Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
dr. Andri Boy
127041135
Pembimbing :
Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO
Dr. dr. Dadik Wahyu Wijaya, Sp.An
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
hingga saya mampu menyelesaikan penelitian dan menyusun tesis ini dengan baik. Tesis
yang berjudul “Efek pemberian dexametason dosis tunggal terhadap nyeri dan mual-
muntah paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal“ sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Spesialis dalam bidang Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai dan banggakan.
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian bahasanya. Meskipun demikian, saya
berharap agar kiranya tulisan ini dapat memberi manfaat dan menambah khasanah serta
perbendaharaan dalam penelitian di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini dan dengan diiringi rasa tulus dan ikhlas, ijinkan saya
mengucapkan rasa terimakasih kepada kedua orang tua saya bapak H.Amiruddin Tanjung
dan ibu Hj.Azliar Akbar yang tidak bosan – bosan mendoakan dan mendukung saya sejak
kecil hingga sekarang. Dan juga ucapan terimakasih dan penghargaan kepada yang
terhormat: Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp. An, KIC, KAO dan Dr. dr. Dadik Wahyu
Wijaya, Sp. An atas kesediaannya sebagai pembimbing tesis saya ini, yang walaupun di
tengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu dan dengan penuh perhatian serta
kesabaran, memberikan bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada
saya dalam menyelesaikan tulisan ini. Tidak lupa ucapan terimakasih saya berikan kepada
Bapak, dr. Juliandi Harahap, M.kes sebagai pembimbing statistik yang juga telah banyak
meluangkan waktu dan kesibukannya untuk membimbing saya dalam analisa statistik
penelitian ini.
Dengan berakhirnya masa pendidikan saya di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, maka pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya
menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Runtung
Sitepu, SH., M.hum, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Aldy
Safruddin Rambe, Sp.S(K), Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Dr. dr.
Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K), serta Sekretaris Program Studi
Magister Kedokteran Klinik dr. Mohd. Rhiza Z Tala, M.Ked(OG), Sp.OG(K) atas
kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti program pendidikan
i
Universitas Sumatera Utara
dokter spesialis (PPDS) I di bidang ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU /
RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV dan Prof. dr.
Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan
Terapi Intensif, dr. Tasrif Hamdi, M.Ked (An), SpAn sebagai Sekretaris Departemen
Anestesiologi dan Terapi Intensif, dan dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked (An), SpAn
sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, terimakasih karena
telah memberikan izin, kesempatan, ilmu dan pengajarannya kepada saya dalam
mengikuti pendidikan spesialisasi di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif hingga
selesai.
Yang terhormat guru – guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan : dr. A. Sani P. Nasution, SpAn. KIC;
Alm. dr. Chairul M. Mursin, SpAn, KAO; Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC.
KAO; dr. Akhyar H. Nasution, SpAn. KAKV; dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn. KAP.KMN;
dr. Qodri F. Tanjung, SpAn. KAKV; dr. Hasanul Arifin SpAn. KAP. KIC; Dr. dr.
Nazaruddin Umar, SpAn. KNA; dr. Ade Veronica HY, SpAn. KIC; dr. Yutu Solihat,
SpAn. KAKV; dr. Soejat Harto, SpAn. KAP; dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn; dr
Tumbur, SpAn; dr. Walman Sitohang, SpAn; Kol. (CKM) Purn. dr. Tjahaya, SpAn; Dr.
dr. Dadik W. Wijaya, SpAn; dr. M. Ihsan, SpAn. KMN; dr. Guido M. Solihin, SpAn.
KAKV; dr. Andriamuri P. Lubis, M. Ked (An), Sp. An; dr. Ade Winata, Sp. An, KIC; Dr.
Rommy F Nadeak, SpAn. KIC; dr. Rr. Shinta Irina, SpAn. KNA; dr. Fadli Armi Lubis,
M. Ked (An), Sp. An; dr. Raka Jati P. M. Ked (An) Sp. An; dr. Bastian Lubis M.Ked(An)
Sp.An. KIC; dr. Wulan Fadine M. Ked(An) Sp.An; dr. A. Yafiz Hasbi M.Ked (An)
Sp.An; dr. Tasrif Hamdi M. Ked (An) Sp.An, dr. Luwih Bisono, Sp. An, KAR; saya
ucapkan terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini dalam
bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif sehingga semakin
menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab saya terhadap pasien serta
pengajaran dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya
sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.
Yang terhormat Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RS
Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, Karumkit TK II Putri
Hijau Medan yang telah mengizinkan dan memberikan bimbingan serta kesempatan
ii
Universitas Sumatera Utara
kepada saya untuk belajar menambah ketrampilan dan dapat menjalani masa pendidikan
di rumah sakit yang beliau pimpin, tak lupa saya haturkan terimakasih.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada Istri tercinta dr. Jarmillah Elmaco
M.Ked(PD) SpPD yang telah bersedia meluangkan waktu, perasaan dan tenaga untuk
mendukung dan mendoakan selama masa pendidikan saya dimulai hingga saat ini.
Yang tercinta teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan
Terapi Intensif dr. Firdaus, dr. Agus, dr. Tommy, dr Ridho yang telah bersama-sama baik
duka maupun suka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat
dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini.
Kepada seluruh teman-teman, rekan-rekan dan kerabat, handaitaulan, keluarga
besar, pasien-pasien yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang
senantiasa memberikan peran serta, dukungan moril dan materil kepada saya selama
menjalani pendidikan, dari lubuk hati yang terdalam saya ucapkan terimakasih.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada paramedis dan karyawan
Departemen / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU / RSUP H. Adam Malik
Medan, RS Universitas Sumatera Utara, RSUD Pirngadi Medan dan Rumkit Tk II Putri
Hijau Medan, yang telah banyak membantu dalam pendidikan dan penelitian ini.
Akhirnya perkenankanlah saya dalam kesempatan yang tertulis ini memohon maaf
atas segala kekurangan selama mengikuti masa pendidikan di Departemen Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Semoga segala
bimbingan, bantuan, dorongan, petunjuk, arahan dan kerjasama yang diberikan kepada
saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat berkah serta balasan yang berlipat
ganda dari Allah SWT.
iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
iv
vi
Judul Halaman
Tabel 2.1. Faktor Resiko Mual-Muntah Paska Operasi
vii
viii
Judul Halaman
Gambar 2.1. Anatomi kolumna vertebralis ................................. 7
Gambar 2.2 Wong Baker Faces Pain Rating Scale..................... 17
Gambar 2.3 Verbal Rating Scale ................................................. 18
Gambar 2.4 Numerical Rating Scale ........................................... 18
Gambar 2.5 Visual Analogue Scale ............................................ 19
Gambar 2.6 New adaption of the analgetic ladder ..................... 23
Gambar 2.7.Pain ladder-acute pain. Pedoman pemilihan
analgetik untuk nyeriakut non kanker durasi <3 bulan
pada dewasa ................................................................................ 23
Gambar 2.8. Merangkum berbagai patofisiologi yang terlibat
dalam mual dan muntah .............................................................. 25
Gambar 2.9. Skor risiko untuk mual-muntah paska operasi
pada orang dewasa. Nilai risiko sederhana untuk memprediksi
resiko pasien mendapatkan mual-muntah paska operasi.
Ketika 0, 1, 2, 3, dan 4 dari faktor risiko ada, resiko yang sesuai
untuk mual-muntah paska operasi masing-masing
sekitar 10%, 20%, 40%, 60%, dan 80%.26................................. 27
Gambar 2.10. Algoritma MEHT untuk Pengobatan Mual dan
Mual Paska Operasi..................................................................... 29
Gambar 2.11. Kerangka teori ...................................................... 33
Gambar 2.12. Kerangka konsep .................................................. 34
Gambar 3.1. Visual Analogue Scale ........................................... 40
Gambar 3.2. Kerangka operasional ............................................. 42
Gambar 4.1 Perbandingan kejadian nyeri pada pemberian
deksametason dan placebo .......................................................... 48
ix
NO JUDUL HALAMAN
1 Riwayat Hidup Peneliti 70
2 Jadwal Pertahapan Penelitian 72
3 Lembar penjelasan mengenai penelitian 73
4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 76
5 Lembaran observasi Pasien Perioperatif 80
6 Anggaran Penelitian 83
7 Tabel Randomisasi Sampel 84
xi
xii
PENDAHULUAN
Nyeri paska operasi adalah contoh kasus nyeri akut baik dari patofisiologi
dan sudut pandang terapi. Prosedur bedah menyebabkan kerusakan jaringan lokal,
1.3 Hipotesa
Pemberian deksametason dosis dosis tunggal 2 ml (10 mg) untuk
mengurangi kejadian nyeri dan mual-muntah paska operasi pada pasien dengan
anestesi spinal.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran kepada klinisi untuk dapat
menjadikan deksametason sebagai alternatif pemilihan adjuvan dengan efek
samping yang minimal
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Otak dan corda spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinalis (CSS) dalam
ruang sub araknoid yang sekaligus melindunginya dari trauma akibat gerakan
yang tiba-tiba. Sebagian besar (90%) CSS diproduksi dari daral dalam pleksus
koroid diventrikel lateral, III, IV dengan kecepatan 0.3-0.4 ml/mnt dan diabsorbsi
kembali ke dalam darah oleh granulasi araknoid. Volume cairan serebrospinal
yang dibentuk setiap hari sekitar 150 cc. Jika cairan berkurang (misalnya karena
pungsi lumbal) dapat diproduksi lagi untuk menggantikan kehilangan tersebut.
Berat jenis 1.003-1.009. pH 7.31-7.34. Glukosa 50-75 mg/dl. Protein 18-41 mg/dl.
Tekanan 9-20 cmH20.12
Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik.
Anestetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.
Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut
hipobarik.Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.Untuk jenis hipobarik
biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. 13
Anestesi spinal dapat menyebabkan blokade secara luas terhadap sistem saraf
simpatis maupun parasimpatis,sebagai tambahan, saraf otonom visceral aferen
juga terlibat dalam stimulus nyeri dalam abdomen yang juga harus di blok jika
analgesi total diperlukan.14
a. Simpatis
Impuls eferen dari sistem saraf pusat ke pembuluh darah dan organ yang
disuplai oleh saraf simpatis harus berjalan melewati saraf pre dan
postganglionik.Kedua serabut sarafini terlibat hubungan sinap didalam
ganglion. Ganglia tersebut terletak dalam rantai simpatik dan pleksus yang
besar didalam thoraks dan abdomen, seperti pleksus kardiak.Serabut saraf
preganglion melebar dari sel saraf di kolumna lateral serabut abu abu korda
spinalis, melalui akar saraf ventral korda spinalis, dari thorakal 1 sampai
lumbal 2.
b. Parasimpatis
Saraf aferen dan eferen sistem parasimpatis dari saraf kranial dan
sakral(2,3, dan 4).Nervus vagus merupakan saraf kranial paling penting yang
membawa saraf efferen parasimpatis,tetapi mereka juga berada dalam
n.okulomotor,fasial glosofaringeus dan n.asesorius. Serabut preganglioner
berjalan keberbagai organ yang disuplai .Sinapsis terjadi pada dinding tiap
organ dengan serabut postganglionik yang pendek.
Nervus vagus menginervasi jantung paru, oesofagus dan traktus
gastrointestinal bagian bawah sampai kekolon transversum. Saraf parasimpatis
Indikasi
Kontraindikasi
Tidak semua pasien dapat dilakukan anestesi spinal. Ada beberapa pasien yang
tidak dapat dilakukan anestesi spinal seperti:15
Anestesi spinal dan epidural dapat dilakukan jika peralatan monitor yang
sesuai dan pada tempat dimana peralatan untuk manajemen jalan nafas dan
resusitasi telah tersedia. Sebelum memposisikan pasien, seluruh peralatan untuk
blok spinal harus siap untuk digunakan, sebagai contoh, anestesi lokal telah
dicampur dan siap digunakan, jarum dalam keadaan terbuka, cairan preloading
sudah disiapkan. Persiapan alat akan meminimalisir waktu yang dibutuhkan untuk
anestesi blok dan kemudian meningkatkan kenyamanan pasien15
Adapun teknik dari anestesi spinal adalah sebagai berikut Inspeksi dan
palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite pre-
10
1. Posisi pasien :
A. Posisi Lateral
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5 – 10 cm, lutut dan
paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.
B. Posisi duduk
Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi
pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi mungkin
akan pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang
pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila
diinginkan sadle block.
C. posisi Prone
Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah
menginginkan posisi Jack Knife atau prone.
2. Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol,
kemudian kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril.
Cara penusukan. Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Mkin besar noor
jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi
komplikasi sakit kepala (PSH=post spinal headache), dianjurkan dipakai jarum
kecil. Penarikan stylet dari jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila
ujung jarum ada di ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus
diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa
mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah,
masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan obat
anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan tempat tusukan. Darah yang
mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi lokal17
Prinsip aksi dari blokade neuroaksial adalah pada akar saraf. Anestesi lokal
yang diinjeksikan pada LCS akan beraksi diserabut saraf disitu.
11
b) Blokade Otonom
1. Sistem Kardiovaskuler
Derajat efek pada kardiovaskular ini secara umum proporsional dengan derajat
ketinggian blokade simpatisnya.
2. Sistim Respirasi
12
Pada kejadian total spinal, dapat terjadi respiratory arrest akibat dari kelumpuhan
otot nafas atau iskemia yang terjadi akibat hipotensi.
3. Sistem Gastrointestinal
Sistem simpatisnya berasal dari segmen T5-L1, ketika terjadi terblok akan
terjadi kenaikan peristaltik, tonus otot sfingeter, dan melawan tonus dari nervus
vagus.18
4. Sistem Urinalisis
Renal Blood Flow akan dipertahankan oleh autoregulasi, sehingga pengaruh dari
blokade neuroaksial hanya sedikit. Tetapi terjadi kehilangan kontrol terhadap
fungsi vesica, sehingga terjadi retensi urine.18
2.2 Nyeri
2.2.1 Definisi
Pada tahun 1968, McCaffery mendefinisikan nyeri sebagai “whatever the
experiencing person says it is, existing whenever she says it does”. Defenisi ini
menegaskan bahwa nyeri itu sangat subjektif dan tidak ada alat ukur objektif
terhadap nyeri. Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain
(IASP, 1979) mendefinisikan nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan. Nyeri adalah
pengalaman, sifatnya subjektif, penilaiannya tergantung apa yang dilaporkan
pasien. Sensasi nyeri adalah fenomena neurobiokimia yang melibatkan banyak
13
Sel mast juga aktif dan akan melepaskan histamin. Kombinasi senyawa ini
menimbulkan vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
lokal sehingga membantu gerakan cairan ekstravasasi ke dalam ruang interstisial
jaringan yang rusak. Proses ini mengawali mekanisme respon inflamasi yang
merupakan langkah pertama dalam proses pertahanan terhadap cedera jaringan
dan reparasi luka.19
Pada akhirnya mediator juga mengaktifkan nosiseptor. PGs dan LTs tidak
langsung diaktifkan melainkan mensensitisasi nosiseptor agar dapat dirangsang
oleh senyawa lain seperti bradikinin, histamin sehingga terjadi hiperalgesia, yaitu
14
15
17
18
19
20
21
1. Nyeri
a. Non opioid
Parasetamol, ASA, NSAID
b. Adjuvant
steroid, ansiolitik, antidepresan, hipnotik, antikonvulsan,,antiepileptic-
likegabapentinoids (gabapentin and pregabalin), membrane stabilizers,
sodium channel blockers, NMDA receptor antagonists for the treatment of
neuropathic pain,cannabinoids.
2. Nyeri menetap atau meningkat
a. Opioid untuk nyeri ringan hingga sedang
Kodein, tramadol, propoxyphene, buprenorphine, oxycodone (dosis rendah)
b. Non-opioid
c. Adjuvant
3. Nyeri menetap atau meningkat
a. Opioid untuk nyeri sedang hingga berat
Morfin, fentanil, methadone, hydromorphone, oxycodone
b. Non-opioid
c. Adjuvant
4. Terapi intervensi
Blok saraf, epidural, terapi PCA, terapi blok neurolitik, SCS/DCS.
22
Mual muntah paska operasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor. Opioid
bukan satu-satunya penyebab mual-muntah paska operasi. Area utama yang
diaktifkan untuk menyebabkan mual-muntah paska operasi adalah Medulla
Oblongata dan Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ). Mual dan muntah berada di
bawah kendali Central Nervous System (CNS) melalui pusat muntah di Medulla
Oblongata dan CTZ pada area ventrikel ke-4. 24-26
Gambar 2.8. Merangkum berbagai patofisiologi yang terlibat dalam mual dan
muntah24
24
Jenis operasi yang diduga sebagai faktor risiko masih diperdebatkan. Bukti
baru menunjukkankolesistektomi: 1.90 (1.36-2.68), operasi ginekologi: 1.24
(1.02-1.52), dan laparoskopi: 1.37 (1.07-1.77) diduga memiliki insiden yang
tinggi terjadinya mual muntah paska operasi bila dibandingkan dengan bedah
umum sebagai kelompok referensi.26
25
BMI (B1)
Anxiety (B1)
Nasogastric tube (A1)
Supplemental oxygen (A1)
Perioperative fasting (A2)
Migraine (B1)
PONV = postoperative nausea and vomiting; BMI = body mass index; MS =
motion sickness.
26
Tabel 2.3. Dosis dan Waktu Pemberian Antiemetik untuk Mencegah Mual
Muntah Paska Operasi pada Dewasa28
27
28
29
Holte et al.33 telah meneliti uji coba acak yang tersedia (1996-2001) mengenai
pemberian steroid dosis tunggal perioperatif dan ditemukan deksametason yang
memiliki efek antiemetik dan analgesik dalam berbagai jenis operasi.
3. Kortikosteroid: metilprednisolon
4. Butyrophenone: haloperidol
5. Antihistamin: meclizine
31
32
Deksametason
Defisiensi
glucocorticoid Mual
muntah
Deksametason
Positive feedback
HPA-axis
Meningkat Kortisol
33
Nyeri (VAS)
Deksametason
2ml (10 mg)
Mual & Muntah
Paska Operasi (PONV
Score)
: Variabel independen
: Variabel dependen
34
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah
Sakit Universitas Sumatera Utara waktu penelitian dimulai setelah ethical
clearance terbit sampai sampel terpenuhi.
3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
Sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang akan
serta mewakili populasi yang dipilih secara consecutive sampling sampai jumlah
sampel terpenuhi.
(P1-P2)
Dimana :
Z (1 / 2) = deviat baku alpha, untuk = 0,05 maka nilai baku normal sebesar 1,96.
35
0,842.
3.5.1 Inklusi
a. Bersedia ikut dalam penelitian.
b. Usia 16-65 tahun.
c. Status fisik ASA I-II.
d. Tinggi blok Th 5
3.5.2 Eksklusi
a. Pasien menolak ikut serta dalam penelitian .
b. Kontraindikasi anestesi spinal.
c. Pasien alergi dengan obat yang akan dilakukan penelitian
d. Pasien dengan operasi sectio caesarea
3.5.3 Kriteria Drop Out
a. Anestesi Spinal gagal atau berubah menjadi anestesi umum
b. Pasien yang akan menjalani operasi dengan anestesi spinal >2 jam
36
3.6.2 Alat
a. Alat monitor non invasif otomatik meliputi tekanan darah, denyut
jantung, frekuensi nafas,electrocardiography (EKG), saturasi oksigen,
Vital Sign.
b. Spuit 5 ml (B-Braun)
c. Spinocain 25 G (B-Braun)
d. Pencatat waktu
T0, T1-6jam, T2-12 jam, T3-18 jam, T4-24 jam.
e. Alat pengukur nyeri (VAS)
f. Alat tulis dan formulir penelitian
3.6.3 Bahan
a. Obat-obatan anestesi spinal bupivacaine 0,5% (Regivell)
b. Cairan normal saline (NaCl 0,9%)
c. Obat yang diteliti 2 ml deksametason iv (Deksametason)
d. Obat anti nyeri lain jika dibutuhkan Fentanyl 1 mcg/kgbb intravena,
Ketorolac 30 mg Intravena (VAS>4)
e. Obat anti PONV Ondansentron 4mg intravena (ondansentron HCL)
f. Obat emergensi : Efedrin (Vasodrin) 5mg/ml dan Sulfas Atropin
(Atropin Sulfate) 0,25mg/ml yang sudah teraplus
37
38
b. Nyeri
Nyeri akut adalah suatu sensasi sensoris, emosional dan mental yang tidak
menyenangkan (pengalaman) berhubungan dengan tanda-tanda vegetatif,
respon psikologis dan perubahan perilaku. Berlangsung lama, beberapa
jam atau beberapa hari, jarang lebih dari sebulan. Nyeri paska operasi
adalah contoh khas nyeri akut. Semua prosedur bedah terkait dengan
39
c. Mual-muntah
Mual-muntah paska operasi dapat didefinisikan sebagai mual dan muntah
yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah operasi.25 Mual muntah paska
operasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor. Opioid bukan satu-satunya
penyebab mual-muntah paska operasi. Area utama yang diaktifkan untuk
menyebabkan mual-muntah paska operasi adalah Medulla Oblongata dan
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ). Mual dan muntah berada di bawah
kendali Central Nervous System (CNS) melalui pusat muntah di Medulla
Oblongata dan CTZ pada area ventrikel ke-4.25
40
41
Populasi
Inklusi Eksklusi
Sampel
Pengolahan data
Analisis data
Laporan hasil
HASIL
4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Sampel
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu Januari-Februari 2019 di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian deksametason
dosis tunggal 2 ml (10 mg) terhadap kejadian nyeri mual dan muntah paska
operasi pada pasien dengan anestesi spinal.
Sampel yang diperoleh pada penelitian ini berjumlah 72 sampel yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, dengan 36 sampel kelompok
perlakuan pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) dan 36 sampel
kelompok kelompok placebo (NaCl 0,9%) sebagai kelompok kontrol.
Karakteristik sampel ditampilkan pada Tabel 4.1.
Perlakuan
Jumlah p
Karakteristik Deksametason Plasebo
value
N % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 51,1 22 48,9 45 62,5 0.000
Perempuan 13 48,1 14 51,9 27 37,5
Usia (mean±SD) 43.73±3.47 39.55±3.53 0.000
Jenis pembedahn
Bedah ortopedi 9 60,0 6 40,0 15 20,8
Bedah umum 4 44,4 5 55,6 9 12,5
0.200
Bedah digestif 10 55,6 8 44,4 18 25,0
Urologi 7 36,8 12 63,2 19 26,4
Ginekologi 6 54,5 5 45,5 11 15,3
ASA
1 23 41,1 33 58,9 56 80,6 0.000
2 13 81,2 3 18,8 16 19,4
Jumlah 36 100.0% 36 100.0% 72 100.0%
43
44
45
27.80%
22.20%
16.70%
8.30%
0.00%
46
41.70%
38.90%
2.80%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
47
41.70%
38.90%
30.60% 30.60%
25.00%
22.20%
8.30%
2.80%
0.00% 0.00%
48
83.30%
41.70%
22.20% 25.00%
16.70%
8.30%
0.00% 0.00% 0.00% 2.80%
49
50
100.00%
55.60%
44.40%
51
VAS 5.0
4.0
3.1 3.1
3.8 2.6
2.0
2.0
1.2 1.0
T0 T1 T2 T3 T4
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai VAS pada kelompok
kontrol (NaCl 0,9%) memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok perlakukan (Deksametason). Selain itu, pada kelompok kontrol
terjadi peningkatan nilai rata-rata VAS yang sedikit meningkat pada T1 (6 jam
postoperatif) dan mengalami penurunan setelah diberikan analgetik rescue
(ketorolac 30 mg) karena nilai VAS yang lebih dari 4, sehingga mengalami
penurunan pada T2 hingga T4.
Tabel 4.7 Efek pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) terhadap
kejadian nyeri paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal pada T0
Kelompok MeanSD Median Nilai p
Deksametason 4.01.0 4
0.46
Plasebo 3.70.7 4
Nilai <0.05
52
Tabel 4.8 Efek pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) terhadap
kejadian nyeri paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal pada T1
Tabel 4.9 Efek pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) terhadap
kejadian nyeri paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal pada T2
53
Tabel 4.10 Efek pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) terhadap
kejadian nyeri paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal pada T3
Tabel 4.11 Efek pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) terhadap
kejadian nyeri paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal pada T4
54
Tabel 4.12 Gambaran kejadian mual-muntah paska operasi pada pasien dengan
anaestesi spinal setelah efek pemberian deksameason dosis tunggal 2 ml
(10 mg)
Deksametason Plasebo
Munta Munta
PONV Tidak Munta Tidak Munta
Mual h>3 Mual h>3
Mual h 1 kali Mual h 1 kali
kali kali
N 32 4 0 0 28 5 1 2
T
11.1 77.8 13.9
1 % 88.9% 0.0% 0.0% 2.8% 5.6%
% % %
N 36 0 0 0 28 5 1 2
T
100.0 77.8 13.9
2 % 0.0% 0.0% 0.0% 2.8% 5.6%
% % %
N 36 0 0 0 28 5 1 2
T
100.0 77.8 13.9
3 % 0.0% 0.0% 0.0% 2.8% 5.6%
% % %
N 36 0 0 0 28 5 1 2
T
100.0 77.8 13.9
4 % 0.0% 0.0% 0.0% 2.8% 5.6%
% % %
55
PONV
Kelompok Nilai p
T1 T2 T3 T4
Mean 0.11 0.00 0.00 0.00
Deksametason 0.007*
SD 0.32 0.00 0.00 0.00
Mean 0.36 0.36 0.36 0.36
Plasebo -
SD 0.80 0.80 0.80 0.80
* Uji Friedman
56
PEMBAHASAN
58
59
6.1 Kesimpulan
1. Nilai VAS pada kelompok kontrol (NaCl 0,9%) memiliki nilai rata-rata
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakukan
(Deksametason).
2. Terjadi peningkatan nilai rata-rata VAS yang sedikit meningkat pada T1 (6
jam postoperatif) kelompok kontrol dan mengalami penurunan setelah
diberikan analgetik rescue (ketorolac 30 mg) karena nilai VAS yang lebih
dari 4, sehingga mengalami penurunan pada T2 hingga T4.
3. Efek pemberian deksametason dosis tunggal 2 ml (10 mg) memiliki efek
terhadap kejadian PONV dengan hasil yang signifikan yaitu p=0,007, yang
artinya memiliki hubungan yang signifikan.
6.2 Saran
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan awal untuk dilakukan
penelitian deksametason terhadap nyeri paska operasi dan PONV dengan
sampel yang lebih besar
2. Penelitin ini diharapan dapat menjadi masukkan bagi pengambil keputusan
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan untuk memasukkan
deksametason sebagai obat adjuvan bagian dari standard operasional
pelayanan pelaksaan preoperatif
60
61
10. Iris Henzi, Bernhard Walder, and Martin R. Deksamethasone for the
Prevention of Postoperative Nausea and Vomiting: A Quantitative
Systematic Review. Divisions of Anaesthesiology, and Anaesthesiological
Investigations, Department Anaesthesiology, Pharmacology, and Surgical
Intensive Care, Geneva University Hospitals, Geneva, Switzerland. Anesth
Analg 2000;90:186 –194.
14. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC. Clinical
Anesthesia. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2009.
15. Covindo BG, Scott DB, Lambert DH. Handbook of Spinal Anasthesia and
analgesia. Philadhelpia: W.B Saunders Company; 2006.
16. David BB, Vaida S, Gaitini L. The Influence of Hugh Spinal Anesthesia
on Sensivity to Midazolam Sedation. Anesth Analg. 1995; 81: 525-528.
62
18. Miler RD. Miller’s Ansthesia. 7th ed. Philadelphia: Churcill Livingstone;
2010.
19. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan and Mikhail’s Clinical
Anesthesiology 5th ed. McGraw Hill Company; 2013.
21. the WSCCG Medicines Management Team and West Suffolk Pain
Services. Pain Ladder-Acute Pain. Version 1 November 2017. Review
Date November 2019.
22. Grisell Vargas-Schaffer. Is the WHO analgesic ladder still valid? Twenty-
four years of experience. Canadian Family Physician June
2010, 56 (6) 514-517.
23. the WSCCG Medicines Management Team and West Suffolk Pain
Services. Pain Ladder-Acute Pain. Version 1 November 2017. Review
Date November 2019.
26. Sinclair DR, Chung F, Mezei G. Can postoperative nausea and vomiting
be predicted? Anesthesiology 1999;91:109–118.
63
28. Apfel CC, Philip BK, Cakmakkaya OS, Shilling A, Shi YY, Leslie JB,
Allard M, Turan A, Windle P, Odom-Forren J, Hooper VD, Radke OC,
Ruiz J, Kovac A. Who is at risk for postdischarge nausea and vomiting
after ambulatory surgery? Anesthesiology 2012;117:475–486.
29. Apfel CC, Heidrich FM, Jukar-Rao S, Jalota L, Hornuss C, Whelan RP,
Zhang K, Cakmakkaya OS. Evidence-based analysis of risk factors for
postoperative nausea and vomiting. Br J Anaesth 2012;109:742–753.
30. Tong J. Gan, Pierre Diemunsch, Ashraf S. Habib, Anthony Kovac, Peter
Kranke, Tricia A, et al. Consensus Guidelines for the Management of
Postoperative Nausea and Vomiting. Society for Ambulatory
Anesthesiology. Anesth Analg 2014;118:85–113.
31. Smith JP, King JT, Gershun NI. Alleviation of pain and prevention of
infection after tonsillectomy: a controlled clinical study of a novel
injectable combination. Transactions of the American Academy of
Ophthalmologic Otolaryngology 1964; 66; 65–69.
36. Wang JJ, Ho ST, Lee SC, Liu YC, Ho CM. The use of deksamethasone for
preventing postoperative nausea and vomiting in females undergoing
thyroidectomy: a dose-ranging study. Anesth Analg 2000;91:1404–1407.
41. Chaparro LE, Gallo T, Gonzalez NJ, Rivera MF, Peng PW. Effectiveness
of combined haloperidol and deksamethasone versus deksamethasone only
for postoperative nausea and vomiting in high-risk day surgery patients: a
randomized blinded trial. Eur J Anaesthesiol 2010;27:192–195.
42. Murphy GS, Szokol JW, Greenberg SB, Avram MJ, Vender JS, Nisman
M, Vaughn J. Preoperative deksamethasone enhances quality of recovery
65
43. De Oliveira GS Jr, Ahmad S, Fitzgerald PC, Marcus RJ, Altman CS,
Panjwani AS, McCarthy RJ. Dose ranging study on the effect of
preoperative deksamethasone on postoperative quality of recovery and
opioid consumption after ambulatory gynaecological surgery. Br J
Anaesth 2011;107:362–371.
44. De Oliveira GS Jr, Almeida MD, Benzon HT, McCarthy RJ. Perioperative
single dose systemic deksamethasone for postoperative pain: a meta-
analysis of randomized controlled trials. Anesthesiology 2011;115:575–
588.
45. Waldron NH, Jones CA, Gan TJ, Allen TK, Habib AS. Impact of
perioperative deksamethasone on postoperative analgesia and side-effects:
systematic review and meta-analysis. Br J Anaesth 2013;110:191–200.
46. Ali Khan S, McDonagh DL, Gan TJ. Wound complications with
deksamethasone for postoperative nausea and vomiting prophylaxis: a
moot point? Anesth Analg 2013;116:966–968.
49. Yeo J, Jung J, Ryu T, Jeon YH, Kim S, Baek W. Antiemetic efficacy of
deksamethasone combined with midazolam after middle ear surgery.
Otolaryngol Head Neck Surg 2009;141:684–688.
66
55. Kim MS, Coté CJ, Cr istoloveanu C, Roth AG, Vornov P, Jennings MA,
Maddalozzo JP, Sullivan C. There is no doseescalation response to
deksamethasone (0.0625-1.0 mg/kg) in pediatric tonsillectomy or
adenotonsillectomy patients for preventing vomiting, reducing pain,
shortening time to first liquid intake, or the incidence of voice change.
67
68
69
NIM : 127114010
Agama : Islam
Status : Menikah
Riwayat Pendidikan
Riwayat Pekerjaan
70
71
72
Saya dr. Andri boy, Saat ini sedang menjalani program pendidikan Dokter
Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dan sedang melakukan penelitian yang berjudul;
Penelitian ini bertujua untuk mendapatkan pilihan obat yang efektif untuk
mengetahuin efek pemberian deksametason dosis tunggal terhadap kejadian nyeri,
mual-muntah pasca operasi. Pada pasien dengan Anestesi Spinal.
Bapak/Ibu/Saudara/i Yth,
Penelitian ini menyagkut pelayanan pembiusan untuk penanganan nyeri dan mual-
muntah paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal. Yang di maksudk
dengan penanganan nyeri dan mual-muntah paska operasi adalah pasien
mendapatkan obat suntikan setelah pembiusan Anestesi Spinal sehingga
diharapkan pasien tidak merasa nyeri pada bekas luka operasi dan tidak
merasakan mual-muntah.
Yang akan saya nilai adalah kondisi keadaan pasien setelah operasi terutama
mengenai nyeri luka bekas operasi dan mual-muntah. Perlu diketauhi bahwa nyeri
73
Nyeri dan mual muntah yang muncul ini akan saya perhatikan selama 24 jam
setelah operasi dengan waktu pemantauan jam ke 0, jam ke 6, jam ke 12, jam ke
18, jam ke 24 setelah pemberian obat. Apabila nyeri dan mual-muntah paska
operasi bersifat menganggu, tidak nyaman dan tidak tertahankan, maka peneliti
akan memberikan dan melakukan penanganan standar yang sesuai dengan
prosedur yang sudah diterima secara luas terhadap penanganan nyeri dan mual-
muntah.
Untuk lebih jelasnya, pada saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian
ini, Bapak/ibu/Saudara/i akan menjalani prosedur sebagai berikut:
74
Medan,...................... 2018
75
RM.2.11/IC.SPenelitian/2
Lampiran 4 0...
NRM :
Nama :
JenisKelamian :
Tgl. Lahir :
Penerima Informasi :
Nama Subyek :
Jenis Kelamin :
Alamat :
78
----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan saksi/wali
----------------------------------------------
Nama dan Tanda Tangan Peneliti
Ket : Tanda Tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis, penurunan
kesadaran, mengalami gangguan jiwa dan berusia dibawah 18 tahun.
Inisial subyek
79
Identitas Pasien
No, Sampel :
…………………………………………………………………
Kelompok :
…………………………………………………………………
Nama :
…………………………………………………………………
No. RM :
…………………………………………………………………
Umur :
…………………………………………………………………
Jenis Kelamin :
…………………………………………………………………
Alamat :
…………………………………………………………………
Pendidikan :
…………………………………………………………………
Suku/Agama :
…………………………………………………………………
Diagnosa :………………………………………….
Tindakan :………………………………………….
PS ASA : I / II
80
Keadaan Pasien
Jam ke 0
(T0)
Jam ke 6
(T1)
Jam ke 12
(T2)
Jam ke 18
81
Jam ke 24
(T4)
82
ANGGARAN PENELITIAN
83
NOMOR SEKUENS
00 – 04 AAABBB
05 – 09 AABABB
10 – 14 AABBAB
15 - 19 AABBBA
20 - 24 ABAABB
25 - 29 ABABAB
30 - 34 ABABBA
35 - 39 ABBAAB
40 - 44 ABBAAB
45 - 49 ABBBAA
50 - 54 BAAABB
55 - 59 BAABAB
60 - 64 BAABBA
65 - 69 BABAAB
70 - 74 BABABA
75 - 79 BABBAA
80 - 84 BBAAAB
85 - 89 BBAABA
90 - 94 BBABAA
95 - 99 BBBAAA
84
Kelompok B : Normal Saline 0.9% 2ml Intravena
85