Anda di halaman 1dari 79

UNIVERSITAS INDONESIA

KORELASI ANTARA DNA CMV KUANTITATIF DENGAN


PENINGKATAN TITER ANTIBODI IgG CMV PADA RESIPIEN
TRANSPLANTASI GINJAL YANG MENGALAMI REAKTIVASI

TESIS

CANDRA WIBOWO
1206327140

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM
JAKARTA
DESEMBER 2014
UNIVERSITAS INDONESIA

KORELASI ANTARA DNA CMV KUANTITATIF DENGAN


PENINGKATAN TITER ANTIBODI IgG CMV PADA RESIPIEN
TRANSPLANTASI GINJAL YANG MENGALAMI REAKTIVASI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Pendidikan Dokter Sub Spesialis Penyakit Dalam

CANDRA WIBOWO
1206327140

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SUBSPESIALIS
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM
PEMINATAN GINJAL HIPERTENSI
JAKARTA
DESEMBER 2014

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuik

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Candra Wibowo

NPM : 1206327140

Tanda tangan :

Tanggal : 9 Desember 2014

iii

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


HALAMAN PENGESAHAN

Penelitian ini diajukan oleh :


Nama : dr. Candra Wibowo, SpPD
NPM : 1206327140
Program Studi : Pendidikan Dokter Subspesialis Ilmu Penyakit Dalam
Judul Penelitian :

Korelasi antara DNA CMV Kuantitatif dengan Peningkatan Titer Antibodi


IgG CMV pada Resipien Transplantasi Ginjal yang Mengalami Reaktivasi

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Subspesialis pada Program
Pendidikan Dokter Subspesialis Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Dewan Penguji

Pembimbing I : Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD-KGH ……………..

Pembimbing II: dr. Maruhum Bonar H. Marbun, SpPD-KGH ……………..

Pembimbing Metode Penelitian:

Dr. dr. C. Martin Rumende, SpPD-KP ……………..

Tim Penguji :

dr. H.E. Mudjaddid, SpPD-KPsi (Ketua) ……………..

Dr. dr. Rubin Surachno Gondodiputro, SpPD-KGH (Anggota) ……………..

Prof. dr. Lukman Hakim Makmun, SpPD-KKV (Anggota) ……………..

dr. Ginova Nainggolan, SpPD-KGH (Anggota) ……………..

Prof. dr.Marcellus Simadibrata, SpPD-KGEH, PhD (Anggota) ……………..

Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI (Anggota) ……………..

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 9 Desember 2014
iv

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


`

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter
Sub Spesialis Penyakit dalam Kekhususan Ginjal Hipertensi di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa apa yang saya dapatkan sampai saat ini baik
selama pendidikan maupun selama melakukan penelitian ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan, kerjasama, dan doa restu dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini ijinkan saya menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan ucapan
terima kasih yang tidak terhingga kepada:
Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia saat ini, yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk menjalani proses pendidikan di Fakultas yang beliau pimpin.
Dr. dr. Imam Subekti, SPPD-KEMD, FINASIM selaku Ketua Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
dr. H.E. Mudjaddid, SpPD-KPsi, FINASIM selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Sub Spesialis Penyakit Dalam saat ini.
dr. Dharmeizar, SpPD-KGH sebagai Ketua Divisi Ginjal Hipertensi yang telah
memberikan kesempatan dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
Prof. Dr. dr. Parlindungan Siregar, SpPD-KGH sebagai Koordinator Program
Pendidikan Dokter Subspesialis Peminatan Ginjal Hipertensi yang
meluangkan waktu membimbing dan mendukung dalam pendidikan ini.
Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD-KGH selaku pembimbing utama yang
telah menghantarkan saya dalam melewati jenjang pendidikan ini.
dr. Maruhum Bonar H. Marbun, SpPD-KGH, selaku pembimbing yang telah
membantu, mendukung, memberi semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
Dr. dr. C. Martin Rumende, SpPD-KP selaku pembimbing metode penelitian
dan statistik yang telah memberikan ide, masukan dan saran agar penelitian ini
dapat diselesaikan dengan baik.

vi Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


Prof. Dr. dr. Suhardjono, SpPD-KGH KGer, Prof. dr. Wiguno Prodjosudjadi,
PhD, SpPD-KGH sebagai guru besar yang telah menjadi sumber pengetahuan,
guru dan teladan selama masa pendidikan dan yang akan tetap menjadi sumber
ilmu sepanjang masa.
Dr. dr. Imam Effendi, SpPD-KGH, Dr. dr. Lucky Aziza Bawazir, SpPD-KGH,
SH MH, dr. Aida Lydia, PhD, SpPD-KGH, dr. Ginova Nainggolan, SpPD-
KGH, dr. Ardaya, SpPD-KGH, dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD, dr. Ni Made
Hustrini, SpPD dan dr. Vidhia Umami, SpPD sebagai guru dan pembimbing
yang telah memberikan waktu, perhatian dan dukungan selama menjalani
pendidikan di Divisi Ginjal Hipertensi.
Para Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM, yang telah menjadi guru dan teladan selama masa
pendidikan dan tetap akan menjadi tempat bertanya di kemudian hari.
Para Ketua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM, yang telah memberikan dukungan sarana dan prasarana selama
proses pendidikan saya selama ini.
Para sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Subspesialis Peminatan
Ginjal Hipertensi: dr. Joko Wibisono, SpPD-KGH, dr. J. Sarwono, SpPD-
KGH, dr. Lydia Simatupang, SpPD-KGH, dr. Harnavi Harun, SpPD-KGH, dr.
Linda Armelia, SpPD-KGH, dr. Maria Riastuti, SpPD-KGH, dr. Marihot
Tambunan, SpPD, dr. Kuspudji Dwitanto, SpPD, dr. Drajad Priyono, SpPD,
dr. Hasan Basri, SpPD, dr. Ratna Soewardi, SpPD, dr. M. Syafiq, SpPD, dr.
Sri Ayu Vernawati, SpPD, dr. Fitri Imelda, SpPD, dr. Wachid Putranto, SpPD,
dr. Puteri Wahyuni, SpPD, dr. Pujiwati, SpPD dan dr. Deka, SpPD atas
kerjasama, dukungan, kekeluargaan dan kekompakan yang terbina selama
pendidikan.
Ns. Martha Magdalena, SKep dan teman-teman, Frestya Presiosa, Rostati,
Ridha Mahtuah, mbak Lidya, Gumicita yang telah banyak membantu saya
selama proses pendidikan.
Para pasien di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengalaman berharga kepada saya.

vii Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


Para subyek penelitian yang ikut dalam penelitian, saya mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya, semoga hasil penelitian ini berguna untuk kita semua.
Ayahanda almarhum Hadi Prajitno dan Ibunda almarhumah Ong Giam Nio
yang telah membesarkan, mendidik, mendukung, mendoakan dan membentuk
kepribadian saya; dan almarhum ayah mertua Ir. Salim Angkawijaya serta ibu
mertua drg. Inge Harlina yang selalu mengirimkan doa, dukungan dan
semangat dalam pendidikan ini.
Kepada yang tercinta istri saya Dr. Stefani Nindya, SpOG yang telah
merelakan, mendorong, memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti
pendidikan, dan yang senantiasa mendoakan saya. Kepada anak saya Jessica
Adrya dan Felicia Agnes, kalian adalah karunia Tuhan yang telah menjadikan
semangat, kekuatan bagi papa untuk menyelesaikan pendidikan ini. Semoga
ini dapat menjadi motivasi untuk selalu belajar sampai kapanpun.
Akhirnya kepada semua pihak, teman sejawat yang tidak sempat saya
sebutkan satu persatu yang telah membantu selama masa pendidikan saya
sampaikan terima kasih yang sebesar besarnya semoga Tuhan senantiasa
melimpahkan rahmat kepada kita semua.

Jakarta, 11 November 2014

Candra Wibowo

viii Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


HALAMAN PERSYARATAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
Nama : dr. Candra Wibowo, SpPD
NPM : 1206327140
Program Studi : Pendidikan Dokter Sub Spesialis Penyakit Dalam
Kekhususan : Ginjal Hipertensi
Departemen : Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, untuk memberikan kepada Universitas


Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non Exclusive Royalty-Free Right)
atas karya ilmiah saya berjudul “Korelasi antara DNA CMV Kuantitatif dengan
Peningkatan Titer Antibodi IgG CMV pada Resipien Transplantasi Ginjal yang
Mengalami Reaktivasi” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan
Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 9 Desember 2014
Yang Menyatakan

(dr. Candra Wibowo, SpPD)

ix Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Candra Wibowo


Program Studi : Program Pendidikan Dokter Subspesialis Ilmu Penyaki Dalam
Judul : Korelasi antara DNA CMV Kuantitatif dengan Peningkatan Titer
Antibodi IgG CMV pada Resipien Transplantasi Ginjal yang
Mengalami Reaktivasi

Latar Belakang: Reaktivasi CMV pasca transplantasi ginjal 3 bulan pertama 40-
80% dan 20-50% menjadi penyakit CMV. Pencegahan pasca transplantasi dapat
dilakukan dengan terapi preemptive saat terjadi reaktivasi CMV yang ditandai
dengan DNA CMV >500 kopi/mL. Di Indonesia belum ada pemeriksaan DNA
CMV, sebaliknya pemeriksaan IgG CMV tersedia di seluruh daerah, mudah dan
murah.
Tujuan: Untuk mengetahui insidens reaktivasi CMV pada resipien seropositif 3
bulan pertama pasca transplantasi ginjal, mengetahui korelasi antara DNA CMV
dengan peningkatan titer IgG CMV, dan cutoff point titer IgG CMV saat
reaktivasi.
Metode: Penelitian ini kohort prospektif 3 bulan. Uji korelasi DNA CMV dengan
peningkatan IgG CMV menggunakan uji korelasi Spearman‟s rho. Penentuan
cutoff point terbaik IgG CMV menggunakan kurva ROC dengan menilai AUC.
Hasil: Jumlah subyek penelitian 23 resipien seropositif CMV. Reaktivasi pertama
pada minggu ke-4 pasca transplantasi (2 orang), diikuti minggu ke-6 (4 orang) dan
ke-10 (3 orang), sehingga keseluruhan 9 orang (39%). Dua (22,2%) orang
meninggal karena penyakit CMV, dan 7 (77,8%) orang tanpa tanda/keluhan klinis
CMV dengan kreatinin serum 1,19 (SB 0,29) mg/dL serta eGFR 69,99 (SB 19,92)
mL/menit/1,73 m2. Korelasi positif antara DNA CMV dengan IgG CMV
ditemukan bermakna mulai minggu ke-8 (r=0,70 p <0,001), minggu ke-10 (r=0,83
p <0,001) dan minggu ke-12 (r=0,72 p <0,001), dengan peningkatan minimal 2
kali. Cutoff point titer IgG CMV terbaik pada minggu ke-10, yaitu 401,4 AU/dL
(sensitivitas 88,9 %, spesifisitas 92,9%), Pada minggu ke-8 dan ke-12 juga
diperoleh AUC yang baik untuk ditetapkan nilai cutoff point titer IgG CMV, yaitu
berturut-turut 502,7 AU/dL (sensitivitas 83,3 %, spesifisitas 94,1%) dan 679,35
AU/dL (sensitivitas 81,9 %, spesifisitas 90,8%).
Kesimpulan: Insidens reaktivasi pada resipien seropositif pasca transplantasi
ginjal 3 bulan pertama adalah 39%. Terdapat korelasi positif yang bermakna
antara DNA CMV kuantitatif dengan peningkatan minimal 2 kali titer IgG CMV
pada resipien seropositif mulai pada minggu ke-8 pasca transplantasi ginjal;
dengan cutoff point terbaik titer IgG CMV pada minggu ke-10.
Kata kunci: DNA CMV kuantitatif, antibodi IgG CMV, resipien seropositf,
reaktivasi CMV

x Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


ABSTRACT

Name : Candra Wibowo


Study Programme : Internal Medicine
Judul : Correlation between Quantitative CMV DNA with
Increasing CMV Antibody-IgG Titre in Kidney Transplant
Resipients who is Reactivated

Background: Reactivation of CMV in the first 3 month after kidney


transplantation reached 40-80%, and 20-50% developed to CMV disease. CMV
reactivation in seropositive recipients are prevented by pre-emptive therapy, when
CMV DNA >500 copy/mL. Indonesia hasn‟t performed CMV DNA real-time
routinely, however do measuring CMV antibody-IgG because it is simple, cheap
and available.
Objective: to determine the incidence of CMV reactivation in seropositive
recipients, identify correlation between quantitative CMV DNA with increasing
CMV antibody-IgG titre, and determine CMV antibody-IgG cutoff point when
reactivation.
Methods: prospective cohort study for 3 months. Using Spearman„s rho test to
correlate CMV DNA and CMV antibody-IgG, and using ROC curve to identify
AUC to decide the best cutoff point of CMV antibody-IgG.
Results: All of subject is 23 seropositive recipients. The first reactivation on 4th
week after transplantation (2 persons), followed on 6th week (4 persons) and on
10th week (3 persons), so the total is 9 recipients (39%). Two (22,2%) recipients
died due to sepsis, and 7 (77,8%) recipients is healthy without signs/symptoms of
CMV infection. Their serum creatinin is 1,19 (SB 0,29) mg/dL and eGFR 69,99
(SB 19,92) mL/menit/1,73 m2. There was positive correlation between CMV
DNA with CMV antibody-IgG on the 8th week (r=0,70 p <0,001), on the10th week
(r=0,83 p <0,001) and on the 12th week (r=0,72 p <0,001), with double increasing
of antibody IgG titre. The best of antibody IgG cutoff point was on the 10th week
(401,4 AU/dL, sensitivity 88,9 %, specifity 92,9%). On 8th and 12th week was
found a good antibody IgG cutoff point titre too, respectively 502,7 AU/dL
(sensitivity 83,3 %, specifity 94,1%) and 679,35 AU/dL (sensitivity 81,9 %,
specifity 90,8%).
Conclusion: Incidence of reactivation in seropositive recipients after kidney
transplantation was 39%. There was positive correlation between quantitative
CMV DNA with double increasing of CMV antibody-IgG titre started from 8th
week after transplantation. The best cutoff point was on 10th week.
Key words: quantitative CMV DNA, CMV antibody-IgG, seropositive recipients,
CMV reactivation

xi Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


DAFTAR ISI

Hal.
Halaman Judul …………………………………………………………………………. i
Lembar Pernyataan Orisinalitas ...................................................................................... iii
Halaman Pengesahan ………………………………………………………………….. iv
Kata Pengantar …………………………………………………………………………. vi
Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ………………………………………….. ix
Abstrak .......................................................................................................................... x
Abstract .......................................................................................................................... xi
Daftar Isi .......................................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................................. xv
Daftar Gambar ................................................................................................................. xvi
Daftar Lampiran ......................................................................................................... xvii
Daftar Singkatan dan Tanda ............................................................................................ xviii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 3
1.3. Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 4
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.5.1. Tujuan Umum .......................................................................................... 4
1.5.2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 4
1.6. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5
1.6.1. Bagi Bidang Akademik ................................................................................. 5
1.6.2. Bagi Bidang Penelitian ................................................................................. 5
1.6.3. Bagi Masyarakat ................................................................................. 5
..
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cytomegalovirus .......................................................................................... 6
2.1.1. Sejarah .......................................................................................... 6
2.1.2. Epidemiologi .......................................................................................... 6
2.1.3. Virologi ................................................................................... 7
2.1.3.1. Struktur CMV ................................................................................... 7
2.1.3.2. Siklus Hidup ................................................................................... 8
2.2. Patogenesis ............................................................................................................... 10
2.2.1. Cara Penularan .................................................................................... 11
2.2.2. Replikasi CMV .................................................................................... 11
2.2.3. Respons Imun Tubuh .................................................................................... 13
2.3. Gejala dan Tanda Klinis .......................................................................................... 14

xii Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


2.4. Uji Diagnotik ................................................................................................... 16
2.4.1. Uji Serologi ................................................................................................... 16
2.4.2. Uji Virologi ................................................................................................... 19
2.4.2.1. Isolasi CMV ...................................................................................... 19
2.4.2.2. Antigenemia pp65 ............................................................................. 19
2.4.2.3. DNA CMV ..................................................................................... 19
2.4.2.4. RNA CMV ..................................................................................... 20
2.5. Pencegahan dan Pengobatan ................................................................................... 20
2.5.1. Profilaksis ................................................................................... 21
2.5.1.1. Valasiklovir ................................................................................... 21
2.5.1.2. Valgansiklovir ................................................................................... 21
2.5.1.3. Gansiklovir ................................................................................... 22
2.5.2. Terapi Preemptive ................................................................................... 22
2.5.2.1. Valgansiklovir ................................................................................... 22
2.5.2.2. Gansiklovir ................................................................................... 23
2.5.2.3. Foscarnet ................................................................................... 23
2.5.3. Pengobatan CMV ................................................................................... 23
2.5.3.1. Gansiklovir ................................................................................... 23
2.5.3.2. Foscarnet ................................................................................... 24
2.5.3.3. Cidofovir ................................................................................... 24
2.5.3.4. Maribavir ................................................................................... 24
2.5.3.5. Leflunomid ................................................................................... 24
2.6. Kerangka Teori ......................................................................................................... 25

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................... 26
3.2. Definisi Operasional ............................................................................................... 26

BAB 4. METODE PENELITIAN


4.1. Disain Penelitian ................................................................................. 28
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................. 28
4.3. Populasi Penelitian ................................................................................. 28
4.4. Subyek Penelitian ................................................................................. 28
4.5. Besar Sampel Penelitian ................................................................................. 29
4.6. Teknik Pemilihan Sampel ................................................................................. 30
4.7. Alur Penelitian ................................................................................. 31
4.8. Cara Kerja ................................................................................. 31
4.9. Identifikasi Variabel ................................................................................. 32
4.10. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................ 32

BAB 5. HASIL PENELITIAN


5.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian .................................................................... 33
5.2. Karakteristik DNA CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi .............. 35
5.3. Karakteristik IgG CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi .............. 36
5.4. Korelasi DNA CMV Kuantitatif dengan Antibodi IgG CMV .............. 39
5.5. Nilai Cutoff point Terbaik Antibodi IgG CMV Saat Reaktivasi .............. 40
5.6. Angka Kejadian Reaktivasi CMV ............................................................................. 41

xiii Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


BAB 6. PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ..................................................................... 43
6.2. Karakteristik DNA CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi .............. 44
6.3. Karakteristik IgG CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi ............. 45
6.4. Korelasi DNA CMV Kuantitatif dengan Antibodi IgG CMV ................................. 46
6.5. Nilai Cutoff point Terbaik Antibodi IgG CMV Saat Reaktivasi .............................. 46
6.6. Angka Kejadian Reaktivasi CMV ........................................................................... 46
6.7. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 47

BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN


7.1. Simpulan .................................................................................................................. 48
7.2. Saran ........................................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 49


LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian
Lampiran 2. Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian
Lampiran 3. Formulir Penelitian
Lampiran 4. Pemeriksaan Antibodi IgG CMV
Lampiran 5. Pemeriksaan DNA CMV dengan PCR real-time
Lampiran 6. Keterangan Lolos Kaji Etik

xiv Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Hal.
Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ...................................................... 35

Tabel 5.2 Korelasi DNA CMV Kuantitatif dengan Antibodi IgG CMV pada

Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi ......................................... 39

xv Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Hal.
Gambar 2.1 Struktur Cytomegalovirus ....................................................................... 8
Gambar 2.2 Siklus Hidup Cytomegalovirus ............................................................... 9
Gambar 2.3 Badan Inklusi Intranukleus (Owl-eye) ................................................... 16
Gambar 2.4 Perjalanan Infeksi CMV pada Resipien Seropositif .............................. 18
Gambar 5.1 Nilai Median DNA CMV Subyek Penelitian yang Mengalami
Reaktivasi ................................................................................................ 36
Gambar 5.2 Nilai Rerata dan Median IgG CMV Subyek Penelitian yang
Mengalami Reaktivasi dan yang Tidak Mengalami Reaktivasi .............. 37
Gambar 5.3 Pola IgG CMV pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi
pada Minggu ke-4 Pasca Transplantasi ................................................... 38
Gambar 5.4 Pola IgG CMV pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi
pada Minggu ke-6 Pasca Transplantasi ................................................... 38
Gambar 5.5 Pola IgG CMV pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi
pada Minggu ke-10 Pasca Transplantasi ................................................ 38
Gambar 5.6 Korelasi antara DNA CMV dengan IgG CMV Subyek Penelitian
yang Mengalami Reaktivasi .................................................................... 39
Gambar 5.7 Kurva ROC IgG CMV Minggu ke-4 dan ke-6 Pasca Transplantasi
pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi ............................. 40
Gambar 5.8 Kurva ROC IgG CMV Minggu ke-8, ke-10 dan ke-12 Pasca
Transplantasi pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi ...... 41

xvi Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian .................... 53

Lampiran 2. Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian ......................................... 54

Lampiran 3. Formulir Penelitian ........................................................................ 55

Lampiran 4. Pemeriksaan Antibodi IgG CMV .................................................... 56

Lampiran 5. Pemeriksaan DNA CMV dengan PCR real-time ............................ 57

Lampiran 6. Keterangan Lolos Kaji Etik ……………………………………… 59

xvii Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

Ag Antigen
APC Antigen presenting cell
ATG Antithymocyte globulin
AU Arbitrary unit
AUC Area under the ROC curve
BB Berat badan
CMV Cytomegalovirus
CAPD Continous ambulatory peritoneal dialisis
CD3 Cluster of differentiation 3
CD4 Cluster of differentiation 4
CD8 Cluster of differentiation 8
CFU Colony forming unit
CMIA Chemilluminescent Microparticles Immuno Assay
D-/R- Donor negatif/Resipien negatif
D-/R+ Donor negatif/Resipien positif
D+/R+ Donor positif/Resipien positif
D+/R- Donor positif/Resipien negatif
dL Deciliter
DM Diabetes melitus
DNA Deoxyribonucleic acid
eGFR estimated glomerular filtration rate
E Early
EA Early antigen
ELISA Enzyme-linked immunosorbent assay
FDA Food and drug administration
FKUI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
g Gram
gB Gycoprotein B
gH Gycoprotein H
GNK Glomerulonefritis kronik
Hb Hemoglobin
HD Hemodialisis
HHV Human herpes virus
HIV Human immunodeficiency virus
HSV1 Herpes simplex virus 1
HSV2 Herpes simplex virus 2
Ht Hematokrit
HVC Hepatitis virus C
ICAM-1 Intracellular adhesion molecule-1
IE Immediate early
IEA Immediate early antigen
Ig Imunoglobulin
IK Interval kepercayaan
IL-1 Interleukin-1

xviii Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


IL-2 Interleukin-2
IMPACT Improved Protection Against Cytomegalovirus in Transplant
IMT Indeks massa tubuh
INFγ Interferon gamma
IS imunosupresan
IU International Unit
IVIG Intravenous immunoglobulin
kD kilo Dalton
Kg Kilogram
KDIGO Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
KgBB Kilogram berat badan
L Late
LA Late antigen
LFA-3 lymphocyte functioning antigen-3
LFG Laju filtrasi glomerulus
M Minggu
M0-12 Minggu 0 – minggu 12
MHC Major histocompatibility complex
mL Milliliter
MDRD Modification of Diet in Renal Disease
mRNA messenger ribonucleic acid
NASBA Nucleic acid sequence-based amplification
NK Natural killer
NF-ĸB Nuclear factor-ĸB
No Nomor
NOD New onset diabetes
PCR polymerase chain reaction
PGF α Platelet-derived growth factor α
pp65 Phosphoprotein 65
pp67 Phosphoprotein 67
PGK Penyakit ginjal kronik
PGT Penyakit ginjal terminal
PJK Penyakit jantung koroner
OKT3 Muromonab CD3
RAS Renal artery stenosis
RNA Ribonucleic acid
ROC Receiver operating characteristic
RSIA Rumah sakit ibu anak
RSUPN Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
RS Rumah Sakit
SB Simpang baku
SGPT Serum glutamic pyruvic transaminase
Tc Tcytotoxic
TGF-β Transforming growth factor-β
TNF- α Tumor necrosis faktor-α
TPG Terapi penganti ginjal
Treg Tregulator
Tx Transplantasi

xix Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


U/L Unit/liter
USRDS United State Renal Data System
< Kurang dari
≤ Kurang dari atau sama dengan
≥ Lebih dari atau sama dengan
> Lebih dari
-(ve) Negative
+(ve) Positive

xx Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Reaktivasi cytomegalovirus (CMV) pada resipien pasca transplantasi ginjal
tanpa profilaksis dalam 3 bulan pertama terjadi sekitar 40-80%, dan 20-50% kasus
tersebut berkembang menjadi penyakit CMV yang bertanggungjawab sebagai
salah satu faktor risiko penolakan ginjal transplan sampai 20-30%. Infeksi
sekunder akibat reaktivasi CMV terjadi setelah pemberian induksi maupun terapi
pemeliharaan obat imunosupresan pada donor seronegatif-resipien seropositif (D-
/R+) sebanyak 40-75%, dan donor seropositif-resipien seropositif (D+/R+)
sebanyak 50-80%. Sedangkan infeksi primer dapat terjadi pada donor seropositif-
resipien seronegatif (D+/R-) yang merupakan status serologi risiko tinggi dengan
insidens infeksi CMV lebih dari 80%. Sebaliknya pada status serologi risiko
rendah yaitu donor seronegatif-resipien seronegatif (D-/R-) memberikan insidens
infeksi CMV kurang dari 5%.1,2
Sejak tahun 2000 terjadi penurunan 13-16% insidens penyakit CMV pada
D+/R- di Amerika, Kanada dan Eropa setelah pemberian profilaksis
valgansiklovir selama 100 hari. Pada penelitian terbaru tahun 2010, Improved
Protection Against Cytomegalovirus in Transplant (IMPACT), disimpulkan
bahwa pemberian profilaksis valgansiklovir yang diperpanjang selama 200 hari
dapat menurunkan 33-37% insidens penyakit CMV.3-5
Pada kasus D-/R+ dan D+/R+, tidak semua pusat transplantasi ginjal
memberikan profilaksis; sebaliknya terapi preemptive yang dipilih karena
pertimbangan perbedaan respons imun pada masing-masing populasi, biaya,
toksisitas, interaksi dan resistensi obat serta kejadian late onset infeksi CMV yang
lebih sulit diobati. Beberapa penelitian yang dilakukan pada kelompok ini (D-/R+,
D+/R+), ternyata 5 years graft survival kelompok yang diberi profilaksis tidak
berbeda bermakna dengan kelompok tanpa profilaksis.4-6
Terapi preemptive diberikan saat terdeteksi asam nukleat atau antigen
CMV dalam tubuh resipien, meskipun belum menimbulkan gejala atau tanda
klinis. Deteksi deoxyribonucleic acid (DNA) CMV kuantitatif (>500 kopi/mL)

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


2

merupakan baku emas diagnosis reaktivasi CMV dengan sensitivitas 100% dan
spesifiksitas 98,8%. Pemeriksaan antigen pp65 CMV dapat juga digunakan untuk
mendeteksi infeksi CMV, namun pemeriksaan ini harus dilakukan kurang dari 6
jam, semikuantitatif, subyektif, dan tidak semua pusat laboratorium mempunyai
peralatan fluoresensi.7-9
Reaktivasi CMV tergantung pada respons imun tubuh resipien pada sebuah
populasi karena masyarakat dan lingkungan serta pelayanan kesehatan di suatu
tempat berbeda dengan tempat lain; demikian pula respons imun resipien di satu
negara berbeda dengan negara lain.7,10,11 Penelitian Klotsas EG, dkk.12 di Inggris
dengan populasi orang Eropa, menyimpulkan kenaikan kadar antibodi IgG CMV
resipien berhubungan dengan peningkatan angka kematian. Di Irak, Al-Alousy
dkk.13 mendapatkan tingginya antibodi IgG CMV berhubungan dengan reaktivasi
CMV pada resipien tranplantasi ginjal. Penelitian Lazzarotto, dkk.14 menemukan
bahwa tingginya kadar IgG CMV yang berkepanjangan menunjukkan keberadaan
antigenemia CMV pada resipien transplantasi organ solid. Sebaliknya penelitian
Giakoudistis dkk2 dan penelitian van der Giessen dkk8 mendapatkan bahwa sistem
imun humoral yang adekuat mampu mencegah terjadinya penyakit CMV dan
kadar antibodi dalam darah menurun menjelang ditemukannya antigenemia CMV.
Kanter & Kotton15 melaporkan bahwa di daerah dengan populasi penduduk yang
mempunyai kadar antibodi IgG CMV yang tinggi, menunjukkan insidens penyakit
CMV pasca transplantasi ginjal yang rendah. Bahkan dilaporkan bahwa risiko
terjadinya penyakit CMV pada D+/R+ tidak lebih tinggi daripada D-/R+.15
Selain itu, penelitian van der Giessen dkk8 menemukan peningkatan
bermakna kadar IgM hanya pada infeksi primer CMV terjadi pada hari ke 30-34,
dan diikuti peningkatan kadar IgG 10-14 hari kemudian. Pada kasus penyakit
CMV, kadar IgM meningkat cepat secara bermakna dalam 2 minggu. Sedangkan
pada infeksi sekunder CMV, tidak didapatkan peningkatan kadar IgM; hanya
kadar IgG yang meningkat bermakna minimal 2 kali pada hari ke 35-42 pasca
transplantasi ginjal. Semua peneliti sepakat bahwa IgG CMV lebih spesifik
dibandingkan dengan IgM.1,2,15
Pada pencatatan status serologi CMV yang dikumpulkan sebanyak 117
donor-resipien transplantasi ginjal di Divisi Ginjal Hipertensi RSUPN Cipto

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


3

Mangunkusumo Jakarta dari Januari 2011 sampai Januari 2014 didapatkan D+/R+
87,18%, D-/R+ 9,40%, D+/R- 3,42%, dan D-/R- tidak ada. Pola status serologi ini
berbeda dengan populasi di negara lain; seperti di Jerman dan Belanda didapatkan
D+/R+ 40-49%, D-/R+ 20-38%, D+/R- 14-26% dan D-/R- 8-12%. Penelitian di
Amerika ditemukan IgG seropositif pada 36-62% resipien dan 12-24% donor, di
Arab Saudi ditemukan pada 68-80% resipien dan 28-33% donor, di Irak baik pada
resipien maupun donor ditemukan 85-97%; bahkan di Iran 100% resipien
menunjukkan IgG seropositif dan donor 98,73%.9-13
Status serologi CMV donor-resipien sebelum transplantasi amat penting
untuk menentukan pencegahan infeksi CMV. Penelitian tentang status serologi
CMV resipien pasca transplantasi tidak banyak dilakukan, padahal ini berkaitan
dengan respons imun resipien terhadap reaktivasi CMV yang sebelumnya dalam
keadaan laten dan berbeda pada setiap populasi.11,15 Di Indonesia belum ada data
tentang respons antibodi IgG CMV pasca transplantasi ginjal, sehingga cutoff
point (titik potong) peningkatan titer IgG CMV pada kasus reaktivasi CMV pasca
transplantasi ginjal sulit dipertanggungjawabkan. Sebaliknya alat deteksi infeksi
CMV lain seperti pemeriksaan antigenemia pp65 dan pemeriksaan berbasis asam
nukleat CMV tidak tersedia; sementara kasus transplantasi ginjal di Indonesia
berkembang serta memerlukan alat pemantau infeksi CMV pasca transplantasi.
Hal tersebut di atas mendorong kami untuk meneliti sejauh mana korelasi
antara ditemukannya DNA CMV >500 kopi/mL, sebagai petanda reaktivasi
CMV, dengan peningkatan titer antibodi IgG CMV pada resipien seropositif pasca
transplantasi ginjal dalam 3 bulan pertama di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan masalah:
1. Status serologi calon resipien transplantasi ginjal di RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta menunjukkan 96,58% seropositif IgG CMV.
2. Reaktivasi CMV pada resipien seropositif tanpa profilaksis terjadi antara
40-80%, dan 20-50% berkembang menjadi penyakit CMV dengan
peningkatan risiko penolakan ginjal transplant 20-30% pada 3 bulan
pertama pasca transplantasi ginjal.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


4

3. Pencegahan penyakit CMV pasca transplantasi ginjal dapat dilakukan


melalui terapi preemptive dengan mendeteksi DNA CMV, namun
pemeriksaan ini secara komersial belum ada di Indonesia; sedangkan
pemeriksaan IgG CMV telah dilakukan secara luas dan terjangkau di
wilayah Indonesia.

1.3. Pertanyaan Penelitian


1. Berapa insidens reaktivasi CMV pada resipien seropositif pasca
transplantasi ginjal dalam 3 bulan pertama?
2. Bagaimana korelasi antara peningkatan DNA CMV kuantitatif dengan
peningkatan titer antibodi IgG CMV pada resipien transplantasi ginjal
yang mengalami reaktivasi dalam 3 bulan pertama?
3. Berapa cutoff point peningkatan titer antibodi IgG CMV saat terjadinya
reaktivasi CMV pada resipien transplantasi ginjal dalam 3 bulan pertama?

1.4. Hipotesis Penelitian


Terdapat korelasi positif antara DNA CMV kuantitatif dengan peningkatan
titer antibodi IgG CMV pada resipien transplantasi ginjal yang mengalami
reaktivasi dalam 3 bulan pertama.

1.5. Tujuan Penelitian


1.5.1. Tujuan Umum
Mengetahui reaktivasi CMV pada resipien transplantasi ginjal 3 bulan
pertama pasca transplantasi.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui korelasi antara DNA CMV kuantitatif dengan peningkatan
titer antibodi IgG CMV pada resipien transplantasi ginjal yang mengalami
reaktivasi.
2. Mengetahui peningkatan titer antibodi IgG CMV yang bermakna saat
reaktivasi CMV pada resipien transplantasi ginjal 3 bulan pertama.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


5

1.6. Manfaat Penelitian


1.6.1. Bagi Bidang Akademis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar tentang korelasi antara DNA
CMV kuantitatif dengan peningkatan titer IgG CMV pada resipien
transplantasi ginjal dalam 3 bulan pertama.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal untuk menentukan
pengelolaan reaktivasi CMV pada resipien seropositif dalam 3 bulan
pertama pasca transplantasi ginjal secara ilmiah.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar tentang kejadian reaktivasi
CMV pada resipien seropositif dalam 3 bulan pasca transplantasi ginjal.
4. Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang respons imun humoral
CMV (IgG CMV) pada resipien seropositif pasca transplantasi ginjal.

1.6.2. Bagi Bidang Penelitian


1. Penelitian ini dapat dilanjutkan secara longitudinal lebih lama lagi (1
tahun) untuk mengetahui kejadian late onset infeksi CMV.
2. Penelitian ini dapat dijadikan penelitian lanjutan yang mencakup seluruh
status serologi donor-resipien transplantasi ginjal untuk mendapatkan data
dasar yang lebih lengkap.

1.6.3. Bagi Masyarakat, khususnya Pasien


1. Mendapatkan uji laboratorium yang tepat dalam mendeteksi reaktivasi
CMV pada resipien seropositif transplantasi ginjal 3 bulan pertama.
2. Mengetahui terjadinya reaktivasi CMV pasca transplantasi ginjal dalam 3
bulan pertama dengan pemeriksaan yang lebih murah, mudah dan tersedia.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cytomegalovirus
2.1.1. Sejarah
Isolasi CMV pertama kali dilakukan oleh Margareth Smith dari kelenjar
saliva dua bayi yang sakit berat pada tahun 1956 di Amerika. Pada tahun 1960,
Thomas H. Weller mengusulkan nama cytomegalovirus sebagai pengganti nama
sebelumnya, salivary gland virus atau salivary gland inclusion disease virus,
karena didapatkan pembesaran sel yang terinfeksi minimal 2 kali dan di samping
ditemukan inclution bodies intraseluler. Pada tahun 1965, Klemola dan
Kaariainen pertama kali menggambarkan gejala klinis infeksi CMV akut yang
ringan (hanya demam dan ditemukan mononukleosis serta limfosit atipik) pada
populasi umum di Finlandia, sehingga disebut sebagai infeksi mononukleosis
CMV. Sedangkan isolasi CMV pertama pada resipien transplantasi ginjal
dilakukan tahun 1965 di Amerika.16,17

2.1.2. Epidemiologi
Infeksi cytomegalovirus merupakan salah satu faktor risiko yang
bertanggungjawab terhadap kelangsungan ginjal transplan resipien dibandingkan
dengan infeksi mikroorganisma lainnya dalam 3 bulan pertama pasca transplantasi
ginjal. Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, terutama di Negara
berkembang Asia Afrika dengan prevalensi 30-97% pada populasi umum dan
lebih tinggi pada resipien transplantasi ginjal, yaitu mencapai 70-100%.
Prevalensi infeksi laten CMV pada populasi umum di Amerika dan Eropa pun
cukup tinggi, yaitu mencapai 40-70, dan pada pasien transplantasi ginjal mencapai
40-85%.18,19 Prevalensi infeksi laten CMV pada populasi umum di Indonesia
sekitar 87,8-90%.20 Sedangkan pada resipien transplantasi ginjal belum ada data.
Pada pencatatan status serologi yang berhasil dikumpulkan sebanyak 117 donor-
resipien transplantasi ginjal di Divisi Ginjal Hipertensi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta dari Januari 2011 sampai Januari 2014 didapatkan
didapatkan D+/R+ 87,18% (102 dari 117 status serologi) dan D-/R+ 9,40% (11

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


7

dari 117 status serologi), D+/R- 3,42% (4 dari 117 status serologi), sedangkan D-
/R- tidak ada.
Tingginya prevalensi infeksi CMV disebabkan transmisi virus yang amat
mudah baik secara vertikal maupun horizontal; yaitu melalui saliva, urin, droplet
sputum, air mata, semen, air susu ibu, plasenta atau darah. Sebenarnya, setelah 2
minggu paparan pertama (infeksi primer) dengan CMV terjadi infeksi laten
seumur hidup (long-life latency) dan akan terjadi reaktivasi (infeksi sekunder) saat
sistem imun penjamu mengalami penurunan, terutama akibat pemberian induksi
dan terapi imunosupresan pada resipien transplantasi organ. Di antara
transplantasi organ solid dan sumsum tulang, ternyata reaktivasi CMV pada
resipien transplantasi ginjal menunjukkan insidens yang paling rendah (40-50%)
dibandingkan dengan resipien transplantasi hati, paru, pankreas maupun jantung.
Hal ini dilatarbelakangi karena ginjal bukan merupakan resevoir utama CMV.19-21
Infeksi primer CMV jarang ditandai dengan keluhan klinis yang bermakna,
sedangkan infeksi laten CMV tidak pernah memberikan gejala maupun tanda
klinis; hanya antibodi IgG CMV yang terdeteksi dalam serum pasien untuk waktu
yang lama atau seumur hidup. Bahkan pada keadaan laten tidak ditemukan asam
nukleat CMV secara PCR ataupun antigenemia CMV. Jadi antibodi IgG CMV
merupakan satu-satunya petanda dalam infeksi laten subklinik CMV, dan akan
terdeteksi keberadaan asam nukleat maupun antigen CMV saat terjadi
reaktivasi.21,22

2.1.3. Virologi
2.1.3.1. Struktur CMV
Cytomegalovirus merupakan salah satu anggota famili dari 8 virus herpes
manusia, subgroup beta-herpesvirus yang dikenal dengan nama human
herpesvirus 5 (HHV 5). Ukuran CMV secara morfologi mempunyai diameter
150-300 nm yang terdiri dari genom, kapsid dan envelope. Genom CMV terdiri
atas molekul DNA pita ganda lurus (linear double-stranded DNA) dengan
panjang 64 nm dan ukuran 125-229 kb serta mampu melakukan koding sampai
200 gen. Kapsidnya berbentuk icosahedral berdiameter 110 nm dan terdiri atas
162 protein capsomers yang disebut tegument. Protein tegument berfungsi sebagai

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


8

pembentuk struktur awal virion yang penting saat partikel infektif virus bersatu
atau berpisah selama memasuki sel penjamu; dan berperan memodulasi respons
sel penjamu. Genom dan tegument dibungkus oleh envelope yang terdiri dari dua
lapisan lipid dalam bentuk glikoprotein dan phosphoprotein. (Gambar 2.1)
Cytomegalovirus adalah virus yang labil dan tidak aktif dalam larutan lipid,
larutan yang mempunyai pH < 5, pada suhu 37º C selama 1 jam atau 56º C selama
30 menit, dan pada paparan sinar ultraviolet selama 5 menit. Virus ini dapat
bertahan pada lingkungan biasa selama beberapa jam, dapat disimpan pada suhu
4º C dalam beberapa hari, suhu ˗70º C dalam beberapa bulan dan suhu ˗190º C
(nitrogen cair) untuk waktu yang tidak terbatas, tanpa mengurangi daya infeksinya
terhadap penjamu.16,23,24

Gambar 2.1. Struktur Cytomegalovirus24

2.1.3.2. Siklus Hidup


Siklus hidup CMV di dalam sel penjamu dimulai dengan masuknya CMV
melalui fusi langsung atau jalur endositik. (Gambar 2.2) Virus menempel pada
permukaan sel melalui interaksi antara glikoprotein virus (gB dan gH) dengan
permukaan reseptor spesifik platelet-derived growth factor α (PGFα) yang

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


9

dilanjutkan dengan proses fusi envelope dan penetrasi terhadap membrane sel
untuk melepas nukleokapsid ke dalam sitoplasma. Nukleokapsid ini akan
mengalami translokasi ke nukleus sehingga DNA virus dapat berpindah ke inti sel
penjamu dan selanjutkan melakukan replikasi. Kemudian DNA virus mengalami
maturasi dan enkapsulasi (masuk ke dalam kapsid) di dalam inti sel. Setelah itu
ditransportasikan ke sitoplasma dan menjalani enkapsulasi kedua (envelope dari
reticulum endoplasma badan Golgi) sehingga terbentuk virion yang siap
melakukan eksositosis melalui membran sel ke plasma dan menyebar ke seluruh
tubuh.23,24,25

Gambar 2.2. Siklus Hidup Cytomegalovirus23

Leukosit dan sel yang mepresentasikan CD13 merupakan penampungan


(reservoir) utama CMV yang dapat ditemukan pada sebagian besar jaringan tubuh
di mana CMV hidup dalam keadaan infeksi laten. Partikel infeksius virus
terdeteksi pertama kali saat inokulasi atau beberapa hari setelahnya; namun DNA
CMV dan protein dapat ditemukan di dalam sel sebelum virus tersusun sempurna;
sehingga pemeriksaan DNA CMV ataupun protein CMV (pp65, pp67)
mempunyai tempat strategis untuk deteksi dini dan pemberian terapi preemptive
pada resipien transplantasi organ.16,18,23,24

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


10

2.2. Patogenesis
Infeksi CMV hampir tidak pernah memberikan patologi pada pasien
immunocompetent, sebaliknya pada pasien immunocompromised dapat
menyebabkan kelainan bahkan kerusakan organ target. Pada resipien transplantasi
ginjal, infeksi CMV baik infeksi primer maupun infeksi sekunder akibat
reaktivasi, dapat merusak ginjal transplan meskipun fungsi ginjal pada minggu-
minggu pertama pasca transplantasi dalam keadaan baik. Reaktivasi CMV pada
resipien pasca transplantasi ginjal tanpa profilaksis terjadi sekitar 40-80%, dan 20-
50% kasus tersebut berkembang menjadi penyakit CMV yang bertanggungjawab
sebagai salah satu faktor risiko meningkatnya angka penolakan ginjal transplan
20-30% dalam 3 bulan pertama. Infeksi sekunder akibat reaktivasi CMV ini
terjadi setelah pemberian induksi maupun terapi pemeliharaan obat
imunosupresan pada donor seronegatif-resipien seropositif (D-/R+) atau donor
seropositif-resipien seropositif (D+/R+).2,5,16,23,25
Cytomegalovirus mempunyai beberapa mekanisme untuk mengalahkan
sistem pertahanan penjamu. Salah satunya adalah kemampuan menghambat dan
mengganggu ekspresi molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I,
sehingga CMV tidak dikenali dan terhindar dari limfosit T sitotoksik (Tc) saat
berada di dalam tubuh penjamu. Selain itu, CMV menghalangi kerja transporter
yang bertangungjawab pada pengenalan antigen (Ag), molekul MHC kelas I di
dalam retikulum endoplasma dan siklus ulang heavy chains MHC kelas I ke
sitosol. Selanjutnya, dengan terhambatnya kerja dan penurunan jumlah MHC
kelas I, maka aktivitas pengiriman signal inhibitory terhadap sel natural killer
(NK) terganggu yang mengakibatkan sel terinfeksi CMV rentan dihancurkan oleh
sel NK. Sebaliknya CMV mampu menghindari dari serbuan makrofag dengan
cara memproduksi homolog interleukin-10 virus (viral IL-10 homolog), sehingga
sintesis sitokin proinflamasi yang lain tidak terbentuk dan makrofag tidak dapat
mepresentasikan CMV untuk dikenali oleh MHC kelas II. Keadaan inilah yang
mampu menyelamatkan CMV dari sistem imun penjamu, sehingga dapat tinggal
dalam tubuh untuk waktu yang lama (long-life latency).16,23,25

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


11

2.2.1. Cara Penularan


Penularan CMV terjadi secara mudah, yaitu melalui saliva, kontak seksual,
plasenta, air susu ibu, transfusi darah/produk darah, transplantasi organ solid,
transplantasi stem cell. Penularan CMV tergantung pada tingkat sosial ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, jenis kelamin dan pelayanan kesehatan.
Hal ini menyebabkan prevalens CMV tinggi, terutama di negara berkembang
seperti Indonesia mencapai 90% pada populasi umum.20 Pada calon resipien dan
resipien transplantasi ginjal angka prevalens lebih tinggi lagi. Pada pencatatan
status serologi CMV yang dilakukan di Divisi Ginjal Hipertensi RSUPN Cipto
Mangunkusumo didapatkan sebanyak 96,58% resipien seropositif IgG CMV (113
dari 117 resipien).

2.2.2. Replikasi CMV


Analisis genom menunjukkan bahwa CMV pada manusia telah ditemukan
80 juta tahun yang lalu, dan virus ini telah mengalami evolusi bersama dengan
perjalanan evolusi manusia, sehingga memiliki daya adaptif yang tinggi di dalam
tubuh manusia. Akibatnya adalah infeksi primer CMV yang masuk ke tubuh
manusia akan berlangsung terus sebagai infeksi laten sepanjang hidupnya. Selama
keadaan infeksi laten, maka CMV tidak dapat dieliminasi oleh sistem pertahanan
tubuh, namun dikendalikan oleh sistem imun supaya tidak terjadi reaktivasi
sehingga tak tampak gejala dan tanda klinis.23,24
Sesaat setelah CMV menginfeksi tubuh manusia, virus ini langsung secara
cepat masuk ke semua jenis sel, baik makrofag atau monosit, neutrofil, endotel,
epitel, sel otot polos, fibroblas, sel-sel stroma, sel neuron, hepatosit, miosit, dan
lainnya. Kemampuan penetrasi CMV ke dalam sel dipengaruhi oleh pH
lingkungan sel (micro-enviroment) saat proses endositosis dan fusi antara virus
dan sel. Setelah masuk ke dalam sel, CMV akan bereplikasi dalam inti sel
mengikuti siklus meiosis dan mitosis. Siklus replikasi CMV tidak berlangsung
pada semua sel, hanya pada fibroblas dan makrofag atau monosit; sehingga hanya
sel-sel tersebut yang dapat menghasilkan virus baru dan mampu menginfeksi sel-
sel lain. Reaktivasi CMV dari infeksi laten juga terjadi hanya pada sel makrofag

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


12

atau monosit, tidak pada semua sel. Ada 3 fase proses replikasi dan maturasi virus
di dalam inti sel, yaitu16,23,24
1. Fase immediate-early (IE)
Fase ini diawali dengan transkripsi gen IE yang disebut gen alfa dalam 3
jam pertama setelah CMV masuk ke dalam sel. Proses transkripsi ini tidak
memerlukan sintesis protein, dan hasilnya adalah rantai protein non-
struktural di dalam inti sel. Protein non-struktural ini menjadi dasar
penting dalam mengatur ekspresi gen fase early dan gen fase late, serta
mengendalikan proses pematangan partikel virus selanjutnya yang terjadi
di dalam inti sel. Pada fase ini terbentuk immediate-early antigen (IEA)
pada inti sel dalam 1-3 jam setelah sel terinfeksi CMV dan menetap
selama fase laten. Sebenarnya IEA adalah protein non-struktural di mana
sintesisnya diinduksi oleh CMV, sehingga pemeriksaan IEA memberikan
hasil yang bias sebelum terjadi sintesis DNA. Immediate early antigen
CMV berperan dalam meningkatkan proses transkripsi dan ekspresi
interleukin-2 (IL-2) dan reseptor IL-2. Cara kerjanya adalah mencegah
efek inhibisi siklosporin pada transkripsi IL-2, sehingga aktivitas nuclear
factor-ĸB (NF-ĸB) akan terus dipertahankan. Di samping itu, IEA juga
meningkatkan regulasi molekul adhesi, seperti intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan lymphocyte functioning antigen-3 (LFA-3);
sehingga terjadi disfungsi endothel yang berujung pada aterosklerosis,
stenosis dan disfungsi organ target atau organ transplan.16,24
2. Fase early (E)
Transkripsi gen E atau gen beta tergantung pada ekspresi gen alfa
fungsional. Pada fase ini dibentuk sejumlah protein esensial yang
diperlukan dalam proses replikasi virus, meliputi DNA-polymerase dan
helicase-primase. Early antigen (EA) baru ditemukan di dalam sitoplasma
dan atau membran setelah 5 jam terjadi infeksi. Seperti halnya IEA, EA
yang terbentuk pada fase ini merupakan protein non-struktural yang
diinduksi saat CMV menginfeksi sel penjamu, sehingga pemeriksaan EA
memberikan hasil yang bias sebelum terjadi sintesis DNA. Di samping itu,
EA juga meningkatkan regulasi molekul adhesi, seperti intracellular

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


13

adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan lymphocyte functioning antigen-3


(LFA-3); sehingga terjadi disfungsi endothel yang berujung pada disfungsi
organ target atau organ transplan.16,24
3. Fase late (L)
Transkripsi gen L atau gen gamma berlangsung setelah 24 jam infeksi
virus. Antigen L pada fase ini merupakan protein struktural yang disintesis
setelah DNA terbentuk. Terbentuknya DNA dan sintesis protein stuktural
ini akan diikuti produksi IgG sebagai respons imun yang reaktif akibat
replikasi CMV. Sebaliknya IgM tidak meningkat karena sifatnya berupa
respons imun akut atau respons imun terhadap infeksi primer. Partikel
virus yang telah terbentuk akan dikumpulkan dan disusun di dalam inti sel,
kemudian masuk ke badan Golgi dan melalui vakuola Golgi virus tersebut
akan dilepas. Replikasi CMV dalam tubuh penjamu amat dinamis dan
berlangsung dalam 24 jam, maksimal 96 jam setelah infeksi. 16,24

2.2.3. Respons Imun Tubuh


Infeksi CMV membangkitkan respons imun yang diperantarai sel B dan sel
T secara adekuat. Namun meskipun respons imun penjamu baik, CMV mampu
bertahan sebagai virus yang tinggal di tubuh penjamu dalam keadaan laten karena
CMV mampu menekan ekspresi MHC kelas I dan mengintervensi MHC kelas II
pada sel yang terinfeksi. Infeksi primer pada umumnya tidak memberikan gejala
dan tanda klinis yang berarti dan berakhir dengan pemulihan tanpa komplikasi
dengan terbentuknya sistem imun penjamu yang efektif dalam menjaga
perkembangan dan reaktivasi CMV.23-25
Respons imun sel B terhadap CMV berupa produksi antibodi IgM pada
infeksi primer yang berlangsung sekitar 2 minggu, dan IgG yang menetap seumur
hidup. Namun, antibodi IgG CMV ini tidak berperan dalam eradikasi virus, hanya
berperan dalam perlindungan terhadap progresivitas CMV ke arah penyakit CMV
pada orang dewasa dengan imunnocompetent. Sebaliknya, pada orang dengan
immunocompromised bisa mengarah perjalanan progresivitas penyakit CMV
dengan berbagai manifestasi kegagalan fungsi organ tubuh.23-25

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


14

Respons imun sel T berupa imun seluler yang bersifat multifaset sel
terhadap infeksi CMV. Respons imun seluler ini melibatkan cluster of
differentiation 8 (CD8) yang diekspresikan secara predominan pada permukaan
sel T sitotoksik dan permukaan sel natural killer (NK), CD4 yang dikenal sebagai
sel T helper dan sel Treg. Secara substansial, proporsi CD8 dan CD4 diekspresi-
kan banyak sebagai respons imun seluler untuk mengendalikan replikasi virus.
Penelitian menunjukkan bahwa proteom CMV merupakan target utama sel T.16,24
Sel yang terinfeksi CMV akan menampilkan peptida spesifik melalui major
histocompatibility complex II (MHC II) yang kemudian sel ini disebut sebagai
antigen presenting cell (APC). Antigen presenting cell ini akan dikenali oleh CD8
sel T dan setelah berikatan akan memproduksi sitokin interferon gamma (INFγ)
dan tumor necrosis factor alpha (TNFα) serta menghasilkan protein efektor
(granzyme, perforin) yang menghancurkan sel. Selama fase replikasi, CD8 sel T
menampilkan fenotip yang seragam dengan tingkat proliferasi yang tinggi. Saat
resolusi, CMV memasuki fase laten ditandai dengan hilangnya protein efektor
akibat proses apoptosis dan sel T berdiferensiasi menjadi sel memori dalam fase
istirahat untuk waktu yang tidak dapat ditentukan. Sedangkan CD4 berperan
dalam mengendalikan virus yang telah dikenali tubuh. Pada pasien dengan kadar
CD4 rendah dan CD8 normal menunjukkan keberadaan virus di dalam tubuh yang
berkepanjangan dan berhubungan dengan peningkatan replikasi CMV pada
pasien.23-25

2.3. Gejala dan Tanda Klinis


Infeksi CMV primer jarang sekali memberikan gejala dan tanda klinis yang
bermakna pada pasien dengan immunocompetent. Pada umumnya infeksi
berlangsung secara ringan atau subklinis, seperti demam, sakit kepala dan lelah
atau nyeri otot. Pada beberapa kasus terutama dijumpai pada orang dewasa
menampilkan gejala dan tanda klinis yang disebut dengan sindrom CMV (mirip
dengan sindrom mononukleosis) yaitu berupa demam berkepanjangan, mialgia,
splenomegali dan hepatitis dengan peningkatan enzim hati. Infeksi ini berakhir
self limited tanpa diobati dan tidak meninggalkan gejala sisa, namun CMV masih

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


15

berada di dalam tubuh penjamu dalam keadaan laten. Kasus reaktivasi CMV pada
pasien dengan immunocompetent amat jarang terjadi.23,24
Pada pasien immunocompromised, seperti resipien transplantasi ginjal,
infeksi CMV dapat berkembang ke arah penyakit CMV atau bahkan ke CMV
invasif ke jaringan/organ. Infeksi CMV ditegakkan saat terdeteksinya CMV di
dalam darah tanpa gejala klinis (asimptomatik). Deteksi CMV diketahui dengan
ditemukannya asam nukleat CMV dengan teknik pemeriksaan PCR real-time baik
secara kuantitatif maupun kuantitatif, atau ditemukannya antigen CMV. Pada
infeksi CMV yang disertai sekumpulan gejala dan tanda disebut sindrom CMV.
Tanda dan gejala sindrom CMV adalah ditemukannya CMV dalam darah, demam
( ≥38ºC pada ≥2 episode yang terpisah minimal 24 jam dalam periode 1minggu),
dan 1 atau lebih gejala berikut ini, malaise, leukopenia (<4.000/mm3), limfositosis
atipik ≥5%, trombositopenia (<100.000/mm3), atau peningkatan kadar SGPT ≥2x
batas atas normal. Sedangkan CMV invasif yaitu ditemukannya CMV pada
jaringan/organ (gastroenteritis, pneumonia, meningoensefalitis, hepatitis, nefritis,
retinitis, miokarditis, pankreatitis, mielitis, dll.) disamping gejala dan tanda seperti
pada sindrom CMV. Diagnosis invasif CMV ditegakkan dengan histopatologi dan
atau kultur virus dari jaringan yang bersangkutan; serta gejala dan tanda sesuai
dengan organ yang terlibat. Sindrom CMV dan CMV invasif sering disebut
sebagai penyakit CMV. Reaktivasi CMV tergantung pada beberapa keadaan,
seperti jenis, jumlah dan dosis obat imunosupresan, status serologi donor dan
resipien, usia, komorbiditas, konstitusi resipien dan jenis transplantasi organ solid.
Sebenarnya, insidens penyakit CMV pada transplantasi ginjal paling rendah (8-
32%) dibandingkan dengan transplantasi organ solid lainnya (39-41%).4,16,23
Hal yang penting dalam reaktivasi CMV pada resipien transplantasi ginjal
adalah status serologi CMV donor dan resipien. Angka kejadian penyakit CMV
pada reaktivasi CMV berkisar antara 15-35%, dan akan meningkat sampai lebih
50% jika tidak dilakkukan profilaksis atau terapi preemptive.23
Gejala dan tanda klinis yang tidak secara langsung berhubungan dengan
infeksi CMV (indirect effects) sering tampak setelah lebih dari 6-12 bulan infeksi
CMV berlangsung. Keberadaan CMV dalam tubuh resipien dalam waktu lama
dan jumlah sedikit (persistent low-level CMV) dapat mengganggu respons imun

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


16

penjamu sehingga sitokin pro/inflamasi (TNF-α, IL-1, IL-10, INF-γ, TGF-β) akan
teraktivasi secara terus-menerus dengan berbagai manifestasi kerusakan sel, organ
maupun jaringan tubuh penjamu. Gejala dan tanda klinis yang dijumpai
berhubungan dengan vaskuopati dan aterosklerosis, diabetes pasca transplantasi,
infeksi oportunistik baik bakteri komensal maupun jamur, kanker, sampai
pemendekan usia ginjal transplan maupun usia resipien. Akhir-akhir ini, beberapa
kasus didapatkan depresi dan ansietas berhubungan dengan infeksi CMV pasca
transplantasi organ solid.4,23,25

2.4. Uji Diagnostik


Sejarah diagnosis penyakit CMV ditegakkan secara histopatologi dengan
ditemukannya sel besar mirip protozoa (cytomegalia protozoan-like cell) yang
terdapat badan inklusi di dalam inti sel dari bahan biopsy jaringan. Cara ini
sebenarnya masih dipakai bersamaan dengan uji immunochemistry untuk
menegakkan diagnosis CMV invasif; tetapi saat ini sudah digantikan dengan uji
serologi dan uji virologi.22,24

Gambar 2.3. Badan Inklusi Intranukleus (Owl-eye)24

2.4.1. Uji Serologi


Pemeriksaan serologi CMV adalah cara penegakkan diagnosis dengan
mendeteksi antibodi terhadap CMV. Serologi CMV mempunyai sensitivitas dan

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


17

spesifisitas yang baik, yaitu berturut-turut pada IgM CMV adalah 94,4% dan
94,7%, serta pada IgG CMV adalah 97,3% (tingkat kepercayaan 95%: 97,3 –
99,8%) dan 99,2% (tingkat kepercayaan 95%: 97 – 100%).25 Ditemukannya
antibodi IgM CMV menggambarkan proses infeksi akut yang mulai terdeteksi
pada hari ke- 5 – 7 setelah paparan CMV dan titernya bertahan di dalam serum
selama 2-3 minggu. Antibodi IgM CMV menunjukkan kejadian infeksi primer
CMV pada seseorang. Pada hampir seluruh kasus reaktivasi CMV tidak
didapatkan kenaikan titer antibodi IgM secara bermakna. Sebaliknya, antibodi
IgG CMV yang menggambarkan paparan CMV beberapa waktu yang lalu
menunjukkan perubahan titer saat terjadi reaktivasi. Beberapa penelitian
menemukan peningkatan titer antibodi IgG CMV saat ditemukannya DNA CMV,
tetapi sebaliknya sebagian penelitian mendapatkan penurunan titer antibodi IgG
CMV menjelang ditemukannya DNA CMV pada resipien tranplantasi organ solid.
Antibodi IgG CMV lebih spesifik dibandingkan IgM karena pola infeksi CMV
adalah subklinik-laten, dimana setelah CMV menginfeksi tubuh akan tinggal dan
bertahan lama di dalam tubuh penjamu meskipun tidak memberikan gejala klinis.
Saat sistem imun tubuh penjamu menurun atau menerima obat-obatan
imunosupresan, maka terjadilah reaktivasi CMV dengan berbagai manifestasi
klinisnya.21,22,24,26
Diagnosis infeksi CMV dapat ditegakkan dengan ditemukannya kenaikan
titer IgG CMV minimal 4 kali dari titer awal. Namun, rekomendasi ini sebenarnya
diambil dari rekomendasi pasien immunocompetent; sehingga didapatkan
kesenjangan, bahwa perubahan titer IgG CMV akan ditemukan terlambat 5-10
hari setelah terdeteksinya DNA CMV dalam tubuh resipien transplantasi ginjal.
Hal ini terjadi akibat respons imun humoral resipien tidak bekerja optimal karena
induksi maupun terapi pemeliharaan obat-obat antirejeksi yang bersifat
imunosupresan. Pada 4-5 hari menjelang transplantasi dan minggu-minggu
pertama pasca transplantasi, resipien diberikan obat-obat imunosupresan berdosis
tinggi (terutama saat induksi), namun pada minggu dan bulan berikutnya dosis
maupun jumlah obat imunosupresan berkurang, sehingga memberi kesempatan
sistem imun pulih bekerja. Penurunan dosis dan jumlah obat imunosupresan
menunjukkan mulai diterima dan berfungsinya ginjal transplan dalam tubuh

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


18

resipien dan menggambarkan pulihnya sistem pertahanan tubuh secara bertahap,


baik seluler maupun humoral. Hal ini memberikan ruang pada uji serologi untuk
membantu dalam diagnosis infeksi CMV pada resipien transplantasi ginjal
meskipun perubahan titer antibodi IgG CMV yang ditunjukkan tidak seperti pada
pasien immunocompetent.22,24,26

kadar antibodi
(AU/dL)
1000

500
IgG CMV

100

50

10 IgM CMV

0 2 4 6 8 10 12 minggu
Tx
˗ ˗ ˗ ˗ ˗ ˗ + + + + + + + + + + DNA CMV

laten reaktivasi sindrom invasif Infeksi CMV

Induksi/imunosupresan, operasi, ko-infeksi/infeksi pasca operasi Faktor risiko

Keterangan: Tx: transplantasi, : induksi imunosupresan, : operasi,


: pemeliharaan imunosupresan; : pemicu

Gambar 2.4. Perjalanan Infeksi CMV pada Resipien Seropositif8

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


19

2.4.2. Uji Virologi


2.4.2.1. Isolasi CMV dan Immunohistochemistry
Kultur virus dijadikan baku emas diagnostik infeksi CMV pada beberapa
tahun silam. Pemeriksaan ini melihat efek kerusakan sel (cytopathic effect) akibat
replikasi CMV yang ditumbuhkembangkan dalam media sel, seperti fibroblas
yang dapat dinilai dalam 4 minggu. Pada tahun 1980-an dikembangkan
pemeriksaan cepat berbasis kultur virus dengan memantau protein CMV secara
immunohistochemistry, sehingga dapat dideteksi dalam 24 jam. Tetapi kekurangan
uji diagnostik ini adalah tidak memungkinkan menghitung jumlah virus, sehingga
uji ini tidak dapat digunakan untuk memantau penurunan jumlah virus selama
pengobatan. Namun, bagaimanapun juga kultur virus ini masih digunakan
terutama dalam penelitian epidemiologi dan uji kepekaan terhadap obat
antivirus.21-24

2.4.2.2. Antigenemia pp65


Pemeriksaan antigenemia berdasarkan pada reaksi antibodi monoklonal
terhadap protein CMV (pp65) yang dapat ditemukan pada lekosit sediaan darah
tepi selama terjadinya infeksi CMV. Pemeriksaan antigenemia pp65 menunjukkan
sensitivitas 98,4% dan spesifiksitas 99,5%, serta tidak memerlukan waktu yang
lama. Namun pemeriksaan ini harus dilakukan dalam waktu 6 jam setelah sampel
darah diambil, memerlukan jumlah lekosit yang cukup (>4.000/dL) dengan
jumlah neutrofil minimal 0,2 x 109 sel/mL, tidak bisa membedakan infeksi primer
dan sekunder, semikuantitatif, membutuhkan tenaga yang terlatih atau
tersertifikasi karena interpretasi tergantung pada pemeriksa (subyektif), dan tidak
semua pusat laboratorium mempunyai peralatan fluoresensi. Pemeriksaan ini sulit
dilaksanakan pada tempat pelayanan kesehatan yang memiliki radius jarak lebih
dari 100 km, kemacetan lalu lintas dan pada pusat transplantasi atau laboratorium
pendukung yang menangani sampel darah pasien dalam jumlah besar.22,24

2.4.2.3. Deoxyribonucleic Acid CMV


Sejak awal tahun 1990, pemeriksaan DNA CMV dengan menggunakan
PCR mulai dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk mendeteksi

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


20

keberadaan CMV secara bermakna yang menimbulkan proses patologi.


Pemeriksaan ini dapat menggunakan semua bahan carian tubuh, baik darah
maupun komponennya, namun sensitivitas yang paling tinggi adalah sediaan
darah lengkap (98%) bukan plasma ataupun lekosit, karena CMV merupakan
virus yang keberadaannya mutlak berhubungan dengan sel untuk bertahan hidup
(strictly cell-associated virus). Sensitivitas PCR real-time DNA CMV mencapai
99,6% dengan spesifiksitas 100%. Pemeriksaan DNA CMV kuantitatif terbukti
menunjukkan korelasi yang bermakna dengan replikasi dan gejala klinis CMV
dalam tubuh, sehingga pemeriksaan ini digunakan untuk memantau secara klinis
pasien dengan risiko tinggi terjadi penyakit CMV dan menilai respons pengobatan
antiviral CMV.22,24,27

2.4.2.4. Ribonucleic Acid CMV


Pemeriksaan ribonucleic acid (RNA) CMV sebenarnya pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendeteksi protein virus berupa pp67 saat terjadinya transkrip
mRNA yang terjadi saat replikasi virus; sehingga pemeriksaan ini berhubungan
langsung dengan replikasi CMV dibandingkan dengan DNA. Cara yang dilakukan
adalah amplifikasi sekuens asam nukleat virus atau yang dikenal dengan nucleic
acid sequence-based amplification (NASBA). Meskipun demikian, pemeriksaan
ini mempunyai sensitivitas lebih rendah dibandingkan pemeriksaan DNA CMV
dengan metode PCR real-time, sehingga penggunaannya terbatas terutama pada
penentuan kapan terapi preemptive CMV mulai dilakukan.3,22,24

2.5. Pencegahan dan Pengobatan


Pengelolaan infeksi CMV pada resipien pasca transplantasi ginjal ada 3
pendekatan, yaitu profilaksis, terapi preemptive dan pengobatan penyakit CMV
(deferred therapy). Pemilihan pendekatan pengelolaan infeksi CMV dianjurkan
berdasarkan kasus per kasus dengan melihat status serologi donor-resipien, karena
infeksi CMV memberikan respons imun yang berbeda di antara populasi
penduduk dan merupakan faktor risiko yang kuat serta independen terjadinya
penyakit CMV pada resipien pasca transplantasi ginjal.24,27,28

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


21

2.5.1. Profilaksis
Profilaksis adalah pemberian antiviral dalam periode waktu tertentu
kepada resipien transplantasi ginjal sebelum terjadi infeksi CMV. Pemberian
profilaksis berdasarkan status serologi CMV positif pada donor dan atau resipien;
yaitu pada status serologi CMV risiko tinggi (D+/R-) dan risiko moderat (D-/R+,
D+R+). Profilaksis antiviral dilakukan menjelang transplantasi (10 hari sebelum
transplantasi) dan diteruskan sampai hari ke-100 atau 3 bulan pasca transplantasi
ginjal. Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa profilaksis yang diperpanjang
sampai 200 hari memberikan efek proteksi terhadap infeksi CMV lebih baik dan
mengurangi kejadian late-onset penyakit CMV.4,29-31
Sebaliknya, beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa Negara pada
resipien risiko moderat (D-/R+, D+/R+), ternyata didapatkan 5 years graft
survival kelompok yang diberi profilaksis tidak berbeda bermakna dengan
kelompok tanpa profilaksis. Oleh karena itu, pemberian profilaksis kelompok ini
dipertimbangkan tergantung pada masing-masing pusat transplantasi sesuai
respons imun terhadap CMV setempat; disamping pertimbangan biaya, toksisitas
obat, paparan obat antiviral yang berkepanjangan, resistensi obat dan late-onset
penyakit CMV.21,29,30

2.5.1.1. Valasiklovir
Antiviral ini merupakan bentuk ester valin dari asiklovir yang mempunyai
bioavailabilitas lebih tinggi, 5 kali dari asiklovir. Penggunaan valasiklovir
dilakukan sejak awal 1990. Valasiklovir terbukti menurunkan insidens penyakit
CMV dan rejeksi ginjal transplan pada pemberian dosis 4 x 2 gram selama 90
hari. Efek samping yang ditemui berupa halusinasi dan bingung pada dosis tinggi
dalam waktu yang lama.24,30

2.5.1.2. Valgansiklovir
Antiviral ini merupakan bentuk ester valin dari gansiklovir yang
mempunyai bioavailabilitas lebih baik, 10 kali dari gansiklovir. Preparat ini sama
efektivitasnya dengan gansiklovir intravena dalam mencegah dan mengobati
penyakit CMV pada resipien tranplantasi ginjal. Dosis profilaksis 1 x 900 mg

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


22

diberikan selama 100 hari. Penelitian terakhir, IMPACT pada tahun 2010
menemukan bahwa pemberian valgansiklovir yang diperpanjang selama 200 hari
lebih efektif mencegah infeksi CMV dengan menurunkan insidens penyakit CMV
sampai 33-37% dibandingkan kelompok kontrol. Efek sampingnya adalah supresi
sumsum tulang terutama leukopenia.4,29,30

2.5.1.3. Gansiklovir
Antiviral ini merupakan homolog nukleosida siklik guanosin, yang akan
mengalami fosforilasi oleh thymidine kinase virus dan menjadi bentuk trifosfat
yang menghambat polimerase DNA dan merusak rantai terminal DNA CMV.
Gansiklovir lebih efektif dalam membunuh CMV dibandingkan dengan
valasiklovir, namun mempunyai bioavailabilitas yang rendah dalam bentuk oral,
sehingga sediaannya adalah parenteral. Dosis yang dianjurkan adalah 5
mg/kbBB/hari sekali sehari selama 28 hari. Efek sampingnya berupa neutropenia
dan nefrotoksik pada dosis tinggi (>3 gram/hari).24,29,30

2.5.2. Terapi Preemptive


Terapi preemptive diberikan pada resipien transplantasi ginjal pada saat
ditemukannya asam nuckleat CMV atau antigen pp65 dalam darah sebelum
munculnya tanda dan gejala klinis. Terapi ini memerlukan pemantauan
keberadaan CMV dalam tubuh resipien secara rutin 1-2 minggu sekali selama 3
bulan pertama pasca transplantasi ginjal. Terapi preemptive dianjurkan pada status
serologi D-/R+ dan D+R+. Obat antiviral diberikan sampai CMV tidak terdeteksi
dalam darah resipien, pada umunya 14-21 hari. Tujuan terapi ini mencegah
terjadinya penyakit CMV yang dapat menurunkan graft survival ataupun
kelangsungan hidup resipien.21,24,29,30

2.5.2.1. Valgansiklovir
Antiviral ini sama efektivitasnya dengan gansiklovir dalam mengendalikan
infeksi CMV pada resipien tranplantasi ginjal. Dosis terapi preemptive adalah 2 x
900 mg secara oral diberikan sampai tidak terdeteksinya CMV dalam darah
resipien, pada umumnya 14-21 hari.4,29,30

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


23

2.5.2.2. Gansiklovir
Dosis preemptive gansiklovir yang dianjurkan adalah 2 x 5 mg/kbBB/hari
intravena dan disesuaikan dengan fungsi ginjal.4,29,30

2.5.2.3. Foscarnet
Foscarnet merupakan sediaan analog pirofosfat anorganik yang
aktivitasnya menghambat secara langsung polimerase DNA CMV. Antiviral ini
digunakan terutama pada kasus resisten gansiklovir dan neutropenia. Dosis 60
mg/kgBB/8 jam atau 90 mg/kgBB/12 jam. Efek samping yang sering dijumpai
berupa nefrotoksik dan hipokalsemia.4,27,29,30

2.5.3. Pengobatan penyakit CMV


Pada kasus penyakit CMV karena tanpa pencegahan atau gagal profilaksis
dan preemptive, baik infeksi CMV primer maupun sekunder, jenis dan dosis yang
diberikan seperti pada terapi preemptive. Pengobatan dilakukan sampai terjadi
pemulihan gejala dan tanda klinis, tidak terdeteksinya CMV sebanyak 2 kali
berturut-turut dalam tubuh resipien yang dipantau dengan pemeriksaan asam
nukleat CMV atau antigen pp65 selang 1-2 minggu sekali. Setelah selesai
pengobatan dilanjutkan dengan profilaksis sekunder selama 1-3 bulan dengan
pemantauan asam nukleat CMV atau antigen pp65.4,28-30
Asiklovir, valasiklovir oral dan gansiklovir oral tidak dianjurkan karena
tidak efektif pada kasus penyakit CMV. Bahkan ditemukan dalam penelitian,
gansiklovir oral yang diberikan pada saat replikasi CMV menyebabkan terjadinya
resistensi. Ada beberapa jenis obat baru yang lebih potensial mengingat angka
resistensinya masih rendah, yaitu cidofovir, maribavir dan leflunomid.24,28,30

2.5.3.1. Gansiklovir intravena


Gansiklovir intravena dianjurkan pada kasus penyakit CMV berat dan
mengancam kehidupan resipien, atau pada pasien dengan gangguan absorbsi
pencernaan (gastroenteritis, diare berkepanjangan).4,29,30

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


24

2.5.3.2. Foscarnet
Foscarnet digunakan pada kasus resisten gansiklovir dan neutropenia.
Dosis 60 mg/kgBB/8 jam atau 90 mg/kgBB/12 jam. Efek samping yang sering
dijumpai berupa nefrotoksik dan hipokalsemia.4,29,30

2.5.3.3. Cidofovir
Antiviral ini merupakan monofosfat nukleotida yang mengalami proses
trifosforilasi oleh enzim kinase seluler menjadi trifosfat. Hasil akhir dalam bentuk
trifosfat ini akan menghambat aktivitas polimerase DNA CMV. Preparat ini
mempunyai waktu paruh yang panjang, sehingga dapat diberikan seminggu sekali.
Dosis 5 mg/kgBB seminggu sekali, dan diberikan 2 siklus. Efek sampingnya
nefrotoksik.24,29,30

2.5.3.4. Maribavir
Sediaan ini merupakan salah satu benzimidazol terbaru yang masih dalam
penelitian klinis tahap 3. Kerjanya menghambat secara langsung UL97 kinase dan
sintesis DNA CMV. Efek sampingnya amat minimal, aman untuk ginjal dan tidak
menunjukkan toksisitas pada komponen darah.24,29,30

2.5.3.5. Leflunomid
Preparat ini menghambat sintesis pirimidin, sehingga mempengaruhi
pembentukan virion. Bioavailabilitasnya mencapai 80% dan sudah disetujui oleh
FDA dalam penggobatan penyakit CMV. Efek sampingnya minimal serta sudah
digunakan di Amerika dan Eropa.24,29,30

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


25

2.6. Kerangka Teori

Faktor Risiko Klinis DNA CMV Serostatus Tindakan

Masuk tubuh Infeksi >500 IgG -(ve)


CMV IgM +(ve)
primer kopi/mL

Usia, sosial,
ekonomi, Laten <500 IgG +(ve) Profilaksis
budaya, geografi CMV kopi/mL IgM –(ve)

Induksi IS gen-α
Operasi Tx
IL2,TNFα
NF-ĸB gen-β
Infeksi pasca Tx REPLIKASI
PS & produksi
Pemeliharaan IS DNA IgG
gen-γ

Reaktivasi >500 IgG +(ve)↑ Preemptive


CMV kopi/mL IgM –(ve)

Efek Tak Efek


Langsung Langsung

Aterosklerosis Sindrom >500 IgG ???


CMV kopi/mL +(ve)↑↑
Infeksi
oportunistik IgM –(ve)

NOD
Invasif Jaringan/ IgG Pengobatan
RAS CMV organ +(ve)↑↑↑
IgM –(ve)

-Rejeksi
akut/kronik

-Meninggal

Keterangan
: perjalanan kearah progresif, : pemicu/pencetus, : penghambat
IS : imunosupresan, Tx : transplantasi, +(ve) : positif, -(ve) : negatif, NOD: new
onset diabetes, RAS: renal artery stenosis, PS: protein struktural
Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


26

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

DNA CMV Titer antibodi


kuantitatif IgG CMV

3.2. Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala
DNA CMV Jumlah virus CMV dalam darah lengkap PCR real-time Numerik
kuantitatif (satuan : kopi/mL). Tak terdeteksi : <500
Terdeteksi : >500

Antibodi Kadar antibodi IgG CMV serum CMIA Numerik


IgG CMV (satuan : AU/dL) Nilai rerata (SB)
-orang sehat : 102,56 (72,30)
-preTx : 452,09 (289,76)
-reaktivasi : 732,75 (378,29)

Infeksi CMV Infeksi pertama kali terjadi pada orang ELISA/CMIA (KDIGO) Nominal
primer atau yang belum pernah terpapar CMV -IgM CMV : +(ve)
infeksi CMV sebelumnya, ditandai dengan IgM CMV -IgG CMV : -(ve)  +(ve)
akut yang tinggi dan bertahan 2-3 minggu dan seumur hidup
diikuti dengan peningkatan IgG CMV

Infeksi CMV Seropositif IgG CMV tanpa tanda dan ELISA/CMIA (KDIGO) Nominal
laten atau gejala klinis (asimtomatik), serta tidak -IgM CMV : -(ve)
infeksi CMV ditemukannya DNA CMV dalam darah. -IgG CMV : +(ve)
kronik

Reaktivasi Aktif kembali CMV yang sebelumnya ELISA/CMIA (KDIGO) Numerik


dalam keadaan laten. Didiagnosis dengan -IgG CMV : >500 kopi/mL
ditemukannya CMV dalam darah secara
PCR real-time (>500 kopi/mL) pada
resipien seropositif IgG CMV dalam 3
bulan pertama pasca transplantasi

Penyakit Terdiri atas sindrom CMV dan CMV KDIGO Nominal


CMV invasif (ke jaringan/organ tubuh). -Ya
-Tidak

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


27

Sindrom Kumpulan gejala dan tanda yang terdiri KDIGO


CMV dari demam ( ≥38ºC pada ≥2 episode -Ya Nominal
yang terpisah minimal 24 jam dalam -Tidak
periode 1minggu), dan ditemukannya
CMV di darah pasien, serta 1 atau lebih
gejala berikut ini : malaise, leukopenia
(<4.000/mm3), limfositosis atipik ≥5%,
trombositopenia (<100.000/mm3), atau
peningkatan kadar SGPT ≥2x batas atas
normal.

CMV invasif Ditemukan CMV pada jaringan/organ KDIGO Nominal


disamping gejala dan tanda seperti pada -Ya
sindroma CMV. Diagnosis ditegakkan -Tidak
dengan histopatologi dan atau kultur virus
dari jaringan yang bersangkutan.

Rejeksi Penolakan ginjal transplan yang terjadi KDIGO Nominal


hiperakut dalam beberapa menit sampai 24 jam -Ya
pertama pasca transplantasi ginjal. -Tidak

Status Nilai kualitatif IgG CMV serum donor / KDIGO Nominal


serologi resipien -Negatif
CMV -Positif

Seropositif Status serologi CMV positif / IgG CMV KDIGO Nominal


positif -Negatif
-Positif

M0 Parameter klinis dan laboratorium yang KDIGO Nominal


dicatat pada 4 hari sebelum transplantasi -Anamnesis
ginjal -Pemeriksaan fisik
-Laboratorium (alat)

M+2 –M+12 Parameter klinis dan laboratorium yang KDIGO Nominal


dicatat pada minggu ke-2 sampai minggu -Anamnesis
ke-12 pasca transplantasi ginjal -Pemeriksaan fisik
-Laboratorium (alat)

Terapi Pemberian antivirus CMV dimulai saat KDIGO Nominal


preemptive terdeteksinya DNA CMV dalam darah. -Ya
-Tidak
Transplantasi Transplantasi ginjal yang dilakukan pada KDIGO Nominal
ginjal pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 -Ya
preemptive yang belum memerlukan terapi pengganti -Tidak
ginjal.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


28

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif untuk menganalisis
korelasi antara DNA CMV kuantitatif dengan peningkatan titer antibodi IgG
CMV pada resipien seropositif pasca transplantasi ginjal 3 bulan pertama.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Divisi Ginjal Hipertensi, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSUPN Cipto
Mangunkusumo dari 1 Agustus – 31 Oktober 2014.

4.3. Populasi
Populasi target : pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir yang menjalani
transplantasi ginjal.
Populasi terjangkau : pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir yang
menjalani transplantasi ginjal di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

4.4. Subyek Penelitian


Subyek penelitian adalah semua resipien transplantasi ginjal di RSUPN
Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria penelitian sebagai berikut,
Kriteria Penerimaan
1. Usia ≥ 18 tahun
2. Kadar albumin serum ≥ 3 g/dL
3. Kadar globulin serum ≥ 1,8 g/dL
4. Status serologi CMV D-/R+ dan atau D+/R+
5. Bersedia mengikuti penelitian, yang ditandai dengan tanda
tangan persetujuan keikutsertaan dalam penelitian
Kriteria Penolakan
1. Rejeksi hiperakut.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


29

2. Seropositif Herpes simplex virus 1 (HSV1) dan atau Herpes


simplex virus 2 (HSV2).
3. Anti HIV positif
4. Faktor rheumatoid positif.
5. Mendapatkan obat imunosupresan T cell-depleted, seperti
alemtuzumab, antithymocyte globulin (ATG), muromonab CD3
(OKT3).
6. Menerima transfusi darah dan atau produk darah lainnya dalam
4 minggu sebelum transplantasi ginjal atau selama penelitian.
7. Menjalani plasmaferesis dalam 4 minggu sebelum transplantasi
ginjal atau selama penelitian.
Kriteria drop out
1. Tidak mengikuti tahapan penelitian sampai selesai.
2. Mengundurkan diri dari penelitian.
3. Meninggal dunia bukan karena penyakit CMV.

4.5. Besar Sampel Penelitian


Perkiraan besar sampel penelitian korelasi antara DNA CMV kuantitatif
dengan peningkatan titer antibodi IgG CMV pada resipien seropositif
transplantasi ginjal 3 bulan pertama ditetapkan dengan rumus,

2 2
(Zα + Zβ) (1,96 + 0,84)
n= +3 n= +3
0,5ln (1+r)/(1-r) 0,5ln (1+0,6)/(1-0,6)

n = 19

Keterangan:
n = besar sampel; Zα 95% = 1,96; Zβ 80% (power) = 0,84
Korelasi dianggap baik, maka r = 0,6

Jumlah sampel minimal untuk korelasi antara DNA CMV kuantitatif


dengan peningkatan titer antibodi IgG CMV adalah 19 orang

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


30

Sedangkan perkiraan besar sampel untuk menentukan cutoff point


peningkatan titer antibodi IgG CMV pada resipien transplantasi ginjal 3 bulan
pertama ditetapkan dengan rumus,

Zα2 . P ( 1 – P ) 1,962 . 0,973 (1–0,973 )


n= 10,09 =
d 2
0,12

Keterangan:
n = besar sampel; Zα 95% = 1,96
P : sensitivitas uji diagnostik menurut pustaka, yaitu 97,3%
d : besar penyimpangan, yaitu 10%
Jumlah sampel minimal penelitian untuk menentukan cutoff point
peningkatan titer antibodi IgG CMV adalah 10 orang

Perkiraan proporsi drop out 10% (P=10%), maka digunakan rumus sebagai
berikut:

n 19
n„ = 21,1 =
1–P 1 – 0,9

Maka besar sampel pada penelitian ini adalah 21 orang.

4.6. Teknik Pemilihan Sampel Penelitian


Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif yaitu, semua pasien yang
dilakukan transplantasi ginjal di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek
yang diperlukan terpenuhi.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


31

4.7. Alur Penelitian

Resipien transplantasi ginjal yang memenuhi


kriteria penelitian
penerimaan dan penolakan

Pre Transplantasi Ginjal


1. Anamnesis/Pemeriksaan Fisik
2. Titer antibodi IgG CMV
3. DNA CMV kuantitatif

Pasca Transplantasi Ginjal


(2 minggu sekali selama 3 bulan)
1. Anamnesis/Pemeriksaan Fisik
2. Titer antibodi IgG CMV
3. DNA CMV kuantitatif

Analisis

Hasil

4.8. Cara Kerja


1. Pengambilan data dari subyek penelitian dilakukan di ruang rawat inap
RSUPN Cipto Mangunkusumo.
2. Setiap pasien dengan penyakit ginjal kronik tahap akhir yang akan
menjalani transplantasi ginjal dan memenuhi kriteria penelitian diberikan
penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Persetujuan subyek
penelitian untuk mengikuti penenlitian dilakukan dengan menandatangani
surat persetujuan keikutsertaan penelitian.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


32

3. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik terhadap subyek penelitian dan


pengambilan sampel darah vena 3 mL sebanyak 2 tabung, dilakukan
sebelum transplantasi, dan setiap 2 minggu setelah transplantasi sampai 3
bulan pertama.
4. Pemeriksaan kadar antibodi IgG CMV dilakukan di RSIA Hermina
Jatinegara Jakarta, Jln. Jatinegara Barat No 126 Jakarta. Pemeriksaan
DNA CMV kuantitatif dilakukan di Laboratorium Prodia, Jln. Kramat
Raya No. 150 Jakarta.
5. Pencatatan hasil dan pengolahan data yang telah didapatkan secara
tabulasi dan dilakukan analisis statistik dengan bantuan komputer.

4.9. Identifikasi Variabel


Variabel bebas : DNA CMV kuantitatif
Variabel tergantung : Titer antibodi IgG CMV

4.10. Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS for
window versi 11.5. Data kategorik yaitu umur, jenis kelamin, etiologi penyakit
ginjal kronik tahap akhir, hubungan dengan donor akan dianalisis secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk proporsi (persentase). Data numerik yang terdistribusi
normal disajikan dalam bentuk rerata (simpang baku) dan yang tidak terdistribusi
normal disajikan dalam median (minimum, maksimum). Uji korelasi digunakan
uji korelasi Pearson (distribusi data normal) atau Spearman‟s rho (distribusi data
tidak normal), dan pada cutoff point digunakan kurva receiver operating
characteristic (ROC) dalam menentukan sensitivitas dan spesifisitas cutoff point
tersebut. Batas kemaknaan digunakan p <0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


33

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian


Selama 3 bulan penelitian, dari tanggal 1 Agustus sampai 31 Oktober
2014, didapatkan 25 resipien transplantasi ginjal yang memenuhi kriteria sebagai
subyek penelitian; namun hanya 23 resipien transplantasi ginjal yang dapat diikuti
sampai penelitian selesai. Keduapuluh tiga subyek penelitian tersebut terdiri dari
laki-laki 12 orang (52%) dan wanita 11 orang (48%). Usia subyek penelitian yang
paling muda 26 tahun (1 orang wanita) dan tertua berusia 77 tahun (2 orang laki-
laki), dengan usia rerata 53,3 tahun dengan simpang baku (SB) 14,35.
Penyebab PGT pada penelitian ini adalah glomerulonefritis kronik (GNK)
sebanyak 10 orang (43%), diabetes mellitus (DM) sebanyak 9 orang (39%),
hipertensi sebanyak 2 orang (9%), nefritis lupus 1 orang (4,5%) dan obstruksi
infeksi/batu saluran kemih 1 orang (4,5%).
Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal (TPG) yang paling
banyak dilakukan sebelum transplantasi ginjal, yaitu sejumlah 16 orang (70%),
sedangkan transplantasi ginjal yang dilakukan secara preemptive pada 7 orang
(30%). Pada penelitian ini tidak didapatkan resipien dengan continuous
ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) sebagai TPG sebelum transplantasi ginjal.
Median waktu dari HD sampai transplantasi ginjal adalah 6 bulan dengan rentang
1 – 42 bulan.
Infeksi virus hepatitis C (VHC) kronik ditemukan pada 2 orang laki-laki
(9%) dengan usia 50 tahun dan 77 tahun, di mana keduanya telah mendapat terapi
baku terhadap HVC sebelum dan setelah transplantasi ginjal. Infeksi virus
hepatitis A maupun B tidak ditemukan pada subyek penelitian ini. Komorbid atau
penyakit penyerta pada resipien, yaitu hipertensi sebanyak 7 orang (30%),
hipertensi-penyakit jantung koroner (PJK) sebanyak 7 orang (30%), hipertensi-
DM tipe 2 sebanyak 3 orang (13%), serta hipertensi-DM tipe 2-PJK sebanyak 6
orang (27%).
Golongan darah subyek penelitian yang paling banyak adalah O, yaitu 15
orang (65,5%); diikuti golongan darah B sebanyak 4 orang (17%), A sebanyak 3

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


34

orang (13%) dan seorang golongan darah AB (4,5%); dengan rhesus positif pada
semua resipien. Seluruh subyek penelitian mempunyai ABO dan rhesus yang
compatible dengan donor. Hubungan donor resipien secara emosional (unrelated)
sebanyak 18 orang (78%) dan hubungan keluarga (related) sebanyak 5 orang
(22%).
Pada subyek penelitian ini, ditemukan status serologi CMV D-/R+
sebanyak 2 orang (9%) dan D+/R+ sebanyak 21 orang (91%). Nilai rerata titer
IgG CMV subyek penelitian sebelum transplantasi ginjal 573,51 (SB 309,62)
AU/dL. Baik donor maupun resipien tidak ada yang mempunyai IgM CMV
positif, dan tidak ditemukan seorang resipien pun yang mempunyai DNA CMV
kuantitatif >500 kopi/mL. (Tabel 5.1)
Seluruh resipien diberikan imunosupresan induksi yang terdiri dari
basiliximab, metilprednisolon dan takrolimus 4 hari menjelang transplantasi
sesuai protokol, dan dilanjutkan dengan imunosupresan dosis pemeliharaan yang
terdiri atas metilprednisolon, takrolimus dan mycophenolate mofetil acid atau
mycophenolic acid. Pada penelitian ini tidak ada subyek penelitian yang diberikan
rhituximab, intravenous immunoglobulin, siklosporin A, sirolimus ataupun
everolimus.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


35

Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian


Variabel n (%) Rerata (SB)
1. Jenis kelamin
a. Laki-laki 12 (52)
b. Perempuan 11 (48)
2. Usia (tahun) 53,3 (14,35)
3. Penyebab PGT
a. GNK 10 (43)
b. DM tipe 2 9 (39)
c. Hipertensi 2 (9)
d. Nefritis Lupus 1 (4,5)
e. Obstruksi infeksi 1 (4,5)
4. Jenis TPG sebelum transplantasi
a. Hemodialisis 16 (70)
b. CAPD 0 (0)
c. Preemptive 7 (30)
5. Waktu dialisis ke Tx (bulan) 6 (1-42)*
6. Ko-infeksi VHC 2 (9)
7. Ko-morbid
a. Hipertensi 7 (30)
b. Hipertensi, PJK 7 (30)
c. Hipertensi, DM tipe-2 3 (13)
d. Hipertensi, DM tipe-2, PJK 6 (27)
8. Golongan darah
a. O 15 (65,5)
b. B 4 (17)
c. A 3 (13)
d. AB 1 (4,5)
9. Hubungan donor-resipien
a. Emosional (unrelated) 18 (78)
b. Keluarga (related) 5 (22)
10. Status serologi CMV
a. D-/R+ 2 (9)
b. D+/R+ 21 (91)
11. IgG CMV (AU/dL) 573,51 (309,62)
12. DNA CMV (kopi/mL) Undetectable

Keterangan: *: median (rentang), Tx: transplantasi, PGT: penyakit ginjal


terminal, GNK : glomerulonefritis kronik, TPG : terapi pengganti ginjal,
VHC : virus hepatitis C, PJK : penyakit jantung koroner

5.2. Karakteristik DNA CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi


Sebelum transplantasi dan pada minggu ke-2 pasca transplantasi ginjal
tidak ditemukan DNA CMV pada semua subyek penelitian. Terdeteksinya DNA
CMV >500 kopi/mL mulai minggu ke-4 pada 2 subyek penelitian (9%), minggu

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


36

ke-6 pada 4 subyek penelitian (18%), serta minggu ke-10 pada 3 subyek peneliti-
an (13%). Nilai DNA CMV >500 kopi/mL tidak berdistribusi normal (Uji Saphiro
Wilk, p <0,05), sehingga digunakan nilai median (rentang) sebagai berikut, pada
minggu ke-4 pasca transplantasi 3952,5 (705 – 7200), minggu ke-6 pasca
transplantasi 8766,09 (910 – 166500), minggu ke-8 pasca transplantasi 21568,26
(850 – 300570), minggu ke-10 pasca transplantasi 34767,61 (665 – 387540 ), dan
minggu ke-12 pasca transplantasi 47088,91 (1160 – 510850) kopi/mL.

DNA CMV
(kopi/mL)
n=9
50000
47088,91
45000
40000
34767,61
35000
30000
25000
21568,26
20000
15000
10000 8766,09
3953,5
5000
0 0
0
0 2 4 6 8 10 12 minggu
Gambar 5.1. Nilai Median DNA CMV Subyek Penelitian
yang Mengalami Reaktivasi

5.3. Karakteristik IgG CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi


Titer antibodi IgG CMV resipien yang mengalami reaktivasi berdistribusi
normal (Uji Saphiro Wilk, p >0,05) dari sebelum transplantasi sampai minggu ke-
12 pasca transplantasi ginjal, sehingga digunakan nilai rerata (SB) sebagai
berikut; sebelum transplantasi 590,83 (SB 244,43), minggu ke-2 pasca transplan-
tasi 505,64 (SB 208,49), minggu ke-4 pasca transplantasi 309,41 (SB 134,03),
minggu ke-6 pasca transplantasi 245,44 (SB 137,97),minggu ke-8 pasca transplan-
tasi 492,64 (SB 255,75), pada minggu ke-10 pasca transplantasi 809,49 (SB
326,96), dan minggu ke-12 pasca transplantasi 973,42 (SB 303,03) AU/dL.
Resipien yang tidak mengalami reaktivasi mempunyai titer IgG CMV berdistribu-
Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


37

si normal (Uji Saphiro Wilk, p >0,05) pada sebelum transplantasi sampai minggu
ke-8 pasca transplantasi, yaitu sebelum transplantasi 562,37 (SB 353,73), pada
minggu ke-2 pasca transplantasi 456,29 (SB 312,80),minggu ke-4 pasca transplan-
tasi 275,29 (SB 125,47), minggu ke-6 pasca transplantasi 244,64 (SB 124,40), dan
minggu ke-8 pasca transplantasi 232,10 (SB 123,58) AU/dL. Distribusi nilai IgG
CMV pada minggu ke-10 dan ke-12 pasca transplantasi tidak normal (Uji Saphiro
Wilk, p <0,05), sehingga digunakan median (rentang) berturut-turut sebagai beri-
kut, 186,50 (85,4 – 446,8) AU/dL dan 197,9 (80,1 – 2018) AU/dL. (Gambar 5.2)
IgG CMV
(AU/dL)
1000 973,42
900
809,49
800
700
590,83
600 505,64 492,64
562,37
500
456,29
400
309,41 245,44
300
275,29 244,64
200 232,10
186,50* 197,90*
100
0
0 2 4 6 8 10 12 minggu

Keterangan: : reaktivasi (n=9), : tidak reaktivasi (n=14), *: median

Gambar 5.2. Nilai Rerata dan Median IgG CMV Subyek Penelitian yang
Mengalami Reaktivasi dan yang Tidak Mengalami Reaktivasi

Gambar grafik berikut menunjukkan pola antibodi IgG CMV pada


masing-masing subyek penelitian yang mengalami reaktivasi pada minggu ke-4 (2
orang), minggu ke-6 (4 orang) dan minggu ke-10 (3 orang). Tampak terjadi
peningkatan minimal 2 kali dari titer IgG CMV sebelumnya saat reaktivasi.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


38

IgG CMV
(AU/dL) n=2
1650
1500
1350
1200
1050
900
750
600
450
300
150
0
0 2 4 6 8 10 12 minggu
Gambar 5.3. Pola IgG CMV pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi
pada Minggu ke-4 Pasca Transplantasi

IgG CMV
(AU/dL)
n=6
1650
1500
1350
1200
1050
900
750
600
450
300
150
0
minggu
0 2 4 6 8 10 12
Gambar 5.4. Pola IgG CMV pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi
pada Minggu ke-6 Pasca Transplantasi

IgG CMV
(AU/dL) n=9
1650
1500
1350
1200
1050
900
750
600
450
300
150
0
0 2 4 6 8 10 12 minggu
Gambar 5.5. Pola IgG CMV pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi
pada Minggu ke-10 Pasca Transplantasi

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


39

5.4. Korelasi DNA CMV Kuantitatif dengan Antibodi IgG CMV


Korelasi antara DNA CMV kuantitatif dengan antibodi IgG CMV pada
subyek penelitian yang mengalami reaktivasi ditemukan bermakna secara statistik
mulai minggu ke-8 pasca transplantasi ginjal. (Tabel 5.2)

Tabel 5.2. Korelasi DNA CMV Kuantitatif dengan Antibodi IgG CMV pada
Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi

Waktu n DNA CMV IgG CMV r P


Pre Tx 23 0 590,83 (244,43)# - -
M+2 23 0 505,64 (209,49)# - -
M+4 2 3952,5 (705-7200)† 309,41 (134,03)# 0,08 0,707*
M+6 6 8766,09 (910-166500)† 245,44 (137,97)# - 0,26 0,225*
M+8 9 21568,26 (850-300170)† 492,64 (255,75)# 0,70 <0,001*
M+10 9 34767,61 (665-387540)† 809,49 (326,96)# 0,83 <0,001*
M+12 9 47088,91 (1160-510850)† 973,42 (303,06)# 0,72 <0,001*

Keterangan : pre Tx: pre transplantasi, M+2 – M+12: minggu ke-2 (dst) pasca
transplantasi, n: jumlah subyek penelitian,†: median (rentang), #: rerata (SB),
*: uji Spearman‟s rho, r: koefisien korelasi, p: probability

IgG CMV DNA CMV


(AU/dL) n=9 (kopi/mL)
1000 50000
973,42
900 47088,91
45000
809,49
800 40000

700 34767,61
35000

600 590,83 30000


505,64 492,64
500 25000
21568,26 20000
400
309,41 245,44
300 15000

200 10000
8766,09
100 5000
0 0 3952.5
0 0
0 2 4 6 8 10 12 minggu
Keterangan: : IgG CMV resipien yang reaktivasi;
: DNA CMV resipien yang reaktivasi

Gambar 5.6. Korelasi antara DNA CMV dengan IgG CMV Subyek Penelitian
yang Mengalami Reaktivasi
Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


40

Pada gambar 5.6 tampak peningkatan minimal 2 kali titer IgG CMV pada
subyek penelitian saat reaktivasi secara bermakna, yaitu pada minggu ke-8.

5.5. Nilai Cutoff Point Terbaik Antibodi IgG CMV Saat Reaktivasi
Penentuan nilai cutoff point (titik potong) terbaik titer antibodi IgG CMV
pada minggu ke-4, ke-6, ke-8, ke-10 dan ke-12 menggunakan kurva ROC.

Keterangan: : garis AUC minggu ke-4, : garis AUC minggu ke-6

Gambar 5.7. Kurva ROC IgG CMV pada Minggu ke-4 dan ke-6
Pasca Transplantasi Ginjal pada Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi

Pada minggu ke-4 dan ke-6 pasca transplantasi ginjal, kemampuan


diskriminasi antibodi IgG CMV untuk membedakan subyek penelitian yang
diprediksi mengalami reaktivasi ternyata kurang baik; berturut-turut pada minggu
ke-4 nilai area under receiver operating characteristic curve (AUC) 0,690
dengan p= 0,383 (IK 95% 0,493 sampai 0,888), dan pada minggu ke-6 nilai AUC
0,569 dengan p= 0,624 (IK 95% 0,275 sampai 862). (Gambar 5.7)
Pada minggu ke-8, ke-10 dan ke-12 pasca transplantasi ginjal, kemampuan
diskriminasi antibodi IgG CMV membedakan subyek penelitian yang diprediksi
mengalami reaktivasi adalah baik. Pada minggu ke-8 nilai AUC 0,980 dengan p=
0,001 (IK 95% 0,932 sampai 1,029), dan cutoff point IgG CMV 502,7 AU/dL

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


41

dengan sensitivitas 83,3 % dan spesifisitas 94,1%. Pada minggu ke-10 nilai AUC
0,992 dengan p <0,001 (IK 95% 0,967 sampai 1,017), dan cutoff point IgG CMV
401,4 AU/dL dengan sensitivitas 88,9 % dan spesifisitas 92,9%. Dan, pada
minggu ke-12 nilai AUC 0,929 dengan p= 0,001 (IK 95% 0,794 sampai1,063),
dan cutoff point IgG CMV 679,35 AU/dL dengan sensitivitas 81,9 % dan
spesifisitas 90,8%. (Gambar 5.8)

Keterangan: : garis AUC minggu ke-8; : garis AUC minggu ke-10


: garis AUC minggu ke-12

Gambar 5.8. Kurva ROC IgG CMV pada Minggu ke-8, ke-10 dan ke-12
Pasca Transplantasi Ginjal Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi

5.6. Angka Kejadian Reaktivasi CMV


Selama 3 bulan penelitian didapatkan reaktivasi CMV pada 9 resipien
(39%), yang terjadi pertama kali pada minggu ke-4 pasca transplantasi ginjal
sebanyak 2 orang (9%), dan pada minggu ke-6 sebanyak 4 orang (18%), serta
pada minggu ke-10 sebanyak 3 orang (13%). Kesembilan resipien tersebut tidak
terinfeksi HVB ataupun HVC, status serologi CMV D+/R+ dan ABO (Rhesus)
compatible dengan donor, seorang subyek penelitian mempunyai hubungan
keluarga dengan donor (related), dan seorang lagi dilakukan transplantasi ginjal
secara preemptive.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


42

Dua resipien (22,2%) di antaranya meninggal akibat sepsis, yaitu seorang


perempuan (51 tahun) dengan donor adik kandung (related), dilakukan
transplantasi preemptive yang kemudian meninggal pada hari ke-87 pasca
transplantasi; dan seorang laki-laki (70 tahun) dengan donor unrelated, yang
kemudian meninggal pada hari ke-92 pasca transplantasi. Kedua resipien yang
meninggal ini menunjukkan peningkatan titer IgG CMV 3 kali dan 4 kali pada
saat reaktivasi, yaitu pada minggu ke-6. Selama perawatan kedua resipien
sebelum meninggal tidak terbukti terjadi penyakit CMV ataupun CMV invasif.
Tujuh resipien lainnya (77,8%) dalam keadaan sehat tanpa keluhan klinis
maupun kelainan laboratorium yang menunjukkan sindrom CMV maupun CMV
invasif. Nilai rerata kreatinin serum 1,19 (SB 0,29) mg/dL dengan IK 95% 0,91
sampai 1,46, dan rerata eGFR 69,99 (SB 19,92) mL/menit/1,73m2 dengan IK 95%
51,56 sampai 88,41.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


43

BAB 6
PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Dasar Subyek Penelitian


Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan bermakna jenis kelamin
subyek penelitian yang menjalani transplantasi ginjal, laki-laki 52% dan
perempuan 48%. Usia termuda 26 tahun dan tertua 77 tahun, dan usia rerata 53,3
(SB 14,35) tahun. Laporan tahunan United State Renal Data System (USRDS)
2013 juga menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin pada resipien yang
menjalani transplantasi ginjal; dengan usia rerata 37,2 (SB 16,8) tahun, jauh lebih
muda dari penelitian ini karena angka kelangsungan hidup ginjal transplan
diharapkan sampai 17 tahun.32,33 Di Malaysia, India dan Tiongkok usia rerata
resipien adalah sebagai berikut, 46,3 tahun, 51,4 tahun dan 41,8 tahun. Perbedaan
usia ini dilatarbelakangi oleh kebijaksanaan kesehatan pemerintah, jaminan dan
fasilitas kesehatan serta sosial ekonomi budaya masing-masing negara.34,35
Penyebab PGT pada subyek penelitian ini terbanyak adalah GNK (43%),
diikuti DM (39%) dan hipertensi (9%), serta nefritis lupus dan obstruksi infeksi
(9%). Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan tahunan USRDS yang
menyebutkan penyebab terbanyak resipien transplantasi ginjal di Amerika adalah
DM yang diikuti GNK dan hipertensi serta penyakit ginjal akibat otoimun.32,34 Di
Negara Asia, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Tiongkok dan India, ternyata
penyebab PGT terbanyak GNK, dan diikuti DM dan hipertensi.34,35
Sebanyak 16 subyek penelitian (70%) menjalani HD sebagai TPG lebih
dahulu selama 1-42 bulan sebelum memilih transplantasi ginjal, dan 7 subyek
penelitian (30%) menjalani transplantasi ginjal preemptive. Di Amerika Serikat,
seorang calon resipien transplantasi ginjal membutuhkan waktu tunggu antara 10-
30 bulan, dan HD lebih banyak dibandingkan CAPD sebagai TPG sebelum
transplantasi.32 Waktu tunggu resipien transplantasi di Malaysia antara 14-30
bulan, India antara 10-20 bulan dan Tiongkok antara 10-24 bulan.34,35
Infeksi VHC ditemukan pada 2 subyek penelitian, namun telah dikelola
sebelum dan dilanjutkan setelah transplantasi ginjal dengan penurunan jumlah
VHC dalam darah resipien. Sedangkan penyakit penyerta yang sering ditemukan

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


44

adalah hipertensi, DM dan penyakit jantung koroner. Laporan tahunan USRDS


2013, Australia dan Kanada menyebutkan komorbiditas pada resipien
transplantasi ginjal yang sering ditemukan adalah hipertensi, DM dan penyakit
jantung koroner maupun kongestif. Diabetes melitus sebagai penyebab PGT
maupun sebagai komorbiditas pada pasien transplantasi ginjal tidak terbukti
menurunkan sistem imun humoral yang bertanggungjawab terhadap reaktivasi
CMV pasca transplantasi ginjal.32,36,37
Golongan darah subyek penelitian paling banyak ditemukan goloran darah
O (65,5%) diikuti golongan darah B (17%) dan A (13%). Hal ini mirip dengan
laporan tahunan USRDS 2013, Australia dan Kanada yang menemukan golongan
darah O terbanyak pada resipien transplantasi ginjal diikuti golongan darah B.
Demikian pula di Negara Malaysia, India dan Tiongkok.32,36,37
Dalam penelitian ini, hubungan emosional (unrelated) donor resipien
ditemukan pada 18 orang (78%) dan hubungan keluarga (related) pada 5 orang
(22%). Di Amerika Serikat hubungan donor resipien banyak bukan hubungan
keluarga, karena sistem nasional transplantasi organ berdasarkan waiting list
deceased donor (donor kadaver), sedangkan donor hubungan keluarga hanya
sekitar 8-20%.32
Semua subyek penelitian mempunyai status serologi CMV seropositif,
dengan rerata titer IgG CMV sebelum transplantasi 573,51 (SB 309,62) AU/dL.
Penelitian Suromo, 200720 ditemukan bahwa pada orang Indonesia sehat rerata
titer IgG CMV 102,56 (72,30) AU/dL. Penelitian Van der Giessen dkk8
menemukan titer IgG CMV sebelum transplantasi pada populasi di Belanda 273,5
(SB 107,85) AU/dL.
Dalam penelitian ini, semua subyek penelitian diberikan obat-obat
imunosupresan yang sama dan dosis yang tidak berbeda menjelang, selama dan
sesudah transplantasi ginjal.

6.2. Karakteristik DNA CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi


Reaktivasi CMV ditemukan pertama kali pada minggu ke-4 pasca
transplantasi pada 2 subyek penelitian (9%), dan pada minggu ke-6 ditemukan
lagi 4 subyek penelitian (18%); serta pada minggu ke-10 ditemukan lagi 3 subyek

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


45

penelitian, sehingga keseluruhannya 9 subyek penelitian (39%). Dalam penelitian


ini, tampak peningkatan jumlah DNA CMV pada masing-masing subyek
penelitian yang mengalami reaktivasi sejalan dengan bertambahnya waktu.
Penelitian Witzke dkk3 dan Masoodi dkk5 menemukan DNA CMV >500
kopi/mL pada minggu ke-4 sampai ke-6 pasca transplantasi ginjal; sedangkan
Emery dkk38 serta laporan tahunan British Transplantation Society 201139
mendeteksi DNA CMV >500 kopi/mL pertama kali pada minggu ke-6 sampai ke-
8 pasca transplantasi ginjal.

6.3. Karakteristik IgG CMV Subyek Penelitian yang Mengalami Reaktivasi


Titer antibodi IgG CMV pada resipien yang mengalami reaktivasi tampak
berfluktuasi menurun dari sebelum transplantasi sampai minggu ke-6 pasca
transplantasi ginjal akibat penekanan sistem imun oleh obat-obat imunosupresan
yang diberikan dengan dosis induksi dan dosis besar pada minggu-minggu
pertama pasca transplantasi untuk mencegah rejeksi ginjal transplan. Kemudian,
titer IgG CMV meningkat bermakna minimal 2 kali dari sebelumnya pada minggu
ke-8, ke-10 dan ke-12 pasca transplantasi ginjal. Peningkatan titer antibodi IgG
CMV ini menunjukkan terjadinya respons imun humoral yang cukup adekuat
pada subyek penelitian yang mengalami reaktivasi CMV. Hal ini terjadi akibat
pengurangan jumlah dan dosis obat-obatan imunosupresan yang diberikan kepada
resipien, di samping itu ginjal transplan sudah lebih stabil dan lebih baik, yang
ikut berperan memulihkan homeostasis sistem imun serta fungsi organ tubuh
lainnya.24,27
Peningkatan titer IgG CMV pada resipien yang mengalami reaktivasi juga
ditemukan oleh Klotsas dkk12, Al-alousy dkk13, dan Lazzarotto dkk14; namun
tidak disebutkan berapa kali peningkatan titernya. Rekomendasi KDIGO 200929,
British Transplantation Society 201139, dan Kidney Health Australian Care for
Australians with Renal Impairment (KHA-CARI)36 menyebutkan kenaikan titer
minimal 4 kali dari titer sebelumnya dapat digunakan untuk diagnosis infeksi
CMV. Namun, penelitian O‟Neill dkk40, Burbelo dkk41 dan Kamar dkk42
menemukan bahwa peningkatan titer 2 kali terjadi pada kasus reaktivasi dan 4 kali
pada infeksi primer CMV.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


46

Sedangkan titer antibodi IgG CMV resipien yang tidak mengalami


reaktivasi tampak menurun dari sebelum transplantasi sampai minggu ke-10 pasca
transplantasi, dan kemudian menetap (stasis) sampai minggu ke-12.

6.4. Korelasi DNA CMV Kuantitatif dengan Antibodi IgG CMV


Korelasi positif bermakna antara DNA CMV kuantitatif dengan antibodi
IgG CMV pada resipien yang mengalami reaktivasi terjadi mulai minggu ke-8
pasca transplantasi ginjal, dengan peningkatan titer 2 kali dari titer IgG CMV
sebelumnya. Penelitian O‟Neill dkk40 menemukan peningkatan 2 kali titer IgG
CMV secara bermakna pada hari ke-35 sampai ke-42 pasca transplantasi;
sedangkan Burbelo dkk41 mendapatkan peningkatan 2 kali titer IgG CMV pada
hari ke-46 sampai ke-56 pasca transplantasi. Dan, Kamar dkk42 melaporkan
peningkatan 2 kali pada minggu ke-6 sampai ke-8 pasca transplantasi.

6.5. Nilai Cutoff Point Terbaik Antibodi IgG CMV Saat Reaktivasi
Nilai cutoff point terbaik antibodi IgG CMV pada resipien transplantasi
ginjal yang mengalami reaktivasi ditemukan pada minggu ke-10 pasca
transplantasi, karena AUC yang tergambar pada kurva ROC paling luas pada
minggu tersebut, meskipun pada minggu ke-8 dan ke-12 juga menampilkan luas
AUC yang baik. Demikian pula sensitivitas (88,9%) dan spesifisitas (92,9%) pada
minggu ke-10 lebih baik dibandingkan dengan minggu ke-8 dan ke-12.
Sebenarnya cutoff point IgG CMV pada minggu ke-8 bisa digunakan sebagai
prediksi reaktivasi CMV pada resipien seropositif karena nilai AUC baik dan
bermakna secara statistik. Pada penelitian Poole dkk25 didapatkan sensitivitas IgG
CMV 97,3% (IK 95% 97,3 sampai 99,8%), dan spesifisitasnya 99,2% (IK 95% 97
sampai 100%).25

6.6. Angka Kejadian Reaktivasi CMV


Reaktivasi CMV terjadi pada 9 subyek penelitian (39%) selama 3 bulan
penelitian ini, di mana reaktivasi pertama terjadi pada minggu ke-4 sebanyak 2
resipien, dan diikuti 4 resipien pada minggu ke-6, serta bertambah lagi 3 orang
resipien pada minggu ke-10. Kejadian reaktivasi pada penelitian ini rendah jika

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


47

dibandingkan dengan penelitian-penelitian lain, dan seperti yang disimpulkan oleh


Kanter dan Kotton15 bahwa daerah dengan populasi IgG CMV yang tinggi akan
memberikan angka kejadian reaktivasi yang rendah.
Dua resipien (22,2%) di antaranya meninggal akibat sepsis. Kedua
resipien ini terdeteksi DNA CMV pada minggu ke-6 dan menunjukkan
peningkatan titer IgG CMV 3 kali dan 4 kali dibandingkan dengan titer IgG CMV
sebelumnya. Selama perawatan sampai meninggalnya ke-2 resipien ini tidak dapat
dibuktikan adanya penyakit CMV ataupun CMV invasif, sebaliknya penyebab
kematian adalah sepsis. Pada penelitian lain, reaktivasi CMV terjadi antara 40-
80% dan dan 20-50% kasus tersebut berkembang menjadi penyakit CMV.1,2,4
Tujuh resipien lainnya (77,8%) dalam keadaan sehat dengan rerata
kreatinin serum 1,19 (SB 0,29) mg/dL dan rerata eGFR 69,99 (SB 19,92)
mL/menit/1,73m2. Menurut Guideline British Transplantation Society 201139
dianjurkan untuk tidak memberikan profilaksis CMV pada D+/R+, karena 5 years
graft survival kelompok yang diberi profilaksis tidak berbeda bermakna dengan
kelompok tanpa profilaksis. Penelitian Kotton dkk4 serta penelitian Opelz dkk28
menemukan tidak ada perbedaan bermakna pada graft survival resipien seropositif
yang diberi profilaksis dengan terapi preemptive. Terapi preemptive CMV pada
resipien seropositif lebih dianjurkan (tingkat rekomendasi 1A), mengingat biaya
dan efek samping late onset disease.39,40,43.

6.7. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian ini adalah hanya mengikutkan subyek penelitian
yang mempunyai status serologi CMV seropositif (D-/R+, D+R+), dan jumlah
sampel untuk menentukan cutoff point antibodi IgG CMV kurang seorang dari
jumlah minimal yang diperoleh dari formula cutoff point sample (10 resipien ).

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


48

BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan
1. Insidens reaktivasi CMV pada resipien seropositif dalam 3 bulan pertama pasca
transplantasi ginjal di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebesar 39%.
2. Peningkatan DNA CMV kuantitatif berkorelasi positif dengan peningkatan titer
antibodi IgG CMV pada resipien transplantasi ginjal yang mengalami reaktivasi.
3. Cutoff point antibodi IgG CMV saat reaktivasi pada minggu ke-8, ke-10 dan ke-
12 pasca transplantasi ginjal, berturut-turut adalah 502,7 AU/dL, 401,4 AU/dL
dan 679,35 AU/dL, dengan nilai cutoff point terbaik pada minggu ke-10.

7.2. Saran
1. Dilakukan penelitian lain dengan sampel resipien transplantasi ginjal yang
mencakup semua status serologi CMV .
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan sampai 6 bulan (200 hari) mengingat
ditemukannya kasus reaktivasi setelah 3 bulan pertama pasca transplantasi.
3. Walaupun reaktivasi CMV pertama kali ditemukan pada minggu ke-4 pasca
transplantasi ginjal, namun pemeriksaan IgG CMV pada resipien seropositif
sebaiknya dilakukan pada minggu ke-6 dan ke-8 pasca transplantasi, karena
korelasi DNA CMV dengan IgG CMV didapatkan mulai minggu ke-8 (r=0,70 dan
p <0,001), dan cutoff point IgG CMV meningkat bermakna minimal 2 kali dari
titer sebelumnya juga pada minggu ke-8.
4. Terapi preemptive CMV dapat dilakukan pada resipien seropositif jika pada
minggu ke-8 dan selanjutnya ditemukan peningkatan titer antibodi IgG CMV
minimal 2 kali dari titer sebelumnya.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


49

DAFTAR PUSTAKA

1. Cordero E, Casasola C, Ecarma R, Danguilan R. Cytomegalovirus disease in


kidney transplant recipients: incidence, clinical profile and risk factors. J
Transplant Proc. 2012; 44: 694-700.
2. Giakoudistis D, Antoniadis A, Fouzas I, Sklavos A, Giakoudistis A, Ouzounidis
N, et al. Prevalence and clinical impact of cytomegalovirus infection and disease
in renal transplantation: ten years of experience in a single center. J Transplant
Proc. 2012; 44: 715-9.
3. Witzke O, Hauser IA, Bartels M, Wolf G, Heiner W, Nitschke M. Valganciclovir
prophylaxis versus preemptive therapy in cytomegalovirus-positive renal allograft
recipients: 1-year results of a randomized clinical trial. Transplant. 2012; 93: 61-9.
4. Kotton CN. CMV: Prevention, diagnosis and therapy. Am J Transplant. 2013; 13:
24-40.
5. Masoodi T, Sardana R, Hasan A, Jasuja S, Aggarwal DK, Dawar R, et al. A study
on the timeline of onset of opportunistic cytomegalovirus. Int J Mol Med Scie.
2013; 3: 41-9.
6. Sexton J. Protocol of immunosuppression following renal transplantation. In:
Adrian C, Fellice W, editors. Immunosuppression on Transplantation 2nd Ed.
Liverpool: The Royal Liverpool and Broadgreen University Hospital Press. 2011;
p. 69-76.
7. Rhee JY, Peck KR, Lee NY, Song JH. Clinical usefulness of plasma quantitative
polymerase chain reaction assay: diagnosis of cytomegalovirus infection in kidney
transplant recipients. Transplant. 2011; 43: 2624-9.
8. Van der Giessen M, Van den Berg P,Van der Bij W, Postma S, Van Son WJ, The
TH. Quantitative measurement of cytomegalovirus-specific IgG and IgM
antibodies in relation to cytomegalovirus antigenaemia and disease activity in
kidney recipients with an active cytomegalovirus infection. Clin Exp Immunol.
2009; 88: 56-61.
9. Caliendo AM, George KS, Allega J, Bullotta AC, Gilbane L, Rinaldo CR.
Distinguishing cytomegalovirus (CMV) infection and disease with CMV nucleic
acid assays. J Clin Microbiol. 2012; 40: 1581-6.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


50

10. Mitwalli AH, Nazmi A, Ghonaim MA, Shaheen F, Kfourry H. Cytomegalovirus


disease in renal transplant recipient: the importance of pre-transplant screening of
the donor and recipients. Saudi J Kidney Dis Transplant. 2013; 24 (1): 80-5.
11. Mausavi BSS, Hayati F, Ghorbani A. Seroprevalence of cytomegalovirus
antibody in renal transplant recipients and donor in Khusestanz province Iran. Iran
Med J. 2012; 9: 63-9.
12. Klotsas EG, Langenberg C, Sharp SJ, Luben R, Khaw KT, Wareham NJ.
Seropositivity and higher immunoglobulin G antibody levels against
cytomegalovirus are associated with mortality in the population-base European
prospective investigation of cancer Norfolk cohort. Clin Infect Dis. 2013; 56:
1421-7.
13. Al-alousy BM, Abdul-Razak SHH, Al-Ajeeli KS, Al-Jashamy. Anti-HCMV
positively rate among renal transplant recipients in Baghdad. Saudi J Kidney Dis
Transplant. 2011; 22 (6): 1269-74.
14. Lazzarotto T, Varani S, Specazzatena P, Pradelli P, Potena L, Lombardi Al.
Delayed acquisition of high-avidity anti-cytomegalovirus antibody is correlated
with prolonged antigenemia in solid organ transplant recipients. J Infect Dis.
2008; 206: 1247-60.
15. Kanter J, Kotton CN. Cytomegalovirus infection renal transplantation recipients:
risk factors and outcome. J Transplant Proc. 2009; 41: 2156-8.
16. Brennan DC. Cytomegalovirus in renal transplantation. J Am Soc Nephrol. 2001;
12: 848-55.
17. Ho M. The history of cytomegalovirus and its disease. Med Microbiol Immunol.
2008; 197: 65-73.
18. Fishman JA. Overview: cytomegalovirus and the herpesviruses in transplantation.
Am J Transplant. 2013; 13: 1-8.
19. Ho M. Epidemiology of CMV infection. Rev Infect Dis. 2009; 12: 701-10.
20. Suromo LB. Kewaspadaan terhadap infeksi cytomegalovirus serta kegunaan
deteksi secara laboratorik. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang. 2007.
21. Razonable RR, Humar A. Cytomegalovirus in solid organ transplantation. Am J
Transplant. 2013; 15: 93-106.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


51

22. Pilmore H. Diagnostic test for cytomegalovirus in renal transplantation. The


Kidney Health Australia, Care for Australians with Renal Impairment (KHA-
CARI) Guidelines. J Infect Dis. 2011; 216: 1641-60.
23. Humar A, Snydman D. Cytomegalovirus in solid organ transplant recipients. Am
J Transplant. 2009; 9: 78-86.
24. Sund F. Cytomegalovirus infection in immunocompetent and renal transplant
patients. Clinical aspect and T-cell specific immunity. Acta Universitatis
Upsaliensis. 2008; 87: 386-97.
25. Poole E, Wills M, Sinclair J. Human cytomegalovirus latency: targeting
differences in the latently infected cell with a view to clearing latent infection.
New J Scie. 2014; 31: 1-10.
26. Humar A, Mazzulli T, Moussa G, Razonable RR, Paya CV, Pescovits MD, et al.
Clinical utility of CMV serology testing in high-risk CMV D+/R- transplant
recipients. Am J Transplant. 2005; 5: 1065-70.
27. Crough T, Khanna R. Immunobiology of human cytomegalovirus: from bench to
bedside. Clin Microbiol Rev. 2009; 22: 76-98.
28. Opelz G, Döhler B, Ruhenstroth A. Cytomegalovirus prophylaxis and graft
outcome in solid organ transplantation: a collaborative transplant study report.
Am J Transplant. 2004; 4: 928-36.
29. Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) Transplant Work Group.
KDIGO clinical practice guideline for the care of kidney transplant recipients. Am
J Transplant. 2009; 9: 46-104.
30. Kotton CN, Kumar D, Caliendo AM, Asberg A, Chou S, Isakov SD, et al. Update
international consensus guidelines on the management of cytomegalovirus in
solid-organ transplantation. Transplant. 2013; 96: 1-28.
31. Humar A, Lebranchu L, Vincenti F, Blumberg E, Punch J, Limaye AP, et al. The
efficacy and safety of 200 days valgancyclovir cytomegalovirus prophylaxis in the
high-risk kidney transplantation recipients. Am J Transplant. 2010; 21; 253-61.
32. United State Renal Data System. Kidney transplantation annual data report. Am J
Transplant. 2013; 10; 283-94.
33. Dharundhar PS, Halankar AR, Shankarkumar U. Pre post transplant CMV
infection and successful graft survival. Int J Hum Genet. 21012; 12(1): 65-71.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


52

34. Pescovitz MD. Review of CMV in asia renal transplant. Saudi J Kidney Dis
Transplantation. 2007; 18: 505-11.
35. Rao M. CMV infection after renal transplantation. Indian experience. Indian J
Nephrol. 2012; 22: 16-24.
36. Pilmore H, Pussell B, Goodman D. Kidney Health Australia, Care for Australians
with Renal Impairment (KHA-CARI) guideline: cytomegalovirus disease and
kidney transplantation. Nephrol. 2011; 16: 683-7.
37. Preiksaitis JK, Brennan DC, Fishman J, Allen U. Canadian society of
transplantation consensus workshop on cytomegalovirus management in solid
organ transplantation final report. Am J Transplant. 2005; 5: 218-27.
38. Emery VC, Asher K, Sanjuan CJ. Importance of the cytomegalovirus seropositive
recipients as a contributor to disease burden after solid transplantation organ. J
Clin Virology. 2012; 54: 125-9.
39. British Transplant Society. BTS guidelines for the prevention and management of
CMV disease after solid organ transplantation. Brit Med J. 2011; 29: 137-42.
40. O'Neill HJ, Shirodaria PV, Connolly JH, Simpson DI, McGeown MG.
Cytomegalovirus-specific antibody responses in renal transplant patients with
primary and recurrent CMV infections. J Med Virology 2008; 80: 1028-34.
41. Burbelo PD, Issa AT, Ching KH, Exner M, Drew WL, Alter HJ, et al. Highly
quantitative serology detection of anti-cytomegalovirus (CMV) antibodies.
Virology J. 2009; 6: 45-53.
42. Kamar N, Mengelle C, Esposito L, Guitard J, Mehrenberger M, Lavayssiere L, et
al. Predictive factors for cytomegalovirus reactivation in cytomegalovirus
seropositive kidney-transplant patients. J Med Virology. 2008; 80: 1012-7.
43. Owers DS, Webster AC, Strippoli GFM, Kable K, Hodson EM. Pre-emptive
treatment for cytomegalovirus viremia to prevent cytomegalovirus disease in solid
organ transplant recipients. Am J Transplant. 2013; 11: 147-58.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


53

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian


PENELITIAN

Korelasi antara DNA CMV Kuantitatif dengan Peningkatan Titer Antibodi


IgG CMV pada Resipien Transplantasi Ginjal yang Mengalami Reaktivasi

Bapak/Ibu diharapkan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, karena


setelah menjalani transplantasi ginjal, perlu pemantauan kelangsungan fungsi
ginjal transplan sehingga penolakan ginjal transplan dapat dihindarkan. Salah satu
yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan fungsi ginjal transplan adalah
infeksi cytomegalovirus (CMV) dalam 3 bulan pertama setelah transplantasi.
Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui
reaktivasi (aktifnya kembali) CMV yang laten setelah transplantasi ginjal,
sehingga pencegahan dan pengobatan baik terhadap CMV maupun kelangsungan
fungsi ginjal dapat dilakukan secara dini dan rasional. Di samping itu juga dapat
digunakan sebagai data dasar untuk pengetahuan di bidang transplantasi ginjal di
Indonesia di masa mendatang.
Saat Bapak/Ibu berpartisipasi pada penelitian ini maka akan diwawancarai
dan dilakukan pemeriksaan fisik serta pengambilan contoh darah yang
membutuhkan waktu ±30 menit. Pengambilan darah 3 cc di daerah lipatan siku
(lengan) menggunakan jarum steril sekali pakai yang telah tersedia. Pada waktu
pengambilan darah kadang-kadang timbul rasa nyeri dan mungkin bengkak yang
hilang 1-2 hari. Selanjutnya akan diulang 2 minggu sekali untuk memantau
pertumbuhan CMV dalam 3 bulan pertama setelah transplantasi ginjal.
Partisipasi Bapak/Ibu pada penelitian ini tidak dikenai biaya dan semua
informasi yang didapat dari penelitian ini dijaga kerahasiaannya. Keikutsertaan
Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak ada sangsi apapun bila
tidak bersedia ikut karena suatu alasan, dan bebas membatalkan keikutsertaannya
pada penelitian ini kapan saja. Apabila ada hal-hal yang kurang jelas sehubungan
dengan keikutsertaan Bapak/Ibu pada penelitian ini, dapat menghubungi peneliti,

dr. Candra Wibowo, SpPD


Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Jl Diponegoro no 71 Jakarta Pusat. Tlp 021-3929794 / Hp 081519705777

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


54

Lampiran 2. Surat Persetujuan Mengikuti Penelitian

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

Jalan Diponegoro No. 71, Jakarta, 10430 Telp. 3918301, 3190808


(Hunting)
Kotak Pos 1086 Fax. 3148991
Website: www.rscmjakarta.com

No. Dokumen : Tanggal :


No. Revisi : Hal : 1/1

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


(FORMULIR INFORMED CONSENT)
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh :
dr. Candra Wibowo, SpPD dengan judul : “Korelasi antara DNA CMV Kuantitatif dengan
Peningkatan Titer Antibodi IgG CMV pada Resipien Transplantasi Ginjal yang Mengalami
Reaktivasi”, dan informasi tersebut telah saya pahami dengan baik mengenai manfaat, tindakan
yang akan dilakukan, serta kemungkinan ketidaknyamanan yang mungkin akan dialami, saya :

Nama :............................................................
Umur :............................................................
Jenis Kelamin :............................................................
Alamat :............................................................
No. KTP :............................................................
Nomor Telp. :............................................................
Pekerjaan :............................................................
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan, bila suatu
waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini; dan
apabila selama mengikuti penelitian terjadi efek samping atau komplikasi, maka saya dapat segera
menghubungi peneliti untuk mendapat pertolongan.
Jakarta,.........................................................

Mengetahui:
Penanggungjawab penelitian Tandatangan pasien/subyek Cap Jempol
atau

(Nama jelas...............................) (Nama jelas......................................)

No. Telp. .....................................

Tandatangan saksi

(Nama jelas..................................)

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


55

Lampiran 3. Formulir Penelitian

FORMULIR PENELITIAN
I. IDENTITAS RESIPIEN
Nama : …………………………………….. Laki-laki/Perempuan
Tempat/tanggal lahir : ……………………………………..
Suku bangsa : ……………………………………..
Alamat : ……………………………………..
No telp rumah/HP : ……………………………………..

II. PERJALANAN PENYAKIT RESIPIEN


1. Penyebab penyakit ginjal terminal : ………………………………………………..
2. Jenis terapi pengganti ginjal : HD / CAPD / Transplantasi ginjal preemptive
3. Tanggal terapi pengganti ginjal pertama : ………………………………………………..
4. Tanggal transplantasi ginjal : ………………………………………………..
5. Jenis imunosupresan yang digunakan
a. Induksi : rithuximab, basiliximab, metilprednison, IVIG
b. Terapi pemeliharaan : metilprednison, takrolimus, siklosporin A,
mycophenolate mofetil,mycophenolate acid
6. Status serologi CMV : IgG CMV……………/ IgM CMV …………..
7. Hepatitis virus B / Hepatitis virus C : ……………………………………………......
8. Penyakit penyerta lainnya : DM, hipertensi, lainnya : ………………….....
9. Golongan darah dan rhesus : ……………………………………………......

III. ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM RESIPIEN

Parameter M0 M+2 M+4 M+6 M+8 M+10 M+12


Keluhan klinis
Tekanan darah
Hb/Ht/Trombosit/Leukosit
Hitung jenis leukosit
Ureum serum
Kreatinin serum
Albumin/Globulin serum
SGPT
IgG CMV
DNA CMV
Keterangan: M0: pre transplantasi ginjal, M+2-M+12: minggu ke-2 – ke 12 pasca transplantasi

IV. DONOR
Nama : …………………………………….. Laki-laki/Perempuan
Tempat/tanggal lahir : ……………………………………..
Suku bangsa : ……………………………………..
Alamat : ……………………………………..
No telp rumah/HP : ……………………………………..
Hubungan dengan resipien : ……………………………………..
Golongan darah/rhesus : ……………………………………..
Status serologi CMV : IgG CMV………/ IgM CMV……...

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


56

Lampiran 4. Pemeriksaan Antibodi IgG CMV

PEMERIKSAAN ANTIBODI IgG CMV

Pemeriksaan antibodi IgG CMV ini menggunakan alat Architect i1000 SR


dengan teknik Chemilluminescent Microparticles Immuno Assay (CMIA), di
mana reagennya mengandung protein struktural dan non-struktural dari CMV
serta peptida rekombinan dengan prinsip microparticle enzyme immunoassay.
Mikropartikelnya dilapisi 3 protein stuktural, yaitu pp150, pp65, pp38 dan 1
protein non-struktural pp52, sehingga mempunyai sensitifitas dan spesifiksitas
yang tinggi.
Proses pemeriksaan antibodi IgG CMV dengan alat dan metode ini, sebagai
berikut :
1. Ambil darah sebanyak 3 cc ke dalam tabung serum (warna merah).
2. Bolak balik perlahan-lahan 10 kali hingga homogen.
3. Diamkan pada suhu kamar 20-30 menit hingga darah beku.
4. Segera sentrifus 1500x Gravitasi selama 15 menit.
5. Pisahkan serum masukkan ke dalam sampel cup. Pemisahan serum paling
lambat 2 jam setelah pengambilan sampel darah.
6. Beri identitas, nama, tanggal, visit dan jenis pemeriksaan.
7. Sample cup yang berisi serum terlabel identidas pasien dilakukan sentrifugasi
ulang 1500x Gravitasi selama 15 menit untuk menghindari positif palsu dari
partikel lain.
8. Sampel siap diperiksa di alat Architect i-1000 secara chemilluminescent
microparticles, di mana pencampuran reagen Arch dilakukan secara otomatik
oleh mesin dengan kontrol.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


57

Lampiran 5. Pemeriksaan DNA CMV dengan PCR real-time

Ekstraksi DNA dari sampel darah lengkap dengan Spin Column Method
menggunakan Reagen High Pure Viral Nucleic Acid Kit
(Roche Applied Science)

1. Masukkan 200 μL whole blood ke dalam sample cup, tambahkan 200 μL


Working Solution dan 50 μL proteinase K, campur dan inkubasikan pada suhu
700C selama 10-15 menit.
2. Tambahkan 100 μL Binding Buffer vortex selama 15 detik.
3. Pisahkan Elution Buffer secukupnya dan masukkan ke dalam sample cup
steril, kemudian diinkubasikan pada suhu 70 0C.
4. Siapkan High Filter Tube, masukkan ke dalam Collection Tube.
5. Masukkan sampel darah ke dalam Filter Tube, usahakan agar tidak mengenai
dinding bagian atas tabung, sentrifugasi pada 8000x Gravitasi selama 1 menit.
6. Lepaskan Filter Tube dari Collection Tube, buang cairan berikut Collection
Tube-nya.
7. Masukkan Filter Tube ke dalam Collection Tube baru, tambahkan 500 μL
Inhibitor Removal Buffer ke dalam Filter Tube, sentrifugasi pada 8000x
Gravitasi selama 1 menit.
8. Lepaskan Filter Tube dari Collection Tube, buang cairan berikut Collection
Tube-nya.
9. Masukkan Filter Tube ke dalam Collection Tube baru, tambahkan 450 μL
Wash Buffer ke dalam Filter Tube, sentrifugasi pada 8000x Gravitasi selama 1
menit.
10. Lepaskan Filter Tube dari Collection Tube, buang cairan berikut Collection
Tube-nya.
11. Masukkan Filter Tube ke dalam Collection Tube baru, tambahkan 450 μL
Wash Buffer ke dalam Filter Tube, sentrifugasi pada 8000x Gravitasi selama 1
menit.
12. Buang cairan dari Collection Tube, sentrifugasi kembali selama 10 detik pada
kecepatan tinggi, buang Collection Tube.

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


58

13. Masukkan Filter Tube ke dalam sample cup steril, tambahkan 50 μL Elution
Buffer yang sebelumnya sudah dipanaskan, sentrifugasi pada 8000x Gravitasi
selama 1 menit.
14. Buang Filter Tube, simpan ekstrak DNA yang ada di dalam sample cup pada
suhu -70 0C.
15. Ekstraksi DNA sudah siap diperiksa dengan metode PCR real-time Roche
Applied Science (TIB MOLBIOL).

Pencampuran reaksi (reaction mixture) pada pemeriksaan DNA CMV dengan


metode PCR real-time menggunakan reagen LightCycler™ FastStart DNA
Master HybProbe dengan volume total 20 μL yang terdiri dari 3.2 μL PCR grade
water, 1.8 μL Mg2+ 25 mM, 4 μL reagent mix, 4 μL Internal Control (IC), 2 μL
LightCycler® FastStart Reaction Mix HybProbe dan Enzyme Mix, serta 5 μL
template (ekstrak DNA atau standar). Target yang dideteksi adalah gen
Glycoprotein B pada CMV manusia sepanjang 226 bp. Isolasi gen ini
menggunakan primer spesifik tertentu dan probe hibridisasi berlabel
LightCycler® Red 640 kemudian dideteksi pada channel 640. Internal Control
dideteksi menggunakan primer spesifik tertentu dan probe hibridisasi berlabel
LightCycler® Red 690 kemudian dideteksi pada channel 705.
Amplifikasi dilakukan menggunakan alat LightCycler 2.0 (Roche Applied
Science) dengan kondisi PCR sebagai berikut: 10 menit tahap pre-inkubasi pada
95 °C sebanyak 1 siklus, diikuti dengan 50 siklus amplifikasi yang terdiri dari
denaturasi selama 5 detik pada 95 °C, annealing selama 5 detik pada 62 °C, dan
ekstensi selama 15 detik pada 72 °C, kemudian tahapan terakhir adalah 1 siklus
cooling selama 30 detik pada suhu 40 °C.
Untuk analisis kuantifikasi, Cp Internal Control harus berada di sekitar siklus
ke-30 sedangkan Cp standar (101- 106 copies/reaction) berada di siklus 18- 35.
Nilai Cp didapatkan dengan menghitung negatif derivatif fluorescence
dibandingan dengan suhu (-dF/dT).

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014


59

Universitas Indonesia

Korelasi antara…, Candra Wibowo, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai