X., Shi, Y., dkk. 2013 VDR attenuates acute lung injury by
blocking Ang-2-Tie-2 pathway and renin-angiotensin system. Mol
Endocrinol; 27:2116–2125.

Kordzadeh-Kermani, E., Khalili, H. dan Karimzadeh, I. 2020. Pathogenesis,


clinical manifestations and complications of COVID-19. Future Microbiol;
15(13):1287–1305.

Kumar, S., Nyodu, R., Maurya V.K., dkk. 2020. Host Immune Response and
Immunobiology of Human SARS-CoV-2 Infection. Dalam: Saxena, S.K,
editor. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Epidemiology, Pathogenesis,
Diagnosis, and Therapeutics. Singapore: Springer Nature Singapore. h. 43-
54.
Levani, Y., Prastya, AD., Mawaddatunnadila, S. Coronavirus Disease 2019
(COVID-19): Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Pilihan Terapi. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan; 17(1); 44-57.
Li, G., Fan, Y., Lai, Y., Han, T., Li, Z., Zhou, P., dkk. 2020. Coronavirus
infections and immune responses. J Med Virol; 92(4): 424-32.
Li, X., Geng, M., Peng, Y., Meng, L., Lu, S. 2020. Molecular immune
pathogenesis and diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal; 10(2): 102-108.

Lino, K., Guimarães, G.M.C., Alves, L.S., dkk. 2021. Serum ferritin at admission
in hospitalized COVID-19 patients as a predictor of mortality. Braz j infect
dis;25(2):101569.
68

Liu, Q., Qin, C., Liu, M., Liu, J. 2021. Effectiveness and safety of SARS-CoV-2
vaccine in real-world studies: a systematic review and meta-analysis. Liu et
al. Infectious Diseases of Poverty; 10:132.
Liu, Y., Gayle, A.A., Wilder-Smith, A., Rocklöv, J. 2020. The reproductive
number of COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel
Med; 27(2).
Marik P, Kory P, Varon J. 2020. Does vitamin D status impact mortality from
Sars-CoV-2 Infection. Med Drug Discov; 6:100041.

Matsushita, K., Ding, N., Kou, M., dkk. 2020. The Relationship of COVID-19
Severity with Cardiovascular Disease and Its Traditional Risk Factors: A
Systematic Review and Meta-Analysis. Glob Heart; 15(1): 64.

Mendes, M.M, Hart, K.H., Botelho, P.B., dkk. 2018. Vitmin D Status in the
Tropic : Is Sunlight Exposure The Main Determinant?. Nutrition Bulletin.

Menon T., Gandhi S., Tariq W, dkk. 2021. Impact of Chronic Kidney Disease on
Severity and Mortality in COVID-19 Patients: A Systematic Review and
Meta-analysis. Cureus; 13(4): e14279.

Mohamadian, M., Chiti, H., Shoghli, A., dkk. 2021. COVID-19: Virology,
biology and novel laboratory diagnosis. J Gene Med; 23: e3303.

Mubarik, S., Liu, X., Eshak, E.S., dkk. 2021. The Association of Hypertension
with the Severity of and Mortality From the COVID-19 in the Early Stage
of the Epidemic in Wuhan, China: A Multicenter Retrospective Cohort
Study. Front Med;8.

Mubina, J.F., Wahyun, A. 2021. Pengaruh Vitamin D terhadap Keparahan dan


Mortalitas COVID-19. Medula; 11 (1): 183

Murdaca, G., Pioggia, G., Negrini, S. 2020. Vitamin D and Covid-19: an update
on evidence and potential therapeutic implications. Clin Mol Allergy; 18:23.

Neto, FL., Marino, LO., Torres, A., dkk. 2021. Community-acquired pneumonia
severity assessment tools in patients hospitalized with COVID-19: a
validation and clinical applicability study. Clin Microbiol Infect; 7:
1037.e1e1037.e8.

Nielsen, N.M., Junker, T.G., Boelt, S.G., dkk. 2022. Vitamin D status and severity
of COVID-19. Sci. Rep; 12:19823

Nimitphong, H dan Holick, Mf. 2013. Vitamin D status and sun exposure in
Southeast Asia Dermatoendocrinol; 5: 34–37.

PDPI, PERKI, PAPDI, dkk. 2020. Pedoman Tatalaksana COVID-19. Edisi ke-3.
Jakarta: PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI.
69

PERKENI. 2021. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia 2021. Jakarta: PB Perkeni. h: 11-12.

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.


Jakarta: PERKI. h 11-14.

Poskurica, M., Stevanovic, D., Zdravkovic. V., dkk. 2022. Admission Predictors
of Mortality in Hospitalized COVID-19 Patients A Serbian Cohort Study. J
Clin Med; 11: 6109.

Pusparini. 2014. Defisiensi Vitamin D Terhadap Penyakit (Vitamin D Deficiency


and Diseases). Indones J Clinical Pathol Med Laboratory; 21: 90-95.

Qin, C., Zhou, L., Hu, Z., Zhang, S., Yang, S., Tao, Y., dkk. 2020. Dysregulation
of immune response in patients with COVID-19 in Wuhan, China. Clin
Infect Dis; 71(15): 762-768.

Radujkovic, A., Hippchen, A., Tiwari-Heckler, S., dkk. 2020. Vitamin D


Deficiency and Outcome of COVID-19 Patients. Nutrients; 12:2757.

Riddle, M.C., Bakris, G., Blond, L., Boulton, A.J.M., D’Alessio, D., DiMeglio, L.
2020. American Diabetes Association Standards of Medical Care in
Diabetes 2021. Diabetes Care; 44 (1): 1-232.

Rowaiye, A.B., Okpalefe, O.A., Adejoke, O.O., dkk. 2021. Attenuating the
Effects of Novel COVID-19 (SARS-CoV-2) Infection-Induced Cytokine
Storm and the Implications. J Inflamm Res; 14:1487–1510.

Sanghera, D.K., Sapkota, B.R., Aston, C.E., Blackett, P.R. 2017. Vitamin D
Status, Gender Differences, and Cardiometabolic Health Disparities. Ann
Nutr Metab; 70:79–87.

Setiadi W., Rozi IE., Safari D., Daningrat WOD., Johar E., Yohan B., dkk. 2022.
Prevalence and epidemiological characteristics of COVID-19 after one
year of pandemic in Jakarta and neighbouring areas, Indonesia: A single
center study. PLoS ONE; 17(5): e0268241.

Setiawan, H., Purwanti, A., Sari, D.W.T., Pertiwi, I., Murtiani, F. Hubungan
Antara Kadar Vitamin D dengan Derajat Keparahan COVID-19. The
Indonesian Jounal of Infectious Disease; 8(1)

Shereen, M.A., Khan, S., Kazmi, A., Bashir, N., Siddique, R. 2020. Covid-19
infection: origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses.
J Adv Res; 24: 91-98.

Shi G, Zhang J, Zhang Z, Zhang X. 2013. Systemic Autoimmune Diseases. Clin


Dev Immunol; 728574.
70

Skrobot, A., Demkow, U. dan Wachowska, M. 2018. Immunomodulatory Role of


Vitamin D: A Review. Adv. Exp Med Biol.

Swastika, N.K.W., Suega, K. 2021. Diagnostic Value of Neutrophil to


Lymphocyte Ratio for Assessing the Disease Severity In Covid-19 Patients.
East J Med; 26(2): 199-230.

Taboada, M., Caruezo, V., Naveira, A., Atanassoff, P.G. 2020. Corticosteroids
and the hyper-inflammatory phase of the COVID-19 disease.
J. Clin. Anesth; 66: 109926.

Targher G., Mantovani A., Byrne C.D., dkk. 2020. Risk of severe illness from
COVID-19 in patients with metabolic dysfunction-associated fatty liver
disease and increased fibrosis scores. Gut; 0: 1–2.

Teymoori‐Rad, M., Shokri, F., Salimi, V., dkk. 2019. The interplay between
vitamin D and viral infections. Rev Med Virol.

Tsiaras, W.G. dan Weinstock, M.A. 2011. Factors Influencing Vitamin D


StatusFactors Influencing Vitamin D Status. Acta Derm Venereol; 91: 115–
124.

Vo, P., Koppel, C., Espinola, J.A., dkk. 2018 Vitamin D status at the time of
hospitalization for bronchiolitis and its association with disease severity. J
Pediatr; 203:416–422.
Wang, C., Deng, R., Gou, L., dkk. 2020. Preliminary study to identify severe from
moderate cases of COVID-19 using NLR&RDW-SD combination
parameter. Ann Transl Med; 8(9):593.
Wang, J., Zhou, M., Liu, F. 2020. Exploring the reasons for healthcare workers
infected with novel coronavirus disease 2019 (COVID-19) in China. J Hosp
Infect; 105:100-101

Wang, W., Hu, B., Hu, C., dkk. 2020. Clinical Characteristics of 138 Hospitalized
Patients With 2019 Novel Coronavirus–Infected Pneumonia in Wuhan,
China. JAM; 323(11):1061-1069

Wasityastuti, W., Dhamarjati, A., Siswanto. 2020. Imunosenesens dan Kerentanan


Populasi Usia Lanjut Terhadap Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). J
Respir Indo; 40(3).

WHO. 2016. Consolidated Guidelines Onthe Use of Antiretroviral Drugs for


Treating and Preventing Hiv Infection Recommendations For A Public
Health Approach. Edisi Kedua. Switzerland: WHO Press.h. 86.

WHO. 2020. Tes Diagnostik untuk SARS-CoV-2 Panduan interim. (cite 2021 jul
10). Available from URL:
71

https://www.who.int/docs/defaultsource/searo/indonesia/covid19/tes-
diagnostik-untuk-sars-cov-2.pdf?sfvrsn=71ceeae7_2.

WHO. 2021. Clinical management of COVID-19: living guidance. (cite 2021 jul
10). Available from URL: https://www.who.int/publications/i/item/WHO-
2019-nCoV-clinical-2021-1.

WHO. 2021. COVID-19 Weekly Epidemiological Update Data as received by


WHO from national authorities, as of 16 May 2021, 10 am CET. (cite 2021
jul 10). Available from URL:
https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-update-
on-covid-19---18-may-2021.

WHO. 2021. COVID-19 Weekly Epidemiological Update. Data as received by


WHO from national authorities, as of 16 May 2021, 10 am CET. (cite 2021
jul 10). Available from URL:
https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-update-
on-covid-19---11-may-2021.

Wu, C., Chen, X., Cai, Y., dkk. 2020. Risk Factors Associated With Acute
Respiratory Distress Syndrome and Death in Patients With Coronavirus
Disease 2019 Pneumonia in Wuhan, China. JAMA Intern. Med.

Xu, Z., Shi, Z., Wang, Y., dkk. 2020. Pathological findings of COVID-19
associated with acute respiratory distress syndrome. Lancet Respir Med;
8:420–22

Yang H., Xu, J., Liang, X., dkk. 2021. Autoimmune diseases are independently
associated with COVID-19 severity: Evidence based on adjusted effect
Estimates. J Infect; 82:e23–e26.

Ye, K., Tang F., Liao, X., dkk. 2020. Does Serum Vitamin D Level Affect
COVID-19 Infection and Its Severity? - A Case-Control Study. J Am Coll
Nutr; 40(8): 724-731.

Zhang, J., Xu, Y., Shen, B., dkk. 2021. The Association between Obesity and
Severity in Patients with Coronavirus Disease 2019: a Retrospective,
Single-center Study, Wuhan. Int J Med Sci; 18(8): 1768-1777.
72
73

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik


74

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar
75

Lampiran 3. Formulir Persetujuan setelah penjelasan (inform consent)

RSUP SANGLAH DENPASAR RM.1.14.1/IC/2016


PERSETUJUAN SETELAH
PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
SEBAGAI PESERTA PENELITIAN
Kami meminta Bapak/ Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kepesertaan dari
penelitian ini bersifat sukarela. Mohon agar dibaca penjelasan dibawah dan silakan
bertanya bila ada pertanyaan/ bila ada hal hal yang kurang jelas.

Judul Penelitian : Hubungan antara Kadar Vitamin D Serum dengan Derajat


Keparahan Pneumonia pada Pasien COVID-19

Peneliti Utama dr. Ni Made Nova Andari Kluniari

Prodi/ Fakultas/ Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu


Univ/ Departmen/ Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNUD – RSUP
Instansi Sanglah Denpasar

Peneliti Lain Tidak ada

Lokasi Penelitian RSUP Sanglah Denpasar

Sponsor/ Swadana

Sumber pendanaan

Penjelasan tentang penelitian


Proses kematian pada pasien COVID-19 dengan gejala respirasi yang
mengancam nyawa, terkait dengan hiperinflmasi dan respon imun yang tidak
terkontrol. Infeksi COVID-19 memicu terjadinya badai sitokin yang ditandai dengan
proses patologis mengancam nyawa seperti hiperinflamasi, komplikasi turunnya
tekanan darah, disfungsi koagulasi dan gangguan beberapa organ vital. Manifestasi
klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala
76

(asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, gagal napas, gagal organ.
Manefestasi klinis ini dipengaruhi oleh respon imun innate dan adaptive yang dapat
dipengaruhi oleh serum 25(OH)D, sehingga perlu diketahui apakah terdapat
hubungan kadar serum 25 (OH)D dengan derajat beratnya COVID-19. Dengan
mengetahui hubungan antara kadar vitamin D serum dengan derajat keparahan
pneumonia pada pasien COVID-19 maka diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah
sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan pengegolaan pasien COVID-
19 di rumah sakit, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada
pasien-pasien COVID-19.

Yang menjadi peserta penelitian ini adalah semua pasien COVID-19 yang
berusia 18 hingga 80 tahun, baik pria maupun Wanita. Jumlah peserta penelitian
adalah 68 orang. Akan dilakukan wawancara dan satu kali pengambilan sample darah
sebanyak 5 cc untuk melengkapi data penelitian. Waktu yang dibutuhkan responder
untuk mengikuti penelitian ini kurang lebih 15 menit. Penelitian ini sudah disetujui
oleh Komisi Etik Penelitian FK UNUD/ RSUP Sanglah yang telah melakukan telaah
proposal.

Manfaat yang didapat oleh peserta penelitian


Hasil penelitian ini akan bermanfaat langsung bagi peserta yaitu mengetahui
hubungan antara kadar vitamin D serum dengan derajat keparahan pneumonia pada
pasien COVID-19. Hasil pnelitian dapat memberikan bukti ilmiah sebagai bahan
pertimbangan dalam membuat kebijakan pengegolaan pasien COVID-19 di rumah
sakit, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien-
pasien COVID-19. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data dasar pnelitian
COVID-19 selanjutnya.

Ketidaknyamanan dan resiko/ kerugian yang mungkin akan dialami oleh


peserta penelitian
Pengambilan darah merupakan suatu tindakan berisiko rendah. Pada tindakan ini akan
menimbulkan risiko kerugian fisik seperti luka, rasa sakit selama dilakukan
77

pengambilan darah. Risiko kerugian sosial juga tidak didapatkan. Risiko kerugian
ekonomi dan terhadap aspek legal juga tidak didapatkan pada pasien ini.

Alternatif tindakan/ pengobatan

Pada penelitian tidak ada alternatif tindakan yang dilakukan, karena jenis tindakan
tersebut diatas yaitu pengambilan darah untuk menilai kadar vitamin D serum.

Kompensasi, biaya pemeriksaan / tindakan dan ketersediaan perawatan medis


bila terjadi akibat yang tidak diinginkan
Peneliti bertanggungjawab terhadap dampak yang ditimbulkan oleh prosedur medis
yang dilakukan dalam penelitian. Peneliti menanggung biaya pemeriksaan darah
vitamin D serum yang akan dilakukan pada penelitian ini. Prosedur medis yang
dilakukan pada penelitian ini adalah prosedur standar yang berisiko rendah. Bila
terjadi dampak medis sebagai akibat langsung dari prosedur penelitian, peneliti akan
menanggung biaya pengobatannya sesuai dengan standar pengobatan yang berlaku.

Kerahasiaan data peserta penelitian


Segala data hasil penelitian hanya diketahui oleh peneliti saja, dan peneliti akan
menjelaskan kepada pasien, data dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk disebarkan.

Kepesertaan pada penelitian ini adalah sukarela.


Kepesertaan Bapak/ Ibu pada penelitian ini bersifat sukarela. Bapak/ Ibu dapat
menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada penelitian atau
menghentikan kepesertaan dari penelitian kapan saja tanpa ada sanksi. Keputusan
Bapak/ Ibu untuk berhenti sebagai peserta penelitian tidak akan mempengaruhi mutu
dan akses/ kelanjutan pengobatan ke RSUP Sanglah Denpasar.

JIKA SETUJU UNTUK MENJADI PESERTA PENELITIAN


Jika setuju untuk menjadi peserta penelitian ini, Bapak/ Ibu diminta untuk
menandatangani formulir ‘Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Sebagai *Peserta Penelitian / *Wali’ setelah Bapak/ Ibu benar benar memahami
78

tentang penelitian ini. Bapak/ Ibu akan diberi salinan persetujuan yang sudah
ditandatangani ini.

Bila selama berlangsungnya penelitian terdapat perkembangan baru yang dapat


mempengaruhi keputusan Bapak/ Ibu untuk kelanjutan kepesertaan dalam penelitian,
peneliti akan menyampaikan hal ini kepada Bapak/ Ibu. Bila ada pertanyaan yang
perlu disampaikan kepada peneliti, dapat menghubungi dr. Ni Made Nova Andari
Kluniari, nomor HP 08996110289, email: Andarikung@gmail.com.

Tanda tangan Bapak/ Ibu dibawah ini menunjukkan bahwa Bapak/ Ibu telah
membaca, telah memahami dan telah mendapat kesempatan untuk bertanya kepada
peneliti tentang penelitian ini dan menyetujui untuk menjadi peserta penelitian.

Peserta/ Subyek Penelitian, Wali,

__________________________ __________________________

Tanda Tangan dan Nama Tanda Tangan dan Nama

Tanggal (wajib diisi): / / Tanggal (wajib diisi): / /

Hubungan dg Peserta/ Subyek


Penelitian:

_____________________________________

Peneliti

dr. Ni Made Nova Andari Kluniari __________________

Tanda Tangan dan Nama Tanggal


79

Tanda tangan saksi diperlukan pada formulir Consent ini hanya bila (Diisi oleh
peneliti)
Peserta Penelitian memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, tetapi tidak
dapat membaca/ tidak dapat bicara atau buta
Wali dari peserta penelitian tidak dapat membaca/ tidak dapat bicara atau buta
Komisi Etik secara spesifik mengharuskan tanda tangan saksi pada penelitian ini
(misalnya untuk penelitian resiko tinggi dan atau prosedur penelitian invasive)
Catatan:
Saksi harus merupakan keluarga peserta penelitian, tidak boleh anggota tim
penelitian.

Saksi:
Saya menyatakan bahwa informasi pada formulir penjelasan telah dijelaskan dengan
benar dan dimengerti oleh peserta penelitian atau walinya dan persetujuan untuk
menjadi peserta penelitian diberikan secara sukarela.

________________________________ __________________
Nama dan Tanda tangan saksi Tanggal
80

Lampiran 4. Formulir persetujuan tertulis setelah penjelasan

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI SUBJEK PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D SERUM DENGAN DERAJAT


KEPARAHAN PNEUMONIA PADA PASIEN COVID-19

Saya (nama, huruf cetak) …………………………………………………


telah membaca keterangan terlampir, dan telah berdiskusi mengenai penelitian ini
dengan dr. (huruf cetak) …………………………… dan mengerti hal-hal yang
menyangkut penelitian ini.

PASIEN Saya bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

Denpasar, …………………… ………….………….

(tanggal) (tanda tangan)

PENELITI Saya telah menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian

Ini kepada pasien atas nama tersebut diatas.

Denpasar, …………………… ………….………….

(tanggal) (tanda tangan)


81

Lampiran 5. Formulir Penelitian

HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D SERUM DENGAN DERAJAT


KEPARAHAN PNEUMONIA PADA PASIEN COVID-19
IDENTITAS SUBYEK

1 Nomor subyek

2 Nama

3 Inisial

4 Jenis kelamin

5 Tanggal lahir

6 Usia

7 Alamat

8 No telepon yg dapat dihubungi

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

1 Kesadaran (GCS)

2 Respirasi x/mnt

3 Nadi x/mnt

4 Tekanan darah mmHg

5 Temperatur axila O
C

4 Berat badan Kg

5 Tinggi Badan cm

6 BMI Kg/m2

7 WBC .103/mm3
82

8 Limfosit .103/mm3

9 Hemoglobin mg/dL

10 MCV %

11 MCH %

12 Trombosit 103/mm3

13 BUN mg/dL.

14 SC mg/dL.

15 Gula Darah Acak mg/dL.

16 pH

17 pO2

18 PCO2

19 HCO3-

20 SaO2

21 Thorak photo pneumonia bilateral YA/Tidak


83

Lampiran 6. Skor SCAP

Variabel Nilai

pH Arteri <7.3 Ya : 13

Tidak : 0

Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg Ya : 11

Tidak 0

Laju Respirasi > 30x/menit Ya : 9

Tidak : 0

BUN > 30 mg/dL Ya : 5

Tidak : 0

Gangguan status mental Ya : 5

Tidak : 0

pO2 < 54 mmHg Ya : 6

Tidak : 0

Usia ≥ 80 tahun Ya : 5

Tidak : 0

Perselubungan multilobar/bilateral pada X-ray Ya : 5

Tidak : 0
84

Lampiran 7. Hasil Analisis Penelitian


Deskriptif

Descriptives
Statistic Std. Error
WBC Mean 11.1300 .79508
95% Confidence Lower 9.5430
Interval for Mean Bound
Upper 12.7170
Bound
5% Trimmed Mean 10.5293
Median 9.2300
Variance 42.986
Std. Deviation 6.55639
Minimum 2.80
Maximum 36.14
Range 33.34
Interquartile Range 7.02
Skewness 1.596 .291
Kurtosis 3.190 .574
HB Mean 12.7016 .31045
95% Confidence Lower 12.0819
Interval for Mean Bound
Upper 13.3213
Bound
5% Trimmed Mean 12.7083
Median 12.6500
Variance 6.554
Std. Deviation 2.56007
Minimum 4.90
Maximum 22.90
Range 18.00
Interquartile Range 2.55
Skewness .283 .291
Kurtosis 3.673 .574
85

PLT Mean 243.0294 10.97993


95% Confidence Lower 221.1134
Interval for Mean Bound
Upper 264.9454
Bound
5% Trimmed Mean 241.2549
Median 229.5000
Variance 8197.999
Std. Deviation 90.54280
Minimum 16.00
Maximum 460.00
Range 444.00
Interquartile Range 129.50
Skewness .249 .291
Kurtosis -.011 .574
NLR Mean 13.2053 1.85578
95% Confidence Lower 9.5012
Interval for Mean Bound
Upper 16.9094
Bound
5% Trimmed Mean 10.9319
Median 7.2850
Variance 234.185
Std. Deviation 15.30312
Minimum 1.15
Maximum 77.17
Range 76.02
Interquartile Range 11.15
Skewness 2.613 .291
Kurtosis 7.436 .574
SC Mean 1.7432 .26098
95% Confidence Lower 1.2223
Interval for Mean Bound
Upper 2.2642
Bound
5% Trimmed Mean 1.3595
Median .9000
86

Variance 4.631
Std. Deviation 2.15209
Minimum .40
Maximum 11.20
Range 10.80
Interquartile Range 1.28
Skewness 3.138 .291
Kurtosis 10.066 .574
SGOT Mean 54.9353 3.74492
95% Confidence Lower 47.4604
Interval for Mean Bound
Upper 62.4102
Bound
5% Trimmed Mean 52.3235
Median 46.0000
Variance 953.661
Std. Deviation 30.88141
Minimum 14.80
Maximum 153.70
Range 138.90
Interquartile Range 34.78
Skewness 1.373 .291
Kurtosis 1.684 .574
SGPT Mean 44.9606 4.69921
95% Confidence Lower 35.5809
Interval for Mean Bound
Upper 54.3402
Bound
5% Trimmed Mean 40.9173
Median 28.7250
Variance 1501.612
Std. Deviation 38.75064
Minimum 5.00
Maximum 185.10
Range 180.10
Interquartile Range 34.10
Skewness 1.741 .291
87

Kurtosis 2.450 .574


d-dimer Mean 6.2243 1.47279
95% Confidence Lower 3.2846
Interval for Mean Bound
Upper 9.1640
Bound
5% Trimmed Mean 4.1458
Median 1.6100
Variance 147.499
Std. Deviation 12.14494
Minimum .09
Maximum 69.91
Range 69.82
Interquartile Range 2.56
Skewness 3.361 .291
Kurtosis 12.682 .574
feritin Mean 1775.1166 336.15753
95% Confidence Lower 1104.1434
Interval for Mean Bound
Upper 2446.0898
Bound
5% Trimmed Mean 1322.0720
Median 947.0550
Variance 7684127.955
Std. Deviation 2772.02597
Minimum 65.32
Maximum 18531.81
Range 18466.49
Interquartile Range 1375.09
Skewness 4.338 .291
Kurtosis 22.287 .574
Usia (tahun) Mean 62.00 1.918
95% Confidence Lower 58.17
Interval for Mean Bound
Upper 65.83
Bound
5% Trimmed Mean 62.52
88

Median 64.00
Variance 250.179
Std. Deviation 15.817
Minimum 18
Maximum 100
Range 82
Interquartile Range 22
Skewness -.506 .291
Kurtosis .532 .574
TD Sistolic Mean 107.34 3.251
95% Confidence Lower 100.85
Interval for Mean Bound
Upper 113.83
Bound
5% Trimmed Mean 107.22
Median 110.00
Variance 718.794
Std. Deviation 26.810
Minimum 50
Maximum 170
Range 120
Interquartile Range 40
Skewness -.120 .291
Kurtosis -.377 .574
RR Mean 27.51 .659
95% Confidence Lower 26.20
Interval for Mean Bound
Upper 28.83
Bound
5% Trimmed Mean 27.97
Median 30.00
Variance 29.567
Std. Deviation 5.438
Minimum 10
Maximum 33
Range 23
Interquartile Range 9
89

Skewness -1.200 .291


Kurtosis .823 .574
pH Arteri Mean 7.3819 .01393
95% Confidence Lower 7.3541
Interval for Mean Bound
Upper 7.4097
Bound
5% Trimmed Mean 7.3924
Median 7.4100
Variance .013
Std. Deviation .11488
Minimum 6.98
Maximum 7.53
Range .55
Interquartile Range .12
Skewness -1.551 .291
Kurtosis 2.823 .574
BUN Mean 29.4296 3.29897
95% Confidence Lower 22.8448
Interval for Mean Bound
Upper 36.0143
Bound
5% Trimmed Mean 25.9937
Median 20.7050
Variance 740.059
Std. Deviation 27.20402
Minimum .60
Maximum 180.00
Range 179.40
Interquartile Range 24.35
Skewness 3.065 .291
Kurtosis 13.672 .574
pO2 Mean 88.3824 4.61551
95% Confidence Lower 79.1698
Interval for Mean Bound
Upper 97.5949
Bound
90

5% Trimmed Mean 85.5980


Median 85.5000
Variance 1448.598
Std. Deviation 38.06045
Minimum 43.00
Maximum 204.00
Range 161.00
Interquartile Range 55.50
Skewness .986 .291
Kurtosis .535 .574
SCAP Mean 18.38 1.173
95% Confidence Lower 16.04
Interval for Mean Bound
Upper 20.72
Bound
5% Trimmed Mean 17.89
Median 17.50
Variance 93.643
Std. Deviation 9.677
Minimum 0
Maximum 54
Range 54
Interquartile Range 14
Skewness .870 .291
Kurtosis 1.669 .574
Vitamin D Mean 17.4324 1.01132
95% Confidence Lower 15.4137
Interval for Mean Bound
Upper 19.4510
Bound
5% Trimmed Mean 16.8359
Median 16.2500
Variance 69.549
Std. Deviation 8.33959
Minimum 3.60
Maximum 45.30
Range 41.70
91

Interquartile Range 9.50


Skewness 1.147 .291
Kurtosis 1.609 .574
92

Mann-Whitney Test
Usia TD
(tahun) Sistolic RR pH Arteri BUN pO2
Mann-Whitney U 97.500 203.500 62.500 220.000 106.000 148.500
Wilcoxon W 133.500 2033.500 98.500 2050.000 142.000 1978.500
Z -2.714 -.699 -3.408 -.381 -2.551 -1.742
Asymp. Sig. (2- .007 .485 .001 .703 .011 .081
tailed)

Vitamin
D WBC PLT NLR SC
Mann-Whitney U 69.000 158.000 205.000 124.000 175.000
Wilcoxon W 1899.000 194.000 241.000 160.000 211.000
Z -3.255 -1.561 -.666 -2.208 -1.248
Asymp. Sig. (2-tailed) .001 .119 .505 .027 .212

SGOT SGPT d-dimer feritin


Mann-Whitney U 232.000 200.000 94.000 124.000
Wilcoxon W 268.000 2030.000 130.000 160.000
Z -.152 -.761 -2.779 -2.208
Asymp. Sig. (2-tailed) .879 .446 .005 .027
93

Jenis Kelamin * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat
SCAP SCAP
lebih kurang
dari 10 dari 10 Total
Jenis Kelamin Perempuan Count 29 3 32
% within Jenis 90.6% 9.4% 100.0%
Kelamin
% within SCALPkat 48.3% 37.5% 47.1%
% of Total 42.6% 4.4% 47.1%
Laki-Laki Count 31 5 36
% within Jenis 86.1% 13.9% 100.0%
Kelamin
% within SCALPkat 51.7% 62.5% 52.9%
% of Total 45.6% 7.4% 52.9%
Total Count 60 8 68
% within Jenis 88.2% 11.8% 100.0%
Kelamin
% within SCALPkat 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .333a 1 .564
Continuity Correctionb .040 1 .842
Likelihood Ratio .337 1 .562
Fisher's Exact Test .713 .424
Linear-by-Linear .328 1 .567
Association
N of Valid Cases 68
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3.76.
b. Computed only for a 2x2 table
94

alter mental sts * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat Total
SCAP SCAP
lebih dari kurang
10 dari 10
alter mental sts 1.00 Count 26 0 26
% within alter mental 100.0% 0.0% 100.0%
sts
% within SCALPkat 43.3% 0.0% 38.2%
% of Total 38.2% 0.0% 38.2%
2.00 Count 34 8 42
% within alter mental 81.0% 19.0% 100.0%
sts
% within SCALPkat 56.7% 100.0% 61.8%
% of Total 50.0% 11.8% 61.8%
Total Count 60 8 68
% within alter mental 88.2% 11.8% 100.0%
sts
% within SCALPkat 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.613 a
1 .018
Continuity Correctionb 3.928 1 .047
Likelihood Ratio 8.360 1 .004
Fisher's Exact Test .020 .016
Linear-by-Linear 5.530 1 .019
Association
N of Valid Cases 68
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 3.06.
95

b. Computed only for a 2x2 table

THORAK * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat
SCAP lebih SCAP kurang
dari 10 dari 10 Total
THORAK 1.00 Count 55 7 62
% within 88.7% 11.3% 100.0%
THORAK
% within 91.7% 87.5% 91.2%
SCALPkat
% of Total 80.9% 10.3% 91.2%
2.00 Count 5 1 6
% within 83.3% 16.7% 100.0%
THORAK
% within 8.3% 12.5% 8.8%
SCALPkat
% of Total 7.4% 1.5% 8.8%
Total Count 60 8 68
% within 88.2% 11.8% 100.0%
THORAK
% within 100.0% 100.0% 100.0%
SCALPkat
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%
96

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact Exact
Significanc Sig. (2- Sig. (1-
Value df e (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .152 a
1 .696
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .139 1 .710
Fisher's Exact Test .543 .543
Linear-by-Linear .150 1 .698
Association
N of Valid Cases 68
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .71.
b. Computed only for a 2x2 table

HT * SCALPkat
Crosstab
SCALPkat
SCAP lebih SCAP kurang
dari 10 dari 10 Total
HT Hipertensi Count 33 2 35
% within HT 94.3% 5.7% 100.0%
% within 55.0% 25.0% 51.5%
SCALPkat
% of Total 48.5% 2.9% 51.5%
Tidak Count 27 6 33
Hipertensi % within HT 81.8% 18.2% 100.0%
% within 45.0% 75.0% 48.5%
SCALPkat
% of Total 39.7% 8.8% 48.5%
Total Count 60 8 68
% within HT 88.2% 11.8% 100.0%
% within 100.0% 100.0% 100.0%
SCALPkat
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%
97

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.543 a
1 .111
Continuity Correctionb 1.484 1 .223
Likelihood Ratio 2.635 1 .105
Fisher's Exact Test .144 .111
Linear-by-Linear 2.506 1 .113
Association
N of Valid Cases 68
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 3.88.
b. Computed only for a 2x2 table

DM * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat
SCAP lebih SCAP kurang
dari 10 dari 10 Total
DM DM Count 27 1 28
% within DM 96.4% 3.6% 100.0%
% within 45.0% 12.5% 41.2%
SCALPkat
% of Total 39.7% 1.5% 41.2%
Tidak Count 33 7 40
DM % within DM 82.5% 17.5% 100.0%
% within 55.0% 87.5% 58.8%
SCALPkat
% of Total 48.5% 10.3% 58.8%
Total Count 60 8 68
% within DM 88.2% 11.8% 100.0%
% within 100.0% 100.0% 100.0%
SCALPkat
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%
98

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact Exact
Significance Sig. (2- Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3.078 1 .079
a

Continuity Correctionb 1.883 1 .170


Likelihood Ratio 3.534 1 .060
Fisher's Exact Test .128 .081
Linear-by-Linear 3.033 1 .082
Association
N of Valid Cases 68
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3.29.
b. Computed only for a 2x2 table

CLD * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat
SCAP lebih SCAP kurang
dari 10 dari 10 Total
CLD CLD Count 8 3 11
% within CLD 72.7% 27.3% 100.0%
% within 13.3% 37.5% 16.2%
SCALPkat
% of Total 11.8% 4.4% 16.2%
Tidak Count 52 5 57
CLD % within CLD 91.2% 8.8% 100.0%
% within 86.7% 62.5% 83.8%
SCALPkat
% of Total 76.5% 7.4% 83.8%
Total Count 60 8 68
% within CLD 88.2% 11.8% 100.0%
% within 100.0% 100.0% 100.0%
SCALPkat
99

% of Total 88.2% 11.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.040 1 .081
a

Continuity Correctionb 1.519 1 .218


Likelihood Ratio 2.486 1 .115
Fisher's Exact Test .113 .113
Linear-by-Linear 2.996 1 .083
Association
N of Valid Cases 68
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.29.
b. Computed only for a 2x2 table

CKD * SCALPkat
Crosstab
SCALPkat
SCAP lebih SCAP kurang
dari 10 dari 10 Total
CKD CKD Count 22 0 22
% within CKD 100.0% 0.0% 100.0%
% within 36.7% 0.0% 32.4%
SCALPkat
% of Total 32.4% 0.0% 32.4%
Tidak Count 38 8 46
CKD % within CKD 82.6% 17.4% 100.0%
% within 63.3% 100.0% 67.6%
SCALPkat
% of Total 55.9% 11.8% 67.6%
Total Count 60 8 68
% within CKD 88.2% 11.8% 100.0%
100

% within 100.0% 100.0% 100.0%


SCALPkat
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.336 a
1 .037
Continuity Correctionb 2.823 1 .093
Likelihood Ratio 6.753 1 .009
Fisher's Exact Test .047 .035
Linear-by-Linear 4.272 1 .039
Association
N of Valid Cases 68
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2.59.
b. Computed only for a 2x2 table

kardiovaskular * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat Total
SCAP SCAP
lebih dari kurang dari
10 10
kardiovask Penyakit Count 21 2 23
ular Kardiovasku % within 91.3% 8.7% 100.0%
lar kardiovaskular
% within SCALPkat 35.0% 25.0% 33.8%
% of Total 30.9% 2.9% 33.8%
Tidak Count 39 6 45
Penyakit % within 86.7% 13.3% 100.0%
KArdiovask kardiovaskular
ular % within SCALPkat 65.0% 75.0% 66.2%
% of Total 57.4% 8.8% 66.2%
Total Count 60 8 68
101

% within 88.2% 11.8% 100.0%


kardiovaskular
% within SCALPkat 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%

vaksin * SCALPkat

Crosstab
SCALPkat
SCAP lebih SCAP kurang
dari 10 dari 10 Total
vaksin Belum Count 32 3 35
Vaksin % within 91.4% 8.6% 100.0%
vaksin
% within 53.3% 37.5% 51.5%
SCALPkat
% of Total 47.1% 4.4% 51.5%
Vaksin Count 28 5 33
% within 84.8% 15.2% 100.0%
vaksin
% within 46.7% 62.5% 48.5%
SCALPkat
% of Total 41.2% 7.4% 48.5%
Total Count 60 8 68
% within 88.2% 11.8% 100.0%
vaksin
% within 100.0% 100.0% 100.0%
SCALPkat
% of Total 88.2% 11.8% 100.0%
102

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .708 a
1 .400
Continuity Correctionb .216 1 .642
Likelihood Ratio .713 1 .398
Fisher's Exact Test .471 .321
Linear-by-Linear .698 1 .403
Association
N of Valid Cases 68
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 3.88.
b. Computed only for a 2x2 table
103

Correlations
Vitamin d-
SCAP D WBC HB PLT NLR SC SGOT SGPT dimer feritin onset
SCAP Correlation 1.000 -.476** .332** -.146 .217 .217 .064 -.177 -.314** .199 .131 .212
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .000 .006 .235 .076 .076 .604 .150 .009 .103 .286 .082
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
Vitamin Correlation -.476**
1.000 .029 .028 -.086 -.093 .121 .106 .292*
-.008 .010 .055
D Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 . .815 .823 .487 .449 .325 .389 .016 .945 .936 .657
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
WBC Correlation .332 **
.029 1.000 .011 .429 **
.453**
.139 .040 .140 .342 **
.309*
.071
Coefficient
Sig. (2-tailed) .006 .815 . .927 .000 .000 .257 .748 .256 .004 .010 .567
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
HB Correlation -.146 .028 .011 1.000 .090 -.028 -.010 -.097 .145 -.209 -.029 -.003
Coefficient
Sig. (2-tailed) .235 .823 .927 . .463 .822 .934 .433 .238 .087 .814 .979
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
PLT Correlation .217 -.086 .429** .090 1.000 .086 -.070 -.037 .211 .125 .085 .128
Coefficient
Sig. (2-tailed) .076 .487 .000 .463 . .488 .573 .762 .084 .310 .492 .299
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
NLR Correlation .217 -.093 .453 **
-.028 .086 1.000 .061 -.108 .048 .314 **
.297*
-.061
Coefficient
Sig. (2-tailed) .076 .449 .000 .822 .488 . .619 .380 .698 .009 .014 .622
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
SC Correlation .064 .121 .139 -.010 -.070 .061 1.000 -.036 .147 -.079 .250*
-.117
Coefficient
Sig. (2-tailed) .604 .325 .257 .934 .573 .619 . .772 .231 .521 .040 .344
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
SGOT Correlation -.177 .106 .040 -.097 -.037 -.108 -.036 1.000 .617** .073 .274* -.002
Coefficient
Sig. (2-tailed) .150 .389 .748 .433 .762 .380 .772 . .000 .556 .024 .984
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
SGPT Correlation -.314** .292* .140 .145 .211 .048 .147 .617** 1.000 -.061 .394** .115
Coefficient
104

Sig. (2-tailed) .009 .016 .256 .238 .084 .698 .231 .000 . .619 .001 .350
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
d-dimer Correlation .199 -.008 .342 **
-.209 .125 .314**
-.079 .073 -.061 1.000 .101 .018
Coefficient
Sig. (2-tailed) .103 .945 .004 .087 .310 .009 .521 .556 .619 . .414 .887
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
feritin Correlation .131 .010 .309* -.029 .085 .297* .250* .274* .394** .101 1.000 .204
Coefficient
Sig. (2-tailed) .286 .936 .010 .814 .492 .014 .040 .024 .001 .414 . .095
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
onset Correlation .212 .055 .071 -.003 .128 -.061 -.117 -.002 .115 .018 .204 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .082 .657 .567 .979 .299 .622 .344 .984 .350 .887 .095 .
N 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
105

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a HT(1) -.270 1.202 .051 1 .822 .763 .072 8.048
DM(1) -.967 1.467 .435 1 .510 .380 .021 6.738
Obes(1) .916 1.380 .440 1 .507 2.498 .167 37.328
malignancy(1) -19.251 28394.931 .000 1 .999 .000 .000 .
autoimun(1) 21.007 40192.970 .000 1 1.000 1327594 .000 .
993.234
HIV(1) 2.493 1.853 1.811 1 .178 12.100 .321 456.707
CLD(1) 1.353 1.201 1.270 1 .260 3.868 .368 40.680
CKD(1) -19.603 7596.494 .000 1 .998 .000 .000 .
kardiovaskular(1) .059 1.415 .002 1 .966 1.061 .066 16.995
vaksin(1) -.121 1.372 .008 1 .930 .886 .060 13.035
Kat_VitD(1) 3.171 2.207 2.064 1 .151 23.821 .315 1801.411
Jenis Kelamin(1) -1.083 1.575 .473 1 .492 .339 .015 7.420
Constant -1.891 1.082 3.056 1 .080 .151
Step 2 a
HT(1) -.254 1.144 .049 1 .824 .775 .082 7.296
DM(1) -.965 1.466 .433 1 .510 .381 .022 6.741
Obes(1) .898 1.316 .466 1 .495 2.454 .186 32.361
malignancy(1) -19.272 28393.580 .000 1 .999 .000 .000 .
autoimun(1) 20.963 40192.970 .000 1 1.000 1270913 .000 .
749.159
HIV(1) 2.477 1.810 1.873 1 .171 11.905 .343 413.521
CLD(1) 1.344 1.183 1.291 1 .256 3.836 .377 39.016
CKD(1) -19.611 7591.750 .000 1 .998 .000 .000 .
vaksin(1) -.113 1.364 .007 1 .934 .893 .062 12.937
Kat_VitD(1) 3.207 2.034 2.487 1 .115 24.700 .459 1329.650
Jenis Kelamin(1) -1.093 1.563 .488 1 .485 .335 .016 7.180
Constant -1.874 .999 3.519 1 .061 .153
Step 3 a
HT(1) -.252 1.138 .049 1 .825 .778 .083 7.241
DM(1) -.993 1.426 .485 1 .486 .370 .023 6.057
Obes(1) .860 1.236 .484 1 .487 2.362 .210 26.632
malignancy(1) -19.329 28420.722 .000 1 .999 .000 .000 .
autoimun(1) 21.077 40192.969 .000 1 1.000 1424485 .000 .
490.546
106

HIV(1) 2.455 1.784 1.895 1 .169 11.649 .353 384.207


CLD(1) 1.330 1.167 1.298 1 .254 3.782 .384 37.285
CKD(1) -19.651 7578.084 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 3.162 1.952 2.623 1 .105 23.614 .515 1083.670
Jenis Kelamin(1) -1.162 1.326 .767 1 .381 .313 .023 4.212
Constant -1.874 .997 3.532 1 .060 .153
Step 4 a
DM(1) -1.063 1.390 .585 1 .444 .345 .023 5.267
Obes(1) .810 1.226 .437 1 .509 2.248 .204 24.842
malignancy(1) -19.276 28420.722 .000 1 .999 .000 .000 .
autoimun(1) 21.203 40192.969 .000 1 1.000 1615474 .000 .
842.851
HIV(1) 2.527 1.754 2.074 1 .150 12.510 .402 389.434
CLD(1) 1.348 1.167 1.334 1 .248 3.852 .391 37.962
CKD(1) -19.708 7571.875 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 3.126 1.928 2.630 1 .105 22.780 .521 996.039
Jenis Kelamin(1) -1.199 1.317 .828 1 .363 .302 .023 3.985
Constant -1.927 .967 3.968 1 .046 .146
Step 5a DM(1) -.757 1.290 .344 1 .558 .469 .037 5.884
malignancy(1) -19.366 28420.722 .000 1 .999 .000 .000 .
autoimun(1) 21.203 40192.969 .000 1 1.000 1615474 .000 .
842.851
HIV(1) 2.475 1.761 1.975 1 .160 11.884 .377 375.080
CLD(1) 1.547 1.137 1.851 1 .174 4.695 .506 43.585
CKD(1) -19.880 7573.608 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 3.114 1.927 2.612 1 .106 22.500 .516 981.920
Jenis Kelamin(1) -1.277 1.302 .962 1 .327 .279 .022 3.578
Constant -1.837 .958 3.676 1 .055 .159
Step 6 a
malignancy(1) -19.012 28420.722 .000 1 .999 .000 .000 .
autoimun(1) 21.203 40192.969 .000 1 1.000 1615474 .000 .
842.851
HIV(1) 2.822 1.688 2.794 1 .095 16.805 .615 459.422
CLD(1) 1.808 1.073 2.837 1 .092 6.097 .744 49.974
CKD(1) -20.068 7468.174 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 3.453 1.864 3.433 1 .064 31.589 .819 1218.353
Jenis Kelamin(1) -1.262 1.301 .942 1 .332 .283 .022 3.621
Constant -2.191 .812 7.276 1 .007 .112
Step 7 a
autoimun(1) 21.203 40192.969 .000 1 1.000 1615474 .000 .
107

HIV(1) 2.905 1.682 2.983 1 .084 18.262 .676 493.288


CLD(1) 1.926 1.066 3.262 1 .071 6.859 .849 55.425
CKD(1) -19.997 7468.586 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 3.495 1.871 3.490 1 .062 32.957 .842 1289.718
Jenis Kelamin(1) -1.181 1.301 .823 1 .364 .307 .024 3.936
Constant -2.314 .803 8.310 1 .004 .099
Step 8 a
autoimun(1) 21.203 40192.969 .000 1 1.000 1615474 .000 .
842.851
HIV(1) 2.741 1.591 2.967 1 .085 15.500 .685 350.635
CLD(1) 2.230 1.032 4.667 1 .031 9.300 1.230 70.333
CKD(1) -19.546 7931.001 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 2.741 1.591 2.967 1 .085 15.500 .685 350.635
Constant -2.741 .730 14.114 1 .000 .065
Step 9a HIV(1) 2.741 1.591 2.967 1 .085 15.500 .685 350.635
CLD(1) 2.230 1.032 4.667 1 .031 9.300 1.230 70.333
CKD(1) -19.844 7759.639 .000 1 .998 .000 .000 .
Kat_VitD(1) 3.434 1.426 5.803 1 .016 31.000 1.896 506.771
Constant -2.741 .730 14.114 1 .000 .065
a. Variable(s) entered on step 1: HT, DM, Obes, malignancy, autoimun, HIV, CLD, CKD, kardiovaskular, vaksin, Kat_VitD,
Jenis Kelamin.

Anda mungkin juga menyukai