Anda di halaman 1dari 91

POLA KUMAN AEROB DAN UJI SENSITIFITAS PADA PENYAKIT OTITIS

MEDIA SUPURATIF KRONIS (OMSK) DI RSUP. HAJI ADAM MALIK


MEDAN

TESIS

Oleh:

dr. Sri Novita. Br. Sembiring

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU


KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan kerendahan hati saya ucapkan kepada Allah
SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan
tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk
memperoleh gelar Megister dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan. Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh
dari sempurna, baik isi maupun bahasannya. Walaupun demikian, mudah-
mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan penelitian dengan
judul Pola Kuman Aerob dan Uji Sensitifitas pada Penyakit Otitis Media
Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP. Haji Adam Malik Medan.

Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan tulus
hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat Prof. dr. Askaroellah Aboet,
Sp.THT-KL(K) atas kesediaannya sebagai ketua pembimbing penelitian
ini, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, Sp.THT-KL dan dr. Rina Yunita, SpMK
sebagai anggota pembimbing. Di tengah kesibukan beliau, dengan penuh
perhatian dan kesabaran, telah banyak memberi bantuan, bimbingan,
saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam
menyelesaikan tulisan ini.
Rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Fotarisman Zaluchu,
SKM, MSI, MPH sebagai pembimbing ahli yang banyak memberi
bantuan, bimbingan dan masukan dalam bidang metodelogi penelitian dan
statistik.

Dengan telah berakhirnya masa pendidikan Magister saya, pada


kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr.
Syahril Pasaribu, Sp.A(K), DTM&H dan mantan Rektor Universitas
Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin Panusunan Lubis, Sp.A(K), DTM&H,

Universitas Sumatera Utara


yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan
yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Magister
Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang
telah mengizinkan peneliti untuk mengambil data di rumah sakit yang
beliau pimpin dan telah memberikan kesempatan pada saya untuk
menjalani masa pendidikan di rumah sakit yang beliau pimpin.
Yang terhormat Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr.
dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K) dan Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr. Tengku Siti Hajar
Haryuna Sp.THT-KL, Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran USU sebelumnya Prof. dr. Askaroellah Aboet,
Sp.THT-KL(K) yang telah memberikan izin, kesempatan dan ilmu kepada
saya dalam mengikuti Program Megister Kedokteran Klinik sampai
selesai.
Yang terhormat supervisor di jajaran Departemen THT-KL Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Asroel Aboet, Sp.THT-
KL(K), Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.THT-KL(K), dr. Yuritna Haryono,
Sp.THT-KL (K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr.
Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, SpTHT-
KL(K), dr. Mangain Hasibuan, SpTHT-KL, dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-
KL(K), Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K), (Almh) dr. Hafni, SpTHT-
KL(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, dr. Ida Sjailandrawati Harahap,
SpTHT-KL, dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-
KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, Sp.THT-KL,

ii

Universitas Sumatera Utara


dr. Harry Agustaf Asroel, M.Ked, Sp.THT-KL, dr. Farhat, M.Ked (ORL-
HNS), Sp.THT-KL(K), Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL,
dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr. Ashri Yudhistira, M.Ked (ORL-HNS) Sp.THT-
KL, dr. Devira Zahara, M.Ked (ORL-HNS), SpTHT-KL, dr. H.R. Yusa
Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), SpTHT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap,
SpTHT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, SpTHT-KL. Terima kasih atas
segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini.
Yang terhormat Kepala Departemen/Staf Mikrobiologi RSUP H. Adam
Malik Medan Medan terutama dr. Rina Yunita, SpMK yang telah banyak
memberikan ilmu dan bantuan kepada saya dalam melakukan penelitian
ini.
Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun
kerjasamanya selama masa pendidikan.
Yang mulia dan tercinta Ayahanda (Alm) T. Sembiring Muham dan
Ibunda Hj. Nurkinta Saragih, ananda sampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas
kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak
dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik
serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang
kokoh dalam menghadapi kehidupan ini.
Yang tercinta Bapak Mertua dan (Alm) Ibu Mertua yang selama ini
telah memberikan dorongan dan restu untuk selalu menuntut ilmu
setinggi-tingginya.
Kepada suamiku tercinta Mayor Azhari Diansyah Putra Sinaga, ST
serta kedua buah hati kami yang amat kusayangi Alif Cryptovan Sinaga
dan Qory Sandioriva Sinaga, tiada kata yang lebih indah yang dapat
ibunda ucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas
pengorbanan tiada tara, cinta dan kasih sayang, kesabaran, ketabahan,
pengertian dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya dan doa

iii

Universitas Sumatera Utara


kepada ibunda sehingga dengan rahmat Tuhan akhirnya kita sampai pada
saat yang berbahagia ini.
Kepada saudara-saudara saya tercinta, Adinda Indra Sembiring,
Adinda dr. Fitri Yani Yanti Sembiring, Adinda Rahmat Syahputra
Sembiring dan Adinda Aldi Taufik Sembiring, dan juga kakak dan adik ipar
, penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak
henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.
Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas
segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini,
semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya
selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat
ganda dari Tuhan Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Amin.

Medan, Mei 2014


Penulis

Sri Novita Sembiring

iv

Universitas Sumatera Utara


Pola Kuman Aerob dan Uji Sensitifitas pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK) di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Abstrak
Latar belakang: otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah penyakit infeksi yang
sering ditemukan di negara berkembang yang dapat menyebabkan kerusakan lokal
yang serius dan komplikasi yang mengancam jiwa. Pola kuman dan sensitifitas
terhadap antibiotik adalah penting dalam pemberian terapi dan mencegah terjadinya
resistensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang
umumnya terlibat dan pola sensitifitas antibiotik pada pasien otitis media supuratif
kronis.
Metode: Penelitian bersifat deskriptif yang dilakukan dari bulan September 2013-
April 2014 di Departemen THT dan Departemen Mikrobiologi di RSUP. H. Adam
Malik Medan. Total sampel sebanyak 31 dari 25 pasien OMSK dengan sekret aktif
baik unilateral maupun bilateral yang dilibatkan pada penelitian ini. Sekret yang
berasal dari kavum timpani diambil secara steril dengan menggunakan plastik
intravenous cateter nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1cc dan dilakukan
dibawah mikroskop dan hasilnya dikirim kebagian mikrobiologi.
Hasil: Dari 31 sampel yang diperoleh Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman
terbanyak pada OMSK tipe benigna yaitu 6(30%), sedangkan pada OMSK tipe
maligna ditemukan terbanyak Acinetobacter sp yaitu 2(25%). Pada Uji kepekaan
bakteri terhadap antibiotika yang memiliki sensitifitas tertinggi adalah meropenem,
amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam memiliki
sensitifitas yang masih tinggi sedangkan golongan Quinolon memiliki sensitifitas
yang rendah.
Kesimpulan: Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman yang paling sering
ditemukan pada OMSK.
Kata Kunci: Chronic suppurative otitis media, kultur dan tes kepekaan, bakteri aerob.

Universitas Sumatera Utara


The Patterns of Aerobic Bacterias and Antibiotic Sensitivity Test of
Chronic Suppurative Otitis Media in Haji Adam Malik General Hospital Medan

Abstract
Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevailing and notorious
infection in developing countries causing serious local damage and threatening
complication. Antimicrobial therapy is used to eradication the bacterial agents
causing CSOM but most of the microorganisms are acquiring antibiotic resistance.
This study was conducted to identity the common microorganisms involved and their
antibiotic sensitivity patterns in patients with chronic suppurative otitis media.
Methods: This descriptive study was carried out from September 2013 to April 2014
at the Department of ENT-HNS and Microbiology Department of Haji Adam Malik
General Hospital, Medan. A total of 31 sampels from 25 CSOM patients with active
aural discharge, either unilateral or bilateral. The exudates from tympanic cavum
were collected in sterile conditions via 18 gauge needle covered with a Intravenous
plastic cateter connected to a disposable 1 ml syringe under microscope guidance and
then referred to Microbiology Department for further microbiologic examination.
Result: Of which 31 sampels obtained, Pseudomonas aeruginosa was the most
common bacterial agent found in CSOM benign type 6 samples (30%), whereas
Acinetobacter sp was the most common bacterial agent found in CSOM malign type
2 samples (25%). Hight sensitivity rates to meropenem, amikacin, gentamycin,
ceftazidime, cefepime and piperacillin/ tazobactam. Pseudomonas aeruginosa and
Acinetobacter sp. have showed low prevalence of sensitivity to Quinolon.
Conclusion : Pseudomonas aeruginosa was the most common microorganism
involved in CSOM.
Keywords: Chronic suppurative otitis media, culture and sensitivity test, aerobic
bacteria

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

ABSTRAKT .................................................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ x

DAFTAR DIAGRAM ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6

2.1 Otitis Media Supuratif Kronis ........................................................... 6

2.1.1 Definisi ...................................................................................... 6

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah .......................................................... 7

2.1.3 Kekerapan ............................................................................. 10

2.1.4 Etiologi ....................................................................................... 11

2.1.5 Patogenesis ............................................................................... 14

2.1.6 Diagnosis .................................................................................. 14

2.1.7 Gejala klinis ............................................................................... 15

vii

Universitas Sumatera Utara


2.1.8 Tanda klinis ................................................................................ 15

2.1.9 Pemeriksaan penunjang ........................................................... 16

2.1.10 Penatalaksanaan ...................................................................... 17

2.1.11 Komplikasi ................................................................................ 19

2.2 Bakteriologi OMSK ........................................................................ 20

2.3 Uji Sensitifitas ............................................................................... 23

2.4 Kerangka Konsep ......................................................................... 25

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 26

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 26

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 26

3.3 Populasi,Sampel dan Besar sampel ................................................. 26

3.3.1 Populasi ...................................................................................... 26

3.3.2 Sampel penelitian ....................................................................... 26

3.3.3 Besar sampel .............................................................................. 27

3.3.4 Teknik pengambilan sampel........................................................ 27

3.4. Definisi Operasional ......................................................................... 27

3.5. Alat dan bahan Penelitian ................................................................ 28

3.6. Prosedur Kerja Pemeriksaan Sekret ................................................ 29

3.7. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 30

3.8 Pengolahan dan Analisa Data ........................................................... 30

3.9 Masalah Etika ................................................................................... 30

3.10 Kerangka Kerja ............................................................................... 31

3.11 Jadwal Penelitian ............................................................................ 32

BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................................. 33

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB 5. PEMBAHASAN ........................................................................................ 41

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 55

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 55

6.2 Saran ................................................................................................ 56

KEPUSTAKAAN .................................................................................................. 57

LAMPIRAN .......................................................................................................... 63

PERSONALIA PENELITIAN ................................................................................ 75

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal penelitian ........................................................................ 32

Tabel 4.1. Distribusi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur ............ 33

Tabel 4.2. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin ............... 33

Tabel 4.3. Distribusi penderita OMSK berdasarkan Jenis OMSK ................ 34

Tabel 4.4. Distribusi penderita OMSK berdasarkan keluhan utama ............. 34

Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK berdasarkan telinga terlibat .............. 35

Tabel 4.6. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan .............. 35

Tabel 4.7. Distribusi jenis kuman penderita OMSK ..................................... 36

Tabel 4.8. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin dan tipe

OMSK .................................................................................................. 37

Tabel 4.9. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan dan tipe

OMSK .................................................................................................. 38

Tabel 4.10. Distribusi jenis kuman penderita OMSK berdasarkan tipe OMSK39

Tabel 4.11. Distribusi persentase bakteri yang sensitifitas terhadap

antimikroba yang diuji ................................................................................. 40

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1. Distribusi hasil kultur sekret penderita OMSK ....................... 36

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Membran Timpani ................................................................................ 7

Gambar 2. Kavum Timpani. ................................................................................... 8

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Status Penelitian ...................................................................... 63

Lampiran 2. Lembaran Penjelasan Subjek Penelitian ................................. 66

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed

Consent) .................................................................................. 68

Lampiran 4. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian

Bidang Kesehatan .................................................................. 69

Lampiran 5. Data mentah ............................................................................ 70

Lampiran 6. SK pembimbing ....................................................................... 73

Lampiran 7. Gambar ................................................................................... 74

xiii

Universitas Sumatera Utara


Pola Kuman Aerob dan Uji Sensitifitas pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK) di RSUP. Haji Adam Malik Medan

Abstrak
Latar belakang: otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah penyakit infeksi yang
sering ditemukan di negara berkembang yang dapat menyebabkan kerusakan lokal
yang serius dan komplikasi yang mengancam jiwa. Pola kuman dan sensitifitas
terhadap antibiotik adalah penting dalam pemberian terapi dan mencegah terjadinya
resistensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang
umumnya terlibat dan pola sensitifitas antibiotik pada pasien otitis media supuratif
kronis.
Metode: Penelitian bersifat deskriptif yang dilakukan dari bulan September 2013-
April 2014 di Departemen THT dan Departemen Mikrobiologi di RSUP. H. Adam
Malik Medan. Total sampel sebanyak 31 dari 25 pasien OMSK dengan sekret aktif
baik unilateral maupun bilateral yang dilibatkan pada penelitian ini. Sekret yang
berasal dari kavum timpani diambil secara steril dengan menggunakan plastik
intravenous cateter nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1cc dan dilakukan
dibawah mikroskop dan hasilnya dikirim kebagian mikrobiologi.
Hasil: Dari 31 sampel yang diperoleh Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman
terbanyak pada OMSK tipe benigna yaitu 6(30%), sedangkan pada OMSK tipe
maligna ditemukan terbanyak Acinetobacter sp yaitu 2(25%). Pada Uji kepekaan
bakteri terhadap antibiotika yang memiliki sensitifitas tertinggi adalah meropenem,
amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam memiliki
sensitifitas yang masih tinggi sedangkan golongan Quinolon memiliki sensitifitas
yang rendah.
Kesimpulan: Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman yang paling sering
ditemukan pada OMSK.
Kata Kunci: Chronic suppurative otitis media, kultur dan tes kepekaan, bakteri aerob.

Universitas Sumatera Utara


The Patterns of Aerobic Bacterias and Antibiotic Sensitivity Test of
Chronic Suppurative Otitis Media in Haji Adam Malik General Hospital Medan

Abstract
Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a prevailing and notorious
infection in developing countries causing serious local damage and threatening
complication. Antimicrobial therapy is used to eradication the bacterial agents
causing CSOM but most of the microorganisms are acquiring antibiotic resistance.
This study was conducted to identity the common microorganisms involved and their
antibiotic sensitivity patterns in patients with chronic suppurative otitis media.
Methods: This descriptive study was carried out from September 2013 to April 2014
at the Department of ENT-HNS and Microbiology Department of Haji Adam Malik
General Hospital, Medan. A total of 31 sampels from 25 CSOM patients with active
aural discharge, either unilateral or bilateral. The exudates from tympanic cavum
were collected in sterile conditions via 18 gauge needle covered with a Intravenous
plastic cateter connected to a disposable 1 ml syringe under microscope guidance and
then referred to Microbiology Department for further microbiologic examination.
Result: Of which 31 sampels obtained, Pseudomonas aeruginosa was the most
common bacterial agent found in CSOM benign type 6 samples (30%), whereas
Acinetobacter sp was the most common bacterial agent found in CSOM malign type
2 samples (25%). Hight sensitivity rates to meropenem, amikacin, gentamycin,
ceftazidime, cefepime and piperacillin/ tazobactam. Pseudomonas aeruginosa and
Acinetobacter sp. have showed low prevalence of sensitivity to Quinolon.
Conclusion : Pseudomonas aeruginosa was the most common microorganism
involved in CSOM.
Keywords: Chronic suppurative otitis media, culture and sensitivity test, aerobic
bacteria

vi

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Otitis Media Superatif Kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari
episode inisial otitis media akut dengan karakteristik adanya sekret
persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani (WHO.
2004). Menurut Chole & Nason (2009), otitis media kronis terjadi lebih dari
tiga bulan dimana pada telinga tengah dijumpai membran timpani cacat
permanen. Jika terjadi otore terus menerus disebut sebagai OMSK.
Kecacatan membran timpani selain perforasi dari membran timpani
termasuk kantong retraksi, atelektasis, trauma membran timpani atau
trauma setelah pemasangan pipa timpanostomi (Chole & Nason 2009).
OMSK dapat terus dialami selama bertahun-tahun jika tidak diobati
menyebabkan gangguan pendengaran yang berat dan kadang-kadang
dapat mengancam kehidupan bila terjadi komplikasi seperti meningitis,
abses otak atau sinus trombosis. Gangguan pendengaran berdampak
serius pada perkembangan bahasa, kognitif, psikososial dan pendidikan
anak (Elemraid et al. 2009). Keadaan Ini menjadi masalah penting untuk
mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang (WHO. 2004).
Prevalensi OMSK di seluruh dunia menunjukkan beban dunia
akibat penyakit ini berkisar 65-330 juta penderita, 60% diantaranya (39-
200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan (WHO 2004).
OMSK adalah penyakit infeksi yang umumnya ditemukan pada
negara berkembang dan sedang berkembang. Penyakit ini berpotensi
serius menyebabkan komplikasi ekstra dan intrakranial seperti meningitis.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan sosial ekonomi
rendah. Penyebab mikroorganisme terbanyak OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis,
Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Aspergillus spp dan Candida spp

Universitas Sumatera Utara


2

tetapi mikroorganisme ini dapat bervariasi sesuai dengan letak geografis


(Igbal et al. 2011).
Nora (2011) di Medan mendapatkan jumlah kasus baru OMSK
yang berobat di RSUP H. Adam Malik sejak Januari - Desember 2008
sebanyak 208 kasus yang terdiri dari penderita laki-laki 50,96% dan
penderita perempuan 49,04%. Berdasarkan distribusi OMSK menurut
umur, kelompok umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun merupakan kelompok
terbanyak menderita OMSK masing-masing 20,68%. Adapun keluhan
yang paling sering adalah otore (70,19%). OMSK tubotimpanal (77,40%),
atikoantral (22,60%) dimana telinga kanan yang terlibat 38,94%, telinga
kiri (29,33%) dan kedua telinga (31,73%). Penatalaksanaan OMSK
sebahagian besar dikelola secara medikamentosa (86,54%) sedangkan
secara pembedahan mastoidektomi radikal (9,13%), mastoidektomi
sederhana (3,85%).
Pada OMSK terapi antimikroba digunakan untuk mengeradikasi
bakteri penyebab otitis media supuratif kronis tetapi sebahagian besar
mikroorganisme pada OMSK telah mengalami resistensi terhadap
antibiotika (Mansoor et al. 2009). Pengobatan dengan menggunakan
antibiotika yang tidak memadai dan kebersihan diri yang buruk
berhubungan dengan peningkatan OMSK (Singh. 2012).
Kuman predominan pada OMSK dan sensitifitas yang berubah dari
waktu ke waktu, sehingga memerlukan pengetahuan yang lebih baik serta
penelitian secara kontinyu dan berkala terhadap pola kuman penyebab
infeksi OMSK agar pengobatan terhadap penyakit ini dapat lebih baik lagi
sebagai pedoman dalam pemberian terapi antibiotika (Igbal et al. 2011).
Pengetahuan tentang spesies dan tingkat resistensi kuman saat ini
penting untuk menentukan antibiotika yang tepat untuk OMSK. Pada studi
retrospektif dari 1102 pasien OMSK pada enam rumah sakit di Korea dari
Januari 2001 - Desember 2005 menunjukkan hasil spesies yang paling
sering ditemukan adalah Pseudomonas diikuti selanjutnya oleh methicillin-
resistent Staphylococcus aureus (MRSA) (Yeo et al. 2007).

Universitas Sumatera Utara


3

Komplikasi pada OMSK sering terjadi sebelum era antibiotika,


dimana awalnya dokter memberikan antibiotika tanpa diagnosis penyebab
penyakit yang tepat dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional
menyebabkan munculnya strain bakteri yang resisten sehingga penyakit
dapat kembali lagi. Prevalensi dan antibiogram dari organisme telah
dilaporkan bervariasi berdasarkan waktu dan wilayah geografis dari tiap
benua, mungkin disebabkan penggunaan antibiotika yang tidak sesuai.
Oleh karena itu, memperbaharui secara berkala prevalensi dan
antibiogram dari mikroorganisme penyebab OMSK akan membantu dalam
terapi dan penatalaksanaan pasien (Prakast et al. 2013).
Pola kepekaan antibiotika sangat penting untuk para dokter agar
dapat dengan baik merencanakan secara umum pengobatan pasien
dengan OMSK (Iqbal et al. 2011). Dengan mengetahui jenis bakteri lebih
awal dari semua kasus OMSK maka akan menjamin terapi yang tepat dan
akurat. Pemilihan antibiotika dipengaruhi oleh kemanjuran, resistensi,
keamanan, toksisitas dan biaya. Pengetahuan tentang pola
mikroorganisme dan sensitifitas antibiotika sangat penting untuk
merumuskan sebuah protokol terapi empiris (Mirza. 2008).
Nursiah di Medan (2000) mendapatkan jenis kuman aerob
terbanyak adalah Staphylococcus. aureus (36,1%) dimana sensitif
terhadap antibiotika golongan ciprofloxacin dan dibekacin, resisten
terhadap ceftriaxone, diikuti dengan Escherichia coli (27,7%) sensitif pada
antibiotika golongan ciprofloxacin dan dibekacin, resisten terhadap
ceftriaxone dan chloramphenicol, Proteus sp (19,4%) sensitif pada
golongan ciprofloxacin dan dibekacin, resisten terhadap ceftriaxone, dan
Pseudomonas aeruginosa (2,8%) hanya sensitif terhadap ciprofloxacin.
Penelitian mengenai pola kuman ini masih harus terus diperbaharui
kembali, sehingga perlu diteliti perubahan pola kuman dan sensitifitas
terhadap antibiotika pada penderita OMSK di RSUP H. Adam Malik
Medan sehingga dapat dirumuskan protokol terapi empiris terhadap

Universitas Sumatera Utara


4

pasien OMSK khususnya di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H.


Adam Malik Medan.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang pola kuman aerob dan uji sensitifitas pada penderita
OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.2. Perumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah pola kuman aerob
dan uji sensitifitas pada penderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di
Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran karakteristik pasien serta pola kuman aerob
dan uji sensitifitas terhadap antibiotika pada kasus Otitis Media Supuratif
Kronis (OMSK) di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik
Medan.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK di Departemen THT-
KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin.
b. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK di Departemen THT-
KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan jenis
OMSK.
c. Untuk mengetahui distribusi penderita OMSK di Departemen THT-
KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan keluhan
utama.
d. Untuk mengetahui distribusi telinga yang terlibat pada penderita
OMSK di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik
Medan.

Universitas Sumatera Utara


5

e. Untuk mengetahui distribusi lama keluhan penderita OMSK di


Departemen FK THT-KL USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
f. Untuk mengetahui distribusi jenis kuman penderita OMSK di
Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
g. Untuk mengetahui distribusi antibiotika yang sensitif pada uji
sensitifitas kuman penderita OMSK di Departemen THT-KL FK
USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat penelitian


Bagi Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
a. Dapat memberikan informasi serta untuk melengkapi data
penderita baru OMSK.
b. Untuk mendapatkan terapi empiris terhadap penderita OMSK di
Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
c. Untuk menjadi pemantauan perkembangan pola kuman sehingga
meningkatkan kwalitas terapi terhadap penderita OMSK
Bagi peneliti
a. Untuk meningkatkan wawasan peneliti mengenai pola kuman dan
sensitifitas antibiotika dalam pengobatan OMSK yang nantinya
dapat digunakan ketika terjun ke dunia klinis.
b. Agar diperoleh cara yang terbaik dalam pengambilan sekret telinga
sehingga mikroorganisme yang diperoleh berasal dari telinga
tengah yang tidak terkontaminasi oleh telinga luar.

Universitas Sumatera Utara


6

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)


2.1.1. Definisi
Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa
telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi atau
patogenesis. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan
membantu dalam mendefinisikan proses inflamasi di telinga tengah . Efusi
bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya dibagi atas akut (0-3
minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). OMSK yaitu
inflamasi kronis yang terjadi pada mukosa telinga tengah dan mastoid
dimana membran timpani tidak intak (perforasi ataupun terdapat pipa
timpanostomi) serta adanya otore (Kenna & Latz. 2006, Verhoeff et al.
2006).
OMSK dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe benigna atau tipe
tubotimpanik karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba
yang menyebabkan kelainan di kavum timpani, jenis ini melibatkan
anteroinferior dari telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi
sentral dan tipe maligna disebut juga tipe atikoantral karena melibatkan
daerah posterosuperior dari telinga tengah dan berhubungan dengan
perforasi marginal atau atik (Dhingra. 2010, Helmi. 2005).
Namun ada juga yang membagi OMSK atas OMSK tanpa
kolesteatoma dan dengan kolesteatoma (Chole & Nason. 2009).
Perforasi sentral membran timpani tidak bisa di katakan sebagai
“safe ears”. Analisis terbaru dari perforasi sentral membran timpani dari
pasien otitis media kronis, 38% mengalami pertumbuhan epidermal
dengan mucocutaneus junction terletak di permukaan dalam dari
perforasi (Chole & Nason 2009).

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah adalah suatu ruang antara membran timpani
dengan badan kapsul dari labirin pada daerah petrosa dari tulang
temporal yang mengandung rantai tulang pendengaran.Telinga tengah
terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan
prosessus mastoideus (Gacek. 2009, Dhingra. 2010).

a. Membran timpani
Membran timpani membentuk dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Memiliki tinggi 9-10 mm,
lebar 8-9 mm dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra. 2010).
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu
pars tensa terletak dibagian bawah, tegang dan lebih luas, dan pars
flaksida (membran Shrapnells) di bagian atas dan lebih tipis. Secara
histologis membran timpani terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
1. Lapisan luar (stratum kutaneum) yaitu: lapisan epitel yang berasal
dari liang telinga luar.
2. Lapisan dalam (stratum mukosum) yang berasal dari mukosa
telinga tengah.
3. Lapisan tengah (lamina propria / fibrosa) terletak diantara stratum
kutaneum dan stratum mukosum. (Dhingra. 2010)

Gambar 1 : Membran Timpani (Probst, 2006).

Universitas Sumatera Utara


8

b. Kavum timpani
Kavum timpani diumpamakan sebuah kotak dengan 6 sisi yaitu
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dan
dinding posterior (Dingra. 2010).
Atap kavum timpani dibentuk oleh lempeng tulang tipis yang
disebut tegmen timpani. Daerah ini memanjang ke belakang membentuk
atap aditus ad antrum. Bagian atap ini memisahkan kavum timpani dari
fossa kranii media. Lantai kavum timpani juga merupakan lempeng tulang
tipis yang memisahkan kavum timpani dari bulbus jugularis. Kadang-
kadang secara kongenital tidak sempurna dan bulbus jugularis bisa
menonjol ke telinga tengah dan hanya dipisahkan oleh mukosa. Dinding
anterior merupakan lempeng tulang tipis yang memisahkan kavum timpani
dengan arteri karotis. Juga terdapat tuba Eustachius di bagian bawah dan
kanalis muskulus tensor timpani di bagian atas. Dinding posterior berbatas
dengan sel-sel mastoid muncul sebagai penonjolan tulang yang disebut
piramid. Dinding medial berbatasan dengan labirin. Tanpak tonjolan
Promantorium yang merupakan dasar koklea. Foramen ovale terfiksasi
pada kaki stapes. Diatas foramen ovale terdapat kanalis fasialis. Tulang
penutupnya kadang secara kongenital mengalami dehisensi dan saraf
fasialis lebih terekspos yang membuat lebih terangsang infeksi. Dinding
lateral dibentuk terutama oleh membran timpani dan bagian tulang liang
telinga (Dhingra. 2010).

Gambar 2 : Kavum Timpani (Probst, 2006).

Universitas Sumatera Utara


9

Pada kavum timpani terdapat tiga tulang pendengaran yaitu


maleus, inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan
muskulus stapedius dan juga saraf korda timpani (Dhingra. 2010)
c. Tuba Eustachius
Tuba Eustachius adalah suatu saluran yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap
proses pneumatisasi pada telinga tengah dan mastoid serta
mempertahankan tekanan yang normal antara telinga tengah dan
atmosfir. Kestabilannya oleh adanya konstraksi muskulus tensor veli
palatini dan muskulus levator veli palatini pada saat mengunyah dan
menguap. Tiga perempat medial merupakan tulang rawan yang dikelilingi
oleh jaringan lunak, jaringan adiposa, dan epitel saluran nafas (Dhingra.
2010, Gacek 2009).
d. Prosesus mastoid
Mastoid terdiri dari tulang korteks dengan gambarannya seperti
sarang lebah. Tergantung pada pengembangan sel udara, mastoid dibagi
atas tiga tipe yaitu: Pada tipe selluler (well pneumatised) hampir seluruh
proses mastoid terisi oleh pneumatisasi, tipe diploik pneumatisasi kurang
berkembang dan pada tipe sklerotik tidak terdapat pneumatisasi sama
sekali (Dingra 2010).
Antrum mastoid adalah suatu rongga di dalam prosesus mastoid
yang terletak persis di belakang epitimpani. Aditus ad antrum adalah
saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura
merupakan bagian tulang tipis yang biasanya lebih keras dari tulang
sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis disebut
lempeng sinus. Sudut sinodura dapat ditemukan dengan membuang
sebersih-bersihnya sel pneumatisasi mastoid di bagian superior inferior
lempeng dura dan posterior superior lempeng sinus (Helmi 2005).

Universitas Sumatera Utara


10

e. Vaskularisasi kavum timpani


Vaskularisasi kavum timpani berasal dari cabang-cabang kecil
arteri karotis eksterna. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang dari
a. maksilaris yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpani.
Pada dearah posterior mendapat vaskularisasi dari a. timpani posterior
yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada
daerah superior mendapat vaskularisasi dari cabang a. meningea media,
a. petrosa superior, a. timpani superior. Pembuluh vena kavum timpani
berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus
pterigoideus dan sinus petrosus superior (Helmi. 2005).

2.1.3. Kekerapan
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang
dengan telinga berair 60% diantaranya 39-200 juta menderita kurang
pendengaran yang signifikan (WHO. 2004)
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet. 2007). Kodrat (2010)
melaporkan sebanyak 738 penderita OMSK yang datang berobat di RSUD
Labuang Baji Makassar sejak Januari 2005 - Desember 2009. Kodrat
(2011) dalam kurun waktu Juli 2006 - Juni 2011 RSUD Labuang Baji
Makassar, mendapatkan 818 kasus OMSK, diantaranya 329 kasus
(40,22%) OMSK pada anak dimana 10 penderita OMSK anak disertai
komplikasi.
Penderita baru OMSK yang berumur ≤ 14 tahun yang datang
berobat di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
sejak Juni - November 2011 sebanyak 50 penderita (Nora. 2012).

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.4. Etiologi
Beberapa faktor penyebab dan yang mempermudah terjadinya
OMSK, antara lain:
a. Lingkungan
Sebagaimana telah disebutkan, prevalensi OMSK lebih
tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dimana penyebabnya
dapat multifaktorial. Dalam sebuah studi kohort pada 12.000 anak-
anak, faktor yang signifikan untuk telinga berair (meskipun tidak
selalu OMSK) dipengaruhi oleh kesehatan umum, ibu perokok dan
pelayanan kesehatan. Meskipun kadang-kadang faktor bayi yang
disusui tidak menunjukkan statistik yang signifikan. Penurunan
prevalensi otits media kronik pada anak Maori di Selandia Baru
sejak 1978-1987 disebabkan karena perbaikan pada perawatan
kesehatan dan kondisi perumahan (Kelly. 2008).
Kumar menyebutkan kejadian penyakit OMSK lebih tinggi di
negara berkembang, terutama masyarakat sosial ekonomi
menengah kebawah (dimana perbandingan angka kejadian antara
perkotaan dan pedesaan adalah 1:2), disebabkan gizi buruk,
kurangnya kebersihan dan kurangnya pengetahuan kesehatan
(Kumar. 2011).
b. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK
dimana kelompok sosial ekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Beberapa faktor seperti kepadatan penduduk,
rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan dan kesehatan
perorangan, serta sulitnya akses untuk memperoleh pelayanan
kesehatan (Dhingra. 2010, Browning. 2008). Akinpelu
mendapatkan faktor yang berhubungan dengan malnutrisi, tempat
tinggal kumuh dan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 41,3%
yang juga mempengaruhi kejadian OMSK (Akinpelu et al. 2008).

Universitas Sumatera Utara


12

c. Gangguan fungsi tuba


Kelainan fungsi tuba Eustachius lebih banyak dijumpai pada
penderita OMSK daripada orang yang normal. Hal ini tidak
diketahui secara pasti apakah gangguan fungsi tuba Eustachius
merupakan faktor terjadinya OMSK atau apakah merupakan hasil
dari OMSK (Browning. 2008). Monique menyebutkan berkurangnya
fungsi silia telinga tengah dan mukosa tuba Eustachius
menyebabkan terganggunya pembersihan sekresi dari telinga
tengah karenanya otitis media akut atau otitis media efusi dapat
menjadi OMSK (Verhoeff et al. 2006).
d. Otitis media sebelumnya
Anak-anak yang mengalami otitis media akut dan otitis
media efusi dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan
perubahan membran timpani berupa berkurangnya elastisitas
membran timpani menyebabakan perforasi yang menetap atau
retraksi (Browning. 2008)
e. Infeksi saluran pernafasan atas
Banyak pasien OMSK dilaporkan bersamaan dengan infeksi
saluran nafas atas, Walaupun hal ini belum terbukti secara ilmiah.
Infeksi saluran nafas atas menyebabkan terganggunya fungsi dan
mukosa tuba Eustachius dan dapat berlanjut kepada telinga tengah
(Kelly. 2008).
f. Infeksi
Bakteri yang dominan dan sensitifitas antibiotika yang
berubah dari waktu ke waktu, sehingga diperlukan penelitian yang
terus menerus agar diperoleh hasil pengobatan antibakteri yang
sesuai. Pengetahuan tentang spesies dan tingkat resistensi kuman
saat ini adalah penting untuk menentukan antibiotika yang tepat
untuk pasien dengan OMSK. Pada studi retrospektif 1102 penderita
OMSK dari enam rumah sakit di Korea sejak Januari 2001 sampai

Universitas Sumatera Utara


13

2005, didapati Pseudomonas 31,8% yang terbanyak dijumpai (Yeo


et al. 2007).
g. Genetik
Insiden OMSK bervariasi dalam populasi yang berbeda,di
negara maju, tertinggi di Eskimo, penduduk asli Amerika, Maori
Selandia Baru dan Aborigin Australia.Tampaknya bahwa prevalensi
OMSK pada populasi tersebut cenderung menurun. Dalam salah
satu penelitian terhadap anak-anak Maori di Selandia Baru,
prevalensi OMSK menurun secara signifikan dari 9% pada tahun
1978 menjadi 3% pada tahun 1987 (p <0,02) .Sulit untuk
menjawab pertanyaan apakah faktor genetik mempengaruhi
OMSK, karena adanya variabel pengganggu seperti kelompok
sosial ekonomi rendah dari beberapa kelompok genetik yang
insidennya tinggi mengalami OMSK. Pada suku asli Amerika yang
didapati insiden yang tinggi mengalami OMSK ternyata angka
kejadian ini bervariasi di antara suku-suku asli Amerika
berdasarkan genetik (Kelly, 2008).
Menurut Verhoeff faktor genetik untuk OMSK sampai saat ini
masih menjadi perdebatan. Dimana penelitian terhadap kembar
yang mengalami otitis media menunjukkan peningkatan tingkat
kecocokan pada kembar monozygotic daripada kembar dizygotic
(Verhoeff et al. 2006).
h. Alergi
Penderita alergi memiliki resiko yang tinggi yang
menimbulkan gangguan pada tuba Eustachius dan sumbatan
hidung yang dapat menimbulkan terbentuknya cairan pada telinga
tengah (Chole. & Nason 2009). Susilo (2010) di Medan memeriksa
54 penderita dan mendapatkan reaksi alergi pada penderita OMSK
benigna lebih besar dibandingkan dengan reaksi alergi pada
penderita yang tidak OMSK, yaitu sebesar 74,1% pada kelompok

Universitas Sumatera Utara


14

penderita OMSK tipe benigna dan 40,7% pada kelompok yang


tidak OMSK.

2.1.5. Patogenesis
OMSK ditandai dengan keadaan patologis yaitu inflamasi yang
ireversibel di telinga tengah dan mastoid. Disfungsi tuba Eustachius
memegang peranan penting pada otitis media akut dan otitis media kronis.
Kontraksi muskulus veli palatini menyebabkan tuba Eustachius membuka
selama proses menelan dan pada kondisi fisiologik tertentu, mengalirkan
sekret dari telinga tengah ke nasofaring, mencegah sekret dari nasofaring
refluks ke telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan antara telinga
tengah dengan lingkungan luar (Chole Nason. 2009).
Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek
membran timpani, terjadi replikasi bakteri di dalam efusi serosa. Hal ini
diikuti oleh pelepasan mediator inflamasi dan imun ke dalam ruang telinga
tengah. Hiperemia dan leukosit polimorfonuklear yang mendominasi fase
inflamasi akut memberi jalan pada fase kronis, ditandai dengan
mononuklear selular mediator (makrofag, sel plasma, limfosit), edema
persisten dan jaringan granulasi. Selanjutnya dapat terjadi metaplasia
epitel telinga tengah, dimana terjadi perubahan epitel kuboidal menjadi
epitel kolumnar pseudostratified yang mampu meningkatkan sekret
mukoid. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrotik, kadang-kadang
membentuk adhesi terhadap struktur penting di telinga tengah. Hal ini
akan mengganggu aerasi antrum dan mastoid dengan mengurangi ruang
antara osikel dan mukosa yang memisahkan telinga tengah dari antrum.
Obstruksi kronis menyebabkan perubahan ireversibel di dalam tulang dan
mukosa (Chole & Nason. 2009).

2.1.6. Diagnosis
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
mikroskop, pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi dan

Universitas Sumatera Utara


15

pemeriksaan bakteriologi. Melalui anamnesa kita dapat mengetahui


tentang perjalanan penyakit, faktor resiko, gejala penyakit, serta hal-hal
lainnya yang mengarah ke diagnosis OMSK (Chole & Nason. 2009,
Dhingra. 2010, Kenna. 2006).

2.1.7. Gejala Klinis


1. Telinga berair
Cairan telinga dapat sedikit, berupa mukous atau mukopurulen
bersifat konstan atau intermiten. Cairan sering muncul saat adanya
infeksi saluran pernafasan atas dan saat masuknya air kedalam
telinga (Dhingra. 2010).
2. Gangguan pendengaran
Pendengaran bisa normal ketika rantai tulang pendengaran masih
utuh, ketika kolesteatoma menjembatani gep yang disebabkan
hilangnya tulang pendengaran maka dapat terjadi gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran sebagian besar adalah
konduktif tetapi dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran bervariasi namun jarang melebihi 50 db (Dhingra.
2010)
3. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi karena granulasi atau polip yang
tersentuh saat membersihkan telinga (Dhingra. 2010).

2.1.8. Tanda Klinis


1. Perforasi
Pada tipe benigna / tubotimpani, perforasi biasanya sentral, bisa di
anterior, posterior atau inferior dari malleus. Pada tipe maligna /
atikoantral, perforasi di daerah atik atau posterosuperior. Perforasi
atik yang kecil ada kalanya tidak terlihat disebabkan adanya sekret
telinga (Dhingra. 2010).

Universitas Sumatera Utara


16

2. Retraction pocket.
Invaginasi membran timpani terlihat di daerah atik atau
posterosuperior dari pars tensa. Pada tahap awal, kantong tersebut
dangkal dan bisa membersihkan diri, namun ketika kantong
tersebut dalam, terjadi akumulasi massa keratin dan bisa terinfeksi
(Dhingra. 2010).
3. Kolesteatoma
Bercak putih mutiara dari kolesteatoma dapat dihisap dari kantong
retraksi. Pembersihan telinga dan pemeriksaan di bawah
mikroskop, merupakan bagian penting dari pemeriksaan klinis dan
penilaian dari setiap jenis OMSK (Dhingra. 2010).

2.1.9. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan mikroskop
Dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan perforasi pada
membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral, atik dan
marginal. Pada tipe benigna / tubotimpani, perforasi selalu sentral
bisa ditemukan pada anterior, posterior atau inferior dari
manubrium malleus. Ukuran perforasi dapat kecil, sedang atau
besar dimana annulus masih ada. Bila perforasinya besar mukosa
telinga tengah dapat terlihat, ketika terjadi inflamasi terlihat merah
serta edema. Pada tipe maligna / atikoantral perforasi dapat
terletak di atik maupun di marginal (Dhingra. 2010).
2. Pemeriksaan audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
jenis tuli konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya jenis tuli
sensorineural, Penurunan tingkat pendengaran tergantung kondisi
membran timpani seperti letak perforasi, tulang-tulang
pendengaran dan mukosa telinga tengah (Dhingra. 2010, Chole &
Nason. 2009). Tuli konduktif dapat diperbaiki dengan melakukan
tindakan operasi, sedangkan tuli sensorineural yang permanen

Universitas Sumatera Utara


17

hanya dapat dibantu dengan menggunakan alat bantu dengar


(Elemraid et al. 2010).
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan informasi tambahan
untuk melengkapi pemeriksaan klinis. CT-scan dan MRI dari tulang
temporal dapat menggambarkan luasnya penyakit dan dapat
mengidentifikasi kolesteatoma pada pasien yang asimtomatik.
Meskipun CT-Scan dianggap standar emas pencitraan
kolesteatoma namun CT-Scan mempunyai kekurangan specificity
dalam membedakan kolesteatoma dengan jaringan granulasi atau
edema terutama ketika erosi tulang tidak ada (Chole & Nason.
2009).
4. Pemeriksaan kultur dan sensitifitas sekret telinga
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas sekret telinga dapat membantu
dalam pemilihan antibiotik untuk pengobatan OMSK (Dhingra.
2010).
Sekret telinga penting untuk menentukan bakteri penyebab OMSK
sehingga kita dapat menentukan penggunaan antibiotika yang tepat
dalam memberikan pengobatan otitis media supuratif kronis (Iqbal
et al. 2011, Kenna & Latz. 2006).

2.1.10. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan OMSK adalah untuk menyembuhkan
gejala dan meminimalkan risiko komplikasi penyakit. Pembedahan adalah
satu-satunya pengobatan yang efektif pada kolesteatoma. Granulasi dan
inflamasi mukosa sementara dapat diatasi dengan obat topikal dan aural
toilet untuk mengurangi otorea sambil menunggu operasi (Wright &
Valentine, 2008). Pasien dengan otore dari perforasi sentral dapat diobati
dulu dengan medikamentosa untuk mengontrol infeksi dan menghentikan
otore sebagai tujuan jangka pendek sedangkan tujuan jangka panjangnya

Universitas Sumatera Utara


18

adalah usaha menutup perforasi membran timpani dan memperbaiki


pendengaran secara operatif (Helmi. 2005).
1. Aural toilet dapat digunakan untuk membersihkan sekret dan debris
dari telinga, dapat menggunakan suction dibawah mikroskop, dan
telinga harus dikeringkan kembali setelah diirigasi (Dhingra. 2010).
2. Tetes telinga dapat diberikan yang mengandung neomycin,
polymyxin, cloromycetin atau gentamycin, dapat juga
dikombinasikan dengan steroid yang mana memiliki efek anti
inflamasi lokal, diberikan tiga sampai empat kali sehari. Antibiotika
sistemik juga dapat digunakan untuk OMSK yang mengalami
ekserbasi akut (Dhingra. 2010).
3. Operasi rekonstruksi dapat dilakukan segera setelah telinga kering,
miringoplasti dengan atau tanpa rekonstruksi tulang-tulang
pendengaran yang mana dapat memperbaiki pendengaran.
Penutupan dari perforasi dapat mencegah terjadinya infeksi yang
berasal dari telinga luar (Dhingra. 2010).
Secara umum, infeksi yang mengenai daerah atik dan antrum
biasanya terlalu dalam di telinga untuk dapat dicapai oleh antibiotika.
Kolesteatoma berpotensi mendestruksi tulang dan memungkinkan
penyebaran infeksi sehingga diperlukan tindakan operasi (Helmi. 2005).
Terdapat berbagai macam teknik operasi untuk menangani
kolesteatoma, yang secara umum dapat dibagi atas open cavity (canal
wall down) dan closed cavity (intact canal wall) mastoidectomy (Browning.
2008).
1. Canal wall down procedures
Prosedur ini membersihkan dan mengangkat semua kolesteatoma,
termasuk dinding posterior liang telinga, sehingga meninggalkan
kavum mastoid berhubungan langsung dengan liang telinga luar
(Helmi. 2005, Dhingra. 2010, Merchant, Rosowski & Shelton.
2009).

Universitas Sumatera Utara


19

2. Intact Canal Wall Procedures


Keuntungan intact canal wall mastoidectomy adalah anatomi
normal dinding posterior liang telinga dapat dipertahankan tanpa
perlu membuang dan merekonstruksi skutum.
Prosedur ini sering dilakukan pada kasus primary acquired
cholesteatoma bila kolesteatoma terdapat di atik dan antrum.
Dilakukan complete cortical mastoidectomy dan antrum mastoid
dapat dimasuki. Diseksi matriks kolesteatoma harus dilakukan
dengan hati-hati. Rekurensi dapat terjadi bila fragmen kecil dari
epitel berkeratinisasi tertinggal. Sering diperlukan “second look
operation” setelah 6-12 bulan kemudian disebabkan rekurensi
kolesteatoma (Browning. 2008, Chole & Nason. 2009).

2.1.11.Komplikasi
Komplikasi OMSK terbagi dua yaitu komplikasi intratemporal dan
intrakranial, yaitu (Dhingra. 2010)
1. Komplikasi intratemporal
a. Mastoiditis
b. Petrositis
c. Paralisis fasial
d. Labirinitis
2. Intrakranial
a. Abses ektradural
b. Abses subdural
c. Meningitis
d. Abses otak
e. Tromboflebitis sinus lateralis
f. Hidrosefalus otitis

Universitas Sumatera Utara


20

2.2. Bakteriologi dari OMSK


Bakteri yang terdapat pada telinga tengah berasal dari telinga
bagian luar akibat adanya defek pada membran timpani atau yang berasal
dari nasofaring. Mikroorganisme yang selalu ditemukan pada otitis media
akut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis dan Streptococcus group A. Dengan menggunakan
metode pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) diperoleh hasil
mikroorganisme yang sama pada otitis media efusi yang kronik (Chole &
Nason. 2009).
Bakteri yang terdapat pada otitis media kronik dan kolesteatoma
jelas berbeda dari yang ditemukan pada otitis media akut atau otitis media
efusi kronik. Pada sebahagian kasus OMSK dapat ditemukan baik bakteri
aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik yang paling banyak ditemukan
adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan basil Gram
negatif seperti Escherichia coli , Proteus sp., dan Klebsiella sp.
Pseudomonas aeruginosa berada pada daerah yang lembab dari telinga
tengah, sedangkan Staphylococcus aureus berada pada daerah hidung.
Bacteroides sp. dan Fusobacterium sp. adalah bakteri anaerob yang
sering ditemukan pada OMSK (Chole & Nason. 2009).
Yeo et al. melakukan studi retrospektif pada 1102 pasien dengan
OMSK di enam rumah sakit di Korea sejak Januari 2001 sampai
Desember 2005, hasilnya bakteri yang banyak ditemukan adalah
Pseudomonas diikuti oleh methicillin resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) (Yeo et al. 2007).
Penelitian studi retrospektif pada OMSK tipe atikoantral sejak
Agustus 2003 sampai Oktober 2009 dengan memperoleh data dari
medikal record, hasilnya mengisolasi Pseudomonas aeruginosa 32 %,
Proteus mirabilis 20%, Staphylococcus aureus 19% dari 223 kasus anak
yang berumur 1-14 tahun yang sensitif terhadap ceptazidime dan
vancomycin, kedua pilihan antibiotika tersebut merupakan terapi empiris
pada pengobatan OMSK pada saat ini (Madana et al. 2011).

Universitas Sumatera Utara


21

Nursiah di Medan (2000) mendapatkan jenis kuman aerob


terbanyak adalah Staphylococcus aureus (36,1), diikuti dengan
Escherichia coli (27,7%), Proteus sp (19,4%), Staphylococcus albus
(5,6%), Streptococcus viridan (5,6%), Klebsiella sp (2,8%) dan
Pseudomonas aeruginosa (2,8%).
Total pasien OMSK sebanyak 263 di rumah sakit Karachi sejak
Desember 2004 - Mei 2006 dengan total 267 sampel diperoleh
Pseudomonas aeruginosa 40% dan Staphylococcus aureus 30,9%,
dimana Pseudomonas aeruginosa sensitif terhadap amikacin, ceftazidime,
ciprofloxacin serta resisten terhadap ceptriaxone dan aztreonam (Mansoor
et al. 2009).
Total dari 230 pasien dimana telinga kanan yang terlibat 114,
telinga kiri 102 dan kedua telinga sebanyak 7 mendapatkan kuman yang
terbanyak adalah Staphylococcus aureus 74 (32,2%), Pseudomonas
aeruginosa 62 (26,9%), Klebsiella sp 24 (10,4%), Streptococcus
pneumoniae 14 (6,1%). Karena variasi dari iklim, masyarakat, populasi
pasien dan penggunaan antibiotika yang tidak sesuai menyebabkan
perubahan pola kuman pada OMSK. Maka sangatlah penting dan
membantu untuk mengidentifikasi mikroorganisme untuk pemberian
antibiotika yang tepat (Sharestha et al. 2011).
Dari 100 pasien yang dilakukan pemeriksaan, ditemukan bakteri
aerob 69% yaitu Pseudomonas aeuroginosa 45,5% diikuti dengan
Staphylococcus aureus 37,7%, Klebsiella 9,1%, Streptococcus ß
haemolytic dan Citrobacter masing-masing 2,9%, Proteus mirabilis dan
Escherichia coli masing-masing 1,3%, jamur 9%, campuran bakteri dan
jamur sebanyak 6% dan tidak ditemukan pertumbuhan bakteri ataupun
jamur 16%. Amikacin merupakan obat yang efektif pada OMSK diikuti oleh
ciprofloxacin, piperacillin / tazobactam dan ceftazidime (Kumar. 2011).
Handoko melakukan penelitian terhadap semua penderita OMSK
yang dilakukan operasi mastoidektomi di RS Dr. Saiful Anwar Malang
periode 1 sampai 31 januari 2007, dimana bakteri yang paling banyak

Universitas Sumatera Utara


22

terdapat Pseudomonas aeruginosa 30,43% , diikuti oleh Proteus mirabilis


13,04%, Staphylococcus aureus, Staphylococcus coagulase negatif, dan
Acinetobacter baumannii masing-masing 8,7%, Klebsiella oxytoca dan
Streptococcus sp masing-masing 4,35% (Handoko. 2007).
Dari 1.598 pasien OMSK yang datang berobat ke 6 rumah sakit di
Korea dari Januari 2001 sampai Desember 2008, dimana didapat
Pseudomonas aeruginosa sebanyak 395 (24,4%) sampel adalah yang
diuji kerentanannya terhadap 10 antibiotika (amikacin, gentamycin,
tobramycin, ceptazidime, cefepime, piperacillin, piperacillin / tazobactam,
imipenem, ciprofloxacin dan levofloxacin). Dari jumlah tersebut 183
(46,3%) yang rentan terhadap seluruh antibiotika, 62 (15,6%) resisten
terhadap 3 antibiotika dan 38 (9,6%) resisten terhadap 1 antibiotika (Lee
et al. 2012).
Yildirim melakukan penelitian untuk mengevaluasi korelasi antara
mikroba pada OMSK dan parameter iklim regional. Pada cuaca panas
bakteri enterik dapat meningkat secara signifikan pada kasus OMSK. Jadi
perubahan temperatur baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kolonisasi bakteri enterik pada OMSK. Patogen lain seperti
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus, Pneumococcus tidak
terpengaruh terhadap perubahan atmosfir (Yildirim et al. 2005).
Dari Sebanyak 204 dari hasil swab telinga didapat pertumbuhan
mikroba 186 (91,18%) dimana 118 (57,84%) menunjukkan pertumbuhan
hanya satu mikroba, 68 (33,33%) pertumbuhan lebih dari satu mikroba
sedangkan 18 (8,82%) tidak menunjukkan pertumbuhan kuman.
Kelompok aerob yang terbanyak methicillin sensitive Staphylococcus
aureus (MSSA) 93 (48.69%) diikuti oleh Pseudomonas aeruginosa 38
(19,89%). Kelompok anaerob, Clostridium sp 18(26,09%), sedangkan
jamur yaitu Aspergillus niger 18 (37,50%) (Mirza et al. 2008).

Universitas Sumatera Utara


23

2.3. Uji sensitifitas

Metode pengujian sensitifitas antimikroba digunakan untuk


mendeteksi resistensi antimikroba pada bakteri dimana uji sensitifitas
antimikroba dapat menjadi pedoman klinis yang berguna dalam memilih
pilihan terbaik pengobatan antibiotika dan juga dapat digunakan untuk
memantau munculnya dan penyebaran mikroorganisme resisten dalam
populasi ( Microbiology Modul. 2011).

Dalam uji sensitifitas antibiotik dapat digunakan metode antara lain


(Jawetz et al. 2004, James et al. 2009) :

1. Cara Tabung (Tube Dilution Method), membuat penipisan antibiotika


pada sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam
tabung-tabung tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa
dengan jumlah tertentu dan kemudian dieram. Dengan cara ini akan
diketahui konsentrasi terendah antibiotika yang menghambat
pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM)
atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).
2. Cara Cakram (Disc Method), menggunakan cakram kertas saring yang
mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang
diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan
diperiksa, kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona
hambatan pertumbuhan kuman disekeliling cakram antibiotika, maka
kuman yang diperiksa sensitif terhadap antibiotika tersebut, Cara ini
disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan adalah cara Kirby-
Bauer.
Beberapa instrumen Automatik system antara lain (James et al. 2009):
1. Micro Scan WalkAway (Siemens Healthcare Diagnostics)
2. Vitek 2 System
3. Sensititre ARIS 2X (Trek Diagnostic Systems)
4. BD Phoenik Automated Microbiology System (MD Diagnostics)

Universitas Sumatera Utara


24

Isolasi bakteri penyebab infeksi, dikenali berdasarkan sifat-sifat


bakteri menggunakan pewarnaan Gram, dan uji biokimiawi. Sedangkan uji
kepekaan (sensitivitas) antibiotik dilakukan berdasarkan metode Kirby dan
Bauer dengan membuat suspensi bakteri yang diuji dengan kepekatan
sesuai standar McFarland, suspensi diambil dengan kapas lidi, cairan dari
kapas diperas di dinding tabung, lalu kapas lidi dioleskan merata di
lempeng agar Mueller Hinton yang kering, cakram (disk) antibiotik
kemudian diletakkan di permukaan agar, lalu di inkubasi semalam pada
suhu 35–37°C, diameter zona hambatan di sekitar cakram (disk) antibiotik
diukur menggunakan kaliper menyilang titik tengah cakram (disk),
penafsiran (Interpretasi) kepekaan antibiotik dengan menggunakan
Standar NCCLS, masing-masing dikelompokkan ke dalam kategori peka
(sensitif = S) atau tahan (resisten = R) (Rostina. 2006).

Universitas Sumatera Utara


25

2.2.11 Kerangka Konsep

Kuman Anaerob Kuman Aerob Jamur

Infeksi

Otitis Media Supuratif Kronis

Tubotimpanal Atikoantral

Medikamento Pembedahan Pembedahan + Medikamentosa


sa

Universitas Sumatera Utara


26

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian bersifat deskriptif, dengan pendekatan secara case
report.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL FK USU / RSUP. H.
Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan mulai bulan September 2013 –
April 2014. Pemeriksaan kuman dan uji sensitifitas antibiotika dilakukan di
Departemen Mikrobiologi FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh penderita OMSK yang berobat ke
Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan selama
kurun waktu September 2013 – April 2014. Diagnosa OMSK ditegakkan
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan telinga dan pemeriksaan
penunjang.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
- Penderita OMSK baru / lama yang berusia >10 tahun
- Penderita OMSK baru / lama dengan sekret aktif
Kriteria eksklusi :
- Penderita yang tidak bersedia melanjutkan keterlibatannya dalam
penelitian.

26

Universitas Sumatera Utara


27

3.3.3 Besar sampel


Sampel pada penelitian ini adalah seluruh sampel yang diperoleh
sesuai .dengan periode penelitian dan memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Pendekatan pengambilan sampel penelitian adalah secara non
probability. Sampel diambil secara purposive, yaitu dari seluruh pasien
OMSK yang datang ke Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam
Malik Medan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Definisi Operasional


3.4.1 Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis pada
telinga tengah dengan adanya riwayat keluarnya sekret purulen
dari telinga tersebut melalui membran timpani yang mengalami
perforasi lebih dari 12 minggu, baik terus menerus atau hilang
timbul. Dapat disertai proses erosi pada tulang.
3.4.2 Umur adalah rentang waktu sejak penderita dilahirkan sampai
ulang tahun terakhir.
3.4.3 Jenis kelamin yaitu ciri biologis yang membedakan orang yang satu
dengan yang lain, terdiri dari laki-laki dan perempuan.
3.4.4 Jenis OMSK dapat dibagi atas :
a) Tipe benigna / tubotimpanal disebut juga tipe mukosa karena
proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga
tengah dan jarang menyebabkan komplikasi yang berbahaya.
b) Tipe maligna / atikoantral adalah OMSK yang mengandung
kolesteatoma dan sering menimbulkan komplikasi berbahaya.
Jenis ini berhubungan dengan perforasi marginal atau atik.
3.4.5 Keluhan utama adalah keadaan atau kondisi yang menyebabkan
penderita datang berobat.
a) Telinga berair
b) Penurunan pendengaran

Universitas Sumatera Utara


28

c) Telinga sakit
d) Telinga gatal
e) Telinga penuh
f) Sakit kepala
g) Keluhan lainnya
3.4.6 Telinga yang terlibat yang dibedakan atas telinga kanan, telinga kiri
atau keduanya.
3.4.7 Lama keluhan adalah waktu sejak pertama kali dirasakannya
keluhan sampai penderita datang untuk berobat
3.4.8 Pola kuman adalah jenis kuman yang terdapat pada pembiakan
sekret dari telinga tengah.
3.4.9. Uji sensitifitas adalah suatu usaha untuk membiakkan kuman yang
kemudian dibuat percobaan kepekaan terhadap beberapa
antibiotika dengan kategori S : sensitif dan R : resisten.

3.5. Alat dan Bahan Penelitian Pemeriksaan Kuman dan


Sensitifitas
3.5.1. Alat penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan dan peralatan sebagai
berikut:
a. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita
b. Formulir persetujuan ikut penelitian
c. Mikroskop merk Zeiss pembesaran 250x untuk melihat kavum
timpani dalam pengambilan sekret telinga
d. suction
e. Alkohol 70%, kapas lidi steril untuk desinfeksi
f. Corong telinga
g. Spuit 1cc, kateter pembuluh darah no. 18 untuk aspirasi sekret
telinga.
h. Wadah steril tempat sekret yang telah diaspirasi

Universitas Sumatera Utara


29

i. Alat untuk pemeriksaan kuman dan uji sensitifitas antibiotika


dengan Automatic Machine Vitex-2 Compact

3.5.2. Bahan Penelitian


Bahan / spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sekret yang berasal dari telinga tengah penderita OMSK yang diperoleh
dari pengambilan sekret dibawah mikroskop, kemudian bahan diperiksa di
Departemen Mikrobiologi FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

3.6 Prosedur Kerja Pemeriksaan Sekret dan Uji Sensitifitas


Pasien baru / lama yang datang berobat ke Departemen THT-KL
FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan anamnesa dan
pemeriksaan THT rutin maka diperolehlah penderita OMSK yang
memenuhi kriteria.
3.6.1. Pengambilan sekret telinga
a. Penderita OMSK yang memenuhi kriteria. Dilakukan pembersihan
liang telinga dengan melakukan penghisapan sekret diliang telinga
sampai bersih kemudian liang telinga dibersihkan kembali dengan
menggunakan kapas lidi steril yang diberi alkohol 70% yang
dilakukan dibawah mikroskop .
b. Dalam proses pengambilan sekret telinga digunakan juga corong
teling yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70%.
Corong digunakan untuk menghindari kontaminasi dari liang
telinga. Setelah sekret terkumpul ditelinga tengah, melalui perforasi
membran timpani dilakukan aspirasi menggunakan kateter
intravenous nomor 18 yang dihubungkan dengan spuit 1ml.
c. Sekret yang berada didalam spuit dimasukkan kedalam tabung
steril kemudian langsung ditutup untuk mencegah kontaminasi.
3.6.2. Pemeriksaan sekret telinga
a. Sekret yang telah diambil langsung diantar ke Departemen
Mikrobiologi FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan untuk

Universitas Sumatera Utara


30

dilakukan identifikasi bakteri dan uji sensitifitas antibiotika dengan


menggunakan Automatic Machine Vitex-2 Compact jika proses
inkubasi selesai dan bakteri dapat diidentifikasi maka hasil dapat
dicetak. Untuk uji sensitifitas tidak semua dilakukan pemeriksaan
tergantung atas jenis kuman dan bila pada satu golongan antibiotik
yang diujikan resisten maka ini sudah mewakili terhadap antibiotika
lain yang bergolongan sama.
b. Dapat dikombinasi dengan uji sensitifitas antibiotika dengan
metode difusi dari Kirby-Bauer bila tidak diperoleh hasil.
c. Pembacaan hasil dan interpretasi kuman dinyatakan sensitif,
intermediate, resisten.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Data pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari
hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pada penderita OMSK di
Departemen THT-KL FK-USU / RSUP H Adam Malik Medan serta data
pemeriksaan pola kuman aerob dan uji sensitifitas antibiotika di
Departemen Mikrobiologi FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data


Semua data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif. Data
akan disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui distribusi penderita
OMSK berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis OMSK, keluhan utama,
telinga yang terlibat, lama keluhan, pola kuman dan sensitifitas antibiotika.

3.9 Masalah Etika


Semua sampel akan diberikan penjelasan mengenai penelitian ini
dan diminta untuk menandatangani lembar persetujuan setelah
penjelasan (informed consent) bahwa segala informasi tentang penelitian
ini hanya ditujukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan THT-KL dan
tidak untuk kepentingan lainnya.

Universitas Sumatera Utara


31

3.10 Kerangka Kerja


Umur
Pasien Baru/Lama
Jenis Kelamin
Anamnesa Keluhan Utama
Telinga Yang Terlibat
Pemeriksaan THT Lama Keluhan

OMSK Bukan OMSK

Eksklusikan
- Berusia > 10 tahun - Penderita yang tidak
- Sekret aktif bersedia

Aspirasi Sekret Telinga Tengah

Kultur Kuman Aerob

Kultur (+) Kultur (-)

Mikroorganisme

Pengumpulan
Analisis Data
Uji Sensitifitas
Data
Antibiotika

Sensitifitas Antibiotika

Keterangan :

= Diperiksa

= Data yang dikumpulkan

kemudian dianalisis

= Menganalisis data

Universitas Sumatera Utara


32

3.11 Jadwal Penelitian


Kegiatan penelitian digambarkan melalui tabel berikut

Tabel 3.11.1 Jadwal Penelitian

Waktu
Jenis kegiatan Agt Sep Okt Mei
2013 2013 2013-April 2014 2014
1 Persiapan proposal

2 Persentasi Proposal

3 Pengumpulan,Peng
olahan data/
Pembuatan Laporan
4 Seminar hasil

Universitas Sumatera Utara


33

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Departemen THT-


KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode September 2013 – April
2014. Dari 25 penderita terkumpul 31 sampel yang berasal dari telinga
unilateral baik kanan ataupun kiri sebanyak 19 sedangkan bilateral
sebanyak 6 serta dijumpai 1 sampel dengan 2 jenis kuman yang berbeda.

4.1. Umur dan Jenis Kelamin Pasien OMSK


Jika dilihat menurut umur dan jenis kelamin, maka distribusi pasien
OMSK tersaji pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Distribusi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur


Kelompok Usia (tahun) Jumlah (n) %
11-20 6 24
21-30 7 28
31-40 6 24
41-50 3 12
> 50 3 12
Total 25 100

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien


OMSK berada pada usia cukup muda, yaitu kurang dari 40 tahun, dimana
kelompok usia terbanyak 21-30 tahun berjumlah 7 orang (28%),
Sedangkan kelompok usia terkecil yaitu kelompok umur 41-50 tahun dan
>50 tahun masing-masing sebanyak 12%.
Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin, hasilnya tersaji
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) %
Laki-laki 13 52
Perempuan 12 48
Total 25 100

33

Universitas Sumatera Utara


34

Dari sebanyak 25 penderita yang ikut dalam penelitian ini, sebagian


besar adalah pasien dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 52%, sementara
pasien OMSK dengan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 12
orang atau 48 % penderita.

4.2. Jenis OMSK


Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap jenis OMSK yang
diderita oleh masing-masing pasien. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis OMSK


Jenis OMSK Jumlah (n) %
Benigna 19 76
Maligna 6 24
Total 25 100

Dari Tabel 4.3. diperoleh data bahwa penderita OMSK yang


berobat Ke RSUP. Haji Adam Malik dengan OMSK benigna sebanyak 19
penderita (76%) sedangkan OMSK maligna sebanyak 6 penderita (24%).

4.3 Jenis Keluhan


Jika dilihat dari beberapa keluhan utama, maka distribusi keluhan
utama pada pasien OMSK tersaji pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Distribusi penderita OMSK berdasarkan keluhan utama


Keluhan Utama Jumlah (n) %
Telinga berair 18 72
Penurunan pendengaran 4 16
Telinga sakit 2 8
Sakit kepala 1 4

Telinga berair merupakan keluhan utama yang terbanyak


ditemukan pada seluruh subjek penelitian yaitu sebanyak 18 penderita
atau 72%, diikuti dengan penurunan pendengaran sebanyak 4 penderita
atau 16%, sedangkan penderita yang mengeluhkan telinga sakit sebanyak

Universitas Sumatera Utara


35

8%, sakit kepala merupakan keluhan utama yang memiliki persentasi


yang paling kecil yaitu 1 penderita atau 4%.

4.4. Telinga yang Terlibat


Untuk melihat telinga yang terlibat pada penderita OMSK,
distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Distribusi penderita OMSK berdasarkan telinga yang terlibat


Telinga yang terlibat Jumlah (n) %
Kiri saja 11 35,4
Kanan saja 8 25,8
Keduanya 6 19,4

Dari tabel diatas diperoleh sebanyak 19 (61,2%) adalah unilateral


yang mana telinga kanan sebanyak 8 penderita atau 25,8% dan telinga
kiri sebanyak 11 penderita atau 35,4% sedangkan pada kedua telinga
sebanyak 6 penderita atau 19,4%.

4.5. Lama Keluhan


Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan yang dialami
tersaji pada Tabel 4.6 berikut ini

Tabel 4.6. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan


Lama keluhan (thn) Jumlah (n) %
0-5 tahun 8 32
6-10 tahun 10 40
> 10 tahun 7 28

Umumnya pasien yang ditemukan pada penelitian ini telah


mengalami keluhan selama 6-10 tahun yaitu berjumlah 10 (40%), pasien
dengan lama keluhan 0-5 tahun sebanyak 8 (32%), sedangkan pasien
dengan lama keluhan >10 tahun sebanyak 7 (28%).

Universitas Sumatera Utara


36

4.6. Hasil Kultur dan Jenis Kuman


Jika dilihat menurut hasil kultur, dan jenis kuman penderita OMSK,
maka distribusinya tersaji pada Diagram 4.1. dan Tabel 4.7. berikut ini.

Diagram 4.1. Distribusi hasil kultur sekret penderita OMSK (dalam persen)

Keterangan:
12.9 : kultur positif
:kultur negatif
87,1

Dari Diagram 4.1. dapat dilihat bahwa dari 31 sampel sekret yang
berasal dari telinga tengah, sebanyak 27 sampel (87,1%) adalah kultur
positif, sedangkan kultur negatif terdapat pada sebanyak 4 sampel
(12,9%).
Sementara itu jika dilihat dari jenis kuman penyebab OMSK,
hasilnya tersaji pada tabel 4.7.

Tabel 4. 7. Distribusi jenis kuman penderita OMSK


Organisme Jumlah (n) %
Gram Negatif
Pseudomonas aeruginosa 7 25
Acinetobacter sp 5 17,86
Achromobacter denitrificans 4 14,29
Escherichia coli 3 10,71
Providencia stuartii 1 3,57
Proteus Vulgaris 1 3,57
Spingomonas paucamobili 1 3,57
Citrobacter freundii 1 3,57
Klebsiella pneumoni 1 3,57

Gram Positif
Staphylococus aureus 2 7,14
Staphylococus epidermis 1 3,57
Micrococcus luteus 1 3,57
Total 28 100

Universitas Sumatera Utara


37

Dari 27 telinga, 1 sampel dijumpai 2 jenis kuman yang berbeda


sehingga jumlah kuman seluruhnya adalah 28 kuman. Berdasarkan Tabel
4.8. dapat dilihat bahwa dari 28 kuman yang terbanyak ditemukan adalah
berjenis Gram negatif sebesar 24 (85,7%) yang terdiri dari Pseudomonas
aeruginosa sebanyak 7 (25%), Acinetobacter sp. 5 (17,86%) diikuti
Achromobacter denitrificans sebanyak 4 (14,29%), Esherichia coli
sebanyak 3 (10,71%) dan Providencia stuartii, Proteus Vulgaris,
Spingomonas paucamobili, Citrobacter freundi, Klebsiella pneumoni
masing-masing sebanyak 1 (3,57%). Sedangkan golongan Gram positif
berjumlah 4 (14,28%) terdiri dari Staphylococus aureus sebanyak 2
(7,14%), diikuti dengan Staphylococus epidermis, Micrococcus luteus
masing-masing sebanyak 1 (3,57%).

4.8. Jenis kelamin dan tipe OMSK pada penderita OMSK


Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin dan tipe OMSK
hasilnya tersaji pada Tabel 4.8.

Tabel 4. 8. Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin dan Tipe


OMSK
Jenis Tipe OMSK Total
Kelamin Benigna Maligna
N % N % N %
Laki-laki 10 52,63 3 50 13 52
Perempuan 9 47,37 3 50 12 48
Total 19 100 6 100 25 100

Dari semua penderita OMSK tipe benigna yaitu 10 (52,63%) adalah


berjenis kelamin laki-laki, sedangkan 9 (47,37%) berjenis kelamin
perempuan. Sementara pasien OMSK tipe maligna yang berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan adalah sama masing-masing 3 (50%).

Universitas Sumatera Utara


38

4.9. Lama Keluhan dan Jenis OMSK


Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap tipe OMSK yang
diderita oleh masing-masing pasien berdasarkan lama keluhannya dan
jenis OMSK. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan dan tipe
OMSK
Lama Tipe OMSK Total
Keluhan Benigna Maligna
(thn) N % N % N %
0-5 7 36,84 1 16,67 8 32
6-10 7 36,84 3 50 10 40
>10 5 26,32 2 33,33 7 28
Total 19 100 6 100 25 100

Umumnya penderita OMSK tipe benigna yang didapat pada


penelitian ini terbanyak dengan lama keluhan 0-5 tahun dan 6-10 tahun
sebesar 7 (36,84%). Sedangkan pada OMSK tipe maligna, lama keluhan
yang terbanyak adalah 6-10 tahun sebesar 3 (50%).

4.10. Jenis kuman dan tipe OMSK


Sementara itu jika dilihat jenis kuman penyebab OMSK baik tipe
benigna maupun tipe maligna, hasilnya tersaji pada tabel 4.10.

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 4.10. Distribusi jenis kuman penderita OMSK berdasarkan tipe


OMSK
Jenis Kuman Tipe OMSK
Benigna Maligna
N % N %
Gram Negatif
Pseudomonas aeruginosa 6 30 1 12,5
Acinetobacter sp 3 15 2 25
Achromobacter denitrificans 4 20
Escherichia coli 2 10 1 12,5
Providencia stuartii 1 12,5
Proteus Vulgaris 1 12,5
Spingomonas paucamobili 1 12,5
Citrobacter freundii 1 5
Klebsiella pneumoni 1 12,5

Gram Positif
Staphylococus aureus 2 10
Staphylococus epidermis 1 5
Micrococcus luteus 1 5
Total 20 100 8 100

Berdasarkan jenis kuman yang dijumpai terbanyak pada OMSK tipe


benigna adalah Pseudomonas aerogenosa yaitu 6 (30%). Sementara
pada OMSK maligna ditemukan kuman yang terbanyak adalah
Acinotobacter sp sebanyak 2 (25%).

Universitas Sumatera Utara


40

Tabel 4.8.
1 Distribusi persentase bakteri yang sensitifitas terhadap antimikroba yang diuji
NO Organisme Jlh AMK GEN AZC CAZ CTX CRO FEP AMO AMP IPM MEM SAM TZP CIP LVX VAN TGC CDC CZ ATM SXT LNZ ERM CFN TRI TRC CBC ERT
Nama antibiotika isolasi %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S %S
Gram negatif
1 P.aeruginosa 7 71,43 71,43 TDP 71,43 TDP 14,29 71,43 TDP 0 TDP 85,71 0 71,43 42,86 42,86 TDP 14,29 TDP 0 16,67 0 TDP TDP TDP 16,67 TDP TDP TDP
2 Acinetobacter sp 5 100 100 TDP 100 TDP 80 100 TDP 80 100 100 100 100 60 40 TDP 100 TDP 60 TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP
3 A. denitrifican 4 75 25 TDP 100 TDP 25 25 TDP 25 TDP 100 75 100 50 75 TDP 100 TDP 25 0 TDP TDP TDP TDP 100 TDP TDP TDP
4 E.COLI 3 100 100 TDP 100 100 100 100 0 0 TDP 100 0 100 33,33 33,33 TDP 100 TDP 66,67 100 0 TDP TDP TDP 0 TDP TDP 100
5 Kuman lain 5 80 80 TDP 80 66,67 80 80 0 20 TDP 100 40 60 60 80 TDP 60 TDP 20 TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP TDP 80
Gram positif
1 S. aureus 2 TDP 50 50 100 100 100 100 50 TDP 100 100 TDP 100 0 0 100 100 50 100 TDP TDP 100 50 100 TDP 50 50 100
2 Kuman lain 2 TDP 50 0 50 50 50 50 50 TDP TDP 50 TDP 50 0 50 100 100 50 50 TDP TDP 100 50 75 TDP 0 50 50

Keterangan : %S = Persentase sensitifitas kuman


0 = Nilai sensitifitasnya tidak ada (resisten/intermediate)
TDP= tidak dilakukan pemeriksaan

AMK= Amicasin AMO Amoxilin LVX = Levofloxacin ERM= Eritromicin


GEN = Gentamicin AMP= Ampicilin VAN= Vancomicin CFN = Cefalexcin
AZC = Azitromicin IPM= Imipenam TGC= Tigecylin TRI = Trimetropin
CAZ = Ceptazidime MEM= Meropenem CDC= Clindamicin TRC = Tetracillin
CTX = Cefotaxime SAM= Ampicillin/Sulbactam CZ = Cefazolin CBC = Carbanecilin
CRO = Ceftriaxon TZP= Piperacilin/Tazobactam ATM= Aztreonam SXT= Cotrimoxazol
FEP = Cefepime CIP = Ciprofloxacin LNZ = Linezolid ERT = Ertapenam

Universitas Sumatera Utara


41

Dari Tabel 4.11. didapatkan bahwa antibiotik yang memiliki


sensitifitas yang tinggi terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah
meropenem sebesar 85,71% diikuti oleh amikacin, gentamycin,
ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam masing–masing
sebesar 71,43% sedangkan golongan Quinolon seperti ciprofloxacin dan
levofloxacin memiliki sensitifitas yang rendah yaitu sebesar 42,86%.
Sedangkan antibiotik yang memiliki resistensi yang tinggi adalah
ampicillin, ampicillin/ sulbactam, cefazolin dan cotrimoxazol. Sedangkan
kuman Acinetobacter sp. memiliki sensitifitas 100% pada amicasin,
gentamicin, ceptazidime, cefepime, imipenam, meropenem, ampicillin/
sulbactam, piperacillin/tazobactam, tigecylin, kecuali levoflocacin,
cefazolin dan ciprofloxacin yang memiliki sensitifitas yang rendah sekitar
40-60%.
Achromobacter denitrificans sangat sensitif terhadap ceftazidime,
meropenem, piperacillin/ tazobactam, tigecyline dan trimetropine, diikuti
dengan amikacin, ampicillin/sulbactam dan levofloxacin masing-masing
sebesar 75%, sedangkan tingkat resisten Achromobacter denitrificans
tertinggi yaitu pada aztreonam.
Hampir seluruh antibiotik yang dilakukan uji sensitifitas terhadap
Escherichia coli memiliki sensitifitas yang tinggi seperti amikacin,
ceftazidime, ceftriaxon, cefepime, gentamycin, meropenem, piperacillin/
tazobactam, tigecycline, cefotaxime dan ertapenem yaitu sebesar 100%,
antibiotik lainnya berkisar antara 33,33%-66,67% yaitu ciprofloxacin dan
cefazolin.
Berdasarkan Tabel 4.11. didapatkan pula bahwa kuman Gram
negatif lain selain Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp,
Achromobacter denitrificans dan Escherichiae coli tingkat sensitifitasnya
paling tinggi yaitu dengan meropenem sebesar 100% sedangkan,
amikacin, ceftriaxone, ceftazidime, cefepime, gentamycin, levofloxacin dan
ertapenem yaitu masing-masing sebesar 80%. Sedangkan antibiotik yang
memiliki resisten yang tinggi adalah amoxicillin.

Universitas Sumatera Utara


42

Kelompok bakteri Gram positif yang terbanyak adalah


Staphylococus aureus dengan tingkat sensitifitas yang tinggi pada hampir
keseluruhan antibiotik yang dilakukan uji sensitifitas. Sedangkan pada
bakteri Gram positif lainnya tingkat sensitifitasnya paling tinggi yaitu
dengan vancomycin, tigecyline, linezolid masing-masing sebesar 100%.
Sedangkan pada ceftazidime dan meropenem masing-masing sebesar
50%. Tingkat resisten yang tinggi antara lain pada azitromycin,
ciprofloxacin dan tetracycline.

Universitas Sumatera Utara


43

BAB 5
PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan kepada penderita OMSK di RSUP. Haji


Adam Malik Medan sejak September 2013 – April 2014 dimana diperoleh
sebanyak 25 penderita OMSK dengan jumlah sekret yang diperoleh
sebanyak 31 yang mana 1 sampel tumbuh 2 jenis kuman yang berbeda.
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa sebagian besar yaitu 76%
penderita OMSK berada pada usia cukup muda, yaitu kurang dari 40
tahun, kelompok usia 21-30 tahun berjumlah 7 orang atau 28%, disusul
oleh kelompok umur 11-20 tahun dan 31-40 tahun masing-masing
sebanyak 24%. Hasil serupa juga diperoleh oleh Memon et al. (2008)
dimana dari 390 pasien OMSK di RSU di Pakistan dari Januari 2004 - Juni
2006 yang berumur 6 bulan - 70 tahun, umur terbanyak adalah 21-30
tahun yaitu sebanyak 105 (23,08%) dan terendah pada umur > 50 tahun.
OMSK merupakan penyakit pada dewasa muda dan sekitar 50% pasien
bekisar umur 11-30 tahun.
Pada penelitian Nora (2011), dijumpai bahwa dari 208 penderita
OMSK yang berobat ke RSUP. Haji Adam Malik medan dari Januari -
Desember 2008, kelompok umur terbanyak adalah 11-20 tahun dan 21-30
tahun yaitu masing-masing sebanyak 20,68%, diikuti kelompok umur 1-10
tahun sebanyak 19,23%. Pada penelitian oleh Srivastava (2010) diperoleh
informasi bahwa kelompok usia terbanyak penderita OMSK tipe bahaya
adalah 11-20 tahun dan 21-30 tahun sebanyak 25 (22,7%). Berbeda
dengan penelitian Arvind et al. (2014), dimana diperoleh usia < 10 tahun
sebanyak 39%, usia 11-20 tahun sebanyak 27% dan 21-30 tahun
sebanyak 15%.
Perbedaan kelompok umur pada negara-negara maju dapat
bergantung dari kepadatan penduduk, malnutrisi dan rendahnya tingkat
kebersihan dibandingkan negara-negara berkembang (Baig et al. 2011).
Memon et al. (2008) didalam penelitiannya menyebutkan bahwa OMSK

43

Universitas Sumatera Utara


44

adalah penyakit yang terjadi pada dewasa muda yang mana tingkat
kebersihan yang rendah, malnutrisi dan kepadatan penduduk merupakan
penyebab utama dari penyebaran penyakit OMSK.
Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak yaitu dimulai dari
awal kehidupan tetapi penyakit ini lebih sering kita jumpai pada orang
dewasa. Hal ini disebabkan karena manusia biasanya cenderung untuk
menyesuaikan diri dengan penyakitnya dengan mentoleransi keluhan
yang dialaminya hingga menyebabkan penyakitnya bertambah jelek, tidak
hanya fasilitas pelayanan kesehatan dan perekonomian yang kurang
tetapi juga dikarenakan penderita tidak dapat menerima pelayanan
kesehatan (Adoga et al. 2010).
Pada penelitian ini dijumpai penderita OMSK yang berjenis kelamin
laki-laki lebih banyak ditemukan yaitu sebanyak 13 orang atau 52%,
dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12
orang atau 48%. Pada penelitian Shyamala & Sreenivasulu (2012)
disebutkan bahwa laki-laki sebanyak 57% lebih sering menderita OMSK
dari pada perempuan sebanyak 43%. Begitu juga Kelly G (2008) dalam
British National Study menyatakan bahwa OMSK pada orang dewasa
dimana laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Menurut Chole & Nason (2009) yang mengumpulkan beberapa
penelitian, laki-laki lebih dominan menderita OMSK, namun tidak ada
penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara OMSK dengan
jenis kelamin. Arvid et al. (2014) menyimpulkan bahwa dari 200 pasien
didapatkan laki-laki sebanyak 104 (52%) pasien dan perempuan 96
(48%). Penelitian ini berbeda dengan Prakashet al. (2013) yang
memperoleh lebih sedikit laki-laki dibanding perempuan yaitu perempuan
sebanyak 53,92% dan laki-laki 46,08% yang menderita OMSK.
Diperoleh data dari penelitian ini bahwa penderita OMSK yang
berobat Ke RSUP. Haji Adam Malik dengan tipe benigna sebanyak 19
penderita atau 76% sedangkan tipe maligna sebanyak 6 penderita atau
24%. Penelitian ini hampir sama dengan Adhikari et al. (2009) di Nepal

Universitas Sumatera Utara


45

dimana diperoleh OMSK benigna sebanyak 76% dan OMSK maligna


sebanyak 24%, atau penelitian Adoga (2010) dimana ditemukan OMSK
tipe benigna sebanyak 97,3% dan OMSK tipe maligna sebanyak 2,7%.
Sesuai penelitian Aquino (2011) bahwa Insiden OMSK maligna
sekitar 0,5%-30% dari seluruh masyarakat dunia yang menderita penyakit
OMSK atau sebanyak 5 juta orang dari 20 juta orang yang menderita
OMSK. Faktor utama yang berkontribusi terhadap perkembangan dan
frekwensi kolesteatoma adalah geografis, genetika, jenis kelamin, usia,
lingkungan, status sosial dan ekonomi, kesehatan, kesalahan penggunaan
antibiotika dan lain-lain.
Telinga berair merupakan keluhan utama yang terbanyak
ditemukan pada seluruh subjek penelitian yaitu sebanyak 18 penderita
atau 72% diikuti dengan penurunan pendengaran pada sebanyak 4
penderita atau 16%. Hasil ini sama dengan penelitian Madana et al.
(2011) yang memperoleh keluhan utama adalah telinga berair sebanyak
223 penderita atau 100%, penurunan pendengaran 191 penderita atau
86%. Begitu juga dengan penelitan Nora (2011) di Medan dimana
diperoleh keluhan penderita OMSK yang terbanyak adalah telinga berair
yaitu 70,19%, diikuti dengan penurunan pendengaran sebanyak 10,58%.
Siregar (2013) menemukan bahwa dari 119 penderita OMSK tipe
bahaya yang datang ke RSUP. Haji Adam Malik Medan tahun 2006 –
2010, didapatkan 73 penderita yang mengeluhkan telinga berair atau
61,3%, diikuti dengan penurunan pendengaran pada sebanyak 32
penderita atau 26,89%.
Gejala penyakit OMSK seperti telinga berair, penurunan
pendengaran, nyeri telinga, hidung tersumbat, telinga berdenging dan
vertigo yang menyebabkan pasien mencari pengobatan. Diantara gejala
tersebut yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah telinga berair
dan penurunan pendengaran (Chole & Nason. 2009).
Pada penelitian ini dijumpai telinga yang terbanyak terlibat adalah
unilateral yaitu sebanyak 19 penderita atau 61,2% yang mana telinga

Universitas Sumatera Utara


46

kanan sebanyak 8 (25,8%) dan telinga kiri sebanyak 11 (35,4%)


sedangkan pada kedua telinga sebanyak 6 (19,4%). Hal ini sedikit
berbeda dengan yang diperoleh Shrestha et al. (2011), dimana dari 230
penderita OMSK, dijumpai telinga yang paling banyak terlibat yaitu telinga
kanan (49,6%) sementara telinga kiri 44,3%, sedangkan kedua telinga
sebanyak 6,1%. Begitu juga dengan Shyamala and Sreenivasulu (2012)
yang memperoleh telinga kanan yang terbanyak terlibat yaitu sebanyak 62
%, telinga kiri sebanyak 33% dan kedua telinga sebanyak 5%. Penelitian
Yousuf et al. (2011) menunjukkan bahwa dari 100 penderita OMSK
dengan kolesteatoma kebanyakan telinga yang terlibat hanya pada salah
satu sisi.
Umumnya pasien yang ditemukan pada penelitian ini telah
mengalami keluhan selama 6-10 tahun yaitu berjumlah 10 penderita atau
40%, pasien dengan lama keluhan 0-5 tahun sebanyak 8 (32%),
sedangkan pasien dengan keluhan >10 tahun sebanyak 7 (28%). Pada
penelitian Ceylan (2009) diperoleh penderita yang mengalami keluhan >
10 tahun adalah yang terbanyak yaitu 42,9%, yang mengalami keluhan 5-
10 tahun 35,6% dan yang mengalami keluhan <5 tahun sebanyak 21,55%.
Penelitian yang dilakukan oleh Aquino (2011) diperoleh informasi
bahwa lama keluhan penderita terbanyak pada periode 6-15 tahun yaitu
sebesar 30% dimana penderita mengalami keluhan penyakitnya bertahun-
tahun tanpa pengobatan yang tepat kemungkinan disebabkan penderita
tidak merasa terganggu terhadap gejala yang dialaminya, serta penyakit
ini tidak begitu dimengerti oleh dokter anak maupun dokter umum. Hal ini
sejalan dengan penelitian Srivastava (2010) dan Kasliwal (2004) yang
menyatakan bahwa lamanya keluhan yang dialami penderita dikarenakan
penderita mengabaikan penyakit yang terjadi pada telinganya oleh karena
kemiskinan, minimnya pengetahuan, dan kurangnya fasilitas kesehatan.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa dari 31 sampel sekret yang
berasal dari telinga tengah diperoleh kultur yang positif sebanyak 87,1%
sedangkan kultur negatif sebanyak 12,9%.

Universitas Sumatera Utara


47

Srivastava (2010) mendapatkan dari 112 sampel maka kultur yang


tidak tumbuh sebanyak 19,7% sedangkan yang tumbuh sebanyak 80,3%.
Govind (2012) menyatakan bahwa dari 100 sampel, didapatkan kultur
positif berjumlah 89%, sedangkan kultur negatif berjumlah 11%. Tingginya
angka kultur yang negatif dapat disebabkan karena penderita datang
kerumah sakit setelah sebelumnya berobat ke dokter lain dan mereka
memberikan banyak obat atau penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Selain itu, faktor antara lain, bakteri adalah anaerob, telah menggunakan
antibiotik sebelumnya, adanya enzym antimikroba seperti lysozyme atau
kombinasi dengan immunoglobulin yang dapat menekan pertumbuhan
bakteri.
Pada penelitian ini dijumpai bahwa kelompok kuman Gram
negatif yang terbanyak ditemukan adalah Pseudomonas aeruginosa
sebesar 25%, Acinetobacter sp. 17,86%, Achromobacter denitrificans
14,29%, E. Coli 10,71%, sedangkan kuman yang lain masing-masing
sebesar 3,57%. Sedangkan pada kelompok kuman Gram positif dijumpai
sebanyak 14,28% dimana Staphylococus aureus merupakan kuman
Gram positif yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 7,14%
sedangkan Staphylococus epidermis dan Micrococcus luteus masing-
masing sebesar 3,57%.
Pada penelitian Sulabh et al. (2013) disebutkan bahwa P.
aeruginosa merupakan penyebab utama dari penyakit OMSK pada daerah
tropis, begitu juga pada saluran nafas atas yang merupakan habitatnya,
dimana kehadirannya di telinga tengah tidak hanya berasal dari tuba
Eustachius. Kemungkinan dari banyaknya P. aeruginosa ini dapat juga
disebabkan faktor geografis dan perubahan iklim sehingga dapat
menghasilkan variasi mikroorganisme.
Hal ini hampir sama dengan penelitian Iqbal (2011) yang
mendapatkan kelompok Gram negatif yang terbanyak yaitu 62,3% yang
terdiri dari Pseudomonas aeruginosa sebanyak 45,9%, Proteus sp. 8%,
Acinetobacter 2,8%, sedangkan Gram positif diperoleh sebanyak 28,3%

Universitas Sumatera Utara


48

yang terdiri dari Staphylococus aureus sebanyak 20,6%, MRSA sebanyak


5,7%. Begitu juga dengan penelitian Moorthy (2013) dimana diperoleh
Pseudomonas aeruginosa yang dominan yaitu sebanyak 33 (54%) diikuti
dengan Staphylococus aureus sebanyak 7 (11,3%).
Srivastava et al. (2010) menemukan kelompok Gram negatif yang
terbanyak adalah Pseudomonas sp. sebanyak 45,5%, diikuti oleh Proteus
7,5%, E. Coli dan Kleibsella masing-masing sebanyak 3,7%,
Acinetobacter dan Citrobacter masing-masing sebanyak 1,9%, sedangkan
kelompok Gram positif yang terbanyak adalah Staphylococus aureus
sebanyak 29,2%, Coagulase negative Staphylococci sebanyak 6,6%.
Baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif mungkin saja dapat
menginfeksi telinga tengah. Pada umumnya bakteri batang Gram negatif
seperti Pseudomonas lebih banyak ditemukan daripada bakteri Gram
positif pada OMSK. Disebabkan Pseudomonas lebih dapat bertahan hidup
daripada patogen lainnya yang mana dia hanya membutuhkan makanan
yang minimal dan menghasilkan pyocyanin dan bakteriosin yang
merupakan kemampuannya untuk mengadakan lokal infeksi berupa
aktifitas nekrotik oleh enzim ekstraseluler, yang memiliki karakteristik
berupa, rusaknya epitelium, terputusnya sirkulasi dan hilangnya
perlindungan terhadap jaringan devitalisasi organisme dari mekanisme
pertahanan normal (Govind. 2012).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ahmad (2013) yang
memperoleh Staphylococus aureus (MSSA) sebagai yang terbanyak
ditemukan yaitu 45,1% diikuti dengan Pseudomonas aeruginosa sebanyak
19,5%. Begitu juga dengan penelitian Singh et al. (2013) dimana diperoleh
Staphylococus aureus sebanyak 36%, Proteus sp. sebanyak 32% dan
Pseudomonas aeruginosa sebanyak 24%.
Acinetobacter merupakan patogen nosokomial yang banyak
ditemukan dirumah sakit. Terjangkitnya rumah sakit dipengaruhi juga oleh
variasi geografis dimana beberapa organisme ini dapat menjadi endemik.
Secara umum perubahan infeksi nosokomial ini terjadi akibat pencemaran

Universitas Sumatera Utara


49

lingkungan. Acinetobacter dapat tumbuh dengan mudah pada berbagai


temperatur dan pH sehingga memudahkannya untuk tumbuh dilingkungan
rumah sakit (Abbo et al. 2005).
Achromobacter ada kalanya dapat ditemukan pada saluran
gastrointestinal dan juga pada liang telinga, tetapi hal ini belumlah jelas
apakah Achromobacter merupakan komponen yang selalu ditemukan
pada flora endogenus manusia, sedangkan habitat Achromobacter
diketahui berhubungan dengan lingkungan seperti air bersih, cairan
intravenous dan kandungan air pelembab udara (Dugganet al. 1996).
Pada penelitian ini dilakukan juga tabulasi silang antara jenis
kelamin dengan tipe OMSK terlihat bahwa dari semua penderita OMSK
tipe benigna yaitu 10 (52,63%) adalah berjenis kelamin laki-laki,
sedangkan 9 (47,37%) berjenis kelamin perempuan. Sementara
penderita OMSK tipe maligna yang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama masing-masing 3 (50%).
Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Nora 2011 yang
memperoleh penderita OMSK jenis tubotimpanal yang terbanyak adalah
berjenis kelamin perempuan sebesar 81 (50,31%) sementara jenis
kelamin laki-laki sebesar 80 (49,69%). Sementara penderita OMSK jenis
atikoantral yang terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebesar 26
(55,32%) sedangkan jenis kelamin perempuan sebesar 21 (44,68%).
Menurut penelitian Ibekwe & Nwaorgu (2011) bahwa tidak ada
perbedaan jenis kelamin terhadap penderita OMSK.
Dari tabulasi silang antara lama keluhan yang dialami penderita
OMSK dengan tipe OMSK maka diperoleh penderita OMSK tipe benigna
yang terbanyak dengan lama keluhan 0-5 tahun dan 6-10 tahun sebesar 7
(36,84%). Sedangkan pada OMSK tipe maligna, lama keluhan yang
terbanyak adalah 6-10 tahun sebesar 3 (50%).
Ibekwe & Nwaorgu (2011) di Nigeria menyatakan bahwa penyakit
OMSK dapat mengenai semua kelompok umur, namun lebih banyak

Universitas Sumatera Utara


50

ditemukan pada orang dewasa. Penelitian Arvind (2014) menemukan


penderita OMSK terbanyak pada usia < 10 tahun sebesar 78 (39%).
Aquino et al (2011) menyatakan usia penderita pada saat
ditegakkan diagnosa OMSK tipe maligna sifatnya masih kontroversial
disebabkan karena keadaan sosial ekonomi penderita OMSK yang
umumnya rendah. Onset simtom pada kebanyakan penderita adalah
sebelum usia 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masa kecil sangat
penting pada penyakit ini.
Berdasarkan jenis kuman dengan tipe OMSK maka diperoleh data
bahwa yang dijumpai terbanyak pada OMSK tipe benigna adalah
Pseudomonas aerogenosa yaitu 6 (30%). Sementara pada OMSK
maligna ditemukan kuman yang terbanyak adalah Acinotobacter sp
sebanyak 2 (25%).
Hal ini sama dengan yang diperoleh Srivastava et al (2010) didalam
penelitiannya menemukan Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman
yang terbanyak pada OMSK tipe benigna yaitu sebesar 30 (28,3%).
Berbeda dengan penelitian Siregar 2013 pada penderita OMSK tipe
bahaya dimana diperoleh bahwa Pseudomonas aeruginosa terbanyak
ditemukan yaitu sebesar 25 (21,01%), diikuti dengan Proteus sp dan
Citrobacter sp masing-masing sebesar 9 (7,56%).
Pada penelitian Handoko 2007 terhadap semua penderita OMSK
maligna yang dilakukan operasi mastoidektomi radikal di RS Dr. Saiful
Anwar Malang periode 1 sampai 31 januari 2007 memperlihatkan bahwa
bakteri yang ditemukan terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa
30,43%, diikuti oleh Proteus mirabilis 13,04%, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus coagulase negatif, dan Acinetobacter baumannii masing-
masing 8,7%, Klebsiella oxytoca dan Streptococcus sp masing-masing
4,35%.
Berbeda pada penelitian ini dimana diperoleh Acinetobacter yang
terbanyak pada OMSK tipe maligna, hal ini bisa saja terjadi karena
Acinetobacter dapat hidup pada flora normal tubuh.

Universitas Sumatera Utara


51

Acinetobacter lwoffii adalah kuman aerobik gram negatif yang


merupakan flora normal pada orofaring dan kulit yaitu sekitar 25% pada
individu. Yang memiliki sifat patogen oportunistik potensial pada pasien
dengan sistem kekebalan yang terganggu, dan telah diidentifikasi sebagai
penyebab infeksi nosokomial seperti septikemia, pneumonia, meningitis,
infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan luka (Regalado et al. 2009).
Ku SC et al (2000) pada penelitian studi retrospektif dilakukan
untuk menganalisis gambaran klinis dan peran patogen bakteremia yang
disebabkan oleh Acinetobacter lwoffii selama periode 4 tahun. Dimana
Acinetobacter lwoffii diakui sebagai flora normal pada kulit, orofaring dan
perineum dari individu sehat, dimana meningkat pada penderita yang
mengalami penurunan daya tahan tubuh.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa Pseudomonas aeruginosa
sensitif terhadap meropenem yaitu berkisar 85,71% diikuti dengan
amikacin, gentamycin, ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam
masing–masing sebesar 71,43%. Pada golongan Quinolon seperti
ciprofloxacin dan levofloxacin memiliki sensitifitas yang rendah yaitu
sebesar 42,86%. Sedangkan pada penelitian Yeo et al. (2007) diperoleh
bahwa Pseudomonas lebih sering ditemukan pada pasien dikarenakan
Pseudomonas dapat tumbuh dengan baik tanpa ada makanan khusus dan
dapat berkembang biak pada suhu kamar dan memiliki tingkat resistensi
yang tinggi terhadap antibiotik, hal ini membuat semakin sulit dalam
pemberian terapi. Ditambah lagi tingkat sensitifitas antibiotika berbeda tiap
individu, sehingga sangatlah penting membuat pemeriksaan kultur dan
sensitifitas setiap individu untuk penggunaan antibiotika. Penurunan
tingkat sensitifitas antibiotika terhadap pseudomonas khususnya golongan
quinolone yang mana diketahui sensitifitasnya masih tinggi pada
penelitian lain sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa cepatnya
antibiotika resisten terhadap kuman Pseudomonas.
Penelitian Madana et al. (2011) menemukan bahwa Pseudomonas
aeruginosa memiliki sensitifitas sebesar 100% terhadap ceftazidime,

Universitas Sumatera Utara


52

ciprofloxacin sebesar 92%, aminoglycosides seperti amikacin dan


gentamycin masing-masing sebesar 88% dan 78%, sedangkan
meropenem sebesar 21%. Sedangkan pada penelitian Kristo (2011)
diperoleh tingkat resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap
amoxicillin, amoxicillin-clavulanate, cefaleksin, cefuroksim sebesar 100%,
sedangkan ceftazidime dan ciprofloxacin memiliki tingkat sensitifitas
sebesar 100%.
Prayaga et al. (2013) didalam penelitiannya memperoleh
Pseudomonas aeruginosa memiliki sensitifitas yang tinggi pada imipenam
sebesar 94%, ciprofloxacin 85%, ceftazidime 82% dan levofloxacin
sebesar 70%. Sedangkan tingkat resistensi tertinggi yaitu pada cefepime
sebesar 66%, piperacillin/ tazobactam 64%, cefoperazone 64%, amikacin
55%, dan gentamycin 52%. Terjadinya resistensi ini dipercaya disebabkan
adanya infeksi biofilms.
Pada penelitian ini diperoleh bahwa Acinetobacter sp. memiliki
sensitifitas yang tinggi sebesar 100% terhadap amikacin, ampicillin/
sulbactam, ceftazidime, cefepime, gentamycin, meropenem, piperacillin/
tazobactam, tigecycline dan imipenam. Sedangkan pada Achromobacter
denitrificans juga memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu pada ceftazidime,
meropenem, piperacillin/ tazobactam, tigecycline dan trimetropine, diikuti
dengan amikacin, ampicillin/ sulbactam dan levofloxacin masing-masing
sebesar 75%.
Hal ini berbeda dengan penelitian Maragakis & Pearl (2008)
dimana disebutkan bahwa telah terjadi multidrug resisten terhadap
Acinetobacter dibandingkan dengan kuman batang Gram negatif lainnya.
Tingginya angka resistensi pada Acinetobacter telah banyak dibicarakan
dimana resistensinya telah meningkat sejak 10 tahun yang lalu. Infeksi
Acinetobacter dihubungkan dengan infeksi awal yang berasal dari rumah
sakit.

Universitas Sumatera Utara


53

Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa vancomycin, tigecycline


dan linezolid memiliki sensitifitas sebesar 100% pada kuman Gram positif.
Sedangkan ceptazidime dan meropenem sebesar 75%.
Pada penelitian Sulabh et al. (2013) diperoleh bahwa P. aeruginosa
sensitif terhadap tazobactam/ piperacillin 100%, imipenem 92%, dan
levofloxacin memiliki sensitifitas 88,7%. P. aeruginosa resisten terhadap
quinolon mungkin disebabkan penggunaan yang tidak tepat, dosis yang
salah, sehingga keadaan ini memudahkan timbulnya resistensi terhadap
quinolon Sedangkan S. Aureus sensitif juga terhadap tazobactam/
piperacillin 100%, levofloxacin 72,2% dan amikacin 52%.
Pada penelitian Bai et al. (2013) diperoleh kelompok Gram negatif
yang terbanyak adalah P. auruginosa dimana ceftazidime, amikacin,
gentamycin dan co-trimoxazol merupakan kelompok antibiotik yang
sensitif, sedangkan S. Aureus sensitif terhadap ceftazidime, erytromicin,
amikacin dan gentamycin. Moorthy et al. (2013) diperoleh bahwa
cifrofloxacin memiliki sensitifitas yang tinggi baik bakteri Gram positif
maupun Gram negatif, sedangkan cefotaxime rata-rata resisten terhadap
Gram positif maupun Gram negatif.
Pola resistensi dari mikroorganisme biasanya dapat berubah. Pada
umumnya penggunaan rutin antibiotika topikal pada beberapa kasus
OMSK yang menggunakan terapi empiris harus ditinjau kembali dalam
penggunaannya serta menggunakan antibiotika haruslah sesuai dengan
uji kepekaannya berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah
direkomedasikan. Pasien juga diberikan nasehat tentang penggunaan
antibiotika harus sesuai waktu yang telah ditentukan jangan berhenti
ditengah. Hal ini tidak hanya membantu untuk menurunkan komplikasi,
tetapi juga dapat membantu mencegah timbulnya resistensi (Prakashet al.
2013).
Pemilihan antibiotik dipengaruhi oleh kemanjurannya, resistensi
terhadap bakteri, keamanannya, toksisitas dan biaya. Pengetahuan
mengenai pola mikroorganisme dan sensitifitasnya terhadap antibiotik

Universitas Sumatera Utara


54

adalah penting untuk penghematan biaya dan efektifitas pengobatan.


Hasil pemeriksaan kultur dari bakteri yang diperoleh dapat berubah-ubah
tergantung pada iklim, populasi pasien, dan penggunaan antibiotik yang
baru-baru ini digunakan (Ahmad. 2013).
Munculnya resistensi antimikroba semakin meningkat. Hal ini
berkaitan dengan penggunaan antimikroba yang tidak tepat dan aturan
penggunaan yang tidak sesuai yang merupakan juga tanggung jawab
pasien, ketika gejala berkurang banyak pasien menghentikan penggunaan
antibiotika sebelum menyelesaikan terapi yang telah ditentukan hal ini
membuat kuman menjadi resisten. Pasien harus diberikan pengetahuan
untuk tidak melakukan hal tersebut. Evaluasi secara kontinyu dan priodik
terhadap pola kuman dan sensitifitas antibiotika sangatlah penting untuk
menurunkan resiko penyakit dari awal perawatan (Prakash. 2013).
Pola kuman dan sensitifitas terhadap antibiotik berubah dari waktu
ke waktu hal ini berkaitan dengan iklim, penggunaan antibiotik, dan faktor
geografis. Maka secara berkala monitoring terhadap pola kuman pada
kasus OMSK perlu dibuat sebagai protokol terapi empirik (Arvindet al.
2014).
Meskipun memberikan gambaran awal mengenai pola kuman pada
kasus-kasus OMSK, keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah
sampel yang diperoleh sangatlah terbatas dibandingkan pada penelitian-
penelitian lain. Dikarenakan dalam proses pengambilan sampel, sekret
yang diambil haruslah aktif, tidak ada hambatan diliang telinga seperti
granulasi, stenosis liang telinga, serta perforasi di membran timpani cukup
besar agar pada saat pengambilan sampel tepat di kavum timpani.
Pada penelitian ini diperoleh hasil meropenem, amikacin,
gentamycin, ceftazidime, cefepime dan piperacillin/ tazobactam memiliki
sensitifitas yang tinggi pada kasus OMSK yang dijumpai di RSUP. Haji
Adam Malik Medan. Penemuan ini dapat digunakan sebagai penuntun
terapi untuk pengobatan OMSK.

Universitas Sumatera Utara


55

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Hasil penelitian terhadap 25 penderita OMSK menunjukkan bahwa
distribusi penderita OMSK berdasarkan usia terbanyak pada
kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 7 (28%) penderita.
6.1.2 Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin yang paling
sering ditemukan adalah laki-laki yaitu sebanyak 13 orang (52%)
penderita. Pada OMSK tipe benigna laki-laki ditemukan yang
terbanyak yaitu 10 (52,63%). Sementara pasien OMSK tipe
maligna baik laki-laki dan perempuan adalah sama masing-masing
3 (50%).
6.1.3 Distribusi penderita OMSK berdasarkan keluhan utama penderita
yang utama adalah telinga berair sebanyak 18 (72%).
6.1.4 Distribusi penderita OMSK berdasarkan telinga yang terlibat yang
terbanyak adalah telinga kiri saja sebanyak 11 (35,4%) penderita.
6.1.5 Distribusi penderita OMSK berdasarkan lama keluhan Umumnya
pasien yang ditemukan pada penelitian ini telah mengalami keluhan
selama 6-10 tahun yang terbanyak yaitu berjumlah 10 (40%),
berdasarkan lama keluhan pada OMSK tipe benigna yang
terbanyak yaitu dengan lama keluhan 0-5 tahun dan 6-10 tahun
sebesar 7 (36,84%). Sedangkan pada OMSK tipe maligna, lama
keluhan yang terbanyak adalah 6-10 tahun sebesar 3 (50%).
6.1.6 Distribusi penderita OMSK berdasarkan hasil kultur sekret telinga
tengah yang terbanyak adalah kultur positif sebanyak 27 (87,1%).
6.1.7 Distribusi penderita OMSK berdasarkan jenis kuman yang
terbanyak berasal dari Gram negatif yaitu Pseudomonas
aeruginosa sebanyak 7 (25%) dari total keseluruhan kuman yang
tumbuh. Berdasarkan jenis kuman yang dijumpai pada OMSK tipe
benigna yang terbanyak adalah Pseudomonas aerogenosa yaitu 6

55

Universitas Sumatera Utara


56

(30%). Sementara pada OMSK maligna ditemukan kuman yang


terbanyak adalah Acinotobacter sp sebanyak 2 (25%).
6.1.9 Distribusi sensitifitas antibiotika terhadap kuman OMSK baik tipe
benigna maupun tipe maligna di RSUP. Haji Adam Malik Medan
diperoleh bahwa meropenem, amikacin, gentamycin, ceftazidime,
cefepime dan piperacillin/ tazobactam memiliki sensitifitas yang
masih tinggi sedangkan golongan Quinolon memiliki sensitifitas
yang rendah.

6.2 Saran
6.2.1 Penyebab infeksi OMSK bukan saja berasal dari kuman aerob
tetapi dapat juga berasal dari kuman anaerob dan jamur ataupun
kombinasi diantaranya. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk melakukan pemeriksaan pola kuman dan sensitifitas
terhadap kuman aerob, anaerob dan jamur secara bersama-sama.
Diharapkan dengan pemeriksaan secara keseluruhan tidak ada lagi
hasil kultur yang negatif.
6.2.2 Pemberian terapi pada awal OMSK haruslah berdasarkan data
empirik, dimana data ini dapat berubah sehingga diperlukan
pemeriksaan pola kuman dan sensitifitas terhadap antibiotika
secara priodik sehingga dokter dalam memberikan terapi tepat
sasaran.
6.2.3 Dalam pengambilan sekret telinga pada penderita OMSK haruslah
dilakukan dan menggunakan alat yang steril, tepat pada daerah
telinga tengah sehingga kuman yang diperoleh memang benar-
benar dari telinga tengah yang belum terkontaminasi.

Universitas Sumatera Utara


57

DAFTAR PUSTAKA

Aboet A. “Radang Telinga Tengah Menahun” Pidato pengukuhan Jabatan


Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher. Medan: FK USU, 2007.
Abbo A, Venezia NS, Muntz HM, Krichali T, Igra SYet al. 2005. Multidrug
resistant Acinetobacter baumannii. Emerging Infectious Diseases.
Vol. 11, No. 1.
Adhikari, P. Joshi, S. Baral, D. Kharel, B. 2009. Chronic suppurative Otitis
Media in Urban Private School Children of Nepal. Brazil Journal
Otorynolaryngol. 75(5).p.669-72
Adoga, A. Nimkur,T. Silas, O. 2010. Chronic Suppurative Otitis Media.
Pan African Medical Journal, Nigera, vol. 4,no.3.
Ahmad, S. 2013. Antibiotics in Chronic Suppurative Otitis Media; A
Bacteriologic Study. Egyptian Journal of Ear, Throat and Allied
Sciences. 14. p.191-94.
Akinpelu, AV. Amusa, HB. Komolafe, EO et al., 2007. Challenges
management of chronic suppurative otitis media in a developing
country. The Journal of Laryngology and Otology. Nigeria. 122. p :
16-20.
Aquino, JEAP, Filho, NAC & Aquino, JNP 2011, Epidemiology of Middle
Ear and Mastoid Cholesteatomas, Study of 1146 cases, Brazillian
Journal of Otorhinolaryngology, vol.77,no3, May-June, p.341-7.
Arvind, Chand. P, Vishrutha, 2014. Microbiological profile of Chronic
Suppurative Otitis Media. International Journal of Biomedical
Research. Vol.5,no.3.
Baig. MM,et al. 2011. Prevalance of Cholesteatoma and its Complication
in Patiens of Chronic Suppurative Otitis Media. Journal of
Rawalpindi Medical College (JRMC). Vol. 15(1). p;16-7.
Bai, K, V. Krishna, B. Ashokreddy. N, RP. 2013. Study of Bacteriology in
Chronic Suppurative Otitis Media. International Journal of Medical
Research and Health Sciences. July-Sep. vol.2(30). p.510-13.
Browning GG, Merchant NS, Kelly G, Swan RCI et al., 2008. Chronic Otitis
Media. In Gleeson M, ed. Scott-Brown‟s Otolaryngology. Vol. 3. 7th.
Butterworth-Heinemann. London. p 3396-439.
Ceylan A, Bayazit Y, Yilmaz M, Celenk F, Bayramoglu I et al. (2009).
Extracranial Complication of Chronic Otitis Media. The Journal of
International Advenced Otology. Vol 5(1). p 51-5.
Chole RA, Nasor R, 2009. “Chronic Otitis Media and Cholesteatoma,”
Ballengger‟s Manual of Otorhinology Head and Neck surgery.
Connecticut: BC Decker, 2009. p : 217-27.
Dhingra PL, 2010. Anatomy of Ear, in Disease of Ear, Nose, and
Throat.5rd ed. Elsevier. New Delhi. p : 3-22.

Universitas Sumatera Utara


58

Dhingra PL, 2010. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media,


in Disease of Ear, Nose, and Throat.5rd ed. Elsevier. New Delhi. p :
75-82.
Djaafar ZA, 2007. Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung, Tenggorok Kepala Leher. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. Hal 49-62.
Duggan MJ, Goldstein JS, Chenoweth EC, Kauffman AC, Bradley FS.
1996. Achromobacter xylosoxidans Bacteremia: Refort of Four
Cases and Review of Literature. Clinical Infections Diseases. Vol
23, p 569-76
Elemraid AM, Brabin JB, Fraser DW, Harper G, Faragher B et al.l, 2010.
Characteristics of hearing impairment in Yemeni children with
chronic suppurative otitis media: A case-control study. Internasional
Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. Elsevier. p 283-86.
Gacek R, 2009. Anatomy of the Auditory and Vestibuler System. In :
Ballennger‟s Manual of Otorhinology Head and Neck Surgery. BC
Decker. Connecticut, p. 1-15.
Govind, U. 2012. Disertation Rajiv Gandhi University of Health Sciencis
Karnataka, Bangalor. Aerobic Bacteriologycal Study of Chronic
Suppurative Otitis Media and their AntibioGram at Vims Bellay.
Handoko E, Soedarmi M, Purwanto DP. 2008. Pola bakteri aerob dan
kepekaan pada otitis media supuratif kronik yang dilakukan
mastoidektomi. Malang.
Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronis, dalam Otitis Media Supuratif
Kronis : Pengetahuan Dasar, Terapi Medik Mastoidektomi. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. 55-72.
Ibekwe, TS & Nwaorgu, OGB 2011, ′Classification and management
challenges of otitis media in a resource-poor country′, Nigerian
Journal of Clinical Practice, Vol. 14.
Iqbal K, Khan IM, Satti L, 2011. Microbiology of Chronic Suppurative Otitis
Media : Experience at Dera Ismail Khan. Gomal Journal of Medical
Sciences. Vol.9, No.2.
Islam R, Taous A, Hossain M, Ekramuddaula AFM, Islam MS. 2010.
Comparative Study of tubotympanic and Aticoantral Variety of
Chronic Suppurative Otitis Media. Bangladest Journal
Otolaryngology; 16(2). p,113-9.
Kasliwal N, Joshi S, Pareek SM. 2004. Determinants of Sensorineural
Hearing Loss in Chronic Middle Ear Disease. Indian Journal of
Otolaryngologyand Head and Neck Surgery. Vol.56(4).
Kelly. G. 2008. Aetiology and Epidemiology of Chronic Otitis Media. In
Gleeson M, ed. Scott-Brown‟s Otolaryngology. Vol. 3. 7th.
Butterworth-Heinemann. London. p 3408-411.
Kenna MA, Latz AD, 2006. Otitis Media and Middle Ear Effusion, In Bailey
BJ, Johnson JT, Newlands SD, Editors. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia, USA. Lippincott
Williams & Wilkins. p 1265-75.

Universitas Sumatera Utara


59

Kodrat L, 2010. Profil komplikasi otitis media supuratif kronik, dan


penanganannya di RSU Labuang Baji Makassar priode 2005-2009.
Dalam Buku Abstrak Kongres Nasional Perhati-KL XV. Makassar.
Hal 9.
Kodrat L, 2011. Tatalaksana otitis media supuratif kronis dengan
komplikasi pada anak di RSU Labuang Baji Makassar priode juli-
Juni 2011. Dalam Buku Abstrak PITO, Padang 2011.
Kristo, B & Buijan, M. 2011. Microbiology of the Chronic Suppurative Otitis
Media. Medicinski Glasnik. August. vol.8(2).
Ku S. C, Hsuch P. R. Yang, Luh K. T. 2000. Clinical and Microbiological
Characteristics of Caused by Acinetobacter Iwoffii. Europa Journal
Microbiology Infections Disease. 19. P 501-503.
Kumar H, Seth S, 2011. Bacterial and Fungal Study of 100 Cases of
Chronic Suppurative Otitis Media. Journal of Clinical and Diagnostic
Research. Vol. 5(6). p 1224-7.
Kumar, J. Sunkum,A. Bindu, H. 2012. Bacteriological Study of Chronic
Suppurative otitis Media by Aerobic Methods in a Teaching
Hospital. ORL Journal. India. Vol.2(3). p.1-6.
Lee KS, Park CD, Kim GM, Boo HS, Choi JY et al.l, 2012. Rate of isolation
and trends of antimicrobial resistence of multidrug resistant
Pseudomonas Aeruginosa from otorrhea in chronic suppurative
otitis media. Clinical and Experimental Otorhinolaryngology. Vol. 5,
No. 1. P 17-22.
Madana J, Yolmo D, Kalaiarasi R, Gopalakrishnan S, Sujatha S, 2011.
Microbiological profile with antibiotic sensitivity pattern of
cholesteatomatous chronic suppurative otitis media among
children. International Journal Pediatric Otorhinolaryngology.
Elsevier. p 1104-8.
Mansoor T, Musani AM, Khalid G, Kamal M, 2009. Pseudomonas
Aeruginosa in chronic suppurative otitis media: sensitivity spectrum
against various antibiotics in Karachi. J ayub Med Coll Abbottabad.
21(2).
Maragakis LL, Perl MT. 2008. Acinetobacter baumannii: Epidemiology,
Antimicrobial Resistance, and Treatment Options. Clinical
Infectious Diseases.46. p1254-63.
Memon, Maitiullah, Ahmed, Marfani, „Frequency of Un-Safe Chronic
Suppurative Otitis Media in Patients with Discharging Ear‟, Original
Article, May-August 2008.
Merchant, S. N., Rosawski, J. J. & Shelton, C., 2009. Reconstruction of
the Middle Ear. In: J. B. Snow and P. A. Wackyym, ed. 2009.
Ballenger‟s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Connecticut BC Decker inc, p. 239-44
Meyer TA, 2006. Cholesteatoma, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD,
editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed. Vol. 2.
Philadelphia., USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 2081-91.

Universitas Sumatera Utara


60

Microbiology Modul. Antimicrobial Resistence Leaning Site. Michigan


State University, 2011, p. 13-16
Mirza AI, Ali L, Arshad M, 2008. Microbiology of chronic suppurative otitis
media experience at Bahawalpur. Pakistan Armed Forces Medical
Journal.
Moorthy. PNS. Lingaiah, J. Katari, S. Nakirakanti, A. 2013. Clinical
Application of a Microbiology Study on Chronic Suppurative Otitis
Media. International Journal of Otolaryngology and Head & Neck
Surgery. Vol.2. p.290-294.
Nora B, 2011. Gambaran otitis media supuratif kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2008; tesis, hal. 1-31.
Nora B, 2012. Pengaruh faktor-faktor sosio – demografi terhadap kejadian
OMSK pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan
Nursiah S, 2000. Pola kuman aerob penyebab OMSK dan kepekaan
terhadap antibiotika di Departemen THT FK USU/RSUP H. Adam
Malik Medan, tesis, p 1-69.
Prakash, M, Lakshmi. K, Anuradha, S. Swathi GN. 2013. Bacteriological
Profile and their Antibiotic Susceptibility Pattern of Cases of Chronic
Suppurative Otitis Media. Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Researh. Chennai. June-July. Vol 6 (3).
Prakash, R. Juyal, D. Negi, V. Pal, S. Adekhandi, S et. Al. 2013.
Microbiology of Chronic Suppurative Otitis Media in a Tertiary Care
Setup of Uttarakhand State, India. North American Journal of
Medical Sciences. vol.5(3). p.282-87.
Probst R, Grevers G, 2006. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-
A step-by-step Learning Guide. Thieme. New York. p 228-229.
Regalado N. G, Martin G, Antony S. J. 2009. Acinetobacter Iwoffii :
Bacteremia associated with acute gastroenteritis. Atravel Medicine
and Infectious Disease. 7(5). P 316-17.
Rostina, Rusli,B, Arief M Harjoeno, 2006. Pola kuman berdasarkan
spesimen dan sensitifitas terhadap mikroba, Indonesia journal of
clinical pathology and medical laboratory, vol 13, no. 1, Nov 2006:
13-16.
Shyamala R, Sreenivasulu PR. 2012. The Study of Bacteriological Agents
of Chronic Suppurative Otitis Media - Aerobic culture and
evaluation. Journal of Microbiology and Biotechnology Research. 2
(1):152-162
Siregar, DR 2013, Tesis FK USU, Profil Penderita Otitis Media Supuratif
Kronis (OMSK) Tipe Bahaya di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun
2006 –2010.
Sing AH, Basu R, Venkatesh. 2012. Aerobic bacteriology of chronic
suppurative otitis media in Rajahmundry, Andhra Pradesh, India.
Biology and Madicine Research Article. p 73-79.
Sulabh B, Tarun O, Suresh K, Amit Singhal, Pratibha V. 2013. Changing
Microbiological Trends in Case of Chronic Suppurative Otitis Media
Patients. Int J Cur Res Rev, Aug 2013/ Vol 05 (15).

Universitas Sumatera Utara


61

Viswanatha, B & Naseeruddin, K 2013, `Neurotologic Complications of


Chronic Otitis Media with Cholesteatoma`, Journal of Neurology
and Epidemiology, Vol. 1, hal. 20-30.
WHO, 2004. Chronic Suppuratif Otitis Media; burden of illness and
management option. Child and Adolescent Health and
Development Prevention of Blindness and Deafness.WHO Geneva,
Swizerland..
Yeo GS, Park CD, Hong MS, Cha IC, Kim GM, 2007. Bacterioloy of
chronic suppurative otitis media- a multicenter study. Acta Oto-
Laryngologica, Korea. p 1062-67.

Universitas Sumatera Utara


62

Lampiran 1

STATUS PENELITIAN

I. Data – data Pasien


Nama :
Umur : tahun
Jenis Kelamin :
Alamat :
Telepon : :
No. M R :
Tanggal :

II. Keluhan Utama :

III. Keluhan tambahan : - Hoyong : ya / tidak


- Gangguan pendengaran : ya / tidak
- Mulut mencong : ya / tidak
Jika ya, sejak :
IV. RPO :
V. Status Lokalisata :
A. Telinga
- Kanan :
Daun Telinga :
Liang Telinga: Sekret ( ), mukoid ( ), mukopurulen ( )
purulen ( )
Jaringan granulasi ( )
Kolesteatoma ( )
Lain – lain :

62

Universitas Sumatera Utara


63

- Kiri :
Liang Telinga : Sekret ( ), mukoid ( ), mukopurulen ( )
purulen ( )
Jaringan granulasi ( )
Kolesteatoma ( )
Lain – lain : …………………..

Membran Timpani : Perforasi: sentral / subtotal / marginal /


total
Gambar perforasi :

- Abses retroaurikular : (+) / (-) : kanan / kiri


- Fistel retroaurikular : (+) / (-) : kanan / kiri

B. Hidung kanan kiri


- Kavum Nasi :
- Septum Nasi :
- Konka Inferior :

Tenggorok
- Tonsil :
- Faring :

Universitas Sumatera Utara


64

VI. Pemeriksaan Penunjang :


A. Foto mastoid : kanan / kiri
Hasil :
B. CT Scan :
Hasil :
C. AudioGram nada murni :

VII. Diagnosa :

VIII. Jenis Operasi :


- Mastoidektomi :
- Timpanoplasti :

IV. Terapi

Universitas Sumatera Utara


65

Lampiran 2

Lembar Penjelasan Subjek Penelitian

Pola Kuman Aerob Dan Uji Sensitifitas Pada Penyakit Otitis Media

Supuratif Kronis (OMSK)

DI RSUP H. Adam Malik Medan

Bapak/Ibu/Sdr./i yang sangat saya hormati, nama saya dr. Sri Novita

Sembiring, Residen Departemen Telinga Hidung Tenggorokan Bedah

Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini

saya sedang melakukan penelitian untuk tesis magister yang berjudul

“Pola Kuman Aerob Dan Uji Sensitifitas Pada Penyakit Otitis Media

Supuratif Kronis (OMSK)DI RSUP H. Adam Malik Medan”.

Untuk melengkapi penelitian ini, maka saya harus melakukan

wawancara dan pemeriksaan pada Bapak/Ibu/Sdr./i. Sebelumnya, saya

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak/Ibu/Sdr./i atas kesediaannya menjadi responden. Perlu saya

jelaskan bahwa penelitian ini akan digunakan semata-mata untuk

keperluan penyusunan tesis magister saya dan tidak untuk keperluan

lainnya.

Setelah penyakit OMSK Bapak/Ibu diperiksa THT-KL di

Departemen Otologi THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Setelah itu, akan dilakukan pengambilan cairan telinga dan dilakukan

66

Universitas Sumatera Utara


66

pemeriksaannya di Departemen Mikrobiologi FK USU / RSUP H. Adam

Malik Medan.

Untuk keakuratan data dan informasi yang dikumpulkan maka

saya sangat berharap agar Bapak/Ibu/Sdr./i bersedia memberikan

keterangan yang sejelas-jelasnya sesuai dengan apa yang

Bapak/Ibu/Sdr./i ketahui, alami dan rasakan sehubungan dengan judul

penelitian saya.

Bapak/Ibu/Sdr./i dapat berhenti kapan saja apabila tidak berkenan,

namun saya sangat berharap Bapak/Ibu/Sdr./i dapat mengikuti penelitian

ini hingga tuntas.

Mudah-mudahan informasi yang saya sampaikan sudah cukup

jelas. Bila demikian saya harapkan Bapak/Ibu/Sdr./i dapat membubuhkan

tanda tangan pada Departemen bawah lembaran ini sebagai tanda

persetujuan sehingga wawancara dan pemeriksaan dapat segera kita

mulai.

Universitas Sumatera Utara


67

Lampiran 3

Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : .........................................................

Umur : .........................................................

Jenis Kelamin : .........................................................

Alamat : .........................................................

Setelah mendapat penjelasan dan memahami dengan penuh kesadaran

mengenai penelitian ini, maka dengan ini saya menyatakan bersedia

untuk ikut serta. Apabila dikemudian hari saya mengundurkan diri dari

penelitian ini, maka saya tidak akan dituntut apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, agar dapat dipergunakan bila

diperlukan.

Medan, 2013

Saksi Peserta penelitian

(........................................) (........................................)

Universitas Sumatera Utara


68

Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


69

Lampiran 5
DATA SAMPEL PENELITIAN
Na Usi Jeni Telin La A A C E F M T T S A C E A T V T C I L C C
Jenis Kel Jenis Pola
NO ma a s ga ma M M AM SA Z R CA CR E CV GE LV E Z G X Z D R T R A R T P N B F
MR
klami OM Uta Terli Kuma Kuma
Kel
n SK ma bat n n K O P M T Z O P X N X M P C T C C M M I N C X M Z C N
- 1
1 579 R R R R R R R R R R S R R R R
M 2 16 2 4 3 10
298 - 2 R R R S S S S S R S S I R
2 S R S S
531 VB 1 33 1 2 1 12 - 1
3 23 R R R R R R R R R R S R R R
576 MS 1 42 2 1 2 5 - 3
4 380 S R S R S S S S S S S S S R
574 GN 2 19 2 1 1 12 - 4
5 491 S R I S S S S S R S R S S S
579 EM 1 30 1 3 2 6 - 5
6 262 S R S R S I S S S S S S S S
578 FS 1 21 2 1 1 15 - 6
7 542 S S S S S S S S S I S S S S
- 7
8 575 S S S S S S S I S S S S S S
MY 1 10 2 2 3 8
974 - 6
9 S S S I S S S R S R S S S
0
10 575
ME 1 37 1 1 3 8
399 + 8 R
11 R R R R R R I R R R S R S R S R R R S R R
oo8 SP 2 51 1 1 2 13 - 4 R R R S S S S R S R S S S R
12 547 S R S R S
593 IA 2 18 1 1 2 2 - 9 R R R S S S S S S S S S S S
13 414 R R S
594 DA 1 22 1 1 2 12 - 1
14 516 S R R R S R S S S S S S S R
587 IS 2 12 1 1 2 4 - 1
15 895 S R I R S S S S S S S S S R S
6
16 S S S S S S S I S I S S S
573 -
KE 2 24 1 1 3 6 10
557 S S S S S S S I S I S S S
- 6
17 S S S S S S S S S S S S S
678 Hm 1 59 1 1 1 20 - 1
18 82 S R R R S R S S S S R S R R I R
- 10
19 582 I I S R S I R S R S S S S R S
MS 2 33 1 1 3 3
131 - 10
20 S I S R S I R S R S S S S R S

Universitas Sumatera Utara


70

0
21 574
RS 1 33 1 1 3 10
749 0
22
583 HS 2 33 2 1 2 10 - 11 R R R S R R R R S R S I S
23 790 S R R R R
592 UN 2 40 1 3 1 3 0
24 050
508 NT 2 70 1 3 2 1 - 1
25 065 S R R R S R S I S I S S R R R R
583 MS 1 49 1 1 1 1 - 1
26 660 S R R R S R S I S R S S R R R R
597 LL 2 15 1 1 2 2 - 4 R I S S S S S S S S S R
27 951 S R S S S R
596 JS 1 27 1 1 1 8 - 10
28 915 S R R R S R R I R S S S S S R S
588 S 2 27 1 1 2 6 + 12
29 658 S S S S S S S I S I S S S R R S S I S S
588 M 1 30 1 3 1 17 + 13
30 318 R S S S S S S I S I S R S S S S S S R S S S R S
399 1 49 1 1 2 10 + 13
31 389 JP S S S S S S R I R S S S R R R S S S S S S S

Universitas Sumatera Utara


71

Keterangan :
Jenis Kelamin Keluhan utama
1. Laki- laki 1. Telinga berair
2. Perempuan 2. Telinga sakit
3. Penurunan pendengaran
Telinga yang terlibat 4. Sakit kepala
1. Kanan saja
2. Kiri saja Jenis OMSK
3. Keduanya 1. Benigna
2. Maligna
Pola kuman
1. P.aeruginosa 8. S. epidermis
2. Providen stuarti 9. Citrobacter freundi
3. P. vulgaris 10. Achromobacter dentrifican
4. E. Coli 11. K. pneumoni
5. Acinetobacter baumani 14. Micrococus luteus
6. Acinetobacter iwoffi 15. S. aureus
7. Spingomonas paucamobili

Nama antibiotika
AMK = Amicasin LVX = Levofloxacin TRC=Tetracy
AMC = Amoxicillin MEM= Meropenem lin
AMP = Ampicillin TZP = Piperazin/Tazobactam
SAM = Ampicillin/Sulbacta TGC = Tigecycline
CZ = Cefazolin SXT = Cotrimoxazole
ERT = Ertapenam AZC = Azitromycin
CAZ = Ceftazidime CDC = Clindamycin
CRO = Ceftriaxon ERM = Erytromicin
FEP = Cefepima ATM = Azthreonam
CIP = Ciprofloxacin TRI = Trimetropin
GEN = Gentamicin Van = Vancomyci

Universitas Sumatera Utara


72

Lampiran6

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran 7.

Pembersihan liang telinga Pengambilan sekret

Sekret dimasukkan tabung steril Automatic Machine Vitex-2 Compact

Media perbenihan Mac conkey Media perbenihan agar darah

Universitas Sumatera Utara


74

PERSONALIA PENELITIAN

I. Peneliti Utama

Nama : dr. Sri Novita Br. Sembiring

NRP : 16874 / P

Gol/Pangkat : Kapten (K / W)

Jabatan : PPDS THT-KL FK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu Disediakan : 12 jam / minggu

II Anggota Peneliti / Pembimbing

A. Nama : Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL (K)

NIP : 19460305 197503 1 001

Gol / Pangkat : IV / E, Pembina utama Madya

Jabatan : Guru Besar, Kepala Departemen

Departemen THT-KL FK USU / RSUP HAM

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang keahlian :Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan


Leher

Waktu Disedikan : 5 jam / minggu

Universitas Sumatera Utara


75

B. Nama : dr. M. Pahala Hanafi Harahap, Sp.THT-KL

NIP : 197406162009121002

Gol / Pangkat : IIIb / Penata

Jabatan : Staf Departemen Departemen THT-KL FK

USU / RSUP HAM

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu Disediakan : 5 jam / minggu

C. Nama : dr. Rina Yunita, Sp MK

NIP : 19790624200312 2 003

Gol / Pangkat : III b / Penata

Jabatan : Staf Pengajar Departemen Mikrobiologi FK


USU / RSUP HAM

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Mikrobiologi Klinik

Waktu Disediakan : 5 jam / minggu

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai